buku 7 - memori banding hendri kasus pengadaan kendaraan dinas
Post on 17-Feb-2016
62 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
KEPADA YTH, KETUA PENGADILAN TINGGI PADANG. JALAN SUDIRMAN NO.54. PADANG.
Melalui :
Yang terhormat, KETUA PENGADILAN NEGERI PADANG JALAN KHATIB SULAIMAN NO.80. PADANG.
Dengan Hormat, Yang bertanda tangan dibawah ini :
RISMAN SIRANGGI.SH, Advokat, berkantor di jalan Nuri No.3, Airtawar, Padang, berdasarkan
Surat Kuasa No.3/I/SK.Pid.Sus/2015, yang dibuat di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Padang
tanggal 16 Januari 2015, adalah selaku Penasehat Hukum dari:
Drs.HENDRI. MM, Umur 43 Tahun, Agama Islam, Jenis Kelamin Laki-laki, Kebangsaan Indonesia,
Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil, Jabatan Kepala Bappeda Kabupaten Pasaman Barat sampai
bulan Januari 2015, pada waktu terjadi Pengadaan Kendaraan Dinas Bupati dan Wakil Bupati
Pasaman Barat tahun 2010, menjabat sebagai Kabag Umum Setda Pasaman Barat.
Bahwa berdasarkan Akta Permintaan Banding No 26/Akta Pid.Sus-TPK/2015/PN.Pdg, yang
dibuat dihadapan Panitera Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Klas IA
Padang, tanggal 1 Juni 2015, untuk selanjutnya disebut sebagai PEMOHON BANDING.
Bahwa Pemohon Banding mengajukan Permintaan Banding atas putusan Pengadilan Tindak
Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Padang No.01/Pid.Sus-TPK/2015/PN.Pdg, tanggal 29
Mai 2015, yang merugikan diri Pemohon Banding, amar putusannya berbunyi sebagai berikut :
-MENGADILI-
1.Menyatakan Terdakwa Drs.Hendri.MM, tersebut diatas telah terbukti secara sah meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan Primair.
2.Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 4
(empat) tahun dan denda sejumlah Rp.200.000.000,- (dua ratus juta rupiah ) dengan
ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan penganti
selama 1 (satu)bulan.
3.Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani oleh Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari
pidana yang dijatuhkan.
4.Menetapkan terdakwa tetap ditahan.
5.Menetapkan barang bukti berupa : angka 1 s/d angka 70, Dipergunakan dalam perkara lain.
Bahwa Permintaan Banding ini telah sesuai dengan ketentuan yang diberikan untuk itu,
sebagaimana Pasal 233 (1) (2) KUHAP, yang diajukan pada tanggal 1 Juni 2015, bahwa baru
pada tanggal 8 Juni 2015, Pemohon Banding menerima turunan putusan di Panitera PN Tipikor
Padang, kemudian pada tanggal 16 Juni 2015, Pemohon Banding menerima surat
No.W3.U1/1928/HK.07/TPK/VI/2015, tentang hal pengiriman berkas perkara Tipikor
No.01/Pid.Sus-TPK/2015/PN.Pdg, ke Ketua Pengadilan Tinggi Tipikor Padang.
Bahwa pengiriman berkas perkara tersebut tidaklah mengacu kepada Pasal 236 (2) karena
Pemohon belum ada mempelajari berkas dalam rentang waktu seminggu setelah menerima
salinan turunan putusan, berkas perkara di kirim ke Ketua Pengadilan Tinggi Tipikor Padang,
sehingganya Penyerahan Memori Banding dari Pemohon Banding dapat diterima sebagaimana
yang dimaksud dalam Pasal 237 KUHAP.
Bahwa selanjutnya dalam Memori Banding ini, Pemohon Banding menyatakan keberatan
terhadap isi dan pertimbangan hukum serta Amar Putusan Judex Factie No.01/Pid.Sus-
TPK/2015/PN.Pdg, yang telah diputus pada tanggal 29 Mai 2015 tersebut, alasan-alasannya
sebagaimana diuraikan berikut ini :
A. Bahwa Pemohon Banding keberatan dan tidak sependapat dengan Judex Factie Tingkat
Pertama yang menjadikan fakta (hukum) dalam pertimbangan hukum tersebut seolah-
olah merupakan fakta (hukum) yang terungkap didepan persidangan, bahwa fakta
(hukum) yang diuraikan pada bagian pertimbangan hukum oleh Judex Factie Tingkat
Pertama sebahagian besar hampir sama dengan uraian yang ada dalam Surat Dakwaan
dan Tuntutan JPU.
B. Bahwa uraian-uraian dalam pertimbangan Judex Factie Tingkat Pertama tersebut nyata-
nyata diadopsi dari hasil rekayasa fakta (hukum) yang digiring oleh JPU menjadi opini
hukum dalam mendakwa Pemohon Banding, sebagaimana yang tertulis dalam Surat
Dakwaan dan Tuntutan JPU tersebut, seperti keterangan-keterangan Saksi dalam BAP
dan yang ditampilkan oleh JPU sudah menjadi fakta hukum, walaupun keterangan-
keterangan Saksi –saksi tersebut tidak singkron dengan yang ada dalam BAP nya masing-
masing dan ada keterangan yang tidak pernah diucapkan oleh Saksi-saksi maupun
Pemohon Banding dijadikan fakta (hukum), seperti keterangan sebagaimana tertulis
pada hal.100, alinia terachir sampai alinia pertama hal.101 putusan dan pada hal 113
alinia 2 dan 3, seakan-akan” digiring Pemohon Banding melakukan kerja sama dengan
Arifin” kemudian ada keterangan Saksi yang menguatkan fakta (hukum) yang
menguntungkan Pemohon Banding, seperti Keterangan Saksi-saksi Ahli, Afrizal.SE (BPKP)
mengatakan nilai kerugian Negara berdasarkan Pendapatnya. Saksi Ahli
Mujisantosa,SE.MM dan DR.Sumule Timbo, justru tidak dijadikan sebagai alasan-alasan
dalam pertimbangan hukum oleh Judex Factie Tingkat Pertama, sehingga merugikan
bagi Pemohon Banding.
C. Bahwa pertimbangan-pertimbangan hukum Judex Factie Tingkat Pertama tentang
kerugian Negara sangat dangkal, dalam dakwaan dan tuntutan jelas kerugian Negara
dituduhkan sebesar Rp.276.887.273,- (keuntungan Rekanan) dan Judex Factie
menegaskan hanya sebesar Rp.99.927.273,- tidak dikurangi pembelian Leges sebesar
Rp.8.040.000,- seharusnya Rp.91.887.273,- (keuntungan Rekanan). Bahwa apakah
keuntungan Rekanan yang berbeda-beda ini yang disebut merugikan Keuangan Negara.?
Bahwa merujuk kepada UU No.1 Tahun 2004, Tentang Perbendaharaan Negara,
sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1 angka 22“ Bahwa kerugian Negara itu harus
pasti dan nyata” dan Pendapat dari Mahkamah Konstitusi dalam Putusan No.003/PUU-
IV/2006, tanggal 25 Juli 2006, menyatakan kerugian Negara itu harus nyata dan pasti
serta dihitung oleh Ahli, kemudian mengacu kepada UU No.15 tahun 2006, tentang
Badan Pemeriksa Keuangan dan peraturan Badan Pemeriksa Keuangan No.1 Tahun
2008, Tentang Penggunaan Pemeriksa dan/ atau Tenaga Ahli diluar BPK, “ bahwa yang
berwenang menghitung kerugian negara adalah Badan Pemeriksa Keuangan. Bahwa
kalau Judex Factie tidak berasumsi dalam membuat pertimbangan-pertimbangan
hukumnya dan mengacu kepada ketentuan-ketentuan diatas, jelas unsur yang dapat
merugikan keuangan negara tidak terbukti sama sekali, apalagi keuntungan Rekanan
(PT.Baladewa) yang diperdapat melalui usaha yang jelas dan bertanggung jawab atas
penyediaan barang berupa Mobil Dinas Bupati Pasaman Barat, yang telah dinikmati oleh
Bupati Pasaman Barat dari tahun 2010 sampai saat sekarang tahun 2015, bukanlah
suatu perbuatan Pidana.
Bahwa mencermati kembali dakwaan dari JPU tertanggal 5 Januari 2015, terlihat beberapa
poin-poin yang digiring oleh JPU dalam membentuk opini hukum, agar Pemohon Banding
terbukti sebagai orang yang melakukan perbuatan melawan hukum, saat terjadinya Pengadaan
Mobil Dinas Bupati dan Wakil Bupati ,Pasaman Barat, yang dianggarkan dalam APBD-P 2010,
seperti :
1- Pagu dana 1,4 Millyar untuk pembelian 2 unit mobil jeep Fortoner dibelikan 1 unit mobil Jeep Prado
2- Spesifikasi mobil Jeep Prado yg dibeli tidak sesuai. 3- Harga mobil Jeep Prado yang tidak sesuai HPS
4- Menanda tangani sendiri surat telahan staff 5- Menunjuk sendiri anggota tim Pemeriksa Barang yang tidak cakap. 6- Melaksanakan pengadaan dengan cara Penunjukan Langsung 7- Tidak melakukan pemeriksaan dan penilaian terhadap 1 unit mobil dinas Bupati yang
diserahkan oleh PT.Baladewa 8- Menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp.276.887.273.- (keuntungan
rekanan).
Bahwa merujuk kepada uraian diatas dan memperhatikan isi dan pertimbangan –pertimbangan
hukum Judex Factie Tingkat Pertama, jelas Judex Factie Tingkat Pertama mengabaikan opini JPU
yang lain, kecuali yang tertulis pada poin 6, yaitu tentang PL, terlihat dalam pertimbangan
hukum pada hal.116 putusan, dimana Judex Factie Tingkat Pertama telah berpendapat
perbuatan Pemohon Banding telah memenuhi unsur “ melawan hukum” karena telah
melakukan perbuatan Penunjukan Langsung.
Tentang Penunjukan Langsung :
1. Bahwa kontrak tersebut dilakukan dengan metode Penunjukan Langsung, kebijakan ini
diputuskan pada tanggal 23 November 2010.
2. Bahwa proses Penunjukkan Langsung dilakukan karena telah terjadi dua kali lelang gagal,
karena tidak ada penawaran yang masuk, kebijakan ini memang tidak diatur dalam Keppres
No. 80 Tahun 2003, yang diatur hanyalah apabila pada lelang kedua hanya satu penawaran
yang masuk, maka dilakukan proses seperti Penunjukan Langsung, bagaimana jika dalam
pelelangan kedua tidak ada penawaran yang masuk seperti halnya terjadi pada perkara a
quo?
Bahwa menimbang akan berachirnya waktu pengunaan anggaran serta dapat terlaksananya
program yang sudah tertuang dalam APBD-P tahun 2010, dan mengacu kepada prinsip-
prinsip pengadaan, sepanjang tidak ada mark up, tidak merugikan keuangan negara,
kepentingan umum terlayani dan tidak ada gratifikasi, maka dilakukan metode Penunjukan
Langsung.
Bahwa kebijakan ini juga berlaku secara umum dan dilakukan oleh Panitia-panitia Pengadaan
ULP lainnya di Indonesia dan sudah menjadi sebuah yurisprudensi tersendiri dalam dunia
Pengadaan Barang dan Jasa. Akan Penunjukan Langsung (PL) terhadap rekanan yang tidak
pernah memasukkan penawaran pada pelelangan sebelumnya, tidak ada diatur di dalam
Kepres Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pengadaan Barang dan Jasa dan hal tersebut juga
tidak dilarang di dalam Kepres tersebut sehingga dengan demikian penunjukan langsung
tersebut dapat dibenarkan sepanjang tidak mengakibatkan kerugian keuangan negara dan
sesuai dengan prinsip-prinsip pengadaan barang dan Jasa.
Bahwa sesuatu kegiatan pengadaan barang dan jasa yang tidak menyalahi aturan atau
prosedur karena tidak ada diatur mengenai keadaan seperti itu, sepanjang tidak
menimbulkan kerugian pada Negara dan dikerjakan dengan itikat baik, bukanlah merupakan
tindak pidana korupsi, tapi termasuk ke ranah Administrasi.
3. Bahwa maksud dan tujuan dilakukan kebijakan pengadaan barang dan jasa yang tertuang
dalam Keppres No. 80 Tahun 2003, yaitu meningkatkan penggunaan produksi dalam negeri,
yang sasarannya adalah memperluas lapangan kerja dan mengembangkan industri dalam
negeri dalam rangka meningkatkan daya saing barang/jasa produksi dalam negeri pada
perdagangan Internasional, penyederhanaan dari ketentuan ini merupakan tata cara untuk
mempercepat proses pengambilan keputusan dalam pengadaan barang/jasa; meningkatkan
penerimaan negara melalui sektor perpajakan; menumbuhkembangkan peran serta usaha
nasional.
4. Bahwa dalam peristiwa ini, terlaksananya pembayaran kepada PT. Baladewa Indonesia
adalah atas dasar Surat Perintah Membayar yang dibuat dan ditanda tangani oleh
Pengguna Anggaran langsung yaitu Sekretaris Daerah Kab. Pasaman Barat, bukan atas
perintah dari Pemohon Banding selaku KPA. Sebagaimana yang diatur dalam Pasal 184 ayat
(2) Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, yang
menyatakan bahwa siapa yang menandatangani SPM maka dialah yang bertanggung jawab
mutlak terhadap pengeluaran uang Negara.
5. Bahwa pengadaan barang dan jasa tidak dapat dilaksanakan oleh pemerintah dengan secara
langsung, maka dari itu perlu pihak ketiga untuk mengadakannya. Dalam pengadaan oleh
pihak ketiga tentu ada keuntungan yang akan diperoleh oleh pihak ketiga, karena
pemerintah sendiripun dalam menyusun anggaran dan Harga Perkiraan Sendiri sebagai dasar
pihak ketiga untuk membuat penawaran, harus memasukkan nilai keuntungan dan overhead
cost perusahaan, yang nilainya antara 10% - 15 %. dan ini diatur dalam Keppres No. 80 Tahun
2003.
Bahwa keuntungan sebagaimana yang didapat oleh PT.Baladewa Indonesia dalam
menyelesaikan pekerjaan sebagai Penyedia Pengadaan tidaklah melebihi dari ketentuan diatas,
malahan berada dibawah ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam Keppres No.80, Tahun
2003, yaitu sebesar Rp,91.887.273,- kurang dari 10% dari nilai Kontrak
- Apakah keuntungan Rekanan sebesar Rp.99.927.273,- ( sebenarnya Rp.91.887.273 ,-karena
telah dikurangi dengan Leges sebesar Rp.8.040.000,-), yang telah menyelesaikan
pekerjaan, dikatakan “merugikan keuangan Negara” ?
- Apakah PA yang telah menanda tangani SPM, sehingga uang Negara dapat dicairkan, tidak
dibebani Tanggung Jawab ? dan kenapa KPA yang tidak ada menanda tangani SPM yang
malah dibebani tanggung jawab Pidana ?
KEBERATAN – KEBERATAN PEMOHON BANDING ATAS PERTIMBANGAN HUKUM DAN
KESIMPULAN PUTUSAN JUDEX FACTIE TINGKAT PERTAMA ;
TENTANG UNSUR SECARA MELAWAN HUKUM.
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan - pertimbangan tersebut diatas yang berdasarkan serangkaian fakta - fakta hukum yang ditemukan dipersidangan, majelis berpendapat bahwa perbuatan Terdakwa selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) pada Sekretariat Pemerintah Daerah Kabupaten Pasaman Barat dan selaku Kabag Umum pada Sekretariat Pemerintah Daerah Kabupaten Pasaman Barat yang telah melakukan perbuatan Penunjukkan langsung (PL) .......................... adalah perbuatan melawan hukum melanggar Pasal 28 ayat 8 dan Bab I Huruf C angka 1 Keputusan Presiden nomor 80 tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2007 dan disamping itu dengan telah terdakwa melakukan perbuatan penunjukkan langsung terhadap pengadaan mobil dinas Bupati Kabupaten Pasaman Barat kepada PT. Baladdewa yang merupakan perpanjangan tangan dari CV. Makna Motor maka secara tidak langsung juga telah melanggar prinsip - prinsip dasar pengadaan barang dan jasa yaitu melanggar prinsip Efektif , efisien dan akuntable dalam pengadaan mobil dinas Bupati Pasaman Barat tahun anggaran 2010 (vide : Putusan
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Padang Nomor : 01/Pid.Sus-TPK/2015/PN.PDG.halaman 116)
Bahwa Judex Factie Tingkat Pertama keliru dalam memahami tentang pengadaan barang dan
jasa pemerintah dan tidak mempertimbangkan keterangan yang diberikan oleh ahli pengadaan
barang/jasa dari LKPP RI selaku salah satu anggota tim penyusun peraturan perundang-
undangan tentang pengadaan barang dan jasa
Bahwa, Penunjukkan Langsung dalam kegiatan ini tidak melanggar atau melawan hukum
sebagaimana yang disimpulkan oleh Judex Factie Tingkat Pertama, karena memang tidak ada
hukum yang dilanggar atau di lawan. yang ada hanyalah Penunjukkan Langsung dilakukan
karena dua kali leleng gagal dan tidak ada yang memasukkan penawaran. Penunjukan langsung
kategori ini tidak ada diatur dalam Keppres No. 80 Tahun 2003 sehingga inilah kelemahan dari
Keppres No.80 Tahun 2003 tersebut yang saat ini tidak berlaku lagi dan sudah diganti dengan
Perpres No. 70 Tahun 2012 yang mana salah satu tim penyusunnya adalah ahli yang dihadirkan
oleh Pemohon Banding dari LKPP RI. Seluruh kebijakan dan aturan tentang pengadaan barang
dan jasa berada di bawah naungan LKPP RI.
Dalam persidangan, ahli Mudji Santosa mengatakan bahwa :
- Bahwa menurut ahli, pelelangan ulang mengalami kegagalan maka tindakan Penuniukan
Langsung (PL) terhadap rekanan yang tidak pernah memasukkan penawaran pada
pelelangan sebelumnya tidak ada diatur di dalam Kepres Nomor 80 Tahun 2003 tentang
Pengadaan Barang dan Jasa dan hal tersebut juga tidak dilarang di dalam Kepres
tersebut sehingga dengan demikian penunjukan langsung tersebut dapat dibenarkan
sepanjang tidak mengakibatkan kerugian keuangan negara dan sesuai dengan prinsip-
prinsip pengadaan barang dan Jasa.
- Bahwa sesuatu kegiatan pengadaan barang dan jasa yang telah menyalahi aturan atau
prosedur sepanjang tidak menimbulkan kerugian pada Negara dan dikerjakan dengan
itikat baik bukan merupakan tindak pidana korupsi
Untuk itu, pertimbangan Pemohon Banding dalam melakukan Penunjukkan Langsung ini
adalah:
1. Telah dilakukan pelelangan sebanyak 2 kali, namun mengalami kegagalan.
2. Menurut aturan yang berlaku, maka terhadap pekerjaan yang tidak diminati oleh
penyedia, opsi yang dapat dilakukan adalah dengan swakelola.
3. Namun untuk pengadaan kendaraan dinas ini, opsi swakelola bukanlah pilihan yang
dapat dilakukan karena pengadaan kendaraan dinas tidak bisa dilakukan dengan cara
swakelola.
4. Ditinjau dari sisi waktu, maka dapat dilihat bahwa waktu telah memasuki akhir
semester semenjak gagal lelang yang kedua.
5. Terhadap kondisi dan waktu ini, maka untuk tetap melakukan proses sehingga
kendaraan dinas tetap bisa diadakan, yaitu melakukan pelelangan ulang yang ketiga
atau melakukan penunjukan langsung.
6. Melakukan Pelelangan ulang ketiga kalinya tetap memiliki resiko gagal lelang lagi dan
berdampak tidak terlaksananya kegiatan pengadaan kendaraan dinas Bupati.
7. Melakukan Penunjukan langsung, tidak memiliki dasar aturan prosedural, namun
dapat menjadi solusi terhadap terlaksananya kegiatan pengadaan kendaraan Dinas
Bupati, selama berdasar pada PRINSIP-PRINSIP PENGADAAN TERUTAMA PRINSIP
EFEKTIF DAN EFISIEN.
8. Ditinjau dari Sisi Prinsip-prinsip pengadaan, JIKA DILAKUKAN PELELANGAN ULANG
ketiga kalinya, maka ada potensi tidak terjadinya prinsip efisien dan efektif, dimana
kemungkinan terjadinya ketidak tercapaian sasaran dan tidak diperoleh manfaat, yaitu
kemungkinan gagal lelang kembali, sedangkan dana dan upaya telah keluar untuk
melaksanakan hal tersebut.
9. Ditinjau dari Sisi Prinsip-prinsip pengadaan, JIKA DILAKUKAN PENUNJUKAN
LANGSUNG, maka terutama prinsip efisien dan efektif dapat dicapai (selama harga
barang tidak mark up), sedangkan prinsip lainnya, yaitu transparan, terbuka, bersaing,
adil/tidak diskriminatif dan akuntabel telah dilakukan dengan kedua pelelangan yang
gagal.
10. Ditinjau dari sisi teori pengadaan, maka proses penunjukan langsung ini BISA
DITERIMA, mengingat posisi pengguna barang berada dalam posisi yang lebih lemah
dibanding penyedia barang, dan penunjukan langsung bisa menyederhanakan proses
sehingga bisa menjadi salah satu cara untuk meningkatkan daya tarik maupun nilai
bisnis di mata penyedia barang untuk mau melakukan pengadaan.
11. Mengenai proses bisnis antara PT Baladewa Indonesia dengan CV. Makna Motor,
selama hal tersebut memang tanpa sepengetahuan dan persetujuan PA/KPA/PPK,
tentu saja hal tersebut diluar kemampuan PA/KPA/PPK dalam melakukan pengawasan.
Dalam hubungannya dengan hukum pidana korupsi, khususnya Pasal 2 UUPTK, pelanggaran
administrasi dapat merupakan tempat/ letak atau penyebab timbulnya sifat melawan hukum
perbuatan, apabila terdapat unsur sengaja (kehendak dan keinsyafan) untuk menguntungkan
diri dengan menyalahgunakan kekuasaan jabatan, yang karena itu merugikan keuangan atau
perekonomian negara. Perbuatan administrasi yang memenuhi syarat-syarat yang demikian itu
membentuk pertanggung jawaban pidana.
Apabila unsur-unsur tersebut tidak ada, terutama unsur merugikan keuangan/ perekonomian
negara, maka yang terjadi adalah kesalahan prosedur/ administrasi, dan tidak ada sifat
melawan hukum korupsi dalam hal semata-mata “salah prosedur”. Perbuatan itu sekedar
membentuk pertanggung jawaban hukum administrasi saja.
Berdasarkan Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung Republlik Indonesia Nomor 42-PK/Pid/2003 tanggal 8 Oktober 2003 telah membatalkan putusan Kasasi No. 941.K/Pid/1991 tanggal 8 Agustus 1993 mempunyai kaidah, “bahwa perbuatan terdakwa tersebut adalah benar terbukti, akan tetapi, bukan merupakan Tindak Pidana melainkan termasuk dalam bidang Adiministrasi. Dengan alasan juridis ini terdakwa diputus : dilepaskan dari segala tuntutan Hukum.” (vide Varia Peradilan XIX No. 227 Agustus 2004 halaman 80)
Bentuk pertanggungjawaban tindak pidana, administrasi atau perdata ditentukan oleh sifat
pelanggaran (melawan hukumnya perbuatan) dan akibat hukumnya. Bentuk
pertanggungjawaban pidana selalu bersanksi pidana. Pertanggungjawaban administrasi selalu
bersanksi administrasi, dan pertanggungjawaban perdata ditujukan pada pengembalian
kerugian keperdataaan, akibat dari wanprestasi atau onrechtsmatige daad. Pada dasarnya
setiap bentuk pelanggaran selalu mengandung sifat melawan hukum dalam perbuatan itu.
Dalam hal sifat melawan hukum tindak pidana, selalu membentuk pertanggungjawaban pidana
sesuai tindak pidana tertentu yang dilanggarnya. Sementara sifat melawan hukum administrasi
dan perdata, sekedar membentuk pertanggungjawaban administrasi dan perdata saja sesuai
dengan perbuatan yang dilakukan.
Bahwa dengan demikian, unsur secara melawan hukum tidak dapat dibuktikan dan dipenuhi
dan putusan ini haruslah batal demi hukum.
TENTANG UNSUR MEMPERKAYA DIRI SENDIRI, ORANG LAIN ATAU SUATU KORPORASI.
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan - pertimbangan tersebut diatas yang berdasarkan serangkaian fakta - fakta hukum yang ditemukan dipersidangan majelis berpendapat bahwa perbuatan terdakwa telah jelas memperkaya orang lain yaitu saksi Arifin Argosuryo sejumlah Rp. 959.927.273, (sembilan ratus lima puluh sembilan juta sembilan ratus dua puluh tujuh juta dua ratus tujuh puluh tiga rupiah) dikurangi Harga penjualan mobil 1 (satu) unit Toyota Prado TX Rp 860.000.000.00 (delapan ratus enam puluh juta rupiah) menjadi Rp. 99 927.273.- (sembilan puluh sembilan juta sembilan ratus dua puluh tujuh juta dua ratus tujuh puluh tiga rupiah ) dan saksi Vitarman juga mendapat keuntungan dari penjualan mobil 1 (satu) unit Toyota Prado TX dari imbalan penggunaan PT. Baladewa Indonesia oleh saksi Arifin Argosuryo sebesar Rp 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) (vide : Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Padang Nomor : 01/Pid.Sus-TPK/2015/PN.PDG.halaman 117)
Dari pertimbangan Judex Factie Tingkat Pertama tersebut dapat diterjemahkan :
Memperkaya Saksi Arifin Agrosuryo senilai :
Rp. 959.927.273,00
Rp. 860.000.000,00_
Rp. 99.927.273,00
Memperkaya Saksi Vitarman senilai :
Rp. 10.000.000,00
Bahwa Judex Factie Tingkat Pertama telah keliru menetapkan keuntungan yang diperoleh oleh
saksi-saksi tersebut dan tidak berdasarkan pada fakta yang terungkap dipersidangan bahwa,
saksi Vitarman menyatakan ada biaya leges daerah yang harus dikeluarkan dan telah
dikeluarkan pada saat penandatanganan kontrak sesuai dengan Peraturan Daerah Kab.
Pasaman Barat sebesar 0,75 % dari nilai kontrak dengan jumlah yang telah dibayarkan tersebut
adalah Rp. 8.040.000 dan itu tidak menjadi pertimbangan oleh Majelis Hakim. Kemudian
pengakuan Saksi Vitarman juga bahwa, dana Rp. 10.000.000 yang diserahkan oleh Saksi Arifin
adalah untuk biaya pajak dan pengurusan surat-surat perusahaan seperti SIUP, TDP, SBU, Pajak
perusahaan dll, jadi uang senilai Rp, 10.000.000 tersebut, Bahwa Judex Factie Tingkat Pertama
juga telah salah menafsirkan tentang memperkaya Saksi Vitarman dan menjadikan uang
Rp.10.000.000,-itu sebagai keuntungan yang diperoleh oleh saksi Vitarman.
Bahwa dipersidangan berdasarkan saksi Oktaveri juga telah mendapatkan Rp. 7.000.000 dari
Saksi Arifin, itu juga bukan sebagai keuntungan tapi adalah uang jasa karena Saksi Oktaveri
telah bekerja dengan saksi Arifin.
Selain itu, dalam proses kegiatan pengadaan kendaraan dinas ini, Saksi Arifin juga telah
mengatakan bahwa keuntungan bersih yang dia terima setelah dikurangi biaya untuk
adminsitrasi dan operasional pengadaan kendaraan ini hanyalah Rp. 75.000.000 dan Rp.
60.000.000 telah diberikannya secara sukarela kepada Kejaksaan Negeri Simpang Empat karena
tidak nyaman dengan adanya perkara aquo,. Sehingga jika disederhanakan maka akan
diperoleh angka sebagai berikut :
Uang masuk ke Reknening PT. Baladewa : Rp. 959.927.273,00
Leges Daerah (0,75 %) : Rp 8.040,000,00 -
Jumlah Penerimaan Bersih : Rp 951.887.273,00
Harga Penjualan Toyota Prado : Rp 860.000.000,00 -
Keuntungan rekanan Rp 91.887.273,00
Dari Keuntungan Rp. 91.887.273,00 menurut saksi Arifin diberikan kepada :
Saksi Vitarman : Rp 10.000.000,00
Saksi Otaveri : Rp 7.000.000,00
Kejaksaan Negeri Sp.4 Rp 60.000.000,00
Bahwa keuntungan yang diperoleh tersebut adalah tidak lebih dari 10 % dari nilai kontrak dan
ini adalah keuntungan yang wajar karena kembali kepada kebijakan Pemerintah dalam
mengadakan pengadaan barang dan jasa adalah untuk memperluas lapangan kerja dan
mengembangkan industri dalam negeri dalam rangka meningkatkan daya saing barang/jasa
produksi dalam negeri pada perdagangan internasional, meningkatkan penerimaan negara
melalui sektor perpajakan; dan menumbuhkembangkan peran serta usaha nasional.
Keuntungan yang diperoleh oleh perusahaan, selanjutnya juga akan menjadi pemasukan bagi
negara dari pajak perusahaan, pajak penghasilan dan pajak-pajak penerimaan lainnya. Juga
akan didistribusikan oleh perusahaan menjadi gaji untuk karyawan-karyawannya dan lain-
lainnya.
Bahwa Majelis Hakim berpendapat, telah keliru dalam memahami keuntungan yang
diperoleh Perusahaan sebagai unsur memperkaya diri sendiri orang lain atau suatu korporasi
Berbicara mengenai Keuntungan adalah selisih antara harga penjualan dengan biaya produksi
atau biaya pembelian. Keuntungan dipengaruhi oleh banyak hal, seperti skala/volume yang
akan dibeli, masa kedaluwarsa barang, level penyedia dan sebagainya.
Level penyedia sebagai berikut : pabrikan, distributor, agen, dan pengencer.
Dalam membuat HPS bila informasi harga pada level penyedia yang akan ikut lelang sudah
merupakan harga jual tidak perlu ditambahkan keuntungan. Contoh kita menemukan harga
untuk kertas satu rim di agen/pengecer adalah Rp. 35.000 (harga ini adalah harga jual) maka
dalam membuat HPS tidak perlu ditambahkan keuntungan harga jual sudah harga untung.
Kemudian penyedia untung darimana bila tidak diberi keuntungan ? tentunya penyedia yang
akan menjadi penyedia kita, tidak akan beli dari agen/pengecer. Penyedia tentunya lebih
paham atau lebih tahu jalur pasokan barang.
Namun dalam hal yang ikut pelelangan adalah pada level agen dan informasi harga didapatkan
pada level atasnya yaitu distributor, maka dengan demikian dalam membuat HPS bisa diberikan
keuntungan 10 % atau dalam hal ada overhead bisa sampai dengan 15 %.
Dalam lampiran I BAB I huruf E angka 2 Kepres No. 80 Tahun 2003 diatur :
HPS disusun dengan memperhitungkan keuntungan dan biaya overhead yang dianggap wajar. Dengan demikian unsur untuk memperkaya diri sendiri,orang lain atau suatu korporasi tidak dapat dipenuhi.
TENTANG UNSUR MERUGIKAN KEUANGAN NEGARA ATAU PEREKONOMIAN NEGARA.
Menimbang bahwa .....................sehingga dengan perbuatan terdakwa tersebut telah jelas memperkaya orang lain yaitu saksi Arifin Argosuryo sejumlah Rp 959.927.273,- (sembilan ratus lima puluh sembilan juta sembilan ratus dua puluh tujuh ribu dua ratus tujuh puluh tiga rupiah) dikurangi Harga penjualan mobil 1 (satu) Unit Toyota Prado TX Rp. 860.000 000,00 (delapan ratus enam puluh juta rupiah) menjadi Rp. 99. 927.273,- (sembilan puluh sembilan juta sembilan ratus dua puluh tujuh juta ribu dua ratus tujuh puluh tiga rupiah) dan saksi Vitarman juga mendapat keuntungan dari penjualan mobil 1 (satu) unit Toyota Prado TX dari imbalan penggunaan PT Baladewa Indonesia oleh saksi Arifin Argosuryo sebesar Rp. 10.000.000.- (sepuluh juta rupiah) ................................. sehingga PT Baladdewa Yang merupakan perpanjangan tangan dan CV Makna Motor mendapat keuntungan dari perbuatan terdakwa maka dengan sendirinya perbuatan terdakwa tersebut telah Merugikan Keuangan Negara Atau Perekonomian Negara karena anggarannya bersumber dari APBD - P tahun anggaran 2010 (vide : Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Padang Nomor : 01/Pid.Sus-TPK/2015/PN.PDG.halaman 120-121)
Bahwa berdasarkan pertimbangan hukum Judex Factie Tingkat Pertama, yang mengatakan
bahwa, keuntungan yang diperoleh oleh PT. Baladewa Indonesia dari selisih pembayaran oleh
Pemda Pasaman Barat ke PT. Baladewa Indonesia dengan harga pembelian PT. Baladewa
Indonesia kepada PT. Intercom sejumlah Rp. 99. 927.273,- (sembilan puluh sembilan juta
sembilan ratus dua puluh tujuh juta ribu dua ratus tujuh puluh tiga rupiah) adalah merugikan
keuangan negara.
Bahwa Judex Factie Tingkat Pertama telah keliru dalam memahami tentang mana yang
keuntungan perusahaan dan mana yang kerugian negara, karena keuntungan yang diperoleh
perusahaan tidak berarti adalah kerugian negara. Apabila penafsiran Judex Factie Tingkat
Pertama dalam perkara aquo membenarkan perhitungan kerugian negara seperti ini, maka
akan dipastikan seluruh KPA atau PA (pengguna jasa) dan rekanan (penyedia jasa) akan masuk
penjara. Karena sudah pasti dalam suatu pengadaan barang dan jasa Pemerintah, Perusahaan
atau rekanan akan memperoleh keuntungan, tinggal lagi apakah keuntungan tersebut wajar
atau tidaknya.
Bahwa sebaliknya justru dengan tindakan Pemohon Banding dalam mengadakan mobil Dinas
Bupati Pasaman Barat pada tahun 2010 tersebut, Negara malah diuntungkan karena dalam hal
ini Pemda Pasaman Barat telah menikmati nilai guna (out come) kendaraan Toyota Prado TXL
tersebut selama 5 (lima) tahun.
Suatu pertanyaan yang cukup memprihatinkan, jika Kontrak Pengadaan Kendaraan Dinas Bupati
dengan nilai Rp. 1.072.000.000 (termasuk pajak dan leges), dilaksanakan oleh perusahaan
dengan keuntungan kotor Rp. 91.887.273, hanya 9,3 %. Apakah keuntungan kotor yang belum
dikurangi biaya adminsitrasi dan operasional perusahaan, gaji karyawan dan biaya mobiltias
Padang-Simpang Empat, itukah yang dikatakan kerugian negara? Sehingga terdakwa yang tidak
sedikitpun mendapat keuntungan pribadi apapun dari pengadaan yang hanya dilaksanakan
karena tugas dan jabatannya untuk kepentingan masyarakat umum dan kepentingan negara,
harus dihukum pidana 4 (empat) tahun penjara dan membayar uang denda sejumlah Rp.
200.000.000? Inikah yang dinamakan Keadilan ?
Bahwa sudah seharusnya, Judex factie Tingkat Pertama yang apabila ragu akan kesalahan
Terdakwa dan keraguan atas pemenuhan unsur, maka dalam sistem hukum yang berlaku di
Indonesia berlaku asas “IN DUBIO PRO REO” yaitu apabila cukup alasan meragukan kesalahan
Terdakwa, maka Hakim membiarkan neraca timbangan jomlang untuk keuntungan Terdakwa,
hal inilah yang memunculkan adagium “lebih baik membebaskan seribu orang yang bersalah
dari pada menghukum satu orang yang tidak bersalah”.
Bahwa berdasarkan uraian-uraian diatas maka unsur merugikan Keuangan Negara atau
Perekonomian Negara tidaklah terpenuhi.
TENTANG UNSUR ORANG YANG MELAKUKAN, MENYURUH MELAKUKAN ATAU TURUT
MELAKUKAN.
Bahwa pertimbangan hukum Judex Factie Tingkat Pertama tentang unsur ini sebagaimana
yang diuraikan pada hal.121, 122, 123 putusan, sangat dangkal sekali, apalagi mengamati
pertimbangan yang dibuat Judex Factie Tingkat Pertama pada hal.123 alinia kedua “ dimana
Terdakwa dalam melakukan perbuatan Penunjukan Langsung tersebut, tidak ada peran sama
sekali dari PT.Baladewa Indonesia sebagai perpanjangan tangan dari CV.Makna Motor “
Bahwa dari pertimbangan hukum ini jelas Judex Facti Tingkat Pertama telah membuat
putusan yang ambivalen, yang mana di satu sisi menyatakan unsur ini sudah terpenuhi
namun bertolak belakang dengan pertimbangan hukum yang dibuat, oleh karena itu jelas
unsur ini tidaklah terbukti sama sekali.
Bahwa dari fakta (hukum) yang terungkap, antara Pemohon Banding dengan Arifin Argosuryo
tidak kenal, kemudian antara Pemohon Banding dengan Vitarman baru kenal pada saat
penanda tanganan Kontrak.
Memperhatikan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia (MARI) No. 511 K/Pid/1988
tanggal 25 April 1988 membatalkan Putusan Pengadilan Tinggi Riau No. 7/Pid.Ek/1987 tanggal
05 Desember 1987 yang dinilai tidak membuat pertimbangan hukum yang cukup (Varia
Peradilan 37 Tahun 1988), oleh sebab itu demi hukum harus dibatalkan. Putusan tersebut di
atas juga sejalan dengan Surat Edaran Mahkamah Agung RI tanggal 23 Nopember 1974 Nomor :
M.A. /Pemb./1154/74 (Vide Himpunan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA)) dan Peraturan
Mahkamah Agung (PERMA) Republik Indonesia Tahun 1951-2009 halaman 230 sebagai berikut :
Bersama ini Mahkamah Agung RI meminta perhatian Saudara mengenai hal - hal
sebagai berikut :
Adalah suatu kenyataan, bahwa putusan-putusan yang diambil oleh Pengadilan Negeri/
Pengadilan Tinggi kadang-kadang tidak disertai pertimbangan yang dikehendaki oleh
Undang-Undang.
Seperti diketahui Pasal 23 (1) Undang-Undang No. 14 Tahun 1970 (Jo Pasal 25 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004) tentang Ketentuan- ketentuan Pokok Kekuasaan
Kehakiman, yang berbunyi : “Segala putusan Pengadilan selain harus memuat alasan-
alasan dan dasar-dasar putusan itu, juga harus memuat pula pasal-pasal tertentu dari
peraturan-peraturan yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan
dasar untuk mengadili", menghendaki alasan-alasan dan pertimbangan-pertimbangan
yang dijadikan alasan bagi putusan Pengadilan Negeri/ Pengadilan Tinggi tersebut.
Dengan tidak/ kurang memberikan pertimbangan/ alasan, bahkan "apabila alasan-
alasan itu kurang jelas, sukar dapat dimengerti ataupun bertentangan satu sama lain,
maka hal demikian dapat dipandang sebagai suatu kelalaian dalam acara
(vormverzuim) yang dapat mengakibatkan batalnya putusan Pengadilan yang
bersangkutan dalam pemeriksaan di tingkat kasasi.
Mahkamah Agung minta agar supaya ketentuan dalam undang-undang yang
menghendaki atau mewajibkan Pengadilan untuk memberikan alasan (motiveringplich),
dipenuhi oleh saudara-saudara untuk mencegah kemungkinan batalnya putusan
Pengadilan apabila tidak memuat alasan- alasan ataupun pertimbangan-pertimbangan.
Bahwa dari apa yang telah kami sampaikan diatas, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Padang telah membuat Putusan yang dipertimbangkan secara tidak sempurna (Onvoldoende Gemotiveerd), maka kami memohon atas pertimbangan tersebut agar Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pada Pengadilan Negeri Padang No. 01/Pid.Sus-TPK/2015/PN.Pdg, tanggal 29 Mei 2015 atas nama Drs. Hendri, MM. batal demi hukum (van rechtwege nietig) sesuai dengan dasar yang telah kami uraikan dalam perkara a quo diatas
Penutup
Judex Factie Tingkat Pertama tidak memuat nama Penuntut Umum dalam perkara aquo.
Bahwa dalam Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Klas IA Padang
Nomor 01/Pid Sus-TPK/2015/PNPdg tanggal 29 Mei 2015, tidak lah memuat nama Penuntut Umum
dalam perkara aquo, sehingga terdapat kerancuan siapa yang bertanggung jawab terhadap surat
tuntutan yang dibuat oleh Jaksa Penuntut Umum.
Bahwa dalam persidanganpun Jaksa Penuntut Umum yang hadir selalu berganti-ganti dengan orang
yang berbeda, namun dalam surat penuntutannya hanya satu nama saja yang tercantum yaitu
Jaksa Penuntut Umum Akhiruddin, lalu bagaimana dalam hal surat putusan Putusan Pengadilan
Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Klas IA Padang Nomor 01/Pid Sus-TPK/2015/PNPdg
ini?
Bahwa hal ini bertentangan dengan Pasal 197 ayat (1) KUHAP dengan tegas menyatakan :
Huruf d:
“pertimbangan yang disusun secara ringkas mengenai fakta dan keadaan beserta alat-pembuktian
yang diperoleh dari pemeriksaan di sidang yang menjadi dasar penentuan kesalahan
Terdakwa/Pembanding”.
Huruf l:
“hari dan tanggal putusan, nama penuntut umum, nama hakim yang memutus dan nama panitera”
Oleh karena itu putusan judex factie tingkat pertama harus dinyatakan batal demi hukum (van
rechtwegenietige) sebagaimana dimaksud Pasal 197 ayat (2) KUHAP yang secara jelas dan tegas
menyatakan “Tidak dipenuhinya ketentuan dalam ayat (1) huruf a, b, c, d, e, f, h, i, j, k dan I pasal ini
mengakibatkan putusan batal demi hukum”;
Bahwa mencermati pertimbangan-pertimbangan hukum Judex Factie Tingkat Pertama dalam
mengambil keputusan dan memutus perkara a quo yang tidak berdasarkan aturan hukum,
mempertimbangkan atau tidak berdasarkan fakta-fakta, dan alat pembuktian yang terungkap
di Persidangan telah sangat bertentangan dengan Pasal 197 ayat (1) huruf d KUHAP, sehingga
putusan Judex Factie Tingkat Pertama dalam perkara a quo harus dinyatakan batal demi
hukum, sebagaimana dimaksud Pasal 197 ayat (2) KUHAP
Berdasarkan alasan–alasan sebagaimana Pemohon Banding kemukakan di atas, maka mohon
Pengadilan Tinggi Tipikor Padang berkenan kiranya memeriksa dan mengadili sendiri perkara di
Tingkat Banding, serta selanjutnya dapat memberikan putusan yang amarnya sebagai berikut :
- Menerima Permohonan Banding dari Pemohon Banding seluruhnya;
- Membatalkan putusan Pengadilan Negeri Klas IA Padang Nomor : Nomor 01/Pid Sus-
TPK/2015/PNPdg, tanggal 29 Mei 2015;
-MENGADILI SENDIRI-
1. Menyatakan bahwa Terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan
perbuatan pidana sebagaimana dakwakan Primair dan Subsidair oleh JPU.;.
2. Menyatakan Terdakwa bebas atau setidak-tidaknya lepas dari segala tuntutan hukum;
3. Memerintahkan agar Terdakwa dikeluarkan dari Tahanan.
4. Memulihkan kembali hak-hak, kedudukan dan martabat Terdakwa seperti semula.
5. Membebankan biaya perkara kepada Negara.
Apabila Pengadilan Tinggi Tipikor Padang dalam perkara a quo berpendapat lain, mohon
putusan seadil- adilnya (ex ae quo et bono).
Padang, 23 Juni 2015
Hormat Pemohon Banding,
Kuasanya.
RISMAN SIRANGGI. SH.
top related