bsk dalam kehamilan dengan urosepsis
Post on 15-Jan-2016
52 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Laporan Kasus
BATU SALURAN KEMIH PADA KEHAMILAN
DENGAN UROSEPSIS
OLEH :
Berland P.E. Candra, S.ked
PEMBIMBING
dr. Laurens Paulus, Sp.OG
DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITRAAN KLINIK
SMF/BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FK UNDANA- RSUD PROF W.Z. JOHANNES
KUPANG 2015
2 | S M F O b s t e t r i d a n G y n e k o l o g i
Lembar Pengesahan
Laporan Kasus
BATU SALURAN KEMIH PADA KEHAMILAN
DENGAN UROSEPSIS
Diajukan Untuk Melengkapi
Persyaratan Pendidikan Dokter di Bagian Obstetri dan Ginekologi
FK UNDANA
Diperiksa dan Disetujui
Kupang, April 2015
Pembimbing
dr. Laurens Paulus, Sp.OG
3 | S M F O b s t e t r i d a n G y n e k o l o g i
Daftar Isi
Lembar Pengesahan ...........................................................................................2
Daftar Isi .............................................................................................................3
BAB 1 Pendahuluan ..........................................................................................4
BAB 2 Laporan Kasus .....................................................................................5
2.1 Identitas Pasien .............................................................................................5
2.2 Anamnesis dan pemeriksaan .......................................................................5
2.3 Follow up Pasien ..........................................................................................8
BAB 3 Pembahasan ..........................................................................................13
3.1 Batu saluran Kemih ......................................................................................13
3.2 Urosepsis dan komplikasinya .......................................................................14
3.3 Penatalaksanaan ...........................................................................................17
BAB 4 Penutup .................................................................................................19
Daftar Pustaka ....................................................................................................21
4 | S M F O b s t e t r i d a n G y n e k o l o g i
BAB 1
Pendahuluan
Kehamilan normal merupakan suatu proses alamiah yang fisiologis bagi
perempuan dimana semua organ mengalami penyesuaian termasuk ginjal. Pada
ginjal terjadi proses anatomi berupa pembesaran kedua ginjal dan pelebaran sistem
pelviokalises disamping perubahan fisiologik berupa peningkatan aliran darah ke
ginjal dan peningkatan laju filtrasi glomerulus.(1)
Batu saluran kemih menurut tempatnya digolongkan menjadi batu ginjal
dan batu kandung kemih. Batu ginjal merupakan keadaan tidak normal dalam
ginjal, dan mengandung komponen kristal serta matriks organik. Lokasi batu ginjal
dijumpai khas di kaliks atau pelvis dan bila akan keluar dapat terhenti di ureter atau
kandung kemih. Batu ginjal sebagian besar mengandung batu kalsium. Batu
oksalat, kalsium oksalat, atau kalsium fosfat secara bersama dapat dijumpai 65%-
85% dari jumlah keseluruhan batu ginjal.(2)
Angka kejadian batu saluran kemih (urolithiasis) pada kehamilan terhitung
sekitar 1 kasus dari setiap 1500 kehamilan, yang tidak berbeda signifikan dari
pasien tidak hamil. Dari data penelitian Rilley dkk (2011) di suatu rumah sakit
tersier di Amerika, kasus pasien wanita dengan urolithiasis dari tahun 1991-2000
dengan 2001-2011, meningkat dari 78 menjadi 226 kasus pertahun, namun tidak
ada peningkatan signifikan dari jumlah kasus nefrolithiasis pada pasien hamil.(3,4)
Rata-rata 80-90% pasien hamil dengan batu saluran kemih datang dengan
keluhan selama trimester kedua atau ketiga karena saluran tempat batu lebih
terdesak pada saat itu. Batu ginjal berkaitan erat dengan hidronefrosis sebagai
komplikasi dari obstruksi akibat adanya batu. Keadaan ini dapat berkomplikasi
lanjut menjadi sepsis yang dapat menyebabkan kecacatan dan kematian pada ibu
dan janin, juga terjadi abortus spontan, hipertensi, kelahiran preterm, dan berat
badan lahir rendah. (3)
5 | S M F O b s t e t r i d a n G y n e k o l o g i
BAB 2
Laporan Kasus
2.1 Identitas Pasien
Nama : Ny. Nurhaida Ali (NA)
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 37 tahun
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Alor , (Airmata –Kupang)
Agama : Islam
Status : Menikah
MRS : 25 februari 2015 melalui Poli Kebidanan
2.2 Anamnesis dan Pemeriksaan
Anamnesis
Keluhan Utama : Nyeri Pinggang kanan sejak 1 bulan SMRS
Riwayat perjalanan penyakit :
Pasien wanita hamil anak ke 4, rujukan dari rumah sakit Alor, datang ke poli
kebidanan dengan keluhan nyeri pinggang kanan yang hilang timbul sejak 1 bulan
sebelumnya. Nyeri memberat dengan beraktifitas. Pasien sebelumnya telah
menjalani pemeriksaan USG dan dinyatakan menderita batu ginjal di bagian kanan.
Riwayat Obstetri :
Hari Pertama Haid Terakhir : ? – September 2014
Taksiran partus : ? – juli- 2015
Riwayat Persalinan :
1. Klinik/ Bidan/ 2000/aterm/spontan/ Laki-laki/hidup
2. Klinik/ Bidan/ 2002/aterm/spontan/ laki-laki/hidup
6 | S M F O b s t e t r i d a n G y n e k o l o g i
3. RSU/ Bidan/ 2006/ aterm/spontan/perempuan/ hidup
4. Hamil ini
Riwayat Penyakit dahulu : (-)
Pemeriksaan Fisik : (tgl 26/2/2015)
Kesadaaran : Compos mentis GCS E4 V5 M6
Tanda Vital : TD 100/60 mmHg
Nadi 94x/menit
Temperatur 38,8 oC
Pernapasan 23 x/menit
Mata : konjungtiva anemis +/+
Kulit : Tidak tampak ikterik dan sianosis
Kepala : rambut hitam, tidak mudah tercabut
Telinga : simetris, otore (-), tidak ada kelainan anatomi
Mulut : bibir tampak lembab, sianosis (-), pucat (+), mukosa mulut
lembab, papil lidah atrofi (-)
Leher : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
Cor
Auskultasi : Bunyi jantung 1 dan bunyi jantung 2 reguler, tunggal,
murmur (-), gallop (-)
Pulmo
Auskultasi : suara napas vesikular superior dan medial
Pulmo Posterior
Inspeksi : pengembangan dada saat statis dan dinamis
simetris, penggunaan otot bantu pernapasan (-).
Palpasi : taktil fremitus D=S
Auskultasi : suara napas vesikular superior dan medial.
7 | S M F O b s t e t r i d a n G y n e k o l o g i
Abdomen
Inspeksi : cembung, tidak terlihat pelebaran vena
Auskultasi : bising usus (+)
Palpasi : TFU setinggi umbilikus (20 cm)
Nyeri tekan regio kanan bawah, nyeri ketok CVA
dextra (+)
Ekstremitas : Akral hangat, edema tungkai (-)
Pemeriksaan Penunjang :
Darah Rutin Tanggal 19 Februari 2015
Hb : 7, 4 g/dL
HCT : 25,1 (%)
WBC : 17,87 x 10^3/uL
PLT : 340 x 10^3/uL
Tanggal 26/2/2015
Darah Rutin
Hb : 6,3 g/dL
HCT : 19,2 %
WBC : 19,02 x 10^3/uL
PLT : 429 x 10^3/uL
Ureum :84,2 mg/dL
Creatinin :1,49 mg/dL
GDS :94 mg/dL
8 | S M F O b s t e t r i d a n G y n e k o l o g i
Urin lengkap
BJ :1,030
pH :6,0
Leukosit : -
Nitrit : -
Glu : -
Protein : +3
Urobilinogen : +4
Eritrosit :+3
Epitel :5-7
USG tanggal 20/2/2015
Nefrolithiasis dextra, Hidronefrosis dextra berat + gravid tunggal hidup
Diagnosis : G4P3-3 UK 21-22 minggu JTH + Hidronefrosis dextra e.c batu
ren dextra + febris +anemia
Therapi :
- IVFD RL 500 cc/24 jam
- Paracetamol 3x 500 mg
- Tranfusi PRC 1 bag/ hari s/d Hb 10 g/dL
- Cefotaxime 3 x 1 gram IV
- Konsul IPD
2.3 Follow up pasien
Tanggal 27/2/2015 (6.00)
S : mengeluh demam dan nyeri pinggang kanan
O : kesadaran compos mentis
TD : 80/50 mmHg, nadi : 102x//menit, suhu : 37,5
Pernapasan : 23x/menit
Mata : konjungtiva anemis +/+
Cor : S1 S2 reguler tunggal, murmur –
Pumo : vesikuler +/+
Abdomen : cembung, TFU setinggi umbilikus (20 cm)
Nyeri tekan regio kanan bawah, nyeri ketok CVA
dextra (+), bising usus (+)
Ekstremitas : edem -
A : G4P3-3 UK 21-22 minggu JTH + Hidronefrosis dextra e.c batu
ren dextra + febris +anemia
9 | S M F O b s t e t r i d a n G y n e k o l o g i
P : - IVFD RL 500 cc/24 jam
- Paracetamol 3x 500 mg
- Tranfusi PRC 1 bag/ hari s/d Hb 10 g/dL, tranfusi pelan,
premedikasi dexa 1 amp
- Cefotaxime 3 x 1 gram IV
Konsul dokter IPD:
- Diagnosis : hidronefrosis dextra berat e.c batu ureter
- Advis ; konsul bedah, pro BNO-IVP
Tanggal 27/2/2015 (17.30) observasi
S : Pasien mengeluhkan nyeri perut memberat,dan terasa kencang,
pasien gelisah
O : TD : 100/60 mmHg, nadi : 112x//menit, suhu : 37,6OC,
pernapasan : 32x/menit
Nyeri tekan seluruh regio abdomen
A : G4P3-3 UK 21-22 minggu JTH + Hidronefrosis dextra e.c batu
ren dextra + febris +anemia
P : Drip duvadilan dalam RL 500 cc
Kaltrofen suppo 1 extra
Tanggal 28/2/2015
S : pasien mengeluh muntak 2 x air bercampur makanan, perut terasa
kembung dan kencang juga sesak napas
O : kesadaran compos mentis
TD : 90/60 mmHg, nadi : 92x//menit, suhu : 37,6
Pernapasan : 48x/menit
Mata : konjungtiva anemis +/+
Cor : S1 S2 reguler tunggal, murmur –
Pumo : vesikuler +/+
Abdomen : cembung, TFU setinggi umbilikus (20 cm)
Nyeri tekan seluruh regio abdomen , nyeri ketok CVA
dextra (+), bising usus (+)
Ekstremitas : edem -
Laboratorium :
- GDS : 92 mg/dL
- Hb : 8,6 g/dL (post tranfusi 1 bag)
- WBC : 13.67 x 10^3 uL
- PLT : 636 x 10^3 uL
10 | S M F O b s t e t r i d a n G y n e k o l o g i
A : G4P3-3 UK 21-22 minggu JTH + Hidronefrosis dextra e.c batu
ren dextra + febris +anemia
P : - IVFD RL 500 cc/24 jam +drip duvadilan
- Paracetamol 3x 500 mg
- Cefotaxime 3 x 1 gram IV
- Tranfusi PRC 1 bag/ hari s/d Hb 10 g/dL
- Pasang NGT (pasien menolak)
- Konsul bedah
Tanggal 28/2/2015 (20.30) observasi
S : Pasien mengeluhkan sesak napas, dan muntah
O : TD : 80/60 mmHg, nadi : 108x//menit, suhu : 37,6OC, pernapasan
: 39x/menit
Nyeri tekan seluruh regio abdomen, distensi abdomen (+)
A : G4P3-3 UK 21-22 minggu JTH + Hidronefrosis dextra e.c batu
ren dextra + febris +anemia+observasi dispneu
P :
- O2 3 L/menit
- KIE ulang untuk pasang NGT
- Antasida syrup 3 x 1
(21.15) observasi
S : pasien mengeluh nyeri hebat di bagian perut bawah, Keluar janin
dan plasenta dari jalan lahir, janin keluar infofo, terbungkus selaput
ketuban, DJA masih ada. Ketuban dipecah, bayi dibawa ke NICU
(bayi apneu)
O : Kontraksi (+)
TD : 80/60 mmHg, nadi : 108x//menit, suhu : 38,2OC, pernapasan :
39x/menit
A : P3013 post Ab. Complete + observasi dispneu + hidronefrosis e.c
batu ureter +anemia
P :
- O2 3 L/menit
- Guyur RL 1 flash
- IVFD RL 500 cc/24 jam
- Paracetamol 3x 500 mg tab atau infus bila masih muntah
- Cefotaxime 3 x 1 gram IV
- Pasang NGT
- Metergin 3 x 1 tab
- Cek DL
11 | S M F O b s t e t r i d a n G y n e k o l o g i
Tanggal 1/3/2015
S : pasien masih sadar tapi bicara tidak jelas, demam (+), sesak (+)
O : kesadaran somnolent
TD : 80/60 mmHg, nadi : 118x/menit lemah, suhu : 38,2
Pernapasan : 44x/menit
Mata : konjungtiva anemis +/+
Cor : S1 S2 reguler tunggal, murmur –
Pumo : vesikuler +/+
Abdomen : cembung, kontraksi (+)
Nyeri tekan seluruh regio abdomen , bising usus (+)
Ekstremitas : edem -
Lokia : (+) sanguilenta
Laboratorium :
- GDS : 90 mg/dL
- Hb : 8,0 g/dL
- WBC : 15.77 x 10^3 uL
- PLT : 836 x 10^3 uL
A : P3013 post Ab. Complete + observasi dispneu + hidronefrosis
e.c batu ureter +anemia
P : - O2 3 L/menit
- IVFD RL 500 cc/24 jam
- Cefotaxime 3 x 1 gram IV
- Paracetamol 3x 500 mg tab atau infus bila masih muntah
- Metergin 3 x 1 tab
Tanggal 1/3/2015 (17.30) observasi
S : Pasien tidak sadar sejak siang, keluar liur dan lendir dari
mulut.NGT terlepas
O :GCS : E2 V1 M2
TD : 70/40 mmHg, nadi : 121x//menit, suhu : 42,1OC, pernapasan :
42x/menit
A : P3013 post Ab. Complete + observasi dispneu + hidronefrosis
e.c batu ureter +anemia
P :
- O2 3 L/menit
- Guyur RL 500 cc 1 flash
12 | S M F O b s t e t r i d a n G y n e k o l o g i
- Pasang DC
- Parasetamol infus
- Cek GDS, Elektrolit
- Pindah ICU
Tanggal 1/3/2015 (22.30) observasi ICU
S : kesadaran masih menurun, pasien tidak kooperatif untuk pasang
ulang NGT
O :TD : 60/30 mmHg, nadi : 69x//menit, suhu : 41OC, pernapasan :
42x/menit
Akral dingin
Laboratorium :
- GDS : 45mg/dL
- Na :148 mg/dL
- K : 4,40 mg/dL
- Cl : 107 mg/dL
A : P3013 post Ab. Complete + observasi dispneu + hidronefrosis
e.c batu ureter +anemia
P :
- O2 5 L/menit
- Pasang infus 2 line, line 1 drip Vascon 0,5 µ+ dobutamin dalam
D10 % 1 flash
Line 2 :NaCl 0,9 % 1 flash guyur, lanjut HES 16 tpm
- D40% 2 flash IV
- Paracetamol infus
- Cek GDS ulang
Tanggal 2/3/2015 (0.50) observasi
S : pasien apneu
O :TD tidak terdengar, nadi tidak teraba, reflek batang otak (-)
Akral dingin
P : dilakukan resusitasi jantung paru 5 siklus, dievaluasi tidak ada
tanda vital dan refleks batang otak
Pasien dinyatakan meninggal tanggal 2/3/2015 pukul 1. 15 WITA
13 | S M F O b s t e t r i d a n G y n e k o l o g i
BAB 3
Pembahasan
3.1 Batu saluran kemih
Batu saluran kemih merupakan salah satu penyebab umum nyeri abdominal
non-obstetri yang membutuhkan rawat inap pada wanita hamil. Insidennya relatif
mencapai 1 kasus dari 1500 pasien hamil. Gejalanya biasa ditemukan dua kali lebih
sering pada ureter dibanding pada ginjal, dan frekuensi kejadiannya pada ureter kiri
ataupun kanan sama. 80-90 % kasus didiagnosa setelah trimester pertama.(3,4)
Batu saluran kemih terbanyak adalah jenis batu kalsium dan oksalat yang
mencapai 85% dari keseluruhan jenis batu saluran kemih. Sukahatya (1975) dari
penelitian 196 batu saluran kemih, ditemukan batu dengan kandungan asam urat
tinggi bentuk murni sebesar 25%, dan campuran dengan kalsium oksalat / kalsium
fosfat sebesar 79%, sedangkan batu kalsium fosfat/ kalsium oksalat murni sebesar
73%. Sehingga hiperkalsiuria sering menjadi predisposisi adanya batu saluran
kemih. (2)
Batu saluran kemih (urolithiasis) dalam kehamilan sering memberikan
kesulitan baik dalam diagnosa maupun terapi karena beberapa alasan. Pertama efek
samping dari anastesi, radiasi dan operasi sering berkomplikasi bagi janin dalam.
Kedua, banyak gejala dan tanda urolithiasis dapat ditemukan dalam kehamilan
normal ataupun sumber kelainan abdomen lain. Ketiga, kebanyakan batu (68-84%)
dapat keluar spontan dengan terapi konservatif, namun jika tidak keluar, dapat
menyebabkan persalinan prematur, infeksi saluran kemih yang mengarah pada
urosepsis, atau mengganggu kemajuan persalinan normal.(3,4,5)
Hydronefrosis dan hydroureter adalah salah satu perubahan yang sering
terjadi pada kehamilan. Proses ini dapat terjadi pada trimester pertama, usia
kehamilan 6-10 minggu dan dapat bertahan sampai 4-6 minggu setelah persalinan.
Mekanismenya masih belum jelas, namun beberapa teori menyimpulkan
hydronefrosis dalam kehamilan mungkin disebabkan perubahan hormon seperti
14 | S M F O b s t e t r i d a n G y n e k o l o g i
progesteron, selama kehamilan sehingga terjadi relaksasi otot halus dan
berkurangnya peristaltis ureter. Teori lain adalah dilatasi ureter sebagai akibat dari
kompresi uterus gravid terutama didaerah persilangan ureter dan arteri iliaca. Pada
kehamilan umumnya, perubahan ini asimptomatis dan tidak menyebabkan
komplikasi. Pada 5-10 % kehamilan dengan faktor resiko, hidronefrosis dapat
menyebabkan urin menjadi statis, dan menjadi predisposisi adanya infeksi traktus
urinarius, pielonefritis dengan komplikasi bakteriuria dan terjadinya batu saluran
kemih. Penemuan klinis sulit dibeakan dengan kehamilan normal karena gejala
yang mirip seperti mual-muntah, nyeri perut bawah dan nyeri pinggang , serta
kencing yang berkurang. (3,4)
Pembentukan batu selama kehamilan tidak memiliki etiologi yang khusus.
Faktor resiko terkait urolithiasis umumnya meliputi genetik, usia, intake air yang
sedikit, diet tinggi kalsium, natrium, purin dan lemak yang berlebihan, pekerjaan
yang cenderung statis dan tidak banyak bergerak, dan lokasi geografis terkait
ketersediaan air dan jenis cairan yang diminum, serta infeksi saluran kemih. (3,5)
Urolithiasis berkaitan erat dengan komplikasi obstruksi ureter dan infeksi
saluran kemih yang membutuhkan penanganan segera. Merupakan salah satu
emergensi urologi yang dapat mengarah pada sepsis, abses perinefris, bahkan
kematian pada pasien hamil. Urolithiasis pada pasien hamil dapat menyebabkan
persalinan prematur atau mengganggu persalinan normal sehingga beresiko tinggi
pada kesehatan janin. (3,4) Pasien Ny. NA belum dilakukan pengkajian faktor resiko
secara lengkap, namun dapat diperkirakan kemungkinan terjadinya batu terkait
intake air, konsumsi makanan, faktor geografis dan kehamilan sebagai faktor resiko
sudah adanya infeksi traktus urinarius sejak semula.
3.2 Urosepsis dan komplikasinya
Pada pasien Ny. NA, dapat ditarik kesimpulan kemungkinan telah terjadi
komplikasi urosepsis. Urosepsis adalah infeksi sistemik yang berasal dari fokus
infeksi di traktus urinarius sehingga menyebabkan bakteremia dan syok septik.
15 | S M F O b s t e t r i d a n G y n e k o l o g i
Insiden urosepsis 25 % dari seluruh kejadian septikemia dan lebih sering berasal
dari komplikasi infeksi di traktus urinarius.
Sepsis adalah respon inflamasi sistemik trhadap infeksi. Tanda dan gejala
SIRS (systemic inflamatory response syndrome), dianggap sebagai gejala “alarm”
yang harus ditangani secepatnya. Klasifikasi sindrom sepsis mengikuti beberapa
level kriteria(7)
Kriteria I : terbukti bakteremia atau dicurigai sepsis dari keadaan klinik.
Kriteria II : Synstemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS)
Suhu tubuh ≥38o C atau ≤ 36o C
Takikardia ≥90 detak per menit
Tacypnea ≥20 nafas per menit
Alkalosis respiratorik PaCO2 ≤ 32 mm Hg
Leukosit ≥ 12.000 /mm3 atau ≤ 4000 /mm3
Kriteria III : Multiple Organ dysfunction syndrome (MODS)
Jantung, sirkulasi : tekanan darah sistolik arteri ≤ 99 mm Hg atau mean
arterial preasure ≤ 70 mm Hg, selama ≥1 jam walaupun carian adekuat
atau resusitasi agen vasopressure diberikan.
Ginjal : Produksi urin < 0,5 Ml/kgBB/ jam wlalupun resusitasi cairan
adekuat.
Paru-paru : Tekanan parsial O2 arterial (PaO2) ≤75 mm Hg (udara
ruangan) atau konsentrasi inspirasi O2 (FiO2) ≤250 (pernapasan
bantuan)
Platelet : Thrombosit < 80.000/ mm3 atau berkurang ≥ 50 % dalam 3
hari
Asidosis metabolic : Ph darah ≤7,30 atau plasma laktat ≥ 1,5 kali
normal.
Encephalopathy : Somnolen, kebingungan, bergejolak, coma.
Dari kriteria di atas sepsis syndrome dibedakan jadi 3, yaitu :
1. Sepsis : Kriteria I + ≥ 2 kriteria II
2. Sepsis berat : Kriteria I + ≥ 2 kriteria II + ≥ 1 kriteria III
3. Syok septic : Kriteria I + ≥ 2 kriteria II + hipotensi refraktori arterial ≤ 90 mm
Hg.
16 | S M F O b s t e t r i d a n G y n e k o l o g i
Berdasarkan kriteria diatas, pasien Ny. NA memiliki kondisi klinis yang
mengarah pada kondisi sepsis berat atau syok septik karena telah memiliki gejala
dalam kriteria II, III, dan adanya hipotensi arterial ≤ 90 mm Hg meskipun telah
dilakukan resusitasi cairan dan vassopressure. Penyebab kematian adalah kegagalan
sirkulasi akibat terjadi Multiple Organ dysfunction syndrome, sehingga perfusi
darah dan oksigen ke otak tidak terpenuhi dan terjadi kematian.
Namun dalam penegakkan diagnosis sebagai urosepsis, pengkajian pasien
ini masih memiliki kelemahan yaitu belum ada bukti adanya bakterimia sistemik
(kriteria I) akibat infeksi yang memberat, yang dapat dilihat dari pemeriksaan
laboratorium seperti kultur darah, atau bukti bakterimia berasal dari infeksi saluran
kemih (kultur urin). Dalam pengambilan kesimpulan terjadinya urosepsis hanya
dilihat dari kecurigaan klinis gejala sepsis, serta penemuan dari pemeriksaan fisis
yang sesuai dengan kriteria II dan III.
Terjadinya sepsis paling mungkin disebabkan oleh adanya obstruksi saluran
kemih karena batu ureter. Obstruksi saluran kemih menurunkan glomerular
filtration rate (GFR) dan bila terjadi kronik dapat menyebabkan kerusakan ginjal
yang ireversibel.(6) Obstruksi ini diperberat dengan keadaan hidronefrosis berat
yang terjadi pada pasien, yang menyebabkan urin menjadi cenderung lebih statis
(diperburuk imobilisasi pasien), dan menjadi predisposisi infeksi traktus urinarius
yang asenden dan akhirnya menjadi infeksi sistemik.(3)
Penelitian Yamamoto (2011) mengemukakan bahwa komplikasi infeksi
paling sering dari obstruksi ureter adalah pielonefritis akut yang dapat mengarah
pada syok septik (40% kasus). Karena merupakan penyebaran infeksi, maka kuman
penyebab urosepsis ini sama dengan kuman penyebab infeksi primer di traktus
urinarius yaitu golongan kuman coliform gram negatif seperti Eschericia coli
(50%), Proteus spp (15%), Klebsiella dan Enterobacter (15%), dan Pseudomonas
aeruginosa (5%). Bakteri gram positif juga terlibat tetapi frekuensinya lebih kecil
yaitu sekitar 15%. Penelitian The European Study Group on Nosocomial Infections
(ESGNI-004 study) dengan membandingkan antara pasien yang menggunakan
kateter dan non-kateter ditemukan bahwa E.coli sebanyak 30,6% pada pasien
dengan kateter dan 40,5% pada non-kateter, Candida spp 12,9% pada pasien
17 | S M F O b s t e t r i d a n G y n e k o l o g i
dengan kateter dan 6,6% pada non-kateter, P.aeruginosa 8,2% pada pasien dengan
kateter dan 4,1% pada non-kateter.(6,7)
Patogenesa dari gejala klinis urosepsis adalah akibat dari masuknya
endotoksin, suatu komponen lipopolisakarida dari dinding sel bakteri yang masuk
ke dalam sirkulasi darah. Lipopolisakarida ini terdiri dari komponen lipid yang akan
menyebabkan(7)
1. Aktivasi sel-sel makrofag atau monosit sehingga menghasilkan beberapa sitokin,
antara lain tumor necrosis factor alfa (TNF α) dan interlaukin I (IL I). Sitokin
inilah yang memacu reaksi berantai yang akhirnya dapat menimbulkan sepsis
dan jika tidak segera dikendalikan akan mengarah pada sepsis berat, syok
sepsis, dan akhirnya mengakibatkan disfungsi multiorgan atau multi organs
dysfunction syndrome (MODS).
2. Rangsangan terhadap sistem komplemen C3a dan C5a menyebabkan terjadinya
agregasi trombosit dan produksi radikal bebas, serta mengaktifkan faktor-faktor
koagulasi.
3. Perubahan dalam metabolisme karbohidrat, lemak, protein, dan oksigen. Karena
terdapatnya resistensi sel terhadap insulin maka glukosa dalam darah tidak
dapat masuk ke dalam jaringan sehingga untuk memenuhi kebutuhan sel akan
glukosa terjadi proses glukoneogenesis yang bahannya berasal dari asam lemak
dan asam amino yang dihasilkan dari katabolisme lemak berupa lipolisis dan
katabolisme protein.
Pada pasien ini juga terjadi persalinan prematur. Mekanisme terkait dengan
adanya batu saluran kemih dan hidronefrosis belum diketahui secara jelas.
Beberapa penelitian hanya mengemukakan kemungkinan komplikasi dari tekanan
intra pelvis akibat urolithiasis dan adanya infeksi sebagai penyebab persalinan
prematur. Penelitian –penelitian yang sudah ada sebelumnya mengemukakan
insidensinya, dari rata-rata 15-86 pasien hamil dengan batu saluran kemih, kejadian
persalinan prematur dan berkisar 11-14 pasien (13 %).(4,5)
3.3 Penatalaksanaan
18 | S M F O b s t e t r i d a n G y n e k o l o g i
Penanganan penderita urosepsis harus cepat dan adekuat. Pada prinsipnya
penanganan terdiri dari:
1. Penanganan gawat (syok) ; resusitasi ABC
2. Pemberian antibiotika
3. Resusitasi cairan dan elektrolit
4. Tindakan definitif (penyebab urologik)
Pemberian antibiotik sebagai penanganan infeksi ditujukan untuk eradikasi
kuman penyebab infeksi serta menghilangkan sumber infeksi. Pemberian antibiotik
harus cepat dan efektif sehingga antibiotika yang diberikan adalah yang
berspektrum luas dan mencakup semua kuman yang sering menyebabkan urosepsis
yaitu golongan aminoglikosida (gentamisin, tobramisin atau amikasin) golongan
ampicilin yang dikombinasi dengan asam klavulanat atau sulbaktam, golongan
sefalosforin generasi ke III atau golongan florokuinolon. Sefalosporin generasi ke-
3 dianjurkan diberikan 2 gr dengan interval 6-8 jam dan untuk golongan
cefoperazone dan ceftriaxone dengan interval 12 jam.(7) Pada pasien Ny. NA,
pemilihan antibiotik yang dipakai adalah golongan sefalosporin (cefotaxim),
namun seharusnya dilakukan kultur sampel urin ataupun darah sehingga dapat
diberikan antibiotik yang lebih sensitif berdasarkan hasil. Penelitian oleh Naber et
al membuktikan bahwa pemberian antibiotik injeksi golongan florokuinolon dan
piperacillin/tazobaktam direkomendasikan untuk terapi urosepsis.(7)
Resusitasi cairan, elektrolit dan asam basa adalah mengembalikan keadaan
tersebut menjadi normal.. Keadaan demam/febris juga memerlukan cairan ekstra.
Kebutuhan cairan dan terapinya dapat dipantau dari tekanan darah, tekanan vena
sentral dan produksi urine. Bila penderita dengan hipotensi atau syok (tensi <>2O
dan diberikan larutan kristaloid dengan kecepatan 15-20 ml/menit. Bila tekanan
darah arterial lebih dari 65 mmHg tidak dapat dicapai, maka dapat diberikan agen
vasoaktiv.(7)
Bila terdapat gangguan elektrolit juga harus dikoreksi. Bila K serum 7
meq/L atau lebih perlu dilakukan hemodialisa. Hemodialisa juga diperlukan bila
terdapat Kreatinin serum > 10 mg%, BUN > 100 mg% atau terdapat edema paru.
19 | S M F O b s t e t r i d a n G y n e k o l o g i
Penderita yang telah melewati masa kritis dari septikemia maka harus secepatnya
dilakukan tindakan definitif untuk kelainan urologi primernya.(7)
Pada pasien Ny. NA, dapat terlihat dalam follow up pasien, resusitasi cairan
yang dilakukan belum sesuai dengan kondisi klinis saat pasien kehilangan darah
dalam jumlah besar saat mulai mual –muntah, terutama saat terjadinya abortus.
Seharusnya diperhitungkan kehilangan darah dalam jumlah besar yang terjadi dapat
menjadi penyebab kondisi syok pasien ( terlihat pada tanda vital) dan mendapatkan
resusitasi cairan yang seimbang.
Selain dalam resusitasi cairan, dalam kasus ini pemantauan output cairan
pasien juga seharusnya dilakukan ketat dengan pemasangan kateter urin atau
mengukur keluaran urin pasien secara manual (ditampung). Hal ini untuk
memantau kondisi pasien akibat kekurangan cairan (dehidrasi), juga melihat fungsi
ginjal yang mengalami perburukan. Keterbatasan dalam pengkajian kasus ini
adalah pemantauan output cairan tidak dilakukan sejak awal. Pasien yang tidak
kooperatif menjadi masalah dalam pemantauan. Sehingga untuk mendiagnosa
kemungkinan sepsis yang terjadi sudah menyebabkan gagal ginjal akut masih
berdasarkan penemuan pada pemeriksaan fisik dan faktor resiko.
.Untuk penanganan urolithiasis dalam kehamilan dianjurkan konservatif
terlebih dahulu. Hidrasi intravena dan analgesik menunjukan hasil yang baik untuk
mengeluarkan deposit batu secara spontan dalam 64-84 % pasien. Tirah baring,
antiemetik dan antibiotik juga sangat penting sesuai indikasinya. Pada batu kalsium,
asupan cairan menjadi metode paling aman dalam manajemen batu saluran kemih
selama kehamilan, serta dianjurkan pembatasan asupan kalsium dan natrium.
Tujuan terapi adalah mengurangi ketidaknyamanan maternal, mencegah kerusakan
ginjal dan sepsis serta meminimalkan resiko pada janin. Jika cara konservatif untuk
mengeluarkan cairan tidak menunjukan hasil baik, dapat dipertimbangkan
intervensi bedah.(3,5) Data pengkajian kasus Ny.NA juga memiliki keterbatasan
dalam intervensi bedah yang dapat memberikan pertimbangan penanganan kasus
selama perawatan.
20 | S M F O b s t e t r i d a n G y n e k o l o g i
BAB 4
Penutup
Telah dilaporkan perawatan pada pasien Ny. NA berusia 37 tahun dengan
diagnosa akhir P3013 post Ab. Complete + observasi dispneu + hidronefrosis e.c
batu ureter +anemia. Pasien menjalani perawatan 4 hari di bangsal dengan kondisi
memburuk selama perawatan, kemudian dipindahkan ke ICU untuk mendapat
perawatan lebih intensif. Pasien akhirnya dinyatakan meninggal pada tanggal 2-
maret 2015 pukul 1.15 Wita setelah dilakukan resusitasi jantung paru maupun usaha
resusitasi cairan dengan penyebab kematian adalah gagal napas dan sirkulasi akibat
urosepsis. Pada pengkajian perawatan pasien masih ditemukan beberapa
permasalahan dan keterbatasan seperti pemantauan resusitasi cairan, output cairan,
pemilihan antibiotik dan pemeriksaan laboratorium seperti kultur sampel yang
sangat penting dalam penegakkan diganosis dan terapi. Kekurangan-kekurangan ini
diharapkan diperhatikan lebih serius dalam kasus-kasus serupa kedepannya.
21 | S M F O b s t e t r i d a n G y n e k o l o g i
Daftar Pustaka
1. Roesman J.2009. Penyakit Ginjal dalam kehamilan. Dalam Sudoyo, Aru W.
Et Al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V. Jakarta: Pusat
Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
2. Sjac’bani M. 2009. Batu Saluran Kemih. Dalam Sudoyo, Aru W. Et Al.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Jilid II Edisi V. Jakarta: Pusat Penerbitan
Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
3. Wayment R. 2014. Pregnancy and Urolithiasis. Drug and Disease Review.
e-Medicine.com. http://emedicine.medscape.com/article/455830-review.
diakses pada 28 Maret 2015.
4. Cheriachan D, Rashid P. Arianayagam M.2008. Simptomatic Urinary Stone
Disease in Pregnancy. Departmen of Urology. Port Macquarie Base
Hospital. New Zaeland Journal of Obstetric and Gynaecology 48;34-39.
5. Cormier C. Et Al. 2006. Urolithiasis in Pregnancy: Current Diagnosis,
Treatment, and Pregnancy Complication. CME Review article; Obstetrical
and Gynaecology Survey Vol 61. Num 11.
6. Barclay L. 2012. Acute Pielonephritis, Urolithiasis Linked to Septic Shock.
Medscape.org. www.medscape.org/viewarticle/769514. Diakses pada 31
Maret 2015.
7. Wagenlehner F. Pilatz A. Therapeutic Challenge of Urosepsis. Europeean
Journal of Clinical Investigation. Vol 38. www.ejci-online.com. Diakses
pada 31 maret 2015.
top related