bismillah lapkas tonsil 2015
Post on 26-Jan-2016
63 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
PENDAHULUAN
Di Indonesia infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) masih merupakan
penyebab tersering morbiditas dan mortalitas pada anak. Pada tahun 1996/1997
temuan penderita ISPA pada anak berkisar antara 30% - 40%, sedangkan temuan
penderita ISPA pada tahun tersebut adalah 78% - 82%. Sebagai salah satu penyebab
adalah rendahnya pengetahuan masyarakat. Di Amerika Serikat absensi sekolah
sekitar 66% diduga disebabkan ISPA (1).
Tonsilitis kronik pada anak mungkin disebabkan karena anak sering menderita
ISPA atau karena tonsilitis akut yang tidak diterapi adekuat atau dibiarkan (2).
Berdasarkan data epidemiologi penyakit THT di 7 provinsi (Indonesia) pada tahun
1994-1996, prevalensi tonsilitis kronik tertinggi setelah nasofaringitis akut (4,6%)
yaitu sebesar 3,8%.
Insiden tonsilitis kronik di RS Dr. Kariadi Semarang 23,36% dan 47% di
antaranya pada usia 6-15 Tahun (3). Sedangkan di RSUP Dr. Hasan Sadikin pada
periode April 1997 sampai dengan Maret 1998 ditemukan 1024 pasien tonsilitis
kronik atau 6,75% dari seluruh jumlah kunjungan (4).
Secara klinis pada tonsilitis kronik didapatkan gejala berupa nyeri tenggorok
atau nyeri telan ringan, mulut berbau, badan lesu, sering mengantuk, nafsu makan
menurun, nyeri kepala dan badan terasa meriang (5).
Pada tonsilitis kronik hipertrofi dapat menyebabkan apnea obstruksi saat
tidur; gejala yang umum pada anak adalah mendengkur, sering mengantuk, gelisah,
perhatian berkurang dan prestasi belajar yang kurang baik (4,6).
Kualitas hidup anak dengan apnea obstruksi saat tidur dapat dinilai dari
hasil/prestasi belajarnya (7). Indikasi tonsilektomi pada tonsilitis kronik adalah jika
1
sebagai fokus infeksi, kualitas hidup menurun dan menimbulkan rasa tidak nyaman (8).
Hal ini sesuai dengan kesan masyarakat bahwa tonsilektomi dapat
meningkatkan prestasi belajar pada anak yang menderita penyakit amandel (tonsil)
sehingga banyak orang tua yang menginginkan operasi amandel untuk meningkatkan
prestasi belajar anaknya, meskipun belum tentu tonsilnya sakit (8).
Belajar adalah aktivitas (usaha dengan sengaja) yang dapat menghasilkan
perubahan berupa kecakapan baru pada diri individu. Proses dan hasil belajar
dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain kondisi fisiologis dan psikologis diri
individu. Perubahan perilaku akibat belajar tersebut menandai keberhasilan proses
belajar dan mengajar dan digunakan sebagai indikator prestasi belajar.
Berdasarkan hal tersebut dapat dimengerti bahwa tonsilitis kronik dapat
mengganggu kondisi fisiologis dan psikologis anak sehingga dapat mengganggu
proses belajar (9).
2
BAB I
LAPORAN KASUS
IDENTITAS
Nama : Nn. TW
Umur : 16 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Gempol girang Karawang
Pekerjaan : Pelajar
Status perkawinan : Belum menikah
Pendidikan : Tamat SLTP
Suku : Jawa
Agama : Islam
ANAMNESIS
Anamnesis : autoanamnesis
Tanggal pemeriksaan : 8 oktober 2015
Pukul : 11.15 WIB
Keluhan Utama :Sakit menelan sejak 7 hari SMRS
Keluhan Tambahan :Batuk, Demam, sakit kepala, mual, nyeri ulu hati dan
Sulit menelan
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
3
Pasien datang dengan keluhan sakit saat menelan yang bertambah berat sejak
7 hari SMRS. Nyeri menelan ini timbul secara terus menerus dan
menyebabkan pasien mengalami kesulitan saat menelan makanan. Hal ini
sering terjadi pada pasien semenjak pasien duduk di bangku SD. Pasien
sering minum minuman dingin seperti es dan makanan pedas. Sebelumnya
pasien sudah pernah berobat ke mantri dan puskesmas dan diberikan obat
antibiotic amoxicilin kemudian sembuh, tidak lama kemudian keluhan
muncul lagi dan sering berulang. Riwayat demam dan batuk pilek ada,
frekuensi kurang lebih 3-4x per tahun dan disertai dengan keluhan nyeri
menelan. Pasien juga mengatakan sering mengorok saat tidur (kapan waktu
pasti pasien mulai mengorok tidak bisa diingat oleh orang tua). Pasien pernah
terbangun saat tidur karena sesak. pasien juga mengeluhkan nyeri ulu hati
yang disertai mual dan muntah. Bau mulut disangkal, perubahan suara
disangkal, air liur berlebih disangkal. Riwayat mulut sukar dibuka tidak ada.
Riwayat terasa tercekik saat tidur dan terbangun tiba-tiba karena sesak nafas
tidak ada. Keluhan telinga (berdengung, nyeri, keluar cairan, pusing berputar,
pendengaran berkurang) semua disangkal. Keluhan hidung (tersumbat, keluar
cairan, bersin, nyeri di muka & kepala, perdarahan, gangguan penciuman)
semua disangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien sering batuk dan nyeri menelan sejak duduk di bangku SD
Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga pasien tidak ada yang mengalami keluhan serupa
Riwayat alergi disangkal
Riwayat Kebiasaan
4
Pasien memiliki kebiasaan minum minuman dingin dan makan makanan pedas
Riwayat Pengobatan
Pasien kalau sakit biasanya berobat ke mantri atau puskesmas dan mendapatkan
amoxicillin
Pemeriksaan Fisik
STATUS GENERALIS
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Kepala : Normocephali
Mata : CA -/-, SI -/-
Leher : KGB tidak teraba
Thoraks : Dalam batas normal
Abdomen : Dalam batas normal
Ekstremitas : Dalam batas normal
B. STATUS THT
1. Pemeriksaan Telinga
KANAN Aurikuler KIRI
Bentuk normotia, besar Inspeksi Bentuk normotia, besar normal,
5
normal, fistel (-), sikatriks (-) fistel (-), sikatriks (-)
Benjolan(-) Palpasi Benjolan(-)
KANAN preaurikuler KIRI
Fistel tidak ada, sikatriks tidak ada Inspeksi Fistel tidak ada, sikatriks tidak ada
Nyeri tekan tragus(-),Benjolan (-) Palpasi Nyeri tekan tragus(-),Benjolan (-)
Nyeri ketok(-) Perkusi Nyeri ketok(-)
KANAN Retro aurikuler KIRI
Kulit normal, fistel (-), sikatriks
(-), abses (-), massa (-)
Inspeksi Kulit normal, fistel (-), sikatriks
(-), abses (-), massa (-)
Nyeri tekan (-), Benjolan (-) PalpasiNyeri tekan (-), Benjolan (-)
Nyeri ketok Mastoid (-) Perkusi Nyeri ketok Mastoid (-)
KANAN Liang telinga KIRI
Liang telinga lapang, kulit
normal, serumen tidak ada,
secret (-), granulasi (-), mukosa
tenang, oedem (-), jar
granulasi(-), benda asing(-)
Inspeksi Liang telinga lapang, kulit normal,
serumen tidak ada, secret (-),
granulasi (-), mukosa tenang,
oedem (-), jar granulasi(-), benda
asing(-)
Nyeri tekan (-) Palpasi Nyeri tekan (-)
Nyeri ketok (-) Perkusi Nyeri ketok (-)
6
KANAN MEMBRAN TIMPANI KIRI
Bentuk intak, warna putih mutiara, Refleks cahaya (+)
inspeksi
Bentuk intak, warna putih
mutiara, Refleks cahaya
(+)
Tidak ada Perforasi Tidak ada
(-) Kolesteatom (-)
Tidak ada Granulasi Tidak ada
Tidak ada Hiperemis Tidak ada
Tes Pendengaran (TIDAK DILAKUKAN PEMERIKSAAN)
KANAN TELINGA KIRI
Tes Berbisik
7
Gesekan Jari
Rinne
Weber
Scwabach
Kesan tes garpu tala :
Tes audiometri : tidak dilakukan
2. Pemeriksaan Hidung
Kanan Hidung Luar Kiri
Bentuk normal,
deformitas tidak ada,
oedem (-), massa (-),
perdarahan (-)
Inspeksi
Bentuk normal, deformitas
tidak ada, oedem (-), massa (-),
perdarahan (-)
Nyeri tekan tidak ada,
krepitasi tidak ada
Palpasi Nyeri tekan tidak ada, krepitasi
tidak ada
Rinoskopi Anterior
Kanan Rinoskopi Anterior Kiri
Tenang Mukosa Tenang
Normal, tidak ada
deviasi
Septum Nasi Normal, tidak ada deviasi
eutrofi Konka Inferior eutrofi
8
(-) Sekret (-)
Passase udara
(-) Massa (-)
(-) Perdarahan (-)
Rinoskopi Posterior (TIDAK DILAKUKAN PEMERIKSAAN)
Kanan Rinoskopi Posterior Kiri
Koana
Orificium Tuba
Torus Tubarius
Fossa Rossenmuller
3. Pemeriksaan Transiluminasi (TIDAK DILAKUKAN PEMERIKSAAN)
Kanan Transiluminasi Kiri
Sinus Frontal
Sinus Maksila
RONGGA MULUT
Oral Hygine : bersih
Mukosa Bucogingiva : tidak hiperemis
9
Gigi
Karang gigi : (-)
Karies Gigi : (-)
Fraktur : (-)
Palatum : normal
TENGGOROKAN
Tonsil
Ukuran : T4-T4
Hiperemis : (+)
Kripta : melebar
Detritus : (+)
Perlekatan : (-)
Lidah
Bentuk : normoglossia
Warna : normal
Gerakan : normal
Parese : (-)
Massa : (-)
Orofaring
Dinding Faring Posterior : normal, mukosa tidak hiperemis
10
Granula : (-)
Post Nasal drip : tidak ada
Uvula : berada di tengah
Arcus Faring : Simetris
Refleks muntah : (+)
LARINGOSKOPI INDIREK (TIDAK DILAKUKAN PEMERIKSAAN)
Tonsila lingualis :
Valekula :
Plika ariepiglotis :
Epiglotis :
True vocal cord :
False vocal cord :
Aritenoid :
Oesophagus :
Trakea :
MAKSILO FASIAL (TIDAK DILAKUKAN PEMERIKSAAN)
Dekstra SinistraInspeksi
Bentuk Simetris SimetrisParase N VIIRacoon eyesMassa
11
Palpasi
KrepitasiNyeri TekanParestesiBenjolan
Maloklusi
Pemeriksaan Kelenjar Getah Bening Leher
Tidak terlihat dan tidak teraba pembesaran KGB leher.
RESUME
Pasien datang dengan keluhan sakit saat menelan yang bertambah berat sejak
7 hari SMRS. Nyeri menelan ini timbul secara terus menerus dan
menyebabkan pasien mengalami kesulitan saat menelan makanan. Hal ini
sering terjadi pada pasien semenjak pasien duduk di bangku SD. Pasien
sering minum minuman dingin seperti es dan makanan pedas. Pasien telah
berobat ke Puskesmas untuk keluhannya ini, pihak Puskesmas mengatakan
bahwa pasien mengalami sakit amandel kemudian diberi obat antibiotic
amoxicilin. Dari pengobatan tersebut, keluhan hanya hilang sementara dan
timbul kembali. Riwayat demam dan batuk pilek ada, frekuensi kurang lebih
3-4x per tahun dan disertai dengan keluhan nyeri menelan. Pasien juga
mengatakan sering mengorok saat tidur (kapan waktu pasti pasien mulai
mengorok tidak bisa diingat oleh orang tua). Bau mulut disangkal, perubahan
suara disangkal, air liur berlebih disangkal. Riwayat mulut sukar dibuka tidak
ada. Riwayat terasa tercekik saat tidur dan terbangun tiba-tiba karena sesak
nafas tidak ada. Keluhan telinga (berdengung, nyeri, keluar cairan, pusing
berputar, pendengaran berkurang) semua disangkal. Keluhan hidung
(tersumbat, keluar cairan, bersin, nyeri di muka & kepala, perdarahan,
gangguan penciuman) semua disangkal.
12
Riwayat Kebiasaan
Pasien memiliki kebiasaan minum minuman dingin dan makan makanan pedas
Pemeriksaan Fisik Tenggorok
TENGGOROKAN
Tonsil
Ukuran : T4-T4
Hiperemis : (+)
Kripta : melebar
Detritus : (+)
Perlekatan : (-)
DIAGNOSIS KERJA
Tonsilitis Kronis eksaserbasi akut
DIAGNOSIS BANDING
Tonsilitis Kronis
Faringitis
Hipertrofi adenoid
Terapi
Rencana Operasi Tonsilektomi
Nasehat:
13
Jaga higiene rongga mulut dengan menggosok gigi secara teratur, minimal 2x
sehari.
Hindari makan makanan yang merangsang tenggorok (terlalu panas/dingin)
Pemeriksaan Anjuran
Lab darah untuk persiapan operasi
Foto Rontgen Thorax
PROGNOSIS
Ad vitam : ad bonam
Ad functionum : ad bonam
Ad sanationum : ad bonam
DISKUSI
Telah dilaporkan seorang pasien wanita, usia 16 tahun dengan diagnosis
tonsillitis kronis. Diagnosis ini ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik. Dari anamnesis didapatkan keluhan utamanya nyeri menelan sejak 7 hari yang
lalu, Nyeri menelan ini timbul secara terus menerus dan menyebabkan pasien
mengalami kesulitan saat menelan makanan nyeri menelan mulai dirasakan pertama
kali sejak pasien duduk di bangku SD, hilang timbul, Riwayat demam dan batuk pilek
ada, frekuensi kurang lebih 3-4x per tahun dan disertai dengan keluhan nyeri
menelan. Riwayat tidur ngorok namun tidak ingat sejak kapan. Pasien pernah
terbangun saat tidur karena sesak. Pasien telah berobat ke Puskesmas untuk
keluhannya ini, pihak Puskesmas mengatakan bahwa pasien mengalami sakit
amandel kemudian diberi obat antibiotic amoxicilin. Dari pengobatan tersebut,
14
keluhan hanya hilang sementara dan timbul kembali. Pasien sering minum minuman
dingin seperti es dan makanan pedas.
Dari pemeriksaan mulut dan orofaring ditemukan kelainan pada tonsilnya
yaitu ukurannya membesar (T4-T4), warna merah muda, permukaan tidak rata, muara
kripti melebar, ditemukan adanya detritus.
Dari hasil anamnesis beserta pemeriksaan fisik ini, kita bisa menegakkan
diagnosis kerja Tonsilitis .
Terapi yang dianjurkan pada pasien ini adalah tonsiloadenoidektomi. Adapun
indikasi dilakukannya tonsiloadenoidektomi pada pasien ini adalah adanya
pembengkakan tonsil yang menyebabkan obstruksi saluran napas, disfagia berat,
gangguan tidur.
BAB II
EMBRIOLOGI DAN ANATOMI TONSIL
2. 1 EMBRIOLOGI TONSIL
Tonsila Palatina berasal dari proliferasi sel-sel epitel yang melapisi kantong
faringeal kedua. Perluasan ke lateral dari kantong faringeal kedua diserap dan bagian
dorsalnya tetap ada dan menjadi epitel tonsilla palatina. Pilar tonsil berasal dari arcus
branchial kedua dan ketiga. Kripta tonsillar pertama terbentuk pada usia kehamilan
12 minggu dan kapsul terbentuk pada usia kehamilan 20 minggu. Pada sekitar bulan
ketiga, tonsil secara gradual akan diinfiltrasi oleh sel-sel limfatik.
Secara histologis tonsil mengandung 3 unsur utama yaitu jaringan ikat atau
trabekula (sebagai rangka penunjang pembuluh darah, saraf dan limfa), folikel
germinativum (sebagai pusat pembentukan sel limfoid muda) serta jaringan
interfolikel (jaringan limfoid dari berbagai stadium).9
15
Gambar 1. Gambaran Histologi Tonsil
2.2 ANATOMI TONSIL
Tonsilla lingualis, tonsilla palatina, tonsilla faringeal dan tonsilla tubaria
membentuk cincin jaringan limfe pada pintu masuk saluran nafas dan saluran
pencernaan. Cincin ini dikenal dengan nama cincin Waldeyer. Kumpulan jaringan ini
melindungi anak terhadap infeksi melalui udara dan makanan. Jaringan limfe pada
cincin Waldeyer menjadi hipertrofi fisiologis pada masa kanak-kanak, adenoid pada
umur 3 tahun dan tonsil pada usia 5 tahun, dan kemudian menjadi atrofi pada masa
pubertas. Tonsil palatina dan adenoid (tonsil faringeal) merupakan bagian terpenting
dari cincin waldeyer.
Gambar 2 : Cincin Waldeyer
Jaringan limfoid lainnya yaitu tonsil lingual, pita lateral faring dan kelenjar-
kelenjar limfoid. Kelenjar ini tersebar dalam fossa Rossenmuler, dibawah mukosa
dinding faring posterior faring dan dekat orificium tuba eustachius (tonsil Gerlach’s).
16
9,10 Tonsilla palatina adalah dua massa jaringan limfoid berbentuk ovoid yang terletak
pada dinding lateral orofaring dalam fossa tonsillaris.
Tiap tonsilla ditutupi membran mukosa dan permukaan medialnya yang bebas
menonjol kedalam faring. Permukaannya tampak berlubang-lubang kecil yang
berjalan ke dalam “Cryptae Tonsillares” yang berjumlah 6-20 kripta. Pada bagian atas
permukaan medial tonsilla terdapat sebuah celah intratonsil dalam. Permukaan lateral
tonsilla ditutupi selapis jaringan fibrosa yang disebut Capsula tonsilla palatina,
terletak berdekatan dengan tonsilla lingualis.
Gambar 3. Tonsil Palatina
Adapun struktur yang terdapat disekitar tonsilla palatina adalah :
1. Anterior : arcus palatoglossus
2. Posterior : arcus palatopharyngeus
3. Superior : palatum mole
4. Inferior : 1/3 posterior lidah
5. Medial : ruang orofaring
6. Lateral : kapsul dipisahkan oleh m. constrictor pharyngis superior.
17
A. carotis interna terletak 2,5 cm dibelakang dan lateral tonsilla.
Gambar 4. Anatomi normal Tonsil Palatina
Adenoid atau tonsila faringea adalah jaringan limfoepitelial berbentuk
triangular yang terletak pada aspek posterior. Adenoid berbatasan dengan kavum nasi
dan sinus paranasalis pada bagian anterior, kompleks tuba eustachius- telinga tengah-
kavum mastoid pada bagian lateral.
Terbentuk sejak bulan ketiga hingga ketujuh embriogenesis. Adenoid akan
terus bertumbuh hingga usia kurang lebih 6 tahun, setelah itu akan mengalami
regresi. Adenoid telah menjadi tempat kolonisasi kuman sejak lahir. Ukuran adenoid
beragam antara anak yang satu dengan yang lain. Umumnya ukuran maximum
adenoid tercapai pada usia antara 3-7 tahun. Pembesaran yang terjadi selama usia
kanak-kanak muncul sebagai respon multi antigen seperti virus, bakteri, alergen,
makanan dan iritasi lingkungan.
Gambar 5. Adenoid
18
Fossa tonsil atau sinus tonsil dibatasi oleh otot-otot orofaring, yaitu batas
anterior adalah otot palatoglosus, batas lateral atau dinding luarnya adalah otot
konstriktor faring superior. Pada bagian atas fossa tonsil terdapat ruangan yang
disebut fossa supratonsil. Ruangan ini terjadi karena tonsil tidak mengisi penuh fossa
tonsil.9
Pada bagian permukaan lateral dari tonsil tertutup oleh suatu membran
jaringan ikat, yang disebut kapsul. Kapsul tonsil terbentuk dari fasia faringobasilar
yang kemudian membentuk septa. 9
Plika anterior dan plika posterior bersatu di atas pada palatum mole. Ke arah
bawah berpisah dan masuk ke jaringan di pangkal lidah dan dinding lateral faring.
Plika triangularis atau plika retrotonsilaris atau plika transversalis terletak diantara
pangkal lidah dengan bagian anterior kutub bawah tonsil dan merupakan serabut yang
berasal dari otot palatofaringeus. Serabut ini dapat menjadi penyebab kesukaran saat
pengangkatan tonsil dengan jerat. Komplikasi yang sering terjadi adalah terdapatnya
sisa tonsil atau terpotongnya pangkal lidah.9
Vaskularisasi tonsil berasal dari cabang-cabang A. karotis eksterna yaitu A.
maksilaris eksterna (A. fasialis) yang mempunyai cabang yaitu A. tonsilaris dan A.
palatina asenden, A. maksilaris interna dengan cabang A. palatina desenden, serta A.
lingualis dengan cabang A. lingualis dorsal, dan A. faringeal asenden.
Arteri tonsilaris berjalan ke atas pada bagian luar m. konstriktor superior dan
memberikan cabang untuk tonsil dan palatum mole. Arteri palatina asenden,
mengirimkan cabang-cabangnya melalui m. konstriktor posterior menuju tonsil.
Arteri faringeal asenden juga memberikan cabangnya ke tonsil melalui bagian luar m.
konstriktor superior. Arteri lingualis dorsal naik ke pangkal lidah dan mengirim
cabangnya ke tonsil, plika anterior dan plika posterior. Arteri palatina desenden atau
a. palatina posterior atau "lesser palatine artery" memberi vaskularisasi tonsil dan
palatum mole dari atas dan membentuk anastomosis dengan a. palatina asenden.
19
Vena-vena dari tonsil membentuk pleksus yang bergabung dengan pleksus dari
faring. 9,10
Infeksi dapat menuju ke semua bagian tubuh melalui perjalanan aliran getah
bening. Aliran limfa dari daerah tonsil akan mengalir ke rangkaian getah bening
servikal profunda atau disebut juga deep jugular node. Aliran getah bening
selanjutnya menuju ke kelenjar toraks dan pada akhirnya ke duktus torasikus.
Innervasi tonsil bagian atas mendapat persarafan dari serabut saraf V melalui
ganglion sphenopalatina dan bagian bawah tonsil berasal dari saraf glossofaringeus
(N. IX). 9,10
Gambar 7. Sistem Limfatik kepala dan leher
Lokasi tonsil sangat memungkinkan mendapat paparan benda asing dan
patogen, selanjutnya membawa mentranspor ke sel limfoid. Aktivitas imunologi
terbesar dari tonsil ditemukan pada usia 3 – 10 tahun. Pada usia lebih dari 60 tahun
Ig-positif sel B dan sel T berkurang banyak sekali pada semua kompartemen tonsil.
Secara sistematik proses imunologis di tonsil terbagi menjadi 3 kejadian yaitu
respon imun tahap I, respon imun tahap II, dan migrasi limfosit. Pada respon imun
20
tahap I terjadi ketika antigen memasuki orofaring mengenai epitel kripte yang
merupakan kompartemen tonsil pertama sebagai barier imunologis. Sel M tidak
hanya berperan mentranspor antigen melalui barier epitel tapi juga membentuk
komparten mikro intraepitel spesifik yang membawa bersamaan dalam konsentrasi
tinggi material asing, limfosit dan APC seperti makrofag dan sel dendritik
Respon imun tonsila palatina tahap kedua terjadi setelah antigen melalui epitel
kripte dan mencapai daerah ekstrafolikular atau folikel limfoid. Adapun respon imun
berikutnya berupa migrasi limfosit. Perjalanan limfosit dari penelitian didapat bahwa
migrasi limfosit berlangsung terus menerus dari darah ke tonsil melalui HEV( high
endothelial venules) dan kembali ke sirkulasi melalui limfe
21
BAB III
TONSILITIS KRONIS
3.1 Definisi
Tonsilitis Kronis adalah peradangan kronis Tonsil setelah serangan akut yang
terjadi berulang-ulang atau infeksi subklinis. Tonsilitis berulang terutama terjadi pada
anak-anak dan diantara serangan tidak jarang tonsil tampak sehat. Tetapi tidak jarang
keadaan tonsil diluar serangan terlihat membesar disertai dengan hiperemi ringan
yang mengenai pilar anterior dan apabila tonsil ditekan keluar detritus. 10
Gambar 8. Tonsilitis
3.2 Etiologi
22
Etiologi berdasarkan Morrison yang mengutip hasil penyelidikan dari
Commission on Acute Respiration Disease bekerja sama dengan Surgeon General of
the Army America dimana dari 169 kasus didapatkan data sebagai berikut :
25% disebabkan oleh Streptokokus β hemolitikus yang pada
masa penyembuhan tampak adanya kenaikan titer Streptokokus
antibodi dalam serum penderita.
25% disebabkan oleh Streptokokus golongan lain yang tidak
menunjukkan kenaikan titer Streptokokus antibodi dalam serum
penderita. Sisanya adalah Pneumokokus, Stafilokokus, Hemofilus
influenza.
3.3 Faktor Predisposisi
Beberapa faktor predisposisi timbulnya kejadian Tonsilitis Kronis, yaitu : 10
Rangsangan kronis (rokok, makanan)
Higiene mulut yang buruk
Pengaruh cuaca (udara dingin, lembab, suhu yang berubah- ubah)
Alergi (iritasi kronis dari allergen)
Keadaan umum (kurang gizi, kelelahan fisik)
Pengobatan Tonsilitis Akut yang tidak adekuat.
3.4 patogenesis
Kuman penyebab tonsilitis kronis sama dengan kuman yang menyebabkan
terjadinya tonsilitis akut yaitu Streptococcus hemoliticus (50%), Streptococcus
viridians dan sisanya disebabkan virus. Penyebarannya melalui percikan ludah
(droplet infection). Penyakit ini ada kecenderungan bersifat residif secara periodik.
Mula-mula terjadi infiltrasi pada lapisan epitel. Bila epitel terkikis, maka jaringan
23
limfoid superfisial mengadakan reaksi kemudian terjadi peradangan dengan infiltrasi
leukosit polimorfonuklear. Proses ini secara klinis tampak pada kriptus tonsil yang
berisi bercak kuning yang disebut detritus. Detritus merupakan kumpulan leukosit,
bakteri dan epitel yang terlepas. Tonsilitis kronis merupakan kelanjutan dari infeksi
akut berulang atau infeksi subklinik pada tonsil. Biasanya terjadi pembesaran tonsil
sebagai akibat hipertrofi folikel-folikel kalenjar limfe.3
Pada radang kronis tonsil terdapat 2 bentuk, yaitu hipertrofi tonsil dan atrofi
tonsil. Terjadinya proses radang berulang mengakibatkan epitel mukosa dan jaringan
limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid diganti oleh
jaringan ikat fibrosa. Jaringan ikat ini sesuai dengan sifatnya akan mengalami
pengerutan, sehingga ruang antar kelompok jaringan limfoid melebar. Hal ini secara
klinik tampak sebagai pelebaran kriptus, dan kriptus ini diisi oleh detritus. Proses
berjalan terus sehingga terbentuk kapsul, akhirnya timbul perlengketan dengan
jaringan di sekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses ini disertai dengan proses
pembesaran kalenjar limfe submandibularis.3
Gangguan tonsilitis kronis dapat menyebar dan menimbulkan komplikasi melalui
perkontinuitatum, hematogen atau limfogen. Penyebaran perkontinuitatum dapat
menimbulkan rinitis kronis, sinusitis dan otitis media. Penyebaran hematogen atau
limfogen dapat menyebabkan endokarditis, artritis, miositis, nefritis, uveitis,
iridosiklitis, dermatitis, urtikaria, furunkulosis dan pruritus.3
3.5 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pada
anamnesis biasanya terdapat riwayat infeksi berulang, riwayat nyeri menelan atau
rasa mengganjal di tenggorokan, keluhan nafas berbau, tidur yang mendengkur,
riwayat infeksi telinga tengah berulang.4
Gejala tonsilits kronis menurut Mawson: 1) gejala lokal, bervariasi dari rasa tidak
enak di tenggorok, sakit tenggorok, sulit sampai sakit menelan, 2) gejala sistemis,
24
rasa tidak enak badan atau malaise, nyeri kepala, demam subfebris, nyeri otot dan
persendian, 3) gejala klinis tonsil dengan debris di kriptenya (tonsilitis folikularis
kronis), udem atau hipertrofi tonsil (tonsilitis parenkimatosa kronis), tonsil fibrotik
dan kecil (tonsilitis fibrotik kronis), plika tonsilaris anterior hiperemis dan
pembengkakan kelenjar limfe regional.10
Boies dan Paparella, mengemukakan gejala tonsilitis kronis antara lain: 1) gejala
klinis, rasa nyeri di tenggorok disertai demam ringan, nyeri sendi, 2) gejala lokal,
hipertrofi tonsil, permukaan berbenjol–benjol, kripte melebar dan jika kripte ditekan
keluar massa seperti keju. Kadang–kadang tonsil atrofi atau degenerasi fibrotik dan
terlihat dalam fossa tonsilaris, jika ditekan terdapat discharge purulen, dan
pembesaran kelenjar limfe regional.10
Pada pemeriksaan fisik tampak adanya pembesaran tonsil dengan permukaan
tidak rata, pelebaran kriptus dan sebagian kripti terisi oleh detritus seperti yang
terlihat pada gambar 2. Gambar 2 memperlihatkan pembesaran tonsil yang terkadang
juga disertai dengan pembesaran KGB submandibula.3
Gambar 2. Grade Tonsil6
25
T1 : berada di dalam fossa tonsilaris
T2 : telah melewati fossa tonsilaris, tetapi belummelewati garis
paramedian
T3 : telah melewati garis paramedian, tetapi belum mencapai garis
median
T4 : telah mencapai garis median6
3.6 Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari tonsillitis kronik adalah :
1. Penyakit-penyakit yang disertai dengan pembentukan
pseudomembran yang menutupi tonsil (tonsillitis membranosa)
a. Tonsillitis difteri
Disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphteriae. Tidak semua
orang yang terinfeksi oleh kuman ini akan sakit. Keadaan ini
tergantung pada titer antitoksin dalam darah. Titer antitoksin
sebesar 0,03 sat/cc darah dapat dianggap cukup memberikan dasar
imunitas. Gejalanya terbagi menjadi 3 golongan besar, umum,
local dan gejala akibat eksotoksin. Gejala umum sama seperti
gejala infeksi lain, yaitu demam subfebris, nyeri kepala, tidak
nafsu makan, badan lemah, nadi lambat dan keluhan nyeri
menelan. Gejala local yang tampak berupa tonsi membengkak
ditutupi bercak putih kotor yang makin lama makin meluas dan
membentuk pseudomembran yang melekat erat pada dasarnya
sehingga bila diangkat akan mudah berdarah. Gejala akibat
eksotoksin dapat menimbulkan kerusakan jaringan tubuh, misalnya
pada jantung dapat terjadi miokarditis sampai dekompensasi
kordis, pada saraf cranial dapat menyebabkan kelumpuhan otot
palatum dan otot pernafasan serta pada ginjal dapat menimbulkan
albuminuria.
26
b. Angina Plaut Vincent (Stomatitis ulseromembranosa)
Gejala yang timbul adalah demam tinggi (39˚C), nyeri di mulut,
gigi dan kepala, sakit tenggorok, badan lemah, gusi mudah
berdarah dan hipersalivasi. Pada pemeriksaan tampak membrane
putih keabuan di tonsil, uvula, dinding faring, gusi dan prosesus
alveolaris. Mukosa mulut dan faring hiperemis. Mulut berbau
(foetor ex ore) dan kelenjar submandibula membesar.
c. Mononucleosis infeksiosa
Terjadi tonsilofaringitis ulseromembranosa bilateral. Membrane
semu yang menutup ulkus mudah diangkat tanpa timbul
perdarahan, terdapat pembesaran kelenjar limfe leher, ketiak dan
region inguinal. Gambaran darah khas yaitu terdapat leukosit
mononucleosis dalam jumlah besar. Tanda khas yang lain adalah
kesanggupan serum pasien untuk beraglutinasi terhadap sel darah
merah domba (Reaksi Paul Bunnel).
2. Penyakit Kronik Faring Granulomatus
a. Faringitis Tuberkulosa
Merupakan proses sekunder dari TBC paru. Keadaan umum
pasien buruk karena anoreksi dan odinofagi. Pasien mengeluh
nyeri hebat di tenggorok, nyeri di telinga (Otalgia) dan
pembesaran kelenjar limfa leher.
b. Faringitis Luetika
Gambaran klinis tergantung dari stadium penyakit primer,
sekunder atau tersier. Pada penyakit ini dapat terjadi ulserasi
superficial yang sembuh disertai pembentukan jaringan ikat.
Sekuele dari gumma bisa mengakibatkan perforasi palatum mole
dan pilar tonsil.
c. Lepra
27
Penyakit ini dapat menimbulkan nodul atau ulserasi pada faring
kemudian menyembuh dan disertai dengan kehilangan jaringan
yang luas dan timbulnya jaringan ikat.
d. Aktinomikosis Faring
Terjadi akibat pembengkakan mukosa yang tidak luas, tidak
nyeri, bisa mengalami ulserasi dan proses supuratif.
Blastomikosis dapat mengakibatkan ulserasi faring yang ireguler,
superficial, dengan dasar jaringan granulasi yang lunak.
Penyakit-penyakit diatas, keluhan umumnya berhubungan dengan
nyeri tenggorok dan kesulitan menelan. Diagnosa pasti berdasarkan
pada pemeriksaan serologi, hapusan jaringan atau kultur, X-ray dan
biopsy.
3.7 Penatalaksanaan
Pengobatan pasti untuk tonsillitis kronis adalah pembedahan dengan
pengangkatan tonsil. Tindakan ini dilakukan pada kasus-kasus dimana
penatalaksanaan medis atau yang konservatif gagal untuk meringankan gejala-
gejala. Penatalaksanaan medis termasuk pemberian penisilin yang lama,
irigasi tenggorokan sehari-hari dan usaha untuk membersihkan kripte tonsil
dengan alat irigasi gigi (oral). Ukuran jaringan tonsil tidak mempunyai
hubungan dengan infeksi kronis maupun berulang.
Penatalaksanaan tonsilitis kronis terdiri dari terapi lokal dan terapi radikal.
Terapi lokal ditujukan pada higiene mulut, dengan menggunakan obat kumur atau
obat hisap. Antibiotik dapat diberikan bila penyebab adalah bakteri. Terapi radikal
ialah dengan melakukan operasi tonsilektomi setelah tanda-tanda infeksi hilang.2,7
Indikasi tonsilektomi menurut The American Academy of Otolaryngology, Head
and Neck Surgery :
1. Indikasi absolut:
28
- Pembesaran tonsil yang menyebabkan sumbatan jalan nafas atas, disfagia
menetap, gangguan tidur atau komplikasi kardiopulmonal
- Abses peritonsil yang tidak respon terhadap pengobatan medis
- Tonsilitis yang menimbulkan febris dan konvulsi
- Biopsi untuk menentukan jaringan yang patologis (dicurigai keganasan)
2. Indikasi relatif :
- Penderita dengan infeksi tonsil yang kambuh 3 kali atau lebih dalam setahun
meskipun dengan terapi yang adekuat
- Bau mulut atau bau nafas yang menetap yang menandakan tonsilitis kronis
tidak responsif terhadap terapi media
- Tonsilitis kronis atau rekuren yang disebabkan kuman Streptococus yang
resisten terhadap antibiotik betalaktamase
- Pembesaran tonsil unilateral yang diperkirakan neoplasma2,7
Kontra indikasi :
Kelainan darah kecuali di bawah pengawasan ahli hematologi
Usia di bawah 2 tahun bila tim anestesi dan ahli bedah fasilitasnya tidak
mempunyai pengalaman khusus terhadap bayi
Infeksi saluran nafas atas yang berulang
Perdarahan atau penderita dengan penyakit sistemik yang tidak terkontrol.
Celah pada palatum2,7
Terdapat beberapa teknik operasi tonsilektomi, antara lain cara guillotine, diseksi
electrosurgery, radiofrekuensi, skalpel harmonik, coblation, tonsilektomi parsial
intraskapular, dan teknik laser (CO2-KTP). Teknik tersering yang dilakukan di
Indonesia adalah teknik guillotine dan diseksi. Teknik guillotine dilakukan dengan
mengangkat tonsil dan memotong uvula yang edematosa atau elongasi dengan
menggunakan tonsilotomi atau guillotine. Teknik ini merupakan teknik tonsilektomi
tertua dan aman. Teknik diseksi memiliki prinsip yang sama, meliputi fiksasi tonsil,
membawanya ke garis tengah, insisi membran mukosa, mencari kapsul tonsil,
mengangkat dasar tonsil dan mengangkatnya dari fossa dengan manipulasi hati-hati.
29
Lalu dilakukan hemostasis dengan elektokauter atau ikatan. Selanjutnya dilakukan
irigasi pada daerah tersebut dengan salin. Teknik electrosurgery, radiofrekuensi,
scalpel harmonik, coblation, tonsilektomi parsial intraskapular, dan teknik laser
merupakan modifikasi lain dari teknik diseksi.7
3.8 Komplikasi
Komplikasi dari tonsilitis kronis dapat terjadi secara perkontinuitatum ke
daerah sekitar atau secara hematogen atau limfogen ke organ yang jauh dari tonsil.
Adapun berbagai komplikasi yang kerap ditemui adalah sebagai berikut : 10
1. Komplikasi sekitar tonsila
Peritonsilitis
Peradangan tonsil dan daerah sekitarnya yang berat tanpa adanya trismus
dan abses.
Abses Peritonsilar (Quinsy)
Kumpulan nanah yang terbentuk di dalam ruang peritonsil. Sumber infeksi
berasal dari penjalaran tonsilitis akut yang mengalami supurasi,
menembus kapsul tonsil dan penjalaran dari infeksi gigi.
30
Abses Parafaringeal
Infeksi dalam ruang parafaring dapat terjadi melalui aliran getah bening
atau pembuluh darah. Infeksi berasal dari daerah tonsil, faring, sinus
paranasal, adenoid, kelenjar limfe faringeal, os mastoid dan os petrosus.
Abses Retrofaring
Merupakan pengumpulan pus dalam ruang retrofaring. Biasanya terjadi
pada anak usia 3 bulan sampai 5 tahun karena ruang retrofaring masih
berisi kelenjar limfe.
Kista Tonsil
Sisa makanan terkumpul dalam kripta mungkin tertutup oleh jaringan
fibrosa dan ini menimbulkan kista berupa tonjolan pada tonsil berwarna
putih dan berupa cekungan, biasanya kecil dan multipel.
Tonsilolith (Kalkulus dari tonsil)
Terjadinya deposit kalsium fosfat dan kalsium karbonat dalam jaringan
tonsil yang membentuk bahan keras seperti kapur.
2. Komplikasi Organ jauh
Demam rematik dan penyakit jantung rematik
Glomerulonefritis
Episkleritis, konjungtivitis berulang dan koroiditis
Psoriasiseritema multiforme, kronik urtikaria dan purpura
Artritis dan fibrositis.
3.9 Prognosis31
Sejumlah literatur menyatakan penururnan angka infeksi faring yang signifikan
setelah tonsilektomi. Pada pasien dengan Obstructive Sleep Apnea jalan nafas yang
dapat kembali normal mencapai 25 %. 9
KESIMPULAN
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan penyebab tersering
morbiditas dan mortalitas pada anak. Tonsilitis kronik pada anak mungkin disebabkan
karena anak sering menderita ISPA atau karena tonsilitis akut yang tidak diterapi
adekuat atau dibiarkan.
Tonsil palatina adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di dalam
fosa tonsil pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior (otot
palatoglosus) dan pilar posterior (otot palatofaringeus). Bagian tonsil antara lain: fosa
tonsil, kapsul tonsil, plika triangularis.
Tonsil berfungsi sebagai filter/penyaring menyelimuti organisme yang
berbahaya. Bila tonsil sudah tidak dapat menahan infeksi dari bakteri atau virus
tersebut maka akan timbul tonsilitis.Tonsilitis adalah suatu proses inflamasi atau
peradangan pada tonsil yang disebabkan oleh virus ataupun bakteri.
Tonsilitis Kronis adalah peradangan kronis Tonsil setelah serangan akut yang
terjadi berulang-ulang atau infeksi subklinis. Tonsilitis berulang terutama terjadi pada
anak-anak dan diantara serangan tidak jarang tonsil tampak sehat. Tetapi tidak jarang
keadaan tonsil diluar serangan terlihat membesar disertai dengan hiperemi ringan
yang mengenai pilar anterior dan apabila tonsil ditekan keluar detritus.
32
Secara klinis pada tonsilitis kronik didapatkan gejala berupa nyeri tenggorok
atau nyeri telan ringan, mulut berbau, badan lesu, sering mengantuk, nafsu makan
menurun, nyeri kepala dan badan terasa meriang.
Pengobatan pasti untuk tonsilitis kronis adalah pembedahan pengangkatan
tonsil (Adenotonsilektomi). Tindakan ini dilakukan pada kasus-kasus dimana
penatalaksanaan medis atau terapi konservatif yang gagal untuk meringankan gejala-
gejala. Indikasi tonsilektomi pada tonsilitis kronik adalah jika sebagai fokus infeksi,
kualitas hidup menurun dan menimbulkan rasa tidak nyaman
DAFTAR PUSTAKA
1. Tonsilitis. Diunduh dari : www.healthhype.com
2. Soetirto I, Bashiruddin J. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi 6, Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007
3. Swabawa IB.Tonsilitis Kronis Hipertrofi dan Obstructive Sleep Apnea (OSA)
Pada Anak.
4. Campisi P, Tewfik TL. Tonsillitis and Its Complications. The Canadian Journal;
2003
5. Tonsils Removal. Diunduh dari: www.steadyhealth.com/4540/ Dell’Aringa,
Alfredo R. Histological Analysis of Tonsillectomy and Adenoidectomy
Specimens – January 2001 to May 2003. Original Article of Revista Brasiliera
de Otorrinolaringologia. Volume 71. San Paulo; 2005
6. Drake AF, Carr MM. Tosillectomy. Emergency Medicine Texbook; 2010.
Diakses dari: www.medsscape.com
7. Werle AH, Nicklaus PJ, et al. A Retrospective Study of Tonsillectomy in the
under 2-year –old child: Indication, Perioperative Management and
Complications. International Journal of Pediatric Otorhinolaryngology; volume
67; 2003; 453-60
33
8. Nikakhlagh S, Rahim F et al. The Effect of Adenotonsillectomy on Quality of
Life in Adult and Pediatric Patient. Medwell Journal; volume 4; 2009; 1259-61
9. Farokah, Suprihati, Slamet Suyitno. Hubungan Tonsilitis Kronik dengan
Prestasi Belajar pada Siswa Kelas II Sekolah Dasar di Kota Semarang. Dalam
Cermin Dunia Kedokteran No. 155, 2007. Hal 87-92
10. Adams LG, Boies RL, Higler AP, BOIES Fundamentals of Otolaryngology. 6 th
Ed. Edisi Bahasa Indonesia, EGC, Jakarta, 2001; 263-368
11. Soepardi AE.dr, Iskandar N.Dr.Prof, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala Leher, FKUI, Jakarta, 2001; 180-183
34
top related