bab iv pembahasan - portal wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/d1513020_bab5.pdf · 2016...
Post on 14-Feb-2018
215 Views
Preview:
TRANSCRIPT
55
BAB IV
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil magang selama 1 (satu) bulan terhitung tanggal 25 Januari
2016 sampai dengan 25 Februari 2016 di Rumah Sakit Umum Daerah Dr.
Moewardi, maka dibawah ini penulis akan membahas dan menjabarkan data yang
diperoleh berdasarkan hasil pengamatan langsung mengenai hal-hal yang
berhubungan dengan sistem dan prosedur klaim pelayanan pasien Badan
Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) rawat jalan di RSUD Dr. Moewardi
Surakarta.
Selama 1 (satu) bulan melakukan magang di RSUD Dr. Moewardi Surakarta,
pengamat ditempatkan pada bidang Pengelolaan pendapatan yang mempunyai
tugas dan fungsi menyelia penyelenggaraan intensifikasi dan ekstensifikasi
pendapatan. Salah satu ekstensifikasi yang dilakukan bidang pengelolaan
pendapatan adalah bekerjasama dengan BPJS kesehatan dalam hal pemberian
pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Sistem pembayaran atas kerjasama yang
dilakukan keduanya yakni rumah sakit mengajukan klaim atas pelayanan yang
diberikan kepada masyarakat kepada BPJS kesehatan sebelum tanggal 15 (lima
belas) setiap bulannya. Dalam menjalankan fungsi tersebut terdapat Standar
Operasional Prosedur (SOP) pengajuan klaim pelayanan kepada BPJS kesehatan
yang digunakan sebagai landasan kegiatan pengajuan klaim. Berikut adalah
penjabaran data yang diperoleh dari hasil pengamatan langsung mengenai hal-hal
yang berhubungan dengan sistem dan prosedur klaim pelayanan pasien BPJS rawat
jalan di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. hal tersebut antara lain :
A. Sistem Klaim Pelayanan Pasien BPJS rawat jalan
Pada sebuah organisasi terdapat beberapa fungsi (pemasaran, keuangan,
SDM, produk dan lainnya), dimana masing-masing mempunyai aktivitas dan
deskripsi pekerjaan yang berbeda satu sama lain. Pemanduan fungsi tersebut
memerlukan perencanaan organisasi sebagai sebuah sistem. Karenanya untuk
mempermudah pembahasan maka pada bab ini penulis akan membahas mengenai
56
sistem klaim pelayanan pasien BPJS rawat jalan di RSUD Dr. Moewardi
Surakarta.
Sistem pembiayaan kesehatan merupakan bagian yang penting dalam
implementasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Tujuan dari sistem pembiayaan
kesehatan adalah mendorong peningkatan mutu, mendorong layanan berorientasi
pasien, mendorong efisiensi tidak memberikan reward terhadap provider yang
melakukan over treatment, under treatment maupun melakukan adverse event dan
mendorong pelayanan tim. Dengan sistem pembiayaan yang tepat diharapkan
tujuan diatas bisa tercapai.
Terdapat dua metode pembayaran rumah sakit yang digunakan yaitu metode
pembayaran retrospektif dan metode pembayaran prospektif. Metode pembayaran
retrospektif adalah metode pembayaran yang dilakukan atas layanan kesehatan
yang diberikan kepada pasien berdasarkan pada setiap aktivitas layanan yang
diberikan, semakin banyak layanan kesehatan yang diberikan semakin besar biaya
yang harus dibayarkan. Metode pembayaran prospektif adalah metode
pembayaran yang dilakukan atas layanan kesehatan yang besarannya sudah
diketahui sebelum pelayanan kesehatan diberikan.
Sistem pembayaran yang diterapkan BPJS Kesehatan adalah sistem
pembayaran prospektif. Sistem pembiayaan prospektif menjadi pilihan karena :
1. Dapat mengendalikan biaya kesehatan
2. Mendorong pelayanan kesehatan tetap bermutu sesuai standar
3. Membatas pelayanan kesehatan yang tidak diperlukan berlebihan atau under
use
4. Mempermudah administrasi klaim
5. Mendorong provider untuk melakukan cost containment.
Di Indonesia, metode pembayaran prospektif dikenal dengan Casemix (case based
payment). Pengertian sistem casemix menurut wawancara dengan bu Yuni, kepala
seksi penatausahaan pendapatan (25 Mei 2016) adalah sebagai berikut.
Di Indonesia sistem casemix dikenal dengan sistem INA CBG’s (Indonesia
Case Based Groups) dan sudah diterapkan sejak Tahun 2008 sebagai metode
pembayaran pada program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas).
57
Menurut Permenkes No. 27 tahun 2014, Sistem casemix adalah
pengelompokan diagnosis dan prosedur dengan mengacu pada ciri klinis yang
sama dan biaya perawatan yang sama, pengelompokan dilakukan dengan
menggunakan grouping. Sistem casemix ini merupakan sistem yang dipakai
BPJS kesehatan untuk metode pembayaran klaim pada faskes lanjutan.
Sistem casemix (INS CBG’s) pertama kali dikembangkan di Indonesia pada
Tahun 2006 dengan nama INA-DRG (Indonesia- Diagnosis Related Group)
kemudian pada tanggal 31 September 2010 dilakukan perubahan nomenklatur dari
sistem INA-DRG (Indonesia Diagnosis Related Group) menjadi sistem INA-CBG
(Indonesia Case Based Group). Sejak diimplementasikannya sistem casemix di
Indonesia telah dihasilkan 3 kali perubahan besaran tarif, yaitu tarif INA-DRG
Tahun 2008, tarif INA-CBG Tahun 2013 dan tarif INA-CBG Tahun 2014. Tarif
INA-CBG mempunyai 1.077 kelompok tarif terdiri dari 789 kode grup/kelompok
rawat inap dan 288 kode grup/kelompok rawat jalan, dengan sistem koding ICD-
10 untuk diagnosis serta ICD-9-CM untuk prosedur/tindakan. Pengelompokan
kode diagnosis dan prosedur dilakukan dengan menggunakan grouper UNU
(UNU Grouper). UNU-Grouper adalah Grouper casemix yang dikembangkan
oleh United Nations University (UNU). RSUD Dr. Moewardi merupakan salah
satu fasilitas kesehatan lanjutan tipe A yang menggunakan sistem INA CBG’s.
Struktur kode INA CBG’s terdiri dari 4 digit. Contoh kode INA CBG’s adalah
sebagai berikut.
Tabel 4.1
Struktur kode INA CBG’s
No Tipe layanan Kode INA CBG’s Deskripsi Kode INA CBG’s
1 Rawat Jalan
L – 3 – 10 – 0 Prosedur kecil lain-lain pada
payudara
Sumber : bagian pengelolaan pendapatan RSUD Dr. Moewardi
Struktur Kode INA-CBGs terdiri atas :
1) Digit ke-1 merupakan Case-Mix Main Groups (CMGs)
a) Adalah klasifikasi tahap pertama
b) Dilabelkan dengan huruf Alphabet (A to Z)
58
c) Berhubungan dengan sistem organ tubuh
d) Pemberian Label Huruf disesuaikan dengan yang ada pada ICD 10 untuk
setiap sistem organ
e) Terdapat 30 CMGs dalam UNU Grouper (22 Acute Care CMGs, 2
Ambulatory CMGs, 1 Subacute CMGs, 1 Chronic CMGs, 4 Special CMGs
dan 1 Error CMGs)
f) Total CBGs sampai saat ini sebanyak 1220.
g) 31 CMGs yang ada dalam INA-CBGs terdiri dari :
Tabel 4.2
Case Main Group (CMG)
No Case-Mix Main Groups (CMG) CMG Codes
1 Central nervous system Groups G
2 Eye and Adnexa Groups H
3 Ear, nose, mouth & throat Groups U
4 Respiratory system Groups J
5 Cardiovascular system Groups I
6 Digestive system Groups K
7 Hepatobiliary & pancreatic system Groups B
8 Musculoskeletal system & connective tissue Groups M
9 Skin, subcutaneous tissue & breast Groups L
10 Endocrine system, nutrion & metabolism Groups E
11 Nephro urinary system Groups N
12 Male reproductive system Groups V
13 Female reproductive system Groups W
14 Deleiveries Groups O
15 Newborns & neonates Groups P
16 Haemopoeitic & immune system Groups D
17 Myeloproliferative system & neoplasma Groups C
18 Infectious & parasitic diseases Groups A
19 Mental health and behavioral Groups F
20 Substance abuse & dependence Groups T
59
21 Injuries, poisonings & toxic effects of drugs Groups S
22 Factors influencing health status & other contacts with
health services Groups
Z
23 Ambulatory Groups-Episodic Q
24 Ambulatory Groups-Package QP
25 Sub-Acute Groups SA
26 Special Procedures YY
27 Special Drugs DD
28 Special Investigations I II
29 Special Investigations II IJ
30 Special Prosthesis RR
31 Chronic Groups CD
32 Error CMG’s X
Sumber : Permenkes No. 27 tahun 2014
2) Digit ke-2 merupakan Case-Based Groups (CBGs)
Sub-group kedua yang menunjukkan tipe kasus (1-9). Berikut ini adalah table
case based groups (tipe kasus).
Tabel 4.3
Case Based Groups/ tipe kasus
No Tipe Kasus Group
1 Prosedur Rawat Inap Group-1
2 Prosedur besar Rawat Jalan Group-2
3 Prosedur signifikan Rawat Jalan Group-3
4 Rawat Inap bukan prosedur Group-4
5 Rawat Jalan bukan prosedur Group-5
6 Rawat inap kebidanan Group-6
7 Rawat jalan kebidanan Group-7
8 Rawat inap Neonatal Group-8
9 Rawat Inap Neonatal Group-9
10 Error Group-0
Sumber : Permenkes No. 27 tahun 2014
60
3) Digit ke-3 merupakan Kode CBGs
Sub-group ketiga menunjukkan spesifik CBGs yang dilambangkan dengan
numerik mulai dari 01 sampai dengan 99.
4) Digit ke-4 merupakan Severity Level
Sub-group keempat merupakan resource intensity level yang menunjukkan
tingkat keparahan kasus yang dipengaruhi adanya komorbiditas ataupun
komplikasi dalam masa perawatan. Keparahan kasus dalam INA-CBG terbagi
menjadi :
a) “0” Untuk Rawat jalan
b) “I - Ringan” untuk rawat inap dengan tingkat keparahan 1 (tanpa
komplikasi maupun komorbiditi)
c) “II - Sedang” Untuk rawat inap dengan tingkat keparahan 2 (dengan mild
komplikasi dan komorbiditi)
d) “III - Berat” Untuk rawat inap dengan tingkat keparahan 3 (dengan major
komplikasi dan komorbiditi)
Tarif INA-CBGs merupakan tarif paket yang meliputi seluruh komponen
sumber daya rumah sakit yang digunakan dalam pelayanan baik medis maupun
non-medis. Tarif INA-CBGs yang digunakan dalam program Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN) per 1 Januari 2014 diberlakukan berdasarkan Peraturan Menteri
Kesehatan, dengan beberapa prinsip sebagai berikut :
1. Pengelompokan Tarif 7 kluster rumah sakit, yaitu :
a. Tarif Rumah Sakit Kelas A
b. Tarif Rumah Sakit Kelas B
c. Tarif Rumah Sakit Kelas B Pendidikan
d. Tarif Rumah Sakit Kelas C
e. Tarif Rumah Sakit Kelas D
f. Tarif Rumah Sakit Khusus Rujukan Nasional
g. Tarif Rumah Sakit Umum Rujukan Nasional
Pengelompokan tarif berdasarkan penyesuaian setelah melihat besaran
Hospital Base Rate (HBR) sakit yang didapatkan dari perhitungan total biaya
61
pengeluaran rumah sakit. Apabila dalam satu kelompok terdapat lebih dari
satu rumah sakit, maka digunakan Mean Base Rate.
2. Regionalisasi, tarif terbagi atas 5 Regional yang didasarkan pada Indeks
Harga Konsumen (IHK) dan telah disepakati bersama antara BPJS Kesehatan
dengan Asosiasi Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan. Regionalisasi dalam
tarif INA-CBGs dimaksudkan untuk mengakomodir perbedaan biaya
distribusi obat dan alat kesehatan di Indonesia.
Tabel 4.4
Daftar Regionalisasi Tarif INA CBG’s
No REGIONALISASI
I II III IV V
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Banten
DKI
Jakarta
Jawa Barat
Jawa
Tengah
DI Y
Jawa
Timur
Sumatera
Barat
Riau
Sumatera
Selatan
Lampung
Bali
NTB
NAD
Sumatera
Utara
Jambi
Bengkulu
Kepulauan
Riau
Kal. Barat
Sulawesi
Utara
Sul. Tengah
Sul.
Tenggara
Gorontalo
Sulawesi
Barat
Sul. Selatan
Kal.
Selatan
Kal.Tenga
h
Bangka
Belitung
NTT
Kalimantan
Timur
Kalimantan
Utara
Maluku
Maluku Utara
Papua
Papua barat
Sumber : Permenkes No. 27 tahun 2014
3. Terdapat pembayaran tambahan (Top Up) dalam sistem INA-CBGs versi 4.0
untuk kasus – kasus tertentu yang masuk dalam special casemix main group
(CMG), meliputi :
a. Special Prosedure
b. Special Drugs
62
c. Special Investigation
d. Special Prosthesis
e. Special Groups Subacute dan Kronis
Top up pada special CMG tidak diberikan untuk seluruh kasus atau kondisi,
tetapi hanya diberikan pada kasus dan kondisi tertentu. Khususnya pada beberapa
kasus atau kondisi dimana rasio antara tarif INA-CBGs yang sudah dibuat berbeda
cukup besar dengan tarif RS.
Sistem INA CBG’s digunakan oleh rumah sakit atau fasilitas kesehatan
(faskes) lanjutan untuk mengajukan klaim pelayanan kepada BPJS kesehatan.
Sistem INA CBG’s digunakan oleh RSUD Dr. Moewardi Surakarta untuk
membuat prosedur klaim pelayanan yang terdiri dari klaim pelayanan rawat jalan,
klaim pelayanan rawat inap, klaim pelayanan gawat darurat, klaim alat kesehatan,
klaim ambulans, klaim Continuous Ambulatory Peritonial Dialisis (CAPD) pada
pasien gagal ginjal. Pada pembahasan ini, sesuai dengan pekerjaan yang penulis
lakukan selama magang maka penulis dibawah ini akan membatasi pembahasan
pada prosedur klaim pelayanan pasien BPJS rawat jalan.
B. Prosedur Klaim Pelayanan Pasien BPJS Rawat Jalan
Dalam berbagai aktivitas, manusia sering kali dihadapkan dengan berbagai
macam prosedur ataupun tata laksana pelaksanaan/penggunaan. Tak terkecuali
dalam pengajuan klaim pelayanan pasien BPJS rawat jalan yang dimulai dari
proses input data pribadi pasien, pengolahan data klaim pasien BPJS rawat jalan
di RSUD Dr. Moewardi Surakarta, pengkodingan data pasien BPJS rawat jalan,
sampai dengan pengajuan klaim pasien BPJS rawar jalan dari RSUD Dr.
Moewardi kepada BPJS Kesehatan. Dengan adanya prosedur maka aktivitas tata
pelaksanaan suatu pekerjaan menjadi lebih tertata karena ada standar baku yang
menjadi pendoman atau acuannya. Adapun prosedur klaim pelayanan pasien BPJS
rawat jalan dapat dilihat dalam bagan 4.1 berikut ini.
63
Bagan 4.1
ALUR KLAIM PASIEN PESERTA BPJS RAWAT JALAN
Pelayanan Pengolahan
Data Klaim
Coder BPJS
Sumber : Bagian Pengelolaan Pendapatan RSUD Dr. Moewardi Surakarta
Mulai
Identitas
peserta BPJS
Surat rujukan
Loket
pendaftran
peserta
- SEP
- LBP
- SEP – TT
pasien/kel
- LBP – TT DPJP
(tulis Dx &Px
Karu memastikan
berkas sudah sesuai
Verifikasi
1. Kelengkapan
berkas
2. Kesesuaian
LBP & billing
VALID
Urutkan
pertanggal
revisi
- Rekam data
- Rekap/bulan
FPK
Dx – ICD X PX – ICD IX CM
GROUPING
Pengeceka
n status
pasien
Peserta eligibel
PURIFIKASI
VERIFIKASI
Tak
sesuai
sesuai
Klaim BPJS
ya
tidak
64
Berikut ini penjelasan dari masing – masing tahapan dalam sistem dan
prosedur klaim pelayanan pasien BPJS rawat jalan yang disertai dengan bagan
arus sehingga dapat menunjukkan urutan proses dengan melihat nomor dalam
simbol penghubung.
1. Pelayanan pasien BPJS rawat jalan
a. Pasien datang
Adapun penulis mencoba menjelaskan alur pendaftaran pasien rawat
jalan yang datang ke RSUD Dr. Moewardi. Dalam proses kedatangan
pasien rawat jalan yang datang ke RSUD Dr. Moewardi akan
dikelompokkan dalam beberapa kategori.
Dilihat dari segi pelayanan rumah sakit, pasien dikelompokkan menjadi 2
yaitu :
1) Pasien yang dapat menungu
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor:
129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah
Sakit, standar minimal rawat jalan adalah :
a) Jam buka pelayanan adalah pukul 08.00 – 13.00 WIB setiap
harinya, kecuali hari jumat pukul 08.00 – 11.00 WIB.
b) Waktu tunggu untuk rawat jalan tidak boleh lebih dari 60 menit.
c) kepuasaan pasien rawat jalan lebih dari 90 %.
2) Pasien yang segera ditolong (gawat)
Pasien yang ketika datang terlihat pucat, lemas dan dirasa tidak bisa
menunggu maka oleh petugas, pasien tersebut akan diberikan gelang
berwarna kuning pada pergelangan tangan kanannya. Gelang kuning
pada tangan kanan artinya pasien tersebut beresiko jatuh sehingga
pasien dengan gelang kuning dalam pelayanan rawat jalan akan
didahulukan atau tidak perlu menunggu.
Menurut jenis kedatangannya pasien dibedakan menjadi 3 diantaranya :
1) Pasien baru
Adalah pasien yang baru pertama kali datang kerumah sakit untuk
berobat. Pasien baru diterima ditempat registrasi pasien (bagian
65
pendaftaran) dan akan ditanyai oleh petugas guna mendapatkan data
identitas pasien dengan mengisi Kartu Indek Utama Pasien (KIUP).
Sekaligus mendapatkan kartu berobat yang sudah diberi nomor yang
akan digunakan sebagai kartu pengenal yang harus dibawa pada setiap
kunjungan atau berobat ulang ke RSUD Dr. Moewardi.
Pengisian Kartu Indek Utama Pasien meliputi :
a) Nama
b) Tempat, tanggal lahir
c) Agama
d) Alamat
e) Jenis kelamin
f) Pendidikan
g) Pekerjaan
h) No telepon
2) Pasien lama
Adalah pasien yang pernah datang sebelumnya untuk keperluan
berobat. Pasien lama yang datang ke bagian pendaftaran pasien RSUD
Dr. Moewardi tidak perlu menulis KIUP lagi karena sudah
mempunyai kartu berobat yang sudah diberi nomor.
3) Self registration/registrasi mandiri (poliklinik Cendana)
Pasien self registration sebelumnya sudah melakukan registrasi secara
online pada laman http://rsmoewardi.jatengprov.go.id atau whatsapp
ke no 0822 4344 3333, telp : (0271) 638 638, fax : (0271) 641 933.
Pada pasien self registration pasien dapat memilih dokter yang
diinginkan serta dapat mengetahui nomor urutnya.
b. Loket Pendaftaran
Pasien rawat jalan yang sudah mengantri satu persatu akan dipanggil oleh
petugas registrasi untuk diperiksa kelengkapan dokumennya. Dokumen
yang perlu dibawa oleh pasien BPJS rawat jalan ketika akan berobat di
RSUD Dr. Moewardi yaitu :
66
1) Identitas peserta BPJS
Pasien dinyatakan sudah menjadi peserta BPJS atau belum dapat
dilihat dari kepemilikan kartu BPJS. Apabila pasien sudah memiliki
kartu BPJS maka pasien tersebut merupakan peserta BPJS. Berikut
adalah contoh kartu pasien peserta BPJS.
Gambar 4.1
Kartu Peserta BPJS Kesehatan
Sumber : www.bpjs-kesehatan.go.id
Keterangan :
1) No kartu
Pada contoh kartu peserta BPJS diatas, no kartunya adalah
0001260979209
2) Nama pasien
Nama pasien menunjukkan identitas pasien.
3) Nomor Induk Kepersertaan (NIK)
Nomor Induk Kepersertaan (NIK) menunjukkan bahwa pasien
tersebut merupakan peserta BPJS dengan urutan no sekian se
Indonesia.
4) Faskes Tingkat I
Fasilitas kesehatan Tingkat I merupakan fasilitas pelayanan
pertama yang paling dekat dengan pasien. Fasilitas tingkat
67
pertama biasanya puskesmas, klinik kecil, dokter praktek
dirumah.
2) Surat Rujukan
BPJS menerapkan sistem pelayanan kesehatan yang dilaksanakan
secara berjenjang sesuai kebutuhan medis, dimulai dari faskes tingkat
I sampai faskes tingkat III. Seperti hasil wawancara dengan bu Yuni
selaku kepala seksi penatausahaan pendapatan (Jum’at, 26 Februari
2016) sebagai berikut.
BPJS menerapkan sistem pelayanan berjenjang agar rumah sakit
besar seperti RSDM pasien tidak mbludak. Moewardi merupakan
rumah sakit tipe A jadi untuk bisa berobat ke Moewardi, pasien
harus mendapat rujukan terlebih dahulu dari faskes tipe D, C, B
baru A dan itu harus urut.
Oleh karena itu, pasien BPJS yang ingin berobat ke RSDM harus
membawa surat rujukan dari fasilitas kesehatan tipe B.
3) Gawat darurat (tanpa rujukan)
Sistem pelayanan berjenjang yang diterapkan BPJS kesehatan tidak
berlaku bagi pasien gawat darurat. Pasien gawat darurat boleh
langsung ke fasilitas kesehatan tipe A apabila sakitnya memang cukup
parah.
Semua dokumen yang disiapkan pasien nantinya oleh petugas pendaftaran
akan diperiksa terutama pemeriksaan pada eligibilitas peserta BPJS dan
surat rujukan pasien. Petugas pendaftaran bertanggung jawab untuk
melakukan pengecekan keabsahan kartu dan surat rujukan serta melakukan
input data ke dalam aplikasi Surat Elijibilitas Peserta (SEP) dan melakukan
pencetakan SEP. Dalam pemeriksaan peserta BPJS terbagi menjadi 2
yaitu:
1) Peserta BPJS eligibel
Peserta BPJS eligibel maksudnya peserta BPJS tersebut tidak
mempunyai masalah dalam keabsahan peserta. Peserta BPJS yang
sudah eligibel oleh petugas akan diberikan lembar SEP dan LBP
(lembar bukti pelayanan) untuk dibawa menuju poli yang diinginkan.
68
2) Peserta BPJS belum eligibel
Bagi pasien peserta BPJS yang belum eligibel oleh petugas akan
diarahkan menuju BPJS center yang ada di RSUD Dr. Moewardi.
peserta yang belum eligibel tersebut oleh petugas akan dicek
penyebab peserta belum eligibel, biasanya pasien peserta BPJS belum
eligibel dikarenakan adanya tunggakan dalam pembayaran iuran
BPJS. Apabila peserta yang belum eligibel membayar tunggakan iuran
BPJS-nya ditambah denda. Maka pasien peserta BPJS tersebut
selanjutkan baru bisa mendapatkan SEP dan LBP dari petugas
pendaftaran.
c. Poli/pelayanan yang dituju
Pasien yang telah mendapat SEP dan LBP diarahkan menuju poli yang
diinginkan. Pada poli yang dituju, pasien akan mengantri untuk dipanggil
guna pemeriksaan. Prosedur pemanggilan pasien di RSUD Dr. Moewardi
adalah petugas diharuskan menyebutkan nama lengkap, umur, alamat.
Seperti wawancara dengan mbak Shinta selaku pengolah data klaim bagian
pelayanan sebagai berikut.
Dalam prosedur memanggil pasien, petugas tidak boleh hanya
menyebutkan nama saja tetapi harus menyebutkan nama lengkap, umur
dan alamat pasien. hal itu dilakukan karena ada beberapa kasus, pasien
memiliki nama yang sama mendapatkan pemeriksaan yang tidak sesuai
dengan diagnosanya dan hal itu berbahaya. (Senin, 23 Mei 2016)
Ketika pasien telah menjalani pengobatan yang dituju, maka pada lembar
SEP harus terdapat tanda tangan pasien/keluarga. Sedangkan pada lembar
LBP harus ada tanda tangan Dewan Penanggung Jawab Pasien
(DPJP)/dokter. Dokter yang menjadi penangungg jawab pasien juga harus
menulis diagnose (Dx) dan Prosedur (Px). Namun dalam pengamatan,
dokter sering lupa dalam memberikan tanda tangan, Dx dan Px dalam
lembar LBP pasien.
Pasien yang telah menjalani pengobatan di poli yang dituju selanjutnya
akan diarahkan menuju apotik (apabila pasien tersebut dalam
69
pemeriksaannya memerlukan obat). Pasien peserta BPJS tidak perlu ke
kassa karena semua pemeriksaan dan obat akan di klaimkan oleh rumah
sakit kepada BPJS kesehatan.
d. Apotik
Di apotik pasien menyerahkan lembar obat yang di dapat dari poli kepada
petugas apotik. Selanjutnya petugas apotik akan menyiapkan dan
menyerahkan obat tersebut kepada pasien.
e. Pasien pulang
f. Kepala ruang memeriksa berkas
Setelah pasien rawat jalan pulang, kepala ruang setiap poli kemudian
memeriksa dan memastikan bahwa daftar pasien yang masuk/berobat
dengan berkas, serta billing sudah sesuai.
Bagan 4.1
Alur Pelayanan Faskes Rawat Jalan
Sumber : Diolah berdasarkan hasil pengamatan
2. Mengolah data berkas pasien BPJS rawat jalan
Berkas pasien BPJS rawat jalan yang sudah diperiksa oleh kepala ruang
kemudian dilakukan pengolahan data oleh petugas pengolahan data
pendapatan. Dalam pengolahan data berkas pasien BPJS rawat jalan akan
dilakukan verifikasi yang meliputi :
a) Kelengkapan berkas
Untuk dapat mengajukan klaim kepada BPJS kesehatan, petugas
pengolahan data harus memeriksa kelengkapan berkas dari pasien peserta
BPJS rawat jalan. Berkas tersebut diantaranya :
Pasien Datang
Loket Pendaftaran
Poliklinik yang dituju Apotik Pasien
Pulang
70
1) Surat Eligibiltas Pasien (SEP)
2) Lembar Bukti Pelayanan (LBP)
3) Surat Kontrol (jika pasien kontrol setiap bulan)
Kendala yang sering ditemui dalam verifikasi kelengkapan berkas yakni
sering adanya dokter yang lupa menandatangani LBP. Selain itu petugas
pengolahan data juga sering menemui adanya SEP yang salah tulis oleh
petugas pendaftaran sehingga membuat ada 2 SEP dengan nama yang
berbeda. Jika hal itu terjadi, maka oleh petugas pengolahan data berkas
yang bermasalah tersebut akan dilakukan revisi atau perbaikan dengan
mencocokkannya dengan data yang ada di komputer.
b) Kesesuaian LBP dan billing
Jika berkas sudah lengkap, selanjutnya petugas pengolah data akan
mengecek kesesuaian LBP dengan billing. Hal itu dilakukan agar berkas
yang masuk dengan data yang ada di komputer sama.
Apabila verifikasi berkas sudh lengkap serta LBP dan data billing di computer
sudah sesuai maka berkas tersebut dianggap sudah valid. Selanjutnya berkas
akan dikirim ke petugas coder untuk dilakukan pengkodingan Dx dan Px.
3. Koding diagnosa (Dx) dan Prosedur (Px) pasien rawat jalan
Koding adalah kegiatan memberikan kode diagnosis utama dan diagnosis
sekunder sesuai dengan ICD-10 serta memberikan kode prosedur sesuai
dengan ICD-9-CM. Koding sangat menentukan dalam sistem pembiayaan
prospektif yang akan menentukan besarnya biaya yang dibayarkan ke Rumah
Sakit.
Unsur pembentuk koding terdiri dari tiga komponen yakni :
a. Diagnosa Utama
Diagnose utama membentuk Case Main Groups (CBG). Dalam diagnosa
utama jika terdapat lebih dari satu diagnosis maka dipilih diagnosis yang
paling banyak menggunkan resouces (SDM, bahan habis pakai, peralatan
medic, tes pemeriksaan dan lain-lain).
b. Diagnosa Sekunder
71
Diagnosis sekunder adalah diagnosis selain dari diagnosis utama
(komplikasi + Ko-morbiditi). Komplikasi adalah diagnosis yang muncul
setalah pasien berada di rumah sakit. Sedangkan Ko-Morbiditi adalah
diagnosis lain yang ada sebelum masuk rumah sakit.
c. Tindakan/ Prosedur (ICD-9)
Semua prosedur dikoding baik itu prosedur yang dilakukan didalam kamar
operasi, non operasi seperti CT Scan, MRI, USG maupun prosedur yang
melibatkan staf ahlu dan menggunakan alat canggih.
Untuk bisa melakukan koding, RSUD Dr. Moewardi harus terlebih dahulu
mempunyai sistem aplikasi INA CBG’s. Aplikasi INA-CBGs merupakan salah
satu perangkat entri data pasien yang digunakan untuk melakukan grouping
tarif berdasarkan data yang berasal dari resume medis. Aplikasi INA-CBGs
sudah terinstall dirumah sakit yang melayani peserta JKN, yang digunakan
untuk JKN adalah INA-CBGs 4.0.
Untuk menggunakan aplikasi INA-CBGs, rumah sakit sudah harus
memiliki kode registrasi rumah sakit yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal
Bina Upaya Kesehatan, selanjutnya akan dilakukan aktifasi software INA-
CBGs setiap rumah sakit sesuai dengan kelas rumah sakit serta
regionalisasinya. Proses entri data pasien ke dalam aplikasi INA-CBGs
dilakukan setelah pasien selesai mendapat pelayanan di rumah sakit (setelah
pasien pulang dari rumah sakit), data yang diperlukan berasal dari resume
medis, sesuai dengan alur bagan sebagai berikut :
Bagan 4.4
Alur entry data software INA CBG’s 4.0
Sumber : Permenkes No. 27 tahun 2014
72
Proses coder dilakukan oleh petugas adminitrasi klaim rumah sakit dengan
mengacu pada hasil resume medis pemeriksaan pasien, selain itu perlu
diperhatikan juga kelengkapan data administratif untuk tujuan keabsahan klaim.
Proses coding menjadi grouping INA CBG’s adalah sebagai berikut.
a. Petugas coder/ klaim rumah sakit memasukkan variable data sosial yang
diperlukan untuk proses grouping pada aplikasi INA CBG’s 4.0
Gambar 4.2
Variabel Data Sosial Pasien
Sumber : RSUD Dr. Moewardi
Pada gambar di atas nama rumah sakit adalah RSUD Dr. Moewardi, kode
rumah sakit yakni 1124R, kelas rumah sakit adalah A.
Gambar 4.3
Variabel Tarif Rumah Sakit
Sumber : RSUD Dr. Moewardi
73
b. Setelah memasukkan variable data sosial dan tarif rumah sakit pasien, petugas
koding kemudian memasukkan kode Diagnosis dengan ICD 10 dan prosedur
dengan ICD 9 CM yang dikoding dari resume medis pasien. Dalam
melakukan coding, petugas klaim rumah sakit sering mengalami kesulitan.
Hal tersebut dikarenakan dokter ketika menuliskan Dx dan Px pada lembar
LBP tulisannya sulit dibaca. Apalagi RSUD Dr. Moewardi merupakan rumah
sakit pendidikan jadi tiap bulannya residen atau dokter yang bertugas sering
berganti-ganti. Selain itu diagnosa yang kurang spesifik membuat aplikasi
INA CBG’s 4.0 tidak mau memuat diagnosa.
c. Setelah data Diagnosis dan Prosedur dimasukkan, maka petugas coding
diharuskan menekan tombol “ REFRESH ” kemudian dilakukan pengecekan
ada atau tidak special CMG pada kasus tersebut, lalu klik tombol “Simpan”.
d. Setelah disimpan maka akan terlihat hasil grouping INA CBG’s. Seperti yang
terlihat dibawah ini.
Gambar 4.4
Hasil Grouping menggunakan Software INA CBG’s
Sumber : RSUD Dr. Moewardi
74
Walaupun sistem INA CBG’s sudah dibuat sedemikian rupa namun dalam
pelaksanaannya masih terdapat beberapa kendala yang mengganggu dalam
proses coding. Kendala tersebut bukan berasal dari sistem INA CBG’s
melainkan disebabkan oleh kesalahan dari civitas hospitalia RSUD Dr.
Moeawardi sendiri. Selain masalah tulisan dokter yang sulit dibaca, diagnosa
yang kurang spesifik, masalah kurangnya tenaga coding dan komputer juga
menjadi kendala. RSUD Dr. Moewardi dalam pelaksanaan coding baru
memiliki 5 petugas coder/klaim rumah sakit dan 5 komputer yang sudah
terintegrasi aplikasi INA CBG’s. Seperti wawancara dengan bu Yuni selaku
kepala seksi penatausahaan pendapatan (25 Februari 2016) sebagai berikut.
Kendala dalam proses klaim BPJS yakni residen yang berganti-ganti,
keterbatasan sarana komputer, di RSUD Dr. Moewardi ini cuma ada 5
komputer untuk pengkodingan selain itu ketidaklengkapan berkas dan
sistem yang belum terintegrasi juga menjadi penghambat klaim BPJS.
Padahal untuk pasien BPJS rawat jalan setiap harinya berkas yang masuk
kurang lebih 1000 berkas. Hal itulah yang menyebabkan proses pengkodingan
menjadi lama dan petugas coder kurang teliti di dalam memasukkan variable
data sosial maupun tarif pasien dikarena diburu-buru waktu.
4. Verifikasi klaim pelayanan rumah sakit oleh BPJS Kesehatan
a. Purifikasi
Setelah dilakukan pengkodingan diagnosa (Dx) dan prosedur (Px)
dengan hasilnya Grouping INA CBG’s pasien BPJS rawat jalan.
Selanjutnya berkas klaim pelayanan pasien BPJS rawat jalan diserahkan
kepada BPJS center yang ada di RSUD Dr. Moewardi untuk dilakukan
purifikasi pada bagian lembar SEP-nya. Purifikasi adalah mencocokkan
SEP dengan txt. Tujuan dilakukan purifikasi adalah BPJS ingin
memastikan bahwa SEP pasien rawat jalan tersebut sudah sesuai.
b. Verifikasi
Apabila SEP dengan txt sudah cocok atau sesuai dengan data petugas
BPJS maka langkah selanjutnya adalah verifikasi. Berkas klaim pelayanan
pasien BPJS rawat jalan yang terdiri dari :
1) Laporan Individual pasien
75
2) SEP dan LBP (4 rangkap)
3) Surat control/ surat masih dalam perawatan
4) Rincian biaya sementara poliklinik pasien rawat jalan.
Berkas – berkas tersebut oleh petugas BPJS akan dicocokkan dengan
purifikasi. Hal itu dilakukan dengan tujuan bahwa berkas yang diberikan
rumah sakit dengan data yang ada pada petugas BPJS sudah sesuai.
Namun apabila ada berkas yang dalam proses verifikasi belum sesuai
maka oleh petugas BPJS berkas tersebut akan dikembalikan kepada bagian
pengolahan data untuk dilakukan revisi.
c. Rekam Data
Apabila berkas telah selesai direvisi. Langkah selanjutnya adalah
rekam data. Rekam data adalah proses mencocokkan data yang ada
diberkas dengan yang ada di komputer.
Gambar 4.5
Rekam Data Berkas Pasien BPJS Rawat Jalan
Sumber : Bagian Pengelolaan Pendapatan RSUD Dr. Moewardi Surakarta
76
d. Rekap per bulan
Setelah direkam data. Langkah selanjutnya petugas pengolahan data
membuat rekapan per bulan jumlah atau rincian biaya yang akan di klaim
kan kepada BPJS kesehatan. Selanjutnya rekapan tersebut di tulis dalam
Form Pengajuan Klaim. Dalam Form Pengajuan Klaim (FPK) biaya
pelayanan diajukan secara kolektif sebelum tanggal 10 setiap bulannya.
Gambar 4.6
Formulir Pengajuan Klaim (FPK)
Sumber : www.bpjs-kesehatan.go.id
e. Pengajuan klaim kepada BPJS
Dalam klaim yang diajukan kepada BPJS kesehatan biaya pelayanan
kesehatan rawat jalan tingkat lanjutan dibayar dengan paket INA CBGs
tanpa pengenaan iur biaya kepada peserta. Klaim diajukan secara kolektif
77
oleh fasilitas kesehatan kepada BPJS Kesehatan maksimal tanggal 10
bulan berikutnya menggunakan aplikasi INA CBGs Kementerian
Kesehatan yang berlaku.
Klaim diajukan kepada Kantor Cabang/ Kantor Operasional
Kabupaten/Kota BPJS Kesehatan secara kolektif setiap bulan dengan
kelengkapan administrasi umum dan kelengkapan lain sebagai berikut:
1) Rekapitulasi pelayanan
2) Berkas pendukung masing-masing pasien, yang terdiri dari:
a) Surat Eligibilitas Peserta (SEP)
b) Resume medis/laporan status pasien/ keterangan diagnosa dari
dokter yang merawat bila diperlukan
3) Bukti pelayanan lainnya, misal:
a) Protokol terapi dan regimen (jadual pemberian obat) pemberian
obat khusus
b) Perincian tagihan Rumah Sakit (manual atau automatic billing)
c) Berkas pendukung lain yang diperlukan.
Setelah memenuhi semua berkas tersebut, selanjutnya Formulir Pengajuan
Klaim (FPK) dikirim kepada BPJS kesehatan kota yang berada di
Purwosari dengan terlebih dahulu ditanda tangani Direktur RSUD Dr.
Moewardi dan petugas BPJS yang memverifikasi.
Untuk berkas revisi dapat terus disusulkan kepada BPJS kesehatan
karena masa valid berkas klaim adalah 2 (dua) tahun. Pengajuan klaim
kepada BPJS kesehatan kota dilakukan setiap tanggal 10 (sepuluh) setiap
bulannya. Untuk pembayaran klaim dari BPJS kepada rumah sakit
dilakukan setelah 15 hari kerja terhitung mulai tanggal 10 (sepuluh) setiap
bulannya.
78
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan penulis di Rumah Sakit Umum
Daerah Dr. Moewardi Surakarta yang telah dilaporkan pada bab 4 yang diberi judul
“Sistem dan Prosedur Klaim Pelayanan Pasien BPJS Rawat Jalan di RSUD Dr.
Moewardi Surakarta”, penulis menarik kesimpulan bahwa sistem dan prosedur
klaim di RSUD Dr. Moewardi pada dasarnya telah dibuat sesuai dengan Standar
Operasional Prosedur (SOP) walaupun dalam pelaksanaannya masih ditemui
beberapa hambatan yang hambatan tersebut kebanyakan disebabkan karena
kesalahan civitas hospitalia sendiri.
Berikut adalah kesimpulan dari hasil laporan bab IV.
1. Sistem casemix atau sistem INA CBG’s adalah pengelompokan diagnosis dan
prosedur dengan mengacu pada ciri klinis yang sama dan biaya perawatan yang
sama, pengelompokan dilakukan dengan menggunakan grouping.
2. Tarif INACBG’s ditentukan berdasarkan kelas rumah sakit, regionalisasi rumah
sakit dan adanya pembayaran tambahan (Top up) jika terdapat special Drugs,
Prosedures, Investigation dan lain-lain.
3. Tarif INA CBG’s digunakan untuk menentukan jumlah rincian biaya
pelayanan, yang mana jumlah rincian tersebut digunakan rumah sakit untuk
mengajukan klaim kepada BPJS kesehatan kota secara kolektif.
4. Tarif INA CBG’s digunakan untuk mengajukan klaim pelayanan rawat inap,
rawat jalan, alat kesehatan, ambulans, gagal ginjal.
5. Adapun prosedur klaim pelayanan pasien BPJS rawat jalan terbagi menjadi 4
yakni :
a. Pelayanan
Untuk dapat berobat menggunakan BPJS, pasien peserta BPJS rawat jalan
harus memenuhi dokumen yang terdiri dari identitas pasien BPJS dan surat
rujukan. Masalah yang sering terjadi dalam proses pelayanan adalah
petugas kurang teliti di dalam mengetikkan nomor SEP sehingga sering
79
ditemui pasien dengan nomor SEP yang sama tetapi namanya berbeda.
Solusi dari permasalahan tersebut adalah petugas dihimbau untuk teliti
dalam memasukkan nomor SEP pasien.
b. Pengolahan data
Berkas dari pasien diperiksa kelengkapan berkasnya serta diperiksa
kesesuaian LBP dengan billing. Apabila sudah lengkap dan sesuai berkas
tersebut akan di coding, namun apabila masih tersdapat kesalahan berkas
tersebut direvisi kembali.
c. Coding
Coding adalah kegiatan memberikan kode diagnosis utama dan diagnosis
sekunder sesuai dengan ICD-10 serta memberikan kode prosedur sesuai
dengan ICD-9-CM. Koding sangat menentukan dalam sistem pembiayaan
prospektif yang akan menentukan besarnya biaya yang dibayarkan ke
Rumah Sakit. masalah yang sering ditemui dalam coding adalah petugas
dan computer yang digunakan untuk mengkoding belum banyak hanya
terdiri dari 5 petugas dan 5 komputer, hal itu menyebabkan proses
pengkodingan menjadi lama dan petugas koding keteteran dalam
mengkoding. Selain itu, diagnose yang tidak spesifik serta tulisan dokter
yang sulit dibaca membuat petugas coding kesulitan dalam mengkoder
Diagnosa (ICD-10) dan Tindakan/prosedur (ICD-9) pasien BPJS.
d. BPJS
Petugas BPJS dalam prosedur klaim pelayanan pasien BPJS bertugas
dalam melakukan purikasi dan verifikasi. Kendala yang sering ditemui
dalam proses verifikasi adalah masih adanya berkas yang tidak sesuai
sehingga berkas tersebut harus dikembalikan kepada petugas pengolahan
data klaim untuk dilakukan revisi. Adanya berkas yang perlu direvisi
tersebut menyebabkan rumah sakit harus bekerja dua kali padahal
pengajuan klaim harus dilakukan pada tanggal 10 setiap bulannya.
Pembayaran klaim oleh BPJS dilakukan setelah 15 hari kerja dihitung
mulai tanggal 10 setiap bulannya.
80
B. Saran
Setelah mengetahui sistem dan prosedur klaim pelayanan pasien BPJS rawat
jalan di RSUD Dr. Moewardi dan beberapa kekurangannya, penulis mencoba
memberikan saran yang semoga dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi
RSUD Dr. Moewardi untuk kedepannya prosedur klaim pelayanan pasien BPJS
rawat jalan menjadi lebih baik lagi. Saran tersebut yaitu :
1. Diharapkan bagian sarana dan prasarana RSUD Dr. Moewardi menambah
jumlah komputer yang digunakan untuk mengkoding INA CBG’s karena saat
ini baru terdapat 5 komputer yang digunakan untuk mengkoding sedangkan
berkas yang harus dikoding khususnya pelayanan rawat jalan kurang lebih
1000 berkas.
2. Ketika pengamatan di bagian pengelolaan pendapatan penulis lihat adanya
penumpukan berkas pasien rawat jalan proses rekam data karenanya penulis
menyarankan akan adanya penambahan sumber daya manusia pada bagian
tersebut agar masalah penumpukan berkas tidak sering terjadi setiap bulannya.
3. Sebaiknya ada himbauan kepada dokter-dokter untuk tidak lupa dalam
menandatangani lembar LBP serta dalam menuliskan diagnose dan prosedur
dan juga singkatan tulisannya harus bisa dibaca. Hal itu dilakukan agar petugas
koder tidak kesulitan lagi di dalam mengkoder.
81
DAFTAR PUSTAKA
Alen, Louis A. 1963. Karya Management terj. J.M.A. Tuhuteru. Jakarta: PT
Pembangunan.
Amy, A. 1988. Ensiklopedia Nasional Indonesia: Jilid I. Jakarta: PT Cipta Adi
Pustaka.
Baridwan Zaky. 2002. Sistem Akuntansi, Penyusunan Prosedur dan Metode.
Yogyakarta: BPFE.
Herdiansyah, Haris. 2013. Wawancara, Observasi dan Focus Groups (sebagai
instrument penggalian data kualitatif). Jakarta: Rajawali pers.
Koontz, Harold dan Cyrill O’Donnell. 1964. Principles of Management, An
Analysis of Managerial Functions. New York: Mc Graw Hill Book Coy
Inc.
Maulana, Agus. 1997. Manajemen Strategik. Jakarta: Binarupa Aksara.
Maryati, MC. 2008. Manajemen Perkantoran Efektif. Yogyakarta: UPP STIM
YKPN.
Moekijat. 1997. Administrasi Perkantoran. Bandung: Mandar Maju.
Moekijat. 1995. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung: Mandar Maju.
Moenir, A.S. 1982. Tatalaksana (Menejemen) Perkantoran dan Penerapannya.
Jakarta: Pradnya Paramitha.
Sukoco, Badri Munir. 2007.Manajemen Administrasi Perkantoran Modern.
Erlangga : Surabaya.
Syafei, Inu Kencana. 1994. Ilmu Administrasi Publik. Rineka Cipta: Jakarta.
82
Syafei, Inu Kencana, dkk. 1999. Ilmu Administrasi Publik. Rineka Cipta: Jakarta.
Tim Penyusun Pusat Kamus. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI): edisi
3 cetakan 4. Jakarta: Balai Pustaka.
Wursanto, Ig. 1991. Kearsipan 1. Kanisius : Yogyakarta.
INTERNET
Panduan praktis administrasi klaim fasilitas kesehatan BPJS Kesehatan.
http://www.elibrary.dprd.jatengprov.go.id. Diakses pada hari Kamis, 14
April 2016 pukul 11:00 WIB.
Panduan Praktis Pelayanan BPJS Kesehatan. http://www.pasiensehat.com.
diakses pada hari Kamis. 14 April 2016 pukul 11:00 WIB.
www.bpjs-kesehatan.go.id. diakses pada tanggal 30 April 2016 pukul 13:00.
www. Protespublik.com. diakses pada tanggal 30 April 2016 pukul 13:00.
REGULASI
Kemenkes Republik Indonesia No.983/MenKes/SK/XI/1992 tentang Pedoman
Organisasi Rumah Sakit Umum
Peraturan BPJS Kesehtan No. 1 tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Jaminan
Kesehatan
Permenkes No. 27 tahun 2014 tentang Sistem INA CBG’s
Undang-Undang Dasar (UUD) 1945
UU No. 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial
83
UUD RI No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)
UUD RI No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
top related