bab iv implementasi agsi (adiwiyata green school of ...€¦ · pendidikan anak sekolah dasar di...
Post on 11-Jul-2020
3 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
Bab IV
Implementasi AGSI (Adiwiyata Green School of Indonesia) Dalam
Pendidikan Anak Sekolah Dasar di Mataram Pada Tahun 2015-2017
4.1 Tahap Implementasi AGSI
Di bawah ini merupakan tabel yang berisi tahap implementasi AGSI
Tabel 4.1
No. Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3 Tahap 4
1. Studi pustaka Mengembangkan
materi pelatihan
untuk AGSI
Rapat bersama
walikota Mataram
Rapat
koordinasi
untuk
keberlanjutan
program
2. Riset berbagai
program
pendidikan
lingkungan
FGD mengenai
AGSI
Pelatihan untuk
implementasi AGSI
-
3. - Rapat koordinasi
untuk implementasi
AGSI
Workshop
mengenai AGSI
-
4. - - Rapat mengenai
studi banding
bersama walikota
Mataram
-
5. - - Rapat koordinasi
dan perencanaan
-
6. - - Implementasi
program
-
Sumber: Project Adiwiyata-Green Schools and Empowering Low Income Communities for the Sustainable Future
of Indonesia (2016)
2
Pada tahap pertama, studi pustaka dan riset dilakukan melalui kerjasama dengan ITS
(Institut Teknologi Sepuluh November). Setelah riset dilakukan maka hasilnya digunakan untuk
pengembangan materi pelatihan melalui FGD dengan para pemangku kepentingan pada tahap
kedua. Hasil dari tahap 2 kemudian dilaksanakan pada saat implementasi AGSI di lima sekolah
dasar di Mataram. Pada tahap keempat, implementasi dan dampak dari program akan dipelajari.
Hal ini bermanfaat untuk keberlanjutan program kedepannya.
Pada Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa terdapat tahap untuk mengembangkan materi
pelatihan AGSI. Dalam mempersiapkan hal tersebut, UNESCO Jakarta mendapat dukungan dari
konsultan ITS. Di sisi lain, Kemdikbud bertanggung jawab atas kurikulum, sekolah dan pelatihan
bagi para guru serta melibatkan masyarakat sekitar untuk turut berperan aktif dan mendukung
pendidikan anak-anak ketika mereka berada di rumah. ITS melakukan kerjasama dengan Dinas
Pendidikan dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Mataram untuk
mengembangkan materi pelatihan. Menanamkan pendidikan pembangunan berkelanjutan (ESD)
di sekolah dan komunitas itu perlu karena:
1. Mendukung Kemdikbud, Dinas Pendidikan dan Badan Perencanaan
Pengembangan Kota Mataram serta pemerintah daerah untuk mengembangkan
AGSI.
2. Mendukung Kemdikbud, Dinas Pendidikan dan Badan Perencanaan
Pengembangan Kota Mataram serta pemerintah daerah untuk melaksanakan ESD
dan pembangunan berkelanjutan dengan menggunakan materi pelatihan AGSI
sebagai sumber pembelajaran.
3. Meningkatkan kapasitas guru dan masyarakat
4. Mendukung lembaga pendidikan lokal untuk menerapkan ESD dalam program
pembelajaran.
(UNESCO Jakarta Office, 2016)
Pada taraf sekolah dibuatkan sebuah pedoman atau panduan yang isinya adalah
mendefinisikan program, menyediakan kerangka kerja untuk guru, pengelolaan infrastruktur dan
keuangan, keterlibatan masyarakat dan contoh ekstrakurikuler yang dapat dilakukan untuk
kegiatan di sekolah. Tujuan materi pelatihan AGSI telah sejalan dengan tujuan ESD dan juga
telah dikembangkan serta ditingkatkan agar mencakup isu-isu pembangunan berkelanjutan yang
lebih luas dan relevan untuk pengembangan ESD. Isi pelatihannya dirancang agar dapat
3
melibatkan pemangku kepentingan di sekolah yaitu kepala sekolah, guru, pengawas sekolah,
komite sekolah, dan tenaga pendidik. Isinya dapat beradaptasi dengan isu-isu terkini yang
berkaitan dengan ESD dan juga mencakup masalah lain yang kemungkinan akan dihadapi di
sekolah dan dapat mempengaruhi penerapan ESD di sekolah. Masalah yang dimaksud termasuk
manajemen guru, infrastruktur, dan keuangan.
Pada tanggal 5 Maret 2015 diadakan sebuah FGD yang dihadiri oleh sekitar 20 peserta
dari sektor pendidikan dan sektor pemukiman. Dalam FGD ini diperkenalkan konsep dasar
mengenai perubahan iklim agar dapat dimasukkan ke dalam kurikulum untuk guru,
mengidentifikasi kegiatan adaptasi terhadap lingkungan, dan kegiatan mitigasi untuk para siswa.
Ketika FGD ini berlangsung, partisipasi aktif dan antusiasme di antara para peserta dapat terlihat.
Selanjutnya, pada tanggal 16 April 2015 UNESCO Jakarta, KNIU, dan ITS menyelenggarakan
rapat koordinasi selama satu hari untuk meninjau kembali pedoman dan kerangka pelatihan
untuk diimplementasikan di sekolah yang menjadi bagian dari AGSI. Rapat ini merupakan
tindak lanjut terhadap FGD yang dilaksanakan pada 5 Maret 2015. Para peserta dalam rapat ini
mendiskusikan tentang kemungkinan adanya tantangan yang dihadapi ketika melaksanakan
AGSI dimana program terdahulu yaitu Sekolah Adiwiyata telah dijalankan lebih dahulu sebelum
AGSI. Para peserta kemudian membahas cara khusus untuk membedakan AGSI dari Adiwiyata
adalah dimana pengimplementasian AGSI sejalan dengan peningkatan kapasitas guru. Beberapa
rekomendasi utama yang dihasilkan dari rapat koordinasi ini adalah sebagai berikut:
1. Koordinasi antara Kemdikbud, KNIU, ITS, IFIT, dan mitra pelaksana lainnya
harus terjalin dengan baik.
2. Bantuan dari Kemdikbud, KNIU, dan ITS sangat dihargai karena berdampak pada
keberhasilan implementasi AGSI.
3. Lokasi pelatihan AGSI akan ditentukan segera.
(UNESCO Jakarta Office, 2016)
Setelah rapat koordinasi dilakukan, pada bulan berikutnya, tepatnya pada 12 Mei 2015
dilakukan rapat awal bersama Walikota Mataram. Rapat ini dihadiri oleh perwakilan dari KNIU,
Walikota Mataram, Sekretaris Kota Mataram, Kepala Dinas Pendidikan Kota Mataram, Kepala
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota
Mataram. Dalam rapat ini perwakilan dari KNIU memperkenalkan program AGSI sebagai
4
bagian dari pembangunan berkelanjutan untuk masa depan Indonesia yang berkelanjutan. Rapat
ini menghasilkan rekomendasi utama sebagai berikut:
1. Pemerintah Kota Mataram menyetujui implementasi AGSI di Kota Mataram.
2. Koordinasi antara Kemdikbud, KNIU, ITS, Pemerintah Kota Mataram,
Koordinator IFIT, dan mitra pelaksana lainnya akan dilanjutkan untuk
memastikan pengimplementasiannya tepat waktu.
3. Lima sekolah dasar telah dipilih sebagai tempat implementasi program AGSI.
4. Ujicoba AGSI dan pelatihan yang dilakukan akan sepenuhnya didukung oleh
Pemerintah Kota Mataram yang diwakili oleh Dinas Pendidikan, Dinas
Perumahan dan Kawasan Pemukiman serta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Pada dasarnya mitra-mitra yang turut terlibat dalam pengimplementasian program AGSI,
adalah sebagai berikut:
1. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
2. Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO
3. Institut Teknologi Sepuluh November
4. Kepala sekolah dan guru di sekolah
5. Dinas Pendidikan Kota Mataram
6. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
7. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Mataram
4.1.1 Pelatihan Implementasi AGSI
Metode dan materi pelatihan yang dirancang memasukkan pendekatan yang sangat
partisipatif untuk memperkuat pembelajaran terhadap pengalaman dengan memprioritaskan
masukan dari para peserta. Pada pelatihan ini materi ESD disesuaikan agar relevan dengan
kegiatan lokal dan tentunya dapat mengembangkan keterampilan guru dalam hal mengajar.
Pada 29 Juni-3 Juli 2015 pelatihan yang dilakukan dihadiri oleh kelima sekolah dasar
(kepala sekolah, guru, dan orang tua) di bawah kerjasama KNIU dan ITS serta dukungan dari
Dinas Pendidikan Kota Mataram. Pelatihan ini telah melibatkan pemangku kepentingan di
sekolah dan juga mengundang akademisi dari universitas sebagai narasumber. Para peserta yang
telah hadir pada pelatihan ini akan mempercepat pengarusutamaan ESD di sekolah. Secara
umum pelatihan AGSI ini bertujuan untuk membuat semua anggota sekolah memahami program
AGSI dengan mudah, baik dalam hal konsep dan implementasi serta bagaimana cara untuk
5
mengevaluasi program nantinya. Berikut ini adalah tujuan dari pelatihan AGSI tersebut
(UNESCO Jakarta Office, 2016):
1. Mengembangkan visi, misi, kebijakan, strategi, dan program yang didasarkan pada
AGSI.
2. Mengembangkan manajemen sekolah berdasarkan program AGSI.
3. Mengembangkan materi dan metode pembelajaran yang mengintegrasikan aspek
pembangunan berkelanjutan di Indonesia ke dalam proses pembelajaran.
4. Mengembangkan kegiatan ekstrakurikuler berdasarkan isu pembangunan
berkelanjutan.
5. Mengembangkan kesadaran dan komitmen anggota sekolah untuk mengelola dan
melestarikan lingkungan.
6. Mendorong semua anggota sekolah untuk berpartisipasi aktif dalam
mengimplementasikan program AGSI.
7. Meningkatkan kemampuan sekolah untuk membangun keterlibatan dengan semua
pemangku kepentingan sekolah yang di dalamnya juga termasuk masyarakat, NGO
(Non-Governmental Organization), pemerintah daerah, perusahaan, dan lain-lain)
untuk mempromosikan pembangunan berkelanjutan dan memastikan keberlanjutan
program AGSI.
Kegiatan pelatihan ini telah dirancang agar fleksibel, mulai dari sisi materi hingga
metode pelatihan sehingga dapat diikuti oleh seluruh peserta yang terdiri atas berbagai
tingkatan. Ruang lingkup dalam pelatihan ini tidak hanya untuk menyampaikan materi/substansi
kepada para peserta, tetapi juga keterampilan yang harus mereka miliki setelah berpartisipasi
dalam pelatihan AGSI. Materi yang diberikan fleksibel sehingga hal ini berarti dapat digunakan
atau diimplementasikan oleh sekolah mana pun. Dalam pelatihan ini terdapat sesi pelatihan guru
yang mana penyampaian materinya menggunakan berbagai metode seperti dengan presentasi
dalam PowerPoint, diskusi kelompok, kerja kelompok, bermain peran (role playing), diskusi dan
evaluasi dengan pre and post test. Kelima sekolah dasar yang dijadikan sebagai tempat uji coba
AGSI adalah SDN 5 Cakranegara, SDN 5 Mataram, SDN 11 Mataram, SDN 7 Ampenan, dan
SDN 21 Ampenan. Lima sekolah tersebut dipilih oleh Dispora (Dinas Pemuda dan Olahraga)
Kota Mataram setelah diamati oleh tim AGSI bersama angggota Dispora. Untuk jumlah peserta
yang lebih jelas dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
6
Tabel 4.1.1
Jumlah Peserta
Nama
Sekolah/Institusi
Kepala
Sekolah
Guru Komite
Sekolah
Superintendent Universitas Total
SDN 5
Cakranegara
1 8 1 1 - 11
SDN 5 Mataram 1 8 1 1 - 11
SDN 11 Mataram 1 8 1 1 - 11
SDN 7 Ampenan 1 8 1 1 - 11
SDN 21
Ampenan
1 9 1 2 - 13
Universitas - - - - 3 3
Total 60
Sumber: Project Adiwiyata-Green Schools and Empowering Low Income Communities for the Sustainable Future
of Indonesia (2016)
Pelatihan ini telah memperkenalkan konsep dasar ESD untuk dimasukkan ke dalam
kurikulum bagi guru, mengidentifikasi kegiatan adaptasi lokal dan kegiatan mitigasi untuk
kegiatan siswa. Metode pengajaran dan pembelajaran yang berpusat pada peserta yang
digunakan dalam pelatihan ini telah memperkenalkan konsep dasar perubahan iklim serta
memasukkan unsur-unsur yang relevan ke dalam program pengajaran ketika di sekolah nanti.
Pelatihan ini dinilai telah membantu untuk mengembangkan guru dan pemangku kepentingan di
sekolah dalam memahami perubahan iklim. Para peserta melaporkan bahwa pemahaman mereka
meningkat. Seluruh peserta setuju bahwa:
1. Isi pelatihan terorganisir, informatif, dan relevan terhadap pengajaran ESD yang sesuai
dengan kurikulum nasional.
2. Materi pelatihan disusun dengan baik, dijelaskan dengan baik dan relevan.
3. Kegiatan pelatihan sangat bermakna dan dikemas dengan menarik serta diperkaya dengan
sesi diskusi yang produktif untuk brainstorming dan menghasilkan ide/gagasan.
4. Fasilitator pelatihan memiliki pengalaman yang relavan, berwawasan luas, serta
menyampaikan materi secara efektif dan baik.
7
5. Pelatihan ini menyajikan paparan yang bermakna dan bermanfaat bagi pengajaran ESD
dan juga pengembangan materi pengajaran ESD saat di sekolah.
6. Pelatihan ini memberikan pendidikan mengenai ESD dan sistem pendidikan Indonesia
sehingga dapat meningkatkan keterampilan pedagogi para guru dalam mengajar ESD
untuk mencapai pembangunan berkelanjutan.
Upaya mempromosikan program AGSI terus dilakukan setelah pelatihan, yakni dengan
mengadakan workshop. UNESCO Jakarta, KNIU, dan Kemdikbud melakukan kerjasama dengan
para guru dan masyarakat untuk mengadakan workshop tentang “Sekolah Hijau Nasional:
Menjelajahi Kemitraan yang Sinergis dengan Jaringan Sekolah Nasional untuk Mempromosikan
Program Aksi Global pada ESD di Indonesia”. Workshop ini dilakukan selama dua hari pada 1-2
Oktober 2015. Para peserta yang hadir dalam workshop ini berjumlah 100 peserta yang di
dalamnya sudah termasuk perwakilan pejabat dan pakar pendidikan dari KNIU, para ahli dari
ITS, serta guru dari 50 sekolah dasar dan menengah dari Sumatera (Padang, Riau, dan Jambi),
Kalimantan (Pangkalan Bun, Balikpapan, dan Banjarmasin), Jakarta, Jawa Barat (Bandung),
Jawa Tengah (Yogyakarta), Jawa Timur (Surabaya), Sulawesi (Kendari dan Makassar), dan Nusa
Tenggara Barat (Mataram).
Workshop yang diselenggarakan selama dua hari ini dibagi menjadi tujuh sesi yang terdiri
dari:
1. Pembangunan Berkelanjutan
2. Praktik yang baik dari AGSI untuk mempromosikan ESD
3. Diskusi tentang kemitraan antara sekolah AGSI di seluruh Indonesia di masa yang
akan datang.
4. Praktek yang baik dari ASPNet (UNESCO Associated School Project Network) untuk
mempromosikan ESD
5. Diskusi tentang kemitraan antara AGSI dan ASPNet di seluruh Indonesia di masa
yang akan datang
6. Praktik yang baik untuk kampung/pemukiman yang berkelanjutan
7. Diskusi tentang kemitraan antara AGSI dan kampung berkelanjutan di masa yang
akan datang
Pada hari pertama workshop Ibu Noor Endah Mochtar dan Ibu Agnes Tuti Rumiati dari
Kemdikbud memaparkan konsep Program Aksi Global dan AGSI dan berbagi informasi tentang
8
praktik yang baik dari AGSI. Selama diskusi kelompok, para guru berdiskusi untuk
mengidentifikasi dan merumuskan mitra potensial dan kemitraan di antara sekolah AGSI.
Hasilnya adalah rekomendasi strategis untuk implementasi Program Aksi Global dan AGSI di
sekolah-sekolah di Indonesia. Pada hari kedua workshop, Ibu Hasnah Gasim dari Kemdikbud
memperkenalkan peran dan potensi ASPNet ke sekolah-sekolah. Selanjutnya, Ibu Happy
Sumartinah dari ITS mempresentasikan praktik yang baik untuk kampung berkelanjutan.
Workshop yang telah dilakukan selama dua hari ini memberikan pendidikan menyeluruh
bagi para pemangku kepentingan pada tingkat nasional yang di dalamnya termasuk sekolah dasar
dan sekolah menengah di Indonesia dengan pemahaman holistik yang lebih baik mengenai
konsep ESD dan masyarakat yang berkelanjutan dan bagaimana hal itu dapat diintegrasikan ke
dalam kurikulum sekolah untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan mendukung visi
Indonesia untuk pembangunan berkelanjutan. Dalam evaluasi yang dilakukan pasca pelatihan,
seluruh peserta menyatakan bahwa:
1. Pengetahuan guru tentang ESD dan kepercayaan diri dalam mengajarkan topik sangat
meningkat.
2. Memanfaatkan berbagai metodologi pengajaran seperti kegiatan kelompok, diskusi
kelompok, pelibatan masyarakat memungkinkan pembelajaran yang lebih baik
dibandingkan dengan pembelajaran yang hanya menggunakan metode ceramah.
Adapun rekomendasi yang dihasilkan dari workshop ini adalah:
1. Kemdikbud perlu mengatasi isi dan tujuan pendidikan
2. Menerima ESD dan Proyek Aksi Global sebagai cara untuk mencapai pendidikan
yang berkualitas
3. Meminta UNESCO untuk mendukung Kemdikbud dalam upaya memperluas AGSI
dan pembangunan berkelanjutan ke sekolah yang lain melalui pelatihan dan workshop
agar ESD dapat dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah.
Pada tanggal 3 dan 4 November 2015, UNESCO Jakarta dan delegasi MFIT (Malaysia
Funds-in Trust) dari negara-negara Asia Pasifik (Malaysia, Fiji, Vanuatu, Tuvalu, dan Samoa)
telah menghadiri rapat studi banding mengenai pendidikan di Kota Mataram untuk belajar dari
lima sekolah dasar yang mengimplementasikan AGSI. Para delegasi ingin belajar dari
pengalaman sekolah yang menerapkan konsep ESD yang fokusnya adalah meningkatkan kualitas
pendidikan dan mendidik anak-anak serta masyarakat tentang pembangunan berkelanjutan.
9
Diharapkan pertemuan ini dapat mempererat hubungan dan kerjasama antara Indonesia,
Malaysia, dan negara Asia Pasifik lainnya dalam strategi untuk menyebarluaskan ESD
(UNESCO Jakarta Office, 2016).
4.2 Implementasi AGSI
Pada konteks pendidikan formal melalui komponen sekolah, mitra pelaksana
mengumumkan bahwa lima sekolah dasar di Kota Mataram terpilih untuk menerapkan program
AGSI. Melalui wawancara dengan Staf Ahli Menteri Bidang Inovasi dan Daya Saing yang
dilakukan pada tanggal 6 April 2018, menurut beliau kenapa sekolah dasar di Kota Mataram
yang terpilih, hal ini karena pihak Kemdikbud ingin agar kualitas pendidikan di pulau Jawa dan
luar pulau Jawa seimbang. Apabila program diimplementasikan di pulau Jawa maka akan lebih
mudah karena infrastrukturnya sudah memadai, berbeda dengan di luar pulau Jawa yang
infrastrukturnya belum memadai sehingga hal ini yang menjadi pertimbangan untuk memilih
lima sekolah dasar di Mataram. Selain itu, pemerintah daerah Kota Mataram memiliki komitmen
yang cukup tinggi terhadap pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan jika dibandingkan
dengan komitmen pemerintah daerah lain yang di luar pulau Jawa. Kemudian, letak geografis
Kota Mataram yang berada di wilayah tengah Indonesia menjadi pertimbangan agar program ini
diimplementasikan di sana.
Di awal pengimplementasian program ini, pengetahuan dan keterampilan guru sangat
terbatas terkait dengan AGSI dan konsep ESD. Kegiatan yang memiliki kaitan dengan ESD dan
infrastruktur pendukung juga terbatas. Program yang diuji coba ini dimulai dengan pelatihan
intensif yang diberikan kepada sekolah dan kemudian diikuti dengan implementasi di sekolah-
sekolah. Setelah mengikuti pelatihan AGSI, kelima sekolah dasar yang menjadi tempat uji coba
mulai mempromosikan AGSI kepada para pemangku kepentingan terutama kepada komite
sekolah untuk mempercepat program AGSI. Untuk mendukung hal tersebut maka evaluasi
terhadap sekolah, kebijakan sekolah dan perencanaan perbaikan sekolah telah dikembangkan
secara bersama-sama dengan para pemangku kepentingan.
Implementasi AGSI di lima sekolah dasar di Kota Mataram dilakukan dengan
memasukkan konsep ESD ke dalam visi dan misi sekolah. Kemudian, dalam hal manjaemen
pengembangan sekolah, pemangku kepentingan dilibatkan dan manajemen sekolah
dikembangkan berdasarkan kebutuhan sekolah. Selanjutnya, implementasi AGSI juga dapat
dilihat dalam hal pengembangan kegiatan pembelajaran yang mana kegiatan pembelajaran dan
10
pengajaran sudah tidak berpusat pada guru melainkan siswa dan hal-hal mengenai ESD telah
diintegrasikan ke dalam materi pembelajaran. Metode pengajaran pun tidak hanya menggunakan
ceramah tetapi menggunakan metode lain seperti dengan membentuk kelompok diskusi. Untuk
mendukung program ini, sekolah juga telah membangun infrastruktur yang memadai untuk
mendukung kegiatan siswa terkait dengan ESD (UNESCO Office Jakarta, 2016).
Sekolah-sekolah di Kota Mataram menerapkan beberapa program untuk implementasi
AGSI. Dari segi pendidikan karakter, sejumlah program yang diterapkan adalah program Cerdas
Sedekah. Pada program ini, setiap pagi para siswa melakukan bersih-bersih di lingkungan
sekolah dan senam pagi. Setelah para siswa selesai melakukan hal tersebut, mereka akan berbaris
di depan kelas masing-masing. Saat berbaris, mereka telah menyiapkan uang sebesar Rp500,-
atau Rp1.000,- untuk dimasukkan ke dalam kotak atau kaleng yang telah disiapkan. Para siswa
ini menyisihkan uang saku mereka untuk bersedekah. Melalui program ini, para siswa didorong
untuk peduli sosial. Uang dijadikan sebagai sarana untuk berbagi dengan sesama. Sedekah yang
diberikan oleh para siswa bermanfaat untuk mereka sendiri dan juga lingkungan sekolah.
Contohnya, sedekah ini digunakan untuk memberikan uang duka kepada orang tua atau keluarga
siswa yang meninggal, membeli sandal kamar mandi siswa, membeli alat kebersihan toilet,
memperbaiki dan memperindah toilet siswa dan kantin siswa, serta membuat rompi untuk Laskar
Bersih dan Laskar Aman. Kemudian ada program Laskar Bersih dan Laskar Aman. Kedua laskar
tersebut memiliki tugas masing-masing. Laskar Bersih bertugas untuk mengontrol kebersihan
sekolah, mulai dari halaman sekolah sampai kantin sekolah. Laskar Bersih terdiri atas empat
orang, dua orang bertugas untuk mengontrol halaman sekolah. Mereka mengerahkan siswa lain
untuk turut terlibat dalam pemungutan sampah di lingkungan sekolah. Jumlah siswa lain yang
dikerahkan disesuaikan dengan luas lingkungan sekolah dan jumlah siswa di sekolah. Lalu, dua
anggota Laskar Bersih lainnya bertugas untuk mengontrol di kantin sekolah. Mereka memantau
kegiatan pemilahan sampah yang dilakukan oleh siswa lain dan memastikan bahwa sampah
tersebut dimasukkan ke dalam tempat sampah yang sesuai dengan jenis sampahnya. Laskar
Bersih bertugas selama seminggu. Setelah itu, mereka akan digantikan dengan petugas
berikutnya secara bergantian dengan setiap kelas sehingga siswa dari setiap kelas memiliki
kesempatan yang sama untuk turut terlibat. Untuk Laskar Aman, mereka juga terdiri dari siswa
yang bertugas untuk menjaga keamanan sekolah, baik di kelas maupun sekolah dan lingkungan
sekitar sekolah. Kemudian, ada program Budaya 3S (Senyum, Salam, Sapa). Program ini
11
dikembangkan sebagai upaya untuk mendorong siswa agar mereka menjadi orang yang ramah
terhadap siapa saja. Mereka dilatih dan dibimbing untuk memperlakukan tamu yang datang ke
sekolah dengan memberikan senyuman, mengucapkan salam, menanyakan keperluan tamu
tersebut, dan mengantar tamu tersebut sampai ke tujuannya. Lalu, ada program Tukar Kado.
Sekolah-sekolah di Kota Mataram dekat dengan pesisir pantai. Pada kenyataannya, lingkungan
tempat tinggal juga turut berpengaruh pada karakter siswa. Karakter mereka sebagai anak pesisir
pantai adalah sulit diatur, keras, dan mudah tersinggung. Didikan dari orang tua yang keras juga
turut berpengaruh dalam pembentukan karakter mereka. Oleh karena itu, sikap sopan dan santun
serta saling menyayangi sangat perlu untuk dibina. Upaya yang dilakukan untuk menumbuhkan
rasa saling menyayangi antar siswa adalah dengan melakukan kegiatan tukar hadiah dengan
temannya. Para siswa menyiapkan hadiah maksimal seharga Rp5.000,- lalu mereka mengambil
kartu undian yang bertuliskan nama teman mereka. Nama yang tertulis dalam kartu undian
kemudian diberi hadiah oleh siswa yang mengambil undian. Siswa yang telah mendapat hadiah
mengambil undian selanjutnya dan memberikan hadiah kepada yang namanya tertulis diundian.
Hal ini dilakukan begitu seterusnya sampai seluruh siswa mendapat hadiah. Meskipun kegiatan
ini terlihat sederhana, namun kegiatan ini dapat menciptakan suasana yang menyenangkan dan
penuh keceriaan bagi para siswa. Mereka bahagia setelah menerima hadiah dari temannya. Para
siswa bahkan antusias dalam menantikan tukar hadiah selanjutnya. Upaya lain yang dilakukan
untuk membina karakter mereka adalah dengan Kartu Karakter. Dalam kartu ini terdapat
beberapa kegiatan yang harus dilakukan dan dievaluasi oleh mereka sendiri setiap pulang
sekolah. Jika siswa berhasil melakukan semua kegiatan yang tertulis dalam kartu, mereka akan
mendapat penghargaan berupa bintang kelas yang ditempel di papan bintang kelas yang ditaruh
di depan kelas. Ketika siswa telah mengumpulkan 10 bintang, maka mereka akan mendapat
hadiah. Dari segi pembentukan sikap, ada beberapa program yang telah dilakukan sebagai bagian
dari implementasi AGSI. Program yang dimaksud antara lain seperti Pemilahan Sampah Organik
dan Anorganik. Dalam program ini, siswa dilatih untuk memilah sampah berdasarkan jenisnya.
Melalui hal tersebut, para siswa menjadi terbiasa untuk memilah sampah sejak dini. Setelah
pemilahan itu dilakukan, sampah organik dijadikan sebagai pupuk, sedangkan sampah anorganik
seperti plastik dan sampah kertas dijual ke pengepul sampah. Kemudian, ada program
Pembentukan Regu Piket Toilet. Regu piket ini berasal dari kelas 4, 5, dan 6. Mereka
bertanggungjawab atas kebersihan toilet. Melalui pembentukan regu piket ini, diharapkan agar
12
para siswa menjadi sadar akan pentingnya menjaga kebersihan toilet karena apabila kebersihan
toilet tidak dijaga maka dapat menimbulkan berbagai penyakit. Pelaksanaan program ini
dilakukan dengan sistem kontrol, yaitu dengan menyiapkan papan karakter. Bersih atau tidaknya
toilet dapat dilihat dari papan karakter tersebut. Penilaian terhadap kebersihan toilet dilakukan
oleh guru piket yang melakukan kontrol sebanyak dua kali dalam sehari. Dari segi pengetahuan,
program yang dilakukan untuk implementasi AGSI adalah dengan menerapkan pendekatan
tematik dan pendekatan saintifik dalam pengajaran di kelas dari kelas 1 hingga kelas 6.
Pendekatan tematik ini adalah dengan memadukan beberapa mata pelajaran sekaligus dengan
berfokus pada tema yang indikator mata pelajaran Agama, Bahasa Indonesia, Pendidikan
Kewarganegaraan, IPA, IPS, Seni Budaya, serta Pendidikan Jasmani dan Kesehatan. Tema yang
dimaksud di sini adalah ESD karena disesuaikan dengan program AGSI itu sendiri. Sedangkan
untuk pendekatan saintifik yang dimaksud adalah proses pembelajaran yang dipadukan dengan
proses ilmiah. Adapun metode ilmiah dalam proses pembelajaran adalah dengan mengamati
(menyimak, melihat, membaca, dan menulis), menanya, mengumpulkan informasi/eksperimen,
mengolah informasi, dan mengomunikasikan. Selain itu, program lainnya adalah dengan
melakukan inovasi terhadap perpustakaan. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk
membudayakan gemar membaca di sekolah sehingga wawasan atau pengetahuan siswa semakin
bertambah. Inovasi yang dilakukan adalah pengelolaan perpustakaan berbasis IT. Software E-
library digunakan agar memudahkan alur peminjaman dan pengembalian buku. Kartu
perpustakaan dicetak untuk seluruh siswa dengan menggunakan sistem barcode. Kartu ini
berfungsi untuk mencatat peminjaman dan pengembalian buku. Perpustakaan berbasis IT ini juga
memudahkan petugas perpustakaan untuk mengetahui jumlah denda siswa yang terlambat
mengembalikan buku. Dana yang terkumpul dari denda tersebut digunakan untuk pengembangan
perpustakaan. Selanjutnya, ada juga program Kupon Berhadiah. Setiap kali siswa meminjam
buku, mereka akan mendapat satu kupon berhadiah yang diundi setiap dua minggu sekali.
Sekolah melakukan kerjasama dengan DASI (Dompet Amal Sejahtera Ibnu Abas) NTB untuk
pengadaan hadiah. Program ini dapat mendorong minat baca siswa karena semakin banyak
mereka membaca buku, semakin banyak kupon yang didapatkan sehingga kesempatan mereka
untuk mendapat hadiah juga semakin banyak. Agar siswa tidak hanya sekedar meminjam buku
untuk mendapat kupon hadiah, maka perpustakaan mengeluarkan kartu baca. Tujuan dari kartu
baca ini adalah untuk mengetahui buku apa saja yang dibaca oleh siswa dan melatih mereka
13
untuk menuliskan rangkuman dari bacaan tersebut karena dalam kartu baca terdapat kolom untuk
isi/intisari buku. Sekolah tidak hanya membuat program yang melibatkan seluruh warga sekolah
melainkan juga keluarga para siswa. Program yang dimaksud adalah Keluarga Laskar yang mana
keluarga dari tiga siswa pada setiap kelas dipercayakan sebagai keluarga laskar. Keluarga yang
terpilih ini akan diundang ke sekolah dan mereka mendapat pengarahan terkait dengan program
dan kegiatan sekolah, khususnya dalam hal menjaga kebersihan dan lingkungan. Keluarga ini
kemudian didorong untuk berkomitmen dalam menerapkan program yang telah dilaksanakan di
sekolah. Diharapkan keluarga ini dapat menularkan kebiasaan baik dalam hal menjaga
lingkungan kepada para tetangga sehingga masyarakat semakin partisipatif dalam pencapaian
pembangunan yang berkelanjutan (Kemdikbud, 2016). Ada pula kegiatan ekstrakurikuler yang
diterapkan oleh sekolah dengan tujuan untuk mengembangkan keterampilan para siswa.
Kegiatannya antara lain adalah kegiatan pengelolaan sampah dan pemanfaatan lahan sekolah.
Kegiatan pengelolaan sampah dilakukan dengan 3R, yaitu reuse, reduce, dan recycle. Melalui
kegiatan ini, para siswa tidak hanya memilah sampah dan mengurangi penggunaan bahan sekali
pakai, melainkan juga diajarkan untuk mendaur ulang sampah menjadi sesuatu yang
berguna/membuat kerajinan dari bahan sampah. Pembuatan kerajinan dari sampah yang telah
dikumpulkan itu berbentuk vas bunga, taplak, aksesoris/hiasan, dan kotak tissue. Melalui
kegiatan ini tentunya keterampilan para siswa menjadi terasah. Jika hasil dari kerajinan tersebut
ingin dipasarkan maka para siswa dapat membuat sebuah pameran (KNIU, 2015). Selanjutnya
dalam hal pemanfaatan lahan sekolah, sekolah telah membangun kembali kebun sekolah
sehingga dapat difungsikan untuk lahan pembibitan herbal dan digunakan untuk pembelajaran
para siswa (UNESCO Office Jakarta, 2016).
Program-program yang telah dilakukan di atas merupakan implementasi dari AGSI yang
mana telah sesuai dengan Kurikulum 2013 karena memenuhi SKL yang terdiri atas sikap,
pengetahuan, dan keterampilan dan telah menerapkan pendekatan tematik dan pendekatan
saintifik. Selain itu jika merujuk pada indikator keberhasilan AGSI untuk level sekolah, maka
sekolah-sekolah di Mataram telah memenuhi indikator tersebut karena visi dan misi sekolah
telah berlandaskan konsep ESD, diterapkannya program-program yang bertujuan membentuk
karakter para siswa, pengembangan pengelolaan sekolah melalui peningkatan fasilitas sanitasi
dan kantin sekolah, serta diintegrasikannya isu ESD ke dalam pembelajaran di kelas.
Keberhasilan AGSI tidak hanya dipengaruhi oleh sekolah, melainkan juga oleh pemerintah
14
daerah Kota Mataram yang turut mengambil bagian dengan cara membuka ruang yang besar
bagi sekolah untuk berinovasi sesuai dengan program AGSI. Artinya, dalam hal ini pemerintah
daerah telah menunjukkan komitmen yang besar untuk menjalankan AGSI sesuai dengan
tujuannya. Akan tetapi, keberhasilan yang dicapai oleh pemerintah Mataram belum dapat
dikategorikan ke dalam indikator keberhasilan AGSI untuk level pemerintah. Hal ini terjadi
karena indikator keberhasilan AGSI untuk level pemerintah menargetkan pengimplementasian
AGSI ke seluruh wilayah Indonesia. Namun hingga saat ini hal tersebut belum dapat dicapai
karena implementasinya masih sebatas uji coba terhadap lima sekolah dasar di Mataram. Untuk
profil kelima sekolah dasar yang menjadi tempat uji coba AGSI dapat dilihat pada tabel di bawah
ini:
Tabel 4.2
No. Nama Sekolah Profil Sekolah
1. SDN 5 Cakranegara NPSN (Nomor Pokok Sekolah Nasional):
50204641
Sekolah yang mendapat akreditasi A pada
tahun 2012 lalu terletak di Desa Bertais,
Distrik Sandubaya, Kota Mataram.
Sekolah ini memiliki 10 guru, 192 murid
dengan 6 ruang kelas yang rata-rata
terdiri dari 32 murid per ruang kelas.
Sekolah ini juga memiliki perpustakaan
sekolah.
2. SDN 5 Mataram NPSN: 50204640
Sekolah yang mendapat akreditasi A
tahun 2008 lalu terletak di Desa Dasan
Agung, Kabupaten Selaparang, Kota
Mataram. sekolah ini memiliki 17 guru
dan 398 murid dengan 12 ruang kelas
yang rata-rata terdiri atas 33 siswa.
3. SDN 11 Mataram NPSN: 50204655
Sekolah ini mendapat akreditasi A pada
15
tahun 2013 dan terletak di Desa Rembiga,
Kecamatan Selaparang, Kota Mataram.
Sekolah ini memiliki 10 guru dan 248
murid dengan 7 ruang kelas yang rata-rata
terdiri atas 41 siswa per ruang kelasnya.
4. SDN 7 Ampenan NPSN: 50204636
Sekolah ini terakreditasi A pada tahun
2008 dan terletak di Desa Ampenan,
Distrik Ampenan, Kota Mataram.
Sekolah ini memiliki 12 guru dan 261
murid dengan 9 ruang kelas yang rata-rata
terdiri atas 29 siswa per ruang kelasnya.
Sekolah ini memiliki sebuah
perpustakaan sekolah.
5. SDN 21 Ampenan NSPN: 50204597
Sekolah ini terakreditasi B dan terletak di
Desa Pondok Perasi, Kabupaten
Ampenan, Kota Mataram. Sekolah ini
juga dikenal sebagai Sekolah Laskar
Pesisir, memiliki 13 guru dan 260 murid
dengan 7 ruang kelas yang rata-rata
terdiri atas 32 siswa per ruang kelasnya.
Sekolah ini memiliki sebuah
perpustakaan sekolah.
Sumber: Project Adiwiyata-Green Schools and Empowering Low Income Communities for the Sustainable Future
of Indonesia (2016)
Pada implementasi program AGSI di lima sekolah dasar di Mataram, peneliti melihat dari
sudut pandang liberalisme institusional. Dalam teori tersebut, institusi internasional dipercaya
dapat membuat kerjasama lebih mudah. Kerjasama membuka jalan pada negara untuk membuat
regulasi baru untuk menerapkan suatu inovasi yang bertujuan untuk meningkatkan standar
negara dalam hal ini adalah perkembangan pendidikan yang berkualitas. Bergabungnya
16
Indonesia ke dalam UNESCO membawa keuntungan, salah satunya adalah dengan terbentuknya
KNIU. KNIU dikatakan menjadi sebuah keuntungan karena kehadirannya mampu menjembatani
kepentingan Indonesia yang dalam hal ini adalah perkembangan pendidikan dan kepentingan
UNESCO dalam menerapkan ESD dan memimpin pencapaian Agenda Pendidikan Global 2030.
Untuk menjembatani kepentingan dari Indonesia dan UNESCO maka dibentuklah program
AGSI yang diinisiasi oleh KNIU. AGSI merupakan implementasi dari ESD dan turut
berkontribusi pada TPB ke-4, yaitu menjamin pendidikan berkualitas yang merupakan bagian
dari Agenda Pendidikan Global 2030. AGSI telah disesuaikan dengan kurikulum yang berlaku di
Indonesia, yakni Kurikulum 2013 sehingga pengimplementasian AGSI ini searah dengan
kepentingan Indonesia. Pembentukan KNIU tidak lepas dari keanggotaan Indonesia di
UNESCO. Peran KNIU cukup besar dalam hal ini karena membantu untuk melancarkan
kerjasama antara Indonesia dan UNESCO sehingga keduanya mendapat keuntungan. Indonesia
mendapat keuntungan dari segi pengembangan pendidikan sedangkan keuntungan yang
diperoleh UNESCO melalui AGSI adalah dengan terbantunya UNESCO dalam implentasi ESD
dan untuk mencapai Agenda Pendidikan Global 2030. Dalam liberalisme institusional negara
menjadi aktor utama. Negara memang menjadi aktor terdepan dalam proses negosiasi atau
rencana kerjasama, akan tetapi yang akan mengolah atau menjalankan hasil dari negosiasi dan
rencana kerjasama adalah institusi dalam negara yang dalam hal ini adalah KNIU.
Jika dilihat dari konsep pilar-pilar pendidikan UNESCO, pengimplementasian AGSI
telah sesuai dengan keempat pilar. Pengajaran yang tidak lagi berpusat pada guru melainkan
siswa mendukung pilar pertama, learning to know. Pengajaran yang berpusat pada siswa
memberi ruang bagi siswa untuk melakukan eksplorasi dengan diri mereka sendiri sehingga
menumbuhkan sikap ingin tahu yang mengarah pada kemampuan untuk mencari jawaban atas
masalah yang dihadapi. Kemudian, implementasi AGSI melalui pemilahan sampah berdasarkan
jenisnya mendukung pilar kedua, learning to do. Melalui program ini para siswa menjadi tahu
pentingnya pemilahan sampah yang berpengaruh terhadap lingkungan yang berkelanjutan dan
tidak hanya sekedar tahu informasi tersebut, mereka juga turut mengambil tindakan untuk
melakukannya sehingga mereka learning by doing. Dalam pilar berikutnya, learning to be,
penguasaan pengetahuan dan keterampilan menjadi bagian dari proses untuk menjadi diri sendiri.
Hal sederhana yang dilakukan untuk memenuhi pilar ini adalah melalui pengelolaan sampah
yang mana para siswa dapat membuat kerajinan dari bahan sampah. Selanjutnya, sejumlah
17
program yang telah dilaksanakan untuk pengembangan pendidikan karakter siswa membantu
para siswa untuk dapat belajar hidup bersama di tengah masyarakat. Hal ini karena program-
program itu bertujuan untuk menumbuhkan sikap saling menghargai, sopan santun, saling
menyayangi, ramah, dan peduli sosial. Dengan demikian, hal ini memenuhi pilar yang keempat,
learning to live together.
top related