bab iii metode penelitian 3.1 gambaran umum objek …
Post on 30-Nov-2021
4 Views
Preview:
TRANSCRIPT
80
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Gambaran Umum Objek Penelitian
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau yang biasa dikenal dengan singkatan KPP
Pratama merupakan unit kerja dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang
melaksanakan pelayanan kepada masyarakat baik yang telah terdaftar sebagai
Wajib Pajak maupun yang belum terdaftar sebagai Wajib Pajak. Berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan nomor 234/PMK.01/2015 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Kementerian Keuangan, tugas Direktorat Jenderal Pajak adalah
merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang
perpajakan. Organisasi DJP terbagi atas unit kantor pusat dan unit kantor
operasional. Kantor pusat terdiri atas Sekretariat Direktorat Jenderal, direktorat,
dan jabatan tenaga pengkaji. Unit kantor operasional terdiri atas Kantor Wilayah
DJP (Kanwil DJP), Kantor Pelayanan Pajak (KPP), Kantor Pelayanan,
Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP), dan Pusat Pengolahan Data dan
Dokumen Perpajakan (PPDDP) (Pajak.go.id). Berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 211/PMK.03/2017 Pasal 1 Kantor Pelayanan Pajak adalah
instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada dibawah dan bertanggung
jawab langsung kepada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP)
(kemenkeu, 2017).
81
KPP Pratama Serpong adalah salah satu dari beberapa Kantor
Pelayanan Pajak yang ada di wilayah DJP Banten. Adapun visi dan misi
KPP Pratama Serpong guna mencapai target penerimaan pajak adalah visi KPP
Pratama Serpong menjadi model pelayanan prima yang mendorong kepatuhan
masyarakat Wajib Pajak yang akan menciptakan keberhasilan dalam menghimpun
penerimaan negara dari sektor pajak, misi fiskal KPP Pratama Serpong
mengamankan rencana penerimaan pajak dengan efektifitas dan efisiensi tinggi di
wilayah Serpong, misi kelembagaan KPP Pratama Serpong meningkatkan kinerja
berkelanjutan dalam rangka teknokrasi perpajakan dan optimalisasi pelayanan
publik. Penelitian ini membahas pengaruh jumlah pengusaha kena pajak, self
assessment system, penagihan pajak, dan restitusi kelebihan pembayaran Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) terhadap penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Objek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kantor Pelayanan
Pajak (KPP) Pratama Serpong yang telah terdaftar di wilayah Serpong dan
beralamat di Jalan Raya Serpong Sektor VIII Blok 405 No. 4, BSD, Tangerang,
KPP Pratama Serpong mencakup wilayah kerja Kota Tangerang Selatan. Lingkup
kerja KPP Serpong adalah Kecamatan Serpong, Kecamatan Serpong Utara,
Kecamatan Setu. Periode yang digunakan dalam penelitian ini adalah tahun 2016-
2019.
82
3.2 Metode Penelitian
Metode penelitian ini menggunakan penelitian hubungan sebab akibat (causal
study). Menurut Sekaran dan Bougie (2016), causal study adalah metode
penelitian yang digunakan untuk menggambarkan hubungan sebab akibat dari satu
atau lebih masalah. Penelitian ini menggunakan hubungan sebab akibat (causal
study) untuk menguji pengaruh variabel independen yaitu jumlah Pengusaha Kena
Pajak, self assessment system, penagihan pajak, dan restitusi kelebihan
pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN), terhadap penerimaan Pajak
Pertambahan Nilai (PPN).
3.3 Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini terdapat 5 variabel yaitu 1 variabel dependen (Y)
dan 4 variabel independen (X). Menurut Sekaran dan Bougie (2016), variabel
dependen merupakan variabel yang menjadi sasaran utama penelitian, sedangkan
variabel independen merupakan variabel yang mempengaruhi variabel dependen
baik secara positif maupun secara negatif.
Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), sedangkan variabel independen
dalam penelitian ini adalah jumlah Pengusaha Kena Pajak, self assessment
system, penagihan pajak, dan restitusi kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan
Nilai (PPN).
83
3.3.1 Variabel Dependen
Variabel dependen adalah variabel yang menjadi sasaran utama dalam penelitian
(Sekaran dan Bougie, 2016). Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah
penerimaan yang didapat negara yang berasal dari pajak yang dikenakan atas
penyerahan, pemanfaatan ekspor, dan impor atas Barang Kena Pajak (BKP)
maupun Jasa Kena Pajak (JKP) oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP).
Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang diterima Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) dapat berbeda tiap bulannya. Penerimaan Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) (Y) ini diukur dengan menggunakan jumlah penerimaan
Pajak Pertambahan Nilai setiap bulan, dimulai dari Januari 2016 sampai dengan
Desember 2019 dengan menggunakan skala rasio (Jayanti, et. al., 2019).
3.3.2 Variabel Independen
Variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi variabel dependen baik
secara positif maupun secara negatif (Sekaran dan Bougie, 2016). Penelitian ini
menggunakan 4 (empat) variabel independen, yaitu jumlah Pengusaha Kena Pajak
(X1), self assessment system (X2), penagihan pajak (X3), dan restitusi kelebihan
pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) (X4). Berikut penelitian variabel
independen yang digunakan adalah:
84
1. Jumlah Pengusaha Kena Pajak
Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan
barang kena pajak dan atau penyerahan jasa kena pajak yang dikenakan pajak
berdasarkan undang-undang Pajak pertambahan Nilai. Menurut Lubis (2016),
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dikenakan setiap orang di dalam daerah pabean
yang mengonsumsi Barang Kena Pajak (BKP) dan ata Jasa Kena Pajak (JKP)
yang menjadi objek pemungutan Pajak Pertambahan Nilai, meskipun belum
mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Hasil pemungutan Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) nantinya akan disetorkan ke kas negara dan dilaporkan
ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dimana Pengusaha Kena Pajak yang
bersangkutan terdaftar. Dalam hal ini Pengusaha Kena Pajak (PKP) untuk
melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) yang sebenarnya terutang, Pengusaha Kena Pajak (PKP)
menggunakan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Jumlah Pengusaha Kena Pajak (X1) dalam penelitian ini diukur dengan
menggunakan skala rasio yaitu jumlah PKP terdaftar setiap bulannya di Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Serpong selama periode 2016 sampai dengan 2019.
Pengukuran yang digunakan sesuai dengan pengukuran yang digunakan Renata
dkk (2016) dengan mengumpulkan data atau catatan yang diperlukan sesuai
dengan data penelitian yang dibutuhkan yaitu Jumlah Pengusaha Kena Pajak yang
terdaftar.
85
2. Self Assessment System
Self assessment system adalah sistem pemungutan pajak yang memberikan
wewenang kepada Wajib Pajak (WP) yang harus memiliki kesadaran dan
kepatuhan untuk menghitung, membayar dan melaporkan sendiri jumlah Pajak
terutangnya. Menurut Lubis (2016), self assessment system diterapkan pada
peraturan perundang-undangan perpajakan di Indonesia yang nantinya harus
diaplikasikan dalam pemenuhan Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta sebagian pada Pajak Bumi dan
Bangunan. Pada sistem ini sangat dibutuhkan kesadaran dan kepatuhan dan
memungkinkan adanya potensi Wajib Pajak (WP) untuk tidak melaksankan
kewajiban perpajakannya baik akibat ketidaktauan, kelalaian maupun
kesengajaan yang akan berdampak pada penerimaan pajak (Purba & Rosana,
2019).
SPT masa PPN merupakan surat yang digunakan oleh PKP untuk
melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan dan/atau pembayaran
jumlah PPN yang terutang pada masa tertentu (bulanan). Batas waktu pembayaran
PPN adalah sebelum PPN dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak menggunakan
SPT Masa PPN, yaitu akhir bulan berikutnya. Self assessment system (X2) dalam
penelitian ini diukur dengan menggunakan skala rasio yaitu jumlah nominal SPT
masa PPN Kurang Bayar (KB) yang dilaporkan setiap bulannya di KPP Pratama
Serpong selama periode 2016-2019 (Sitio, 2015).
86
3. Penagihan Pajak
Kepatuhan Wajib Pajak (WP) dalam membayar pajak merupakan posisi strategis
dalam peningkatan penerimaan pajak. Dengan demikian pengkajian terhadap
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepatuhan Wajib Pajak sangat perlu
mendapatkan perhatian. Menurut Pohan (2017), penagihan pajak adalah
serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya
penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan
seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa (SP), mengusulkan
pencegahan melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual
barang yang telah disita. Menurut Maulida dan Adnan (2017), tindakan yang
dilakukan agar penanggung pajak melunasi tunggakan pajak dengan cara
menerbitkan Surat Tagih Pajak (STP) untuk memperingatkan, melaksanakan
penagihan, serta sekaligus memberitahukan Surat Paksa ( S P ) serta sanksinya,
apabila Wajib Pajak ternyata tidak membayar pajak, maka Wajib Pajak tentu
perlu diberikan tindakan tegas untuk dapat melunasi utang pajaknya, hal ini
diwujudkan dalam kegiatan penagihan pajak terhadap Wajib Pajak yang tidak
melunasi utang perpajakannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Melalui tindakan penagihan dapat dibandingkan total penerimaan pajak
atas tunggakan pajak perbulan dengan total tunggakan pajak tiap bulan.
Penagihan Pajak (X3) dalam penelitian ini menggunakan skala rasio yaitu jumlah
tunggakan pajak yang berhasil tertagih dibandingkan dengan jumlah tunggakan
pajak setiap bulannya di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Serpong selama periode
2016 sampai dengan 2019 dengan menggunakan perhitungan indeks pendeflasian
87
data deret waktu (Awar, 1995:547) menurut Ida ayu dan I Ketut Jati (2015) dalam
(Aprilianti et. al., 2018).
4. Restitusi Kelebihan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Restitusi PPN adalah pengembalian jumlah kelebihan pembayaran PPN yang
disebabkan karena jumlah nominal Pajak Masukan (PM) lebih besar dari pada
jumlah nominal Pajak Keluaran (PK). Menurut Riftiasari (2019), PKP yang
memiliki jumlah kredit pajak lebih besar dari pajak terutang berhak mengajukan
pengembalian kelebihan pembaran PPN atau restitusi. Restitusi dapat dilakukan
jika PKP tidak memiliki hutang pajak lainnya, selain itu ada prosedur lainnya
yang harus dipenuhi apabila PKP ingin mengajukan restitusi kepada KPP.
Restitusi kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (X4) dalam
penelitian ini diukur dengan menggunakan skala rasio yaitu jumlah nominal
restitusi PPN yang disetujui di KPP Pratama Serpong setiap bulan selama periode
2016-2019, dengan menggunakan pengukuran sesuai dengan penelitian Riftiasari,
Dinar (2019) yaitu mengumpulkan data sekunder mengenai rekapitulasi restitusi
PPN.
88
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data sekunder. Data sekunder
adalah data yang diperoleh peneliti namun sebelumnya telah diolah terlebih
dahulu oleh pihak lain (Sekaran dan Bougie, 2016). Data yang dibutuhkan dalam
penelitian ini adalah data jumlah realisasi penerimaan Pajak Pertambahan Nilai,
jumlah Pengusaha Kena Pajak yang terdaftar, jumlah nominal SPT Masa PPN
Kurang Bayar (KB) yang dilaporkan, jumlah tunggakan yang berhasil tertagih,
jumlah tunggakan pajak setiap bulannya, dan jumlah Restitusi Pajak Pertambahan
Nilai yang di setujui, dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Serpong setiap
bulan dari tahun 2016-2019 yang akan diolah ke dalam Microsoft Excel kemudian
menggunakan SPSS 25. Data sekunder diperoleh dengan mengajukan permohonan
dan meminta persetujuan dari Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama
Serpong.
3.5 Teknik Pengambilan Sampel
Sekaran dan Bougie (2016) menyatakan populasi merupakan seluruh kelompok
orang, kejadian, atau hal yang menarik untuk diteliti oleh peneliti. Dalam
penelitian ini, populasi yang digunakan adalah semua Wajib Pajak Orang Pribadi
dan Wajib Pajak Badan yang terdaftar Pengusaha Kena Pajak perbulan di Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Serpong selama tahun 2016-2019. Teknik
pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling.
Teknik purposive sampling merupakan teknik penentuan sampel dengan kriteria
89
yang ditentukan dari target atau kelompok tertentu sesuai dengan informasi yang
dibutuhkan peneliti (Sekaran dan Bougie, 2016). Sampel dari penelitian ini adalah
seluruh populasi penelitian yaitu semua Wajib Pajak Orang Pribadi dan Wajib
Pajak Badan yang terdaftar Pengusaha Kena Pajak perbulan di Kantor Pelayanan
Pajak (KPP) Pratama Serpong selama tahun 2016-2019, dengan kriteria
Pengusaha Kena Pajak yang melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) massa PPN
setiap bulannya.
3.6 Teknik Analisis Data
Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan atau mengacu pada
metode analisis statistik dengan bantuan Statistic Product & Service Solution
(SPSS).
3.6.1 Statistik Deskriptif
Menurut Ghozali (2018), statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi
suatu data yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), standard deviasi, varian,
maksimum, minimum, sum, range, kurtosis dan skweness (kemencengan
distribusi). Tujuan dari statistik deskriptif adalah agar kumpulan data yang
diperoleh dapat tersaji dengan ringkas dan rapi serta memberikan informasi inti
dari kumpulan data yang ada (Ghozali, 2018). Uji statistik deskriptif yang
dilakukan dalam penelitian ini adalah rata-rata (mean), standard deviasi,
minimum, maksimum, dan range.
90
3.6.2 Uji Normalitas
Uji Normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel
penganggu atau residual memiliki distribusi normal (Ghozali, 2018). Uji
Normalitas yang digunakan dalam penelitian ini yaitu uji Kolmogorov-Smirnov
Menurut Ghozali (2018), uji Kolmogorov-Smirnov dilakukan dengan membuat
hipotesis.
Hipotesis Nol (H0) : Data residual yang berdistribusi normal
Hipotesis Alternatif (Ha) : Data residual yang tidak berdistribusi normal
Menurut Ghozali (2018), pengambilan keputusan untuk uji normalitas ini
didasarkan pada nilai signifikansi Monte Carlo:
1) Jika nilai signifikannya kurang dari 0,05, maka H0 di tolak. Kondisi ini
berarti bahwa data residual terdistribusi tidak normal.
2) Jika nilai signifikannya lebih besar dari 0,05, maka H0 diterima. Kondisi ini
berarti bahwa data residual terdistribusi normal.
3.6.3 Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik dilakukan sebelum pengujian atas hipotesis dilakukan. Uji
asumsi klasik terdiri atas tiga jenis uji, yaitu uji multikolonieritas, uji autokorelasi,
dan uji heteroskedastisitas.
91
1. Uji Multikolonieritas
Menurut Ghozali (2018), uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah
model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen).
Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi antara variabel
independen.
Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolonieritas ditentukan oleh
nilai tolerance dan lawannya yaitu Variance Inflation Factor (VIF). Kedua ukuran
ini menunjukkan setiap variabel independen manakah yang dijelaskan oleh
variabel independen lainnya. Tolerance mengukur variabilitas variabel
independen yang terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel independen lainnya.
Nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF tinggi (karena VIF = 1/
Tolerance). Apabila nilai tolerance value ≤ 0,1 atau sama dengan VIF ≥ 10, maka
menunjukkan adanya multikolonieritas (Ghozali, 2018).
2. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi
antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada
periode t-1 (sebelumnya) (Ghozali,2018). Model regresi yang baik adalah regresi
yang bebas dari autokorelasi. Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem
autokorelasi. Ghozali (2018) mengatakan bahwa autokorelasi muncul karena
observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya.
Autokorelasi dapat dideteksi dengan melakukan uji run test.
92
Run test sebagai bagian dari statistic non-parametic dapat pula digunakan
untuk menguji apakah antar residual terdapat korelasi yang tinggi. Jika antar
residual tidak terdapat hubungan autokorelasi maka dikatakan bahwa residual
adalah acak atau random. Run test digunakan untuk melihat apakah data residual
terjadi secara random atau tidak (sistematis) (Ghozali, 2018).
3. Uji Heteroskedastisitas
Menurut Ghozali (2018), uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah
dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan
ke pengamatan lain tetap, maka disebut Homoskedastisitas dan jika berbeda
disebut Heteroskedastisitas. Model yang baik adalah Homoskedastisitas atau tidak
terjadi Heteroskedastisitas (Ghozali, 2018). Dasar yang digunakan untuk
menganalisis hasil uji heteroskedastisitas adalah (Ghozali, 2018):
a. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang membentuk pola tertentu yang
teratur (bergelombang, melebar, kemudian menyempit), maka
mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas.
b. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah
angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
93
𝐘 = 𝛂+ 𝝱1X1 + 𝝱2 X2 + 𝝱3X3 − 𝝱4X4 + ℯ
3.6.4 Uji Hipotesis
1. Analisis Regresi Linear Berganda
Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan model regresi berganda
(multiple regression analysis) untuk menguji pengaruh antara variabel independen
jumlah Pengusaha Kena Pajak, self assessment system, penagihan pajak, dan
restitusi kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap variabel
dependen Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Persamaan fungsi regresi
linear berganda yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
Keterangan:
Y : Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
α : Konstanta
1, 2, 3, 4 : Koefisian Regresi
X1 : Jumlah Pengusaha Kena Pajak
X2 : Self Assessment System
X3 : Penagihan Pajak
X4 : Restitusi Kelebihan Pembayaran Pajak
Pertambahan Nilai
ℇ : Standard error
94
2. Uji Koefisien Korelasi
Analisis korelasi bertujuan untuk mengukur kekuatan asosiasi (hubungan) linear
antara dua variabel. Korelasi tidak menunjukkan hubungan fungsional atau
dengan kata lain analisis korelasi tidak membedakan antara variabel dependen
dengan variabel independen (Ghozali, 2018). Nilai koefisien korelasi (r) berkisar
antara -1.00 sampai +1.00. Berikut ini tabel kekuatan dari koefisien korelasi
(Sugiyono, 2017):
Tabel 3.1
Kriteria Kekuatan dan Arah Koefisien Korelasi
Sumber: Sugiyono (2017)
3. Uji Koefisien Determinasi
Menurut Ghozali (2018), koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengukur
seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen.
nilai koefisien determinasi adalah antara 0 (nol) dan 1 (satu). Nilai R2 yang kecil
berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variabel
dependen sangat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel
Interval Koefisien Tingkat Hubungan dan Arah
0,00-0,199 Sangat Rendah
0,20-0,399 Rendah
0,40-0,599 Sedang
0,60-0,799 Kuat
0,80-1,000 Sangat Kuat
95
independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk
memprediksi variasi variabel dependen (Ghozali, 2018).
Setiap tambahan satu variabel independen, maka R2 pasti meningkat tanpa
melihat apakah variabel tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel
dependen. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan Adjusted R2 untuk
mengevaluasi model regresi terbaik karena nilai Adjusted R2 dapat naik atau turun
apabila satu variabel independen ditambahkan ke dalam model (Ghozali,2018).
4. Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)
Uji statistik F dapat digunakan untuk mengukur goodness of fit yaitu ketepatan
fungsi regresi dalam menaksir nilai aktual. Untuk menguji hipotesis ini digunakan
statistik F dengan kriteria pengambilan keputusan sebagai berikut (Ghozali,
2018):
1. Quick look: bila nilai F lebih besar daripada 4 maka H0 dapat ditolak pada
derajat kepercayaan 5%. Dengan kata lain kita menerima hipotesis alternatif,
yang menyatakan bahwa semua variabel independen secara serentak dan
signifikan memengaruhi variabel dependen.
2. Membandingkan nilai F hasil perhitungan dengan nilai F menurut tabel. Bila
nilai F hitung lebih besar daripada nilai F tabel, maka H0 ditolak dan
menerima HA.
96
5. Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t)
Uji statistik t menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel penjelas atau
independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen
(Ghozali, 2018). Pengambilan keputusan dalam uji ini adalah membandingkan
nilai statistik t dengan titik kritis menurut tabel. Uji t memiliki signifikansi α =
5%. Kriteria dalam pengambilan keputusan yang digunakan adalah jika nilai
signifikansi t < 0,05, maka hipotesis alternatif diterima, yang menyatakan bahwa
variabel independen secara individual berpengaruh signifikan terhadap variabel
dependen (Ghozali, 2018).
top related