bab ii tinjauan pustaka - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/6946/3/bab ii.pdf · resistensi...
Post on 13-Mar-2019
223 Views
Preview:
TRANSCRIPT
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Lahan
Lahan adala hamparan permukaan bumi yang berupa tembereng (segment)
sistem teristik yang memedukan sejumlah sumberdaya alam dan binaan. Lahan
juga merupakan suatu wilayah (region), yaitu suatu ruang beruapa lingkungan
hunian manusia, hewan, dan tumbuhan (Tejoyuwono Notohadiprawiro, 2006)
Lahan merupakan bagian dari bentang alam atau landscape yang
mencakup pengertian lingkungan fisik termasuk iklim, topografi, hidrologi,
bahkan keadaan vegetasi alami yang secara potensial akan berpengaruh terhadap
penggunaan lahan (FAO., 1976). Pengertian yang luas tentang lahan ialah suatu
daerah permukiman daratan bumi yang ciri-cirinya mencakup segala tanda
pengenal, baik yang bersifat cukup mantap maupun yang dapat di ramalkan
bersifat mendaur dari biosfer, atmosfer, tanah, geologi, hidrologi, populasi,
tumbuhan, dan hewan, serta hasil kegiatan manusia pada masa lampau dan masa
kini sejauh tanda-tanda pengenal tersebut memberikan pengaruh atas penggunaan
lahan oleh manusia pada masa kini dan masa mendatang (FAO., 1976).
Penggunaan lahan adalah setiap bentuk intervensi atau campur tangan
manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik materil
maupun spiritual (Arsyad, 1989 dalam As-syakur, 2011). Penggunaan lahan
berkaitan erat dengan ketersediaan lahan dan air. Ketersediaan lahandan air akan
4
Kajian Kesesuaian Lahan..., Ivan Saguh Uly Murti, FKIP, UMP, 2015
5
menentukan produktivitas sumberdaya yang mampu diproduksi, selain itu juga
mampumemberikan data tentang potensi produksinya (As-syukur, 2011)
B. Karakteristik lahan
Beberapa karakteristik lahan yang dikemukakan oleh Sujarto dan Drabkin,
(1985 dalam Marangkup, 2006) adalah berikut ini.
1. Secara fisik, lahan merupakan aset ekonomi yang tidak dipengaruhi oleh
kemungkinan penurtman nilai dan harga, dan tidak terpengaruhi oleh waktu,
lahan juga merupakan aset yang terbatas dan tidak bertambah besar kecuali
melalui reklamasi.
2. Perbedaan antara lahan tidak terbangun dan lahan terbangun adalah lahan
tidak terbangun tidak akan dipengarahi oleh kemungkinan penurunan nilai,
sedangkan lahan terbangun nilainya cenderung turun karena penurunan nilai
struktur bangunan yang ada di atasnya. Tetapi penurunan nilai struktur
bangunan juga dapat meningkatkan nilai lahannya karena adanya harapan
peningkatan fungsi penggunaan lahan tersebut selanjutnya.
3. Lahan tidak dapat dipindahkan tetapi sebagai substitusinya intensitas
penggunaan lahan dapat ditingkatkan, sehingga faktor lokasi untuk setiap jenis
penggunaan lahan tidak sama.
4. Lahan tidak hanya berfungsi untuk tujuan produksi tetapi juga sebagai
investasi jangka panjang (long-ferm investment) atau tabungan. Keterbatasan
lahan dan sifatnya yang secara fisik tidak terdepresiasi membuat lahan
menguntungkan sebagai tabungan. Investasi lahan berbeda dengan investasi
barang ekonomi yang lain, dimana biaya perawatannya (maintenance cost)
Kajian Kesesuaian Lahan..., Ivan Saguh Uly Murti, FKIP, UMP, 2015
6
hanya meliputi pajak dan interest charges. Biaya ini relatif jauh lebih kecil
dibandingkan dengan keuntungan yang akan diperoleh dari penjualan lahan
tersebut.
C. Kualitas lahan
Kualitas lahan adalah sifat-sifat atau atribut yang bersifat kompleks
dari suatu bidang lahan. Kualitas lahan mempunyai keragaan (performance)
yang berpengaruh terhadap kesesuaiannya bagi penggunaan tertentu. Kualitas
lahan ada yang bisa diestimasi atau diukur secara langsung di lapangan
(Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, 1993), akan tetapi pada umumnya
ditetapkan berdasarkan karakteristik lahan (FAO., 1976). Hubungan antara
karakteristik dan kualitas lahan menurut (Djaenudin, 2003 dalam Sofyan Ritung,
dkk., 2007) disajikan pada Tabel 2.1 berikut ini.
Tabel 2.1 Hubungan karakteristik lahan dan kualitas lahan
No Karakteristik Lahan Kualitas Lahan
1 Temperatur (tc) Temperatur rata-rata (oC)
2 Ketersediaan Air (wa) Curah hujan (mm), Kelembaban (%),
Lamanya bulan kering (bln)
3 Ketersediaan oksigen (oa) Drainase
4 Keadaan media perakaran (rc) Tekstur, bahan kasar (%), kedalaman tanah
(cm)
5 Gambut Ketebalan (cm) jika ada sisipan bahan
mineral, kematangan
6 Retensi hara (nr) KTK liat (cmol/kg). kejenuhan basa (%),
PhH2oC-organik
(%)
7 Toksisitas (xc) Salinitas (dS/m)
8 Sodisitas (xn) Alkalinitas/ESP (%)
9 Bahaya sulfidik (xs) Kedalaman sulfidik (cm)
10 Bahaya Erosi (eh) Lereng (%), bahaya erosi
11 Bahaya banjir (fh) Genangan
12 Penyiapan lahan (lp) Batuan di permukaan (%), Singkapan batuan
Sumber: Djaenudin, 2003 dalam Sofyan Ritung, dkk., 2007.
Kajian Kesesuaian Lahan..., Ivan Saguh Uly Murti, FKIP, UMP, 2015
7
Menurut FAO (1976) dalam Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, 1993
beberapa kualitas lahan yang berhubungan atau berpengaruh terhadap:
1. Hasil atau produksi tanaman
a. Kelembaban
b. Ketersediaan hara
c. Ketersediaan oksigen didalam zone perakaran
d. Media untuk perkembangan akar
e. Kondisi untuk pertumbuhan
f. Kemudahan diolah dalam hal ini pengolahan tanah
g. Salinitas atau alkalinitas
h. Toksistasi tanah
i. Resistensi terhadap erosi
j. Hama penyakit
k. Bahaya banjir (frekuensi dan periode genangan)
l. Rejim temperatur
m. Energi radiasi dan fotoperiode
n. Bahaya iklim terhadap pertumbuhan tanaman (angina, kekeringan)
o. Kelembaban udara pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman
p. Periode kering untuk pemasakan (ripening) tanaman
2. Terhadap manajemen dan masukan yang diperlukan
a. Terrain berpengaruh terhadap mekanisasi dan pengelolaan praktis (teras,
alley cropping).
b. Terrain berpengaruh terhadap konstruksi dan pemeliharaan jalan
penghubung.
Kajian Kesesuaian Lahan..., Ivan Saguh Uly Murti, FKIP, UMP, 2015
8
c. Ukuran dari unit potensial manajemen (blok area atau lahan pertanian)
d. Lokasi dalam hubungannya untuk pemasaran dan penyediaan sarana
produksi (input).
D. Kesesuaian Lahan
Kesesuaian lahan adalah kecocokan suatu lahan untuk penggunaan
tertentu, sebagai contoh lahan sesuai untuk irigasi, tambak, pertanian tanaman
tahunan, atau pertanian tanaman semusim. Lebih spesifik lagi kesesuaian lahan
tersebut ditinjau dari sifat lingkungan fisiknya, yang terdiri dari iklim, tanah,
topografi, hidrologi, dan drainase (Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, 1993).
Penilaian kesesuaian lahan dapat dibuat secara mutlak, dapat pula dibuat
berdasarkan keadaan lahan sekarang (actual suitability) atau berdasarkan keadaan
lahan setelah diadakan pembenahan besar-besaran (potential suitability), yang
mengubah ciri-ciri lahan dan hasil pengubahannya dapat bertahan selama lebih
dari 10 tahun (Brinkman & Smyth, 1973; FAO., 1976 dalam Notohadiprawiro,
2006). Beberapa penilaian kesesuaian lahan dibedakan menurut tingkatannya
(Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, 1993):
1. Ordo
Pada tingkatan ini kesesuaian lahan dibedakan antara lahan yang tergolong
sesuai (S) dan lahan yang tidak tergolong sesuai (N)
2. Kelas
Pada tingkatan kelas, lahan lahan yang tergolong sesuai (S) dibedakan antara
lahan yang sangat sesuai (S1), cukup sesuai (S2), dan marginal sesuai (S3).
Kelas S1 sangat sesuai: Lahan tidak mempunyai faktor pembatas yang berat
Kajian Kesesuaian Lahan..., Ivan Saguh Uly Murti, FKIP, UMP, 2015
9
atau hanya faktor pembatas yang bersifat minor dan tidak akan mereduksi
produktifitasnya secara nyata. Kelas S2 cukup sesuai: Lahan mempunyai
faktor pembatas dan faktor pembatas ini berpengaruh terhadap
produktifitasnya, memerlukan tambahan input. Kelas S3 marginal sesuai:
Lahan mempunyai faktor pembatas yang berat dan faktor pembatas ini
berpengaruh terhadap produktifitasnya, memerlukan tambahan input yang
lebih banyak. Kelas N tidak sesuai: Lahan yang tidak sesuai karena
mempunyai faktor pembatas yang sangat berat. Lahan yang tergolong N1
mempunyai faktor pembatas yang sangat berat, tetapi sifatnya tidak permanen
dan secara ekonomis masih memungkinkan untuk diperbaiki (improvement),
yaitu dengan mengatasi faktor-faktor pembatasnya. Lahan kelas N2 tidak
memungkinkan untuk diperbaiki karena faktor pembatas yang sangat berat dan
sangat sulit diatasi karena sifatnya permanen.
3. Sub Kelas
Pada tingkat ini kelas kesesuaian lahan dibedakan menjadi sub kelas
berdasarkan karakteristik lahan yang merupakan faktor pembatas pada
masing-masing sub kelas, kemungkinan kelas kesesuaian lahan yang
dihasilkan bisa diperbaiki dan ditingkatkan kelasnya sesuai dengan masukan
yang diperlukan.
4. Unit
Tingkatan ini merupakan bagian dari tingkat sub kelas, yang dibedakan
masing-masing berdasarkan sifat-sifat yang akan berpengaruh terhadap aspek
produksi atau dalam aspek manajemen.
Kajian Kesesuaian Lahan..., Ivan Saguh Uly Murti, FKIP, UMP, 2015
10
E. Tanaman Albasia
Tanaman Albasia memiliki sifat tanaman keras yang ringan dengan
perakaran dalam sehingga cocok untuk ditanam di daerah rawan longsorlahan
(Suryatmojo dan Soedjoko, 2008).
Tanaman untuk dapat tumbuh dan berproduksi memerlukan persyaratan-
persyaratan tertentu, yang kemungkinan antara tanaman satu dengan yang lainnya
berbeda. Persyaratan tersebut terutama enegri radiasi, temperatur yang cocok
untuk pertumbuhannya, kelembaban, oksigen, dan usur hara (Pusat Penelitian
Tanah dan Agroklimat, 1993). Syarat tumbuh tanaman Albasia, yaitu:
1. Tanah
Tanaman Albasia dapat tumbuh baik pada tanah regosol, aluvial, dan latosol
yang bertekstur lempung berpasir atau lempung berdebu dengan kemasaman
tanah sekitar pH 6-7. Tanaman ini tumbuh pada daerah dengan ketinggian 600
s/d 2.700 m dpl dan temperatur 22º C.
2. Iklim
Ketinggian tempat yang optimal untuk tanaman Albasia antara 0 – 800 m dpl.
Walapun demikian tanaman Albasia ini masih dapat tumbuh sampai
ketinggian 1500 m diatas permukaan laut. Albasia termasuk jenis tanaman
tropis, sehingga untuk tumbuhnya memerlukan suhu sekitar 18 ° – 27 °C.
3. Sinar matahari
Sinar matahari sangat dibutuhkan atau berpengaruh terhadap pertumbuhan
tanaman Albasia.
Kajian Kesesuaian Lahan..., Ivan Saguh Uly Murti, FKIP, UMP, 2015
11
4. Curah Hujan
Curah hujan mempunyai beberapa fungsi untuk tanaman, diantaranya sebagai
pelarut zat nutrisi, pembentuk gula dan pati, sarana transpor hara dalam
tanaman, pertumbuhan sel dan pembentukan enzim, dan menjaga stabilitas
suhu. Tanaman Albasia membutuhkan batas curah hujan minimum yang
sesuai, yaitu 15 hari hujan dalam 4 bulan terkering, namun juga tidak terlalu
basah, dan memiliki curah hujan tahunan yang berkisar antara 2000 – 4000
mm.
5. Kelembaban
Kelembaban mempengaruhi kehidupan setiap tanaman. Reaksi setiap tanaman
terhadap kelembaban tergantung pada jenis tanaman itu sendiri. Tanaman
Albasia membutuhkan kelembaban sekitar 50%-75%.
F. Longsorlahan
Longsorlahan adalah gerakan massa berupa tanah dan atau bahan
rombakan gerakannya meluncur atau menggeser atau berputar, yang disebabkan
karena adanya gaya gravitasi (Thornbury, 1969). Longsorlahan adalah gerakan
masa tanah atau batuan yang bergerak menuruni lereng karena pengaruh gravitasi
(PMPU No. 22/PRT/M/2007 tentang Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan
Bencana Longsor).
Longsorlahan merupakan suatu gerakan tanah pada lereng, dimana
gerakan tersebut merupakan akibat dari pergerakan menuruni lereng dan
terganggunya kesetabilan tanah atau batuan penyusun lereng tersebut (Nuning.
dan Firdaus, 2011).
Kajian Kesesuaian Lahan..., Ivan Saguh Uly Murti, FKIP, UMP, 2015
12
Proses terjadinya longsorlahan bersifat mengubah atau merusak terhadap
konfigurasi permukaan bumi. Bencana longsor lahan dapat menyebabkan dampak
terhadap lingkungan fisik maupun lingkungan non fisik. Beberapa perubahan
konfigurasi bentuk permukaan bumi akibat longsorlahan (Sutikno, 1994 dalam
Muhammad Nursa’ban, 2008) :
1. Daerah asal terjadinya longsorlahan mengalami pemotongan lereng,
pengurangan material, kerusakan lahan pada daerah sekitarnya sehingga dapat
menyebabkan erosi yang lebih aktif.
2. Daerah yang dilalui terjadi kerusakan lahan pertanian, permukiman, vegetasi,
bangunan fisik dan topografi lembah yang juga dapat mempercepat terjadinya
proses erosi.
3. Daerah yang tertimbun mengalami dampak yang lebih banyak yaitu topografi
lembah, vegetasi, permukiman tertimbun, dan tata air keadaannya menjadi
sangat kecil sehingga proses berikutnya masih sering terjadi.
Gejala umum longsorlahan ditandai dengan munculnya retakan-retakan
dilereng yang sejajar dengan arah tebing, biasanya terjadi setelah hujan,
munculnya mata air baru secara tiba-tiba dan tebing rapuh serta kerikil mulai
berjatuhan (Nandi, 2007). Faktor penyebab lainnya adalah berikut ini.
1. Hujan
Ancaman longsorlahan biasanya dimulai pada bulan November karena
meningkatnya intensitas curah hujan. Musim kering yang panjang akan
menyebabkan terjadinya penguapan air dipermukan tanah dalam jumlah besar.
Hal ini mengakibatkan munculnya pori-pori atau rongga tanah hingga terjadi
retakan dan merekahnya tanah permukaan. Hujan lebat pada awal musim
Kajian Kesesuaian Lahan..., Ivan Saguh Uly Murti, FKIP, UMP, 2015
13
dapat menimbulkan longsorlahan, karena melalui tanah yang merekah air akan
masuk dan terakumulasi dibagian dasar lereng, sehingga menimbulkan
gerakan lateral. Bila ada pepohonan di permukaanya, longsorlahan dapat
dicegah karena air akan diserap oleh tumbuhan. Akar tumbuhan akan
berfungsi mengikat tanah.
2. Lereng Terjal
Lereng atau tebing yang terjal akan memperbesar gaya pendorong. Lereng
yang terjal terbentuknya karena pengikisan air sungai, mata air, air laut dan
angin. Kebanyakan sudut lereng yang menyebabkan longsorlahan adalah 180˚
apabila ujung lerengnya terjal dan bidang longsoran mendatar.
3. Tanah yang kurang padat dan tebal
Jenis tanah yang kurang padat adalah tanah lempung atau tanah liat dengan
ketebalan lebih dari 2.5 m dan sudut lereng lebih dari 220. Tanah jenis ini
memilki potensi untuk terjadinya longsorlahan terutama bila terjadi hujan,
selain itu tanah ini sangat rentan terhadap pergerakan tanah karena menjadi
lembek terkena air dan pecah ketika hawa terlau panas.
4. Batuan yang kurang kuat
Batuan endapan gunung api dan batuan sedimen berukuran pasir dan
campuran antara kerikil, pasir dan lempung umumnya kurang kuat. Batuan
tersebut akan mudah menjadi tanah bila mengalami proses pelapukan dan
umumnya rentan terhadap longsorlahan bila terjadi pada lereng yang terjal.
Kajian Kesesuaian Lahan..., Ivan Saguh Uly Murti, FKIP, UMP, 2015
14
5. Jenis tata guna lahan
Longsorlahan banyak terjadi di daerah tata lahan sawah, ladang dan adanya
genangan air pada lereng yang terjal. Pada lahan sawah akarnya kurang kuat
untuk mengikat butir tanah dan membuat tanah menjadi lembek dan jenuh
dengan air sehingga mudah terjadi longsorlahan. Daerah ladang penyebabnya
adalah karena akar pohonnya tidak dapat menembus bidang longsoran yang
dalam dan umumnya terjadi di daerah longsoran lama.
6. Getaran
Getaran yang terjadi biasanya diakibatkan oleh gempa bumi, ledakan, getaran
mesin dan getaran lalu lintas kendaraan. Akibat yang ditimbulkan adalah
tanah, badan jalan, lantai dan dinding rumah menjadi retak.
7. Susut muka air danau atau bendungan
Akibat penyusutan muka air dengan cepat yang ada didanau maka gaya
penahan lereng menjadi hilang dan akan menyebabkan longsoran atau
penurunan tanah yang biasanya diikuti oleh retakan.
8. Beban tambahan
Beban tambahan seperti beban bangunan pada lereng dan kendaraan akan
memperbesar gaya pendorong terjadinya longsorlahan, terutama disekitar
tikungan jalan pada daerah lembah. Akibatnya adalah sering terjadinya
penurunan dan retakan yang arahnya kearah lembah.
9. Pengikisan/erosi
Pengikisan banyak dilakukan oleh air sungai kearah tebing, selain itu akibat
penggundulan hutan di sekitar tikungan sungai, tebing akan menjadi terjal.
Kajian Kesesuaian Lahan..., Ivan Saguh Uly Murti, FKIP, UMP, 2015
15
10. Material timbunan pada tebing
Pengembangan dan memperluas lahan pemukiman umumnya dilakukan
pemotongan tebing dan penimbunan lembah. Tanah timbunan pada lembah
tersebut belum terpadatkan sempurna seperti tanah asli yang berada
dibawahnya. Sehingga apabila hujan akan terjadi penurunan tanah yang
kemudian diikuti dengan retakan tanah.
11. Bekas longsoran lama
Longsoran lama umumnya terjadi selama dan setelah terjadi pengendapan
material gunung api pada lereng yang relatif terjal atau pada saat atau sesudah
terjadi patahan kulit bumi.
12. Penggundulan hutan
Longsorlahan banyak terjadi di daerah yang relatif gundul dimana pengikatan
air tanah sangat kurang, hal ini disebabkan karena vegetasi yang terdapat di
daerah tersebut sangat sedikit.
G. Kerawanan Longsorlahan
Disiplin ilmu yang dapat digunakan untuk mengkaji kerawanan
longsorlahan adalah geografi dan geomorfologi. Geografi mempunyai tiga macam
pendekatan untuk mengkaji fenomena yang ada di lingkungan, yaitu pendekatan
spasial, ekologikal, dan kompleks wilayah. Geomorfologi adalah ilmu yang
mempelajari bentuklahan pembentuk muka bumi, baik di daratan maupun di dasar
lautan dan menekankan pada proses pembentukan dan perkembangan pada masa
yang akan datang, serta konteksnya dengan lingkungan (Verstappen, 1983 dalam
Aji Bangkit dan Danang, tt). Analisis longsor didasarkan pada lima faktor yang
Kajian Kesesuaian Lahan..., Ivan Saguh Uly Murti, FKIP, UMP, 2015
16
menyebabkan terjadinya kelongsoran (Sugalang dan Siagian, 1991 dalam Habib
Subagyo dan Bambang Riadi, 2008) :
1. Geologi yang meliputi, sifat fisik batuan, sifat keteknikan batuan, batu/tanah
pelapukan, susunan dan kedudukan batuan (stratigrafi), dan struktur geologi.
2. Morfologi yang meliputi, aspek yang diperhatikan adalah kemiringan lereng
dan permukaan lahan.
3. Curah hujan yang meliputi, intensitas dan lama hujan.
4. Penggunaan lahan yang meliputi, pengelolaan lahan dan vegetasi penutup
5. Kegempaan yang meliputi, intensitas gempa
Berdasarkan faktor-faktor tersebut, disusun tingkatan kerawanan bencana alam
longsorlahan (Sugalang dan Siagian, 1991, dalam Habib Subagyo dan Bambang
Riadi, 2008) lihat Tabel 2.2 berikut ini.
Tabel 2.2 Tingkat kerawanan bencana longsorlahan
No Kelas kerawanan Kriteria
1 Tidak Rawan a. Jarang atau tidak pernah longsor lama atau baru,
kecuali di sekitar tebing sungai
b. Topografi datar hingga landai bergelombang
c. Lereng < 15%
d. Material bukan lempung ataupun rombakan (talus)
2 Rawan a. Jarang terjadi longsorlahan kecuali bila lerengnya
terganggu
b. Topografi landai hingga sangat terjal
c. Lereng berkisar Antara (5-15%) dan (<= 70%)
d. Vegetasi penutup Antara kurang hingga amat rapat
e. Batuan penyusun lereng umumnya lapuk tebal
3 Sangat rawan a. Dapat dan sering terjadi longsorlahan
b. Longsor lama dan baru aktif terjadi
c. Curah hujan tinggi
d. Topografi landai hingga sangat curam
e. Lereng (5-15%) dan (>= 70%)
f. Vegetasi penutup antara kurang hingga sangat
kurang
g. Batuan penyusun lereng lapuk tebal dan rapuh
Sumber : Sugalang dan Siagian (1991, dalam Habib subagio dan Bambang Riadi, 2008)
Kajian Kesesuaian Lahan..., Ivan Saguh Uly Murti, FKIP, UMP, 2015
17
H. Parameter kesesuaian lahan untuk tanaman Albasia
Parameter untuk syarat tumbuh yang sesusai untuk tanaman Albasia terdiri
atas, temperatur rata-rata tahunan 21 – 30 °C. Ketersediaan air dengan bulan
kering kurang dari 4 dan dengan curah hujan 2500 - 3000 mm. Kemasaman tanah
sekitar pH 5,5 – 7,0. Tekstur atau kondisi tanahnya harus mengandung unsur L,
SCL, SiL, Si, CL, SC, SiCL dengan drainase tanah yang baik, agak cepat, sedang.
Kedalaman sulfidak lebih dari 125 cm (> 125 cm) dan kemiringan lereng kurang
dari 30 % (<30 %), batuan permukaan kurang dari 40 % dan singkapan batuan
kurang dari 25 %. Bahaya erosi sangat rendah hingga sedang. Parameter syarat
tumbuh tanaman Albasia tersaji pada Tabel 2.3 berikut ini.
Tabel 2.3 Parameter kesesuaian lahan untuk tanaman Albasia
Karakteristik lahan Kesesuaian lahan S1 S2 S3 N1 N2
Temperatur ( 0C )
rata-rata tahunan 21-30 >30-34 19-<21 Tidak berlaku Tidak berlaku >34, <19
Ketersediaan air (w) Bulan Kering (<75mm) 0 – 2 2,1 – 4 Tidak berlaku Tidak berlaku >4
Curah hujan/tahun (mm) 2500-3000 >3000-4000,
2000-<2500 Tidak berlaku Tidak berlaku >4000 <2000
Media Perakaran
Drainase Tanah Baik, agak cepat,
sedang agak lambat,
agak cepat Cepat Lambat sangat
lambat,
sangat cepat Tekstur L, SCL,SiL, Si,
CL, SC, SiCL S, LS, SI, SiC Liat masiv,
StrC Tidak berlaku Krikil, S
Kedalam Efekif (cm) >100 75 - <100 50 - <75 <50 referensi hara (f)
KTK tanah - - - - -
pH tanah 5,5-7,0 >7,0-7,5 5,0-
<5,5 >7,5-8,0 4,5-
<5,0 Td >8,0 <4,5
C – organic - - - - - Kegaraman (c)
Salinitas (mmhos/cm) - - - - - Toksisitas (x)
Kejenuhan Al (%) - - - - -
Kajian Kesesuaian Lahan..., Ivan Saguh Uly Murti, FKIP, UMP, 2015
18
Lanjutan tabel
Sumber : Anonim, 2011
I. Penelitian Relevan
Agus widianto (2013), penelitian berjudul “ Kajian kesesuaian lahan
tanaman Albasia (Albazia Falcataria) di Kecamatan Ajibarang Kab. Banyumas ”.
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui karakteristik kualias lahan di Kecamatan
Ajibarang dan mengetahui tingkat kesesuaian lahan untuk tanaman Albasia di
Kecamatan Ajibarang. Metode penelitian adalah metode suvei dengan teknik
pengambilan sampel area dan analisa labolatorium. Berdasarkan hasil penelitian
dapat diketahui bahwa Kecamatan Ajibarang didominasi oleh kesesuaian tidak
sesuai (N), yaitu terdapat 9 satuan bentuklahan dengan luas 5274,13 ha tidak
sesuai (N), sedang yang sesuai (S) ada 3 satuan bentuklahan dengan luas 1632,32
ha.
Kedalaman Sulfidik (cm) >125 100-125 75-<100 50 - <75 <50
Hara tersedia Tidak berlaku Tidak berlaku Tidak berlaku Tidak berlaku Tidak
berlaku Total N - - - - -
P2O
5 - - - - -
Kemudahan Pengolahan
(p) - - Sangat keras,
sangat teguh,
sangat lekat - Berkeri
kil,berbatu
Terrain Lereng (%) <8 8 – 15 >15 – 30 >30 – 50 >50
Batuan Permukaan (%) <3 3 – 15 >15 -40 Td >40 Singkapan Batuan (%) <2 2 – 10 > 10-25 >25-40 >40
Tingkat Bahaya erosi (e) SR R S B SB Bahaya Banjir (b) F0 F1 F2 F3 F4
Keterangan :
Untuk kedalaman sulfidik karena keterbatasan peneliti maka tidak dipergunakan
Tekstur Tanah : Lempung (L), lempung liat berpasir (SCL), lempung berdebu (Sil), debu (Si), lempung berliat
(CL), liat berpasir (SC), lempung liat berdebu (SiCL), Pasir (S), pasir berlempung (LS),
lempung berpasir (SI), liat berdebu (SiC),Liat masiv, liat bertekstur (StrC).
Bahaya Erosi : Sangat berat (SB), Rendah ( R), Sedang (S), Berat (B), Sangat rendah (SR)
Bahaya Banjir : Tanpa (F0), Ringan (F1), Sedang (F2), Berat (F4), Agak besar (F3)
Kajian Kesesuaian Lahan..., Ivan Saguh Uly Murti, FKIP, UMP, 2015
19
Umar Luthfi (2013), melakukan penelitian berjudul “ Kajian kesesuaian
lahan untuk tanaman Pinus di Kecamatan Ajibarang Kabupaten Banyumas “.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kesesuaian lahan untuk
tanaman Pinus di Kecamatan Ajibarang Kabupaten Banyumas. Metode penelitian
ini adalah menggunakan teknik pengambilan area sampling yang mendasarkan
pada bentuklahan. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa
bentuklahan yang ada di daerah penelitian > 50% tidak sesuai untuk tumbuh
tanaman Pinus, yaitu seluruh satuan bentuklahan yang ada di daerah penelitian
adalah tidak sesuai (N) untuk tanaman Pinus, dengan luas wilayah 6.906,45 ha
(100%).
Hendy Indra Setiawan (2013), dalam penelitian berjudul “ Kajian
kesesuaian lahan untuk tanaman Jati di Kecamatan Ajibarang Kabupaten
Banyumas “. Tujuan dari penelitian ini adalah Mengetahui karakteristik dan
kualitas lahan di daerah penelitian. Metode yang digunakan dalam penelitian
adalah menggunakan teknik area sampling.
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa satuan
bentuklahan yang ada di daerah penelitian lebih didominasi kelas kesesuaian tidak
sesuai (N), yaitu kelas tidak sesuai (N) terdapat pada 9 satuan bentuklahan seluas
5037,73 ha, sedangkan kelas sesuai (S) sebanyak 3 satuan bentuklahan seluas
1868, 72 ha.
Kajian Kesesuaian Lahan..., Ivan Saguh Uly Murti, FKIP, UMP, 2015
20
Tabel 2.4 Perbedaan penelitian terdahulu dengan peneliti Nama
Peneliti Judul Tujuan
Metode
Penelitian
hasil
Agus
Widianto,
2014
Kajian kesesuaian
lahan tanaman
Albasia
(Albazia Falcataria)
di Kecamatan
Ajibarang
Kabupaten
Banyumas
Mengetahui
karakteristik kualias
lahan dikecamatan
ajibarang
Mengetahui tingkat
kesesuaian lahan untuk
tanaman Albasia di
Kecamatan Ajibarang
Metode survei
dengan teknik
pengambilan
sample area
sampling
analisis data
dengan maching
dan keruangan
Peta kelas kesesuaian
lahan untuk tanaman
Albasia
Umar
Luthfi,
2013
Kajian kesesuaian
lahan untuk
tanaman Pinus di
Kecamatan
Ajibarang
Kabupaten
Banyumas
Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui
tingkat kesesuaian lahan
untuk tanaman Pinus di
Kecamatan Ajibarang
Kabupaten Banyumas
Teknik
pengambilan
area sampling
analisis data
dengan maching
dan keruangan
Peta kelas kesesuaian
lahan untuk tanaman
Pinus
Hendy
Indra
Setiawan,
2013
Kajian kesesuaian
lahan untuk
tanaman Jati di
Kecamatan
Ajibarang
Kabupaten
Banyumas
Mengetahui
karakteristik dan
kualitas lahan di daerah
penelitian
Mengetahui tingkat
kesesuaian lahan untuk
tanaman Jati di daerah
penelitian
Penelitian ini
menggunakan
teknik area
sampling
analisis data
dengan maching
dan keruangan
Peta kelas kesesuaian
lahan untuk tanaman
Jati
Ivan Saguh
Uly Murti,
2015
Kajian kesesuaian
lahan untuk
tanaman Albasia
pada wilayah rawan
longsorlahan di
daerah aliran sungai
Logawa
Mengetahui kesesuaian
lahan untuk tanaman
Albasia pada mang-
masing kerawanan
longsorlahan di daerah
aliran sungai Logawa
Metode survei
dengan teknik
pengambilan
sample area
sampling.
Analisis data
dengan maching
dan tumpang
susun peta
Peta kelas kesesuaian
lahan untuk tanaman
Albasia pada masing-
masing kelas
kerawanan
longsorlahan
Sumber: Agus Widianto (2014), Umar Luthfi (2013), dan Hendy Indra Setiawan (2013)
J. Landasan Teori
1. Kualitas lahan adalah perilaku lahan yang menentukan pertumbuhan.
Kualitas lahan mempengaruhi tingkat kesesuaian lahan untuk penggunaan
tertentu, kualitas lahan dinilai atas dasar karakteristik yang berpengaruh.
Suatu karakteristik lahan yang dapat berpengaruh pada suatu kualitas lahan
tertentu, tetapi tidak berpengaruh pada kualitas lahan lainnya.
2. Syarat tumbuh tanaman Albasia
Albasia termasuk jenis tanaman tropis, sehingga untuk tumbuhnya
memerlukan suhu sekitar 18° - 27° C dan tanaman ini dapat tumbuh baik
Kajian Kesesuaian Lahan..., Ivan Saguh Uly Murti, FKIP, UMP, 2015
21
pada tanah regosol, alluvial, dan latosol dengan kemasaman tanah sekitar pH
6 – 7.
3. Kelas kesesuaian lahan
Kelas kesesuaian lahan merupakan pembagian lebih lanjut dari Ordo dan
menggambarkan tingkat kesesuaian dari suatu Ordo. Tingkat dalam kelas
ditunjukkan oleh angka (nomor urut) yang ditulis dibelakang simbol Ordo.
Nomor urut tersebut menunjukkan tingkatan kelas yang makin menurun
dalam suatu Ordo. Jumlah kelas yang terdiri atas3 (tiga) kelas dalam Ordo S,
yaitu: S1, S2, S3, dan 2 (dua) kelas dalam Ordo N, yaitu: N1 dan N2.
4. Rawan
Rawan adalah sesuatu yang dapat terjadinya bencana, lihat UU no 24 th 2007.
5. Longsorlahan
Longsorlahan adalah gerakan ke arah bawah material lereng yang dapat
berupa batuan, tanah, bangunan, atau kombinasi dari berbagai material
tersebut akibat adanya gaya gravitasi.
6. Kesesuaian Lahan
Kesesuaian lahan adalah kecocokan suatu lahan untuk pemanfaatan dalam
penggunan lahan.
Kajian Kesesuaian Lahan..., Ivan Saguh Uly Murti, FKIP, UMP, 2015
22
K. Kerangka Pikir
L. Hipotesis
Hipotensisi yang diajukan dalam penelitian ini adalah “ Kesesuaian
lahan untuk tanaman Albasia di Sub – DAS Logawa > 50 % kategori sesuai
terutama pada kelas kerawanan tinggi “.
Kualitas lahan
Kelas kesesuaian
lahan untuk
tanaman Albasia
Peta kesesuaian lahan
untuk tanaman Albasia
Peta kelas kerawanan
longsorlahan
Syarat tumbuh
tanaman Albasia
Hubungan kesesuaian lahan untuk tanaman Albasia pada kelas
kerawanan longsorlahan
Karakteristik
Lahan
Gambar 2.1. Diagram alir kerangka pikir
Kajian Kesesuaian Lahan..., Ivan Saguh Uly Murti, FKIP, UMP, 2015
top related