bab ii tinjauan pustaka dan perumusan …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/s411408052_bab2.pdf ·...
Post on 03-May-2018
224 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
A. Landasan Teori
1. Komitmen Organisasional
Komitmen organisasional didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana
seorang karyawan memihak pada suatu organisasi tertentu dan tujuan-tujuannya
serta berniat memelihara keanggotaan dalam organisasi itu (Robbins, 2003).
Komitmen organisasi adalah keyakinan kuat dan penerimaan tujuan organisasi
dan nilai-nilai, kemauan untuk mengerahkan usaha yang cukup atas nama
organisasi, dan keinginan yang kuat untuk mempertahankan keanggotaan dalam
organisasi (Mowday et al., 1979).
Seseorang yang sangat berkomitmen akan melihat dirinya sebagai anggota
sejati dari sebuah perusahaan , mengabaikan sumber ketidakpuasan kecil dan
melihat dirinya tetap sebagai anggota organisasi. Sebaliknya seseorang yang
kurang berkomitmen lebih berkemungkinan melihat dirinya sebagai orang luar,
mengekspresikan lebih banyak ketidakpuasan mengenai banyak hal dan tidak
melihat dirinya sebagai anggota jangka panjang dari organisasi. Karyawan lebih
berkemungkinan untuk merasa puas dan berkomitmen jika organisasi
memperlakukan karyawannya dengan adil dan memberikan penghargaan yang
masuk akal serta keamanan kerja (Griffin & Moorhead, 2013).
2
Steers et al. (1991) menyimpulkan ada tiga faktor yang mempengaruhi
komitmen karyawan pada pada organisasi, yaitu :
1. Faktor personal yang meliputi job satisfaction, psychological contract, job
choice factors, karakteristik personal. Keseluruhan faktor ini akan mem-
bentuk komitmen awal.
2. Faktor organisasi, meliputi initial works experiences, job scope,
supervision, goal consistency organizational. Semua faktor ini
akan membentuk atau memunculkan tanggung jawab.
3. Non-organizational factors, yang meliputi availability of alternative job
Faktor yang bukan berasal dari dalam organisasi, misalnya ada
tidaknya alternatif pekerjaan lain.
Terdapat beberapa dimensi dalam komitmen organisasi yang dikemukakan
oleh Meyer & Allen (1991). Tiga dimensi komitmen organisasi tersebut adalah:
1. Affective commitment, terjadi apabila karyawan ingin menjadi bagian dari
organisasi karena adanya ikatan emosional (emotional attachment), jadi
karena karyawan memang menginginkan hal tersebut (want to). Komponen
komitmen afektif ini berkaitan dengan emosional, identifikasi dan keterlibatan
karyawan didalam suatu organisasi.
2. Continuance commitment, muncul apabila karyawan tetap bertahan pada
organisasinya karena membutuhkan gaji dan keuntungan-keuntungan lain atau
karena karyawan tersebut tidak menemukan yang lainnya selain organisasinya
tersebut, jadi karena karyawan membutuhkan (need to). Komponen
3
continuance juga berarti komponen berdasarkan persepsi karyawan tentang
kerugian yang akan dihadapinya jika ia meninggalkan organisasi.
3. Normative commitment, timbul dari nilai-nilai diri karyawan. Karyawan rela
bertahan menjadi anggota organisasi karena ada kesadaran bahwa
berkomitmen terhadap organisasi merupakan hal yang memang seharusnya
dilakukan, jadi karena karyawan merasa berkewajiban (ought to). Sering juga
komponen normatif disebut sebagai perasaan-perasaan pegawai tentang
kewajiban yang harus ia berikan kepada organisasi.
2. Job Burnout
Burnout didefinisikan sebagai kondisi di mana seseorang kehilangan
semua kekhawatiran, semua perasaan terhadap orang yang bekerja dengannya dan
memperlakukan klien mereka sebagai objek impersonal. Burnout telah menjadi
perhatian utama para pemimpin keperawatan yang merupakan proses jangka
panjang yang berkembang pada seseorang sebagai akibat dari stress yang terlalu
lama di tempat kerja (Maslach & Jackson, 1981).
Stress merupakan respon adaptif seseorang terhadap rangsangan yang
menempatkan tuntutan psikologis atau fisik secara berlebihan. Stress yang terlalu
lama akibat pekerjaan akan berkembang menjadi burnout. Ada tiga tahap adaptasi
seseorang terhadap stress :
Tahap pertama.
4
Sindrom adaptasi umum (General Adaptation Syndrome / GAS) dimulai ketika
seseorang pertama kali menjumpai stressor ( faktor penyebab stress ) , tahap
pertama ini disebut dengan peringatan. Pada titik ini seseorang merasakan
panik pada derajat tertentu dan mulai bertanya-tanya mengenai cara
mengatasinya.
Tahap kedua
Jika stressor sangat ekstrim orang tersebut mungkin tidak dapat mengatasinya
, namun pada sebagian besar kasus , individu mengumpulkan kekuatannya
( fisik atau emosional) dan mulai menolak pengaruh negatif dari stressor. Pada
tahap kedua dari GAS , seseorang akan menolak stressor .
Tahap ketiga
Paparan yang lebih lama terhadap stressor tanpa pemecahan dapat membawa
pada tahap ketiga dari GAS yakni kelelahan (burnout). Pada tahap ini
seseorang benar-benar menyerah dan tidak dapat lagi melawan stressor.
Kelelahan (burnout) adalah perasaan umum dari keletihan yang berkembang
ketika seseorang pada saat yang sama mengalami terlalu banyak tekanan dan
terlalu sedikit sumber kepuasan. Pada titik ini individu tersebut mulai takut
untuk pergi bekerja pada pagi hari , mungkin membutuhkan waktu yang lebih
lama dalam bekerja tetapi menyelesaikan lebih sedikit dibandingkan
sebelumnya dan biasanya menampilkan keletihan mental dan fisik (Griffin &
Moorhead, 2013).
5
Schaufeli et al. (1993) mengemukakan bahwa burnout merupakan
sindrom yang memiliki tiga dimensi yaitu emotional exhaustion (EE) ,
personal accomplishment (PA) dan . depersonalization (DP).
1. Emotional exhaustion
Emotional exhaustion ditandai dengan terkurasnya sumber-sumber
emosional, misalnya perasaan frustrasi, putus asa, sedih, tidak berdaya, tertekan,
apatis terhadap pekerjaan dan merasa terbelenggu oleh tugas-tugas dalam
pekerjaan sehingga seseorang merasa tidak mampu memberikan pelayanan secara
psikologis yang maksimal.
2. Personal accomplishment .
Personal accomplishment disebabkan oleh perasaan bersalah telah
memperlakukan orang lain di sekitarnya secara
negatif. Seseorang merasa bahwa dirinya telah berubah menjadi orang yang
berkualitas buruk terhadap orang lain di sekitarnya, misalnya tidak
memperhatikan kebutuhan mereka. Padahal seorang pemberi layanan dituntut
untuk selalu memiliki perilaku yang positif, misalnya penyabar, penuh perhatian,
hangat, humoris dan yang paling penting adalah mempunyai rasa empati.
3. Depersonalization
Depersonalization merupakan perkembangan dari dimensi Emotional
exhaustion. Depersonalization adalah coping (proses mengatasi
ketidakseimbangan antara tuntutan dan kemampuan individu) yang dilakukan
individu untuk mengatasi kelelahan emosional. Perilaku tersebut adalah suatu
upaya untuk melindungi diri dari tuntutan emosional yang berlebihan dengan
6
memperlakukan orang lain di sekitarnya sebagai objek. Gambaran dari
Depersonalization adalah adanya sikap negatif, kasar, menjaga jarak dengan
penerima layanan, menjauhnya seseorang dari lingkungan sosial dan cenderung
tidak peduli terhadap lingkungan serta orang-orang di sekitarnya.
Konsekuensi langsung burnout terhadap organisasi berhubungan dengan
kepuasan kerja, moral dan komitmen organisasional, orang-orang lebih mudah
mengeluh mengenai hal-hal yang tidak penting, hanya melakukan pekerjaan untuk
memenuhi syarat (Griffin & Moorhead, 2013).
3. Gaya Kepemimpinan
Kepemimpinan merupakan kemampuan untuk mempengaruhi kelompok
menuju pencapaian sasaran (Robbins, 2003). Kepemimpinan adalah suatu proses
dimana seorang individu mempengaruhi sekelompok individu untuk mencapai
tujuan bersama. Pemimpin merestrukturisasi masalah, menawarkan solusi untuk
masalah, menetapkan prioritas dan memulai perkembangan (Bass & Avolio,
1994).
Ada dua gaya kepemimpinan menurut (Bass & Avolio, 1994) :
1. Kepemimpinan Transaksional .
Memotivasi dan mengarahkan pengikutnya dengan menarik pengikutnya.
Fokusnya adalah pada proses manajemen dasar seperti pengendalian,
pengorganisasian dan perencanaan jangka pendek. Gaya ini lebih responsif , juga
bergantung pada bujukan hadiah, hukuman dan sanksi untuk kinerja yang tidak
dapat diterima dan kemampuan para pemimpin untuk memotivasi pengikut
dengan menetapkan tujuan dan manfaat yang menjanjikan untuk kinerja yang
7
diinginkan. Pertukaran terjadi antara pemimpin dan pengikut untuk mencapai
yang diinginkan kinerja. Pertukaran ini melibatkan empat komponen
kepemimpinan transaksional yaitu :
• Contingen Reward (CR): Pemimpin menjelaskan harapan mereka, memberikan
sumber yang dibutuhkan, menetapkan tujuan bersama dan menghubungkan
mereka ke berbagai hadiah untuk melakukan dengan baik. Proses ini berarti ada
perjanjian antara pemimpin dan pengikut pada apa yang harus dicapai dan apa
yang akan diterima setiap orang .
• Management By Exception Active (MBEA): Pemimpin menentukan aturan dan
standar, selanjutnya mereka mengamati kerja karyawan, memperhatikan
penyimpangan dan mengambil tindakan korektif ketika kesalahan terjadi ,
membahas dengan bawahan mereka apa yang mereka lakukan salah dan
bagaimana melakukan hal yang benar.
• Management By Exception Passive (MBEP): Pemimpin tidak campur tangan
sampai terjadi masalah, mereka menunggu untuk hal-hal yang tidak beres sebelum
mereka mengambil tindakan. Pemimpin tidak memonitor bawahan tapi
menunggu sampai terjadi masalah atau standar dilanggar. Berdasarkan kinerja
mereka yang buruk, para pemimpin ini memberikan bawahan evaluasi rendah
tanpa membahas kinerja mereka dan bagaimana meningkatkannya.
2. Kepemimpinan Transformasional
Kepemimpinan transformasional mengilhami bawahan untuk mencapai
lebih dari yang diharapkan, meningkatkan kesadaran individu mengenai
pentingnya tugas , mendorong bawahan untuk melampaui kepentingan mereka
8
sendiri demi kepentingan orang lain dalam tim mereka dan organisasi (Yukl,
2006). Bentuk kepemimpinan transformasional adalah meningkatkan kinerja
masing-masing pengikut dan membantu pengikut mengembangkan potensi
tertinggi mereka (Bass & Avolio, 1994). Gaya ini juga mengembangkan orang
lain untuk menjadi pemimpin yang lebih baik. Fokusnya pada sikap proaktif,
tidak mengharapkan balasan, menginspirasi dan memotivasi pengikut bekerja
untuk tujuan yang melampaui kepentingan diri mereka. Para pemimpin
mengembangkan ikatan emosional yang kuat dengan para pengikut mereka dan
mereka memiliki visi yang baik dan keterampilan manajemen.
Bass dan Avolio menjelaskan kepemimpinan transformasional mempunyai empat
dimensi yaitu:
• Idealized Influence (II): Pemimpin bertindak sedemikian rupa sehingga mereka
dapat dianggap sebagai panutan oleh orang-orang yang dipimpinnya. Mereka
dikagumi, dihormati dan dipercaya. Para pemimpin ini bersedia mengambil risiko
dan mereka digambarkan oleh pengikutnya sebagai memiliki kemampuan yang
luar biasa dan gigih. Mereka memiliki etika dan standar moral yang tinggi dan
dapat dipercaya untuk melakukan hal yang benar.
• Inspirational Motivation (IM): Para pemimpin ini membangkitkan semangat tim
dan menunjukkan antusiasme dan optimisme. Mereka melibatkan pengikut dalam
mendefinisikan masa depan yang diinginkan , keadaan yang menciptakan
komitmen terhadap tujuan dan visi bersama.
• Intellectual Stimulation (IS): Para pemimpin transformasional merangsang
pengikut mereka untuk menjadi kreatif dan inovatif dengan menciptakan suatu
9
lingkungan di mana mereka dipaksa untuk berpikir tentang masalah lama dengan
cara baru.
• Individualized Consideration (IC): Para pemimpin bertindak sebagai mentor dan
pelatih. Cara komunikasi dua arah yang teratur dan perbedaan dapat diterima.
Mereka menghormati keinginan individu dan kebutuhannya. Mereka juga
mendelegasikan tugas yang berbeda untuk mengembangkan keterampilan
pengikutnya.
4. Kepuasan Kerja
Istilah kepuasan kerja (job satisfaction) merujuk pada sikap umum seorang
individu terhadap pekerjaannya. Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja tinggi
menunjukkan sikap yang positif terhadap kerja itu. Seseorang yang tidak puas
dengan pekerjaannya menunjukkan sikap yang negatif terhadap
pekerjaannya (Robbins, 2003).
Penelitian pada kepuasan kerja memperlihatkan bahwa faktor-faktor
personal seperti kebutuhan dan aspirasi individual bersama dengan faktor-faktor
kelompok dan organisasi seperti hubungan dengan rekan kerja dan pengawas,
kondisi kerja , kebijakan kerja dan kompensasi mempengaruhi kepuasan kerja.
Seorang karyawan yang merasa puas cenderung lebih jarang absen, memberikan
kontribusi positif dan betah bersama organisasi. Sebaliknya karyawan yang tidak
merasa puas mungkin lebih sering absen, dapat mengalami stress yang
mengganggu rekan kerja, dan mungkin secara terus menerus mencari pekerjaan
lain (Griffin & Moorhead , 2013).
10
Menurut Griffin & Ebert (2007) karyawan yang puas cenderung
mempunyai semangat kerja , sikap keseluruhan karyawan terhadap lingkungan
kerja mereka tinggi. Semangat kerja mencerminkan sejauh mana mereka merasa
bahwa kebutuhan mereka terpenuhi oleh pekerjaan mereka. Semangat kerja
ditentukan oleh berbagai macam faktor yang meliputi kepuasan kerja dan
kepuasan atas berbagai faktor seperti upah, tunjangan, rekan-rekan kerja dan
kesempatan mendapatkan promosi. Apabila para pekerja puas dan memiliki
semangat kerja tinggi , organisasi mendapat berbagai macam manfaat, karyawan
akan lebih berkomitmen dan setia. Karyawan-karyawan seperti ini kemungkinan
besar akan bekerja lebih keras dan memberikan sumbangan yang berharga bagi
organisasi. Mereka cenderung tidak terlalu banyak mengeluh dan lebih sedikit
yang berperilaku negatif dibandingkan dengan rekan-rekannya yang kurang puas.
Menurut Rivai (2004), faktor-faktor yang biasanya digunakan untuk
mengukur kepuasan kerja seorang karyawan sebagai berikut:
1) Isi pekerjaan, penampilan tugas pekerjaan
2) Supervisi
3) Organisasi dan manajemen
4) Kesempatan untuk maju
5) Gaji dan keuntungan dalam bidang finansial lainnya seperti insentif
6) Rekan kerja
7) Kondisi pekerjaan
11
B. Pengembangan Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap masalah yang
dikemukakan dalam penelitian yang perlu dibuktikan kebenarannya.
1. Job Burnout dan Kepuasan Kerja
Penelitian Sajid (2014) menemukan bahwa tiga dimensi Burnout yaitu
emotional exhaustion (EE) , personal accomplishment (PA) dan
depersonalization (DP) merupakan faktor-faktor yang dapat menimbulkan
ketidakpuasan kerja. Emotional exhaustion (EE) berpengaruh negatif
terhadap kepuasan kerja , penurunan personal accomplishment (PA)
berpengaruh negatif terhadap kepuasan kerja dan depersonalization (DP)
berpengaruh negatif terhadap kepuasan kerja. Tingkat burnout pekerja
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat kepuasan kerja (Yener et
al., 2014). Penelitian Talachi & Gorji (2013) serta Pourkiani et al. (2014)
menunjukkan bahwa tiga dimensi job burnout yaitu emotional exhaustion
(EE), personal accomplishment (PA), dan depersonalization (DP)
berpengaruh negatif pada kepuasan kerja.
H-1 : Emotional exhaustion (EE) berpengaruh negatif terhadap
kepuasan kerja
H-2 : Personal accomplisment (PA) berpengaruh negatif terhadap
kepuasan kerja
H-3 : Depersonalization (DP) berpengaruh negatif terhadap
kepuasan kerja
12
2. Gaya Kepemimpinan dan Kepuasan kerja
Hubungan antara gaya kepemimpinan dan kepuasan kerja menerima
banyak perhatian di penelitian Griffith & Kranenburg (2013).
Kepemimpinan transformasional memiliki hubungan positif dengan kepuasan
kerja. Gaya kepemimpinan transaksional memiliki hubungan negatif dengan
kepuasan kerja. Penelitian Bushra et al. (2011) menyimpulkan bahwa
kepemimpinan transformasional berhubungan positif dengan kepuasan kerja
karyawan.
H-4 : Gaya kepemimpinan transformasional berpengaruh positif
pada kepuasan kerja
H-5 : Gaya kepemimpinan transaksional berpengaruh negatif
pada kepuasan kerja
3. Job Burnout dan Komitmen Organisasional
Menurut penelitian Sajid (2014) , tidak ada hubungan antara
Emotional Exhaustion (EE) dan komitmen organisasional, tetapi Personal
Accomplisment (PA) dan Depersonalization (DP) berpengaruh negatif
terhadap komitmen organisasional. Simha et al. (2015) menyatakan EE dan
DP berpengaruh signifikan terhadap komitmen affektif dan penelitian
Werang et al. (2015) menemukan terdapat hubungan yang signifikan
antara job burnout dan komitmen organisasional. Basami et al. (2013)
menemukan bahwa komitmen affektif dan komitmen normatif berhubungan
terbalik dengan EE dan DP.
13
H-6 : Emotional exhaustion (EE) berpengaruh negatif terhadap
komitmen organisasional
H-7 : Personal accomplisment (PA) berpengaruh negatif terhadap
komitmen organisasional
H-8 : Depersonalization (DP) berpengaruh negatif terhadap
komitmen organisasional
4. Gaya Kepemimpinan dan Komitmen Organisasional
Kepemimpinan adalah kunci penentu komitmen organisasional
(Mowday et al., 1979). Dalam kepemimpinan transformasional positif terkait
dengan komitmen organisasi (Griffith & Kranenburg , 2013). Kepemimpinan
transformasional berhubungan positif dengan komitmen organisasional
karyawan ( Bushra et al., 2011).
H-9 : Gaya kepemimpinan transformasional berpengaruh positif
terhadap komitmen organisasional
5. Kepuasan Kerja dan Komitmen Organisasional
Dalam penelitian Griffith & Kranenburg (2013) kepuasan kerja
berpengaruh positif terhadap komitmen organisasional. Terdapat hubungan
yang signifikansinya sedang antara kepuasan kerja dan komitmen
organisasional (Ismail & Daud, 2014). Dari hasil penelitian Yener et al.
(2014) juga ditemukan bahwa kepuasan kerja berpengaruh positif dan
signifikan terhadap tingkat komitmen organisasional pekerja. Hubungan
antara kepuasan kerja dan komitmen organisasional positif dan signifikan
menurut penelitian Mohammed & Eleswed (2013) .
14
H-10 : Kepuasan kerja berpengaruh positif terhadap komitmen
organisasional.
Menurut Meyer & Allen (1991), kepuasan kerja adalah penentu
komitmen organisasi. Kepuasan kerja terbukti berpengaruh sebagai variabel
mediasi antara gaya kepemimpinan transformasional dan komitmen
organisasional (Griffith & Kranenburg, 2013). Menurut penelitian Sajid
(2014), emotional exhaustion (EE) berpengaruh negatif terhadap
kepuasan kerja , penurunan personal accomplishment (PA) berpengaruh
negatif terhadap kepuasan kerja dan depersonalization (DP) berpengaruh
negatif terhadap kepuasan kerja. Penelitian Werang et al. (2015)
menemukan terdapat hubungan yang signifikan antara job
burnout dan komitmen organisasional. Basami et al. (2013) menemukan
bahwa komitmen affektif dan komitmen normatif berhubungan terbalik
dengan EE dan DP. Penelitian Talachi & Gorji (2013) serta Pourkiani et al.
(2014) menunjukkan bahwa tiga dimensi job burnout yaitu emotional
exhaustion (EE), personal accomplishment (PA), dan depersonalization (DP)
berpengaruh negatif pada kepuasan kerja.
H-11 : Pengaruh emotional exhaustion (EE) terhadap komitmen
organisasional dimediasi oleh kepuasan kerja.
H-12 : Pengaruh personal accomplisment (PA) terhadap komitmen
organisasional dimediasi oleh kepuasan kerja
H-13 : Pengaruh depersonalization (DP) terhadap komitmen
15
organisasional dimediasi oleh kepuasan kerja
H-14 : Pengaruh gaya kepemimpinan transformasional terhadap
komitmen organisasional dimediasi oleh kepuasan kerja
C. Kerangka Berfikir
Berdasarkan latar belakang permasalahan serta pengembangan hipotesis
yang telah dikemukakan sebelumnya, maka peneliti ingin mengkombinasikan
kedua penelitian yang telah dilakukan oleh Griffith & Kranenburg (2013) dan
Sajid (2014). Penelitian yang dilakukan oleh Griffith & Kranenburg (2013)
meneliti tentang pengaruh budaya organisasi dan gaya kepemimpinan terhadap
komitmen organisasional. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Sajid (2014)
meneliti tentang pengaruh job burnout terhadap komitmen organisasional dengan
kepuasan kerja sebagai variabel mediator.
Penelitian ini ingin mengetahui bagaimana pengaruh job burnout dan gaya
kepemimpinan terhadap komitmen organisasional dengan kepuasan kerja sebagai
variabel mediasi. Maka sebagai dasar untuk merumuskan hipotesis, berikut
disajikan kerangka pemikiran teoritis yang dituangkan dalam bentuk model
penelitian seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.1.
16
Variabel Mediasi
Variabel Terikat
Variabel Bebas
Sumber: Dimodifikasi dari Griffith & Kranenburg ( 2013 ) dan Sajid (2014).
Gambar 2.1
Kerangka Berfikir
Emotional
Exhaustion (EE)
Personal
Accomplishment
(PA)
Kepemimpinan
Transformasional
Depersonalization
(DP)
Kepemimpinan
Transaksional
Kepuasan Kerja
Komitmen
Organisasional
H 1
H 2
H 3
H4
H5
H 6
H 7
H8
8
88
H9
H10
H-11,12,13,14
17
D. Penelitian Terdahulu
Sebelum penelitian ini dilakukan sudah banyak penelitian lain mengenai
burnout , gaya kepemimpinan, kepuasan kerja dan komitmen organisasional.
Penelitian terdahulu sangat penting sebagai dasar pijakan dalam membuat
kerangka penelitian ini. Kegunaannya untuk mengetahui hasil penelitian yang
telah dilakukan oleh peneliti terdahulu, sekaligus sebagai perbandingan dan
gambaran untuk mendukung kegiatan penelitian berikutnya. Berikut adalah
penelitian yang telah dilakukan sebelumnya yang terkait dengan job burnout, gaya
kepemimpinan, kepuasan kerja dan komitmen organisasional yang disajikan
dalam Tabel 2.1.
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
No Nama Judul
Penelitian
Variabel
Penelitian
Hasil Penelitian
1. Simha et
al.(2015)
Demographic
Contributors to
Burnout, and the
Link Between
Burnout and
Commitment
Emotional
Exhaustion (EE)
Personal
Accomplishment
(PA)
Depersonaliza-
tion (DP)
Komitmen
affektif
Komitmen
continuance
EE dan DP
berpengaruh
signifikan terhadap
komitmen affektif
Penurunan PA
tidak berhubungan
signifikan dengan
komitmen affektif
EE berpengaruh
negatif terhadap
komitmen affektif
DP berpengaruh
positif terhadap
komitmen affektif
2. Werang
et al.
(2015)
Relationship
Between
Teachers’ Job
Burnout,
Teachers’
organizational
JobBurnout
Komitmen
Organisasional
Kinerja
Terdapat hubungan
yang signifikan
antara job burnout
dan komitmen
organisasional
guru
18
Commitment, and
Teachers’Job
Performance at
State Elementary
Schools in Boven
Digoel Regency ,
Papua,Indonesia
Terdapat hubungan
yang signifikan
antara job burnout
dan kinerja guru
Terdapat hubungan
yang signifikan
antara komitmen
organisasional dan
kinerja
3. Ismail &
Daud
(2014)
Teacher’sJob
Satisfaction as a
Mediator of the
Relationship
between Ethical
Leadership and
Organizational
Commitment in
School
Etik
Kepemimpinan
Kepuasan Kerja
Komitmen
Organisasi
Terdapat hubungan
yang
signifikansinya
sedang antara
kepuasan kerja dan
komitmen
organisasional
Terdapat hubungan
yang
signifikansinya
kuat antara etik
kepemimpinan dan
kepuasan kerja
Terdapat hubungan
yang
signifikansinya
sedang antara etik
kepemimpinan dan
komitmen
organisasional
Kepuasan kerja
sebagai mediator
sebagian dari
hubungan antara
etik kepemimpinan
dan komitmen
organisasional
4. Pourkiani
et al.
(2014)
Explaining the
Relationship
between Job
Burnout and Job
Satisfaction
among
Employees of the
Social Security
Organization of
Kerman Province
Job Burnout
Kepuasan Kerja
Terdapat hubungan
yang signifikan
antara job burnout
dan kepuasan kerja
Terdapat hubungan
yang signifikan
antara emotional
exhaustion dan
kepuasan kerja
Terdapat hubungan
19
yang signifikan
antara
depersonalization
dan kepuasan kerja
Terdapat hubungan
yang signifikan
antara kurangnya
keberhasilan
individu dan
kepuasan kerja
5. Sajid
(2014)
A Comparison of
Organizational
Commitment and
Job Burnout
among Teacher
in Private and
Public
Institutions with
moderating effect
of Job
Satisfaction
Emotional
Exhaustion (EE)
Personal
Accomplish-ment
(PA)
Depersonaliza-
tion (DP)
Kepuasan Kerja
Komitmen
organisasional
EE berpengaruh
negatif terhadap
kepuasan kerja
PA berpengaruh
negatif terhadap
kepuasan kerja
DP berpengaruh
negatif terhadap
kepuasan kerja
EE tidak
berpengaruh
terhadap komitmen
organisasional
PA berpengaruh
negatif terhadap
komitmen
organisasional
DP berpengaruh
negatif terhadap
komitmen
organisasional
Kepuasan kerja
tidak memberikan
efek sebagai
mediator antara
EE,PA dan DP
dengan komitmen
organisasional
6. Yener et
al.
(2014)
The effects of
Burnout on
Organizational
Commitment in
Kepuasan Kerja
Komitmen
Organisasional
Burnout
Tingkat Burnout
pekerja
berpengaruh
negatif dan
20
Logistics Sector Keadilan
Organisasi
signifikan terhadap
tingkat kepuasan
kerja
Kepuasan kerja
berpengaruh positif
dan signifikan
terhadap tingkat
komitmen
organisasional
pekerja
Keadilan organisasi
berpengaruh
negatif dan
signifikan terhadap
tingkat burnout
pada pekerja
7. Basami
et al.
(2013)
Investigating
Relationship
between Job
Burnout and
Organizational
Commitment
among Extension
Worker in
Kurdistan
Province, Iran
Job Burnout
Komitmen
Organisasional
Komitmen affektif
dan komitmen
normatif
berhubungan
terbalik dengan
emotional
exhaustion dan
depersonalization
dan berhubungan
positif dengan
personal
accomplishment
Tidak terdapat
hubungan yang
signifikan antara
commitment
continuance dan
personal
accomplishment
8. Griffith
&
Kranen-
burg
(2013)
The effect of
organizational
culture and
leadership style
on organizational
commitment
within SMES in
Gaya
kepemimpinan
Budaya
organisasi
Kepuasan kerja
Komitmen
organisasional
Kepemimpinan
transformasional
berpengaruh positif
terhadap kepuasan
kerja
Kepemimpinan
transaksional tidak
21
Suriname with
job satisfaction
as mediator
berpengaruh
terhadap kepuasan
kerja
Budaya inovatif
tidak berpengaruh
terhadap kepuasan
kerja
Budaya supportif
tidak berpengaruh
terhadap kepuasan
kerja
Kepuasan kerja
berpengaruh positif
terhadap komitmen
organisasional
Kepuasan kerja
berpengaruh
sebagai variabel
mediasi antara gaya
kepemimpinan
transformasional
terhadap komitmen
organisasi
9. Moham-
med &
Eleswed
(2013)
Job Satisfaction
and
Organizational
Commitment:
a Correlational
Study in Bahrain
Kepuasan Kerja
Komitmen
Organisasi
Pengaruh faktor-
faktor demografi
terhadap kepuasan
kerja dan komitmen
organisasional
tidak signifikan
Hubungan antara
kepuasan kerja dan
komitmen
organisasional
positif dan
signifikan.
10. Talachi
& Gorji
(2013)
Job Burnout and
Job Satisfaction
among Industry,
Mine and Trade
Organization
Employees:A
Questionnaire
Burnout
Emotional
exhaustion
Depersonaliza-
tion
Reduced personal
accomplishment
Burnout memiliki
hubungan negatif
dengan kepuasan
kerja
Emotional
exhaustion
memiliki hubungan
22
Survey Kepuasan Kerja negatif dengan
kepuasan kerja
Depersonalization
memiliki hubungan
negatif dengan
kepuasan kerja
Reduced personal
accomplishment
memiliki hubungan
negatif dengan
kepuasan kerja
11. Bushra et
al. (2011)
Effect of
Transformational
Leadership on
Employees’Job
Satisfaction and
Organizational
Commitment in
Banking Sector of
Lahore
(Pakistan)
Kepemimpinan
Transformasional
Kepuasan Kerja
Komitmen
Organisasional
Kepemimpinan
transformasional
berhubungan
positif dengan
kepuasan kerja
karyawan
Kepemimpinan
transformasional
berhubungan
positif dengan
komitmen
organisasional
karyawan
Simha et al. ( 2015 ) meneliti tentang pengaruh variabel demografi
terhadap burnout dan menjelaskan hubungan antara tiga dimensi burnout dengan
komitmen organisasional. Responden adalah perawat di rumah sakit paling besar
di Taipei sejumlah 169 orang yang semuanya wanita. Simha menemukan bahwa
EE dan DP berpengaruh signifikan terhadap komitmen affektif sedangkan PA
tidak berhubungan signifikan dengan komitmen affektif. EE berpengaruh negatif
terhadap komitmen affektif dan DP berpengaruh positif terhadap komitmen
affektif.
23
Werang et al. (2015) meneliti tentang hubungan antara burnout ,
komitmen organisasional dan kinerja dengan responden 123 guru SD di Papua,
Indonesia. Hasilnya terdapat hubungan yang signifikan antara burnout dan
komitmen organisasional pada guru. Terdapat hubungan yang signifikan antara
burnout dan kinerja guru. Terdapat hubungan yang signifikan antara komitmen
organisasional dan kinerja.
Ismail & Daud (2014) meneliti tentang kepuasan kerja sebagai mediator
hubungan antara etik kepemimpinan dan komitmen organisasional. Respondennya
324 orang guru SMP di Kedah , Malaysia. Hasil penelitian tersebut menunjukkan
terdapat hubungan yang signifikansinya sedang antara kepuasan kerja dan
komitmen organisasional. Terdapat hubungan yang signifikansinya kuat antara
etik kepemimpinan dan kepuasan kerja serta terdapat hubungan yang
signifikansinya sedang antara etik kepemimpinan dan komitmen organisasional.
Kepuasan kerja terbukti sebagai mediator sebagian dari hubungan antara etik
kepemimpinan dan komitmen organisasional.
Pourkiani et al. (2014) meneliti hubungan antara job burnout dan
kepuasan kerja. Respondennya 2610 orang staf dari Organisasi Jaminan Sosial
di Propinsi Kerman, Iran. Hasil dari penelitiannya adalah , terdapat hubungan
yang signifikan antara job burnout dan kepuasan kerja, terdapat hubungan yang
signifikan antara emotional exhaustion dan kepuasan kerja , terdapat hubungan
yang signifikan antara depersonalization dan kepuasan kerja dan terdapat
hubungan yang signifikan antara kurangnya keberhasilan individu dan kepuasan
kerja
24
Hasil penelitian Sajid (2014) terhadap 107 responden guru di sekolah
swasta dan negeri di Islamabad dan Rawalpindi menyimpulkan bahwa EE,
PAdan DP berpengaruh negatif terhadap kepuasan kerja. PA dan DP berpengaruh
negatif terhadap komitmen organisasional, sedangkan EE tidak berhubungan
dengan komitmen organisasional. Kepuasan kerja tidak memberikan efek sebagai
mediator antara EE, PA dan DP dengan komitmen organisasional.
Yener, et al. (2014) meneliti efek burnout terhadap komitmen
organisasional. Respondennya 420 pekerja di perusahaan logistik di Turki.
Tingkat burnout pekerja berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat
kepuasan kerja. Kepuasan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap
tingkat komitmen organisasional pekerja. Keadilan organisasi berpengaruh negatif
dan signifikan terhadap tingkat burnout pada pekerja.
Basami, et al. (2013) meneliti hubungan antara Job Burnout dan komitmen
organisasional pada 55 orang pekerja penyuluh pertanian di Kurdistan, Iran. Hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa komitmen affektif dan komitmen normatif
berhubungan terbalik dengan emotional exhaustion dan depersonalization dan
berhubungan positif dengan personal accomplishment. Tidak terdapat hubungan
yang signifikan antara commitment continuance dan personal accomplishment.
Griffith & Kranenburg (2013) meneliti pengaruh budaya organisasi dan
gaya kepemimpinan terhadap komitmen organisasional dengan kepuasan kerja
sebagai mediator. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kepemimpinan
transformasional berpengaruh langsung dan signifikan terhadap tingkat komitmen
25
organisasional yang ditunjukkan oleh karyawan. Kepemimpinan transformasional
memiliki efek positif terhadap komitmen organisasional melalui kepuasan kerja.
Kepuasan kerja memiliki pengaruh langsung, positif dan signifikan terhadap
komitmen organisasi.
Mohammed & Eleswed (2013) meneliti pengaruh faktor demografi
terhadap kepuasan kerja dan komitmen organisasional. Responden adalah
karyawan bank swasta di Bahrain yang mempunyai cabang di 22 negara sejumlah
156 orang. Menurut penelitian tersebut faktor umur adalah satu-satunya faktor
demografi yang berpengaruh terhadap kepuasan kerja dan komitmen organisasi .
Karyawan dengan usia di atas 50 tahun kepuasan kerja dan komitmen
organisasinya lebih tinggi sementara karyawan dengan usia 21 sampai 30 tahun
kepuasan kerja dan komitmen organisasinya paling rendah. Penelitian juga
membuktikan hubungan antara kepuasan kerja dan komitmen organisasional
positif dan signifikan.
Talachi & Gorji (2013) meneliti hubungan antara burnout kepuasan kerja
pada 154 orang pekerja organisasi pertambangan di Golestan, Iran. Hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa burnout memiliki hubungan negatif dengan
kepuasan kerja, emotional exhaustion memiliki hubungan negatif dengan
kepuasan kerja, depersonalization memiliki hubungan negatif dengan kepuasan
kerja dan reduced personal accomplishment memiliki hubungan negatif dengan
kepuasan kerja.
26
Bushra et al.(2011) meneliti hubungan antara kepemimpinan
transformasional dan kepuasan kerja dan komitmen organisasional pada karyawan
yang bekerja di bank. Penelitian dilakukan di Lahore, Pakistan dengan jumlah
total kuesioner 200 dan kembali 133 kuesioner. Temuan dari studi ini
menyimpulkan bahwa kepemimpinan transformasional berhubungan positif
dengan kepuasan kerja karyawan dan kepemimpinan transformasional
berhubungan positif dengan komitmen organisasional karyawan.
top related