bab ii tinjauan pustaka dan landasan teori 2.1 ......14 bab ii tinjauan pustaka dan landasan teori...
Post on 27-Mar-2021
5 Views
Preview:
TRANSCRIPT
14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
2.1 Tinjauan Pustaka
Penelurusan pustaka terhadap topik Kualitas Pelayanan, Kepuasan,
Kepercayaan (Trust), Citra (Image) dan Loyalitas Wisatawan pada Kegiatan
Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank di daerah Pariwisata Bali dan topik
sejenis yang relevan dilakukan dengan menelusuri jurnal ilmiah melalui online
dan dari buku - buku serta berbagai publikasi cetak lainnya. Hasilnya yang didapat
bahwa tidak banyak penelitian yang mengkaji topik Kepuasan Pelayanan,
Kepercayaan (Trust), Citra (Image) dan Loyalitas Wisatawan pada Kegiatan
Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank di daerah Pariwisata Bali. Penjelasan
berikut akan memaparkan penelitian terdahulu sebagai pembanding dengan
penelitian ini sebagai berikut.
2.1.1 Penelitian Terkait Kualitas Pelayanan
Penelitian yang dilakukan oleh Aryani (2010) berjudul “Pengaruh
Kualitas Layanan Terhadap Kepuasan Pelanggan dalam membentuk loyalitas
pelanggan”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelima dimensi pembentuk
kualitas layanan terbukti berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas layanan.
Adapun dimensi terkuat dalam menjelaskan kualitas layanan berturut-turut adalah
reliability ,responsiveness, assurance, empathy, dan tangibility.
Hasil penelitian Rosinta (2010) menunjukkan terdapat pengaruh yang
kuat dan positif antara variabel kualitas layanan di KFC (Kentucky Fried Chicken)
terhadap tingkat kepuasan mahasiswa FISIP UI, tidak terdapat pengaruh antara
kualitas layanan terhadap loyalitas pelanggan pada mahasiswa FISIP UI dan
15
terdapat pengaruh yang kuat serta positif antara kualitas layanan KFC terhadap
loyalitas pelanggan pada mahasiswa FISIP UI.
2.1.2 Penelitian Terkait Kepuasan, Kepercayaan, Loyalitas Wisatawan
Dikaji pula penelitian lain yang juga menjadi acuan dalam penelitian
Disertasi ini adalah penelitian (Harun, 2006) yang berjudul “Analisis Faktor-
Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Pelanggan Untuk Meningkatkan Loyalitas
Pelanggan Produk Telkom Flexi”. Dalam penelitian ini, Harun mengambil
responden pelanggan produk Telkom Flexi Classy pada PT. Telekomunikasi
Indonesia Kota Semarang. Hasil penelitian menunjukkan persepsi kualitas layanan
berpengaruh positif terhadap tingkat pelayanan, citra perusahaan berpengaruh
positif terhadap tingkat pelayanan, dan tingkat pelayanan berpengaruh positif
terhadap loyalitas perusahaan.
Penelitian di Hotel Pelangi Malang, dilakukan oleh Selvy (2013) dengan
judul Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Pelanggan, Citra
Perusahaan, dan Loyalitas Pelanggan menunjukkan bahwa (1) pengaruh Kualitas
Pelayanan terhadap Kepuasan Pelanggan; (2) pengaruh Kualitas Pelayanan
terhadap Citra Perusahaan; (3) pengaruh Kualitas Pelayanan terhadap Loyalitas
Pelanggan; (4) pengaruh Kepuasan Pelanggan terhadap Citra Perusahaan; (5)
pengaruh Kepuasan Pelanggan terhadap Loyalitas Pelanggan; (6) pengaruh Citra
Perusahaan terhadap Loyalitas Pelanggan. Jenis penelitian yang digunakan adalah
penelitian penjelasan (explanatory research) dengan pendekatan kuantitatif.
Sampel sebanyak 112 orang responden yang menginap di Hotel Pelangi Malang
minimal dua kali. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah accidental
sampling dan metode pengumpulan data menggunakan kuesioner. Analisis data
yang digunakan adalah analisis deskriptif, dan analisis jalur (path analysis). Hasil
16
analisis jalur (path analysis) dapat diketahui bahwa : (1) variabel kualitas
Pelayanan memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel Kepuasan Pelanggan;
(2) variabel Kualitas Pelayanan memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel
Citra Perusahaan; (3) variabel Kualitas Pelayanan tidak memiliki pengaruh
signifikan terhadap pengaruh Loyalitas Pelanggan; (4) variabel Kepuasan
Pelanggan memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel Citra Perusahaan; (5)
variabel Kepuasan Pelanggan memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel
Loyalitas Pelanggan; (6) variabel Citra Perusahaan memiliki pengaruh signifikan
terhadap variabel Loyalitas Pelanggan.
Penelitian di Universitas Merdeka Malang dilakukan oleh Sirhan (2016)
dengan judul Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan dan Loyalitas
Mahasiswa menunjukkan bahwa penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa
besar pengaruh variabel kualitas pelayanan dalam mempengaruhi kepuasan dan
loyalitas mahasiswa. Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa Universitas
Merdeka Malang Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik sebanyak 207 responden
dengan menggunakan teknik Slovin. Metode dalam penelitian ini adalah deskriptif
kuantitatif. Data yang telah memenuhi uji validitas dan reliabilitas, maka melalui
analisis Path. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif, hasil dari
penelitian ini adalah kualitas pelayanan berpengaruh signifikan terhadap loyalitas.
Kualitas pelayanan berpengaruh signifikan terhadap kepuasan dan kepuasan
berpengaruh signifikan terhadap loyalitas.
2.1.3 Penelitian Terkait Citra Perusahaan KUPVA BB Di Daerah
Pariwisata Bali
Penelitian yang memiliki persamaan dengan penelitian Disertasi ini
adalah hasil penelitian Tesis Ratih (2017) yang berjudul “Faktor Dominan
17
Pelayanan dan Citra Usaha Penukaran Valuta Asing Pembentuk Kepuasan
Wisatawan di Kabupaten Badung” dan hasil penelitian Tesis Budiartha (2012)
yang berjudul “Faktor-faktor yang Berperan Terhadap Kepuasan Wisatawan Pada
Pelayanan Pedagang Valuta Asing di Kabupaten Badung”. Persamaannya yaitu
sama-sama meneliti tentang kepuasan wisatawan terhadap kualitas pelayanan
usaha penukaran valuta asing. Akan tetapi perbedaan pada penelitian ini, obyek
yang dikaji lebih luas yaitu perusahaan KUPVA BB yang berada di daerah
Pariwisata Bali yang meliputi Kabupaten Badung, Denpasar dan gianyar. Cakupan
materi pembahasan penelitian ini pun lebih luas yang meliputi hubungan kualitas
pelayanan dengan kepuasan wisatawan, kepercayaan, citra dan loyalitas
wisatawan yang berkunjung di daerah Pariwisata Bali. Dengan mengetahui
pengaruh kualitas pelayanan perusahaan KUPVA BB terhadap kepuasan,
kepercayaan, citra dan loyalitas wisatawan di daerah Pariwisata Bali diharapkan
para pengusaha KUPVA BB di daerah Pariwisata Bali dapat lebih meningkatkan
kualitas pelayanannya guna menumbuhkan loyalitas wisatawan. Dengan demikian
target keuntungan perusahaan tercapai disamping juga untuk memberikan citra
positif bagi perusahaan KUPVA BB di daerah Pariwisata Bali dan Pariwisata Bali
di mata dunia internasional.
2.2 Landasan Teori
Untuk permasalahan dan menemukan jawaban atas permasalahan tersebut
diatas, penelitian ini menggunakan teori loyalitas wisatawan yang dikemukakan
oleh Lovelock dan Wright (2007) sebagai teori utama (grand theory). Teori
tersebut didukung oleh teori kepuasan pelanggan, teori kepercayaan, teori citra
dan teori prilaku konsumen sebagai teori pendukung untuk mengetahui sejauh
18
mana hubungan dan pengaruh antara teori yang satu dengan yang lain membentuk
suatu keadaan baru dalam penelitian ini. Kesemua teori tersebut dijabarkan secara
utuh sebagai berikut:
2.2.1 Teori Kepuasan Pelanggan
Dewasa ini, konsep tujuan perusahaan telah bergeser di mana tujuan
perusahaan tidak lagi semata-mata mencari keuntungan, namun juga untuk
memuaskan pelanggan. Tjiptono (2007:146) mengungkapkan bahwa kepuasan
pelanggan merupakan evaluasi purna beli di mana alternatif yang dipilih
sekurang-kurangnya memberikan hasil (outcome) sama atau melampaui harapan
pelanggan, sedangkan ketidakpuasan timbul apabila hasil yang diperoleh tidak
memenuhi harapan pelanggan.
Kepuasan menjadi hal yang penting bagi perusahaan penyedia jasa
pelayanan, karena pelanggan akan menyebarluaskan rasa puas kepada calon
pelanggan yang lain, sehingga akan menaikkan reputasi kepada perusahaan
penyedia jasa pelayanan. Kepuasan pelanggan merupakan suatu tingkatan
kebutuhan, keinginan dan harapan dari pelanggan dapat terpenuhi yang akan
mengakibatkan terjadinya pembelian ulang atau kesetiaan yang berlanjut.
Kepuasan menurut Suwardi (2011:55), merupakan evaluasi purnabeli dimana
alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya memberikan hasil sama atau
melampaui harapan pelanggan, sedangkan ketidakpuasan timbul apabila hasil
yang diperoleh tidak memenuhi harapan pelanggan.
Menurut Milianasani (2012:40) kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan
adalah respon pelanggan terhadap evaluasi ketidaksesuaian (disconfirmation)
yang dirasakan antara harapan sebelumnya dengan kinerja aktual produk yang
dirasakan setelah pemakaiannya. Kepuasan pelanggan adalah evaluasi secara
19
keseluruhan terhadap pelayanan. Kepuasan juga merefleksikan sikap pelanggan
untuk melakukan pembelian ulang. Jika pelayanan yang diberikan melebihi
harapan mereka, maka loyalitas mereka akan semakin meningkat.
Berdasarkan beberapa pengertian kepuasan pelanggan tersebut, maka
dapat dinyatakan bahwa kepuasan pelanggan adalah suatu tanggapan atau
penilaian antara persepsi dan ekspektasi pelanggan mengenai nilai suatu produk
yang ditawarkan oleh perusahaan. Apabila kinerja berada di bawah harapan, maka
pelanggan akan kecewa. Sebaliknya, apabila kinerja sesuai dengan harapan,
pelanggan akan sangat puas. Harapan pelanggan dapat dibentuk dapat dibentuk
dari pengalaman masa lampau, komentar dari kerabatnya serta janji dan informasi
dari pemasar dan saingannya. Pelanggan yang puas akan setia lebih lama, kurang
sensitif terhadap harga dan memberi komentar yang baik tentang perusahaan.
Kepuasan pelanggan memiliki keterkaitan pengertian dan definisi dengan
kualitas pelayanan yang dikemukakan para sarjana. Rangkuti (2006:28)
memberikan definisi kualitas pelayanan adalah penyampaian jasa yang akan
melebihi tingkat kepentingan pelanggan. Menurut Tjiptono (2007:59), kualitas
pelayanan adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendaliannya atas
tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan. Kualitas
pelayanan dapat didefinisikan sebagai seberapa jauh perbedaan antara kenyataan
dan harapan para pelanggan atas layanan yang mereka terima.
Awalnya, kualitas pelayanan dikembangkan atas dasar kriteria yang
ditetapkan oleh perusahaan, sedangkan saat ini telah bergeser kepada pengertian
sesuai dengan kriteria konsumen (Manullang, 2008). Kualitas pelayanan sering
dikonseptualisasikan sebagai perbandingan antara layanan yang diharapkan
dengan persepsi performansi yang diterima. Haryono (2010:80) menyatakan
20
bahwa bagi suatu perusahaan khususnya perusahaan jasa, kualitas pelayanan
sangat mempengaruhi tingkat kepuasan pelanggan. Sehingga bagi perusahaan jasa
sangatlah penting untuk mengatur strategi bagaimana meningkatkan kualitas
pelayanan agar kepuasan konsumen dapat tercipta.
Model kualitas pelayanan perbankan yang populer dan hingga kini banyak
dijadikan acuan dalam riset pemasaran adalah model servqual (service quality).
Dalam model servqual, Parasuraman et al., (1985) mendefinisikan kualitas
pelayanan sebagai penilaian atau sikap global yang berkenaan dengan superioritas
suatu layanan sedangkan kepuasan nasabah adalah respon dari penilaian tersebut.
Zeithaml, Bitner, dan Gremler (1996:111) berpendapat bahwa kepuasan
pelanggan sangat dipengaruhi oleh kualitas layanan yang diberikan oleh sebuah
perusahaan yang terdiri dari 5 (lima) dimensi kualitas layanan, yaitu tangible,
reliability, responsiveness, assurance, dan emphaty:
Terciptanya kepuasan pelanggan dapat memberikan beberapa manfaat,
seperti yang disebutkan oleh Tjiptono (2007:24) sebagai berikut:
a. Hubungan antara pelanggan dan perusahaan menjadi harmonis.
b. Memberikan dasar yang baik bagi pembelian ulang.
c. Terciptanya loyalitas pelanggan.
d. Membentuk rekomendasi dari mulut ke mulut (word-of-mouth) yang
menguntungkan bagi perusahaan.
e. Reputasi perusahaan menjadi baik dimata pelanggan
f. Laba yang diperoleh dapat meningkat
Kotler (2007:72) mengemukakan empat metode yang banyak digunakan
dalam mengukur kepuasan pelanggan, antara lain.
21
1. Sistem Keluhan dan Saran
Perusahaan dapat menggunakan kotak saran yang diletakkan di tempat
strategis, menggunakan kartu komentar, saluran telepon khusus bebas
pulsa atau melalui website. Namun metode ini bersifat pasif, maka sulit
mendapatkan gambaran lengkap mengenai kepuasan atau ketidakpuasan
pelanggan. Tidak semua pelanggan akan menyampaikan keluhannya,
namun mereka dapat langsung berganti pemasok atau menghentikan
pembelian terhadap produk atau jasa. Upaya ini juga tidak dapat
dilaksanakan secara maksimal apabila perusahaan tidak memberi timbal
balik dan tindak lanjut yang memadai bagi pelanggan yang menyampaikan
keluhan dan saran mereka.
2. Ghost Shopping
Metode ini dilakukan dengan mempekerjakan beberapa orang ghost
shoppers untuk berperan sebagai pelanggan potensial jasa perusahaan
pesaing. Ghost shoppers dapat melaporkan temuan penting mengenai
kekuatan dan kelemahan perusahaan dibandingkan dengan pesaingnya.
Selain itu ghost shoppers juga dapat mengobservasi cara perusahaan dan
pesaingnya melayani permintaan pelanggan, menjawab pertanyaan
pelanggan, dan menangani setiap masalah terkait dengan keluhan
pelanggan.
3. Lost Customer Analysis
Perusahaan menghubungi para pelanggan yang telah berhenti melakukan
pembelian atau yang telah beralih pemasok agar dapat memahami
mengapa hal itu terjadi dan supaya dapat mengambil kebijakan
perbaikan/penyempurnaan selanjutnya. Akan tetapi, ada kesulitan dalam
22
pelaksanaan metode ini, yaitu mengidentifikasi dan mengontak mantan
pelanggan yang bersedia memberi masukan dan evaluasi kinerja
perusahaan.
4. Survey Kepuasan Pelanggan
Penelitian mengenai kepuasan pelanggan dapat dilakukan melalui survey,
baik melalui pos, telepon, e-mail, maupun wawancara langsung. Melalui
survey, perusahaan akan memperoleh tanggapan dan umpan langsung dari
pelanggan dan juga memberi sinyal positif bahwa perusahaan menaruh
perhatian terhadap pelanggan.
Kepuasan pelanggan tidak akan terbentuk apabila harapan pelanggan tidak
terpenuhi. Harapan pelanggan akan mewarnai setiap tindakan keputusan
berkunjung. Harapan pelanggan akan menjadi dasar keputusannya ketika
dihadapkan pada berbagai alternatif produk jasa yang ditawarkan. Harapan itu
sendiri merupakan manifestasi dari pengalaman masa lalu konsumen, pendapat
teman, informasi dari saudara, informasi dari pemasar dan lain-lain. Oleh karena
itu pengelola perlu untuk lebih memposisikan kepuasan pengunjung sebagai fokus
utama dengan implementasi tindakan yang memiliki akses pada terciptanya alat
pemuas dengan prestasi yang sesuai. Suatu perusahaan kadang-kadang mengalami
kegagalan dalam memenuhi kepuasan pelanggan.
Buchari (2007:286) mengemukakan beberapa penyebab utama tidak
terpenuhinya harapan pelanggan, yaitu:
1. Tidak sesuai harapan dengan kenyataan
2. Layanan selama proses menikmati jasa tidak memuaskan
3. Perilaku personil kurang memuaskan
4. Suasana dan kondisi fisik lingkungan tidak menunjang
23
5. Cost terlalu tinggi, karena jarak terlalu jauh, banyak waktu terbuang dan
harga tidak sesuai
6. Promosi / iklan terlalu muluk-muluk, tidak sesuai dengan kenyataan.
Menurut Tjiptono (2007:366) ada enam konsep inti mengenai objek
pengukuran kepuasan konsumen, yaitu:
1. Kepuasan konsumen keseluruhan (Overall Customer Satisfaction).
Cara untuk mengukur kepuasan konsumen adalah
a. Langsung menanyakan kepada konsumen seberapa puas mereka
dengan produk atau jasa dari perusahaan yang bersangkutan.
b. Menilai dan membandingkan dengan produk atau jasa dari pesaing.
2. Dimensi kepuasan konsumen
Meminta kepada kosumen untuk menilai produk atau jasa berdasarkan
item-item spesifik seperti kecepatan layanan, fasilitas, keramahan pegawai
dan menentukan dimensi-dimensi yang paling penting dalam kepuasan
konsumen.
3. Konfirmasi harapan (Confirmation of Expectation)
Kepuasan tidak diukur langsung namun disimpulkan berdasarkan
kesesuaian antara harapan konsumen dengan kinerja produk perusahaan.
4. Minat pembelian ulang (Repurchase Intent)
Kepuasan diukur secara behavioral dan menanyakan kepada konsumen
apakah akan membeli ulang produk.
5. Kesediaan merekomendasi (Willingness to Recommend)
Kesediaan konsumen untuk merekomendasikan produk kepada teman atau
keluarga.
24
6. Ketidakpuasan konsumen (Customer Dissatisfaction)
Aspek ketidakpuasan konsumen meliputi : komplain, retur (pengembalian
produk), biaya garansi, produk recall (penarikan produk dari pasar), getok
tular negatif, dan defection (konsumen yang beralih ke pesaing).
Menurut Tjiptono (2007:155) komplain yang disampaikan berkenaan
dengan adanya ketidakpuasan dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu:
a. Voice response
Kategori ini meliputi usaha menyampaikan keluhan secara langsung dan atau
meminta ganti rugi kepada perusahaan yang bersangkutan. Bila pelanggan
melakukan hal ini, maka perusahaan masih mungkin memperoleh beberapa
manfaat yaitu:
1. Pelanggan memberikan kesempatan sekali lagi kepada perusahaan untuk
memuaskan mereka.
2. Risiko publisitas buruk dapat ditekan, baik publisitas dalam bentuk
rekomendasi dari mulut ke mulut, maupun melalui koran atau media
massa.
3. Memberikan masukkan mengenai kekurangan pelayanan yang perlu
diperbaiki perusahaan.
b. Private response
Tindakan yang dilakukan antara lain memperingatkan atau memberitahu
kolega, teman atau keluarganya mengenai pengalamannya dengan perusahaan
yang bersangkutan.
25
c. Third-party response
Tindakan yang dilakukan meliputi usaha meminta ganti rugi secara hukum,
mengadu lewat media massa surat, atau secara langsung mendatangi lembaga
konsumen, instansi hukum dan sebagainya.
Menurut Tjiptono (2007:166) ada empat aspek penting dalam
penanganan keluhan, yaitu:
a. Empati terhadap pelanggan yang marah.
Dalam menghadapi pelanggan yang emosi atau marah, perusahaan
perlu bersikap empati, karena bila tidak maka situasi akan bertambah
runyam. Untuk itu perlu diluangkan waktu untuk mendengarkan
keluhan dan berusaha memahami situasi yang dirasakan oleh pelanggan
tersebut.
Dengan demikian permasalahan yang dihadapi dapat menjadi jelas
sehingga pemecahan yang optimal dapat diupayakan bersama.
b. Kecepatan dalam penanganan keluhan.
Kecepatan merupakan hal yang sangat penting dalam penanganan
keluhan. Apabila keluhan pelanggan tidak segera ditanggapi, maka rasa
tidak puas terhadap perusahaan akan menjadi permanen dan tidak dapat
diubah lagi. Sedangkan apabila keluhan dapat ditangani dengan cepat,
maka kemungkinan pelanggan tersebut menjadi puas. Apabila
pelanggan puas dengan cara penanganan keluhannya, maka besar
kemungkinan ia akan menjadi pelanggan perusahaan kembali.
c. Kewajaran atau keadilan dalam memecahkan permasalahan atau
keluhan. Perusahaan harus memperhatikan aspek kewajaran dalam hal
biaya dan kinerja jangka panjang. Hasil yang diharapkan tentunya
26
adalah situasi winwin (realistis, fair dan proporsional), dimana
pelanggan dan perushaan sama-sama diuntungkan.
d. Kemudahan bagi pelanggan untuk menghubungi perusahaan.
Hal ini sangat penting bagi pelanggan untuk menyampaikan komentar,
saran, kritik, pertanyaan dan keluhannya. Bila perlu perusahaan
menyediakan jalur atau saluran telepon khusus (hot line service) untuk
menampung keluhan pelanggan atau memanfaatkan E-mail.
Kepuasan wisatawan pada perusahaan KUPVA BB dalam penelitian ini
yang paling dominan dipengaruhi oleh faktor tangible dengan indikator kepuasan
dengan ketersediaan papan rate. Faktor reliability dengan indikator kepuasan
dengan kepastian infomasi rate yang tepat. Faktor responsiveness dengan
indikator kepuasan dengan menghargai wisatawan. Faktor emphaty dengan
indikator kepuasan dengan adanya kejujuran saat memberikan pelayanan. Faktor
assurance dengan indikator kepuasan dengan fokus melayani wisatawan.
2.2.2 Teori Kepercayaan (trust)
Kepercayaan adalah kesediaan perusahaan untuk bergantung pada mitra
bisnis (Kotler, 2010). Kepercayaan tergantung pada sejumlah faktor antar pribadi
wisatawan dan antar kelompok wisatawan terhadap kompetensi, integritas,
kejujuran, dan kebaikan hati perusahaan KUPVA BB di daerah Pariwisata Bali.
Menurut Haryono (2010) mendefinisikan kepercayaan sebagai suatu kondisi
ketika salah satu pihak yang terlibat dalam proses pertukaran yakin dengan
kehandalan dan integritas pihak yang lain. Kepercayaan sangat penting untuk
dapat membangun hubungan jangka panjang dan mempertahankan pangsa pasar
yang sudah ada (Zeithaml, 1996:158) melihat kepercayaan adalah unsur dasar
dalam menjaga hubungan dan juga sebagai keyakinan pada kejujuran dan
27
integritas pihak lain. Kepercayaan wisatawan sangat penting untuk dapat
membangun hubungan jangka panjang dan mempertahankan wisatawan yang
sudah lama menggunakan jasa penukaran valuta asing di Bali.
Menurut Darsono (2008) menyatakan bahwa kepercayaan adalah sebagai
kesediaan (willingness) individu untuk menggantungkan dirinya pada pihak lain
yang terlibat dalam pertukaran karena individu mempunyai keyakinan
(confidence) kepada pihak lain tersebut. Hal ini berarti kepercayaan wisatawan
sebagai kesediaan wisatawan untuk menggantungkan dirinya pada perusahaan
KUPVA BB di daerah Pariwisata Bali karena memiliki keyakinan kepada
perusahaan tersebut.
Kepercayaan wisatawan dapat berarti keadaan psikologis yang membuat
wisatawan bersedia menjadi rentan atau yakin terhadap tindakan perusahaan
KUPVA BB di daerah Pariwisata Bali. Milianasari (2012) berpendapat bahwa
kepercayaan merupakan keyakinan mutual dari kedua pihak bahwa diantara
keduanya tidak akan memanfaatkan kelemahan pihak lain. Eid (2011)
mendefinisikan kepercayaan sebagai satu kelompok keyakinan yang dianut oleh
konsumen mengenai karakteristik tertentu dari penyedia serta perilaku masa depan
penyedia tersebut. Chinomona dan Sandada (2013) berpendapat bahwa perilaku
yang dapat dipercaya oleh konsumen secara langsung mempengaruhi
kepercayaan. Kepercayaan wisatawan merupakan keyakinan mutual dari kedua
pihak yakni wisatawan dan perusahaan KUPVA BB di daerah Pariwisata Bali
yang didapat tanpa merendahkan perusahaan pesaing.
Kepercayaan wisatawan mempunyai andil besar dalam membangun
sebuah loyalitas serta kepercayaan wisatawan sangat penting dalam pertukaran
relasional dan menjadi landasan kemitraan strategis antara wisatawan dengan
28
perusahaan KUPVA BB di daerah Pariwisata Bali, khususnya dalam situasi yang
beresiko. Teori kepercayaan ini dipertegas oleh Lau dan Lee (1999) yang
menyebutkan bahwa kepercayaan sebagai kesediaan seseorang untuk
menggantungkan dirinya pada pihak lain dengan resiko tertentu. Kepercayaaan
dapat terwujud apabila wisatawan berharap dan berkeyakinan bahwa tindakan dari
perusahaan KUPVA BB di daerah Pariwisata Bali berakibat positif bagi
wisatawan itu sendiri.
Menurut Barnes (2003), beberapa elemen penting dari kepercayaan adalah:
1. Kepercayaan merupakan perkembangan dari pengalaman dan tindakan
masa lalu.
2. Watak yang dapat dipercaya dan dapat diandalkan.
3. Kepercayaaan melibatkan kesediaan untuk menempatkan diri dalam
resiko.
4. Kepercayaan melibatkan perasaan aman dan yakin pada diri partner.
Menurut Kotler (2007), dimensi kepercayaan terdiri atas:
1. Transparan: informasi, jujur.
2. Kualitas produk/jasa: produk dan jasa terbaik untuk memenuhi harapan.
3. Insentif: insentif diselaraskan sehingga karyawan mempercayai dan
memenuhi diri mereka sendiri.
4. Desain kerja sama: pelanggan membantu merancang produk secara
perorangan dan melalui komunitas.
5. Perbandingan produk: membandingkan produk pesaing secara jujur dan
komunitas kompherehensif.
6. Rantai pasokan: semua mitra rantai pasokan bersatu untuk membangun
kepercayaan.
29
7. Advokasi/pervasif: semua fungsi bekerja untuk membangun kepercayaan.
Adapun komponen kepercayaan menurut Robbins (2006) ada lima yaitu
Integritas, Kompetensi, Konsistensi, Loyalitas, dan Keterbukaan, bila peneliti
jabarkan adalah sebagai berikut:
1. Integritas meliputi kejujuran dan keadaan yang sesungguhnya yang
ditunjukkan oleh perusahaan KUPVA BB di daerah Pariwisata Bali.
Integritas dalam kepercayaan merupakan sesuatu hal yang kritikal. Tanpa
persepsi karakter moral dan kejujuran yang dasar, dimensi lainnya tidak
akan berarti.
2. Kompetensi disini merupakan teknik dan kemampuan dalam berinteraksi
membangun kepercayaan antara wisatawan dengan perusahaan KUPVA
BB di daerah Pariwisata Bali. Misalnya bagaimana perusahaan KUPVA
BB mendengarkan keluhan wisatawan, bagaimana berbicara dan
mengucapkan sesuatu agar terjadi proses kepercayaan antara wisatawan
dengan perusahaan KUPVA BB di daerah Pariwisata Bali.
3. Konsistensi berhubungan dengan sesuatu yang dapat dipercaya, tingkat
predikasi wisatawan dan penilaian positif wisatawan terhadap antara
wisatawan dengan perusahaan KUPVA BB di daerah Pariwisata Bali
dalam menangani berbagai situasi.
4. Loyalitas. Kemampuan untuk melindungi dan menyelamatkan wisatawan
dari perusahaan KUPVA BB pesaing. Kepercayaan mempersyaratkan
wisatawan tergantung kepada perusahaan KUPVA BB dan perusahaan
KUPVA BB tidak mencari kesempatan atas kepercayaan tersebut.
5. Keterbukaan. Dimensi terakhir kepercayaan mengharuskan adanya
keterbukaan antara wisatawan dengan perusahaan KUPVA BB di daerah
30
Pariwisata Bali. Tanpa keterbukaan tidak mungkin akan terjadi proses
kepercayaan tersebut.
Peppers and Rogers (2004) menyatakan bahwa komponen-komponen
kepercayaan adalah:
1. Kredibilitas
Karyawan jujur dan kata-katanya dapat dipercaya. Kredibilitas harus
dilakukan dengan kata-kata, “saya dapat mempercayai apa yang dikatakannya
mengenai ….” bentuk lain yang berhubungan adalah believability dan
truthfulness.
2. Reliabilitas
Sesuatu yang bersifat reliable atau dapat dihandalkan. Ini berarti
berhubungan dengan kualitas individu/organisasi. Reliabilitas harus dilakukan
dengan tindakan; “ saya dapat mempercayai apa yang akan dilakukannya .
….” Bentuk lain yang berhubungan adalah predictability dan familiarity.
3. Intimacy
Kata yang berhubungan adalah integritas yang berarti karyawan memiliki
kualitas sebagai karyawan yang memiliki prinsip moral yang kuat. Integritas
menunjukkan adanya internal consistency, ada kesesuaian antara apa yang
dikatakan dan dilakukan, ada konsistensi antara pikiran dan tindakan.
Menurut Jasfar (2012: 16-17) faktor-faktor yang menjadi pondasi
terbentuknya hubungan jangka panjang antara perusahaan dengan konsumen yang
berdasarkan kepercayaan, yaitu: penilaian terhadap kompetensi perusahaan
(perceived competence) dan penilaian terhadap keadilan dan kejujuran (perceived
fairness). Hal ini berarti kepercayaan wisatawan terhadap perusahaan KUPVA BB
di daerah Pariwisata Bali adalah sebagai bentuk keyakinan wisatawan terhadap
31
sebuah janji perusahaan yang bersifat reliable dan juga merupakan alasan dasar
untuk menjalin hubungan dengan perusahaan KUPVA BB di daerah Pariwisata
Bali.
Kepercayaan secara jelas sangat bermanfaat dan penting untuk
membangun relationship, walaupun, menjadi pihak yang dipercaya tidaklah
mudah dan memerlukan usaha bersama. Faktor-faktor berikut memberikan
kontribusi bagi terbentuknya kepercayaan (Peppers and Rogers, 2004).
1. Shared value. Nilai-nilai merupakan hal mendasar untuk mengembangkan
kepercayaan. Pihak-pihak dalam relationship yang memiliki perilaku, tujuan
dan kebijakan yang sama akan mempengaruhi kemampuan mengembangkan
kepercayaan. Pihak-pihak yang terlibat sulit untuk saling percaya apabila ide
masing-masing pihak tidak konsisten.
2. Interdependence. Ketergantungan pada pihak lain mengimplikasikan
kerentanan. Untuk mengurangi risiko, pihak yang tidak percaya akan
membina relationship dengan pihak yang dapat dipercaya.
3. Quality communication. Komunikasi yang terbuka dan teratur, apakah formal
atau informal, dapat meluruskan harapan, memecahkan persoalan, dan
meredakan ketidakpastian dalam pertukaran. Komunikasi yang dilakukan
untuk menghasilkan kepercayaan harus dilakukan secara teratur dan
berkualitas tinggi; atau dengan kata lain, harus relevan, tepat waktu, dan
reliable. Komunikasi masa lalu yang positif akan menimbulkan kepercayaan,
dan pada gilirannya akan menjadi komunikasi yang lebih baik.
4. Nonopportunistic behavior. Berperilaku secara opportunis adalah dasar bagi
terbatasnya pertukaran. Relationship jangka panjang yang didasarkan pada
32
kepercayaan memerlukan partisipasi semua pihak dan tindakan yang
meningkatkan keinginan untuk berbagi benefit dalam jangka panjang.
Mowen (2002) menjelaskan beberapa manfaat dari adanya kepercayaan,
antara lain :
1. Kepercayaan dapat mendorong pemasar untuk berusaha menjaga hubungan
yang terjalin dengan bekerjasama dengan rekan perdagangan.
2. Kepercayaan menolak pilihan jangka pendek dan lebih memilih keuntungan
jangka panjang yang diharapkan dengan mempertahankan rekan yang ada.
3. Kepercayaan dapat mendorong pemasar untuk memandang sikap yang
mendatangkan risiko besar dengan bijaksana karena percaya bahwa rekannya
tidak akan mengambil kesempatan yang dapat merugikan pemasar.
Menurut Yoeti (2002) salah satu faktor keberhasilan relationship
marketing adalah faktor trust/kepercayaan dari pihak-pihak yang terlibat dalam
hubungan tersebut. Pada saat seseorang mempercayai pihak lain dalam hubungan
antar pribadi, ia akan menggantungkan dirinya pada pihak lain tersebut dan
selanjutnya akan memunculkan niatnya untuk mempertahankan hubungan yang
direpresentasikan dalam bentuk kesetiaan membeli Mowen (2002) mengatakan
bahwa kepercayaan dan komitmen merupakan perantara kunci dalam membangun
loyalitas. Penelitian Kurniasari (2012) memperoleh hasil bahwa kepercayaan
merupakan bagian mendasar bagi terbentuknya komitmen, dan komitmen
mempunyai kecenderungan untuk melawan preferensi yang menjadi sebuah kunci
perintis untuk loyalitas.
Sektor pelayanan penukaran valuta asing selaku sektor pendukung sarana
dan prasarana pariwisata sangat membutuhkan kepercayaan wisatawan karena
kegiatan ini memiliki resiko, kerentanan dan ketidakpastian terkait nilai kurs mata
33
uang asing yang berubah-berubah setiap harinya yang memunculkan perasaan
khawatir para wisatawan sehingga membutuhkan suatu standar tertentu untuk
menjaga kualitas layanan. Kualitas layanan yang baik dapat melahirkan
kepercayaan sebagai kunci keberhasilan dari komitmen hubungan jangka panjang
antara perusahaan penyedia layanan penukaran uang asing dengan pelanggannya.
Kepercayaan dapat menjadi komponen bisnis yang penting dalam menentukan
tingkat keyakinan wisatawan untuk dapat menerima segala tawaran yang
diberikan oleh perusahaan penyedia layanan penukaran uang asing.
Faktor yang paling penting diperhatikan oleh perusahaan KUPVA BB di
daerah Pariwisata Bali untuk menumbuhkan kepercayaan kepada wisatawan untuk
tetap bertransaksi di perusahaan KUPVA BB di daerah Pariwisata Bali, pertama
yang harus diperhatikan pada saat pendirian perusahaan adalah aspek legalitas
yaitu apakah telah sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia (BI) sebagai peraturan
induk yang mengatur tentang penukaran valuta asing dan apakah telah sesuai
dengan kebijakan pemerintah setempat yang memberikan kesempatan yang luas
bagi warga wisata untuk memperoleh kesempatan membuka usaha penukaran
valuta asing. Bila hal ini telah terpenuhi maka masyarakat lingkungan sekitar
perusahaan KUPVA BB di daerah Pariwisata Bali akan turut membantu
kelangsungan perusahaan menuju arah yang dapat menumbuhkan kepercayaan
wisatawan.
2.2.3 Teori Citra (image)
Citra dalam bahasa Inggris dikenal dengan kata image. Citra merupakan
sebuah gambaran yang tersimpan di benak seseorang terhadap suatu objek melalui
hasil evaluasi adanya informasi. Secara umum, citra merupakan sekumpulan
keyakinan, ide, kesan, persepsi dari seseorang, suatu komunitas atau masyarakat
34
terhadap suatu produk, merek, tokoh masyarakat, organisasi, perusahaan, dan
bahkan negara yang dibentuk melalui suatu proses informasi yang diperoleh dari
30 berbagai sumber. Oleh karenanya, citra merupakan asset terpenting bagi
pemiliknya yang selayaknya terus menerus dibangun dan dipelihara. Citra yang
baik dapat membantu memperbaiki persepsi dan sikap target pasar terhadap suatu
objek, begitupun citra yang dibentuk melalui persepsi terhadap destinasi kota yang
mempengaruhi perilaku para pemangku kepentingan termasuk konsumen,
investor, dan wisatawan.
Secara garis besar, citra adalah seperangkat keyakinan, ide dan kesan
pelanggan terhadap suatu perusahaan. Sikap dan tindakan pelanggan terhadap
suatu perusahaan akan ditentukan oleh citra perusahaan tersebut yang
menampilkan kondisi terbaiknya. Dalam menentukan citra perusahaan di mata
masyarakat, digunakan indikator pengukuran (pembentukan) citra perusahaan.
Pengukuran citra perusahaan dilakukan agar perusahaan dapat mengevaluasi diri
terhadap program-program yang dijalankan dan pelayanan-pelayanan yang
ditawarkan. Salah satu indikator pengukuran citra yang dilakukan adalah dengan
melihat kesan, kepercayaan dan sikap pelanggan terhadap perusahaan.
Pendit (2002:171) berpendapat citra adalah pengetahuan mengenai kita
dan sikap-sikap terhadap kita yang mempunyai kelompok-kelompok yang
berbeda. Soemirat dan Ardianto (2007:114), medefinisikan citra sebagai
gambaran tentang realitas dan tidak harus sesuai dengan realitas, citra adalah
dunia menurut persepsi. Pendit (2006) berpendapat persepsi pelanggan terhadap
kualitas pelayanan yang diterima menjadi pengalaman dan membentuk citra
kembali. Menurut Solimun (2002:17), pembentukan citra sebelum terjadinya
perjalanan adalah fase terpenting dalam proses pemilihan daerah tujuan wisata.
35
Ada 3 (tiga) komponen pengukuran citra yang ada di dalam benak
pelanggan terhadap perusahaan menurut Solimun (2004:96) sebagai berikut, yaitu:
1. Kesan
Kesan yang didapat oleh pelanggan terhadap perusahaan merupakan salah satu
indikator yang dapat digunakan sebagai alat pengukur citra.
2. Kepercayaan
Kepercayaan timbul karena adanya suatu rasa percaya kepada pihak lain yang
memang memiliki kualitas yang dapat mengikat dirinya, seperti tindakannya
yang konsisten, kompeten, jujur, adil, bertanggung jawab, suka membantu dan
rendah hati. Kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan diimplementasikan
dari kredibilitas perusahaan dan kepedulian perusahaan pada pelanggan yang
ditujukan melalui performance perusahaan pada pengalaman melakukan
hubungan dengan pelanggan.
3. Sikap
Indikator lain dari pengukuran citra perusahaan adalah sikap, dimana sikap
pelanggan dapat menunjukkan bagaimana sebenarnya pelanggan menilai suatu
perusahaan. Jika masyarakat bersikap baik, maka citra perusahaan itu baik.
Sebaliknya, jika sikap yang ditunjukkan negatif, berarti citra perusahaan
tersebut juga kurang di mata pelanggan. Proses pembentukan sikap
berlangsung secara bertahap, yakni dengan pengalaman pribadi, asosiasi dan
proses belajar sosial. Sikap juga terbentuk dari 3 hal, yakni kognitif, efektif dan
konatif.
Yang dimaksud citra wisatawan dapat diartikan sebagai gambaran yang
didapat oleh wisatawan dan lingkungan sekitarnya sebagai hasil dari pengalaman
dan pengetahunnya tentang suatu perusahaan KUPVA BB di daerah Pariwisata
36
Bali. Dapat pula diartikan bahwa citra perusahaan KUPVA BB di daerah
Pariwisata Bali adalah gambaran yang di berikan oleh perusahaan KUPVA BB di
daerah Pariwisata Bali yang bisa memberikan dampak bagi minat wisatawan
untuk kembali bertransaksi ke perusahaan tersebut.
2.2.3.1 Pengertian Citra Destinasi
Citra dari suatu destinasi merupakan bagian penting untuk dijual pada
wisatawan atau pemangku kepentingan. Suwantoro (2002:1116) menyatakan
bahwa citra destinasi merupakan gambaran pikiran, kepercayaan, perasaan dan
persepsi terhadap suatu destinasi. Sukawati (2007:41) citra destinasi adalah
persepsi dari wisatawan potensial terhadap suatu destinasi. Yavas (2009:41) citra
destinasi adalah persepsi terhadap kombinasi kompleks dari berbagai produk dan
atribut yang terkait. Berdasarkan definisi tersebut dapat diambil kesimpulan
bahwa pengertian citra destinasi adalah sejumlah kepercayaan, persepsi dari
wisatawan terhadap suatu destinasi yang melibatkan berbagai produk dan atribut
terkait.
2.2.3.2 Pembentukan Citra Destinasi
Pembentukan citra destinasi wisata menurut Soebiyantoro (2009:310)
mempelajari pengaruh persepsi pada wisatawan yang berkaitan dengan tujuan
tertentu, dan pengelompokan citra ke dalam empat (4) tahap pembentukkan:
1. Vague and realistic image, berasal dari iklan, dan penyebaran word of mouth.
Hal ini dibentuk sebelum wisatawan melakukan perjalanan. Jadi citra tersebut
belum diketahui kebenarannya.
2. Distortion of image, pada tahap ini wisatawan telah memutuskan untuk
melakukan perjalanan. Citra terhadap suatu destinasi mulai nampak
kebenarannya.
37
3. Improved image, pada tahap ini wisatawan telah memiliki pengalaman atas
perjalanan wisatanya. Sehingga citra yang samar dan tidak terbukti
kebenarannya dibuang dan memperkuat citra yang terbukti benar.
4. Resulting image, tahap terakhir mengacu pada memori baru atas pengalaman
wisatanya yang menyebabkan apakah ada penyesalan atau kesenangan
terhadap destinasi yang telah dikunjungi.
Hal ini akan mempengaruhi keputusan selanjutnya pada destinasi yang sama.
Pendapat lain mengemukakan mengenai citra destinasi dibentuk dari primary
image dan secondary image yaitu menurut Peter (2000:310) bahwa primary image
berasal dari setelah wisawatan berkunjung ke destinasi tersebut dan persepsi
dibangun kembali melalui pengalaman ketika berada di suatu destinasi. Secondary
image menurut Simamora (2004:310) dibangun sebelum berkunjung ke suatu
destinasi yaitu:
1. Organic/informal image
Pembentukan citra berasal dari sumber informasi secara umum seperti
pengalaman pribadi, pendapat teman atau word of mouth reports, media
massa dan informasi lainnya. Sumber informasi ini tidak dapat dikontrol
oleh pemasar (pengelola destinasi terkait). Organic image memiliki
kebebasan yang lebih tinggi bahkan cenderung pembentukan citra lebih
negatif. Mayoritas wisatawan lebih mengandalkan sumber informasi
informal ini untuk pengambilan keputusan.
2. Induced/formal image
Sumber informasi yang dirancang oleh pemasar dari suatu destinasi yang
bertujuan membentuk citra sesuai dengan harapan. Bentuk dari sumber
informasi tersebut adalah bebagai iklan, kegiatan, festival, fenomena alam
38
yang diperkenalkan oleh pemasar untuk menarik wisatawan agar datang ke
destinasi tersebut. Berdasarkan penjelasan pembentukan citra destinasi
tersebut dapat disimpulkan bahwa citra destinasi tidak terbentuk dengan
sendirinya tetapi melalui tahapan sebelum berkunjung sampai setelah
berkunjung dan mediasi seperti komunikasi baik itu secara formal maupun
informal.
2.2.3.3 Dimensi Citra Destinasi
Suatu citra tidak terbentuk dengan sendirinya melainkan dengan persepsi
sesesorang terhadap suatu objek. Yoeti (2002:38) menyatakan bahwa proses
pembentukan citra destinasi terdapat dua hal penting yaitu pertama seseorang
dapat memiliki citra destinasi walaupun belum pernah mengunjungi objek tersebut
karena destinasi tersebut sudah terkenal melalui berbagai media informasi yang
diterimanya. Kedua mengalami perubahan pada citra destinasi sebelum dan
setelah seseorang melakukan kunjungan ke suatu destinasi.
Terdapat tiga dimensi dari citra destinasi menurut Siagian (2003:470) yaitu
sebagai berikut:
1. Cognitive destination image (citra destinasi kognitif)
Merupakan bentuk tanggapan persepsi pernyataan tentang suatu keyakinan
seseorang terhadap suatu destinasi. Tujuannya adalah untuk menanamkan
suatu pengetahuan di benak seseorang. Cognitive image terdiri dari quality of
experience, touristic attractions, environment and infrastruktur,
entertainment/outdoor activities, dan cultural traditions
2. Unique destination image (citra destinasi yang unik)
Merupakan bentuk tanggapan tersendiri mengenai keunikan suatu destinasi
yang berbeda dengan yang lainnya. Tujuannya sebagai daya tarik suatu objek.
39
Unique image terdiri dari natural environment, appealing destination, dan
local attraction.
3. Affective destination image (citra destinasi afektif)
Merupakan bentuk tanggapan emosional mengenai pernyataan tentang suka
atau tidak suka terhadap suatu destinasi. Tujuannya untuk mempengaruhi atau
merubah attitude seseorang. Affective image terdiri dari pleasant, arousing,
relaxing, dan exciting.
2.2.3.4 Peranan Citra
Citra memiliki peranan penting bagi keberlangsungan kegiatan personal
maupun kelompok seperti peran citra bagi perusahaan, bisnis, public figure dan
lainnya termasuk peran citra bagi suatu daerah seperti yang dijelaskan oleh Kotler
(2010:114) bahwa citra dalam suatu kota dan negara dapat berpengaruh lebih
terhadap pariwisata dan memiliki nilai penting dalam perdagangan, menarik bisnis
asing yang dapat meningkatkan ekonomi lokal, menyediakan lapangan kerja, dan
meningkatkan infrastruktur serta citra juga dapat menjual produk seperti
kampanye iklan mobil memilih untuk memasuki negara jepang karena jepang
identik dengan kemajuan teknologinya.
Citra merupakan persepsi dari konsumen sehubungan dengan manfaat atau
nilai-nilai yang diharapkan, sehingga citra berperan penting bagi organisasi atau
perusahaan di antaranya:
1. Menciptakan kemampuan bersaing dalam jangka menengah dan panjang.
2. Menjadi perisai bagi perusahaan selama perusahaan berada pada masa
krisis
3. Menjadi daya tarik bagi konsumen terhadap perusahaan
40
4. Meningkatkan efektifitas strategi pemasaran
5. Penghematan biaya operasional.
Peran citra bagi perusahaan sama halnya peran citra bagi suatu destinasi
karena dari suatu persepsi yang dibangun secara positif akan mendatangkan
keuntungan bagi perusahaan dan sebaliknya persepsi negatif akan merugikan
perusahaan. Kemudian citra tersebut akan mempengaruhi proses pembuatan
keputusan pemilihan destinasi dan perilaku setelah berkunjung melalui proses
bagaimana pengalaman selama kunjungan, evaluasi setelah kunjungan dan
bagaimana perilaku wisatawan di masa mendatang untuk merekondasikannya
pada orang lain dan berkeinginan untuk datang kembali.
2.2.4 Teori Prilaku Konsumen
Mowen (2002) menyebutkan bahwa perilaku konsumen merupakan suatu
proses pengambilan keputusan dan aktivitas individu secara fisik yang dilibatkan
dalam mengevaluasi, memperoleh, menggunakan atau dapat mempergunakan
barang-barang dan jasa. Peter (2014) mendefinisikan perilaku konsumen sebagai
tindakan manusia yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan,
mengonsumsi dan menghabiskan produk dan jasa termasuk proses pengambilan
keputusan yang mendahului tindakan-tindakan tersebut.
Wisatawan memiliki konsep perilaku dengan proses pengambilan
keputusan yang unik, karena berwisata merupakan kegiatan pengembalian modal
yang tidak nyata, berhubungan dengan pendapatan dan pengeluaran, tidak
melibatkan perencanaan keputusan. Salah satu perilaku wisatawan adalah
pengambilan keputusan berwisata melalui atau mendengar rekomendasi dari
mulut ke mulut. Rekomendasi dari mulut ke mulut merupakan pernyataan (secara
personal atau non personal) yang disampaikan oleh orang lain selain organisasi
41
(service provider) kepada wisatawan. Rekomendasi dari mulut ke mulut ini
biasanya cepat diterima oleh wisatawan baru karena yang menyampaikannya
adalah mereka wisatawan yang telah melakukan/mengalami dan dapat dipercaya,
seperti teman, keluarga dan publikasi media. Menurut Lovelock dan Wright
(2007), rekomendasi dari wisatawan lainnya umumnya dipandang lebih dipercaya
dibandingkan dengan kegiatan informasi yang dilakukan oleh suatu perusahaan
dan bisa memberi pengaruh yang kuat terhadap keputusan orang-orang untuk
menggunakan atau menghindari suatu jasa pelayanan wisata. Informasi dari mulut
ke mulut bahkan kerap terjadi saat transaksi berlangsung. Saat wisatawan
berbicara satu sama lainnya mengenai beberapa aspek jasa tersebut, informasi ini
bisa mempengaruhi baik itu perilaku dan kepuasan mereka akan jasa tersebut.
Menurut Tjiptono (2007:65), kepuasan atau ketidakpuasan wisatawan
adalah respon wisatawan terhadap evaluasi ketidaksesuaian yang dirasakan antara
harapan sebelumnya (norma kinerja lainnya) dan kinerja aktual produk yang
dirasakan setelah pemakaiannya. Terciptanya kepuasan wisatawan dapat
memberikan manfaat, diantaranya membentuk rekomendasi dari mulut ke mulut
(word of mouth). Pelanggan yang merasa puas bahkan sangat puas atau sangat
senang (delighted customer) cenderung akan menjadi duta atau rasul yang royal
bagi perusahaan (apostles of a firm). Mereka akan membeli hanya dari satu
pemasok dan menyebarkan berita yang baik tentang jasa dari perusahaan,
berdasarkan pendapat tersebut menunjukkan bahwa luas dan isi informasi dari
mulut ke mulut berkaitan dengan tingkat kepuasan. Wisatawan yang
berpandangan kuat mungkin akan mengatakan pada orang-orang mengenai
pengalaman mereka daripada orang-orang yang memiliki pandangan lemah.
Wisatawan yang tidak puas akan mengatakan pada banyak orang daripada
42
wisatawan yang sudah merasa sangat puas. Karyawan perusahaan jasa pelayanan
memegang peranan penting dalam kepuasan wisatawan, oleh karena itu perbaikan
kualitas interaksi wisatawan dengan karyawan merupakan strategi yang tepat
untuk merangsang informasi dari mulut ke mulut yang positif. Menariknya, para
wisatawan yang pada awalnya tidak puas dengan jasa tersebut bahkan bisa
menyebarkan informasi yang positif jika mereka senang dengan cara perusahaan
dalam menangani pemulihan jasa.
top related