bab ii tinjauan pustaka a. tinjauan kebutuhan dasarrepository.poltekkes-tjk.ac.id/286/3/bab...
Post on 28-May-2020
12 Views
Preview:
TRANSCRIPT
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Kebutuhan Dasar
1. Konsep Kebutuhan Dasar Manusia
Kebutuhan dasar manusia menurut Abraham Maslow dalam buku
Asmadi (2009) lebih dikenal dengan istilah Hierarki Kebutuhan Dasar
Manusia Maslow. Kebutuhan oksigen menurut Abraham Maslow
terdapat dalam kebutuhan fisiologis (Physiologic Needs), karena
oksigen (O2) merupakan kebutuhan yang vital bagi kehidupan
manusia. Kebutuhan oksigen (O2) sangat berperan dalam proses
metabolisme tubuh. Kebutuhan oksigen (O2) dalam tubuh harus
terpenuhi, apabila kebutuhan oksigen (O2) dalam tubuh berkurang
maka akan terjadi kerusakan pada jaringan otak dan bila hal tersebut
berlangsung lama akan terjadi kematian. Kebutuhan fisiologis ini
mencangkup :
a. Kebutuhan oksigenasi dan pertukaran gas
b. Kebutuhan cairan dan elektrolit
c. Kebutuhan makanan
d. Kebutuhan elimininasi urine dan alvi
e. Kebutuhan istirahat dan tidur
f. Kebutuhan aktivitas
g. Kebutuhan kesehatan temperatur tubuh
h. Kebutuhan seksual
2. Pengertian Oksigenasi
Oksigenasi adalah proses penambahan O2 kedalam system (kimia
atau fiksi). Oksigen (O2) merupakan gas tidak berwarna dan tidak
berbahaya yang sangat dibutuhkan dalam proses metabolism sel.
Sebagai hasilnya, terbentuklah karbon dioksida, energi dan air. Akan
tetapi, penambahan CO2 yang melebihi batas normal pada tubuh akan
memberikan dampak yang cukup bermakna terhadap aktivitas sel
(Mubarak dan Chayatin, 2007).
7
Menurut PPNI 2016 masalah keperawatan yang umum terjadi terkait
dengan kebutuhan oksigen salah satunya pola napas tidak efektif. Pola
napas tidak efektif adalah ispirasi dan/atau ekspirasi yang tidak
memberikan ventilasi adekuat.
3. Pengertian pernapasan
Pernapasan adalah proses pertukaran oksigen dengan karbondioksida
antara sel tubuh dengan lingkungan. Mekanisme pernapasan terjadi
karena kebutuhan tubuh terhadap oksigen yang terus-menerus,
sehingga pusat pernapasan dalam tubuh merangsang organ-organ
pernapasan melakukan aktivitas pernapasan yang melalui proses
perpindahan gas akibat perbedaan tekanan parsial gas oksigen/ O₂ dan
karbondioksida/CO₂ didalam tubuh dengan atmosfer (Wahyudi dan
Wahid, 2016).
4. Fisiologi Sistem Pernapasan
Fisiologi respirasi adalah pertukaran gas-gas pernafasan terjadi
antara lingkungan dan darah, memindahkan dari atmosfer ke alveoli,
dimana oksigen ditukar menjadi karbon dioksida. Alveoli
memindahkan oksigen dan karbon dioksida ke dan dari darah mealuli
membrane kapiler alveolar. Ada tiga langkah dan proses oksigenasi,
yaitu : ventilasi, difusi dam perfusi ( potter dan perry, 2010 ).
a. Ventilasi
Ventilasi merupakan proses untuk menggerakan gas kedalam dan
keluar paru – paru. Ventilasi membutuhkan koordinasi otot paru dan
thoraks yang elastis dan persarafan yang utuh. Otot pernapasan
inspirasi utama adalah diafragma dipersarafi yang utuh. Otot
pernapasan inspirasi utama adalah diafragma. Diagfragma dipersarafi
oleh saraf frenik, yang keluar dari medulla spinalis pada vertebra
servikal keempat.
b. Difusi
Difusi merupakan gerakan molekul dari suatu daerah dengan
konsentrasi yang lebih tinggi ke daerah dengan konsentrasi yang
8
lebih rendah. Difusi gas pernapasan terjadi di membran kapiler
alveolar dan kecepatan difusi dapat dipengaruhi oleh ketebalan
membran. Peningkatan ketebalan membran merintangi proses difusi
karena hal tersebut membuat gas memerlukan waktu yang lebih lama
untuk melewati membran tersebut.
a) Transportasi Oksigen
Sistem transportasi oksigen terdiri dari sistem paru dan sistem
kardiovaskuler. Proses penghantaran ini bergantung pada jumlah
oksigen yang masuk ke paru – paru dan jaringan (ventilasi), aliran
darah ke paru – paru dan jaringan (perfusi), kecepatan difusi, dan
kapasitas darah untuk membawa oksigen dipengaruhi oleh jumlah
oksigen yang larut dalam plasma, jumlah hemoglobin, dan
kecenderungan untuk berikatan dengan oksigen (Ahrens, 1990).
b) Transportasi Karbondioksida
Karbondioksida berdifusi ke dalam sel – sel darah merah dan
dengan cepat dehidrasi menjadi asam karbonat (H2CO3) akibat
adanya anhidrasi karbonat. Asam karbonat kemudian berpisah
menjadi ion hidrogen (H+) dan ion bikarbonat (HCO3-). Ion
hidrogen di bufer oleh hemoglobin dan HCO3- berdifusi kedalam
plasma. Selain itu beberapa karbon dioksida yang ada dalam sel
darah merah bereaksi dengan kelompok asam amino, membentuk
senyawa karbamino, reaksi ini dapat terjadi dengan cepat tanpa
adanya enzim. Hemoglobin yang berkurang (deoksi \hemoglobin)
dapat bersenyawa dengan karbondioksida dengan lebih mudah
daripada oksihemoglobin. Dengan demikian, darah vena
mentransportasi sebagian besar karbon dioksida.
c. Perfusi
Fungsi utama sirkulasi paru adalah mengalirkan darah ke dan dari
membran kapiler alveoli sehingga dapat berlangsung pertukaran gas.
Sirkulasi pulmonar merupakan suatu reservoar untuk darah sehingga
paru dapat meningkatkan volume darahnya tanpa peningkatan tekanan
9
dalam arteri atau vena pulmonar yang besar. Sirkulasi pulmonar juga
berfungsi sebagai suatu filter, yang menyaring trombus sebelum
trombus tersebut mencapai organ-organ vital.
5. Faktor yang Mempengaruhi Oksigenasi
Keadekuatan sirkulasi, ventilasi, perfusi, dan transpor gas – gas
pernapasan ke jaringan dipengaruhi oleh empat tipe faktor :
a. Faktor Fisiologis
Setiap kondisi yang mempengaruhi fungsi kardiopulmonar secara
langsung akan memepengaruhi kemampuan tubuh untuk memenuhi
kebutuhan oksigen. Klasifikasi umum gangguan jantung meliputi,
ketidakseimbangan konduksi, kerusakan fungsi valvular, hipoksia
miokard, kondisi – kondisi kardiomiopati, dan hipoksia jaringan
perifer.
b. Faktor Perkembangan
Tahap perkembangan klien dan proses penuaan yang normal
mempengaruhi oksigenasi jaringan.
a) Bayi prematur terkena penyakit membran hialin, yang diduga
disebabkan oleh defisiensi surfaktan. Kemampuan paru untuk
mensintesis surfaktan berkembang lambat pada masa kehamilan,
yakni pada sekitar bulan ketujuh, dan dengan demikian bayi
preterm tidak memiliki surfaktan
b) Bayi Dan Toodler
Bayi dan toodler berisiko mengalami infeksi saluran napas atas
sebagai hasil permaparan yang sering pada anak-anak lain dan
pemaparan asap dari rokok yang sering dihisap orang lain
(huebner,1994: whatling, 1994). Selain itu selama proses
pertumbuhan gigi, beberapa bayi berkembang kongesti nasal,
yang memungkinkan pertumbuhan bakteri dan meningkatkan
potensi terjadinya infeksi saluran pernapasan. Infeksi saluran
pernapasan biasanya tidak berbahaya dan bayi atau toodler
sembuh dengan kesulitan yang sedikit. Infeksi jalan napas yang
10
umum adalah nasofaringitis (mis. Rinovirus, virus sinsitial
pernapasan, dan adenovirus).
c) Anak Usia Sekolah dan Remaja
Anak Usia Sekolah dan Remaja terpapar pada infeksi
pernapasan dan faktor – faktor risiko pernapasan, misalnya
menghisap asap rokok dan merokok. Anak sehat biasanya tidak
mengalami efek merugikan akibat infeksi pernapasan. Namun,
individu yang mulai merokok pada usia remaja dan
meneruskannya sampai usia dewasa pertengahan mengalami
peningkatan risiko penyakit kardiopulmona dan kanker paru.
d) Dewasa Muda dan Dewasa Pertengahan
Individu usia dewasa pertengahan dan dewasa muda terpapar
pada banyak faktor risiko kardiopulmonar, seperti: diet yang tidak
sehat, kurang latihan fisik, obat-obatan dan merokok. Dengan
mengurangi faktor-faktor yang dapat dimodifikasi ini, akan
menurunkan risiko menderita penyakit jantung dan pulmonar.
e) Lansia
Sistem pernapasan dan sistem jantung mengalami perubahan
sepanjang proses penuaan. Pada sistem aterial, terjadi plak
aterosklerosis sehingga tekanan darah sistemik meningkat.
Kompliansi dinding dada menurun pada klien lansia yang
berhubungan dengan osteoporosis dan klasifikasi tulang rawan
kosta. Otot – otot pernapasan melemah dan sirkulasi pembuluh
darah pulmonar menjadi kurang dapat berdistensi. Trakea dan
bronkus besar menjadi membesar akibat klasifikasi jalan napas
dan alveoli membesar, menurunkan daerah permukaan yang
tersedia untuk pertukaran gas. Selain itu, jumlah silia fungsional
mengalami pengurangan. Penurunan kerja silia dan mekanisme
batuk efektif menyebabkan individu lansia berisiko mengalami
infeksi pernapasan (lueckenotte, 1996).
11
c. Faktor Prilaku
Prilaku atau gaya hidup, baik secara langsung maupun tidak
langsung mempengaruhi kemampuan tubuh dalam memenuhi
kebutuhan oksigen. Faktor –faktor gaya hidup yang mempengaruhi
fungsi pernapasan meliputi nutrisi, latihan fisik, merokok, dan
penyalahgunaan substansi.
a) Nutrisi
Nutrisi mempengaruhi fungsi kardiopulmonar dalam beberapa
cara. Obesitas yang berat menyebabkan penurunan ekspansi paru.
Klien yang mengalami kekurangan gizi mengalami kelemahan
otot pernapasan. Kondisi ini menyebabkan kekuatan dan kerja
(ekskursi) pernapasan menurun. Klien yang mengalami
kekurangan gizi mengalami kelemahan otot pernapasan. Kondisi
ini menyebabkan kekuatan otot dan kerja (ekskursi) pernapasan
menurun. Klien obesitasn atau yang mengalami kurang gizi
berisiko anemia.
b) Latihan Fisik
Latihan fisik meningkatkan aktivitas metabolisme tubuh dan
kebutuhan oksigen. Individu melakukan aktivitas fisik 3 sampai 4
kali dan satu minggu selama 20 hingga 40 menit memiliki
frekuensi nadi dan tekanan darah yang lebih rendah dan
mengalami penurunan kolesterol serta mengalami peningkatan
aliran darah dan menggunakan lebih banyak oksigen akibat kerja
otot.
c) Merokok
Merokok dikaitkan dengan sejumlah penyakit, termasuk
penyakit jantung, penyakit paru obstruksi kronik (PPOK), dan
kanker paru. Risiko kanker paru 10 kali lebih kuat pada individu
yang merokok daripada individu yang tidak merokok.
12
d) Penyalahgunaan Substansi
Penggunaan alkohol dan obat-obatan lain secara berlebihan akan
mengganggu oksigenasi jaringan dengan 2 cara. Pertama,
individu yang kronis penyalahgunakan substansi. Kondisi ini
seringkali memiliki asupan nutrisi yang buruk. Kedua,
penggunaan alkohol dan obat-obatan tertentu secara berlebihan.
Kondisi ini mendepresi pusat pernapasan, menurunkan frekuensi
kedalaman pernapasan, dan jumlah oksigen yang diinhalasi.
6. Masalah Kebutuhan Oksigen
a. Hiperventilasi
Hiperventilasi merupakan suatu kondisi ventilasi yang berlebih
yang dibutuhkan untuk mengeliminasi karbon dioksida normal di
vena, yang diproduksi melalui metabolisme selular. Hiperventilasi
dapat disebabkan oleh ansietas, infeksi, obat-obatan,
ketidakseimbangan asam basa, dan hipoksia yang dikaitkan dengan
embolus paru atau syok. Tanda-tanda dan gejala hiperventilasi
adalah takikardia, napas pendek, nyeri dada (chest pain), menurut
konsentrasi, disorientasi, tinitus.
b. Hipoventilasi
Hipoventilasi terjadi ketika ventilasi alveolar tidak adekuat
memenuhi kebutuhan oksigen tubuh atau mengeliminasi karbon
dioksida secara adekuat. Apabila ventilasi alveolar menurun, maka
PaCO2 akan meningkat. Biasanya terjadi pada keadaan atelektasis
(kolaps paru). Tanda dan gejala pada keadaan hipoventilasi adalah
nyeri kepala penurunan kesadaran, disorientasi, kardiakdistritmia,
krtidakseimbangan elektrolit, kejang dan kardiak arrest.
c. Hipoksia
Hipoksia adalah oksigenasi jaringan yang tidak adekuat pada
tingkat jaringan. Kondisi ini terjadi akibat defisiensi pengahantaran
oksigen atau penggunaan oksigen di selular. Hipoksia dapat
disebabkan oleh :
13
a) Penurunan kadar hemoglobin dan penurunan kapasitas darah
yang membawa oksigen
b) Penurunan konsentrasi oksigen yang diinspirasi
c) Ketidakmampuan jaringan untuk mengambil oksigen dari darah,
seperti yang terjadi pada kasus keracunan sianida.
d) Penurunan difusi oksigen dari alveoli ke darah, seperti yang
terjadi pada kasus pneumonia
e) Perfusi darah yang mengandung oksigen di jaringan yang buruk,
seperti yang terjadi pada syok
f) Kerusakan ventilasi, seperti yang terjadi pada fraktur iga
multipel atau trauma dada.
7. Pola Napas Tidak Efektif
a. Definisi
Inspirasi dan atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi
adekuat (PPNI, 2016).
b. Penyebab
1. Depresi pusat pernapasan
2. Hambatan upaya napas (misalnya, nyeri saat bernapas,
kelemahan, otot pernapasan)
3. Deformitas dinding dada
4. Deformitas tulang dada
5. Gangguan neuromuskular
6. Gangguan neurologis (misalnya, elektroensefalogram [EEG]
positif, cedera kepala, gangguan kejang)
7. Imaturitas neurologis
8. Penurunan energi
9. Obesitas
10. Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru
11. Sindrom hipoventilasi
12. Kerusakan inervasi diafragma (kerusakan saraf C5 keatas)
13. Cedera pada medula spinalis
14
14. Efek agen farmakologis
15. Kecemasan
c. Gejala dan Tanda Mayor (Harus Ada)
1. Subjektif
Despnea
2. Objektif
a) Penggunaan otot bantu pernapasan
b) Fase ekspirasi memanjang
c) Pola napas abnormal (mis. Takipnea, bradipnea, hiperventilasi,
kussmaul, cheyne-stokes).
d. Gejala dan Tanda Minor (mungkin terdapat)
1. Subjektif
Ortopnea (kondisi sesak yang muncul saat posisi berbaring
lurus dan biasanya terjadi pada pasien yang gagal jantung)
2. Objektif
a) Pernapasan pursed-lip ( bernapas dengan cara tarik napas
melalui hidung dua hitungan (satu-dua) jaga mulut agar
tertutup. Jangan menghirup napas terlalu dalam (tarik napas
seperti biasa). Bentuk mulut mengkerut (seperti orang mau
bersiul atau meniup lilin).
b) Pernapasan cuping hidung
c) Diameter thoraks anterior-posterior meningkat
d) Kapasitas vital menurun
e) Tekanan ekspirasi menurun
f) Takanan inspirasi menurun
g) Ekskursi dada berubah
e. Kondisi klinis terkait
1) Depresi sistem saraf pusat
2) Cedera kepala
3) Trauma thoraks
4) Gullian barre syndrome
15
5) Multiple sclerosis
6) Myasthenia gravls
7) Stroke
8) Kuadriplegia
9) Intoksikasi alkohol
(SDKI, 2016)
B. Konsep Asuhan Keperawatan
Asuhan keperawatan pada Efusi Pleura menurut Irman Somantri (2009)
yaitu :
a. Pengkajian
Sesuai dengan etiologi penyebabnya, efusi pleura dapat timbul pada
seluruh usia. Status ekonomi (tempat tinggal) sangat berperan terhadap
timbulnya penyakit ini terutama yang didahului oleh tuberculosis paru.
Klien dengan tuberculosis paru sering ditemukan didaerah padat
penduduk dengan kondisi sanitasi yang kurang.
b. Riwayat Kesehatan
a) Keluhan utama
Kebanyakan efusi pleura bersifat asimtomatik, gejala yang timbul
sesuai dengan penyakit yang mendasarainya. Pneumonia akan
menyebabkan demam, mengigil dan nyeri dada plueritik, ketika
efusi sudah membesar dan menyebar kemungkinan timbul dipsnea
dan batuk. Efusi pleura yag besar akan mengakibatkan napas
pendek. Tanda fisik meliputi deviasi trakea menjauhi sisi yang
terkena, dullness pada perkusi dan penurunan bunyi pernapasan
pada sisi yang terkena.
b) Riwayat kesehatan terdahulu
Klien dengan efusi pleura terutama akibat adanya infeksi non-
pleura biasanya mempunyai riwayat penyakit tuberculosis paru.
16
c) Riwayat kesehatan Keluarga
Tidak ditemukan data penyakit yang sama ataupun diturunkan dari
anggota keluarga yang lain terkecuali penularan infeksi tuberculosis
yang menjadi faktor penyebab timbulnya efusi pleura.
c. Pemeriksaan Fisik
a) Pada klien efusi pleura bentuk hemitorak yang sakit mencembung
kosta mendatar, ruang interkosta melebar, pergerakan pernapasan
menurun. Pendorongan mediatrum kea rah hemitorak kontralateral
yang diketahui dari posisi trakea dan iktus kordis, RR cenderung
meningkat dank lien biasanya dipsneu.
b) Vocal fremitus menurun terutama untuk efusi pleura yang jumlah
cairannya > 250 cc. disamping itu pada palpasi juga ditemukan
pergerakan dinding dada yang tertinggal pada dada yang sakit.
c) Suara perkusi redup sampai pekak bergantung pada jumlah
cairannya. Bila cairannya tidak mengisi penuh rongga pleura,
makan pada pemeriksaan ekskursi diafragma akan didapatkan
adanya penurunan kemampuan pengembangan diafragma.
d) Auskultasi suara napas menurun sampai menghilang, egofoni.
d. Pemeriksaan penunjang
Diagnosis dapat ditegakan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik
saja, tetapi kadang-kadang juga sulit juga, sehingga perlu
pemeriksaan penunjang seperti sinar tembus dada. Diagnosis yang
pasti bisa didapatkan melalui tindakan torakosintesis dan biopsi
pleura pada beberapa kasus.
a) Sinar tembus dada
Permukaan cairan yang terdapat dalam rongga pleura akan
membentuk banyangan seperti kurva, dengan permukaan daerah
lateral lebih tinggi daripada bagian medial. Bila permukaannya
horizontal dari lateral ke medial, pasti terdapat udara dalam rongga
tersebut yang bisa berasal dari luar atau dari dalam paru-paru itu
sendiri. Hal lain yang dapat terlihat dalam foto dada efusi pleura
17
adalah terdorongnya mediatisnum pada sisi yang berlawanan
dengan cairan. Akan tetapi, bila terdapat akteletasis pada sisi yang
bersamaan dengan cairan, mediatisnum akan tetap pada tempatnya.
b) Torakosintesis
Aspirasi cairan pleura sebagai sarana untuk diagnostic maupun
terapeutik. Torakosistesis sebaiknya dilakukan pada posisi duduk.
Lokasi aspirasi adalah pada bagian bawah paru disela iga ke-9
garis axial posterior dengan memakai jarum abocath nomor 14
atau 16. Pengeluaran cairan sebaiknya tidak lebih dari 1.000-
1.500 cc pada setiap kali aspirasi. Jika aspirasi dilakukan sekligus
dalam jumlah banyak, maka akan menimbulkan syok pleural
(hipotensi) atau edema paru. Edema paru terjadi karena paru-paru
terlalu cepat mengembang.
Tabel 2.1 Jenis – jenis cairan efusi pleura
No. Klasifikasi Transudat Eksudat
1. Warna Kuning pucat, jernih Jernih, keruh, purulen,
hemoragik
2. Bekuan - -/+
3. Berat jenis < 1018 >1018
4. Leukosit <1000 ul Bervariasi, >1000 ul
5. Eritrosit Sedikit Biasanya banyak
6. Hitung jenis MN (limfosit, imesitol) Terutama polimerfrunokuler
(PMN)
7. Protein total < 50% serum >50 % serum
8. LDH < 60 % serum >60 % serum
9. Glukosa = plasma = / > plasma
10. Fibrinogen 0,3 – 4 % 4 – 6 % atau lebih
11. Amilase - >50 % serum
12. Bakteri - - / +
Sumber: (Somantri (Black, J.M dan Jacob, E.M), 2009)
c) Biopsi pleura
Pemeriksaan histologist satu atau beberapa contoh jaringan pleura
dapat menunjukan 50 – 75 % diagnosis kasus pleuritis tuberculosis
dan tumor pleura. Bila hasil biopsy pertama tidak memuaskan dapat
dilakukan biopsi ulangan. Komplikasi biopsi adalah pneumotorak,
hemotorak, penyebaran infeksi atau tumor pada dinding dada.
18
Pendekatan pada efusi pleura yang tidak terdiagnosis.
Pemeriksaan penunjang lainnya :
1) Bronkoskopi: pada kasus-kasus neoplasma, korpus alienum, abses
paru.
2) Scanning isotop : pada kasus-kasus dengan emboli paru.
3) Torakoskopi (fiber-optic pleuroscopy): pada kasus dengan
neoplasma atau TBC.
e. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan klien dengan efusi pleura adalah dengan mengatasi
penyakit yang mendasarinya, mencegah re-acumulation cairan dan
mengurangi ketidaknyamanan dan dipsnea (Somantri, 2009).
a) Tirah baring
Tirah baring bertujuan untuk menurunkan kebutuhan oksigen,
karena peningkatan aktivitas akan meningkatkan kebutuhan
oksigen sehingga dispnea akan semakin meningkat pula.
b) Thorakosentris
c) Drainase cairan jika efusi pleura menimbulkan gejala subjektif
seperti: nyeri, dispnea, dan lain-lain. Cairan efusi sebanyak 1-1,5
liter perlu dikeluarkan segera untuk mencegah meningkatnya
edema paru. Jika jumlah cairan efusi lebih banyak maka
pengeluaran cairan berikutnya baru dapat dilakukan 1 jam
kemudian.
d) Antibiotik
Pemberian antibiotik dilakukan apabila terbukti terdapat adanya
infeksi. Antibiotik diberikan sesuai dengan hasil kultur kuman.
e) Pleurodesis
Pada efusi karena keganasan dan efusi rekuren lain, diberikan
obat (tetrasiklin, kalk, dan biomisin) melalui selang interkostalis
untukl melekatkan kedua lapisan pleura dan mencegah cairan
terakumulasi kembali (Nic Noc, 2016).
19
f. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan adalah diagnosis kepearwatan nerupakan
keputusan klinik tentang respon individu, keluarga dan masyarakat
tentang masalah kesehatan aktual atau potensial secara akuntabilitas
dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk
menjaga, menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah status
kesehatan klien. (Herdman, 2012).
1. Pola napas tidak efektif, yang berhubungan dengan :
a) Penurunan ekspansi paru (akumulasi dari udara atau cairan).
b) Proses radang, ditandai dengan :
1) Dipsnea, takipnea, perubahan kedalaman pernapasan
2) Penggunaan otot bantu pernapasan, nasal faring;
3) Sianosis, ABGs abnormal;
4) Perubahan pergerakan dinding dada.
2. Bersihan jalan napas tidak efektif, yang berhubungan dengan :
a. Jalan napas
b. Hipersekresi jalan napas
c. Disfungsi neuromuskuler
d. Benda asing dalam jalan napas
e. Sekresi yang tertahan
f. Proses infeksi
g. Respon alergi
3. Intoleransi aktivitas, yang berhubungan dengan :
a. Antara suplai dan kebutuhan oksigen
b. Tirah baring
c. Kelemahan
d. Immobilitas
(Irman Somantri (2009) dan SDKI (2016).
20
g. Intervensi Keperawatan
Tabel 2.2 Intervensi keperawatan
No Diagnosa
keperawatan
Intervensi Utama Intervensi pendukung
1. Pola napas tidak
efektif berhubungan
dengan menurunnya
ekspansi paru sekunder
terhadap penumpukan
cairan dalam rongga
pleura.
Tujuan :
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
diharapkan pola nafas
klien efektif dengan
kriteria :
1. Irama, frekuensi dan
kedalaman
pernapasan dalam
batas normal
2. Pada pemeriksaan
rontgen thorak tidak
ditemukan adanya
akumulasi cairan
3. Bunyi napas
terdengar jelas
4. Menunjukan jalan
napas yang paten
5. Tanda – tanda vital
dalam rentang
normal (RR, Nadi,
Tekanan darah dan
Suhu)
1. Manajemen jalan napas
Mengidentifikasi dan
mengelola jalan napas.
Observasi :
a. Monitor pola napas
(frekuensi, irama,
kedalaman, usaha napas)
b. Monitor sputum (jumlah,
warna, aroma)
c. Monitor bunyi napas
tambahian (gurgling, mengi,
wheezing, ronchi kering).
Terapeutik :
a. Posisikan semi fowler atau
fowler
b. Berikan minum hangat
c. Lakukan fisioterapi dada,
jika perlu
d. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi :
a. Anjurkan asupan cairan
2000 ml/hari, jika tidak ada
kontraindikasi
b. Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspetoran,
mukolitik, jika perlu
2. Pemantauan respirasi
Mengumpulkan dan
menganalisis data untuk
memastikan kepatenan jalan
napas dan kefektifan
pertukaran gas.
Observasi :
a. Monitor frekuensi, irama,
kedalaman dan upaya napas.
b. Monitor pola napas (seperti
bradipnea, takipnea,
hiperventilasi, kusmaul,
cheyne-stokes, biot, atastik)
c. Monitor kemampuan batuk
efektif
d. Auskultasi bunyi napas
e. Monitor nilai AGD
f. Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru
Terapeutik :
a. Atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi
1. Dukungan emosional
2. Dukungan ventilasi
3. Edukasi pengukuran
respirasi
4. Manajemen energi
5. Manajemen jalan
napas
6. Pengaturan posisi
7. Pemberian obat
inhalasi
8. Pemberian obat
intravena
9. Perawatan selang
dada
10. Terapi relaksasi otot
progesif
11. Reduksi ansietas
21
pasien
b. Dokumentasi hasil
pemantauan
Edukasi :
a. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
b. Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
2. Bersihan jalan napas
tidak efektif
berhubungan dengan
hiprsekresi jalan napas
Tujuan :
Setelahdilakukan
tindakan keperawatan
diharapkan jalan napas
dapat efektif dengan
ktiteria :
1. Menunjukan jalan
napas yang paten
(irama, frekuensi
dalam rentang
normal)
2. Tidak ada suara
napas tambahan
3. Mampu
menidentifikasi
faktor yang dapat
menghambat jalan
napas.
1. Latihan batuk efektif
Melatih pasien yang tidak
memiliki kemampuan batuk
secara efektif untuk
membersihkan trakea dan
bronkiolus dari secret atau
benda asing dijalan napas.
Observasi :
a. Identifikasi kemampuan
batuk
b. Monitor adanya retensi
sputum
c. Monitor tanda dan gejala
infeksi saluran napas
d. Monitor input dan output
cairan (jumlah dan
karakteristik)
Terapeutik :
a. Atur posisi semi fowler-
fowler atau fowler
b. Pasang perlak dan bengkok
dipangkuan pasien
c. Buang secret pada tempat
sputum
Edukasi :
a. Jelaskan tujuan dan
prosedur batuk efektif
b. Anjurkan tarik napas dalam
melalui hidung selama 4
detik, ditahan selama 2
detik, kemudian keluarkan
dari mulut dengan bibir
mecucu (dibulatkan) selama
8 detik
c. Anjurkan mengulangi tarik
napas dalam hingga 3 kali
d. Anjurkan batuk dengan kuat
langsung setelah tarik napas
dalam yang ke-3
2. Manajemen jalan napas
Mengidentifikasi dan
mengelola jalan napas.
Observasi :
a. Monitor pola napas
(frekuensi, irama,
kedalaman, usaha napas)
b. Monitor sputum (jumlah,
1. Dukungan kepatuhan
program pengobatan
2. Edukasi fisioterapi
dada
3. Edukasi pengukuran
repsirasi
4. Fisioterapi dada
5. Manajemen jalan
napas
6. Pemberian obat
inhalasi
7. Pemberian obat nasal
8. Pengaturan posisi
9. Pencegahan aspirasi
10. Skrining tuberculosis
11. Stabilisasi jalan
napas
22
warna, aroma)
c. Monitor bunyi napas
tambahian (gurgling, mengi,
wheezing, ronchi kering)
Terapeutik :
a. Posisikan semi fowler atau
fowler
b. Berikan minum hangat
c. Lakukan fisioterapi dada,
jika perlu
d. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi :
a. Anjurkan asupan cairan
2000 ml/hari, jika tidak ada
kontraindikasi
b. Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi :
a. Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspetoran,
mukolitik, jika perlu
3. Pemantauan respirasi
Mengumpulkan dan
menganalisis data untuk
memastikan kepatenan jalan
napas dan kefektifan
pertukaran gas.
Observasi :
a. Monitor frekuensi, irama,
kedalaman dan upaya napas.
b. Monitas pola napas (seperti
bradipnea, takipnea,
hiperventilasi, kusmaul,
cheyne-stokes, biot, atastik)
c. Monitor kemampuan batuk
efektif
d. Auskultasi bunyi napas
e. Monitor nilai AGD
f. Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru
Terapeutik :
a. Atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi
pasien
b. Dokumentasi hasil
pemantauan
Edukasi :
a. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
b. Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
3. Intoleransi aktivitas
berhubungan dengan
ketidakseimbangan
antara suplai dan
kebutuhan.
1. Manajemen energi
Mengidetifikasi dan
mengelola pengelolaa
penggunaan energi untuk
mengatasi atau mencegah
1. Dukungan ambulasi
2. Dukungan kepatuhan
program pengobatan
3. Edukasi latihan fisik
4. Manajemen
23
Tujuan :
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
klien dapat beraktifitas
kembali dengan kriteria
:
1. Dapat beraktivitas
fisik tanpa disertai
peningkatan
tekanan darah, nadi,
dan RR
2. Mampu melakukan
aktivitas sehari-hari
(ADL)
3. Energi psikomotor
4. Status respirasi :
pertukaran gas dan
ventilasi adekuat
5. Status
kardipulmonal
adekuat.
kelelahan dan mengoptimalkan
proses pemulihan.
Observasi :
a. Identifikasi gangguan fungsi
tubuh yang mengakibatkan
kelelahanMonitor kelelahan
fisik dan emosional
b. Monitor pola dan jam tidur
c. Monitor lokasi dan
ketidaknyamanan selama
melakukan aktivitas
Terapeutik :
a. Sediakan lingkungan
nyaman dan rendah stimulus
(cahaya, suara, kunjungan)
b. Lakukan latihan rentang
gerak pasif dan atau aktif
c. Berikan aktivitas distraksi
yang menenangkan
d. Fasilitas duduk disisi tempat
tidur, jika tidak dapat
berpindah atau berjalan.
Edukasi :
a. Anjurkan tirah baring
b. Anjurkan melakukan
aktivitas secara betahap
c. Ajarkan strategi koping
unruk mengurangi kelelahan
Kolaborasi :
a. Kolaborasi dengan ahli
gizi tentang cara
meningkatkan asupan
makanan.
2. Terapi aktivitas
Menggunakan aktivitas fisik,
kognitif, sosial dan spiritual
tertentu untuk memulihkan
keterlibatan frekuensi dan
durasi aktivitas atau kelompok.
Observasi :
a. Identifikasi defisit tingkat
aktivitas
b. Identifikasi kemampuan
beraktivitas tertentu
c. Identifikasi sumber daya
untuk aktivitas yang
diinginkan
d. Identifikasi strategi
meningkatkan partisipasi
dalam aktivitas
e. Monitor respon emosional,
fisik, sosial, dan spiritual
terhadap aktivitas
Terpeutik :
a. Fasilitasi fokus pada
lingkungan
5. Manajemen program
latihan
6. Promosi latihan fisik
7. Terapi aktivitas
8. Terapi oksigen
9. Terapi relaksasi otot
progresif
10. Manajemen nyeri
24
kemampuan, bukan defisit
yang dialami
b. Fasilitasi memilih aktivitas
dan tetapkan tujuan aktivitas
yang konsisten sesuai
kemampuan fisik,
psikologis dan sosial.
c. Koordinasikan pemilihan
aktivitas yang sesuai
d. Fasilitasi aktivitas rutin
(ambulasi, mobilisasi dan
perawatan diri), sesuai
kebutuhan
e. Libatkan keluarga dalam
aktivitas, jika perlu
Edukasi :
a. Jalankan metode aktivitas
fisik sehari-hari, jika perlu
b. Ajrkan cara melakukan
aktivitas yang dipilih
c. Anjurkan melakukan
aktivitas fisik, sosial,
spiritual dan kognitif dalam
menjaga fungsi dan
kesehatan
d. Anjurkan terlibat dalam
aktifitas kelompok atau
terapi, jika sesuai.
(Sumber : SDKI (2017), Nic-Noc (2016) dan SIKI (2018))
h. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan yang
dimulai setelah perawat menyusun rencana keperawatan. Persiapan proses
implementasi akan memastikan asuhan keperawatan yang efisien, aman
dan efektif. Lima kegiatan persiapan tersebut adalah pengkajian ulang,
meninjau dan merevisi rencana asuhan keperawatan yang ada,
mengorganisasi sumber daya dan pemberian asuhan, mengantisipasi dan
mencegah komplikasi, serta mengimplementasikan intervensi keperawatan
(Potter dan Perry, 2009).
Implementasi keperawatan adalah proses pengelolaan dan perwujudan
dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan.
Implementasi yang perlu dilakukan terhadap klien dengan gangguan
25
kebutuhan oksigen dengan Melakukan pemeriksaan fisik Pada klien,
melakukan inspeksi mengamati adanya kelainan bentuk dada, seperti
barrel chest (bentuk dada mengembung), funnel chess (bentuk dada
cekung, terutama pada daerah sternum), dan pigeon chest. Melihat
pergerakan pernapasan, mengkaji ritme pernapasan (chyne strioke, biot,
kussmaul, apneus). Pernapasan cenderung meningkat dan klien biasanya
dipsneu.
Palpasi, untuk mengkaji adanya nyeri tekan, massa, kesimetrisan
ekspansi dada, Vocal fremitus menurun terutama untuk efusi pleura yang
jumlah cairannya > 250 cc, disamping itu pada palpasi juga ditemukan
pergerakan dinding dada yang tertinggal pada dada yang sakit. Melakukan
perkusi, normal sonor, redup sampai pekak bergantung pada jumlah
cairannya. Bila cairannya tidak mengisi penuh rongga pleura, maka pada
pemeriksaan ekskursi diafragma akan didapatkan adanya penurunan
kemampuan pengembangan diafragma. Mengauskultasi suara napas
menurun sampai menghilang, dengan suara napas normat vesikuler.
Memonitor bunyi napas tambahan (gurgling, mengi, wheezing, ronchi
kering atau basah).
Melatih pasien yang tidak memiliki kemampuan batuk secara efektif
untuk membersihkan trakea dan bronkiolus dari secret atau benda asing
dijalan napas dan mengobservasi tindakan tersebut dengan
mengidentifikasikan kemampuan batuk, memonitor adanya sputum
(jumlah, warna, aroma) memonitor tanda dan gejala infeksi disaluran
napas, dan memonitor input dan output cairan (jumlah dan karakteristik),
memberikan minuman hangat, memberikan oksigen jika perlu,
mengkolaborasikan pemberian bronkodilator, ekspetoran, mukolitik, jika
diperlukan. Untuk menggantikan asupan cairan, menganjurkan pemberian
asupan cairan 2000 ml/hari jika tidak ada kontraindikasi. Selanjutnya,
mengumpulkan dan menganalisis data untuk memastikan kepatenan jalan
napas dengan memonitor nilai AGD, mengatur interval pemantauan
26
respirasi sesuai dengan kondisi pasien, mendokumentasikan hasil
pemantauan dan meninformasikan hasil pemantauan hasil, jika diperlukan.
i. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Tahap ini
sangat penting untuk menentukan adanya perbaikan kondisi atau
kesejahteraan klien. Mengambil tindakan evaluasi untuk menentukan
apakah hasil yang diharapkan telah terpenuhi bukan untuk melaporkan
intervensi keperawatan yang telah dilakukannya. Hasil yang diharapkan
merupakan standar penilaian bagi perawat untuk melihat apakah tujuan telah
terpenuhi dan pelayanan telah berhasil (Potter dan Perry, 2009).
Hasil yang diharapkan dari asuhan keperawatan gangguan kebutuhan
oksigen ini yaitu, menunjukan jalan napas yang paten (irama, frekuensi
dalam rentang normal), tidak ada suara napas tambahan, bunyi napas
terdengar jelas, pada pemeriksaan rontgen thorak tidak ditemukan adanya
akumulasi cairan (Nic Noc, 2016)
C. Tinjauan Konsep Penyakit
1. Definisi Efusi Pleura
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang
terletak diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit
primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder
terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural mengandung
sebuah kecil cairan (5 sampai 15 ml) befungsi sebagai pelumas yang
memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi (nic
noc, 2016).
Efusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan
dalam rongga pleura. (price dan wilson, 2006). Efusi pleura dibagi
menjadi 2 yaitu: (Mortin, 2012 (NIC NOC 2016)).
a. Efusi pleura transudat
Merupakan ultrafiltrat plasma, yang menandakan bahwa membran
pleura tidak terkena penyakit. Akumulasi cairan disebabkan oleh
faktor sistemik yang mempengaruhi produkdi dan absorbs cairan
27
pleura seperti (gagal jantung kongesti, atelektasis, sirosis, sindrom
nefrotik, dan dialysis peritoneum).
b. Efusi pleura eksudat
Ini terjadi akibat kebocoran cairan melewati pembuluh kapiler yang
rusak dan masuk kedalam paru yang dilapisi pleura tersebut atau
kedalam paru terdekat. Kriteria efusi pleura eksudat :
1) Rasio cairan pleura dengan protein serum lebid dari 0,5
2) Rasio cairan pleura dengan dehidrogenese laktat (LDH) lebih dari
0,6
3) LDH cairan pleura dua pertiga atas batas normal LDH serum.
Penyebab efusi pleura eksudat seperti pneumonia, empiema,
penyakit metastasis (mis. Kanker paru, payudarah, lambung, atau
ovarium), hematorak, infark paru, keganasan, rupture aneurisme
aorta.
2. Jenis – Jenis Efusi Pleura
a. Hemotoraks
Disebut hemotoraks apabila rongga pleura terisi darah. Keadaan ini
biasanya terjadi karena cedera di dada. Penyebab lainnya adalah
pecahnya pembuluh darah yang kemudian mengalirkan darahnya ke
dalam rongga pleura, kebocoran aneurisma aorta (daerah yang
menonjol seperti balon di pembuluh darah besar/aorta) yang
kemudian mengalirkan darahnya kedalam rongga pleura, serta
gangguan pembekuan darah. Darah di rongga pleura tidak membeku
secara sempurna, sehingga ketika terjadi trauma kecil saja, darah
dengan mudah keluar.
b. Empiema
Apabila yang terkumpul di dalam rongga plera adalah nanah, maka
hal ini disebut empiema. Empiema bisa terjadi jika pneumonia atau
abses paru menyebar ke dalam rongga pleura. Empiema juga bisa
merupakan komplikasi dari infeksi di dada, pasca-operasi dada,
28
pecahnya pembuluh darah di kerongkongan, dan ada nanah/abses di
perut.
c. Kilotoraks
Kilotoraks adalah sebutan untuk cairan seperti susu yang
terkumpul di dalam rongga dada. Hal ini biasanya disebabkan oleh
suatu cedera pada saluran getah bening utama di dada (duktus
torakikus) atau oleh penyumbatan karena tumor (Junaidi, 2010).
3. Tanda dan Gejala Efusi Pleura
a. Dada sakit karena adanya implamasi didalam area; tidak selalu ada
b. Kesulitan bernapas (dyspnea) karena kurangnya pembesaran dada
di area.
c. Turunnya suara pernapasan pada auskultasi di area karena adanya
cairan.
d. Tumpul saat diketuk diarea yang terkena karena adanya cairan.
e. Demam karena infeksi pada empyema.
f. Denyut jantung dan respirasi bertambah; tekanan darah turun
karena kehilangan darah pada hemothorax.
g. Saturasi oksigen rendah pada oksimetri denyut (Digiulio dkk,
2015).
4. Etiologi
Efusi pleura adalah akumulasi cairan pleura akibat peningkatan
kecepatan produksi cairan, penurunan kecepatan pengeluaran cairan
atau keduanya, ini disebabkan oleh satu dari lima mekanisme berikut :
(Mortin, 2012 (NIC NOC 2016)).
a. Peningkatan tekanan pada kapiler subpleura atau limfatik
b. Peningkatan permeabilitas kapiler
c. Penurunan tekanan osmotik koloid darah
d. Peningkatan tekanan negatif intrapleura
e. Kerusakan drainase limfatik ruang pleura
Penyebab efusi pleura :
1) Infeksi
29
a) Tuberclosis
b) Pneumonitis
c) Abses paru
d) Perforasi Esofagus
e) Abses subfrenik
2) Noninfeksi
a) Karsinoma paru
b) Karsinoma pleura : primer, sekunder
c) Karsinoma mediastinum
5. Anatomi dan Fisiologi Efusi Pleura (Irman Somantri, 2009)
Pleura adalah suatu membran serosa yang melapisi permukaan
dalam dinding toraks dikanan dan kiri, melapisi permukaan superior
diafragma kanan dan kiri, melapisi mediastinum kanan dan kiri
(semuanya disebut pleura paritealis), kemudian pada pangkal paru,
membran serosa ini berbalik melapisi (membungkus) paru (disebut
sebagai pleura viseralis). Pleura viseralis ini bervaginasi mengikuti
fisura yang membagi setiap lobus paru.
Berbeda dengan pleura parietalis yang sangat sensitif, pleura
viseralis tidak bisa merasakan rasa sakit, rasa sakit yang berasal dari
pleura akan terasa sampai ke dinding dada tepat di tempat lesi pleura.
Diantara pleura parietalis dan pleura viseralis terdapat ruang yang
disebut “rongga” pleura. Pada “rongga” pleura terdapat cairan pleura
seperti lapisan film karena jumlahnya sangat sedikit yang hanya
berfungsi untuk memisahkan pleura viseralis dengan pleura parietalis.
a) Tumor ovarium
b) Bendungan jantung: perikarditis konstriktiva
c) Gagal hati
d) Gagal ginjal
e) Hipotriodisme
f) Kilotoraks
g) Emboli paru
30
6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan radiologi (rontgen dada), pada permulaan didapati
menghilangnya sudut kostofrenik. Bila cairan lebih 300 ml, akan
tampak cairan dengan permukaan melengkung. Mungkin terdapat
pergeseran di mediatinum.
b. Ultrasonografi
c. Torakosentesis/ pungsi pleura untuk mengetahui kejernihan, warna,
biakan tampilan, sitologi, berat jenis. Fungsi pleura diantara linea
aksilaris anterior dan posterior, pada sela iga ke-8. Didapati cairan
yang mungkin serosa (serotorak), berdarah (hemotoraks), pus
(piotoraks) atau kilus (kilotoraks). Bila cairan serosa mungkin
berupa transudat (hasil bendungan) atau eksudat (hasil radang).
d. Cairan pleural dianalisis dengan kultur bakteri, pewarnaan gram,
basil tahan asam (untuk TBC), hitung sel darah merah dan putih,
pemeriksaan kimiawi (glukosa, amylase, laktat dehidrigenase
(LDH, protein), analisis sitologi untuk sel-sel maligna, dan PH.
e. Biopsi pleura mungkin juga dilakukan.
31
7. Pathway
;;;;;;;;
Non infeksi Infeksi
Kardiovaskuler, neoplasma,
penyakit abdomen, infeksi
cedera, dll
TBC 80 %
Peradangan
Adanya bendungan cairan dalam
rongga pleura Pembentukan cairan yang
berlebihan
Hambatan reabsorbsi,
cairan dari rongga
Efusi pleura
Proses peradangan pada
rongga pleura Akumulasi cairan
yang berlebihan
dirongga pleura
fungsi
pleura
(torakosi
ntetis)
Hipersekresi
mukus
Secret tertahan
di saluran napas Aspirasi
cairan
pleura
melalui
jarum
Penurunan
ekspansi paru
pengeluaran
endrogen dan
pirogen
gangguan rasa
nyaman
Sesak napas
Ronchii (+) Ketidakefektifa
n pola napas Pensuplai
O2
Febris
resiko infeksi
Bersihan jalan
napas tidak efektif
Demam
kelemahan gangguan
pertukaran
gas
Hipertemi
intoleransi
aktivitas
Gangguan nutrisi
kurang dari kebutuhan
Metabolisme
tubuh
32
(Sumber: http://kangsaipul.blogspot.com/2014/06/asuhan-keperawatan-pada-
klien-dengan.html ).
8. Penatalaksanaan
a. Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena
pergesekan, setelah cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan
banyak, penderita akan sesak napas.
b. Adanya gejala penyakit penyebab seperti demam, mengigil, dan nyeri
dada pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril
(tuberklosis), banyak keringat, batuk, banyak riak.
c. Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi
penumpukan cairan pleural yang signifikan
d. Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan,
karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang
bergerak dalam pernapasan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada
perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan
cairan membentuk garins melengkung (garis ellis damoiseu).
e. Didapati segitiga garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup
tympani dibagian atas garis ellis domiseu. Segitiga grocco-rochfusz,
yaitu daerah pekak karena cairan mendorong mediatinum ke sisi lain,
pada auskultasi daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronki.
f. Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.
(Nurarif dan Kusuma, 2015).
33
top related