bab ii problematika penanganan penyeludupan …eprints.umm.ac.id/61143/3/bab ii.pdf · 42 bab ii...
Post on 08-Nov-2020
8 Views
Preview:
TRANSCRIPT
42
BAB II
PROBLEMATIKA PENANGANAN PENYELUDUPAN NARKOBA DI
INDONESIA
Pada bab ini akan di jelaskan mengenai kejahatan narkoba sebagai suatu
kejahatan transnational crime, dan bagaimana dinamika permasalahan narkoba
yang sering kali terjadi di Indonesia, serta juga akan menjelaskan apa saja upaya-
upaya pemerintah dalam menghadapi penyeludupan narkoba di Indonesia,baik
upaya yang dilakukan di dalam negeri maupun upaya yang dilakukan di luar negeri,
karena sampai dengan saat ini permasalahan narkoba masih belum bisa
terselesaikan secara maksimal.
2.1 Narkoba Sebagai Kejahatan Transnasional
Merujuk pada definisi umum PBB yang menyatakan bahwa kejahatan
narkoba merupakan salah satu bentuk kejahatan transnasional yang dimana proses
kejahatannya melewati batas-batas teritorial suatu negara,44 berdasarkan pada
kenyataan bahwa kejahatan narkoba ialah suatu kejahatan yang berbahaya dan
bersifat transnasional maka pada tingkat globab menyepakati tiga konvensi tentang
pengendalian narkoba, yaitu (a). Konvensi tunggal tentang obat narkoba tahun
1961, (b) Konvensi tentang zat psikotropika tahun 1971, dan (c) Konvensi
44 S.Dordevic, “Understanding trasnational organized crime as a security threat and security
theories” dalam western Balkans security observer, no 13 tahun 2009 (Belgradi: carl Schmitt and
Copenhagen school of security studies, 2009) hal 42 atau dikases dalam
https://www.academia.edu/29255897/TRANSNATIONAL_ORGANIZED_CRIME.docx.
(10/01/2020, 12:00 WIB)
43
Perserikatan Bangsa-bangsa tentang lintas gelap narkotika dan zat psikotropika
1988.45
Dari adanya fenomena kejahatan transnasional secara tidak langsung
mengacu pada arus globalisasi dan kemajuan dari adanya suatu teknologi yang
membuat peningkatan cukup besar pada kejahatan transnasional. adanya
peningkatan angka perdagangan narkoba membuka secara luas peluang dari
transaksi illegal, sehingga tidak dapat dikontrol dan mengakibatkan ancaman bagi
sebuah negara. Kejahatan yang semakin terorganisir ini membuat upaya
pencegahan dan pemberantasan semakin sulit untuk dilakukan diakibatkan
perdagangan narkoba yang sudah membentang diseluruh penjuru dunia.46
Berdasarkan konvensi tunggal 1961 dimana hal ini merupakan suatu
kebijakan supresi tegas terhadap penyalahgunaan dan penyeludupan narkoba,
sehingga menekan setiap negara untuk mengkriminalisasikan para pelalu tindak
kejahatan penyalahgunaan dan penyeludupan narkoba. Dalam konvensi ini juga
mengatur tentang daftar-daftar narkotika yang termasuk dalam kategori
pengawasan Internasional, yang dimana dalam hal ini setiap negara berhak
melaporkan apabila menggunakan bahan-bahan narkotika kepada Dewan
Pengawasan Narkotika Internasional (INCB-International Narcotics Control
Board).47 Akan tetapi Konvensi Tunggal Narkotika 1961 belumlah mengatur
45 V.L Sinta Herindrasti, Drug-free ASEAN 2025: tantangan Indonesia dalam penanggulangan
penyalahgunaan narkoba, diakses dalam
http://journal.umy.ac.id/index.php/jhi/article/view/3944/4129. (10/01/2020, 12:00 WIB) 46 A. Fadillah, Kejahatan perdagangan narkoba (Drugs Trafficking) Global (studi kasusu di
Indonesia), Academia Edu, Hal 3 (10/01/2020, 12:10 WIB) 47 Ibid
44
tentang perawatan bagi siapa saja yang sudah menggunakan narkotika. Sementara
Konvensi tentang Zat Psikotropika 1971 sudah mulai membahas perihal pentingnya
perawatan berupa Rehabilitasi dan sudah mulai mempelopori kebijakan pelarangan
penyalahgunaan psikotropika yang kemudian menghasilkan list daftar psikotropika
kedalam empat golongan termasuk dalam pengawasan Internasional.48 Dalam
konvensi inipun sebenarnya sudah mulai muncul perihal pengecualian hukuman
bagi penyalahgunaan narkotika, yaitu dengan mengganti hukuman penjara menjadi
perawatan rehabilitasi, adanya pendidikan, aftercare maupun reintegrasi sosial.
Sejak tahun 1972 telah dilakukan amandemen terhadap Single Convention
Narcotics Drugs 1961 Geneva dengan protocol 1972 yang menghimbau perlu
adanya perawatan dan rehabilitasi terhadap siapun yang merasa dirinya pecandu
narkoba. Selain itu juga ada penambahan pasal tentang perawatan, pendidikan,
aftercare sehingga hal ini nantinya yang mengganti hukuman para pecandu
narkoba.49
Sementara pada the UN Conventions against Illicit Traffic in Narcotics
Drugs and Psychotropic Substances of 1998 menekankan tahapan-tahapan secara
menyeluruh agar bisa melawan peredaran atau penyeludupan gelap narkotika yang
dilakukan oleh organisasi kriminal salah satunya pencucian uang dan pengawasan
prekusor. Pada intinya pembuatan regulasi dan peraturan tentang pencegahan dan
penyalahgunaan narkotika di Indonesia tidaklah terlepas dari rasa semangat gerakan
48 Ibid 49 Ibid hal 27
45
global yang anti narkoba sehingga mengacu pada berbagai produk konvensi sosial
masyarakat Internasional.50
Perdagangan narkoba di kanca Internasional sejatinya sudah tersebar ke
berbagai belahan dunia, sebagai imbas dari adanya keringanan dalam berinterkasi
satu sama lain. Hasil riset yang dilakukan oleh Bovin memperlihatkan bahwa
struktur Internasional sangat mempengaruhi jaringan perdagangan narkoba
internasional.51 Struktur dari bisnis ekonomi dunia pun sudah menciptakan kelas-
kelas negara yang di kategorikan sebagai perspektif sistem dunia (world system)
sebagai negara inti maupun negara periferi. Yang dimaksud negara inti ialah negara
yang sudah jauh lebih maju sedangkan negara periferi ialah negara yang masih
dalam tahap berkembang.52 Dalam hal ini, negara berkembang selalu mampu
menduduki posisi paling bawah ketimbang negara maju, hal ini disebabkan karena
negara berkembang sangat banyak memiliki keterbatasan. Negara berkembang
berusaha menciptakan komoditas yang dapat dijual dengan harga tinggi, akan tetapi
dengan memiliki biaya produksi yang rendah. Hal ini dilakukan oleh negara
berkembang agar mampu mengimbangi suatu perdagangan di negara maju yang
kemudian bisa menjual harga tinggi di negara berkembang.53
50 Ibid 51 R. bovin. “drugs trafficking networks in the world economy” di akses dalam jurnal
https://www.academia.edu/26318316/KEJAHATAN_PERDAGANGAN_NARKOBA_DRUGS_
TRAFFICKING_GLOBAL_STUDI_KASUS_DI_INDONESIA_ (10/01/2020, 12:20 WIB) 52 Ibid 53 Ibid
46
2.1.1 Kejahatan Narkoba di Indonesia
Permasalahan narkoba di Indonesia cukup terbilang sebagai permasalahan
yang bersifat urgent dan kompleks. Karena dalam kurun waktu satu dekade terakhir
permasalahan ini menjadi marak, dibuktikan dengan bertambahnya jumlah
penyalahgunaan atau pecandu narkoba yang semakin signifikan.54 seiring
meningkatnya pengungkapan kasus tindak kejahatan narkoba yang semakin
beragam polanya dan semakin masif juga jaringan sindikatnya. Dampak dari
penyalahgunaan narkoba tidak hanya mengancam kelangsungan hidup dan masa
depan suatu individu saja tetapi juga mengancam masa depan suatu bangsa dan
negara. Sampai dengan saat ini hal menariknya ialah peredaran narkoba sudah
merambat pada berbagai level, tidak hanya pada daerah perkotaan saja melainkan
juga sudah menyentuh daerah-daerah perdesaan.
Dalam peta perdagangan narkotika dunia, posisi Indonesia sudah bergeser
dari ‘negara transit’ berubah menjadi ‘negara tujuan’ perdagangan barang-barang
ilegal.55 Secara kondisi geografis, letak Indonesia sangat membantu karena berada
di antara dua benua Asia dan Australia serta dua Samudera Pasifik dan Samudera
Indonesia. Sifat sebuah negara yang sangat memiliki banyak kepulauan yaitu
17.508 Pulau dengan memiliki garis pantai dan perbatasan terpanjang, sangat
memungkinkan menjadi sebuah wilayah sebagai target produsen opium terbesar di
Asia: Golden Triangle dari Laos, Mnyambar, Thailand.56 Jalur yang digunakan
54AG Rinenggo, 2017, Penyebaran zat adiktif narkotika, diakses dalam
http://eprints.ums.ac.id/53111/3/BAB%20I.pdf (10/01/2020, 12:20 WIB) 55 V.L. Sinta Herindrasti, Drug-free ASEAN 2025: Tantangan Indonesia dalam Penanggulangan
Penyalahgunaan Narkoba, diakses dalam https://media.neliti.com/media/publications/277016-
none-b49fdabe.pdf (10/01/2020, 12:35 WIB) 56 Ibid
47
secara konvensional ialah melewati jalur udara dari luar negri ke Indonesia dan
tercatat meliputi Amerika Serikat-Jakarta, Malaysia-Jakarta, Malaysia-Tanggerang
dan lain sebagainya.57 Akan tetapi seiring dengan semakin ketatnya sistem
pengawasan melalui jalur udara yaitu di tiap-tiap bandara, maka terdapat lagi jalur
laut sebagai cadangan atau alternative pengganti yang digunakan para sindikat.
Gambar 2.1 Pintu masuk sabu di Indonesia
Sumber: Peta jalur masuk narkoba melalui jalur tikus di laut (William, 2015)
Gambar 1 menunjukkan bahwa titik masuk jalur sabu dari Malaysia
(Melaka dan Serawak), Papua Nugini dan Timor Leste ke kota pelabuhan terdekat
untuk kemudian didistribusikan ke berbagai kota di Indonesia. Peredaran gelap
narkotikad an penyeluudpan barang narkoba ini sering kali melewati jalur laut dari
luar negri ke Indonesia yang meliputi: Tiongkok-jakarta, Malaysia-Tanjung balai
57 Badan Narkotika Nasional,Laporan Kinerja Badan Narkotika Nasional Tahun 2015. Jakarta:
BNN. (10/01/2020, 12: 40 WIB)
48
Karimun, Iran-Jakarta-Sukabumi, Malaysia-Entikong, Malaysia-Nunukan-
Samarinda-Pare-pare, Jakarta-Bali-Sumaterah. Sementara jalur domestik atau
dalam negeri umumnya merata di jalur Aceh-Pekanbaru- lalu destinasi terakhir
Jakarta; Pontianak-Jakarta; Jakarta-Bali Kota; Jakarta-Bekasi; Jakarta-Surakarta;
Jakarta-Surabaya-Malang; Jakarta-Pontianak Entikong.58
Gambar 2.2 Pintu masuk narkoba jenis ganja
Sumber: Peredaran narkoba di dalam negeri (William, 2015).
Sementara Gambar 2 menunjukkan jalur masuk Ganja terutama dari Aceh
ke kota tujuan utama Jakarta melalui berbagai kota. Mengenai data peredaran
narkoba yang selalu masuk ke Indonesia banyak sekali terjadi diwilayah-wilayah
perbatasan terutama para sindikat selalu melihat peluang sebelum memasok barang
ke Indonesia. Menurut Badan Narkotika Nasional pada tahun 2016 terdapat 807
58 Wiliam, jalur tikus narkoba, diakses dalam https://www.liputan6.com/news/read/2389854/jalur-
tikus-penyelundupan-narkotika (10/01/2020, 13:00 WIB)
49
kasus yang berhasil di catat dengan total tersangka hingga mencapai 1.238 orang.59
Kepala Badan Narkotika itu menjelaskan bahwa dari pengungkapan kasus
sepanjang 2016 ini pihaknya mengamankan sejumlah barang bukti sitaa. Rincian
yaitu 20 ribu batang pohon ganja, 16 hektare ladang ganja, 2,6 ton ganja kering, 1
ton sabu, 754 ribu butir ekstasi, 586.16 gram ekstasi bubuk, 581,5 gram heroin,
108.12 gram morfin, 4.94 gram kokain, 0,32 Liter hashish, 5.012 butir G, dan 2
butir benzodiazepine.60 Selain dari pada itu kasus pada tahun 2018 terdapat 6 kasus
yang berhasil ditangkap dengan penangkapan 1 ton sabu-sabu yang diangkut oleh
kapal ikan berbendera singapura, terjadi penangkapan pada saat itu melalui jalur
laut, kapal tersebut tidak hanya membawa sabu-sabu tetapi juga membawa 41
karung narkoba jenis ganja.61
Selain dari pada itu data terakhir yang berhasil di rilis pada tahun 2019 ini
pihak Badan Narkotika Nasional (BNN) mengungkap penyeludupan 30kg sabu
jaringan Malaysia yang dikirim melalui jalur laut.62 Untuk mengelabui petugas.
“… Narkoba golongan I tersebut dikemas kedalam beberapa bungkus teh
hijau dan disimpan di dalam sebuah mobil mini bus yang berhasil
diamankan tim BNN di Deli Serdang. Sumaterah Utara.” 63
Penyeludupan yang terjadi ini terungkap dengan kerja sama BNN dengan Tim Bea
Cukai Medan, diketahui bahwa sabu-sabu tersebut diambil dari Pelabuhan
59 Nanda perdana putra, BNN ungkap 807 kasus narkotika sepanjang 2016, Liputan6.com, diakses
dalam https://www.liputan6.com/news/read/2685608/bnn-ungkap-807-kasus-narkotika-sepanjang-
2016 (10/01/2020, 13:10 WIB) 60 Ibid 61 Zen teguh, 6 kasus narkoba terbesar di Indonesia, batam setera sindikat anyer, Inews.Id diakses
dalam https://www.inews.id/news/nasional/6-kasus-narkoba-terbesar-di-indonesia-batam-setara-
sindikat-anyer (10/01/2020, 13:15 WIB) 62 Nanda febrianto, pasar narkoba fantastis ada di Indonesia, diakses dalam
https://www.tagar.id/pasar-narkoba-fantastis-ada-di-indonesia (10/01/2020, 13:20 WIB) 63 Ibid hal
50
Sekinchan dekat Port Klang Malaysia oleh seorang pria berinisial IH (46)
mengggunakan kapal nelayan.64
Sementara itu dari banyaknya jenis narkoba yang beredar luas di Indonesia
tercatat bahwa narkoba jenis ganja, sabu-sabu dan ekstasi merupakan narkotika
yang palinh banyak dan sering di gunakan oleh para pengguna sehingga mecapai
85% dan hal ini juga tercatat sebagai paling banyak diselundupkan diakibatkan
permintaan yang banyak pula65 Sebagai gambaran menurut The United Nations of
Drugs and Crime (UNODC) setidaknya terdapat 44 buah narkotika jenis baru
psychoactive substances (NPA) di Indonesia dari keseluruhan 461 NPA di dunia.
Jenis sabu-sabu bukan hanya diperoleh dari luar saja tapi juga sudah ditemukan
sabu-sabu (methamphetamine) yang telah berhasil diproduksi dalam skala besar di
Indonesia.66
Hasil survei BNN 2014 juga telah mengumpulkan data dari pengguna jenis
narkoba dalam tiga kategori kelompok yaitu kategori pelajar/mahasiswa, para
pekerja atau para kepala rumah tangga. Tiga jenis narkoba (ganja, sabu-sabu, dan
ekstasi) amat populer dan sering digunakan pada tiga kategori tersebut dengan
sedikit perbedaan pola pemakaian selain ganja dan sabu, ada juga obat-obat yang
sering di konsumsi para kelompok pelajar dan pekerja yaitu pil koplo.67
64 Ibid 65 V.L. Sinta Herindrasti, Drug-free ASEAN 2025: Tantangan Indonesia dalam Penanggulangan
Penyalahgunaan Narkoba, diakses dalam https://media.neliti.com/media/publications/277016-
none-b49fdabe.pdf (10/01/2020, 13:35 WIB) 66 Ibid 67 Ibid hal 24
51
2.2 Upaya Pemerintah Indonesia Menghadapi Penyeludupan Narkoba
Sebagian besar individu masih relative berfikir bahwa penanggulangan
penyalahgunaan narkoba yang terjadi di Indonesia masih sangat longgar
dibandingkan dengan Negara-negara lainnya. Hal tersebut dapat dilihat dari
dikeluarkannya Intruksi Presiden Republik Indonesia (INPRES) Nomor 6 Tahun
1971 kepada Kepala Badan Koordinasi Intelejen Nasional (BAKIN) untuk bisa
menaggulangi enam permasalahan yang menonjol dan salah satunya ialah
penanggulangan penyalahgunaan narkotika.68 Selain dari pada itu negara-negara
lain sudah banyak mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang menyangkut narkotika
dan memperketat sistem hukum yang digunakan, berbeda halnya dengan Indoensia
yang masih sangat tergolong lemah atau biasa-biasa saja. Karena hal inilah
kemudian Pemerintah membentuk suatu badan dari kepolisian yaitu Satuan narkoba
yang menangani maraknya permasalahan kasus narkoba di seluruh wilayah
Indonesia.69
Untuk memberantas penyalahgunaan narkoba tidaklah cukup jika
kerjasama peemrintah dan aparatur penegak hukum saja yang terlibat tetapi juga
dibutuhkan kerja sama seluruh elemen masyarakat. Masyarakat diharapkan agar
mampu membantu pihak kepolisian dengan segera mungkin melaporkan terhadap
68 Harmawati, Peran pemerintah dalam menanggulangi penyalahgunaan narkoba di Makassar
Sulawesi Selatan, proposal skripsi, 2016, hal 21 (10/01/2020, 13:50 WIB) 69 Paul ricardo, upaya penanggulangan penyalahgunaan narkoba oleh kepolisian (studi kasus
satuan narkoba polres metro bekasi), Jurnal Kriminologi Indonesia Vol. 6 No.III Desember 2010,
diakses dalamhttps://media.neliti.com/media/publications/4190-ID-upaya-penanggulangan-
penyalahgunaan-narkoba-oleh-kepolisian-studi-kasus-satuan-n.pdf ( 10/01/2020, 14:00 WIB)
52
pihak kepolisian jika menemukan adanya transaksi narkoba yang terjadi di
sekitarnya.
Di Indonesia sendiri dalam sejarahnya penggunaan narkotika hanya
didasarkan untuk kepentingan medis, hal ini sudah ada sejak zaman kolonial
Belanda, namun penyalahgunaan narkoba baru disadari pada tahun 1970-an seiring
dengan adanya upaya Pemerintah Orde Baru untuk mencegah hal tersebut dengan
mengelurkan Inpres Nomor 6 tahun 1971 tentang permasalahan Nasional yang
kritikal.70 Masalah penyalahgunaan narkoba pada era tersebut masih belum begitu
signifikan dan tidak ada kebijakan khusus dari Pemerintah Orde Baru dalam hal ini
berupaya untuk mencegah maraknya penyalahgunaan dan penyeludupan narkotika
di Indonesia. Pemerintahan Orde Baru juga menggangap bahwasanya masyarakat
Indonesia yang berlandaskan pada nilai pancasila dan agama yang bertuhan dapat
menyeimbangkan diri mereka, serta menjaga diri ancaman penyalahgunaan barang
ilegal tersebut.71
Penyebaran narkotika dan obat-obatan terlarang saat ini mencapai tingkat
yang sangat tinggi, kejahatan ini tidak lagi dipandang sebagai kejahatan yang biasa
melainkan sudah menjadi kejahatan yang sifatya sangat mengancam.
Ketidakpuasan akan pelaksanaan kegiatan penanggulangan narkotika dan obat-
obatan terlarang telah mengakibatkan bangsa Indonesia berfikir untuk
menyempurnakan peraturan-peraturan atau regulasi yang membahasa tentang
70 Keputusan presiden repubik Indonesia,No 116 Tahun 1999 tentang badan nkoordinasi narkotika
nasional 71 Opcit
53
narkorika. Undang –undang Nomor 35 tentang narkotika berperan melindungi
masyarakat dari bahaya penyalahgunaan narkotika, mencegah dan memberantas
peredaran gelap narkotika, dalam undang-undang ini diatur juga mengenai
precursor narkotika karena precursor narkotika merupakan zat atau bahan pemula
atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan narkotika.72
2.2.1 Pembentukan Badan Narkotika Nasional
1. Badan Narkotika Nasional
Meningkatnya penyeludupan, penyebaran dan penggunaan narkotika di
Indonesia sejak tahun 1971 membuat pemerintah Indonesia mengeluarkan berbgai
instruksi, salah satunya dengan adanya intruksi nomor 6 tahun 1971 kepada kepala
badan koordinasi intelejen nasional untuk secara sigap menanggapi serta
menanggulangi permasalahan tersebut.73 Kejahatan transnasional spesifik dalam
pengedaran narkotika di kawasan Asia Tenggara, khususnya Indonesia setiap
tahunnya selalu mengalami kenaikan yang cukup drastis dari tahun ke tahun,
Undang-undang nomor 9 tahun 1976 sudah tidak bisa lagi menyelesaikan masalah-
masalah kejahatan narkotika, sehingga akhirnya pada saat itu dibentuklah Badan
Narkotika Nasional (BNN) pada tanggal 22 Maret 2002 berdasarkan keputusan
Presiden Republik Indonesia No. 17 tahun 2002 yang merupakan lembaga
72 Keputusan presiden repubik Indonesia,No 116 Tahun 1999 tentang badan nkoordinasi narkotika
nasional 73 AR. Sujono dan Bony Daniel, 2012, Komentar dan pembahasan undang-undang nomor 35 Tahun
2009 tentang naarkotika, Jakarta : sinaar grafika hal 8 (10/01/2020, 14:05 WIB)
54
nonstrukrual yang berkedudukan langsung di bawah dan bertanggung jawab
langusng kepada Presiden Republik Indonesia.74
Dalam rangka pencegahan dan pemberantasan pemberanatsan dan
peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika maka dibentuklah Badan
Narkotika Nasional (BNN). Kedudukan BNN ini ialah sebagai lembaga pemerintah
non kementrian yang berkedudukan langsung dibawah presiden dan bertanggung
jawab kepada presiden.75 BNN berkedudukan di ibukota negara dengan wilayah
kerja meliputi seluruh wilayah Negara Republik Indonesia. Badan Narkotika
mempunyai perwakilan di berbagai daerah provinsi dan kabupaten/kota. BNP
berkedudukan di ibukota provinsi yang merupakan lembaga non stuktural yang
berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab langsung kepada Gubernur dan
BNK berkedudukan di kabupaten/kota yang selanjutnya dalam peraturan presiden
adalah lembaga non-struktural yang berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab
langsung kepada Bupati/Walikota.76
Dalam pasal 66 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009
Tentang Narkotika diatur bahwa kedudukan BNN provinsi dan BNN
kabupaten/kota merupakan instansi vertikal.77 Kepada presiden. BNN ini
berkedudukan di ibukota negara dengan wilayah kerja meliputi seluruh wilayah
74 Ibid 75 MUHAMMAD AL IMRAN, Efektivitas Kinerja Badan Narkotika Nasional Provinsi Sulawesi
Selatan Dalam Upaya Pencegahan Dan Pemberantasan Narkotika Dikalangan Remaja Kota
Makassar, dalam skripsi diakses dalam https://core.ac.uk/download/pdf/77619566.pdf (10/01/2020,
14:15 WIB) 76 Peraturan presiden republik Indonesia No 83 tahun 2007 tentang badan narkotika nasional, badan
narkotika provinsi, badan narkotika kabupaten/kota. dikases dalam https://ngada.org/ps83-2007.htm
(10/01/2020, 14:30 WIB) 77 Ibid
55
Negara Republik Indonesia. BNN mempunyai setiap perpanjangan tangan di
berbgai daerah provinsi dan kabupaten/kota. BNN provinsi berkedudukan di
ibukota provinsi dan BNN kabupaten/kota berkedudukan di ibukota
kabupaten/kota.78 Dalam pasal 66 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35
Tahun 2009 Tentang Narkotika diatur bahwa kedudukan BNN provinsi dan BNN
kabupaten/kota merupakan instansi vertikal.79
Selain daripada itu tercantum dalam pasal 2 ayat (2) Peraturan Presiden
Republik Indonesia No 23 Tahun 2010 tentang Badan Narkotika Nasional diatur
bahwa:
“…Sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BNN juga bertugas menyusun
dan melaksanakan kebijakan nasional mengenai pencegahan dan
pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap psikotropika,
prekursor, dan bahan adiktif lainnya kecuali bahan adiktif untuk tembakau
dan alcohol.” 80
Dalam pasal 71 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009
Tentang Narkotika dan Pasal 4 Peraturan Presiden Republik Indonesia No 23 Tahun
2010 Tentang Badan Narkotika Nasional diatur wewenang dari BNN, yaitu: Dalam
melaksanakan tugas pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap
Narkotika dan Prekursor Narkotika, BNN berwenang melakukan penyelidikan dan
penyidikan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor
78 Ibid 79 Muhammad al imran, Efektivitas kinerja badan narkotika nasional provinsi sulawesi selatan
dalam upaya pencegahan dan pemberantasan narkotika dikalangan remaja kota makassar, dalam
skripsi diakses dalam https://core.ac.uk/download/pdf/77619566.pdf (10/01/2020, 14:35 WIB) 80 Peraturan Presiden Republik Indonesia No 23 Tahun 2010 Tentang Badan Narkotika Nasional
(10/01/2020, 15:00 WIB)
56
Narkotika. Kemudian dalam pasal 71 Undang-undang Republik Indonesia Nomor
35 Tahun 2009 Tentang Narkotika diatur bahwa:81
1. Kewenangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 71 dilaksanakan oleh
penyidik BNN
2. Penyidik BNN sebagaima dimaksud pada ayat (1) diangkat dan
diberhentikan oleh kepala BNN
3. Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara pengangkatan dan
pemberhentian penyidik BNN sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diatur dengan peraturan kepala BNN
Hal mendasar yang sangat penting dan perlu diperhatikan juga ialah bahwa BNN
merupakan instasni yang bersifat vertikal, sesuai dalam pasal 31 ayat (1) dan (2)
Peraturan Presiden Republik Indonesia No 23 Tahun 2010 Tentang Badan
Narkotika Nasional diatur tentang instansi vertikal yaitu:82
1. Instasni vertikal adalah pelaksana tugas, fungsi dan wewenang BNN di
daerah
2. Instansi vertikal BNN terdiri dari:
a. BNN Provinsi yang selanjutnya disebut dengan BNNP, dan
b. BNN Kabupaten/Kota yang selanjutnya disebut dengan
BNNK/Kota
81 Ibid 82 Ibid
57
2. Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP)
Badan narkotika nasional provinsi (BNNP) berkedudukan di ibukota
provinsi, bertanggung jawab kepada Kepala BNN. BNNP juga mempunyai
tugas melaksanakan tugas, fungsi, dan wewenang BNN dalam wilayah
Provinsi.83 Dalam pasal 34 peraturan Presiden Republik Indonesia No 23 Tahun
2010 tentang badan narkotika nasional diatur susunan organisasi BNNP terdiri
dari: Kepala BNNP, satu bagian tata usaha yang membawahkan sebanyak-
banyaknya empat Sub bagian dan sebanyak-banyaknya lima bidang dan setiap
bidang membawahkan sebanyak-banyaknya lima seksi.84
3. Badan Narkotika Nasional Kabupaten/Kota
BNNK/Kota berkedudukan di ibukota Kabupaten/Kota, berada dan
bertanggung jawab kepada Kepala BNNP. BNNK/Kota mempunyai tugas
melaksanakan tugas, fungsi, dan wewenang BNN dalam wilayah
Kabupaten/Kota. Dalam Pasal 37 Peraturan Presiden Republik Indonesia No 23
Tahun 2010 Tentang Badan Narkotika Nasional diatur Susunan organisasi
BNNK/Kota terdiri dari Kepala BNNK/Kota, satu Subbagian Tata Usaha; dan
Sebanyak-banyaknya lima Seksi.85
Sejauh ini Badan Narkotika Nasional (BNN) telah berupaya untuk bisa
menekan peningkatan kejahatan narkoba, walaupun upaya tersebut masih
83 Muhammad Al Imran, Efektivitas Kinerja Badan Narkotika Nasional Provinsi Sulawesi Selatan
Dalam Upaya Pencegahan Dan Pemberantasan Narkotika Dikalangan Remaja Kota Makassar,
dalam skripsi diakses dalam https://core.ac.uk/download/pdf/77619566.pdf (10/01/2020, 15:00
WIB) 84 Ibid hal 44 85 Ibid hal 45
58
belum maksimal membuat pemerintah Indonesia untuk tetap menahan
peningkatannya. Selain dari pada itu mengenai luasnya cakupan narkoba yang
harus di hadapi oleh BNN dan instansi pemerintah dan non pemerintah terkait
lainnya, beberapa tantangan yang harus di pahami dalam pelaksanaan kebijakan
penanggulangan narkoba di Indonesia adalah mengenai prioritas implementasi
kebijakan dan kesenjangan dalam pelaksanaan kebijakan deskriminalisasi yang
mencakup pola pikir, sistem yang tidak maksimal berjalan, kesenjangan
infrastruktur dan target layanan rehabilitasi, serta metode rehabilitasi yang lebih
terbukti.86 Inpres ini nyatanya dianggap mampu menjangkau semua masalah
penyalahgunaan narkotika, terutama karena tidak ada definisi narkotika yang
tepat, hukuman ringan, maupun agen khusus yang berurusan dengan masalah
narkotika.
2.2.2 Memperketat Regulasi
Dalam sistem penguatan hukum atau regulasi perundangan dan peraturan,
Indonesia sudah sangat di untungkan dengan lahirnya regulasi yang sangat jelas
dalam melakukan penanggulangan penyalahgunaan dan peredaran narkoba.
Regulasi sejatinya sudah dibangun sejak lama mengingat bahwa dampak dari
narkoba itu mempengaruhi sistem ketahanan nasional suatu negara. Berbagai
upaya perbaikan telah dijalankan dari berbgai pihak terutama dari aspek konstitusi
sehingga sesuai dengan tantangan masa kini, pada awal masa kemerdekaan
Pemerintah Indonesia menggunakan dua instrumen hukuman dari Belanda, yaitu
86 V.L. Sinta Herindrasti, Drug-free ASEAN 2025: Tantangan Indonesia dalam Penanggulangan
Penyalahgunaan Narkoba, diakses dalam https://media.neliti.com/media/publications/277016-
none-b49fdabe.pdf (10/01/2020, 15:20 WIB)
59
Ordonansi Anestesi a.k.a Verdoovende Middllen Ordonanti.87 Hal ini
dimaksudkan agar mampu menyatukan regulasi atau peraturan mengenai opiat dan
anastesi lainnya yang tersebar dalam berbagai tata cara untuk memenuhi penyatuan
hukum narkotika di Belanda, serta Opium Verpakkings Bepalingen yang
merupakan regulasi terkait kemasan opiat. Kedua instrumen hukum Belanda ini
dilaksanakan sesuai dengan aturan Transisi Pasal II UUD 1945.88
Berdasarkan hal tersebut agar mampu menghadapi kecenderungan angka
yang semakin meningkat dan tidak sama sekali mengalami penurunan, Presiden
Joko Widodo mengambil langkah tegas dan bersikap keras, sejak tahun 2014
beliau melakukan penolakan pengajuan grasi 64 terpidana, langkahnya ini
kemudian membuat masyarakat takjub dan merasa kaget.89 Meskipun hukuman
mati terhadap pidana narkoba masih menjadi kontroversi para pakar semenjak
kasus Bali Nine.90 Presiden Joko Widodo menegaskan dalam pernyataanya
dihadapan civitas akademika Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta,
dalam kuliah umum yang digelar di Balai Senat Gedung Pusat UGM pada
Selasa,09/12/2014:
“Kesalahan itu sulit dimaafkan karena mereka umumnya adalah para
bandar besar yang demi keuntungan pribadi dan kelompoknya telah
merusak masa depan generasi penerus bangsa. Saya mendapat laporan,
sedikitnya 4,5 juta masyarakat Indonesia telah menjadi pemakai narkoba.
Dari jumlah itu 1,2 juta sudah tidak dapat direhabilitasi karena sudah sangat
parah dan antara 30-40 orang setiap hari meninggal dunia karena narkoba.
87 Ibid hal 25 atau (Staatsblad 1927 No. 278 jo. No. 536) 88 Ibid 89 V.L. Sinta Herindrasti, Drug-free ASEAN 2025: Tantangan Indonesia dalam Penanggulangan
Penyalahgunaan Narkoba, diakses dalam https://media.neliti.com/media/publications/277016-
none-b49fdabe.pdf (10/01/2020, 16:00 WIB) 90 Lubis, N. L., 2009. Depresi dan tinjauan psikologis. Jakarta: Prenada Media Group. (10/01/2020,
16:10 WIB)
60
Penolakan permohonan grasi sangat penting untuk menjadi shock therapy
bagi para bandar, pengedar maupun pengguna.” 91
Sikap tegas presiden terkait penyalahgunaan narkoba baik secara bentuk
hukuman berat seumur hidup atau hukuman mati ialah keharusan mengingat
masalah yang bersifat kompleks ini dapat menimbulkan polarisasi tanpa mengenal
stratifikasi sosial maupun tingkatan usia. Sebagai contoh kasus adanya
penangkapan salah seorang petinggi besar Universitas Hasanuddin Makassar yang
diketahui menggunakan sabu-sabu, hal ini kemudian menjadi bukti kuat bahwa
narkotika sangat luar binasa. Narkoba bukan hanya memberikan dampak bagi kaum
muda saja tetapi juga seorang yang secara ekonomi mapan dan secara intelektual
berpendidikan tinggi pun bisa menjadi korban.92
Selama masa kepemimpinan bapak Joko Widodo, pemerintah sudah
menjalankan eksekusi pidana mati dalam bentuk tiga gelombang; enam terpidana
mati dieksekusi pada 18 Januari 2015, delapan terpidana mati pada tanggal 29 April
2015, dan empatnya lagi terpidana mati pada 29 Juli 2016.93 Selain menjadi berani
Presiden Joko Widodo juga berharap agar bisa mewujudkan pelaksanaan metode
ini dapat lebih komprehensif dan terintegrasi. Beliau juga meminta untuk bergerak
secara bersama dalam pencegahan penyalahgunaan narkoba kepada seluruh pihak
yaitu BNN, Kepolisian Republik Indonesia, Tentara Nasional Indonesia (TNI),
Kementrian hukum dan Hak Asasi Manusia, Kementrian Komunikasi dan
Informasi, kementrian Kesehatan, Kementrian Sosial dan Direktorat Jenderal Bea
91 Opcit 92 Ibid 93 Ibid
61
Cukai, sekiranya terdapat tiga hal yang dapat dilakukan ialah tindakan tegas,
penutupan celah penyeludupan dan program rehabilitasi untuk bisa memutus rantai
jaringan pelanggaran narkotika.94
2.2.3 Kerjasama Internasional
Kerjasama internasional merupakan bentuk perwujudan kondisi suatu
masyarakat yang saling bergantung satu sama lain, bukan hanya manusia saja yang
harus hidup saling bergantung, namun negara juga memerlukan hal yang sama.
Kerjasama internasional dapat terbentuk karena adanya masalah-masalah yang
terjadi dalam skala internasional yang muncul dalam beberapa bidang seperti
ideologi, social, politik, ekonomi, budaya, lingkungan hidup suatu masyarakat, dan
security. Untuk melakukan suatu kerjasama dibutuhkanlah suatu tempat atau wadah
yang dilakukan untuk bisa melancarkan kegiatan kerjasama tersebut. Kerjasama ini
harus dilakukan antar negara untuk saling menghargai kepentingan nasionalnya
masing-masing dengan adanya keputusan secara bersama yang disepakati oleh
negara-negara yang menjadi anggota dalama kerjasama tersebut. Tujuan dari
adanya kerjasama yang hendak di bangun ditentukan oleh persamaan kepentingan
di tiap-tiap negara yang terlibat untuk meningkatkan kesehjatraan bersama. Hal ini
dikarenakan hubungan kerjasama internasional dapat mempercepat proses
peningkatan kesehjatraan dan penyelesaian masalah diantara dua negara atau lebih.
Kerjasama dalam menanggulangi kejahatan antar negara seperti pengedaran
atau penyeluudpan narkotika sangat dibutuhan karena pada dasarnya pelaku
94 Ibid hal 26
62
kejahatan akan selalu berupaya untuk menghindarkan dirinya dari tuntutan hukum
dengan berbagai cara, diantaranya mereka bisa melarikan diri ke negara lain
bersama hasil kejahatannya atau mereka bisa melakukan persembunyian di
berbagai negara lainnya, sedangkan di pihak lain penegak hukum khususnya
kepolisian suatu negara mempunyai kewenangan hanya terbatas diwilayah
yuridiksi negaranya.95 Jadi dalam menyelesaikan suatu masalah dalam penyidikan
narkoba memang dibutuhkan kerjasama antar negara, khususnya kerjasaman pihak
kepolisian dalam memberantas kejahatan transnasional.96
2.2.3.1 Kerjasama Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) dan Polis Dirja
Malaysia (PDRM)
Kedua negara Indonesia-Malaysia dalam hal ini menjalin kerjasama dalam
penanganan kejahatan transnasional hingga pengawasannya di wilayah perbatasan
kedua negara. Mereka menyepakati bahwa akan meningkatkan kerjasama dalam
menangani permasalahan terorisme dan perdagangan narkoba. Kerja sama yang
disepakati ialah pertukaran informasi antara pasukan polisi Indonesia dan Malaysia
melalui penandatanganan naskah kesepahaman (Mou) GBC Malindo (General
Border Committee Malaysia-Indonesia) protap ke-15 oleh Kapolri Jenderal (Pol)
Timur Pradopo dengan Ketua Polis Negara Tan Sri Ismail Omar pada bulan
Desember tahun 2010 di Kuala Lumpur,Malaysia.97 kedua negara sepakat untuk
saling tukar-menukar informasi yang bisa ditindak lanjuti oleh kedua pihak dalam
95 H. Iskandar Hasan dan Nina Narumati, 2013, Kerjasama kepolisian dan penegak hukum
Internasional, Jakarta: PT Firris bahtera perkasa hal 13, (14/01/2020, 09:00 WIB) 96 Ibid 97 “Polri-PDRM Kerja Sama Menindak Kejahatan Transnasional”,
http://www.antaranews.com/berita/236218/polri-pdrm-kerja-sama-menindak-
kejahatantransnasional, (14/01/2020, 09:05 WIB)
63
upaya penegakan hukum maupun pencegahan terjadinya tindak kejahatan
perdagangan narkoba.
Gambar 2.3 Majlis Menandatangani Prosedur Tetap (PROTAP) Malindo
Sumber: “PDRMPOLRI”, https://www.rmp.gov.my/news-
detail/2014/06/10/majlismenandatangani-prosedur-tetap-(protap)-malindo-no.-15-pdrm-polri,
Upaya POLRI dan PDRM dalam menanggulangi peredaran narkotika
khususnya di daerah perbatasan Indonesia-Malaysia (MALINDO) dimulai sejak
tahun 2005. Pemerintah Indonesia sendiri sebenarnya sudah membuat perundang-
undangan yang menyangkut masalah produksi, distribusi dan oenggunan dari obat-
obat terlarang (Dangerous Drugs Ordinance),98 Dimana nantinya wewenang ini
diberikan kepada Menteri Kesehatan untuk membahas masalah pengaturannya.
Pada tahun 2002, Pemerintah Indonesia mengambil sikap yang lebih serius dalam
98 Dimas Triwibowo Herjuno, Kerjasama Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) Dan Polis Diraja
Malaysia (PDRM) Dalam Menanggulangi Peredaran Nakotika Di Perbatasan Wilayah Malaysia -
Indonesia (2010 – 2016), diakses dalam https://elib.unikom.ac.id/files/disk1/788/jbptunikompp-gdl-
dimastribo-39364-1-unikom_d-l.pdf (14/01/2020, 09:15 WIB)
64
menghadapi peredaran narkotika. POLRI memerlukan sebuah penanganan
pencegahan dan pemberantasan terhadap penyalahgunaan dan penyeluudpan
narkotika yang harus dilaksanakan secara komprehensif, efektiv dan efisien, dengan
cara melibatkan berbagai pihak yang terkait baik pemerintah maupun masyarakat
yang ada.99
Kerjasama POLRI dan PDRM dalam penanggulangan peredaran gelap
narotika sudah dijalankan sejak dilakukanya penandatangan nota kesepahamanan
POLRI dan PDRM di Bali pada tanggal 19 Mei 2005. Nota kesepahaman ini
ditandatangani bersamaan dengan pelaksanaan Konferensi ASEANAPOL ke-25 di
Bali tanggal 16-20 Mei 2005.100 Adapun bentuk kerja sama yang disepakati ialah:
(a) Pertukaran Informasi mengai hal-hal narkotika, (b) Melakukan penanggulangan
bersama untuk bisa membasmi sumber-sumber pemasokan illegal, (c) bekerjasama
dalam penindakan produksi dan perdagangan illegal baik dalam kerjasama regional
maupun Internasional, (d) pertukaran pengalaman dalam metode penyelidikan dan
penyitaan narkoba dan bahan-bahan berbahaya lain yang sudah disembunyikan oleh
paar sindikat, (e) Pertukaran informasi mengenai modus operandi yang digunakan
para tersangka, (f) pertukaran informasi perihal jaringan dan orang-orang yang ikut
serta dalam perdagangan gelap narkotika bahan-bahan berbahaya illegal serta jalu-
jalur baru yang di gunakan dalam transportasi perdagangan illegal tersebut, (g)
Pnerapan instrument teknis baru dalam pelatihan dan pertukran informasi dengan
teknologi modern dalam mendeteksi perdagangan narkoba dan bahan berbahay
99 Ibid 100 Ibid hal 10
65
lainnya, (h) Menyediakan informasi tentang jenis-jenis narkotika dan bahan-bahan
berbahaya lainnya, (i) Melanjutkan investigasi dalam bentuk pengawasan secara
bersama dalam operasi pengiriman barang. 101
2.2.3.2 Kerjasama Multilateral ASEAN Senior Officials on Drugs Matters
(ASOD)
Selain bentuk kerjasama bilateral Indonesia dalam hal ini sebagai salah satu
negara ASEAN juga mempunyai kebijakan multilateral untuk bisa menanggulangi
penyeludupan narkotika dan obat-obatan terlarang, yang tercantum dalam wadah
ASEAN Senior Ofiicials on Drug Matters (ASOD).102 Wadah ini dibentuk pada saat
pertemuan ASEAN Ministerial Meeting (AMM) sejak setelah di tandatangani
ASEAN Declaration of Prinsiples to Combat the Abuse of Narcotics Drugs.
Pembentukan wadah sebagai salah satu perwujudan kongkrit ASEAN sebagai
bentuk upaya dalam menanggulangi permasalahan kejahatan narkoba yang ada.
Pada awalnya tahun 1981 ASEAN telah membentuk ASEAN Drug Experts sebagai
sub-komite di bawah Committee on Social Development (COSD) dan Narcotic
Desk di Sekretariat ASEAN. Selanjutnya pada sidang tahunan selanjutnya ASEAN
ke-8 tahun 1984, ASEAN Drugs Experts mengubah namanya menjadi ASEAN
Senior Officials on Drug Matters (ASOD). Sehingga Secara resmi, ASOD didirikan
pada tahun 1984 yang kemudian menghasilkan Rencana Aksi ASEAN terhadap
pengendalian penyalahgunaan dan peredaraan gelap narkotika, melalui sidang
101 Ibid 102 Devi Anggraini, Kebijakan ASEAN dalam Menanggulangi Penyalahgunaan Narkotika dan Obat-
Obatan Berbahaya di Asia Tenggara, Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 5 No. 3, Oktober
2016, diakses dalam http://www.journal.unair.ac.id/download-fullpapers-jahia4c94d642efull.pdf
(14/01/2020, 09:20 WIB)
66
tahunan.103 ASOD dalam hal ini merupakan elemen utama dari sebuah kerangka
ASEAN yang dibentuk khusus untuk menangani permasalahan transnational drug
trafficking. ASOD disini memiliki wewenang agar mampu meningkatkan dari
berbgai implementasi ASEAN Declaration of Principle to Combat the Drug
Problem of 1976, mengkonsolidasi usaha kolaboratif untuk kemudian bisa
mengawasi dan mencegah permasalahan narkoba di kawasan, selain itu juga
diharapkan nantinya bisa membasmi dan mengevaluasi semua program ASEAN
mengenai pengawasan dan pencegahan penyalahgunaan narkotika.104
Sebagai sebuah wadah bagi negara-negara ASEAN yang menjalin
kerjasama agar bisa menanggulangi masalah penyalahgunaan dan peredaran
narkotika dan obatobatan berbahaya, ASOD memiliki tugas antara lain sebagai
berikut. Pertama, melaksanakan ASEAN Declaration of Principles to Combat the
Abuse of Narcotics Drugs. Kedua, menyelaraskan pandangan, pendekatan, dan
strategi Negara ASEAN dalam menanggulangi permasalahan narkoba serta
bagaimana cara pemberantasanya di wilayah kawasan ASEAN, ketiga,
mengkonsolidasikan dan mampu memperkuat penanggulangan secara bersama
terutama di bagian penegak hukum agar bisa lebih maksimal dalam bekerja, adanya
penyusunan undang-undang serta upaya preventif dalam bentuk pendidikan,
memberikan pemahaman tentang bahaya narkoba kepada masyarakat, serta adanya
pengawasan agar tidak dilakukanya penananman narkoba dalam jenis apapun itu,
dan yang tidak kalah penting ialah peningkatan dari semua organisasi-organisasi
103 Ibid hal 46 104 Ibid
67
non-pemerintah, ke empat melaksanakan ASEAN Policy and Strategies on Drug
Abuse Control sebagaimana yangn telah disetujui dalam pertemuan ASEAN Drug
Experts ke-8 di Jakarta tahun 1984. Kelima, menjalankan pedoman tentanng bahaya
narkotika yang telah di tetapkan oleh International Conference on Drug Abuse and
Illicit Trafficking yang dimana negara anggota ASEAN sudah berpartisipasi secara
aktiv. Keenam yaitu mendorong kerjasama dan partisipasi oleh pihak ketiga dalam
usaha untuk memberantas peredaran narkotika, ketujuh lebih meningkatkan upaya
yang mengarah pada tercapainya pelaksanaan ketentuan yang sudah diatur oleh
PBB yang tentunya berkaitan dengan masalah peredaran dan penyeludupan
narkotika.105
Sebagai organisasi yang memiliki concern khusus terhadap narkoba, ASOD
pada tahun 1994 sudah mulai melaksanakan tugas dan fungsinya yang kemudian
melahirkan rencana kegiatan ASEAN Plan of Action on Drug Abuse Control yang
meliputi empat bidang yang menjadi piroritas. Langkah-langkah prioritas tersebut
antara lain sebagai berikut: (a) menyediakan pendidikan terkait bahaya naarkoba
serta bahaya dari pemakaian narkoba, (b) membagikan bentuk pelayanan perawatan
dan rehabilitasi untuk para pengguna narkotika, (c) melangsungkan pemberdayaan
untuk para pengguna.106
105 Ibid hal 47 106 Ibid hal 47
68
2.2.3.3 Kerjasama Pemerintah Indonesia dengan Lembaga Swadaya
Masyarkat (LSM) Malaysia dalam Mencegah Peredaran Narkoba
Sebagaimana kita ketahui bahwa negara Indonesia bukan lagi sebagai
negara transit narkoba tetapi juga sudah merupakan negara tujuan utama
(destination country) bagi para pengedar narkoba, hal tersebut dapat dilihat dari
permintaan pasar yang ada di Indonesia.107 Dengan adanya perkembangan narkoba
yang semakin pesat mendorong perlu adanya upaya yang akan dilakukan untuk
mengurangi pemasok barang haram tersebut, upaya yang di spesifikan disini ialah
upaya pemerintah Indonesia dalam memberantas peredaran narkoba dengan cara
preventif, yaitu dengan LSM dari Malaysia dengan melaksanakan kegiatan
sosialisasi, program rehabilitasi, dan peralihan informasi mengenai
penanggulangan narkoba.108
a. Program Edukasi atau Sosialisasi
Peredaran narkoba dan pemakaian narkoba sebenarnya tidak terlepas dari
pengetahuan para pengendar dan pemakai narkoba, oleh Karena itu menjadi hal
penting pemerintah untuk bisa membangun pola edukasi tentang bahaya dari
narkoba, ditinjau dari kasus yang terjadi pada tahun 2016 terdapat beberpa kasus
yang berhasil terungkap tentang kejahatan narkoba baik dari segi jumlah dengan
barang bukti maupun dari segi pelaku diantaranya ialah: pada tanggal 18 dan 24
maret 2016 BNN mengungkap sindikat internasional narkotika jenis sabu-sabu dan
107 Wisnu aditiya, kerjasama pemerintah Indonesia dengan Malaysia dalam menangani peredaran
narkoba, Skripsi 2017, jurusan ilmu hubungan internasional, universitas pembangunan nasional
veteran Yogyakarta. (14/01/2020, 10:00 WIB) 108 Ibid
69
ektasi rute Malaysia-Medan Jakarta, dan dilakukan penangkapan di wilayah
Jakarta, Medan dan Depok. BNN kemudian menyita barang bukti sebanyak 21
barang yaitu 76,511kg sabu-sabu, 14.951 butir ektasi.109
Kejadian tersebut dengan jelas membuktikan bahwa kejahatan narkoba di
Indonesia memasuki pada fase cukup serius, adapun bentuk penanggulangan yang
dilakukan sejauh ini adalah dengan menekan permintaan narkoba dari dalam negeri.
Strategi yang dilakukan merupakan tindakan deteksi dini dilakukan dengan: (a)
Melaksanakan kegiatan berupa penyuluhan yang melibatkan semua unsur terkait
tentang bahaya penyalahgunaandan peredaran gelap narkoba, (b) Mengoptimalkan
peran dari masyarakat yaitu dengan melalui komunitas peduli dan anti narkoba,
agar bisa menanamkan jiwa dan pemikiran bahwa narkoba adalah public enemy, (c)
Mengoptimalkan fungsi media sebagai sarana penyebaran infromasi mengenai
bahaya narkoba, termasuk melangsungkan kegiatan seminar anti narkoba. 110
sedangkan untuk pihak pecandu atau korban yang bersangkutan mengenai
penyalahgunaan narkoba, dilakukan bentuk penyelamatan melalui rehabilitas
dengan penanganan, dengan tujuan agar supaya mampu membuat masyarakat yang
mempunyai ketahanan dan kekebalan terhadap narkoba. Pencegahan ini dapat
dilakukan dengan banyak cara seperti pembinaan dan penyuluhan serta pengawasan
dalam keluarga, penyuluhan yang dilkaukan oleh pihak yang berkompeten baik di
109 “BNN Bongkar Sindikat Internasional Di Medan, Puluhan Narkoba Disita”,
http://www.hetanews.com/article/49669/bnn-bongkar-sindikat-internasional-di-medan-
puluhannarkoba-disita, (14/01/2020, 10:05 WIB) 110 Wisnu aditiya, kerjasama pemerintah Indonesia dengan Malaysia dalam menangani peredaran
narkoba, Skripsi 2017, jurusan ilmu hubungan internasional, universitas pembangunan nasional
veteran Yogyakarta (14/01/2020, 10:10 WIB)
70
lingkungan sekolah dan masyarakat, pengawasan di tempat-tempat hiburan
malam.111
Selain dari pada hal diatas, agar mampu meminimalisir jumlah peredaran
dan penyeluudpan narkotika yang terjadi di Indonesia maka diperlukan juga strategi
dalam bentuk pemberantasan. Pemerintah Indonesia melakukan upaya tersebut
tidak hanya bekerja sama dengan PDRM tetapi juga dengan LSM yang ada di
Malaysia, salah satu upayanya adalah bersama PEMADAM Malaysia melakukan
kegiatan sosialiasi ke masyarakat yang berada di wilayah dekat dengan perbatasan
Indonesia-Malaysia.112 Pemerintah Indonesia dalam hal ini dapat diwakili oleh
pemerintah daerah ataupun lembaga yang bersangkutan seperti BNNP/BNNK,
langkah ini lakukan dari terlaksananya kegiatan kunjungan dari Pemadam negara
Malaysia yaitu pada cabang Kuala Lumpur bertepatan pada tanggal 29 Oktober
tahun 2016 ke kabupaten Bengkalis, Kepualaun Riau. Maksud dari hal ini ialah
pemadam Malaysia ingin mebentuk suatu kerjasama dengan pihak Pemerintah
Daerah Kabupaten Bengkalis untuk menangani permasalahan narkoba tersebut. Hal
ini dengan senang hati diterima secara baik oleh pihak Pemda Bengkalis sebagai
bentuk upaya agar bisa mencegah peredaran gelap narkotika.
Rombongan PEMADAM Kuala Lumpur terdiri sebanyak 42 orang yang
pada saat itu diketuai oleh Shalan Abroz. Adapun berbagaii bentuk kegiatan yang
hendak dilakukan ialah para personil Pemadam menginap selama 4 hari, nantinya
mereka akan berbaur secara merata dengan orang tua angkat mereka, selama 4 hari
111 Ibid hal 64 112 Ibid hal 65
71
ini mereka tentunya melaksanakan berbgai kegiatan positive yang pada umumnya
dilakukan oleh para pendatang misalnya mereka melakukan renovasi rumah yang
sudah tidak layak, renovasi beberpa musolah yang sekiranya membutuhkan bantuan
perbaikan, dan tidak kalah penitng disetiap kegiatan mereka selalu menyelengi
tentang pendidikan, dan bahay dari narkoba itu sendiri, adanya saling tukar
informasi.113
Melalui program saling tukar informasi ini kemudian kedua belah pihak bisa
saling bercerita sharing tentang bagaimana agar bisa terhindar dari narkoba dan apa
saja bahaya dari narkoba itu sendiri, dan untuk Kabupaten Bengkalis ini upaya
bentuk pencegahan akan langsung di sosialisasikan oleh pihak BNNK. Begitu pula
pada bagian Pemerintah Kabupaten secara bersama dengan pemangku kepentingan
akan terus melakukan kegiatan penyuluhan dan penyampaian informasi tentang
bahaya narkoba agar para remaja dan anak-anak tidaklah terlibat dalam kasusu
ini.114
b. Pertukaran Pengetahuan Mengenai Penanganan Korban/Pecandu
Narkoba
Rehabilitasi akibat mengkonumsi narkotika merupakan salah satu upaya
untuk menyelamatkan para si pecandu dari pengaruh narkoba. Adapun dasar
hukum bagi penyelenggaraan rehabilitasi adalah :
113 “PEMADAM Malaysia Sosialisasi Bahaya Narkoba di Pambang, Bengkalis”,
http://www.riauterkini.com/sosial.php?arr=114778&judul=%20PEMADAM%20Malaysia%20Sos
ialisasi%20Bahaya%20Narkoba%20di%20Pambang,%20Bengkalis 114 Ibid
72
1. Pasal 54 UU No 35/2009 Tentang Narkotika. Pecandu dan korban
penyalahgunaan narkoba wajib menjalani rehabilitasi medis dan
rehabilitasi sosial.115
2. PP No 25/2011 Tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu narkotika.
Pelaksanaan rehabilitasi terhadap pecandu dan korban penyalahgunaan
“Rehabilitasi Pengguna Narkotika”,Narkoba dilakukan oleh Institusi
Penerima Wajib Lapor (IPWL) yang telah ditetapkan berdasarkan
ketentuan.116
3. Peraturan Bersama Ketua Mahkamah Agung, Menkumham, Menkes,
Mensos, Jaksa Agung, Kapolri & Kepala BNN: Tentang Penanganan
Pecandu Narkotika & Korban Penyalahgunaan narkotika Ke Dalam
Lembaga Rehabilitasi.117
Dalam mengatasi penyeludupan dan peredaran narkoba di Indonesia,
Pemerintah Indonesia sebenarnya sudah melakukan upaya dalam bentuk
penyelamatan melalui itu tadi rehabilitasi. Untuk itu pemerintah Indonesia yang
kemudian mmepunyai perpanjangan tangan melalui pihak BNN melalukan
kerjasama dengan pihak LSM Malaysia tentang pengetahuan rehabilitasi. Karena
115 “Rehabilitasi Pengguna Narkotika”, http://sp.beritasatu.com/home/rehabilitasi-
penggunanarkotika/68401, (14/01/2020, 10:20 WIB) 116 “PP Nomor 25 Tahun 2011 Tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika”,
http://bali.bnn.go.id/perundang-undangan/peraturan-pemerintah-republik-indonesia-nomor-25-
tahun-2011-tentang-pelaksanaan-wajib-lapor-pecandu-narkotika/, (14/01/2020, 10:20 WIB) 117 “Peraturan Bersama: Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia, Menteri Hukum Dan Hak
Asasi Manusia Republik Indonesia, Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Menteri Sosial
Republik Indonesia, Jaksa Agung Republik Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik
Indonesia, dan Kepala Badan Narkotika Nasional Republik”,
http://bali.bnn.go.id/cms/wpcontent/uploads/2014/06/PERATURAN-BERSAMA-KETUA-
MAHKAMAH-AGUNGDKK.pdf (14/01/2020, 10:40 WIB)
73
perlu kita kethaui bahwa Pengasih Malaysia merupakan LSM yang telah memiliki
kreadibilitas tinggi terhadap upataa rehabilitasi.118
LSM Pengasih Malaysia awal mulanya berasal dari sebuah komuniitas yang
hanya memiliki 4 personil dimana ke empat orang tersebut baru saja bebas dari
engaruh kecanduan narkotika, hingga akhirnya mereka bersepakat untuk
membangun komunitas pengasih pada tahun 1987, yang kemudian semakin lama
semakin tahun komunitas ini semakin tumbuh menjadi besar, yang tepat pada saat
itu pulau narkoba menjadi suatu isu kejahatan yang bersifat trasnantional. Sehingga
akahirnya ke empat kerabat tersebut berinisiatif mendaftarkan Pengasih ini menjadi
lembaga resmi pada tanggal 25 September 1991.119
Dalam rangka untuk meyederhanakan penjelasan diatas maka dapat lebih
dipahami melalui bagan dibawah ini:120
118 Opcit 119 “Ringkasan Perihal Pengasih”, http://pengasih.org/, (14/01/2020, 10:45 WIB) 120 Diolah oleh penulis
74
Bagan 2.1 Penanganan Narkoba
Permasalahan Narkoba di Indonesia
Upaya Pemerintah
BNN Regulasi Kerjasama
Internasional
BNN BNNK BNNP
Bilateral Kerjasama
aktor non -
pemerintah
Multirateral
top related