bab ii landasan teori - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/bab2/bab 2__10-51.pdf · dan...
Post on 15-Mar-2019
215 Views
Preview:
TRANSCRIPT
20
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Tinjauan Teoritis
2.1.1 Strategi Pemasaran dan Pemasaran Jasa
a. Strategi Pemasaran
Turbulensi persaingan bisnis yang ketat pada era globalisasi saat
ini dan mendatang menuntut suatu strategi bisnis yang komprehensif
dan dinamis guna menjawab tantangan tersebut. Menurut Hitt, Ireland
dan Hoskisson dalam Manajemen Strategis-Menyongsong Era
Persaingan dan Globalisasi mendefinisikan strategi sebagai “sejumlah
tindakan yang terintegrasi dan terkoordinasi yang diambil untuk
mendayagunakan kompetensi inti serta memperoleh keunggulan
bersaing” (Hediyanto, 1997,p.113).
Pada beberapa perusahaan cenderung mempunyai tujuan yang
sama, tetapi strategi yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut
berbeda-beda. Pada umumnya strategi bersifat dinamis dan untuk
jangka waktu yang panjang digunakan sebagai pedoman bagi aktivitas
perusahaan. Strategi pemasaran merupakan salah satu strategi
perusahaan di bidang pemasaran yang meliputi berbagai macam
keputusan diantaranya adalah siapa konsumen yang menjadi
sasaran/target, apa keinginan konsumen dan bagaimana
21
mengimplementasikan strategi sehingga dapat memberikan kepuasan
kepada konsumen. Dalam hal ini pemasaran diinterprestasikan sebagai
representasi perusahaan pada lingkungannya.
Menurut Cravens dalam Pemasaran Strategis mendefinisikan
strategi pemasaran sebagai “analisis, strategi pengembangan dan
pelaksanaan serta pengelolaan strategi program pemasaran
penentuan posisi pasar yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan
dan keinginan konsumen pada pasar sasaran” (Salim, 1996, p. 78).
Assauri mempresentasikan strategi pemasaran sebagai
“serangkaian tujuan, sasaran, kebijakan dan aturan yang memberikan
arah kepada usaha-usaha pemasaran dari waktu ke waktu, pada
masing-masing tingkatan dan acuan serta alokasi sebagai respon
terhadap lingkungan dan kondisi persaingan yang selalu berubah-
ubah” (1990, p. 154).
Perumusan strategi pemasaran yang dinamis dan
berkesinambungan dapat menciptakan hubungan yang baik antara
perusahaan dengan lingkungannya (individu dan organisasi) dan
menciptakan keunggulan bersaing dalam jangka waktu yang panjang.
Menurut Kerin dan Peterson (1993, p.1) dalam Strategic
Marketing Problems strategi pemasaran terdiri atas “enam proses
analisis”, yaitu:
22
1. Mendefinisikan tentang karakter/ciri bisnis organisasi,
2. Menspesifikasi tujuan organisasi,
3. Mengidentifikasi peluang-peluang yang dimiliki organisasi,
4. Memformulasikan strategi pemasaran atas pasar dan produknya,
5. Membuat anggaran pada bidang lain yang terkait (keuangan,
produksi dan sumberdaya manusia),
6. Mengembangkan formulasi (reformulation) dan perbaikan strategi
pemasaran (recovery strategies).
Analisis karakter/ciri bisnis pada suatu organisasi adalah dengan
mengidentifikasi tipe konsumen yang menjadi tujuan organisasi.
Dengan mengidentifikasi tipe konsumen tersebut, organisasi dapat
mengetahui kebutuhan-kebutuhan konsumen dan cara atau teknologi
yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Hal ini
mengacu pada standarisasi atau tolok ukur (guidelines) yang
diterapkan oleh organsasi dalam menganalisis dan merespon peluang
(dalam konteks peluang dan ancaman lingkungan serta kemampuan
organisasi).
Apabila kebutuhan konsumen dan cara pemenuhuan kebutuhan
tersebut telah teridentifikasi oleh organisasi analisis selanjutnya adalah
dengan menspesifikasi tujuan organisasi. Tujuan merupakan aspirasi
23
organisasi dalam aktivitas bisnis mengenai sesuatu yang ingin dicapai,
berdasarkan seluruh identifikasi yang telah ada (atas peluang dan
ancaman lingkungan, serta kemampuan organisasi). Aspirasi tersebut
tertuang dalam bentuk tujuan dan sasaran yang berisikan pernyataan
tentang keinginan yang sungguh-sungguh yang berhubungan dengan
proses analisis pertama diatas.
Efektifitas suatu tujuan dan sasaran suatu organisasi terletak
pada integrasi antarfungsi dan antarbidang yang terdapat didalam
organisasi tersebut. Tujuan dan sasaran yang disusun harus terpusat
pada masalah (problem centered) dan berorientasi pada masa depan
(future oriented).
Analisis selanjutnya adalah mengidentifikasi peluang-peluang
yang diperoleh oleh organisasi/perusahaan guna mengembangkan
strategi pemasarannya. Dalam mengidentifikasi peluang, sebuah
perusahaan harus menginventarisir sejumlah pertanyaan yang pada
intinya adalah : pertama, mengkaji apa yang mungkin organisasi
lakukan. Pada bagian ini konsep peluang lingkungan dapat
diaplikasikan guna (1) mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan yang
tidak atau belum tampak,
24
(2) mengidentifikasi kelompok konsumen yang tidak puas, (3)
mengidentifikasi cara atau metode baru untuk memberikan value
kepada konsumen yang prospek dan potensial.
Kedua, Mengkaji apa yang terbaik bagi organisasi. Dalam hal ini
cara atau metode yang akan diaplikasi disesuaikan dengan kemampuan
perusahaan guna pencapaian distinctive competence, berupa: inovasi
teknologi, kemampuan dalam mengadopsi konsep-konsep baru
pemasaran, layanan, kemampuan manajerial, dan kualitas. Hitt, Ireland
dan Hoskisson mendefinisikan distinctive competence sebagai
“sumberdaya dan kemampuan perusahaan yang memiliki nilai dan
dihargai oleh konsumen” (Hediyanto, 1997, p. 97). Kompetensi yang
sangat bernilai (distinctive competence) merupakan sumber
keunggulan bersaing, melalui: (1) kualitas produk (barang dan jasa)
yang tidak dapat ditiru oleh pesaing, (2) kualitas produk (barang dan
jasa) harus memberikan nilai dan manfaat bagi konsumen.
Ketiga, mengkaji apa yang harus organisasi lakukan. Bagian
terakhir dari identifikasi peluang ini adalah dengan cara atau konsep
tentang tuntutan atau syarat keberhasilan dalam sebuah industri atau
pasar (success requirements).
Integritas strategi pemasaran dalam penciptaan keunggulan
bersaing memberikan nilai tersendiri bagi suatu perusahaan di dalam
25
menyiasati persaingan. Perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa
memiliki tingkat kompleksitas tersendiri dalam merumuskan strategi
pemasaran. Kompleksitas tersebut ada karena sifat jasa yang tidak
dapat diraba (tangible). Produk jasa cenderung bersifat tidak dapat
diraba (intangible), tidak tahan lama (tidak dapat disimpan atau
diangkut), heterogen dan tidak dapat dipisahkan antara penyedia dan
pengguna.
b. Pemasaran Jasa
Pemasaran jasa adalah jasa yang merupakan suatu kinerja,
perbuatan, atau proses (Pawitra, 1996). Suatu jasa seringkali sulit
diidentifikasi karena hadir secara simultan pada saat jasa tersebut
dibeli atau dikonsumsi. Kotler dalam Manajemen Pemasaran:
Analisis, Perencanaan, Implementasi dan Kontrol memberikan definisi
tentang jasa yaitu: “setiap tindakan atau kegiatan yang dapat
ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya
tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apa pun.
Produksinya dapat dikaitkan atau tidak dikaitkan pasa satu produk
fisik” (Teguh dan Rusli, 1998, p. 83).
26
Penawaran perusahaan ke pasar sasaran pada umumnya
mencakup beberapa jasa. Menurut Kotler (Teguh dan Rusli, 1998, p.
83-84) penawaran jasa dapat dibedakan menjadi lima kategori :
a. Barang berwujud murni: penawaran hanya terdiri dari barang
berwujud, dan tidak terdapat jasa yang menyertai produk tersebut.
b. Barang berwujud yang disertai jasa: penawaran terdiri dari barang
berwujud yang disertai dengan satu atau beberapa jasa untuk
menciptakan daya tarik bagi konsumen.
c. Campuran: penawaran terdiri dari barang dan jasa dengan proporsi
yang sama.
d. Jasa utama yang disertai barang dan jasa tambahan: penawaran
terdiri dari satu jasa utama disertai tambahan atau barang
pendukung.
e. Jasa murni: penawaran hanya terdiri dari jasa.
Sebagai akibat dari bauran barang-jasa yang berbeda-beda,
berdampak pada sulitnya melakukan generalisasi jasa kecuali dengan
pembedaan lebih lanjut. Namun secara umum generalisasi jasa yang
dapat digunakan adalah sebagai berikut: Pertama, jasa dapat
dibedakan apakah berbasis pada peralatan atau berbasis pada orang.
27
Bagi jasa yang berbasis pada orang dapat dibedakan dari segi
penyedianya, yaitu pekerja, tidak terlatih, terlatih, atau profesional.
Kedua, beberapa jenis jasa mengharuskan kehadiran klien.
Dalam bagian ini penyedia jasa harus memahami dan memperhatikan
kebutuhan dan preferensi kliennya.
Ketiga, jasa berbeda dalam hal memenuhi kebutuhan perorangan
(jasa personal) atau kebutuhan bisnis (jasa bisnis). Penyedia jasa harus
merumuskan program pengembangan pemasaran yang berbeda untuk
pasar perorangan dan bisnis.
Keempat, penyedia jasa berbeda dalam tujuannya (laba atau
nirlaba) dan kepemilikan (swasta atau masyarakat).
Jasa memiliki empat karakteristik utama yang sangat
mempengaruhi rancangan program pemasaran yaitu: tidak berwujud
(intangibility), tidak terpisahkan (inseparibility), bervariasi
(variability), dan mudah lenyap (perishability).
Menurut Kotler (Teguh dan Rusli, 1998, p. 84), “jasa tidak
seperti produk fisik, jasa tidak dapat dilihat, dirasa, diraba, didengar,
atau dicium sebelum jasa tersebut dibeli”. Oleh karena itu, untuk
mengurangi ketidakpastian, pembeli akan mencari tanda atau bukti
dari kualitas jasa. Pembeli akan merespon mengenai kualitas jasa dari
tempat, orang, peralatan, alat komunikasi, simbol dan harga yang
28
mereka lihat. Umumnya jasa dihasilkan dan dikonsumsi secara
bersamaan. Tidak seperti barang fisik yang diproduksi, disimpan
dalam persediaan, didistribusikan melalui penjual, dan kemudian baru
dikonsumsi. Menurut Kotler (Teguh dan Rusli, 1998, p.86), “Interaksi
antara penyedia jasa dan klien merupakan ciri khusus dari pemasaran
jasa, karena keduanya mempengaruhi hasil jasa”.
Jasa sangat bervariasi, karena tergantung kepada siapa yang
menyediakan serta kapan dan di mana jasa tersebut dilakukan. Pembeli
jasa pada umumnya menyadari tentang variabilitas yang tinggi dan
cenderung mencari informasi awal sebelum melakukan transaksi
pembelian jasa. Perusahaan jasa dapat mengambil tiga langkah ke arah
pengendalian kualitas untuk menyikapi hal tersebut. Langkah pertama
adalah investasi dalam seleksi dan pelatihan sumberdaya manusia yang
efektif. Langkah kedua adalah menstandarisasi proses pelaksanaan jasa
diseluruh organisasi. Hal ini diaplikasikan dengan merancang kerangka
acuan jasa (service blueprint) yang menggambarkan proses dan
aktivitas jasa dalam sebuah bagan arus, dengan tujuan untuk
mengidentifikasi titik-titik kemungkinan kegagalan atau kesalahan
dalam pemberian dan pelayanan jasa.
Langkah ketiga adalah memantau kepuasan pelanggan melalui
mekanisme saran dan keluhan, survei pelanggan, dan perbandingan
29
(benchmarking), sehingga pelayanan yang dinilai belum baik dapat
dikoreksi secara cepat dan tepat.
Dasar dari pemasaran jasa ialah kualitas jasa karena yang
dipasarkan adalah kinerja. Kinerja menjadi hasil yang dibeli oleh
pelanggan. Suatu konsepsi tentang jasa yang unggul memberikan
peluang untuk bersaing dalam menciptakan dan mempertahankan
pelanggan. Kinerja yang unggul dari konsepsi jasa membangun
keunggulan bersaing sehingga menghasilkan kepercayaan dan loyalitas
pelanggan serta memperkuat unsur-unsur bauran pemasaran.
Paradigma bauran pemasaran (marketing mix) yang terdiri dari
4-P menjadi ancangan utama dari manajemen pemasaran untuk meraih
sukses di pasar sasaran menjadi kurang optimal dalam bisnis jasa.
Ancangan tersebut dianggap kurang lengkap karena tidak
memperhatikan secara keseluruhan mengenai kebutuhan dan preferensi
konsumen. Oleh karena itu untuk paradigma 4-P tersebut perlu
dilengkapi dengan 3-P untuk industri jasa. Jadi dalam konteks industri
jasa maka bauran pemasaran (marketing mix) menjadi 7-P yang
diuraikan sebagai berikut:
1) Product: yaitu, merancang design dan aktivitas jasa.
2) Pricing: yaitu, merumuskan kebijakan harga jasa yang wajar.
30
3) Promotion: yaitu mengoptimalkan saluran-saluran promosi guna
memperkenalkan perusahaan dan jenis-jenis jasa yang ditawarkan
serta keunggulan-keunggulan yang dimiliki. Media promosi untuk
perusahaan jasa pada umumnya adalah personal selling,
advertising yang sesuai dengan preferensi konsumen, dan iklan
melalui media cetak, elektronik dan pemanfaatan internet melalui
e-commerce.
4) Place: yaitu, pengelolaan distribusi jasa pada tempat-tempat
strategis, termasuk penggunaan teknologi informasi atau
komunikasi.
5) Participants: yaitu, pemberdayaan karyawan dari penyedia jasa
(menentukan kualitas jasa) dan pelanggan yang terlibat dalam
penyerahan jasa (mempengaruhi pembeli sekarang dan yang akan
datang).
6) Physical evidence: lingkungan dari organisasi jasa dan seluruh
produk fisik serta simbol yang dipergunakan dalam proses
komunikasi dan produksi.
7) Process: prosedur atau mekanisme berbagai kegiatan dan interaksi
untuk produksi jasa dan kontak dengan pelanggan.
Menurut Kotler (1986) dalam Mega Marketing, bauran pemasaran
(marketing mix) 7-P diterapkan oleh perusahaan jasa untuk kondisi
31
pasar yang terbuka. Sedangkan untuk kondisi pasar yang tertutup
(regulated), maka perlu ada penambahan 2-P yakni: Political power
dan Public opinion formulation.
Dengan adanya penambahan 2-P terakhir tersebut, maka pasar
tertutup dapat bergeser menjadi terbuka dengan merubah peraturan
menjadi peluang melalui kompromi dan kekuatan tawar-menawar
(bargaining power) industri jasa.
Optimalisasi bauran pemasaran (marketing mix) ke dalam suatu
sistem pemasaran yang terintegrasi akan berimplikasi pada terjadinya
jalinan relasional secara interaktif dan berkelanjutan, sehingga
berpotensi dalam penciptaan keunggulan bersaing.
Melihat kompleksitas pemasaran jasa, Gronroos (1984, p. 36-44)
menyatakan bahwa “pemasaran jasa tidak hanya membutuhkan
pemasaran ekternal (marketing mix) tetapi juga pemasaran internal dan
interaktif”.
32
Gambar 2.1 berikut menggambarkan adanya tiga jenis
pemasaran dalam bidang industri jasa seperti yang dipaparkan oleh
Gronroos diatas.
Gambar 2.1. Tiga Jenis Pemasaran dalam Industri Jasa
Sumber: Groonroos
Menurut Kotler (Teguh dan Rusli, 1998, p. 90) “perusahaan jasa
lebih tinggi dalam kualitas pengalaman dan kepercayaan, konsumen
merasakan lebih banyak risiko dalam pembelian jasa”. Pernyataan
Kotler tersebut membawa tiga konsekuensi: pertama, konsumen jasa
biasanya lebih bergantung pada promosi personal dibandingkan iklan
perusahaan jasa. Kedua, mereka sangat mengandalkan harga, personil
dan petunjuk fisik untuk menilai kualitas jasa. Ketiga, apabila tercapai
kepuasan, mereka cenderung loyal pada penyedia jasa.
Menurut Kotler (1998, p.90) “perusahaan pada industri jasa
menghadapi tiga tugas utama yaitu: (1) menciptakan dan
INDUSTRI JASA
Pemasaran Eksternal Pemasaran Internal
Pemasaran Interaktif
Karyawan Pelanggan
33
meningkatkan diferensiasi kompetitif, (2) Menciptakan dan
meningkatkan kualitas jasa, dan (3) menciptakan dan meningkatkan
produktivitas mereka”
Parasuraman, Zeithaml, dan Berry (1985, p.44) merumuskan
model kualitas jasa dengan memfokuskan pada syarat-syarat utama
untuk memberikan kualitas jasa yang tinggi (Gambar 2.2).
34
Gambar 2.2. Model Kualitas Jasa
Sumber: Parasuraman, Zeithaml, dan Berry
Komunikasi Informal lisan
Kebutuhan Pribadi
Pengalaman masa lalu
Jasa yang diharapkan
Jasa yang dipersepsikan
Penyampaian jasa (sebelum dan sesudah
kontak)
Komunikasi eksternal ke pelanggan
Penerjemahan persepsi menjadi spesifikasi
kualitas jasa
Persepsi manajemen mengenai harapan
konsumen
Konsumen
Pemasar
senjangan 1
senjangan 3
senjangan 2
senjangan 4
senjangan 5
35
Dalam model tersebut teridentifikasi lima senjangan yang
mengakibatkan kegagalan penyampaian jasa:
1) Senjangan antara harapan konsumen dan persepsi manajemen:
Manajemen tidak selalu memahami secara cepat dan tepat apa
yang dibutuhkan dan diinginkan pelanggan.
2) Senjangan antara persepsi manajemen dan spesifikasi kualitas
jasa: Manajemen mungkin memahami secara tepat keinginan
pelanggan tetapi tidak menetapkan suatu metode standar kinerja
yang spesifik.
3) Senjangan antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa:
Para personil mungkin kurang terlatih atau tidak mampu/tidak
memiliki kemauan untuk memenuhi standar. Atau mereka
dihadapkan pada standar yang berlawanan.
4) Sejangan antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal:
Harapan konsumen dipengaruhi oleh pernyataan yang dibuat oleh
perwakilan perusahaan (representative corporate) dan iklan
perusahaan. Dalam hal ini terjadi distorsi informasi dan
komunikasi.
5) Senjangan antara jasa yang dialami dan jasa yang diharapkan:
Kesenjangan ini terjadi bila memiliki persepsi yang keliru tentang
kualitas jasa tersebut.
36
Berry dan Parasuraman (1991) mengemukakan bahwa ada lima
penentu kualitas jasa sebagai berikut:
1) Keandalan: Kemampuan untuk melaksanakan jasa yang dijanjikan
dengan terpercaya dan akurat.
2) Daya Tanggap: Kemauan untuk membantu pelanggan dan
memberikan jasa dengan cepat.
3) Kepastian: Pengetahuan dan kesopanan karyawan dan kemampuan
mereka untuk menghasilkan kepercayaan dan keyakinan
pelanggan.
4) Empati: Kesediaan untuk peduli, �memberi perhatian pribadi
kepada pelanggan.
5) Berwujud: Penampilan fisik, peralatan, personil, dan materi
komunikasi
Pawitra (1996, p. 44) mempresentasikan bahwa dalam memasuki
era globalisasi terdapat tujuh faktor kompetitif yang mempengaruhi
penyusunan strategi pemasaran jasa yaitu sebagai berikut :
1) Fokus pada pelanggan dan kepuasan pelanggan. Penyediaan dan
penyerahan jasa yang unggul secara lebih baik dari pesaing selalu
harus dilandasi pada pemahaman kebutuhan dan preferensi
pelanggan.
37
2) Jasa dibeli dan dijual berdasarkan nilai, yakni pelanggan
menginginkan manfaat yang lebih besar dari sumberdaya yang
dikeluarkan.
3) Total Quality Management (TQM) dan kualitas jasa menjadi
faktor kompetitif utama.
4) Jasa menjadi diferensiator utama dalam perusahaan industri.
5) Sistem pengukuran yang berbeda yang menghubungkan kepuasan
pelanggan dengan tujuan finansial dan operasi.
6) Teknologi untuk meningkatkan kualitas jasa. Unsusr teknologi
mampu menurunkan biaya, meningkatkan produktivitas,
memperbaiki proses jasa, menciptakan nilai tambah, diferensiasi
jasa, dan membangun hubungan jangka panjang dengan
pelanggan.
7) Regionalisasi dan internasionalisasi dari jasa dalam rangka AFTA
dan APEC. Pemasaran jasa regional, internasional dan global
dengan jasa yang baku cenderung menjadi customized karena
unsur lokal dari pasar/negara sasaran.
Perusahaan jasa dalam upaya menciptakan dan meningkatkan
deferensiasi melalui penawaran (supply). Penawaran dapat mencakup
keistimewaan yang inovatif untuk membedakannya dari penawaran
38
pesaing. Penawaran paket jasa primer (primary service package)
dilengkapi dengan nilai tambah jasa sekunder (secondary service
features).
2.1.2 Keunggulan Bersaing
Kemajuan teknologi dan globalisasi yang mencirikan kondisi
ekonomi dunia masa kini dan masa depan mendorong kecepatan perubahan
yang signifikan dibidang bisnis dan industri. Upaya agresif seperti
restrukturisasi dan reengineering cenderung banyak dilakukan oleh
perusahaan guna menjadi lebih produktif agar dapat bertahan dalam
persaingan.
Menurut Hamel dan Prahalad dalam Competing for the Future
(1994) menandaskan bahwa tindakan-tindakan drastis semacam
restrukturisasi dan reengineering niscaya dapat membuat perusahaan lebih
efisien, namun belum tentu lebih sehat dan berdayasaing.
Menurut Hitt, Ireland dan Hoskisson (Hediyanto, 1997) pencapaian
daya saing strategis (strategic competitiveness) terwujud apabila
perusahaan berhasil merumuskan serta menerapkan suatu strategi
penciptaan nilai.
39
Porter (1994, p.xiii) memberikan definisi tentang keunggulan
bersaing yaitu “suatu posisi unik yang dikembangkan suatu organisasi
sebagai upaya untuk mengalahkan pesaing”.
Keunggulan bersaing dapat dibedakan menurut pandangan
tradisional dengan keunggulan bersaing berkelanjutan (sustainable
competitive advantage). Menurut pandangan tradisional yang berbasis pada
sumberdaya yang dimiliki oleh perusahaan dalam industri yang sama
bersifat homogen dan dapat dibeli atau diadopsi dengan mudah oleh
pesaing.
Sedangkan keunggulan bersaing yang berkelanjutan menurut
pandangan yang berbasis sumberdaya dan kemampuan yang dimiliki oleh
perusahaan bersifat heterogen, berbeda dengan perusahaan lain atau
pesaingnya, perbedaan tersebut relatif tidak dapat ditiru oleh pesaing
karena tidak memiliki kemampuan untuk memperoleh sumberdaya sejenis.
Daya saing strategis dan profitabilitas tinggi dicapai apabila
pelanggan merupakan dasar tindakan strategis perusahaan. Organisasi yang
beroperasi dalam sektor manufaktur, jasa, dan nonprofit harus memuaskan
kebutuhan beberapa kelompok konsumen untuk bertahan dan mencapai
keunggulan bersaing. Dalam perekonomian global, tantangan untuk
mengidentifikasi dan menentukan bagaimana memenuhi kebutuhan
konsumen menjadi semakin sulit.
40
Organisasi yang bersaing pada industri sejenis harus merumuskan
konsep bersaing dengan mengoptimalkan kompetensi inti (core
competence) yang dimiliki sedemikian rupa sehingga sulit untuk ditiru oleh
pesaing.
Dengan demikian, perusahaan yang berusaha untuk melayani
konsumen dengan produk standar meyakini bahwa perbedaan dalam
kebutuhan konsumen kurang signifikan dalam persaingan; bahwa produk
barang/jasa perusahaan tidak dapat diubah dengan mudah untuk memenuhi
kebutuhan yang berbeda; atau bahwa komitmen perusahaan untuk
memproduksi produk/jasa standar yang tidak dapat diubah.
Dalam perkembangannya perusahaan memiliki kemampuan dalam
mengidentifikasi perbedaan antara kebutuhan dan preferensi konsumen.
Dalam hal ini perusahaan memiliki kemampuan untuk mensegmentasikan
konsumen menjadi kelompok yang relevan bersaing (competitively relevant
group).
Dengan mempelajari kebutuhan dan preferensi konsumen, suatu
perusahaan memperlihatkan kinerja unggul guna menghasilkan nilai bagi
konsumen, dengan suatau pendekatan strategis tertentu. Kebutuhan dan
preferensi konsumen tersebut dapat dipenuhi melalui penerapan satu dari
lima strategi tingkat bisnis yaitu: keunggulan biaya,
diferensiasi/pembedaan dari pesaing, fokus biaya, fokus diferensiasi, dan
41
kombinasi antara keunggulan biaya dan diferensiasi. Untuk memungkinkan
menyediaan nilai lebih (value added), perusahaan harus memberdayakan
riset pasar (market research) guna mengidentifikasi dan mengantisipasi
kebutuhan dan preferensi konsumen pada masa yang akan datang.
Perusahaan menggunakan kompetensi inti mereka dalam usaha
memenuhi kebutuhan dan preferensi konsumen. Secara individu atau
kelompok, integrasi antar kompetensi inti merupakan strategi dalam
penciptaan keunggulan bersaing dan nilai kepada konsumen.
Keunggulan bersaing dapat dihasilkan dari implementasi strategi
penciptaan nilai (value creation) yang tidak bersamaan diimplementasikan
oleh pesaingnya sekarang maupun calon pesaing (Barney, Mc Williams,
and Turk, 1989).
Kemampuan bertahan (sustainability) suatu perusahaan dicapai
pada waktu keunggulan dalam mempertahankan diri dari serangan atau
pengikisan oleh pesaing (Porter, 1985).
Dari kedua pendapat tersebut diatas, maka dapat disimpulkan
bahwa sumberdaya dan kemampuan manajerial perusahaan merupakan
bentuk dasar keunggulan bersaing yang harus dipertahankan dan
dikembangkan agar tidak mudah ditiru oleh perusahaan lain.
Suatu usaha yang menikmati Sustainable Competitive Advantage
(SCA) tidak hanya terbatas pada perusahaan-perusahaan yang memiliki
42
skill/resources yang dimiliki oleh pesaing (capability gap) tetapi juga harus
menciptakan pembedaan terhadap konsumennya (differences of product-
market segment), selain itu harus tanggap terhadap perubahan dan
pengaruh yang diwujudkan ke dalam satu atau lebih atribut produk (key
buying criteria).
Menurut Porter (1994) penentu dasar pertama dari kemampulabaan
suatu perusahaan adalah daya tarik industri dan keunggulan bersaing.
Di dalam industri apa pun, baik di dalam negeri maupun
internasional atau menghasilkan produk barang atau jasa, aturan persaingan
tercakup di dalam lima kekuatan (five forces) bersaing: masuknya pesaing
baru, ancaman dari produk pengganti (substitusi), kekuatan tawar-menawar
pembeli, kekuatan tawar-menawar pemasok, dan persaingan di antara
pesing-pesaing yang ada (Gambar 2.3).
43
Gambar 2.3
Michael Five forces
44
Kekuatan kolektif dari kelima kekuatan bersaing ini menentukan
kemampuan perusahaan di dalam suatu industri untuk memperoleh secara
rata-rata tingkat laba investasi yang melebihi biaya modal.
Lima kekuatan bersaing menentukan kemampulabaan industri
karena mempengaruhi harga, biaya, memerlukan investasi perusahaan di
dalam suatu industri, elemen-elemen laba investasi (return on investment
atau ROI). Kekuatan masing-masing dari kelima kekuatan bersaing
merupakan fungsi struktur industri, atau karakteristik ekonomi dan teknis
yang mendasari suatu industri.
Setiap industri memiliki keunikan tersendiri dalam persaingan.
Barney (1991) dalam Firm Resources and Sustained Competitive
Advantage (SCA) mengemukakan empat persyaratan skill/resources
sebagai sumber sustainable competitive advantage yaitu: (1) harus bernilai
tinggi (valueable). Perumusan dan implementasi strategi, dapat
meningkatkan efisiensi dan efektifitas. (2) skill/resources langka/terbatas
diantara pesaing-pesaing sekarang maupun calon pesaing. (3)
skill/resources tidak mudah ditiru. (4) skill/resources secara strategis tidak
harus sama penggantinya.
Bharadwaj, Varadarajan dan Fahry (1993) mempersentasikan
enambelas sumber keunggulan bersaing yang berkelanjutan (sustainable
competitive advantage) bagi industri jasa yaitu: pertama, skala ekonomis.
45
Semakin besar intensitas peralatan industri jasa, maka semakin besar
kepentingan skala ekonomis sebagai sumber SCA. Perusahaan jasa dapat
mencapai/memperoleh skala ekonomis dengan memusatkan fasilitas
produksi jasa, sementara mendesentralisasikan atau melokalisasikan
konsumennya (consumer-contact facilities). Atau memuatkan aktifitas-
aktifitas tertentu yang penting dari peralatan (equipment intensity) dan
melokalisasikan aktivitas-aktivitas yang dianggap kurang penting (people
intensity) (Upah, 1980). Efisiensi dapat diciptakan melalui area jasa
konsumsi dan produksi pada lokasi sentral atau pada berbagai area lokasi.
Skala ekonomis dapat diperoleh melalui: (1) proses seleksi dan pelatihan
karyawan, (2) pembelian (purchasing), (3) investasi pada teknologi, (4)
penelitian dan pengembangan (research and development), (5) skala
pemasaran, dan (6) billing dan logistik. Pada banyak perusahaan jasa,
keunggulan deferensiasi/biaya (cost/-differentiation advantage) diraih
melalui systematization dan standarization dalam proses/penyediaan jasa
(process of delivering services) (Porter, 1985).
Kedua, sistematika, standarisasi dan diferensiasi. Semakin banyak
jumlah unit lokal operasi sebuah perusahaan jasa (milik pribadi /
franchised), semakin besar potensi untuk menguasai skala ekonomis untuk
mencapai keunggulan biaya bersaing (competitive cost advantage) dan
membangun sistematika, standarisasi, dan bentuk diferensiasi lain untuk
46
mencapai keunggulan keunikan (differentiation advantage). Jasa yang
diberikan dari lokasi yang tersebar atau lokasi yang terpisah akan menjadi
faktor determinan utama untuk mampu eksis secara ekonomis melalui
pencirian keunikan tertentu sebagai keunggulan keunikan bersaing
(competitive differentiation advantage).
Ketiga, hubungan antar-biaya. Semakin besar hubungan antara
biaya (cost interrealtionships) antara bisnis lainnya dalam portfolio
tersebut, semakin besar sinergi biaya (cost synergies) sebagai sumber
competitive cost advantage atau competitive differentiation advantage.
Adanya sistem yang dibangun untuk jasa baru, akan menambah sedikit
biaya. Misalnya, teknologi penanganan komunikasi dan informasi untuk
memfasilitasi distribusi layanan yang luas kepada konsumen yang tersebar
pada wilayah geografis tertentu yang menjadi sasaran pasar akan membawa
dampak pada biaya marginal yang lebih rendah dari jasa sebelumnya.
Keempat, kompleksitas aset/aktiva. Semakin besar kompleksitas
aset/aktiva yang dibutuhkan untuk pasar suatu jasa, semakin besar
kepentingan inovasi sebagai sumber keunggulan bersaing.
Kelima, dukungan khusus dari aset/aktiva. Semakin besar jumlah
dukungan khusus dari aset/aktiva yang dibutuhkan pada pasar jasa,
semakin besar kepentingan inovasi khusus sebagai sumber keunggulan
bersaing. Inovasi atas produk, proses dan manajerial dapat digunakan untuk
47
menambah keunggulan bersaing, untuk memperluas atau meningkatkan
teknologi dengan inovasi yang tetap menjadi milik perusahaan (misalnya,
patent dan copyrights). Inovasi tersebut memberikan implikasi pada pada
struktur industri yaitu: dapat mengurangi masuknya para pesaing baru di
industri yang sama dan memperoleh keunggulan bersaing dengan
menguasai skala ekonomi melalui diferensiasi. Inovasi yang
diformalisasikan melalui patent dan copyrights akan melindungi/-proteksi
terhadap pemalsuan dari para pesaing. Selain itu diperlukan juga aset
pendukung khusus (cospecialized assets) untuk kebutuhan kemampuan
meniru dan melindungi inovasi.
Keenam, brand equity. Semakin besar keabstrakan suatu jasa,
semakin besar kepentingan brand equity sebagi sumber competitive
differentiation advantage. Brand equity adalah sekumpulan kekayaan brand
yang berhubungan dengan merek atas anama dan simbolnya yang
menambah value atas produk perusahaan bagi konsumennya (Aaker, 1991).
Ada lima kategori aset yang menghidupkan brand equity: (1) brand loyalty,
(2) name awarness, (3) perceived quality, (4) Brand associations, dan (5)
proprietary brand assets. Brand name atau simbol yang kuat berdampak
secara positif terhadap brand equity (directly and indirectly) melalui
perceived quality. Brand names dan symbols digunakan oleh perusahaan
48
untuk menambah aspek kewujudan dari produk yang membantu
mengurangi biaya bagi konsumen (Landes and Posner, 1987).
Ketujuh, atribut/sifat jasa. Semakin luas pengalaman dan
kepercayaan atas atribut/sifat jasa, maka semakin penting brand equity
sebagai sumber keunggulan bersaing dan diferensiasi. Pelanggan
mendapatkan peluang jika mereka membeli experience good, karena
konsumen yakin akan kualitas produk tersebut sebagai produk unggulan.
Namun, semakin banyak heterogenitas atas kualitas jasa yang ditawarkan
(misalnya pertumbuhan new entrants) maka akan menyulitkan konsumen
untuk menilai kualitas suatu jasa dan kesulitan dalam memutuskan untuk
memilikinya (Murray, 1991). Dalam kondisi konsumen sulit menilai jasa
yang ditawarkan dan kualitas serta nilainya, maka brand reputation
menjadi penting untuk mewakili kualitas dan kriteria pembelian yang sulit
dievaluasi. Oleh karena itu, jika pembeli memilih brand tertentu, mereka
cenderung bertindak mengurangi risiko (risiko dalam keragaman kualitas,
pada perusahaan jasa yang memiliki brand name kuat maka akan memiliki
posisi yang lebih baik dalam persepsi konsumen).
Kedelapan, sifat jasa baru. Semakin luas pengalaman dan
kepercayaan atas sifat jasa baru yang dipasarkan oleh perusahaan, maka
semakin penting brand equity sebagai sumber keunggulan bersaing.
Penawaran atas jasa baru oleh perusahaan kepada pelanggan yang sudah
49
dimilikinya, akan menciptakan kesan yang menguntungkan bagi
pelanggannya. Sehingga membangun brand reputation melalui pembedaan
dalam bentuk jasa baru pada konsumen lama/yang ada sekarang. Hal
tersebut diharapkan dapat menciptakan keunggulan bersaing, karena
rendahnya biaya penguasaan informasi kepada konsumen.
Kesembilan, hubungan (relationships). Semakin luas pengalaman
dan kepercayaan atas atribut/sifat jasa, maka semakin penting hubungan
(relationships) sebagai sumber keunggulan bersaing diferensiasi.
Menciptakan/mengusahakan konsumen baru pada umumnya lebih mahal
dibandingkan dengan mempertahankan konsumen yang sudah ada,
khususnya pada pasar yang sudah dewasa (mature) (Riechheld and Sasser,
1990). Membangun hubungan dengan konsumen lama/yang sudah ada
dapat dilakukan dengan pendekatan perjanjian yang tidak mengikat (non-
contractual precommitment), misalnya penerapan konsep membership.
Sehingga akan menciptakan penghalang atau hambatan masuk bagi
pesaing/pendatang baru, serta mengurangi switching cost bagi perusahaan.
Kesepuluh, desentralisasi proses pemberian jasa. Semakin
terdesentralisasinya proses pemberian jasa, maka semakin penting
penguasaan atas wilayah/lokasi pasar sebagai keunggulan bersaing. Lokasi
strategis yang dikuasai oleh perusahaan dari pesaingnya akan mengatasi
masalah konsumen yang berada di lokasi tersebut, yang berarti perusahaan
50
teah unggul atas keunikannya. Pemecahan masalah konsumen ini
berdampak pada keunggulan biaya absolut dan keunggulan diferensiasi.
Kesebelas, produk komunikasi. Semakin luas pengalaman dan
kepercayaan atas atribut jasa, maka semakin penting peran produk
komunikasi (communication good effects) sebagai sumber keunggulan
barsaing diferensiasi. Produk komunikasi pada umumnya bersifat standar
dan jika produk tersebut juga merupakan experience goods maka posisi
perusahaan akan lebih berkembang (sustainable). Dampak dari
peningkatan konsumen pemakai produk standar adalah meningkatnya
jumlah produk komplementer. Pada merek-merek ternama yang bersifat
standar (produk industri standar) akan mempermudah konsumen dalam
memilih, yang pada akhirnya konsumen akan mengutamakan produk
industri standar.
Keduabelas, penguasaan wilayah pasar. Potensi peluang untuk
memperoleh keunggulan bersaing biaya dan diferensiasi melalui
penguasaan wilayah pasar terlebih dahulu (spatial preemtion) adalah nilai
besar bagi pelopor dan pemimpin pasar dibandingkan pengikut pasar.
Ketigabelas, dampak produk komunikasi. Potensi peluang untuk
memperoleh keunggulan bersaing diferensiasi melalui dampak produk
komunikasi adalah lebih besar bagi pelopor/pemimpin pasar dibandingkan
pengikut pasar. Pelopor pasar memiliki potensi sumber keunggulan
51
bersaing dari spatial preemption dan communication good effects, yang
dinyatakan dengan penguasaan pangsa pasar (market share) yang
dikuasainya sehingga membatasi pendatang baru (pengikut pasar) untuk
masuk ke pasar.
Keempatbelas, personil (people) dalam organisasi. Semakin besar
kekuatan personil (people) dalam organisasi pada industri jasa, maka
semakin penting penciptaan budaya sebagai sumber keunggulan bersaing.
Budaya yang kuat akan berimplikasi: (1) membantu kesesuaian visi dan
tujuan karyawan dengan tujuan organisasi, (2) menciptakan karyawan
menjadi fleksibel dalam mencapai tujuan organisasi, (3) memberi
semangat/motivasi karyawan.
2.1.3 Strategi Bersaing Generik
Setiap perusahaan yang bersaing dalam suatu industri mempunyai
strategi bersaing, eksplisit maupun implisit. Strategi bersaing
dikembangkan secara eksplisit melalui proses perencanaan yang dalam
pelaksanaannya berkembang secara implisit melalui aktivitas-aktivitas
departemen fungsional perusahaan.
Pada dasarnya, mengembangkan strategi bersaing merupakan
pengembangan terhadap formula umum yang dirumuskan dalam
52
perencanaan strategik tentang strategi persaingan, tujuan organisasi dan
langkah-langkah pencapaian tujuan tersebut.
Strategi bersaing merupakan penentu posisi relatif perusahaan di
dalam industrinya. Penempatan posisi relatif tersebut menentukan besaran
kemampulabaan yang dihasilkan. Ada dua jenis dasar keunggulan bersaing
yang dapat dimiliki oleh sebuah perusahaan : biaya rendah dan diferensiasi
(Porter, 1994). Signifikansi dari setiap kekuatan dan kelemahan yang
dimiliki oleh suatu perusahaan akhirnya merupakan fungsi dari dampaknya
pada biaya relatif atau diferensiasi.
Kedua jenis dasar keunggulan bersaing yang digabungkan dengan
cakupan aktivitas sebuah perusahaan menghasilkan tiga strategi generik
(Porter, 1994) untuk mencapai kinerja diatas dalam suatu rata-rata
industri: keunggulan biaya, diferensiasi, dan fokus. Strategi fokus
mempunyai dua varian, fokus biaya dan fokus diferensiasi.
53
Gambar 2.4 berikut menggambarkan tentang 3 strategi generik
yang dapat digunakan sebagai keunggulan bersaing perusahaan.
KEUNGGULAN BERSAING Biaya Rendah Diferensiasi
Keunggulan biaya merupakan salah satu strategi generik, yang
memiliki orientasi pada biaya rendah dalam industri. Sumber keunggulan
biaya bervariasi dan memiliki ketergantungan pada struktur industri.
Perusahaan memiliki keunggulan biaya apabila biaya
kumulatifnya dalam melakukan semua aktivitas nilai lebih rendah
dibandingkan pesaingnya (Porter, 1994).
Keunggulan biaya menimbulkan kinerja unggul apabila
perusahaan menyediakan tingkat nilai yang dapat diterima kepada pembeli
sehingga keunggulan biaya tidak hilang karena perlunya menetapkan harga
lebih rendah dibandingkan dengan harga pesaing.
CAKUPAN BERSAING
Sasaran Luas
Sasaran Sempit
Gambar 2.4 Tiga Strategi Generik Sumber: Michael Porter
1. Keunggulan 2. Diferensiasi
Biaya 3a. Fokus 3b. Fokus Biaya Diferensiasi
54
Posisi biaya relatif perusahaan adalah fungsi dari: (1) komposisi
rantai nilai versus komposisi rantai nilai pesaing, (2) posisi relatif dikaitkan
dengan penentu biaya pada setiap aktivitas.
Posisi biaya peruahaan berasal dari prilaku biaya aktivitas nilai.
Perilaku biaya cenderung tergantung pada sejumlah faktor struktural yang
mempengaruhi biaya, yang disebut sebagai penentu biaya (Porter, 1985).
Penentu biaya utama yang menentukan perilaku biaya aktivitas nilai: (1)
skala ekonomi, (2) pembelajaran, (3) pola pendayagunaan kapasitas, (4)
keterkaitan, (5) antarhubungan, (6) pemadan, (7) penetapan waktu, (8)
kebijakan yang bersifat deskrit, (9) lokasi, dan (10) faktor kelembagaan.
Porter (Binarupa Aksara, 1994) mempersentasikan dua cara utama
bagi perusahaan untuk mencapai keunggulan biaya:
a. Mengendalikan penentu biaya. Perusahaan dapat mencapai
keunggulan dalam kaitannya dengan penentu biaya aktivitas nilai yang
mewakili proporsi signifikan dari biaya total.
a. Mengkonfigurasi ulang rantai nilai. Perusahaan dapat melakukan
cara berbeda dan lebih efisien untuk mendesain, memproduksi,
mendistribusi, atau memasarkan produk.
Kedua sumber keunggulan biaya tersebut diatas tidak dapat berdiri
sendiri atau saling terkait satu sama lain. Perusahaan memiliki rantai nilai
55
yang sangat berbeda dari pesaingnya akan memiliki beberapa aktivitas
yang sama, dan posisi biaya relatifnya dalam aktivitas itu dapat
mempertinggi atau memperendah posisi biaya secara keseluruhan.
Keunggulan biaya yang berkelanjutan tidak berasal dari satu aktivitas saja
tetapi dari banyak aktivitas, dan mengkonfigurasikannya kembali dalam
upaya penciptaan keunggulan biaya.
Banyak perusahaan yang cenderung kurang memahami secara
konsep dan aplikasi mengenai prilaku biaya mereka yang ditinjau dari sisi
strategik dan kurang berhasil memberdayakan peluang untuk meningkatkan
posisi biaya relatif mereka. Beberapa kesalahan yang secara umum terjadi
dan dilakukan oleh perusahaan dalam menilai dan bertindak atas posisi
biaya mencakup: (1) tidak terfokus pada biaya aktivitas manufaktur, (2)
mengabaikan pembelian, (3) Mengabaikan aktivitas tak langsung atau
kecil, (4) kekeliruan persepsi tentang penentu biaya, (5) kegagalan
memberdayakan keterkaitan, (6) pengurangan biaya yang bertentangan, (7)
subsidi silang yang tidak disengaja, (8) pemikiran tambahan, (9) perusakan
diferensiasi.
Strategi generik kedua adalah diferensiasi. strategi diferensiasi
mengharuskan perusahaan memilih atribut untuk mendiferensiasikan diri
yang berbeda dengan atribut rivalnya. Perusahaan harus benar-benar unik
pada sesuatu atau dirasakan unik seandainya ingin mengharapkan harga
56
premi. Namun, sebagai pembedaan dengan keunggulan biaya kemungkinan
terdapat lebih dari satu strategi diferensiasi yang berhasil dalam suatu
industri jika ada beberapa atribut yang dipandang penting oleh pembeli.
Perusahaan yang dapat mencapai dan mempertahankan
diferensiasi akan menjadi perusahaan yang memiliki kinerja di atas rata-
rata dalam industrinya, meskipun premi harganya melebihi biaya ekstra
yang diperlukan untuk menjadi unik. Dengan demikian, seorang
diferensiator mengarah pada paritas atau proksimitas biaya yang
berhubungan dengan pesaingnya, dengan mengurangi biaya di segala
bidang yang tidak mempengaruhi diferensiasi.
Strategi generik ketiga adalah fokus. Strategi ini sangat berbeda
dengan strategi-strategi lain karena menekankan pilihan terhadap cakupan
bersaing yang sempit dalam suatu industri.
Strategi fokus memiliki dua varian yaitu: fokus biaya dan fokus
diferensiasi (Porter, 1994). Dalam fokus biaya perusahaan mengusahakan
keunggulan biaya dalam segmen sasarannya, sementara dalam fokus
diferensiasi perusahaan mengusahakan diferensiasi dalam segmen
sasarannya. Kedua varian strategi fokus terletak pada perbedaan antara
segmen sasaran penganut strategi fokus dan segmen-segmen lain dalam
industrinya. Segmen sasaran harus memiliki pembeli dengan kebutuhan
yang luar biasa karena jika tidak produksi/operasi dan sistem penyerahan
57
yang melayani paling baik segmen sasaran harus berbeda dengan
produksi/operasi dan sistem penyerahan segmen industri lain.
Fokus biaya memanfaatkan perbedaan dalam prilaku biaya dalam
beberapa segmen, sementara fokus diferensiasi menggali kebutuhan khusus
pembeli dalam segmen tertentu. Perbedaan ini menyiratkan bahwa segmen
tersebut dilayani dengan kurang baik oleh pesaing yang dijadikan sasaran
secara luas yang melayani mereka pada saat yang sama mereka layani yang
lain. Dengan demikian implementasi strategi fokus dapat mencapai
keunggulan bersaing dengan mendedikasikan pada segmen tersebut secara
ekslusif.
Implementasi strategi fokus memanfaatkan suboptimasi ke dua
arah dengan pesaing bersasaran luas. Pesaing mungkin memiliki
kelemahan kinerja dalam memenuhi kebutuhan segmen tertentu, yang
membuka peluang untuk fokus diferensiasi. Pesaing bersasaran luas
mungkin memiliki kinerja yang berlebihan dalam memenuhi kebutuhan
suatu segmen, yang berarti menanggung biaya lebih tinggi dibandingkan
biaya yang dibutuhkan dalam melayani segmen tersebut.
58
2.1.4. Diferensiasi dalam Rantai Nilai
a. Pengertian Diferensiasi
Suatu perusahaan harus mengidentifikasi cara-cara spesifik
yang dapat mendiferensiasikan produknya (barang dan jasa) untuk
mencapai keunggulan kompetitif yang bersinambungan. Porter
memberikan pengertian tentang diferensiasi yaitu;
“Diferensiasi merupakan usaha sebuah perusahaan dalam
menciptakan keunikan pada industrinya di sepanjang beberapa
dimensi yang dihargai oleh pembeli” (Binarupa Aksara, 1994).
Hitt, Ireland dan Hoskisson (Hediyanto, 1997)
mempresentasikan diferensiasi sebagai “Menyediakan produk
(barang dan jasa) yang diyakini konsumen sebagai suatu yang
unik dalam hal yang penting bagi mereka”.
Hal yang sama juga dikemukakan oleh Kotler (Teguh dan
Rusli, 1997) dalam Manajemen Pemasaran: Analisis, Perencanaan,
Implementasi, dan kontrol tentang pengertian diferensiasi yakni:
“Diferensiasi adalah tindakan merancang satu set perbedaan yang
berarti untuk membedakan penawaran perusahaan dari penawaran
pesaing”.
Dari ketiga pengertian tersebut diatas dapat disimpulkan
bahwa sebuah perusahaan menyeleksi satu atau lebih atribut yang
59
dinilai penting oleh banyak pembeli di dalam suatu industri, dan
secara unik menempatkan diri untuk memenuhi kebutuhan
tersebut. Perusahaan dihargai dengan harga premi (premium price)
karena keunikannya.
Suatu perusahaan yang menerapkan strategi diferensiasi
secara khusus pada umumnya tidak memiliki pangsa pasar yang
besar untuk dilayani. Walaupun biaya tidak dapat diabaikan,
dalam hal ini biaya bukan merupakan fokus inti saat penerapan
strategi diferensiasi. Fokusnya adalah secara terus-menerus
melakukan investasi dalam pembedaan produk dan
mengembangkan citra dengan cara yang dihargai konsumen.
Konsumen cenderung merupakan pembeli yang loyal atas
produk yang dibedakan dalam hal yang memiliki nilai bagi
mereka. Pada saat loyalitas terhadap suatu produk (barang dan
jasa) meningkat kepekaan mereka terhadap harga menurun.
Hubungan antara loyalitas produk dan kepekaan harga ini
melindungi perusahaan dari pesaingnya.
Barang atau jasa yang terdiferensiasi dianggap unik oleh
konsumen. Keunikan ini melindungi perusahaan dari persaingan
dan kepekaan konsumen terhadap peningkatan harga. Salah satu
alasan mengapa konsumen bersedia membayar dengan harga
60
tinggi (premium price) untuk barang atau jasa yang terdiferensiasi
dan menjadi unik adalah bahwa tidak adanya alternatif produk
(barang atau jasa) sejenis (Hitt, Ireland, dan Hoskisson, 1997).
Suatu perusahaan yang menerapkan strategi diferensiasi
membebankan harga tinggi atas produknya, maka pemasok harus
menyediakan komponen dengan kualitas tinggi. Akan tetapi,
marjin tinggi yang diperoleh perusahaan saat menjual produk yang
terdiferensiasi secara efektif melindungi dirinya dari pengaruh
pemasok. Khususnya, biaya pemasok yang lebih tinggi dapat
dibayar dengan menggunakan marjin tersebut. Alternatif lainnya,
karena relatif kurang pekanya pembeli terhadap peningkatan
harga, perusahaan yang mendiferensiasi cenderung memilih untuk
membebankan biaya tambahan tersebut kepada konsumen dengan
cara peningkatan harga produknya yang unik.
Loyalitas konsumen dan kebutuhan untuk mengatasi
keunikan produk yang terdiferensiasi merupakan rintangan untuk
masuk (barrier to entry) yang besar. Memasuki industri dalam
kondisi seperti ini membutuhkan investasi sumberdaya yang
signifikan dan kesediaan untuk bersabar guna memperoleh
loyalitas konsumen.
61
Perusahaan yang menjual produk kepada konsumen yang
loyal memiliki posisi yang efektif dibandingkan produk pengganti.
Sebaliknya, perusahaan tanpa loyalitas konsumen akan berisiko
terhadap berpindahnya konsumen kepada produk yang
menawarkan fungsi yang menyerupai, dengan harga yang lebih
rendah, atau memproduksi barang atau jasa yang memiliki fungsi
lebih dengan harga sama.
b. Sumber Diferensiasi dalam Rantai Nilai
Perusahaan melakukan diferensiasi terhadap para
pesaingnya dengan menampilkan keunikan yang dinilai penting
oleh pembeli. Diferensiasi tidak dapat dipahami hanya dengan
memandang perusahaan bersangkutan secara seluruhan, melainkan
melalui sejumlah kegiatan spesifik yang dilakukan perusahaan dan
pengaruh kegiatan tersebut terhadap pembeli (Porter, 1994).
Diferensiasi tumbuh dari rantai nilai perusahaan. Setiap
aktivitas perusahaan yang dilakukan secara efektif dan efisien
dapat menciptakan nilai yang dapat dikaitkan, sehingga
mewujudkan rantai nilai. Pada setiap aktivitas nilai merupakan
sumber potensial bagi keunikan. Pengadaan raw material dan
masukan lainnya dapat mempengaruhi kinerja produk akhir
62
sehingga dapat mempengaruhi diferensiasi. Diferensiator dapat
berhasil meraih sukses dengan menciptakan keunikan malalui
sejumlah aktivitas primer dan aktivitas pendukung. Aktivitas
pengembangan teknologi dapat membantu desain produk yang
memungkinkan produk bersangkutan memiliki kinerja unik.
Aktivitas operasi dapat mempengaruhi bentuk keunikan seperti
penampilan produk, kesesuaian dengan spesifikasi dan tahan uji.
Sistem logistik keluar (out bound logistics) dapat membentuk
kecepatan dan konsistensi penyerahan barang. Aktivitas
pemasaran dan penjualan berpengaruh terhadap diferensiasi.
Secara sistemik, rantai nilai merupakan alat analisis dan
evaluasi seluruh aktivitas yang dilakukan perusahaan dan
menidentifikasi interaksi antaraktivitas, guna penciptaan
keunggulan bersaing. Menurut Porter (Binarupa Aksara, 1994)
analisis rantai nilai menguraikan perusahaan menjadi aktivitas-
aktivitas yang relevan secara strategis untuk memahami prilaku
biaya dan sumber diferensiasi yang sudah ada dan yang potensial.
Perusahaan memperoleh keunggulan bersaing dengan
melaksanakan aktivitas-aktivitas yang penting secara strategis
dengan lebih murah dan lebih baik dibandingkan pesaing.
63
Rantai nilai perusahaan dalam suatu industri berbeda-beda,
dan ini mencerminkan riwayat, strategi, dan keberhasilan
pelaksanaan. Satu perbedaan penting adalah bahwa rantai nilai
perusahaan berbeda dalam cakupan bersaing dengan yang dimiliki
para pesaingnya.
Rantai nilai setiap perusahaan terdiri atas sembilan
kategori generik aktivitas (Porter, 1994) yang dikaitkan menjadi
satu dengan cara yang khas dan unik. Rantai generik digunakan
untuk memperlihatkan bagaimana suatu rantai nilai dapat
dirancang untuk perusahaan tertentu, yang mencerminkan
aktivitas spesifik yang dilakukan perusahaan.
Setiap perusahaan merupakan kumpulan aktivitas yang
dilakukan untuk mendesain, memproduksi, memasarkan,
menyerahkan, dan mendukung produknya. Gambar 2.5 berikut
menyajikan aktivitas rantai nilai secara keseluruhan.
64
Gambar 2.5
Aktivitas dalam rantai nilai
65
Dalam pengertian bersaing, nilai adalah jumlah yang
pembeli bersedia bayarkan untuk apa yang perusahaan berikan
kepada mereka. Nilai diukur dengan pendapatan total, cerminan
harga produk yang dibebankan oleh perusahaan dan unit yang
dapat dijualnya. Perusahaan memperoleh marjin jika nilai yang
dimilikinya melebihi biaya yang diperlukan dalam menciptakan
produk.
Setiap aktivitas nilai menggunakan masukan yang dibeli,
sumberdaya manusia (tenaga kerja dan manajemen), dan teknologi
untuk melaksanakan fungsinya (Porter, 1994). Oleh karena itu,
analisis rantai nilai adalah cara untuk menciptakan dan
mengevaluasi keunggulan bersaing.
c. Aktivitas Nilai dalam Diferensiasi
Dalam mengenali aktivitas nilai diperlukan pemisahan
antara aktivitas yang berbeda secara teknologis dan strategis.
Aktivitas nilai dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu: aktivitas
primer, dan aktivitas pendukung (Porter, 1994).
Aktivitas primer (primary activities) berhubungan dengan
penciptaan fisik produk, penjualan dan distribusinya kepada
66
pembeli serta pelayanan purna jual. Logistik ke dalam, operasi,
logistik ke luar, pemasaran dan penjualan, serta pelayanan
merupakan lima kategori aktivitas primer (Gambar 2.5).
1) Logistik ke dalam. Aktivitas yang dihubungkan dengan
penerimaan, penyimpanan, dan penyebaran masukan produk,
seperti penanganan bahan, pergudangan, pengendalian
persediaan, penjadwalan kendaraan, dan pengembalian barang
kepada pemasok.
2) Operasi. Aktivitas yang berhubungan dengan pengubahan
masukan menjadi bentuk produk akhir, seperti mesin,
pengemaan, perakitan, pemeliharaan peralatan, pengujian,
pencetakan, dan pengoprasian fasilitas.
3) Logistik ke luar. Aktivitas yang berhubungan dengan
pengumpulan, penyimpanan, dan distribusi fisik produk
kepada pembeli, seperti penggudangan barang jadi,
penanganan bahan, operasi kendaraan, pengiriman, proses
pemesanan, dan penjadwalan.
4) Pemasaran dan penjualan. Aktivitas yang berhubungan
dengan pemberian sarana yang dapat digunakan oleh pembeli
untuk membeli produk dan mempengaruhi mereka untuk
membeli, seperti iklan, promosi, tenaga penjual, penetapan
67
kuota, seleksi penyalur, hubungan penyalur, dan penetapan
harga.
5) Pelayanan. Aktivitas yang berhubungan dengan penyediaan
pelayanan untuk meningkatkan atau mempertahankan nilai
produk, seperti pemasangan, reparasi, pelatihan, pasokan
suku cadang, dan penyesuaian produk.
Aktivitas pendukung (support activities) memberikan
dukungan yang perlu untuk aktivitas primer. Termasuk dalam
aktivitas pendukung adalah infrastruktur perusahaan, manajemen
sumberdaya manusia, pengembangan teknologi, dan procurement
(Gambar 2.5).
1) Pembelian (procurement). Aktivitas dilakukan untuk membeli
input yang dibutuhkan untuk memproduksi produk
perusahaan. Input yang dibeli meliputi barang-barang yang
dikonsumsi penuh sepanjang produksi produk (misalnya,
bahan baku dan perlengkapan) juga aktiva tetap-mesin,
peralatan laboratorium, peralatan kantor, dan bangunan.
2) Pengembangan teknologi. Aktivitas yang dilakukan untuk
meningkatkan produk perusahaan serta proses yang
digunakan untuk menghasilkannya. Pengembangan teknologi
68
terjadi dalam berbagai jenis, seperti rancangan peralatan
proses, penelitian rancangan produk, dan prsedur pelayanan.
3) Manajemen sumberdaya manusia. Aktivitas yang meliputi
rekrutmen, penggunaan karyawan, pelatihan, pengembangan
dan pemberian kompensasi kepada personel organisasi.
4) Infrastruktur perusahaan. Infrastruktur perusahaan mencakup
aktivitas seperti manajemen umum, perencanaan, keuangan,
akuntansi, dukungan legal, dan hubungan pemerintah, yang
dibutuhkan untuk mendukung kerja seluruh rantai nilai.
Melalui infrastruktur, perusahaan dapat mengidentifikasi
secara efektif dan konsisten peluang dan ancaman ekternal,
sumberdaya dan kemampuan serta mendukung kompetensi
inti.
Keunikan perusahaan dalam sebuah aktivitas nilai
ditentukan oleh sejumlah penentu pokok (basic drivers), yang
sejalan dengan penentu biaya (Porter, 1994). Porter (1994)
mempresentasikan penentu keunikan yang pokok yang disusun
menurut derajat kepentingannya, sebagai berikut:
a. Pilihan kebijakan,
b. Keterkaitan,
c. Pengaturan waktu,
69
d. Lokasi,
e. Hubungan timbal-balik,
f. Pembelajaran dan pelimpahan,
g. Integrasi,
h. Skala, dan
i. Faktor kelembagaan.
Perusahaan menetapkan pilihan kebijakan mengenai
aktivitas yang perlu dilakukan dan cara melakukan aktivitas
tersebut. Sejumlah pilihan kebijakan yang secara umum
mendorong terciptanya keunikan adalah: (1) ciri-ciri produk dan
kemampuan kerja produk yang ditawarkan, (2) pelayanan yang
disediakan (misalnya: kredit, penyerahan, atau perbaikan), (3)
intensitas aktivitas yang dilakukan (misalnya: besarnya biaya
iklan), (4) isi aktivitas (misalnya: informasi yang disediakan
dalam pengolahan pesanan), (5) teknologi yang digunakan dalam
melaksanakan sebuah aktivitas (misalnya: presisi peralatan mesin,
komputerisasi pengolahan pesanan), (6) mutu masukan (input)
yang diadakan bagi sebuah aktivitas, (7) prosedur yang mengatur
tindakan pegawai dalam sebuah aktivitas (misalnya: prosedur
pelayanan, frekuensi inspeksi), (8) tingkat keterampilan dan
pengalaman pegawai yang bertugas melakukan sebuah aktivitas,
70
dan pelatihan yang di sediakan, (9) informasi yang digunakan
untuk mengendalikan sebuah aktivitas.
Perusahaan juga dapat melakukan diferensiasi melalui
keluasan aktivitas atau melalui cakupan bersaingnya. Keluasan
aktivitas atau cakupan bersaing yang dimaksud adalah dengan
penawaran lini produk atau pelayanan yang lengkap kepada
pembelinya, dan keahlian perusahaan dalam penawaran
produk/pelayanan inti memberikan kredibilitas dan akses yang
lebih besar dalam penawaran lini produk/layanan perusahaan
secara seluruhan. Menurut Porter, terdapat faktor-faktor lain yang
membantu diferensiasi dapat diperoleh dari cakupan bersaing yang
luas, yaitu:
a. Kemampuan melayani kebutuhan pembeli di mana saja,
b. Kesederhanaan pemeliharaan bagi pembeli jika suku cadang
yang sama dipakai bagi lini yang luas,
b. Kesamaan tempat yang dituju oleh pembeli untuk melakukan
pembelian,
c. Kesamaan tempat bagi pelayanan pelanggan, dan
d. Keunggulan kompatibilitas dibandingkan dengan produk lain
71
Gambar 2.5 memperlihatkan bagaimana suatu aktivitas
dalam rantai nilai yang ada dapat mendorong dilakukannya
diferensiasi pada bisnis jasa.
Analisis diferensiasi memerlukan pembagian yang lebih
detail atas beberapa aktivitas nilai, sedangkan jumlah aktivitas
nilai lainnya dapat dikelompokkan menjadi satu jika dampak
aktivitas ini terhadap diferensiasi relatif kecil (Porter, 1994).
Keunikan dapat merupakan hasil dari waktu yang
ditentukan dari perusahaan untuk memulai melakukan suatu
aktivitas. Menjadi yang pertama dalam memakai citra produk,
dapat menghalangi perusahaan pesaing lain untuk melakukan hal
yang sama sehingga perusahaan yang bersangkutan menjadi unik.
Keunikan dapat berasal dari lokasi. Pemilihan lokasi yang
strategis dan terdiversifikasi secara proporsional dibanyak tempat
dapat membantu menciptakan keunikan yang berimplikasi pada
keunggulan bersaing.
Keunikan seringkali berakar pada keterkaitan yang ada
dalam analisis rantai nilai atau keterkaitan dengan pemasok dan
saluran yang dipergunakan. Keterkaitan dapat mendorong
tercapainya keunikan jika pelaksanaan aktivitas yang satu
mempengaruhi pelaksanaan aktivitas lainnya. Untuk memenuhi
72
kebutuhan pembeli seringkali diperlukan beberapa aktivitas yang
terkoordinasi.
Keunikan aktivitas nilai dapat muncul dari menjalankan
aktivitas secara bersama-sama dan memberdayakan
antarhubungan (interrelationship) di antara sejumlah aktivitas
bisnis berbeda tetapi berkaitan. Penciptaan antarhubungan ini
dalam perkembangannya merujuk pada strategi horisontal, yang
menghilangkan batasan divisi/bagian. Strategi horisontal adalah
pengkoordinasian seperangkat tujuan dan kebijakan di semua unit
usaha yang berbeda tetapi berkaitan (Porter, 1994).
Tingkat integrasi perusahaan dapat membuat perusahaan
menjadi unik. Integrasi dengan aktivitas nilai yang baru dapat
menciptakan perusahaan unik karena perusahaan bersangkutan
menjadi lebih mampu mengendalikan pelaksanaan aktivitas atau
mengkoordinasikan aktivitas satu dengan aktivitas lain. Integrasi
dapat mencakup bukan hanya aktivitas pemasok atau saluran,
melainkan juga mencakup pelaksanaan yang dilakukan oleh
pembeli.
Menjadi unik melalui besaran skala. Skala besar dapat
memungkinkan dilaksanakannya sebuah aktivitas dengan cara
unik yang tidak mungkin dilaksanakan pada volume kecil. Jenis
73
skala yang relevan terhadap diferensiasi berbeda-beda menurut
jenis perusahaan.
Selain itu penentu keunikan yang terakhir bagi sebuah
perusahaan adalah faktor kelembagaan memiliki peran dalam
membuat perusahaan menjadi unik.
d. Nilai Pembeli dan Diferensiasi
Keunikan tidak mendorong tercapainya diferensiasi kecuali
jika keunikan ini memiliki nilai bagi pembeli. Perusahaan yang
berhasil melakukan diferensiasi selalu berusaha mencari cara
menciptakan nilai bagi pembeli sehingga menghasilkan harga
premi yang lebih tinggi dibandingkan biaya ekstra yang telah
dikeluarkan. Titik tolak untuk memahami hal-hal yang bernilai
bagi pembeli adalah analisis rantai nilai pembeli (buyer’s value
chain analysis).
Rantai nilai pembeli menentukan cara/proses penggunan
produk perusahaan dan dampak lain perusahaan terhadap aktivitas
pembeli. Hal ini menentukan kebutuhan pembeli dan merupakan
faktor pendukung nilai dan diferensiasi pembeli.
74
Menurut Porter (1994), perusahaan menciptakan nilai
yang dapat dipakai untuk membenarkan harga premi (atau
preferensi pada harga yang sama) melalui dua mekanisme:
a. Dengan menurunkan biaya pembeli
b. Dengan menaikkan kinerja pembeli.
Bagi pembeli berskala industri, pedagang, dan lembaga,
diferensiasi mengharuskan perusahaan untuk secara unik mampu
menciptakan keunggulan bersaing bagi pembelinya dengan cara
lain di samping menjual dengan harga lebih rendah.
Perusahaan menurunkan biaya pembeli atau meningkatkan
kinerja pembeli melalui dampak rantai nilainya terhadap rantai
nilai pembeli. Perusahaan dapat mempengaruhi rantai nilai
pembeli hanya dengan menyediakan masukan bagi salah satu
aktivitas pembeli.
Aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan untuk
menurunkan biaya total pembeli dalam pembelian dan
penggunaan produk atau biaya lainnya yang dibebankan kepada
pembeli merupakan langkah awal yang berpotensi dalam
penciptaan diferensiasi. Tindakan yang bersifat menurunkan biaya
aktivitas nilai pembeli yang persentasenya signifikan terhadap
biaya total merupakan peluang bagi diferensiasi yang penting.
75
Perusahaan dapat menurunkan biaya pembeli dengan cara: (1)
menurunkan biaya penyerahan barang, biaya pemasangan, (2)
menurunkan frekuensi pemakaian produk yang diperlukan, (3)
menurunkan biaya langsung pemakaian produk, (4) menurunkan
biaya tak langsung pemakaian produk atau dampak atas aktivitas
nilainya, (5) menurunkan biaya pembeli dalam aktivitas nilai yang
tidak berhubungan dengan produk fisik, (6) menurunkan risiko
kerusakan/kegagalan produk.
Sedangkan untuk meningkatkan kinerja pembeli,
perusahaan perlu memahami kinerja yang diinginkan dari sudut
pandang pembeli. Meningkatkan kemampuan kinerja pembeli
skala industri, pedagang, dan lembaga ditentukan oleh hal-hal
yang menciptakan diferensiasi bagi pembeli. Meningkatkan
kinerja pembeli skala industri, pedagang, dan lembaga dapat
didasarkan pada upaya membantu mereka mencapai sasaran non-
ekonomi mereka seperti status, citra, atau prestise.
Menurut Porter (1994), kriteria pembeli dapat digolongkan
menjadi dua jenis: pertama, kriteria pemakaian. Kriteria ini
merupakan ukuran spesifik mengenai hal-hal yang menciptakan
nilai pembeli. Kriteria pemakaian tumbuh dari keterkaitan antara
rantai nilai sebuah perusahaan dengan rantai nilai pembeli.
76
Kriteria pemakaian dapat merangkunm produk aktual, atau sistem
yang digunakan perusahaan dalam penyerahan dan pendukung
produknya.
Kedua, Kriteria pengisyaratan. Kriteria ini mencerminkan
isyarat nilai yang mempengaruhi persepsi pembeli tentang
kemampuan perusahaan untuk memenuhi kriteria pemakaian.
Menurut Porter (1994), kriteria pengisyaratan meliputi:
reputasi/citra, pengiklanan kumulatif, penampilan luar produk,
pengemasan dan label, penampilan dan besarnya fasilitas,
pengalaman bisnis, kapasitas terpasang (installed base), daftar
pelanggan, bagian pasar, harga (pada situasi harga mencerminkan
kualitas), identitas perusahaan (prestise dan stabilitas perusahaan),
dan kemampuan manajerial manajemen.
Strategi diferensiasi bertujuan menciptakan jarak antara
nilai pembeli yang tercipta dan biaya diferensiasi dalam rantai
nilai perusahaan (Porter, 1994). Biaya diferensiasi akan berbeda-
beda menurut aktivitas nilainya, dan perusahaan bersangkutan
perlu memilih aktivitas yang memiliki kontribusi terbesar pada
nilai pembeli yang relatif terhadap biayanya.
Menurut Porter (1994), perusahaan dapat meningkatkan
diferensiasinya dengan dua cara pokok: pertama, perusahaan
77
dapat menjadi unik dalam melaksanakan aktivitas nilai yang sudah
ada, atau perusahaan bisa mengkonfigurasikan rantai nilainya
dengan cara yang dapat meningkatkan keunikannya. Kedua,
perusahaan perlu melakukan manipulasi sejumlah faktor pokok
penentu keunikan. Kedua cara tersebut diatas memiliki kesamaan
persepsi, yaitu perusahaan harus mengendalikan biaya
diferensiasinya agar diferensiasi yang unggul dapat terwujud.
Menurut Porter (1994), apabila perusahaan berhasil
merancang dan menciptakan keunikan/diferensiasi, maka terdapat
pendekatan lain yang dapat diterapkan adalah:
1). Meningkatkan sumber keunikan;
a) Memperbanyak sumber diferensiasi,
b) Memastikan bahwa pemakaian produk yang aktual
konsisiten dengan cara yang semestinya,
(1) mengadakan investasi untuk mengetahui bagaimana
cara sesungguhnya pembeli memakai produk yang
bersangkutan
(2) memodifikasi produk yang bersangkutan agar mudah
diaplikasikan secara cepat dan tepat
(3) mendesain petunjuk manual dan instruksi pemakaian
yang efektif
78
(4) menyediakan pelatihan dan pendidikan bagi pembeli
untuk memperbaiki cara penggunaan produk, baik
secara langsung atau melalui saluran
c) Mengirimkan isyarat nilai untuk memperkuat diferensiasi
pada kriteria pemakaian,
d) Melengkapi produk dengan alat informasi untuk
mempermudah pemakaian dan pengisyaratan.
2) Membuat biaya diferensiasi sebagai suatu keuntungan;
a) Meminimumkan biaya diferensiasi dengan
mengendalikan faktor penentu,
b) Menekankan bentuk diferensiasi yang memungkinkan
perusahaan memperoleh keuntungan biaya diferensiasi,
c) Menurunkan biaya dalam aktivitas yang tidak
mempengaruhi nilai pembeli.
d) Mengubah peraturan untuk menciptakan keunikan;
3) Mengganti pengambil keputusan untuk mempertinggi nilai
keunikan perusahaan,
a) menyebarkan wiraniaga jenis baru
b) melibatkan orang-orang teknik dalam penjualan
c) mengubah media dan isi iklan
d) mengubah bahan pejualan
79
e) mendidik pembeli tentang landasan baru bagi keputusan
yang perlu diambil oleh pengambil keputusan yang baru
4) Menentukan kriteria pembelian yang belum diketahui,
5) menjadi yang pertama dalam menanggapi perubahan situasi
pembeli atau situasi saluran,
6) Mengkonfigurasi ulang rantai nilai sedemikian rupa sehingga
dapat mengindentifikasi sumber-sumber keunggulan lain.
Selain itu diferensiasi memiliki daya tahan yang pada
intinya ditentukan oleh dua hal (Porter, 1994), yakni: pertama,
langgengnya nilai yang terlihat pembeli. Kedua, tiadanya peniruan
dari pesaing. Daya tahan diferensiasi didasarkan pada sumber
yang memiliki penghalang mobilitas untuk mencegah peniruan
dari pesaing. Diferensiasi niscaya memiliki daya tahan dalam
kondisi:
1) Sumber keunikan perusahaan memerlukan penghalang,
2) Perusahaan mempunyai keunggulan biaya dalam
mendiferensiasikan diri,
3) Sumber diferensiasi banyak jumlahnya,
4) Perusahaan menciptakan biaya pengalihan (switching cost)
pada sat mendiferensiasikan diri.
80
Porter (1994) mempresentasikan dalam buku Keunggulan
Bersaing: menciptakan dan mempertahankan Kinerja Unggul
tentang jebakan-jebakan yang ada dalam diferensiasi, yaitu: (1)
Keunikan yang tidak bernilai, (2) Diferensiasi yang terlalu banyak,
(3) Premi harga yang terlalu tinggi, (4) Mengabaikan perlunya
mengisyaratkan nilai, (5) Tidak mengetahui biaya diferensiasi, (6)
Berfokus pada produk, bukan pada rantai nilai, dan (7) Gagal
dalam mengenali segmen pembeli.
2.1.5 Analisis Rasio Radar
Analisis rasio merupakan salah satu alat analisis untuk menilai
kinerja sebuah perusahaan selain analisis rantai nilai. Metode analisis
rasio radar merupakan penyempurnaan analisis rasio keuangan
(Hermanto, 1993). Tujuan analisis rasio radar adalah untuk
memberikan gambaran menyeluruh tentang posisi perusahaan dan
kemungkinan perkembangannya dalam menghadapi turbulensi
persaingan antarperusahaan sejenis. Analisis radar memberikan
wawasan jangka menengah dan panjang. Hal ini berbeda dengan
analisis rasio tradisional (Du pont) yang cenderung bersifat jangka
pendek.
81
Metode RADAR (Hermanto, 1993), berasal dari bentuk
gambaran visual ikhtisar perhitungan rasio kinerja perusahaan yang
merupakan penyempurnaan analisis rasio keuangan. Metode RADAR
dikembangkan oleh APO (Asian Productivity Organization), Jepang.
Analisis rasio radar merupakan alat analisis kuantitatif.
Analisis rasio radar mengelompokkan rasio dalam lima kelompok
besar yaitu:
a. Rasio Profitabilitas
1) Tingkat pengembangan modal investasi (return on
invesment).
2) Rasio marjin kotor (gross profit margin ratio).
3) Rasio marjin operasi (operating margin ratio).
4) Rasio marjin bersih usaha (net profit margin ratio).
5) Tingkat pengembalian modal sendiri (return on networth).
6) Rasio penjualan bersih terhadap biaya-biaya penjualan (sales
to sales administration and selling expenses).
b. Rasio Produktivitas
1) Penjualan bersih per karyawan (sales per employee).
2) Rasio nilai tambah bersih per karyawan (net added value per
employee).
82
3) Rasio peralatan per tenaga kerja (equipment to labor).
4) Rasio distribusi upah/gaji (wages distribution ratio).
5) Tingkat kenaikan gaji dasar atau insentif dasar (wage base
trend / incentive base).
c. Rasio Utilisasi Aktiva
1) Perputaran total aktiva (total assets turnover).
2) Perputaran modal kerja (working capital turnover).
3) Perputaran piutang (account receivable turnover).
4) Perputaran persediaan (inventory turnover).
5) Perputaran aktiva tetap (fixed assets turnover).
d. Rasio Stabilitas
1) Rasio aktiva berwujud bersih terhadap sumber dana jangka
panjang (rasio penyangga) {net fixed tangible assets to long-
term debt (and networth)}.
2) Rasio pinjaman terhadap modal sendiri (debt to equity).
3) Rasio cepat (quick ratio).
4) Rasio lancar (current ratio).
5) Rasio beban bunga (dan cicilan) terhadap penjualan (interest
charges ratio).
e. Rasio Potensi Pertumbuhan
1) Pertumbuhan penjualan bersih (sales growth).
83
2) Rasio nilai tambah bersih terhadap pertumbuhan penjualan
bersih (net added value to sales growth).
3) Peningkatan kekuatan tanaga kerja (langsung) (labor strength
increase).
4) Tingkat kenaikan modal sendiri (net worth increase ratio).
5) Tingkat kenaikan laba bersih (net profit increase ratio).
2.2 Kerangka Pemikiran
Dari uraian tinjauan pustaka terdahulu, maka dapat dirumuskan
kerangka analisis guna penjelasan dan pengukuran variabel yang digunakan
dalam analisis dan pembahasan. Dalam tesis ini kerangka analisis dirumuskan
dalam model input-proses-output dengan uraian sebagai berikut:
2.2.1 Fakta
a. Perkembangan industri jasa pialang saham sebagai dampak dari
perkembangan keanekaragaman industri jasa pialang, teknologi
informasi, dan persaingan kuat dalam kualitas pelayanan kepada
nasabah.
b. Kemampuan perusahaan mengembangkan produk terkait yang
mendukung produk utama, telah menciptakan penghalang masuk bagi
pesaing-pesaingnya.
84
c. Penghalang masuk yang diciptakan perusahaan memiliki keunikan
berupa pembedaan dari pesaingnya yang cenderung sulit ditiru, yang
terwujud melalui proses operasi terkait, yang masing-masing proses
operasi telah menciptakan nilai bagi nasabahnya.
d. Nilai yang terbentuk dari tiap proses operasi adalah sama dengan nilai
yang diberikan kepada konsumen sehingga konsumen menjadi loyal,
yang sama artinya dengan perusahan mewujudkan keunggulan
bersaing berkelanjutan (sustainable competitive advantage) dari
pembedaan nilai terhadap pesaingnya.
2.2.2 Inti Masalah
Adapun inti masalah dari tesis ini adalah “Analisa Strategi diferensiasi
produk jasa dalam menciptakan keunggulan bersaing”.
2.2.3 Pilihan Strategi
Diferensiasi merupakan satu dari dari tiga generic strategy dengan
dua pendekatan analisis :
a. Analisis pendekatan kualitatif, dan
b. Analisis pendekatan kuantitatif.
Rantai nilai (value chain) merupakan alat analisis yang digunakan
sebagai pendekatan kualitatif dan analisis radar digunakan sebagai
pendekatan kuantitatif.
85
2.2.4 Analisis
a. Pendekatan kualitatif menggunakan analisis rantai nilai.
Dari lima faktor utama dan empat faktor pendukung dalam
rantai nilai, dapat diketahui bahwa perusahaan memiliki diferensiasi
sebagai kekuatan atau keunggulan dalam bersaing yang
berkelanjutan.
Pada aktivitas primer, perusahaan membangun diferensiasi
pada setiap tahap operasi, yaitu :
1) Sistem informasi manajemen, pemesanan saham dan jaminan
transaksi.
2) Heterogenitas produk saham dan option.
3) Lokasi yang tersebar secara geografik dan strategis.
4) Sistem informasi harga, analisis teknikal dan fundamental.
5) Jaminan pemeliharaan dan perawatan.
Pada aktivitas pendukung, perusahaan membangun
diferensiasi pada setiap tahap pendukung, yaitu :
1) Menciptakan spesialisasi sumberdaya manusia.
2) Teknologi sebagai sarana pendukung aktivitas.
b. Pendekatan kuantitatif menggunakan analisis rasio radar
1) Pengukuran Produktifitas
86
Produktifitas faktor produksi manusia, dengan
menggunakan rasio produktifitas sebagai berikut :
(a) Penjualan bersih per-karyawan (sales per employee)
= Sales x (100 / JHK)
Total Employee
(b) Nilai tambah bersih per karyawan (net added value per
employee)
NTB per Karyawan
= Biaya karyawan + laba Operasi x (100 / JHK)
Jumlah Jenjang Gaji
(c) Rasio distribusi upah/gaji (wages distribution ratio)
Gaji tertinggi - Gaji terendah Rasio distribusi upah/gaji= Jumlah Jenjang gaji
2) Pengukuran Profitabilitas
(a) Tingkat pengembalian modal investasi (return on
invesment)
Laba Bersih ROI= Total Aktiva
(b) Rasio marjin operasi (operating margin ratio)
Laba Operasi Marjin Operasi= Penjualan
(c) Rasio marjin usaha (net profit margin)
Laba Bersih Net profit margin=
87
Penjualan
(d) Rasio penjualan bersih terhadap biaya-biaya penjualan
(sales to sales administration and selling expenses)
Penjualan Sales to selling expenses= Biaya Penjualan
3) Pengukuran Stabilitas
(a) Pinjaman terhadap modal sendiri (long-debt to equity)
Rasio pinjaman terhadap modal= Pinjaman jangka panjang Modal Sendiri
(b) Rasio lancar (current ratio)
Aktiva Lancar Rasio Lancar= Pasiva Lancar
4) Pengukuran Potensi Pertumbuhan
(a) Pertumbuhan penjualan bersih (sales growth)
Penjualan Pertumbuhan Penjualan= - 1 Penjualan - 1
(b) Tingkat kenaikan laba bersih (net profit increase ratio)
Modal Sendiri Tingkat kenaikan laba bersih= Laba Bersih
88
Hasil analisis rasio radar tersebut dirumuskan dalam bentuk
tabel dan grafik untuk mengetahui kinerja dan potensi perusahaan
secara komprehensif. Analisis rasio radar merupakan pengukuran
kuantitatif dari strategi diferensiasi. Kinerja yang diciptakan dari
aktivitas aktual perusahaan terepresentatif dalam analisis rasio radar.
Adapun rumuan skema perumusan analisis disajikan pada
gambar 2.6 sebagai berikut :
89
Gambar 2.6
Skema pemikiran analisis
top related