bab ii hipertensi
Post on 11-Feb-2016
10 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hipertensi
2.1.1 Definisi Hipertensi
Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah sistolik
menjadi sama atau lebih dari 140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik
menjadi sama atau lebih dari 90 mmHg.
Dalam rekomendasi penatalaksanaan hipertensi yang semuanya
didasarkan atas bukti penelitian (evidence based) antara lain di keluarkan
oleh The Seventh Report of The Joint National Committe on Prevention,
Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC VII)
2003, World Health Organization / International Society of Hypertension
(WHO-ISH) 1999, definisi hipertensi sama untuk semua golongan umur.
Pengobatan juga didasarkan bukan atas umur akan tetapi pada tingkat
tekanan darah dan adanya risiko kardiovaskular yang ada pada pasien.
Tabel 1. Klasifikasi tekanan darah berdasarkan Hasil Konsensus
Perhimpunan Hipertensi Indonesia yang di adopsi dari JNC VII
Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Normal <120 dan <80
Pre hipertensi 120-139 dan / atau 80-89
Hipertensi tahap I 140-159 dan / atau 90-99
Hipertensi tahap II ≥ 160 dan / atau ≥ 100
Hipertensi Sistolik
Terisolasi≥ 140
dan< 90
6
7
Tabel 2. Klasifikasi tekanan darah berdasarkan WHO – ISH
Kategori Tekanan darah sistol Tekanan darah diastol
Derajat 1 (Ringan) 140-159 90-99
Derajat 2 (Sedang) 160-179 100-109
Derajat 3 (Berat) ≥ 180 ≥ 110
Menurut The European Society of Hypertension (ESH) dan The
European Society of Cardiology (ESC) 2013, hipertensi adalah
peningkatan tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan atau peningkatan
tekanan darah diastolik ≥ 90mmHg.
Tabel 3. Klasifikasi tekanan darah berdasarkan ESH / ESC 2013
Kategori Sistolik Diastolik
Optimal <120 dan <80
Normal 120 - 129 dan / atau 80 - 84
Normal tinggi 130 - 139 dan / atau 85 - 89
Hipertensi Grade 1 140 - 159 dan / atau 90 - 99
Hipertensi Grade 2 160 - 179 dan / atau 100 - 109
Hipertensi Grade 3 ≥ 180 dan / atau ≥ 110
Hipertensi Sistolik Terisolasi ≥ 140 dan < 90
Hipertensi dikenal secara luas sebagai penyakit kardiovaskular.
Diperkirakan telah menyebabkan 4,5% dari beban penyakit secara global,
dan prevalensinya hampir sama besar di negara berkembang maupun di
negara maju. Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko utama
gangguan jantung. Pada umumnya, hipertensi merupakan pedisposisi bagi
individu untuk terjadinya gagal jantung, stroke, gagal ginjal, penyakit
arteri koroner, dan retinopati hipertensi.
Hipertensi sering disebut sebagai the silent disease. Umumnya
penderita tidak mengetahui dirinya mengidap hipertensi sebelum
memeriksakan tekanan darahnya. Hipertensi juga dikenal sebagai
8
heterogeneous group of disease karena dapat menyerang siapa saja dari
berbagai kelompok umur dan kelompok sosial ekonomi.
2.1.2 Epidemiologi Hipertensi
Jumlah penduduk berusia lebih dari 60 tahun di Indonesia pada
tahun 2010 mengalami kenaikan sebesar 400%, sehingga jumlahnya lebih
dibawah lima tahun (balita). Usia lanjut membawa konsekuensi
meningkatnya morbiditas dan mortalitas berbagai penyakit kardiovaskular.
Tekanan darah sistolik (TDS) meningkat sesuai dengan
peningkatan usia, akan tetapi tekanan darah diastolik (TDD) meningkat
seiring dengan TDS sampai sekitar usia 55 tahun, yang kemudian menurun
akibat terjadinya proses kekakuan arteri akibat aterosklerosis.
Hipertensi mengenai seluruh bangsa di dunia dengan insidensi
yang bervariasi. Akhir-akhir ini insidensi dan prevalensi meningkat
dengan makin bertambahnya usia harapan hidup. Di negara maju saat ini
tekanan darah yang terkontrol (TDS < 140, TDD < 90 mmHg) hanya
terdapat pada 20% pasien hipertensi. Di Amerika Serikat dikatakan bahwa
pada populasi kulit putih usia 50 – 69 tahun prevalensinya sekitar 35%
yang meningkat menjadi 50% pada usia di atas 69 tahun. Penelitian pada
300.000 populasi berusia 65 – 115 tahun (rata-rata 82,7 tahun) yang
dirawat di institusi lanjut usia didapatkan prevalensi hipertensi pada saat
mulai dirawat sebesar 32%. Dari penderita ini 70% diberikan obat anti
hipertensi dan sudah mengalami komplikasi akibat penyakitnya,
diantaranya penyakit jantung koroner (26%), penyakit jantung kongestif
(22%) dan penyakit serebrovaskuler (29%)
Pada usia lanjut, prevalensi gagal jantung dan stroke tinggi, yang
keduanya merupakan komplikasi hipertensi. Oleh karena itu, pengobatan
hipertensi yang optimal penting sekali dalam mengurangi morbiditas dan
mortalitas kardiovaskular.
9
2.1.3 Etiologi
Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua, yaitu
hipertensi essensial atau hipertensi primer dan hipertensi sekunder.
Hipertensi essensial atau hipertensi primer adalah jenis hipertensi yang
penyebabnya masih belum dapat diketahui, disebut juga hipertensi
idiopatik. Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan sebagai
akibat dari adanya penyakit lain atau dengan kata lain penyebabnya sudah
diketahui.
Hipertensi essensial (primer) mengenai sekurangnya 95% dari kira-
kira 50 juta orang yang menderita hipertensi. Banyak faktor yang
mempengaruhi seperti genetik, lingkungan, hiperaktivitas susunan saraf
simpatis, sistem renin-angiotensin, defek dalam eksresi Na, peningkatan
Na dan Ca intraselular, dan faktor-faktor yang meningkatkan risiko,
seperti obesitas, alkohol, merokok, serta polisitemia.
Hipertensi sekunder atau hipertensi renal mengenai sekurangnya
5% dari kasus hipertensi. Aterosklerosis merupakan penyebab tersering
pada golongan lanjut usia, adanya lesi aterosklerotik arteri ginjal
diperkirakan sebagai penyebab kedua yang paling sering terjadi. Penyakit
hormonal seperti penyakit tiroid, penyakit kalsemia,dan aldosteronisme
juga dapat berperan sebagai penyebab hipertensi pada usia lanjut.
2.1.4 Faktor Risiko
Faktor-faktor yang mempengaruhi kenaikan tekanan darah tidak
hanya berasal dari dalam tetapi terdapat pula faktor-faktor demografi,
antara lain : umur, jenis kelamin, ras, status pendidikan, riwayat penyakit
keluarga, riwayat pekerjaan, kebiasaan merokok, diet tinggi natrium dan
obesitas.
Dari data studi epidemiologi, dapat diketahui beberapa faktor pada
individu yang mempengaruhi hipertensi. Faktor-faktor tersebut yaitu :
10
1. Genetik
Faktor genetik terbukti menjadi predisposisi bagi seorang individu
untuk menderita hipertensi. Peningkatan tekanan darah lebih
menonjol pada individu yang mempunyai faktor genetik dari pada
yang tidak memiliki faktor genetik. Bila seseorang mempunyai
orangtua yang salah satunya atau keduanya menderita hipertensi,
maka kemungkinannya untuk menderita hipertensi lebih besar.
Selain itu, prevalensi hipertensi lebih tinggi pada kembar
monozigot dari pada heterozigot.
Faktor genetik yang mungkin diturunkan adalah defek transport
natrium pada membrane sel, defek eksresi natrium dan peningkatan
aktivitas saraf simpatis.
2. Ciri individu
Faktor-faktor pada individu yang dapat menjadi penyebab untuk
timbulnya hipertensi adalah umur, jenis kelamin dan ras.
Peningkatan tekanan darah seiring dengan bertambahnya umur dan
tekanan sistolik meningkat lebih besar dari pada tekanan diastolik
pada usia di atas 55 tahun. Pada usia 50 tahun tekanan darah pada
pria lebih tinggi daripada wanita dan prevalensi hipertensi pada
kulit hitam lebih besar dua kali lipat dari pada orang kulit putih.
3. Asupan tinggi Natrium
Hubungan antara asupan garam dengan hipertensi telah dibuktikan
secara klinis dan eksperimental. Hipertensi hampir tidak terdapat
pada orang dengan asupan garam minimal. Peningkatan tekanan
darah akan di ikuti dengan penambahan eksresi garam dan air oleh
ginjal, supaya tekanan darah kembali normal. Mekanisme ini
disebut natriuresis. Pada pasien hipertensi essensial mekanisme
inilah yang terganggu.
11
4. Stres
Peranan stres terhadap hipertensi sukar dinilai. Namun, ada yang
berpendapat tingginya angka kejadian hipertensi pada kulit hitam
karena stres dan rasa tidak puas. Hal ini juga terjadi pada golongan
sosioekonomi rendah dari semua ras dan pada pekerjaan yang
dibawah tekanan. Stres mempengaruhi hipertensi diduga melalui
aktivitas saraf simpatis. Peningkatan aktivitas saraf simpatis
mengakibatkan meningkatnya tekanan darah secara tidak menentu.
5. Obesitas
Banyak penelitian yang menunjukkan korelasi positif antara
hipertensi dan obesitas pada anak-anak, remaja dan dewasa.
Obesitas terkait dengan pola makan yang banyak lemak dan
biasanya terjadi pada golongan sosioekonomi atas.
6. Faktor lainnya
Selain faktor di atas, ada beberapa faktor yang juga dapat
mempengaruhi hipertensi, yaitu kalsium, merokok, alkohol dan
logam tertentu.
Defek metabolisme kalsium dan kebocoran kalsium sekunder akan
meningkatkan kadar kalsium intrasel sehingga terjadi vasokontriksi
yang akan menyebabkan hipertensi. Merokok akan merangsang
sistem adrenergik yang dapat meningkatkan tekanan sistol dan
diastol. Alkohol akan meningkatkan tekanan darah melalui
peningkatan sintesis katekolamin. Logam-logam tertentu seperti
cadmium, plumbum, zink, dan magnesium berperan dalam
peningkatan tekanan darah tetapi mekanismenya belum diketahui.
12
2.1.5 Patofisiologi
Selain kemampuan ginjal untuk mengatur tekanan arteri melalui
perubahan volume cairan ekstrasel, ginjal juga memiliki mekanisme yang
kuat lainya untuk mengatur tekanan. Mekanisme ini adalah sistem renin-
angiotensin.
Renin adalah suatu enzim protein yang dilepaskan oleh ginjal bila
tekanan arteri turun sangat rendah. Kemudian, enzim ini meningkatkan
tekanan arteri melalui beberapa cara, jadi membantu mengoreksi
penurunan awal tekanan.
Renin disintesis dan disimpan dalam bentuk inaktif yang disebut
prorenin di dalam sel-sel jukstaglomerular (sel JG) di ginjal. Sel JG
merupakan modifikasi dari sel otot polos yang terletak di dinding arteriol
aferen, tepat di proksimal glomeruli. Bila tekanan arteri turun, reaksi
intrinsik di dalam ginjal itu sendiri menyebabkan banyak molekul prorenin
didalam sel JG terurai dan melepaskan renin. Sebagian besar renin
memasuki aliran darah ginjal dan kemudian meninggalkan ginjal untuk
bersirkulasi ke seluruh tubuh. Walaupun demikian, sejumlah kecil rennin
tetap berada dalam cairan lokal ginjal dan memicu beberapa fungsi
intrarenal.
Renin itu sendiri merupakan enzim. Renin bekerja secara enzimatik
pada protein plasma lain, yaitu suatu globin yang disebut susbtrat renin
atau angiotensinogen, untuk melepaskan peptida atau asam amino-10,
yaitu angiotensin I. Dalam beberapa detik hingga beberapa menit setelah
pembentukan angiotensin I, terdapat dua asam amino tambahan yang
dipecah dari angiotensin I untuk membentuk angiotensin II peptida asam
amino-8. Perubahan ini hampir seluruhnya terjadi di paru, sementara darah
yang mengalir melalui pembuluh kecil paru dikatalis oleh suatu enzim,
yaitu enzim pengubah yang terdapat di detolium pembuluh paru.
Angiotensin II hanya menetap di darah hanya selama 1 jam atau 2
menit karena angiotensin II secara cepat akan diinaktivasi oleh berbagai
13
enzim darah dan jaringan yang bersama-sama angiotensinase. Selama
angiotensin II ada dalam darah, maka angiotensin II mempunyai dua
pengaruh utama yang dapat meningkatkan tekanan arteri. Pengaruh
pertama yaitu vasokontriksi di berbagai daerah di tubuh, timbul dengan
cepat. Vasokontriksi terutama terjadi di arteriol dan jauh lebih lama di
vena. Kontriksi di arteriol akan meningkatkan tekanan perifer total dan
akibatnya akan meningkatkan tekanan arteri. Kontriksi ringan di vena-
vena juga akan meningkatkan aliran balik dari vena ke jantung, sehingga
membantu jantung untuk melawan kenaikan tekanan.
Cara utama kedua yang membuat angiotensin II meningkatkan
tekanan arteri adalah dengan menurunkan eksresi garam dan air oleh
ginjal. Hal ini perlahan-lahan akan meningkatkan volume cairan ekstrasel,
yang kemudian meningkatkan tekanan arteri selama berjam-jam dan
berhari-hari berikutnya. Efek jangka panjang ini, yang bekerja melalui
mekanisme volume cairan ekstrasel, bahkan lebih kuat daripada
mekanisme vasokontriktor akut dalam menyebabkan peningkatan tekanan
arteri.
Angiotensin menyebabkan ginjal meretensi garam dan air melalui
dua cara utama, yaitu bekerja secara langsung pada ginjal untuk
menimbulkan retensi garam dan air, dan angiotensin menyebabkan
kelenjar-kelenjar adrenal menyekresi aldosteron, dan kemudian aldosteron
meningkatkan reabsorpsi garam dan air oleh tubulus ginjal.
Sehingga, kapan pun terdapat angiotensin dalam jumlah yang
berlebihan di dalam sirkulasi darah, seluruh mekanisme cairan tubuh di
ginjal jangka panjang untuk pengaturan tekanan arteri secara otomatis
menjadi terpasang pada nilai tekanan arteri yang lebih tinggi daripada
normal.
Patofisiologi Hipertensi Usia Lanjut
14
Mekanisme dasar peningkatan tekanan sistolik sejalan dengan
peningkatan usia terjadinya penurunan elastisitas dan kemampuan
meregang pada arteri besar. Tekanan aorta meningkat sangat tinggi dengan
penambahan volume intravaskuler yang sedikit menunjukan kekakuan
pembuluh darah pada lanjut usia. Secara hemodinamik hipertensi sistolik
ditandai penurunan kelenturan pembuluh arteri besar resistensi perifer
yang tinggi pengisian diastolik abnormal dan bertambah masa ventrikel
kiri. Penurunan volume darah dan output jantung disertai kekakuan arteri
besar menyebabkan penurunan tekanan diastolik. Lanjut usia dengan
hipertensi sistolik dan diastolik output jantung, volume intravaskuler,
aliran darah keginjal aktivitas plasma renin yang lebih rendah dan
resistensi perifer.
Perubahan aktivitas sistem saraf simpatik dengan bertambahnya
norepinephrin menyebabkan penurunan tingkat kepekaan sistem reseptor
beta adrenergik pada arteri sedangkan diketahui bahwa beta adrenergik
berfungsi untuk relaksasi otot pembuluh darah sehingga akan terjadi
penurunan kemampuan relaksasi otot pembuluh darah
Faktor yang berperan pada usia lanjut terutama adalah :
Penurunan kadar renin karena menurunnya jumlah nefron akibat
proses menua. Hal ini menyebabkan suatu sirkulus vitiosus: hipertensi
glomerulo-sklerosis-hipertensi yang berlangsung terus menerus.
Peningkatan sensitivitas terhadap asupan natrium. Makin lanjutnya
usia makin sensitif terhadap peningkatan atau penurunan kadar natrium.
Penurunan elastisitas pembuluh darah perifer akibat proses menua
akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer yang pada akhirnya
akan mengakibatkan hipertensi sistolik saja
Perubahan ateromatous akibat proses menua menyebabkan disfungsi
endotel yang berlanjut pada pembentukan berbagai sitokin dan substansi
kimiawi lain yang kemudian menyebabkan resorbsi natrium di tubulus
ginjal, meningkatkan proses sklerosis pembuluh darah perifer dan keadaan
lain yang berakibat pada kenaikan tekanan darah.
15
2.1.6 Diagnosis
Diagnosis hipertensi didasarkan pada pengukuran berulang-ulang
dari tekanan darah yang meningkat. Diagnosis hipertensi bertujuan untuk
menilai pola hidup dan identifikasi faktor-faktor risiko kardiovaskular
lainnya atau menilai adanya penyakit penyerta yang mempengaruhi
prognosis dan menentukan pengobatan, mencari penyebab kenaikan
tekanan darah, menentukan ada tidaknya kerusakan target organ dan
penyakit kardiovaskular. Hal yang perlu diingat bahwa diagnosis
hipertensi ditegakkan berdasarkan tekanan darah dan bukan dari gejala
yang dilaporkan pasien, karena kenyataannya hipertensi sering tidak
menimbulkan gejala (asimptomatik) sampai kerusakan organ target hampir
atau telah terjadi.
Diagnosis pasien hipertensi adalah dengan melakukan anamnesis
tentang keluhan pasien, riwayat penyakit terdahulu dan penyakit keluarga,
pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang.
2.1.6.1 Anamnesis
Seperti semua penyakit degeneratif pada usia lanjut, hipertensi
biasanya tidak memberi gejala apapun. Seringkali yang terlihat adalah
gejala akibat penyakit, komplikasi, atau penyakit yang menyertai. Hal-hal
yang dapat ditanyakan untuk mendapatkan informasi penyakit hipertensi
meliputi lama pasien menderita hipertensi dan tinggi tekanan darahnya.
Pada hipertensi primer, kadang-kadang peninggian tekanan darah
tanpa di ikuti oleh gejala. Gejala baru muncul setelah timbul komplikasi
pada organ lain seperti ginjal, mata, otak dan jantung.
Pada survei yang dilakukan di Indonesia tercatat berbagai keluhan
yang berhubungan dengan hipertensi, seperti sakit kepala, epistaksis, susah
tidur, telinga berdengung, sesak nafas, rasa berat ditengkuk, kaki bengkak,
pusing dan mata berkunang-kunang.
16
2.1.6.2 Pemeriksaan Fisik
Diagnosis seringkali juga didapatkan pada waktu mengadakan
asesmen geriatri atau general check-up. Yang penting apabila adanya
hipertensi sudah terdeteksi dengan tatacara pemeriksaan yang baik dan
benar, pemeriksaan menyeluruh (asesmen geriatrik) pada penderita harus
dikerjakan (fisik, sosial-ekonomi, psikologik dan lingkungan) sehingga
penatalaksanaan berkesinambungan pada penderita dapat dikerjakan.
Adapun cara pengukuran tekanan darah menurut Riskesdas, antara
lain :
1. Sebelum melakukan pengukuran tekanan darah, responden sebaiknya
menghindari aktivitas fisik serta kegiatan, seperti olahraga, merokok,
meminum kopi dan makan minimal 30 menit sebelum pengukuran.
Dan juga duduk beristirahat setidaknya 5-15 menit sebelum
pengukuran.
2. Pastikan sebelum dilakukan pemeriksaan, kandung kemih responden
dalam keadaan kosong karena akan mempengaruhi hasil pengukuran.
3. Hindari melakukan pengukuran dalam kondisi stres. Pengukuran
sebaiknya dilakukan dalam ruangan yang tenang dan dalam kondisi
tenang dan posisi duduk.
4. Pastikan responden duduk dengan posisi kaki tidak menyilang tetapi
kedua telapak kaki datar menyentuh lantai. Letakkan lengan kanan
responden di atas meja sehingga manset yang sudah di pasang sejajar
dengan jantung responden.
5. Singsingkan lengan baju pada lengan bagian kanan responden dan
memintanya untuk tetap duduk tanpa banyak bergerak, dan tidak
berbicara pada saat pengukuran. Apabila responden menggunakan baju
berlengan panjang, singsingkan lengan baju ke atas tetapi pastikan
lipatan baju tidak terlalu ketat sehingga tidak menghambat aliran darah
di lengan.
6. Pengukuran tekanan darah secara indirek dengan sfigmomanometer
pada arteri brakialis.
17
7. Manset di pompa 20-30 mmHg lebih tinggi dari tekanan aliran darah
maksimal (dalam keadaan ini tidak teraba denyut dibagian distal
manset).
8. Tekanan udara dalam manset kemudian dikempiskan perlahan-lahan
dengan menurunkan tekanan dalam manset 2-3 mmHg perdetik dan
darah mengalir kembali.
9. Stetoskop diletakkan tepat di distal dari manset.
10. Tekanan darah sistolik diambil pada ketinggian tekanan pada
manometer pada saat bunyi pertama terdengar (bunyi awal fase I pada
saat awal mengalirnya darah ke distal dari manset).
11. Tekanan diastolik diambil pada ketinggian tekanan pada manometer
pada saat bunyi yang terdengar hilang (fase V).
12. Pengukuran dilakukan dua kali untuk setiap posisi dengan sela 1 ± 5
menit.
13. Pengukuran dilakukan dalam dua posisi, yaitu duduk dan berdiri.
2.1.6.3 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium rutin yang dilakukan sebelum memulai
terapi bertujuan menentukan adanya kerusakan organ dan faktor risiko lain
atau mencari penyebab hipertensi. Berbagai pemeriksaan penunjang dan
laboratorium yang penting misalnya fungsi ginjal dan saluran kemih
(diantaranya ada-tidaknya pembesaran prostat), jantung, fungsi hati, paru,
kadar elektrolit darah, disamping pemeriksaan laboratorium rutin.
2.1.7 Tatalaksana
Pengobatan penderita hipertensi dapat dilakukan melalui dua cara
yaitu nonfarmakologis dan farmakologis. Pengobatan nonfarmakologis
lebih menekankan pada perubahan gaya hidup. Terapi nonfarmakologis
18
meliputi penurunan berat badan, penghentian obat yang memicu
peningkatan tekanan darah, pengurangan asupan garam, tidak merokok
dan minum alkohol, menghindari stres dan hiperlipidemia, olahraga dan
relaksasi seperti meditasi. Sedangkan terapi farmakologis yaitu terapi yang
menggunakan obat-obatan. Beberapa obat yang sering digunakan yaitu
diuretik, penyekat beta, golongan penghambat simpatetik, vasodilator,
ACE inhibitor, antagonis reseptor angiotensin II, obat yang bekerja secara
sentral dan antagonis kalsium.
Pengelolaan hipertensi pada dasarnya sama pada setiap tingkatan
usia. Direkomendasikan agar tekanan darah dapat mencapai kurang dari
140/90 mmHg. Khusus pada usia lanjut diatas 80 tahun, target tekanan
darah berdasarkan studi Hypertension in the Very Elderly Trial (HYVET)
adalah 150/80 mmHg. Sedangkan pada hipertensi diastolik target tekanan
darah adalah 85-90 mmHg, pada hipertensi sistolik terisolasi adalah
tekanan darah sistolik < 140 mmHg.
Pada usia lanjut penurunan berat badan (pada obesitas) dan
mengurangi asupan garam sangat penting dalam pengelolaan hipertensi.
Dalam studi trial of nonpharmacologicic interventions in the elderly
(TONE), pengurangan asupan garam sampai 2 gram sehari, berhasil
menurunkan tekanan darah selama lebih dari 30 bulan bahkan 40% pasien
dapat menghentikan penggunaan obat hipertensi. Apabila disertai dengan
penurunan berat badan didapatkan peurunan tekanan darah lebih lanjut.
Selain itu, dianjurkan melakukan latihan atau aktivitas fisik secara teratur
dan menghentikan konsumsi alkohol.
National Institute for Health and Clinical Excellence (NICE/BHS,
2006) merekomendasikan untuk memulai intervensi medikamentosa
antihipertensi bila : tekanan darah diatas 160/100 mmHg ; atau hipertensi
sistolik terisolasi (TDS > 160 mmHg) ; atau tekanan darah > 140 mmHg
dan disertai risiko kardiovaskular (+) atau kerusakan organ target atau
risiko kardiovaskular (dalam) 10 tahun minimal 20%.
19
Pengobatan hipertensi harus dimulai sejak dini untuk mencegah
kerusakan organ sasaran , tanpa memandang usia. Diuretika dianjurkan
sebagai pengobatan pertama hipertensi sistolik terisolasi. Pada usia lanjut
penurunan tekanan darah harus dilakukan hati-hati dengan memperhatikan
apakah terdapat hipertensi berat yang lama. Pada hipertensi resisten
diperlukan waktu yang cukup untuk mencapai sasaran.
Oleh karena hipertensi merupakan penyakit sistemik yang tidak dapat
disembuhkan dan hanya dapat dikontrol, maka penting sekali peran
keluarga dan lingkungan penderita dalam membantu pengobatan dan
penciptaan lingkungan yang baik bagi penderita sehingga kualitas hidup
penderita menjadi lebih baik. Kontrol pada penderita hipertensi sebaiknya
dilakukan secara teratur, setiap bulan, setengah bulan atau seminggu,
tergantung pada derajat hipertensinya. Dengan kontrol yang teratur,
peningkatan tekanan arah dapat segera diketahui, sehingga usaha-usaha
untuk mencegah komplikasi dapat segera dilakukan.
2.1.8 Komplikasi
Komplikasi hipertensi biasanya terjadi bila tekanan diastol ≥ 130
mmHg atau pada peningkatan tekanan darah yang tinggi dan mendadak.
20
Setiap negara mempunyai pola komplikasi yang berbeda. Di Indonesia,
komplikasi jantung dan serebrovaskular paling sering ditemukan.
Komplikasi hipertensi yakni gangguan penglihatan, gangguan
neurologi, gangguan fungsi ginjal dan gagal jantung. Hipertensi
menyebabkan aterosklerosis dan trombosis sehingga terjadi penyumbatan
pembuluh darah. Jika peyumbatan terjadi di otak maka akan menyebabkan
stroke. Pada mata, hipertensi dapat menyebabkan retinopati hipertensi dan
kebutaan. Pada jantung, hipertensi akan menyebabkan penyakit jantung
koroner, gagal jantung dan infark jantung, sedangkan pada ginjal
hipertensi menyebabkan gagal ginjal kronik dan gagal ginjal terminal.
2.2 Kerangka Teori
21
ff
2.3 Kerangka Konsep
Usia Jenis Kelamin
Diagnosis
Asupan Na meningkat
Perubahan Genetik
Stres Faktor Genetik
Obesitas
Retensi Na di ginjal
Luas infiltrat menurun
Aktivitas Simpatis Meningkat
Renin Angiotensin meningkat
Perubahan membran sel
Hiper-insulinemia
Volume cairan meningkat
Konstriksi Vena
Preload meningkat
Kontraktilitas meningkat
Konstriksi Fungsional
Hipertropi struktural
Curah Jantung Meningkat Tahanan Perifer Meningkat
Hipertensi
Komplikasi Organ Target
Otak
Stroke
Mata Jantung Ginjal
Retinopati Hipertensi
Kebutaan PJK Gagal jantung
GGK GGT
22
Anamnesis :
Sakit Kepala
Rasa berat ditengkuk
Epistaksis
Susah tidur
Mata berkunang-kunang
Pemeriksaan fisik :
Pengukuran tekanan
darah
HipertensiTidak hipertensi
Komplikasi organ
target
Tidak ada
komplikasi
Gagal GinjalGagal JantungStrokePenyakit Jantung
Koroner (PJK)
Retinopati Hipertensi
top related