bab ii gusti,22-6-12.doc
Post on 25-Oct-2015
33 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Demam Dengue adalah penyakit infeksi virus akut yang seringkali disertai
dengan gejala sakit kepala, nyeri tulang atau sendi dan otot, ruam dan leukopenia.
Demam Berdarah Dengue ditandai dengan manifestasi klinis utama yaitu demam
tinggi, fenomena hemoragik, sering dengan hepatomegali dan pada kasus berat ada
tanda-tanda kegagalan sirkulasi. Pasien dapat mengalami syok hipovolemik
(penurunan cairan) akibat kebocoran plasma. Pada keadaan ini disebut sebagai
Dengue Shock Syndrome dan dapat berakibat fatal yaitu kematian.12
B. Etiologi
Demam berdarah dengue merupakan penyakit demam akut yang disebabkan
oleh salah satu dari empat serotipe virus dengue,yaitu tipe I – IV (DEN-I, DEN-2,
DEN-3, dan DEN-4,) yang ditandai dengan demam akut selama 2-7 hari, kadang-
kadang bersifat bifastik, disertai manifestasi perdarahan dan dapat menimbulkan syok
serta kematian. 15
Virus dengue merupakan virus RNA rantai tunggal, genus flavivirus dari
family Flaviviridae, terdiri atas 4 tipe virus yaitu D1, D2, D3 dan D4. Struktur
antingen ke empat serotipe ini sangat mirip satu dengan yang lain, namun antibodi
terhadap masing–masing tipe virus tidak dapat saling memberikan perlindungan
7
8
silang. Variasi genetik yang berbeda pada ke-4 serotipe ini tidak hanya menyangkut
antar tipe virus, tetapi juga di dalam tipe virus itu sendiri tergantung waktu dan
daerah penyebarannya. Virus dengue berukuran 35-45 nm seperti terlihat pada
Gambar 2.1 di bawah ini.
Gambar 2.1 Struktur virus Dengue melalui Mikroskop krioelektron32
Gambar 2.2 struktur virus dengue32
Penularan penyakit Demam Berdarah Dengue terjadi melalui gigitan nyamuk
Aedes yang terinfeksi dengan DBD kemudian ditularkan pada orang sehat. nyamuk
betina menggigit atau menghisap darah orang yang mengalami infeksi Dengue,
kemudian virus Dengue akan masuk kedalam tubuh nyamuk. virus Dengue
memerlukan waktu 9 hari untuk hidup dan berkembangbiak di dalam air liur nyamuk.
9
Nyamuk yang terjangkit virus Dengue kemudian menggigit manusia dan
memasukkan virus Dengue yang berada didalam air liurnya kedalam sistem aliran
darah manusia. Masa inkubasi berlangsung selama 3-15 hari dimana penderita akan
mulai mengalami demam tinggi.9
C. Epidemiologi
Infeksi dengue secara alami pertama kali menyerang manusia dan nyamuk
Aedes aegypti. Aedes aegypti merupakan spesies vektor yang paling penting di
seluruh dunia. Nyamuk ini terbang setiap hari dengan aktivitas menggigit lebih sering
pada pagi dan sore hari. Manusia adalah hospes yang paling rentan dan sifat
kerentanan ini tidak di pengaruhi oleh usia, jenis kelamin atau ras. 16
Insiden Demam Dengue dan Demam Berdarah Dengue telah meningkat pesat
sejak 40 tahun lalu. Pada tahun 1996, terdapat sekitar 20 juta kasus infeksi dengue
diantara 2500-3000 masyarakat yang tinggal di daerah dengan resiko potensial
transmisi virus dengue. Tiap – tiap tahun diperkirakan terdapat sekitar 20 juta kasus
infeksi dengue, yang mengakibatkan angka kematian sekitar 24.000 jiwa.6
Demam Berdarah Dengue di Indonesia pertama kali di curigai di Surabaya
pada tahun 1968, tetapi konfirmasi virologis baru diperoleh pada tahun 1970. Kasus
pertama di Jakarta di laporkan pada tahun 1969, lalu di Bandung dan Yogyakarta
pada tahun 1972. Epidemiologi pertama di luar jawa di laporkan pada tahun 1972 di
Sumatera Barat dan Lampung, di susul oleh Riau, Sulawesi Utara dan Bali pada tahun
1973. Pada tahun 1974, epidemiologi dilaporkan di Kalimantan Selatan dan Nusa
10
Tenggara Barat. Pada tahun 1994, DBD sudah endemis di banyak kota besar, bahkan
sejak tahun 1975 penyakit ini telah terjangkit di daerah pedesaan.13
Demam Berdarah Dengue menyerang semua kelompok umur, namun yang
paling parah apabila mengenai bayi, balita dan anak-anak prasekolah.5 Beberapa
faktor yang mempengaruhi kejadian DBD antara lain kebiasaan menampung air
bersih untuk keperluan sehari-hari, sanitasi lingkungan yang kurang baik, dan
penyediaan air bersih yang langka. Kasus DBD cenderung meningkat pada musim
hujan yang menyebabkan frekuensi gigitan nyamuk meningkat.
Insiden DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk pada
tahun 1989 hingga tahun 1995. Kejadian luar biasa hingga 35 per 100.000 penduduk
terjadi pada tahun 1998, sedangkan morbiditas DBD cenderung menurun hingga
mencapai 2% pada tahun 1999. Sampai saat ini DBD telah ditemukan diseluruh
propinsi di Indonesia, dan 200 kota telah melaporkan adanya kejadian luar biasa.4
Angka kejadian DBD di provinsi Lampung berkisar 1.212 kasus. Berdasarkan
data SKRT Dinas kesehatan provinsi lampung tahun 2011 menunjukkan angka
kejadian DBD masing-masing kabupaten di wilayah provinsi Lampung adalah
sebagai berikut seperti terlihat pada Tabel 2.1 di bawah ini:
Tabel 2.1. Angka Kejadian Penyakit DBD di Provinsi Lampung tahun 2011
.
No. Kabupaten Jumlah Kasus
1 Kota. Bandar Lampung 399
2 Kota. Metro 20
11
3 Kab. Lampung Selatan 81
4 Kab. Lampung Utara 339
5 Kab. Lampung Barat 17
6 Kab. Lampung Tengah 46
7 Kab. Lampung Timur 16
8 Kab. Mesuji 12
9 Kab. Pesawaran 43
10 Kab. Pringsewu 106
11 Kab. Tanggamus 56
12 Kab. Tulang Bawang 40
13 Kab. Tulang Bawang Barat 17
14 Kab. Way Kanan 20
D. Manifestasi klinik
Demam dengue merupakan manifestasi klinis yang ringan, sedangkan DBD
dan DDS merupakan manifestasi yang berat.21 Manifestasi klinis tergantung dari
berbagai faktor yang mempengaruhi daya tahan tubuh penderita. Terdapat berbagai
keadaan mulai dari tanpa gejala (asimtomatik) demam ringan yang tidak spesifik
(undifferentiated febrile illness), Demam Dengue, Demam Berdarah Dengue dan
Sindrom Syok Dengue. Berbagai spektrum klinis penyakit DBD dapat dilihat pada
Gambar 2.2 di bawah ini.
12
Infeksi virus dengue
Asimptomatik Simptomatik
Demam tidak spesifik Demam Dengue
Perdarahan (-) Perdarahan (+) Syok (-) Syok (+)
(SSD)
DD DBD
Gambar 2.3 Spektrum Klinis Infeksi virus dengue(13)(poorwo soedarmo,2005)
Perjalanan infeksi biasanya khas pada anak yang terinfeksi. Fase pertama
yang relatif ringan dengan demam yang mendadak, malaise, muntah, nyeri kepala,
anokresia dan batuk. Pada fase kedua penderita biasanya menderita ekstremitas
dingin, lembab, badan panas, muka merah, keringat banyak, gelisah, iritabel, dan
nyeri mid-epigastrik. Sering kali ada petekie yang tersebar pada dahi dan tungkai,
ekimosis dan mudah memar serta berdarah pada tempat pungsi vena. Pernapasan
dapat cepat dan disertai nadi lemah dan cepat. Gejala lain dapat ditemukan
pembesaran hepar berkisar 4-5 cm.18
Gejala klinis DBD meliputi demam tinggi, perdarahan, terutama perdarahan
kulit, hepatomegali, dan kegagalan peredaran darah (circulatory failure).
13
Patofisiologi yang membedakan dan menentukan derajat penyakit DBD dan Demam
Dengue yaitu peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah, menurunnya
volume plasma, trombositopeni, dan diastesis hemoragik.
Umumnya pasien mengalami fase demam selama 2-7 hari, yang diikuti
dengan fase kritis selama 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam,
akan tetapi mempunyai risiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapatkan
pengobatan yang adekuat. Gejala DBD yaitu demam tinggi mendadak antara 38 – 40
% C selama 2 – 7 hari yang disertai mual, muntah, nafsu makan menurun, nyeri sendi
atau nyeri otot (pegal – pegal), sakit kepala, nyeri atau rasa panas di belakang bola
mata, wajah kemerahan, sakit perut (diare) disertai pembesaran kelenjar pada leher
dan tenggorokan. Gejala lanjut terjadi pada hari ke 3-5 yang merupakan saat yang
berbahaya di mana terjadi penurunan suhu badan seolah–olah anak sembuh karena
tidak demam lagi.
Keadaan syok merupakan keadaan yang sangat berbahaya karena semua organ
tubuh kekurangan oksigen dan dapat menyebabkan kematian dalam waktu singkat.
Hari ke 6 demam dan seterusnya merupakan saat penyembuhan di mana demam
menghilang dan suhu menjadi normal kembali. Fase penyembuhan ditandai dengan
adanya sinus bradikaridia atau aritmia jantung serta petekie yang menyeluruh
sebagaimana biasanya terjadi pada kasus DD.
E. Patogenesis
14
Patogenesis DBD sampai saat ini masih diperdebatkan dan belum dapat
diketahui secara jelas. Terdapat dua teori yang dikemukakan dan paling sering dianut
adalah : Virulensi virus dan Imunopatologi yaitu Hipotesis Infeksi Sekunder
Heterolog (The Secondary Heterologous Infection). Teori lainnya adalah teori
endotel, endotoksin, mediator, dan apoptosis.
1. Virulensi Virus
Virus Dengue merupakan keluarga flaviviridae dengan empat serotip (DEN 1,
2, 3, 4) yang terdiri dari genom RNA stranded yang dikelilingi oleh nukleokapsid.
Virus Dengue memerlukan asam nukleat untuk bereplikasi, sehingga mengganggu
sintesis protein sel pejamu. Kapasitas virus untuk mengakibatkan penyakit pada
pejamu disebut virulensi. Virulensi virus berperan untuk :
a. Menginfeksi lebih banyak sel,
b. Membentuk virus progenik,
c. Menyebabkan reaksi inflamasi hebat,
d. Menghindari respon imun mekanisme efektor.
Penelitian terakhir memperkirakan bahwa terdapat perbedaan tingkatan virulensi
virus dalam hal kemampuan mengikat dan menginfeksi sel target. Perbedaan
manifestasi klinis demam dengue, DBD dan DSS mungkin disebabkan oleh
varian-varian virus dengue dengan derajat virulensi yang berbeda-beda.
2. Teori Imunopatologi
15
Hipotesis infeksi sekunder oleh virus yang heterologous (secondary
heterologous infection) menyatakan bahwa pasien yang mengalami infeksi kedua
kalinya dengan serotipe virus dengue yang heterolog akan mempunyai risiko yang
lebih besar untuk menderita DBD dan DSS. Antibodi heterolog yang telah ada
sebelumnya akan mengenali virus lain yang telah menginfeksi dan kemudian
membentuk kompleks antigen antibodi yang kemudian berikatan dengan reseptor
dari membrane sel leukosit, terutama makrofag. Antibodi yang heterolog
menyebabkan virus tidak dinetralisasi oleh tubuh sehingga akan bebas melakukan
replikasi dalam sel makrofag. Dihipotesiskan juga mengenai antibody dependent
enhancement (ADE), yaitu suatu proses yang akan meningkatkan infeksi sekunder
pada replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear yaitu terbentuknya komplek
imun dengan virus yang berkadar antibodi rendah dan bersifat subnetral dari
infeksi primer seperti terlihat pada Gambar 2.4 di bawah ini.
Gambar 2.4 Teori ADE24
16
Komplek imun melekat pada reseptor sel mononukleus fagosit (terutama
makrofag) untuk mempermudah virus masuk ke sel dan meningkatkan
multiplikasi. Kejadian ini menimbulkan viremia yang lebih hebat dan semakin
banyak sel makrofag yang terkena. Sedangkan respon pada infeksi tersebut terjadi
sekresi mediator vasoaktif yang mengakibatkan terjadinya keadaan hipovolemia
dan syok.
3. Teori Endotoksin
Syok pada DBD menyebabkan iskemia usus, yang kemudian menyebabkan
translokasi bakteri dari lumen usus ke dalam sirkulasi. Endotoksin sebagai
komponen kapsul luar bakteri gram negative akan mudah masuk ke dalam
sirkulasi pada keadaan iskemia berat. Telah dibuktikan oleh peneliti sebelumnya
bahwa endotoksin berhubungan erat dengan kejadian syok pada Demam Berdarah
Dengue. Endotoksinemia terjadi pada 75% Sindrom Syok Dengue dan 50%
Demam Berdarah Dengue tanpa syok.
4. Teori Mediator
Makrofag yang terinfeksi virus Dengue mengeluarkan sitokin yang disebut
monokin dan mediator lain yang memacu terjadinya peningkatan permeabilitas
vaskuler dan aktivasi koagulasi dan fibrinolisis sehingga terjadi kebocoran
vaskuler dan perdarahan.
17
Gambar 2.5: Teori Mediator. 24
5. Teori Apoptosis
Apoptosis adalah proses kematian sel secara fisiologis yang merupakan reaksi
terhadap beberapa stimuli. Akibat dari apoptosis adalah fragmentasi DNA inti sel,
vakuolisasi sitoplasma, peningkatan granulasi membran plasma menjadi DNA
18
subseluler yang berisi badan apoptotik.
Gambar 2.6: Teori apoptosis.24
6. Teori Endotel
Virus Dengue dapat menginfeksi sel endotel secara in vitro dan menyebabkan
pengeluaran sitokin dan kemokin. Sel endotel yang telah terinfeksi virus Dengue
dapat menyebabkan aktivasi komplemen dan selanjutnya menyebabkan
peningkatan permeabilitas vaskuler dan dilepaskannya trombomodulin yang
merupakan pertanda kerusakan sel endotel. Bukti yang mendukung adalah
kebocoran plasma yang berlangsung cepat dan meningkatnya hematokrit dengan
mendadak.
Pada infeksi sekunder heterolog, virus berperan sebagai super antigen setelah
difagosit oleh monosit atau makrofag, membentuk Ab non-netralising serotipe
19
yang berperan cross-reaktif serta kompleks Ag-Ab yang mengaktifkan sistem
komplemen (terutama C3a danC5a) dan histamin.11
Reaksi sekunder setelah peningkatan replikasi virus intra sel adalah: aktivasi
system komplemen (C3 dan C5), degranulasi sel mast dan aktivasi sistem kinin.28
Infeksi simultan oleh dua atau lebih serotipe virus dalam jumlah besar.
Secara teoritis -dan telah ditemukan laporan- seorang penderita terinfeksi oleh
empat serotipe virus secara simultan. 14
Status nutrisional pejamu, berkaitan dengan status gizi dan imunologis,risiko
komplikasi maupun infeksi sekunder.
Pada kasus penderita usia di bawah 14 tahun, terdapat perbedaan kejadian
renjatan berdasarkan status nutrisional. Penderita DBD dengan gizi kurang atau
dengan obesitas, lebih banyak mengalami renjatan. 27
Kondisi demografis setempat. Pada daerah endemik, risiko terhadap infeksi
sekunder akan semakin besar. Termasuk kepadatan vektor nyamuk di suatu daerah.9
Kegagalan penanggulangan secara dini.11
Perdarahan intravaskuler menyeluruh ditandai dengan penurunan faktor
pembekuan dan trombositopenia yang tidak ditangani dengan baik, akan
mengakibatkan perdarahan spontan lanjutan yang makin masif.
Perubahan patofisiologi mayor yang ditemukan pada kasus-kasus di atas berkisar
pada pertama, peningkatan permeabilitas vaskuler yang mengakibatkan perembesan
plasma, hipovolemia dan berujung pada renjatan.
20
Kedua, abnormalitas sistem hemostasis akibat vaskulopati, trombositopenia
dan koagulopati. Hal ini menyebabkan pelbagai manifestasi perdarahan yang
mengancam kehidupan penderita. 3,10
Perembesan plasma diduga terjadi karena proses imunologi dan kerusakan
endotel.11,21
Trombositopeni disamping disebabkan oleh depresi sumsum tulang13 serta
agregasi trombosit sebagai reaksi tubuh terhadap infeksi virus dengue juga
disebabkan karena konsumsi trombosit yang meningkat4,10, sebagaimana juga
ditemukan penurunan fungsi trombosit (trombositopati).9,24 Keadaan trombositopenia
dan trombositopati akan mengakibatkan kerapuhan vaskuler serta gangguan
perdarahan13 Akibat lanjut dari hal ini adalah perdarahan spontan yang makin
menjadi. Sedangkan vaskulopati akan merangsang aktivasi faktor pembekuan.9
E.1 Patofisiologi
Patofisiologi primer pada Demam Berdarah Dengue (DBD) terjadi
peningkatan akut permeabilitas vaskuler yang mengarah pada kebocoran plasma ke
dalam ruang ekstra vaskuler, sehingga akan menimbulkan hemokonsentrasi dan
penurunan tekanan darah. Volume plasma menurun mencapai 20% pada kasus berat
yang diikuti efusi pleura, hemokonsentrasi dan hipoproteinemia. Jika penderita sudah
stabil dan mulai sembuh, cairan ekstravasasi diabsorbsi dengan cepat dan
menimbulkan penurunan hematokrit. Perubahan hemostasis pada Demam Berdarah
Dengue (DBD) dan Dengue Syok Syndrome (DSS) yang akan melibatkan 3 faktor
yaitu: (1) perubahan vaskuler; (2) trombositopenia; dan (3) kelainan koagulasi.
21
Virus akan berkembang di dalam peredaran darah dan akan ditangkap oleh
makrofag. Segera terjadi viremia selama 2 hari sebelum timbul gejala dan berakhir
setelah lima hari gejala panas mulai. Makrofag akan segera bereaksi dengan
menangkap virus dan memprosesnya sehingga makrofag menjadi APC(Antigen
Presenting Cell). Antigen yang menempel di makrofag ini akan mengaktifasi sel T-
Helper dan menarik makrofag lain untuk memfagosit lebih banyak virus. T-helper
akan mengaktifasi sel T-sitotoksik yang akan melisis makrofag yang sudah
memfagosit virus. Juga mengaktifkan sel B yang akan melepas antibodi. Ada 3 jenis
antibodi yang telah dikenali yaitu antibodi netralisasi, antibodi hemagglutinasi,
antibodi fiksasi komplemen.31
Proses diatas menyebabkan terlepasnya mediator-mediator yang merangsang
terjadinya gejala sistemik seperti demam, nyeri sendi, otot, malaise dan gejala
lainnya. Dapat terjadi manifetasi perdarahan karena terjadi aggregasi trombosit yang
menyebabkan trombositopenia, tetapi trombositopenia ini bersifat ringan.
22
Gambar 2.7 : Respon Imun.24
Respon imun humoral atau seluler muncul akibat dari infeksi virus dengue.
Antibodi yang muncul pada umumnya adalah IgG dan IgM, pada infeksi Dengue
primer antibodi mulai terbentuk dan pada infeksi sekunder kadar antibodi yang ada
telah meningkat.
Antibodi terhadap virus Dengue dapat ditemukan di dalam darah sekitar
demam pada hari ke 5, meningkat pada minggu pertama sampai minggu ketiga dan
menghilang setelah 60-90 hari. Pada infeksi primer antibodi IgG meningkat pada
demam hari ke-14 sedangkan pada infeksi sekunder antibodi IgG meningkat pada hari
kedua. Diagnosis dini pada infeksi primer hanya dapat ditegakkan dengan mendeteksi
antibodi IgM setelah hari kelima, sedangkan pada infeksi sekunder dapat ditegakkan
lebih dini dengan adanya peningkatan antibodi IgG dan IgM yang cepat.
23
Trombositopenia merupakan kelainan hematologi yang sering ditemukan pada
sebagian besar kasus Demam Berdarah Dengue.
Trombosit mulai menurun pada masa demam dan mencapai nilai terendah
pada masa syok. Jumlah trombosit secara cepat meningkat pada masa konvalesen dan
nilai normal biasanya tercapai pada 7-10 hari sejak permulaan sakit. Trombositopenia
dan gangguan fungsi trombosit dianggap sebagai penyebab utama terjadinya
perdarahan pada DBD.
Gangguan hemostasis melibatkan perubahan vaskuler, pemeriksaan tourniquet
positif, mudah mengalami memar, trombositopenia dan koagulopati. DBD stadium
akut telah terjadi proses koagulasi dan fibrinolisis, Disseminated Intravaskular
Coagulation (DIC) dapat dijumpai pada kasus yang berat dan disertai syok dan secara
potensial dapat terjadi juga pada kasus DBD tanpa syok. Terjadinya syok yang
berlangsung akut dapat cepat teratasi bila mendapatkan perawatan yang tepat dan
melakukan observasi disertai pemantauan perembesan plasma dan gangguan
hemostatis.
F. Diagnosis
Kriteria Diagnosis DBD
Diagnosis klinik penyakit DBD dapat ditegakkan apabila ditemukan dua atau
tiga gejala klinik yang disertai trombositopenia dan hemokonsentrasi.
1. Demam tinggi mendadak (38,2-40 °C) dan terus-menerus selama 2-7 hari
tanpa sebab yang jelas. Demam pada penderita DBD disertai batuk, faringitis,
24
nyeri kepala, anoreksia, nausea, vomitus, nyeri abdomen, selama 2-4 hari,
juga mialgia (jarang), atralgia, nyeri tulang29 dan lekopenia26
2. Manifestasi perdarahan, biasanya pada hari kedua demam, termasuk setidak-
tidaknya uji bendung (uji Rumple Leede/ Tourniquette) positif dan salah satu
bentuk lain perdarahan antara lain purpura, ekimosis, hematoma, epistaksis,
pendarahan gusi dan konjuntiva, perdarahan saluran cerna (hematemesis,
melena, atau hematochezia), mikroskopik hematuria atau menorrhagia18
3. Hepatomegali, mulai dapat terdeteksi pada permulaan demam.
4. Trombositopenia (100.000/mm_ atau kurang) biasanya ditemukan pada hari
ke dua/tiga, terendah pada hari ke 4-6, sampai hari ke tujuh/sepuluh sakit.10,13
5. Tanda perembesan plasma yaitu:
a. Hemokonsentrasi yang dapat dilihat dari :
1) peningkatan kadar hematokrit setinggi kadar hematokrit pada masa
pemulihan.
2) peningkatan kadar hematokrit sesuai usia dan jenis kelamin > 20%
dibandingkan dengan kadar rujukan atau lebih baik lagi dengan data
awal pasien.
3) penurunan kadar hematokrit 20% setelah mendapat penggantian
cairan.
b. hipoalbuminemia.
c. efusi pleura, asites atau proteinuria.
25
Diagnosa ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis WHO (1997)15.
Terdiri dari Kriteria klinis dan Laboratorium sebagai berikut :
1) Kriteria Klinis
a. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab jelas, berlangsung terus menerus
selama 2-7 hari.
b. Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan uji tourniquet positif,
petekie, ekimosis, perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi,
hematemesis, dan melena
c. Pembesaran hati
d. Shock ditandai dengan nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan
nadi, hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab, dan pasien tampak
gelisah.
WHO (1997) membagi derajat penyakit DBD dalam 4 derajat yaitu15 :
Derajat I : Demam dengan uji bendung positif.
Derajat II : Derajat I disertai perdarahan spontan di kulit atau perdarahan lain.
Derajat III : Ditemui kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekan nadi
menurun (< 20mmHg) atau hipotensi disertai kulit yang lembab dan pasien
menjadi gelisah.
Derajat IV : Shock berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah tidak
dapat diukur.
26
2) Laboratorium
2.1. Pemeriksaan Hematologi
a. Trombositopenia (< 100.000/mm3)
b. Hemokonsentrasi (kadar Ht > 20% dari normal)Nilai normal HMT:
Anak : 33-38%
Laki-laki Dewasa : 40-50%
Perempuan Dewasa : 36-44%
c. Leukosit ( < 4000 sel/mm3 )
2.2. Pemeriksaan Serologis
a. Dengue Rapid IgM – IgG anti dengue
Pada infeksi primer, kadar tinggi IgM baru muncul 4 – 6 hari setelah
demam dan bertahan sampai 10 minggu. Sedangkan IgG baru muncul
2 minggu setelah demam dan bertahan seumur hidup. Kadar IgM
rendah pada infeksi sekunder , sedangkan IgG naik cepat 1 – 2 hari
setelah timbulnya demam pada kadar lebih tinggi dari kadar pada
infeksi primer.
27
b. Hematokrit
1. Pengertian
Kadar hematokrit (packed red cell volume) adalah konsentrasi
(dinyatakan dalam persen) eritrosit dalam 100 ml (1 dL) darah
lengkap.3 Dengan demikian kadar hematokrit adalah parameter
hemokonsentrasi serta perubahannya. Kadar hematokrit akan
meningkat saat terjadinya peningkatan hemokonsentrasi, baik oleh
peningkatan kadar sel darah atau penurunan kadar plasma darah,
misalnya pada kasus hipovolemia. Sebaliknya kadar hematokrit akan
menurun ketika terjadi penurunan hemokonsentrasi, karena penurunan
kadar seluler darah atau peningkatan kadar plasma darah, antara lain
saat terjadinya anemia.
Pengukuran kadar hematokrit dilakukan dengan menggunakan
dua metode
yaitu:
a. Metode langsung, dengan cara makro atau mikro. Cara mikro kini
lebih banyak digunakan, karena hasilnya dapat diperoleh dengan
lebih cepa dan akurat.
b. Metode tidak langsung, yaitu dengan menggunakan konduktivitas
elektrik dan komputer.24
28
c. Trombosit
Trombosit dibentuk dalam sumsum tulang melalui proses
fragmentasi sitoplasma megakariosit. Bentuknya discoid, tak berinti
(diameternya sekitar 2-3 µm). Nilai normal 150.000-400.000/mm³ .24
Fungsi trombosit pada umunya adalah pembentukan sumbat
mekanik selama respon hemostatis normal terhadap cedera vaskuler.
Tanpa trombosit, dapat terjadi kebocoran darah spontan melalui
pembuluh darah kecil. Reaksi trombosit dapat berupa adhesi, sekresi,
agregrasi, dan fusi serta aktivitas prokoagulannya sangat penting untuk
fungsinya. Trombosit berperan penting dalam bekuan darah.
Trombosit dalam keadaan normal bersirkulasi ke seluruh tubuh
melalui aliran darah. Namun, dalam beberapa detik setelah kerusakan
suatu pembuluh, trombosit tertarik ke daerah tersebut sebagai respons
terhadap kolagen yang terpajan di lapisan subendotel pembuluh.
Trombosit melekat ke permukaan yang rusak dan mengeluarkan
beberapa zat ( termasuk serotonin dan histamin ) yang menyebabkan
vasokonstriksi pembuluh. Ini adalah langkah pertama untuk
mengurangi aliran darah ke daerah tersebut. Histamin dan serotonin
kemudian menyebabkan vasodilatasi berkepanjangan, suatu langkah
penting pada reaksi peradangan.24
29
I. Hubungan antara kadar Hematokrit dan Trombosit terhadap hasil pemeriksaan serologis
Diagnosis DBD dilakukan dengan melihat gejala klinis dan laboratorium.
Pemeriksaan laboratorium yang saat ini dipakai untuk menunjang diagnosis demam
dengue baik primer maupun sekunder adalah dengan menggunakan pemeriksaan IgM
dan atau IgG anti dengue karena dapat diperoleh hasil yang cepat dan sensitivitas
mirip dengan uji hemaglutinasi inhibisi (HI). Pemeriksaan ini cukup mahal.
Hematokrit dipakai untuk menentukan derajat hemokonsentrasi seorang penderita.
Selain itu juga dipantau kadar trombosit pada penderita demam berdarah.
Penderita dengan diagnosis DBD derajat dua dan tiga pada hari keempat
demam diambil sampel darahnya dan dilakukan pemeriksaan hematologi dan dengue
blot.
Bila hasil dengue blot IgG positif dan IgM negatif atau IgG positif dan IgM
positif penderita dikelompokkan sebagai dengue sekunder. Bila hasil dengue
menunjukkan hasil IgG negatif dan IgM positif penderita dikelompokkan sebagai
dengue primer diare dan dehidrasi digunakan untuk menghindari adanya keadaan
hemokonsentrasi yang akan mempengaruhi kadar hematokrit.25
Penurunan jumlah trombosit atau trombositopenia pada umumnya terjadi sebelum
ada peningkatan hematokrit dan terjadi sebelum suhu turun.
Berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Pusparini di dapatkan bahwa kadar
trombosit lebih dapat dijadikan acuan sebagai indikator diagnosis infeksi dengye
primer dan sekunder.
30
K. Kerangka Teori
Kerangka teori penelitian adalah hubungan antara teori – teori yang diamati
atau di ukur melalui penelitian yang akan dilakukan. Adapun kerangka teori yang
akan di teliti yaitu:
Gambar 2.8 : Kerangka teori
kriteria klinis : Demam
2 – 7 hari terus – menerus Nyeri kepela Mual, muntah anoreksia malaise mialgia atralgia Manifestasi perdarahan
- uji tourniquet +
- ptekie, ekimosis
- epitaksis- hematemesis- perdarahan
gusi
- melena
Kriteria Laboratorium Trombosit
< 100.000/mm3 Hematokrit
meningkat ≥ 20
Pemeriksaan Serologis IgG IgM
Infeksi Demam Dengue
31
L. Kerangka Konsep
Kriteria Laboratotium Trombosit Hematokrit
Gambar 2.9 : Kerangka Konsep
M. Hipotesis
1. Adanya hubungan antara kadar hematokrit dengan infeksi demam dengue
primer dan sekunder
2. Adanya hubungan antara kadar trombosit dengan infeksi demam dengue
primer dan sekunder
Demam dengue Primer ( IgM)Demam dengue Sekunder (IgG)
Kriteria Klinis Demam Perdarahan
top related