bab i pendahuluan a. latar belakang masalaheprints.ums.ac.id/24760/2/04._bab_i.pdf · sungguh...
Post on 11-Jan-2020
20 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Karya sastra adalah sebuah karya yang menyajikan berbagai karya
imajinasi yang ditulis secara kreatif dengan perasaan, kejujuran dan ide-
ide yang cemerlang dari penulis karya sastra itu sendiri. Setiap karya sastra
pastilah mempunyai daya imajinasi sendiri-sendiri karena setiap penulis
mempunyai gaya tersendiri dalam menyalurkan idenya saat membuat
sebuah karya sastra. Munculnya karya sastra di tengah masyarakat
mempunyai manfaat tersendiri sebagai bahan bacaan mereka untuk
mengenal lebih dekat tentang karya sastra juga agar masyarakat bisa
mengetahui perkembangan karya sastra di dunia dari generasi ke generasi.
Sungguh memahami hakikat sastra itu secara singkat dan jelas
tidaklah mudah, namun itu harus dilakukan, rumusan itu harus dibuat,
karena banyak orang yang berkepentingan dengan rumusan masalah itu,
misalnya para penelaah sastra, para guru, dan para murid yang sedang
menekuni pengajaran sastra di Indonesia dan menambah wawasan bagi
mereka yang mempelajari sastra lebih dalam.
Sastra adalah suatu kegiatan kreatif sebuah karya seni yang
memiliki kekhasan dan sistematis. Karya sastra lahir karena adanya
keinginan dari pengarang untuk mengungkapkan eksistensinya sebagai
manusia yang berisi ide, gagasan, dan pesan tertentu yang diilhami oleh
2
imajinasi dan realitas sosial budaya pengarang serta menggunakan media
bahasa sebagai penyampainnya. Karya sastra lahir dari pengekspresian
pengalaman yang ada dalam jiwa pengarang secara mendalam melalu
proses imajinasi (Aminuddin, 2002:57).
Puisi sebagai salah satu karya seni sastra dapat dikaji dari
bermacam-macam aspeknya. Puisi dapat dikaji struktur dan unsur-
unsurnya, mengingat bahwa puisi itu adalah struktur yang tersusun dari
bermacam-macam unsur dan sarana-sarana kepuitisan (Pradopo, 1987:3).
Meskipun demikian, orang tidak dapat memahami puisi secara sepenuhnya
tanpa mengetahui dan menyadari bahwa puisi secara sepenuhnya tanpa
mengetahui dan menyadari bahwa puisi itu karya estetis yang bermakna,
yang mempunyai arti, bukan hanya sesuatu yang kosong tanpa makna.
Oleh karena itu, sebelum pengkajian aspek-aspek yang lain, perlu lebih
dahulu puisi dikaji sebagai sebuah struktur yang bermakna dan bernilai
estetis.
Peneliti mengambil kumpulan puisi Lagu Cinta Para Pendosa
sebagai objek studi stilistika. Pemilihan kumpulan puisi Lagu Cinta Para
Pendosa ini didasarkan pada segi bahasa figuratif yang menarik untuk
dikaji dan cara implementasinya sebagai pembelajaran sastra Bahasa
Indonesia di Sekolah khususnya di SMA.
Zaim Rofiqi adalah seorang penulis muda yang karya-karyanya
sangat segar dan hasil karyanya termasuk dalam puisi baru. Isi yang
terkandung di dalam kumpulan puisi Lagu Cinta Para Pendosa ini
3
mengandung makna-makna dan kata-kata yang sebenarnya mudah
dipahami tetapi dibuat agak sedikit rumit dengan mempermainkan kata-
kata di dalamnya sehingga terbentuk sebuah puisi yang apik. Banyak
sekali menggunakan majas dan kata kiasan sehingga membuat pembaca
semakin tertarik dan sekaligus belajar untuk memahami apa yang akan
disampaikan oleh puisi tersebut.
Dipilihnya puisi Lagu Cinta Para Pendosa karya Zaim Rofiqi
dikarenakan kumpulan puisi ini masih baru dan belum banyak yang
meneliti. Selain itu kumpulan puisi ini mengisahkan atau menceritakan
kehidupan sehari-hari sang penyair. Penyair dalam menciptakan puisi itu
memikirkan bunyi yang merdu dan kontras antar lariknya. Emosional sang
penyair akan terlihat dari kata-kata yang diungkapkan, seperti saat dia
sedang marah, bersedih ataupun bahagia. menggunakan kata-kata yang
sederhana tetapi mengandung makna yang penuh dengan nilai estetika
tinggi yang memerlukan imajinasi dan pembacaan intensif dari pembaca
agar tidak salah tafsir. Setiap kata-kata yang tertuang dalam puisinya
sangat menarik untuk diteliti, sehingga peneliti mengambil objek
penelitian kumpulan puisi Lagu Cinta Para Pendosa karya Zaim Rofiqi.
Menurut Budiman (dalam Rofiqi:2009) puitika Zaim Rofiqi
dibangun di atas khasanah citraan tuang, yang terus mengitiarkan keluasan
dan keleluasaan, sembari pada saat sama menetapkan batas-batasnya
sendiri. Ada tegangan antara kehendak mengikuti decorum dan gairah
4
bersajak dengan bebas, tapi sajak-sajak terbaiknya adalah yang berhasil
mengawinkan dua kecenderungan yang mestinya tak saling berjodoh ini.
Kumpulan puisi Lagu Cinta Para Pendosa diterbitkan Alvabet
Tangerang (2009). Di dalam puisi tersebut Zaim Rofiqi mengupas
kehidupan masyarakat pada umumya. Dipilihnya Kumpulan puisi Lagu
Cinta Para Pendosa karya Zaim Rofiqi sebagai objek penelitian dilandasi
beberapa alasan. Alasan tersebut antara lain karena puisi-puisi milik Zaim
memiliki keunikan dan kekhususan baik dari segi pengekspresian Zaim
Rofiqi dalam mengungkapkan kata-kata dalam puisi maupun segi
kekayaan maknanya. Sebagai sebuah karya sastra yang mengandung nilai
estetis, terdapat dua kriteria utama sastra sebagai karya literer seperti yang
dinyatakan oleh Aminuddin (dalam Al-Ma‟ruf, 2010:5), yaitu (1) relevansi
nilai-nilai eksistensi manusia yang terdeskripsikan melalui jalan seni,
melalui imajinasi dan rekaan keseluruhannya memiliki kesatuan yang
utuh, selara serta memiliki kepaduan dalam pencapaian tujuan tertentu
(integrity, harmony, dan unity) dan (2) daya ungkap, keluasan, dan daya
pukau yang disajikan lewat bentuk (texture) serta penataan unsur-unsur
kebahasaan dan struktur verbalnya (adanya consonantia dan klaritas).
Kumpulan puisi Lagu Cinta Para Pendosa karya Zaim Rofiqi
menuliskan kehidupan yang terjadi setiap manusia dan khususnya juga
yang dialami sendiri oleh Zaim Rofiqi dimana dia merasakan sakit, sedih,
bahagia, gundah dan sebagainya. Zaim Rofiqi menggambarkan semua
keadaan itu dengan berbagai hal yang berhubungan dengan makhluk
5
hidup, benda, maupun alam seperti kata bocah, wanita, pahlawan, dingin,
karang, hujan, bulan dan sebagainya.
Latar belakang Zaim Rofiqi yang pernah kuliah pendidikan sastra
Indonesia di Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta turut berperan
penting dalam penulisan bukunya. Zaim Rofiqi selain menulis puisi, ia
juga menulis buku kumpulan kisah berjudul Matinya Seorang Atheis yang
belum lama ini diterbitkan, selain itu ia menulis kumpulan cerpen, esai,
dan menerjemahkan buku. Puisi, esai, dan cerpennya telah terbit
diberbagai media, dan buku terjemahannya antara lain: Terry Eagleton,
Marxisme dan Kritik Sastra; Isaiah Berlin, Empat esai tentang kebebasan;
dan Francis Fukuyama, Memperkuat Negara.
Zaim Rofiqi memanfaatkan perkembangan teknologi untuk
mengorbitkan karyanya. Karena pada awalnya memang Zaim tidak
menuliskan karyanya dalam sebuah buku tetapi dia memanfaatkan media
teknologi sekarang sehingga karyanya mudah dikenal oleh masyarakat.
Zaim mengungkapkan isi hati dan unek-uneknya dalam karyanya ini.
Benar adanya apa yang ditulis oleh Zaim, dia mengatakan bahwa
(memakai istilah yang sedikit hiperbolik) “mengubah dunia” menjadi lebih
baik melalui tulisan-tulisannya. Zaim mengatakan “saya percaya dengan
pena setiap orang bisa ikut berusaha melawan ketidakadilan dan
kediktatoran, misalnya, dan berjuang menjadikan dunia ini lebih baik,
lebih adil”, membuat peneliti semakin tertarik untuk lebih memperdalam
penelitian ini.
6
Gaya bahasa merupakan tanda yang bermakna dan menyiratkan
ideologi seorang pengarang. Penelitian stilistika Lagu Cinta Para Pendosa
dikaitkan dengan pesan moral yang sesuai dengan gaya Zaim Rofiqi dalam
berkata-kata. Artinya setelah dikaji dari aspek kebahasaannya yang
dieksplorasikan oleh pengarang ke dalam puisi tersebut, maka langkah
berikutnya akan dikaji dari aspek pesan moralnya.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik sekali untuk
mengadakan penelitian tentang bahasa figuratif yang digunakan oleh Zaim
Rofiqi dalam menyampaikan pesan dari kumpulan puisi Lagu Cinta Para
Pendosa.
1. Ruang Lingkup
Sebuah penelitian hendaknya dibatasi ruang lingkupnya agar
wilayah kajiannya tidak terlalu luas dalam pembahasannya. Ruang
lingkup penelitian ini menjelaskan bentuk bahasa figuratif dan pesan
moral dalam kumpulan puisi Lagu Cinta Para Pendosa karya Zaim
Rofiqi.
Ruang lingkup penelitian ini dapat diuraikan.
a. Majas dan tuturan idiomatik yang digunakan oleh pengarang dalam
kumpulan puisi Lagu Cinta Para Pendosa karya Zaim Rofiqi
b. Pesan moral kumpulan puisi Lagu Cinta Para Pendosa karya Zaim
Rofiqi.
c. Implementasi sebagai bahan ajar sastra Bahasa Indonesia di SMA.
7
2. Rumusan Masalah
Ada dua rumusan masalah yang hendak dicapai dalam penelitian
ini.
a. Bagaimana pemanfaatan bahasa figuratif yang digunakan Zaim Rofiqi
dalam kumpulan puisi Lagu Cinta Para Pendosa?
b. Bagaimanakah pesan moral dalam kumpulan puisi Lagu Cinta Para
Pendosa?
c. Bagaimana implementasi bahasa figuratif dan pesan moral dalam
kumpulan puisi puisi Lagu Cinta Para Pendosa sebagai bahan ajar
sastra Bahasa Indonesia di SMA?
3. Tujuan Penelitian
Bertolak dari rumusan masalah di atas, tujuan yang hendak
dicapai dari penelitian ini.
a. Mendeskripsikan dan menjelaskan pemanfaattan bahasa figuratif
dengan menggunakan kajian stilistika dalam Kumpulan puisi Lagu
Cinta Para Pendosa.
b. Mendeskripsikan pesan moral puisi dengan menggunakan kajian
semiotik dalam kumpulan puisi Lagu Cinta Para Pendosa.
c. Mendeskripsikan implementasi bahasa figuratif dan pesan moral
dalam kumpulan puisi Lagu Cinta Para Pendosa sebagai bahan ajar
sastra Bahasa Indonesia di SMA.
8
4. Manfaat
a. Manfaat Teoretis
Secara teoretis, penelitian ini diharapkan dapat menambah
khasanah kajian dalam bidang ilmu sastra dan pengetahuan khususnya
di bidang kajian stilistika berupa bahasa figuratif dan pesan moral
dalam bidang puisi sehingga bermanfaat bagi pembaca karya sastra.
b. Manfaat Praktis
1) Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pembaca karya
sastra untuk menambah referensi hasil penelitian dan pengetahuan
tentang bahasa figuratif dan pesan moral yang terkandung dalam
kumpulan puisi Lagu Cinta Para Pendosa.
2) Untuk memberikan alternatif bahan ajar bagi para pengajar bahasa
dan sastra dalam pembelajaran stilistika.
3) Penambah khasanah pustaka Indonesia agar dapat dibaca dan
sebagai bahan perbandingan bagi peneliti lain yang penelitiannya
berkaitan dengan penelitian ini.
B. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA
PEMIKIRAN
1. Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka dilakukan agar tidak ada kesamaan dengan
penelitian sebelumnya. Pada dasarnya suatu penelitian tidak beranjak dari
awal, akan tetapi umumnya telah ada acuan yang mendasarinya. Hal ini
bertujuan sebagai titik tolak untuk mengadakan suatu penelitian.
9
Kajian analisis stilistika telah banyak dilakukan oleh para peneliti,
antara lain skripsi Anisa Setyani (dalam skripsi Dwi, 2001) dengan judul
“Kajian Stilistika Puisi Indonesia Tahun 1990-an”. Peneliti ini
menyimpulkan 1) Kata-kata yang terdapat pada puisi Indonesia tahun
1990-an merupakan kata-kata yang sering ditemui dalam kehidupan
sehari-hari. Apabila bahasa keseharian tersebut mempunyai makna dan
konteks keseluruhan puisi yang disebabkan oleh kata benda atau kata sifat
yang dibedakan; 2) terdapat kosa kata yang dipengaruhi bahasa daerah dan
bahasa asing; 3) Diksi dalam puisi Indonesia tahun 1990-an dapat
digolongkan menjadi 2 macam, yaitu a) diksi dengan objek realitas alam,
dan b) Diksi yang bersifat pribadi; 4) bahasa figuratif, metafora, simile,
metonimia.
Skripsi Dwi Fitri Wulandari (UMS,2011) dengan judul “Diksi dan
Citraan Dalam Naskah Drama Obrok owok-owok, Ebrek Ewek-Ewek
karya Danarto:Tinjauan Stilistika”. Peneliti ini menyimpulkan 1)
Keistimewaan OOEE terlihat dari pemanfaatan bentuk kebahasaan seperti
diksi dan citraan; 2) Keberagaman makna itu dapat dilihat pada adanya
gagasan-gagasan yang meliputi: a. dimensi cultural, terdiri atas; kesenian
batik; kebudayaan bangsa yang berdimensi internasional, dan batik sebagai
warisan budaya dunia; b. dimensi sosial, terdiri atas;empati masyarakat
desa sebagai wujud kepedulian terhadap bangsa Indonesia, dan tolong
menolong terhadap relasi kerja; c. dimensi moral; perbuatan positif dalam
kehidupan masyarakat.
10
Skripsi Yunita Roh Putriyani (UMS,2011) dengan judul “bahasa
Figuratif dan Diksi pada pantun Agama Karya Muvid’s Koncar: Kajian
Stilistika”. Peneliti ini menyimpulkan 1) bahasa figuratif yang unik dan k
has pada pantun agama berupa majas dan idiom. Majas yang terdapat pada
Pantun Agama diantaranya: a. Majas personifiasi; b. majas metafora; c.
majas simile. 2) Diksi yang terdapat pada pantun agama sangat menarik
dari segi bahasanya karenapatun ini memanfaatkanberbagai bentuk pilihan
kata. Diksi yang unik dank has dalam Pantun Agama meliputi: a. Kata
konotatif; b. kata konkret; c. kosakata bahasa asing, yaitu bahasa arab dan
bahasa melayu. 3) Makna yang terkandung dalam Pantun Agama dapat
dilihat dari segi akidah dan syariah. Akidah meliputi topik-topik tauhid,
masalah ghoibiyyat (hal-hal gaib), dan takdir. Syariah meliputi ibadah dan
muamalah.
Penelitian oleh Wijaya (dalam skripsi Yunita, 2001) dalam tesisnya
dengan judul “Kajian Stilistika Puisi Indonesia Tahun 1990-an”.
Penelitian ini menyimpulkan: (1) kata-kata yang terdapat dalam puisi
Indonesia tahun 1990-an merupakan kata-kata yang sering ditemui dalam
kehidupan sehari-hari. Apabila bahasa keseharian tersebut mempunyai
makna dan konteks keseluruhan puisi yang disebabkan oleh adanya kata
benda taua kata sifat yang dibedakan; (2) Terdapat kosakata yang
dipengaruhi bahasa daerah dan bahasa asing; (3) diksi dalam puisi
Indonesia tahun 1990-an dapat digo,ongkan ke dalam dua macam, yaitu
11
(a) Diksi dengan obyek realitas alam, dan (b) Diksi yang bersifat pribadi;
(4) bahasa figuratif mencakup metafora, simile, dan metonimia.
Menurut Damono dalam bukunya yang berjudul “Kesusastraan
Indonesia Modern: Beberapa Catatan” (1983) yang menjelaskan bahwa
puisi kita saat ini berada pada jalur konvensi puisi modern, terlihat dalam
dalam puisi-puisi tersebut terdapat adanya hubungan manusia dengan
Tuhan tampak menonjol dalam puisi-puisi tersebut, tetapi masalah cinta
juga sangat menonjol pada penyair-penyair, serta konflik batin sangat
penting pada sebagian besar sajak-sajak yang ditulis akhir-akhir ini
(Damono, 1983:111-112). Kenyataan sosial di sekitar kita tidak luput dari
perhatian beberapa penyair. Hanya saja kenyataan tersebut ditanggapi
secara secara evaluatif dalam puisi dengan mempergunakan peralatan
puitis yang lebih disempurnakan, yaitu untuk lebih menguasai penyusunan
citra, simbol, metafora, simile, dan unsur-unsur gaya yang lain telah
menghasilkan sajak-sajak yang ditinjau dari segi stilis lebih terkontrol
daripada sajak-sajak masa-masa sebelumnya.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu yaitu sama –
sama menggunakan kajian stilistika untuk menganalisis karya sastra,
sedangkan yang membedskan penelitian ini dengan penelitian terdahulu
yakni objek penelitian dan data penelitian. Objek penelitian ini adalah
kumpulan puisi Lagu Cinta Para Pendosa karya Zaim Rofiqi dan data
penelitiannya adalah kata, frase, dan kalimat yang mengandung bahasa
12
figuratif dan implementasinya sebagai bahan ajar Bahasa Indonesia di
SMA.
2. Landasan Teori
Landasan teori dalam penelitian ini membahas mengenai 1) puisi;
2) stilistika; 3) Bahasa figuratif; 4) Moral, 5) kajian semiotik; 6)
Implementasi bahasa figuratif sebagai bahan ajar sastra Bahasa Indonesia
di SMA.
a. Puisi dan Unsur-unsurnya
Kata puisi berasal dari bahasa Yunani poiesis yang berarti
penciptaan, tetapi arti yang semula ini lama kelamaan semakin
dipersempit ruang lingkupnya menjadi “hasil seni sastra, yang kata-
katanya disusun menurut syarat-syarat yang tertentu dengan
menggunakan irama, sajak, dan kadang-kadang kata-kata kiasan”
(Ensiklopedia Indonesia dalam Tarigan, 1984: 4).
Puisi termasuk ke dalam salah satu karya sastra. Semua karya
sastra bersifat imajinatif. Bahasa sastra bersifat konotatif karena
banyak dipergunakan makna kias dan makna lambang (majas).
Puisi merupakan sebuah struktur yang kompleks, maka untuk
memahaminya perlu dianalisis sehingga dapat diketahui bagian- bagian
serta jalinannya secara nyata (Pradopo, 2007:14). Pradopo (2007:7)
juga berpendapat bahwa puisi itu mengekspresikan pemikiran yang
membangkitkan perasaan, yang merangsang imajinasi panca indera
dalam susunan yang berirama.
13
Menurut Waluyo (1995:27) menyebutkan adanya dua unsur
yang penting dalam puisi yakni (1) unsur tematik dan (2) unsur
sintaktik. Unsur tematik atau unsur semantik menunjuk ke arah
struktur batin, sedangkan unsur sintatik menunjuk ke arah struktur
fisik. Struktur fisik puisi terdiri atas diksi, pengimajian, kata konkret,
majas, verisifikasi, dan tipografi puisi. Majas terdiri atas lambang dan
kiasan, sedangkan verifikasi terdiri atas: rima, ritma, dan metrum.
Adapun struktur batin puisi terdiri atas: tema, nada, perasaan, dan
amanat.
Menurut Comsky (dalam Fananie, 2009: 99-100) unsur puisi
dibagi menjadi dua, yaitu surface structure (struktur luar) dan deep
structure (struktur dalam). Struktur luar puisi berkaitan dengan bentuk,
terdiri dari pilihan kata (diksi), struktur bunyi, penempatan kata dalam
kalimat, penyusunan kalimat, penyususnan bait tipografi. Unsur dalam
berkaitan dengan isi atau makna, yang terdiri atas tema, pesan, atau
makna yang tersirat di balik struktur luar. Secara garis besar struktur
luar adalah sebagai berikut.
a) Pilihan kata (diksi)
Menurut Siswanto (2008:114) diksi adalah pemilihan kata-
kata yang dilakukan oleh penyair dalam puisinya. Diksi adalah
kata-kata mana yang dipakai untuk mengungkapkan suatu ide yang
meliputi persoalan fraselogi, majas, dan ungkapan (Al-Ma‟ruf,
2009:50). Diksi dapat diartikan sebagai pilihan kata-kata yang
14
dilakukan oleh pengarang dalam karyanya guna menciptakan efek
makna tertentu (Al-Ma‟ruf, 2009:49).
Contoh:
Ia mengatupkan dirinya
Memilih tak kembali
Tak pergi
Kata tak sebenarnya kurang pas, apabila disesuaikan dengan gaya
diksi bisa diganti dengan kata dan.
b) Unsur bunyi
Dalam puisi, bunyi berperan penting karena bunyi
menimbulkan efek atau kesan tertentu. Bunyi dapat menekankan
arti kata, mengintensifkan makna kata dan kalimat, bahkan dapat
mendukung penciptaan suasana tertentu dalam puisi. Unsur bunyi
merupakan hasil penataan kata dalam struktur kalimat atau bait
(Fanaine, 2000:102).
Contoh:
Di luar, di hamparan
Kau sendiri mendengar
Kepak kelelawar, membekap hingar
Dan lenggang menjalar
c) Tipografi (perwajahan puisi)
Perwajahan adalah pengaturan dan penulisan kata, larik dan
bait dalam puisi (Siswanto, 2008:113). Pada puisi kata-katanya
diatur dalam deret yang disebut larik atau baris, sedangkan
kumpulan pernyataan dalam puisi tidak membentuk paragraf
melainkan membentuk bait.
15
Pembagian struktur dalam atau struktur batin menurut Richards
(dalam Siswanto, 2008:124-125) adalah sebagai berikut.
a) Tema
Tema adalah gagasan pokok yang ingin disampaikan oleh
pengarang yang terdapat dalam puisi. Menurut Hartoko dan
Rahmanto (dalam Nurgiyantoro, 2009:68) tema merupakan
gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra dan yang
terkandung di dalam teks sebagai struktur semantik dan yang
menyangkut persamaan-persamaan atau perbedaan-perbedaan.
b) Rasa
Menurut Tarigan (1984:11) yang dimaksud dengan rasa
atau feeling adalah “the poet‟s attitude toward his subyect matter”,
yaitu sikap sang penyair terhadap pokok permasalahan yang
terkandung dalam puisinya.
c) Nada
Menurut Tarigan (1984:18) Nada dalam puisi adalah sikap
penyair terhadap pembacanya. Atau dengan perkataan lain: sikap
sang penyair terhadap penikmat karyanya. Nada yang
dikemukakan oleh seorang penyair dalam suatu sanjak, aka nada
sangkut pautnya atau hubungannya yang erat dengan tema dan
rasa yang terkandung dalam sanjak tersebut.
16
d) Amanat
Pesan yang ingin disampaikan pengarang melalui puisinya.
Jadi, dapat disimpulkan puisi termasuk ke dalam salah satu hasil
kreativitas manusia yang mengungkapkan pikiran dan perasaan
penyair secara imajinatif diwujudkan lewat susunan kata yang
mempunyai makna.
b. Stilistika
Stilistika berasal dari bahas Inggris:stylistics, yang berarti studi
mengenai stile „gaya bergaya‟. Kata style (bahasa Inggris) berasal dari
kata latin stilus yang berarti alat (berujung tajam) yang dipakai untuk
menulis di atas lempengan lilin (Shipley; Leech dan Short dalam Al-
Ma‟ruf, 2010:11).
Menurut Endraswara (2003) stilistika adalah penggunaan gaya
bahasa secara khusus dalam karya sastra. Gaya bahasa tersebut
mungkin disengaja dan mungkin pula timbul serta merta ketika
pengarang mengungkapkan idenya. Gaya bahasa merupakan efek seni
dalam sastra yang dipengaruhi juga oleh nurani. Melaui gaya bahasa
itu seorang sastrawan akan menuangkan ekspresinya. Betapapun rasa
jengkel dan senangnya, jika dibungkus dengan gaya bahasa akan
semakin indah. Berarti gaya bahasa adalah pembungkus ide yang akan
menghaluskan teks sastra.
Stilistika adalah ilmu yang meneliti penggunaan bahasa dan
gaya bahasa di dalam karya sastra. Dapat dikatakan bahwa stilistika
17
adalah proses menganalisis karya sastra dengan mengkaji unsur-unsur
bahasa sebagai medium karya sastra yang digunakan sastrawan,
sehingga terlihat bagaimana perlakuan sastrawan terhadap bahasa
dalam rangka menuangkan gagasannya (subyek matter) (Al-Maruf,
2010:14).
Kajian stilistika menurut Al-Ma‟ruf dibedakan menjadi lima
unsur. Lima unsur tersebut adalah sebagai berikut.
(1) Gaya bunyi (Fonem)
Fonem atau bunyi bahasa merupakan unsur linguistik terkecil
dalam satuan bahasa yang dapat menimbulkan dan atau efek
tertentu (Al-Ma‟ruf, 2009:47).
(2) Gaya kata (Diksi)
Gaya diksi merupakan fungsi kata sebagai media ekspresi
pengarang dalam mengungkapkan gagasan dalam karya sastranya
(Al-Ma‟ruf, 2010:94). Gaya diksi dibedakan menjadi tujuh bagian,
yaitu: (a) kata konotatif, (b) kata konkret, (c) kata serapan dari
bahasa asing, (d) kata sapaan khas dan nama diri, (e) kata seru khas
Jawa, (f) kata vulgar, (g) kata dengan objek realitas alam.
(3) Gaya Kalimat
Gaya kalimat adalah penggunaan suatu kalimat untuk memperoleh
efek tertentu, misalnya inverse, gaya kalimat tanya, perintah, dan
elips (Al-Ma‟ruf, 2009:57).
18
(4) Gaya Wacana
Gaya wacana menurut Al-Ma‟ruf (2009:58) ialah gaya bahasa
dengan penggunaan lebih dari satu kalimat, kombinasi kalimat,
baik dalam prosa maupun puisi.
(5) Bahasa Figuratif
Bahasa figuratif merupakan cara pengarang memanfaatkan bahasa
untuk memperoleh efek estetis dengan pengungkapan gagasan
secara kias yang menyaran pada makna literal (literal meaning)
(Al-Ma‟ruf, 2009:60). Bahasa figuratif dalam karya sastra
mencakup majas, idiom, dan peribahasa.
(6) Citraan
Citraan atau imaji dalam karya sastra berperan penting untuk
menimbulkan pembayangan imajinatif, membentuk gambaran
mental, dan dapat membangkitkan pengalaman tertentu pada
pembaca (Al-Ma‟ruf, 2009:75). Citraan dapat dibagi menjadi tujuh
jenis, yaitu: (1) citraan penglihatan (visual imagery), (2) citraan
pendengaran (auditory imagery), (3) citraan penciuman (smell
imagery), (5) citraan gerak (kinesthetic imagery), (6) citraan
intelektual (intellectual imagry), dan (7) citraan perabaan (tactile
thermal imagery).
c. Bahasa Figuratif
Bahasa figuratif diartikan sebagai satuan kebahasaan yang
memiliki makna yang tidak langsung, makna yang terkandung di balik
19
kata yang tertulis (eksplisit). Dalam karya sastra, bahasa figuratif
bersifat prismitis, memancarkan makna lebih dari satu. Pada dasarnya
bahasa figuratif digunakan oleh sastrawan untuk menciptakan
imajinasi dan daya asosiatif dan pengungkapan terkesan lebih hidup
(Al-Ma‟ruf, 2010:161).
Waluyo (dalam Al-Ma‟ruf, 2009:59-60) menyebut bahwa
bahasa figuratif atau bahasa kias digunakan oleh sastrawan untuk
mengatakan sesuatu dengan cara yang tidak langsung untuk
mengungkapkan makna. Bahasa kias pada dasarnya digunakan oleh
sastrawan untuk memperoleh dan menciptakan citraan.
Bahasa figuratif merupakan retorika sastra yang sangat
dominan. Bahasa figuratif merupakan cara pengarang dalam
memanfaatkan bahasa untuk memperoleh efek estetis dengan
pengungkapan gagasan secara kias dan menyarankan pada makna
literal (literal meaning). Bahasa figuratif dalam penelitian stilistika
karya sastra dapat mencakup majas, idiom, dan peribahasa (Al‟Maruf,
2009:60-61).
(1) Majas
Kehadiran majas dalam karya sastra merupakan sesuatu yang
esensial. Pemajasan (figure of thought) merupakan teknik untuk
pengungkapan bahasa, penggayabahasaan, yang maknanya tidak
menunjuk pada harfiah kata-kata yang mendukungnya, melainkan
20
pada makana yang ditambahakan, makana yang tersirat (Al-
Ma‟ruf, 2010:162).
Majas (figure of speech) adalah pilihan kata tertentu sesuai
dengan maksud penulis atau pembicara dalam rangka memperoleh
aspek keindahan (Ratna, 2009: 164).
Menurut Pradopo (2009:62), pada umumnya majas
dibedakan menjadi tujuh macam, yaitu: (a) perbandingan (simile),
(b) metafora, (c) perumpamaan epos (epic simile), (d) personifikasi,
(e) metonimia, (f) sinekdok, dan (g) alegori.
a) Metafora
Dalam karya sastra, pada umumnya banyak sekali
ditemukan majas metafora. Hal ini tidak terlepas dari fungsi
metafora sebagai sarana retorika yang mampu menghidupkan
lukisan dan penyegaran pengungkapan.
Metafora adalah majas seperti simile, hanya saja tidak
menggunakan kata-kata perbandingan seperti bagai, seperti,
laksana, seperti, dan sebagainya (Al-Ma‟ruf, 2009:62).
Contoh:
Gadis itu adalah bunga yang sedang mekar,
Artinya:gadis itu beranjak ke fase yang lebih
dewasa
b) Simile (perbandingan)
Pradopo (dalam Al-Ma‟ruf,2009: 70) mengatakan bahwa
majas simile adalah majas yang menyamakan satu hal dengan
hal yang lain dengan menggunakan kata-kata pembanding
21
seperti: bagai, sebagai, seperti, semisal, seumpana, laksana,
ibarat, bak, dan kata-kata perbandingan lainnya.
Simile merupakan sarana retorika yang paling sederhana
karena membandingkan sesuatu lah dengan hal lain yang sama
atau mirip artinya.
Contoh:
Suaramu bagai matahari pagi yang mencerahkan
hati.
c) Majas Personifikasi
Majas ini mempersamakan benda dengan manusia, benda-
benda mati dibuat dapat berbuat, berpikir, melihat, mendengar,
dan sebagainya seperti manusia. Personifikasi dapat
dimanfaatkan para sastrawan sejak dulu hingga sekarang.
Pradopo (dalam Al-Ma‟ruf, 2009:71) mengatakan bahwa majas
personifikasi membuat hidup lukisan, dan memberi kejelasan
gambaran, memberi bayangan angan secara konkret.
Contoh:
Suaranya mampu menaklukan kekerasan hati lelaki
manapun.
Senyumnya kuasa mendinginkan kemarahan lelaki
garang itu.
d) Majas Metonimia
Altenbernd dan Lewis (dalam Al-Ma‟ruf, 2009:71)
menyebutkan metonimia atau majas pengganti nama adalah
penggunaan sebuah atribut sebuah objek atau penggunaan
22
sesuatu yang sangat dekat berhubungan dengannya untuk
menggantikan objek tersebut.
Contoh:
Jaran goyang pemberianku terselip di pinggang
ronggeng itu.
Anissa pergi ke Jakarta naik Garuda
e) Perumpamaan Epos (Epic Simile)
Perumpamaan atau perbandingan epos ialah perbandingan
yang dilanjutkan, atau diperpanjang, yaitu dibentuk dengan
cara melanjutkan sifat-sifat pembandingnya lebih lanjut ke
dalam kalimat-kalimat atau frase-frase yang berturut-turut.
f) Alegori
Alegori ialah cerita kiasan atau lukisan kiasan yang
mengiaskan hal lain atau kejadian lain. Alegori ini banyak
terdapat dalam sajak-sajak Pujangga Baru. Menurut Fananie
(2010:39) alegori merupakan gambaran secara kias tentang satu
pengertian yang abstrak atau dapat juga dikatakan semacam
metafora tetapi ungkapnnya hanya sebagai simbol.
Contoh:
syair perahu menggambarkan kehidupan manusia
yang penuh dengan rintangan sebelum mencapai
tujuan
g) Majas Hiperbola
Hiperbola yaitu pernyataan yang terlalu dibesar-besarkan
sehingga terasa berlebihan.
Contoh:
Suaranya menyambar bagai halilintar
23
(2) Tuturan Idiomatik
Idiom adalah pengungkapan bahasa yang bercorak khas baik
karena tata bahasanya maupun karena mempunyai makna yang
tidak dapat di jabarkan dari makna unsur-unsurnya.
Menurut Yusuf (dalam Al-Ma‟ruf, 2009:72) mengartikan idiom
sebagai kelompok kata yang mempunyai makna khas dan tidak
sama dengan makna kata per katanya. Jadi, idiom mempunyai
kekhasan bentuk dan makna di dalam kebahasaan yang tidak dapat
diterjemahkan secara harfiah.
Contoh:
Kau hanyalah kaki tangan di sudut kota
Bunga desa nan ayu rupawan
(3) Peribahasa
Peribahasa dalam Bahasa Indonesia memiliki kedudukan dan
peran penting karena memiliki makna yang dalam. Dengan
peribahasa penutur akan dapat lebih tegas tetapi halus menyatakan
maksud, pikiran dan perasaan kepada mitra bicara (Al-Ma‟ruf,
2010:187).
Bentuk peribahasa itu merupakan penuturan yang sering
diucapkan sehari-hari, tetapi memiliki nilai estetik yang tinggi. Hal
ini mengingat bahwa peribahasa itu kalimatnya ringkas, tetapi
dalam maknanya dan tajam maksud yang dikandungnya (Al-
Ma‟ruf, 2009:73-74).
24
Contoh:
Mulutmu harimaumu maka jagalah ucapanmu
Untuk mendapatkan Ariani itu bagaikan pungguk merindukan
rembulan.
d. Kajian Semiotik
Kata semiotika berasal dari kata Yunani semeion, yang berarti
tanda. Maka semiotika berarti ilmu tanda. Semiotika adalah cabang
ilmu yang berurusan dengan penkajian tanda dan segala sesuatu yang
berhubungan dengan tanda, seperti sistem tanda dan proses yang
berlaku bagi penggunaan tanda (Zoest, 1993: 1).
Tinjauan semiotik adalah tinjauan sebuah karya sastra (puisi) yang
berpedoman pada sistem kode. Tujuannya adalah untuk mencari
makna sebuah puisi seutuh-utuhnya (Wahyuningtyas dan Santosa,
2011:187).
Banyak penelitian sastra berkeyakinan bahwa tanpa
mengikutsertakan aspek kemasyarakatannya yakni tanpa
memandangnya sebagai tindak komunikasi, atau sebagai tanda, sastra
tidak dapat diteliti dan dipahami secara ilmiah (Teeuw dalam Al-
Ma‟ruf, 2009: 90).
Menurut Prierce (dalam Zoest, 1993:23-25) membedakan tiga
macam tanda menurut sifat penghubungan tanda dan denotatum:
a) Ikon
Tanda ikon adalah tanda yang ada sedemikian rupa sebagai
kemungkinan, tanpa tergantung pada adanya sebuah denotatum,
25
tetapi dapat dikaitkan dengannya atas dasar suatu persamaan yang
secara potensial dimilikinya.
b) Indeks
Indeks adalah sebuah tanda yang dalam hal corak tandanya
tergantung dari adanya sebuah denotatum.
c) Lambang
Simbol (lambang) adalah tanda yang hubungan antara tanda dan
denotatumnya ditentukan oleh suatu peraturan yang berlaku umum.
Barthes (dalam Al-Ma‟ruf, 2009: 93-94) mengemukakan bahwa
dalam mitos sebagai sistem semiotik tahap kedua terdapat tiga
dimensi, yakni penanda, petanda, dan tanda. Sejalan dengan itu, yang
disebut tanda dalam sistem pertama yakni asosiasi total antara konsep
dan imajinasi hanya menduduki posisi sebagai penanda dalam sistem
yang kedua. Lebih jelasnya Barthes memaparkan skema/bagan sebagai
berikut.
Tabel 1.1
Sistem Tanda dalam Semiotik Roland Barthes
1. Penanda 2. Petanda
3. Tanda
I. PENANDA
II. PETANDA
III. TANDA
Tabel. 1 Diagram Semiotik Roloand Barthes
Diagram di atas terdapat dua tataran sistem tanda pertama dan
tataran sistem tanda kedua. Pada tataran sistem tanda pertama berupa
bahasa figuratif yang berhubungan pembaca pada acuan di luar dari
26
kumpulan puisi Lagu Cinta Para Pendosa. Artinya bahasa figuratif
bergantung pada referensial.
Guna sampai pada pemaknaan kumpulan puisi Lagu Cinta Para
Pendosa harus ditempatkan sebagai kreasi seperti mimesis Aristoteles,
baginya sastra lebih tinggi nilainya daripada karya tukang. Tataran
kedua kumpulan puisi Lagu Cinta Para Pendosa ditempatkan dalam
diagram di atas sebagai penanda seperti pada sistem tanda pada tataran
pertama yang mencakup (1) penanda, (2) petanda, (3) tanda.
Selanjutnya tanda pada tataran pertama menjadi penanda pada tataran
kedua untuk mengenalkan apa yang ditandai dalam rangka
menciptakan tanda (Al-Ma‟ruf, 2010:26).
Bahasa figuratif dalam diagram tataran kedua berdiri sebagai tanda
dan diubah menjadi penanda dalam konkretisasi pembaca, sifatnya
sebagai tanda tidak hilang melainkan sudah menjadi sistem
komunikasi sastra.
Dalam kongkretisasi karya itu, suatu karya sasta dimungkinkan
memperoleh makna yang bermacam-macam mengingat adanya
berbagai kelompok pembaca, yang dipengaruhi oleh faktor variabel,
sesuai dengan masa, tempat dan keadaan sosio-budaya yang
melatarinya (Al-Ma‟ruf, 2010:27). Guna mengkonkretkan bahasa
figuratif dalam kumpulan puisi Lagu Cinta Para Pendosa yang sudah
dalam tegangan komunikasi sastra maka dipakai diagram tersebut
antara bahasa figuratif, dengan sastrawan, pembaca, dan kesemestaan.
27
Itulah landasan mendasar dalam konkretisasi stilistika karya karya
sastra yakni hakikat keberadaanya dalam tegangan keempat komponen
tersebut (Al-Ma‟ruf, 2009:95).
e. Moral
Istilah moral berasal dari bahasa Latin mores, yaitu bentuk plural
dari mos, yang berarti adat kebiasaan. Menurut KBBI (dalam Sudarno,
2009:89) Moral adalah baik buruk dari perbuatan dan kelakuan. Jadi
moral dikatakan sebagai nilai dasar dalam masyarakat untuk
menentukan baik-buruknya suatu tindakan yang pada akhirnya menjadi
adat istiadat masyarakat tersebut. Kata moral selalu mengacu pada baik
buruknya manusia sebagai manusia. Jadi bukan mengenai baik
buruknya begitu saja, misalnya sebagai dosen, tukang masak, pemain
bulutangkis atau penceramah, melainkan sebagai manusia. Bidang
moral adalah bidang kehidupan manusia dilihat dari segi kebaikannya
sebagai manusia. Norma-norma moral adalah tolak ukur untuk
menetukan betul salahnya sikap dan tindakan manusia dilihat dari segi
baik buruknya sebagai manusia dan bukan sebagai pelaku peran
tertentu dan terbatas (Magnis, 1993:19).
Moral menyangkut kebaikan, orang yang tidak baik juga disebut
sebagai orang yang tidak bermoral, atau sekurang-kurangnya sebagai
orang yang kurang bermoral. Maka secara sederhana kita mungkin
dapat menyamakan moral dengan kebaikan orang atau kebaikan
manusiawi. Menurut Hardiwardoyo (2007:13) moral sebenartnya
28
memuat dua segi yang berbeda, yakni segi batiniah dan segi lahiriah.
Orang yang baik adalah orang yang memiliki sikap batin yang baik
dan melakukan perbuatan-perbuatan yang baik pula. Sikap batin itu
sering kali juga disebut hati. Orang yang baik mempunyai hati yang
baik. Akan tetapi sikap batin yang baik baru dapat dilihat oleh orang
lain setelah terwujud dalam perbuatan lahiriah yang baik pula.
f. Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah
Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan
kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi dalam bahasa
Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis, serta
menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan manusia
Indonesia BSNP (dalam Sufanti, 2010:12). Mata pelajaran Bahasa
Indonesia merupakan mata pelajaran yang diajarkan di sekolah sejak
Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi. Mata pelajaran ini dianggap
penting untuk diajarkan di sekolah. BSPN (2006a) (dalam Sufanti,
2010:12) menjelaskan bahwa bahasa memiliki peran sentral dalam
perkembangan intelektual, sosial, dan emosional peserta didik dan
merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang
studi. Pembelajaran Bahasa Indonesia diharapkan membantu peserta
didik mengenal dirinya, budayanya, dan budaya orang lain,
mengemukakan gagasan dan perasaan, berpartisipasi dalam
masyarakat yang menggunakan bahasa tersebut, dan menemukan
kemampuan analitis dan imaginatif yang ada dalam dirinya.
29
Dalam proses pendidikan peserta didik merupakan komponen
masukan yang mempunyai kedudukan sentral. Cry (dalam
Iskandarwassid dan Sunendar, 2010: 127) mengemukakan bahwa tipe-
tipe pembelajar yang baik adalah peserta didik yang mampu mengikuti
apa yang dijelaskan oleh pengajar serta memiliki kebiasaan baik
selama masa persiapan, pelaksanaan, dan pasca pengajaran.
Menurut (Iskandarwassid dan Sonendar, 2010:171) bahan ajar
merupakan seperangkat informasi yang harus diserap peserta didik
melalui pembelajaran yang menyenangkan. Peserta didik harus benar-
benar merasakan manfaat bahan ajar atau materi itu selelah ia
mempelajarinya. Secara umum, sifat bahan ajar dapat dibedakan ke
dalam beberapa kategori, yaitu fakta, konsep, prinsip, dan ketrampilan.
Menurut (Sufanti, 2010:16-27) beberapa konsep dasar dalam mata
pelajaran Bahasa Indonesia yang meliputi pembelajaran kemapuan
berbahasa dan pembelajaran kemampuan bersastra berdasarkan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
1) Pendekatan Komunikatif
Pendekatan komunikatif merupakan pendekatan dalam
pengajaran bahasa yang berasumsi bahwa bahasa berfungsi sebagai
alat komunikasi.
Pelajaran Bahasa Indonesia sudah lama menganut pendekatan
komunikatif. Pendekatan ini tergambar dengan jelas dalam
kurikulum sekolah.
30
a. Kurikulum 1975 SMA sudah mencantumkan pokok bahasan
membaca, menyimak, berbicara, dan menulis (Depdikbud,
1975).
b. Kurikulum 1984 SMA mata pelajaran Bahasa dan Sastra
Indonesia secara tegas menyatakan bahwa kurikulum bahasa
Indonesia bertujuan mengembalikan pengajaran bahasa kepada
fungsi komunikasi.
c. Kurikulum 1994 SMA mata pelajaran Bahasa dan sastra
Indonesia mencantumkan : “Pada hakikatnya belajar bahasa
adalah belajar berkomunikasi.
d. Kurikulum 2004 SMA menegaskan bahwa standar kompetensi
mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia berorientasi pada
hakikat pembelajaran bahasa bahwa belajar bahasa adalah
belajar berkomunikasi dan belajar sastra adalah belajar
menghargai manusia dan nilai-nilai kemanusiaan.
2) Pembelajaran Terpadu
Konsep pembelajaran terpadu ini sesuai dengan pernyataan-
pernyataan di dalam SK/KD Bahasa Indonesia
(BSNP,2006b;2006c) antara lain (1) Pembelajaran bahasa
diharapkan membantu peserta didik dalam menggunakan
kemampuan analitis dan imajinatif yang ada dalam dirinya; (2)
Salah satu tujuan pelajaran Bahasa Indonesia agar peserta didik
dapat menikmat dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas
wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan
pengetahuan dan kemampuan berbahasa.
31
3) Pembelajaran Apresepsi Sastra
Konsep dasar ini sesuai dengan beberapa pernyataan di dalam
SK/KD Bahasa Indonesia (BSNP,2006a) antara lain: (1)
Pembelajaran Bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan
kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi dalam Bahasa
Indonesia dengan baik dan benar, baik secara liasan maupun tulis,
serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan
Indonesia; (2) Salah satu tujuan mata pelajaran Bahasa Indonesia
adalah agar peserta didik memiliki kemampuan menikmati dan
memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan,
memperhalus budi pekerti serta meningkatkan pengetahuan dan
kemampuan berbahasa.
4) Pembelajaran Ekspresi Kreatif
Ruang lingkup mata pelajaran bahasa Indonesia yaitu
mencakup komponen kemapuan berbahasa dan kemampuan
bersastra, yang masing-masing meliputi aspek mendengarkan,
berbicara, membaca, dan menulis BSNP (dalam Sufanti,2009:26).
Silabus adalah ancangan pembelajaran yang berisi rencana bahan
ajar mata pelajaran yang berisi rencana bahan ajar mata pelajaran
tertentu pada jenjang dan kelas tertentu, sebagai hasil dari seleksi,
pengelompokan, pengurutan dan penyajian materi kurikulum, yang
dipertimbangan berdasarkan ciri dan kebutuhan daerah setempat
(Majid, 2011:38-39).
Standar Kompetensi mata pelajaran dapat didefinisikan sebagai
“pernyataan tentang pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang harus
32
dikuasai serta tingkat penguasaan yang diharapkan dicapai dalam
mempelajari suatu mata pelajaran” (Center for Civis Education dalam
Majid, 2011:42).
Kompetensi dasar adalah pernyataan minimal atau memadai
tentang pengetahuan, ketrampilan, sikap dan nilai-nilai yang
direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak setelah peserta
didik menyelesaikan suatu aspek atau subaspek mata pelajaran tertentu
(Iskandarwassid dan Sunendar, 2010:170)
Indikator merupakan kompetensi dasar secara spesifik yang dapat
dijadikan ukuran untuk mengetahui ketercapaian hasil pembelajaran.
Indikator dirumuskan dengan kata kerja operasional yang bisa diukur
dan dibuat instrument penilaiannya (Majid, 2011:53).
3. Kerangka Pemikiran
Pada bagian ini akan digambarkan kerangka pemikiran yang
berfungsi untuk mengkaji dan memahami permasalahan yang diteliti.
Analisis ini dilakukan untuk mencari unsur- unsur yang membangun karya
sastra itu. Unsur yang dianalisis dalam penelitian ini adalah bahasa
figuratif dan pesan moral dalam kumpulan puisi “Lagu cinta Para
Pendosa” oleh Zaim Rofiqi, yaitu berupa pemajasan, tuturan idiomatik
dan pesan moral yang terkandung di dalam puisi Zaim Rofiqi.
33
Alur kerangka berpikir dapat dipahami melalui gambar berikut.
Gambar. Alur Kerangka Berpikir
4. Metode Penelitian
a. Pendekatan dan strategi Penelitian
Metode kualitatif pada dasarnya sama dengan metode
heremeneutika. Artinya, baik metode heremeneutika, kualitatif, dan
analisis isi, secara keseluruhan memanfaatkan cara-cara penafsiran
dengan menyajikannya dalam bentuk diskripsi.
Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Penelitian
kualitaitf adalah metode yang memberikan perhatian terhadap data
alamiah, data dalam hubunganya dengan konteks keberadaannya
Kumpulan Puisi Lagu Cinta Para Pendosa
Bahasa Figuratif Pesan Moral Puisi
Implementasi Bahasa Figuratif dan
Pesan Moral sebagai Bahan Ajar
Bahasa Indonesia di SMA
Kesimpulan
34
(Ratna, 2007:47). Menurut Sutopo (2002:111) penelitian deskriptif
bertujuan untuk mengungkapkan berbagai informasi kualitatif dengan
pendeskripsian yang teliti dan penuh nuansa untuk menggambarkan
secara cermat sifat-sifat suatu hal, keaadaan. Kirk dan Miller (dalam
Moleong, 1990:3) mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah
tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara
fundamental bergantung pada pengamatan pada manusia dalam
kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut
dalam bahasanya dan dalam peristilahannya.
Strategi yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus
terpancang. Sutopo (2002:112) menjelaskan penelitian yang
menggunakan studi kasus terpancang, objek penelitian telah ditetapkan
oleh peneliti sejak awal penelitian. Studi kasus digunakan karena
difokuskan pada kejadian tertentu. Yin (dalam Al-Ma‟ruf, 2010:84)
menyatakan bahwa desain terpancang merupakan suatu perangkat
penting guna mencapai suatu penemuan (inquiri) studi kasus.
Penelitian kasus memusatkan diri secara intensif terhadap suatu
objek tertentu dengan mempelajarinya sebagai suatu kasus. Karena itu
strategi ini dipilih agar penelitian tidak berubah arah dan desain asli
penelitian tetap sesuai dengan permasalahan yang diajukan
sebelumnya. Dengan studi kasus penelitian ini memfokuskan hanya
pada puisi dalam kumpulan puisi Zaim Rofiqi.
35
Oleh karena itu penelitian ini disebut studi kasus tunggal, yaitu
stilistika sajak-sajak yang terdapat dalam kumpulan puisi karya Zaim
Rofiqi.
b. Objek dan Subyek Penelitian
Adapun objek yang diteliti dalam penelitian ini adalah bahasa
figuratif dan pesan moral dengan kajian stilistika dalam kumpulan
puisi Lagu Cinta Para Pendosa karya Zaim Rofiqi, diterbitkan oleh
Alvabet, Jakarta 2009, dengan tebal 100 halaman.
c. Data dan Sumber Data
1) Data
Data dalam penelitian ini adalah data kualitatif. Data
kualitatif berupa kata-kata atau gambar, bukan berupa angka-angka
(Aminudin,1995:16). Data dalam penelitian ini adalah data yang
berupa kata-kata, kalimat dalam sebuah puisi.
2) Sumber Data
Sumber data adalah subyek penelitian darimana data itu
diperoleh (Siswanto, 2005:63). Sumber data dalam penelitian ini
dibagi menjadi dua yaitu sumber data primer dan sekunder. Data
primer dalam penelitian ini adalah teks dari puisi-puisi dari
kumpulan puisi Lagu Cinta Para Pendosa sajak-sajak karya Zaim
Rofiqi.
Adapun sumber data sekunder berasal dari berbagai pustaka
yang mengkaji tentang bahasa figuratif seperti di dalam buku
36
Kajian Stilistika yang mengkaji tentang Stilistika Novel Ronggeng
Dukuh Paruk, hasil penelitian terdahulu, makalah maupun artikel
pada jurnal ilmiah.
3) Teknik Sampling
Untuk memperdalam dan mempertegas dalam meneliti
puisi ini peneliti menggunakan teknik sampel/sampling. Menurut
Sutopo (2002:55) teknik sampling merupakan suatu bentuk atau
proses bagi pemutusan atau pemilihan dalam penelitian yang
mengarah pada seleksi. Teknik yang digunakan dalam penelitian
ini adalah purposive sampling, yaitu pemilihan sekelompok subjek
yang didasarkan atas ciri-ciri yang sudah diketahui sebelumnya
(Sutopo, 2002:36).
Puisi yang digunakan sampel dalam penelitian ini adalah
sepuluh puisi dari Sembilan puluh puisi dalam kumpulan puisi
Lagu Cinta Para Pendosa. Puisi yang digunakan antara lain Subuh,
Sel, Para Pemabuk, Para Pendosa, Pagar Sekolah, Cinta Pertama,
Kota, Malam Terakhir, Para Penjudi, Aku dan Malam Terakhir.
Alasan peneliti memilih ke sepuluh puisi tersebut bertujuan untuk
meneliti bahasa figuratif dan pesan moral yang terkandung di
dalam kumpulan puisi Lagu Cinta Para Pendosa karya Zaim
Rofiqi.
37
d. Teknik Pengumpulan data
Teknik pengumpulan data ini menggunakan teknik pustaka
dan catat. Teknik pustaka adalah mempergunakan sumber-sumber
tertulis yang akan dianalisis. Teknik ini dilakukan untuk memperoleh
data-data dan informasi-informasi mengenai objek penelitian (Semi,
1993:8). Teknik ini digunakan karena pada penelitian ini, sumber data
yang tertulis lebih mendominasi.
Teknik catat yaitu data yang diperoleh dari pembacaan yang
secara intensif kemudian dicatat, sesuai dengan data yang diperlukan
dalam penelitian (Subroo, 1992:42).
5. Validasi Data
Validasi data merupakan jaminan kemantapan dan tafsiran makna
sebagai hasil penelitian. Untuk menjamin kevalidan dan kemantapan,
penelitian ini menggunakan teknik trianggulasi. Trianggulasi adalah teknik
pemeriksaan keabsahan data yang berfungsi sebagai pembanding atau
pengecek terhadap data dengan memanfaatkan sesuatu yang lain di dalam
data (Moleong, 2002:178).
Teori validasi data dalam penelitian ini menggunakan model
trianggulasi. Trianggulasi merupakan cara yang paling umum digunakan
bagi peningkatan validitas dalam penelitian kualitatif. Trianggulasi ini
merupakan teknik yang didasari pola piker fenomenology yang bersifat
multiperpektif. Artinya untuk menarik kesimpulan yang mantap
diperlukan tidak hanya satu cara pandang. Misalnya dari memandang
38
suatu benda bilamana hanya menggunakan satu perpektif, maka hanya
akan melihat satu bentuk. Jika benda tersebut dilihat dari beberapa
perpektif yang berbeda, maka dari setiap hasil pandangan akan
menemukan bentuk yang bebbeda dengan bentuk yang dihasilkan dari
pandangan ini (Sutopo, 2002:78).
Patton (dalam Sutopo, 2002:92) menyatakan bahwa ada empat
macam teknik trianggulasi, yaitu sebagai berikut.
a. Trianggulasi data, yaitu mengarahkan peneliti agar di dalam
mengumpulkan data wajib, ia wajib menggunakan beragam sumber
data yang berbeda-beda.
b. Trianggulasi peneliti, yaitu hasil penelitian baik data atau pun
simpulan mengenai bagian tertentu atau keseluruhannya bisa diuji
validitasnya dari beberapa peneliti yang lain.
c. Trianggulasi metodologis, yaitu dilakukan peneliti dengan cara
mengumpulkan data sejenis tetap menggunakan teknik atau metode
pengumpulan data yang berbeda.
d. Trianggulasi teoretis, yaitu dilakukan peneliti dengan menggunakan
perspektif lebih dari satu teori dalam membahas permasalahan yang
dikaji.
Berdasarkan empat teknik trianggulasi tersebut, penelitian ini
menggunakan teknik triangggulasi teoretis. Trianggulasi teoretis digunakan dalam
membahas permasalahan yang dikaji. Dari beberapa perspektif teori tersebut akan
diperoleh pandangan yang lebih lengkap, tidak sepihak, sehingga dapat dianalisis
dan dapat ditarik kesimpulan.
39
6. Teknik Analisis Data
Dalam aplikasinya ketika proses pengumpulan data berlangsung
dan jika data sudah dianggap cukup, proses interaktifnya hanya dilakukan
pada tiga komponen yaitu reduksi data, sajian data, dan verifikasi.
Selanjutnya, dalam rangka pengungkapan makna stilistika Lagu
Cinta Para Pendosa karya Zaim Rofiqi sebagai sarana sastra, teknik
analisis data dilaksanakan melalui metode pembacaan model semiotik
yakni pembacaan heuristik dan pembacaan hermeneutik atau retro aktif,
Riffaterre (dalam Al-Ma‟ruf, 2010:91). Pembacaan heuristik adalah
pembacaan menurut konversi atau struktur bahasa (Pembacaan semiotik
tingkat pertama). Adapun pembacaan hermeneutik adalah pembacaan
ulang dengan memberikan interpretasi berdasarkan konvensi sastra
(pembaca semiotik tingkat kedua) (Al-Ma‟ruf, 2010: 91).
Berkaitan dengan itu, dalam upaya pengungkapan totalitas makna
stilistika Lagu Cinta Para Pendosa secara utuh, maka digunakan
pendekatan kritik holistik, yakni menganalis LCPP dari berbagai
komponen dalam kehidupan karya sastra yakni: (1) LCPP sebagai karya
sastra, (2) pengarang sebagai kreator beserta kondisi sosial budaya di
lingkungannya, dan (3) pembaca sebagai penanggap.
Dengan demikian, stilistika LCPP dapat dipahami tidak saja dari
arti kebahasaan melainkan juga maknanya yang memperlihatkan hubungan
dinamik dan tegangan yang terus menerus antara karya, pengarang
(beserta kondisi sosial budaya lingkungannya), dan pembaca.
40
Langkah awal mengalisis puisi Lagu Cinta Para Pendosa dalam
penelitian ini dengan membaca puisi secara mendalam untuk menganalisis
stilistika dalam aspek bahasa berupa bahasa figuratif. Langkah kedua
dengan pembacaan hermeneutik, yaitu dengan membaca puisi Lagu Cinta
Para Pendosa lebih lanjut secara mendalam dan berulang-ulang untuk
memahami isi puisi Lagu Cinta Para Pendosa.
7. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan ditentukan agar dapat memperoleh gambaran
yang jelas dan menyeluruh. Skripsi ini terdiri dari 5 bab yang dipaparkan
sebagai berikut.
Bab satu adalah Pendahuluan yang memuat latar belakang,
perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian yang meliputi
manfaat teoretis dan manfaat praktis. Dilanjutkan tinjauan Pustaka. Yang
terakhir adalah landasan teori, metode penelitian, meliputi pendekatan dan
strategi penelitian, objek penelitian, data dan sumber data, teknik
pengumpulan data, validitas data, teknik analisis data, kerangka berpikir,
dan sistematika penulisan.
Bab dua berisi tentang biografi Zaim Rofiqi, memuat antara lain
riwayat hidup, hasil karya, latar belakang sosial budaya, dan ciri khas
kesusastraan Zaim Rofiqi.
Bab tiga berisi analisis stilistika beserta pemaknaannya yang berisi
bahasa figuratif pada Kumpulan Puisi Lagu Cinta Para Pendosa karya
Zaim Rofiqi.
41
Bab empat berisi analisis pesan moral dalam Kumpulan Puisi Lagu
Cinta para Pendosa karya Zaim Rofiqi.
Bab lima adalah penutup yang meliputi kesimpulan dan saran,
Pada bagian akhir disertakan daftar pustaka dan lampiran (puisi “Lagu
Cinta Para Pendosa karya Zaim Rofiqi).
top related