bab i pendahuluan a. latar belakang masalaheprints.walisongo.ac.id/6568/2/bab i.pdfdari allah swt.4...
Post on 19-Jan-2020
7 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak bisa hidup
sendiri. Dalam menjalankan kehidupannya manusia hidup
bermasyarakat, saling berinteraksi, tolong-menolong dengan yang
lainnya serta saling bermu’amalah dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya guna mencapai kesejahteraan dalam hidupnya. Oleh
karenanya manusia dituntut untuk saling bekerja sama dan
bergotong-royong dalam usaha mencapai tujuannya. Allah SWT
berfirman :
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
melanggar syi'ar-syi'ar Allah,, dan jangan
melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan
(mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan
binatang-binatang qalaa-id, dan jangan (pula)
2
mengganggu orang-orang yang mengunjungi
Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan
keredhaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah
menyelesaikan ibadah haji, Maka bolehlah berburu.
dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada
sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi
kamu dari Masjidil haram, mendorongmu berbuat
aniaya (kepada mereka). dan tolong-menolonglah
kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa,
dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa
dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada
Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya”.
(Q.S Al-Maidah [5] : 2)
Diantara sekian banyak aspek kerja sama dan
perhubungan manusia, maka ekonomi perdagangan termasuk
salah satu diantaranya. Bahkan aspek ini amat penting
peranannya dalam meningkatkan kesejahteraan hidup
manusia. Setiap orang akan mengalami kesulitan dalam
memenuhi hajat hidupnya jika tidak bekerja sama dengan
orang lain.1
Allah SWT telah memberikan telah memberikan
kebebasan kepada umat-Nya untuk mencari keuntungan
sebesar-besarnya baik sebagai individu maupun kelompok
bisnis. Akan tetapi dalam menjalankan aktivitas ekonominya
seorang muslim dibatasi dengan prinsip-prinsip syariah dalam
melakukan pemanfaatan terhadap sumber daya alam untuk
1Hamzah Ya’qub, Kode Etik Dagang menurut Islam, Bandung: CV.
Diponegoro, 1984, h. 13-14
3
mencegah tindakan-tindakan yang bertentangan dengan
ketentuan syariat Islam dalam kegiatan mu’amalahnya.2
Salah satu kegiatan dalam mu’amalah yang dilakukan
masyarakat adalah jual beli. Jual beli adalah salah satu cara
perpindahan kepemilikan yang dihalalkan hukum Islam. Ia
termasuk salah satu sebab kepemilikan (alas hak
kepemilikan), yaitu al-Ikhrazulmubahat (menguasai barang
yang belum ada pemiliknya), al-uqud (kontrak-kontrak) yang
didalamnya termasuk jual beli dan Khalafiyah (penggantian).
Al-Qur’an mengatur tijarah (bisnis) yang didalamnya
termasuk jual beli, agar pelaksanaannya dilakukan atas dasar
saling rela. Al-Qur’an menggambarkan kekeliruan pandangan
kaum jahiliyah yang menyamakan jual beli dengan riba. Jual
beli ditegaskan dalam al-Qur’an sebagai lawan riba. Jual beli
dinyatakan halal sedangkan riba dinyatakan haram.3
Islam menghalalkan jual beli yang termasuk juga
bisnis. Namun tentu saja orang yang menjalankan bisnis
secara Islam, harus menggunakan tata cara atau aturan main
sebagaimana seharusnya seorang muslim berusaha dalam
dunia bisnis agar mendapatkan berkah dari Allah SWT di
dunia maupun akhirat. Aturan bisnis Islam menjelaskan
berbagai etika yang harus di lakukan oleh para pebisnis
2 Yusuf Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam, Jakarta : Gema
Insani, 1997, h. 51 3 Nur Fatoni, Dinamika Relasi Hukum dan Moral dalam Konsep
Jual Beli, Semarang: IAIN Walisongo, 2012,h. 1-2
4
muslim dan diharapkan bisnis tersebut akan maju dan
berkembang pesat lantaran selalu mendapatkan keberkahan
dari Allah SWT.4
Macam-macam jual beli ditinjau dari hukum dan
sifatnya, pertama jual beli shahih adalah jual beli yang
terpenuhi syarat dan rukunnya. Kedua, jual beli fasid adalah
jual beli yang sebagian rukun dan syaratnya tidak terpenuhi.
Kedua jenis jual beli tersebut dibagi menjadi dua bagian yaitu
jual beli yang diharamkan dan jual beli yang dibolehkan.
Contoh jual beli shahih yang diharamkan antara lain mencegat
para pedagang sebelum sampai ke pasar. Sedangkan contoh
jual beli fasid yang diharamkan antara lain jual beli hablil
habalah. Jual beli hablil habalah adalah menjual daging unta
dengan harga tempo sampai unta tersebut melahirkan
anaknya.5
Allah SWT berfirman :
4 Johan Arifin, Etika Bisnis Islami, Semarang: Walisongo Press,
2009, h. 153 5 Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat, Jakarta : Amzah, 2010, h.
209-212
5
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
saling memakan harta sesamamu dengan jalan
yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.
dan janganlah kamu membunuh dirimu;
Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu”. (Q.S An-Nisaa [4]: 29)
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-
aqad itu. Dihalalkan bagimu binatang ternak,
kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (yang
demikian itu) dengan tidak menghalalkan
berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji.
Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum
menurut yang dikehendaki-Nya”. (Q.S Al-
Maidah [5]: 1)
Ayat tersebut menegaskan bahwa dalam menjalankan
aktivitas mu’amalah yang terpenting adalah unsur kerelaan
kedua belah pihak dalam menjalankan akadnya. Tidak
menggunakan cara-cara yang batil yang tidak sesuai dengan
prinsip-prinsip syari’ah. Cara-cara yang batil seperti
kebohongan, penipuan, yang dapat merugikan pihak lain.
Serta dalam menjalankan akad dalam transaksi haruslah
dijalankan sebagaimana yang telah disepakati oleh kedua
belah pihak.
6
Dari sekian banyak bentuk jual beli, terdapat salah
satu sistem jual beli yang disebut jual beli tebasan. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa menebas,
artinya memotong, merambah tumbuh-tumbuhan yang kecil-
kecil, semak-semak, meretas, membuat jalan di hutan,
membuka hutan untuk ditanami, menetak, memarang,
memborong hasil tanaman seperti padi, buah-buahan dan
sebagainya semuanya ketika belum dipetik.6 Jadi jual beli
tebasan merupakan jual beli secara borongan (spekulatif),
yaitu jual beli yang dilakukan tanpa menimbang, mengukur
maupun menakar objek yang akan diperjualbelikan.
Di Desa Waru Karanganyar, Kecamatan Purwodadi,
Kabupaten Grobogan jual beli tebasan merupakan jual beli
yang lazim digunakan dalam menjual padi. Ukuran yang
digunakan adalah per seprapat. Seprapat adalah ukuran rata-
rata petak sawah di Kecamatan Purwodadi yaitu seluas
kurang lebih 1670 m2,
atau kurang lebih 1/6 hektar.7 Akan
tetapi luas sawah bisa saja kurang atau bahkan lebih luas dari
rata-rata luas diatas.8
Untuk mekanisme sistem tebasan, penebas akan
langsung datang ke sawah untuk melihat padi yang akan
6 Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai
Pustaka, 2005, 7 Wawancara dengan Bapak Budiyono, Kepala Dinas Pertanian
Kecamatan Purwodadi, Sabtu, 28 November 2015. 8 Wawancara dengan Bapak Sutris, Ketua Gapoktan (Gabungan
Kelompok Tani) Desa Waru karanganyar, Sabtu, 8 November 2015
7
ditebas. Hal tersebut dilakukan kurang lebih selama 1-2
minggu sebelum padi benar-benar menguning dan siap untuk
dipanen. Dalam menentukan harga, penebas akan mengukur
terlebih dahulu luas sawah menggunakan langkah kaki.
Setelah itu baru penebas akan bernegosiasi dengan penjual
untuk menentukan harga. Setelah harga disepakati, maka
penebas akan memberikan uang panjar (DP) sebagai tanda
jadi untuk transaksi tersebut. Besaran uang panjar berkisar
antara Rp 200.000 sampai dengan Rp 300.000. Pelunasan
akan dilakukan ketika padi siap panen. Untuk masalah harga,
satuan yang digunakan dalam penentuan harga tebasan adalah
Rupiah/seprapat. Untuk harga sendiri, rata-rata harga yang
diberikan per seprapat adalah Rp 3.000.000 sampai Rp
4.000.000 tergantung dari luas sawah, dan kualitas padi yang
meliputi subur atau tidaknya padi, serta kerapatan jarak
tanam.9
Akan tetapi, dengan berbagai alasan bisa saja harga
yang disepakati diawal kontrak berbeda dengan realisasi di
akhir kontrak, atau bahkan terjadi gagal kontrak. Sebagai
contoh, ketika kontrak awal penjual dan penebas harga yang
disepakati adalah Rp 4.000.000 tetapi karena alasan tertentu
penebas hanya membayarkan Rp 3.800.000. Alasan tersebut
biasanya karena cuaca yang tidak menentu (sering hujan)
maka harga jual padi menjadi turun. Perbedaan harga antara
9 Ibid
8
kontrak awal dengan realisasi pembayaran di akhir kontrak
tersebut biasanya diselesaikan secara kekeluargaan agar tidak
menimbulkan perselisihan antara penebas dengan penjual
(petani). Atau bisa juga bila terjadi gagal kontrak maka
penebas tidak jadi membeli padi tanpa ada pemberitahuan
pembatalan pembelian terlebih dahulu kepada penjual. Dan
uang yang dijadikan tanda jadi kontrak menjadi milik
penjual10
. Dalam konteks tersebut, maka ada salah satu pihak
yang dirugikan yaitu pemilik sawah.
Dalam menentukan kontrak kedua belah pihak tidak
menggunakan perjanjian tertulis, hanya menyatakannya
melalui lisan, sehingga jika sewaktu-waktu terjadi gagal
kontrak maka pihak penjual (petani) tidak bisa berbuat
banyak, hanya bisa menerima pembatalan kontrak secara
sepihak dari pihak pembeli.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka
penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul :
“Praktek Jual Beli Padi menggunakan Sistem Tebasan
Perspektif Ekonomi Islam (Studi Kasus di Desa Waru
Karanganyar, Kecamatan Purwodadi, Kabupaten
Grobogan)”.
10
Wawancara dengan Bapak Purwoto, Sabtu, 28 November 2015.
9
B. Rumusan Masalah
Dengan memperhatikan latar belakang diatas, maka
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana praktek jual beli padi menggunakan sistem
tebasan di Desa Waru Karanganyar, Kecamatan Purwodadi,
Kabupaten Grobogan ?
2. Bagaimana praktek jual beli padi menggunakan sistem
tebasan di Desa Waru Karanganyar, Kecamatan Purwodadi,
Kabupaten Grobogan dalam Perspektif Ekonomi Islam?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan penelitian:
a. Untuk mengetahui praktek jual beli padi menggunakan
sistem tebasan di Desa Waru Karanganyar, Kecamatan
Purwodadi, Kabupaten Grobogan.
b. Untuk mengetahui praktek jual beli padi menggunakan
sistem tebasan yang ada di Desa Waru Karanganyar,
Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Grobogal dalam
Perspektif Ekonomi Islam.
2. Manfaat hasil penelitian
a. Bagi akademis: penelitian ini diharapkan bisa memberi
manfaat secara akademis untuk perkembangan ilmu
pengetahuan terkait dengan sistem jual beli tebasan dalam
perspektif Ekonomi Islam.
b. Bagi pelaku transaksi jual beli padi menggunakan sistem
tebasan di Desa Waru Karanganyar: penelitian ini
10
diharapkan bisa memberi manfaat bagi pelaku transaksi
jual beli padi menggunakan sistem tebasan di Desa Waru
Karanganyar agar dalam menjalankan bisnisnya selalu
berpedoman pada prinsip Ekonomi Islam sehingga dalam
transaksi tersebut tidak hanya mendatangkan manfaat bagi
para pelakunya, tetapi juga mendapatkan keberkahan dari
Allah SWT.
D. Tinjauan Pustaka
Yusuf Nizar dalam skripsinya yang berjudul “Jual Beli
Mendong Secara Tebasan Perspektif Hukum Islam (Studi di
Kelurahan Margabakti Kecamatan Cibeureum Kota
Tasikmalaya)” menyimpulkan bahwa akad jual beli tebasan di
Kelurahan Cibeureum Kota Tasikmalaya dapat diterima menurut
Hukum Islam karena telah memenuhi semua rukun dan syaratnya
, serta sejalan dengan maqasyid asy-syariah, yaitu untuk keadilan
dan kemaslahatan seluruh umat manusia dengan memberikan
salah satu kemudahan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Dengan demikian, akad jual beli mendong secara tebasan di
Kelurahan Margabakti Kecamatan Cibeureum masih sejalan
dengan Hukum Islam dan boleh dilakukan.11
Anna Dwi Cahyani dalam skripsinya yang berjudul
“Jual Beli Bawang Merah dengan Sistem Tebasan di Desa
11
Yusuf Nizar, “Jual Beli Mendong Secara Tebasan Perspektif
Hukum Islam (Studi di Kelurahan Margabakti Kecamatan Cibeureum Kota
Tasikmalaya), Skripsi, Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2012, h. 85
11
Sidapurna Kecamatan Dukuh Puri Tegal (Sebuah Tinjauan
Sosiologi Hukum Islam)” menyimpulkan bahwa terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi transaksi jual beli secara
tebasan, yaitu : transaksinya lebih mudah, tidak berbelit-belit,
lebih efektif karena tidak perlu repot memanen, hemat biaya
serta pembayarannya dilakukan diawal menjadi faktor-faktor
yang mempengaruhi adanya jual beli bawang merah
menggunakan sistem tebasan di Desa Sidapurna Kecamatan
Dukuh Puri Tegal. Selain itu dalam transaksi tersebut juga
sudah memenuhi syarat dan rukun akad. Apabila terjadi
potongan harga maka diselesaikan dengan cara yang
transparan.12
Dini Widya Mulyaningsih dalam skripsinya yang
berjudul “Analisis Hukum Islam Terhadap Praktek Ganti
Rugi Dalam Jual Beli Tebasan (Studi Kasus Ganti Rugi Pada
Jual Beli Padi Tebasan Di Desa Brangsong Kec. Brangsong
Kab. Kendal)” menyimpulkan bahwa praktek pemotongan
harga tidak sesuai dengan hukum Islam dikarenakan gagal
panen adalah hal diluar jangkauan kedua belah pihak yakni
penjual dan pembeli. selain itu dalam akad jual beli
hendaknya dilakukan atas dasar kerelaan, bukan karena unsur
keterpaksaan, sungkan, tidak enak hati karena bertetangga dan
12
Anna Dwi Cahyani, “Jual BeliBawang Merah dengan Sistem
Tebasan di Desa Sidapurna Kecamatan Dukuh Puri Tegal (Sebuah Tinjauan
Sosiologi Hukum Islam)” skripsi, Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2010,
h.81-82
12
sebagainya. Dalam hal ini petani menjual padi secara tebasan
lebih banyak berdasarkan keterpaksaan dan sebagai pihak
yang lemah.13
Irfatun Na’imah dalam skripsinya yang berjudul
“Tinjauan Hukum Islam Terhadap Jual Beli Ikan Dengan
Sistem Tebasan di Desa Sekaran Kecamatan Sekaran
Kabupaten Lamongan)” menyimpulkan bahwa jual beli
tebasan di desa Sekaran merupakan adat yang sudah lama dan
jual beli tersebut menguntungkan kedua belah pihak serta
lebih banyak mendatangkan manfaat dari pada mudharatnya,
serta membantu perekonomian dalam rangka menaikkan taraf
hidup masyarakat desa Sekaran.14
Siti Malikatul Choiriyah dalam skripsinya yang
berjudul “Jual Beli Kelapa Secara Tebasan Perspektif
Sosiologi Hukum Islam (Studi di Desa Bandan Kelurahan
Sendangsari Kecamatan Minggir Kabupaten Sleman
Yogyakarta) menyimpulkan bahwa jual beli tebasan tersebut
masih sejalan dengan hukum Islam dari kacamata Sosiologi,
hanya perlu menghindari mekanisme yang dapat merugikan
kedua belah pihak demi kemaslahatan bersama, serta perlu
13
Dini Widya Mulyaningsih, Analisis Hukum Islam Terhadap
Praktek Ganti Rugi Dalam Jual Beli Tebasab (Studi Kasus Ganti Rugi Pada
Jual Beli Padi Tebasan di Desa Brangsong Kec. Brangsong Kab. Kendal),
Semarang: IAIN Walisongo Semarang, 2011, h. 64-65) 14
Irfatun Na’imah, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Jual Beli Ikan
Dengan Sistem Tebasan di Desa Sekaran Kecamatan Sekaran Kabupaten
Lamongan, Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2012, h. 70
13
menekankan prinsip kejujuran serta transparansi kualitas
barang agar tidak ada manipulasi.15
Dari beberapa tinjauan pustaka diatas lebih membahas
sistem tebasan dari segi Hukum Ekonomi Islam maupun
Sosiologi Hukum Islam serta membahas faktor-faktor yang
mempengaruhi masyarakat memilih jual beli secara tebasan.
Sedangkan dalam skripsi yang peneliti buat akan membahas
model jual beli padi menggunakan sistem tebasan yang ada di
Desa Waru Karanganyar, Kecamatan Purwodadi, Kabupaten
Grobogan serta meninjau model jual beli tebasan tersebut
dalam perspektif Ekonomi Islam.
E. Metode Penelitian
Metode penelitian menguraikan tentang jenis penelitian,
metode penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis
data.
1. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian lapangan
(field research) dengan pendekatan kualitatif. Menurut
Bogdan dan Taylor yang dikutip Jusuf Soewadji penelitian
kualitatif diartikan sebagai salah satu prosedur penelitian yang
15
Siti Malikatul Choiriyah, Jual Beli Kelapa Secara Tebasan
Perspektif Sosiologi Hukum Islam (Studi di Desa Bandan Kelurahan
Sendangsari Kecamatan Minggir Kabupaten Sleman
Yogyakarta,Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2008, h. 88
14
akan menghasilkan data deskriptif berupa ucapan atau tulisan
dan prilaku orang-orang yang diamati.16
2. Sumber dan Jenis Data
Sumber data seharusnya ditulis secara lengkap, dari
mana data itu diperoleh. Untuk penelitian yang bersifat library
research, sumber data diambil dari buku-buku rujukan atau
penelitian-penelitian mutakhir baik yang sudah dipublikasikan
maupun belum diterbitkan. Sumber data terdiri dari data
primer dan data sekunder.
Dalam penelitian yang bersifat field research, data
penelitian berupa data primer dan sekunder, Data primer yaitu
data yang berasal langsung dari sumber data yang
dikumpulkan secara khusus dan berhubungan langsung
dengan permasalahan yang diteliti. Data ini diperoleh dari
hasil wawancara (interview) atau kuesioner penelitian. Dalam
hal ini data primer dapat diperoleh melalui wawancara dengan
petani, penebas, maupun makelar (broker). Sedangkan data
sekunder yaitu data yang tidak didapatkan secara langsung
oleh peneliti tetapi diperoleh dari orang atau pihak lain,
misalnya berupa dokumen laporan–laporan, buku-buku, jurnal
penelitian, artikel dan majalah ilmiah yang masih berkaitan
dengan materi penelitian.
16
Soewadji Jusuf, Pengantar Metodologi Penelitian, Jakarta: Mitra
Wacana Media, 2012, h.51
15
3. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mengumpulkan data-data dalam penelitian
kualitatif, bisa digunakan dengan beberapa teknik,
diantaranya:
a. Wawancara (Interview)
Wawancara (Interview) dapat dilakukan
secara tatap muka (face to face) antara peneliti dan
yang diteliti maupun dengan menggunakan media
komunikasi. Interview adalah sebuah dialog yang
dilakukan oleh pewawancara (interviewer) untuk
memperoleh informasi dari terwawancara
(interviewed). Dalam hal ini peneliti akan
melakukan wawancara langsung dengan penjual
maupun pembeli tentang informasi yang dibutuhkan
peneliti.
Dalam teknik wawancara ini instrumen yang
digunakan sebagai pengumpul data berupa pedoman
wawancara yaitu berupa pertanyaan-pertanyaan
yang sistematis dan terarah. Metode ini digunakan
peneliti dalam mencari data secara langsung yang
berkenaan dengan sistem tebasan.
b. Dokumentasi (Documentation)
Dokumentasi adalah teknik atau metode
pengumpulan data dengan cara mengambil data dari
dokumen-dokumen yang ada baik berupa catatan,
16
transkrip, buku-buku, jurnal ilmiah, koran, majalah,
website dan lain-lain.
c. Observasi (Observation)
Observasi merupakan suatu teknik
pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
mengadakan penelitian secara teliti, serta pencatatan
secara sistematis. Menurut Kartono pengertian
observasi adalah studi yang disengaja dan sistematis
tentang fenomena sosial dan gejala-gejala psikis
dengan jalan pengamatan dan pencatatan.17
4. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data bersifat deskriptif analitis, yaitu
data yang dikumpulkan lebih mengambil bentuk kata-kata
atau gambar daripada angka-angka. Hasil penelitian
tertulis berisi kutipan-kutipan dari data untuk
mengilustrasikan dan menyediakan bukti presentasi,
transkip wawancara, catatan lapangan, dokumen-
dokumen, memo, foto dan dokumen resmi lainnya.18
Sedangkan analitis digunakan untuk menganalisis praktek
jual beli secara tebasan dalam perspektif Ekonomi Islam.
17
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif, Jakarta:PT Bumi
Aksara, 2013, h. 47 18
Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif Analisis Data, Jakarta:
Rajawali Pers, 2012, h.3
17
F. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam skripsi ini akan dibagi
menjadi lima bab, yaitu :
BAB I PENDAHULUAN
Berisi uraian mengenai alasan-alasan yang menjadi
latar belakang dalam penelitian ini, rumusan masalah,
tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka,
metode penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisi uraian tentang teori-teori yang berkaitan
dengan masalah yang diteliti, yaitu tentang teori-teori
mengenai mekanisme Jual Beli dalam Islam
BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN
Bab ini menjelaskan tentang gambaran umum objek
penelitian yaitu Jual Beli Padi menggunakan Sistem
Tebasan di Desa Waru Karanganyar, Kecamatan
Purwodadi, Kabupaten Grobogan.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini menjelaskan tentang hasil dan pembahasan
mengenai penelitian yang telah dilakukan.
BAB V PENUTUP
Bab ini menjelaskan tentang kesimpulan dan saran.
top related