bab 4 diperbaiki interpretasinya ma revisi.doc
Post on 11-Aug-2015
66 Views
Preview:
TRANSCRIPT
70
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Subyek dan Obyek Penelitian
Perusahaan yang menjadi objek penelitian ini adalah perusahaan
manufaktur dan perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
(BEI) pada periode 2008-2011 yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan.
Dari jumlah perusahaan manufaktur yang ada, hanya 29 perusahaan yang
memenuhi kriteria sampel yang ditetapkan sedangkan dari perusahaan
pertambangan terdapat 21 perusahaan. Periode penelitian ini adalah tahun 2008-
2011, sehingga jumlah laporan tahunan perusahaan manufaktur yang diobservasi
berjumlah 116 observasi (29 perusahaan dalam 4 tahun), sedangkan perusahaan
pertambangan sebanyak 84 observasi (21 perusahaan dalam 4 tahun). Total
observasi dari perusahaan manufaktur dan pertambangan yang sesuai dengan
kriteria adalah 191 observasi.
Tabel 4.1
Jumlah Sampel Penelitian
KeteranganJumlah
Observasi
Jumlah sampel perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI dan mengungkapkan laporan tahunan dari tahun 2008-2011
84
Jumlah sampel perusahaan pertambangan yang terdaftar di BEI dan mengungkapkan laporan tahunan dari tahun 2008-2011
116
Jumlah sampel perusahaan manufaktur dan pertambangan 200
Jumlah sampel perusahaan yang tidak sesuai kriteria sampel (9)
Jumlah sampel perusahaan yang sesuai dengan kriteria 191
Sumber: Data diolah
71
4.2. Deskripsi Hasil Penelitian
Analisis statistik deskriptif bertujuan untuk mendeskripsipkan karakteristik
dari masing-masing variabel yang diteliti. Alat yang digunakan untuk
mendeskripsikan variabel dalam penelitian ini adalah nilai rata-rata (mean), nilai
minimum, nilai maksimum, dan standar deviasi. Variabel yang diteliti adalah
Corporate Social Responsibility Index (CSRI), Return On Asset (ROA), ukuran
perusahaan (SIZE), dan resiko keuangan perusahaan (RISK). Berikut ini adalah
tabel untuk menjelaskan deskrisi variabel yang diteliti.
Tabel 4.2
Statistik Deskriptif Variabel Penelitian
Variabel Tahun Minimum Maksimum Mean Standar Deviasi DeviasiReturn On
Asset2008 -0,120 0,280 0,081 0,084
2009 -0,021 0,338 0,093 0,079
2010 -0,035 0,237 0,098 0,072
2011 -0,016 0,346 0,110 0,080
2008-2009 -0,120 0,346 0,096 0,079
Corporate Social Responsibility Index
2008 0,128 0,615 0,339 0,129
2009 0,128 0,641 0,377 0,133
2010 0,115 0,641 0,407 0,132
2011 0,128 0,641 0,417 0,129
2008- 2011 0,115 0,641 0,386 0,133
Size 2008 24,75 32,02 28,79 1,66
2009 25,97 32,12 28,97 1,52
2010 26,03 32,36 29,10 1,49
2011 26,11 32,66 29,31 1,48
2008- 2011 24,75 32,66 29,04 1,54
Financial Risk
2008 0,090 6,720 1,429 1,306
2009 0,030 4,340 1,076 0,818
2010 0,110 4,060 1,009 0,738
2011 0,100 5,960 1,106 1,088
72
2008- 2011 0,030 6,720 1,153 1,017
Sumber: Lampiran
4.2.1. Corporate Social Responsibility Index (CSRI)
Aktivitas CSR perusahaan dapat diketahui dari laporan tahunan
perusahaan. Perusahaan menyajikan program CSR dalam laporan tahunan sebagai
bentuk tanggung jawab perusahaan kepada para stakeholder, khususnya investor.
CSR diukur dengan indeks pengungkapan sosial yang merupakan variabel
dummy. Indeks pengungkapan sosial dihitung dengan cara pengungkapan CSR
setiap perusahaan sampel diberi kode 1 jika perusahaan mengungkapkan item
pada daftar pertanyaan (checklist), dan kode 0 jika perusahaan tidak
mengungkapkan item tersebut yang sesuai dengan daftar pertanyaan. Instrumen
pengukuran Corporate Social Responsibility Index (CSRI) yang digunakan
berjumlah 78 item.
Pada tabel diketahui rata-rata indeks CSR perusahaan sebesar 0,386
dengan standar deviasi 0,133. Indeks CSR terendah sebesar 0,1154 dimiliki oleh
PT Dynaplast Tbk pada tahun 2010, sedangkan indeks CSR tertinggi sebesar
0,6410 dimiliki oleh PT United Tractors Tbk pada tahun 2009-2011. Kedua
perusahaan di atas merupakan perusahaan manufaktur, sehingga bisa dikatakan
bahwa perusahaan manufaktur memiliki nilai indeks tanggung jawab sosial lebih
tinggi dibanding perusahaan pertambangan.
Variabel Corporate Social Responsibility Index (CSRI) diketahui secara
rata-rata terdapat kenaikan nilai dari tahun 2008 hingga 2011. Pada tahun 2008,
nilai rata-rata CSRI sebesar 0,339, tahun 2009 nilai rata-rata CSRI sebesar 0,377,
tahun 2010 nilai rata-rata CSRI sebesar 0,407, dan di tahun 2011 sebesar 0,417.
73
Nilai rata-rata CSRI selalu meningkat tiap tahun dari 2008-2011. Hasil ini
menunjukkan bahwa perusahaan yang menjadi sampel penelitian telah berusaha
untuk meningkatkan tanggung jawab sosial perusahaan dan memberi perhatian
terhadap lingkungan dan sosial ke dalam operasinya dan interaksinya dengan
stakeholders dibanding tahun sebelumnya. Nilai standart deviasi yang lebih baik
dari tahun ke tahun yang ditunjukkan oleh nilai yang masih lebih kecil
dibandingkan nilai rata-rata mengindikasikan perhatian yang ditunjukkan sebagian
besar perusahaan untuk perbaikan lingkungan sosial dan interaksi dengan
stakeholder relatif sudah bagus.
4.2.2. Profitabilitas
Pada penelitian ini, variabel profitabilitas diukur dengan Return On Asset
(ROA). Rasio ini membandingkan laba bersih dengan total aset perusahaan. Pada
tabel diketahui nilai rata-rata ROA perusahaan sebesar 0,096 dengan standar
deviasi 0,079. Hal ini berarti perusahaan yang diobservasi memiliki kemampuan
untuk menghasilkan laba bersih 10% dari total aset yang dimiliki oleh perusahaan.
Nilai ROA terendah sebesar -0,120 dimiliki oleh PT Benakat Petroleum Energy
Tbk sedangkan nilai ROA tertinggi sebesar 0,346 dimiliki oleh PT Indo Tambang
Raya Megah Tbk. Kedua perusahaan di atas merupakan perusahaan
pertambangan.
Variabel kinerja perusahaan ROA diketahui secara rata-rata terdapat
kenaikan nilai dari tahun 2008 hingga 2011. Pada tahun 2008, nilai rata-rata ROA
sebesar 0,081, tahun 2009 nilai rata-rata ROA sebesar 0,093, tahun 2010 nilai
rata-rata ROA sebesar 0,098, dan tahun 2011 nilai rata-rata ROA sebesar 0,110.
74
Hasil ini menunjukkan bahwa perusahaan yang menjadi sampel penelitian
memiliki kinerja yang lebih baik dari tahun ke tahun. Nilai standart deviasi yang
lebih baik dari tahun ke tahun yang ditunjukkan oleh nilai yang masih lebih kecil
dibandingkan nilai rata-rata mengindikasikan kinerja perusahaan mulai tahun
2009 lebih baik dibandingkan tahun 2008 dan mencapai kinerja terbaik di periode
akhir tahun 2011.
4.2.3. Ukuran Perusahaan (SIZE)
Size perusahaan adalah ukuran yang menunjukkan besar kecilnya suatu
perusahaan. Pada penelitian ini size perusahaan diukur dari total asset yang
dimiliki perusahaan. Data total asset dari sampel perusahaan memiliki variasi
yang sangat besar (standar deviasi yang tinggi), sehingga sebagaimana pada
penelitian terdahulu, variabel ukuran perusahaan diukur dengan natural logarithm
of total asset.
Pada tabel diketahui nilai rata-rata Ln size perusahaan sebesar 29,04
dengan standar deviasi sebesar 1,54. Ln size perusahaan terendah sebesar 24,75
dimiliki oleh PT Garda Tujuh Buana Tbk pada tahun 2008 sedangkan Ln size
tertinggi sebesar 32,66 dimiliki PT Astra International Tbk pada tahun 2011.
Variabel ukuran perusahaan (SIZE) diketahui secara rata-rata terdapat
kenaikan dari tahun 2008 hingga 2011. Pada tahun 2008, nilai rata-rata SIZE
sebesar 28,79, tahun 2009 nilai rata-rata SIZE sebesar 28,97, tahun 2010 nilai
rata-rata SIZE sebesar 29,10, dan tahun 2011 nilai rata-rata SIZE naik menjadi
29,31.
75
Hasil deskripsi untuk variabel ukuran perusahaan (SIZE) diketahui secara
rata-rata terdapat kenaikan nilai dari tahun 2008 hingga 2011. Hasil ini
menunjukkan bahwa ukuran perusahaan yang menjadi sampel penelitian terus
mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Nilai standart deviasi yang lebih baik
dari tahun ke tahun yang ditunjukkan oleh nilai yang masih lebih kecil
dibandingkan nilai rata-rata mengindikasikan ukuran perusahaan yang menjadi
sampel dalam penelitian relatif sama.
Ukuran perusahaan yang diukur dengan total aset menunjukkan
peningkatan dari tahun ke tahun. Hal ini akan memungkinkan perusahaan untuk
memperoleh sumber daya yang dibutuhkan untuk meningkatkan kinerja
keuangannya untuk periode berikutnya jika perusahaan bisa mengelola aset yang
dimiliki secara efektif dan efisien.
4.2.4. Resiko Keuangan (RISK)
Resiko perusahaan dalam penelitian ini diproksikan dengan nilai leverage
perusahaan, yaitu membandingkan hutang dengan ekuitas perusahaan. Tingkat
resiko yang dimiliki oleh perusahaan pada suatu waktu dapat mempengaruhi
profitabilitas perusahaan.
Pada tabel diketahui nilai rata-rata RISK perusahaan sebesar 1,153 dengan
standar deviasi sebesar 1,017. Nilai RISK terendah sebesar 0,10 dimiliki oleh PT
Mandom Indonesia Tbk pada tahun 2011, sedangkan nilai RISK tertinggi sebesar
6,720 dimiliki oleh PT Harum Energy Tbk pada tahun 2008.
Variabel resiko keuangan (RISK) diketahui secara rata-rata terdapat
penurunan dari tahun 2008 hingga 2010. Pada tahun 2008, nilai rata-rata RISK
76
sebesar 1,429, tahun 2009 nilai rata-rata RISK sebesar 1,076, tahun 2010 nilai
rata-rata RISK sebesar 1,009, dan tahun 2011 nilai rata-rata RISK naik menjadi
1,106.
Hasil deskripsi untuk variabel resiko keuangan (RISK) diketahui secara
rata-rata terdapat penurunan nilai dari tahun 2008 hingga 2011. Hasil ini
menunjukkan bahwa perusahaan yang menjadi sampel penelitian berusaha untuk
memperkecil resiko bagi pemegang saham biasa yang merupakan akibat dari
aktivitas hutang dari tahun ke tahun. Adanya penurunan tingkat resiko keuangan
dari perusahaan dipandang baik oleh investor. Nilai standart deviasi yang masih
lebih kecil dibandingkan nilai rata-rata mengindikasikan sebagian besar
perusahaan selama periode tahun 2008 hingga 2011 telah berusaha mengurangi
resiko tambahan untuk pemegang saham.
4.3. Analisis Model dan Pengujian Hipotesis
Pada bagian berikut akan dijelaskan mengenai analisis model yang
digunakan serta pengujian hipotesis. Analisis model pada penelitian ini adalah
regresi linier berganda. Pengujian asumsi klasik harus dilakukan terlebih dahulu
sebelum melakukan regresi. Uji asumsi klasik yang dilakukan antara lain, uji
normalitas, uji multikolinieritas, uji heteroskedastisitas, dan uji autokorelasi.
4.3.1. Uji Asumsi Klasik
Sebelum model regresi dianalisis, uji asumsi klasik harus dilakukan
terlebih dahulu. Model persamaan regresi linier berganda harus bersifat BLUE
(Best Linear Unbiased Estimation), artinya model regresi tersebut menghasilkan
estimator linier yang tidak bias. Analisis regresi dapat dinyatakan sempurna
77
apabila telah lolos uji asumsi klasik, yaitu normalitas, multikolinieritas,
autokorelasi dan heterokedastisitas. Dengan demikian model regresi yang
diestimasi dapat memberikan hasil pendugaan pengaruh yang baik. Berikut adalah
hasil uji asumsi klasik model regresi terhadap Return On Asset (ROA) dan Return
On Equity (ROE).
4.3.1.1. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi,
variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Berikut ini adalah
pengujian normalitas dengan normal probability plot:
Gambar 4.1
Normal Probability Plot ROA
1.00.80.60.40.20.0
Observed Cum Prob
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
Expected C
um
Prob Dependent Variable: ROA
Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual
Dari hasil grafik normal probability plot untuk model regresi terhadap
ROA diketahui bahwa plot dari nilai residual sudah menyebar di sekitar garis
diagonal dan mengikuti arah garis diagonal. Hal ini menunjukkan bahwa
normalitas pada nilai residual untuk dua model regresi telah terpenuhi. Hasil uji
78
normal probability plot dapat diperkuat dengan menggunakan uji one sample
Kolmogorov-Smirnov sebagai berikut:
Tabel 4.3
Uji One Sample Kolmogorov-Smirnov
Residual Nilai K-S Z Sig Keterangan
Model ROA 0,995 0,275 Normal
Sumber: Lampiran
Hasil uji normalitas dengan uji one sample Kolmogorov-Smirnov
menghasilkan nilai signifikansi masing-masing sebesar 0,275 untuk residual
model regresi ROA. Dari hasil tersebut maka disimpulkan bahwa residual model
regresi sudah menyebar menurut sebaran normal karena nilai signifikansi sudah
lebih besar dari 0,05 dan model regresi telah memenuhi asumsi normalitas.
4.3.1.2. Uji Multikolinieritas
Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi yang
terdiri lebih dari satu variabel bebas mensyaratkan diantara variael bebas tersebut
tidak boleh memiliki hubungan atau keterkaitan satu dengan yang lainnya (non
multikolinieritas).
Gejala multikolinearitas yang cukup tinggi menyebabkan standard error
dari koefisien regresi masing-masing variabel bebas menjadi sangat tinggi.
Berikut ini uji asumsi non multikolinieritas menggunakan nilai VIF dan tolerance:
79
Tabel 4.4
Uji Multikolinieritas
Variabel
Return On Asset
Tolerance VIF
CSRI 0,537 1,864
SIZE 0,628 1,593
RISK 0,920 1,087
TYPE 0,831 1,203
Sumber: Lampiran
Berdasarkan pada tabel diketahui bahwa nilai VIF untuk variabel bebas
dan tiga variabel kontrol lainnya lebih kecil dari 10, begitu juga untuk nilai
tolerance yang lebih besar dari 0.10. Hasil ini menunjukkan bahwa dua model
regresi telah memenuhi asumsi non multikolinieritas.
4.3.1.3. Uji Heteroskedastisitas
Asumsi non heteroskedastisitas bertujuan untuk melihat kesamaan ragam
dari nilai residual hasil estimasi model regresi. Semakin sama ragam nilai residual
maka model regresi yang dihasilkan semakin baik. Pendeteksian asumsi non
heteroskedastisitas digunakan metode scatter plot. Berikut adalah grafik scatter
plot :
80
Gambar 4.2
Scatter Plot ROA
210-1-2-3-4-5
Regression Standardized Predicted Value
4
3
2
1
0
-1
-2
-3
Regre
ssio
n S
tudentized R
esid
ual
Dependent Variable: ROA
Scatterplot
Dari hasil grafik scatter plot diketahui bahwa plot dari nilai residual dari
hasil model regresi terhadap ROA dan ROE menyebar tidak beraturan atau tidak
membentuk pola tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa asumsi non
heteroskedastisitas pada nilai residual model regresi telah terpenuhi.
4.3.1.4. Uji Autokorelasi
Selain harus menyebar normal residual, model regresi harus independen
antara satu observasi dan observasi yang lainnya (non autokorelasi), artinya antara
residual tidak boleh saling berkaitan atau berhubungan. Pendeteksian asumsi non
autokorelasi menggunakan test Durbin-Watson.
Tabel 4.5
Uji Non Autokorelasi
Model Batas Bawah Durbin-Watson Batas Atas
Return On Asset
(ROA)-2 1,981 +2
Sumber: Lampiran
81
Berdasarkan pada tabel diketahui bahwa nilai Durbin-Watson untuk model
regresi ROA adalah sebesar 1,981 dan berada di rentang batas bawah -2 sampai
dengan batas atas +2. Hasil ini menunjukkan bahwa model regresi ROA telah
memenuhi asumsi non autokorelasi.
4.3.2. Model Regresi Linier Berganda
Berikut ini adalah hasil pendugaan dari model regresi ordinary least
square antara variabel Corporate Social Responsibility Index (CSRI) terhadap
Return On Asset (ROA) dengan menggunakan variabel kontrol ukuran perusahaan
(SIZE), financial risk (RISK) dan tipe perusahaan (TYPE):
Tabel 4.6
Hasil Estimasi Model Regresi Linier Berganda
Variabel
Bebas
Variabel Dependen
Return On Assets (ROA)
Koefisien t hitung Sig. t
Konstanta -0,288
CSRI 0,085 1,699 0,091
SIZE 0,013 3,235 0,001
RISK -0,032 -6,345 0,000
TYPE 0,018 1,610 0,109
R = 0,538
R2 = 0,289
F = 18,911
Sig. F = 0,000
Sumber: Lampiran
82
Nilai-nilai koefisien regresi untuk model Return On Assets (ROA) pada
tabel di atas dapat ditulis ke dalam persamaan model sebagai berikut:
ROA = -0,288 + 0,085 CSRI + 0,013 SIZE – 0,032 RISK + 0,018 TYPE
Persamaan model regresi linier berganda di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. ROA: Nilai konstanta sebesar -0,288, berarti apabila CSRI, SIZE, RISK,
dan TYPE konstan atau tidak berubah, maka diprediksi ROA akan
mengalami penurunan sebesar -0,288.
2. ROA: Nilai koefisien regresi variabel CSRI terhadap ROA bernilai 0,085
menunjukkan jika CSRI meningkat sebesar satu persen, maka besarnya
ROA akan mengalami peningkatan sebesar 0,085 persen dengan asumsi
SIZE dan RISK tidak berubah.
3. ROA: Nilai koefisien regresi variabel kontrol SIZE terhadap ROA bernilai
0,013 menunjukkan jika ukuran perusahaan mengalami peningkatan satu
satuan, maka besarnya rasio return on assets akan mengalami peningkatan
sebesar 0,013 persen dengan asumsi CSRI dan RISK tidak berubah.
4. ROA: Nilai koefisien regresi variabel kontrol RISK terhadap ROA
bernilai 0,032 menunjukkan jika financial risk meningkat sebesar satu
persen, maka besarnya rasio return on assets akan mengalami penurunan
sebesar 0,032 persen dengan asumsi CSRI dan SIZE tidak berubah.
5. ROA: Nilai koefisien regresi TYPE terhadap ROA bernilai 0,018
menunjukkan bahwa rasio ROA pada perusahaan manufaktur lebih tinggi
dibandingkan rasio ROA yang ada pada perusahaan pertambangan.
83
4.3.3. Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis dilakukan untuk mengetahui signifikansi pengaruh
masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen menggunakan
uji t. Berdasarkan ringkasan hasil uji t untuk model regresi pengaruh variabel
indeks Corporate Social Responsibility terhadap Return on Asset dihasilkan nilai t
hitung 1,699 dengan signifikansi uji yang bernilai 0,091. Nilai signifikansi
tersebut lebih dari 0,05 (α = 0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa besarnya indeks
Corporate Social Responsibility sebuah perusahaan tidak memiliki pengaruh
terhadap Return on Asset.
Hasil uji t untuk model regresi pengaruh variabel kontrol ukuran
perusahaan terhadap Return on Asset dihasilkan nilai t hitung 3,235 dengan
signifikansi uji yang bernilai 0,001. Nilai signifikansi tersebut kurang dari 0,05 (α
= 0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa besarnya ukuran perusahaan memiliki
pengaruh signifikan terhadap Return on Asset.
Hasil uji t untuk model regresi pengaruh variabel kontrol financial risk
terhadap Return on Asset dihasilkan nilai t hitung -6,345 dengan signifikansi uji
yang bernilai 0,000. Nilai signifikansi tersebut kurang dari 0,05 (α = 0,05). Hasil
ini menunjukkan bahwa financial risk memiliki pengaruh signifikan terhadap
Return on Asset.
Hasil uji t untuk model regresi pengaruh variabel kontrol tipe perusahaan
terhadap Return on Asset dihasilkan nilai t hitung 1,610 dengan signifikansi uji
yang bernilai 0,109. Nilai signifikansi tersebut lebih dari 0,05 (α = 0,05). Hasil ini
84
menunjukkan bahwa tipe perusahaan tidak memiliki pengaruh terhadap besarnya
Return on Asset.
4.3.4. Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi adalah ukuran seberapa besar variabel-variabel
independen dan kontrol mampu mempengaruhi keragaman dari variabel dependen
atau sebagai ukuran Goodnees of Fit model. Besar kecilnya pengaruh tersebut
dapat dilihat dari nilai R-Square yang dihasilkan dari model regresi. Berdasarkan
hasil pemodelan regresi terhadap ROA didapatkan nilai R-Square sebesar 0.289.
Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa variabel bebas indeks Corporate Social
Responsibility dan variabel kontrol ukuran perusahaan, resiko keuangan, dan tipe
perusahaan mampu menjelaskan perubahan atau keragaman pada nilai return on
assets sebesar 28,9%. Sementara sisanya 71,1% dipengaruhi oleh variabel-
variabel lain yang tidak dipergunakan di dalam model.
4.4. Pembahasan
Penelitian ini dilakukan untuk menguji pengaruh variabel Corporate
Social Responsibility terhadap ROA sebagai proksi kinerja keuangan. Variabel
ukuran perusahaan, resiko keuangan, dan tipe perusahaan menjadi variabel kontrol
dalam penelitian.
Berdasarkan hasil analisis regresi, variabel Corporate Social
Responsibility tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan yang
diukur dengan ROA. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas CSR perusahaan
belum dapat memberikan pengaruh terhadap kinerja keuangan atau ROA
perusahaan.
85
Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Mc Guire et al (1988) bahwa tanggung jawab sosial yang dilakukan
perusahaan dapat memberikan pengaruh terhadap kinerja keuangan dan memiliki
hubungan yang positif. Aktivitas CSR yang diterapkan oleh perusahaan jika
dilaksanakan secara berkesinambungan dan memberikan perhatian kepada seluruh
stakeholder perusahaan, maka dalam jangka panjang perusahaan akan
memperoleh keuntungan pertumbuhan kinerja yang diinginkan. Jika hanya
berharap dengan melaksanakan kegiatan CSR dalam jangka pendek akan sulit
bagi perusahaan untuk mengetahui pengaruh dari CSR dan merasakan
manfaatnya.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Fauzi, et al (2007) yang
meneliti hubungan corporate social performance dan corporate financial
performance pada perusahaan manufaktur dan non-manufaktur dan menggunakan
variabel ROA dan ROE, seperti penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh
Waddock dan Graves (1997) sebagai proksi kinerja keuangan. Hasil penelitian
tidak menunjukkan hasil yang signifikan. Analisis lebih jauh dengan
menggunakan slack resource theory menunjukkan ukuran perusahaan positif
signifikan mempengaruhi hubungan CSP dengan CFP.
Hasil penelitian Fauzi et al. (2007) lainnya juga menemukan bahwa tidak
terdapat hubungan antara CSR dan financial performance berdasarkan slack
resources theory maupun good management theory, akan tetapi ukuran
perusahaan memoderasi hubungan antara CSR dan financial performance
berdasarkan slack resources theory.
86
Di antara negara-negara di Asia lainnya, penetrasi aktivitas CSR di
Indonesia terbilang rendah. Pada tahun 2005, hanya ada 27 perusahaan yang
memberikan laporan mengenai aktivitas CSR yang dilaksanakannya. Pada periode
sebelum tahun 2007, pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) masih
bersifat sukarela. Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia pada tahun 2007
mengeluarkan Undang-undang tentang Perseroan Terbatas Nomer 40 tahun 2007
pasal 74, Kewajiban melaksanakan CSR juga diberlakukan bagi perusahaan yang
melakukan penanaman modal di Indonesia sebagaimana diatur di dalam Undang-
Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal Pasal 17.
Sejak diterapkan undang-undang tersebut, maka satu persatu perusahaan
perseroan terbatas di Indonesia mulai menerapkan dan mengungkapkan aktivitas
tanggung jawab sosialnya dalam laporan tahunan keuangan perusahaan,
khususnya perusahaan yang usahanya berkaitan dengan sumber daya alam.
Sayangnya, masih ada perusahaan yang berpendapat bahwa CSR merupakan
bagian dari biaya yang memaksa perusahaan untuk menganggarkan dana lebih
atau sebagai tindakan reaktif untuk mengantisipasi penolakan masyarakat dan
menghindari gejolak atas aktivitas perusahaan. Beberapa perusahaan yang berhasil
mengintegrasikan kegiatan CSR ke dalam aktivitas perusahaan memperoleh
manfaat dalam bentuk brand building dan meningkatnya corporate image.
Kegiatan CSR perusahaan dari 2008 hingga 2011 mengalami peningkatan
dari tahun ke tahun jika ditinjau dari analisis deskriptif, tetapi pengaruh CSR
perusahaan belum mampu meningkatkan kinerja perusahaan atau ROA. Hal
tersebut bisa dianalisa lebih lanjut bahwa perusahaan-perusahaan di Indonesia
87
masih belum mampu mengemas aktivitas CSR maupun melakukan aktivitas CSR
dengan efektif dan efisien.
Perusahaan hendaknya perlu melakukan strategi brand image dalam
mengemas CSR, sehingga perusahaan akan lebih dikenal dan diakui sebagai
perusahaan yang peduli terhadap lingkungan dan manusia. Jika perusahaan hanya
melakukan CSR dan kurang bisa menampilkannya pada masyarakat selaku
konsumen, maka bisa dikatakan aktivitas CSR perusahaan terbilang kurang
efektif. Masyarakat sebagai konsumen dari produk perusahaan, lebih cenderung
memilih produk perusahaan yang mencintai lingkungan dan bertanggung jawab
pada setiap stakeholder-nya. Seringkali kita mengetahui ketika perusahaan
melakukan tindakan yang melanggar hukum atau merusak lingkungan maka
masyarakat sebagai konsumen enggan untuk membeli atau bahkan melakukan
boikot terhadap produk perusahaan tersebut.
Variabel ukuran perusahaan memiliki pengaruh yang signifikan dan arah
hubungan yang positif terhadap ROA. Hal ini berarti semakin besar ukuran
perusahaan dilihat dari total aset dimiliki oleh perusahaan, maka akan semakin
besar pula tingkat profitabilitas perusahaan. Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian Fauzi et al (2007) bahwa ukuran perusahaan memiliki pengaruh
terhadap hubungan CSR dan financial performance. Dengan adanya aset-aset
yang produktif, perusahaan mampu melakukan aktivitas produksi untuk mencapai
skala yang lebih besar dan memenuhi lebih banyak permintaan konsumen yang
menjadi sasaran produknya. Tentu saja pencapaian tersebut diiringi dengan
strategi manajemen yang tepat, sehingga pertumbuhan perusahaan dilihat dari
88
meningkatnya total aset yang dimiliki juga diiringi dengan peningkatan penjualan
dan laba perusahaan.
Variabel independen resiko keuangan memiliki arah hubungan yang
negatif dan pengaruh yang signifikan terhadap ROA dan pengaruh yang tidak
signifikan pada ROE. Resiko keuangan dalam penelitian ini diukur dengan nilai
leverage, yaitu membandingkan membandingkan hutang dengan ekuitas
perusahaan.
Hal ini berarti semakin tinggi resiko keuangan yang dimiliki oleh
perusahaan maka tingkat profitabilitas perusahaan akan semakin kecil. Hal ini
pada dasarnya tidak sesuai dengan teori yang berlaku, high risk high return.
Ketidaksesuaian teori ini bisa disebabkan oleh beban biaya bunga yang harus
dibayar perusahaan lebih besar daripada tingkat pengembalian yang diterima oleh
perusahaan dari hasil investasi, yang berakibat profitabilitas perusahaan semakin
menurun.
Selain itu, pengaruh krisis global yang dimulai dari Amerika akibat
kegagalan pembayaran kredit perumahan (subprime mortgage default) berdampak
pada negara-negara di Eropa dan Asia menyebabkan banyak perusahaan keuangan
dan non keuangan mengalami kerugian bahkan kebangkrutan. Posisi krisis ini
juga menempatkan perusahaan-perusahaan di Indonesia mengalami dampak
buruk, di antaranya penurunan penjualan atau permintaan produk, kesulitan
pembayaran atau pelunasan hutang, dan yang terparah kerugian atau bangkrutnya
perusahaan.
89
Krisis global tersebut menyebabkan perusahaan manufaktur dan
pertambangan mengalami dampak terhadap penjualan produk. Bagi perusahaan
pertambangan, adanya krisis global di Eropa, Amerika, dan Asia menyebabkan
penurunan penjualan produknya berupa bahan mentah atau sumber daya alam.
Penurunan tersebut disebabkan karena terjadinya penurunan permintaan global
yang disebabkan lesunya permintaan pasar. Penurunan permintaan pasar
menyebabkan penurunan permintaan industri global akan bahan mentah, seperti
batu bara, timah, minyak bumi, dsb yang akan digunakan kembali untuk proses
produksi. Adanya penurunan permintaan industri global menyebabkan penurunan
penjualan produk perusahaan pertambangan.
Bagi perusahaan manufaktur, terjadinya krisis global turut mempengaruhi
besar penjualan produk dan permintaan pasar. Akan tetapi pengaruhnya lebih
kecil dibanding perusahaan tambang. Hal ini disebabkan perusahaan manufaktur
memiliki konsumen dalam negeri (lokal) yang dominan dibanding global
sehingga dampak krisis global kurang berpengaruh. Pasar Indonesia pada saat
krisis bisa dikatakan tidak terlalu rapuh karena kuatnya permintaan akan produk
dalam negeri sendiri dibanding permintaan untuk ekspor.
Variabel yang terakhir, yaitu tipe industri menjelaskan bahwa rasio ROA
pada perusahaan manufaktur lebih tinggi dibandingkan ROA pada perusahaan
pertambangan. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja perusahaan manufaktur
selama periode penelitian lebih baik bila dibandingkan dengan kinerja
pertambangan. Seperti yang dijelaskan sebelumnya mengenai pengaruh krisis
global terhadap perusahaan manufaktur dan pertambangan, maka bisa dijelaskan
90
bahwa kinerja manufaktur lebih baik karena disokong oleh permintaan produk
dalam negeri sendiri, sedangkan pertambangan lebih terpengaruh oleh krisis
global yang menyebabkan penurunan permintaan dan penurunan nilai produk
tersebut.
top related