bab 2 tinjauan pustaka 2.1 palatum 2.1.1 anatomi palatum
Post on 31-Jan-2017
276 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Palatum
2.1.1 Anatomi Palatum
Palatum adalah sebuah dinding atau pembatas yang membatasi antara rongga
mulut dengan rongga hidung sehingga membentuk atap bagi rongga mulut. Palatum
merupakan salah satu bagian dari kraniofasial yang juga merupakan pembentuk dari
sepertiga tengah wajah. Struktur palatum sangat penting untuk dapat melakukan
proses mengunyah dan bernafas pada saat yang sama. Secara anatomi palatum terbagi
menjadi palatum durum (palatum keras) 2/3 posterior dan palatum mole (palatum
lunak) 1/3 anterior. Palatum durum terletak di bagian anterior atap rongga mulut.
Palatum durum terbentuk dari tulang yang memisahkan antara rongga mulut dan
rongga hidung. Palatum durum dibentuk oleh tulang maksila dan tulang palatin yang
dilapisi oleh membran mukosa. Bagian posterior atap rongga mulut dibentuk oleh
palatum mole. Palatum mole merupakan sekat berbentuk lengkungan yang
membatasi antara bagian orofaring dan nasofaring. Palatum mole terbentuk dari
jaringan otot yang sama halnya dengan palatum durum, juga dilapisi oleh membran
mukosa. 1,2,8
Gambar 1. Anatomi Palatum
12
Universitas Sumatera Utara
2.1.2 Pembentukan Palatum
Selama minggu ke lima perkembangan prenatal, terjadi pembentukan segmen
intermaksilari yaitu hasil dari penyatuan dua prosessus nasal media di dalam embrio.
Segmen ini adalah suatu massa internal berbentuk baji yang meluas ke inferior dan
bagian dalam nasal dan septum nasal yang terletak diantara permukaan prosesus
intermaksilaris. Segmen intermaksilaris ini akan membentuk palatum primer, suatu
massa triangular. Selama minggu ke enam pada perkembangan prenatal, prosessus
maksilaris bilateral membentuk dua palatal shelves atau prosessus lateral palatines.
Shelves akan berkembang ke inferior dan ke bagian dalam stomodeum pada arah
vertikal di sepanjang kedua sisi lidah yang sedang berkembang. Palatine shelves ini
berkembang ke arah bawah sejajar dengan permukaan lidah dan menyatu dengan
yang lain dengan palatum primer dan akan membentuk palatum sekunder. Untuk
pembentukan palatum yang lengkap terjadi karena penyatuan dari palatum sekunder
dengan bagian posterior palatum primer. Ke tiga prosessus menyatu secara sempurna,
membentuk palatum akhir bagian lunak dan keras selama minggu ke dua belas
perkembangan prenatal.12
Gambar 2. Proses Pembentukan Palatum
12
Universitas Sumatera Utara
2.1.3 Pertumbuhan Tinggi dan Lebar Palatum
Pertumbuhan palatum dimulai pada awal minggu kelima sampai minggu ke
duabelas prenatal.9
Palatum akan turun sesuai pertumbuhan maksila ke bawah yang
diikuti oleh aposisi pada permukaan yang menghadap ke dasar rongga hidung.
Lengkung palatal bertambah dalam dengan adanya pertumbuhan prosesus alveolaris.
Ruang mulut dalam pertumbuhan anak-anak letaknya makin menjauh dari dasar
tengkorak karena adanya pertumbuhan dari sinus maksilaris dan rongga hidung.
Lengkungan transversal dan sagital dari palatum akan bertambah besar sepanjang
masa kanak-kanak sampai dewasa. Pertumbuhan lebar palatum paling banyak terjadi
pada regio molar pertama dan kedua sisi sutura media. Lima per enam perkembangan
palatum yang matur tercapai rata-rata pada usia 4 tahun dan perkembangan lebar
maksimum palatum dapat tercapai pada usia 19 tahun. Secara keseluruhan,
peningkatan lebar palatum terjadi karena aposisi dari permukaan terluar tulang
selama tahun pertama postnatal.2,5,9
2.1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tinggi Palatum
Bentuk palatum terdiri dari bentuk U dan bentuk V. Variasi bentuk palatum
selain dipengaruhi pertumbuhan herediter dari tulang palatum, lengkung prosesus
alveolaris, juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Pertumbuhan palatum dapat
dipengaruhi oleh kebiasaan buruk.5 Kebiasaan buruk yang dapat mempengaruhi
ketinggian palatum antara lain ;
1. Kebiasaan mengisap ibu jari
Mengisap ibu jari adalah kebiasaan buruk yang paling umum dan prevalensi
untuk kebiasaan ini dilaporkan sekitar 13 sampai 100% di beberapa masyarakat.13
Kebiasaan mengisap ibu jari biasanya dimulai pada usia 3-4 tahun. Proses terjadi
pada minggu pertama setelah kelahiran, hal ini biasanya fisiologis. Akibat mengisap
ibu jari, terjadi kontraksi dinding bukal, sehingga lengkung maksil menjadi sempit,
dasar hidung sempit, dan palatum tinggi.,13,14,15
Universitas Sumatera Utara
2. Kebiasaan bernafas melalui mulut
Bernafas melalui mulut merupakan kebiasaan yang paling sering
menimbulkan kelainan pada struktur wajah dan oklusi gigi-geligi. Kebiasaan
bernafas lewat mulut yang berlangsung selama masa tumbuh kembang dapat
mempengaruhi pertumbuhan dentokraniofasial. Bernafas melalui mulut yang sudah
kronis dapat menyebabkan terjadinya kelainan pada otot-otot di sekitar mulut,
sehingga dapat memacu perkembangan maloklusi.14
Bernafas melalui mulut total
terjadi jika jalan pernafasan benar-benar terhambat. Penyebab hambatan saluran
pernafasan yang paling sering pada anak-anak adalah pembesaran jaringan limfoid
yang terletak pada daerah faring yaitu pembesaran adenoid dan tonsil. Faktor
penyebab lainnya adalah pembengkakan kelenjar mukosa pada hidung. Akibat
hambatan saluran pernafasan akan menyebabkan ketidakaktifan fungsi saluran
pernafasan, oleh sebab itu akan terjadi kurangnya perkembangan dari rongga hidung
dan rahang atas sehingga akan terlihat lengkung rahang atas yang sempit atau
terjadinya perubahan lengkung rahang, palatum yang dalam atau terjadinya
deformitas bentuk palatum serta adanya overbite.13,14,15
Gambar 3. A. Kebiasaan mengisap ibu jari B. Palatum yang dalam akibat
kebiasaan buruk mengisap ibu jari.13,14
A B
Universitas Sumatera Utara
2.2 Maloklusi
2.2.1 Definisi Maloklusi
Maloklusi adalah suatu kondisi menyimpang dari relasi normal gigi terhadap
gigi lainnya dalam satu lengkung dan terhadap gigi pada lengkung rahang lawannya.
Keadaan gigi yang tidak harmonis secara estetik mempengaruhi penampilan
seseorang dan mengganggu keseimbangan baik fungsi pengunyahan maupun bicara.
Maloklusi umumnya bukan merupakan proses patologis penyimpangan dari
perkembangan normal. Penentuan oklusi dapat didasarkan pada kunci oklusi
normal.6,11,15
Menurut beberapa studi epidemiologi yang dilakukan pada remaja Amerika
Serikat dilaporkan 11% remaja umur 12-17 tahun oklusi normal, 34,8% maloklusi
ringan dan 25,2% maloklusi yang berat sehingga beberapa kasus memerlukan
perawatan.8
2.2.2 Etiologi Maloklusi2,10,16,17,18
Menurut Proffit (1998) etiologi dari maloklusi tidak disebabkan oleh satu
faktor saja, maloklusi biasanya disebabkan oleh multifaktorial. Menurut Moyers
maloklusi dapat disebabkan oleh ;
1. Faktor Genetik
Penyebab maloklusi bervariasi salah satunya faktor genetik. Kerusakan genetik
mungkin akan tampak setelah lahir atau mungkin baru tampak beberapa tahun setelah
lahir. Peran heriditer pada pertumbuhan kraniofasial dan sebagai penyebab
deformitas dentofasial sudah banyak dipelajari, tetapi belum banyak diketahuai
bagian dari gen yang mana berperan dalam maturasi otot-otot orofasial.
Beberapa etiologi yang termasuk dalam faktor genetik;
1) Evolusi pengurangan rahang dan ukuran gigi yang menyebabkan perbedaan
ukuran rahang dan gigi
2) Sindrom genetik
3) Kerusakan perkembangan embriologi
Universitas Sumatera Utara
2. Faktor Lingkungan
Pengaruh lingkungan pada maloklusi akan terjadi terus menerus selama
individu masih bertumbuh dan berkembang.
1) Tekanan terus menerus atau kekuatan yang melebihi 4-6 jam per hari pada
gigi; misalnya tekanan yang ada pada jaringan lunak seperti kebiasaan buruk
menghisap ibu jari.
2) Trauma
a. Trauma prenatal
- Hipoplasia mandibula dapat disebabkan oleh tekanan intrauterin atau
trauma selama kelahiran.
- “Vogelgesicht” pertumbuhan mandibula terhambat berhubungan dengan
ankilosis persendian temporomandibularis, mungkin disebabkan karena
cacat perkembangan oleh trauma.
b. Trauma postnatal
- Fraktur rahang dan gigi
- Trauma pada TMJ
3) Penyakit
a. Penyakit sistemik
Penyakit demam dapat mengganggu perkembangan gigi pada masa balita dan
kanak-kanak
b. Penyakit lokal
- Penyakit nasofaringeal dan gangguan fungsi pernafasan
- Tumor
- Karies. Dapat menyebabkan kehilangan dini gigi desidui, terganggunya
urutan erupsi gigi permanen, dan kehilangan gigi permanen.
2.2.3 Klasifikasi Maloklusi2,10,16,17
Tujuan untuk menggolongkan maloklusi ke dalam kelompok-kelompok
dimana tiap kelompok memiliki ciri-ciri khas yang mudah ditandai dan mempunyai
variasi.
Universitas Sumatera Utara
Klasifikasi maloklusi menurut Angle (1899);
1. Klas I Angle
Ciri-ciri Klas I Angle :
Tonjol mesiobukal gigi M1 atas terletak pada buccal groove gigi M1 bawah,
adanya crowding, spacing, dan rotasi.
2. Klas II Angle
Ciri-ciri Klas II Angle:
Tonjol mesiobukal M1 atas berada pada bagian mesial M1 bawah.
Kelas II Angle dibagi menjadi 2 yaitu Divisi 1 dan divisi 2 :
a. Kelas II Angle divisi 1 :
Jika gigi-gigi anterior di rahang atas inklinasinya ke labial atau protrusi
sehingga didapatkan overjet, overbite¸ curve of spee positif .
b. Kelas II Angle divisi 2 :
Insisivus sentral atas retroklinasi, insisivus lateral atas proklinasi, deep bite,
jarak gigit bisa normal atau sedikit bertambah.
Gambar 5. Klas 1 Angle1,3,17
Universitas Sumatera Utara
3. Klas III Angle
Ciri-ciri Klas III Angle :
Tonjol mesiobukal gigi M1 atas berada pada bagian distal dari M1 bawah,
terdapat crossbite anterior.
2.3 Cara Mengukur Tinggi Palatum5,8, 21,23
Korkhaus (1939 sit. Rakosi dkk., 1993) menilai bentuk palatum berdasarkan
indeks tinggi palatum. Palatum yang tinggi merupakan gambaran dari penyempitan
bagian apikal prosesus alveolaris maksila yang biasanya terjadi pada kasus dengan
kebiasaan mengisap jari atau bernafas melalui mulut. Tinggi palatum menurut
Gambar 6. A. Klas II div 1 Angle. B. Klas II div 2 Angle1,3,17
Gambar 8. Klas III Angle1,3,17
A
B
Universitas Sumatera Utara
Korkhaus didefinisikan sebagai jarak tinggi garis vertikal yang tegak lurus dengan
midpalatal raphe. Lebar palatum diukur dari permukaan palatum sampai bidang
oklusal (molar pertama rahang atas). Indeks tinggi palatum dapat diketahui melalui
rumus sebagai berikut:
Tinggi palatum
Lebar palatum
Nilai rata-rata indeks tersebut adalah 42%, yang merupakan indeks ras
Kaukasoid, selanjutnya dalam penelitian yang dilakukan Korkhaus (1939 sit Rakosi
dkk., 1993) diketahui bahwa nilai indeks ini meningkat apabila palatum tinggi dan
nilainya menurun jika palatum dangkal.
2.4 Hubungan Tinggi Palatum dengan Tipe Maloklusi Angle
Pada masa pertumbuhan Lengkung maksila menjadi lebih tinggi dan lebar,
sementara itu lengkung palatum akan bertambah besar secara transversal (tinggi) dan
sagital (panjang) semasa kanak-kanak sampai dewasa. Pertumbuhan dan
perkembangan palatum sering dikaitkan dengan bentuk palatum, lebar intermolar dan
panjang lengkung gigi posterior untuk pencegahan maloklusi. Secara klinis bentuk
X 100 Indeks tinggi palatum =
Gambar 9. A. Aplikasi alat untuk mengukur tinggi palatum B. Aplikasi jangka
sorong pada alat untuk mengukur tinggi palatum5.
A B
Universitas Sumatera Utara
palatum yang dalam dapat menyebabkan crossbite posterior, lebar intermolar sempit
serta panjang lengkung pendek.5,23,25,27
Pada maloklusi Klas II divisi 1 memiliki lebar palatum yang sempit, Klas II
divisi 2 memiliki palatum yang dangkal sedangkan maloklusi Klas I dan maloklusi
Klas III memiliki palatum yang paling dalam.1,5,10
Hubungan antara dimensi palatal
menunjukkan bahwa lebar palatum, garis lengkung dan tinggi palatum sangat
berkorelasi positif dengan satu sama lain di semua kelompok oklusi kecuali di Klas II
divisi 1 pada laki-laki. Maloklusi klas 1 pada laki-laki memiliki rata-rata tinggi dan
lebar palatum sebesar 19.98 mm dan 35.31 mm. Maloklusi klas II divisi 1 sebesar
20.65 mm dan 33.12 mm. Maloklusi klas II divisi 2 sebesar 19.94 mm dan 34.07 mm.
Klas II sebesar 19.39 dan 35.63 mm. Sedangkan pada perempuan rata-rata Klas I
tinggi dan lebar palatum sebesar 16.72 mm dan 34.46 mm, Klas II divisi 1 sebesar
19.04 mm dan 32.60 mm, maloklusi klas II divisi 2 sebesar 19.52 mm, sedangkan
klas III sebesar 20.47 mm dan 33.00. Maloklusi klas III memiliki lebar palatum lebih
sempit dibandingkan dengan oklusi Angle lainnya.3
Menurut penelitian Zarringhalam, pada laki-laki terdapat perbedaan yang
signifikan pada maloklusi Klas III daripada maloklusi Klas II dan Klas I.9
Pada
perempuan Klas III memiliki tinggi palatum yang lebih dari semua kelompok
maloklusi lainnya. Pada laki-laki, maloklusi Klas II divisi 1 memiliki tinggi palatum
lebih dari maloklusi Klas I, Klas II divisi 2 dan Klas III.7
Universitas Sumatera Utara
2.5 Kerangka Teori
Maloklusi
Hal-hal yang
mempengaruhi
tinggi palatum
Pertumbuhan
tinggi palatum
dan lebar
palatum
Faktor
Lingkungan
Faktor Genetik
Etiologi
Gambaran Tinggi Palatum Berdasarkan
Klasifikasi Maloklusi Angle Pada Murid
SMA Negeri 8 Medan
Klasifikasi
Angle
Definisi
Palatum
Pembentukan
Palatum
sekunder
pembentukan
Palatum
Primer Klas III
Angle
Klas II Angle
- Divisi 1
- Divisi 2
Klas I
Angle
Pembentukan
palatum
Anatomi
Palatum
Palatum
Pembentukan
Palatum
tersier/lengkap
1.Kebiasaan menghisap ibu
jari
2.kebiasaan bernafas dari
mulut
Cara
mengukur
tinggi
palatum
Universitas Sumatera Utara
2.6 Kerangka Konsep
Tinggi palatum pada murid
SMA Negeri Medan
- Usia 14-18 tahun
- Jenis kelamin
Klasifikasi Maloklusi
Angle
- Klas I
- Klas II
Divisi 1
Divisi 2
- Klas III
- Tinggi Palatum
- Lebar Palatum
- Bahan cetak
- Bahan pengisi cetakan
- Waktu pencetakan dan
pengisian model gigi
- Operator pencetakan
- Genetik
- Lingkungan
Universitas Sumatera Utara
top related