bab 2 - bina nusantara | library & knowledge...
Post on 16-Mar-2019
226 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Teori – Teori Dasar/Umum
Dengan judul “Program Sosialisasi PT. Pertamina Pusat (Persero) dalam
Meningkatkan Pemahaman Internal Branding (Studi Kasus Sosialisasi di Makassar Pada
Tahun 2011) maka penulis menggunakan teori-teori untuk membahas hal-hal tersebut,
yakni di antaranya;
2.1.1 Public Relations
Menurut Rex. F. Harlow dalam buku Cutlip, Center dan Broom Effective Public
Relations yakni Public Relations adalah “fungsi manajemen tertentu yang membantu
membangun dan menjaga lini komunikasi, pemahaman bersama, penerimaan mutual dan
kerjasama antara organisasi dan publiknya; PR melibatkan manajemen problem atau
manajemen isu; PR membantu manajemen agar tetap responsif dan mendapat informasi
terkini tentang opini publik; PR mendefinisikan dan menekankan tanggung jawab
manajemen untuk melayani kepentingan publik; PR membantu manajemen tetap
mengikuti perubahan dan memanfaatkan perubahan secara efektif, dan PR dalam hal ini
adalah sebagai sistem peringatan dini untuk mengatisipasi arah perubahan (trends); dan
PR menggunakan riset dan komunikasi yang sehat dan etis sebagai alat utamanya”
(2009:5).
Rhenald Khasali (1994:6) dalam buku Iriantara (2004:44) yang mengutip John R.
Marston, menyebut public relations sebagai “komunikasi persuasif dan terencana yang
11
12
dirancang untuk mempengaruhi publik yang signifikan”. Publik yang signifikan tersebut
adalah stakeholder lembaga. Definisi lain yang dikutip Khasali diambil dari Public
Relations News yang menyatakan, “ public relations adalah fungsi manajemen yang
melakukan evaluasi terhadap sikap-sikap publik, mengidentifikasi kebijakan dan
prosedur seseorang/sebuah perusahaan terhadap publiknya, menyusun rencana serta
menjalankan program-program komunikasi untuk memperoleh pemahamamn dan
penerimaan publik”.
Dari kedua definisi mengenai public relations tersebut dapat disimpulkan bahwa
Public Relation memiliki fungsi yang berhubungan dengan memanajemen kepentingan
antara suatu organisasi dan publik stakeholder-nya, hal ini bertujuan untuk membangun
dan/atau mempertahankan citra positif organisasi terhadap publiknya. Sehingga
menghasilkan suatu hubungan baru antara dan/atau tetap antara organisasi dan
publiknya.
Menurut Cutlip, Center, dan Broom yang diterjemahkan oleh Tri Wibowo B.S
(2009: hal 6), unsur-unsur yang lazim dijumpai dalam banyak definisi PR menyatakan
bahwa PR:
1. Melakukan program terencana dan berkesinambungan sebagai bagian dari
manajemen organisasional.
2. Menangani hubungan antara organisasi dan publik stakeholder-nya.
3. Memonitor kesadaran, opini, sikap dan perilaku di dalam dan di luar organisasi.
4. Menganalisis dampak dari kebijakan, prosedur, dan aksi terhadap publik
stakeholder.
13
5. Mengidentifikasi kebijakan, prosedur, dan tindakan yang bertentangan dengan
kepentingan publik dan kelangsungan hidup organisasi.
6. Memberi saran kepada manajemen dalam hal pembentukan kebijakan baru,
prosedur baru, dan tindakan baru yang sama-sama bermanfaat bagi organisasi
dan publik.
7. Membangun dan mempertahankan komunikasi dua arah antara organisasi dan
publiknya.
8. Menciptakan perubahan yang terukur dalam kesadaran, opini, sikap dan perilaku
di dalam dan di luar organisasi.
9. Menghasilkan hubungan yang baru dan/atau tetap antara organisasi dan
publiknya.
Menurut Machfoedz (2010:179) dalam perusahaan pada umumnya, PR berfungsi
memberikan laporan kepada Chief Executive Officer (CEO). Pengendalian aktivitas PR
dilakukan secara langsung dan bertujuan untuk menyampaikan informasi sesuai tentang
entitas perusahaan dan untuk membangun itikad baik dengan stakeholder. Untuk tujuan
tersebut PR dipandang sebagai aktivitas yang berbeda dan terpisah dari pemasaran.
Kotler dan Mindak (1978) dalam buku Machfoedz (2010:179-180), mengemukakan
lima cara yang dapat diaplikasikan oleh perusahaan untuk mengelola hubungan antara
pemasaran dan PR. Berikut gambar yang melukiskan aplikasi yang diterangkan oleh
kedua penulis tersebut.
14
Model A Model B
Model C Model D Model E
Gambar 2.1 Aplikasi perusahaan untuk mengelola hubungan antara pemasaran dan PR
Sumber: Kotler dan Mindak (1978)
Penjelasan mengenai gambar-gambar diatas:
a. Model A melukiskan pandangan konvesional tentang fungsi PR dan pemasaran
dalam sebuah perushaan. Keduanya terpisah dan sama sekali tidak berhubungan.
Pemasaran bekerja untuk meningkatkan kemampulabaan perusahaan, sedangkan
PR berfungsi meningkatkan itikad baik.
b. Model B, fungsi pemasaran dan PR masih dipahami mempunyai tingkat
signifikan yang sama, tetapi ada bagian yang tumpang tindih, di mana kedua
fungsi dapat membantu pengembangan tujuan perusahaan. Terutama keduanya
dapat membantu dalam positioning produk. Dengan pengembangan kredibilitas
Pemasaran
PR Pemasaran
PR
Pemasaran
PR
PR
Pemasaran
Pemasaran-PR
15
dan daya tarik produk, PR dapat membantu meningkatkan posisi kompetitif dan
kemampulabaan produk.
c. Model C, PR berposisi sebagai salah satu di antara berbagai fungsi dalam
bagian pemasaran. Dalam model ini PR ditunjukkan sebagai alat bantu seluruh
upaya pemasaran, dengan menciptakan lingkungan yang memudahkan
perusahaan untuk memasarkan produk.
d. Model D diilustrasikan bahwa PR menciptakan lingkungan perusahaan yang
memungkinkan tercapainya keberhasilan perusahaan. Alasan yang dikemukakan
adalah bahwa perusahaan bertujuan memberikan kepuasan kepada berbagai
stakeholder sementara konsumen adalah salah satu di antaranya dan tujuan
pemasaran adalah memenuhi kebutuhan mereka. Karena itu, pemasaran harus
dikendalikan oleh PR agar itikad baikterhadap semua stakeholder tetap terjaga.
e. Model E menggambarkan fungsi PR dan pemasaran sama dalam tujuan dan
prinsip yang menjadi dasar keduanya. Keduanya memahami arti segmentasi
pasar dan memberikan kepuasan yang berbeda. Setiap fungsi memerlukan
dukungan PR dan pemasaran dalam memahami sikap, persepsi, dan kesadaran
yang terdapat pada setiap pasar atau stakeholder. Dengan demikian konflik
internal pun dapat dikurangi secara efektif sehingga memudahkan penyampaian
informasi kepada semua stakeholder secara terkoordinir, positif dan konsisten.
Wasesa dan Macnamara (2010: 128-129), kalau aktifitas PR kita pilah menjadi dua
bagian, yaitu fungsi internal dan aktifitas eksternal, maka akan berbentuk tabel seperti
dibawah ini:
16
Tabel 2.1 Perbedaan Fungsi Internal dan Eksternal PR
Internal Eksternal
1. Mengkomunikasikan kebijakan direksi
dan manajemen kepada karyawan.
2. Menjelaskan perubahan kebijakan
direksi dan manajemen agar karyawan
memahami dasar pengambilan
keputusan yang diambil.
3. Membangun jaringan komunikasi
interktif antara karyawan, manajemen,
dan direksi.
4. Membantu proses restrukturisasi, mulai
dari sosialisasi kebijakan hingga
pelatihan untuk mengurangi dampak
buruk restrukturisasi.
5. Membantu peningkatan rasa memilik
karyawan terhadap perusahaan.
6. Membantu terciptanya budaya
perusahaan yang sesuai dengan visi
organisasi.
1. Mensosialisasikan kebijakan
perusahaan kepada publik.
2. Menjelaskan hasil Rapat Umum
Pemegang Saham.
3. Menjelaskan hasil dan dasar
diadakannya Rapat Umum Luar Biasa
Pemegang Saham.
4. Membantu pemasaran untuk
menciptakan citra produk.
5. Mensosialisasikan prestasi yang
dicapai oleh perusahaan.
6. Mengembangkan program-program
pengembangan masyarakat, sebagi
bentu tanggung jawab perusahaan
kepada publik.
7. Menyiapkan sarana bagi publik untuk
melihat perusahaan secra langsung.
8. Menyiapkan sarana bagi pemerintah
dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat
untuk melihat kinerja perusahaan.
Dari kedua pendapat mengenai fungsi Humas/Public Relations tersebut dapat di
ambil kesimpulan bahwa PR memiliki fungsi yang terbagi atas dua hal yaitu kegiatan
organisasi/perusahaan pada internal dan eksternal. Kegiatan tersebut mencakup hal-hal
yang memiliki tujuan untuk membangun citra positif perusahaan, selain itu membuat
17
program-program untuk kepentingan menciptakan relasi yang berkaitan dengan
perusahaan untuk mendukung pembangunan citra positif yang sedang dilakukan oleh
pihak perusahaan
Sedangkan menurut Public Relations Society of America (PRSA) dalam buku
Cutlip, Center dan Broom (2009:hal 7) sebagai sebuah fungsi manajemen, PR mencakup
hal-hal sebagai berikut:
a. Memperkirakan, menganalisis, dan menginterpretasikan opini dan sikap
publik, dan isu-isu yang mungkin memenuhi operasi dan rencana
organisasi, baik itu pengaruh buruk maupun pengaruh baik.
b. Memberi saran kepada manajemen disemua level di dalam organisasi
sehubungan dengan pembuatan keputusan, jalannya tindakan dan
komunikasi, dan mempertimbangkan ramifikasi publik dengan tanggung
jawan sosial atau kewarganegaraan organisasi.
c. Meriset, melaksanakan dan mengevaluasi secara rutin program-program
aksi dan komunikasi untuk mendapatkan pemahaman publik yang
dibutuhkan untuk kesuksesan tujuan organisasi. Ini mungkin mencakup
program marketing, finansial, pengumpulan dana, karyawan, komunitas
atau hubungan pemerintah, dan program-program lain.
d. Merencanakan dan mengimplementasikan usaha organisasi untuk
memengaruhi atau mengubah kebijakan publik.
e. Menentukan tujuan, rencana, anggaran, rekrutmen dan training staf,
mengembangkan fasilitas-ringkasnya, mengelola sumber daya yang
dibutuhkan untuk melakukan semua hal tersebut di atas.
18
f. Contoh-contoh ilmu pengetahuan yang dibutuhkan dalam praktik PR
professional adalah seni komunikasi, psikologi sosial, sosiologi, ilmu
politik, ekonomi, dan prinsip manajemen dan etika. Pengetahuan teknis
dan keahlian teknik dibutuhkan untuk riset opini, analisis isu publik,
relasi media, direct email, publikasi advertising institutisonal, produksi
film/video, acara special, pidato, dan presentasi.
Berdasarkan pernyataan di atas dalam hal fungsi manajemen, menurut
Iriantara (2004:45) menyebutkan tugas public relations yang secara rinci yakni
tugas-tugas tersebut adalah:
a. Memberi saran kepada manajemen tentang semua perkembangan internal
dan eksternal yang mungkin mempengaruhi hubungan organisasi dengan
publik-publiknya;
b. Meneliti dan menafsirkan untuk kepentingan organisasi, sikap publik-
publik utama pada saat ini atau antisipasi sikap publik-publik pokok
terhadap organisasi;
c. Bekerja sebagai penghubung (liaison) antara manajemen dan publik-
publiknya; dan
d. Memberi laporan berkala kepada manajemen tentang semua kegiatan
yang mempengaruhi hubungan publik dan organisasi.
Menurut Iriantara (2004:53) mengenai proses dalam kegiatan public relations
merupakan proses yang berkelanjutan. Bukan sebuah proses yang terhenti begitu satu
kegiatan diselesaikan atau satu objektif terselesaikan. Proses yang berkesinambungan
tersebut akan terus berlangsung selama organisasi yang kegiatan public relations sebagai
19
fungsi manajemen terus bertahan. Proses tersebut perlu terus berjalan, mengingat
lingkungan organisasi pun bergerak secara dinamis, sehingga organisasi perlu
menanggapi dinamika itu.
Mengenai public relations yang telah dijelaskan, dapat disimpulkan bahwa
seorang public relations dalam menjalankan tugas harus dapat memaksimalkannya
dengan melihat apa saja yang menjadi komponen-komponen dari fungsi manajemen dan
dapat mengikuti alur dari segala hal yang berkaitan dengan perusahaan atau dapat
disebut juga mampu bergerak dengan dinamis dalam menanggapi segala persoalan.
2.1.2 Strategi Public Relations
Menurut Stephen P. Robbins dalam buku Cutlip, Center dan Broom (2009:353)
mengenai definisi strategi yang memuat esensi pemikiran strategis dan ekspetasi
manajemen adalah strategi dapat didefinisikan sebagai penentuan tujuan dan sasaran
usaha jangka panjang, dan adopsi upaya pelaksanaan dan alokasi sumber daya yang
diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut.
Dalam buku Iriantara (2004:12) mengenai definisi dari strategi oleh Steiner dan
Meiner menyatakan bahwa strategi mengacu pada “formulasi misi, tujuan dan objektif
dasar organisasi; strategi-strategi program dan kebijaksanaan untuk mencapainya; dan
metode yang diperlukan untuk memastikan bahwa strategi diimplementasikan untuk
mencapai tujuan-tujuan organisasi”, sedangkan strategi oleh Porter (ibid) diartikan
sebagai “formula-berbasis luas mengenai cara bisnis bersaing; tujuan apa yang ingin
dicapai, dan kebijakan apa yang di perlukan untuk mencapai tujuan tersebut. Hakikat
perumusan strategi yang kompetitif adalah mengaitkan organisasi dengan
20
lingkungannya”. Berikut model unsur-unsur manajemen strategis yang dibuat oleh
Robson dalam buku Iriantara (2004:13):
Memahami situasi strategis
Sering DisebutFormulasi TaktikStrategi
Gambar 2.2 Model Unsur-Unsur Manajemen Strategis
Sumber: Iriantara (2004:13)
Setelah mengetahui apa itu definisi dari Public Relations dan strategi,
selanjutnya akan dibahas mengenai definisi strategi public relations itu sendiri.
Pengertian strategi public relations (Ruslan, 2008:134) adalah “alternatif optimal yang
dipilih untuk ditempuh guna mencapai tujuan public relations dalam kerangka suatu
rencana public relations (public relations plan).”
Cutlip, Center dan Broom (2009:356) perencanaan strategis dalam PR
melibatkan pembuatan keputusan tentang tujuan dan sasaran program, mengidentifikasi
publik kunci, menentukan kebijakan atau aturan untuk memandu pemilihan strategi, dan
menentukan strategi. Harus ada kaitan erat antara tujuan program keseluruhan, sasaran
yang ditentukan untuk masing-masing publik, dan strategi yang dipilih. Poin utamanya
Analisis strategi
Pilihan Strategis
Implementasi Strategi
21
adalah bahwa strategi dipilih untuk mencapai hasil tertentu (sebagaimana dinyatakan
dalam tujuan atau sasaran).
Dari pengertian mengenai strategi public relations tersebut, PR juga harus dapat
membuat analisis dan menyiapkan strategi bagaimana isu yang akan dimunculkan
mampu menggeser isu-isu lain yang sudah lebih dulu muncul di media massa.
Menurut Hendrix (2001) dalam buku Silih Agung Wasesa (2010:167-168), PR
harus mempersiapkan beberapa hal agar program yang dibuat, berkaitan dengan
pemerintah ataupun dewan legislatif, dapat segera terwujud:
1. Reputation Audit
Reputation Audit adalah bagaimana kita melihat dari banyak aspek mengenai
keberadaan organisasi kita, baik dalam hal keuangan, sumber daya manusia dan
juga hubungan yang pernah terjalin dengan pemerintah maupun lembaga
perwakilan rakyat. PR harus dengan saksama memperhatikan hubungan dengan
pemerintah, dewan dan komunitas tempat perusahaannya berkembang, baik
hubungan masa lalu, hubungan masa sekarang, dan prediksi hubungan yang akan
datang.
Dari pola hubungan tersebut, PR melakukan analisis saksama mengenai
kekuatan dan kelemahan dari pola yang pernah ada, terutama bagaimana
komunikasi yang paling menguntungkan untuk membina hubungan yang baik
dengan mereka.
2. Issues management
Berbeda dari reputation audit yang melihat sisi internal organisasi, manajemen
isu menitikberatkan analisis pada kondisi eksternal dalam memahami sebuah isu
22
yang berkembang. Proses ini meliputi analisis resiko politik, monitor situasi
sosial dan kecenderungan arah isu politik yang berkembang baik dalam tingkat
lokal, nasional ataupun internasional.
3. Audience Research
Pada proses penelitian audiensi, selain tetap memperhatikan metode penelitian,
juga harus dipahami bahwa government relation setidaknya harus meneliti 3
audiensi mereka, yaitu:
a. Komunitas publik.
b. Pemerintah.
c. Anciliary Public yaitu kelompok publik terdekat yang terdiri atas perusahaan,
anggota dewan, dan media massa yang mampu menjangkau keberadaan
publik.
Setelah ketiga langkah tadi diseleraskan dalam sebuah data yang komprehensif
terkait denan rencana persiapan penyebaran isu ataupun informasi, maka data tersebut
akan menjadi dasar atau pijakan bagi PR untuk menyiapkan rencana strategis
pengembangan isu dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
2.1.3 Citra dan Identitas Merek
Sulit jika sebuah subfungsi diklasifikasikan secara terpisah. Identitas, citra dan
reputasi adalah suatu strategi dari sebuah perusahaan yang merupakan bagian terpenting
dari fungsi korporat manapun. Strategi-strategi tersebut memiliki perbedaan dan bentuk-
bentuk operasi pada korporatnya.
23
Menurut Argenti yang dialihbahasakan oleh Putri Aila Idris (2010: hal 93), citra
dari sebuah perusahaan adalah fungsi dari bagaimana konstituen melihat organisasi
tersebut berdasar atas semua pesan yang organisasi itu sampaikan melalui nama dan
logo dan melalui presentasi diri, termasuk ekspresi-ekspresi dari visi korporatnya.
Citra adalah sebuah cerminan dari identitas sebuah organisasi. Dengan kata lain,
citra adalah organisasi sebagaimana terlihat dari sudut pandang konstituennya.
Tergantung pada konstituen mana yang terlibat, sebuah organisasi dapat memiliki
banyak citra yang berbeda. Dengan begitu, untuk mengerti identitas dan sama dengan
mengetahui seperti apa organisasi itu sebenarnya dan ke mana ia menuju.(Argenti,
2010:78)
Dengan definisi tersebut, citra memiliki hubungan erat dengan brand atau
identitas suatu perusahaan. Apabila perusahaan tersebut memiliki pencitraan yang baik
maka tidak mungkin identitas perusahaan tersebut buruk. Akan tetapi, semua hal itu di
tinjau kembali dari bagaimana dan posisi apa konstituen itu memandang.
Dimensi pencitraan yang dikembangkan Silih Agung Wasesa dan Jim
Macnamara (2010: 21) dalam buku Strategi Public Relations yaitu:
24
Gambar 2.3 Dimensi Pencitraan
Sumber: Wasesa dan Macnamara, 2010:21
Dimensi pencitraan di atas dikembangkan sesuai kebutuhan pencitraan di
Indonesia oleh penulis dengan mensinergikan konsep dasar yang dikembangkan oleh
Kapferer (1992) mngenai dimensi merek, Seitel (1992) tentang backbone PR, dan Daryl
Travis (2000) mngenai elemen-elemen kunci pengembangan merek.
Kalau melihat dari akurasi dimensi pencitraan di atas, akan terlihat pada titik-
titik mana peran pencitraan bisa diperankan oleh PR. Salah satu dari dimensi pencitraan
tersebut yakni mengenai kategori ruang (space category), di mana kategori tersebut
membagi aktivitas pencitraan organisasi, menjadi 2, yaitu bagian internal dan eksternal
sebagai berikut:
25
a. Internal adalah kategori yang berkaitan dengan aktivitas pencitraan yang
disebabkan oleh bagian internal organisasi. Adapun dimensi kategori internal
terdiri atas Organisasi, Budaya dan Citra Perseorangan.
b. Eksternal adalah kategori yang berkaitan dengan aktivitas eksternal organisasi
dan memiliki kedekatan pengaruh terhadap model pencitraan. Kategori inilah
yang selama ini diperankan oleh PR secara maksimal. Skema ini meliputi Fisik,
Relationship, dan Refleksi.
Menurut Argenti (2010:78) mengenai definisi identitas, identitas sebuah
perusahaan adalah manifestasi aktual dari realita perusahaan seperti yang disampaikan
melalui nama perusahaan, logo, moto, produk, layanan, bangunan, alat-alat tulis,
seragam, dan barang-barang bukti nyata yang diciptakan oleh organisasi tersebut dan
dikomunikasikan kepada beragam konstituen.
2.2 Teori-Teori Khusus yang berhubungan dengan Topik yang Dibahas
Berikut adalah teori-teori khusus yang berhubungan dengan teori yang dibahas
adalah mengenai strategi komunikasi public relations yang penulis gunakan untuk
menganalisis pembangunan identitas merek perusahaan. Strategi tersebut meliputi
strategi branding, komunikasi internal organisasi atau internal branding dan
sosialisasinya.
2.2.1 Strategi Branding
Brand bagi sebuah perusahaan itu dapat dikatakan sebagai nama. Nama disini
fungsinya begitu penting yaitu sebagai pembeda dengan para pesaingnya, seperti
pernyataan dari William Shakespare yang mengatakan bahwa apalah arti sebuah nama
26
tidak relevan jika diterapkan dalam dunia bisnis. Oleh sebab itu, perusahaan
memberikan nama berupa merek (brand) pada setiap produk yang dihasilkannya agar
konsumen mudah untuk mengenal produk-produk tersebut.
Merek adalah sebuah janji kepada konsumen bahwa dengan hanya menyebut
namanya, timbul harapan bahwa merek tersebut akan memberikan kualitas terbaik,
kenyamanan, status dan lain-lain yang menjadi pertimbangan konsumen ketika
melakukan pembelian (Chevron dalam Shimp, 2003:8)
Dari definisi tersebut dapat dikatakan bahwa merek tidak hanya dipandang
sebagai pembeda, akan tetapi pada merek yang telah memiliki positioning baik di
pelanggannya, merek akan memberikan implikasi pada kepuasan konsumen dan
keuntungan pada perusahaan. Oleh karena itu pemberian nama untuk merek tidaklah
sembarangan. Jika merek dapat bertahan lama berarti merek tersebut memiliki jati diri
yang lahir dari keyakinan internalnya.
Membangun merek dengan keyakinan berarti menemukan keyakinan internal
yang dianggap benar dan dijadikan sebagai kekuatan pendorong positif yang mampu
merefleksikan nilai-nilai perusahaan di pasar. Pertanyaannya, mengapa harus keyakinan
internal? Karena hanya itulah satu-satunya yang paling dikenali dan dimengerti oleh
perusahaan serta merupakan kekuatan yang melekat pada diri perusahaan sejak awal.
Sayangnya keyakinan ini sering terabaikan karena sifatnya yang abstrak (sadat, 2009:8).
Keyakinan tersebut menjadikan merek serta perusahaannya tetap bertahan
walaupun mendapat hal-hal yang merugikan dari para kompetitor. Hal-hal tersebut
membuat merek atau perusahaan menjadi siap dan memiliki kekuatan dalam
menghadapi segala perubahan yang terjadi. Oleh karena itu, seluruh elemen internal
27
perusahaan harus memiliki keyakinan tersebut, agar menjadi suatu kekuatan untuk
mencapai tujuan yang diinginkan perusahan. Selain itu, karena sifat dari keyakinan itu
abstrak, maka keyakinan juga dapat menjadi sesuatu yang paling susah untuk diimitasi
oleh para kompetitor.
Keyakinan merek dapat berasal dari berbagai sumber (Sadat, 2009:35-36),
sebagai berikut:
a. Pendiri (founding person)
Keyakinan merek diperoleh dari orang yang pertama kali menciptakan
dan mengembangkannya.
b. Sejarah merek
Sejarah munculnya merek banyak diwarnai oleh keyakinan-keyakina
yang ada di sekelilingnya. Nilai-nilai yang diserap di masa lalu dan
terbukti dapat berfungsi dengan baik akan di anggap sebagai kebenaran.
c. Evolusi merek
Perjalanan panjang merek dalam mengarungi samudera pasar dan
persaingan juga merupakan sumber keyakinan.
2.2.2 Internal Branding
Komunikasi dua arah yang membahas strategi dan pengarahan itu penting
dilakukan karena untuk melancarkan proses internalisasi brand. Argenti (2009:211),
melalui komunikasi internal di abad XXI itu lebih daripada sekedar memo, publikasi,
dan siaran yang mencakupnya. Ini tentang membangun sebuah budaya korporat
28
berdasarkan pada nilai-nilai dan memiliki potensi untuk mengarahkan perubahan
organisasional.
Menurut Ditta Amahorseya, Corporate Affairs Head Citibank Indonesia, dalam
buku Silih Agung Wasesa (2009:243), pekerjaan PR yang paling awal adalah
menyakinkan manajemen bahwa yang diusulkan akan berguna untuk menunjang
aktivitas perusahaan. PR harus mampu meyakinkan manajemen agar mau “membeli”
program tersebut. Kalau pada tahap awal ini gagal maka akan sulit bagi praktisi PR
untuk bekerja lebih lanjut secara optimal. Syarat sebuah program PR harus dibeli oleh
manajemen menjadi mutlak perlu karena aktivitas PR, sekecil apapun, harus dilakukan
dengan restu dari manajemen. Manajemen harus yakin pada awalnya sehingga mereka
akan melakukan back up secara penuh pada titik berikutnya.
Setiap aktivitas PR harus mendapatkan dukungan dari berbagai aspek dari para
karyawan. Hal ini dapat dikatakan sebagai terjemahan bahwa setiap karyawan adalah PR
dari perusahaan. Citra internal yang baik dengan sendirinya akan menghemat biaya
pengembangan sumber daya manusia, setidaknya biaya pengembangan sumber daya
manusia menjadi lebih optimal. Hal ini disebabkan oleh loyalitas dari para karyawan
yang menunjukan peningkatan sehingga biaya untuk pengembangan SDM dapat
diarahkan pada peningkatan kualitas pada SDM yang sudah ada, di bandingkan untuk
melatih SDM-SDM yang masih baru.
Dalam fungsinya pada internal perusahaan, peran PR juga mengalami
perkembangan yang sangat signifikan. Meningkatnya persaingan antar perusahaan yang
pastinya membutuhkan tenaga kerja yang andal agar dapat bersaing dan mahalnya biaya
untuk melatih tenaga kerja baru tersebut, menuntut perusahaan untuk menggunakan PR
29
dalam hal membina loyalitas dari para karyawan. Cutlip, Center dan Broom (2009:254)
mengatakan bahwa hubungan terpenting dalam organisasi adalah hubungannya dengan
karyawan di semua level. Istilah publik internal dan publik karyawan mengacu pada baik
itu manajer maupun orang-orang yang menjadi bawahannya. Publik ini merupakan
sumber daya terbesar dari organisasi—orang-orangnya.
Menurut Alvie Smith, mantan direktur komunikasi korporat General Motors
dalam buku Cutlip, Center dan Broom (2009:254), faktor yang mempengaruhi
komunikasi internal dengan karyawan dan menambah rasa hormat manajemen terhadap
salah satu dari fungsi PR ini:
1. Manfaat dari pemahaman, teamwork, dan komitmen karyawan dalam mencapai
hasil yang diinginkan. Aspek positif dari perilaku karyawan ini sangat di
pengaruhi oleh komunikasi interaktif yang efektif di seluruh organisasi.
2. Kebutuhan untuk membangun jaringan komunikasi manajer yang kuat, yang
membuat setiap supervisor di semua level dapat melakukan komunikasi secra
efektif dengan karyawannya. Kebutuhan itu lebih dari sekadar menciptakan
informasi yang berhubungan dengan pekerjaan tetapi juga harus memuat
informasi bisnis dan isu publik yang memengaruhi organisasi secara
keseluruhan.
Dalam buku Cutlip, Center dan Broom (2009:255-256), Opinion Research
Corporation sejak 1950 telah meneliti opini karyawan tentang komunikasi internal
organisasi. Sebagian besar mengakui kredibilitas organisasi, tetapi kurang dari separuh
yang mengatakan bahwa organisasi “memberi tahu mereka apa yang sedang terjadi,”
atau komunikasi ke bawah (manajemen ke karyawan). Juga hanya kurang dari separuh
30
yang mengatakan bahwa organisasi mau “mendengar pendapat mereka, “ atau
komunikasi ke atas (karyawan ke manajemen). Akan tetapi, sebagai bagian dari fungsi
PR yang lebih luas, tujuan hubungan internal adalah membangun dan mempertahankan
hubungan yang sama-sama bermanfaat antara organisai dan karyawan, di mana
kesuksesan atau kegagalan organisasi akan tergantung kepada karyawan (Cutlip, Center
dan Broom:257).
Branding internal juga penting untuk membangun semangat dan menciptakan
sebuah tempat kerja di mana karyawan “terlibat” dengan pekerjaan mereka. Collin
Mitchell dalam buku Argenti (2010:226-227) menyatakan walaupun para komunikator
sudah menginformasikan karyawan mengenai kampanye-kampanye iklan yang baru,
mereka jarang menyadari kebutuhan untuk “menjual” karyawan atas ide-ide yang sama
yang mereka coba jual kepada publik.
Branding internal penting khususnya ketika sebuah organisasi sedang melakukan
perubahan-perubahan seperti sebuah merger atau perubahan di dalam kepemimpinan.
Kampanye-kampanye branding internal juga dapat diluncurkan ketika hasil-hasil audit
internal mengungkapkan bahwa karyawan sedang tidak berhubungan dengan sebuah visi
perusahaan atau ketika semangat mereka sedang turun (Argenti, 2010: hal.227).
Bahkan ketika karyawan mengerti janji merek perusahaan atau penyampaian
konsumen utama, sebelum mereka memercayainya, mereka tidak akan dapat benar-
benar membantu perusahaan membawa hal itu keluar. Seperti kampanye branding
eksternal bertujuan untuk menciptakan ikatan emosional di antara konsumen kepada
perusahaan anda, tujuan branding internal adalah untuk melakukan hal yang sama
kepada karyawan (Argenti, 2010: hal 228).
31
2.2.3 Sosialisasi
Setelah mengetahui definisi dari strategi branding dan bagaimana cara
peningkatan pemahaman karyawan terhadap internal branding-nya, kedua hal tersebut
juga tidak luput dari proses sosialisasi yang berjalan pada perusahaan.
Setiap perusahaan memiliki cara-cara sosialisasi yang berbeda, hal tersebut
dilakukan berdasarkan dari program apa yang ingin dijalankan oleh perusahaan. Ardts,
Jansen dan van der Velde dalam The Journal of Management Development , 2001 (last
update 2010), The breaking in of new employees: effectiveness of socialization tactics
and personnel instrument ,“the studies into organisation socialization can be divided
into: the process, the content and the outcome of socialization, the socialization
behavior of the newcomer, the abstract tactics which allow the organisation to steer
socialization, and the concrete socialization practices and instruments that an
organisation applies”.
(http://search.proquest.com/docview/216353002/1367939DE147E9E365B/1?
accountid=31532). Pada pernyataan tersebut berarti bahwa sosialisasi tidak hanya ada
satu macam, akan tetapi dibagi menjadi beberapa bagian. Beberapa bagian tersebut harus
di sesuaikan dengan instrumen yang berlaku di organisasi yang bersangkutan.
Sosialisasi juga merupakan suatu rangkaian proses yang saling
berkesinambungan. Socialization can be viewed as a learning process that consists of a
number of phases (Feldman, 1976; Schein, 1978; Wanous, 1992). In general, three
phases can be distinguished: an anticipatory phase, an encounter phase, and an
acquisition phase. In the first phase, through school, family, and friends a person will be
prepared for work and he or she will make a choice for a specific job and/or
32
organisation. In the second phase, the newcomer will actually get in touch with the new
organisation for the first time. In this phase, the initial expectations will be tested
against the reality and a tentative adjustment in attitude and behaviour will take place.
Commencing in the third stage is a more long-term adjustment in tasks, roles, values
and norms of the group and the organisation. (Ardts, Jansen dan van der Velde dalam
The Journal of Management Development)
(http://search.proquest.com/docview/216353002/1367939DE147E9E365B/1?
accountid=31532). Dari pengertian tersebut dapat diketahui beberapa tahap atau fase
penyesuaian yang dapat dilakukan dengan tujuan agar proses sosialisasi lebih terarah
dan tepat sasaran.
33
2.3 Kerangka Pikir
Gambar 2.4 Analisis Strategi Branding dan Internal branding dalam peningkatan
pemahaman karyawan perusahaan.
Sumber: Penulis
PT. PERTAMINA PUSAT
Strategi Branding PR
Peningkatan Internal Branding
Program Sosialisasi Internal
Karyawan Paham Karyawan tidak paham
Hasil
Feedback
34
Penjelasan mengenai kerangka pikir diatas;
Bahwa permasalahan pada PT. Pertamina Pusat mengenai bagaimana
pemahaman mengenai internal branding oleh para karyawan perusahaan. Segala bentuk
brand dari PT. Pertamina yakni logo dan tagline PT. Pertamina seringkali tidak
dimengerti arti dan maknanya oleh para karyawan perusahaan tersebut. Padahal proses
internal branding merupakan salah satu strategi untuk mendukung proses pemasaran
produk-produk yang ada pada perusahaan, jika karyawan mengerti betul mengenai
bagaimana perusahaannya, maka publik akan menganggap perusahaan memiliki nilai
tambah dan publik sebagai konsumen akan loyal terhadap segala bentuk produk dari
perusahaan.
Pada kerangka pikir di atas mengenai peningkatan internalisasi brand kepada
para karyawan dilakukan dalam bentuk mengadakan program sosialisasi Corporate
Brand Book dan Corporate Brand Guidelines. Di dalam buku tersebut terdapat
penjelasan mengenai segala bentuk brand Pertamina dan cara-cara penempatan logo
yang tepat. Sosialisasi tersebut telah dilakukan di Makassar pada tahun 2011 lalu dan
penulis mendapatkan data stastistik mengenai hasil dari sosialisasi tersebut serta penulis
juga melakukan wawancara dengan salah satu karyawan Pertamina yang berada di
Makassar sebagai penerima manfaat dari sosialisasi. Hal ini dilakukan agar penulis
mendapatkan hasil penelitian dengan data yang dapat dibuktikan kebenarannya.
top related