askep post vakum ekstraksi indikasi kala ii tak maju ii
Post on 24-Oct-2015
172 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
asuhan keperawatan vakum ekstraksi
BAB I
KONSEP DASAR
1. Definisi
Ekstraksi vakum adalah suatu persalinan buatan, janin dilahirkan dengan
ekstraksi tenaga negatif (vakum) di kepalanya. Alat ini dinamakan ekstraktor
vakum atau ventouse.
Ekstraksi vakum merupakan tindakan obstetrik yang bertujuan untuk
mempercepat kala pengeluaran dengan sinergi tenaga mengedan ibu dan
ekstraksi pada bayi. Oleh karena itu, kerjasama dan kemampuan ibu untuk
mengekspresikan bayinya, merupakan faktor yang sangat penting dalam
menghasilkan akumulasi tenaga dorongan dengan tarikan ke arah yang sama.
Tarikan pada kulit kepala bayi, dilakukan dengan membuat cengkraman
yang dihasilkan dari aplikasi tekanan negatif (vakum). Mangkuk logam atau silastik
akan memegang kulit kepala yang akibat tekanan vakum, menjadi kaput artifisial.
Mangkuk dihubungkan dengan tuas penarik (yang dipegang oleh penolong
persalinan), melalui seutas rantai.
Ada 3 gaya yang bekerja pada prosedur ini, yaitu tekanan interauterin (oleh
kontraksi), tekanan ekspresi eksternal (tenaga mengedan), dan gaya tarik
(ekstraksi vakum).
2. Sejarah Ekstraksi Vakum
Gagasan untuk melahirkan kepala janin dengan memakai tenaga vakum,
mula-mula dipelajari oleh Young (1706) dari Inggris, yang kemudian secara
berturut-turut dikembangkan oleh ahli-ahli obstetrik di negara-negara Eropa dalam
bentuk yang bermacam-macam. Bentuk ekstraktor vakum bermacam-macam inti
ternyata kurang popular dalam pemakaiannya, karena banyak hambatan-
hambatan teknik.
Akhirnya pada tahun 1952-1954 Tage Malmstrom dari Gothenberg, Swedia
menciptakan ekstraktor vakum yang setelah emngalami percobaan-percobaan dan
modifikasi dalam bentuknya, sejak tahun 1956 menjadi sangat populer dipakai
dalam klinik-klnik obstetrik sampai saat ini.
Bentuk dan Bagian-bagian Ekstraktor Vakum
1. Mangkuk (cup)
Bagian yang dipakai untuk membuat kaput suksedaneum artifisialis. Dengan
mangkuk inilah kepala diekstraksi. Diameter mangkuk : 3,4,5,6 cm. pada
dinding belakang mangkuk terdapat tonjolan, untuk tanda letak denominator.
2. Botol
Tempat membuat tenaga negative (vakum). Apda tutup botol terdapat manometer,
saluran menuju ke pompa pemghisap, dan saluran menuju ke mangkuk yang
dilengkapi dengan pentil.
3. Karet Penghubung
4. Rantai penghubung antara mangkuk dengan pemegang
5. Pemegang (extraction handle)
6. Pompa Penghisap (vacuum pump)
3. Indikasi
Kala II lama dengan presentasi kepala belakang/verteks.
Ibu: memperpendek persalinan kala II, penyakit jantung kompensata,
penyakit paru fibrotik.
Janin: adanya gawat janin.
Waktu: persalinan kala lama.
4. Kontra Indikasi
Malpresentasi (dahi, puncak, kepala, muka, bokong).
Panggul sempit (disproporsi kepala-panggul).
Ibu: ruptur uteri membakat, ibu tak boleh mengejan.
Janin: letak lintang, presentasi muka, presentasi bokong, preterm, kepala
menyusul.
5. Syarat Khusus
Pembukaan serviks lengkap atau hampir lengkap.
Presentasi kepala. Kepala janin berada di Hodge III + engaged.
Cukup bulan (tidak prematur).
Tidak ada kesempitan panggul.
Anak hidup dan tidak gawat janin.
Penurunan H III/III+ (Puskesmas H IV / dasar panggul).
Kontraksi baik.
Ibu kooperatif dan masih mampu untuk mengedan.
Ketuban sudah pecah/ dipecahkan.
6. Etiologi
Ibu:
Memperpendek kala II. misalnya: Penyakit jantung kompensata, Penyakit
paru-paru fibrotik.
Waktu: kala II yang memanjang.
Janin:
Gawat janin (masih kontroversi)
7. Patofisiologi
Adanya beberapa faktor baik faktor ibu maupun janin menyebabkan
tindakan ekstraksi forsep/ekstraksi vakum dilakukan. Ketidakmampuan mengejan,
keletihan, penyakit jantung (eklampsia), section secarea pada persalinan
sebelumnya, kala II yang lama, fetal distress dan posisi janin oksiput posterior atau
oksiput transverse menyebabkan persalinan tidak dapat dilakukan secara normal.
Untuk melahirkan secara per vaginam maka perlu tindakan ekstraksi
vacum/forsep. Tindakan ekstraksi foesep/vacuum menyebabkan terjadinya laserasi
pada servuk uteri dan vagina ibu. Disamping itu terjadi laserasi pada kepala janin
yang dapat mengakibatkan perdarahan intrakranial.
8. Komplikasi
Komplikasi Ekstraksi vakum
Ibu :
Perdarahan akibat atonia uteri/ trauma,
Trauma jalan lahir, dan
Infeksi
Janin :
Ekskoriasi kulit kepala,
Sefalhematoma,
Subgaleal hematoma. Hematoma ini cepat direabsorbsi tubuh janin. Bagi
janin yang mempunyai fungsi hepar belum matur dapat menimbulkan ikterus
neonatorum yang agak berat.
Nekrosis kulit kepala (scapnecrosis), dpt menimbulkan alopesia,
Pendarahan intrakranial,
Jaundice,
Fraktur kalvikula,
Kerusakan N VI dan VII.
9. Kriteria Kegagalan
Dalam ½ jam traksi tak berhasil.
Mangkuk terlepas 3 kali.
10. Penyebab Kegagalan
Tenaga vakum terlalu rendah.
Tekanan negatif dibuat terlalu cepat.
Selaput ketuban melekat.
Bagian janin lahir terjepit.
Koordinasi tangan kurang baik.
Traksi terlalu kuat.
Cacat alat.
Disproporsi sefalopelvik yang sebelumnya tak diketahui.
11. Terapi
Pada prinsipnya tidak berbeda dengan perawatan postpartum biasa, hanya
memerlukan perhatian dan observasi yang lebih ketat karena kemungkinan
terjadinya komplikasi lebih besar, yaitu perdarahan, robekan jalan lahir, dan
infeksi. Oleh karena itu, perawatan setelah ekstraksi vacum memerlukan profilaksis
pemberian infus sampai terjadi keadaan stabil, pemberian uterotonika sehingga
kontraksi otot rahim menjadi kuat, dan pemberian antibiotika untuk menghindari
infeksi.
Pertimbangan Keperawatan
Dalam membantu wanita yang melahirkan melaluui penggunaan ekstraksi
vacum, perawat berperan sebagai pendukung dan pendidik. Perawat dapat
menyiapkan ibu untuk melahirkan dan mendorongnya untuk tetap aktif dalam
proses melahirkan yakni dengan menganjurkan ibu untuk mendorong saat
kontraksi. Denyut jantung janin juga harus sering dinilai selama prosedur tersebut.
Setelah lahir, bayi harus diobservasi untuk melihat tanda infeksi pada
tempat pemasangan mangkuk dan iritasi serebral (misalnya, akibat pengisapan
yang buruk, ketidakberdayaan). Orang tua perlu diyakinkan bahwa kaput
suksedaneum akan hilang setelah beberapa jam. Para tenaga perawatan
neonatus harus menyadari bahwa bayi tersebut dilahirkan dengan ekstraksi
vakum.
12. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum :
Kesadaran dan TTV : tekanan darah, nadi, pernapasan, dan suhu.
Keadaan khusus (syarat-syarat ekstraksi vakum) :
Pembukaan lebih dari 7 cm (hanya pasa multigravida).
Penurunan kepala janin (boleh) pada hodge II.
Kontraksi rahim dan tenaga mengejan.
13. Keuntungan dan Kerugian
Keunggulan dan Kerugian Ekstraksi Vakum
Keunggulan
Pemasangan mudah (mengurangi bahaya trauma dan infeksi).
Tidak diperlukan narkosis umum.
Mangkuk tidak menambah besar ukuran kepala yang harus melalui jalan
lahir.
Ekstraksi vakum dapat dipakai pada kepala yang masih tinggi dan
pembukaan serviks belum lengkap.
Trauma pada kepala janin lebih ringan
Kerugian
Persalinan janin memerlukan waktu yang lebih lama.
Tenaga traksi tidak sekuat seperti pada cunam. Sebenarnya hal ini
dianggap sebagai keuntungan, karena kepala janin terlindung dari traksi
dengan tenaga yang berlebihan.
Pemeliharaannya lebih sukar, karena bagian-bagiannya banyak terbuat
dari karet dan harus selalu kedap udara.
14. Penatalaksanaan
Persiapan Tindakan
Persiapkan ibu dalam posisi litotomi, kosongkan kandung kemih dan rektum,
bersihkan vulva dan perineum dengan antiseptik, dan beri infus bila diperlukan.
Siapkan alat-alat yang diperlukan.
A. PERSETUJUAN TINDAKAN
B. PERSIAPAN SEBELUM TINDAKAN
I. Pasien
1. Cairan dan slang infus sudah terpasang, Perut bawah dan lipat paha sudah
dibersihkan dengan air dan sabun.
2. Uji fungsi dan perlengkapan perlatan ekstraksi vakum.
3. Siapkan alas bokong, sarung kaki dan penutup perut bawah.
4. Medikamentosa
a. Oksigen
b. Ergometrin
c. Prokain 1%
5. Larutkan antiseptik (Povidon lodin 10%)
6. Oksigen dengan regulator
7. Instrumen
a. Set partus : 1 set
b. Vakum ekstraktor : 1 setc. Klem ovum : 2
c. Cunam tampon : 1
d. Tabung 5 ml dan jarum suntik No. 23 (sekali pakai) : 2
e. Spekulum Sim’s atau L dan kateter karet : 2 dan 1
II. Penolong (operator dan asisten)
1. Baju kamar tindakan, pelapis plastik, masker dan kacamata pelindung : 3 set
2. Sarung tangan DTT/steril : 4 pasang
3. Alas kaki (sepatu/”boot” karet) : 3 pasang
4. Instrumen
a. Lampu sorot : 1
b. Monoaural stetoskop dan stetoskop, tensimeter : 1
III. Bayi
1. Instrumen
a. Penghisap lendir dan sudep/penekan lidah : 1 set
b. Kain penyeka muka dan badan : 2
c. Meja bersih, kering dan hangat (untuk tindakan) : 1
d. Inkubator : 1 set
e. Pemotong dan pengikat tali pusat : 1 set
f. Tabung 20 ml dan jarum suntik No. 23/ insulin (sekali pakai) : 2
g. Kateter intravena atau jarum kupu-kupu : 2
h. Popok dan selimut : 1
i. Alat resusitasi bayi
2. Medikamentosa
a. Larutan Bikarbonas Natrikus 7,5% atau 8,4%
b. Nalokson (Narkan) 0,01 mg/kg BB
c. Epinefrin 0,01%
d. Antibiotika
e. Akuabidestilata dan Dekstrose 10%
3. Oksigen dengan regulator
C. PENCEGAHAN INFEKSI SEBELUM TINDAKAN
D. TINDAKAN
1. Instruksikan asisten untuk menyipakan ekstraktor vakum dan pastikan petugas
dan persiapan untuk menolong bayi telah tersedia.
2. Lakukan pemeriksaan dalam untuk memastikan terpenuhinya persyaratan
ekstraksi vakum.
▪ Bila penurunan kepala di atas H IV (0/5), rujuk ke Rumah Sakit.
3. Masukkan tangan ke dalam wadah yang mengandung larutan klorin 0,5%,
bersihkan darah dan cairan tubuh yang melekat pada sarung tangan, lepaskan
secara terbalik dan rendam dalam larutan tersebut.
4. Pakai sarung tangan DTT/Steril yang baru.
E. PEMASANGAN MANGKOK VAKUM
1. Masukkan mangkok vakum melalui introitus, pasangkan pada kepala bayi
(perhatikan agar tepi mangkok tidak terpasang pada bagian yang tidak
rata/moulage di daerah ubun-ubun kecil).
2. Dengan jari tengah dan telunjuk, tahan mangkok pada posisisnya dan dengan
jari tengah dan telunjuk tangan lain, lakukan pemeriksaan di sekeliling tepi
mangkok untuk memastikan tidak ada bagian vagina atau porsio yang terjepit di
antara mangkok dan kepala.
3. Setelah hasil pemeriksaan ternyata baik, keluarkan jari tanan pemeriksaan dan
tangan penahan mangkok tetap pada posisinya.
4. Instruksikan asisten untuk menurunkan tekanan (membuat vakum dalam
mangkok) secra bertahap.
5. Pompa hingga tekanan skala 10 (silastik) atau -2 (Malmstroom) setelah 2 menit,
naikkan hingga skala 60 (silastik) atau -6 (Malmstroom) dan tunggu 2 menit.
▪ Ingat : Jangan gunakan tekanan maksumal pada kepala bayi, lebih dari 8
menit.)
6. Sambil menunggu his, jelaskan pada pasien bahwa pada his puncak (fase
acme) pasien harus mengedan sekuat dan selama mungkin. Tarik lipat lutut
dengan lipat siku agar tekanan abdomen menjadi lebih efektif.
F. PENARIKAN
1. Pada fase acme (puncak) dari his, minta pasien untuk mengedan, secara
simultan lakukan penarikan dengan perineum yang baku) dilakukan pada saat
kepala mendorng perineum dan tidak masuk kembali.
2. Bila belum berhasil pada tarikan pertama, ulangi lagi pada tarikan kedua.
Episiotomi pada pasien dengan perineum yang kaku) dilakukan pada saat
kepala mendorong perineum dan tidak masuk kembali.
Bila tarikan ketiga dilakukan dengan benar dan bayi belum lahir,
sebaiknya pasien dirujuk (ingat : penatalaksanaan rujukan).
Apabila pada penarikan ternyata mangkuk terlepas hingga dua kali,
kondisi ini juga mengharuskan pasien dirujuk.
3. Saat subosiput berada di bawah simfisis, arahkan tarikan ke atas hingga lahirlah
berturut-turut dahi, muka dan dagu.
G. MELAHIRKAN BAYI
1. Kepala bayi dipegang biparietal, gerakkan ke bawah untuk melahirkan bahu
depan, kemudian gerakkan ke atas untuk melahirkan bahu belakang, kenudian
lahirkan seluruh tubuh bayi.
2. Bersihkan muka (hidung dan mulut) bayi dengan kain bersih, potong tali pusat
dan serahkan bayi pada petugas bagian anak.
H. LAHIRKAN PLASENTA
1. Suntikkan oksigen, lakukan traksi terkendali, lahirkan plasenta dengan menarik
tali pusat dan mendorong uterus ke arah dorsokranial.
2. Periksa kelengkapan plasenta (perhatikan bila terapat bagian-bagian yang lepas
atau tidak lengkap).
3. Masukkan plasenta ke dalam tempatnya (hindari percikan darah).
I. EKSPLORASI JALAN LAHIR
1. Masukkan spekulum Sim’s/L atas dan bawah pada vagina.
2. Perhatikan apakah terdapat robekan perpanjangan luka episiotomi atau robekan
pada dinding vagina di tempat lain.
3. Ambil klem ovum sebanyak 12 buah, lakukan penjepitan secara bergantian ke
arah samping, searah jarum jam, perhatikan ada tidaknya robekan porsio.
4. Bila terjadi robekan di luar luka episiotomi, lakukan penjahitan dan lanjutkan ke
langkah K.
5. Bila dilakukan episiotomi, lanjutkan ke langkah J.
J. PENJAHITAN EPISIOTOMI
1. Pasang penopang bokong (beri alas kain). Suntikan prokain 1% (yang telah
disiapkan dalam tabung suntik) pada sisi dalam luka episiotomi (otot, jaringan,
submukosa dan subkutis) bagian atas dan bawah.
2. Uji hasil infiltrasi dengan menjepit kulit perineum yang dianestasi dengan pinset
bergigi.
3. Masukkan tampon vagina kemudian jepit tali pengikat tampon dan kain penutup
perut bawah dengan kocher.
4. Dimulai dari ujung luka episiotomi bagian dalam jahit otot dan mukosa secara
jelujur bersimpul ke arah luar kemudian tautkan kembali kulit secara
subkutikuler atau jelujur matras.
5. Tarik tali pengikat tampon vagina secara perlahan-lahan hingga tampon dapat
dikeluarkan, kemudian kosongkan kandung kemih.
6. Bersihkan noda darah, cairan tubuh dan air ketuban dengan kapas yang telah
diberi larutan antiseptik.
7. Pasang kasa yang dibasahi dengan Povidon lodin pada tempat jahitan
episiotomi.
K. DEKONTAMINASI
L. CUCI TANGAN PASCATINDAKAN
M. PERAWATAN PASCATINDAKAN
1. Periksa kembali tanda vital pasien, lakukan tindakan dan beri instruksi lanjut bila
diperlukan.
2. Catat kondisi pasien pascatindakan dan buat laporan tindakan pada kolom yang
tersedia dalam status pasien.
3. Tegaskan pada petugas yang merawat untuk melaksanakan instruksi
pengobatan dan perawatan serta laporkan segera bila pada pemamantauan
lanjutan terjadi perubahan-perubahan yang harus diwaspadai.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
VAKUM EKSTRAKSI
I. PENGKAJIAN
A. IDENTITAS
Nama :
Umur :
Agama :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Alamat :
Suku/ bangsa :
Tanggal MRS :
Tanggal Pengkajian :
No. Register :
Nama Suami :
Umur :
Agama :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Alamat :
Suku/ Bangsa :
B. RIWAYAT KESEHATAN
a. Riwayat Kesehatan Dahulu : Adanya riwayat abortus, SC pada persalinan
sebelumnya.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang : Distosia (kesulitan persalinan), Penyakit
jantung, eklampsia, Fetal distres , Janin berhenti berotasi, Posisi janin
oksiput posterior atau oksiput transverse, Ketidakmampuan mengejan,
Keletihan, Kala II yang lama.
c.Riwayat Kesehatan Keluarga : Adanya penyakit keturunan (jantung.
d. Riwayat Obstetri.
e. Riwayat Sosial.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Tanda-tanda vital : Tekanan darah, nadi, pernapasan, dan suhu.
Eliminasi : Retensi urine, Makanan/cairan.
Seksualitas : adanya laserasi servik uteri dan vagina
Pada janin/bayi ;
DJJ sebelum forsep dipasang.
DJJ sebelum traksi dipasang setelah forsep dipasang.
Fraktur tengkorak, subdural hematoma, edema.
Perdarahan intrakranial
Adanya lecet dan abrasi pada pemasangan bilah/laserasi kulit kepala.
Paralisis facial
D. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan vaskular berlebihan.
2. Resti infeksi b.d prosedur invasif, kerusakan kulit, penurunan Hb, pemajanan
terhadap patogen.
3. Resti cedera b.d trauma jaringan, perubahan motilitas, efek-efek obat/penurunan
sensasi.
4. Kurang pengetahuan.
III. PERENCANAAN KEPERAWATAN
Diagnosa I : Kekurangan volume cairan b.d kehilangan vaskular berlebihan.
Batasan Karakteristik:
Subjektif;
Haus
Objektif:
Hipotensi
Peningkatan frekuensi nadi
Penurunan tekanan nadi
Urin menurun/terkonsentrasi
Penurunan pengisian vena
Perubahan mental
Tujuan :
Mendemonstrasikan kestabilan/ perbaikan keseimbangan cairan.
Kriteria hasil :
TTV stabil,
Pengisian kapiler cepat,
Sensorium tepat, dan
Haluaran serta berat jenis urin adekuat secara individual.
Intervensi dan Rasionalisasi
No. Intervensi Rasionalisasi1. Mandiri
Tinjau ulang catatan kehamilan dan persalinan/kelahiran, perhatikan factor-faktor penyebab atau pemberat pada situasi hemoragi (mis: laserasi, fragmen plasenta tertahan, sepsis, abrupsio plasenta, emboli cairan amniotic, atau retensi janin mati selama lebih dari 5 mgg).
Membantu dalam membuat rencana perawatan yang tepat dan memberikan kesempatan untuk mencegah atau membatasi terjadinya komplikasi.
2. Kaji dan catat jumlah, tipe, dan sisi perdarahan; timbang dan hitung pembalut; simpan bekuan dan jaringan untuk dievaluasi oleh dokter.
Membantu dalam membuat rencana perawatan yang tepat dan memberikan kesempatan untuk mencegah atau membatasi terjadinya komplikasi.
3. Kaji lokasi uterus dan derajat kontraktilitas uterus. Dengan perlahan masase penonjolan uterus dengan satu tangan sambil menempatkan tangan kedua tepat di atas simfisis pubis.
Derajat kontraktilitas uterus membantu dalam diagnosa banding. Peningkatan kontraktilitas miometrium dapat menurunkan kehilangan darah. Penempatan satu tangan di atas simfisis pubis mencegah kemungkinan inversi uterus selama masase.
4. Perhatikan hipotensi atau takikardi, pelambatan pengisian kapiler, atau sianosis dasar kuku, membrane mukosa, dan bibir.
Tanda-tanda ini menunjukkan hipovolemik dan terjadinya syok. Perubahan pada TD tidak dapat dideteksi sampai volume cairan telah menurun sampai 30%-50%. Sianosis adalah tanda akhir dari hipoksia.
5. Pantau parameter hemodinamik, seperti tekanan vena sentral atau tekanan baji arteri pulmonal, bila ada.
Memberikan pengukuran lebih langsung dari volume sirkulasi dan kebutuhan pengisian.
6. Lakukan tirah baring dengan kaki ditinggikan 20-30 derajat dan tubuh horizontal.
Perdarahan dapat menurunkan atau menghentikan reduksi aktivitas. Pengubahan posisi yang tepat meningkatklan aliran balik vena, menjamin persediaan darah ke otak dan organ vital lainnya
lebih besar.7. Pertahankan aturan puasa saat
menentukan status/kebutuhan klien.Mencegah aspirasi isi lambung dalam kejadian di mana sensorium berubah dan atau intervensi pembedahan diperlukan.
8. Pantau masukan dan haluaran; perhatikan berat jenis urin.
Bermanfaat dalam memperkirakan luas/ signifikansi kehilangan cairan. Volume perfusi/ sirkulasi adekuat ditunjukkan dengan haluaran 30-50 ml/jam atau lebih besar.
9. Berikan lingkungan yang tenang dan dukungan psikologis.
Meningkatkan relaksasi, menurunkan ansietas dan kebutuhan metabolik.
10. Kaji terhadap nyeri perineal menetap atau perasaan penuh pada vagina.
Hematoma sering merupakan akibat dari perdarahan lanjut pada laserasi jalan lahir.
11. Berikan tekanan balik pada laserasi labial atau perineal.
Dapat meningkatkan hemoragi bila laserasi servikal, vaginal atau perineal atau hematoma terjadi.
12. Pantau klien dengan akreta plasenta (penetrasi sedikit dari miometrium dengan jaringan plasenta), HKK, atau abrupsio plasenta terhadap tanda-tanda KID.
Tromboplastin dilepaskan selama upaya pengangkatan plasenta secara manual yang dapat mengakibatkan koagulopati.
13. Kolaborasi Mulai infuse 1 atau 2 I.V. dari cairan isotonic atau elektrolit dengan kateter 18G atau melalui jalur vena sentral.
Perlu untuk infus cepat atau multipel dari cairan atau produk darah untuk meningkatkan volume sirkulasi dan mencegah pembekuan.
14. Berikan darah lengkap atau produk darah (missal: plasma, kriopresipitat, trombosit) sesuai indikasi.
Membantu menentukan beratnya masalah dan efek dari terapi.
15. Berikan obat-obatan sesuai indikasi:
oksitosin, metilergononovin maleat, prostaglandin F2ά.
Magnesium sulfat (MgSO4)
Heparin
Terapi antibiotic (berdasarkan pada kultur dan sensitivitas terhadap lokhia)
Natrium bikarbonat.
Antibiotik bertindak secara profilaktik untuk mencegah infeksi atau mungkin diperlukan untuk infeksi disebabkan atau diperberat pada subinvolusi uterus atau hemoragi.
16. Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi:
Membantu dalam menentukan jumlah kehilangan darah. Setiap ml darah membawa 0,5 mgHb. Pada syok lama, hipoksia jaringan dan
Hb dan Ht
Kadar pH serum
Trombosit, FDP, fibrinogen, dan APTT.
Pasang kateter urinarius indwelling.
asidosis dapat terjadi sebagai respon terhadap metabolisme anaerobik.
17. Bantu dengan prosedur-prosedur sesuai indikasi:
separasi manual dan penglepasan plasenta.
pemasangan kateter indwelling besar ke dalam kanal servikal.
Penempatan kembali uterus atau tampon bila inverse kira-kira akan terjadi.
Perbaikan pembedahan terhadap lasersi/episiotomi, insisi/evakuasi hematoma, dan pengangkatan jaringan tertahan akan menghentikan perdarahan. Histerektomi abdominal segera diindikasikan untuk perlekatan plasenta abnormal.
Diagnosa 2 : Resti infeksi b.d prosedur invasif, kerusakan kulit, penurunan Hb,
pemajanan terhadap patogen.
Batasan Karakteristik:
Objektif :
Laserasi kemerahan
Adanya pus pada laserasi
Leukosit meningkat
Tujuan :
Bebas dari infeksi.
Pencapaian tepat waktu dalam pemulihan luka tanpa komplikasi.
Intervensi dan Rasionalisasi
No. Intervensi Rasionalisasi1. Mandiri Tinjau ulang kondisi/faktor
risiko yang ada sebelumnya.Kondisi dasar ibu, seperti diabetes atau hemoragi, menimbulkan potensial risiko infeksi atau penyembuhan luka yang buruk. Infeksi dapat mengubah penyembuhan luka.
2. Kaji terhadap tanda/gejala infeksi (mis. peningkatan suhu, nadi, jumlah sel darah putih, atau bau/warna rabas vagina. Berikan perawatan perineal sedikitnya setiap 4 jam.
Menurunkan resiko infeksi asenden.
3. Kolaborasi Lakukan persiapan kulit praoperatif, scruc sesuai protokol.
Menurunkan resiko kontaminan kulit memasuki insisi, menurunkan risiko infeksi pascaoperasi.
4. Dapatkan kultur darah, vagina, dan plasenta sesuai indikasi.
Mengidentifikasi organisme yang menginfeksi dan tingkat keterlibatan.
5. Catat hemoglobin (Hb) dan hematokrit (Ht), catat perkiraan kehilangan darah selama prosedur pembedahan.
Risiko infeksi pasca-melahirkan dan penyembuhan buruk meningkat bila kadar Hb rendah dan kehilangan darah berlebihan.
6. Berikan antibiotik spektrum luas parenteral pada praoperasi.
Antibiotik profilaktik dapat dipesankan untuk mencegah terjadinya proses infeksi, atau sebagai pengobatan pada infeksi yang teridentifikasi.
Diagnosa 3 : Resti cedera b.d trauma jaringan, perubahan motilitas,efek-efek
obat/penurunan sensasi
Batasan Karakteristik :
Objektif :
Adanya perdarahan
Adanya laserasi serviks uteri dan vagina
Tujuan :
Bebas dari cedera
Intervensi dan Rasionalisasi
No. Intervensi Rasionalisasi1. Mandiri Lepaskan alat prostetik (mis,
lensa kontak, gigi palsu/kawat gigi) dan perhiasan.
Menurunkan resiko cedera kecelakaan.
2. Tinjau ulang catatan persalinan, perhatikan frekuensi berkemih, haluaran, penampilan, dan waktu berkemih pertama.
Dapat menandakan retensi urin atau menunjukkan keseimbangan cairan atau dehidrasi pada klien yang sedang bersalin.
3. Pantau haluaran dan warna urin setelah insersi kateter indwelling. Perhatikan adanya darah dan urin.
Menunjukkan tingkat hidrasi, status sirkulasi dan kemungkinan trauma kandung kemih.
4. Kolaborasi Dapatkan specimen urin untuk analisis rutin, protein, dan berat jenis.
Risiko meningkat pada klien bila proses infeksi atau keadaan hipertensif ada.
Diagnosa 4 : Kurang pengetahuan
Batasan Karakteristik:
Objektif:
Meminta informasi
Pernyataan salah konsep
Perilaku berlebihan
Tujuan :
Mengungkapkan pemahaman tentang indikasi ekstraksi forsep/vakum.
Mengenali ini sebagai metode alternatif kelahiran bayi.
Intervensi dan Rasionalisasi
No. Intervensi Rasionalisasi1. Mandiri Kaji kebutuhan belajar. Metode kelahiran ini didiskusikan
pada kelas persiapan melahirkan anak, tetapi banyak klien gagal untuk menyerap informasi karena ini tidak mempunyai makna pribadi pada waktunya. Klien yang mengalami lagi kelahiran melalui ekstraksi forsep/vakum tidak dapat mengingat dengan jelas atau memahami detil-detil melahirkan sebelumnya.
2. Catat tingkat stress dan apakah prosedur direncanakan atau tidak.
Mengidentifikasi kesiapan klien/ pasangan untuk menerima informasi.
3. Berikan informasi akurat dengan istilah-istilah sederhana. Anjurkan pasangan untuk mengajukan pertanyaan dan mengungkapkan pemahaman mereka.
Memberikan informasi dan mengklarifikasi kesalahan konsep. Memberikan kesempatan untuk mengevaluasi pemahaman klien/ pasangan terhadap situasi.
4. Tinjau ulang indikasi-indikasi terhadap pilihan alternatif kelahiran.
Perkiraan satu dari 5 atau 6 kelahiran melalui ekstraksi forsep/vakum, seharusnya dilihat sebagai alternative bukan cara yang abnormal, untuk meningkatkan keselamatan dan kesejahteraan maternal/ janin.
5. Gambarkan prosedur sebelum tindakan dengan jelas, dan berikan rasional dengan tepat.
Informasi memungkinkan klien mengantisipasi kejadian dan memahami alasan intervensi/ tindakan.
6. Berikan penyuluhan setelah tindakan, termasuk instruksi latihan kaki, batuk dan napas dalam.
Memberikan teknik untuk mencegah komplikasi yang berhubungan dengan stasis vena dan pneumonia hipostatik.
7. Diskusikan sensasi yang diantisipasi selama melahirkan dan periode pemulihan
Mengetahui apa yang dirasakan dan apa yang “normal” membantu mencegah masalah yang tidak perlu.
DAFTAR PUSTAKA
Bobak. Buku Ajar Keperawatan Maternitas, Edisi 4. 2004. Jakarta:EGC.
Doenges, Marilynn E. Rencana Perawatan Maternal/Bayi, Edisi 2. 2001.
Jakarta:EGC.
Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan. 2006. Jakarta:Yayasan Bina Pustaka.
Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakrta : EGC.
Internet:
www.google.com
(diakses tanggal 22 Maret 2009)
www.scribd.cm
(diakses tanggal 22 Maret 2009)
http://kuliahbidan.blogspot.com
(diakses tanggal 22 Maret 2009)
http://asuhankeperawatan.blogspot.com
(diakses tanggal 22 Maret 2009)
top related