artikel-artikel mengenai ormas wahdah islamiyyah dalam pandangan ahlussunnah wal jama’ah
Post on 27-Jul-2015
456 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Artikel-Artikel Mengenai Ormas Wahdah Islamiyyah Dalam
Pandangan Ahlussunnah Wal Jama’ah
Daftar Isi
Wahdah Islamiyah Makassar Terlibat Jaringan Teroris
Resensi Buku Memang Harus Beda antara SALAFIYYAH dengan HIZBIYYAH
(Sebuah Bantahan Buku Beda Salaf dengan “Salafi”)
Kenapa Ustadz Salafy Tidak Mau Dialog dengan Wahdah Islamiyah??
Katanya Salafy Melarang Demonstrasi, lalu Kenapa Wahdah-Salafy
Melakukannya?
Wahdah Islamiyah Makassar Terlibat Jaringan Teroris
1. Polri Deteksi Kelompok Teroris di Sulawesi (Termasuk Wahdah
Islamiyah Makassar)
Makassar – Rapat koordinasi (Rakor) Kapolda se Sulawesi yang dilaksanakan
selama dua hari di Mapolda Sul-Sel memfokuskan persoalan terorisme sebagai
pokok bahasan. Hasil pembahasan tersebut menyimpulkan adanya enam
kelompok yang diduga terlibat dalam aksi-aksi teroris di Sulawesi.
Keenam kelompok yang dimaksud itu antara lain; Al Jama’ah Islamiyah,
Kompak, Wardah Islamiyah (kayaknya Fajar salah ketik karena di Makassar
tidak ada kelompok yang bernama Wardah Islamiyah, tetapi Wahdah
Islamiyah-ed), DI/TII dan Jama’ah Islamiyah (JI).
Dalam menjalankan aksi teror, keenam kelompok itu diduga menggunakan pola
propaganda dengan simbol agama. Selain itu, tindakan terornya kerap
dilancarkan dengan senjata api atau bahan peledak.
Khusus jaringan Jama’ah Islamiyah wilayah Mantiqi III, pihak kepolisian telah
mengidentifikasi sejumlah nama yang terlibat dalam aksi tersebut. Di antaranya,
Mustofa alias Abbu dan Tolut alias Herman sebagai anggota badan pekerja.
Nama dan jaringannya dituliskan dalam naskah makalah Rakor, kemarin.
Dalam naskah rakor itu juga disebut nama Mohammad Nasir Abbas alias
Sulaiman alias Hairuddin sebagai anggota JI yang berhubungan langsung
dengan anggota badan perkerja.
Jaringan JI lainnya, yakni sebagai Wakalah Uhud wilayah Palu, dan Hasanuddin
sebagai Wakalah Haibar. Selaku bendahara JI yakni Yusuf alias Fajri,
sedangkan sekertarisnya Abu Jundi.
Jaringan JI juga memiliki bidang-bidang tertentu, yaitu Bidang Dakwah yang
diketuai Fauzan dan Bidang Kemiliteran dengan koordinator Rudi alias Zaid.
Kapolda SulSel Irjen Pol Aryanto Boediharjo yang ditemui usai rakor kemarin,
mengatakan, pihaknya bersama sejumlah Polda lain di Sulawesi telah
membentuk suatu prosedural tetap dalam penanggulangan aksi terorisme.
“Termasuk di dalamnya memfokuskan pengamanan di daerah perbatasan
antarprovinsi� , ujar Aryanto. Pasalnya, kata dia, daerah perbatasan sangat
rawan dilalui pelaku-pelaku kejahatan (her)
Sumber : FAJAR Sabtu, 3 Maret 2007 hal 11.
Resensi Buku Memang Harus Beda antara SALAFIYYAH dengan
HIZBIYYAH (Sebuah Bantahan Buku Beda Salaf dengan “Salafi”)
(Harusnya Beda, Kenapa Sama ?)
ا������������� ا�������������� آ������ ����� ا����د ������ ا���������� ا���ا��������
Sebuah Bedah Ilmiah Membongkar Penyimpangan Buku "Beda Salaf
dengan "Salafi"
(Ditulis oleh : Al-Ustadz Abdul Qodir Abu Fa’izah Al-Atsariy)
======
PENTING !!!
Dibolehkan untuk mengcopy artikel ini dengan tidak menambah atau
mengurangi isi artikel ini. Artikel ini ditampilkan atas rekomendasi langsung
oleh Al-Ustadz Abu Fa’izah Al-Altsariy sebagai ringkasan dari buku bantahan
beliau (insyaAllah akan segera terbit) terhadap buku Beda Salaf dengan
"Salafi". Kami tidak bertanggung jawab terhadap segala perubahan kecil atau
banyak yang dilakukan oknum-oknum yang membenci dakwah salafiyah
terhadap ringkasan buku bantahan ini. Untuk detail bantahan ini bisa langsung
dilihat di buku Memang Harus Beda antara Salafiyyah dan Hizbiyyah yang
insyaAllah akan segera dicetak dan InsyaAllah akan tampil secara berseri di
Almakassari.Com dan web-web salafy lainnya. Jazakumullah khoir.
============
Pergolakan antara tentara kebenaran, dan tentara kebatilan akan senantiasa
berjalan sampai akhir zaman. Para pejuang kebenaran harus memiliki
kesabaran yang tinggi dan ilmu yang kuat, sebab ia akan diserang oleh
musuh-musuh kebatilan dengan berbagai macam senjata syubuhatnya.
Diantara syubuhat yang mereka arahkan kepada dakwah salafiyyah, dan
pengikutnya (salafiyyun), adanya sebagian kitab-kitab yang menyudutkan
dakwah salaf, dan salafiyyun, seperti: "Aku Melawan Teroris",(1) "Dakwah
Salaf Dakwah Bijak" , "Siapa Teroris Siapa Khawarij" (2) .
Masih segar dalam ingatan terbitnya tiga kitab itu, tiba-tiba muncul lagi kitab
baru yang diterjemahkan dari kitab yang berbahasa Arab. Kitab ini juga
menyudutkan para salafiyyun, dan memberikan angin segar, dan nafas lega
bagi para hizbiyyun di Indonesia, dan Makassar -khususnya-.
Pasalnya, ada sebagian ikhwah Al-Jami’ah Alauddin datang membawa kitab
terjemahan itu kepada kami saat ada kajian di Masjid Kampus UIN Alauddin,
Makassar. Dia mengisahkan bahwa kitab terjemahan itu ia dapatkan dari
kiriman seorang akhwat OrmasWahdah Islamiyyah (WI) kepada ikhwah
tersebut. Dia juga mengisahkan bahwa ada seorang ikhwah yang tak mau ikut
kajian salaf lagi –wal’iyadzu billah- seusai membaca kitab itu.(3)
Ikhwah ini datang meminta nasihat kepada kami secara pribadi tentang isi kitab
itu, walaupun berupa catatan ringkas tentang isi kitab tersebut.
• Kitab Apa itu?
Kitab itu aslinya berjudul "Kasyful Haqo’iq Al-Khofiyyah ‘Inda Mudda’i
As-Salafiyyah". Lalu diberi judul secara serampangan oleh penerjemah dengan
"Beda Salaf dengan "Salafi"" (Harusnya Sama Kenapa Beda?)(4). Kitab ini
diterjemahkan oleh Wahyuddin, Abu Ja’far Al-Indunisiy; diterbitkan oleh Media
Islamika, Solo pada bulan November 2007 M.
Penulis kitab ini bernama Mut’ab bin Suryan Al-’Ashimiy.(5) Konon kabarnya,
ia adalah penduduk Makkah sebagaimana yang dijelaskan oleh Peneberbit
dalam kata pengantarnya (hal.9). Tidak lebih dari itu !! Siapakah dia? Wallahu
a’lam tentang jati dirinya.
Kemudian kitab BSDS ini terdiri dari dua bagian. Bagian Pertama berupa
tulisan asli Muth’ab bin Suryan dari hal. 10-88. Jadi isi kitab aslinya Cuma berisi
78 hal. Bagian Kedua , lalu digembungkan oleh Penerbit dengan tambahan
146 hal yang terdiri dari : cover dalam dari hal. 1-4, pengantar Penerbit dari hal.
5-9, dan tambahan fatwa-fatwa (?) dari hal.89-223. Satu halaman yang tersisa
berisi ucapan syukur: tamma bihamdillah. Jadi, tambahannnya hampir 3 kali
lipat !! Sebagai amanah ilmiah, semoga saja Penerbit mendapat izin dan ridho
dari Penulis sehingga ia boleh menambahkan halaman yang begitu banyak
jumlahnya di belakang tulisan Muth’ab, sedang tambahan itu melebihi aslinya!!
• Judul Kitab dalam Terjemahan
Penerjemah memberi judul bagi kitab itu dengan Beda Salaf dengan "Salafi".
Sedang "Salafi" maksudnya disini adalah orang yang mengaku salafi.
Jika kita menelaah isi kitab, maka kita akan mendapatkan bahwa yang
dimaksud dengan orang yang mengaku salafi adalah orang yang suka
mencela ulama, dan orang suka men-tashnif (menggolongkan) manusia.(6)
Sebenarnya Penulis dalam hal ini salah kaprah(7) tentang mencela, sampai
orang yang mengingkari penyimpangan aqidah sebagian orang juga dianggap
mencela. Demikian pula, Penulis dan Penerbit salah kaprah dalam
mendudukkan semacam Salman, Safar Al-Hawaliy, A’idh Al-Qorniy, Sayyid
Quthb, Hasan Al-Banna sebagai ulama’, padahal bukan ulama’. Kalau pun ia
ulama’, apa salahnya mengingkari mereka dengan cara yang hikmah. Para
ulama’ dari dulu mengingkari ulama’ yang lainnya, baik dalam perkara fiqih,
maupun perkara aqidah. Tak ada yang menganggap hal itu sebagai celaan.
Namun herannya di zaman ini ada sebagian pemuda yang dangkal
pemahamannya –termasuk Penulis- menganggap hal itu sebagai celaan dan
ghibah. (8)
Ini yang dikatakan oleh Penulis dengan pengaku salafi. Selain itu ia
menganggap pengaku salafi itu adalah orang yang suka men-tashnif
(menggolong-golongkan)manusia.
Sebenarnya jika kita mau memperhatikan judul Arab maupun judul terjemahan,
maka sebenarnya Penulis dan Penerjemah sendiri telah melakukan tashnif.(9)
Coba perhatikan judul aslinya yang berbunyi "Kasyful Haqo’iq Al-Khofiyyah
‘Inda Mudda’i As-Salafiyyah" (Menyingkap Hakekat yang Samar di Sisi
Pengaku Salafi). Lalu perhatikan juga judul yang disematkan oleh Penerjemah
yang berbunyi Beda Salaf dengan "Salafi".
Perhatikan bagaimana Penulis menggunakan istilah mudda’is salafiyyah, dan
Penerjemah menggunakan istilah Salafi –dengan tanda petik- yang artinya
sama dengan mudda’is salafiyyah (Pengaku Salafi).
Jadi, Penulis, dan Penerjemah sama-sama men-tashnif
(menggolong-golongkan) manusia, sebab jika disana ada orang yang
mengaku salafi, berarti disana ada yang Salafi Sejati. Ini adalah tashnif yang
dicela oleh Penulis, dan Penerjemah, namun keduanya melakukan hal itu
sendiri(10).
Wahai Penulis dan Penerjemah, dengarkan Allah -Ta’ala- berfirman,
"Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu
melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, padahal kamu membaca Al-Kitab? Maka
tidaklah kamu berpikir?". (QS. Al-Baqoroh:44 ).
Ini dari segi judul. Belum lagi isinya !! Insya’ Allah -Ta’ala- Pembaca yang
budiman akan melihat lebih dari ini berupa penyimpangan Penulis, dan
kecohannya kepada para pembaca dengan memakai "sistem standar ganda"
yang tumpul.
• Inti Pembahasan Kitab BSDS
Jika kita membaca buku terjemahan yang berjudul Beda Salaf dengan "Salafi"
(BSDS) dari awal sampai akhir, maka kita akan dapatkan kesimpulan bahwa
Penulis BSDS hanya berkisar dalam beberapa perkara (baca:syubhat),
diantaranya: Masalah Menggunakan Nama Salafiy atau Atsariy, Larangan
Men-tashnif, Tuduhan bahwa Salafiyyun Suka Mencela.
Untuk membantah syubhat-syubhat ini, maka kami akan membawakan
beberapa tanya jawab yang akan menghilangkan segala kerancuan tentang
manhaj dan dakwah salaf. Berikut tanya jawab tersebut:
• Terlarangkah Memakai Nisbah As - Salafiy atau Al – Atsariy ???
Penulis BSDS dalam soal 03 (hal. 40), ia menyebutkan ciri khas dan simbol para
pengaku salafi, yaitu menggunakan simbol As-Salafiy atau Al-Atsariy diakhir
nama mereka atau mengaku dengan lisannya, "Aku adalah salafi", "Kami adalah
salafiyyun". Jika seorang melakukan hal seperti itu, maka ia dianggap jauh dari
intisari yang terkandung.
Dengarkan Penulis berkata dengan ceroboh di bawah judul Slogan Para
Pengaku Salafi, "Apa simbol mereka, yaitu orang-orang yang selalu
mengaku-aku salafi?".
Lalu ia jawab sendiri, "Simbol mereka yang dapat dikenali adalah pengakuan
"as-salafiyah" atau perkataan mereka, "Kami adalah salafiyyun", atau "Saya
adalah salafi". Atau mereka sertakan diakhir nama-nama mereka dengan
sebutan salafi. Seperti, fulan bin fulan as-salafi atau al-atsari dan demikian
seterusnya. Ini merupakan pengakuan yang mengindikasikan jauh dari intisari
yang terkandung".[Lihat BSDS (hal.40)]
Kemudian Penulis membawakan fatwa Syaikh Al-Fauzan yang menyatakan
bahwa tidak perlu memakai nama As-Salafiy atau Al-Atsariy, karena beliau
khawatir pengakuan itu tidak sesuai dengan perbuatan dan aqidah seorang
muslim. Tapi apakah Syaikh melarang secara mutlak? Tentunya tidak !! Bagi
orang yang memiliki aqidah dan manhaj sesuai dengan salaf, maka tak apa
baginya untuk menamakan diri dengan As-Salafiy atau Al-Atsariy.
Karenanya, Syaikh Al-Fauzan sendiri pernah berfatwa saat ditanya, "Apakah
menggunakan nama As-Salafiy dianggap membuat kelompok (hizbiyyah)?".
Syaikh Al-Fauzan -hafizhahullah- menjawab, " Menggunakan nama As-Salafiy
–jika sesuai hakekatnya-, tak mengapa. Adapun jika hanya sekedar
pengakuan, maka tidak boleh baginya menggunakan nama As-Salafiy, sedang
ia bukan di atas manhaj Salaf. Maka orang-orang Al-Asy’ariyyah -contohnya-
berkata, "Kami adalah Ahlus Sunnah wal Jama’ah". Ini tak benar, karena
pemahaman yang mereka pijaki bukanlah manhaj Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
Demikian pula orang-orang Mu’tazilah menamai diri mereka dengan
Al-Muwahhidin (orang-orang bertauhid).
��� آ�������� ����������� و������ ���������! و� '�����&اآ� �%$ "��������
Setiap orang mengaku punya hubungan dengan Laila
Sedang Laila tidak mengakui hal itu bagi mereka
Jadi, orang yang mengaku bahwa ia berada di atas madzhab Ahlus Sunnah wal
Jama’ah akan mengikuti jalan Ahlus Sunnah wal Jama’ah, dan meninggalkan
orang-orang yang menyelisihi (madzhab Ahlus Sunnah.-pent). Adapun jika ia
mau mengumpulkan antara "biawak dan ikan pau" –menurut istilah orang-,
yakni: mau mengumpulkan hewan daratan dengan hewan laut, maka ini tak
mungkin; atau ia mau mengumpulkan antara api dengan air dalam suatu daun
timbangan. Maka tak akan bersatu ahlus Sunnah wal Jama’ah dengan
madzhabnya orang-orang yang menyelisihi mereka, seperti Khawarij, Mu’tazilah,
dan Hizbiyyun(11) yang disebut orang dengan "Muslim Masa Kini", yaitu orang
yang mau mengumpulkan kesesatan-kesesatan orang-orang di zaman ini
bersama manhaj salaf. Maka "Tak akan baik akhir ummat ini kecuali dengan
sesuatu yang memperbaiki awalnya". Walhasil, harus ada pembedaan dan
penyaringan". [Lihat Al-Ajwibah Al-Mufidah 'an As'ilah Al-Manahij
Al-Jadidah (hal.36-40) karya Jamal bin Furoihan Al-Haritsiy -hafizhahullah-, cet.
Darul Minhaj, 1426 H]
Jadi, menamakan diri dengan As-Salafiy, ini tak apa, jika seorang berada di atas
manhaj dan aqidah salaf. Karenanya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah
-rahimahullah- berkata, "tak ada aibnya orang yang menampakkan madzhab
Salaf dan menisbahkan diri kepadanya, dan mengasalkan diri kepadanya.
Bahkan wajib menerima hal itu darinya menurut kesepakatan (ulama’), karena
madzhab salaf, tidak ada, kecuali benar". [Lihat Majmu' Al-Fatawa (4/149)]
• Salahkah Ahlus Sunnah (Salafiyyun) ketika Mereka Men-tashnif
(mengelompokkan) Manusia ?
Penulis Beda Salaf dengan "Salafi" (BSDS) telah menuduh Salafiyyun secara
keji ketika ia menjelaskan tugas Iblis(12) yang diemban oleh para salafiyyun
–menurut sangkaan buruk dan kejinya-. Apa tugas Iblis tersebut? Tugas Iblis
adalah men-tashnif: mengklasifikasi manusia.(13) Jadi, menurutnya tak boleh
seorang menyatakan fulan Tabligh, Ikhwanul Muslimin (IM), Salafiyyun, Shufiy,
Syi’ah, Wahdah Islamiyyah (WI), dan lainnya
Silakan dengarkan Penulis BSDS menjelaskannnya tugas Iblis yang dimaksud
dalam BSDS (hal.45) di bawah sub judul "Tugas Iblis" , "Apa pekerjaan pokok
yang menyatukan mereka dan dengannya mereka dikenali?".
Kemudian si Penulis sendiri yang menjawab, "Jawab: Tugas utama mereka
adalah (mengklasifikasikan manusia)berdasarkan hawa nafsu dan was-was.
Itulah yang menjadi kesibukan di setiap majelis dan tempat-tempat berkumpul
mereka(14) serta menjadi pekerjaan rutin mereka dengan segala kesungguhan
dan potensi diri yang dimiliki tanpa memandang orang selainnya itu baik". [Lihat
BSDS (45)]
Sejak dahulu sampai sekarang para ulama kita masih terus memberikan label
bagi kelompok-kelompok sesat, bahkan kelompok-kelompok sesat itu sendiri
yang melabeli dirinya.
Perlu kami jelaskan bahwa kata tashnif ditinjau secara bahasa, maka ia
bermakna :”Membedakan sesuatu, sebagiannya dari sebagian yang lain”.(15)
Tashnif (membedakan dan mengelompokkan manusia), ini bisa kita dapatkan
dalam Kitabullah, As-Sunnah, atsar para salaf.
Bukankah kita kita dapati dalam Kitabullah bahwa Allah -Ta’ala- membagi
manusia: mukmin dan kafir, taat & suka maksiat, muslim & munafiq. Bahkan
orang mukmin dan kafir dibagi lagi.
Dalam Sunnah kita dapati Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- membagi
manusia : mukmin dan kafir, taat & suka maksiat, muslim & munafiq. Bahkan
orang mukmin dan kafir dibagi lagi. Yang mukmin ada yang ahlus sunnah & ahli
bid’ah. Ahli bid’ah terbagi lagi. Karenanya kita akan dapati Nabi -Shallallahu
‘alaihi wa sallam- menyebutkan golongan Al-Qodariyyah,
��������� ا-*� ه&+ *��س ا���ر
"Al-Qodariyyah majusinya ummat ini". [HR. Abu Dawud dalam As-Sunan (4691).
Di-hasan-kan oleh Muhaddits Negeri Syam Syaikh Muhammad Nashiruddin
Al-Albaniy Al-Atsariy-rahimahullah- dalam Zhilal Al-Jannah (338)]
Demikian pula dalam sunnah disebutkan ciri dan anjuran memerangi
orang-orang Khawarij(16)
Sejak dulu para ulama kita telah membedakan ini Mu’tazilah, ini shufiyyah, ini
Murji’ah, ini Khawarij, dan ini Syi’ah sehingga istilah-istilah ini terkenal
sebagaimana yang disebutkan oleh Ibn Hazm –misalnya- dalam Al-Fishol fil
Milal wal-Ahwaa’ wa An-Nihal, Abdul Qohir Ibn Muhammad Al-Baghdady
dalam Al-Farq bainal Firoq, Asy-Syahrostany dalam Al-Milal Wa An-Nihal.
Demikian pula ulama’-ulama’ mutakhirin pun menggunakan istilah-istilah untuk
jama’ah dakwah agar bisa dibedakan dari dakwah Ahlus Sunnah. Misalnya,
Syaikh Ibn Baz, Syaikh Al-Albany dalam berbagai kitab dan kasetnya, Syaikh
At-Tuwaijiry dalam At-Tahdzir Al-Baligh min Jama’ah At-Tabligh, Syaikh
Al-Fauzan dalam Al-Ajwibah Al-Mufidah, Syaikh Ahmad
An-Najmy-hafizhohumullah- dan lainnya.
Nah, Apakah menggunakan istilah-istilah (seperti Ikhwanul Muslimin, Jama’ah
Tabligh, Hizbut Tahrir dan lainnya) terlarang sementara para ulama kita
memakainya dalam rangka membedakan mereka dari pengikut dakwah salaf??
Syaikh Ibrahim Ar-Ruhaily –hafizhohullah- berkata setelah menerangkan asal
kata Salafiyyun, “Dengan ini, nyatalah bahwa penggunaa nama ini (yaitu, nama
Salafiyyun,pent)bagi Ahlus Sunnah adalah sesuatu yang syar’i dan kembali
-pada asal maknanya- kepada nama-nama mereka (Ahlussunnah) yang Syar’i.
Seperti: Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, Ath-Tho’ifah Al-Manshuroh, Al-Firqoh
An-Najiyah untuk membedakan antara mereka (Ahlus Sunnah-Salafiyyun,
pen) dengan orang-orang yang menisbahkan diri kepada Islam dari kalangan
orang-orang yang menyimpang dari aqidah yang benar yang Rasul –Shollallahu
alaihi wasallam- meninggalkan ummatnya da atasnya.Karenan ini, para ulama’
muhaqqiqin telah menyebutkan bahwa istilah Salafhanyalah muncul ketika
terjadi perselisihan seputar prinsip-prinsip agama diantara kelompok-kelompok
ahli kalam, dan semuanya berusaha menisbahkan diri kepada As-salaf
Ash-sholih(17). Maka hal ini mengharuskan munculnya kaedah-kaedah yang
jelas bagi manhaj salaf yang akan membedakannya dari orang yang mengaku
menisbahkan diri kepada Salafiyyah (manhaj salaf)” (18).
Sekali lagi, Apakah membedakan kelompok-kelompok yang ada dengan
memberi label kepada mereka dengan menggunakan kata Ikhwani, Tablighi,
Tahriri, WI, NII bagi kelompok-kelompok yang menyimpang dari rel Salaf
merupakan perkara yang salah??
Jawabnya, tentu tidak berdasarkan amaliyyah ulama’. Bahkan Nabi–Shollallahu
alaihi wasallam- juga membedakan ini muslim, itu kafir dan beliau juga pernah
bersabda dalam memberi label kepada orang-orang yang mengingkari
takdir:“Al-Qodariyyah: majusinya ummat ini…”.(19)
Jika kita tidak memberi label kepada kelompok da’wah sufiyyah modern (baca:
Jama’ah Tabligh), kepada kelompok da’wah Neo Mu’tazilah(baca: HT) dan
lainnya, maka kapankah umat tahu kawan dan lawan mereka. Apakah setelah
mereka terjerat dalam kesesatan kelompok-kelompok itu, baru kita
berteriak-teriak kepanikan !!
Dulu ketika kami masih di Wahdah Islamiyyah, kami sering kali mendengar kata
“ MANIS ”(20), Jama’ah Tabligh, IM, HT, dan lainnya dari mulut para pengikut
WI dan para ustadznya. Bahkan label “MANIS” mereka jadikan bahan untuk
menyudutkan Salafiyyun. Bukankah ini juga tashnif?? Mengapa justru fenomena
tashnif ini malah diarahkan dan dituduhkan kepada orang lain tanpa hujjah.
Ingat, jangan sampai tuduhan yang kita lontarkan telah beranak pianak dan
berpindah dari mulut ke mulut, tapi ternyata tidak satu pun tuduhan itu
terbukti.
“Wahai orang-orang yang beriman, mengapa kalian mengatakan apa yang tidak
kalian perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kalian mengatakan
apa-apa yang tidak kalian kerjakan”. [QS.Ash-Shoff: 2-3]
Kalian nyuruh orang agar tidak melakukan tashnif, tapi kalian sendiri
men-tashnif manusia. Wallahi, hadza lasyai’un ujaab!!
Jika seorang men-tashnif jama’ah-jama’ah yang menyimpang, apakah ini keliru,
dan dimana letak kekeliruannya. Maka kami akan katakan kepada anda
sebagaimana yang dikatakan Syaikh Bakr Abu Zaid -hafizhahullah-, ”Jika
engkau beradu argumen dengan salah seorang dari mereka, maka engkau tidak
akan menemukan apapun darinya kecuali sepotong semangat yang
menggerakkannya tanpa landasan ilmu yang jelas. Maka ia pun masuk ke
dalam akal orang-orang bodoh dengan semboyan “ghirah terhadap dien”,
“menolong sunnah”, dan “persatuan ummat”.(21) Padahal merekalah yang
pertama kali yang mengayunkan palu godam untuk menghancurkan dan
mengoyak-ngoyak keutuhannya…” (22)
Adapun nukilan Penulis berupa larangan men-tashnif manusia dari Syaikh Bakr
Abu Zaid dalam kitabnya Tashnif An-Naas baina Azh-Zhonni wal Yaqin,
maka ada baiknya kita dengarkan komentar dua orang ulama’ kita tentang kitab
Syaikh Bakr ini sehingga kita bisa mengetahui bobot pandangan Syaikh Bakr:
Al-Allamah Muhaddits Ad-Diyar Al-Yamaniyyah, Syaikh Muqbil bin Hadi
Al-Wadi’iy As-Salafiy -rahimahullah- berkata, "Risalah Saudara kami Bakr bin
Abdillah Abu Zaid "Tashnif An-Naas baina Azh-Zhonni wal Yaqin " teranggap
sebagai sesuatu yang paling jelek beliau tulis. Kebanyakan diantara tulisannya
–Alhamdulillah- teranggap sebagai tulisan yang paling baik. Semoga Allah
membalasinya dengan kebaikan".[Lihat Nasho'ih wa Fadho'ih (hal.112) karya
Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi'iy Al-Atsariy, cet. Maktabah Shon'a'
Al-Atsariyyah, 1425 H]
Kenapa kitab tersebut dinilai demikian oleh Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’iy
Al-Atsariy ??! Jawabnya: kita dengarkan Syaikh Robi’ bin Hadi Al-Madkholiy
-hafizhahullah- memberikan perincian yang lebih panjang saat beliau berkata
mengingkari Syaikh Bakr dalam bentuk dialog, "Sesungguhnya aku melihat
asap kebakaran yang mengepul bagaikan awan hitam yang tebal dari kitabmu
Tashnif An-Naas, dan surat selebaranmu yang melanggar ini. Maka kitabmu
Tashnif An-Naas, di dalamnya terdapat penyelisihan terhadap sabda Rasul
yang Mulia -Shollallahu ‘alaihi wasallam,
.����������/�0 ���� ا�6;��������رى ا �0/����������. و �/������� و:����������895 067������������5 أو إ2�ى ����� ا�%�����د ا�
�/������� و:����������895 ����7�ث ����� أ*����0� و"������������0ق �/������� و:����������895 067������������5 , ����% ������ آ إ! ا������6ر اA؟ ر:����ل ����� ه� *5 :/��������ا وا2�ة ���� آ���ن *5 /����ل � �* ���Cأ D����� وأ����������'� �
"Orang-orang Yahudi telah berpecah menjadi 72 golongan. Orang-orang
Nashroni berpecah menjadi 72 golongan. Ummatku akan berpecah menjadi 73
golongan. Semuanya di neraka, kecuali satu". Mereka (para sahabat) berkata,
"Siapakah golongan itu, wahai Rasulullah?" Beliau bersabda, "Orang yang
berada di atas sesuatu yang aku dan para sahabatku berada di atasnya" ".(23)
Para salaf telah menggolong-golongkan manusia ke dalam (beberapa golongan,
seperti):Khawarij, Rofidhoh, Mu’tazilah, Murji’ah, Jahmiyyah. Mereka membagi
setiap firqoh (golongan) menjadi beberapa golongan. Telah ditulis beberapa
kitab dalam hal itu berdasarkan realita golongan-golongan itu". [Lihat Al-Hadd
Al-Fashil (hal.140-141), karya Syaikh Robi' Al-Madkholiy, cet. Maktabah
Al-Furqon, 1421 H]
Selain itu, kitab Tashnif An-Naas sebenarnya bisa dipukulbalikkan kepada para
hizbiyyun yang suka mencela ulama’ Ahlus Sunnah –semisal Syaikh bin Baaz,
Syaikh Al-Albaniy Syaikh Robi’, Syaikh Muqbi – dan suka mencela
pemerintahnya, bahkan ingin memberontak.
• Memangkah Salafiyyun Mencela?
Penulis BSDS dalam beberapa tempat telah menuduh Salafiyyun mencela,
benarkah demikian?
Penulis BSDS berkata, "Bendera tersebut dibawa oleh sekelompok orang yang
menipu dari orang-orang yang mengaku salafi. Mereka menampakkan diri di
hadapan manusia dengan penampilan seolah-olah mencuplik ilmu para ulama
dan mutiara hikmah orang-orang bijak. Tampak dengan pakaian kebesaran
dalam peribadatan yang menipu, mereka beralasan ini adalah sebuah nasihat
dan kritik yang membangun serta untuk meluruskan kesalahan. Akan tetapi,
sebenarnya adalah celaan dan hinaan sehingga mereka pun tersesat".[Lihat
BSDS (hal.23)](24)
Jika yang dimaksudkan mencela adalah meng-ghibah, dan mencaci-maki, maka
ini tak benar. Namun jika yang dimaksud mencela adalah mengingkari
kemungkaran para hizbiyyun, dan ahli bid’ah secara umum, maka ini memang
benar, karena ini termasuk amar ma’ruf nahi mungkar.
Sebagian orang-orang yang lemah hatinya dan sedikit ilmunya akan sempit
dadanya ketika menelaah kitab-kitab yang berisi bantahan. Ini didasari bahwa
menjauhi bantah-membantah merupakan jalan yang paling dekat kepada waro’,
dan lebih menjaga kehormatan kaum muslimin.
Namun jika seseorang mau sedikit meneliti sejarah perjalanan para ulama’ kita,
maka hal itu akan mengabarkan anda bahwa tak ada suatu zaman pun yang
kosong dari bantahan atas mukholif (orang menyelisihi kebenaran), walaupun ia
(orang yang dibantah) adalah orang pilihan.(25)
Tatkala hampir semua kelompok-kelompok hizbiyyah berusaha menguburkan
perkara an-naqd adz-dzati (bantahan atas person tertentu), menggugurkan
amar ma’ruf nahi munkar , dan mengosongkan pertahanan kaum muslimin.
Terkadang dengan dalih "menutupi aib kaum muslimin", mengumpulkan makar
bagi orang-orang kafir, dan lainnya diantar hujjah-hujjah yang didasari oleh
perasaan yang menjadikan akal-akal mereka tercekoki di saat lemahnya ilmu.
Semua ini mengharuskan kita untuk mengembalikan kebenaran pada
tempatnya.
"agar dia melakukan suatu urusan yang mesti dilaksanakan, yaitu agar orang
yang binasa itu binasanya dengan keterangan yang nyata dan agar orang yang
hidup itu hidupnya dengan keterangan yang nyata (pula)". (QS. Al-Anfaal: 42).
Syaikh Bakr Ibn Abdillah Abu Zaid -hafizhahullah- berkata, "Orang-orang
yang bersilat lidah demi mengingkari naqd (bantahan) terhadap kebatilan
–walaupun sebagian diantara mereka nampak kesholehan-, tapi semua ini
adalah bentuk lemahnya semangat, kurang memahami kebenaran. Bahkan
pada hakikatnya, itu adalah bentuk larinya seseorang dari medan laga di hari
peperangan; lari dari daerah pertahanan agama Allah. Ketika itu orang yang
terdiam dari ucapan kebenaran laksana orang yang berbicara dengan kebatilan
dalam dosa.
Abu Ali Ad-Daqqoq berkata, "Orang yang terdiam dari kebenaran adalah setan
bisu; orang yang berbicara dengan kebatilan adalah setan yang berbicara".
Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- telah mengabarkan tentang berpecahnya
ummat ini menjadi 73 golongan. Keselamatan darinya bagi satu golongan yang
berada di atas manhaj kenabian.
Apakah orang-orang yang mengingkari boleh memberikan pengingkaran dan
bantahan kepada orang-orang yang menyimpang; apakah mereka ini
menjadikan ummat ini menjadi satu golongan saja. Padahal terjadi perbedaan
aqidah yang saling kontradiksi; ataukah itu adalah propaganda untuk
mencerai-beraikan kalimat tauhid. Waspadailah !!
Mereka tak punya hujjah, selain lontaran ucapan-ucapan batil, "Jangan kalian
memecah barisan dari dalam"(26) , "Jangan kalian menghamburkan debu di
luar"(27) , "Jangan kalian mengobarkan khilaf di natara kaum muslimin!", "Kita
bersatu dalam perkara yang kita sepakati, dan saling memaafkan dalam perkara
yang kita perselisihkan". Demikianlah halnya.
Iman yang paling rendah, kita katakan kepada mereka, "Apakah para pelaku
kebatilan itu mau diam afar kita juga bisa diam; ataukah mereka menyerang
aqidah di depan mata dan pendengaran kita, lalu kita diminta diam? Ya Allah, ini
tak mungkin !!"
Kami memohon perlindungan kepada Allah bagi setiap muslim dari serangan
hujjah orang-orang Yahudi. Mereka (orang-orang Yahudi) berselisih
(berpecah-belah) tentang Al-Kitab, dan menyelisihi Al-Kitab. Sekalipun demikian
mereka berusaha menampakkan persatuan dan kebersamaan. Namun Allah
-Ta’ala- telah mendustakan mereka seraya berfirman,
"Kamu kira mereka itu bersatu, sedang hati mereka berpecah belah. yang
demikian itu Karena Sesungguhnya mereka adalah kaum yang tidak mengerti".
(QS. Al-Hasyr:14).
Diantara sebab mereka dilaknat, apa yang disebutkan oleh Allah dalam
firman-Nya,
"Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan munkar yang mereka
perbuat". (QS. Al-Maa’idah:79)" . Selesai ucapan Syaikh Bakr Abu Zaid
-hafizhahullah-.(28)
Syaikh Bakr Abu Zaid -hafizhahullah- berkata lagi,"Oleh karena ini, Jika Anda
melihat ada orang yang membantah orang menyelisihi (kebenaran, -pent)
dalam hal keganjilan fiqih, atau ucapan bid’ah, maka bersyukurlah kepadanya
atas pembelaannya, sesuai kemampuannya. Janganlah engkau
menggembosinya dengan ucapan yang hina ini, ("Kenapa orang-orang
sekuler tak dibantah?!"). Manusia masing-masing memiliki kemampuan dan
bakat(29) , sedang membantah kebatilan adalah wajib (bagi setiap orang,-pent),
walaupun bagaimana tingkatannya. Setiap muslim berada dalam batas
pertahanan agamanya". [Lihat Ar-Rodd ala Al-Mukholif (hal.57), dan Sittu
Duror (hal.111)]
Memberikan peringatan sesatnya suatu kelompok , baik dalam bentuk ceramah,
maupun tulisan, itu bukanlah ghibah yang diharamkan. Boleh menyebutkan
kesesatan seseorang, dan penyimpangannya di depan orang banyak, jika
kemaslahatan menuntut hal itu.
Ibrahim An-Nakho’iy-rahimahullah- berkata, "Tak ada ghibah bagi pelaku
bid’ah (ajaran baru)". [Lihat Sunan Ad-Darimiy (394)]
Muhammad bin Bundar As-Sabbak Al-Jurjaniy-rahimahullah- berkata, "Aku
berkata kepada Imam Ahmad bin Hambal, "Sungguh amat berat aku bilang, "si
Fulan orangnya lemah, si fulan pendusta".Imam Ahmad berkata, "Jika kau diam,
dan aku juga diam, maka siapakah yang akan memberitahukan seorang yang
jahil bahwa ini yang benar, dan ini yang sakit (salah)". [Lihat Thobaqot
Al-Hanabilah (1/287)]
Sekali lagi kami nyatakan bahwa mengingkari penyimpangan, dan kekeliruan
sebuah kelompok atau person bukanlah celaan atau ghibah. Tapi ia merupakan
nasihat yang akan menjaga kemurnian Islam dari tangan-tangan jahil. Andaikan
pengingkaran seperti ini tak ada, maka hancurlah agama yang suci ini, dan
dunia ikut menjadi binasa.
Allah -Ta’ala- berfirman,
"Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebahagian umat manusia
dengan sebagian yang lain, pasti rusaklah bumi ini. tetapi Allah mempunyai
karunia (yang dicurahkan) atas semesta alam". (QS. Al-Baqoroh: 251 )..
Allah -Ta’ala- berfirman,
"Dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan
sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja,
rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid- masjid, yang di dalamnya
banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang
menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi
Maha Perkasa". (QS. Al-Hajj: 40).
=====================
Footnote :
(1) Adapun kitab ini, maka ia telah dibantah tuntas oleh Ustadz Dzul Qornain
dalam kitabnya "Meraih Kemulian Melalui Jihad, bukan Kenistaan", dan
Ustadz Luqman Ba’abduh dalam "Mereka itu adalah Teroris". Jazahumallah
khoiron.
(2) Dua kitab ini telah dibantah oleh Ustadz Luqman Ba’abduh -hafizhahullah-
dalam kitabnya "Menebar Dusta, Membela Teroris-Khawarij".
(3) Selain itu, seorang yang tak mau menyebutkan identitasnya telah mengirim
SMS kepada sebagian salafiyyun dengan membanggakan kitab itu. Di lain
tempat tempat lagi, seorang anggota Wahdah Islamiyah (WI) juga "perang"
dengan seorang ikhwah salafiy lewat SMS dengan bersenjatakan buku ini.
Dengan bangganya, mereka menebar syubuhat di kalangan salafiyyun. Sedang
Cordova Agency (milik anggaota WI) menyebarkan buku ini dalam rangka
menyebar syubhat. Mereka telah ta”awun di atas dosa dan permusuhan.
Nas’alullahal afiyah was salamah.
(4) Selanjutnya kami sebut dengan "BSDS"
(5) Selanjutnya kami sebut dengan Penulis.
(6) Dari sini kita tahu bahwa yang dimaksudkan oleh Penulis dengan pengaku
salafi adalah ulama salafiyyah, seperti Syaikh Al-Albaniy, Muqbil Al-Wadi’iy,
Robi’, serta murid-murid mereka atau ulama’ salafiyyun secara global dan
orang-orang yang mengikuti mereka dalam kebeneran. Mereka inilah yang gigih
menjelaskan aqidah, dan mengingatkan ummat tentang penyimpangan
hizbiyyah dan ahli bid’ah sampai Penulis berang dan emosi melihat usaha baik
mereka ini. Akhirnya, ia ingin menutupi kebaikan para ulama itu dengan menulis
buku BSDS-nya yang penuh dengan tuduhan keji seperti yang Anda akan lihat,
Insya’ Allah !! Kenapa ia menulisnya? Yah, untuk membela Sayyid Quthb,
Hasan Al-Banna, Salman, Safar Al-Hawaliy, A’idh Al-Qorniy, dan hizbiyyun
secara umum.
(7) Kami tak mau mengatakan bahwa Penulis menipu, sebab nanti dianggap lagi
suka mencela. Sekalipun tak ada salahnya jika kita mau katakan demikian
sebagaimana yang dilakukan oleh Penulis dalam beberapa tempat dalam
kitabnya itu.
(8) Tapi di lain sisi, usai melarang orang "mencela", eh malah ia balik "mencela"
sebagaimana Anda akan melihat hal itu dalam tulisan ini..
(9) Insya’ Allah -Ta’ala- kami akan membantah pernyataan Penulis yang
melarang manusia men-tashnif dalam pembahasan-pembahasan berikut.
(10) Tashnif semacam ini juga dilakukan oleh sebagian da’I hizbiyyah yang
membagi salafiyyun menjadi dua: salafi haraki, dan salafi Yamani. Yah,
sekalipun pembagian ini batil menurut kaedah as-sabr wat taqsim!! Namun
demikianlah realita mereka; melarang orang lain melakukan tasbnif, tapi malah
mereka adalah gembong dan dedengkotnya pelaku tashnif.
Allah -Ta’ala- berfirman,
"Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu
melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, padahal kamu membaca Al-Kitab? Maka
tidaklah kamu berpikir?". (QS. Al-Baqoroh:44 ).
(11) Benar sekali apa yang dinyatakan oleh beliau !! Tak mungkin Ahlus Sunnah
(baca: Salafiyyun) akan bergabung dengan Khawarij, yaitu orang-orang senang
memberontak kepada pemerintahnya, baik berupa demo, celaan terhadap
pemerintah, perlawanan bersenjata di hadapan penguasa. Tak mungkin
Salafiyyun akan bersatu dengan Tabligh yang gandrung sufiyyah, atau HTI,
At-Turots, IM dan lainnya yang senang mencela pemerintah, dan mendemo
mereka.
(12) Menuduh Salafiyyun mengemban tugas Iblis, ini adalah salah satu tanda
bahwa Penulis Memiliki Lisan yang Tajam dalam Mencela Orang. Masak
para salafiyyun dianggap membawa tugas Iblis. Nanti kita lihat –insya’
Allah- siapakah yang mengemban misi Iblis ??
(13) Adapun seorang da’i Wahdah Islamiyyah (Muhammad Ihsan Zainuddin)
yang getol menyudutkan salafiyyun secara zholim, maka ia berkata dalam
mendefinisikan kata tashnif dalam sebuah artikel yang berjudul Fenomena
Tashnif di Tengah Para Pejuang Da’wah (1), "Fenomena pemberian label dan
cap kepada orang lain”.[Lihat Majalah Islamy (2/1/1426 H) (hal.48)]
(14) Saya khawatir jika ini adalah pekerjaan si Penulis BSDS dalam segala
majelis dan keadaannya sehingga ia bisa mengeluarkan kitab BSDS !! Lempar
batu sembunyi tangan. Penulis BSDS dalam kitabnya ini telah men-tashnif
salafiyyun ke dalam 6 kelompok sebagaimana Anda bisa lihat dalam BSDS (hal.
71-72) ketika ia membagi salafiyyun menjadi: Al-Hasadah, Al-’Uqdah,
Al-Murtaziqoh, Al-Muqollidun, Al-Makhdu’un, dan An-Naqimun. Ini adalah
bukti autentik bahwa Penulis BSDS sendiri ikut men-tashnif manusia. Ingat,
jangan sampai tuduhan yang kita lontarkan telah beranak pianak dan
berpindah dari mulut ke mulut, tapi ternyata tidak satu pun tuduhan itu
terbukti.
Fa’tabiruu ya ulil abshor !!
(15) Lihat Mu’jam Maqooyiis Al-Lughoh, hal.554 karya Abul Husain Ibn Faris
cet. Dar Ihya’ At-Turoots Al-Aroby, dan Lisan Al-Arab (7/423) cet. Dar Ihya’
At-Turots Al-Araby dan Mu’assasah At-Tarikh Al-Araby. Adapun seorang da’i
Wahdah Islamiyyah (Muhammad Ihsan Zainuddin) yang getol menyudutkan
salafiyyun secara zholim, maka ia berkata dalam mendefinisikan kata tashnif
dalam sebuah artikel yang berjudul Fenomena Tashnif di Tengah Para
Pejuang Da’wah (1), "Fenomena pemberian label dan cap kepada orang
lain”.[Lihat Majalah Islamy (2/1/1426 H) (hal.48)]
(16) Misalnya lihat Shohih Al-Bukhoriy (Kitab Istitab Al-Murtaddin: bab Qotlil
Khawarij wal Mulhidin ba’da Iqomah Al-Hujjah alaihim),Shohih Muslim
(Kitab Az-Zakah: bab Dzikr Al-Khawarij wa Shifatuhum), Sunan Abi Dawud
(Kitab As-Sunnah; bab Al-Khawarij), Sunan At-Tirmidziy (Kitab Al-Fitan:
bab Fi Shifah Al-Khawarij), Sunan An-Nasa’iy (Kitab Tahrim Ad-Dam; bab
Man Syahhar Saifah Tsumma Wadho’ah fin Naas), Sunan Ibni Majah (Fadhl
Ibni Abbas: bab Dzikr Al-Khawarij)
(17) Para sahabat, Tabi’in, dan tabi’ut tabi’in.
(18) Lihat Mauqif Ahlis Sunnah Wal-Jama’ah (1/64)
(19) HR. Abu Dawud dalam As-Sunan (4691). Di-hasan-kan oleh Muhaddits
Negeri Syam Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albaniy
Al-Atsariy-rahimahullah- dalam Zhilal Al-Jannah (338)
(20) Singkatan dari Markaz An-Nasyath Al-Islamiy. Orang yang
menyingkatnya bukan Salafiyyun. Yang sering menyingkat demikian adalah
orang-orang WI,!! Markaz An-Nasyath Al-Islamiy dahulu adalah yayasan yang
didirikan oleh Salafiyyun di Makassar sebagai wadah dalam mempermudah
urusan dakwah. Salafiyyun tak pernah menisbahkan diri kepada MANIS. Ketika
salafiyyun ditanya, antum ikut kajian apa atau dari mana? Jawabnya tidak
menyatakan kami dari MANIS. Yang menisbahkan Salafiyyun kepada MANIS
(Markaz An-Nasyath Al-Islamiy) adalah orang-orang YWI dalam menyudutkan
Salafiyyun di Makassar. Kebanyakan Salafiyyun tak kenal apa itu MANIS,
kecuali setelah dimasyhurkan oleh YWI. Para da’I salafiyyun tidak mengenal
selain istilah Salafiy atau Atsariy. Mereka hanya menisbahkan diri kepadanya.
Ketika ditanya, apa madzhab dan manhaj antum. Mereka jawab, kami adalah
salafiy atau atsariy.
(21) Sampai ada diantara mereka, masjidnya pun disebut dengan “ Wihdatul
Ummah” (Persatuan Ummat). Sekalipun demikian, merekalah yang pertama
kali mengayunkan palu godam atas ummat ini. Buktinya, mereka mengajak
ummat untuk berdemo sebagai tanda pembangkangan mereka kepada
pemerintah muslim. Mereka melarang anak-anak untuk kajian ke tempat lain
sekalipun kajian pada salafiyyin. Bukankah ini merupakan pemecahbelahan
ummat? Jelas ini pemecahbelahan ummat, bahkan juga tashnif. Yang satunya
bilang: “kami Wahdah Islamiyyah”, yang lain bilang, “Kami Hizbut Tahrir”; yang
lain lagi bilang, “Kami Tabligh”, dan satu lagi bilang, “Ikhwanul Muslimin”. Satu
sama lainnya saling melarang anak kajiannya untuk bergabung dengan yang
lainnya karena takut -alasannya- kalau anak kajiannya “direbut” (baca:
dirampas) orang. Bukankah semua ini tashnif !!?fa’tabiruu ya ulil abshor
(22) Lihat Majalah Al-Islamy (2/I/1426 H, hal.54)
(23) HR. At-Tirmidziy dalam As-Sunan (2641), Al-Hakim dalam Al-Mustadrok
(444), Ibnu Wadhdhoh dalam Al-Bida’ wa An-Nahyu anha (hal.15-16),
Al-Ajurriy (16), Al-Uqoiliy dalam Adh-Dhu’afaa’ (2/262/no.815), Ibnu Nashr
Al-Marwaziy dalam As-Sunnah (hal.18), Al-Lalika’iy dalam Syarh Al-I’tiqod
(147), dan Al-Ashbahaniy dalam Al-Hujjah fi Bayan Al-Mahajjah (1/107).
Hadits ini di-hasan-kan oleh Syaikh Salim bin Ied Al-Hilaliy Al-Atsariy dalam
Basho’ir Dzawisy Syarof (hal.75), cet. Maktabah Al-Furqon, UEA.
(24) Perhatikan Penulis telah mencap salafiyyun dengan kesesatan !!
Bukankah ini adalah celaan ?! Fa’tabiru ya ulil abshor.
(25) Tapi tentunya dengan cara hikmah (bijak), sebab salafiyyun tahu berbuat
bijak, bukan seperti yang dituduhkan oleh kaum hizbiyyun bahwa mereka
(Salafiyyun) adalah kaum yang jahil, tidak memiliki fikih dalam mengingkari.
Malah kaum hizbiyyun sebenarnya yang jahil, tak berhikmah. Lihat saja ketika
mereka menasihati penguasa, mereka menyelisihi manhaj salaf !!
(26) Istilah kita, "Jangan mengguting dalam lipatan"
(27) Istilah kita, "Jangan mengacaukan suasana", "Jangan memancing di air
keruh"
(28) Lihat Ar-Rodd ala Al-Mukholif min Ushul Al-Islam (hal.75-76) karya
Syaikh Abu Zaid, dan Sittu Duror min Ushul Ahlil Atsar (hal. 109-110) karya
Syaikh Abdul Malik Romadhoniy Al-Jaza’iriy.
(29) Maksud beliau bahwa jika ada orang yang membantah pelaku kebatilan,
yah itulah kemampuan dan kesempatannya. Lalu kenapa tidak membantah
orang-orang sekuler, yah serahkan kepada yang lain lagi, yang memiliki
kemampuan membantah orang-orang sekuler !! Wallahu A’lam .
Kenapa Ustadz Salafy Tidak Mau Dialog dengan Wahdah
Islamiyah??
Al-Ustadz Dzulqarnain
Tanya : Kenapa tidak ada ustadz salafiyyin yang mau dialog terbuka tentang
penyimpangan Wahdah Islamiyah dengan ustadz di Wahdah padahal mereka
mengeluarkan pernyataaan kalau memang mereka bersalah atau menyimpang
maka mereka akan rujuk.
Jawaban : Siapa yang tidak mau dialog ? Siapa yang tidak mau debat? Jelas?
Debat itu boleh saja, dialog itu boleh saja. Tapi kami memandang tidak ada
manfaatnya debat dengan mereka. Tidak ada manfaatnya debat dengan
mereka.
1. Saya sudah pernah lakukan dengan sebagian dari mereka . Saya pernah
ketemu dengan Muhammad Ikhwan Abdul Jalil. Sekarang wakil Wahdah
Islamiyah (Wakil Ketua Umum DPP Wahdah Islamiyah). Dia tanya kepada saya;
“Apa kesesatan kami?� Saya sebutkan 9 point, semuanya dia akui,
tidak ada yang dia tolak. Apakah dia rujuk setelah itu? Wallahi, tidak ada
pernyataan rujuk ! Itu yang pertama.
2. Waktu ada Yayasan Haramain disini. Mudirnya (pimpinannya-ed) yang
bernama Muhammad atau Husain bin Muhammad al-Khalidi itu telah
mendebat mereka semuanya . Kemudian membuatkan untuk mereka manhaj
aturan-aturan aqidah yang harus mereka pegang. Dan saya baca dari
aturan-aturan tersebut, lumayan bagus secara umum, walaupun ada hal-hal
yang saya kritisi, tapi setelah itu mereka janji untuk dikeluarkan
aturan-aturannya. Tidak dikeluarkan juga. Mereka janji akan disebarkan. Tidak
dikeluarkan dan tidak disebarkan. Jelas? Apakah ini pernyataan yang rujuk??
Bahkan waktu itu, Husein ini bilang ke saya, dia sangat kecewa sekali dengan
pernyataan Zaitun (Ketua Umum DPP Wahdah Islamiyah-ed) ketika sudah
selesai mereka sudah sepakat, Zaitun berkata “Ini mungkin untuk berubah”. Dia
sangat marah dan berkata “Apakah manhaj dan aqidah bisa berubah?” Itu sisi
yang kedua.
3. Mereka sering menyebutkan bahwa kita tidak mau debat. Kalau masalah
debat, bicara, saya yakin bahwa mereka tidak bisa tentang masalah mengadu
hujjah dan argumen, mereka juga tahu akan kemampuan kita, dan mereka
sudah mencoba itu. Dan mereka punya pelajaran di Panciro sana (salah satu
desa di Kab Gowa tempat berdirinya Ma’had Tarbiyatun Nisaa’-ed), kita
debat dengan orang-orang LDII. Mula-mula mereka (Wahdah Islamiyah) yang
hadapi, tidak ada selesainya, cerita-cerita sana-sini. Dan alhamdulillah kita
masuk…, setelah itu selesai. Orang LDII sampai sekarang Alhamdulillah selesai
urusannya. Dan mereka (Wahdah Islamiyah) tahu kemampuan kami untuk itu.
Tapi yang menjadi masalah orang yang membangkang tidak menerima
kebenaran, tidak ada faedahnya duduk dengan mereka, tidak ada faedahnya
duduk dengan mereka. Maka insyaAllahu Ta’ala, terbuka pintu (dialog-ed) jika
ada manfaatnya dan ada maslahatnya.
4. Saya sudah mengeluarkan dari 5 tahun yang lalu. Kurang lebih 6 kaset
penjelasan tentang kesesatan Wahdah Islamiyah, mana bantahannya? Dan
saya tantang sampai sekarang mana bantahannya. Dan InsyaAllah sebentar
lagi saya keluarkan buku tentang mereka. Kalau memang mereka bisa untuk
berbicara ilmiyah, maka keluarkan bantahan, selesai. Biarkan orang
mendengarkannya. Jangan hanya sekedar berbicara.., tidak mau debat, tidak
mau ini… (seperti syubhat yang sering dilontarkan Wahdah Islamiyah terhadap
para asatidzah salafy-ed)
5. Kemudian lebih daripada itu saya pernah nyatakan, saya telah tegakkan
hujjah kepada mereka . Dan mereka kalau tetap seperti itu membuat
kedustaan terhadap kami, maka saya tantang mereka untuk
mubahalah (1) dimanapun mereka suka. Dan ini sampai sekarang
masih tetap saya berlakukan dan sampaikan kepada mereka.
Ditranskrip dari salah satu pertanyaan yang disampaikan kepada Ustadz
Dzulqarnain di Daurah Masjid UIN Alauddin Makassar, 09 November 2008.
Catatan : Artikel ini boleh dicopy dengan mencantumkan sumber
www.groups.yahoo.com/groups/nashihah/48 .
——————–
(1) Mubahalah adalah doa yang bersungguh-sungguh diantara dua pihak yang
berbeda pendapat. Tujuannya agar Allah Subhaanahu wa Ta’ala menjatuhkan
kutukan berupa laknat kepada pihak yang berdusta.
Allah Subhaanahu wa Ta’alaa berfirman :
Siapa yang membantahmu tentang kisah Isa sesudah datang ilmu (yang
meyakinkan kamu), maka katakanlah (kepadanya): “Marilah kita
memanggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, isteri-isteri kami dan
isteri-isteri kamu, diri kami dan diri kamu; kemudian marilah kita
bermubahalah kepada Allah dan kita minta supaya la’nat Allah ditimpakan
kepada orang-orang yang dusta (QS. Al-Imran : 61)
Katanya Salafy Melarang Demonstrasi, lalu Kenapa Wahdah-Salafy
Melakukannya?
Pertanyaan:
Katanya Salafy melarang demonstrasi, lalu kenapa wahdah-salafy
melakukannya?
Jawab: Siapa yang mengatakan Wahdah itu salafy? Sekarang yang mengaku
salafy itu banyak, boleh saja semua orang mengaku salafy, tapi belum tentu dia
salafy.
Salafy itu bukanlah jubah yang dipakai siapapun yang ingin memakainya
kemudian dia katakan bahwa dirinya adalah salafy.
Tidak, tapi salafy adalah sebuah keyakinan yang tergambar, tertanam dalam diri
seseorang dan dari amalannya menunjukkan hal tersebut, inilah yang disebut
salafy.
Adapun wahdah-islamiyah mereka jauh dari penamaan salafiyah. Tidak ada
orang-orang salafy yang melakukan demonstrasi. Kemudian tidak ada dari
kalangan salafiyun yang membolehkan bai’at, mereka (wahdah) mempunyai
bai’at. Tidak ada dari kalangan salafiyun yang membagi tauhid menjadi 4,
salah satunya tauhid Hakimiyah. Dan tidak ada dari kalangan salafiyun yang
memperbolehkan berbilangnya jama’ah islamiyah seperti yang dilakukan
oleh orang-orang wahdah. Dan tidak ada dari salafiyun yang membela Ahlul
Bid’ah. Dan tidak ada dari salafiyun yang memunculkan manhaj muwazanah.
Ini sebagian kerusakan orang-orang wahdah islamiyah.
Kalau mengaku boleh saja mereka mengaku, dan perlu saya beritahu,
pegakuannya kalau mereka mengatakan salafy itu ujung-ujungnya adalah duit.
Dan saya sangat kenal akan perbuatan mereka. Mereka punya camp
pelatihan di Philiphina, kemudian yang melakukan pengeboman di
Makassar adalah kebanyakan orang-orang yang ikut pengajian mereka, maka
ini jauh dari penamaan salafiyah.
Tapi kalau untuk mendatangkan orang-orang dari luar, misalnya Saudi, (mereka
mengatakan) “Kami Salafy, ayo ajarkan Tauhid kepada kami”
Begitulah seruannya "ajarkan tauhid kepada kami", tapi ustadz2nya sendiri….,
coba antum cari ceramah-ceramahnya yang mengajarkan tauhid, mungkin kalau
mengajarkan, mengajarkan tapi tidak tergambar bahwa mereka punya perhatian
khusus terhadap tauhid.
Na’am, kemudian mendatangkan ulama-ulama dari Saudi, tapi kalau berbicara
di kaset membicarakan pemerintahan Saudi dengan pembicaraan yang sangat
keji dan tidak pantas. Kalau ada duit bicaranya bagus, tapi kalau tidak ada duit
bicaranya mencela dan menjelekkan.
Sumber : Transkrip tanya-jawab Daurah Masjid Jajar Solo (15-17 Mei 2009)
top related