analisis yuridis pertanggungjawaban atas perbuatan
Post on 03-Oct-2021
6 Views
Preview:
TRANSCRIPT
ANALISIS YURIDIS PERTANGGUNGJAWABAN ATAS PERBUATAN
WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN ASURANSI KEBAKARAN
(STUDI PUTUSAN NO. 1040 K/PDT/2014)
TESIS
Oleh
CITRA INSANI RITONGA
167011043 / M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2020
Universitas Sumatera Utara
ANALISIS YURIDIS PERTANGGUNGJAWABAN ATAS PERBUATAN
WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN ASURANSI KEBAKARAN
(STUDI PUTUSAN NO. 1040 K/PDT/2014)
TESIS
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada
Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara
Oleh
CITRA INSANI RITONGA
167011043 / M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2020
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Telah diuji pada :
Tanggal : 24 Januari 2020
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Sunarmi, S.H., M.Hum
Anggota : 1. Prof. Dr. Hasim Purba, S.H., M.Hum
2. Prof. Dr. Saidin, S.H., M.Hum
3. Dr. T. Keizerina Devi A, SH., CN., M.Hum
4. Dr. Dedi Harianto, S.H., M.Hum
Universitas Sumatera Utara
i
ABSTRAK
Pada studi kasus yang dibahas pada penulisan tesis ini terdapat pihak-
pihak yang berperkara yaitu PT. Asuransi Adira Dinamika selaku pihak tergugat
sekaligus pihak penanggung dan Samtrida selaku penggugat sekaligus pihak
tertanggung. Kedua belah pihak terikat dalam perjanjian perasuransian dengan
bukti kepemilikan polis yang pegang oleh pihak Samrida. Selama masa
pertanggungan, telah terjadi musibah kebakaran pada ruko yang telah dijaminkan
oleh pihak tertanggung kepada pihak asuransi. Atas kebakaran yang terjadi pada
tanggal 07 Desember 2008 tersebut pihak tertanggung mengajuan permohonan
klaim kepada pihak asuransi. Pihak asuransi selaku pihak penanggung melakukan
penolakan atas klaim tersebut. Dikarenakan adanya penolakan atas klaim tersebut,
tertanggung mengajukan gugatan. Berdasarkan uraian latar belakang tersebut,
yang menjadi pokok permasalahan yang akan dibahas dalam tulisan ini ialah
bagaimana klaim asuransi kebakaran yang diajukan oleh tertanggung dalam
memenuhi standarisasi polis asuransi kebakaran Indonesia, bagaimana penyebab
terjadinya perbedaan interprestasi hukum antara Pengadilan Negeri dan
Pengadilan Tinggi dengan Mahkamah Agung dalam putusan No.
1040K/Pdt/2014, bagaimana kekurangan dalam instrumen pengikatan perjanjian
polis asuransi sehingga terjadi wanprestasi dalam putusan No. 1040K/Pdt/2014.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian hukum normatif yaitu penelitian terhadap bahan pustaka atau data
sekunder, yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan
bahan hukum tersier. Teknik pengumpulan data melalui penelusuran dokumen-
dokumen maupun buku-buku ilmiah untuk mendapatkan landasan teoritis berupa
hukum positif yang sesuai dengan objek yang akan diteliti. Alat pengumpulan
data yang dipergunakan berupa dokumen. Teknik analisis yang dipakai adalah
Teknik analisis kualitatif.
Hasil penelitian normatif dalam penelitian ini bahwa, berdasarkan
pertimbangan hukum tidak ada pihak yang dirugikan yang disebabkan oleh
adanya kesalahan pemberian data objek asuransi dari tertanggung kepada
penanggung, maka menurut pertinbangan hukum Mahkamah Agung perbuatan tertanggung tidak dapat dikatakan sebagai suatu perbuatan melawan hukum. Oleh karena
itu judex fakti Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta telah
salah dalam menerapkan hukum. Oleh karena itu pertimbangan hukum Mahkamah Agung
adalah bahwa perjanjian asuransi antara PT Asuransi Adira Dinamika sebagai
penanggung adalah sah dan memiliki kekuatan hukum, dan oleh karena itu pihak
penanggung wajib membayar ganti rugi kepada tertanggung Samrida yang besarnya
sesuai dengan kesepakatan yang telah dimuat dalam perjanjian polis asuransi tersebut.
Tidak ada unsur kerugian yang diderita oleh pihak penanggung PT Asuransi Adira
Dinamika, maka pihak tertanggung Samrida tidak dapat dikategorikan telah melakukan
perbuatan melawan hukum. Mahkamah Agung pada putusannya mengabulkan gugatan
tertanggung Samrida dan membatalkan putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dengan
membuat pertimbangan hukum sendiri.
Kata Kunci : Pertanggungjawaban, Wanprestasi, Perjanjian, Asuransi Kebakaran
Universitas Sumatera Utara
ii
ABSTRACT
In this case study, the litigants are PT Asuransi Adira Dinamika as defendant
and the insurer and Samtrida as plaintiff and the insured. Both of them are
involved in an insurance contract with Samtrida as the policy holder. During the
coverage, the building used as the collateral was burned down on December,
2008. The insured then filed a claim to the insurance company which rejected it.
The result was that the insured sued the company. The research problems were
how about the claim for fire insurance filed by the insured in fulfilling the
standardization of the Indonesian fire insurance policy, how about the cause of
different legal interpretation of the District Court and the High Court with the
Supreme Court in its Ruling No. 1040K/Pdt/2014.
The research used juridical normative method which analyzed secondary
data obtained from primary, secondary, and tertiary legal materials. The data
were gathered by studying documents and scientific books, using documents as
the device, to get the theoretical basis for positive law according to the research
objects. The gathered data were analyzed qualitatively.
The result of the research shows that, based on legal consideration, no party
is harmed by the error in giving the data of the insurance object from the insured
to the insurer. Therefore, according to the Supreme Court the insured does not do
illegal act so that the judex facti of the Jakarta Pusat District Court and the DKI
Jakarta High Court has made errors in handing down their verdicts. The legal
consideration of the Supreme Court is that the insurance contract between the two
parties is valid and has legal force; in consequence, the insurance company is
required to compensate to the plaintiff (Samritda) with the same amount as it is
specified in the contract. There is no financial loss suffered by the insurer (PT
Asuransi Adira Dinamika) so that the plaintiff cannot be categorized as having
done illegal act. The Supreme Court, in its Ruling, accepts the claim of the
insured, Samtrida, and revokes the verdict of DKI Jakarta High Court by its own
legal consideration.
Keywords: Liability, Default, Contract, Fire Insurance
Universitas Sumatera Utara
iii
KATA PENGANTAR
Dengan segaala puji dan rasa syukur dipanjatkan kehadirat Tuhan yang
Maha Esa atas berkat, rahmat dan karunianya yang telah menambah keyakinan
dan kekuatan penulis dengan segala keterbatasan waktu dan materi yang dimiliki
sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis ini dengan judul “Analisis Yuridis
Pertanggungjawaban Atas Perbuatan Wanprestasi dalam Perjanjian
Asuransi Kebakaran (Studi Putusan No. 1040 K/Pdt/2014)”.
Penulisan tesis ini merupakan salah satu syarat penting yang harus
dipenuhi dalam menyelesaikan Program Studi Magister Kenotariatan pada
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Dalam penyelesaian tesis ini,
penulis banyak memperoleh dukungan, motivasi pengarahan serta bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan terimakasih
kepada:
1. Prof. Dr. Runtung, SH, MHum, selaku Rektor Universitas Sumatera Utara
yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti
pendidikan pada Program Study Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara;
2. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MHum, selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara dan para Asisten serta staf atas bantuan,
kesempatan dan fasilitas yang diberikan, sehingga dapat diselesaikan studi
pada Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatara
Utara;
Universitas Sumatera Utara
iv
3. Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, MHum, Selaku Ketua Program
Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara,
serta selaku Dosen Penguji;
4. Prof. Dr. Sunarmi, SH, MHum, selaku Ketua Dosen Pembimbing yang
selalu sabar memberikan arahan dalam penyempurnaan tesis ini;
5. Prof. Dr. Hasim Purba, SH, MHum, selaku Anggota komisi pembimbing
yang selalu memberikan saran dan masukan serta dukungan terhadap
penyempurnaan tesis ini.
6. Prof. Dr. Saidin, SH, M.Hum, selaku anggota komis pembimbing yang
selalu memberikan dukungan serta ide dan saran yang membangun dalam
penyempurnaan tesis ini.
7. Dr. Dedi Harianto, SH, MHum, selaku Dosen penguji yang telah
memberikan masukan serta arahan yang membangun dalam penyempurnaan
tesis ini.
8. Kedua orang tua tercinta Ayahanda Drs. H. Labuhan Ritonga dan Ibunda
Hj. Syahniar, Spd yang telah membesarkan, mencurahkan seluruh kasih
sayang, cinta, tenaga dan doa yang tiada hentinya hingga penulis berhasil.
9. Kepada kakak saya Noni Putriani Ritonga S.kom, Msi, Rosi Feirina Ritonga
Spd, M.pd , Diba Priantarini Ritonga SP , Rizki Ayumi Ritonga SE , Cendika
Rahmi Ritonga SE, terimakasih atas kasih sayang, dukungan dan doa tiada
hentinya kepada penulis.
Universitas Sumatera Utara
v
Kemudian juga, terimakasih kepada semua pihak yang telah berkenan
memberikan masukan dan saran yang sangat membangun sehingga penulisan tesis
ini menjadi lebih sempurna dan terarah.
Penulis juga beharap kiranya tesis ini dapat memberikan manfaat kepada
semua pihak, terutama dalam hal Klaim Asuransi.
Akhir kata penulis berdoa agar Allah SWT selalu melimpahkan kasih
sayang, berkah dan rahmat nya kepada kita. Amin.
Medan, Januari 2020
Penulis,
Citra Insani Ritonga
Universitas Sumatera Utara
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI
Nama : Citra Insani Ritonga
Tempat/Tanggal lahir : Medan, 21 Juni 1994
Alamat : Jl. Gagak No. 19 P. Mandala
Jenis Kelamin : Perempuan
II. IDENTITAS ORANG TUA
Nama Ayah : Drs. H. Labuhan Ritonga
Nama Ibu : Hj. Syahniar SP.d
III. PENDIDIKAN
SD : SD Negeri 068074
(1999-2005)
SMP : SMP Negeri 12 Medan
(2005-2008)
SMU : SMU Negeri 11 Medan
(2008-2011)
Strata I : Universitas Muhammadiyah
Sumatera Utara
(2011-2015)
Universitas Sumatera Utara
vii
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ................................................................................................... i
ABSTRACT .................................................................................................. ii
KATA PENGANTAR ................................................................................. iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ................................................................... vi
DAFTAR ISI ................................................................................................ vii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1
A. Latar Belakang .................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................ 9
C. Tujuan Penelitian ................................................................. 10
D. Manfaat Penelitian ............................................................... 10
E. Keaslian Penelitian ............................................................... 12
F. Kerangka Teori dan Konsepsi .............................................. 13
1. Kerangka Teoretis ......................................................... 13
2. Konsepsi ........................................................................ 21
G. Metode Penelitian................................................................. 26
BAB II PENGAJUAN KLAIM ASURANSI KEBAKARAN YANG
DIAJUKAN OLEH TERTANGGUNG TELAH
MEMENUHI STANDARISASI POLIS ASURANSI
KEBAKARAN INDONESIA ................................................... 33
A. Tinjauan Umum tentang Asuransi ....................................... 33
B. Standar Polis Asuransi Kebakaran Indonesia ...................... 53
C. Prosedur dan Tata Cara Pengajuan Klaim Resiko
Kebakaran Berdasarkan Standarisasi Polis Asuransi
Kebakaran ............................................................................ 68
BAB III PENYEBAB TERJADINYA PERBEDAAN
INTERPRESTASI ANTARA PENGADILAN NEGERI
DAN PENGADILAN TINGGI DENGAN MAHKAMAH
AGUNG ...................................................................................... 73
A. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Perkara Nomor
29/Pdt.G/2012/PN.Jkt Pst .................................................... 73
Universitas Sumatera Utara
viii
B. Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta Perkara Nomor
99/PDT/2013/PT.DKI .......................................................... 84
C. Putusan Mahkamah Agung Perkara Nomor 1040
K/Pdt/2014 ........................................................................... 87
D. Analisa.................................................................................. 98
BAB IV INSTRUMENT YANG KURANG DALAM
PENGIKATAN PERJANJIAN POLIS ASURANSI
SEHINGGA TERJADI WANPRESTASI DALAM
PUTUSAN NO. 1040K/PDT/2014 ............................................ 108
A. Ruang Lingkup Pertanggungan Asuransi Kebakaran .......... 108
B. Wanprestasi Dalam Suatu Perjanjian Polis Asuransi
Kebakaran ............................................................................ 113
C. Instrument Yang Kurang Dalam Pengikatan Polis
Asuransi Sehingga Terjadi Wanprestasi Dalam Putusan
Nomor 1040 K/PDT/2014 .................................................... 127
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................. 145
A. Kesimpulan .......................................................................... 145
B. Saran .................................................................................... 147
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 148
Universitas Sumatera Utara
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bidang perasuransian yang biasa dikenal dengan Asuransi sudah
merupakan kebutuhan didalam perkembangan masyarakat sekarang ini. Dalam
kehidupan sehari-hari sebagai manusia banyak mengalami kejadian-kejadian yang
tidak tentu atau resiko-resiko yang akan mengganggu jalannya kehidupan kita dan
akan merugikan kita.1
Asuransi adalah suatu perjanjian atau persetujuan dimana si pemegang/si
penanggung akan mengganti kerugian yang tidak disangka-sangka kepada yang
mempertanggungkan yang telah melakukan pembayaran premi. Perusahaan
asuransi adalah sebagai pihak penanggung resiko kerugian atas keadaan-keadaan
yang dialami pihak tertanggung dalam ini kedua belah pihak mempunyai
perjanjian ataupun perikatan yang mengikat untuk masing masing pihak. 2
Dalam melakukan perikatan atau perjanjian kedua belah pihak harus
memiliki prinsip transparansi (keterbukaan) yang disajikan dalam menyediakan
informasi secara tepat waktu, memadai, jelas, akurat dan dapat diperbandingkan
serta dapat diakses oleh pihak yang berkepentingan (stakeholders). 3 Serta
memiliki Syarat sah perjanjian berdasarkan Pasal 1320 KUH Perdata, menentukan
1 Agus Prawoto, Hukum Asuransi dan Kesehatan Perusahaan Asuransi. Guide line Untuk
Membeli Polis Asuransi Yang Tepat dari Perusahaan Asuransi Yang Benar, Edisi I, BPFE,
Yogyakarta, 1995, hal. 11 2 Syamsul Arifin, Pengantar Hukum Indonesia, Citapustaka Media, Bandung, 2014, hal.
161
3 Yohana Apriyanti, Implementasi Prinsip Tata Kelola Perusahaan Yang Baik (Good
Corporate Governance), Terhadap Laporan Tahunan Perseroan Terbuka (Studi Annual Report
Tahun 2015 PT. Unilever Indonesia Tbk), Tesis, Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara, Medan, 2017, hal. 1
1
Universitas Sumatera Utara
2
suatu perjanjian adalah sah bila memenuhi syarat: kesepakatan, kecakapan, hal
tertentu, dan sebab yang diperbolehkan.4 Ada itikad baik yang bermakna bahwa
kedua belah pihak harus berlaku satu dengan lainnya tanpa tipu daya, tanpa tipu
muslihat, tanpa mengganggu pihak lain, tidak hanya melihat kepentingan diri
sendiri saja, tetapi juga pihak lain. Dalam Pasal 1338 dikatakan bahwa setiap
perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. 5 Pasal 1 Ayat (1) Undang-
Undang No. 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian, Asuransi adalah perjanjian
antara dua belah pihak, yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis, yang
menjadi dasar penerimaan premi oleh perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk:
1. Memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena
kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau
tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita
tertanggung atau pemegang polis yang tidak pasti; atau
2. Memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya tertanggung
atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya terntanggung dengan
manfaat yang besarnya telah ditetapakan dan/atau didasarkan dari hasil
pengolahan dana.6
Hukum perjanjian terdapat 3 (tiga) prinsip yang menentukan sah tidaknya
suatu perjanjian dan berimplikasi pada keabsahan perjanjian tertulis. Prinsip-
prinsip tersebut yaitu sistem terbuka dalam hukum perjanjian, asas
konsensualisme dan kepribadian dalam hukum perjanjian, causa dalam hukum
perjanjian. Upaya perlindungan hukum atas hak dari pemegang polis tergantung
dengan isi dari perjanjian dalam pertanggungan asuransi yang dibuat secara
4 Pratiwi Habibi, Prinsip Itikad Baik yang Dilarang Studi Terhadap Putusan Nomor
01/PDT.KPPU/2013/PN/JKT.UT, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara, Medan, 2013, diunduh dari http://repositori.usu.ac.id, hal, 1 5 Epipanni Sihotang, Itikad Baik Penguasaan Fisik Sebagai Dasar Perolehan
Kepemilikan Hak Atas Tanah (Analisis Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor
269PK/PDT/2015, Tesis, Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara, Medan, 2017, diunduh dari http://repositori.usu.ac.id, hal. 3 6 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, Pasal 1 Ayat (1).
Universitas Sumatera Utara
3
tertulis. Upaya perlindungan hukum tersebut terdiri dari 3 tahapan, yaitu
melakukan teguran atau somasi kepada pihak penanggung untuk melaksanakan
prestasinya sesuai dengan yang diperjanjikan, membuat laporan kepada pihak
yang berwajib untuk dilakukan pengamanan terhadap objek sengketa, membuat
gugatan ke pengadilan untuk dimintakan pemutusan perjanjian asuransi serta
tuntutan ganti rugi.7
Pemegang polis juga dapat disebut sebagai pihak yang mengalihkan resiko
yang ditanggung oleh pihak perusahaan asuransi, resiko adalah ketidakpastian
(uncertainly) yang mungkin melahirkan peristiwa kerugiaan (loss). Resiko timbul
karena adanya ketidakpastian adalah merupakan kondisi yang menyebabkan
timbulnya resiko, karena mengakibatkan keragu-raguan seorang mengenai
kemampuannya untuk meramalkan kemungkinan terhadap hasil-hasil yang akan
terjadi dimasa mendatang.8
Dalam hukum asuransi, peristiwa yang tidak tertentu (evenemen) yang
menjadi beban penanggung merupakan peristiwa penyebab timbulnya kerugian
atas obyek asuransi. Selama belum terjadi penyebab timbulnya kerugian, selama
itu pula bahaya yang mengancam obyek asuransi disebut risiko. Apabila risiko itu
sungguh-sungguh menjadi kenyataan, maka risiko berubah menjadi evenement,
yaitu peristiwa yang menimbulkan kerugian. Dalam hal ini risiko menjadi beban
7 Nanda Yustiansyah, Analisis Yuridis Tentang Perbuatan Melanggar Perjanjian
(Wanprestasi) Sewa menyewa Rumah Secara Lisan Yang Dilakukan Pihak Penyewa (Studi Kasus
Putusan Pengadilan Negeri No.03/Pdt.G/2012/PN.PWR), diunduh dari http://repositori.usu.ac.id/,
Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan,
2018, hal. 15 8 Soesino Djojosoedarno, Prinsip-Prinsip Manajemen Resiko Asuransi, Salemba Empat,
Jakarta, 2003, Hal 2
Universitas Sumatera Utara
4
ancaman penanggung. Oleh karena itu dapat dipahami ciri-ciri evenemen adalah
sebagai berikut:9
1. Peristiwa yang terjadi itu menimbulkan kerugian.
2. Terjadinya itu tidak diketahui, tidak dapat diprediksi terlebih dahulu.
3. Berasal dari faktor ekonomi, alam dan manusia.
4. Kerugian terhadap diri, kekayaan dan tanggung jawab seseorang.
Adapun tujuan dari pada semua jenis Asuransi menurut Preston dan
Colinvaux dalam judulnya yang berjudul The Law of Insurance sebagaimana yang
dikutip dalam bukunya M. Muslehuddin.10 Adalah untuk mengadakan persiapan
menghadapi kemungkinan bahaya dalam kehidupan dan hubungan perdagangan
manusia. Mereka yang menjalankan usaha akan berupaya untuk menghindari dari
bencana yang melanda mereka dangan mengalihkan kerugian sedapat mungkin
kepada tertanggung orang lain yang sanggup membayar uang ganti rugi, karena
mengambil alih resiko tersebut.11
Salah satu resiko kerugian yang sangat sering terjadi didalam kehidupan
masyarakat adalah resiko terhadap harta benda. Macam-macam resiko dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Speculative Risk, yaitu resiko yang bersifat spekulatif yang bias
mendatangkan rugi atau laba, misalnya seorang pedagang bisa untung atau
rugi dalam usahanya.
2. Pure Risk, yaitu resiko yang selalu mengakibatkan kerugian. Perusahan
asuransi beroperasi dalam bidang pure risk (Kematian, kapal tenggelam,
kebakaran dan lain sebagainya).12
9 Abdulkadir Muhammad, Hukum Asuransi Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung,
2002, hal. 120 10 M. Muslehuddin, Asuransi dalam Islam, Bumi Aksara, Jakarta, 1997, hal 30 11 Inayatul Ummah, Pengaruh Finansial Consultant dan Besaran Premi Terhadap
Permintaan Asuransi Fund Amani Syariah, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Vol.1 No.1, 2016,
hal 8 12 Abbas Salim, Asuransi dan Manajemen Risiko, Rajawali Press, Jakarta, 2005, hal 4
Universitas Sumatera Utara
5
Salah satu resiko yang paling sering ditanggungkan kepada pihak asuransi
adalah resiko kebakaran. Asuransi kebakaran termasuk dalam asuransi kerugian,
dimana merupakan salah satu produk asuransi yang menjaminkan harta benda
berupa rumah, gedung atau ruko.
Adapun yang dimaksud dengan kebakaran adalah akibat dari terbakarnya
benda-benda yang tidak diperuntukkan dibakar.13 Yang menurut Pasal 290 KUHD
timbulnya kebakaran disebabkan oleh:
1. Petir, api sendiri, kurang hati-hati, dan kecelakaan lainnya.
2. Kesalahan atau itikad jahat dari pelayanan sendiri, tetangga, musuh,
perampok dan lain-lain.
3. Sebab-sebab lain dengan nama apa saja, dengan cara bagaimanapun
kebakaran itu terjadi direncanakan atau tidak, biasa atau luar biasa, dengan
tiada kecualinya.14
Apabila telah terjadi kejadian yang mengakibatkan kerugian kepada
tertanggung, maka saat itu tertanggung dapat mengajukan klaim terhadap asuransi
dimana sebagai pihak penanggung. Namun tidak semua klaim yang diajukan oleh
tertanggung berjalan sesuai dengan apa yang tercantum dalam polis asuransi.
Seringkali terjadi tindakan wanprestasi terhadap perjanjian asuransi yang telah
disepakati oleh kedua pihak.
Wanprestasi sendiri dapat diartikan prestasi buruk atau tidak memenuhi
kewajiban yang telah diperjanjikan sebagaimana yang telah diperjanjikan. Bahwa
seseorang dapat dikatakan wanprestasi apabila masuk dalam empat macam, yaitu:
1. Debitur tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukan;
2. Debitur melaksanakan apa yang dijanjikan tapi tidak sebagaimana yang
diperjanjikan
13 Emmy Pangaribuan SImanjuntak, Hukum Pertanggungan dan Perkembangannya,
Badan Pembina Hukum Nasional Dapartemen Kehakiman, Jakarta, 1990, hal.142 14 Abdulkadir Muhammad, Hukum Asuransi Indonesi, Citra Aditia Bakti, Bandung, 2002
hal 150
Universitas Sumatera Utara
6
3. Debitur melaksanakan apa yang diperjanjikan tap terlambat;
4. Debitur melaksanakan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh
dilakukan.15
Hal ini juga sejalan dengan ketentuan KUHPerdata Pasal 1238 yang
mengatur mengenai wanprestasi, “Si berhutang adalah lalai, apabila ia dengan
surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu dinyatakan lalai, atau demi
perikatannya sendiri ialah jika ia menetapkan bahwa siberhutang harus dianggap
lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan”.
Tindakan wanprestasi yang terjadi dalam suatu perjanjian seringkali
merugikan salah satu pihak yang ada dalam perjanjian tersebut. Sesuai dengan
ketentuan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang perasuransian,
Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak, yaitu perusahaan asuransi dan
pemegang polis asuransi, yang menjadi dasar bagi penerima premi oleh
perusahaan Asuransi sebagai imbalan untuk:
1. Memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena
kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau
tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita
tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang
tidak pasti.
2. Memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya
tertanggung atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung
dengan manfaat yang besaranya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada
hasil pengelolahan dana.
Atas dasar adanya Pasal tersebut sudah semestinya pihak penanggung
melakukan pembayaran atas evenement yang diderita oleh tertanggung.
Namun tidak semua pengajuan klaim dapat dibayarkan sebagaimana
dengan ketentuan yang berlaku, salah satu penyebab mengapa polis tidak
15 Subekti, Hukum Perjanjian,Intermasa, Jakarta, 1984, Hal 45
Universitas Sumatera Utara
7
dibayarkan oleh perusahaan asuransi adalah karena kurangnya pengetahuan
masyrakat itu sendiri, selain juga karena faktor agen asuransi, dari catatan YLKI
pengaduan itu antara lain klaim ditolak, prosedur permohonan pengajuan klaim
dipersulit, perusahaan tidak memiliki dana untuk membayar klaim, atau
perusahaan tidak jelas lagi rimbanya.16
Pada studi kasus yang dibahas pada penulisan tesis ini terdapat pihak pihak
yang berperkara antara lain PT. Asuransi Adira Dinamika selaku pihak tergugat
sekaligus pihak penanggung dan Samtrida selaku penggugat sekaligus pihak
tertanggung. Kedua belah pihak terikat dalam perjanjian perasuransian dengan
bukti kepemiikan polis yang pegang oleh pihak Samrida. Poilis No.
070108001986 tertanggal 8 Desember 2019 untuk menajmin resiko kebakaran
gudang berserta isinya.
Sesuai dengan ketentuan yang tertera dalam polis pihak tertanggung telah
membayar premi kepada pihak penanggung sebesar Rp. 5.300.000.000,- (lima
juta tiga ratus ribu rupiah) dengan nominal pertanggungan sebesar Rp.
3.500.000.000,- (tiga milyar lima ratus juta rupiah).
Selama masa pertanggungan, telah terjadi musibah kebakaran pada ruko
yang telah dijaminkan oleh pihak tertanggung kepada pihak asuransi. Atas
kebakaran yang terjadi pada tanggal 07 Desember 2008 tersebut pihak
tertanggung mengajuan permohonan klaim kepada pihak asuransi. Sesuai dengan
perhitungan yang dilakukan oleh pihak tertanggung, besar total nominal
16Sunarmi, Pemegang Polis dan Kedudukan Hukumnya, Jurnal Ilmu Hukum Vol. 3 No.1,
2012, Hal 8
Universitas Sumatera Utara
8
pengajuan klaim yang di ajukan adalah Rp. 4.329,055.000,- (empat milyar tiga
ratus dua puluh sembilan juta lima puluh lima ribu rupiah.
Pihak asuransi selaku pihak penanggung melakukan penolakan atas klaim
terbut. Dikarenakan adanya penolakan atas klaim tersebut, tertanggung
mengajukan gugatan pada tingkat pertama dengan nomor perkara
29/PDT.G/2012/PN.JKT. Pihak asuransi dengan tegas menolak pembayaran klaim
dengan berbagai dalil, seperti adanya perbedaan besar nominal pengajuan klaim,
dimana menurut penilaian keruguian yang dilakukan oleh PT. Axis Internasional
selaku jasa penilaian terhadap kerugian objek asuransi adalah sebesar Rp.
244.091.992 (dua ratus empat puluh empat juta Sembilan puluh satu ribu
Sembilan ratus Sembilan Puluh dua rupiah), sedangkan menurut penilaian dari
pihak penggugat selaku tertanggung adalah sebesar Rp. 4.329.055.000,- (empat
milyar tiga ratus dua puluh Sembilan juta lima puluh lima ribu rupiah). Selain itu
pihak asuransi merasa bahwa data-data yang diberikan oleh pihak tertanggung
kepada penanggung tidak benar adanya. Dimana status kepemilkan tanah dan
bangunan yang telah diasuransikan atas nama ayah penggungat Wa Ode
Zunaidah.
Putusan yang dijatuhkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta adalah menolak
seluruh gugatan yang diajukan oleh penggugat, dengan salah satu pertimbangan
bahwa penggungat telah memberikan informasi yang tidak benar pada saat
penutupan polis asuransi yaitu menyangkut kepemilikan gudang yang ternyata
pemilik tanah dan gudang yang dijadikan objek pertanggungan adalah Wa Ode
Universitas Sumatera Utara
9
Zunaidah dan bukan milik penggugat selaku tertanggung sehingga melanggar
Pasal 1 perjanjian polis.
Penolakan atas gugatan yang dilakukan oleh Pengadilan Negeri Jakarta,
tidak di terima oleh pihak penggungat dan mengajukan banding kepada
Pengadilan Tinggi Jakarta dengan nomor perkara Nomor: 99/PDT/2013/PT.DKI,
hal yang sama juga dilakukan oleh hakim Pengadilan Tinggi Jakarta yaitu
menolak seluruh gugatan pembandig dan menguatkan putusan hakim sebelumnya.
Pengajuan kasasi pun dilakukan oleh pihak tertanggung kepada Mahkamah
Agung dengan nomor perkara : 1040/K/Pdt/2014, namun pada putusan hakim
pada tingkat kasasi adalah mengabulkan gugatan pemohon kasasi untuk sebagian.
Dalam putusan kasasi hakim menyatakan bahwa pihak Asuransi telah wanprestasi
dan pihak asuransi harus membayar nilai pengajuan klaim sesuai dengan penilaian
PT. Axis Indonesia selaku jasa penilaian terhadap kerugian objek asuransi yang
dipertanggungkan.
Berdasarkan latar belakang masalah yang terkandung tersebut diatas maka
dilakukan penelitian secara akademis berupa karya ilmiah tesis dengan judul
“Analisis Yuridis Pertanggungjawaban Atas Perbuatan Wanprestasi Dalam
Perjanjian Asuransi Kebakaran (Studi Putusan NO. 1040K/PDT/2014)
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, dirumuskan permasalah sebagai berikut :
1. Bagaimana klaim asuransi kebakaran yang diajukan oleh tertanggung dalam
memenuhi standarisasi polis asuransi kebakaran Indonesia?
Universitas Sumatera Utara
10
2. Bagaimana penyebab terjadinya perbedaan interprestasi hukum antara
Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi dengan Mahkamah Agung dalam
putusan No. 1040K/Pdt/2014 ?
3. Bagaimana kekurangan dalam instrumen pengikatan perjanjian polis asuransi
sehingga terjadi wanprestasi dalam putusan No. 1040K/Pdt/2014?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada rumusan masalah diatas, penelitian ini memiliki tujuan
sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui bagaimana standarisasi dalam pengajuan klaim
berdasarkan ketentuan polis asuransi.
2. Untuk mengetahui apakah yang menyebabkan terjadinya perbedaan
interprestasi antara Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi dengan
Mahkamah Agung dalam putusan Nomor 1040K/Pdt/2014.
3. Untuk mengetahui apakah ada kekurangan instrument dalam pengikatan
perjanjian asuransi sehingga terjadi wanprestasi dalam putusan Nomor
1040K/Pdt/2014.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis
maupun secara praktik sebagai berikut :
a. Manfaat Teoretis
Secara teoretis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
11
1. Untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menempuh ujian untuk
meraih gelar Magister Kenotariatan pada sekolah Pasca Sarjana, Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara.
2. Untuk menambah ilmu pengetahuan dan cakrawala berfikir dalam bidang
Wanprestasi dalam perjanjian khususnya dalam bidang hukum asuransi.
3. Untuk dijadikan kajian lebih lanjut bagi para akademisi maupun
masyarakat umum dan dapat memberikan manfaat guna menambah
khasanah ilmu hukum secara umum dan hukum perjanjian khususnya
tentang wanprestasi atas perjanjian asuransi kebakaran.
b. Manfaat Praktis
Manfaat praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
sebagai berikut :
1. Secara umum hasil penulisan ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
kepada pihak yang berkepentingan, khususnya pada masyarakat dan
instansi instansi yang terkait dapat memberikan tambahan masukan
mengenai dunia hukum perjanjian dalam asuransi secara lebih jelas dan
mendalam.
2. Secara khusus para pemegang polis dapat mengetahui prosedur hukum
yang dilakukan apabila terkena dampak dari polis yang tidak dibayar dari
pihak perusahan dan bisa mengetahui proses hukum eksekusi di
pengadilan setempat.
Universitas Sumatera Utara
12
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan hasil penulusuran kepustakaan dan pemeriksaan yang telah
dilakukan, melalui penelusuran kepustakaan di lingkungan Magister Kenotariatan
Universitas Sumatera Utara (USU) medan, belum ada pembahasan yang sama
dengan penulisan ini yaitu mengenai perbuatan wanprestasi atas perjanjian
asuransi kebakaran, namun ada beberapa karya tulis yang penulis temukan
meneliti permasalahan mengenai asuransi kebakaran dari sudut pandang yang
berbeda. Berikut judul karya tulis yang berkaitan dengan asuransi kebakaran,
antara lain:
Binsar Ambarita, NIM. 047011006/M.kn Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Medan (2006), dengan judul Perlindungan Hukum Terhadap Hak-Hak
Tertanggung Dalam Pelaksanaan Klaim Asuransi Kebakaran (Studi pada PT.
Asuransi Bintang, Tbk Cabang Medan dan PT. Asuransi Parolamas Cabang
Medan). Adapun permasalahan dalam penelitian ini antara lain:
1. Apakah tata cara melakukan klaim asuransi kebakaran saat ini sudah
memadai dalam melindungi kepentingan tertanggung?
2. Kendala apakah yang dialami tertanggung dalam mengajukan klaim asuransi
kebakaran?
3. Bagaimana penyelesaian sengketa yang terjadi dalam klaim asuransi
kebakaran?
Roslina, NIM. 992105095/M.kn Fakultas Universitas Sumatera Utara
Medan (2003), dengan judul Analisis Yuridis Tentang Ketentuan Wanprestasi
Pada Asuransi Konvensional dan Asuransi Syariah (studi Komperatif Asuransi
Universitas Sumatera Utara
13
Jiwa Bumiputera 1912 dan Asuransi Takaful). Adapun permasalahan dalam
penelitian ini antara lain:
1. Bagaimana pengaturan dan bentuk wanprestasi dalam perjanjian asuransi jiwa
konvensional dan asuransi takaful?
2. Faktor apa yang menyebabkan terjadinya wanprestasi.
3. Bagaimana penyelesaian wanprestasi yang timbul.
Dengan demikian penelitian ini asli dan dapat dipertanggung jawabkan
kebenarannya secara ilmiah dan terbuka baik disidang yang bersifat ilmiah
maupun dihadapan masyrakat pada umumnya. Sangat diharapkan saran dan
masukannya yang bersifat konstruktif sehubungan dengan pendekatan dan
rumusan masalah ini untuk pembangunan penelitan selanjutnya.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1. Kerangka Teoretis
Sebagai suatu kegiatan ilmiah, maka dalam suatu penelitian diperlukan
teori yang berupa asumsi, konsep, defenisi dan proporsi untuk menerangkan suatu
fenomena social secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antara
konsep.17 Kata teori berasal dari kata theoria dalam bahasa latin yang berarti
perenungan. Kata theoria itu sendiri berasal dari kata thea yang dalam bahasa
Yunani berarti cara atau hasil pandang. 18 Berdasarkan dari penjelasan yang
dipaparkan, maka dalam penelitian ini digunakan beberapa teori untuk dijadikan
sebagai bahan analisa dalam permasalahan penelitian tesis ini. Berikut teori-teori
yang dimaksud, antara lain:
17 Burhan Ashofa, Metode Penelitian Hukum, Jakarta, Rineka Cipta, 2007, hal 19 18 Soetandyo Wigjosoebroto, Hukum, Paradigma, Metode dan Dinamika Masalahnya,
Jakarta, Elsam HuMa, 2002, hal 184
Universitas Sumatera Utara
14
a. Teori Kepastian Hukum
Kepastian hukum menurut Sudikno Mertokusmo, merupakan salah satu
syarat yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan penegakan hukum. Sudikno
Mertokusumo mengartikan, bahwa kepastian hukum merupakan perlindungan
yustiabel terhadap tindakan sewenang-wenang yang berarti seseorang akan dapat
memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam keadaan tertentu. 19 Bentuk
perlindungan hukum dan bentuk pertanggungjawaban pengembang apabila terjadi
peristiwa musibah atau bencana menimpa gudang penghuni sehingga
menyebabkan kerugian bagi penghuni baik secara fisik maupun materil, seperti
terjadi kebakaran, banjir atau secara tidak terduga atap bocor, plafon bangunan
ambruk menyebabkan mengancam keselamatan jiwa penghuni dan
pertanggungjawaban pertanggung bila terjadi peristiwa yang dapat dikategorikan
force majuer. Terdapat klausul tentang jaminan yang menjamin
pertanggungjawaban sejak serah terima untuk masa selanjutnya penghuni
diwajibkan untuk mengasuransikan unit/gudang nya sebagai upaya perlindungan
hukum bagi bangunan penghuni.20
Pengertian hukum sendiri menurut Gustav Redbruch dapat dibedakan
menjadi tiga aspek dimana ketiga-tiganya diperlukan untuk sampai pada
pengertian hukum yang memadai. Aspek yang pertama adalah keadialan dalam
arti sempit. Keadilan ini berarti kesamaan hak untuk semua orang didepan
19 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Yogyakarta,Liberty, 2007,
hal 145
20 Irene Mulia, Analisis Pertanggungjawaban Pengembang Apabila Terjadi Peristiwa
Force Majuere Terhadap Bangunan dan Penghuni Rumah Grand Jati Junction Medan, Tesis,
Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, diunduh dari
http://repositori.usu.ac.id/ Medan, 2018, hal. 1
Universitas Sumatera Utara
15
pengadilan. Aspek yang kedua ialah tujuan keadilan atau finalitas. Aspek ini
menentukan isi hukum, sebab isi hukum memang sesuai dengan tujuan yang
hendak dicapai. Aspek yang ketiga ialah kepastian hukum atau legalitas. Aspek itu
menjamin bahwa hukum dapat berfungsi sebagai peraturan yang harus ditaati.21
Teori Hukum Tan Kamello, yaitu suatu pandangan sistematis mengenai
penyataan hukum (legal statement), yang dibentuk dari hubungan antara variabel
hukum yang dapat menjelaskan hakikat dan gejala hukum yang ada serta dapat
diverifikasi dengan tujuan untuk memberikan justifikasi dan mengestimasikan
suatu peristiwa hukum tertentu. 22 Menurut Kelsen, sebagaimana dikutip Peter
Mahmud Marzuki hukum merupakan sebuah system norma. Norma merupakan
pernyataan yang menekankan aspek “seharusnya” atau das sollen, dengan
menyertakan peraturan tentang apa yang seharusnya dilakukan. Norma-norma
adalah produk dan aksi manusia yang deliberative. Undang-undang yang berisi
aturan-aturan yang bersifat umum menjadi pedoman bagi individu bertingkah laku
dalam bermasyarakat, baik dalam dengan sesame individu maupun dalam
hubungannya dengan masyarakat. Aturan-aturan itu menjadi batasan bagi
masyarakat dalam membebani tindakan dalam individu. Adanya aturan itu dan
pelaksanaan aturan tersebut menimbulkan kepastian hukum.23
Kepastian hukum ini juga dapat digunakan untuk mengetahui dengan tepat
aturan apa yang berlaku dan apa yang dikehendaki daripada hukum itu sendiri.
21 Theo Huijber, Filsafat Hukum Dalam Lintas Sejarah, Cetakan Keempat belas, Kansius,
Yogyakarta, 2007, hal. 184 22 Tan Kamello, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Diidamkan, Penerbit
Alumni, Bandung, 2014, hal. 12 23 Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana, Jakarta, 2008, hal 158
Universitas Sumatera Utara
16
Asas ini sangat menetukan eksistensi hukum sebagai pedoman tingkah laku
dimasyarakat. Hukum harus memberikan jaminan tentang aturan hukum.24
Persoalan kepastian karena selalu dikaitkan dengan hukum, memberikan
konsekuensi bahwa kepastian hukum di sini selalu mempersoalkan hubungan
hukum antara warga negara dengan negara. Sebagai sebuah nilai, kepastian
hukum tidak semata-mata selalu berkaitan dengan negara, karena esensi dari
kepastian hukum adalah masalah perlindungan dari tindakan kesewenang-
wenangan. Maka itu, aktor-aktor yang mungkin melakukan kesewenang-
wenangan, tidak terbatas pada negara saja, tetapi juga oleh sekelompok pihak lain
di luar Negara.25
Atas dasar hal tersebut dalam pengajuaan asuransi sendiri sangat
diperlukan kepastian hukum, agar tidak terjadi kesewenang-wenangan dari kedua
belah pihak baik pihak tertanggung ataupun penanggung demi keuntungan
pribadi.
b. Teori Keadilan
Dalam teori keadilan, keadilan itu sendiri memiliki sifat dua sifat yang
dapat dilihat dari persefektif hukum yaitu dalam artian formal dan dalam artian
material. Keadilan dalam artian formal menuntut hukum yang berlaku umum,
sedangkan material menuntut agar setiap hukum harus sesuai dengan cita cita
keadilan masyarakat. 26 Bagi kebanyakan orang keadilan adalah adalah prinsip
24 Muchtar Kusumaatmadja dan Arief B Sidharta, Pengantar Ilmu Hukum: Suatu
Pengenalan Pertama Ruang Lingkup Berlakunya Ilmu Hukum, Buku I, Alumni, Bandung, 2000,
hal 48 25 E. Fernando M. Manullang, Menggapai Hukum Berkeadilan : tinjauan hukum kodrat
dan Antinomi Nilai, kompas, Jakarta, 2007, hal 94 26 R.Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, Kompas , Jakarta, 2007, hal 96
Universitas Sumatera Utara
17
mum, bahwa individu-individu tersebut seharusnya menerima apa yang
sepantasnya mereka terima. Sebagian menyebutnya dengan istilah legal justice
atau keadilan hukum yang merujuk pada pelaksanaan hukum menurut prinsip-
prinsip yang ditentukan dalam negara hukum. Hukum sangat erat hubungannya
dengan keadilan, bahkan ada pendapat bahwa hukum harus digabungkan dengan
keadilan, supaya benar-benar berarti sebagai hukum, karena memang tujuan
hukum itu adalah tercapainya rasa keadilan pada masyarakat. Setiap hukum yang
dilaksanakan ada tuntutan untuk keadilan, maka hukum tanpa keadilan akan sia-
sia sehingga hukum tidak lagi berharga di hadapan masyarakat. Hukum bersifat
objektif berlaku bagi semua orang, sedangkan keadilan bersifat subjektif.
Perlindungan hukum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :27
a) Perlindungan hukum preventif merupakan perlindungan yang diberikan oleh
pemerintah dengan tujuan untuk mencegah sebelum terjadinya pelanggaran.
Hal ini terdapat dalam peraturan perundang-undangan dengan maksud untuk
mencegah suatu pelanggaran serta memberikan rambu-rambu atau batasan-
batasan dalam melakukan suatu kewajiban.
b) Perlindungan hukum represif merupakan perlindungan akhir berupa sanksi
seperti denda, penjara, dan hukuman tambahan yang diberikan apabila sudah
terjadi sengketa atau telah dilakukan suatu pelanggaran.28
Menurut Hans Kelsen, keadialan adalah suatu tertib social tertentu
dibawah lindungannya usadaha unutk mencari kebenaran bisa berkembang
dengan subur dalam masyrakat, karena keadilan adalah kebahagian social.29 Pada
intinya keadilan meletakkan segala sesuatu pada tempatnya. Keadilan berarti tidak
27 Vernando, Analisis Yuridis Perlindungan Hukum Jemaah Umroh Dalam Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) PT. First Anugerah Karya Wisata (Studi Putusan
Mahkamah Agung No. 105/Pdt-SUS/PKPU/PN.Jkt.Pst), Tesis, Program Studi Magister
Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, Medan, 2019, hal.19 dalam buku Satjipto Raharjo, Ilmu
Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hal. 53 28 29 Hans Kelsen, Teori Umum Tentang Hukum dan Negara, Terje Raisul Muttaqien Nusa
Media, Bandung, , 2009, hal 6
Universitas Sumatera Utara
18
berat sebelah dan menimbang sama rata sesuai hasil kemufakatan para pihak dan
tidak memihak. keadilan juga keaadan dimana setiap orang baik dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara menerima apa yang menjadi haknya,
sehingga dapat melaksanakan kewajiban.30
Teori keadilan yang dikemukan oleh John Rawls sebagaimana dikutip oleh
Agus Yudha Hernoko, bertitik tolak pada terma Posisis Asli yaitu status quo awal
yang menegaskan bahwa kesepakatan fundamental yang dicapai adalai fair.
Semua orang mempunyai hak yang sama dalam prosedur memilih prinsip; setiap
orang dapat mengajukan usulan, menyampaikan penalaran mereka dan lain-lain.31
Rawls menyebutkan Justice as fairnessi yang ditandai dengan adanya
prinsip rasionalitas, kebebasan dan kesamaan. Oleh karena itu diperlukan prinsip-
prinsip keadilan yang mengutamakan asas hak dari pada asas manfaat. Bahwa
setiap orang harus memiliki hak yang sama atas kebebasan dasar yang paling luas,
seluas kebebasan yang sama bagi semua orang. Ini merupakan hak yang mendasar
(hak asasi) yang harus dimiliki oleh semua orang. Dengan kata lain, hanya dengan
adanya jaminan kebebasan yang sama bagi semua orang, maka keadilan akan
terwujud.32
Teori ini digunakan untuk mencari keadilan seadil-adilnya tehadap
penelitian, dalam menelaah keputusan hakim yang telah memutus perkara No.
1040K/Pdt/2014. Diharapkan teori ini dapat membrikan rasa adil bagi para pihak
dalam pelaksanaan perjanjian pertanggungan asuransi, khusuh pihak tertanggung
30 Dominicus Rato, Filsafat Hukum Mencari: Memahami dan memahami Hukum,
Laksabang Pressindo, Yogyakarta, 2010, hal 59 31 Agus Yudha Harnoko, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalan Kontrak
Komersia, Preneda Media Grup, Jakarta, 2011, hal 21. 32 Ibid
Universitas Sumatera Utara
19
dan penanggung. Sehingga memunculkan kepercayaan masyarakat yang lebih
besar terhadap penggunaan jasa perasuransian dalam menanggung resiko yang
terjadi.
Sebagai contoh, dalam mewujudkan rasa keadilan BPSK memanggil para
pihak yang bersengketa, yaitu konsumen dan pelaku usaha. Oleh BPSK kedua
belah pihak yang bersengketa diusulkan untuk melakukan perdamaian di luar
sidang. Usul tersebut akhirnya diterima oleh kedua belah pihak, dan kedua kasus
tersebut dapat diselesaikan dengan cara perdamaian tanpa harus melalui
persidangan. Bahwa perusahaan diwajibkan untuk melakukan ganti rugi terhadap
konsumen atas kerugian yang dideritanya sesuai kesepakatan perdamaian yang
telah diputuskan antara konsumen dengan perusahaan. Ganti rugi tersebut
dilaksanakan perusahaan dengan cara merenovasi kembali gudang konsumen
tersebut sehingga sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati sebelumnya
antara perusahaan dan konsumen. BPSK sebagai institusi hukum yang berwenang
mengindikasikan beberapa faktor penyebab diantaranya adalah;
1. Kurangnya sosialisasi tugas, fungsi dan wewenang BPSK kepada masyarakat;
2. Kurangnya sosialisasi peraturan dan informasi yang berkaitan dengan
perlindungan konsumen;
3. Paradigma berfikir masyarakat pada umumnya yang menganggap berpekara
ke pengadilan/instrumen hukum lainnya yang berwenang akan memakan
biaya dalam jumlah yang besar, menyita waktu dan merepotkan.
Hal ini mencerminkan kegagalan tugas dan fungsi institusi hukum yang
berwenang dalam melindungi hak dan kepentingan konsumen, khususnya
Universitas Sumatera Utara
20
konsumen pembelian perumahan yang mengalami kerugian disebabkan tindakan
wanprestasi/kelalaian dari perusahaan dalam melaksanakan tanggung jawabnya.
Namun perlu dipertegas bahwa perusahaan perlu melaksanakan klausula didalam
perjanjian ditimbulkan oleh kehendak bebas dari para pihak yang membuatnya
sehingga menimbulkan hak dan kewajiban bagi para pihak tersebut. Apakah suatu
perjanjian yang dibuat para pihak itu mengandung unsur penipuan dari salah satu
pihak, maka perlu dilakukan suatu ketelitian dari pihak lain untuk memahaminya.
Ada kalanya suatu perjanjian mengandung unsur penipuan di dalam klausulanya,
dan adapula kalanya suatu perjanjian tidak mengandung unsur penipuan di dalam
klausula, tetapi dalam praktik justru mengarah kepada delik penipuan.33
Kepastian hukum menjamin perlindungan hukum. Perlindungan hukum
terhadap tertanggung apabila penanggung menolak klaim asuransi dalam
perjanjian asuransi kendaraan bermotor dengan risiko total loss only maka pihak
tertanggung dan pihak asuransi dapat menerapkan mediasi dalam penyelesaian
sengketa berdasarkan POJK No. 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan
Konsumen Sektor Jasa Keuangan. Apabila jalan mediasi tidak tercapai maka
pihak tertanggung dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan setempat dengan
dasar tuntutan pihak asuransi wanprestasi.34
33 Sugirhot Marbun, Mahmud Mulyadi, Suhaidi, Mahmul Siregar, Perbedaan antara
Wanprestasi dan Delik Penipuan Dalam Hubungan Perjanjian, Jurnal USU Law Journal, Volume
3, Nomor 2, Agustus 2015, hal. 126
34 Adrianyah Putra Napitupulu, Perlindungan Hukum Terhadap Tertanggung Dalam Hal
Penanggung Menolak Klaim Asuransi Akibat Terjadinya Resiko Total Loss Only (Studi Putusan
Pengadilan Negeri Medan No. 392/Pdt.G/2013/PN.Mdn), diunduh dari http://repositori.usu.ac.id/,
Medan, 2017, hal. 1
Universitas Sumatera Utara
21
2. Konsepsi
Konsepsi merupakan salah satu bagian terpenting dari teori. Peranan
konsep dalam penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori dan observasi,
antara abstrak dan realitas.35 Konsepsi itu sendiri dapat diartikan sebagai kata
yang menyatukan abstraksi yang digenetalisasikan dari hal-hal yang khusus yang
disebut definisi operasional.
Konsep atau pengertian merupakan unsur pokok dari suatu penelitian. Jika
masalahnya dan kerangka konsep teoritisnya sudah jelas, biasanya sudah
diketahui pula fakta mengenai gejala-gejala yang menjadi pokok perhatian, dan
suatu konsep sebenarnya merupakan definisi singkat dari kelompok fakta atau
gejala itu.36
Oleh karena itu dalam pembuatan penulisan tesis ini perlu dirumuskan
beberapa definisi oprasional dengan konsep dasar sebagai berikut :
a. Analisis Yuridis, merupakan mengumpulkan hukum dan dasar lainnya
yang relevan untuk kemudian mengambil kesimpulan sebagai jalan keluar
atau jawaban atas permasalahan.37
b. Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai dalam melaksanakan
kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat
antara kreditur dengan debitur. 38 Pasal 1238 yang mengenai dasar
peraturan mengenai wanpestasi, pasal ini merangkan tentang kapan
35Herlin Budiono, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata Di Bidang Kenotariatan, Citra
Aditya Bakti, Bandung, 2007, hal 364 36 Koentjoroningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, Edisi Ketiga, Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta, 1997, hal 21 37 Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Bandung: Mandar Maju,
2008, hal 83 38 Salim HS, Pengatar Hukum Perdata Tertulis (BW), Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hal 74
Universitas Sumatera Utara
22
seseorang dianggap wanprestasi dalam suatu perjanjian. Wanprestasi dapat
terjadi dengan dua cara, yaitu sebagai berikut :
a) Pemberitahuan, yaitu apabila perjanjian tidak menetukan waktu
tertentu kapan seseorang dinyatakan wanprestasi atau perjanjian tidak
menentukan batas waktu tertentu yang dijadikan patokan tentang
wanprestasinya debitur, harus ada pemberitahuan dulu tentang
kelalaian atau wanprestasinya.
b) Sesuai dengan perjanjian, yaitu jika dalam perjanjian itu ditentukan
jangka waktu pemenuhan perjanjian dan salah satu pihak tidak
memenuhi pada waktu tersebut, dia telah wanprestasi.39
Selain pada Pasal 1238, dasar dari adanya Wanprestasi juga dapat dilihat
dalam Pasal 1243 KUH Perdata yang menyatakan bahwa, penggantian
biaya, rugi dan bunga karena tidak dipenuhinya suatu perikatan, barulah
mulai diwajibkan, apabila si berutang, setelah dinyatakan lalai memenuhi
perikatannya, tetapi melalaikannya, atau jika sesuatu yang harus diberikan
atau dibuatnya, hanya dapat diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu
yang telah dilampaukannya”40
c. Perjanjian, suatu perjanjian adalah semata-mata suatu persetujuan yang
diakui oleh hukum. Persetujuan ini merupakan kepentingan pokok dalam
dunia usaha, dan menjadi dasar dari kebanyakan transaksi dagang, seperti
jual beli barang, tanah, pemberian kredit,asuransi, pengangkutan barang,
pembentukan organisasi usaha dan sebegitu menyangkut juga tenaga kerja.
39 Ahmad miru dan Sakka Pati, Hukum Perikatan, Rajawali Pers, Jakarta, 2011, hal 8 40 Ibid Hal 12
Universitas Sumatera Utara
23
Hukum tidak akan mengakui semua perjanjian. Perjanjian yang diakui
oleh hukum hanya jika perjanjian itu memenuhi syarat syarat yang
sebagaimana diatura dalam Pasal 1320 KUH Perdata, sebagai berikut ini :
a) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, pengertian sepakat
dilukiskan pernyataan kehendak yang disetujui (overeenstemende
wilsverklaring) antara pihak-pihak. Penyataan pihak yang
menawarkan dinamakan tawaran (offerte), sedangkan pernyataan
pihak yang menerima tawaran dinamakan akseptasi (acceptatie). 41
Suatu kesepakatan dapat dicapai dengan berbagai cara, baik tertulis
maupun tidak tertulis termasuk dengan menggunakan simbol-simbol
atau dengan cara lainnya yang tidak secara lisan.42 Adapun sepakat
yang dianggap sah hanya jika diberikan tidak berdasarkan kekhilafan,
paksaan maupun penipuan.
b) Cakap untuk membuat suatu perikatan, kecakapan adalah kemampuan
menurut hukum untuk melakukan perbuatan hukum. Kecakapan ini
ditandai dengan dicapainya umur 21 tahun atau telah menikah
walaupun belum berumur 21 tahun dan tidak dalam pengampuan.
Akan tetapi, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan menetapkan bahwa seseorang yang belum mencapai umur
18 tahun berada dibawah kekuasaan orang tuanya. Dengan demikian,
secara yuridis seseorang yang berumur 18 tahun telah dianggap
41 Mariam Darus Badrulzaman, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Buku III Tentang
Hukum Perikatan dengan Penjelasan, Cetakan Kedua, Alumni, Bandung, 2006, Hal 89. 42 Ahmadi Miru dan Sakka Pati, Hukum Perikatan: Penjelasan Makna Pasal 1233
Sampai 1456 BW, Cetakan Keenam, Rajawali Pers, Jakarta, 2008, Hal 68
Universitas Sumatera Utara
24
mampu mempertanggungjawabkan perbuatannya, dan karenanya
menjadi cakap untuk berbuat dalam hukum.
c) Suatu hal tertentu, hal tertentu yang dimaksud dalam syarat ini tidak
lain berkenaan dengan objek perjanjian. KUH-Perdata memberikan
beberapa syarat tertentu agar suatu objek dapat diperjanjikan, antara
lain objek tersebut harus berupa barang yang dapat diperdagangkan,
sudah ditentukan jenisnya, jumlahnya dapat ditentukan atau dihitung
dikemudian hari, serta barang tersebut dapat berupa barang yang telah
ada ataupun akan ada dikemudian hari, kecuali terhadap barang yang
masih dalam warisan yang belum dibuka.
d) Suatu sebab yang halal, sebab yang yang dimaksud dalam syarat ini
tidak berkaitan dengan motif diadakannya perjanjian, melainkan
berkenaan dengan sebab yang sifatnya objektif. 43 Halal yang
dimaksud adalah isi dari perjanjian tidak bertentangan dengan undang-
undang, kesusilaan dan ketertiban umum.44 Berkaitan dengan syarat
ini, KUH-Perdata mengatur bahwa perjanjian tidak boleh diadakan
tanpa sebab sama sekali, dengan sebab yang palsu dan sebab yang
terlarang.20
d. Pertanggungan Asuransi, istilah asli dalam bahsa Belanda adalah
verzekering atau assurantie, R. Sukardo Guru Besar Hukum Dagang
menerjemahkannya dengan “pertanggungan”. Istilah pertanggungan ini
umum dipakai dalam literature hukum dan kurikulum perguruan tinggi
43 Munir Fuady, Konsep Hukum Perdata, Cetakan Ke-1, Rajawali Pers, Jakarta, 2014, Hal
201.
44 Ahmadi Miru dan Sakka Pati, Op. Cit., Hal 69
Universitas Sumatera Utara
25
hukum di Indonesia. Istilah asuransi adalah serapan dari istilah assurantie
(Belanda), asuransi banyak dipakai dalam praktik dunia usaha. Akan
tetapi, kenyataan sekarang kedua istilah pertanggungan dan asuransi
dipakai, baik dalam kegiatan bisnis maupun pendidikan hukum di
perguruan tinggi hukum sebagai sinonim. Kedua istilah tersebut dipakai
dalam undang-undang perasuransian dan juga buku-buku hukum
perasuransian.45 Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang No. 40 Tahun 2014
Tentang Perasuransian, Asuransi adalah perjanjian antara dua belah pihak,
yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis, yang menjadi dasar
penerimaan premi oleh perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk:
a) Memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis
karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan
keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang
mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis yang tidak pasti;
atau
b) Memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya
tertanggung atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya
terntanggung dengan manfaat yang besarnya telah ditetapakan
dan/atau didasarkan dari hasil pengolahan dana.46
Menurut Pasal 246 KUHD Pertanggungan adalah perjanjian dengan mana
penanggung mengikatakan diri kepada tertanggung dengan menerima
premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena kerugian
45 Abdulkadir Muhammad. Op.cit., Hal 6 46 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, Pasal 1 Ayat (1).
Universitas Sumatera Utara
26
kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapakan yang mungkin
dideritanya akibat dari suatu evenemen.
e. Resiko, seorang manusia dalam suatu masyrakat, sering menderita
kerugian karena akibat suatu peristiwa, yang tidak terduga, misalnya
rumak kebakaran, barang barangnya dicuri, tabrakan, mendapat kcelakan
baik didarat laut dan udara. Resiko menderita kerugian-kerugian macam
inilah, yang menimbulkan pikiran, untuk memperkecil resiko itu dengan
jalan asuransi yaitu memperoleh jaminan dari pihak lain,bahwa keruguan
itu akan ditutup.47
f. Kebakaran, kebakaran merupakan suatu resiko atau kejadian yang dapat
terjadi di kehidupan masyarakat. Untuk menghindari kerugian atas resiko
kebakaran, maka banyak asuransi yang bersedia menjadi penaggung untuk
menajminkan harta bendanya di perusahaan. Kitab undang-undang hukum
dagang memuai pasal pasal yang khusus mengenai asuransi kebakaran,
yaitu pasal 287 sampai dengan 298.
G. Metode Penelitian
Penelitian hukum pada dasarnya merupakan suatu kegiatan ilmiah yang
didasarkan pada metode,sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk
mempelajari beberapa gejala hukum tertentu dengan jelas menganalisanya,
kecuali itu juga diaadakan pemerikasaan yang mendalam terhadap fakta hukum
tersebut untuk kemudian mengusahakan satu pemecahan atas permasalahan yang
timbul didalam gejala yang bersangkutan. 48
47 Wirjono Prodjodikoro. Hukum Asuransi Indonesia, Intermasa, Jakarta, 2017, Hal 6 48Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 2014, Hal 43
Universitas Sumatera Utara
27
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian tesis ini menggunakan metode yuridis normatif. Penelitian
yuridis normatif merupakan suatu prosedur ilmiah untuk menemukan kebenaran
berdasarkan logika keilmuan dari sisi normatifnya yang objeknya adalah hukum
itu sendiri.49 Alasan penggunaan jenis penelitian ini adalah guna menghasilkan
argumentasi, teori atau konsep baru sebagai dretesis dalam menyelesaikan
masalah yang dihadapi oleh pihak pihak yang bersangkutan. Adapun alasan lain
penggunaan jenis penelitian yuridis normatif guna menganalisis peraturan yang
ada serta relevansinya terhadap penyelesaian masalah.
2. Sifat Penelitian
Sifat penelitian dalam penulisan tesis ini penelitian deskriptif analisis,
yaitu “penelitian bersifat pemaparan yang bertujuan untuk memperoleh gambaran
(deskriprif) lengkap tentang keadaan hukum yang berlaku di tempat tertentu dan
pada saat tertentu, atau peristiwa hukum yang terjadi didalam masyarakat”.50
Metode ini menggambarkan peraturan-peraturan yang berlaku didalam
masyarakat dan kemudian dikaitkan dengan teori-teori hukum dan praktek
pelaksanaan hukum positif yang berkaitan dengan Analisis Yuridis Perbuatan
Wanprestasi Atas Perjanjian Pertanggungan Asuransi Resiko Kebakaran Dalam
Putusan No. 1040K/Pdt/2014.
3. Sumber Data
Data pokok dalam penelitian ini adalah data sekunder,51 yang meliputi :
49 Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Malang,
Bayumedia, 2011, Hal 57 50 Soerjono Soekanto, Op.,Cit, Hal 9 51 Penelitian Normatif data sekunder sebagai sumber/bahan informasi dapat merupakan
bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tertier. Bambang Waluyo,
Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, 2002, hal. 14.
Universitas Sumatera Utara
28
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya
yang mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer terdiri dari
perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan
perundang-undangan dan putusan-putusan hakim, yaitu diantaranya Kitab
Undang-Undang Hukum Pertada, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang,
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 23/POJK.05/2015 tentang Produk
Asuransi dan Pemasaran Produk Asuransi
b. Bahan hukum sekunder, Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum
yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, 52 serta
membantu menganalisis dan memahami bahan hukum primer seperti hasil-
hasil penelitian, hasi seminar, hasil karya dari kalangan hukum, serta
dokumen-dokumen dan buku-buku yang berkaitan dengan masalah-
masalah asuransi, khususnya yang berkaitan dengan perjanjian
pertanggungan asuransi kebakaran.
c. Bahan hukum tertier yaitu bahan-bahan yang memberikan petunjuk
maupun penjelasan terhadap bahan hukum premier dan bahan hukum
sekunder seperti kamus hukum,ensiklopedia dan lain sebagainya53
4. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendapat data yang diperlukan, pengumpulan data dilakukan
melalui tahap-tahap penelitian antara lain sebagai berikut :
a. Studi Kepustakaan (Library Research)
52 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan
Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, Hal 54 53 Ibid Hal 13
Universitas Sumatera Utara
29
Studi kepustakaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
menguraikan sistematika tentang teori-teori dan hasil-hasil penelitian yang
didapatkan oleh peneliti terdahulu yang ada hubungannya dengan
permasalahan dan tujuan penelitian yang berhubungan dengan materi tesis
ini.54
b. Studi Lapangan (Field Research)
Studi lapangan adalah kegiatan yang dilakukan berupa wawancara kepada
narasumber (informan) di lapangan, dengan terlebih dahulu membuat
pedoman wawancara yang berisi daftar pertanyaan yang akan diajukan pada
saat melakukan wawancara secara sistematis dan telah disiapkan sebelumnya
berkaitan dengan masalah yang dibahas. Dengan teknik wawancara akan
memudahkan mendapatkan informasi yang diinginkan. Studi lapangan
dilakukan agar mendapatkan data yang lengkap dan memiliki kebenaran baik
menurut hukum maupun kenyataan yang dapat dilihat di lapangan.55 Adapun
yang menjadi informan dalam penelitian ini, yaitu:
1. Kepala Cabang PT. Asuransi Purna Artanugraha, yaitu Bapak Hendra
2. Karyawan PT. Asuransi Purna Artanugraha, Kepala Divisi Klaim, Yaitu
Ibu Gerri Tiffani.
5. Alat Pengumpulan Data
Alat pengumpulan data dalam penelitian ini yang dipergunakan adalah
studi dokumen dan wawancara yang dibantu dengan pedoman wawancara.
54 Made Wirartha, Pedoman Penulisan Usulan Penelitian, Skripsi, dan Tesis, CV. Andi
Offset, Yogyakarta, 2005, hal. 21 55 Crano, Willian D and Brewer, Marilyn B, Lowrence Erlbaum Associates, Principles
And Methodes Of Social Research, Mahwah Publishers, New Jersey, 2002, hal. 223
Universitas Sumatera Utara
30
a. Studi Dokumen
Studi dokumen adalah “teknik pengumpulan data yang tidak langsung
ditujukan pada subyek penelitian, namun melalui dokumen.” Dokumen yang
digunakan dapat berupa buku harian, surat pribadi, laporan, notulen rapat,
catatan kasus dalam pekerjaan sosial dan dokumen lainnya.56
b. Pedoman Wawancara
Yang dimaksud dengan pedoman wawancara adalah “panduan yang memuat
pertanyaan-pertanyaan yang disusun secara struktur untuk mendapat jawaban
sesuai dengan rumusan masalah.” 57 Walaupun wawancara adalah proses
percakapan yang berbentuk tanya jawab dengan tatap muka, wawancara
adalah suatu proses pengumpulan data untuk suatu penelitian. Beberapa hal
dapat membedakan wawancara dengan percakapan sehari-hari, antara lain :58
1) pewawancara dan responden biasanya belum saling mengenal sebelumnya
2) responden selalu menjawab pertanyaan
3) pewawancara selalu bertanya
4) pewawancara tidak menjuruskan pertanyaan kepada suatu jawaban, tetapi
harus selalu bersifat netral
5) pertanyaan yang ditanyakan mengikuti panduan yang telah dibuat
sebelumnya. Pertanyaan panduan ini dinamakan interview guide
Adapun narasumber yang diwawancarai dalam penelitian ini, yaitu:
1. Kepala Cabang PT. Asuransi Purna Artanugraha, yaitu Bapak Hendra
2. Karyawan PT. Asuransi Purna Artanugraha, Kepala Divisi Klaim, Yaitu Ibu
Gerri Tiffani.
56 Iqbal Hasan, Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya, Ghalia
Indonesia, Bogor, 2002, hal. 87 57 Mohamad Nazir, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1998, hal. 193 58Ibid., hal. 194
Universitas Sumatera Utara
31
5. Analisis Data
Analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya
ke dalam suatu pola, kategori dan satuan urauan dasar.59 Dalam penelitian hukum
normatif, maka analisis data pada dasarnya merupakan kegiatan untuk
mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis. Sistematika
berarti membuat klasifikasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis tersebut untuk
memmudahkan penyusunan penelitian.60
Analisis data dilakukan secara kualitatif yaitu menguraikan data secara
bermutu dalam bentuk kalimat yang teratur, runtun, logi, tidak tumpang tindih dan
efektif sehingga memudahkan interprestasi data dan pemahaman dasik analisis,
kemudian ditarik kesimpulan sehingga diperoleh gambaran yang jelas mengenai
jawaban dari permasalahan yang dibahas61
Dalam penelitian ini, langkah yang pertama kali dilakukan adalah
mengumpulkan data dari bahan hukum primer yaitu berupa putusan perkara
penundaan kewajiban pembayaran utang dan berkas perjanjian kerjasama
kemudian diklarifikasikan sesuai dengan masalah pokok yang diteliti dan diolah
kemudian disajikan dengan konsep-konsep yang ada pada bahan hukum sekunder
berupa buku-buku, literatur lainnya serta penelitian lapangan dalam bentuk
wawancara terhadap data yang telah disajikan tersebut kemudian dilakukan
pembahasan teori-teori dan aturan-aturan yang mengaturnya. Penelitian ini
berupaya untuk memaparkan sekaligus melakukan analisis terhadap permasalahan
59 Lexy J, Moleong, Metode Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2004, Hal 103 60 Bambang Waluo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, 1996, Hal
251 61 Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, PT.Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2004, Hal 127
Universitas Sumatera Utara
32
yang ada dengan kalimat yang sistematis agar dapat dilakukan penarikan
kesimpulan jawaban yang jelas dan benar. Penarikan kesimpulan dalam penelitian
dilakukan dengan metode deduktif, yaitu “melakukan penarikan kesimpulan
diawali dari hal-hal yang bersifat umum untuk kemudian ditarik kesimpulan yang
bersifat khusus, sebagai jawaban yang benar dalam pembahasan permasalahan
yang terdapat pada penelitian ini.”62
62Ibid., hal. 48
Universitas Sumatera Utara
33
BAB II
PENGAJUAN KLAIM ASURANSI KEBAKARAN YANG DIAJUKAN
OLEH TERTANGGUNG TELAH MEMENUHI STANDARISASI POLIS
ASURANSI KEBAKARAN INDONESIA
A. Tinjauan Umum tentang Asuransi
Peransuransian adalah istilah hukum (legalterm) yang dipakai dalam
perundang-undangan dan Perusahaan Perasuransian. Istilah perasuransian berasal
dari kata “asuransi” yang berarti pertanggungan atau perlindungan atas suatu
objek dari ancaman bahaya yang menimbulkan kerugian. Apabila kata “asuransi”
yang berarti pertanggungan atau perlindungan atas suatu objek dari ancaman
bahaya yang menimbulkan kerugian. Apabila kata “asuransi” diberi imbuhan per-
an. Maka muncullah istilah hukum “perasuransian”, yang berarti segala usaha
yang berkenaan dengan asuransi. Usaha yang berkenaan dengan asuransi ada 2
(dua) jenis, yaitu:63
1 Usaha di bidang kegiatan asuransi disebut usaha asuransi (insurance
business). Perusahaan yang menjalankan usaha asuransi disebut Perusahaan
Asuransi (insurance company).
2 Usaha di bidang kegiatan penunjang usaha asuransi disebut usaha penunjang
usaha asuransi (complementary insurance business). Perusahaan yang
menjalankan usaha penunjang usaha asuransi disebut Perusahaan Penunjang
Asuransi (complementary insurance company)
Menurut ketentuan Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2014 tentang Perasuransian: Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara
2 (dua) pihak yaitu perusahaan Asuransi dan pemegang polis, yang menjadi dasar
bagi penerimaan premi oleh perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk:
63 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Asuransi di Indonesia, PT Intermasa, Jakarta, 1979,
hal.1
33
Universitas Sumatera Utara
34
a. Memberikan pergantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena
kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau
tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungki diderita
tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak
pasti; atau
b. Memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya tertanggung
atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan
manfaat yang besarnya telah di tetapkan dan/atau didasarkan dari pengolahan
dana.
Menurut Pasal 246 Kitab Undang-undang Hukum Perniagaan atau
Wetboek van Koophandel memberikan definisi tentang asuransi sebagai berikut:
Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang
penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima
suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian,
kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan
dideritanya karena suatu peristiwa yang tertentu.64
Rumusan Pasal 1angka (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014
ternyata lebih luas jika dibandingkan dengan rumusan Pasal 246 KUHD karena
tidak hanya melingkupi asuransi kerugian, tetapi juga asuransi jiwa. Hal ini
diketahui dari kata-kata bagian akhir rumusan, yaitu untuk memberikan suatu
pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang
dipertanggungkan. Dengan demikian objek asuransi tidak hanya meliputi harta
kekayaan, tetapi juga jiwa/raga manusia.65
Asuransi merupakan suatu persediaan yang disiapkan oleh sekelompok
orang, yang dapat tertimpa kerugian, guna menghadapi kejadian yang tidak dapat
diramalkan, sehingga bila kerugian tersebut menimpa salah seorang diantara
64 A.Hasymi, Dasar-Dasar Asuransi, Balai Aksara, Jakarta, 1981, hal.9. 65 Muhammad Muslehuddin,Insurance and Islamic Law, Menggugat Asuransi
Modern:Mengajukan suatu alternative baru dalam perpektif hukum Islam, Jakarta, 1999, hal.3.
Universitas Sumatera Utara
35
mereka maka beban kerugian tersebut akan disebarkan ke seluruh kelompok.
Asuransi adalah transaksi antara dua pihak, pihak yang satu berkewajiban
membayar iuran dan pihak yang lain berkewajiban memberikan jaminan
sepenuhnya kepada pembayar iuran jika terjadi sesuatu yang menimpa pihak
pertama sesuai dengan perjanjian yang dibuat.66
Asuransi adalah suatu persetujuan di mana pihak yang menjamin berjanji
kepada pihak yang dijamin, untuk menerima sejumlah uang premi sebagai
pengganti kerugian, yang mungkin akan diderita oleh yang dijamin, karena akibat
dari suatu peristiwa yang belum pasti.
Sedangkan dalam pandangan yang lain, asuransi dipahami sebagai suatu
kemauan untuk menetapkan kerugian-kerugian kecil (sedikit) yang sudah pasti
sebagai (substitusi) kerugian-kerugian yang belum pasti.67Asuransi dari berbagai
sudut pandang yaitu dari sudut ekonomi, hukum, bisnis, sosial, ataupun
berdasarkan pengertian matematik, bahwa asuransi merupakan bisnis yang unik,
yang didalamnya terdapat kelima aspek tersebut.68
Dalam pandangan ekonomi, asuransi merupakan metode untuk
mengurangi risiko dengan jalan memindahkan dan mengkombinasikan
ketidakpastian akan adanya kerugian keuangan (finansial). Dari sudut pandang
hukum, asuransi merupakan suatu kontrak kerja (perjanjian) pertanggungan risiko
antara tertanggung dengan penanggung. Penanggung berjanji akan membayar
kerugian yang disebabkan risiko yang dipertanggungkan kepada tertanggung.
66 Abdul Aziz Dahlan dkk (editor), Ensiklopedia Hukum Islam, Ichtiar Baru Van Hoeve,
Jakarta, 1996, hal. 138 67 Abbas Salim, Asuransi dan Manajemen Resik, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000,
hal.1. 68 Herman Darmawi, Manajemen Asuransi, Bumi Aksara, Jakarta, 2001, hal.2.
Universitas Sumatera Utara
36
Sedangkan tertanggung membayar premi secara periodik kepada penanggung.
Menurut pandangan bisnis, asuransi adalah sebuah perusahaan yang usaha
utamanya menerima/menjual jasa, pemindahan risiko dari pihak lain, dan
memperoleh keuntungan dengan berbagai risiko (sharing of risk) di antara
sejumlah nasabahnya. Dari sudut pandang sosial, asuransi didefinisikan sebagai
organisasi sosial yang menerima pemindahan risiko dan mengumpulkan dana dari
anggota-anggotanya guna membayar kerugian yang mungkin terjadi pada masing-
masing anggota tersebut. Dalam pandangan matematika, asuransi merupakan
aplikasi matematika dalam memperhitungkan biaya dan faedah pertanggungan
risiko..Hukum probabilitas dan teknik statistik dipergunakan untuk mencapai hasil
yang dapat diramalkan.69
Asuransi adalah suatu persetujuan dalam mana pihak yang ditanggung
untuk menerima sejumlah premi mengganti kerugian yang mungkin akan diderita
oleh pihak yang ditanggung, sebagai akibat suatu peristiwa yang belum terang
akan terjadi. Asuransi sebagai suatu persetujuan, di mana penanggung
mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan mendapat premi, untuk mengganti
kerugian karena kehilangan, kerugian, atau tidak diperbolehnya keuntungan yang
diharapkan, yang dapat diderita karena peristiwa yang tidak diketahui lebih
dahulu.
a. Klasifikasi berdasarkan objek asuransi:
1) Asuransi kerugian70
69 Ibid, hal. 3 70 Dessy Daniarti, Jurus Pintar Asuransi, G. Media, Yogyakarta, 2011, hal. 31
Universitas Sumatera Utara
37
Benda asuransi adalah benda yang menjadi objek perjanjian asuransi yang
mempunyai nilai ekonomi dan dapat dihargai dengan uang. Benda asuransi selalu
berwujud, misalnya gedung pertokoan, rumah, kapal. Benda asuransi selalu
diancam oleh bahaya atau peristiwa yang terjadinya itu tidak pasti. Ancaman
bahaya itu mungkin terjadi yang mengakibatkan benda asuransi dapat rusak,
hilang dan musnah atau berkurang nilainya.
Benda asuransi berhubungan dengan teori kepentingan (interest theory).
Menurut teori kepentingan, pada benda asuransi melekat hak subjektif yang tidak
berwujud. Karena benda tersebut rusak, hilang dan musnah atau berkurang
nilainya maka hak subjektif juga dapat rusak, hilang dan musnah atau berkurang
nilainya. Dalam litelatur hukum asuransi hak subjektif ini disebut kepentingan.
Kepentingan itu bersifat absolut, artinya harus ada pada setiap objek asuransi dan
mengikuti kemana saja benda asuransi itu berada. 71
Menurut ketentuan Pasal 268 KUHD, kepentingan memilki beberapa
kriteria yaitu:
a) Harus ada pada setiap asuransi
b) Harus dapat dinilai dengan uang
c) Harus diancam oleh bahaya
d) Harus tidak dikecualikan oleh Undang-Undang artinya tidak dilarang oleh
Undang-undang atau tidak bertentangan dengan ketertiban umum/kesusilaan.
Berdasarkan uraian di atas bahwa yang menjadi objek asuransi adalah
benda yang menjadi objek perjanjian asuransi kerugian dapat berupa benda
71 Ibid, hal. 32
Universitas Sumatera Utara
38
asuransi yang sifatnya berwujud dan kepentingan yang melekat pada benda
asuransi.
2) Asuransi jumlah/Jiwa
Objek asuransi jiwa atau jumlah bukannya benda tetapi melainkan jiwa
atau raga manusia yang terancam peristiwa yang menjadi sebab kematian atau
kecelakaan dan kepentingan. Jiwa tidak dapat dinilai dengan uang, tetapi sejumlah
uang dapat dijadikan ukuran pembayaran santunan jika terjadi peristiwa yang
menjadi sebab kematian atau kecelakaan. Maka dalam asuransi jumlah,
kepentingan dinilai dengan uang karena akan menentukan jumlah yang
diasuransikan dalam bentuk premi yang harus dibayar oleh tertanggung dan
berapa ganti kerugian yang harus dibayar penanggung jika terjadi kematian atau
kecelakaan.72
Penetapan sejumlah uang sebagai santunan hanya tujuan praktis yaitu
memudahkan perhitungan pembayaran santunan yang jumlahnya sudah ditetapkan
dalam perjanjian atau Undang-Undang.
b. Klasifikasi berdasarkan sumber perikatan73
1) Asuransi Sukarela
Asuransi sukarela adalah suatu perjanjian asuransi yang terjadinya
didasarkan kehendak bebas dari pihak-pihak yang mengadakannya. Hal ini berarti
timbulnya perjanjian tidak ada paksaan dari luar.
2) Asuransi Wajib Asuransi
72 Prihantoro, Aneka Produk Asuransi dan Karakteristik, Kanisius, Yogyakarta, 2014, hal. 6 73 Abbas Salim, Dasar-Dasar Asuransi, PT. Raja Grafindo, Jakarta, 1995, hal. 69
Universitas Sumatera Utara
39
Wajib merupakan jenis asuransi yang terbentuk oleh suatu ketentuan
perundang-undangan. Juga terdapat sanksi apabila asuransi yang dimaksud tidak
dilaksanakan. Dengan demikian Asuransi Sosial Tenaga Kerja termasuk dalam
asuransi sosial yang bersifat wajib karena diatur dalam UU Jamsostek.
Dalam asuransi minimal terdapat 2 orang, yaitu penanggung dan
tertanggung. Penanggung adalah pihak yang menanggung beban resiko sebagai
imbalan premi yang diterimanya dari tertanggung. Maka penanggung
berkewajiban mengganti kerugian. Dalam asuransi jiwa, jika evenemen matinya
tertanggung, maka penanggung wajib membayar santunan, atau jika berakhirnya
jangka waktu asuransi tanpa terjadi evenemen maka penanggung wajib membayar
sejumlah uang pengembalian kepada tertanggung.74
Penanggung adalah perusahaan asuransi jiwa yang memberikan jasa dalam
penanggulan risiko yang dikaitkan dengan hidup atau matinya seseorang yang
diasuransikan. Perusahaan asuransi jiwa merupakan badan hukum milik negara
atau milik swasta.
Selain 2 pihak tersebut, terdapat pihak ketiga yaitu disebut penikmat.
Penikmat itu dapat berupa orang yang ditunjuk oleh tertanggung atau ahli waris
tertanggung. Munculnya penikmat ini terjadi evenemen meninggalnya
tertanggung. Penikmat tidak bertanggung jawab atas premi tetapi ia memperoleh
manfaat. Artinya asuransi dilaksanakan untuk kepentingan tetapi tidak atas
tanggung jawabnya.
74 Ibid, hal. 70
Universitas Sumatera Utara
40
Evenemen atau peristiwa tidak pasti yang diadopsi dari bahasa Belanda
yang mempunyai arti peristiwa terhadap dimana asuransi itu diadakan tidak dapat
dipastikan terjadi dan tidak diharapkan akan terjadi. Walaupun peristiwa itu sudah
pasti terjadi misalnya matinya seseorang, saat terjadinya itu pun tidak dapat
diketahui atau dipastikan. Jika sulit meramalkan terjadinya peristiwa. Jika
peristiwa itu sudah diketahui sebelumnya bahwa itu pasti terjadi atau sudah
diketahui saat terjadinya, tidak akan ada artinya dalam asuransi.75
Pasal 290 KUHD menyebutkan bahwa, yang dimaksud dengan asuransi
kebakaran adalah pertanggungan yang menjamin kerugian atau kerusakan atas
harta benda (harta tetap dan harta bergerak) yang disebabkan kebakaran yang
terjadi karena api sendiri atau api dari luar karena udara jelek, kurang hati – hati,
kesalahan atau perbuatan tidak pantas dari pelayanan tertanggung, tetangga,
musuh, perampok, dan apa saja, dan dengan cara bagaimana pun sebab timbulnya
kebakaran.
Ada tiga jenis asuransi kebakaran berdasarkan sudut pandang benda
pertanggungan asuransi kebakaran, yaitu asuransi kebakaran terhadap:
1. Gedung atau bangunan
2. Barang dagangan yang ada didalamnya dan
3. Gedung atau bangunan dan barang dagangan yang ada didalamnya.
Asuransi kebakaran juga dapat dibedakan dari sudut penyebabnya yaitu:76
1. Petir, api sendiri, kurang hati-hati dan kecelakaan lain-lain
75 Hendy Dwipta, dkk, Evaluasi Pengendalian Intern Terhadap Sistem dan Prosedur
Pengajuan Pembayaran Klaim Asuransi Kebakaran, Jurnal Administrasi Bisnis, 2014, Vol. 14
hal. 2 76 Ibid, hal. 4
Universitas Sumatera Utara
41
2. Kesalahan atau itikad jahat dari pelayan sendiri, tetangga, musuh, perampok,
dan lain-lain
3. Sebab-sebab lain dengan nama apa saja dengan cara bagaimanapun
kebakaran itu telah terjadi, disengaja atau tidak, biasa atau pun luar biasa
dengan tiada kecuali.
Proses klaim sering terjadi perselisihan antara penutup asuransi dengan
penanggung, khususnya mengenai penentuan besarnya kerugian yang akan
mendapatkan ganti rugi dari penanggung. Hal ini tidak akan terjadi apabila sejak
awal kedua belah pihak telah memahami macam – macam risiko dalam asuransi
kebakaran. Adapun macam – macam risiko dalam asuransi kebakaran adalah
sebagai berikut:
Dalam bisnis asuransi, polis kebakaran menanggung kerugian atau
kerusakan atas harta benda yang ditanggung yang disebabkan oleh risiko – risiko
pokok seperti :77
a. Kebakaran yang berasal dari harta benda yang ditanggung (api sendiri) atau
api yang berasal dari luar, kesalahan pelayan sendiri, tetangga, musuh,
perampok dan apa saja dan dengan cara bagaimana pun penyebab timbulnya
kebakaran asalkan tidak diketahui terlebih dahulu;
b. Peledakan ketel uap, ketel gas, obat mesin, dan segala macam peledakan
kecuali oleh tenaga nuklir;
c. Sambaran petir dan semacam, walaupun tidak menimbulkan kebakaran akan
tetapi menimbulkan kerusakan atau kerugian;
d. Kejatuhan pesawat udara yaitu benturan fisik antara pesawat udara dan atau
benda yang jatuh dari pesawat udara, dengan harta benda atau dengan
bangunan yang berisi harta benda yang ditanggung sekali pun tidak
menimbulkan kebakaran, tetapi menimbulkan kerugian atau kerusakan
77 Abdulkadir Muhammad, Hukum Asuransi Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung,
1999, hal. 50
Universitas Sumatera Utara
42
Termasuk didalamnya risiko pokok, kerusakan atau perusakan yang terjadi
atau dilakukan karena penggunaan alat-alat pemadam kebakaran selama
berlangsung kebakaran, termasuk menjadi busuk atau berkurangnya nilai harta
benda yang ditanggung yang disebabkan oleh air atau alat-alat lain yang
digunakan untuk memadamkan kebakaran, juga termasuk kehilangan suatu harta
benda yang ditanggung selama dilakukan pemadam kebakaran Tetapi
penanggung bebas dari membayar ganti rugi bila ia dapat membuktikan bahwa
kebakaran disengaja oleh tertanggung atau ditimbulkan oleh kesalahan atau
kelalaian yang dapat diketahui oleh tertanggung.
Perusahaan tidak akan menanggung kerugian atau kerusakan harta benda
yang diasuransikan yang disebabkan oleh kebakaran yang terjadi karena:78
a. Gempa bumi dan letusan gunung berapi;
b. Pemogokan, kerusakan, kegaduhan sipil, perbuatan jahat;
c. Peperangan atau akibat dari peperangan atau pemberontakan bersenjata
d. Reaksi inti atom dan energi nuklir
e. Pembawaan sendiri harta benda, misalnya dapat terjadi sendiri apabila udar
panas, juga dikecualikan karena cacat sendiri atau kebusukan atau kratan
harta benda yang diasuransikan, kecuali kerugian atau kerusakan yang
diakibatkan oleh air atau alat – alat yang digunakan untuk memadamkan
kebakaran.
Dengan membayar tambahan premi, dapat ditutup perluasan tangguhan
untuk risiko – risiko yang dikecualikan dan risiko lain yang tidak termasuk dalam
risiko pokok seperti79
1. Pemogokan, kerusakan, kegaduhan sipil, akibat perbuatan jahat, tabrakan
kendaraan yang disebabkan oleh asap
78 Radiks Purba, Memahami Asuransi Indonesia, CV Teruna Frafica, Jakarta Pusat, 1995,
hal. 46 79 Man Suparman Sastrawidjaja, Aspek-Aspek Hukum Asuransi dan Surat Berhagra,
Alumni, Bandung, 2010, hal. 29
Universitas Sumatera Utara
43
2. Gempa bumi dan letusan gunung berapi
3. Angin topan, badai, banjir, tanah longsor
4. Terbakar sendiri atau terbakar karena arus pendek dan sebagainya.
Ada berbagai macam polis dalam asuransi kebakaran. Setiap polis
memiliki karakteristik tersendiri. Macam-macam polis dalam asuransi
kebakaran.80
1. Polis dasar kebakaran
Polis dasar menjamin risiko–risiko pokok yang terdiri atas kebakaran,
peledakan, sambaran petir dan kejatuhan pesawat udara. Selanjutnya polis dasar
diperluas pemakaiannya menjadi berbagai macam polis kebakaran berdasarkan
objek pertanggungan, cara pembayaran premi, penilaian harga pertanggunggan
dan sebagainya.
Berdasarkan objek pertanggungan, polis dibedakan menjadi polis
kebakaran dalam bidang industri dan polis kebakaran bidang non industri.
Disamping dua jenis polis tersebut ada jenis lain seperti polis perhitungan
kembali, polis mengambang, polis penilaian dan polis pemulihan nilai.
a. Polis kebakaran industri
Polis ini menanggung kerugian atau kerusakan yang diakibatkan oleh
risiko-risiko pokok atas bangunan industri, perlengkapan dan peralatan, bahan
baku, bahan pembantu dan lain sebagainya. Kerusakan mesin bukan diakibatkan
oleh risiko – risiko pokok tidak ditanggung oleh polis ini. Untuk kerusakan mesin
ditutup oleh asuransi sendiri di bawah Machinery Breakdown (M.B) Insurance,
80 Hermawan Darmawi, Manajemen Asuransi, Bumi Aksara, Jakarta, 2010, hal. 32
Universitas Sumatera Utara
44
yaitu asuransi atas kerugian atau kerusakan mesin yang disebabkan oleh peristiwa
yang tidak diduga selama masa pertanggungan. Risiko – risiko yang ditanggung
dalam M.B Insurance adalah kerugian atau kerusakan yang diakibatkan oleh:81
1. Benturan, kemasukan benda dalam mesin atau kejatuhan
2. Kurang hati – hati, kelalaian, tidak ada atau kekurangan tenaga ahli
3. Arus pendek atau sebab – sebab dari sistem listrik
4. Peledakan fisik
5. Perancangan yang salah atau kesalahan waktu memasang dan
6. Perbuatan jahat orang lain
b. Polis kebakaran non industri
Polis ini menangung kerugian atau kerusakan yang diakibatkan oleh risiko
– risiko pokok atas berbagai kepentingan, yang terdiri harta tetap yaitu harta yang
tidak bisa dipindahkan, dan harta bergerak yaitu harta yang yang dapat
dipindahkan. Harta tetap terdiri atas bangunan perbelanjaan, toko, gedung
sekolah, rumah, hotel, salon kecantikan, kios, restoran dan lain sebagainya yang
tidak dapat dipindahkan. Sedangkan harta bergerak terdiri atas barang kelontong,
barang pangan, sandang, peralatan dan perlengkapan, perabotan rumah tangga
dan lain – lain.82
c. Polis perhitungan kembali
Polis ini merupakan polis deklarasi yang digunakan untuk menanggung
risiko dalam perkebunan, pabrik gula, gudang umum dan gudang swasta, toko,
81 Gunanto, Asuransi Kebakaran di Indonesia, Logos Wacana Ilmu, Jakarta, 2013, hal. 84 82 Budi Arjono, Menghadirkan Komisi Penjamin Polis. Media Asuransi, No.215, Tahun
XXIX, 2008, hal. 64
Universitas Sumatera Utara
45
pusat perbelanjaan dan sebagainya. Nilai objek pertanggungan dalam polis ini
selalu berubah-ubah.
Nilai perkebunan yang berada dalam gedung perkebunan selalu berubah
karena ada yang dikeluarkan dari gudang dan ada yang dimasukkan kedalam
gudang, sehingga nilai barang yang ada didalam gudang pun selalu berubah.
Menurut ketentuan polis ini, premi dibayar terlebih dahulu sebagai uang muka.
Biasanya 75% dari premi satu tahun yang diperkirakan. Kemudian setiap bulan
tertanggung memberitahukan secara tertulis kepada penanggung atas besarnya
resiko yang ditanggung. Deklarasi disampaikan selambat – lambatnya 30 hari
setelah berakhir bulan bersangkutan. Berdasarkan deklarasi tersebut, dihitung
premi sebenarnya setiap bulan. Setelah satu tahun berlalu dijumlah premi yang
sebenarnya dari 12 deklarasi, kemudian dihitungkan uang muka premi. Apabila
lebih maka kelebihannya dikembalikan oleh penanggung, dan apabila kurang,
kurangannya dibayar oleh tertanggung.
Apabila mengalami kerugian atau kerusakan selama polis berlaku yang
diakibatkan oleh risiko yang ditanggung oleh polis, maka tertanggung
mengajukan klaim kepada penanggung. Besarnya ganti rugi maksimal sebesar
risiko yang ditanggung sebagaimana tercantum dalam deklarasi yang dibuat oleh
tertanggung.
d. Polis mengambang
Polis mengambang adalah polis yang menutup suatu jumlah
pertanggungan dari objek pertanggungan yang berada didalam lebih dari satu
bangunan, misalnya barang – barang yang ditanggung berada didalam lebih dari
Universitas Sumatera Utara
46
satu gudang dalam satu kota. Apabila bangunan tersebut berdampingan atau
berdekatan sehingga dianggap sebagai suatu resiko dan digunakan sendiri oleh
tertanggung, maka preminya lebih rendah dari objek pertanggungan yang berada
didalam bangunan yang tersebar dalam satu kota.83
Polis mengambang biasanya tidak digunakan untuk menanggung risiko
yang tersebar atau berada dalam lebih dari satu kota. Namun asalkan dibayarkan
tambahan premi, polis mengambang dapat juga digunakan ntuk menanggung
resiko yang tersebar tersebut.
e. Polis penilaian
Polis penilaian merupakan polis yang harga pertanggungannya ditentukan
berdasarkan penilaian yang disetujui oleh penanggung dan tertanggung, dengan
berpedoman pada harga jual atau harga pasar objek pertanggungan. Jika terdapat
kesulitan dalam memperoleh harga jual atau harga pasar, maka harga harus
ditaksir oleh para ahli taksir harga. Harga yang disetujui bersama dianggap
sebagai harga yang sebenarnya.
f. Polis tanpa penilaian
Polis tanpa penilaian merupakan polis yang harga pertanggungannya
ditentukan berdasarkan harga pembelian atau harga pembangunan dikurangi
dengan penyusutan yang wajar. Untuk barang- barang yang dibeli dan dapat
dipakai selama beberapa tahun atau dapat digunakan berulang-ulang seperti
peralatan dan perlengkapan, peralatan rumah tangga, harga pertanggungannya
ditentukan berdasarkan harga pembelian dikurangi dengan penyusutan yang
83 Ibid,hal.65
Universitas Sumatera Utara
47
wajar. Sedangkan harga tetap, harta pertanggungan ditentukan berdasarkan biaya
pembangunan dikurangi dengan penyusutan yang wajar sesuai dengan usia harta
tetap tersebut.84
g. Polis pemulihan nilai
Polis ini menanggung gedung dan bangunan beserta isinya. Yang
dimaksud dengan isi dalam hai ini adalah perlengkapan dan peralatan gedung atau
bangunan itu. Apabila gedung atau bangunan mengalami kerusakan yang
disebabkan oleh risiko yang ditanggung oleh polis, maka besarnya ganti rugi
yang akan dibayar oleh penanggung ditentukan berdasarkan biaya pemulihan
kembali gedung atau bangunan sejenis di tempat yang sama, namun tidak lebih
baik atau tidak lebih luas dari gedung atau bangunan yang diasuransikan.
h. Syarat – syarat polis standar
Apabila risgiko yang ditanggung, risiko yang dikecualikan dan syarat –
syarat polis telah dibakukan, maka polis asuranasi yang demikian merupakan polis
standar. Penanggung manapun yang menggunakan polis standar itu dalam
penutupan asuransi, tidak berwenang mengubah syarat – syarat standar tersebut,
bahkan wajib memenuhinya. Biasanya yang menyusun syarat standar adalah
suatu dewan atau yang dibentuk oleh para penanggung sebagai wadah persatuan
asuransi di Indonesia.
Untuk menentukan premi asuransi kebakaran harga tetap, faktor – faktor
yang digunakan adalah: kelas konstruksi bangunan, penggunanya, lokasi objek
pertanggungan dan harga pertanggungan berpedoman pada faktor – faktor
84 Ibid,hal. 66
Universitas Sumatera Utara
48
tersebut, ditentuka tarif dasar untuk jangka waktu satu tahun terhadap risiko
pokok asuransi kebakaran85
Untuk harta bergerak, premi dasar ditentukan berdasarkan macam, sifat –
sifat, mudah tidaknya terbakar atau rusak dan harta pertanggungan dari objek
yang bersangkutan. Selanjutnya premi dasar ditambah premi tambahan dan
dikurangkan reduksi premi bila pada objek pertanggungan itu tersedia peralatan
pencegahan kebakaran.
2. Pembayaran premi asuransi
Untuk menghitung besarnya premi satu tahun, tarif premi dasar dikalikan
dengan harga pertanggungan
3. Pembayaran premi asurasi
Premi dibayar oleh tertanggung ketika polis dikeluarkan oleh
penanggung. Dapat juga premi dibayar dua kali yaitu 70% dalam permulaan
semester I dan 0% dalam permulaan semester II, total menjadi 110% dari premi
setahun
4. Tarif premi asuransi jangka pendek
Berikut ini disajikan ketentuan tarif premi asuransi jangka
pendek.Ketentuan berikut ini berlaku untuk tarif premi jangka pendek asuransi
kebakaran, kecuali bila dibuat ketentuan yang berlawanan yang disetujui bersama
oleh penannggung dan tertanggung.86
85 Ahmad Wiyano, Asuransi Umum dalam Praktik, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2010,
hal. 74 86 Abdul Muis, Hukum Asuransi dan Bentuk-Bentuk Perasuransian, Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara, Medan, 2005,hal.54
Universitas Sumatera Utara
49
Tabel 1
Tarif Premi Asuransi jangka Pendek
Jangka waktu % dari tarif
tahunan
Jangka waktu % dari tarif
tahunan
3 hari 5% 5 bulan 60%
10 hari 10% 6 bulan 70%
1 bulan 20% 7 bulan 75%
1,5 bulan 25% 8 bulan 80%
2 bulan 30% 9 bulan 85%
3 bulan 40% 10 bulan 90%
4 bulan 50% Di atas 11 bulan 95%
Ada 8 prinsip dalam asuransi kebakaran yaitu:87
1. Interest at Time of Loss
Pada waktu terjadi kebakaran yang berkepentingan harus ada waktu
terjadinya kebakaran tersebut, berarti si pembeli asuransi dapat membuktikan
terjadinya kerugian waktu kebakaran tersebut. Ini yang disebut deng interest at
timeof loss. Contoh : pada bulan januari 2010 si A memiliki barang yaitu berupa
peti sebanyak 80 buah dalam gudang. Dan pada bulan Maret si A memiliki 85
peti dalam gudangnya. Dan pada akhir bulan Maret gudang tersebut terbakar dan
semua peti juga terbakar, menurut doktrin interest at time of loss, si A bisa
mendapatkan ganti rugi, andaikata si A dapat membuktikan bahwa ia memiliki
kepentingan (interest) terhadap tambahan atas lima pet tersebut.
2. Subrogation
Dalam asuransi kebakaran kita temui apa yang disebut subrogation
(pemindahan hak). Artinya bilamana terjadi kebakaran karena kesalahan orang
lain atau pihak ketiga, maka kerugian yang terjadi dapat digeserkan pada pihak
87 Suryanto Achmad, Asuransi dalam Perspektif Hukum, ANDI, Yogyakarta, 2010, hal.
65
Universitas Sumatera Utara
50
ketiga. Contoh: A mempertanggungkan rumahnya kepada perusahaan asuransi
kebakaran X. misalnya rumah si A habis terbakar, dan sebabnya ialah karena
perbuatan si B. Perusahaan asuransi X akan mengganti kerugian pada si A, tetapi
disamping itu perusahaan X minta ganti kerugian kepada B ( melalui proses
pengadilan). Cara ini yang disebut sebagai subrogation A Perusahaan Asuransi
X B.
3. Limitation Upon Lost and Payment
Dalam asuransi kebakaran terdapat pembatasan dalam penggantian
kerugian. Ini yang disebut limitation upon lost and payment. Pembatasan dalam
penggantian pertanggungan dapat digolongkan sebagai berikut:88
1. Actual cash value of property yaitu penggantiannya yang diberikan kepada
seseorang berdasarkan atas nilai sesungguhnya atas kerugian aktual yang
terjadi pada milik seseorang. Perusahaan asuransi hanya akan mengganti
nilai tunai (value), meskipun harga sesungguhnya jauh lebih besar dari pada
kerugian yang sebenarnya dipertanggungkan. Contoh : si Ahmad
mempertanggungkan rumahnya sebesar Rp.5.000.000,00. Dan ketika rumah
tersebut mengalami kebakaran bila diadakan penilaian kerugian actual
nilainya hanya sebesar Rp.1.500.000,00 (hanya terbakar sebagian). Maka
perusahaan asuransi akan mengganti kerugian pada bagian yang rusak saja,
yaitu Rp.1.500.000,00. Jadi tidak perusahaan asuransi tidak membayar
seluruh jumlah yang diasuransikan.
88 Tuti Rastuti, Aspek Hukum Perjanjian Asuransi, Pustaka Yustisia, Yogyakarta,
2011,hal. 44
Universitas Sumatera Utara
51
2. Cost of Repair/Replacement Cost. Terhadap hak milik yang terbakar dapat
diadaka perbaikan atau penggantian pada bagian yang rusak. Perbaikan pada
bagian yang rusak dinamakan cost of repair. Sebagai contoh si X mempunyai
sepuluh buah rumah yang diasuransikan.
Salah satu dari rumah yang diasuransikan ternyata mengalami kebakaran,
dan kerusakan hanya pada gudang bagian belakang rumah. Maka perusahaan
asuransi akan memperbaiki kerusakan tersebut dan biaya perbaikan
ditanggung oleh perusahaan asuransi yang bersangkutan.
3. Endorsement
Dalam kontrak asuransi kebakaran atas perjanjian yang telah dibuat bisa
diadakan perubahan dalam isi polis asuransi tersebut. Hal ini yang dinamakan
endorsements. Jadi pada polis asuransi dengan adanya endorsement dapat
memperluas atau mempercepat jaminan dalam perjanjian tersebut. Biasanya
endorsement terjadi setelah suatu kontrak dibuat, sebagai contoh dalam polis
asuransi terjadi kesalahan tentang lokasi rumah, salah menyebutkannya. Serta
bahaya apa saja yang dijamin. Hal diatas dapat diadakan perubahan yaitu dengan
jalan endorsement.
4. The Extended Coverage Endorsements
Yang dimaksud dengan extended coverage endorsements adalah apabila
akan mengadakan perluasan jaminan dalam pertanggungan itu. Misalnya pada
asuransi kebakaran dalam kontrak dijelaskan bahwa kerugian yang akan diganti
ialah yang disebabkan oleh kebakaran. Kemudian kita ingin mengubah perjanjian
tesebut, kerugian yang dijamin atas hak milik bukan disebabkan oleh kebakaran
Universitas Sumatera Utara
52
saja, tetapi juga karena faktor lain seperti gempa bumi, peledakan dan
sebagainya. Hal ini bisa kita lakukan dengan extended coverage endorsements
(memperluas jaminan dalam polis asuransi)
5. The Coinsurance Clause
Dalam asuransi kebakaran kita mengenal apa yang disebut coinsurance
clause.
Tujuan dari coinsurance clause ialah agar dalam pertanggungan
tersebut:89
1. Risiko kerugian yang terjadi karena kebakaran ditanggung secara bersama,
yaitu oleh perusahaan asuransi dan pembeli asuransi. Sebagai contoh si A
yang dipertanggungkan terbakar, sebagai kerugian dibebankan kepada si
pembeli asuransi (si A) misalnya 20%, sedangkan perusahaan asuransi akan
menanggung sisanya 80%.
2. Pembayaran premi yang adil. Dalam pertanggungan yang besar pembayaran
premi juga akan tinggi, sedangkan pada pertanggungan yang kecil jumlah
premi yang dibayar juga rendah. Untuk asuransi kebakaran, coinsurance
clause penting, mengingat unsur keadilan. Hal ini berguna untuk
menghindarkan agar jangan terjadi seseorang yang membayar premi rendah
mendapat ganti kerugian sama dengan seorang yang membayar atau
mempertanggungkan dengan premi yang tinggi.
Pada umumnya jika terjadi kebakaran, kerusakan yang timbul jarang
terjadi seratus persen. Untuk itu perlu diadakan suatu clausul yang menyebutkan
89 Djojosoedarso Soeisno, Prinsip-Prinsip Manajemen Risiko dan Asuransi, Salemba
Empat, Jakarta, 2003,hal. 74
Universitas Sumatera Utara
53
jumlah maksimum yang akan diganti jika terjadi kerugian yang tidak dikehendaki
itu. Caranya bisa menggunakan coinsurance clause.
6. Operation of Coinsurance
Bila terjadi kebakaran, baru timbul tuntutan ganti kerugian (claim) yaitu
perhitungan untuk penggantian kerugian. Kerusakan sebenarnya jarang terjadi
100% yang berarti kerugian yang timbul betul – betul mengakibatkan seluruh
pertanggungan akan diganti. Oleh karena itu untuk mengadakan perhitungan
berapa besarnya tuntutan ganti rugi dari pemegang polis, perlu diadakan
penyelesaian dengan jalan claim.
7. Prorata Distribution Clause
Prorate clause dipakai pada blanked dan floating contract. Tujuannya
agar dengan membayar premi tersebut, memberi gambaran yang seadil – adilnya
dalam penggantian kerugian. Sebagai contoh : lima buah gedung pabrik
mempunyai nilai sebesar Rp.10.000.000,00. Gedung pabrik diasuransikan sebesar
Rp. 2.000.000,00 pada PT Asuransi Kerugian. Dan tiga bulan berikutnya salh
satu gedung terbakar dan menderita kerugian sebesar Rp.1.000.000,00.
Perusahaan akan mengganti kerugian sebesar 2/10 dari Rp.2.000.000,00 =
Rp.4.000.000,00 (under insured). Supaya adil dalam penggantian kerugian
tersebut, lebih baik diadakan coinsurance clause.
B. Standar Polis Asuransi Kebakaran Indonesia
Polis asuransi kebakaran adalah sebuah perjanjian secara tertulis dalam
suatu akta antara nasabah (pihak tertanggung) dengan perusahaan asuransi
(penanggung), yang menanggung segala kerusakan serta kerugian atas harta tetap
Universitas Sumatera Utara
54
maupun bergerak yang rusak akibat bencana kebakaran baik secara sengaja
maupun tidak sengaja.
Polis asuransi kebakaran menanggung kerugian akibat kebakaran yang
disebabkan oleh sambaran petir, api yang muncul tanpa sengaja dari dalam
bangunan maupun dari luar bangunan, ledakan, kejatuhan pesawat terbang, serta
kerusakan akibat asap kebakaran. Namun, polis dasar asuransi ini terbagi menjadi
dua menurut objek yang ditanggung, yakni:90
1. Asuransi kebakaran non-industri. Polis ini menanggung semua kerusakan
yang menimpa harta benda non-industri seperti rumah tinggal, baik itu
harta bergerak maupun tidak.
2. Asuransi kebakaran industri. Umumnya pertanggungan yang diberikan
polis asuransi kebakaran jenis ini dikhususkan untuk harta benda industri
yang rusak akibat ledakan fisik, korsleting, kelalaian atau tindakan kurang
berhati-hati, kesalahan dalam perancang mesin, perbuatan kriminal, dan
benturan keras pada mesin.
Menyatakan bahwa tertanggung yang disebutkan dalam Ikhtisar polis
asuransi kebakaran pada dasarnya telah mengajukan kepada Penanggung suatu
permohonan tertulis yang dilengkapi dengan keterangan tertulis lainnya yang
menjadi dasar dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Polis asuransi
kebakaran tersebut. Syarat untuk menjadi tertanggung asuransi kebakaran adalah
bahwa tertanggung telah membayar premi kepada Penanggung sebagaimana
disebutkan dalam Polis asuransi kebakaran, dan tunduk pada syarat-syarat,
90 Supriatna, Keuntungan Asuransi, Refika Aditama, Jakarta, 2013, hal. 53
Universitas Sumatera Utara
55
pengecualian-pengecualian dan ketentuan-ketentuan yang terkandung di dalam
polis asuransi kebakaran tersebut. Penanggung akan membayar ganti rugi kepada
Tertanggung sesuai dengan cara dan ketentuan-ketentuan dalam polis asuransi
kebakaran terhadap kerugian yang disebabkan oleh risiko-risiko yang dijamin dan
ditegaskan dalam syarat serta kondisi yang tertulis dalam polis asuransi
kebakaran. Polis asuransi kebakaran menjamin kerugian atau kerusakan pada
harta benda dan atau kepentingan yang dipertanggungkan yang secara langsung
disebabkan oleh :91
1. Kebakaran yang disebabkan oleh kekurang hati-hatian atau kesalahan
Tertanggung atau pihak lain, ataupun karena sebab kebakaran lain sepanjang
tidak dikecualikan dalam Polis asuransi kebakaran.
2. Kebakaran yang diakibatkan oleh :
a. menjalarnya api atau panas yang timbul sendiri atau karena sifat barang
itu sendiri;
b. hubungan arus pendek;
c. kebakaran yang terjadi karena kebakaran benda lain di sekitarnya dengan
ketentuan kebakaran benda lain tersebut bukan akibat dari risiko yang
dikecualikan dalam Polis asuransi kebakaran.
Polis asuransi kebakaran juga menanggung kerugian atau kerusakan
sebagai akibat dari air dan atau alat-alat lain yang dipergunakan untuk menahan
atau memadamkan kebakaran dan atau dimusnahkannya seluruh atau sebagian
91 Ibid, 54
Universitas Sumatera Utara
56
harta benda dan atau kepentingan yang dipertanggungkan atas perintah yang
berwenang dalam upaya pencegahan menjalarnya kebakaran.
3. Petir
Kerusakan yang secara langsung disebabkan oleh petir. Khusus untuk
mesin listrik, peralatan listrik atau elektronik dan instalasi listrik, kerugian atau
kerusakan dijamin oleh Polis ini apabila petir tersebut menimbulkan kebakaran
pada benda- benda dimaksud.
4. Ledakan yang berasal dari harta benda yang dipertanggungkan pada Polis
asuransi kebakaran ini atau Polis asuransi lain yang berjalan serangkai dengan
Polis asuransi kebakaran untuk kepentingan tertanggung yang sama.
Pengertian ledakan dalam Polis asuransi kebakaran Indonesia ini adalah
setiap pelepasan tenaga secara tiba-tiba yang disebabkan meledaknya suatu bejana
(ketel uap, pipa dan sebagainya) dapat dianggap ledakan jika dinding bejana itu
robek terbuka sedemikian rupa sehingga terjadi keseimbangan tekanan secara
tiba-tiba di dalam maupun di luar bejana. Jika ledakan itu terjadi di dalam bejana
sebagai akibat reaksi kimia, setiap kerugian pada bejana tersebut dapat diberikan
ganti rugi sekalipun dinding bejana tidak robek terbuka. 92
Kerugian yang disebabkan oleh rendahnya tekanan di dalam bejana tidak
dijamin oleh Polis. Kerugian pada mesin pembakar yang diakibatkan oleh
ledakan di dalam ruang pembakaran atau ledakan pada bagian tombol saklar
listrik akibat timbulnya tekanan gas, tidak dijamin. Dengan syarat apabila
terhadap risiko ledakan ditutup juga pertanggungan dengan Polis jenis lain yang
92 Hadi Setiadi Tunggal, Dasar-dasar Asuransi, Harvarinda, Jakarta, 2015, hal.33
Universitas Sumatera Utara
57
khusus untuk itu, Penanggung hanya menanggung sisa kerugian dari jumlah yang
seharusnya dapat dibayarkan oleh polis jenis lain tersebut apabila polis ini
dianggap seolah-olah tidak ada.
5. Kejatuhan Pesawat Terbang
Kejatuhan pesawat terbang yang dijamin dalam polis ini adalah benturan
fisik antara pesawat terbang termasuk helikopter atau segala sesuatu yang jatuh
dari padanya dengan harta benda dan atau kepentingan yang dipertanggungkan
atau dengan bangunan yang berisikan harta benda dan atau kepentingan yang
dipertanggungkan.
6. Asap yang berasal dari kebakaran harta benda yang dipertanggungkan pada
Polis asuransi kebakaran atau Polis asuransi lain yang berjalan serangkai
dengan Polis ini untuk kepentingan Tertanggung yang sama.
Polis ini tidak menjamin kerugian atau kerusakan pada harta benda dan
atau kepentingan yang dipertanggungkan yang secara langsung atau tidak
langsung disebabkan oleh atau akibat dari: 93
a. pencurian dan atau kehilangan pada saat dan setelah terjadinya peristiwa
yang dijamin Polis asuransi kebakaran
b. kesengajaan Tertanggung, wakil Tertanggung atau pihak lain atas perintah
Tertanggung;
c. kesengajaan pihak lain dengan sepengetahuan Tertanggung, kecuali dapat
dibuktikan bahwa hal tersebut terjadi di luar kendali Tertanggung;
93 Muhammad Ridwan, Polis Asuransi, Gramedia, Jakarta, 2010, hal. 79
Universitas Sumatera Utara
58
d. kesalahan atau kelalaian yang disengaja oleh Tertanggung atau wakil
Tertanggung.
e. kebakaran hutan, semak, alang-alang atau gambut;
f. segala macam bahan peledak;
g. reaksi nuklir termasuk tetapi tidak terbatas pada radiasi nuklir, ionisasi, fusi,
fisi atau pencemaran radio-aktif, tanpa memandang apakah itu terjadi di
dalam atau di luar bangunan dimana disimpan harta benda dan atau
kepentingan yang dipertanggungkan;
h. gempa bumi, letusan gunung berapi atau tsunami; segala macam bentuk
gangguan usaha.
Standar Polis asuransi kebakaran tidak menjamin kerugian atau kerusakan
pada harta benda dan atau kepentingan yang dipertanggungkan yang secara
langsung atau tidak langsung disebabkan oleh, timbul dari, atau akibat dari
risiko-risiko dan atau biaya berikut, kecuali jika secara tegas dijamin dengan
perluasan jaminan khusus untuk itu. 94
Kerusuhan,pemogokan, penghalangan bekerja, perbuatan jahat, Huru-
hara, Pembangkitan Rakyat, Pengambilalihan Kekuasaan, Revolusi,
Pemberontakan, Kekuatan Militer, Invasi, Perang Saudara, Perang dan
Permusuhan, Makar, Terorisme, Sabotase atau Penjarahan; Dalam suatu tuntutan,
gugatan atau perkara lainnya, di mana penanggung menyatakan bahwa suatu
kerugian secara langsung atau tidak langsung disebabkan oleh satu atau lebih
risiko-risiko yang dikecualikan di atas, maka merupakan kewajiban Tertanggung
94 Komang Ayu Devi, dkk, Upaya Hukum Terhadap Penolakan Klaim Asuransi Jiwa oleh
PT. Prudential Life Assurance, Jurnal Fakultas Hukum Universitas Udayana, Bali, hal.44
Universitas Sumatera Utara
59
untuk membuktikan sebaliknya, tertabrak kendaraan, asap industri, tanah longsor,
banjir, genangan air, angin topan atau badai, biaya pembersihan puing-puing.
Kecuali jika secara tegas dijamin dengan perluasan jaminan khusus untuk
itu, standar polis asuransi kebakaran Indonesia tidak menjamin kerugian atau
kerusakan pada harta benda yang merupakan penyebab dari : 95
1. Menjalarnya api atau panas yang
2. Timbul sendiri atau karena sifat barang itu sendiri;
3. Hubungan arus pendek yang terjadi pada suatu unit peralatan listrik atau
elektronik, kecuali yang digunakan untuk keperluan rumah tangga baik
menimbulkan kebakaran ataupun tidak.
Kecuali jika secara tegas dinyatakan sebagai harta benda dan atau
kepentingan yang dipertanggungkan dalam Ikhtisar Pertanggungan, Polis ini
tidak menjamin : 96
1. Barang-barang milik pihak lain yang disimpan dan atau dititipkan atas
percaya atau atas dasar komisi;
2. Kendaraan bermotor, kendaraan alat- alat berat, lokomotif, pesawat terbang,
kapal laut dan sejenisnya;
3. Logam mulia, perhiasan, batu permata atau batu mulia;
4. Barang antik atau barang seni;
5. Segala macam naskah, rencana, gambar atau desain, pola, model atau
tuangan dan cetakan;
95 Abdulkadir Muhammad, Pokok-Pokok Hukum Pertanggungan, Alumni, Bandung,
2010, hal. 63 96 Ibid, hal. 64
Universitas Sumatera Utara
60
6. Efek-efek, obligasi, saham atau segala macam surat berharga dan dokumen,
perangko, meterai dan pita cukai, uang kertas dan uang logam, cek, buku-
buku usaha dan catatan-catatan sistem komputer;
perangkat lunak komputer, kartu magnetis, chip;
7. Pondasi, bangunan di bawah tanah, pagar;
8. Pohon kayu, tanaman, hewan dan atau binatang;
9. Taman, tanah (termasuk lapisan atas, urugan, drainase atau gorong-gorong),
saluran air, jalan, landas pacu, jalur rel, bendungan, waduk, kanal,
pengeboran minyak, sumur, pipa dalam tanah, kabel dalam tanah, terowongan,
jembatan, galangan, tempat berlabuh, dermaga, harta benda pertambangan di
bawah tanah, harta benda di lepas pantai.
Definisi tentang Kerusuhan yang dimaksud dalam standar polis asuransi
kebakaran indonesia adalah tindakan suatu kelompok orang minimal sebanyak 12
(dua belas) orang yang dalam melaksanakan suatu tujuan bersama menimbulkan
suasana gangguan ketertiban umum dengan kegaduhan dan menggunakan
kekerasan serta pengrusakan harta benda orang lain, yang belum dianggap
sebagai suatu Huru-hara. 97 Pemogokan adalah tindakan pengrusakan yang
disengaja oleh sekelompok pekerja, minimal sebanyak 12 (dua belas) pekerja
atau separuh dari jumlah pekerja (dalam hal jumlah seluruh pekerja kurang dari
dua puluh empat orang), yang menolak bekerja sebagaimana biasanya dalam
usaha untuk memaksa majikan memenuhi tuntutan dari pekerja atau dalam
97 R.K Sembiring, Buku Materi Pokok Asuransi I, Modul I, Penerbit Karunika Jakarta
Universitas Terbuka, 1986, hal.55
Universitas Sumatera Utara
61
melakukan protes terhadap peraturan atau persyaratan kerja yang diberlakukan
oleh majikan.
Penghalangan Bekerja adalah tindakan pengrusakan yang sengaja
dilakukan oleh sekelompok pekerja, minimal sebanyak 12 (dua belas) pekerja
atau separuh dari jumlah pekerja (dalam hal jumlah seluruh pekerja kurang dari
dua puluh empat orang), akibat dari adanya pekerja yang diberhentikan atau
dihalangi bekerja oleh majikan.
Perbuatan Jahat adalah tindakan seseorang yang dengan sengaja merusak
harta benda orang lain karena dendam, dengki, amarah atau vandalisti kecuali
tindakan yang dilakukan oleh seseorang yang berada di bawah pengawasan atau
atas perintah Tertanggung atau yang mengawasi atau menguasai harta benda
tersebut, atau oleh pencuri/perampok/penjarah. Pencegahan adalah tindakan
pihak yang berwenang dalam usaha menghalangi, menghentikan atau mengurangi
dampak atau akibat dari terjadinya risiko-risiko yang dijamin.98
Huru-hara adalah keadaan di satu kota di mana sejumlah besar massa
secara bersama-sama atau dalam kelompok-kelompok kecil menimbulkan
suasana gangguan ketertiban dan keamanan masyarakat dengan kegaduhan dan
menggunakan kekerasan serta rentetan pengrusakan sejumlah besar harta benda,
sedemikian rupa sehingga timbul ketakutan umum, yang ditandai dengan
terhentinya lebih dari separuh kegiatan normal pusat perdagangan/pertokoan atau
perkantoran atau sekolah atau transportasi umum di kota tersebut selama
98 A.H.Ali, Bidang Usaha Asuransi, PT. Bumi Aksara, Jakarta, 2009, hal.23
Universitas Sumatera Utara
62
minimal 24 (duapuluh empat) jam secara terus-menerus yang dimulai sebelum,
selama atau setelah kejadian tersebut.99
Pembangkitan Rakyat adalah gerakan sebagian besar rakyat di Ibukota
Negara, atau di tiga atau lebih Ibukota Propinsi dalam kurun waktu 12 (duabelas)
hari, yang menuntut penggantian Pemerintah yang sah de jure atau de facto, atau
melakukan penolakan secara terbuka terhadap Pemerintah yang sah de jure atau
de facto, yang belum dianggap sebagai suatu Pemberontakan. Pengambilalihan
Kekuasaan adalah keadaan yang memperlihatkan bahwa Pemerintah yang sah de
jure atau de facto telah digulingkan dan digantikan oleh suatu kekuatan yang
memberlakukan dan atau memaksakan pemberlakuan peraturan- peraturan mereka
sendiri.
Revolusi adalah gerakan rakyat dengan kekerasan untuk melakukan
perubahan radikal terhadap sistem ketatanegaraan (pemerintahan atau keadaan
sosial) atau menggulingkan Pemerintah yang sah de jure atau de facto, yang
belum dianggap sebagai suatu Pemberontakan. Pemberontakan adalah tindakan
terorganisasi dari suatu kelompok orang yang melakukan pembangkangan dan
atau penentangan terhadap Pemerintah yang sah de jure atau de facto dengan
kekerasan yang menggunakan senjata api, yang dapat menimbulkan ancaman
terhadap kelangsungan Pemerintah yang sah de jure atau de facto.
Kekuatan Militer adalah kelompok angkatan bersenjata baik dalam
maupun luar negeri minimal sebanyak 30 (tiga puluh) orang yang menggunakan
kekerasan untuk menggulingkan Pemerintah yang sah de jure atau de facto atau
99 Djoko Prakoso dan I Ketut Murtika, Hukum Asuransi Indonesia, Bina Aksara, Jakarta,
2014, hal. 43
Universitas Sumatera Utara
63
menimbulkan suasana gangguan ketertiban dan keamanan umum. Invasi adalah
tindakan kekuatan militer suatu negara memasuki wilayah negara lain dengan
maksud menduduki atau menguasainya secara sementara atau tetap. Perang
Saudara adalah konflik bersenjata antar daerah atau antar faksi politik dalam batas
teritorial suatu negara dengan tujuan memperebutkan legitimasi kekuasaan.
Perang dan Permusuhan adalah konflik bersenjata secara luas (baik dengan
atau tanpa pernyataan perang) atau suasana perang antara dua negara atau lebih,
termasuk latihan perang suatu negara atau latihan perang gabungan antar negara.
Makar adalah tindakan seseorang yang bertindak atas nama atau sehubungan
dengan suatu organisasi atau sekelompok orang dengan kegiatan yang diarahkan
pada penggulingan dengan kekerasan Pemerintah yang sah de jure atau de facto
atau mempengaruhinya dengan Terorisme atau Sabotase atau kekerasan.
Terorisme adalah tindakan termasuk tetapi tidak terbatas pada penggunaan
pemaksaan atau kekerasan dan atau ancaman daripadanya, yang dilakukan oleh
orang atau kelompok orang-orang, apakah bertindak sendiri atau mengatas-
namakan atau berhubungan dengan organisasi atau pemerintah, dengan tujuan
politik, agama, ideologi atau tujuan sejenis termasuk maksud untuk
mempengaruhi pemerintahan dan atau membuat ketakutan publik.100
Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) Asuransi atau
pertanggungan adalah suatu perjanjian dimana seorang penanggung mengikatkan
dirinya kepada seseorang tertanggung dengan menerima suatu premi,101 dimana
disini penanggung adalah pihak yang sanggup menjamin serta menanggung pihak
100 H. Ali, Pengatur Asuransi, Bumi Aksara, Jakarta, 1999, hal.33 101 Sri Rejeki Hartono,Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi, Jakarta: Sinar Grafika,
1992, hal. 63
Universitas Sumatera Utara
64
lain yang akan mendapat suatu penggantian kerugian yang mungkin akan
dideritanya sebagai suatu peristiwa yang belum tentu terjadi, sedangkan
tertanggung adalah pihak yang akan menerima ganti kerugian dari suatu peristiwa
dan diwajibkan membayar sejumlah uang kepada penanggung. Perjanjian
asuransi diatur dalam 2 kodifikasi, yaitu dalam Kitab Undang-undang Hukum
Perdata (KUHPer) maupun dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang
(KUHD). Secara umum setiap perjanjian harus dilandasi dengan itikad baik dari
para pihak yang mengadakan perjanjian tersebut, seperti yang telah diatur dalam
pasal 1338 ayat (3) KUHPer dimana suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan
itikad baik. Maksud itikad baik dalam Pasal tersebut adalah keharusan untuk
melaksanakan suatu perjanjian secara pantas dan patut. Jadi hal ini lebih menitik
beratkan pada pelaksanaan suatu perjanjian, sesudah perjanjian itu dibuat secara
sah.102 Pasal 1338 ayat 3 KUH Perdata secara umum menentukan, bahwa segala
persetujuan harus dilakukan secara jujur. Berdasarkan Pasal 1321 KUH Perdata,
perjanjian menjadi tidak sah apabila kesepakatan terjadi karena adanya unsur-
unsur kekhilafan, paksaan, atau penipuan.103
Didalam perjanjian asuransi terdapat resiko. Resiko merupakan suatu
ketidakpastian yang tidak dapat dilepaskan dari kehidupan manusia dan tidak ada
seorang pun yang dapat bebas dari suatu resiko dan jika terjadi pasti menimbulkan
kerugian. Resiko dapat dikategorikan menjadi tiga bagian:104
1. Resiko yang berkaitan dengan manusia, seperti resiko kecelakaan, kematian,
sakit dan sebagainya.
102 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, PT.Intermasa, Jakarta, hal. 217-218
103 Andreane Hutagaol, Pertanggungjawaban Perseroan Terbatas Sebagai Debitur Atas
Pemberian Data Yang Tidak Benar Dalam Perjanjian Kredit Bank, Tesis, Program Studi Magister
Kenotariatan, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Diunduh dari
http://repositori.usu.ac.id, Medan, 2017, hal. 1 104 Zeinyta Azra Haroen, Analisis Proses Klaim Asuransi Kebakaran dengan
Menggunakan Metode Pure Indemnity dan Reinstatement Value Terhadap Objek Asuransi Berupa
Bangunan, jurnal Ilmiah Akuntansi dan Manajemen, Vol.15, No.1, Mei 2019, Hal 72
Universitas Sumatera Utara
65
2. Resiko yang berkaitan dengan harta benda (property), seperti resiko
perampokan, kebakaran, bencana alam dan sebagainya
3. Resiko yang berkaitan dengan tanggung jawab hukum, seperti perbuatan yang
dapat menimbulkan kerugian bagi pihak ketiga.
Dari uraian tersebut masuk kedalam resiko yang berkaitan dengan harta benda.
Dikaitkan Pasal 1338 Ayat (3) KUHPerdata tersebut, pelaksanaan dari isi
suatu perjanjian dibatasi oleh kepantasan dan kepatutan. Akan tetapi apabila
dalam pelaksanaan suatu perjanjian salah satu pihak tidak memenuhi ketentuan
dari Pasal tersebut dapat mengubah hak dan kewajiban pokok dari para pihak
yang telah disepakati dalam perjanjian. Di dalam perjanjian asuransi harus
dilandasi itikad baik juga tertera di dalam Pasal 251 KUHD yang merupakan
ketentuan khusus, yakni setiap keterangan yang keliru atau tidak benar, ataupun
setiap tidak memberitahukan hal-hal yang diketahui oleh si teranggung,
betapapun itikad baik ada padanya, yang demikian sifatnya, sehingga seandainya
si penanggung telah mengetahui keadaan yang sebenarnya, perjanjian itu tidak
akan ditutup atau tidak ditutup dengan syarat-syarat yang sama, mengakibatkan
batalnya pertangggungan. Jadi, maksud dari Pasal 251 KUHD tersebut adalah
bahwa pihaknya mempunyai kewajiban untuk memberikan keterangan yang
sebenar-benarnya, sejujur-jujurnya dan selengkap-lengkapnya mengenai keadaan
objek yang diasuransikan.105
Salah satu bentuk pelanggaran yang sering terjadi terhadap Prinsip Itikad
Baik adalah menyembunyikan fakta tentang kesehatan diri tertanggung dengan
cara menyampaikan informasi tidak benar atau palsu, maka pelanggaran tersebut
105 R. Purba, Memahami Asuransi di Indonesia,seri Umum, No.10, PT. Pusaka Binaman
Presindo,Jakarta, 1995, hal.59
Universitas Sumatera Utara
66
dapat menyebabkan batalnya pertangggungan. Pasal 251 KUHD tersebut
mengandung pengertian bahwa pihak tertanggung mempunyai kewajiban untuk
memberikan keterangan yang sebenar-benarnya, sejujur-jujurnya dan selengkap-
lengkapnya mengenai keadaan objek yang diasuransikan. Apabila tertanggung
memasukkan keterangan yang tidak benar/direkayasa sehingga data yang
dimasukkan ke dalam polis asuransi lebih besar nilainya dari data yang
sebenarnya terhadap objek asuransi yang dipertanggungkan maka penanggung
memiliki alasan hukum yang kuat untuk tidak melaksanakan kewsjibannya
memberikan pertanggungan kepada tertanggung, apabila terjadi resiko kebakarsn
terhadap objek asursnsi yang dipertanggungkan dengan dalil hukum tertanggung
tidak memiliki itikad baik dalam pelaksanaan perjanjian asuransi.106
Dalam pelaksanaan perjanjian asuransi kebakaran secara umum untuk
mendaftarkan diri sebagai calon tertanggung biasanya calon tertanggung berhak
memilih untuk datang langsung ke perusahaan atau melalui agen yang datang
kerumah (marketing) dan mendaftarkan diri dengan meminta Surat Permohonan
Asuransi Kebakaran (SPAK) disertai dengan fotocopy KTP sebagai bukti diri atau
untuk yang berumur kurang dari 18 tahun maka menyerahkan akta kelahiran.
Seperti halnya yang ditentukan dalam Syarat Umum Polis asuransi kebakaran
yang menyebutkan bahwa:
1. Mereka yang bermaksud mengadakan perjanjian asuransi kebakaran wajib
mengisi dan menandatangani formulir Surat Permohonan Asuransi kebakaran
106 Arsel Idjard dan Nico Ngani, Seri Hukum Dagang : I Profil Hukum Perasuransian di
Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 2015, hal. 64
Universitas Sumatera Utara
67
yang disediakan untuk keperluan itu dan kemudian mengirimkannya kepada
pihak perusahaan penanggung.
2. Surat Permintaan Asuransi kebakaran wajib diisi dengan lengkap dan benar
menjadi dasar perjanjian asuransi kebakaran antara perusahaan penanggung
dengan calon pemegang polis.107
Hal ini telah ditentukan dalam Ketentuan Umum Polis Asuransi
Kebakaran secara umum di perusahaan penanggung di Indonesia. Prinsip itikad
baik dalam pelaksanaan perjanjian asuransi kebakaran yang termuat dalam polis
asuransi kebakaran sesuai dengan ketentuan Pasal 251 KUH Dagang, yang
menyebutkan bahwa, “setiap keterangan yang keliru atau tidak benar, ataupun
setiap tidak memberitahukan hal-hal yang diketahui oleh si tertanggung,
betapapun itikad baik ada padanya, yang demikian sifatnya, sehingga seandainya
si penanggung telah mengetahui keadaan yang sebenarnya, perjanjian itu tidak
akan ditutup atau tidak ditutup dengan syarat-syarat yang sama, mengakibatkan
batalnya pertanggungan”.
Ketentuan Pasal 251 KUHD tersebut pada dasarnya hanya berlaku ketika
tertanggung memberikan data yang salah dan merugikan penanggung dalam hal
pelaksanaan nilai pertanggungan maupun premi asuransi yang dibayarkan. Dalam
kasus ini penanggung PT Asuransi Adira Dinamika tidak mengalami kerugian
atas kesalahan pemberian data yang diberikan tertanggung Samrida, karena nilai
pertanggungan maupun premi asuransi yang dibayarkan oleh tertanggung Samrida
tersebut telah sesuai dengan perhitungan dari penanggung terhadap data yang
107 Wawancara dengan Ibu Gerri Tiffany, Divis klaim tanggal 17 Juli 2019 jam 14:30
WIB
Universitas Sumatera Utara
68
diberikan tertanggung yang tidak sesuai dengan data kenyataan dari tanah dan
bangunan tersebut. Oleh karena itu penanggung PT Asuransi Adira Dinamika
tidak mengalami kerugian karena pemberian data yang tidak benar tersebut
disebabkan karena penanggung telah menghitung nilai pertanggungan maupun
premi asuransi yang diberikan oleh tertanggung Samrida berdasarkan data yang
tidak sesuai dengan data kenyataan tersebut.
C. Prosedur dan Tata Cara Pengajuan Klaim Resiko Kebakaran
Berdasarkan Standarisasi Polis Asuransi Kebakaran
Dalam permohonan klaim resiko kebakaran berdasarkan standarisasi polis
asuransi kebakaran yakni bahwa pemohon klaim (Samrida) wajib melengkapi
dokumen-dokumen yang berkaitan dengan musnahnya harta benda dari
tertanggung (Samrida) yang telah diasuransikan kepada PT Asuransi Adira
Dinamika selaku penanggung yaitu :
1. Surat permohonan klaim asuransi sebagai pendukung dari dokumen lain yang
membuktikan bahwa memang benar telah terjadi peristiwa kebakaran yang
terjadi karena kelalaian yang ditanggung oleh pihak penanggung PT Asuransi
Adira Dinamika sebagai penanggung tersebut.
2. Dengan melampirkan surat hasil penyidikan kepolisian terhadap peristiwa
kebakaran tersebut yang mana bukan terjadi karena rekayasa atau
kesengajaan dari pihak tertanggung Samrida tetapi, karena kelalaian yang
mengakibatkan terjadinya kebakaran tersebut yang seharusnya ditanggung
Universitas Sumatera Utara
69
oleh PT Asuransi Adira Dinamika selaku perusahaan asuransi dan
penanggung.108
3. Foto-foto tentang bukti-bukti telah terjadi kebakaran oleh tertanggung
Samrida.
Prosedur dan tata cara klaim asuransi pada PT. Asuransi Adira Dinamika
pada prinsipnya dapat dibedakan menjadi:
4. Klaim kerusakan sebagian (partial loss)
5. Klaim kerugian total (total loss)
6. Klaim business interruption (BI)
Adapun 5 (lima) langkah mudah untuk mengurus klaim asuransi
kebakaran rumah, yaitu :109
1. Buat laporan kepada perusahaan asuransi
2. Penelitian klaim
3. Penunjukan Loss Adjuster
4. Penyampaian
5. Penyelesaian
Jika terjadi musibah kebakaran, nasabah harus segera melaporkan kepada
perusahaan asuransi (pihak penanggung). Nasabah perlu memberikan penjelasan
mengenai kejadian dan keterangan tertulis mengenai kronologi sebenarnya.
Laporan tersebut sebaiknya dapat disampaikan secara lisan dengan datang ke
kantor asuransi, atau dapat melalui surat, faximile, dan email. Laporan ini harus
segera dibuat, maksimal 7 hari kalender.
108 Zian Farodis, Buku Pintar Asuransi : Mengenal dan Memilih Asuransi yang
Menguntungkan Nasabah, Cetakan Pertama, Laksana, Jakarta, 2014, hal.44 109 Ibid, hal.45
Universitas Sumatera Utara
70
Kemudian nasabah diminta mengisi laporan/keterangan tertulis yang
menjelaskan alasan kebakaran. Formulir tersebut pasti sudah tersedia di
perusahaan asuransi kebakaran rumah. Beberapa kolom yang pasti ditanya :
1. Tempat, tanggal dan waktu terjadinya kebakaran.
2. Penyebab kebakaran.
Perkiraan besarnya kerugian menurut perhitungan (taksiran) nasabah.
Penjelasan mengenai barang yang terbakar, musnah, rusak, hilang dan
terselamatkan, dapat Anda lengkapi dalam waktu maksimal 12 bulan. Jadi
tertanggung dapat menuliskan barang-barang yang bernilai besar terlebih dahulu.
Setelah itu susulkan informasi-informasi tambahan. Informasi tambahan atau
pendukung yang kiranya perlu disampaikan kepada pihak perusahaan asuransi.
Selain mengisi formulir, nasabah juga perlu melengkapi dokumen-
dokumen pendukung seperti :110
1. Formulir klaim
2. Polis dan berita acara (surat keterangan) dari Kepala Desa atau Kepala
Kelurahan atau Kepolisian Sektor Setempat.
3. Laporan rinci penyebab kebakaran.
4. Bukti lain yang wajar yang diminta oleh perusahaan asuransi.
Setelah perusahaan asuransi menerima pemberitahuan adanya kerugian,
maka perusahaan asuransi akan melakukan pengecekan keabsahan polis. Hal-hal
yang akan dicek adalah :111
1. apakah ada faktor kepentingan atas obyek?
2. apakah kejadian masih dalam masa waktu pertanggungan?
3. apakah premi telah dibayar lunas?
110 Jean otto Ford, Penyidikan Ledakan dan Kebakaran, Pakar Raya, Bandung, 2009, hal.
83 111 Ibid, hal.84
Universitas Sumatera Utara
71
Setelah prosedur pengecekan keabsahan polis, perusahaan asuransi akan
melakukan pemeriksaan lapangan untuk mengetahui:
1. Penyebab terjadinya kebakaran
2. Lokasi kejadian
3. Jumlah kerugian
4. Jumlah harga dari bangunan, barang, mesin yang tidak terbakar
5. Apakah nasabah juga sudah melakukan kewajibannya.
Adapun jika nasabah berada di tempat kejadian, maka nasabah memiliki
kewajiban untuk:112
1. Menyelamatkan dan menjaga harta benda yang diasuransikan, barang yang
dipertanggungkan. Serta mengizinkan orang lain untuk menyelamatkan harta
benda.
2. Bersifat kooperatif dan memberikan informasi yang dibutuhkan (sejujurnya
dan selengkap-lengkapnya) kepada pihak asuransi.
3. Menjaga harta benda yang dapat terselamatkan dari musibah kebakaran
4. Perusahaan asuransi akan melakukan penelitian dan memberikan penilaian
klaim Anda. Jika klaim termasuk dalam kasus sederhana, maka perusahaan
asuransi akan ditangani sendiri (Internal adjuster). Sebaliknya jika kasus
kebakaran termasuk kasus yang rumit dan jumlahnya sangat besar, maka
perusahaan asuransi akan menugaskan Loss Adjuster.
Fungsi loss adjuster adalah melakukan claim assessment, seperti : meneliti
objek pertanggungan yang terkena musibah kebakaran, penyebab musibah
kebakaran dan perkiraan besarnya kerugian dan informasi lainnya. Seluruh
informasi dan temuan loss adjuster akan dituangkan dalam bentu Laporan Survey
Klaim, yang berisi:113
1. Lokasi, tanggal dan waktu terjadinya musibah kebakaran
2. Sebab-sebab terjadinya musibah kebakaran
112 Mehr dan Cammack, A Yasumi, Manajemen Asuransi, Balai Aksara, Jakarta, 2010,
hal. 37 113 M. Suparman Sastrawijaja dan Endang, Hukum Asiransi Perlindungan Tertanggung
Asuransi Deposito Usaha Perasuansian, Bandung, 2016, hal. 78
Universitas Sumatera Utara
72
3. Besarnya kerugian, termasuk kemungkinan untuk perbaikan dan langkah yang
harus dilakukan untuk mencegah kerusakan yang lebih parah serta langkah
untuk mengamankan sisa barang yang bernilai.
4. Taksiran besarnya kerugian
5. Foto-foto dokumentasi
Setelah melakukan proses penanganan klaim oleh perusahaan asuransi
ataupun Loss Adjuster, akan diketahui validitas klaim. Jika klaim nasabah
dianggap valid, maka perusahaan asuransi akan memberi informasi pada
tertanggung besaran jumlah ganti rugi yang dibayar. Besaran ganti rugi tersebut
adalah tanggung jawab pihak asuransi. Sebaliknya jika klaim dinyatakan invalid,
maka perusahaan asuransi akan memberitahukan bahwa klaim ditolak beserta
alasan. Perusahaan asuransi berkewajiban untuk menyelesaikan proses ganti rugi.
Biasanya maksimal 30 hari kalender, sejak kesepakatan tertulis antara Perusahaan
asuransi dan Nasabah atas kepastian jumlah ganti rugi yang harus dibayar.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat dikatakan bahwa pengajuan klaim
asuransi yang dilakukan oleh tertanggung PT Asuransi Adira Dinamika terhadap
penanggung Samrida telah memenuhi unsur-unsur standarisasi polis asuransi
kebakaran Indonesia, karena tertanggung PT Asuransi Adira Dinamika telah
membayar premi asuransi setiap bulannya yang ditetapkan oleh penanggung PT
Asuransi Adira Dinamika. Dengan pelaksanaan pembayaran premi asuransi yang
telah ditentukan oleh PT Asuransi Adira Dinamika tersebut maka secara hukum
perjanjian polis asuransi kebakaran tersebut telah mengikat kedua belah pihak dan
memiliki kekuatan hukum untuk dilaksanakan dengan itikad baik oleh kedua
belah pihak.
Universitas Sumatera Utara
73
BAB III
PENYEBAB TERJADINYA PERBEDAAN INTERPRESTASI ANTARA
PENGADILAN NEGERI DAN PENGADILAN TINGGI DENGAN
MAHKAMAH AGUNG
A. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Perkara Nomor
29/Pdt.G/2012/PN.Jkt Pst
1. Duduk Perkara
Bahwa Penggugat dengan Tergugat telah terikat dalam perjanjian
pertanggungan / Asuransi Kebakaran dimana Tergugat menerbitkan Polis Standart
Asuransi Kebakaran Indonesa Nomor 070108001986 tanggal 08 September 2008
untuk menjamin resiko kebakaran gudang beserta isinya milik Penggugat sebagai
pihak Tertanggung, untuk masa pertanggungan 28 Agustus 2008 sampai dengan
28 Agustus 2009. Atas terbitnya Polis No. 07010800:1986 tanggal 08 September
2008 tersebut Penggugat selaku Tertanggung terbukti telah membayar lunas Premi
jaminan berjumlah Rp. 5.300.000.00 ( lima juta tigaratus rupiah ) dengan objek
petanggungan berupa Bangunan Rp 200.000.000, stock alat rumah tangga Rp.
3.300.000.000 dengan jumlah harga pertanggungan Rp. 3.500.000.000 (tiga
milyar lima ratus juta rupiah).114
Sebagaimana dalam Polis No. 070108001986 tanggal 08 September 2008
tersebut Tergugat telah pula melampirkan (endorsement ) No 1 tertanggal 15
Nopember 2008 merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Polis No.
070108001986 tanggal 08 September 2008 untuk masa pertanggungan 28 Agustus
2008 sampai dengan 28 Agustus 2009. Lampiran/ endorsement No. 1 tanggal 15
Nopember 2008 tersebut telah dicatat dan disetujui terhitung sejak tanggal 04
114 Putusan Nomor :29/Pdt.G/2012/PN.Jkt.Pst, hal. 1-17
73
Universitas Sumatera Utara
74
Nopember 2008 Polis No. . 070108001986 tanggal 08 September 2008 diadakan
perubahan nilai pertanggungan dari sebelumnya Bangunan Rp. 200.000.000 dan
stock alat rumah tangga Rp. 3.300.000.000 berubah menjadi IDR Bangunan Rp.
0. 000 dan stock alat rumah tangga Rp. 3.300.000.000. sehingga nilai
pertanggungan bejumlah Rp 3.650.000.000.00 (tiga milyar enam ratus lima puluh
juta rupiah)115
Polis No. 070108001986 tanggal 08 September 2008 beserta lampiran
(endorsement) No 1 tertanggal 15 Nopember 2008 merupkan perjanjian
pertanggungan atau asuransi sebagaimana diatur dalam pasal 246 KUHD yaitu "
suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada
seorang tertanggung, dengan menerima premi, untuk memberikan penggantian
kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang
diharapkan yang mingkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tentu
", sehingga segala sesuatu yang menimbulkan kerugian yang dijaminkan dalam
polis tersebut harus dijamin oleh Tergugat selaku Penanggung dengan membayar
sebesar kerugian kepada Penggugat selaku Tertanggung.
Pada hari Minggu tanggal 7 Desember 2008 pukul 20.10 WITA telah
terjadi kebakaran sebuah Gudang Barang Pecah belah, alat dapur dan pakaian jadi
milk Penggugat selaku tertanggung dan H. Nasarudin dimana kebakaran tersebut
menimbulkan kerugian mencapai 13 Milyar Rupiah. Bahwa kejadian kebakaran
tersebut telah diterbitkan surat ketarangan dari Kepolisian Resor Bau-Bau atas
laporan H. Nasarudin. Akibat resiko kebakaran yang menghanguskan bangunan
115 Ibid.,
Universitas Sumatera Utara
75
gudang dan isinya hampir tidak ada yang terselamatkan maka Penggugat
mengalami kerugian lebih dari nilai pertanggungan yaitu sebesar Bangunan Rp.
350.000.000 dan stock alat rumah tangga Rp. 3.300.000.000. sehingga nilai
pertanggungan berjumlah Rp. 3.650.000.000.00 (tiga milyar enam ratus lima
puluh juta rupiah), maka atas kebakaran yang menimbulkan kerugian bagi
Penggugat tepat bila Penggugat mengajukan klaim pembayaran ganti rugi kepada
Tergugat atas kerugin yang timbul dari peristiwa yang dijamin dalam Polis
Standart Asuransi Kebakaran Indonesa Ikhtisar Pertanggungan Nomor
070108001986 tanggal 08 September 2008.116
Atas terjadinya kebakaran tersebut terhadap Penggugat mengalami
kerugian sebagaimana hasil perhitungan terhadap harta atau barang-barang milik
Penggugat yang kesemuannya telah dijaminkan melalui Asuransi milik Tergugat,
adapun setelah diadakan evaluasi perhitungan terhadap barang- barang yang
terbakar berupa bangunan Gedung yang memerlukan biaya perbaikan kembali dan
barang-barang yang ada didalam bangunan berupa pakaian jadi, alat-alat
dapur/pecah belah dengan kerugian total adalah berjumlah Rp. 4.329.055.000,-
(empat milyar tiga ratus dua puluh sembilan juta lima puluh lima ribu rupiah )
yang terdiri dari: a. Biaya perbaikan Gedung Rp. 747.535.000,b. Pakaian jadi Rp.
1.936.785.000,c. Alat-alat dapur/pecah belah Rp. 1.644.735.000,
Rp.4.329.055.000,10. Kerugian Penggugat akibat dari kebakaran tersebut adalah
terhadap barang- barang atau perlengkapan yang ada didalam bangunan tersebut
berupa barang- barang tidak di-asuransi-kan dan yang di asuransikan, oleh karena
116 Ibid.,
Universitas Sumatera Utara
76
dalam gugatan ini hanya terkait dengan kerugian yang dijamin dalam polis
asuransi maka Penggugat mengajukan besarnya ganti rugi dalam gugatan ini
hanya sebatas pada objek yang dijamin dalam Polis saja oleh karena apa bila
dihitung secara keseluruhan akan melebihi dari nilai kerugian sebagaimana dalam
nilai pertanggungan dan atau akan melebihi dari nilai yang diajukan dalam
gugatan ini sesuai dengan nilai kerugian yang sebenarnya terhadap barang-barang
yang dijamin dalam polis yaitu sebesar Rp. 3.650.000.000.00 (tiga milyar enam
ratus lima puluh juta rupiah) yang terdiri dari Bangunan Rp. 350.000.000.00 (tiga
ratus lima puluh juta rupiah) dan barang-barang dagangan berupa stock alat rumah
tangga dan pakaian Rp. 3.300.000.000.00 (tiga milyar tiga ratus juta rupiah).117
Resiko kebakaran yang merugikan Penggugat oleh Penggugat selaku
Tertanggung telah mengajukan klaim pembayaran kepada Tergugat selaku
Penanggung kerugian sebagai akibat kebakaran yang di jamin dalam Polis
Standart Asuransi Kebakaran Indonesa Nomor 070108001986 tanggal 08
September 2008. Atas pengajuan klaim pembayaran oleh Penggugat kepada
Tergugat, oleh Tergugat selaku penjamin asuransi tidak pernah mendapatkan
respon dengan baik dan Tergugat telah menolak klaim Penggugat, bahkan antara
Penggugat dengan Tergugat telah menempuh upaya negosiasi akan tetapi sampai
dengan gugatan ini diajukan tidak pernah ada titik temu untuk pembayaran klaim
oleh Tergugat kepada Pengugat
Dengan ditolaknya klaim oleh Tergugat atau Tergugat tidak mau
membayar ganti rugi atas perjanjian pertanggungan / Asuransi dengan Polis
117 Ibid.,
Universitas Sumatera Utara
77
Standart Asuransi Kebakaran Indonesa Ikhtisar Pertanggungan Nomor
070108001986 tanggal 08 September 2008 maka Tergugat telah terbukti
melakukan wanprestasi terhadap Penggugat sehingga Penggugat mengalami
kerugian materiil sebesar Rp. 3.650.000.000.00 ( tiga milyar enam ratus lima
puluh juta rupiah) dan atau berdasarkan nilai kerugian yang sebenarnya sebesar
Rp. 4.329.055.000,- ( empat milyar tiga ratus dua puluh sembilan juta lima puluh
lima ribu rupiah), sehingga tepat apabila Penggugat mengajukan Gugatan ini
melalui Pengadilan Negeri. Terdapat cukup alasan bila Penggugat selaku
Tertanggung mengajukan klaim atau Gugatan kepada Tergugat selaku
Penanggung kerugian terhadap barang-barang yang menjadi objek asuransi, oleh
karena Penggugat mengikatkan diri kepada Tergugat adalah karena Penggugat
membeli resiko sebagaimana dalam Polis Standart Asuransi Kebakaran Indonesa
Ikhtisar Pertanggungan Nomor 070108001986 tanggal 08 September 2008 dengan
membayar premi kepada Tergugat, sehingga dengan terjadinya resiko kebakaran
maka kewajiban Tergugat untuk membayar sejumlah kerugian yang timbul
sebagai akibat dari kebakaran dan hal ini tidaklah dapat ditolak dengan dalih
apapun, dengan demikian Gugatan Penggugat harus dikabulkan.118
Dengan etikat Tergugat tidak mau membayar klaim Penggugat maka
Tergugat harus dinyatakan wanprestasi dan diwajibkan membayar sejumlah
kerugan matriil yang timbul dan kerugian akibat keterlambatan pembayaran yang
juga menimbulkan kerugian bagi Penggugat. Oleh karena Penggugat secara
materiil telah mengalami kerugian maka wajar bila Pengugat minta ganti rugi
118 Ibid.,
Universitas Sumatera Utara
78
keterlambatan pembayaran kepada Tergugat sebesar 10% (sepuluh persen) untuk
setiap bulan yang di hitung mulai sejak tanggal 7 Desember 2008 sampai
Tergugat melunasi seluruh pembayaran klaim kerugian kepada Penggugat.
Penggugat mempunyai sangka yang beralasan terhadap itikat buruk Tergugat
untuk mengalihkan, memindahkan, atau mengasingkan harta kekayaannya baik
yang berupa barang yang bergerak maupun tidak bergerak untuk diletakkan sita
jaminan (conservatoir beslag) terhadap barang-barang/ aset milik Tergugat
tersebut.119
2. Pertimbangan Hakim
Majelis hakim dalam pertimbangannya, dalam konvensi yaitu terhadap
gugatan para Penggugat, tergugat telah menyangkalnya melalui jawabannya yang
menyatakan bahwa Tergugat menolak Klaim Penggugat berdasarkan alasan
yuridis sesuai Pasal 1338 KUHPerdata dimana sesuai dengan Polis ditentukan
akibat adanya pelanggaran kewajiban hukum tergugat menyebabkan batalnya
polis asuransi yaitu :120
a. Pemberian informasi yang tidak benar pada saat penutupan Polis yaitu
menyangkut kepemilikan gudang yaitu ternyata pemilik tanah dan gudang
yang dijadikan obyek pertanggungan adalah Wa Ode Zunaidah dan bukan
milik Penggugat selaku Tertanggung sehingga melanggar pasal 1 perjanjian
Polis dan tentang pengelolaan gudang dilakukan oleh Penggugat bersama-
sama ayahnya H Laode Nazarudin yang merupakan ayah Penggugat sehingga
melanggar pasal 3 perjanjian Polis
119 Ibid., 120 Ibid., hal. 26-38
Universitas Sumatera Utara
79
b. Pemberian informasi, pernyataan, data dan dokumen yang telah dibantah oleh
suplier barang dan keterangan saksi mata saat kejadian kebakaran,
menunjukkan Penggugat tidak beriktikad baik dan ada upaya untuk mencari
keuntungan
c. Adanya informasi barang yang tidak diasuransikan dalam gudang yang
menjadi obyek pertanggungan melanggar pasal 2 perjanjian polis
d. Akibat pelanggaran perjanjian Polis oleh Tergugat menjadikan polis batal
demi hukum, sehingga Tergugat tidak melakukan Wanprestasi sebagimana
didalilkan oleh Penggugat
Surat bukti telah terbukti bahwa Penggugat telah menunjuk CV Diagonal
Consultant untuk menyusun RAB Rencana Anggaran Biaya bangunan Gudang
An. Wa Ode Zunaida tertanggal 10 Pebruari 2009, padahal didalam polis maupun
dokumen pengajuan Klaim Tertanggung adalah atas nama Samrida sehingga
menurut hemat Majelis disamping untuk memperbesar tuntutan klaim juga
Penggugat telah memberikan keterangan yang tidak benar sehingga tidak sesuai
ketentuan pasal 8 Polis.121
Sesuai dengan Surat telah terbukti bahwa Penggugat selaku Tertanggung
telah memberikan laporan yang tidak benar tentang dalam form aplikasi asuransi
dengan menyatakan luas bangunan seluas 20 x 50 M2 atas dasar Sertifikat Hak
Milik No.00847 atas nama Wa ode Zunaida, sedangkan sesuai sertifikat luasnya
140 M2, sehingga Penggugat telah memberikan keterangan yang tidak benar
sehingga tidak sesuai ketentuan pasal 8 Polis
121 Ibid.,
Universitas Sumatera Utara
80
Fakta-fakta sebagaimana tersebut diatas, Majelis Hakim berpendapat
bahwa Pengugat selaku Tertanggung telah melakukan pelanggaran - pelanggaran
terhadap Polis khususnya Pasal 1 dan pasal 8 serta melanggar pula Klausula
Kewajiban Tertanggung (Warranty) tentang kepemilikan dan Pengelolaan Gudang
khususnya angka 1 dan angka 3. Sehingga dengan demikian sesuai Surat bukti
serta khususnya pasal 1 dan pasal 8 Klausula Kewajiban Tertanggung (Warranty)
tentang kepemilikan dan Pengelolaan Gudang, tanpa pemberitahuan terlebih
dahulu oleh Perusahaan Asuransi/Penanggung yang dalam hal ini Tergugat dan
tanpa pengembalian premi. Semua kerugian yang terjadi dari sejak adanya
penyimpangan tersebut diatas tidak akan diganti oleh Perusahaan Asuransi
/Penanggung dalam Polis Ini. Atas dasar pertimbangan sebagaimana tersebut
diatas, Majelis hakim berpendapat bahwa Penggugat telah tidak dapat
membuktikan dalildalil gugatannya, sedangkan Tergugat telah dapat
membuktikan dalil-dalil bantahannya, sehingga gugatan Penggugat haruslah
dinyatakan ditolak.
Sedangkan dalam rekonpensi nya, mempertimbangkan yaitu maksud dan
tujuan gugatan Penggugat dalam Rekonpensi/Tergugat dalam Konpensi adalah
sebagimana tersebut diatas. Yang menjadi dalil pokok gugatan Penggugat Dalam
Rekonpensi/Tergugat Dalam Konpensi terhadap Tergugat Dalam Rekonpensi/
Penggugat Dalam Konpensi adalah mengenai perbuatan melawan hukum yang
dilakukan oleh Tergugat Dalam Rekonpensi/Penggugat Dalam Konpensi dengan
alasan-alasan yaitu perbuatan Tergugat rekonpensi tersebut secara nyata
melanggar kewajiban hukumnya sebagaimana ditentukan dalam perjanjian polis
Universitas Sumatera Utara
81
khususnya pasal 1, 2 dan 3, mengenai kepemilikan bangunan/gudang,
kepemilikan atas barang-barang yang ada didalamnya, dan mengenai pengelolaan
gudang, perbuatan mana sesuai dengan perjanjian polis merupakan syarat batal.
Perbuatan Tergugat Rekonpensi dengan memberi keterangan yang tidak
sebenarnya seolah-olah pemilik gudang, menguasai keseluruhan gudang,
menyatakan kerugian yang dideritanya sangat besar, yang ditujukan untuk
memperoleh keuntungan dari pengajuan klaim sepatutnya dan beralasan demi
hukum adalah merupakan suatu perbuatan yang melawan hasil penilaian Loss
Adjuster in casu PT Axis International, telah membuktikan kerugian nyata yang
diderita oleh Tertanggung adalah sebesar Rp. 244.091.992,41, bukan senilai
Rp.3.650.000.000,-, hal ini menunjukkan adanya itikad tidak baik oleh Tergugat
Rekonpensi guna memperoleh keuntungan yang tidak wajar dari kejadian
kebakaran tersebut (vide pasal 1 ayat 11 UU Nomor 2 tahun 1992 jo.pasal 275
KUHDagang)122
Perbuatan Tergugat Rekonpensi yang memberikan keterangan yang tidak
sebenarnya dengan tujuan untuk merugikan Penggugat Rekonpensi adalah
merupakan pelanggaran terhadap perjanjian polis, perbuatan mana berdasar
hukum dan beralasan untuk dinyatakan sebagai perbuatan melawan hukum (1365
KUHPerdata). Sebagaimana telah dipertimbangkan di bagian Konvensi dan
Majelis telah berkesimpulan Tergugat Dalam Rekonpensi/Penggugat Dalam
Konpensi selaku Tertanggung telah melakukan pelanggaran-pelanggaran terhadap
Polis khususnya Pasal 1 dan pasal 8 serta melanggar pula Klausula Kewajiban
122 Ibid.,
Universitas Sumatera Utara
82
Tertanggung (Warranty) tentang kepemilikan dan Pengelolaan Gudang khususnya
angka 1 dan angka 3. Dengan demikian Majelis hakim berpendapat bahwa
Tergugat Dalam Rekonpensi/ Penggugat Dalam konpensi telah terbukti
melakukan perbuatan melawan hukum. Maka Penggugat Dalam
Rekonpensi/Tergugat dalam Dalam Konpensi telah dapat membuktikan dalil- dalil
gugatannya, sehingga gugatan Penggugat Dalam Rekonpensi/Tergugat dalam
dalam Konpensi haruslah dikabulkan.123
Selanjutnya akan dipertimbangkan petitum-petitum yang diajukan oleh
Penggugat Dalam Rekonpensi/Tergugat dalam Konpensi terhadap petitum angka
1 yang memohon supaya menyatakan Tergugat Rekonpensi telah melakukan
perbuatan melawan hukum dengan melanggar perjanjian polis Nomor
007110800040, berikut endorsemennya Nomor 1 tertanggal 15 November 2008,
oleh karena Penggugat Dalam Rekonpensi/ Tergugat dalam Dalam Konpensi telah
dapat membuktikan dalil-dalil gugatannya, maka haruslah dikabulkan.
Terhadap petitum angka 2 yang memohon supaya menghukum Tergugat
Rekonpensi guna membayar kerugian materiil sebesar Rp.450.000.000,- dan
kerugian immaterial sebesar Rp. 10.000.000.000,- kepada Penggugat Rekonpensi
dan petitum angka 3 yang memohon supaya menghukum Tergugat Rekonpensi
guna membayar kerugian usaha sebesar 6 % dari kerugian materiil terhitung sejak
gugatan diajukan hingga putusan dijalankan oleh Tergugat Rekonpensi, oleh
karena tidak didukung dengan bukti • bukti yang kongkrit haruslah ditolak
123 Ibid.,
Universitas Sumatera Utara
83
Terrhadap petitum angka 4 yang memohon supaya menghukum Tergugat
Rekonpensi guna membayar dwangsom sebesar 5% dari kerugian materiil
terhitung sejak gugatan diajukan hingga putusan dijalankan oleh Tergugat
Rekonpensi, karena tidak beralasan, maka haruslah ditolak. Terhadap petitum
angka 5 yang memohon supaya membebankan seluruh biaya yang timbul dalam
perkara ini kepada Tergugat Rekonpensi dapat dikabulkan.
Dalam konvensi dan dalam rekonvensi Menimbang, bahwa oleh karena
Penggugat berada pada pihak yang kalah, kepada pihak Tergugat, haruslah
dihukum untuk membayar biaya yang timbul dalam perkara ini. Mengingat
ketentuan hukum yang berlaku serta pasal-pasal dari Undangundang yang
bersangkutan dalam Perkara ini.124
3. Putusan
Majelis Hakim memberi putusannya yaitu :
Dalam konpensi, dalam eksepsi menolak eksepsi Tergugat yang mana dalam
pokok perkara menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya.125
Dalam rekonpensi yaitu :
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian
2. Menyatakan Tergugat Rekonpensi telah melakukan perbuatan melawan
hukum dengan melanggar perjanjian polis Nomor : 00711081)0040, berikut
endorsemennya Nomor 1 tertanggal 15 November 2008
3. Menolak gugatan selain dan selebihnya
124 Ibid., 125 Ibid., hal. 38-39
Universitas Sumatera Utara
84
Dalam konpensi dan rekonpensi yaitu Menghukum Tergugat untuk
membayar seluruh biaya yang timbul dalam perkara ini sebesar Rp. 416.000,-
(empat ratus enam belas ribu rupiah);126
B. Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta Perkara Nomor
99/PDT/2013/PT.DKI
1. Duduk Perkara
Memperhatikan dan mengutip hal-hal yang tercantum dalam salinan
putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor : 29/Pdt.G/2012/PN.JKT.PST
tanggal 08 Agustus 2012 dalam perkara antara kedua belah pihak yang
Diktumnya dalam konpensi dan dalam eksepsi, menolak tergugat. Dalam pokok
perkara menolak gugatan penggugat untuk seluruhnya dan dalam rekopensi :
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian
2. Menyatakan Tergugat Rekonpensi telah melakukan perbuatan melawan
hukum dengan melanggar perjanjian polis Nomor : 007110800040, berikut
endorsemennya Nomor 1 tertanggal 15 November 2008
3. Menolak gugatan selain dan selebihnya 127
Dalam konpensi dan rekopensi yaitu menghukum Tergugat untuk membayar
seluruh biaya yang timbul dalam perkara ini sebesar Rp. 416.000,- (empat
ratus enam belas ribu rupiah) ;
Risalah Pernyataan Permohonan Banding Nomor
149/SRT.PDT.BDG/2012/PN.JKT.PST jo Nomor.29/PDT.G/ 2012/PN.JKT.PST
126 Ibid., 127 Putusan Nomor : 99/PDT/2013/PT.DKI, hal. 1
Universitas Sumatera Utara
85
tanggal 13 Agustus 2012 yang dibuat oleh H. Teuku Ilzanor Panitera Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat yang menerangkan bahwa Penggugat telah menyatakan
banding terhadap putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor :
29/Pdt.G/2012/PN.JKT.PST tanggal 08 Agustus 2012 dan telah diberitahukan
kepada Terbanding semula Tergugat pada tanggal 08 Pebruari 2013.
Pembanding semula Penggugat telah mengajukan memori banding
tertanggal 22 Nopember 2012 yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat tanggal 27 Nopember 2012 dan memori banding tersebut telah
diserahkan kepada Terbanding semula Tergugat pada tanggal 08 Pebruari 2013
Terbanding semula Tergugat telah mengajukan kontra memori banding
tertanggal 12 Pebruari 2013 yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat tanggal 12 Pebruari 2013 dan kontra memori banding tersebut telah
diserahkan kepada Pembanding semula Penggugat pada tanggal 14 Pebruari 2013
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada tanggal 14 Pebruari 2013 telah
memberi kesempatan kepada Pembanding semula Penggugat dan pada tanggal 08
Pebruari 2013 telah memberikan kesempatan kepada Terbanding semula Tergugat
untuk mempelajari berkas perkara dalam tenggang waktu selama 14 (empat
belas) hari dihitung sejak hari berikut dari pemberitahuan.128
2. Pertimbangan Hakim
Pertimbangan hakim yaitu bahwa permohonan banding dari Pembanding
semula Penggugat telah diajukan dalam tenggang waktu dan menurut tata cara
128 Ibid.,
Universitas Sumatera Utara
86
serta memenuhi persyaratan yang telah ditentukan oleh Undang-Undang oleh
karena itu permohonan banding tersebut secara formal dapat diterima
Membaca dan mempelajari dengan seksama berkas perkara a quo beserta
surat-surat yang terlampir didalamnya, salinan resmi putusan Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat Nomor : 29/Pdt.G/2012/PN.JKT.PST tanggal 08 Agustus 2012,
memori banding dari Pembanding semula Penggugat dan kontra memori
banding dari Terbanding semula Tergugat, Pengadilan Tinggi dapat menyetujui
pertimbangan dan putusan Majelis Hakim Tingkat Pertama dalam perkara a quo
karena pertimbangan tersebut dipandang sudah tepat dan benar dan diambil alih
sebagai pertimbangan Pengadilan Tinggi sendiri dalam memeriksa dan memutus
perkara ini.
Oleh karena didalam keberatan Pembanding semula Penggugat didalam
memori bandingnya, serta kontra memori banding dari Terbanding semula
Tergugat ternyata tidak ada hal yang dapat melemahkan atau membatalkan
putusan Pengadilan Tingkat Pertama a quo karena semuanya telah
dipertimbangkan dengan tepat dan benar oleh Majelis Hakim Tingkat Pertama
termasuk pertimbangan tentang keberatan Pembanding semula Penggugat
sebagaimana termuat dalam memori bandingnya, terkait laporan tidak benar dari
Penggugat selaku tertanggung dalam bukti T-6 yang menyatakan luas bangunan
20 X 50 M2, walaupun memang benar luas bangunan tidak dapat disamakan
dengan luas tanah berdasarkan Sertifikat Hak Milik (SHM) No.00847 yang hanya
seluas 140 M2, tapi kemudian surat bukti Forum Aplikasi (T-5) yang ditanda
tangani oleh Penggugat selaku Pemohon / Tertanggung, ternyata bangunan yang
dijadikan obyek pertanggungan itu hanya berlantai satu, maka adalah tidak masuk
akal apabila diatas tanah seluas 140 M2 itu ada bangunan dengan luas 20 X 50 M2
Universitas Sumatera Utara
87
yang berarti seluas 1000 M2. Berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, maka
putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor : 29/Pdt.G/2012/PN.JKT.PST
tanggal 08 Agustus 2012 beralasan untuk dikuatkan dalam Pengadilan Tingkat
Banding. Oleh karena Pembanding semula Penggugat berada di pihak yang kalah
maka harus dihukum membayar biaya perkara dalam kedua tingkat pengadilan.
Pertimbangan hakim didasari dengan memperhatikan Undang - Undang Nomor
20 Tahun 1947 jo Undang Undang No.49 Tahun 2009, HIR dan peraturan
perundang-undangan lain yang bersangkutan dengan perkara ini.129
3. Putusan
Majelis hakim Pengadilan Tinggi memberi putusannya yaitu :130
1. Menerima permohonan banding dari Pembanding semula Penggugat
2. Menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor :
29/Pdt.G/2012/PN.JKT.PST tanggal 08 Agustus 2012 yang dimohonkan
banding
3. Menghukum Pembanding semula Penggugat untuk membayar biaya perkara
untuk kedua tingkat pengadilan, yang dalam tingkat banding ditetapkan
sebesar Rp.150.000.- (seratus lima puluh ribu rupiah)
C. Putusan Mahkamah Agung Perkara Nomor 1040 K/Pdt/2014
1. Duduk Perkara
Samrida selaku tertanggung dengan PT Asuransi Adira Dinamika selaku
penanggung telah terikat dalam perjanjian pertanggungan/Asuransi Kebakaran
dimana PT Asuransi Adira Dinamika selaku penanggung telah menerbitkan Polis
Standart Asuransi Kebakaran Indonesia Nomor 070108001986 tanggal 8
129 Ibid., 130 Ibid., hal. 4
Universitas Sumatera Utara
88
September 2008 untuk menjamin resiko kebakaran gudang beserta isinya milik
Samrida sebagai pihak tertanggung, untuk masa pertanggungan 28 Agustus 2008
sampai dengan 28 Agustus 2009.131
Terbitnya Polis Nomor 070108001986 tanggal 8 September 2008 tersebut
mengakibatkan Samrida selaku tertanggung terbukti telah membayar lunas Premi
jaminan berjumlah Rp5.300.000,00 (lima juta tiga ratus rupiah) setiap bulannya,
dengan objek petanggungan berupa bangunan Rp200.000.000, stock alat rumah
tangga Rp3.300.000.000,00 dengan jumlah harga pertanggungan
Rp3.500.000.000,00 (tiga miliar lima ratus juta rupiah) sebagaimana termuat
dalam Polis Nomor 070108001986 tanggal 8 September tersebut PT Asuransi
Adira Dinamika Selaku penanggung telah pula melampirkan (endorsement)
Nomor 1 tertanggal 15 November 2008 merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari Polis Nomor 070108001986 tanggal 8 September 2008 untuk masa
pertanggungan 28 Agustus 2008 sampai dengan 28 Agustus 2009 Lampiran/
endorsement Nomor 1 tanggal 15 November 2008 tersebut telah dicatat dan
disetujui terhitung sejak tanggal 4 November 2008 Polis Nomor 070108001986
tanggal 8 September 2008 diadakan perubahan nilai pertanggungan dari
sebelumnya bangunan Rp200.000.000,00 dan stock alat rumah tangga Rp
3.300.000.000,00 berubah menjadi IDR Bangunan Rp350.000.000,00 dan stock
alat rumah tangga Rp3.300.000.000,00 sehingga nilai pertanggungan bejumlah
Rp3.650.000.000,00 (tiga miliar enam ratus lima puluh juta rupiah).
131 Putusan Nomor 1040, K/Pdt/2014 hal. 1
Universitas Sumatera Utara
89
Polis asuransi kebakaran nomor 070108001986 tanggal 8 September 2008
beserta lampiran (endorsement) Nomor 1 tertanggal 15 November 2008 merupkan
perjanjian pertanggungan atau asuransi sebagaimana diatur dalam Pasal 246
KUHD yaitu "suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan
diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima premi, untuk memberikan
penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan
keuntungan yang diharapkan yang mungkin akan dideritanya karena suatu
peristiwa yang tak tentu", sehingga segala sesuatu yang menimbulkan kerugian
yang dijaminkan dalam polis tersebut harus dijamin oleh Tergugat selaku
Penanggung dengan membayar sebesar kerugian kepada Penggugat selaku
Tertanggung.132
Pada hari Minggu tanggal 7 Desember 2008 pukul 20.10 WITA telah
terjadi kebakaran sebuah gudang barang pecah belah, alat dapur dan pakaian jadi
milik Penggugat selaku tertanggung dan H. Nasarudin dimana kebakaran tersebut
menimbulkan kerugian mencapai 13 miliar rupiah.
Peristiwa kebakaran tersebut telah diterbitkan surat ketarangan dari
Kepolisian Resor Bau-Bau. Akibat peristiwa kebakaran yang menghanguskan
bangunan gudang dan isinya hampir tidak ada yang terselamatkan maka Samrida
selaku tertanggung mengalami kerugian lebih dari nilai pertanggungan yaitu
sebesar bangunan Rp350.000.000,00 (tigaratus limapuluh juta) dan stock alat
rumah tangga Rp3.300.000.000,00 (tiga milyar tiga ratus juta rupiah) sehingga
nilai pertanggungan berjumlah Rp3.650.000.000,00 (tiga miliar enam ratus lima
132 Ibid.,
Universitas Sumatera Utara
90
puluh juta rupiah), maka atas peristiwakebakaran yang menimbulkan kerugian
bagi Samrida selaku tertanggung tersebut tepat bila tertanggung mengajukan
klaim pembayaran ganti rugi kepada Penanggung PT Asuransi Adira Dinamika
atas kerugian yang timbul dari peristiwa kebakaran yang dijamin dalam Polis
Standart Asuransi Kebakaran Indonesa Ikhtisar Pertanggungan Nomor
070108001986 tanggal 8 September 2008.133
Peristiwa terjadinya kebakaran tersebut terhadap Samrida selaku
tertanggung mengalami kerugian sebagaimana hasil perhitungan terhadap harta
atau barang-barang milik tertanggung yang kesemuannya telah dijaminkan
melalui Asuransi milik penanggung PT Asuransi Adira Dinamika. Setelah
diadakan evaluasi perhitungan terhadap barang-barang yang terbakar berupa
bangunan gedung yang memerlukan biaya perbaikan kembali dan barang-barang
yang ada didalam bangunan berupa pakaian jadi, alat-alat dapur/pecah belah
dengan kerugian total adalah berjumlah Rp4.329.055.000,00 (empat miliar tiga
ratus dua puluh sembilan juta lima puluh lima ribu rupiah) yang terdiri dari:
a. Biaya perbaikan gedung Rp 747.535.000,00;
b. Pakaian jadi Rp1.936.785.000,00;
c. Alat-alat dapur/pecah belah Rp1.644.735.000,00; Rp4.329.055.000,00;
Kerugian tertanggung akibat dari peristiwa kebakaran tersebut adalah
terhadap barang-barang atau perlengkapan yang ada didalam bangunan tersebut
berupa barang-barang tidak diasuransikan dan yang di asuransikan, oleh karena
dalam gugatan ini hanya terkait dengan kerugian yang dijamin dalam polis
133 Ibid.,
Universitas Sumatera Utara
91
asuransi maka tertanggung mengajukan besarnya ganti rugi kepada penanggung
PT Asuransi Adira Dinamika hanya sebatas pada objek yang dijamin dalam Polis
asuransi kebakaran saja.
Apabila dihitung secara keseluruhan jumlah kerugian dari tertanggung
Samrida atas terjadinya peristiwa kebakaran tersebut akan melebihi dari nilai
kerugian sebagaimana dalam nilai pertanggungan dan atau akan melebihi dari
nilai yang diajukan dalam gugatan ini sesuai dengan nilai kerugian yang
sebenarnya terhadap barang-barang yang dijamin dalam polis asuransi kebakaran
yaitu sebesar Rp3.650.000.000,00 (tiga miliar enam ratus lima puluh juta rupiah)
yang terdiri dari Bangunan Rp350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah)
dan barang-barang dagangan berupa stock alat rumah tangga dan pakaian
Rp3.300.000.000,00 (tiga miliar tiga ratus juta rupiah).134
Resiko kebakaran yang merugikan tertanggung Samrida oleh Samrida
selaku Tertanggung telah diajukan klaim pembayaran kepada PT Asuransi Adira
Dinamika selaku penanggung kerugian sebagai akibat kebakaran yang dijamin
dalam Polis Standart Asuransi Kebakaran Indonesa Nomor 070108001986
tanggal 8 September 2008. Atas pengajuan klaim pembayaran oleh tertanggung
Samrida kepada Penanggung, oleh PT Asuransi Adira Dinamika selaku penjamin
asuransi tidak pernah mendapatkan respon dengan baik dan penanggung telah
menolak klaim tertanggung, bahkan antara tertanggung dengan penanggung telah
menempuh upaya negosiasi akan tetapi sampai dengan diajukan gugatan ke
134 Ibid.,
Universitas Sumatera Utara
92
pengadilan oleh tertanggung tidak pernah ada titik temu untuk pembayaran klaim
oleh tertanggung kepada Penanggung.
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam Putusan Nomor:
29/Pdt.G/2012/PN.Jkt Pst. telah mengambil putusan dalam perkara ini yaitu
Dalam Konpensi Dan Eksepsi menolak eksepsi tergugat. Dalam Pokok
Perkara:Menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya
Dalam rekonpensi yaitu :135
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian
2. Menyatakan Tergugat Rekonpensi telah melakukan perbuatan melawan hukum
dengan melanggar perjanjian polis Nomor : 00711081)0040, berikut
endorsemennya Nomor 1 tertanggal 15 November 2008 ;
3. Menolak gugatan selain dan selebihnya ;-
Dalam Konpensi dan Rekonpensi:
Menghukum Tergugat untuk membayar seluruh biaya yang timbul dalam perkara
ini sebesar Rp. 416.000,- (empat ratus enam belas ribu rupiah).
Atas putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No.29/Pdt.G/2012/PN
Jkt.Pst maka tertanggubg Samrida selaku penggugat menyatakan banding ke
Pengadilan Tinggi Jakarta. Atas pengajuan banding Samrida selaku tertanggung
tersebut, Pengadilan Tinggi Jakarta telah mengambil putusan sebagai berikut:136
1. Mengabulkan permohonan Kasasi dari Pemohon Kasasi SAMRIDA tersebut;
2. Membatalkan Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta Nomor 99/PDT/2013/ PT
DKI, tanggal 6 Mei 2013 yang menguatkan Putusan Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat Nomor 29/Pdt.G/2012/PN Jkt.Pst 137tanggal 8 Agustus 2012.
135 Ibid., 136 Ibid.,
Universitas Sumatera Utara
93
3. Menerima permohonan banding dari Pembanding semula Penggugat Samrida
selaku tertanggung
4. Menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor :
29/Pdt.G/2012/ PN.JKT.PST tanggal 08 Agustus 2012 yang dimohonkan
banding.
5. Menghukum Pembanding semula Penggugat untuk membayar biaya perkara
untuk kedua tingkat pengadilan, yang dalam tingkat banding ditetapkan
sebesar Rp.150.000.- (seratus lima puluh ribu rupiah).
Atas Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta No.99.PDT/2013/PT.DKI tersebut
Samrida selaku tertanggung mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Atas
oengajuan kasasi Samrida selaku tertanggung tersebut maka Mahkamah Agung
dalsm Putusan No.1040.K/PDT/2014 telah mengambil putusan sebagai berikut:
Dalam konvensi dan dalam Eksepsi yaitu menolak eksepsi Tergugat yang
mana dalam Pokok Perkara:138
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan Tergugat telah wanprestasi atas perjanjian Asuransi dengan Polis
Standart Asuransi Kebakaran Indonesia Ikhtisar Nomor 070108001986
tanggal 8 September 2008;
3. Menghukum Tergugat untuk membayar kerugian yang dialami Penggugat
sebesar Rp350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) ditambah
dengan kerugian nilai stock alat rumah tangga sebesar Rp244.091.992,00 (dua
ratus empat puluh empat juta sembilan puluh satu ribu sembilan ratus
138 Putusan Nomor 1040, K/Pdt/2014
Universitas Sumatera Utara
94
sembilan puluh dua rupiah), jumlah seluruhnya Rp594.091.992,00 (lima ratus
sembilan puluh empat juta sembilan puluh satu ribu sembilan ratus sembilan
puluh dua rupiah);
4. Menolak gugatan Penggugat selebihnya;
Dalam Rekonvensi yaitu menolak gugatan Penggugat Rekonvensi untuk
seluruhnya. Sedangkan dalam konvensi dan rekonvensi yaitu menghukum
Termohon Kasasi/Tergugat/Terbanding untuk membayar biaya perkara dalam
semua tingkat peradilan yang dalam tingkat kasasi ini ditetapkan sejumlah
Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah);
2. Pertimbangan Hakim
Dasar pertimbangan hukum majelis hakim Mahkamah Agung dalam
mengabulkan gugatan penggugat/pembanding/pemohon kasasi Samrida yang juga
selaku tertanggung dalam polis asuransi kebakaran adalah bahwa majelis hakim
berpendapat perjanjian asuransi yang dilaksanakan oleh PT.Asuransi Adira
Dinamika selaku penanggung Dengan Samrida selaku tertanggung msrupakan
perjanjian yang sah dan mengikat kedua belah pihak sesuai ketentuan Pasal 1338
ayat 1 KUH Perdata, yang menyebutkan bahwa, "Semua perjanjian yang dibuat
secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya".Suatu
perjanjian asuransi dinyatakan telah sah pada saat tertanggung telah melaksanakan
kewajibannya untuk membayar premi yang telah disepakati besarnya setiap
bulannya. Oleh karena itu perjanjian asuransi kebakaran yang dibuat oleh
PT.Asuransi Adira Dinamika selaku penanggung dan Samrida selaku tertanggung
adalah sah dan telah mengikat kedua belah pihak. Apabila salah satu pihak tidak
Universitas Sumatera Utara
95
memenuhi kewajibannya dalam perjanjian asuransi kebakaran tersebut maka
pihak tersebut telah dapat dikatakan melakukan wanprestasi.139
Masalah pemberian data yang salah yang diberikan oleh tertanggung, tidak
serta merta membatalkan perjanjian asuransi kebakaran tersebut. Karena
meskipun data tentang luas bangunan yang dinyatakan seluas 1000 (seribu) meter
persegi di atas tanah seluas 140 (seratus empat puluh) meter persegi adalah tidak
benar, tapi pemberian data oleh tertanggung tersebut telah dihitung oleh
penanggung ke dalam nilai pertanggungan yang telah dicover sesuai jumlah premi
yang wajib dibayarkan oleh tertanggung kepada penanggung setiap bulannya.
Meskipun kenyataannya data objek asuransi tersebut lebih kecil dari data yang
diberikan pihak tertanggung kepada pihak penanggung, namun nilai
pertanggungan yang dihitung oleh penanggung telah sesusi dengan data yang
diberikan oleh tertanggung tersebut. Sehingga kewajiban pembayaran premi dari
tertanggung kepada penanggung sudah sesuai dengan data yang diberikan oleh
tertanggung kepada penanggung tersebut.
Dengan demikian ketentuan Pasal 251 KUHD menurut pandangan hukum
majelis hakim Mahkamah Agung tidak dapat diberlakukan dalam perkara ini,
karena perubahan data yang diberikan tertanggung kepada penanggung dengan
data yang sebenarnya di lapangan tidak merugikan penanggung yaitu PT.Asuransi
Adira Dinamika, karena perubahan data terhadap bangunan gedung tersebut telah
dihitung dan tercover dalam premi asuransi. Oleh karena itu pertimbangan
majelis hakim selanjutnya adalah bahwa telah terjadi hubungan hukum
139 Neni Sri Imaniyati, Perlindungan Hukum terhadap Konsumen dalam Sengketa Klaim
Asuransi, Jurnal Hukum Bisnis, Vol.30 No.1, 2011, hal. 34
Universitas Sumatera Utara
96
pertanggungan perasuransian antara Penggugat (tertanggung) dengan Terguga
Penanggung), sehingga perjanjian tersebut adalah sah dan mengikat bagi
keduanya.140
Selain itu bahwa sesuai keterangan Kepolisian setempat benar telah terjadi
kebakaran sehingga menghanguskan objek pertanggungan. Peristiwa kebakaran
yang terjadi tersebut bukan karena direkayasa oleh tertanggung melainkan terjadi
karena suatu kelalaian dari pihak lain yang akhirnya mengenai bangunan gedung
milik tertanggung. Apabila Tergugat mengelak untuk memberikan ganti kerugian,
dengan berbagai dalih yang dipandang hanya merupakan alasan yang dicari-cari
atau dibuat-buat untuk menghindari resiko pembayaran, misalnya karena tanah
dan bangunan bukan milik pribadi Penggugat sendiri, hal ini bukan merupakan
alasan yang urgen untuk menyatakan perjanjian tidak sah, sehingga harus
dikesampingkan. Dengan demikian tergugat telah melakukan wanprestasi. Oleh
karena itu tergugat harus dihukum membayar ganti kerugian yang dialami
Penggugat sebatas yang dinilai layak dan merupakan penilaian yang wajar,
dengan berdasarkan pada:
Fakta - bangunan gudang - hangus terbakar, sesuai bunyi isi perjanjian
untuk gudang dipertanggungkan sebesar Rp350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh
juta rupiah). Mengenai besarnya nilai stock alat rumah rumah tangga akan
mengacu pada hasil penilaian oleh PT Axis International adalah sebesar
Rp244.091.992,00 (dua ratus empat puluh empat juta sembilan puluh satu ribu
sembilan ratus sembilan puluh dua rupiah).
140 Putusan Nomor 1040, K/Pdt/2014
Universitas Sumatera Utara
97
Berdasarkan pertimbangan di atas, Mahkamah Agung berpendapat bahwa
terdapat cukup alasan untuk mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon
Kasasi SAMRIDA dan membatalkan Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta Nomor
99/PDT/2013/PT DKI tanggal 6 Mei 2013 yang menguatkan Putusan Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat Nomor 29/Pdt.G/2012/PN Jkt.Pst., tanggal 8 Agustus 2012
yang menurut pandangan hukum majelis hakim Mahkamah Agung telah salah
menerapkan hukum.
3. Putusan Mahkamah Agung
Dalam Putusannya Mahkamah Agung memberikan Putusan yaitu :141
1. Mengabulkan permohonan Kasasi dari Pemohon Kasasi Samrida
2. Membatalkan Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta Nomor 99/PDT/2013/ PT
DKI, tanggal 6 Mei 2013 yang menguatkan Putusan Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat Nomor 29/Pdt.G/2012/PN Jkt.Pst., tanggal 8 Agustus 2012;
Kemudian dalam Konvensinya yaitu :142
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan Tergugat telah wanprestasi atas perjanjian Asuransi dengan Polis
Standart Asuransi Kebakaran Indonesia Ikhtisar Nomor 070108001986
tanggal 8 September 2008;
3. Menghukum Tergugat untuk membayar kerugian yang dialami Penggugat
sebesar Rp350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) ditambah
dengan kerugian nilai stock alat rumah tangga sebesar Rp244.091.992,00
(dua ratus empat puluh empat juta sembilan puluh satu ribu sembilan ratus
141 Putusan Nomor 1040, K/Pdt/2014 hal. 1 142 Putusan Nomor 1040, K/Pdt/2014 hal. 1
Universitas Sumatera Utara
98
sembilan puluh dua rupiah), jumlah seluruhnya Rp594.091.992,00 (lima ratus
sembilan puluh empat juta sembilan puluh satu ribu sembilan ratus sembilan
puluh dua rupiah);
4. Menolak gugatan Penggugat selebihnya;
Sedangkan dalam Rekonvensinya yaitu Menolak gugatan Penggugat
Rekonvensi untuk seluruhnya. Dalam Konvensi dan Rekonvensi nya menghukum
Termohon Kasasi/Tergugat/Terbanding untuk membayar biaya perkara dalam
semua tingkat peradilan yang dalam tingkat kasasi ini ditetapkan sejumlah
Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).
D. Analisa
1. Prinsip Itikad Baik Pihak Perusahaan Asuransi Dikaitkan Alasan
Materil Pihak Perusahaan Asuransi Dalam Penolakan Membayar
Asuransi Tertanggung
Samrida (tertanggung) sebagai pemegang polis dalam Putusan Mahkamah
Agung, menyatakan telah terbukti membayar lunas Premi jaminan berjumlah Rp.
5.300.000,00 (lima juta tiga ratus ribu rupiah) dengan objek pertanggungan berupa
bangunan Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah) dan stock alat rumah tangga Rp.
3.300.000.000,00 (tiga miliar tiga ratus juta rupiah) dengan jumlah harga
pertanggungan Rp.3.500.000.000 (tiga miliar lima ratus juta rupiah).143 Namun
pihak Perusahaan asuransi menolak melakukan pembayaran objek pertanggungan
saat terjadi kebakaran gudang. Penolakan pembayaran objek pertanggungan
dengan alasan materil yakni dimana pihak perusahaan menyatakan isi luas
bangunan tidak sesuai fakta saat musibah kebakaran terjadi pada saat dihitung
143 Putusan Mahkamah Agung Nomor 1040 K/Pdt/2014, hal. 2
Universitas Sumatera Utara
99
kembali. Yaitu dinyatakan luas bangunan 20x50 m2 (dua puluh kali lima puluh
meter persegi), walaupun memang benar luas banguann tidak dapat disamakan
dengan luas tanah berdasarkan Sertifikat Hak Milik Nomor 00847 yang hanya
seluas 140 m2 (seratus empat puluh meter persegi). Namun tidak masuk akal
apabila diatas tanah seluas 140 m2 itu ada bangunan dengan luas 20 x 50 m2 yang
berarti seluas 1000 m2 (seribu meter persegi).
Namun pada saat pelaksanaannya ketika gudang kebakaran terjadi, tidak
ada itikad baikdari pihak perusahaan asuransi yang seolah-olah
mempermasalahkan isi perjanjian. Jika menilik definisi asuransi pada Undang
Undang Nomor 40 Tahun 2014 menyatakan Asuransi adalah perjanjian antara dua
pihak, yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis, yang menjadi dasar bagi
penerimaan premi oleh perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk: 144
a. memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena
kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau
tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita
tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak
pasti; atau
b. memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya tertanggung
atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan
manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil
pengelolaan dana.
Maka PT. Asuransi Adira Dinamika sebagai pihak perusahaan wajib untuk
melakukan penggantian segala akibat yang ditimbulkan dari kebakaran gudang
yang di derita tertanggung (pemegang polis). Penggantian tersebut berupa
pembayaran sejumlah uang objek pertanggungan yakni Rp. 200.000.000 (dua
144 Undang Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Peransuransian
Universitas Sumatera Utara
100
ratus juta rupiah) dan stock alat rumah tangga dengan jumlah harga
pertanggungan Rp.3.500.000.000 (tiga miliar lima ratus juta rupiah).
Hakim Pengadilan Mahkamah Agung menilai, telah terdapat lampiran
(endorsement), Nomor 1 tanggal 15 November 2008 telah di catat dan disetujui
sejak tanggal 4 November 2008 dengan Polis Nomor 070108001986 tanggal 8
September 2008 diadakan perubahan nilai pertanggungan dari sebelumnya
bangunan Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan stock alat rumah tangga
Rp.300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) berubah nilainya menjadi, bangunan
Rp.350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) dan stock alat rumah tangga
Rp.3.300.000.000,00 (tiga miliar tiga ratus juta rupiah) sehingga nilai
pertanggungannya berjumlah Rp.3.650.000.000,00 (tiga miliar enam ratus lima
puluh juta rupiah).145Jadi dengan melihat bukti perubahan endorsement tersebut,
pihak perusahaan asuransi seharusnya bukan menjadikan alasan perubahan luas
bangunan menjadi tidak dibayar. Sebaliknya perbuhan endorsement tersebut
ketika tertanggung dan pihak perusahaan mengikatkan diri dengan menerima
premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, harus
dijamin oleh pihak perusahaan selaku penanggung dengan membayar sebesar
kerugian kepada tertanggung.
Menilik pada prinsip itikad baik, 146 dalam asuransi juga dikenal adanya
prinsip itikad baik, dan saling percaya bahwa konsumen jujur dan perusahaan
145 Putusan Mahkamah Agung Nomor 1040 K/Pdt/2014, hal. 2
146 Pasal 251 KUHD menyatakan semua pemberitahuan yang keliru atau tidak benar, atau
semua persembunyian keadaan yang diketahui oleh tertanggung, meskipun dilakukannya dengan
itikad baik, yang sifatnya sedemikian, sehingga perjanjian itu tidak akan diadakan dengan syarat-
syarat yang sama, bila penanggung mengetahui keadaan yang sesungguhnya dari semua hal itu,
membuat pertanggungan itu batal.
Universitas Sumatera Utara
101
asuransi percaya, karena bisnis asuransi adalah bisnis kepercayaan.147 Itikad baik
dalam membayar premi. Sebab sebelum membayar premi, antara tertanggung dan
perusahaan telah saling menyepakati perihal polis. Polis merupakan dokumen
yang berisi kesepakatan antara pihak tertanggung dan penanggung (pihak
asuransi) berkenaan dengan risiko yang hendak dipertanggungkan. Polis adalah
bukti perjanjian penutupan asuransi tersebut. Standar polis biasanya terdiri atas:148
1. Schedule (Ikhtisar pertanggungan).
Berisi hal-hal pokok yang perlu diketahui oleh tertanggung
2. Judul Polis
3. Pembukaan
4. Penjaminan (operative clause)
5. Pengecualian
6. Tanda tangan pihak penanggung
7. Uraian Keterangan mengenai tertanggung dan obyek yang diasuransikan
dapat dilihat pada dokumen asli maupun duplikat ikhtisar polis.
Tertanggung dan Perusahaan telah saling memahami dan mengikatkan
diri. Pihak tertanggung telah melunasi premi jaminan sebesar Rp. 5.300.000,-
(lima juta tiga ratus ribu rupiah). Namun prinsip itikad baik tidak dijalankan oleh
perusahaan. Oleh karenanya pihak penjamin asuransi selaku tertanggung tidak
pernah mendapat respon dengan baik dari perusahaan. Bahkan ketika ditempuh
upaya negosiasi pun tidak pernah ada titik temu untuk pembayaran klaim oleh
perusahaaan kepada tertanggung.
147 Sunarmi, Pemegang Polis Asuransi dan Kedudukan Hukumnya, Jurnal Ilmu Hukum
Riau, Volume 3, Nomor 1, Tahun 2012, hal. 9
148 Ibid.,
Universitas Sumatera Utara
102
Tertanggung mengalami kerugian secara materiil, namun wajar ketika
mempunyai prasangka adanya itikad buruk perusahaan yang tidak mau membayar
premi. Karena perjanjian asuransi pada dasarnya adalah perjanjian pergantian
kerugian. Tujuan asuransi adalah mengalihkan risiko tertanggung kepada
perusahaan. Dengan adanya itikad baik, perusahaan mempunyai kewajiban
menggantikan kerugian tertanggung dengan imbalan pembayaran premi dari
tertanggung. Semuanya tertuang di dalam polis.
Dengan melihat polis asuransi kerugian dapat diketahui bahwa apa yang
diperjanjikan antara tertanggung dengan perusahaan tidak dilarang oleh undang-
undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan. Isi dari
perjanjian tersebut adalah apa yang menjadi tujuan dari tertanggung dan
perusahaan, yaitu adanya peralihan resiko dari tertanggung kepada penanggung,
yang memberikan konsekuensi pembayaran ganti rugi dari perusahaan apabila
tertanggung menderita kerugian sebagai akibat dari peristiwa yang dijamin dalam
polis, dan kewajiban membayar premi bagi tertanggung.149
Berdasarkan ketentuan tentang kewajiban untuk mengungkapkan fakta
dalam polis dapat diketahui bahwa dalam asuransi kerugian dituntut adanya itikad
baik dari tertanggung dalam mengungkapkan fakta yang sebenarnya dari benda
pertanggungan walaupun nantinya akan dimunculkan endorsement, jikalau ada
perubahan. Dibutuhkan pula itikad baik dari perusahaan bersedia mengganti
kerugian yang diderita tertanggung yang mana walaupun kerugian tertanggung
lebih besar daripada asset perusahaan.
149 Eti Purwiyantiningsih, Prinsip Itikad Baik Berdasarkan Pasal 251KUHD Dalam
Asuransi Kerugian, Jurnal Dinamika Hukum, Volume 8, Nomor 3, bulan September 2008, hal.
245
Universitas Sumatera Utara
103
Terhadap prinsip notification, di dalam polis juga terdapat ketentuan
tentang perubahan risiko. Tertanggung dibebani kewajiban untuk memberitahukan
kepada perusahaan setiap ada perubahan keadaan dari benda pertanggungan yang
dapat memperbesar risiko. Ketentuan tersebut memperlihatkan bahwa di dalam
polis asuransi kerugian dituntut adanya itikad baik dari tertanggung dalam
mengungkapkan fakta tentang benda pertanggungan.
Prinsip itikad baik dan notification saling berkaitan. Hal ini dipertegas
bahwa pada praktiknya penanggung tidak akan meneliti lebih jauh tentang
keadaan benda pertanggungan, karena perusahaan percaya bahwa tertanggung
telah beritikad baik dalam menyampaikan semua fakta tentang benda
pertanggungan. Apalagi dengan ketentuan tentang perubahan risiko dalam polis,
menyebabkan tertanggung tidak mempunyai alasan untuk tidak menyampaikan
tentang keadaan yang sebenarnya dari benda pertanggungan.
Dengan adanya kepercayaan dari pihak penanggung yang diimbangi
dengan itikad baik dari tertanggung, menunjukkan adanya penerapan prinsip
kepercayaan dan prinsip itikad baik dalam asuransi kerugian. Itikad baik tidak saja
ada pada tertanggung tetapi juga ada pada pihak perusahaan karena penanggung
sudah menjelaskan luas jaminan yang diberikan kepada tertanggung yang
semuanya tertuang di dalam polis. Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata menentukan
bahwa setiap perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Yang dimaksud
Universitas Sumatera Utara
104
dengan itikad baik dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata adalah bahwa
perjanjian harus dilaksanakan secara pantas dan patut.150
2. Penyebab terjadinya Perbedaan Interprestasi antara Pengadilan Negeri
dan Pengadilan Tinggi dengan Mahkamah Agung dalam putusan
Mahkamah Agung No. 1040K/Pdt/2014
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat maupun Pengadilan Tinggi DKI Jakarta
dalam memeriksa dan mengadili perkara sengketa pembayaran asuransi kebakaran
antara penanggung PT Asuransi Adira Dinamika selaku tergugat/terbanding/
termohon kasasi dengan Samrida selaku tertanggung sekaligus
penggugat/pembanding/pemohon kasasi dalam perkara ini dalam dasar
pertimbangan hukumnya berpedoman kepada ketentuan hukum Pasal 1338 ayat 1
KUH Perdata, dimana majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta pusat memandang
bahwa para pihak baik tertanggung maupun penanggung telah terikat dalam suatu
perjanjian asuransi kebakaran yang sah, dimana tertanggung telah melaksanakan
kewsjibannya membayar premi asuransi setiap bulan sebesar Rp.5.200.000 (lima
juta dua ratus ribu rupiah) sesuai kesepakatan yang telah dicapai antara
penanggung dan tertanggung yang dimuat dalam polis standar asuransi kebakaran
Indonesia dengan Nomor 070108001986 tanggal 08 September 2008, untuk masa
pertanggungan 28 Agustus 2008 sampai dengan tanggal 28 Agustus 2009.
Namun dalam dasar pertimbangan hukumnya Majelis hakim Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat maupun Pengadilan Tinggi DKI Jakarta lebih berpedoman
kepada ketentuan Pasal 251 KUHD secara tekstual dan menginterpretasikan Pasal
150 Eti Purwiyantiningsih, Prinsip Itikad Baik Berdasarkan Pasal 251KUHD Dalam
Asuransi Kerugian, Jurnal Dinamika Hukum, Volume 8, Nomor 3, bulan September 2008, hal.
247 dalam buku J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan yang Lahir Karena Perjanjian, Buku II,
PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 177.
Universitas Sumatera Utara
105
251 KUHD tersebut hanya dari segi yuridis formal. Sehingga Majelis Hakim
Pengadilan Negeri maupun Pengadilan Tinggi dalam Pertimbangan hukumnya
menggunakan Pasal 251 KUHD sebagai ketentuan hukum yang khusus, dengan
mengenyampingkan asas-asas perjanjian yang termuat dalam KUH Perdata. (Lex
Spesialis derogat Lex Generali). Hal ini mengakibatkan perjanjian asuransi antara
PT Asuransi Adira Dinamika sebagai penanggung dengan Samrida sebagai
tertanggung menjadi batal demi hukum karena Tertanggung Samrida memberikan
data yang tidak sesuai/berbeda dengan data yang sebenarnya berkaitan dengan
objek barang yang diasuransikan tersebut. Namun pada dasarnya perubahan data
dari objek barang yang diasuransikan tersebut berupa tanah dan bangunan, dimana
luas tanahnya adalah 140 meter persegi sesuai yang tertera dalam sertipikat Hak
Milik (SHM). Sedangkan luas bangunan adalah 50x20 meter atau seribu meter
persegi. Majelis hakim pengadilan negeri Jakarta Pusat maupun Pengadilan
Tinggi DKI Jakarta menyatakan bahwa perbuatan tertanggung Samrida tersebut
telah melawsn hukum dengan memberikan data yang tidak benar kepada
penanggung. Pemberian data yang tidak benar dari tertanggung kepada
penanggung sebenarnya sudah dihitung secara cermat dan teliti oleh penanggung
sehingga menghasilkan besarnya premi yang harus dibayar tertanggung Samrida
menjadi Rp.5.200.000 (lima juta duaratus ribu) rupiah setiap bulannya, dan
pembayaran premi asuransi tersebut telah dilaksanakan secara tepat waktu oleh
tertanggung setiap bulannya. Sehingga dalam hal ini tidak ada ketugian yang
diderita oleh penanggung karena adanya perbedaan pemberian data oleh
tertanggung kepada penanggung dalam perjanjian asuransi tersebut.
Universitas Sumatera Utara
106
Berdasarkan pertimbangan hukum tidak ada pihak yang dirugikan yang
disebabkan oleh adanya kesalahan pemberian data objek asuransi dari tertanggung
kepada penanggung, maka nenurut pertinbangan hukum Mahkamah Agung
perbuatan tertanggung tidak dapat dikatakan sebagai suatu perbuatan melawan
hukum. Oleh karena itu judex fakti Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan
Pengedalian Negeri DKI Jakarta telah salah dalam menerapkan hukum. Oleh
karena itu pertimbangan hukum Mahkamah Agung adalah bahwa perjanjian
asuransi antara PT Asuransi Adira Dinamika sebagai penanggung adalah sah dan
memiliki kekuatsn hukum, dan oleh karena itu pihak penanggung wajib
membayar ganti rugi kepada tertanggung Samrida yang besarnya sesuai dengan
kesepakatan yang telah dimuat dalam perjanjian polis asuransi tersebut.
Menurut pertimbangan hukum majelis hakim Mahkamah Agung
Pengertian Perbuatan Melawan Hukum (PMH) sebagai landasan hukum
menyangkut perbuatan melawan hukum adalah Pasal 1365 KUH Perdata, yang
berbunyi: "Tiap perbuatan melawan hukum yang membawa kerugian kepada
seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian
untuk mengganti kerugian tersebut."151
Perbuatan melawan hukum perdata tidak hanya bertentangan dengan
undang-undang, tetapi juga berbuat atau tidak berbuat yang melanggar hak orang
lain atau bertentangan dengan kewajiban orang yang berbuat atau tidak berbuat
bertentangan dengan kesusilaan maupun sifat berhati-hati, kepantasan dan
kepatutan dalam lalu lintas masyarakat.
151 Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata dalam
Teori dan Praktek, Mandar Maju, Bandung, 2009, hal. 84
Universitas Sumatera Utara
107
Perbuatan melawan hukum perdata memiliki empat unsur dalam kriteria
hukumnya yaitu:152
1. Bertentangan dengan hak orang lain;
2. Bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri;
3. Bertentangan dengan kesusilaan;
4. Bertentangan dengan keharusan (kehati-hatian, kepantasan, kepatutan) yang
harus diindahkan dalam pergaulan masyarakat mengenai orang lain atau
benda.
Tidak ada unsur kerugian yang diderita oleh pihak penanggung PT
Asuransi Adira Dinamika, maka pihak tertanggung Samrida tidak dapat
dikategorikan telah melakukan perbuatsn melawsn hukum. Berdasarkan dasar
pertimbangan hukum yang dilakukan oleh Majelis hakim Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat dan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta berbeda dengan dasar
pertimbangan hukum yang dilakukan oleh Mahkamah Agung, maka menghasilkan
putusan yang berbeda pula antara Mahkamah Agung dengan PN Jakarta Pusat
dan PT DKI Jakarta. Mahkamah Agung pada putusannya mengabulkan gugatan
tertanggung Samrida dan membatalkan putusan PT DKI Jakarta dengan membuat
pertimbangan hukum sendiri. Penanggung PT Asuransi Adira Dinamika wajib
mengganti kerugian yang diderita oleh tertanggung Samrida yang besarnya sesuai
dengan kesepakatan yang telah ditentukan dalam perjanjian polis asuransi
tersebut.
152 Ibid, hal. 85
Universitas Sumatera Utara
108
BAB IV
INSTRUMENT YANG KURANG DALAM PENGIKATAN PERJANJIAN
POLIS ASURANSI SEHINGGA TERJADI WANPRESTASI DALAM
PUTUSAN NO. 1040K/PDT/2014
A. Ruang Lingkup Pertanggungan Asuransi Kebakaran
Pada perjanjian asuransi terdapat karakteristik tertentu karena didalamnya
harus memuat syarat-syarat umum perjanjian yang terdapat dalam Pasal 1320
KUHPer dan harus memenuhi asas-asas yang diatur pada buku I Bab IX KUHD.
Asuransi terbagi menjadi dua macam, antara lain yaitu ganti kerugian dan
sejumlah uang dimana keduanya terdapat perbedaan seperti pada asuransi ganti
kerugian adanya janji yang dilakukan oleh penanggung untuk mengganti
kerugian yang mungkin akan diderita oleh tertanggung, sedangkan dalam
asuransi sejumlah uang telah ditentukan uang yang akan dibayar oleh
penanggung tanpa terdapat adanya suatu kerugian. 153
Pada penggantian kerugian terdapat asas perseimbangan atau disebut
dengan asas indemnitas, yaitu adanya keseimbangan antara risiko yang
dilimpahkan kepada penanggung dengan kerugian yang benar-benar diderita oleh
tertanggung akibat peristiwa yang mungkin akan terjadi. Harus ada keterkaitan
antara asas indemnitas dengan kepentingan, dimana tertanggung mempunyai
kepentingan terhadap adanya kemungkinan kerugian yang terjadi. Asas ini
memiliki fungsi untuk mengembalikan posisi keuangan kepada tertanggung
setelah adanya kerugian seperti posisi sebelum adanya kerugian.
153 H.M.N Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Djambatan,
Jakarta, 2003, hal. 63
108
Universitas Sumatera Utara
109
Salah satu peristiwa yang tidak diharapkan yaitu kebakaran yang
mengakibatkan tinbulnya kerugian karena musnahnya harta benda dari
tertanggung. Pada perjanjian polis asuransi disebutkan bahwa penanggung
memberikan ganti rugi diantaranya atas: 154
1. Kebakaran yang disebabkan oleh kekurang hati-hatian atau kesalahan
tertanggung atau pihak lain, ataupun karena sebab kebakaran lain sepanjang
tidak dikecualikan dalam polis.
2. Kebakaran yang diakibatkan oleh menjalarnya api atau panas yang timbul
sendiri atau karena sifat barang itu sendiri;
3. Kebakaran karena hubungan arus pendek;
4. Kebakaran yang terjadi karena kebakaran benda lain disekitarnya dengan
ketentuan kebakaran benda lain tersebut bukan akibat dari risiko yang
dikecualikan polis;
5. Termasuk juga kerugian atau kerusakan dari harta benda tertanggung sebagai
akibat dari air dan atau alat-alat lain yang dipergunakan untuk menahan atau
memadamkan kebakaran dan atau dimusnahkannya seluruh atau sebagian
harta benda dan atau kepentingan yang dipertanggungkan atas perintah yang
berwenang dalam upaya pencegahan menjalarnya kebakaran.
6. Petir, Kerusakan yang secara langsung disebabkan oleh petir.
Khusus untuk mesin listrik, peralatan listrik atau elektronik dan instalasi
listrik, kerugian atau kerusakan dijamin oleh polis ini apabila petir tersebut
menimbulkan kebakaran pada benda-benda dimaksud.
154 Abdullah Amrin, Meraih Berkah Melalui Asuransi, Komputindo, Jakarta, 2011, hal.
94
Universitas Sumatera Utara
110
7. Ledakan
Yang berasal dari harta benda yang dipertanggungkan pada polis ini atau
polis lain yang berjalan serangkai dengan polis ini untuk kepentingan
tertanggung yang sama. Pengertian ledakan dalam polis ini adalah setiap
pelepasan tenaga secara tiba-tiba yang disebabkan oleh mengembangnya gas
atau uap. Meledaknya suatu bejana (ketel uap, pipa dan sebagainya) dapat
dianggap ledakan.
8. Kejatuhan Pesawat Terbang yang dijamin dalam polis ini adalah benturan
fisik antara pesawat terbang termasuk helikopter atau segala sesuatu yang
jatuh dari padanya dengan harta benda dan atau kepentingan yang
dipertanggungan atau dengan bangunan yang berisikan harta benda dan atau
kepentingan yang dipertanggungkan.
9. Asap
Yang berasal dari kebakaran harta benda yang dipertanggungkan pada polis
ini atau polis lain yang berjalan serangkai dengan polis ini untuk kepentingan
tertanggung yang sama.
Resiko-reiko dapat dipertanggungkan kepada asuransi, namun ada beberapa
syarat perihal pertanggungan resiko yang dapat diklaim oleh pihak asuransi,
antara lain:
1. Risiko harus terjadi dengan ketidaksengajaan dan tidak bisa diprediksi
2. Risiko yang dapat ditanggung harus berisifat homogen dan umum terjadi
3. Dampak dari risiko tersebut bisa dinilai dengan uang atau secara finansial
Universitas Sumatera Utara
111
4. Harus ada obyek yang dipertanggungkan atau yang diasuransikan misalnya
harta benda, sakit, kerugian dan lain sebagainya.
5. Obyek yang diasuransikan tidak bertentangan dengan aturan yang berlaku dan
kepentingan umum. Misalnya, narkoba tidak bisa dijadikan sebagai obyek
asuransi.
6. Premi yang dibebankan harus sesuai dengan tingkat risiko yang diasuransikan.
Meskipun pertanggungan boleh melebihi harga atau kepentingan yang
sebenarnya, namun hanya dalam batas tertentu saja
Apabila dalam pengajuan klaim syarat-syarat resiko telah dipenuhi maka
pembayaran klaim akan dilakukan dengan sebagaimana mestinya. Namun dalam
hal klaim tidak memenuhi persyaratan atas resiko yang ditanggungkan, maka
klaim tidak dapat dibayarkan sebagaimana mestinya. 155
Sedangkan kerugian atau kerusakan yang dapat dipertanggungkan pada
perusahaan Asuransi Adira Dinamika, antara lain yaitu kebakaran dengan
perluasan banjir, badai, angin topan dan huru-hara. Hal ini tidak termuat didalam
polis karena di polis hanya memberikan pengecualian terhadap penggantian.
Penetapan ganti rugi yang diberikan oleh Perusahaan Asuransi Adira
Dinamika terdapat dalam Pasal 11 menyebutkan bahwa: Dalam hal terjadi
kerugian atau kerusakan atas harta benda dan atau kepentingan yang
dipertanggungkan, penanggung berhak menentukan pilihannya untuk melakukan
ganti rugi dengan cara: Pembayaran uang tunai; Perbaikan kerusakan, dimana
perhitungan besarnya kerugian adalah sebesar biaya untuk memperbaiki,
155 Wawancara dengan Aprianto, Kepala Cabang PT. Asuransi Purna Artanugraha tanggal
17 Juli 2019 jam 14:30 WIB
Universitas Sumatera Utara
112
kerusakan yang terjadi dengan kondisi yang sama seperti saat sebelum terjadinya
kerugian atau kerusakan. Penggantian kerusakan, dimana perhitungan besarnya
kerugian adalah sebesar biaya penggantian dengan barang sejenis dengan kondisi
yang sama seperti saat sebelum terjadinya kerugian atau kerusakan; Membangun
kembali, dimana perhitungan besarnya kerugian adalah sebesar biaya membangun
kembali ke kondisi yang sama seperti sesaat sebelum terjadinya kerugian atau
kerusakan.156
Mengenai pertanggungan dibawah harga berdasarkan Pasal 12 tentang
Pertanggungan Dibawah Harga pada polis di Jasindo ini mengatur diantaranya
yaitu: Jika pada saat terjadinya kerugian atau kerusakan yang disebabkan oleh
risiko yang dijamin polis ini, dimana harga pertanggungan keseluruhan harta
benda lebih kecil dari pada nilai sebenarnya dari keseluruhan harga benda yang
dipertanggungkan sesaat sebelum terjadinya kerugian atau kerusakan, maka
tertanggung dianggap sebagai penanggungnya sendiri atas selisihnya dan
menanggung sebagian kerugian yang dihitung secara proporsional. Jika polis ini
menjamin lebih dari satu barang, ketentuan ini berlaku untuk masing-masing
jenis barang tersebut secara terpisah.157
Pada Kresna Insurance untuk pertanggungan dibawah harga diatur dalam
Bagian I mengenai Rata-rata, yaitu: Jika harta yang diasuransikan di bawah item
sebaiknya pada awalan dari kerugian atau kerusakan apapun disini ditanggung
secara bersama-sama jika nilai yang lebih besar dari pada jumlah berturut-turut
156 Sri Rejeki Hartono, Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi, Sinar Grafika, Jakarta,
2001, hal. 36 157 Ibid, hal. 37
Universitas Sumatera Utara
113
tertanggung, lalu tertanggung menyadari untuk perbedaan dan menetapkan
pembagian suku bunga dari kerugian yang sesuai.
B. Wanprestasi Dalam Suatu Perjanjian Polis Asuransi Kebakaran
Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban
sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur dengan
debitur. Wanprestasi atau tidak dipenuhinnya janji dapat terjadi baik karena
disengaja maupun tidak disengaja. Seorang debitur dikatakan lalai, apabila ia
tidak memenuhi kewajibannya atau terlambat memenuhinya tetapi tidak seperti
yang telah diperjanjikan. 158
Wanprestasi terdapat dalam pasal 1243 KUH Perdata, yang menyatakan
bahwa: “penggantian biaya, rugi dan bunga karena tidak dipenuhinya suatu
perikatan, barulah mulai diwajibkan, apabila si berutang, setelah dinyatakan lalai
memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya, atau jika sesuatu yang harus
diberikan atau dibuatnya, hanya dapat diberikan atau dibuatnya, hanya dapat
diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah dilampaukannya”159. Kata
lain wanprestasi juga dapat diartikan suatu perbuatan ingkar janji yang dilakukan
oleh salah satu pihak yang tidak melaksanakan isi perjanjian, isi ataupun
melaksanakan tetapi terlambat atau melakukan apa yang sesungguhnya tidak
boleh dilakukannya.
Mengenai pengertian dari wanprestasi, menurut Ahmadi Miru wanprestasi
itu dapat berupa perbuatan :
158 Salim HS, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), Jakarta: 2008, hal.180. 159 Ahmadi Miru, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, Rajawali Pers, Jakarta,
2007,hal. 74
Universitas Sumatera Utara
114
1. Sama sekali tidak memenuhi prestasi.
2. Prestasi yang dilakukan tidak sempurna.
3. Terlambat memenuhi prestasi.
4. Melakukan apa yang dalam perjanjian dilarang untuk dilakukan160
Sedangkan menurut A. Qirom Syamsudin Meliala wanprestasi itu dapat
berupa:161
1. Tidak memenuhi prestasi sama sekali
Sehubungan dengan debitur yang tidak memenuhi prestasi maka dikatakan
debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali.
2. Memenuhi prestasi tetapi tidak tepat waktunya.
Apabila prestasi debitur masih dapat diharapkan pemenuhannya, maka
debitur dianggap memenuhi prestasi tetapi tidak tepat waktu, sehingga dapat
dikatakan wanprestasi.
3. Memenuhi prestasi tetapi tidak sesuai atau keliru.
Debitur yang memenuhi prestasi tapi keliru, apabila prestasi yang keliru
tersebut tidak dapat diperbaiki lagi maka debitur dikatakan tidak memenuhi
prestasi sama sekali
Abdul kadir Muhammad, menyatakan wanprestasi terjadi dikarenakan
adanya 2 (dua) kemungkinan yaitu:
1. Keadaan memaksa (overmach / force mejeur).
2. Karena kesalahan debitur, baik karena kesengajaan maupun lalai.
160 Ahmadi Miru, Sakka Pati, Hukum Perikatan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2008), h. 12 161 A. Qirom Syamsuddin Meliala, Pokok-pokok Hukum Perjanjian, (Yogyakarta:
Liberty, 1985), h.26
Universitas Sumatera Utara
115
Overmach adalah suatu keadaan atau kejadian yang tidak dapat diduga-
duga terjadinya, sehingga menghalangi seorang debitur untuk melakukan
prestasinya sebelum ia lalai untuk apa dan keadaan mana tidak dapat
dipersalahkan kepadanya.
Overmacht di bagi dua yaitu:
1. Overmacht mutlak adalah apabila prestasi sama sekali tidak dapat
dilaksanakan oleh siapapun.
2. Overmacht yang tidak mutlak adalah pelaksanaan prestasi masih
dimungkinkan, hanya memerlukan pengobanan dari debitur.
Kesengajaan maupun lalai, kedua hal tersebut menimbulkan akibat yang
berbeda, dimana akibat akibat adanya kesengajaan, sidebitur harus lebih banyak
mengganti kerugian dari pada akibat adanya kelalaian. Surat peringatan yang
menyatakan debitur telah melakukan wanprestasi disebut dengan somasi.
Somasi adalah pemberitahuan atau pernyataan dari kreditur kepada debitur
yang berisi ketentuan bahwa kreditur menghendaki pemenuhan prestasi seketika
atau dalam jangka waktu seperti yang ditentukan dalam pemberitahuan itu. Dari
ketentuan pasal 1238 KUH Perdata dapat dikatakan bahwa debitur dinyatakan
apabila sudah ada somasi ( in grebeke stelling ). Somasi itu bermacam bentuk,
seperti menurut pasal 1238 KUH Perdata adalah:162
1. Surat perintah
Surat perintah tersebut berasal dari hakim yang biasanya berbentuk
penetapan. Dengan surat penetpan ini juru sita memberitahukan secara lisan
162 R. Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, PT. Intermasa, Jakarta, 1978, hal. 25
Universitas Sumatera Utara
116
kepada debitur kapan selambat-lambatnya dia harusbprestasi. Hal ini biasa disebut
“exploit juru sita”
2. Akta sejenis
Akta ini dapat berupa akta dibawah tangan maupun akta notaris.
3. Tersimpul dalam perikatan itu sendiri.
Maksudnya sejak pembuatan perjanjian, kreditur sudah menentukan saat
adanya wanprestasi.
Menurut Sri Soedewi Masyehoen Sofwan, debitur dinyatakan wanprestasi
apabila memenuhi 3 (tiga) unsur, yaitu:
3. Perbuatan yang dilakukan debitur tersebut dalam disesalkan.
4. Akibatnya dapat diduga lebih dahulu baik dalam arti yang objektif yaitu
orang yang normal dapat menduga bahwa keadaan itu akan timbul. Maupun
dalam arti yang subjektif, yaitu sebagai orang yang ahli dapat menduga
keadaan demikian akan timbul.
5. Dapat diminta untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya, artinya bukan
orang gila atau lemah ingatan.163
Apabila seorang dalam keadaan-keadaan tertentu beranggapan bahwa
perbuatan debiturnya akan merugikan, maka ia dapat minta pembatalan
perikatan. Menurut pendapat yang paling banyak dianut, bukanlah kelalaian
debitur yang menyebabkan batal, tetapi putusan hakim yang membatalkan
perjanjian, sehingga putusan itu bersifat “constitutief” dan tidak
“declaratoir”. Malahan hakim itu mempunyai suatu kekuasaan
163 Sri Soedewi Masyohen Sofwan, Hukum Acara Perdata Indonesia dalam Teori dan
Praktek, Liberty, Yogyakarta, 1981, hal.15
Universitas Sumatera Utara
117
“discretionair” artinya ia berwenang menilai wanprestasi debitur. Apabila
kelalaian itu dianggapnya terlalu kecil hakim berwenang untuk menolak
pembatalan perjanjian, meskipun ganti rugi yang diminta harus diluluskan.164
Dalam Pasal 1313 KUH Perdata, bahwa suatu persetujuan adalah suatu
perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap
satu orang lain atau lebih. Selanjutnya ada pula beberapa syarat untuk
perjanjian yang berlaku umum tetapi diatur di luar Pasal 1320 KUH Perdata,
yaitu sebagai berikut:165
6. Perjanjian harus dilakukan dengan iktikad baik, artinya kedua belah pihak
yang melakukan perjanjian harus melaksanakan isi perjanjian itu dengan
sukarela dan tanpa paksaan, serta dengan iktikad yang benar-benar mau
melaksanakan isi perjanjian yang disepakati.
7. Perjanjian tidak boleh bertentangan dengan kebiasaan yang berlaku, artinya
isi dari perjanjian tidak dibenarkan bertentangan dengan kebiasaan yang
berlaku di tengah-tengah masyarakat, tidak boleh bertentangan dengan
kondisi yang ada dalam masyarakat.
8. Perjanjian harus dilakukan berdasarkan asas kepatutan, artinya perjanjian
yang telah disepakati harus mengikuti asas yang tidak bertentangan dengan
ketentuan yang berlaku dalam masyarakat, tidak boleh melanggar hak-hak
masyarakat.
164 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, PT.Intermasa, 1982, Jakarta, hal. 148. 165 C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum, Balai Pustaka, 1986, Jakarta, hal. 246-247.
Universitas Sumatera Utara
118
9. Perjanjian tidak boleh melanggar kepentingan umum, artinya kontrak yang
dibuat tersebut tidak dibenarkan bertentangan dengan kepentingan yang ada
dalam masyarakat, tidak boleh menimbulkan kerugian dalam masyarakat166
Perjanjian yang dilakukan oleh kedua belah pihak harus mengikuti
persyaratan yang ditentukan, dan harus mengikuti asas kesepakatan dan kepatutan.
Persetujuan yang dibuat tersebut mengikat kedua belah pihak yang
menyetujuinya. Salah satu pihak yang tidak melaksanakan prestasi atau isi dari
perjanjian/kontrak disebut dengan wanprestasi. Wujud dari wanprestasi tersebut
dapat berupa:167
1. Tidak melaksanakan apa yang telah diperjanjikan untuk dilaksanakan.
2. Melaksanakan apa yang telah diperjanjikan tetapi tidak sama dengan isi
perjanjian.
3. Terlambat dalam melakukan kewajiban perjanjian.
4. Melakukan sesuatu yang diperjanjikan untuk tidak dilakukan.
Dari ketentuan tersebut dapat diketahui bahwa salah satu pihak yang
melakukan wanprestasi dapat dihukum untuk membayar ganti rugi, pembatalan
perjanjian, peralihan risiko atau membayar biaya perkara kalau sampai di
pengadilan.
Dalam Pasal 1233 KUH Perdata menyatakan, bahwa “Tiap-tiap perikatan
dilahirkan baik karena persetujuan, baik karena undang-undang”, ditegaskan
bahwa setiap kewajiban perdata dapat terjadi karena dikehendaki oleh pihak-pihak
166 Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002,
hal.16 167 Djoko Trianto, Hubungan Kerja di Perusahaan Jasa Konstruksi, Mandar Maju,
Bandung, 2004, hal.61
Universitas Sumatera Utara
119
yang terkait dalam perikatan/perjanjian yang secara sengaja dibuat oleh mereka,
ataupun karena ditentukan oleh peraturan perundangundangan yang berlaku.
Dengan demikian berarti perikatan atau perjanjian adalah hubungan hukum antara
dua atau lebih orang (pihak) dalam bidang/lapangan harta kekayaan, yang
melahirkan kewajiban pada salah satu pihak dalam hubungan hukum tersebut.168
Pelaksanaan suatu perjanjian membawa konsekuensi bahwa seluruh harta
kekayaan seseorang atau badan yang diakui sebagai badan hukum, akan
dipertaruhkan dan dijadikan jaminan atas setiap perikatan atau kontrak orang
perorangan dan atau badan hukum tersebut, sebagaimana yang dijelaskan dalam
Pasal 1131 KUH Perdata.
Hukum perjanjian adalah keseluruhan dari kaidah-kaidah hukum yang
mengatur hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat
untuk menimbulkan akibat hukum.169
Pasal 1313 KUH Perdata disebutkan, bahwa suatu persetujuan adalah
suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap
satu orang lain atau lebih.170
Persetujuan-persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan
sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undangundang
dinyatakan cukup untuk itu.Persetujuan-persetujuan tersebut harus dilaksanakan
dengan iktikad baik.
168 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan Pada Umumnya, PT. RajaGrafindo
Persada, Jakarta, 2003, hal.17 169 Gunawan Widjaja dan Kartini Muljadi, Perikatan yang Lahir dari Undang-Undang,
PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2003, hal.1 170 Salim H.S, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika,
2010, Jakarta, hal.4
Universitas Sumatera Utara
120
Dalam ilmu hukum, dikenal beberapa asas hukum terhadap suatu
perjanjian, yaitu sebagai berikut:171
a. Asas perjanjian/kontrak sebagai hukum mengatur, merupakan peraturan-
peraturan hukum yang berlaku bagi subjek hukum. Dalam hal ini para pihak
dalam suatu kontrak.
b. Asas kebebasan berkontrak, hal ini merupakan konsekuensi dari berlakunya
asas kontrak sebagai hukum mengatur. Dalam suatu kontrak para pihak pada
prinsipnya bebas untuk membuat atau tidak membuat kontrak, demikian juga
kebebasannya untuk mengatur sendiri isi kontrak tersebut.
c. Asas Fakta Sunt Servanda, adalah janji itu mengikat, bahwa suatu kontrak
dibuat secara sah oleh para pihak mengikat para pihak tersebut secara penuh
sesuai isi kontrak tersebut.
d. Asas konsensual, bahwa jika suatu kontrak sudah dibuat, maka dia telah sah
dan mengikat secara penuh, bahkan pada prinsipnya persyaratan tertulispun
tidak disyaratkan oleh hukum, kecuali untuk beberapa jenis kontrak tertentu,
yang memang dipersyaratkan untuk tertulis.
e. Asas obligatoir, yaitu jika suatu kontrak sudah dibuat, maka para pihak telah
terikat, tetapi keterikatannya itu hanya sebatas timbulnya hak dan kewajiban
semata-mata.
Asas-asas tersebut di atas merupakan asas yang timbul sebagai akibat dari
terjadinya suatu perjanjian. Dalam suatu kontrak asas tersebut secara tidak
langsung pasti muncul karena hakekat dari suatu kontrak adalah timbulnya hak
171 R.Subekti dan R.Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pradnya
Paramita, Jakarta, 1985, hal.304
Universitas Sumatera Utara
121
dan kewajiban masing-masing pihak. Oleh karena itu maka semua asas tersebut di
atas mucul sebagai akibat dari terjadinya suatu kontrak atau perjanjian.
Sebagaimana diketahui bahwa kontrak lahir pada saat terjadinya
kesepakatan mengenai hal pokok dalam kontrak tersebut, namun masih ada hal
lain yang harus diperhatikan, yaitu syarat sahnya kontrak sebagaimana diatur
dalam Pasal 1320 KUH Perdata, yaitu:172
a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, kesepakatan para pihak
merupakan unsur mutlak untuk terjadinya suatu kontrak. Kesepakatan ini
dapat terjadi dengan berbagai cara, namun yang paling penting adalah adanya
penawaran dan penerimaan atas penawaran tersebut.
b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan, untuk mengadakan kontrak para
pihak harus cakap. Seorang oleh hukum dianggap cakap untuk melakukan
kontrak jika orang tersebut sudah berumur 21 tahun ke atas, namun
sebaliknya seseorang dianggap tidak cakap untuk melakukan kontrak orang
tersebut belum berumur 21 tahun, kecuali jika ia telah kawin sebelum cukup
21 tahun.
c. Suatu hal tertentu, dalam suatu kontrak objek perjanjian harus jelas dan
ditentukan oleh para pihak, objek perjanjian tersebut dapat berupa barang
maupun jasa, namun dapat juga berupa tidak berbuat sesuatu. Hal tertentu ini
dalam kontrak disebut prestasi yang dapat berwujud barang, keahlian atau
tenaga, dan tidak berbuat sesuatu.
172 Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002, hal.13
Universitas Sumatera Utara
122
d. Suatu sebab yang halal, maksudnya disini adalah bahwa ini kontrak tersebut
tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Suatu asas hukum yang penting berkaitan dengan perjanjian adalah
kebebasan berkontrak. Artinya pihak-pihak bebas untuk membuat kontrak apa
saja, baik yang sudah ada pengaturannya maupun yang belum ada pengaturannya,
dan bebas menentukan sendiri isi kontrak.173 Namun kebebasan tersebut tidak
mutlak karena terdapat pembatasannya, yaitu tidak boleh bertentangan dengan
undang-undang, ketetiban umum, dan kesusilaan.
Dalam hukum kontrak dikenal beberapa asas, di antaranya adalah sebagai
berikut:
1. Asas Konsensualisme, artinya bahwa lahirnya kontrak ialah pada saat
terjadinya kesepakatan. Dengan demikian, apabila tercapai kesepakatan
antara para pihak, maka lahirlah kontrak.
2. Asas kebebasan berkontrak, artinya memberikan jaminan kebebasan kepada
seseorang untuk secara bebas dalam beberapa hal yang berkaitan dengan
perjanjian, di antaranya:
a. Bebas menentukan apakah ia akan melakukan perjanjian atau tidak.
b. Bebas menentukan dengan siapa ia akan melakukan perjanjian.
c. Bebas menentukan isi atau klausul perjanjian.
d. Bebas menentukan bentuk perjanjian, dan
e. Kebebasan-kebebasan lainnya yang tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan.
173 Ahmadi Miru, Hukum Kontrak Perancangan Kontrak, PT.RajaGrafindo Persada,
Jakarta, 2010, hal.13
Universitas Sumatera Utara
123
3. Asas mengikatnya kontrak, artinya setiap orang yang membuat kontrak, dia
terikat untuk memenuhi kontrak tersebut karena kontrak tersebut
mengandung janji-janji yang harus dipenuhi dan janji tersebut mengikat para
pihak sebagaimana mengikatnya undang-undang.
4. Asas iktikad baik, merupakan salah satu asas yang dikenal dalam hukum
perjanjian. Ketentuan tentang iktikad baik ini diatur dalam Pasal 1338 ayat
(3) KUH Perdata, bahwa perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad
baik.174
Sehubungan dengan ketentuan tersebut, maka semua perjanjian haruslah
memperhatikan asas-asas tersebut agar dalam pelaksanaannya dapat memberikan
kepuasan terhadap kedua belah pihak yang mengikatkan dirinya dalam perjanjian
tersebut.
Pelaksanaan perjanjian asuransi yang termuat dalam perjanjian polis
asuransi kebakaran antara PT Asuransi Adira Dinamika sebagai penanggung dan
Samrida sebagai tertanggung merupakan suatu pengalihan resiko terhadap harta
benda pihak tertanggung yang diperjanjikan di dalam polis asuransi apabila terjadi
kebakaran. Berdasarkan perjanjian tersebut maka tertanggung Samrida memiliki
kewajiban untuk membayar premi asuransi setiap bulannya sebesar Rp 5.200.000
(lima juta dua ratus ribu rupiah). Pembayaran premi oleh tertanggung Samrida
merupakan suatu bentuk itikad baik dalam pelaksanaan perjanjian polis asuransi
kebakaran diantara para pihak tersebut. Meskipun data terhadap objek benda yang
diasuransikan yang diberikan oleh tertanggung Samrida kepada PT Asuransi
174 Ibid, hal.14
Universitas Sumatera Utara
124
Adira Dinamika selaku penanggung tidak sesuai dengan data yang ada di
lapangan terhadap objek benda yang diasuransikan tersebut, tetapi penanggung PT
Asuransi Adira Dinamika telah melakukan perhitungan secara seksama dan
cermat atas nilai pertanggungan yang diberikan datanya oleh tertanggung
Samrida. Berdasarkan perhitungan dari data yang diberikan oleh tertanggung
Samrida maka PT Asuransi Adira Dinamika selaku perusahaan asuransi
berdasrakan perhitungan menerbitkan pertanggungangan polis asuransi yaitu
sebesar Rp3.650.000.000,00 (tiga miliar enam ratus lima puluh juta rupiah).
Berdasarkan perjanjian polis asuransi antara PT Asuransi Adira Dinamika
selaku penanggung dengan Samrida selaku tertanggung, perjanjian tersebut telah
mengikat kedua belah pihak dengan dilakukannya pembayaran premi asuransi
oleh tertanggung Samrida kepada penanggung PT Adira Dinamika. Oleh karena
itu telah pula terjadi pengalihan resiko dari harta benda yang dimiliki oleh
tertanggung Samrida yang telah termuat dalam ketentuan polis untuk dialihkan
kepada PT Asuransi Adira Dinamika selaku penanggung apabila terjadi kebakaran
terhadap harta benda milik tertanggung tersebut.
Pada kenyataannya peristiwa kebakaran tersebut terjadi terhadap harta
benda dari tertanggung Samrida sehingga menimbulkan kerugian material bagi
tertanggung Samrida yang pada dasarnya harus dilakukan ganti rugi oleh PT.
Adira Dinamika selaku penanggung, dengan alasan bahwa tertanggung Samrida
telah melakukan perbuatan melawan hukum karena memberikan data yang tidak
sebenarnya sesuai dengan kenyataan terhadap objek asuransi berupa tanah dan
bangunan yang dimiliki oleh tertanggung Samrida. Berdasarkan pemberian data
Universitas Sumatera Utara
125
yang salah dari tertanggung Samrida maka penanggung PT Asuransi Adira
Dinamika menyatakan menolak untuk melakukan kewajibannya membayar ganti
rugi atas peristiwa kebakaran yang terjadi pada harta benda Samrida selaku
tertanggung tersebut.
Pada prinsipnya PT Asuransi Adira Dinamika selaku penanggung yang
tidak melaksanakan pembayaran ganti rugi terhadap tertanggung Samrida, telah
melakukan perbuatan wanprestasi yaitu tidak melaksanakan kewajibannya sama
sekali dalam melakukan ganti rugi terhadap harta benda milik tertanggung
Samrida yang telah musnah karena peristiwa kebakaran tersebut. Perbuatan
melawan hukum perdata yang dituduhkan oleh penanggung PT Asuransi Adira
Dinamika kepada tertanggung Samrida tidak memiliki dasar hukum yang kuat
karena menurut ketentuan Pasal 1365 KUH Perdata menyebutkan bahwa, “Setiap
perbuatan yang melawan hukum dan membawa kerugian kepada orang lain,
mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk
menggantikan kerugian tersebut”. 175
Di dalam pelaksanaan pemberian data yang dilakukan oleh tertanggung
Samrida telah dihitung secara cermat oleh penanggung PT Adira Dinamika,
sehingga nilai pertanggungan maupun premi asuransi yang dikenakan kepada
objek asuransi milik tertanggung Samrida adalah seperti data yang diberikan oleh
tertanggung Samrida kepada penanggung PT Adira Dinamika. Oleh karena itu
tidak ada unsur kerugian yang dialami oleh penanggung PT Asuransi Adira
Dinamika dalam hal kesalahan pemberian data objek asuransi tersebut. Karena
175 Salim HS, Pengantar Hukum Perdata Tertulis, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hal. 74
Universitas Sumatera Utara
126
meskipun data objek asuransi tersebut yang diberikan oleh tertanggung Samrida
tidak sesuai dengan kenyataan yang ada di lapangan, namun penanggung telah
menghitung berdasarkan data yang salah tersebut terhadap pembebanan nilai
pertanggungan maupun kewajiban dari pembayaran premi asuransi yang harus
dilakukan oleh tertanggung Samrida. Tidak dilaksanakannya pembayaran ganti
rugi oleh penanggung PT Asuransi Adira Dinamika kepada tertanggung Samrida
telah membuat penanggung melakukan perbuatan wanprestasi yang
pemenuhannya dapat dituntut oleh tertanggung Samrida ke pengadilan dalam hal
ini adalah Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi maupun Mahkamah Agung. 176
Berdasarkan uraian di atas maka dapat dikatakan bahwa pelaksanaan
perjanjian polis asuransi kebakaran antara PT Asuransi Adira Dinamika sebagai
penanggung dengan Samrida selaku tertanggung merupakan suatu perjanjian yang
sah dan mengikat sebagaimana layaknya suatu peraturan perundang-undangan.
Oleh karena itu kedua belah pihak wajib melaksanakan perjanjian tersebut dengan
segala konsekuensi hukumnya dengan itikad baik. Pelanggaran terhadap
perjanjian polis asuransi kebakaran yang dilakukan oleh salah satu pihak dapat
dikategorikan sebagai suatu perbuatan wanprestasi yang dapat dituntut
pemenuhan prestasinya oleh pihak lain yang dirugikan dengan terjadinya
wanprestasi tersebut ke pengadilan. Oleh karena itu pihak PT Asuransi Adira
Dinamika selaku penanggung seharusnya melaksanakan kewajibannya atau
prestasinya dalam melakukan ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh
176 Ibid, hal. 75
Universitas Sumatera Utara
127
tertanggung Samrida karena terjadinya peristiwa kebakaran terhadap harta benda
milik tertanggung yang telah diasuransikan kepada penanggung tersebut.
C. Instrument Yang Kurang Dalam Pengikatan Polis Asuransi Sehingga
Terjadi Wanprestasi Dalam Putusan Nomor 1040 K/PDT/2014
Instrumen yang kurang dalam pengikatan Polis Asuransi sehingga terjadi
wanprestasi dalam putusan Mahkamah Agung yaitu :
1. Tidak adanya perlindungan konsumen dalam klausula polis asuransi
Tanggung jawab pelaku usaha atas kerugian konsumen dalam undang
undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen diatur khusus
dalam Bab VI, mulai dari Pasal 19 sampai dengan Pasal 28, memperhatikan
substansi Pasal 19 ayat (1) Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen, dapat diketahui bahwa tanggung jawab pelaku usaha meliputi
tanggung jawab ganti kerugian atas kerugian konsumen.177
Pasal 251 KUHD menyebutkan bahwa “Semua pemberitahuan yang keliru
atau tidak benar, atau semua penyembunyian keadaan yang diketahui oleh
tertanggung, meskipun dilakukannya dengan itikad baik, yang sifatnya
sedemikian, sehingga perjanjian itu tidak akan diadakan, atau tidak diadakan
dengan syarat-syarat yang sama, bila penanggung mengetahui keadaan yang
sesungguhnya dari semua hal itu, membuat pertanggungan itu batal.”
Menurut klausula ini, penanggung tidak akan menggugat tertanggung
dengan alasan pasal 251 KUHD, kecuali jika hakim menetapkan pasal itu harus
177 Irsan Akbar. Perlindungan Hukum Bagi Pembeli Perumahan Atas Sengketa
Kepemilikan Tanah Setelah Adanya Pengikatan Jual Beli Rumah, Dari Pihak Developer Ditinjau Dari Undang-Undang Hukum Perdata (Studi Kasus Putusan Nomor 566/Pdt.G/2010/PN.Jkt-Sel), diunduh dari http://repositori.usu.ac.id/, Medan, 2017
Universitas Sumatera Utara
128
diberlakukan secara jujur atau itikad baik dan sesuai kebiasaan. Jika kerugian
akibat evenemen (hal tidak pasti) bagi tertanggung, padahal tertanggung tidak
memberi tahu keadaan yang sebenarnya, maka penanggung tetap membayar klaim
ganti kerugian kepada tertanggung. Akan tetapi jika dibawa ke peradilan dan
pengadilan memutuskan pasal 251 KUHD berlaku, maka penanggung tidak
memiliki kewajiban membayar kerugian.178 Terhadap kontrak baku, ada banyak
klausula yang memberatkan pihak nasabah salah satunya adalah klausula
pengesampingan Pasal 1266 dan 1267 KUH Perdata jika terjadi events of default.
Di mana pihak nasabah tanpa hak untuk menuntut ganti rugi pada perusahaan
terkait pemutusan perjanjian oleh perusahaan tanpa melalui pengadilan karena
nasabah tidak melaksanakan pembayaran pokok, bunga, dan denda keterlambatan
sesuai dengan yang disepakati. Kontrak yang demikian sering kali diibaratkan
berhadapan dua kekuatan yang tidak seimbang, antara pihak yang mempunyai
bargaining position kuat (baik karena penguasaan modal/dana, teknologi maupun
skill) dengan pihak yang lemah bargaining position-nya. Dalam kaitannya dengan
Pasal 1266 dan 1267 KUH Perdata, apabila pihak nasabah gagal memenuhi
prestasinya maka pihak perusahaan dengan klausula pengesampingan Pasal
1266179 dan 1267180 KUH Perdata dapat langsung memutuskan perjanjian dengan
langsung mengeksekusi jaminan secara parate eksekusi tanpa harus melalui
178 Ridwan Khairandy, Penghantar Hukum Dagang, Yogyakarta, FH UII Press, 2006, h. 27.
179 Pasal 1266 KUHPerdata menyatakan : “Syarat Batal dianggap selalu dicantumkan
dalam persetujuan yang timbal balik, andaikata salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya.
Dalam hal demikian persetujuan tidak batal demi hukum tetapi pembatalan harus dimintakan ke
pengadilan.”
180 Pasal 1267 KUHPerdata menyatakan : “Pihak yang terhadapnya perikatan tidak
dipenuhi, dapat memilih ; memaksa pihak yang lain untuk memenuhi persetujuan, jika hal itu
masih dapat dilakukan, atau menuntut pembatalan persetujuan, dengan penggantian biaya,
kerugian dan bunga.
Universitas Sumatera Utara
129
pengadilan di mana klausula pengesampingan Pasal 1266181 dan 1267182 KUH
Perdata diikuti dengan pemberian kuasa pada pihak kreditur untuk mengeksekusi
benda jaminan. Dari perspektif perusahaan, hal ini jauh lebih efisien karena tidak
perlu menempuh prosedur pengadilan yaitu sita jaminan yang prosesnya bisa
berlarut-larut baik dari proses permohonan hingga eksekusinya jaminannya.
Sehingga cidera janji oleh nasabah yang mungkin terjadi dalam konsep hukum
mendapat jaminan agar tidak merugikan perusahaan.183 184
Pasal 257 ayat (1) KUHD menentukan bahwa perjanjian pertanggungan
ada segera setelah diadakan, hak-hak dan kewajiban-kewajiban timbal balik dari
tertanggung dan penanggung mulai sejak saat itu, bahkan sebelum polis
ditandatangi. Pasal 257 KUHD menyatakan bahwa perjanjian pertanggungan itu
bersifat konsensuil, akan tetapi Pasal 255 KUHD mengharuskan pembuatan
perjanjian pertanggungan itu dalam suatu akta yang disebut polis.
Polis merupakan tanda bukti adanya perjanjian pertanggungan bukan
merupakan unsur dari perjanjian asuransi. Untuk sahnya perjanjian
pertanggungan disamping harus memenuhi Pasal 1320 KUH Perdata juga harus
memenuhi ketentuan Pasal 251 KUHD yang mengharuskan adanya pemberitaan
181 Pasal 1266 KUHPerdata menyatakan : “Syarat Batal dianggap selalu dicantumkan
dalam persetujuan yang timbal balik, andaikata salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya.
Dalam hal demikian persetujuan tidak batal demi hukum tetapi pembatalan harus dimintakan ke
pengadilan.”
182 Pasal 1267 KUHPerdata menyatakan : “Pihak yang terhadapnya perikatan tidak
dipenuhi, dapat memilih ; memaksa pihak yang lain untuk memenuhi persetujuan, jika hal itu
masih dapat dilakukan, atau menuntut pembatalan persetujuan, dengan penggantian biaya,
kerugian dan bunga. 183 Christopher Iskandar, Ningrum N. Sirait, Runtung, Mahmul Siregar, Kekuatan
Mengikat Klausula Syarat Batal Dalam Kontrak Bisnis yang Mengenyampingkan Ketentuan Pasal
1266 dan Pasal 1267. KUHPerdata, USU Law Journal, Volume 2, Nomor 2, September 2014, hal.
2
Universitas Sumatera Utara
130
tentang semua keadaan yang diketahui oleh tertanggung mengenai benda
pertanggungan. 185
2. Tidak adanya prinsip itikad baik melalui musyawarah untuk mufakat didalam
klausula polis asuransi.
Prinsip itikad baik dalam perjanjian pada umumnya maupun dalam
perjanjian asuransi kebakaran berhubungan dengan ketentuan yang termuat dalam
Pasal 1320, 1321, 1323, 1328 dan 1338 KUH Perdata serta Pasal 251 KUHD.
Yang dimaksud dengan itikad baik dalam Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata
adalah bahwa perjanjian harus dilaksanakan secara pantas dan patut. Itikad baik
bukan saja harus ada pada saat pelaksanaan perjanjian, tetapi juga pada saat
dibuatnya atau ditandatanganinya suatu perjanjian. Agar prinsip itikad baik ini
benar-benar terpenuhi sangat diharapkan kepada pihak tertanggung untuk tidak
menyalahgunakan kepercayaan yang telah diberikan oleh pihak penanggung.186
Pihak penanggung juga harus bertikad baik dengan menjelaskan luas
jaminan yang diberikan dan hak-hak dari tertanggung. Kepercayaan dari pihak
penanggung harus diimbangi dengan itikad baik dari tertanggung, yaitu dengan
memberikan keterangan dan data yang diketahuinya atas interest yang akan
ditutup asuransinya. Itikad baik ini bukan hanya ada pihak tertanggung tetapi juga
harus ada pada pihak penanggung, karena yang lebih mengetahui mengenai luas
jaminan dan hakhak tertanggung adalah penanggung. Oleh karena itu ketika
asuransi ditutup, penanggung juga harus menjelaskan luas jaminan dan hak- hak
tertanggung.
185 Soekardono, Hukum Dagang Indonesia, Jakarta, Rajawali Pers Jakarta, 1991, hal. 102. 186 Mustafa A.Siregar, Kapita Selekta Penghetahuan Hukum Dagang, Ind Hill Co,
Jakarta, Jakarta, hal.11.
Universitas Sumatera Utara
131
Pasal 251 KUHD merupakan ketentuan khusus dari Pasal 1321 dan 1322
KUH Perdata. Kekhususannya adalah bahwa Pasal 251 KUHD tidak
mempertimbangkan apakah perbuatan tertanggung itu dilakukan dengan sengaja
atau tidak sengaja. Prinsipnya, seandainya penanggung mengetahui keadaan yang
sebenarnya dari benda yang diasuransikan itu, dia tidak akan mengadakan
asuransi dengan syarat-syarat yang demikian itu.187
Di dalam asuransi atau pertanggungan, yang perlu untuk batalnya
pertanggungan adalah bahwa penanggung tidak akan mengadakan pertanggungan
atau tidak akan mengadakannya dengan syarat yang sama, seandainya ia
mengetahui keadaan-keadaan itu. Tujuan Pasal 251 KUHD adalah untuk
melindungi penanggung atau membebaskannya dari risiko yang secara tidak adil
diperalihkan kepadanya, sehingga dalam Pasal 251 KUHD itu tidak menjadi
pertimbangan apakah pada tertanggung terdapat itikad baik atau tidak. Dengan
demikian, penyembunyian atau mendiamkan suatu keadaan tentang benda
pertanggungan itu tidaklah dipersoalkan apakah itu terjadi dengan disengaja oleh
si tertanggung ataukah karena ia tidak mengetahui keadaan itu atau karena
menganggap keadaan itu tidak penting. Tidak perlu apakah tertanggung sudah
mengetahui sebelumnya seperti yang disyaratkan dalam Hukum Perdata mengenai
kekeliruan.188
Walaupun tujuan Pasal 251 KUHD itu untuk melindungi penanggung,
tetapi banyak sarjana yang mengemukakan keberatan-keberatan terhadap
187 CST.Kansil, Pokok-Pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia, Sinar Grafika,
Jakarta, 2010, hal.33 188 Risman Ismail, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, Citra Aditya Bakti, Bandung,
2010, hal. 37
Universitas Sumatera Utara
132
ketentuan pasal tersebut. keberatan ini memang tepat, sebab mengetahui
sebelumnya keadaan yang dikemukakan oleh tertanggung, maka ia oleh Pasal 251
KUHD tidak diberi kesempatan menyelamatkan per tanggungan itu.
Pasal 251 KUHD itu di dalam praktik pada umumnya dikesampingkan
oleh pihak-pihak yang bersangkutan yaitu pihak penanggung dan tertanggung.
Berdasarkan uraian di atas, maka perjanjian asuransi sama halnya dengan
perjanjian pada umumnya wajib dilaksanakan dengan prinsip itikad baik
berdasarkan Pasal 251 KUHD dalam perjanjian asuransi kebakaran. Asuransi
kebakaran merupakan asuransi kerugian, yang berlaku setelah Surat Permintaan
Penutupan Asuransi (SPPA) yang diserahkan tertanggung kepada penanggung
disetujui oleh penanggung. Dengan disetujuinnya SPPA, berarti bertemulah
kehendak dari tertanggung dan penanggung dengan kata lain terjadilah
persesuaian kehendak antara tertanggung dan penanggung. 189
Dengan demikian perjanjian asuransi kerugian bersifat konsensuil, lahir
berdasarkan kesepakatan tanpa memerlukan syarat formalitas tertentu, karena
perjanjian asuransi kerugian sudah berlaku sebelum polisnya dibuat. Polis baru
dibuat kemudian berdasarkan SPPA. Pasal 255 KUHD menentukan bahwa
pertanggungan harus diadakan secara tertulis dengan sepucuk akta, yang
dinamakan polis. Apabila melihat ketentuan pasal tersebut, polis merupakan
syarat sahnya perjanjian asuransi, padahal polis adalah alat bukti tentang adanya
perjanjian asuransi, karena perjanjian asuransi bersifat konsensuil.
189 Ibid, hal. 38
Universitas Sumatera Utara
133
Pasal 257 ayat (1) KUHD menentukan bahwa perjanjian pertanggungan
ada segera setelah diadakan, hak-hak dan kewajiban-kewajiban timbal balik dari
tertanggung dan penanggung mulai sejak saat itu, bahkan sebelum polis
ditandatangi. Pasal 257 KUHD menyatakan bahwa perjanjian pertanggungan itu
bersifat konsensuil, akan tetapi Pasal 255 KUHD mengharuskan pembuatan
perjanjian pertanggungan itu dalam suatu akta yang disebut polis. Polis
merupakan tanda bukti adanya perjanjian pertanggungan bukan merupakan unsur
dari perjanjian pertanggungan, dengan tidak adanya polis tidak menyebabkan
perjanjian pertanggungan batal.190
Sifat konsensuil dari perjanjian asuransi dapat dilihat pula dari ketentuan
Pasal 246 KUHD dari kalimat “……..seorang penanggung mengikatkan diri
kepada seorang tertanggung…….”. berdasarkan kalimat tersebut dapat
disimpulkan bahwa penanggung berdasarkan persesuaian kehendaknya sendiri
mengadakan perjanjian pertanggungan dengan seorang tertanggung tanpa ada
paksaan dari pihak lain atau salah satu pihak memaksakan kehendaknya kepada
pihak lain.191
Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 KUH Perdata.
Dalam Pasal itu ditentukan bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan
secara formal, tetapi cukup dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak.
Kesepakatan merupakan persesuaian antara kehendak dan persyaratan yang dibuat
oleh kedua belah pihak. Kata konsensualisme berasal dari bahasa latin consensus
190 Hermanto Darsono, Perkumpulan Berdasarkan KUH Perdata, Pradnya Paramita,
Jakarta, 2014, hal. 56 191 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia: Cetakan Keempat Revisi,
Citra Aditya Bakti, Bandung, 2010, hal.21
Universitas Sumatera Utara
134
yang berarti sepakat. Arti asas konsensualisme ialah pada dasarnya perjanjian dan
perikatan yang timbul karenanya itu sudah dilahirkan sejak detik tercapainya
kesepakatan. Dengan kata lain, perjanjian itu sudah sah apabila sudah sepakat
mengenai hal-hal yang pokok dan tidaklah diperlukan suatu formalitas.192
Asas konsensualisme menentukan bahwa suatu perjanjian yang dibuat
antara dua atau lebih orang telah mengikat sehingga telah melahirkan kewajiban
bagi salah satu atau lebih pihak dalam perjanjian tersebut, segera setelah orang
tersebut mencapai kesepakatanatau konsensus, meskipun kesepakatan telah
dicapai secara lisan semata-mata. Ini berarti pada prinsipnya perjanjian yang
mengikat dan berlaku sebagai perikatan bagi para pihak yang berjanji tidak
memerlukan formalitas. Walaupun demikian, untuk menjaga kepentingan pihak
debitor (atau yang berkewajiban untuk memenuhi prestasi) tertentu, maka
diadakanlah bentuk-bentuk formalitas atau dipersyaratkan adanya tindakan nyata
tertentu. 193
Persesuaian kehendak antara para pihak saja belum menimbulkan
perjanjian, karena hukum hanya mengatur perbuatan nyata dari manusia.
Kehendak manusia adalah sesuatu hal yang abstrak, sehingga untuk dapat
diketahuidan bertemu dengan kehendak pihak lain, maka kehendak tersebut harus
dinyatakan. Kehendak yang dinyatakan tersebut harus nyata dan dapat dimengerti
oleh pihak lain. Apabila kehendak yang dinyatakan tersebut sampai dan dapat
dimengerti pihak lain dan pihak lain tersebut menyatakan menerimanya, maka
timbullah sepakat. Persesuaian kehendak atau pernyataan kehendak dapat
192 Ibid, hal.22 193 Risman Putri, Asuransi dan Permasalahannya, Grafika Aditama, Jakarta, 2014, hal. 63
Universitas Sumatera Utara
135
dinyatakan dengan lisan,tulisan/surat, dan lain-lain. Pihak yang satu menawarkan
atau memajukan “usul” (proposal), serta pihak yang lain menerima atau
menyetujui usul tersebut. Jadi dalam persetujuan terjadi acceptance/penerimaan
atau persetujuan usul, lahirlah “persetujuan” atau “perjanjian”. yang
“mengakibatkan ikatan hukum” bagi para pihak.194
Persesuaian kehendak dalam asuransi kerugian dinyatakan secara tertulis,
yaitu dengan diajukannya permohonan dengan mengisi SPPA oleh tertanggung
kepada penanggung yang kemudian disetujui oleh pennggung. Di dalam SPPA
tersebut termuat data lengkap dari tertanggung, keterangan lengkap mengenai
benda pertanggungan, dan syarat-syarat pertanggungan. Disetujuinya SPPA
tertanggung oleh penanggung, berarti telah terjadi pernyataan persesuaian
kehendak dari kedua belah pihak secara tertulis, yang berarti diterimanya
tawaran/usul/proposal tertanggung melalui SPPA oleh penanggung, dan lahirlah
perjanjian asuransi.195
Asuransi kerugian, penanggung dan tertanggung sepakat mengadakan
perjanjian asuransi. Kesepakatan itu ditandai dengan persetujuan penanggung atas
SPPA yang di ajukan oleh tertanggung. Perjanjian pertanggungan kerugian dibuat
secara tertulis dalam suatu polis yang diterbitkan berdasarkan SPPA, dimana
dalam polis sudah disebutkan dengan lengkap mengenai obyek pertanggungan.
Hak dan kewajiban tertanggung dan penanggung di atur di dalam polis. Identitas
lengkap dari tertanggung tercantum di dalam polis. Berdasarkan data tersebut,
bisa perorangan ataupun badan usaha (korporasi) dapat diketahui bahwa
194 Ibid, hal.64 195 Muhammad Ilham, Asuransi Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2010 ,hal. 44
Universitas Sumatera Utara
136
tertanggung adalah cakap/wenang melakukan tindakan hukum. Hal ini didasarkan
pada fakta bahwa seseorang yang mengajukan permohonan penutupan perjanjian
asuransi atas obyek yang menjadi miliknya atau tanggung jawab hukum terhadap
pihak ketiga adalah orang yang cakap menurut hukum, karena sudah dewasa,
tidak berada di bawah pengampuan. 196
Pihak penanggung dalam asuransi kerugian adalah suatu perusahaan
berbadan hukum. Direktur perusahaan yang menandatangani polis adalah pihak
yang sah mewakili perusahaan berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan.
Berdasarkan fakta tersebut, berarti tertanggung dan penanggung adalah pihak-
pihak yang wenang melakukan tindakan hukum baik secara subyektif maupun
obyektif. Kewenangan subyektif artinya kedua pihak sudah dewasa, sehat ingatan,
tidak berada di bawah perwalian (trusteeship), atau pemegang kuasa yang sah.
Kewenangan obyektif artinya tertanggung adalah pihak yang sah mewakili
Perusahaan Asuransi berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan. Yang menjadi
obyek dalam asuransi kerugian adalah harta kekayaan. Obyek asuransi tersebut
harus jelas dan pasti. Apabila berupa harta kekayaan, harta kekayaan apa berapa
jumlahnya dan ukurannya, dimana letaknya, Prestasi dari suatu perjanjian harus
tertentu atau dapat ditentukan. Hal ini obyek yang diperjanjikan spesifikasinya
harus detail dan konkrit. Suatu obyek perikatan harus dapat ditentukan juga
obyeknya diperkenankan dan prestasinya dimungkinkan.197
Perjanjian asuransi pada dasarnya adalah perjanjian penggantian kerugian.
Tujuan asu-ransi adalah memperalihkan risiko tertanggung kepada penanggung.
196 Ibid, hal.45 197 Rizki Amran, Asuransi dan Penyelesaiannya, Alumni, Bandung, 2013, hal. 93
Universitas Sumatera Utara
137
Dengan adanya perjanjian asuransi ini penanggung mempunyai kewajiban
mengganti kerugian tertanggung dengan imbalan pembayaran premi dari
tertanggung. Semuanya tertuang di dalam polis. Dengan melihat polis asuransi
kerugian dapat diketahui bahwa apa yang diperjanjikan antara tertanggung dengan
penanggung tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan
ketertiban umum dan kesusilaan. Isi dari perjanjian tersebut adalah apa yang
menjadi tujuan dari tertaggung dan penanggung, yaitu adanya peralihan risiko dari
tertanggung kepada penanggung, yang memberikan konsekuensi pembayaran
ganti rugi dari penanggung apabila tertanggung menderita kerugian sebagai akibat
dari peristiwa yang dijamin dalam polis, dan kewajiban membayar premi bagi
tertanggung.198
Pembentuk undang-undang tidak memberikan perumusan yang jelas
mengenai “sebab yang halal” di dalam KUH Perdata. Sebab adalah sesuatu yang
menyebabkan orang membuat perjanjian, tetapi yang dimaksud dengan sebab
yang halal dalam Pasal 1320 KUH Perdata bukanlah sebab dalam arti yang
menyebabkan atau mendorong orang membuat perjanjian, melainkan sebab dalam
arti “isi perjanjian sendiri” yang menggambarkan tujuan yang akan dicapai para
pihak.199
Berdasarkan hal tersebut, mengenai “sebab yang halal” berkaitan dengan
asas kebebasan berkontrak. Kebebasan berkontrak artinya para pihak bebas
membuat kontrak dan menentukan sendiri isi kontrak tersebut sepanjang tidak
bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan dan
198 Ichsan Santoso, Polis Asuransi, Sinar Grafika, Jakarta, 2010,hal. 64 199 Muhammad Ikhsan, Perusahaan Asuransi di Indonesia, Rosdakarya, Jakarta, 2014,
hal. 36
Universitas Sumatera Utara
138
didasari atas itikad baik. Dengan demikian, asas ini mengandung makna bahwa
kedua belah pihak bebas dalam menentukan isi perjanjian, asalkan tidak
bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan peraturan perundangan.200
3. Perlunya penekanan Pasal 1320 KUHPerdata dan Pasal 251 didalam klausula
Polis Asuransi
Sahnya perjanjian pertanggungan disamping harus memenuhi Pasal 1320
KUH Perdata juga harus memenuhi ketentuan Pasal 251 KUHD yang menentukan
bahwa semua pemberitaan yang salah atau tidak benar atau penyembunyian
keadaan-keadaan yang di ketahui oleh si tertanggung, betapapun jujurnya itu
terjadi pada pihaknya yang bersifat sedemikian rupa sehingga perjanjian tidak
akan diadakan atau diadakan dengan syarat-syarat yang sama bilamana
penanggung mengetahui keadaan yang sesungguhnya dari benda itu,
menyebabkan pertanggungan itu batal. Kewajiban pemberitaan dari tertanggung
dalam asuransi kerugian sudah dimulai sejak mengajukan SPPA. Tertanggung
harus menyebutkan dengan jelas dan rinci mengenai benda pertanggungan. Apa
yang diisi oleh tertanggung dalam SPPA akan menjadi pertimbangan diterima
atau tidaknya permohonan tersebut oleh penanggung. 201
Kewajiban pemberitaan dari tertanggung dalam asuransi kerugian diatur
dalam polis, yang isinya Tertanggung wajib mengungkapkan fakta material yaitu
informasi, keterangan, keadaan dan fakta yang mempengaruhi pertimbangan
penanggung dalam menerima atau menolak suatu permohonan penutupan asuransi
dan dalam menetapkan suku premi apabila permohonan dimaksud diterima. Selain
200 Ibid, hal.37 201 Risman Achmad, Penyelesaian Asuransi di Indonesia, Alumni, Bandung, 2013, hal.
22
Universitas Sumatera Utara
139
itu tertanggung wajib membuat pernyataan yang benar tentang hal-hal yang
berkaitan dengan penutupan asuransi, yang disampaikan baik pada waktu
pembuatan perjanjian asuransi maupun selama jangka waktu pertanggungan.
Disisi lain jika tertanggung tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana diatur di
atas, penanggung tidak wajib membayar kerugian yang terjadi dan berhak
menghentikan pertanggungan serta tidak wajib mengembalikan premi. Ketentuan
tersebut tidak berlaku dalam hal fakta material yang tidak diungkapkan atau yang
dinyatakan dengan tidak benar itu telah diketahui oleh penanggung namun
penanggung tidak mempergunakan haknya untuk menghentikan pertanggungan
dalam waktu 30 (tiga puluh) hari setelah penanggung mengetahui pelanggaran
tersebut.202
Berdasarkan ketentuan tentang kewajiban untuk mengungkapkan fakta
dalam polis dapat diketahui bahwa dalam asuransi kerugian dituntut adanya itikad
baik dari tertanggung dalam mengungkapkan fakta yang sebenarnya dari benda
pertanggungan. Apabila tertanggung tidak memenuhi kewajibannya, penanggung
tidak berkewajiban mengganti kerugian dan berhak menghentikan pertanggungan.
Ketentuan dalam polis asuransi kerugian tersebut tidak seberat ketentuan dalam
Pasal 251 KUHD yang tidak mempertimbangkan ada tidaknya itikad baik dari
tertanggung dalam mengungkapkan fakta tentang benda pertanggungan. Apabila
diketahui adanya kekeliruan pemberitaan saja meskipun tertanggung sudah
berbuat jujur, mempunyai itikad baik, pertanggungan tetap batal.203
202 Muhammad Ridwan, Hukum Asuransi, Grafika Aditama, Jakarta,2014, hal. 74 203 Ibid, hal. 75
Universitas Sumatera Utara
140
Ketentuan Pasal 251 KUHD terlalu memberatkan bagi tertanggung yang
beritikad baik. Banyak sarjana yang mengemukakan keberatan terhadap ketentuan
Pasal 251 KUHD, karena dapat menimbulkan ketidakadilan. Oleh karena itu di
dalam praktik para pihak dapat mengesampingkan ketentuan Pasal 251 KUHD
dengan klausula “Renuntiatie” dan klausula “sudah mengetahui”.
4. Harus adanya penulisan klausula renuntiate (klausula sudah mengetahui)
dalam polis asuransi
Pada polis asuransi kerugian tidak terdapat klausula renuntiatie ataupun
klausula sudah mengetahui. Namun demikian pada praktiknya tidak sepenuhnya
menerapkan Pasal 251 KUHD yang berarti tetap memperhatikan adanya itikad
baik dari tertanggung dalammengungkapkan fakta tentang benda per- tanggungan.
Disamping ketentuan dalam polis tentang kewajiban mengungkapkan fakta tidak
sekeras ketentuan Pasal 251 KUHD dan sanksi terhadap pelanggaran ketentuan
tersebut oleh tertanggung tidak berlaku apabila penanggung mengetahui
pelanggaran itu tetapi tidak menggunakan haknnya dimana ketentuan ini tidak
terdapat dalam Pasal 251 KUHD, di dalam polis juga terdapat ketentuan tentang
perubahan risiko. Tertanggung dibebani kewajiban untuk memberitahukan kepada
penanggung setiap ada perubahan keadaan dari benda pertanggungan yang dapat
memperbesar risiko.204
Ketentuan tersebut memperlihatkan bahwa didalam polis asuransi kerugian
dituntut adanya itikad baik dari tertanggung dalam mengungkapkan fakta tentang
benda pertanggungan. Hal ini dipertegas bahwa pada praktiknya penanggung
204 Radiman Iswanto, Pertanggungan Asuransi, Rafika Aditama, Jakarta, 2013, hal. 73
Universitas Sumatera Utara
141
tidak akan meneliti lebih jauh tentang keadaan benda pertanggungan, karena
penanggung percaya bahwa tertanggung telah beritikad baik dalam
menyampaikan semua fakta tentang benda pertanggungan. Apalagi dengan
ketentuan tentang perubahan risiko dalam polis, menyebabkan tertanggung tidak
mempunyai alasan untuk tidak menyampaikan tentang keadaan yang sebenarnya
dari benda pertanggungan.205
Dengan adanya kepercayaan dari pihak penanggung yang diimbangi
dengan itikad baik dari tertanggung, menunjukkan adanya penerapan prinsip
kepercayaan dan prinsip itikad baik dalam asuransi kerugian. Itikad baik tidak saja
ada pada tertanggung, tetapi juga ada pada pihak penanggung karena penanggung
sudah menjelaskan luas jaminan yang diberikan kepada tertanggung, yang
semuanya tertuang di dalam polis. Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata menentukan
bahwa setiap perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Yang di maksud
dengan itikad baik dalam Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata adalah bahwa
perjanjian harus dilaksanakan secara pantas dan patut.
Dengan adanya itikad dari tertanggung dalam mengungkapkan fakta
tentang benda pertanggungan dan itikad baik dari penanggung tentang luas
jaminan yang diberikan kepada tertanggung yang tertuang di dalam polis, berarti
perjanjian pertanggungan sudah di laksanakan secara pantas dan patut. Ukuran
kepantasan dan kepatutan disini tentunya bukan hanya menggunakan ukuran
kepatutan dan kepantasan bagi tertanggung dan penanggung sendiri, tetapi
pengungkapan kebenaran fakta dari benda pertanggungan yang diimbangi dengan
205 Ibid,hal.74
Universitas Sumatera Utara
142
jaminan yang diberikan penanggung adalah kepantasan dan kepatutan yang
bersifat obyektif. Perilaku tertanggung dan penanggung dalam melaksanakan
perjanjian asuransi tersebut sudah sepantasnya dan sepatutnya menurut ukuran
umum dalam masyarakat, ukuran yang obyektif. Itikad baik dalam pelaksanaan
kontrak mengacu kepada itikad baik yang obyektif. Standar yang digunakan
dalam itikad baik obyektif adalah standar yang obyektif yang mengacu pada suatu
norma yang obyektif. Perilaku para pihak dalam kontrak harus diuji atas dasar
norma-norma obyektif yang tidak tertulis yang berkembang dalam masyarakat.206
Ketentuan itikad baik menunjuk kepada norma-norma tidak tertulis yang
sudah menjadi norma hukum sebagai suatu sumber hukum tersendiri. Norma
tersebut dikatakan obyektif karena tingkah laku tidak didasarkan pada anggapan
para pihak sendiri, tetapi tingkah laku tersebut harus sesuai dengan anggapan
umum tentang itikad baik tersebut.
Apabila melihat dalam praktik asuransi kerugian, bahwa kewajiban
mengungkapkan fakta yang sebenarnya tentang benda pertanggungan sudah
dimulai sejak penutupan perjanjian yaitu dalam pengisian SPPA, maka itikad baik
dalam asuransi kerugian tidak hanya ada pada pelaksanaan perjanjian saja, tetapi
dalam penutupan perjanjian sudah ada itikad baik. Hal ini sejalan dengan
pendapat Suharnoko yang mengatakan bahwa itikad baik bukan saja harus ada
pada saat pelaksanaan perjanjian tetapi juga pada saat dibuatnya atau
ditandatanganinya perjanjian.207
206 H.M.N.Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia Jilid 2,
Djambatan, Jakarta, 2010, hal.22 207 Mulhadi, Hukum Perusahaan Asuransi Di Indonesia, Bogor: Ghalia Indonesia,
2010,hal. 96
Universitas Sumatera Utara
143
Berdasarkan uraian tersebut di atas maka dapat dikatakan bahwa penyebab
terjadinya wanprestasi pembayaran ganti-rugi harta benda tertanggung Samrida
oleh penanggung PT Asuransi Adira Dinamika dalam pelaksanaan perjanjian polis
asuransi kebakaran adalah itikad tidak baik dari Penanggung Adira Dinamika,
dengan mencari dalil hukum yaitu ketentuan Pasal 251 KUHD dimana pemberian
data yang salah atau tidak sesuai dengan data yang sebenarnya menjadi alasan
bagi penanggung untuk tidak memenuhi prestasinya dalam membayar ganti rugi
harta benda milik tertanggung Samrida yang telah musnah terbakar. Tertanggung
Samrida diindikasikan oleh penanggung Adira Dinamika telah melakukan
perbuatan melawan hukum dengan sengajs telah memberikan data yang tidak
sebenarnya atau data yang tidak benar sesusi kenyataan lapangan yang ada.
Padahal pemberian data yang salsh dari tertanggung Samrida tidak menimbulkan
kerugisn bagi penanggung PT. Adira Dinamika. Karena meskipun data yang
diberikan trrtanggung Samrida terhadap objek asuransi berupa luss tanah dan
bangunan lebih luas dari data kenyataannya. Namun penanggung sudah
menghitung berdasarkan data yang salah yang diberikan oleh tertanggung Samrida
tersebut, sehingga menghasilkan nilai pertanggungan sebesar 3.650.000.000 (tiga
milyar enam ratus limapuluh juta) rupiah dan nilai premi asuransi yang wsjib
dibayar. tertanggung adalah Rp.5.300.000, (lima juta tigaratus ribu) rupiah setiap
bulannya.
Tertanggung Samrida telah melaksanakan pembayaran premi asuransinya
setiap bulannya dengan itikad baik, dan oleh karena itu, seharusnya penanggung
juga wajib melaksanakan orestasinya dengan itikad baik juga dengan cara
Universitas Sumatera Utara
144
membayar ganti rugi atas harta benda tertanggung yang telah nusnajmh terbakar.
Namun pada kenyatasnnya, meskipun perjanjian polis asuransi tersebut telah
dibuat dengan benar berdasarkan instrumen hukum yang lengkap yang berlaku
dalam bidang perjanjian asuransi kebakaran, namun karena tidak adanya itikad
baik dari penanggung, maka penanggung melanggar perjanjian dengan melakukan
perbuatan wanprestasi yang merugikan kepentingan tertanggung Samrida.
Dengan melaksanakan asas pacta sunt servanda adalah merupakan salah
satu asas yang berlaku di dalam hukum perjanjian dimana asas tersebut
mengandung pengertian apabila suatu perjanjian telah di tanda tangani oleh para
pihak yang membuatnya maka kedua belah pihak harus mematuhi ketentuan-
ketentuan yang termuat di dalam perjanjian tersebut dengan sebaik-baiknya. Asas
pacta sunt servanda merupakan asas pendukung terciptanya asas itikad baik dalam
suatu perjanjian.208
208 Dessy Monica Evalina, Penerapan Asas Pacta Sunt Servanda Dalam Perjanjian Kredit
Tanpa Jaminan pada Bank Mandiri Cabang Pembantu Citra Garden Medan, Tesis, Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, http://repositori.usu.ac.id/ , Medan, 2015, hal. 1
Universitas Sumatera Utara
145
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Prosedur dan tata cara syarat prosedur pengajuan klaim resiko kebakaran
berdasarkan standarisasi polis asuransi kebakaran adalah jika terjadi musibah
kebakaran, nasabah harus segera melaporkan kepada perusahaan asuransi
(pihak penanggung). Nasabah perlu memberikan penjelasan mengenai
kejadian dan keterangan tertulis mengenai kronologi sebenarnya. Laporan
tersebut dapat disampaikan secara lisan dengan datang ke kantor asuransi,
atau dapat melalui surat, faximile, email dan lain sebagainya. Laporan ini
harus segera dibuat, maksimal 7 hari kalender. Nasabah mengisi formulir data
diri dan penyebab kebakaran serta nilai remi dan pertanggungan yang dibayar
oleh nasabah. Nasabah juga melengkapi dokumen berupa formulir klaim,
Polis dan berita acara (surat keterangan) dari Kepala Desa atau Kepala
Kelurahan atau Kepolisian Sektor Setempat, Laporan rinci penyebab
kebakaran, bukti lain yang wajar yang diminta oleh perusahaan asuransi.
Setelah perusahaan asuransi menerima pemberitahuan adanya kerugian, maka
perusahaan asuransi akan melakukan pengecekan keabsahan polis. Hal-hal
yang akan dicek adalah apakah ada faktor kepentingan atas obyek, apakah
kejadian masih dalam masa waktu pertanggungan dan apakah premi telah
dibayar lunas.
Setelah prosedur pengecekan keabsahan polis, perusahaan asuransi akan
melakukan pemeriksaan lapangan untuk mengetahui penyebab terjadinya
145
Universitas Sumatera Utara
146
kebakaran, lokasi kejadian, jumlah kerugian, jumlah harga dari bangunan,
barang, mesin yang tidak terbakar dan apakah nasabah juga sudah melakukan
kewajibannya. Apabila semua dokumen telah dipenuhi maka perusahaan PT.
Asuransi Adira Dinamika harus memenuhi jumlah kerugian sebagaimana
yang telah diperjanjikan di dalam polis asuransi tersebut.
2. Penyebab terjadinya perbedaan interprestasi antara Pengadilan Negeri dan
Pengadilan Tinggi dengan Mahkamah Agung dalam putusan No.
1040K/Pdt/2014 adalah dalam hal melakukan penafsiran hukum terhadap
Pasal 251 KUHD, dimana Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan Pengadilan
Tinggi DKI Jakarta berpedoman kepada ketentuan Pasal 251 KUHD secara
kaku berdasarkan bunyi Pasal 251 KUHD tersebut sehingga penafsirannya
menjadi setiap pemasukan data yang salah yang oleh nasabah dipandang
merupakan suatu perbuatan melawan hukum tanpa mempertimbangkan
pelaksanaan pembayaran premi yang dilakukan oleh nasabah yang telah
sesuai dengan ketentuan hukum yang termuat di dalam polis asuransi.
Sedangkan Mahkamah Agung menafsirkan ketentuan Pasal 251 KUHD
tersebut secara fleksibel dimana meskipun nasabah salah memasukkan data
mengenai objek pertanggungan berupa tanah dan bangunan dalam hal luasnya
namun kewajibannya untuk membayar premi asuransi telah sesuai dengan
ketentuan hukum yang termuat di dalam perjanjian polis asuransi.
3. Penyebab terjadinya wanprestasi atas ganti rugi harta benda tertanggung
Samrida oleh penanggung PT. Asuransi Adira Dinamika adalah karena pihak
PT. Asuransi Adira Dinamika memandang bahwa tertanggung telah
melakukan perbuatan melawan hukum dengan memasukkan keterangan yang
tidak benar terhadap luas tanah dan bangunan yang dipertanggungkan di
dalam perjanjian polis asuransi tersebut yang mengakibatkan penanggung
Universitas Sumatera Utara
147
tidak berkewajiban untuk menanggung objek yang dipertanggungkan yaitu
tanah dan bangunan yang telah terbakar dalam suatu peristiwa kebakaran
tersebut.
B. Saran
1. Hendaknya nasabah /tertanggung meminta secara jelas dan rinci kepada
penanggung tentang prosedur dan tata cara klaim asuransi bila terjadi
kebakaran terhadap objek yang dipertanggungkan di dalam perjanjian polis
asuransi tersebut, sehingga tertanggung memperoleh kepastian hukum dalam
hal pelaksanaan haknya untuk memperoleh ganti rugi terhadap perusahaan
PT. Asuransi Adira Dinamika.
2. Hendaknya pengadilan wajib melindungi hak-hak tertanggung yang telah
melaksanakan perjanjian polis asuransi dengan cara membayar premi
asuransinya, yang besarnya telah disepakati oleh penanggung dan tertanggung
setiap bulannya sesuai tanggal jatuh tempo.
3. Hendaknya pihak penanggung yang beritikad tidak baik dengan
cara mencari-cari alasan dan dalil hukum agar dapat terbebas dari
kewajibannya untuk mengganti kerugian tertanggung yang telah beritikad
baik dalam melaksanakan perjanjian polis asuransi kebakaran tersebut,
dengan membayar premi asuransi sesuai jumlah yang telah disepakati dengan
tepat waktu berdasarkan tanggal jatuh tempo yang telah ditetapkan oleh
penanggung Adira Dinamika setiap bulannya dijatuhi sanksi administrasi
yang berat dan denda yang besar oleh majelis hakim pengadilan.
Universitas Sumatera Utara
148
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Achmad, Suryanto, Asuransi dalam Perspektif Hukum, ANDI, Yogyakarta, 2010
Arifin, Syamsul, 2014, Pengantar Hukum Indonesia, Bandung, Citapustaka
Media.
Ashofa, Burhan, 2007, Metode Penelitian Hukum, Jakarta, Rineka Cipta.
Badrulzaman, Mariam Darus, 2006, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Buku
III Tentang Hukum Perikatan dengan Penjelasan, Bandung, Cetakan
Kedua, Alumni.
Budiono, Harlien, 2010, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya
diBidang Kenotariata,Bandugn,Citra Adittya.
Christopher Iskandar, Ningrum N. Sirait, Runtung, Mahmul Siregar, 1996
Kekuatan Mengikat Klausula Syarat Batal Dalam Kontrak Bisnis yang
Mengenyampingkan Ketentuan Pasal 1266 dan Pasal 1267. KUHPerdata,
USU Law Journal, Volume 2, Nomor 2, September 2014, hal. 2Dahlan,
Abdul Aziz dkk (editor), Ensiklopedia Hukum Islam, Ichtiar Baru Van
Hoeve, Jakarta
Crano, Willian D and Brewer, Marilyn B, Lowrence Erlbaum Associates, 2002,
Principles And Methodes Of Social Research, Mahwah Publishers, New
Jersey
Daniarti, Dessy, 2011, Jurus Pintar Asuransi, G. Media, Yogyakarta
Darmawi, Hermawan, 2010, Manajemen Asuransi, Bumi Aksara, Jakarta
Djojosoedarno, Soesino, 2003, Prinsip-Prinsip Manajemen Resiko Asuransi,
Jakarta, Salemba Empat.
Fuady, Munir, 2002, Pengantar Hukum Bisnis, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung
Fuady, Munir, 2002, Pengantar Hukum Bisnis, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung
Gunanto, 2013, Asuransi Kebakaran di Indonesia, Logos Wacana Ilmu, Jakarta
Harnoko, Agus Yudha, 2011, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalan
Kontrak Komersia, Jakarta, Preneda Media Grup.
Hartono, Sri Rejeki, 2001, Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi, Sinar
Grafika, Jakarta
148
Universitas Sumatera Utara
149
Hasibuan, Abdurrozaq, 2003, Metode Penelitian Hukum, Multi Grafika Medan,
Medan.
Hasymi, A., 1981, Dasar-Dasar Asuransi, Balai Aksara, Jakarta
HS, Salim, 2008, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), Jakarta
Huijber, Theo, 2007, Filsafat Hukum Dalam Lintas Sejarah,Yogyakarta, Cetakan
Keempatbelas, Kansius.
Ibrahim, Johnny, 2011, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif,
Malang, Bayumedia.
Idjard, Arsel dan Nico Ngani, 2015, Seri Hukum Dagang : I Profil Hukum
Perasuransian di Indonesia, Liberty, Yogyakarta
Ikhsan, Muhammad, 2014, Perusahaan Asuransi di Indonesia, Rosdakarya,
Jakarta
Irawan, Bagus, 2007, Aspek-Aspek Hukum Kepailitan, Perusahaan dan Asuransi,
Bandung, Penerbit Alumni.
Iqbal Hasan, 2002, Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya,
Ghalia Indonesia, Bogor
Ismail, Risman, 2010, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, Citra Aditya Bakti,
Bandung
Iswanto, Radiman, 2013, Pertanggungan Asuransi, Rafika Aditama, Jakarta
Kansil, C.S.T., 1986, Pengantar Ilmu Hukum, Balai Pustaka, Jakarta
Kelsen, Hans, 2009, Teori Umum Tentang Hukum dan Negara, Bandung,Terje
Raisul Muttaqien Nusa Media.
Koentjoroningrat, 1997, Metode-metode Penelitian Masyarakat, Jakarta, Edisi
Ketiga, Gramedia Pustaka Utama.
Kusumaatmadja, Muchtar dan Arief B Sidharta, 2000, Pengantar Ilmu Hukum:
Suatu Pengenalan Pertama Ruang Lingkup Berlakunya Ilmu Hukum,
Bandung,Buku I, Alumni.
Manullang, E. Fernando M., 2007, Menggapai Hukum Berkeadilan : tinjauan
hukum kodrat dan Antinomi Nilai, Jakarta, kompas.
Made Wirartha, 2005, Pedoman Penulisan Usulan Penelitian, Skripsi, dan Tesis,
CV. Andi Offset, Yogyakarta
Universitas Sumatera Utara
150
Marzuki, Peter Mahmud, 2008, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta, Kencana.
Mehr dan Cammack, A Yasumi, 2010, Manajemen Asuransi, Balai Aksara,
Jakarta
Meliala, A. Qirom Syamsuddin, 1985, Pokok-pokok Hukum Perjanjian, Liberty,
Yogyakarta
Mertokusumo, Sudikno, 2007, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Yogyakarta,
Liberty.
Mertokusumo, Sudikno, A. Pitlo, 2013, Bab-Bab Tentang Penemuan Hukum,
Yogykarta, Citra aditya bakti.
Miru, Ahmadi dan Sakka Pati, 2008,Hukum Perikatan: Penjelasan Makna Pasal
12330 Sampai 1456 BW, Cetakan Keenam, Rajawali Pers, Jakarta
Miru, Ahmadi, 2010, Hukum Kontrak Perancangan Kontrak, PT.RajaGrafindo
Persada, Jakarta, 2010
Miru, Ahmadi, Sakka Pati, 2008, Hukum Perikatan, Rajawali Pers, Jakarta
Mohamad Nazir, 1998, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta
Moleong, Lexy J, 2004, Metode Kualitatif, Bandung, Remaja Rosdakarya.
Moleong, Lexy J, 2004, Metode Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung
Muhammad, Abdulkadir, 2006, Hukum Asuransi Indonesia, PT Citra Aditya
Bakti, Bandung
Muhammad, Abdulkadir, 2010, Pokok-Pokok Hukum Pertanggungan, Alumni,
Bandung
Muljadi, Kartini dan Gunawan Widjaja, 2003, Perikatan Pada Umumnya, PT.
RajaGrafindo Persada, Jakarta
Muslehuddin, Muhammad, 1999, Insurance and Islamic Law, Menggugat
Asuransi Modern:Mengajukan suatu alternative baru dalam perpektif
hukum Islam, Jakarta
Nasution,Bahder Johan, 2008, Metode Penelitian Ilmu Hukum,Bandung, Mandar
Maju.
Prakoso, Djoko dan I Ketut Murtika, 2014, Hukum Asuransi Indonesia, Bina
Aksara, Jakarta
Prakoso, Djoko, 1997, Hukum Asuransi Indonesia, Jakarta, Rineka Cipta.
Universitas Sumatera Utara
151
Prawoto, Agus, 1995, Hukum Asuransi dan Kesehatan Perusahaan Asuransi.
Guide line Untuk Membeli Polis Asuransi Yang Tepat dari Perusahaan
Asuransi Yang Benar, Yogyakarta, Edisi I BPFE.
Prihantoro, 2014, Aneka Produk Asuransi dan Karakteristik, Kanisius,
Yogyakarta
Prodjodikoro, Wirjono, 1979, Hukum Asuransi di Indonesia, PT Intermasa,
Jakarta
Purba, Radiks, 1995, Memahami Asuransi Indonesia, CV Teruna Frafica, Jakarta
Pusat
Purwosutjipto, H.M.N, 2003, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia,
Djambatan, Jakarta
Putri, Risma, 2014, Asuransi dan Permasalahannya, Grafika Aditama, Jakarta
Rato, Dominicus, 2010, Filsafat Hukum Mencari: Memahami dan memahami
Hukum, Yogyakarta, Laksabang Pressindo.
Ridwan, Muhammad, 2010, Polis Asuransi, Gramedia, Jakarta
Salim, Abbas, 2000, Asuransi dan Manajemen Resik, Raja Grafindo Persada,
Jakarta
Salim, Abbas, 1995, Dasar-Dasar Asuransi, PT. Raja Grafindo, Jakarta, 1995
Salim, H.S, 2010, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak,
Jakarta: Sinar Grafika
Sastrawidjaja, Man Suparman, 2010, Aspek-Aspek Hukum Asuransi dan Surat
Berhagra, Alumni, Bandung
-----------------, -------------------, dan Endang, 2016, Hukum Asiransi
Perlindungan Tertanggung Asuransi Deposito Usaha Perasuansian,
Bandung
Simanjuntak, Emmy Pangaribuan, 1990, Hukum Pertanggungan dan
Perkembangannya, Jakarta, Badan Pembina Hukum Nasional Dapartemen
Kehakiman.
Soekanto, Soerjono, 1982, Beberapa Aspek Sosio Yuridis Masyarakat, Alumni,
Bandung
-----------------------, 2014, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta
Universitas Sumatera Utara
152
-----------------------, dan Mustafa Abdulla, 1982, Sosilogi Hukum dalam
Masyarakan, Rjawali, Jakarta
-----------------------, dan Sri Mamudji, 2003, Penelitian Hukum Normatif, Suatu
Tinjauan Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta
Soeroso,R, 2007, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta, Kompas.
Sofwan, Sri Soedewi Masyohen, 1981, Hukum Acara Perdata Indonesia dalam
Teori dan Praktek, Liberty, Yogyakarta
Subekti, R, 1982, Pokok-Pokok Hukum Perdata, PT. Intermasa, Jakarta
-------------, 1978, Pokok-Pokok Hukum Perdata, PT. Intermasa, Jakarta
-------------, dan R.Tjitrosudibio, 1985, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,
Pradnya Paramita, Jakarta
Supriatna, 2013, Keuntungan Asuransi, Refika Aditama, Jakarta
Tan Kamello, 2014, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Diidamkan,
Penerbit Alumni, Bandung
Trianto, Djoko, 2004, Hubungan Kerja di Perusahaan Jasa Konstruksi, Mandar
Maju, Bandung
Waluo, Bambang, 1996, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta
Widjaja, Gunawan dan Kartini Muljadi, 2003, Perikatan yang Lahir dari Undang-
Undang, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta
Wigjosoebroto, Soetanyo, 2002, Hukum, Paradigma, Metode dan Dinamika
Masalahnya, Jakarta,Elsam Huma.
Wiyano, Ahmad, 2010, Asuransi Umum dalam Praktik, Citra Aditya Bakti,
Bandung
B. Peraturan Perundang Undangan
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, Peraturan Otoritas
Jasa Keuangan Nomor 23/POJK.05/2015 tentang Produk Asuransi dan Pemasaran
Produk Asuransi
Universitas Sumatera Utara
153
C. Jurnal
Eti Purwiyantiningsih, Prinsip Itikad Baik Berdasarkan Pasal 251KUHD Dalam
Asuransi Kerugian, Jurnal Dinamika Hukum, Volume 8, Nomor 3, bulan
September 2008
Hendy Dwipta, dkk, Evaluasi Pengendalian Intern Terhadap Sistem dan
Prosedur Pengajuan Pembayaran Klaim Asuransi Kebakaran, Jurnal
Administrasi Bisnis, 2014, Vol. 14
Haroen Zeinyta Azra, Analisis Proses Klaim Asuransi Kebakaran dengan
MenggunakanMetode Pure Indemnity dan Reinstatement ValueTerhadap
ObjeAsuransi Berupa Bangunan, jurnal Ilmiah Akuntansi dan Manajemen,
Vol.15, No.1, Mei 2019
Komang Ayu Devi, dkk, Upaya Hukum Terhadap Penolakan Klaim Asuransi
Jiwa oleh PT. Prudential Life Assurance, Jurnal Fakultas Hukum
Universitas Udayana, Bali, hal.44
Satrio J, 2001, Hukum Perikatan, Perikatan yang Lahir Karena Perjanjian, Buku
II, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung
Sunarmi, Pemegang Polis dan Kedudukan Hukumnya, Jurnal Ilmu Hukum Vol. 3
No.1, 2012
Sugirhot Marbun, Mahmud Mulyadi, Suhaidi, Mahmul Siregar, Perbedaan antara
Wanprestasi dan Delik Penipuan Dalam Hubungan Perjanjian, Jurnal
USU Law Journal, Volume 3, Nomor 2, Agustus 2015
Ummah, Inayatul, Pengaruh Finansial Consultant dan Besaran Premi Terhadap
Permintaan Asuransi Fund Amani Syariah, Jurnal Ekonomi dan Bisnis
Islam Vol.1 No.1, 2016
Zeinyta Azra Haroen, Analisis Proses Klaim Asuransi Kebakaran dengan
Menggunakan Metode Pure Indemnity dan Reinstatement Value Terhadap
Objek Asuransi Berupa Bangunan, jurnal Ilmiah Akuntansi dan
Manajemen, Vol.15, No.1, Mei 2019
Neni Sri Imaniyati, Perlindungan Hukum terhadap Konsumen dalam Sengketa
Klaim Asuransi, Jurnal Hukum Bisnis, Vol.30 No.1, 2011
Dwipta, Hendy, dkk, Evaluasi Pengendalian Intern Terhadap Sistem dan Prosedur
Pengajuan Pembayaran Klaim Asuransi Kebakaran, Jurnal Administrasi
Bisnis, 2014, Vol. 14
Universitas Sumatera Utara
154
D. Tesis
Adrianyah Putra Napitupulu, Perlindungan Hukum Terhadap Tertanggung Dalam
Hal Penanggung Menolak Klaim Asuransi Akibat Terjadinya Resiko Total
Loss Only (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan No.
392/Pdt.G/2013/PN.Mdn), diunduh dari http://repositori.usu.ac.id/, Medan,
2017
Andreane Hutagaol, Pertanggungjawaban Perseroan Terbatas Sebagai Debitur
Atas Pemberian Data Yang Tidak Benar Dalam Perjanjian Kredit Bank,
Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara, Diunduh dari http://repositori.usu.ac.id, Medan, 2017
Epipanni Sihotang, Itikad Baik Penguasaan Fisik Sebagai Dasar Perolehan
Kepemilikan Hak Atas Tanah (Analisis Putusan Mahkamah Agung
Republik Indonesia Nomor 269PK/PDT/2015, Tesis, Program Magister
Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan, 2017,
.
Pratiwi Habibi, Prinsip Itikad Baik yang Dilarang Studi Terhadap Putusan Nomor
01/PDT.KPPU/2013/PN/JKT.UT, Tesis, Program Studi Magister
Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan, 2013,
diunduh dari http://repositori.usu.ac.id.
Irsan Akbar. Perlindungan Hukum Bagi Pembeli Perumahan Atas Sengketa
Kepemilikan Tanah Setelah Adanya Pengikatan Jual Beli Rumah, Dari
Pihak Developer Ditinjau Dari Undang-Undang Hukum Perdata (Studi
Kasus Putusan Nomor 566/Pdt.G/2010/PN.Jkt-Sel), diunduh dari
http://repositori.usu.ac.id/, Medan, 2017
Dessy Monica Evalina, Penerapan Asas Pacta Sunt Servanda Dalam Perjanjian
Kredit Tanpa Jaminan pada Bank Mandiri Cabang Pembantu Citra
Garden Medan, Tesis, Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara, diunduh dari http://repositori.usu.ac.id/ ,
Medan, 2015
Irene Mulia, Analisis Pertanggungjawaban Pengembang Apabila Terjadi
Peristiwa Force Majuere Terhadap Bangunan dan Penghuni Rumah
Grand Jati Junction Medan, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, diunduh dari
http://repositori.usu.ac.id/ Medan, 2018
Yohana Apriyanti, Implementasi Prinsip Tata Kelola Perusahaan Yang Baik
(Good Corporate Governance), Terhadap Laporan Tahunan Perseroan
Terbuka (Studi Annual Report Tahun 2015 PT. Unilever Indonesia Tbk),
Universitas Sumatera Utara
155
Tesis, Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara, diunduh dari http://repositori.usu.ac.id/ , Medan, 2017
Vernando, Analisis Yuridis Perlindungan Hukum Jemaah Umroh Dalam
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) PT. First Anugerah
Karya Wisata (Studi Putusan Mahkamah Agung No. 105/Pdt-
SUS/PKPU/PN.Jkt.Pst), Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan
Universitas Sumatera Utara, Medan, 2019
Nanda Yustiansyah, Analisis Yuridis Tentang Perbuatan Melanggar Perjanjian
(Wanprestasi) Sewa menyewa Rumah Secara Lisan Yang Dilakukan Pihak
Penyewa (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri
No.03/Pdt.G/2012/PN.PWR), diunduh dari http://repositori.usu.ac.id/,
Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara, Medan, 2018
Universitas Sumatera Utara
top related