analisis struktur, fungsi, dan makna tari saputangan …
Post on 01-Oct-2021
20 Views
Preview:
TRANSCRIPT
75
ANALISIS STRUKTUR, FUNGSI, DAN MAKNA TARI SAPUTANGAN
PADA MALAM BAINE DALAM RANGKAIAN UPACARA
PERKAWINAN SUKU PESISIR KOTA SIBOLGA
TESIS
OLEH
DWI IRNA HASANA TANJUNG
NIM. 167037003
PROGRAM STUDI MAGISTER
PENCIPTAAN DAN PENGKAJIAN SENI
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N
2019
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
76
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
77
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
i
ABSTRAK
Tesis ini, menganalisis tiga aspek dalam pertunjukan Tari Saputangan
pada malam baine dalam konteks upacara adat perkawinan suku Pesisir Sibolga,
yaitu; (1). Struktur, (2). Fungsi, dan (3). Makna, dari penyajian Tari Saputangan,
dalam konteks upacara adat perkawinan masyarakat Pesisir Sibolga. Peneliti
menggunakan metode penelitian deskriftif kualitatif dengan empat tahapan
sebelum ke lapangan, pekerjaan lapangan, analisis data, dan penulisan laporan.
Selain itu peneliti menggunakan beberapa teori yang dianggap relevan dan
behubungan dengan judul diatas, antara lain teori struktur tari, teori fungsi dan
teori makna. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa struktur Tari
Saputangan terdiri dari elemen-elemen tari yang saling mendukung dan berkaitan
untuk mewujudkan harapan dari seluruh pelaku yang terlibat, dilihat dari gerak,
pola lantai, tata busana, musik, tata rias, tempat penyajian, dan pelaku. Tari
Saputangan juga dilihat dari aspek fungsi yaitu; Fungsi Primer (Ritual, Ungkapan
Pribadi, Estetik), Fungsi Sekunder, Fungsi Pengungkapan Emosional, Fungsi
Hiburan, Fungsi Komunikasi, Fungsi Pengesahan Lembaga Sosial dan Upacara
Adat, dan Fungsi Pengintegrasian Masyarakat. Sedangkan aspek makna dianalisis
dari struktur Tari Saputangan dan elemen pendukungnya. Dari keseluruhan
analisis ini, tanpak jelas, bahwa Tari Saputangan merupakan tari yang menjadi
milik masyarakat Pesisir Sibolga yang memberikan pesan dalam kehidupan muda-
mudi.
Kata kunci : perkawinan, tari sapu tangan, struktur, fungsi, makna
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ii
ABSTRACT
This thesis analyzes three aspects in the Saputangan Dance performance on the
night of the baine in the context of the traditional marriage ceremony of the
Pesisir Sibolga tribe, namely; (1). Structure, (2). Function, and (3) Meaning, from
the presentation of Saputangan Dance, in the context of the traditional marriage
ceremony of the Sibolga Coastal community. Researchers used a qualitative
descriptive research method with four stages before going to the field, field work,
data analysis, and report writing. In addition, researchers used several theories that
were considered relevant and related to the title above, including dance structure
theory, function theory and meaning theory. Based on the results of the study, it is
known that the structure of the Saputangan Dance consists of dance elements that
support each other and are related to realize the expectations of all the actors
involved, seen from motion, floor patterns, fashion, music, make-up, presentation,
and performers. Saputangan dance is also seen from the aspect of function,
namely; Primary Function (Ritual, Personal Expression, Aesthetic), Secondary
Function, Emotional Disclosure Function, Entertainment Function,
Communication Function, Ratification Function of Social Institutions and
Customary Ceremonies, and Community Integration Function. While the aspect
of meaning is analyzed from the structure of the Saputangan Dance and its
supporting elements. From this whole analysis, it is clear that the Saputangan
Dance is a dance that belongs to the Sibolga Coastal community which gives a
message in the lives of young people.
Keywords: marriage, handkerchief dance, structure, function, meaning
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
iii
PRAKATA
Puji dan syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SAW atas berkat,
rahmat, dan karuniaNya sehingga peneliti dapat menyelesaikan tesis ini dengan
baik. Tesis ini berjudul Analisis Struktur, Fungsi, dan Makna Tari Saputangan
dalam Tata Cara Pernikahan Malam Barinai Pada Suku Pesisir Kota Sibolga.
Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan jenjeng pendidikan
S-2 dan memperoleh gelar Magister Seni (M.Sn) pada Program Magister
Penciptaan dan Pengkajian Seni Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera
Utara. Tesis ini berisikan hasil penelitian mengenai Tari Saputangan pada malam
baine dalam rangkaian upacara perkawinan suku Pesisir Kota Sibolga. Pokok
permasalahan yang dibahas adalah; bagaimana struktur, fungsi dan makna Tari
Saputangan pada malam baine dalam rangkaian upacara perkawinan suku Pesisir
Kota Sibolga. Dalam kesempatan ini peneliti menyampaikan ucapan terima kasih
kepada berbagai pihak atas penyelesaian tesis ini, tentu saja bantuan maupun
dukungan yang diterima peneliti sangat berarti bagi penyelesaian tesis ini, untuk
itu peneliti mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum., sebagai Rektor Universitas
Sumatera Utara, dan segenap jajarannya yang telah menata dan
bertanggung jawab atas segala urusan akademik Universitas Sumatera
Utara.
2. Bapak Dr. Budi Agustono, M.S., sebagai Dekan Fakultas Universitas
Sumatera Utara dan segenap jajarannya yang telah memfasilitasi urusan
akademik Fakultas Ilmu Budaya.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
iv
3. Bapak Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D selaku ketua Prodi
Magister Penciptaan dan Pengkajian Seni Fakultas Ilmu Budaya, atas
arahan dan bimbingan akademis kepada peneliti.
4. Bapak Drs. Torang Naiborhu, M.Hum., selaku sekertaris Prodi Magister
Penciptaan dan Pengkajian Seni Fakultas Ilmu Budaya, atas bimbingan
akademis dan juga arahan kepada peneliti.
5. Bunda Yusnizar Heniwaty, S.ST, M.Hum, Ph.D., selaku Dosen
Pembimbing yang yang telah memberikan banyak nasehat, motivasi,
terus memberikan semangat dan memberikan waktunya untuk
membimbing penulis agar tesis ini terselesaikan dengan baik.
6. Bapak Drs. Kumalo Tarigan, M.A., Ph.D., selaku Dosen Pembimbing
yang yang telah memberikan banyak arahan dan memberikan waktunya
untuk membimbing penulis agar tesis ini terselesaikan dengan baik.
7. Bapak Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.S., selaku Dosen Prodi
Magister Penciptaan dan Pengkajian Seni sekaligus sebagai dosen
penguji tesis ini.
8. Ibu Dr. Dardanila, M.Hum., selaku Dosen Prodi Magister Penciptaan dan
Pengkajian Seni sekaligus sebagai dosen penguji tesis ini.
9. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Prodi Magister Penciptaan dan Pengkajian
Seni Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara yang telah
memberikan ilmunya kepada peneliti.
10. Bapak Drs. Ponisan selaku pegawai staf administrasi Prodi Magister
Penciptaan dan Pengkajian Seni Fakultas Ilmu Budaya, Universitas
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
v
11. Sumatera Utara. Yang telah banyak membantu menyelesaikan segala
urusan administrasi selama perkuliyahan.
12. Bapak Sahriman Irawadi Hutajulu, dan Ibu Siti Zubaidah, S.Pd, M.M.,
sebagai informan kunci yang bersedia memberikan informasi terkait tesis
ini, juga kepada informan pendukung Bapak Chairil Siregar dan Ibu
Dahlia Sinaga yang telah bersedia membantu peneliti.
13. Kedua orang tua peneliti Ayah H. Maswardin Tanjung, S.Pd., dan Umak
Hj. Mardiana Sinaga, S.Pd., yang telah mendukung peneliti baik nasehat,
materi, motivasi, do’a dan kasih sayang sebagai orang tua serta segala hal
keperluan peneliti.
14. Kedua mertua peneliti Bapak Kapten Inf. Mangantan Tua Lumban Tobing,
dan Ibu Rivera Hutabarat, yang telah memberikan dukungan, motivasi
dan mendo’akan peneliti
15. Abang Pratu Ivan Reimando Lumban Tobing, yang telah setia menemani,
membimbing dalam proses penyelesaian tesis ini dan juga mendukung
secara moril, materi, motivasi, do’a dan memberikan kasih sayang
sebagai suami.
16. Abang Sabrian Anugrah Tanjung, S.I.Kom., kakak ipar Widya Ningsi,
A.Md.Keb., keponakan Al Farezy Ridya Tanjung, yang telah
memberikan dukungan secara moril kepada peneliti.
17. Adik-adik Sanggar Cecek Dance Company (CDC) yang telah memberikan
motivasi dan banyak bantuan dalam proses penelitian lapangan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
vi
18. Teman-teman kuliyah di Program Studi Magister Penciptaan dan
Pengkajian Seni USU seangkatan 2016 dan 2017 atas segala bantuan dan
kerja samanya yang telah terbangun selama ini.
Peneliti mengucapkan maaf bila ada kata yang kurang berkenan, oleh
karena tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, maka peneliti mengharapkan saran
dan kritik yang bersifat membangun pada penulisan tesis ini. Akhir kata, peneliti
berterima kasih kepada seluruh pihak yang sudah membantu penulisan tesis ini.
Peneliti berharap kiranya hasil tesis ini dapat berguna bagi dunia penelitian seni
pada umumnya, dan bagi kesenian Sikambang khususnya pada masyarakat Pesisir
Kota Sibolga.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
vii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
IDENTITAS DIRI
Nama : Dwi Irna Hasana Tanjung, S.Pd.
NIM : 167037003
Tempat/ Tanggal Lahir : Sibolga, 7 Juni 1993
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Kewarganegaraan : Indonesia
Nomor Handphone : 082276199503
Alamat : JL. Midin Hutagalung No. 38, Kelurahan Aek
Habil, Kecamatan Sibolga Selatan, Kota Sibolga.
Pekerjaan : Guru Seni Budaya
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
viii
PENDIDIKAN
1. Pendidikan Anak Usia Dini
Di TK Aisyiyah Bustanul Atfal Sibolga Lulus Tahun 1999
2. Sekolah Dasar
Di SD Muhammadiyah 03 Sibolga Lulus Tahun 2005
3. Sekolah Menegah Pertama
Di SMP Negeri 1 Sibolga Lulus Tahun 2008
4. Sekolah Menegah Atas
Di SMA Negeri 1 Sibolga Lulus Tahun 2011
5. Sarjana Jurusan Sendratasik
Program Studi Pendidikan Seni Tari
Universitas Negeri Medan (UNIMED) Lulus Tahun 2016
6. Magister Penciptaan dan Pengkajian Seni
di Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Sumatera Utara (USU) Lulus Tahun 2019
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ix
PERNYATAAN
Dengan ini saya mengatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya
yang perna diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan
Tinggi, dan Sepanjang Pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat
yang perna ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang sedang tertulis
diacu dalam naskah ini dan disebutkan didalam daftar pustaka
Medan, September 2019
DWI IRNA HASANA TANJUNG
NIM. 167037003
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
x
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
xi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
xii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ...................................................................................................... v
PRAKATA ...................................................................................................... vii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ...................................................................... xi
PERNYATAAN .............................................................................................. xiii
TURNITIN ...................................................................................................... xiv
DAFTAR ISI ................................................................................................... xv
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xix
DAFTAR TABEL........................................................................................... xx
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2 Pokok Masalah .................................................................................. 7
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ......................................................... 9
1.3.1 Tujuan Penelitian ...................................................................... 9
1.3.2 Manfaat Penelitian .................................................................... 9
1.4 Studi Kepustakaan ............................................................................ 10
1.5 Konsep dan Teori .............................................................................. 16
1.5.1 Konsep ...................................................................................... 16
1.5.1.1 Struktur ......................................................................... 17
1.5.1.2 Tari ............................................................................... 18
1.5.1.3 Kesenian Sikambang .................................................... 21
1.5.1.4 Tari Saputangan ............................................................ 23
1.5.1.5 Masyarakat ................................................................... 23
1.5.1.6 Adat Perkawinan Masyarakat Pesisir Sibolga .............. 24
1.5.1.7 Baralek .......................................................................... 25
1.5.1.8 Anak Daro .................................................................... 26
1.5.2 Teori .......................................................................................... 27
1.5.2.1 Teori Struktur ............................................................... 28
1.5.2.2 Teori Fungsionalisme ................................................... 30
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
xiii
1.5.2.3 Teori Semiotika ............................................................ 36
1.6 Metode Penelitian ............................................................................. 37
1.6.1 Teknik Pengumpulan Data ........................................................ 39
1.6.1.1 Observasi ...................................................................... 40
1.6.1.2 Wawancara ................................................................... 41
1.6.1.3 Dokumentasi ................................................................. 42
1.6.1.4 Lokasi Penelitian .......................................................... 43
1.6.1.5 Kerja Laboratorium ...................................................... 43
1.7 Sistematika Penulisan ......................................................................... 44
BAB II ETNOGRAFI MASYARAKAT PESISIR SIBOLGA ................ 46
2.1 Gambaran Umum Kota Sibolga ......................................................... 46
2.1.1 Letak Geografis ......................................................................... 46
2.1.2 Masyarakat Pesisir Kota Sibolga .............................................. 50
2.1.3 Bahasa Masyarakat Pesisir Sibolga .......................................... 52
2.1.4 Sistem Kekerabatan .................................................................. 56
2.1.5 Mata Pencaharian Masyarakat Pesisir Sibolga ........................ 58
2.1.6 Pariwisata Kota Sibolga ........................................................... 61
2.2 Adat Pesisir Kota Sibolga .................................................................. 62
2.2.1 Adat Kelahiran (Turun Karai) ................................................... 63
2.2.2 Sunat Rasul .............................................................................. 64
2.2.3 Kematian ................................................................................... 64
2.2.4 Kanduri Pasi (Maurei Lawik) ................................................... 65
2.2.5 Manyonggot .............................................................................. 66
2.2.6 Mamogang atau Mandi Balimou ............................................. 67
2.2.7 Adat Pernikahan ....................................................................... 67
2.2.7.1 Marisik .......................................................................... 68
2.2.7.2 Mengantar (Mangantek Kepeng) .................................. 68
2.2.7.3 Maminang (Melamar) ................................................... 69
2.2.7.4 Ijab Qabul .................................................................... 70
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
xiv
2.2.7.5 Malam Baine ............................................................... 71
2.2.7.6 Mamulangi Jajak atau Ngunduh ................................... 72
2.2.8 Kesenian Sikambang ................................................................ 73
BAB III ANALISIS STRUKTUR GERAK TARI SAPU TANGAN ...... 75
3.1 Susunan Upacara Malam Baine ......................................................... 75
3.2 Struktur Tari Saputangan .................................................................. 77
3.2.1 Tema ......................................................................................... 84
3.2.2 Gerak ........................................................................................ 84
3.2.3 Iringan Musik ............................................................................ 85
3.2.4 Tata Busana atau Kostum ......................................................... 91
3.2.5 Tempat dan Waktu Pelaksanaan ............................................... 94
3.2.6 Tata Rias .................................................................................. 95
3.2.7 Pelaku ....................................................................................... 96
3.2.7.1 Pelaksana Upacara ........................................................ 97
3.2.7.2 Pembawa Acara ............................................................ 98
3.2.7.3 Penari ............................................................................ 99
3.2.7.4 Pemusik ........................................................................ 101
3.2.7.5 Penonton ...................................................................... 102
3.2.8 Properti ...................................................................................... 103
3.2.9 Pola Lantai ................................................................................ 104
BAB VI FUNGSI DAN MAKNA TARI SAPU TANGAN ....................... 126
4.1 Tari Saputangan dalam Kehidupan Masyarakat Pesisir Sibolga ....... 126
4.2 Fungsi Tari Saputangan .................................................................... 127
4.2.1 Fungsi Primer (Ritual, Ungkapan Pribadi, Estetik) .................. 128
4.2.2 Fungsi Sekunder ....................................................................... 132
4.2.3 Fungsi Pengungkapan Emosional ............................................. 134
4.2.4 Fungsi Hiburan.......................................................................... 135
4.2.5 Fungsi Komunikasi ................................................................... 136
4.2.6 Fungsi Pengesahan Lembaga Sosial dan Upacara Adat .......... 137
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
xv
4.2.7 Fungsi Pengintegrasian Masyarakat ........................................ 138
4.3 Makna Tari Saputangan .................................................................... 139
4.3.1 Susunan Tarian.......................................................................... 140
4.3.2 Makna Gerak ............................................................................ 142
4.3.3 Pola Lantai ................................................................................ 151
4.3.4 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Pertunjukan ........................... 153
4.3.5 Musik ........................................................................................ 156
4.3.6 Syair .......................................................................................... 160
4.4 Hubungan Struktur Tari, Fungsi, dan Makna ................................... 163
BAB V PENUTUP ............................................................................. 167
5.1 Kesimpulan ........................................................................................ 167
5.2 Saran ................................................................................................. 168
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 170
DAFTAR INFORMAN .................................................................................. 173
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Pintu Masuk Kota Sibolga ........................................................... 46
Gambar 2.2 Letak Geografis Kota Sibolga ...................................................... 47
Gambar 2.3 Bagan Sibolga dan Tempat Menjemur Ikan ................................ 60
Gambar 2.4. Manyonggot (7 bulanan) ............................................................ 67
Gambar 2.5 Ijab Qabul ..................................................................................... 70
Gambar 2.6 Malam Baine ............................................................................... 71
Gambar 2.7 Kesenian Sikambang dalam Upacara Perkawinan ...................... 74
Gambar 3.1 Alat Musik Gandang Sikambang ................................................. 88
Gambar 3.2 Alat Musik Akordion .................................................................. 88
Gambar 3.3 Alat Musik Tiup Sikngkadu ......................................................... 89
Gambar 3.4 Tata Busana atau Kostum Penari Laki-laki ................................. 94
Gambar 3.5 Tata Busana atau Kostum Penari Perempuan ............................. 94
Gambar 3.6 Penari berada di Pelataran Pelaminan .......................................... 101
Gambar 3.7 Pemusik berada di Pelataran Pelaminan ...................................... 102
Gambar 3.8 Penonton ...................................................................................... 102
Gambar 3.9 Properti Tari Saputangan .............................................................. 103
Gambar 4.1 Pola gerak permainan Saputangan yang mendominasi tarian ...... 145
Gambar 4.2 Ragam pembuka ........................................................................... 146
Gambar 4.3 Pola gerak perkenalan ................................................................. 147
Gambar 4.4 Berputar menyatukan Saputangan ............................................... 149
Gambar 4.5 Berjalan seiring menyilang Saputangan ....................................... 150
Gambar 4.6 Penyajian tari Saputangan ............................................................ 155
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Wilayah Kecamatan dan Kelurahan di Kota Sibolga ..................... 48
Tabel 2.2 Rincian penduduk menurut Kecamatan ........................................... 49
Tabel 2.3 Rincian masyarakat menurut Suku ................................................ 50
Tabel 2.4 Rincian masyarakat berdasarkan Agama ....................................... 52
Tabel 2.5 Bahasa Pesisir Sibolga ................................................................... 53
Tabel 2.6 Penggunaan Bahasa Suku Melayu Pesisir Sibolga ........................ 55
Tabel 2.7 Jenis-jenis Nelayan ......................................................................... 58
Tabel 3.1 Ragam Penyajian Tari Saputangan ................................................. 79
Tabel 3.2 Susunan penyajian Tari Saputangan ............................................... 80
Tabel 3.3 Terjemahan Syair Lagu .................................................................... 90
Tabel 3.4 Pola Gerak ....................................................................................... 106
Tabel 3.5 Deskripsi ragam Tari Saputangan .................................................. 110
Tabel 4.1 Petanda dan Penanda dalam Ragam Tari Saputangan ................... 142
Tabel 4.2 Hubungan Syair dan tarian ............................................................. 160
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Kota Sibolga merupakan wilayah di Provinsi Sumatera Utara, terletak pada
kawasan Kabupaten Tapanuli Tengah, yang sebagian besar wilayahnya berdiri di
atas daratan pantai. Sehingga hampir seluruh penduduknya bermukim di dataran
pantai yang rendah, dengan ketinggian berkisar antara 0 – 150 meter dari atas
permukaan laut. Kota Sibolga memiliki empat Kecamatan yakni: Kecamatan
Sibolga Selatan, Kecamatan Sibolga Sambas, Kecamatan Sibolga Utara, dan
Kecamatan Sibolga Kota. Kota Sibolga dikenal dengan sebutan kota ikan karna
mayoritas penduduknya bekerja sebagai nelayan, dan Kota Sibolga disebut juga
dengan kota berbilang kaum, sebutan ini bukan hanya semboyan belaka,
masyarakat kota ini terdiri dari berbagai etnis yang memiliki kekayaan budaya
yang beragam. Tercatat lebih kurang 13 (tigabelas) suku yang tinggal di Kota
Sibolga, yakni: Batak Toba, Melayu, Padang, Mandailing, Nias, Dairi, Karo,
Simalungun, Aceh, Jawa, Cina, India dan Pesisir. Budaya Pesisir adalah yang
mendominasi sebagai salah satu kota yang terletak di Pesisir pantai. Selain
kebudayaan, kesenian juga berperan penting dalam eksistensi kota tersebut salah
satunya kesenian Pesisir atau disebut juga kesenian Sikambang.
Kebudayaan merupakan keseluruhan pengetahuan, kepercayaan, kesenian,
moral, hukum, adat, serta kemampuan dan kebiasaan lainnya yang diperoleh
manusia sebagai makhluk sosial. Kebudayaan diwujudkan dalam bentuk tata
hidup, merupakan kegiatan manusia yang mencerminkan nilai budaya yang
dikandungnya. Pada dasarnya tata kehidupan dalam masyarakat merupakan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2
pencerminan yang konkrit dari nilai budaya yang bersifat abstrak. Suriasumantri
(1982:27) mengatakan:
Keseluruhan dari frase kebudayaan tersebut sangat erat
hubugannya dengan pendidikan, sebab semua materi yang
terkandung dalam suau kebudayaan diprileg manusia secara sadar
leawat proses belajatr. Lewat kegiatan inilah diteruskan kebudayaan
dari generasi yang satu kegenerasi selanjutnya. Dengan demikian
kebuayaan direruskan dari waktu ke waktu. Kebudayaan yang telah
lalu bereksistensi pada masa kini dan kebudayan masa kini
disampaikan ke masa yang akan datang”
Dari keseluruhan etnik yang ada di dunia ini, tidak satupun yang menurut
para ahli yang tidak menyisihkan waktunya untuk memenuhi kepuasan akan rasa
keindahan. Betapapun sulitnya kehidupan dari suatu masyarakat, mereka tidak
akan menghabiskan seluruh waktunya hanya untuk mencari makan dan
perlindungan semata-mata. Sebaliknya bagi masyarakat yang hidup di lingkungan
yang lebih menguntungkan dengan segala kemudahannya akan lebih banyak
menyisihkan waktu bagi karya-karya yang mengungkapkan rasa keindahan. Hal
ini menunjukkan bahwa sesungguhnya kesenian sebagai ungkapan rasa keindahan
merupakan salah satu kebutuhan manusia yang bersifat universal. Demikian pula
halnya dengan berbagai suku bangsa yang ada di Indonesia, yang mendiami
Nusantara dari Sabang hingga Merauke.
Berkaitan dengan nilai-nilai budaya, Sieber dalam Budhisantoso (1992:24)
mengatakan :
“Penghias kehidupan itu sebagai upaya memperindah atau
melengkapi dalam arti baik, sopan, dan sesungguhnya,
mengandung arti tertentu. Oleh karena itu, sekurang-kurangnya
ada dua aspek kesenian yang perlu diperhatikan, yaitu konteks
estetika atau penyajiannya yang mencakup bentuk dan keahlian
yang melahirkan gaya. Dan konteks arti yang mencakup pesan
dan kaitan lambang-lambangnya. Dalam rangka menguraikan
kedua aspek ini, tidak mungkin bicara soal ekspresi perasaan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3
dan gagasan dengan cara memuaskan rasa keindahan tanpa
memperhatikan bentuk dan arti. Selain itu tidak mungkin
berbicara soal kesenian tanpa memperhatikan pesan-pesan
yang terkandung secara simbolis, di samping kegiatan
keseniannya itu sendiri sebagai perwujudan fungsionalisanya
sebagai suatu subsistem kebudayaan”.
Kesenian Sikambang pada umumnya tidak dipergunakan pada upacara
keagamaan ataupun upacara yang berkaitan denan keprcayaan, tetapi hanya untuk
hiburan dan acara sunat rasul (khitanan), penyambutan, penobatan, turun karai
(turun tanah), menakalkan anak (mengayun anak), memasuki rumah baru,
peresmian dan pertunjukan kesenian atau pagelaran. Kesenian Sikambang yang
berisi tari dan nyanyian dengan diiringi musik tradisi khas Pesisir Sibolga berupa
akordion, biola, gendang Pesisir. Pada pernikahan masyarakat Pesisir Sibolga,
disertakan kesenian Sikambang dengan menyertakan nyanyian dan pantun-pantun
yang dibawakan secara bergantian. Pantun-pantun berisi nasehat-nasehat penting,
dimana isi pantun-pantun tersebut tergantung pada pekerjaan kedua pengantin
yang terwujud petuah sindiran dan ungkapan perasaan bagi kedua mempelai, yaitu
Marapulai (pengantin pria) dengan Anak Daro (pengantin wanita).
Pernikahan pada masyarakat Pesisir Sibolga memiliki tata cara dan aturan
pelaksanaannya. Dimulai dari marisik, meminang, bertunangan, menghantar
mahar, menentukan hari, sampai kepada acara saling kunjungan keluarga kedua
belah pihak (Tapanggi) hingga akad nikah (pernikahan). Selain itu, ada acara adat
yang dilakasanakan pada malam hari sebelum pernikahan, yang disebut malam
baine atau barinai. Kegiatan ini dilakukan di rumah pengantin perempuan.
Maksud dari upacara tersebut adalah malam ketika kedua pengantin memakai inai
di tangan dan kaki mereka. Pelaksanaan acara adat pernikahan ini, harus sesuai
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4
dengan upacara adat yang dianut masyarakat Pesisir di Kota Sibolga yaitu adat
sumando.
Adat sumando merupakan rangkaian acara yang dilaksanakan pada saat
malam baine dalam rangka persiapan untuk acara pernikahan atau perkawinan,
pada saat malam ini dilaksanakan kegiatan kesenian Sikambang yang di dalamnya
terdapat tari, musik dan nyanyian. Adapun beberapa tarian yang termasuk dalam
adat sumando yakni : tari Saputangan, tari Payung, tari adok, tari sampaya, tari
galombang duo baleh, tari Sikambang botan, tari dampeng (randai), tari cek siti,
tari perak-perak, tari anak. Tarian-tarian tersebut diiringi musik Sikambang.
Sikambang berasal dari dua kata yaitu si dan kambang. Secara umum masyarakat
Pesisir Sibolga mengartikan Sikambang sebagai sebuah ansambel musik dimana
didalam Sikambang terdapat beberapa lagu dan tari yang disajikan saat kegiatan
malam baine. Musik Sikambang bercorak petuah, berirama lagu, dan berwujud
tari.
Tari memiliki unsur-unsur yang dapat mendukung sebuah pertunjukan
atau disebut juga elemen pokok tari yakni gerak tari, tema, desain lantai, tata rias,
tata busana, tempat pertunjukan, properti, dan musik iringan. Unsur-unsur atau
elemen-elemen tersebut menjadi pedoman dalam tari yang menunjukkan pesan
dan tujuan dari pertunjukan tari tersebut agar masyarakat dapat mengerti maksud
dan tujuan yang terdapat pada tarian tersebut. Seni tari juga dapat menjadi media
komunikasi antara penyaji dan penikmat yang diungkapkan melalui media gerak
sebagai komunikasi nonverbal.
Struktur pada pertunjukan tari Saputangan memakai birama 4/4 yang
disajikan oleh sepasang penari pria dan wanita yang dilakukan dari awal tarian
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
5
hingga akhir tari dimana dalam struktur tariannya penari memakai properti
saputangan sebagai simbol pengikat terhadap muda-mudi yang menjalin kasih.
Dalam penyajiannya tarian ini juga memerlukan ruang yang sedang untuk
melakukan gerakannya. Tari Saputangan memiliki ciri tarian yang tidak
menonjolkan bentuk tubuh karena tarian ini banyak dipengaruhi oleh konsep
keislaman di mana nilai kesopan menjadi nilai utama.
Tari Saputangan merupakan tarian dalam kesenian Sikambang yang
menjadi tari pembuka dalam rangkaian kesenian Sikambang. Tari ini biasa
ditarikan pada saat acara penyambutan, penobatan, pertunjukan dan pernikahan
pada acara adat malam barinai. Pada penyajiannya tari ini ditarikan oleh pria dan
wanita, dalam tarian ini diiringi oleh lagu Kapri yang dinyayikan oleh pemain
musik dan dalam nyanyiannya mengandung lirik yang berupa nasihat atau
wejangan kepada sipembuat acara. Tari ini disebut dengan tari Saputangan karena
sepasang penari memakai properti sapu tangan dalam melakukan tari ini. Nama
lain dari tari Saputangan adalah tari Kapri, tari Kapri atau tari Saputangan
memiliki makna yang menggambarkan curahan hati dan perasaan seorang pemuda
terhadap wanita yang dicintainya di saat terang bulan. Karena pada saat terang
bulan para pemuda tidak turun ke laut sehingga pada saat itulah kesempatan bagi
mereka untuk bertemu dalam merapatkan hubungan silaturahmi. Saputangan
memiliki makna sebagai lambang pengikat dalam sebuah hubungan. Sesuai
dengan makna gerakan tari Saputangan ini yang menceritakan tentang bagaimana
muda-mudi berkenalan ditunjukkan pada gerak double step, kemudian dari
perkenalan mereka malu-malu walau sudah saling mengenal wajah masing-
masing pasangan ditunjukkan dalam gerak mundur, gerak batuka tampek
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
6
(bertukar tempat), dalam ragam ini antara pasangan terkesan sudah mulai terjadi
komunikasi. Terbukti antara pasangan sudah saling mendatangi tempat (rumah)
masing-masing pasangan. Kemudian dalam ragam sairing sajalan (seiring
sejalan) antara pasangan sudah terjadi komunikasi yang baik sehingga pasangan
ini sudah bisa jalan bersama. Saat manyilang (menyilang) saputangan memiliki
arti bahwa pasangan muda-mudi sudah saling setia, sekata, dan sejalan.
Melangkah dengan gaya zigzag seraya menggantung saputangan sejajar bahu,
dalam ragam ini terlukis pasangan muda-mudi sudah saling percaya. Kemudian
dalam ragam mengikat saputangan, tersirat pasangan muda-mudi etnis Pesisir
sudah mengikat janji untuk bersama mengharungi bahtera rumah tangga.
Tari Saputangan dalam kesenian Sikambang pada adat pernikahan Pesisir
Sibolga berfungsi untuk mengingatkan kembali kepada kedua mempelai
bagaimana mereka mulai saling mengenal dan mulai menjalin rasa cinta satu sama
lain dan juga untuk memberikan gambaran kepada masyarakat yang hadir pada
acara malam baine itu bagaimana layaknya muda-mudi masyarakat Pesisir
tersebut melakukan perkenalan dan menjalin bahtera rumah tangga.
Keunikan menari dan perpaduan antara Talibun (nyanyian-nyayian pantun
yang dipersembahkan kepada pengantin yang sedang bersanding dan dinyanyikan
secara bergantian oleh pemain musik Sikambang) lagu nyanyian Kapri yang
melambangkan keromantisan anak daro (pengantin wanita) dan marapule
(pengantin pria). Adapun Jenis-jenis alat musik dan klasifikasinya yang dipakai
dalam mengiringi lagu dan tarian adalah gandang Sikambang (membranophone),
gandang batapik (membranophone), singkadu (aerophone), canang (aerophone)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
7
yang dulunya dilakukan dengan bersiul (baisiu), terbuat dari tembaga (carano)
dipadukan dengan biola serta harmonika (sekarang diganti akordion).
Tata busana yang digunakan oleh penari dalam tari Saputangan berwarna
kuning, perempuan memakai sanggul rambut, ditambah dengan accessories
goyang-goyang yang diletakkan dibagian sanggul rambut, baju kurung, dan rok
panjang. Sedangkan laki-laki memakai tutup kepala yakni peci, baju teluk belanga
dan celana longgar, kemudian memakai sisamping yaitu kain sarung atau songket
yang dibentuk sejajar dan diikatkan kepinggang tepatnya di atas lutut.
Mengingat agar tari Saputangan selalu tetap hidup dan berkembang dalam
kehidupan masyarakat Pesisir Kota Sibolga. Penelitian ini merupakan salah satu
upaya untuk menjaga dan melestarikan. Berdasarkan latar belakang di atas,
peneliti merasa tertarik dan ingin mengangkat tarian tersebut menjadi topik
penelitian dengan judul “Analisis Struktur, Fungsi, dan Makna Tari
Saputangan pada Malam Baine dalam rangkaian Upacara Perkawinan
Suku Pesisir Kota Sibolga”
1.2 Pokok Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penelitian ini terfokus
pada:
1. Bagaimana Struktur tari Saputangan yang digunakan dalam kesenian
Sikambang pada malam baine dalam rangkaian perkawinan suku Pesisir
Sibolga ?
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
8
2. Bagaimana Fungsi tari Saputangan yang digunakan dalam Kesenian
Sikambang pada malam baine dalam rangkaian perkawinan suku Pesisir
Sibolga ?
3. Bagaimana Makna yang digunakan dalam Kesenian Sikambang pada
malam baine dalam rangkaian perkawinan suku Pesisir Sibolga ?
Dalam pembahasan ini akan menjelaskan struktur tari Saputangan dan
mendeskripsikan bagaimana penyajian pada tari Saputangan dimana peneliti akan
mendeskripsikan mengenai pola-pola gerakan, pola ragam, pola kalimat, struktur
penyajian tari, susunan pola lantai, tata rias, properti yang digunakan. Setelah
mendeskripsikan keseluruhan pola tersebut tentunya akan mendapat makna di
balik tarian yang disajikan. Dalam mendeskripsikan pola-pola gerakan tari
Saputangan peneliti juga akan menyambungkan dengan musik pengiring yang
dipakai dalam mengiringi tari Saputangan untuk mengkaji hubungan tari
Saputangan dengan musik pengiring yang disajikan oleh vokal, akordion, dan
gendang Sikambang. Musik pengiring menjadi satu kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan dalam mencari struktur tari Saputangan yang mana musik dan tari
memiliki keterkaitan antara satu dan lainnya untuk mencari tujuan dari tari
tersebut.
Pada pembahasan Fungsi, peneliti akan mendeskripsikan bagaimana
peranan dan tujuan fungsi tari Saputangan dalam kebudayaan Pesisir Sibolga yang
mana fungsi dari tari tersebut digunakan dalam berbagai kegiatan kesenian yang
ada di daerah Pesisir Sibolga terutama pada pernikahan masyarakat Pesisir
Sibolga.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
9
Pada pembahasan makna Tari Saputangan maka nantinya akan dibahas
secara rinci lagi mengenai makna gerak terkandung dalam tari Saputangan dan
secara keseluruhan mencakup makna budaya yang terkandung dalam setiap
gerakan yang dilakukan dalam tari Saputangan berdasarkan pola-pola gerakan.
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian nantinya adalah sebagai berikut:
1. Untuk mendeskripsikan Struktur yang dilakukan penari dalam
menarikan tari Saputangan.
2. Untuk menganalisis Fungsi yang terdapat dalam tari Saputangan.
3. Untuk memahami Makna yang ada pada tari Saputangan.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diambil dari penelitian yang diwujudkan dalam laporan
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Menambah referensi bagi lembaga-lembaga pendidikan (sekolah)
sehingga dapat digunakan oleh guru kesenian sebagai bahan
pembelajaran maupun lembaga kebudayaan.
2) Sebagai bahan masukan bagi Pemerintah dalam rangka kegiatan
pengembangan kesenian masyarakat Pesisir Kota Sibolga.
3) Mengenal kebudayaan masyarakat Pesisir Kota Sibolga dan
berupaya untuk melestarikan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
10
4) Untuk menambah khasanah ilmu pengetahuan seni tari di
perpustakaan.
5) Menjadi bahan bagi peneliti selanjutnya yang berkaitan.
1.4 Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan merupakan suatu proses pencarian literatur dan sumber
bacaan yang nantinya dapat memperlancar proses penelitian. Studi kepustakaan
ini dimaksud juga untuk mengembangkan kemampuan pemahaman terhadap
fenomena sesuai dengan topik kajian. Dalam tinjauan kepustakaan ini akan
dikemukakan mengenai pemahaman konsep terhadap kajian yang dilakukan,
kajian kepustakaan hasil-hasil penelitian dan landasan teori. Studi pustakaan ini
merupakan sumber bacaan yang didapat dari buku, majalah, artikel dan referensi
lain yang bersumber dari mana saja termasuk internet.
Dari hasil studi kepustakaan yang dilakukan, penelitian tari Saputangan
dalam tata cara pernikahan malam barinai pada masyarakat Pesisir Kota Sibolga
masih sulit didapat. Namun peneliti menemukan beberapa buku maupun hasil
penelitian berbentuk skripsi dan tesis yang mampu dijadikan sebagai data awal
pendukung peneliti untuk lebih memahami kebudayaan dimasyarakat Pesisir
Sibolga. Diharapkan data awal ini bisa menjadi jembatan dalam penyelesaian
penelitian ini nantinya. Tentunya hasil yang didapatkan dalam penelitian haruslah
mampu dipertanggung jawabkan. Adapun reverensi skripsi atau tesis yang peneliti
masukkan sebagai data awal antara lain:
Usman Hutagalung (2003) Skripsi ini berjudul ”Sejarah Kesenian
Sikambang Di Pesisir Barat Tapanuli,”. Kesenian Sikambang merupakan kesenian
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
11
masyarakat yang terdapat di Pesisir Barat Tapanuli, khususnya Kota Sibolga dan
Kabupaten Tapanuli Tengah. Kedua daerah ini merupakan pengguna Kesenian
Sikambang. Hal itu masih ada sampai sekarang. Awal terciptanya Kesenian
Sikambang ada dua sumber yakni: dari legenda Putri Runduk dari kerajaan Barus
yang dipimpin oleh Raja Jaya dana dan dari nelayan yang menangkap ikan di
pulau Mursala mendengar nyanyian yang kemudian diulanginya setiba di daratan
yang kemudian berkembang jadi Kesenian Sikambang. Dalam perkembangannya
Kesenian Sikambang memadukan beberapa unsur antara lain: musik, tarian,
senandung dan pantun. Kesenian ini mengemban falsafah-falsafah kontemporer
yang penuh dengan makna, berirama lagu dan berwujud tari. Uniknya, Kesenian
Sikambang bukanlah akulturasi yang terserap dari kebudayaan tetangga seperti
Batak dan Minangkabau, tetapi kesenian dari warisan peradaban kerajaan Pesisir
yang terdapat di Pesisir Barat Tapanuli. Secara garis besar Kesenian Sikambang
ada tiga, yaitu: Sikambang sebagai seni, Sikambang sebagai hiburan dan
Sikambang sebagai fungsi sosial. Penulisan skripsi ini menggunakan metode
sejarah yang meliputi tahapan-tahapan heuristik, verifikasi, interpretasi dan
historiografi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang sejarah Kesenian
Sikambang yang terdapat di Pesisir Barat Tapanuli dengan periodeisasi dari tahun
1990-2003. Semakin berkembangnya teknologi keberadaan Kesenian Sikambang
mulai mengalami pergeseran. Hal itu terjadi karena pengaruh dari arus globalisasi
yang berkembang saat ini. Kondisi ini tentu akan mempengaruhi Kesenian
Sikambang di Pesisir Barat Tapanuli. Pada tahun 1990 Kesenian Sikambang
masih dipergunakan masyarakat Pesisir sebagai sarana hiburan. Menjelang tahun
2000 Kesenian Sikambang mulai mengalami kemunduran. Kemunduran tersebut
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
12
terjadi bukan tidak memiliki penerus, akan tetapi disebabkan oleh beberapa faktor
antara lain: perkembangan budaya modern, keengganan generasi muda,
berkurangnya minat masyarakat dan efisiensi. kondisi ini dikhawatirkan akan
memudarkan Kesenian Sikambang di Pesisir Barat Tapanuli, untuk itu peran
pimpinan adat masyarakat Pesisir Kota Sibolga Tapanuli Tengah, peran
Pemerintah dibantu oleh masyarakat yang mendukung Kesenian Sikambang
sangat diperlukan untuk mempertahankan dan melestarikan Kesenian Sikambang.
Skripsi ini sebagai acuan untuk membahas perkembangan kesenian Sikambang
sebagai kesenian yang dimiliki masyarakat Pesisir Sibolga.
Mitri Ady Manalu, (2006). Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatra
Utara. Mengangkat judul skripsinya : “Peranan Musik Sikambang Dalam Upacara
Perkawinan Adat Sumando Di Masyarakat Pesisir Tapanuli Tangah Sibolga”
yang didalam skripsinya membahas peranan musik Sikambang dalam suatu acara
pernikahan adat masyarakat Pesisir Sibolga, dalam pelaksanaannya banyak
melewati rentetan pristiwa atau tatanan acara dalam kegiatan tersebut.
Kontribusinya ialah dalam pembahasan tesis nantinya akan lebih luas membahas
mengenai struktur, fungsi dan makna tari Saputangan dalam kesenian Sikambang.
Nila Wahyudi Lubis, (2011) dalam skripsinya yang berjudul
“Eksistensi Dan Makna Simbolik Tari Dampeng Dalam Upacara Adat
sumando Pada Etnis Pesisir Tapanuli Tengah Sibolga”. Penelitian ini
membahas tentang tari yang ada pada daerah Pesisir di Kabupaten Tapanuli
Tengah yaitu tari Dampeng yang terdapat dalam upacara adat pernikahan
masyarakat Pesisir Sibolga. Skripsi ini menambah wawasan pengetahuan peneliti
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
13
untuk mengetahui lagi tentang tata acara yang dilalui pada proses pernikahan pada
masyarakat Pesisir Sibolga.
Evi Nenta Sipahutar, (2012) dalam skripsinya yang berjudul “Fungsi Dan
Struktur Tari Anak Yang Diiringi Musik Sikambang Dalam Upacara Adat
Perkawinan Masyarakat Pesisir Sibolga Tapanuli Tengah Di Kecamatan Sibolga
Kota”. Perkawinan pada masyarakat Pesisir Sibolga Tapanuli Tengah memiliki
tata cara dan aturan pelaksanaannya. Dimulai dari Risik-risik (memastikan
seorang calon), Sirih Tanyo (bertanya kesediann calon), Maminang (menanyakan
uang mahar), Manganta kepeng (mengantar uang mahar yang telah disepakati),
Mato Karajo ( akad nikah), Adat Malam Sikambang, Manjalang-jalang (mohon
doa restu orangtua laki-laki). Selain itu ada upacara adat yang dilaksanakan pada
malam hari sebelum perkawinan, acara adat ini disebut “Malam Bainai” atau
“ber-inai” yang dipakai pada kaki dan tangan pengantin, adat ini lakukan dirumah
pengantin masing-masing. Pada mulanya memasang inai tidak saja upaya
menampilkan kecantikan pada bagian dari anggota tangan pengantin, namun juga
menurut kepercayaan zaman dahulu, kegiatan memerahkan kuku-kuku jari calon
pengantin ini juga mengandung arti magis. Ujung-ujung jari yang dimerahkan
dengan daun inai dan dibalut daun sirih, memiliki kekuatan untuk melindungi
pengantin dari kemungkinan ada manusia yang iri dengan calon pengantin. Kuku-
kuku yang telah diberi pewarna merah yang berarti juga selama ia berada dalam
kesibukan menghadapi berbagai macam perhelatan perkawinannya itu ia akan
tetap terlindung dari segala mara bahaya. Pelaksanaan upacara adat perkawinan
ini tidak terlepas dari iringan musik dan tari yang disebut Kesenian Musik
Sikambang. Sikambang berasal dari dua kata yaitu “Si” dan “Kambang”. Secara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
14
umum masyarakat Pesisir Sibolga Tapanuli Tengah mengartikan Sikambang
sebagai salah satu jenis kesenian pada masyarakat Pesisir, kesenian tersebut
bercorakkan petuah, berirama lagu, dan berwujud tari. Jenis alat musik yang
dipakai untuk mengiringi Nyanyian dan Tarian dalam Kesenian Sikambang adalah
Gandang Sikambang, Gandang Batapik, Singkadu, Carano yang biasa digunakan
untuk mengatur tempo pada musik, dan Akordion. Berbagai macam tarian yang
diiringi dengan Kesenian Sikambang yaitu Tari Adok, Tari Saputangan yang
diiringi Lagu Kapri, Tari Payung, Tari Perak-Perak, Tari Sampaya, Tari Anak
yang diiringi Lagu Sikambang dan lain sebagainya. Namun yang menjadi fokus
dalam skripsi ini adalah Tari Anak yang terkait dalam konteks Upacara Adat
Perkawinan Masyarakat Pesisir Sibolga Tapanuli tengah tepat nya di Kecamatan
Sibolga Kota. Tari Anak ini dibawakan oleh sepasang penari laki-laki dan
perempuan dewasa. Awalnya tari ini menjadi tarian yang selalu dipakai dalam
setiap Upacara Adat Perkawianan masyarakat Pesisir Sibolga Tapanuli Tengah.
Namun seiring dengan berkembangnya zaman kedudukan tarian ini pun perlahan
bergerser. Hal ini disebabkan oleh faktor ekonomi, yang mana penggunaannya
sekarang ini memakan biaya yang cukup mahal. Namun demikian, masih ada
sebagian masyarakat Pesisir Sibolga Tapanuli Tengah yang menggunakan tarian
ini dalam upacara adat perkawinan. Dalam konteks perkawinan Tari Anak ini
diiringi dengan iringan musik dan lagu Sikambang. Teks Lagu Sikambang ini
berisikan tentang nasihat-nasihat, doa, dan ungkapan rasa bahagia/sukacita dari
orang tua kepada kedua mempelai, dan semuanya diwujudkan dalam bentuk
sebuah tarian. Berdasarkan uraian diatas maka yang menjadi pokok permasalahan
dalam tulisan ini adalah sejauh apa fungsi Tari Anak dalam kebudayaan, terutama
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
15
pada Upacara Adat Perkawianan Masyarakat Pesisir Sibolga Tapanuli Tengah,
serta melihat bagaimana bentuk struktur dari Tari Anak tersebut dalam Upacara
Perkawinan Masyarakat Pesisir Sibolga Tapanuli Tengah. Untuk mengkaji
permasalahan diatas maka penulis menggunakan metode penelitian kualitatif
dengan melakukan kerja lapangan serta kerja laboratorium. Dengan tersedianya
data serta narasumber di lokasi penelitian maka akan memungkinkan studi ini
dilakukan. Dalam skripsi ini dapat membantu peneliti untuk lebih mengenal tari-
tari yang terdapat didalam kesenian Sikambang.
Tesis seorang alumni mahasiswi dari jurusan Pengkajian dan Penciptaan
Seni Pasca Sarjana Universitas Sumatra Utara (USU); Suci Purnanda, (2017).
Juga mengajukan penelitian untuk tesis S-2 dengan judul “Tari Inai pada Upacara
Malam Barinai masyarakat Melayu di Kota Binjai: Analisis struktur dan Makna,
yang berfokus pada upacara malam berinai, pembahasan tentang struktur dan
makna Tari Inai yang dilakukan dalam masyarakat melayu. Dalam tesis ini dapat
membantu peneliti untuk lebih memahami upacara adat malam barinai, analisis
struktur dan makna pada tari Saputangan.
H. A. Hamid, (1995) dalam buku yang berjudul “Bunga Rampai Tapanuli
Tengah. Sibolga Tapian Nauli. Dalam buku ini dapat membantu peneliti dalam
memahami konsep kekerabatan masyarakat pesisir dan konsep kebudayaan, tradisi
yang ada di daerah Pesisir Sibolga khususnya membahas tentang adat pernikahan
masyarakat Pesisir Sibolga.
Saiful Anwar Matondang Yuda Setiawan, (2015) dalam buku yang
berjudul “Teori Kebudayaan” terdapat reverensi yang membahas mengenai teori
yang mendukung peneliti dalam membahas aspek budaya yang terdapat pada
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
16
masyarakat Pesisir Sibolga khususnya pada saat upacara adat pernikahan
masyarakat Pesisir Sibolga.
Malinowski yang berjudul “Teori Fungsional dan Struktural” kaitannya
dalam penulisan tesis ialah sebagai panduan teori untuk mencari fungsi dan
struktur tari Saputangan pada upacara pernikahan malam barinai pada masyarakat
Pesisir Sibolga. Nantinya untuk membantu peneliti dalam membahas pola gerakan
dan sikap tari Saputangan dalam upacara pernikahan masyarakat Pesisir Sibolga.
Pada kaitan masyarakat Pesisir Sibolga teori ini berujuk pada individu
masyarakat.
1.5 Konsep dan Teori
1.5.1 Konsep
Pengertian konsep adalah unsur penelitian yang terpenting merupakan
devinisi yang dipakai oleh para peneliti untuk menggambarkan secara abstrak
suatu fenomena sosial atau fenomena alami (Singarimbun dan Sofian
Efendi,1982:17). Konsep dapat memiliki tingkat generalisasi yang
berbeda.Semakin dekat suatu konsep kepada realita semakin mudah konsep itu
diukur. Banyak konsep ilmu sosial sangat abstrak terutama yang merupakan unsur
dari teori yang sangat umum (Grand Theory).
Konsep diartikan juga sebagai gagasan abstrak atau ide yang di
digeneralisaikan untuk melukiskan suatu gejala dengan ciri-ciri tertentu.
Pengertian konsep menurut Ratna adalah sebagai alat untuk memahami suatu
gejala, konsep berada diluar gejala. Setiap kata, bahkan setiap simbol adalah
konsep. Konsep dibedakan menjadi leksikal dan operasional (2010:465-466).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
17
Menurut Melly G. Tan (dalam koentjaraningrat, 1994:21), konsep atau
pengertian merupakan unsur pokok dari suatu penelitian. Ia sebagai definisi secara
singkat dari kelompok fakta atau gejala. Untuk itu, guna memperluas wawasan
dan mempertajam sensitifitas teoritis dalam rangka memahami realitas, maka
penelitian ini mengemukakan pemahaman beberapa konsep yang secara langsung
berkaitan dengan topik penelitian yang peneliti kaji.
1.5.1.1. Sruktur
Struktur adalah susunan yang saling berkaitan, terdiri dari bagian-bagian
yang secara fungsional berhubungan satu sama lain. Struktur menunjukan pada
tata hubungan antara bagian-bagian dari suatu keseluruhan. Berbicara mengenai
struktur orang biasanya menggunakan analogi organis, salah satu analogi yang
banyak dipetik. Organisme merupakan sebuah aktualisasi dari sel-sel dan
pembentukan jaringan yang diatur hubungannya satu dengan yang lainnya, bukan
secara kolektif tetapi sebagai sistem terpadu yang rumit dari molekul-molekul.
Sistem hubungan unit-unitnya dijalin dalam sebuah struktur organik. Istilah-istilah
yang digunakan disini bukanlah strukturnya sendiri, ini adalah kumpulan dari
unit-unit (sel atau molekul) yang diatasi oleh sebuah struktur misalnya : dalam
sebuah tata hubungan, organisme memiliki struktur. Jadi struktur ini didefinisikan
sebagai satuan tata hubunga diantara entitas yang ada (Brown dalam Anya
Peterson terjemahan Widaryanto 2007: 68-69).
Secara struktural bentuk gerak tari bisa diamati berdasarkan watak gerak
yaitu gerak feminim dan gerak maskulin, jenis gerak yaitu gerak murni dan gerak
maknawi, unsur-unsur gerak yaitu motif gerak, frase gerak, gugus gerak dan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
18
kalimat gerak, serta gerak bagian tubuh meliputi gerak kaki, gerak kepala, gerak
badan, dan gerak tangan. Kesatuan bentuk gerak atau yang lebih kecil lagi disebut
unsur gerakdan motif gerak. Setiap bentuk tari memiliki ciri spesifik yang selaras
dengan motif gerak yang membentuknya, dan motif itu sendiri merupakan unit
dari kombinasi antara gerak dan unsur sikap.
Berkaitan dengan struktur tari saputangan, maka kajian ini akan melihat
bagaimana susunan tari akan salaing berkaitan di antara elemen-elemen
pembangun dalam tari. Secara konsep kajian, ini melihat penyajian tari
Saputangan dalam konteks perkaiwinan, dimana susunan tari merupakan
gambaran dari cerita perjalanan percintaan muda-mudi Pesisir Sibolga. Melalui
wujud tari, tampak pesan-pesan dari si pencipta tarian.
Dalam Tari Saputangan, bentuk dan struktur merupakan dua hal yang tak
terpisahkan, bentuk merupakan organisasi keseluruhan dari hubungan antar
karakteristik dalam tari, maksudnya adalah pengorganisasian seluruh tatanan
gerak yaitu mulai dari motif gerak atau kesatuan unsur gerak baik unsur gerak
kepala, badan, tangan dan kaki. Keseluruhan gerak tari tersebut merupakan
perwujudan dari tataran gerak dengan sebuah bentuk tari yang merupakan
rangkaian gerak yang terdiri dari motif, frase, kalimat, gugus sampai pada bentuk
keseluruhan dalam tari (Soeharto 1983: 18-19).
1.5.1.2 Tari
Tari adalah keindahan bentuk dari anggota badan manusia yang bergerak.
berirama, dan berjiwa yang harmonis. Indah bukan hanya hal-hal yang halus dan
bagus saja, melainkan sesuatu yang memberikan kepuasan batin manusia.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
19
Gerak yang kasar, keras, kuat dan lainnya bisa merupakan gerak yang indah.
Berjiwa biasa diartikan memberi kekuatan yang bisa menghidupkan. Jadi, gerak
yang telah di bentuk tanpa dan berirama tersebut seakan hidup dan dapat
memberikan pesan yang dapat kita mengerti dan berarti. Harmonis adalah
kesatuan yang selaras dari keindahan yang bergerak, berirama, dan berjiwa
tersebut (kussudiardjo, dalam Wahyudiyanto 2008:11).
Tari sejak awal merupakan sebuah seni kolektif, sebab dalam kerangka
wujudnya tempat dibentuk oleh berbagai disiplin seni yan lain misalnya, sastra
musik, seni rupa, dan seni drama. Tari pada waktu itu masih sebagai bentuk
pengungkapan yang bersahaja dan sangat tunduk pada kepentingan adat serta
religi. Perkembangan selanjutnya, tari tidak lagi menjadi bagian dari aktivitas adat
atau religi, tetapi kehadiran tari menjadi berdiri sendiri sebagai sebuah ekspresi
seni yang mandiri (Hidayat,2005:26).
Dalam seni tari, tenaga sangat dibutuhkan karena dengan tenaga, tari yang
ditampilkan lebih kreatif. Tenaga dalam seni tari sangat berhubungan dengan rasa
dan emosi, bukan dengan kekuatan otot. Gerakan tari yang dikendalikan dan
diatur dengan tenaga yang berbeda-beda akan membangkitkan kesan yang
mendalam, bukan hanya bagi penonton, juga bagi sipenari (Sumardjo, 2010:28).
Dalam seni tari juga terdapat beberapa bagian devinisi tari seperti tari yang
dipakai dalam suatu upacara ritual. Tari upacara ritual erat hubungannya dengan
kepentingan-kepentingan agama, dan adat. Pada tari upacara memiliki nilai sacral
dan magis. Tari upacara sebagai media persembahan dan pemujaan tehadap
kekuasaan-kekuasaan yang lebih tinggi, dengan maksud untuk mendapatkan
perlindungan dari yang kuasa dan untuk mengusir penyakit serta makhluk halus
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
20
yang memnggangu, meminta kebahagiaan, keselamatan, dan kesejahtraan hidup
masyarakat. Pada bangsa primitif tari memegang peranan penting. Tari menjadi
media untuk maksud-maksud tertentu, kehendak jiwa manusia itu sendiri
dimanifestasikan atau direalisasikan menjadi bentuk gerak tari. Kekuatan yang
ditimbulkan oleh situasi ini menjadikan penari-penarinya mengalami trance (tidak
sadarkan diri). Tarian ini mempunyai gerak, pola lantai, iringan dan elemen-
elemen tari yang lainnya yang sangat sederhana, adapun ciri-ciri tari upacara
adalah sebagai berikut:
1. Materi tari meniru gerak-gerak alam (gerak imitatif).
2. Suasan mistis, magis, religius.
3. Perbendaraan gerak sangat sederhana dalam jumlah yang terbatas.
4. Ungkapan gerak didorong oleh kekuatan kehendak jiwa (karsa).
5. Perwujudan gerak tari sangat berkaitan dengan rangkaian konteks
peristiwa.
6. Menimbulkan situasi magis dan mistik.
7. Penghayatan tari terbatas pada lingkungan adat setempat.
8. Musik pengiring sederhana
9. Dilakukan secara kolektif
10. Tata rias dan busan sederhana
11. Pola lantai sederhana, biasanya hanya berbentuk lingkaran dan berbanjar.
Nenek moyang kita percaya bahwa didalam tubuh kita terdapat kekuatan.
kekuatan itu kemudian memunculkan kepercayaan-kepercayaan, yaitu anamisme
dan dinamisme. Mereka percaya bahwa semua benda yang ada di alam semesta ini
memiliki roh atau kekuatan gaib. Oleh karena itu, mereka meminta keselamatan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
21
dan kebahagiaan kepada benda yang memiliki roh atau kekuatan gaib tersebut
dengan jalan melakukan ritual atau upacara. Upacara tersebut diwujudkan dalam
bentuk tari tarian. Selain dalam upacara ritual tari juga kerap dijumpai dalam
konteks hiburan. Sebuah tarian dapat tercipta karena adanya perasaan benci, cinta,
bahkan perang. Selain itu, dapat pula tercipta karena hubungan persahabatan dan
pergaulan yang terjalin, tidak hanya kepada sesama manusia, tetapi juga kepada
alam. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa tarian dapat berfungsi sebagai
sarana pergaulan.
Selain berfungsi sebagai sarana pergaulan, tarian dapat juga berfungsi
sebagai sarana hiburan. Hal ini karena dalam perkembangan tarian daerah tidak
hanya di pentaskan di daerahnya masing-masing, tetapi juga dipentaskan di
gedung-gedung kesenian dan bahkan kemancanegara sebagai sarana hiburan
(Khasanah,2009:8).
1.5.1.3 Kesenian Sikambang
Kesenian Sikambang mulanya berasal dari nama seorang dayang Putri
Runduk yang bernama Sikambang Bandahari. Secara umum masyarakat Pesisir
Sibolga Tapanuli Tengah mengartikan Sikambang sebagai salah satu jenis
kesenian pada masyarakat Pesisir, dimana kesenian tersebut bercorakkan petuah,
berirama lagu, dan berwujud tari. Kesenian Sikambang merupakan seni panggung
yang terdapat di Pesisir Barat Tapanuli karena menggabungkan beberapa alat
musik, tari dan dipertontonkan. Jumlah penarinya kurang lebih empat orang,
masing-masing berpasangan dengan iringan musik dan nyanyian yang sifatnya
berupa nasehat yang dinyanyikan oleh seorang pemusik dan dinyanyikan secara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
22
bergantian. Dalam kesenian Sikambang terdapat beberapa lagu dan tarian yang
masing-masing memiliki tujuan tertentu pada setiap tariannya.
Kesenian Pesisir Sibolga dikenal dengan nama Sikambang yang
mempunyai ciri khas tersendiri baik dalam bentuk alat musik, irama, maupun lirik
lagunya. Kesenian Sikambang pada umumnya ditampilkan dalam upacara-upacara
adat di masyarakat Pesisir Sibolga yang dimainkan oleh anak alek dan dimainkan
pada malam sebelum acara pernikahan masyarakat Pesisir Sibolga. Dalam
penyajiannya tari-tari Pesisir Sibolga akan selalu diiringi oleh musik dan nyanyian
berupa syair yang dinyanyikan oleh pemusik yang berupa sebuah pesan-pesan
untuk sepasang kekasih yang sebentar lagi akan melangsungkan pernikahan.
Dalam masyarakat Pesisir Sibolga terdapat ragam bentuk dan jenis tari yang biasa
dilakukan pada malam sebelum pernikahan. Berikut ini merupakan jenis tari-
tarian yang ada pada masyarakat Pesisir Sibolga:
1. Tari Saputangan yang diiringi dengan lagu Kapri.
2. Tari Payung yang diiringi dengan lagu Kapulo Pinang.
3. Tari Selendang yang diiringi dengan lagu Duo.
4. Tari Pedang yang diiringi dengan lagu Sikambang Botan.
5. Tari Kipas yang diiringi dengan lagu Perak-perak.
6. Tari Pahlawan yang diiringi dengan lagu Simati Dibunuh.
7. Tari Adok yang diiringi dengan lagu Adok.
8. Tari Anak yang diiringi dengan lagu Sikambang.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
23
1.5.1.4 Tari Saputangan
Tari Saputangan merupakan tari pembuka dalam rentetat kegiatan musik
dan tari dalam kesenian Sikambang. Dalam penyajiannya tari Saputangan
merupakan tarian yang diperuntungkan untuk muda-mudi di Pesisir Sibolga,
dalam tari tersebut memakai properti saputangan sebagai media tari, dimana
dalam pengertiannya saputangan merupakan simbol pengikat terhadap hubungan
muda-mudi yang menjalin hubungan yang serius hingga sampai kepada
pernikahan. Dalam penyajiannya tari Saputangan dimainkan bersamaan dengan
musik pengiring dan nyanyian yang berupa pantun yang di nyanyikan secara
bergantian yang memiliki birima A-B-A-B, dalam tiap ungkapan katanya
memiliki pesan nasehat kepada muda-mudi yang sebentar lagi akan melakukan
hubungan ke jenjang pernikahan. Nasehat yang lantunkan oleh penyanyi juga
beragam berdasarkan hal yang mereka alami maupun kelak yang akan dialami, isi
syairnya berisi mulai dari perkenalan mereka hingga pada tingkat jalinan yang
sah. Dalam pertunjukannya tari Saputangan di tarikan oleh muda-mudi yang
berpasang-pasangan dari awal penyajian hingga akhir penyajian dimana dalam
tarian ini dimainkan dalam birama 4/4. Tari Saputangan dilakukan pada malam
hari sebelum upacara pernikahan keesokan harinya.
1.5.1.5 Masyarakat
Masyarakat merupakan satu kesatuan golongan yang mendiami suatu
lokasi tertentu dan mempunyai kepentingan yang sama. Seperti; sekolah,
keluarga, perkumpulan. Masyarakat juga merupakan salah satu satuan sosial
sistem, atau kesatuan hidup manusia. Menurut Koentjaraningrat (1994)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
24
masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu
sistem adat istiadat tertentu yang bersifat bersambung dan terikat oleh suatu rasa
identitas yang sama. Masyarakat Pesisir sibolga memiliki sistem kekerabatan
yanag dikenal dengan adat sumando yang diikuti masyarakat Pesisir Tapanuli
Tengah dan Sibolga.
Adat sumando merupakan ikatan batin yang sangat kuat baik itu dalam
hubungan kekeluargaan dan persaudaraan dimana keputusan mengenai masalah
adat dan keluarga dikatakan tidak sah, tanpa melibatkan semua musyawarah
anggota keluarga baik dari keluarga pihak laki-laki, maupun pihak perempuan
yang telah bersatu dengan adat sumando Pesisir dan disahkan berdasarkan agama
Islam, dan didalam adat sumando Pesisir garis keturunan ditarik dari pihak laki-
laki (patrilinear) dimana dalam hal ini pihak Ayah di masyarakat Pesisir adalah
orang yang pertama mengambil keputusan dalam suatu rumah tangga dan apabila
dalam keluarga tersebut lahir anggota keluarga baru dalam hal ini anak, maka si
anak akan memakai gelar / marga yang dimiliki Ayah
1.5.1.6 Adat Pernikahan Masyarakat Pesisir Sibolga
Pernikahan dalam masyarakat Pesisir Sibolga memiliki beberapa rentetan
dalam pelaksanaannya, mulai dari Dimulai dari Risik-risik (memastikan seorang
calon), Sirih Tanyo (bertanya kesediann calon), Maminang (menanyakan uang
mahar), Manganta kepeng (mengantar uang mahar yang telah disepakati), Mato
Karajo (akad nikah), Adat Malam Sikambang, Manjalang-jalang (mohon doa
restu orangtua laki-laki). Selain itu ada upacara adat yang dilaksanakan pada
malam hari sebelum perkawinan, acara adat ini disebut Malam Baine. Pada malam
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
25
baine akan digelar kegiatan kesenian Sikambang dimulai dengan tari Saputangan
yang diiringi oleh lagu Kapri sebagai pembuka. Tarian ini berupa tarian muda
mudi dimana menceritakan tentang bagaimana perkenalan hingga meneruskan
hubungan ke jenjang pernikahan, tentunya dalam tarian tersebut ada musik dan
nyanyian sebagai pengiring tari, dimana nyanyian pada tari Saputangan berisi
nasehat atau wejangan yang dilantukan oleh pemain musik Sikambang. Pada
perkawinan masyarakat Pesisir diwaktu belakangan ini sudah sangat jarang
dijumpai perkawinan yang memakai kesenian Sikambang dalam perkawinannya
mengingat besarnya biaya yang akan dikeluarkan oleh pihak yang akan
melangsungkan perkawinan.
1.5.1.7 Baralek
Istilah baralek adalah istilah yang digunakan masyarakat Minangkabau
untuk menyebutkan sebuah kegiatan pesta yang merujuk pada pesta perkawinan
dan pesta untuk pengangakatan penghulu atau disebut juga dengan “baralak
gadang”. Dari sisi kata, kata baralek terdiri dari kata kerja, alek/pesta, yang
dilakukan oleh suku Minagkabau dalam berbagai kegiatan seperti “ pernikahan,
pengangkatan penghulu, membangun rumah dan sebagainya, namun baralek lebih
identik dan dikenal dengan acara respsi perkawinan ala adat Minangkabau,
dengan tata dan cara masing-masing dalam pelaksanaanya. Secara gadis besar tata
cara yang dilakukan merujuk kepada aturan adat baku di Minangkabau dan tidak
melanggar tuntunan syariat Islam.
Kata baralek juga digunakan oleh suku Melayu Pesisir Sibolga untuk
menunjukkan kegiatan pesta perkawinan, dengan tata cara yang tidak jauh
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
26
berbeda dengan baralek bagai suku Minangkabau. Penyebutan “baralek” ,
dikarenakan, suku Minangkabau banyak mendiami daerah Sibolga sejak lama,
mereka berbaur dengan masyarakat setempat dan masyarakat pendatang lainnya,
serta menikah dengan suku-suku lain. kelompok masyarakat ini kemudian
membentuk kelompok baru, yang dikenal dengan suku Melayu Pesisir Sibolga.
Adat istiadat yang dilakukan banyak mengadopsi dari kebudayaan Minangkabau,
seperti pemakaian bahasa, kesenian, dan lain-lainnya termasuk adat perkawinan.
Dalam konteks kegiatan malam baine dalam rangkaian perkawinan Pesisir
Sibolga, tari Saputangan merupakan bagian dari acara bersama kesenian
sikambang dengan tari Saputangan dimana tarian ini sebagai tarian pembuka dari
kesenian sikambang dan sebagai bagian dari prosesi adat.
1.5.1.8 Anak Daro
Anak daro adalah sebutan bagi pengantin perempuan di Minangkabau.
Istilah anak daro sendiri berasal dari kata anak dan dara yang artinya anak
perempuan. Pasangan dari anak daro disebut marapulai (laki-laki) setelah sah
dalam agama dan adat karena telah melakukan pernikahan sebelumnya. Pada saat
ini anak daro tidak hanya ditemukan di acar baralek saja, tapi dapat juga berada
di acara lainnya. Seperti pada acara pawai budaya, lomba pakaian adat, dan pada
kegiatan adat lainnya.
Seorang anak daro jelas dikenali dari pakaiannya, yang terdiri dari sunting
(accesoris untuk kepala) lengkap dengan baju tradisional yang didominasi warna-
warna merah dan kuning keemasan. Sunting menjadi pertanda seorang anak daro.
Pada awalnya sunting yang dikenakan terbuat dari logam emas, namun sekarang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
27
sunting terbuat dari perak dan logam meski warnanya tetap kuning keemasan.
Motif bunga yang menghiasi sunting menjadi simbol anak daro yang sedang
mekar-mekarnya. Disamping sebagai hiasan kepala, sunting juga menyimpan
filosofi yang dilihat dari ukuran yang cukup besar dan berat yang memiliki arti,
bahwa seorang wanita dituntut kuat secara fisik ia juga harus kuat memikul
tanggungjawab dalam rumah tangga nantinya.
Pada acara malam bainai, anak daro biasanya memakai sunting yang
kecil, serta memakai baju khusus yang disebut baju tokah. Baju tokah dilengkapi
dengan selendang yang disilangkan di dada calon pengantin perempuan (anak
daro). Kegiatan ritual malam baine ini dimaksudkan untuk menjaga calon anak
doro dari terhindar dari hal-hal buruk.
1.5.2 Teori
Teori merupakan suatu cara dimana dapat mengaitkan hal-hal tertentu
sampai bisa mengatasi masalah yang terjadi dalam topik pembahasan yang
peneliti teliti. Dalam memecahkan suatu permasalahan peneliti berpedoman pada
beberapa teori yang berkaitan tentang struktur, fungsi dan makna dalam tari
Saputangan Pesisir Sibolga. Marckward et al (1990:302), berpendapat bahwa teori
memiliki tujuh pengertian, yaitu:
1. Sebuah rancangan atau skema yang terdapat dalam pikiran saja, namun
pada prinsip-prinsip verifikasi dengan cara eksperimen atau pengamatan.
2. Sebuah bentuk prinsip dasar ilmu pengetahuan dan peranan ilmu
pengetahuan.
3. Abstrak pengetahuan yang selalu dilawankan dengan praktik.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
28
4. Penjelasan awal atau rancangan hipotesis, sebagai ide atau yang
mengarahkan seseorang.
5. Spekulasi atau hipotesis, sebagai ide atau yang mengarahkan seseorang.
6. Dalam matematika berarti sebuah rancangan hasil atau sebuah bentuk
teorema, yang menghadirkan pandangan sistematis dari beberapa subjek.
7. Ilmu pengetahuan tentang komposisi musik, yang membedakannya
dengan seni yang dilakukan atau seni yang di eksekusi.
Untuk mengkaji objek penelitian yang peneliti lakukan peneliti memakai
beberapa teori yaitu:
1.5.2.1 Teori Struktur
Dalam mencari struktur tari Saputangan, peneliti akan menganalisis dan
mendeskripsikan pola gerakan-gerakan yang disajikan dalam tari Saputangan.
Dimana nantinya peneliti akan mendeskripsikan pola gerakan satu ke pola
gerakan lainnya dan menjabarkan secara terperinci maksud dalam gerakan
tersebut. Landasan teori ini akan difungsikan untuk mempertajam analisis untuk
mengembangkan kepekaan atas fenomena di dalam eksistensi tari Saputangan.
Dengan demikian penelitian ini tidak dimaksudkan untuk menguji maupun
membuktikan suatu teori, melainkan sebagai alat untuk menguji maupun
membuktikan suatu teori. Dalam teori ini juga akan membantu dalam
menganalisis beberapa elemen penting sebagai pendukung dalam tari Saputangan
seperti; penari, gerak, pola lantai, properti, busana, musik iringan dan pendukung
tari lainnya.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
29
Strukturalisme pada hakikatnya adalah sebuah komperatif, sebab
strukturalisme berusaha menemukan isomorfim dalam dua atau lebih isi. Sekali
unit-unit, bagian-bagian, atau elemen-elemen itu dipisahkan secara analitis,
mereka dapat digabungkan, digabungkan ulang, dan ditransformasikan untuk
menciptakan model-model baru. Strukturalisme berusaha untuk mengidentifikasi
elemen-elemen menyeluruh melalui prosedur-prosedur sistematis, dimana metode
analisis adalah strukturalis ketika makna, menurut obyek yang dianalisis, diambil
bergantung pada susunan bagian-bagiannya.
Menurut teori, strukturanalisme bekerja dengan sistem makna tertutup yang
elemen-elemennya dapat diperoleh dan dipisahkan menurut beberapa prinsip atau
aturan. Dengan demikian fenomena-fenomena semacam itu dapat dipahami
sebagai sistem penandaan atau simbol yang terbuka untuk dikaji.
Budiman (1999: 111-112), berpendapat bahwa strukturalisme adalah cara
berpikir tentang dunia secara khusus memperhatikan persepsi dan deskripsi
mengenai struktur, yaitu di dalamnya akan menitik beratkan pada usaha mengkaji
fenomena seperti mitos, ritual, relasi-relasi kekerabatan dan sebagainya.
Disamping itu, strukturalisme memandang beberapa dokumen sebagai obyek fisik
aktual atau tersusun secara konkrit, sebagai “teks”, fenomena teoritis yang
dihasilkan oleh definisi-definisi dan operasi-operasi teoritis (Foucoult, 1973: 47).
Sumandiyo Hadi dalam bukunya yang berjudul Kajian Tari Teks dan
Konteks menyatakan bahwa kajian tekstual artinya fenomena tari dipandang
sebagai bentuk fisik (teks) yang relatif berdiri sendiri, yang dapat dibaca, ditelaah
atau dianalisis secara tekstual atau “men-teks” sesuai dengan konsep
pemahamannya. Semata-mata tari merupakan bentuk atau struktur yang nampak
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
30
secara empirik dari luarnya saja atau surface struktur tidak harus mengaitkan
dengan struktur dalamnya (deep structur). Adanya suatu kesamaan dalam
menganalisa tari dan karawitan secara tekstual, maka berangkat dari pemahaman
di atas, paradigma yang digunakan dalam menganalisis tekstual tari Saputangan
antara lain: analisis komposisi, dan analisis penanda.
Dalam Penelitian nantinya peneliti lebih terfokus memakai teori yang
dikemukakan oleh Sumandiyo Hadi untuk mendeskripsikan pola gerakan tari
Saputangan dari satu pola gerakan ke pola gerakan berikutnya. Adanya suatu
kesamaan dalam menganalisa tari Saputangan secara tekstual, maka berangkat
dari pemahaman di atas, paradigma yang digunakan dalam menganalisis tekstual
tari Saputangan adalah analisis komposisi yang akan mendeskripsikan bagaimana
uraian mengenai beberapa elemen yang dimiliki tari Saputangan antara lain:
Penari, gerak, pola lantai, properti, busana, musik iringan, dan pendukung
pertunjukan.
1.5.2.2 Teori Fungsionalisme
Untuk mengkaji fungsi sosio budayanya tari Saputangan dalam kebudayaan
masyarakat Pesisir Sibolga maka peneliti menggunakan beberapa teori dari para
pakar teori fungsionalisme. Teori fungsionalisme adalah salah satu teori yang
dipergunakan dalam ilmu sosial, yang menekankan pada saling ketergantungan
antara istitusi-institusi (pranata) dan kebiasaan-kebiasaan pada masyarakat
tertentu. Analisis fungsi menjelaskan bagaimana susunan sosial didukung oleh
fungsi institusi seperti negara, agama, keluarga, aliran, dan pasar terwujud.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
31
Radcliffe-Brown mengemukakan bahawa fungsi sangat berkait erat dengan
struktur sosial masyarakat. Bahwa struktur sosial itu hidup terus, sedangkan
individu-individu dapat berganti setiap saat. Dengan demikian, Radcliffe-Brown
melihat fungsi ini dari sudut sumbangannya dalam suatu masyarakat,
mengemukakan bahawa fungsi adalah sumbangan satu bagian aktivitas kepada
keseluruhan aktivitas di dalam sistem sosial masyarakatnya. Tujuan fungsi adalah
untuk mencapai tingkat harmoni atau konsistensi internal, seperti yang
diuraikannya
By the definition here offered „function‟ is the contribution which a partial
activity makes of the total activity of which it is a part. The function of a
perticular social usage is the contribution of it makes to the total social life
as the functioning of the total social system. Such a view implies that a
social system ... has a certain kind of unity, which we may speak of as a
functional unity. We may define it as a condition in which all parts of the
social system work together with a sufficient degree of harmony or internal
consistency, i.e., without producing persistent conflicts can neither be
resolved not regulated (1952:181).
Dalam kaitannya dengan tari Saputangan pada upacara perkawinan adat
Sibolga, maka tari ini adalah salah satu aktivitas dari sekian banyak aktivitas etnik
Minangkabau, yang tujuannya adalah untuk mencapai harmoni atau konsistensi
internal. Tari saputangan dan musik iringannya adalah bahagian dari sistem sosial
yang bekerja untuk mendukung tegaknya budaya Pesisir Sibolga.
Teori fungsionalisme dalam ilmu antropologi mulai dikembangkan oleh
seorang pakar yang sangat penting dalam sejarah teori antropologi, yaitu
Bronislaw Malinowski (1884-1942). Lahir di Cracow, Polandia, sebagai putra
keluarga bangsawan Polandia. Radcliffe-Brown (1881-1955), seorang ahli lain
dalam antropologi sosial berdasarkan teorinya mengenai prilaku manusia pada
konsep fungsionalisme. Radcliffe-Brown mengatakan, bahwa berbagai aspek
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
32
prilaku sosial, bukanlah berkembang untuk memuaskan kebutuhan individual, tapi
justru timbul untuk mempertahankan struktur sosial masyarakat. Struktur sosial
dari suatu masyarakat adalah seluruh jaringan dari hubungan-hubungan sosial
yang ada.
Selanjutnya Malinowski dalam Koentjaraningrat, 1987:167), menyatakan
bahwa pemikiran Malinowski mengenai syarat-syarat metode geografi
berintergrasi secara fungsional yang dikembangkannya dalam kuliah-kuliahnya
tentang metode-metode penelitian lapangan dalam masa penulisannya ketiga buku
etnografi mengenai kebudayaan Trobriand selanjutnya, menyebabkan bahwa
konsepnya mengenai fungsi sosial dari adat, tingkah laku manusia, dan pranata-
pranata sosial menjadi mantap juga. Dalam hal itu ia membedakan antara fungsi
sosial dalam tiga tongkat abstraksi yaitu:
1. Fungsi sosial dari suatu adat, pranata sosial atau unsur kebudayaan pada
tingkat abstraksi pertama mengenai pengaruh atau efeknya, terhadap adat, tingkah
laku manusia dan pranata sosial yang lain dalam masyarakat
2. Fungsi sosial dari suatu adat, pranata sosial atau unsur kebudayaan pada
tingkat abstraksi kedua mengenai pengaru atau efeknya, seperti yang
dikonsepsikan oleh warga masyarakat yang bersangkutan
3. Fungsi sosial dari suatu adat, pranata sosial atau unsur kebudayaan pada
tingkat abstraksi ketiga mengenai pengaruh atau efeknya, terhadap kebutuhan
mutlat untuk berlangsungnya secara intergrasi dari suatu sistem sosial yang
tertentu.
Menurut peneliti teori fungsional ini memfokuskan pada fungsi-fungsi
sosial budaya pada apa penyebabnya. Bagi Malinowski penyebab fungsi itu
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
33
adalah pada kebutuhan dasar manusia sebagai individu-individu. Sementara
menurut Radcliffe-Brown fungsi itu muncul untuk memenuhi sistem sosial yang
telah dibangun berdasarkan kesepakatan Bersama.
Curt Sachs (1963:5) seorang ahli musik dan tari dari Belanda juga
mengemukakan fungsi tari pada masyarakat dalam bukunya yang berjudul World
History of the Dance mengutarakan bahwa fungsi tari secara mendasar ada dua,
yaitu (1) Tari berfungsi untuk tujuan magis, dan (2) Tari berfungsi sebagai media
hiburan atau tontonan. Pakar lainnya Gertrude Prokosch Kurath yang
mengemukakan adanya 14 fungsi tari dalam masyarakat, yaitu (1) sebagai media
inisiasi (upacara pendewasaan), (2) sebagai media percintaan, (3) sebagai media
persahabatan atau kontak sesial, (4) sarana untuk perkawinan atau pernikahan,
(5)sebagai pekerjaan atau matapencaharian, (6) sebagai media untuk sarana
kesuburan atas pcrtanian, (7) sebagai sarana untuk perbintangan, (8) sebagai
sarana untuk ritualperburuan, (9) sebagai imitasi satwa, (10) sebagai imitasi
peperangaa, (11) sebagai sarana pengobatan, (12) sebagai ritual kematian, (13)
sebagai bentuk media untuk pemanggilan roh, dan (14) sebagai komedian (lawak).
Soedarsono membagi fungsi tari ke dalam 3 kelompok besar dengan
berdasar pada pengamatan terhadap tari tersebut. Adapun pembagian fungsi tari
menurut Soedarsono adalah sebagai berikut:
1. Pengamatan terhadap tarian yang difungsikan sebagai upacara. Fungsi tari
sebagai upacara, pemujaan atau ritual memiliki cirri-ciri yakni dipentaskan
pada waktu, tempat dan penari yang terpilih serta dilengkapi dengan
sesajian.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
34
2. Pengamatan terhadap tarian yang difungsikan sebagai hiburan pribadi. Tari
yang berfungsi sebagai hiburan bagi pribadi dicirikan dengan gerakan
yang spontan contohnya saat ada pertunjukan musik di hajatan lalu
seseorang secara spontan ikut menari. Ini adalah hiburan secara pribadi
menurut Soedarsono.
3. Pengamatan terhadap tarian yang difungsikan sebagai penyajian yang
estetis. Tari yang berfungsi sebagai sajian estesis adalah seni tari yang
dipersiapkan sebaik mungkin untuk dipentaskan pada khalayak umum baik
itu di gedung kesenian ataupun media semacam televisi.
Dalam penelitian nantinya peneliti akan menggunakan teori Fungsionalisme
yang dikemukakan oleh Radcliffe-Brown sebagai acuan untuk mencari fungsi tari
Saputangan pada upacara pernikahan masyarakat Pesisir Sibolga, digunakannya
teori ini karena peneliti melihat peran masyarakat maupun organisasi budaya
dalam menyepakati fungsi tari tersebut dalam suatu kegiatan budaya masyarakat
Pesisir Sibolga.
Sejalan dengan pendapat Soedarsono, Jazuli (1994:4–46) mengatakan bahwa
fungsi tari diantaranya adalah untuk upacara, tari sebagai hiburan, tari sebagai
pertunjukan, dan tari sebagai media pendidikan.
A. Tari untuk sarana Upacara
Fungsi tari sebagai sarana upacara dapat dibedakan menjadi tiga yaitu :
1). Upacara keagamaan yaitu jeinis tari yang diguakan dalam perisritiwa
keagamaan . jenis tarian semacam I n masih bias dilihat di pulau Bali sebagai
pusat prkembangan agama HJindu. Jenis tarian in I diselenggarakan di pura-
pura pada waktu tertntu dan merupakan tarian esaji yang bersifat religi.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
35
2). Upacara adat berkaitan dengan peristiwa alamiah. Upacara adat merupakan
upacara yang berlangsung sesuai dengan kepentingan masyarakat di
lingkungannya. Selama adat masih dipergunakan upacara semacam itu akan
berlangsung terus secara turun temurun.
3). Upacara adat berkaitan dengan peristiwa kehidupan manusia, adalah upacara
yang berkaitan dengan peristiwa-peristiwa yang erat hubungannya dengan
keberadaan hidup manusia, seperti kelahiran, kedewasaan, perkawinan, dan
kematian. Juga peristiwa kebutuhan hidupnya, seperti berburu, berperang,
penyembuhan dari sakit, penyambutan dan sebagainya. Jenis tari-tarian ini
banyak kita jumpai didaerah-daerah di Indonesia.
B. Tari sebagai Hiburan.
Tarian ini lebih menitik beratkan kepada pemberian kepuasan perasaan, tanpa
mempunyai tujuan yang lebih dalam dengan tujuan untuk hiburan itu sendiri.
C. Tari sebagai Seni Pertunjukan atau tontonan.
Seni Pertunjukan adalah seni yang dipertunjukkan untuk menarik perhatian bila
ditonton. Seni pertunjukan memerlukan pengamatan yang lebih serius daripada
sekedar untuk hiburan. Penyajiannya selalu mempertimbangkan nilai-nilai artistik,
sehingga penikmat dapat memperoleh pengalaman estetis dari hasil
pengamatannya.
D. Tari sebagai Media Pendidikan.
Pendidikan seni merupakan pendidikan sikap estetis guna membantu
membentuk manusia seutuhnya yang seimbang dan selaras dengan perkembangan
fungsi jiwa, perkembangan pribadi yang memperhatikan lingkungan sosial,
budaya, dan dalam hubungannya dengan Tuhan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
36
1.5.2.3 Teori Semiotika
Untuk mengkaji makna tari yang terkandung dalam tari Saputangan, peneliti
menggunakan teori semiotik. Selanjutnya teori ini digunakan dalam usaha untuk
memahami bagaimana makna diciptakan akan dikomunikasikan melalui sistem
simbol yang membangun sebuah peristiwa seni. Dua tokoh perintis semiotika
ialah Ferdinand de Saussure seorang ahli bahasa dari Swiss dan Charles sanders
Pierce, seorang filosof dari Amerika Serikat. Saussure melihat bahasa sebagai
sistem yang membuat lambang bahasa itu terdiri dari sebuah imaji bunyi (sound
image) atau signifier yang berhubungan dengan konsep (signified). Setiap bahasa
memiliki lambang bunyi tersendiri.
Semiotika atau semiologi adalah kajian terhadap tanda-tanda (sign) serta
tanda-tanda yang digunakan dalam prilaku manusia. Definisi yang sama pula
dikemukakan oleh salah seorang pendiri teori semiotika, yaitu pakar linguistik
dari Swiss yaitu Ferdinand de Saussure. Menurutnya semiotika merupakan kajian
mengenai “kehidupan tanda-tanda dengan masyarakat yang mengguanakan tanda-
tanda itu”. Meskipun kata-kata ini telah dipergunakan oleh filosof Inggris abad
ke-17 yaitu John Locke, gagasan semiotika sebagai sebuah modus interdisiplin
ilmu, dengan berbagai contoh fenomena yang berbeda dalam berbagai lapangan
studi, baru muncul kepermukaan pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20,
ketika munculnya karya-karya Saussure dan karya-karya filosof Amerika Serikat,
Charles Sanders Peirce.
1. Charles Sanders Peirce menggunakan segitiga makna yang terdiri dari
tanda, object dan interpretant. Tanda adalah suatu yang berbentuk fisik yang
dapat ditangkap oleh panca indra manusia dan merupakan sesuatu yang merujuk
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
37
kepada hal lain di luar tanda itu sendiri. Tanda menurut Peirce terdiri dari simbol,
ikon, dan indeks, acuan tanda ini disebut object (konteks sosial).
2. Ferdinand de Saussure membagi kedalam dua bagian yaitu penanda dan
pertanda. Penanda adalah wujud fisik yang dapat dikenal melalui wujud karya tari
saputangan. Dalam konteks penelitian ini adalah struktur tari saputangan yang
terdapat dalam karya tari suku Pesisir Sibolga dalam acara pesta perkawinan,
khususnya yang difungsikan dalam acara malam baine. Sedang pertanda adalah
makna yang terungkap melalui konsep, fungsi atau nilai-nilai yang terkandung di
dalam tari saputangan. Eksistensi semiotik Saussure adalah relasi antara penanda
dan petanda berdasarkan konvensi, biasa disebut dengan signifikasi.
Berdasarkan teori semiotik Saussure, tari saputangan akan di lihat dari sisi
penanda dan petanda dalam perwujudannya pada acara malam baine.
1.6 Metode Penelitian
Metode adalah cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi
sasaran ilmu yang bersangkutan, (Koentjaraningrat, 1997:16). Dalam penelitian
ini peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif untuk memahami
permasalahan yang telah ditetapkan. peneliti juga menerapkan penelitian
kualitatif, yaitu tahap sebelum ke lapangan (pra-lapangan), Tahap kerja lapangan,
Analisis data dan penulisan laporan 27 (Moleong, 2002:109). Di samping itu,
untuk mendukung metode penelitian yang dikemukakan oleh Moleong, peneliti
juga menggunakan kerja lapangan (field work) dan kerja laboratorium (laboratory
work). Hasil dari kedua disiplin ini kemudian digabungkan menjadi satu hasil
akhir. Untuk memperoleh data dan keterangan yang dibutuhkan dalam penulisan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
38
ini, peneliti menggunakan metode pengumpulan data. Dalam hal ini digunakan
dua macam metode, yakni menggunakan daftar pertanyaan tertulis
(questionnaires), dan menggunakan wawancara (interview). Untuk melengkapi
pengumpulan data dengan daftar pertanyaan maupun wawancara tersebut, dalam
penelitian ini digunakan pengamatan (observation) dan penggunaan catatan harian
(Djarwanto, 1984:25). Nantinya metode ini akan membantu mencari bagaimana
sebuah gerakan dilakukan dalam sebuah tarian bagaimana pola dalam tarian
tersebut dan mendeskripsikannya. Deskriptif menurut sukardi (2003: 15) adalah
metode yang berusaha menggambarkan obyek atau subyek yang diteliti sesuai
dengan apa adanya. Tujuannya adalah menggambarkan secara sistematis fakta dan
karakteristik obyek yang diteliti secara tepat.
Dijelaskan secara deskriptif, ialah data yang dikumpulkan bukanlah angka-
angka, dapat berupa kata-kata atau gambaran sesuatu. Hal tersebut sebagai akibat
dari metode kualitatif. Semua yang dikumpulkan mungkin dapat menjadi kunci
terhadap apa yang sudah diteliti. Ciri ini merupakan ciri yang sejalan dengan
penamaan kualitatif (Djajasudarma, 1993: 15).
Dalam memeroleh data atau informasi dilapangan harus melewati tahapan-
tahapan seperti deskripsi, reduksi, dan seleksi yang mana akan dilakukan secara
berulang-ulang untuk mencapai data yang kongkrit dari beberapa reverensi terkait
topik pembahasan. Untuk meneliti tari Saputangan pada malam sebelum
pernikahan masyarakat Pesisir Sibolga , peneliti menggunakan metode penelitian
kualitatif, sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Miller (1990: 3), yang
mengatakan “penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan
sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan manusia dalam
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
39
kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang dalam bahasa dan
peristilahannya.”
Penelitian kualitatif dapat dibagi dalam empat tahapan yaitu:
1. Tahap sebelum ke lapangan.
2. Pekerjaan lapangan.
3. Analisa data.
4. Penulisan laporan.
Pada tahap sebelum ke lapangan peneliti mempersiapkan segala macam
kebutuhan dalam melakukan penelitian nantinya. Pada tahap ini perlu dilakukan
banyak persiapan sebelum terjun ke lapangan dan merancang segala keperluan
nantinya dimana sebelum pergi kelapangan peneliti haru paham tentang wilayah
penelitiannya dan dapan memilih informan dengan baik.
1.6.1 Teknik Pengumpulan Data
Dalam melakuakan pekerjaan lapangan, peneliti sudah harus
mempersiapkan kebutuhannya pada saat di lapangan agar tidak menghambat
dalam penelitian nantinya. Seorang peneliti harus mampu mendapatkan informasi
sebanyak mungkin untuk dapat diseleksi dengan lebih baik. Dalam hal ini peneliti
harus mempersiapkan alat bantu seperti kamera digital, dan catatan lapangan.
Pengamatan langsung dengan obyek yang diteliti untuk merasakan suasan yang
tercipta disana dan merekam nya untuk menjadi panduan atau pengingat dalam
penulisan karya ilmiah nantinya.
Dalam tahap menganalisis data peneliti mengorganisasikan data yang telah
terkumpul dari catatan dilapangan baik berupa, foto, studi kepustakaan, rekaman,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
40
dan sebagainya kedalam suatu pola atau kategori. Deskripsikan keadaan setempat
antara lain lokasi penelitian dan keadaan alamnya, sistem kekerabatan, jumlah
penduduk dan sebagainya, banyak didapatkan dari masyarakat melalui berbagai
macam sumber. Metode penelitian ini harus dibuat secara lengkap dan terperinci
untuk mencapai hasil yang baik dalam penulisan tesis.
1.6.1.1 Observasi
Menurut M. Djunaidi Ghony dan Fauzan Almanshur (2012: 165) metode
observasi merupakan teknik pengumpulan data yang mengharuskan peneliti turun
ke lapangan mengamati hal-hal yang berkaitan dengan ruang, tempat, pelaku,
kegiatan, benda -benda, waktu, peristiwa, tujuan, dan perasaan. Metode observasi
merupakan cara yang sangat baik untuk mengawasi perilaku subyek penelitian
seperti perilaku dalam lingkungan atau ruang, waktu keadaan tertentu (Ida Bagus
Mantra dalam Djunaidi)
Observasi digunakan untuk mengetahui kondisi fisik lokasi penelitian,
kondisi geografis desa, jumlah penduduk dan mata dan pencatatan terhadap apa
yang penulis teliti. Selanjutnya observasi juga dilkukan nuntuk mengetahui
struktur, fungsi dan makna dari tari Saputangan. Tari Saputangan merupakan
suatu kegiatan yang dilihat langsung dalam aspek struktur yaitu gerak, pola lantai,
busana, dan tata rias penari Saputangan. Untuk itu peneliti harus memahami
setidaknya sedikit tentang kegiatan yang dilakukan tersebut untuk dapat
memahami lebih luas bagaimana struktur, fungsi dan makna tari Saputangan
tersebut. dalam hal ini peneliti melakukan observasi langsung untuk mendapat
data-data sesuai topik, namun observasi yang digunakan adalah observasi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
41
nonpartisipan, sebab dalam pengamatan ini penulis tidak ikut aktif di kegiatan
tersebut.
1.6.1.2 Wawancara
Wawancara merupakan suatu cara untuk mengumpulkan data atau
memeroleh informasi secara langsung dan bertatap muka dengan informan yang
menguasai bidang tersebut, sehingga mendapatkan gambaran lengkap tentang
obyek yang sedang diteliti. Teknik wawancara yang digunakan dalam penelitihan
ini adalah wawancara terpimpin yang sifatnya pribadi. Karena dalam wawancara
ini berhadapan langsung dengan orang yang diwawancarai, dengan pedoman
pertanyaan yang sudah dipersiapkan yang sesuai dengan tujuan penelitian.
Informan yang dilibatkan dalam wawancara ini
adalah :
a. Pendukung tari saputangan (penari, pemain musik, penyanyi, pimpinan grup
kesenian sikambang
Para pendukung kesenian sikambang yang dimaksud adalah pendukung
yang terlibat langsung dalam penyajian kesenian sikambang. Wawancara ini
dilakukan untuk mengetahuan bentuk pertunjukan, fungsi, urutan gerak, busana,
pola lantai, property, dan iringan dalam penyajian tari saputangan. Narasumber
pendukung yakni, bapak Chairil Siregar pemain musik sikambang dan Ibu Dahlia
Sinaga sebagai penaridalam kesenian sikambang, untuk menambah data dan
mendapatkan hasil penelitian yang akurat.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
42
b. Masyarakat setempat
Masyarakat setempat yang dimaksud adalah masyarakat yang tahu tentang
seluk beluk tari saputangan, untuk mendapatkan informasi tentang partisipasinya
atau tanggapan tentang tari saputangan, penggunaannya, perkembangannya serta
fungsi dari tari saputangan tersebut.
c. Orang yang berkompenten ( instansi yang terkait di desa tersebut ).
Orang yang berkompeten di sini adalah tokoh adat, penyelenggara acara
malam baine. Wawancara ini untuk mendapatkan informasi tentang asal-usul tari
saputangan disajikan dalam acara malam baine, pengunaannya, perkembangan
dan pelestariannya, fungsi tari saputangan, kondisi geografis daerah dan
masyarakat setempat.
Wawancara dilakukan kepada dua orang narasumber pokok yang benar-
benar paham tentang tari Saputangan dan kesenian Sikambang Pesisir Sibolga
yakni bapak Syahriman Irawadi Hutajulu (Pak Sayang) bekerja sebagai kepala
lingkungan kelurahan Aek Manis, beliau seorang seniman sikambang yang
bergelut di bidang musik sikambang dan Ibu Siti Zubaidah bekerja sebagai kepala
sekolah SMP negri 1 Sibolga, beliau seorang seniman sikambang yang bergelut di
bidang tari sikambang. Peneliti juga mewawancarai narasumber pendukung yakni,
bapak Chairil Siregar pemain musik sikambang dan Ibu Dahlia Sinaga penari
sikambang, untuk menambah data dan mendapatkan hasil penelitian yang akurat.
1.6.1.3 Dokumentasi
Dalam penelitian nantinya peneliti akan menggunakan media rekaman suara
memakai handphone Oppo F5, dokumentasi foto menggunakan kamera SLR
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
43
Canon dan rekaman vidio menggunakan handicam canon, menggunakan alat-alat
tulis seperti buku tulis kiko, pensil 2b, dan pulpen my gel, dalam rangka untuk
mendokumentasikan hasil penelitian agar mencapai hasil yang maksimal. Peneliti
merekam setiap aktivitas yang terjadi disetiap penelitian baik itu rekaman
wawancara atau pertunjukan kesenian Sikambang khususnya tari Saputangan.
Dokumentasi juga didapatkan dari dokumen-dokumen sebelumnya tentang
pelaksanaan acara malam baine dengan penyertaan tari saputangan, yang
dilakukan oleh beberapa penyelenggara pesta perkawinan. Dokumentasi ini
diperlukan sebagai penguatan data untuk kelengkapan hasil penelitian.
1.6.1.4 Lokasi Penelitian
Dalam tulisan ini akan dibahas lokasi penelitian tentang tari Saputangan
yang dilaksanakan pada saat malam barinai di daerah Kota Sibolga, tepatnya di
kecamatan Sibolga selatan, kelurahan Aek habil, jalan Midin Hutagalung. Yang
mana masyarakatnya lebih sering mengadakan acara malam baine dengan adat
sumando memakai kesenian sikambang, Pemilihan tempat ini dikarenakan
seniman-seniman yang mengerti tarian ini berdomisili di daerah tersebut.
1.6.1.5 Kerja Laboratorium
Setelah data yang diperlukan dapat, kemudian data penelitian ini diolah
dengan menggunakan teknik kualitatif yaitu, dengan mendeskripsikan makna,
fungsi, gerak, pola lantai, busana, dan tata rias tari Saputangan dan memilih-milih
data yang akan dimasukkan kedalam tulisan karya ilmiah untuk dapat
dipertanggung jawabkan. Jika data yang dirasa masih kurang lengkap, maka
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
44
peneliti melengkapinya dengan menjumpai informan kunci atau informan lain
sampai memiliki data yang cukup.
1.7 Sistematika Penulisan
Penelitian ini direncanakan terdiri dari 5 (enam) bab. Bab I terdiri dari Latar
Belakang Masalah mengenai tari Saputangan yang dilakukan pada malam baine
sebelum acara pernikahan masyarakat Pesisir Sibolga, Rumusan Masalah, Tujuan
dan manfaat Penelitian, Tinjauan Pustaka, Konsep, Teori, Metode Penelitian,
Lokasi Penelitian dan Sistematika Penulisan. Bab ini memfokuskan mengenai tari
Saputangan dan mengetahui struktur, fungsi dan makna dalam sebuah penyajian
tari Saputangan pada upacara perkawinan masyarakat Pesisir Sibolga. Dan untuk
menyelesaikan penulisan ini peneliti menggunakan teori strukturalisme, teori
fungsional dan teori semiotika.
Pada bab II nantinya peneliti akan memfokuskan tentang etnografi
masyarakat Pesisir Sibolga dimana nantinya peneliti akan membuat tulisan
mengenai keadaan alam, sistem pencaharian, gaya bahasa, sistem kepercayaan,
dan kesenian.
Pada bab III peneliti akan memfokuskan mengenai susunan upacara malam
baine, struktur tari Saputangan, susunan penyajian Tari Saputangan, tema, gerak,
iringan musik, tata busana atau kostum, tempat dan waktu pelaksanaan
pertunjukan, tata rias, pelaku dalam tarian tersebut, peneliti akan mendeskripsikan
tiap-tiap pola gerakan, yang dilakukan pada saat menarikan tari Saputangan.
Pada bab IV peneliti akan mendeskripsikan mengenai fungsi dan makna dari
tari Saputangan dimana nantinya peneliti akan mencari data-data mengenai fungsi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
45
sebenarnya dari tarian tersebut dan bagaimana kedudukan fungsinya pada adat-
istiadat masyarakat Pesisir Sibolga. Peneliti juga akan mendeskripsikan mengenai
makna pada tiap-tiap gerakan yang dilakukan penari, baik itu membahas gerakan
tari, busana yang dipakai maupun tata rias yang digunakan pada saat tari
Saputangan disajikan.
Pada bab V merupakan sebuah kesimpulan dan saran yang akan peneliti
lakukan untuk perkembangan kesenian Sikambang khusus nya tari Saputangan
dan sebagai bab penutup dalam penyelesain tesis yang berjudul “Analisis
Struktur, Fungsi, Dan Makna Tari Saputangan Pada Malam Baine Dalam
Rangkaian Pernikahan Suku Pesisir Kota Sibolga”.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
46
BAB II
ETNOGRAFI MASYARAKAT PESISIR SIBOLGA
2.1 Gambaran Umum Kota Sibolga
Kota Sibolga adalah salah satu kota yang berada dalam wilayah Provinsi Sumatera
Utara yang berstatus sebagai Kotamadya. Sibolga sejak lama dijuluki sebagai
Sibolga Kota Ikan karena mayoritas penduduk Kota Sibolga bekerja sebagai
Nelayan dan salah satu kota penghasil ikan.
Photo 2.1 Pintu Masuk Kota Sibolga
(Dok. Dwi Irna Hasana, 2019)
2.1.1 Letak Geografis
Kota Sibolga merupakan daerah yang terletak di wilayah pesisir pantai
barat Sumatera Utara. Kota Sibolga berjarak lebih kurang 340 km dari Kota
Medan, ibukota Provinsi Sumatera Utara. Posisinya berada pada sisi pantai Teluk
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
47
Tapian Nauli menghadap ke arah Samudera Hindia. Seluruh wilayahnya
berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Tengah di sebelah Timur, Selatan, dan
Utara. Sedangkan sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Hindia.
Gambar 2.2 Letak Geografis Kota Sibolga
(Sumber.www.kotasibolga.go.id)
Di Sumatera Utara, Kota Sibolga menjadi daerah yang memiliki luar wilayah
paling kecil dibanding daerah-daerah lain di Sumatera Utara, dengan luas sebesar
10,77 km². Secara geografis kota sibolga teletak antara 1º 44’ Lintang Utara dan
98º 47’ Bujur Timur dengan batas-batas wilayah adalah sebelah Timur, Selatan
dan Utara berbatasan langsung dengan Kabupaten Tapanuli Tengah, dan sebelah
Barat dengan Teluk Tapian Nauli.
Berdasarkan topografi daerah, Kota Sibolga berada di daratan pantai, lereng,
dan pegunungan. Terletak pada ketinggian berkisar antara 0 - 150 meter dari atas
permukaan laut, dengan kemiringan lahan kawasan kota ini bervariasi antara 0-
20% sampai lebih dari 40%. Cuaca yang dimiliki bersuhu panas dengan suhu
maksimum mencapai 32ºC dan minimum 21.6ºC, dan curah hujan cenderung
tidak teratur di sepanjang tahunnya.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
48
Kota Sibolga dikelilingi pulau-pulau seperti; 1) Pulau Poncan Gadang,
Pulau Poncan Ketek, Pulau Sarudik, Pulau Sendok dan Pulau Panjang, dan
sungai-sungai yakni: Aek Doras, Sihopo-hopo, Aek Muara Baiyon dan Aek
Horsik.Dengan kondisi wilayah yang sebagian besar perairan, masyarakat Kota
Sibolga banyak yang menjadi nelayan sebagian besar mata pencaharian
masyarakat tersebut.
Jumlah penduduk kota Sibolga menurut catatan badan pusat statistik kota Sibolga
yang dikeluarkan oleh kantor BPS Sibolga untuk laporan tahun 2013 dengan data
laporan tahun 2014, terlihat bahwa jumlah penduduk Sibolga adalah 85.981 jiwa
dengan luas wilayah daerah 10,77 Km² dan jumlah RT 18.694. Menurut badan
pusat statistik (BPS), wilayah administratif Kota sibolga terdiri dari 4 kecamatan
dan 17 kelurahan, banyak lingkungan kecamatan dan kelurahan di kota sibolga,
diantaranya adalah :
Tabel 2.1. wilayah kecamatan dan kelurahan di kota Sibolga
No Kecamatan Kelurahan Banyak
lingkungan
1 Sibolga Utara Sibolga Ilir 4
Angin Nauli 5
Huta Tonga-tonga 4
Huta Barangan 3
Simare-mare 4
2 Sibolga Kota Kota Baringin 4
Pasar Baru 4
Pasar Baringin 4
Pancuran Garobak 4
3 Sibolga Selatan Aek Habil 4
Aek Manis 4
Aek Patrombunan 4
Aek Muara Pinang 4
4 Sibolga Sambas Pancuran Dewa 4
Pancuran Bambu 4
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
49
Pancuran Pinang 4
Pancuran Kerambih 4
Sumber data: Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olah Raga
(BUDPARPORA) Kota Sibolga
Adapun luas wilayah, jumlah penduduk, dan jumlah RT menurut kecamatan
berdasarkan Badan Pusat Statistik Kota Sibolga tahun 2013 adalah sebagai berikut
:
Tabel 2.2. Rician Penduduk Menurut Kecamatan
Kecamatan
Luas
wilayah
(Km²)
Jumlah Penduduk Kepadatan
(Jiwa/Km²)
Jumlah
RT Lk Pr Lk +
Pr
Sibolga Utara 3,33 10.107 10.239 20.346 6.110 4.651
Sibolga Kota 2,73 7.194 7.417 14.611 5.352 3.391
Sibolga Selatan 3,14 15.419 15.14 30.559 9.732 6.302
Sibolga Sambas 1,57 10.380 10.085 20.465 13.035 4.350
Sibolga 10,77 43.100 42.881 85.981 7.983 18.694
Sumber data: Badan Pusat Statistik Kota Sibolga Tahun 2010
Berdasarkan tabel diatas dapat kita lihat bahwa kepadatan penduduk yang lebih
banyak terjadi pada kecamatan Sambas, yang mana luas wilayah yang paling kecil
disbandingkan dengan luas wilayah tiga kecamatan lainnya dan memiliki jumlah
penduduk 20.465 jiwa. Hal ini berkenaan bahwa kecamatan Sambas berada pada
wilayah bibir pantai dan paling banyak potensi terhadap sumber daya hasil lautnya
dimana masyarakat setempat mengandalkannya sebagai mata pencaharian. Selain
itu dapat kita lihat pula dengan total jumlah penduduk 85.981 jiwa ini lah
keberagaman suku membaur, hidup berdampingan, berkomunikasi dan saling
berinteraksi dalam ruang lingkup yang sama yaitu yang ada di daerah Kota
Sibolga.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
50
2.1.2 Masyarakat Pesisir Kota Sibolga
Masyarakat pesisir kota Sibolga merupakan masyarakat yang heterogen, terdiri
dari berbagai suku yang beraneka ragam baik yang berasal dari Sumatera Utara
maupun diluar Sumatera Utara bahkan di luar dari negara Indonesia. Oleh karena
itu pemerintah kota Sibolga memiliki motto atau semboyan Negeri Berbilang
Kaum. Hal ini dapat dibuktikan dengan keanekaragaman suku yang ada didalam
daerah ini, adapun rincian suku yang terdapat di kota Sibolga adalah sebagai
berikut :
Tabel 2.3 Rincian Masyarakat Menurut Suku
No Suku Jumlah
1. Melayu 2,364
2. Minangkabau 9,403
3. Mandailing 5,908
4. Karo 453
5. Pakpak 121
6. Simalungun 347
7. Tapanuli/Toba 44,494
8. Dairi 149
9. Nias 9,115
10. Jawa 5,514
11. Cina 3,338
12. Aceh 2,142
13. Lainnya 1,016
Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Sibolga Tahun 2010
Dilihat dari komposisi suku yang ada di Sibolga, terlihat suku Batak
Tapanuli menjadi suku mayoritas, disamping suku Minangkabau dan Melayu.
Komposisi suku ini juga memperlihatkan budaya yang ada di Sibolga terwakili
dari ke tiga suku ini yang dapat di lihat dari penggunaan bahasa, penggunaan adat,
yang mencampurkan dari ke tiga suku tersebut. Selain itu suku Melayu Pesisir
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
51
Sibolga merupakan suku Melayu yang terwujud dari keragaman budaya suku
yang ada, dengan memunculkan suku Melayu Pesisir Sibolga.
Diagram 2.1 Jumlah Penduduk Menurut Suku
Masyarakat di daerah Pesisir Sibolga mayoritas beragama Islam dan
bersukukan Pesisir serta masyarakat tersebut memiliki ciri Melayu Pesisir,
sebagaimana yang kita ketahui bahwa Melayu identik denganIslam. Bukan hanya
etnis Melayu, etnis Minangkabau juga identik dengan Islam sehingga budaya
yang terserap pada daerah pesisir ini sangat erat kaitannya antara melayu, Minang
dan Islam.
Dilihat dari tabel di atas, jumlah penduduk yang bersukukan Batak lebih
banyak dibandingkan dengan jumlah penduduk yang bersukukan Melayu maupun
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
52
Minang sebagai tiga suku yang dominan pada wilayah Sibolga. Hal ini berkenaan
dengan wilayah dalam yang berada di pegunungan dan daerah sekitar Sibolga
yang menunjang proses perdagangan pada pelabuhan Sibolga yang ikut
bertransaksi dalam hubungan dagang menetap dan tinggal di wilayah ini,
termasuklah Mandailing, Karo, Toba, dan Pakpak Dairi.
Adapun rincian agama yang dianut oleh masyarakat pesisir Sibolga adalah
sebagai berikut :
Tabel 2.4. Rincian Masyarakat Berdasarkan Agama
No. Agama Jumlah
1. Islam 47.358
2. Kristen Protestan 29.729
3. Kristen Katolik 3.741
4. Hindu 2
5. Budha 2.512
6. Khong Hu Chu 14
7. Lainnya 9
Sumber: Badan PusatStatistik Tahun 2010 (www.bps.go.id)
Berdasarkan tabel di atas, agama yang paling banyak dianut oleh
masyarakat Pesisir Sibolga adalah Islam. Sehingga segala bentuk budaya maupun
adat istiadat yang ada di dalamnya masih berkaitan dengan agama islam termasuk
kesenian yaitu kesenian Sikambang.
2.1.3 Bahasa Masyarakat Pesisir Kota Sibolga
Bahasa adalah alat komunikasi untuk menyampaikan keinginan dan maksud
seseorang kepada orang lain dengan berbagai cara, yang diartikan juga dengan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
53
bertutur sapa. Bahasa pesisir merupakan bahasa yang dipakai masyarakat pesisir
Sibolga dalam berinteraksi antara sesamanya. Bahasa pesisir merupakan bahasa
dari daerah lain diluar daerah pesisir Sibolga, seperti bahasa Minang dan Batak.
Walaupun bahasa pesisir Sibolga mempunyai persamaan kalimat dengan daerah
lain, namun fungsi dan penempatannya sangat berbeda menurut artinya misalnya
seperti yang ada di bawah ini :
Tabel 2.5 Bahasa Pesisir Sibolga
No. Sebutan Artinya Keterangan
1. Kau Perempuan Bahasa untuk memanggil
perempuan
2. Ang Laki-laki Bahasa untuk memanggil laki-laki
3. Ambo Aku Bahasa untuk memanggil diri
sendiri
4. Aya Ayah Bahasa untuk memanggil Ayah
kandung
5. Umak Ibu Bahasa untuk memanggil Ibu
Kandung
6. Ogek, kauti,
kaatcu, kaki
tam, tuannadik
Abang Bahasa untuk memanggil abang
(saudara laki-laki)
7. Uning Kakak Bahasa untuk memanggil kakak
perempuan tertua
8. Teta/Ceanga Kakak Bahasa untuk memanggil kakak
perempuan yang ditengah
9. Teti/Cecek Kakak Bahasa untuk memanggil kakak
perempuan yang paling kecil
10. Tauti Eda/adik/kakak
ipar
Bahasa untuk memanggil iparan
baik kakak/adik
11. Taelok Kakak/adik ipar
Ibu
Bahasa untuk memanggil ipar dari
Ibu
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
54
12. Etek Adik Ibu Bahasa untuk memanggil adik
perempuan ibu
13. Tuo Kakak Ibu Bahasa untuk memanggil kakak
perempuan Ibu
14. Mamak/mamak
tuan
Adik/abang ibu
laki-laki
Bahasa untuk memanggil
adik/abang Ibu laki-laki bahasa
untuk suami dari mami
15. Mami Istri dari Mamak
iparan Ibu
Bahasa untuk memanggil Istri dari
Mamak
16. Oncu Kakak/adik
perempuan Ayah
Bahasa untuk memanggil
kakak/adik perempuan dari Ayah
17. Pak Oncu Suami dari Oncu
iparan ayah
Bahasa untuk memanggil suami
dari oncu
18. Pak Etek Bapak yang paling
kecil
Bahasa untuk memanggil adik laki-
laki yang paling kecil dari ayah/Ibu
19. Mak Etek Ibu yang paling
kecil
Bahasa untuk memanggil adik
perempuan Ayah/Ibu yang paling
kecil
20. Mak Tanga Ibu yang ditengah Bahasa untuk memanggil kakak
nomor 2 dari Ayah/Ibu
21. Pak Tanga Bapak yang
ditengah
Bahasa untuk memanggil abang
nomor 2 dari Ayah/Ibu
22. Mak Tuo Ibu yang paling tua Bahasa untuk memanggil kakak
tertua dari ayah/Ibu
23. Pak Tuo Bahasa untuk memanggil Abang
tertua dari ayah/Ibu
24. Utci
Iyak
Nenek
Nenek
Panggilan untuk ibu dari ibu
Panggilan untuk ibu dari bapak
25. Angku Kakek Panggilan untuk bapak dari bapak
atau bapak dari ibu
26. Munyang Kakek buyut Panggilan untuk kakek dari bapak
atau ibu
Sumber data: Buku Seni Budaya Pesisir 1 Siti Zubaidah
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
55
Beberapa kalimat dalam bahasa Pesisir Sibolga :
Tabel 2.6 Penggunaan Bahasa Suku Melayu Pesisir Sibolga
No Kalimat Terjemahan
1. Ala dikecekkan Iyak kadimunak
kapatang, jangan juo kalua mugarib
beko tasopo, tapi ndak munak
dangakan, kini rasokanla
Sudah dikatakan nenek pada
kalian kemarin, jangan juga
keluar di waktu menjelang
magrib, nanti kalian keteguran,
tapi kalian tidak dengarkan,
sekarang rasakanlah
2. Diamisuk nan lalu la pai ambo karuma
kauti nandak manyalasekan utang
piutang kito tu,tapi katonyo pulang
inyo dari lawikla kito salasekan
Dua hari yang lalu sudah pergi
saya kerumah abang mau
menyelesaikan hutang piutang
kita itu, tapi katanya sepulangnya
iya dari lautla kita selesaikan
3. Barisuk jangan lupo munak dah
sabalum kasikola pai dulu antekkan
kue kociko ka munyang
Besok jangan lupa kalian ya
sebelum pergi kesekolah
antarkan dulu kue koci ini kepada
kakek buyut
4. Pintak lida munak tu lai dah, munak
katokan ala jadi nan baralek tu
rupunyo saminggu lai anyo
Mulut kalian itu dah, kalian
bilang sudah jadi yang nikah itu
rupanya seminggu laginya
Berdasarkan dari contoh kalimat di atas, terlihat pemakaian bahasa yang
mencampurkan bahasa Minangkabau, Tapanuli dan Melayu, terutama dalam kata-
kata:
1). Pada Kalimat no 1. Menggunakan bahasa Minangkabau yang bercampur
dengan bahasa Melayu
2). Pada kalimat no 3 menggunakan bahasa Minangkabau bercampur dengan
bahasa Batak Tapanuli (kasikola)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
56
Dari contoh di atas, terlihat bahasa-bahasa yang semula di pakai oleh masing-
masing suku, kemudian membentuk bahasa baru yang menjadi bahasa Sibolga.
Selain pemakaian bahasa, adat yang digunakan oleh masyarakat Sibolga juga
merupakan pencamuran dari adat-adat yang di pakai oleh masing-masing suku,
dengan tetap memegang ajaran dalam agama Islam. Hal ini tanpak dalam
penggunaan adat Sumando yang merupakan adat dari budaya Minangkabau, dan
adat malam berinai yang juga dipakai oleh suku Minagkabau dan melayu. Dengan
demikian, Suku melayu Pesisir Sibolga menjadi suku yang berbeda dengan suku
Melayu lainnya di Sumatera Utara
2.1.4 Sistem Kekerabatan
Sistem kekerabatan dalam kebudayaan Melayu Pesisir Sibolga, dapat kita lihat
berdasarkan sistem adat. Dalam sistem adat Melayu, sistem kekerabatan tentang
hal yang harus dimiliki oleh anggota keluarga adalah sama, baik dari pihak bapak
maupun pihak ibu. Masing-masing mendapat perlakukan yang sama termasuk hak
adat bagi anak perempuan dan anak laki-laki. Dengan demikian termasuk ke
dalam sistem patrilineal1. Namun dalam pembagian harta pusaka, maka
pembagiannya dilakukan berdasarkan pada hukum Islam (syarak), yang terlebih
dahulu mengatur pembahagian yang adil terhadap hak syarikat, yaitu harta yang
1 1Patrilineal adalah suatu adat masyarakat yang mengatur alur keturunan berasal dari pihak
bapak. Kata ini seringkali disamakan dengan patriarkhat atau patriarkhi, walaupun pada dasarnya artinya berbeda. Patrilineal berasal dari dua kata, yaitu patri (bahasa Latin) yang berarti "bapak," dan linea (bahasa Latin) yang berarti "garis." Jadi patrilineal berarti mengikuti garis keturunan yang ditarik dari pihak bapak. Sementara itu, patriarkhai berasal dari dua kata yang lain, yaitu pater yang berarti bapak dan archein (bahasa Yunani) yang berarti memerintah. Jadi, patriarkhi berarti kekuasaan berada di tangan bapak atau pihak laki-laki. (sumber: id.wikipedia.org/Wiki/Matrilineal). Selain itu ada pula adatyang mendasarkan penarikan garis keturunan baik dari pihak ibu maupun ayah. Adat yang seperti ini disebut dengan bilateral.2Baca skripsi Hery Gunawan “Analisis Musik Galombang Pada Upacara Adat Perkawinan Masyarakat Minangkabau di Kota Medan.” Medan: Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, tahun 2011.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
57
diperolehi bersama dalam sebuah pernikahan suami-isteri, Hak ini tidak
mengenal harta bawaan dari masing-masing pasangan. Harta yang ada
didasarkan pada pengertian pendapatan yang dicari bersama, yang artinya
mencakupi: (1) suami berusaha dan mencari rezeki di luar rumah; (2) isteri
berusaha mengurus rumah tangga, membela dan mendidik anak-anak. Hak
masing-masing adalah 50 %, separuh dari harta pencarian, hingga kini hukum ini
tetap dilakukan.
Dengan perlakuan di atas, terlihat bahwa, adat dan agama tidak bertentangan.
Hukum-hukum yang dilakukan dalam masyarakat sesuai dengan ajaran Islam,
sehingga filosopy Melayu yang menyatakan “adat bersendi Syarak, syarak
bersendi pada kitab Alquran” adalah tepat. Adat dan Agama menjadi pegangan
yang keduanya diperlukan dalam menjalani kehidupan dan menjadi pagar dalam
semua permasalahan.
Masyarakat Melayu Sibolga juga mengenal sistem-sistem kekerabatan yang
berdasarkan pada hirarki vertikal, namun di karenakan daerah mereka yang
berbatasan dengan Sumatera Barat, sehingga mereka banyak mencampurkan adat
istiadat Minangkabau dalam kehidupan mereka, termasuk dalam hal menyapa.
Penyapaan dimulai dari sebutan yang tertua sampai yang muda. Penyapaan
digunakan dalam peristilahan kekerabatan seperti: (1) mintuo, kedua orang tua
isteri; (2) besan sebutan antara orang tua isteri terhadap orang tua sendiri atau
sebaliknya; (3) minantu, panggilan kepada suami atau isterinya anak; (4) ipa,
suami saudara perempuan atau isteri saudara laki-laki, demikian juga panggilan
pada saudara-saudara mereka; (5) umak, yaitu panggilan untuk ibu berasal
daripada kata mak, yang berarti ibu atau bunda, yang melahirkan kita; (9) aya,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
58
kata asalnya ayah, yang berarti ayah; (10) abang, yang berasal daripada kata
bak atau bah yang artinya saudara tua laki-laki; (11) kakak, berasal daripada
kata kak, yang berarsaudara tua perempuan; (13) adik, yang berasal daripada
kata dik, artinya saudara lelaki atau perempuan yang lebih muda.
Peristilahan ini merupakan sistem adat yang dipegang teguh suku Melayu
dalam bertutur yang menunjukkan sopan santun dalam berkomunikasi dengan
sesama baik dari anak-anak hingga orang tua. Saat ini istilah-istilah ini sudah
jarang terdengar, dan sudah tergantikan dengan istilah baru, dikarenakan adanya
perkembangan dari perkawinan antar suku yang memunculkan istilah baru.
2.1.5 Mata Pencaharian Masyarakat Pesisir Kota Sibolga
Masyarakat Pesisir Sibolga memiliki mata pencaharian yang bervariasi
mulai dari petani (bersawah padi dan palawija, berkebun karet dan kelapa),
sebagai pedagang atau yang sering disebut dengan “Onan”, tukang becak,
Kepegawaian (negeri dan swasta), ABRI, Bidang jasa sebagai buruh, dan yang
paling dominan adalah sebagai nelayan, ada beberapa jenis nelayan seperti yang
ada dibawah ini :
Tabel 2.7 Jenis-jenis nelayan
No. Jenis Nelayan Cara menangkap ikan
1. Nelayan Pamukek Nelayan ini menggunakan pukat atau jarring
untuk menangkap ikan dilaut, yang digerakkan
oleh mesin maupun tenaga manusia untuk
menarik jarring dan mengangkat ikan tangkapan
2. Nelayan Panjaring Nelayan ini pekerjaannya menangkap ikan di
laut dengan mempergunakan jarring yang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
59
digerakkan oleh mesin dan tenaga manusia
bersama-sama baik ditengah laut maupun di tepi
pantai.
3. Pukek Tapi Nelayan ini pekerjaannya menangkap ikan
dengan pukat di tepi pantai dengan
mempergunakan tenaga manusia yang ditarik
dari kejauhan 1 km dari pantai bersama-sama
dan biasanya para Nelayan Pamuge akan
membeli ikan yang telah siap dipasarkan kepada
masyarakat ditempat penangkapan ikan.
4. Nelayan Pamuge Nelayan ini pekerjaannya membeli ikan dari
nelayan di tengah laut, dari para nelayan
penjaring atau nelayan yang menangkap ikan di
tengah laut.
5. Nelayan Paralong-
along (Parlanja)
Nelayan ini pekerjaannya membeli ikan pada
Nelayan Pamuge di tepi pantai dan para nelayan
paralong-along/perlanja menjajakan ikan kepada
masyarakat dalam kampong.
6. Nelayan Panjamu Nelayan ini pekerjaannya hanya menjemur ikan
yang telah dibelinya dari nelayan penjaring dan
kemudian setelah ikan kering maka akan dijual
kepada nelayan pagudang (orang yang membeli
ikan yang sudah kering untuk dipasarkan
kedaerah lain).
7. Nelayan
Pangudang
Nelayang ini pekerjaannya sebagai pembeli ikan
yang sudah dijemur oleh nelayan panjamu untuk
dikumpulkan di tempat pergudangannya dan
dijual kepada para pedagang ikan dari luar kota
Sibolga.
Sumber data: wawancara bersama para nelayan di gudang tempat para nelayan
mengumpulkan ikan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
60
Potensi utama perekonomian bersumber dari perikanan, pariwisata, jasa,
perdagangan dan industri maritim. Hasil utama perikanan, antara lain: ikan gurafu,
ikan tuandeman, ikan kakap, ikan gambolo, ikan aso-aso, ikan teter, ikan pari,
ikan iyu, ikan kape-kape, ikan sisik (tuna), ikan sijagik (lauk talang), ikan bawal
(lauk bawal), ikan maning, udang, ikan sariding, ikan sinangi, ikan sigadangmato,
ikan tongkol, ikan timpik, ikan tanggiri sokkam, ikan tanggiri batang, ikan macco
aji, ikanbalato ace,ikan patca pariuk, ikan situhuk, ikan simandogok, ikan kerong,
ikan gaguk, ikan buntal dan ikan teri.
Photo 2.3: Bagan Sibolga dan tempat menjemur ikan
(Sumber : www.sibolgakota.go.id)
Mata pencaharian sebagai nelayan yang menjadi penghasilan utama
masyarakat Sibolga, juga memberikan pemaknaan sendiri dalam kesenian
Sibolga. Kesenian Sikambang sebagai kesenian tradisi mereka, merupakan
perwujudan dari kegiatan-kegiatan para nelayan dalam memenuhi kehidupannya.
Kehidupan nelayan memberikan insfirasi bagi para seniman untuk menciptakan
kreasi mereka sebagai ungkapan dalam mewujudkan harapan dan keinginan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
61
Di dalam tari saputangan sebagai topik analisis tesis ini, sebagian
memunculkan kehidupan nelayan yang terlihat dari makna pada pola lantai yang
berjalan kearah samping kanan dan kiri secara bergantian dan berulang,
menunjukkan adanya lika-liku dalam mencari ikan. Melalui pola kehidupan
masyarakatnya, maka terciptalah karya baru.
2.1.6 Pariwisata Kota Sibolga
Kota Sibolga mempunyai daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang memiliki
sejarah budaya yang panjang dan serta memiliki keindahan alam pantai laut,
memiliki sederetan pulau serta pemandangan laut, sehingga daerah ini menjadi
titik sentra wisatawan. Pulau-pulau yang berpotensi mengembangkan wisata
bahari adalah: Pulau Mursala, Pulau Poncan Gadang, Pulau Poncan Ketek, Pulau
Kalimantung, Pulau sendok dan pulau situngkus.
Kota Sibolga juga sebagai tempat transit masyarakat/pendatang/wisatawan yang
ingin mengunjungi pulau Nias. Sehingga kota Sibolga juga menjadi tempat utama
tersentuhnya pariwisata. Banyak tempat-tempat indah yang dapat dikunjungi
selain, hasil laut yang menjadi sumber mata pencaharian masyarakat Sibolga,
untuk dapat dinikmati. Selain obyek wisata, kuliner, kota Sibolga juga
menyimpan budaya yang disertakan dalam berbagai kegiatan oleh masyarakatnya.
Salah satu budaya (kesenian) yang ada adalah Tari Saputangan yang menjadi
topik dalam kajian ini, didukung dengan bercampurnya budaya Minangkabau
dengan budaya Melayu pesisir, sehingga memunculkan bentuk-bentuk budaya
baru.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
62
Akulturasi yang terjadi diantara suku-suku ini, memberikan warna baru dalam
kebudayaan yang mereka miliki, untuk dapat dijadikan sebagai komoditi
pariwisata., seperti penggunaan bahasa sehari-hari yang banyak mengadopsi dari
bahasa Minangkabau. Selain itu, kesenian yang dimiliki suku Sibolga juga
terpengaruh oleh budaya Minangkabau, salah satunya adalah kesenian dampeng
yang berisi berbagai bentuk seni di dalamnya, dengan pengaruh Minang yang
begitu kuat, tetapi tetap tidak meninggalkan budaya Melayu Pesisir.
2.2 Adat Pesisir Kota Sibolga
Menurut Jalaluddin Tunsam 1660 “Adat” adalah kebiasaan: Adat adalah
gagasan kebudayaan yang terdiri dari nilai-nilai kebudayaan, norma, kebiasaan,
kelembagaan, dan hukum adat yang lazim dikerjakan di sebuah daerah. Apabila
adat itu tidak dikerjakan maka akan terjadi kerancuan yang menimbulkan sanksi
tidak tertulis oleh masyarakat setempat kepada pelaku yang dianggap
menyimpang.
Masyarakat Melayu Pesisir Sibolga sendiri adalah masyarakat yang
dinamis, yang menjunjung tinggi nilai-nilai universal, kebenaran, keadilan, dan
menghormati perbedaan. Dengan menggunakan konsep adat yang terdiri dari: 1)
adat yang sebenar adat, 2) adat yang teradat, 3) adat yang diadatkan, dan 4) adat
istiadat. Masing-masing konsep adat ini diuraikan dalam adat pertama adalah
hukum alam merupakan kewajaran yang ditakdirkan oleh Allah SWT, adat yang
ke-dua merupakan sistem kepemimpinan, adat yang ke-tiga berkaitan dengan
kebiasaan-kebiasaan yang kemudian menjadi bagian dari adat, dan ke-empat
berkaitan dengan aktifitas-aktifitas upacara. Kesemua konsep adat ini berdasarkan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
63
pada ajaran Islam, termasuk penerapannya dalam seni pertunjukan, dalam hal ini
Tari Saputangan yang diklasifikasikan sebagai tari Upacara yang disajikan pada
upacara perkawinan suku Melayu Pesisir Sibolga.
Kehidupan masyarakat Pesisir Sibolga tidak terlepas dari adat yang sudah
ada dari turun-temurun dan masih di lestarikan hingga saat ini. Sebagai mana yang
telah di sebutkan bahwa masyarakat Pesisir identik dengan Islam sehingga adat
istiadat yang ada masih berkenaan dengan agama Islam. Baik dari segi aturan dan
tata cara, permohonan mengharapkan Ridho Allah SWT, dan sebagainya. Adat
istiadat yang masih dilaksanakan adalah sebagai berikut :
2.2.1 Adat kelahiran (Turun Karai)
Kegiatan adat yang ada di masyarakat Pesisir Sibolga digunakan dalam seluruh
aktifitas mereka, mulai dari acara kelahiran hingga kematian. Acara adat kelahiran
atau turun rumah biasa disebut dengan Turun Karai atau Turun Mandi adalah
sebuah acara adat yang dilakukan oleh masyarakat pesisir di Sibolga untuk
mengucap syukur kepada Maha Pencipta atas lahirnya seorang anak. Acara ini
dilaksanakan setelah 40 hari kelahiran si anak tersebut. Pada acara turun karai
disediakan itak-itak makanan khas sibolga dan dibagikan kepada seluruh tetangga,
selain makanan khas sibolga lainnya.
Acara turun karai, saat ini sudah jarang dilakukan, walau masih ada beberapa
kelompok masyarakat yang tetap mempertahankan acara turun kurai ini di dalam
keluarganya. Acara turun karai, dilakukan juga sebagai bentuk kebahagiaan
dengan telah lahirnya penerus yang dapat meneruskan silsilah keluarganya, walau
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
64
mereka tidak menyandang nama suku seperti suku Minangkabau ataupun suku
Batak.
2.2.2 Sunat Rasul
Acara khitan (sunat Rasul) adalah bagian dari sunnah Rasul yang tidak pernah
dilewatkan oleh komunitas adat pesisir Sibolga. Karena di dalamnya ada nilai-
nilai ritual dan sakral yang tertanam dalam sanubari etnis pesisir. Besar kecilnya,
upacara syukur sunat Rasul ini, tergantung pada kemampuan ekonomi orangtua,
bagi yang mampu ada yang menyembelih kambing atau ayam, bahkan paling
tidak dengan 3 (tiga) butir telur ayam, untuk mengupah anak yang dikhitankan.
Acara sunat rasul menjadi kebahagiaan sendiri bagi anak-anak yang akan
melaksanakannya, ditemani oleh orang tua dan keluarganya. Sunat rasul biasanya
dilakukan seorang anak laki-laki yang telah berusia 6 tahun hingga 15tahun.
Apabila usia sudah melewati batas tersbut, biasanya remaja laki-laki tersebut akan
malu, dan enggan untuk merayakannya.
2.2.3 Kematian
Kematian adalah siklus kehidupan yang terakhir di hadapi manusia. Masyarakat
adat Pesisir Sibolga juga memiliki kekhasan dalam hubungan adat kematian.
Setiap ada yang meninggal dunia mulai dari bayi hingga orang tua, menurut adat
Pesisir Sibolga harus segera dikebumikan sesuai dengan hukum Islam, yang tidak
boleh menunggu lama. Walaupun sebahagian keluarga belum bisa hadir
secepatnya dikarekan kondisi dan keadaan yang tidak memungkinkan. Namun
sesuai ajaran Islan pelaksanaan fardhu kifayahnya harus segera dilaksanakan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
65
Setelah jenazah dikebumikan, sebagian masyarakat Pesisir Sibolga juga
melaksanakan tahlillan 3 malam berturut-turut, tahlillan malam ke-7 dan malam
ke-40. Maka para saudara, tetangga, sanak family berdatangan ke rumah duka
untuk manjanguk (tukam/melayat), menyampaikan turut berduka cita atas
kehilangan salah satu keliuarganya. Masyarakat biasanya akan dating secara
beramai-ramai selain penyampaian duka cita, juga turut membantu prosesi
pemakaman, prosesi tahlilan dari hari pertama hingga hari terakhir. Ada kebiasaan
yang dilakukan pada malam tahlilan pada malam terakhir, di mana pihak keluarga
dan masyarakat yang datang akan menyiapkan dan membawa makanan sebagai
ungkapan terimakasih.
2.2.4 Kanduri Pasi (Maurei lawik)
Kanduri Pasi disebut juga dengan Maurei Lawik mempunyai maksud menguras
laut atau jamuan laut dan mempersembahkan sesuatu kepada raja-raja laut yang
gaib agar bersahabat dengan alam sehingga nelayan tidak mendapat gangguan di
laut, dan nelayan mendapat rejeki ikan yang banyak. Pelaksanaan kanduri pasai
biasanya dilakukan pada malam hari dengan acara ritual yang telah dilakukan
sebelumnya.
Kanduri pasi dilaksanakan dan dipercayai dapat membantu mereka ketika melaut,
untuk mendapatkan hasil yang sesuai harapan dan hasil yang memuaskan. Acara
ini dilanjutkan karena melaut merupakan pekerjaan yang dominan dilakukan oleh
suku Pesisir Sibolga, sesuai dengan daerah wilayah mereka yang dikelilingi oleh
lautan.Selain laut telah menyediakan hasil yang cukup untuk dapat dimanfaatkan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
66
dan menghidupi mereka, sehingga dengan penuh rasa syukur mereka mengadakan
kanduri pasi.
2.2.5 Manyonggot
Manyonggot adalah sebuah perayaan masyarakat pesisir Sibolga untuk kehamilan
7 bulanan anak pertama dengan memberikan makanan dan memberikan pesan-
pesan berupa nasihat kepada ibu/istri yang sedang hamil tanpa diketahui oleh ibu
yang hamil tersebut. Acara manyonggot sangat menarik, karena menjadi hadiah
bagi para ibu/istri yang sedang hamil, dan sebagai pemberian perhatian untuk
kehangatan serta terimakasih dari suami, orang tua dan keluarga besarnya.
Acara manyonggot biasanya dilakukan bagi para ibu/istri yang menjalani hamil
untuk anak pertama, dan untuk anak kedua dan seterusnya, acara manyonggot
tidak dilakukan. Penyediaan segala kelengkapan dalam acara ini dipersiapkan oleh
orang tua dan suami dari ibu yang hamil, dengan penyiapan bermacam jenis
makanan yang disukai. Acara ini sangat dinanti bagi para calon ibu yang hamil
pertama kalinya dengan tidak diketahui kapan kejutan itu diberikan.Keluarga yang
mempersiapkan segala sesuatunya, dapat menyimpan kejutan dengan tidak
diketahui oleh calon ibu, karena persipan yang dilakukan tidak dilaksanakan di
rumah calon ibu.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
67
Photo 2.4 Manyonggot (7 bulanan)
(Dok. Dwi Irna Hasana, 2019)
2.2.6 Mamogang atau Mandi Balimou
Mamogang atau Mandi Balimou adalah sebuah tradisi yang menjadi sebuah
momen yang di jadikan masyarakat Pesisir Sibolga untuk mensucikan diri
menyambut bulan suci ramadhan bersama sanak saudara. Acara ini dilaksanakan
pada saat menjelang masuknya bulan ramadhan.
2.2.7 Adat Pernikahan
Adat pernikahan di daerah pesisir Sibolga disebut dengan adat Sumando.Sumando
bagi adat pesisir Sibolga di artikan sebagi satu kesatuan, yakni pertambahan atau
percampuran satu keluarga dengan keluarga lain yang diikat dengan tali
pernikahan menurut hukum Islam dan di syahkan dengan suatu acara peresmian
yang disebut dengan baralek.
Adat perkawinan pada masyarakat adat pesisir Sibolga, juga memiliki kekhasan,
meski memiliki kemiripan dan kesamaan dengan etnik Minang dan etnik lainnya
tapi dia memiliki pesan adat tersendiri. Berikut ini adalah tahapan kegiatan adat
perkawinan pesisir Sibolga :
2.2.7.1 Marisik
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
68
Marisik adalah satu kegiatan pihak keluarga laki-laki untuk menyelidiki anak
wanita yang bakal jadi calon istrinya. Marisik ini dilakukan dengan santai dan
beberapa orang tua (keluarga), biasanya dilakukan keluarga pihak laki-laki yang
disebut Telangkai. Telangkai inilah yang menyelidiki perempuan dengan
melakukan bertandang atau bincang-bincang dengan keluarga perempuan.
Disinilah pihak keluarga laki-laki menyampaikan niat baik mereka untuk
melamar, menentukan waktu maminang atau pelamaran, mengadakan
pertunangan, pernikahan dan biaya yang dibutuhkan untuk seluruh kegiatan adat
pernikan.
2.2.7.2 Mengantar (Mangantek Kepeng)
Adapun kegiatan yang diadakan dirumah marapulai atau pihak laki-laki saat
mangantek kepeng menjelaskan kepada para undangan bahwa kegiatan
mengantar uang ketempat perempuanyang selanjutnya akan mengadakan
pertunangan. Pihak keluarga marapulai menjelaskan besarnya uang antaran,
kemudian uang antaran tersebut dimasukkan kedalam kampi berwarna kuning
yang telah dilengkapi dengan syarat-syarat adat seperti jarum-benang, imballo-
lilin, dan kemiri. Kemudian bilal atau pegawai mesjid mendo’akan keberangkatan
(mangarak).
Setelah mangarak marapulai, bertepat di depan rumah anak daro dilaksanakan
Dampeng ( syair pantun nasehat dalm musik dan tari) dan disambut dengan tari
Randai. Sesampainya dirumah anak daro (pengantin wanita) marapulai di uang
yang ada di dalam kampi digendong oleh ibu saudara dari pihak marapulei
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
69
dibelakang ibu tersebut diiringi oleh rombongan keluarga baik itu bapak-bapak,
ibu-ibu sesampainya dirumah anak daro sejenak menunggu isyarat masuk.
Setelah pihak marapulei dipersilahkan masuk, pihak anak daro menaburkan beras
kunyit. Rombongan perempuan dari pihak laki-laki yang membawa uang antaran
dipersilahkan mengambil tempat duduk di bawah langit-langit dan tabir adat yang
telah di persiapkan pihak anak daro.
2.2.7.3 Maminang (Melamar)
Pada saat maminang harus mengundang tokoh-tokoh agama, warga masyarakat,
sanak family dan kenajiaran mesjid dengan menyuguhkan hidangan wajib saat
melamar yaitu Nasi Tue. Dari pihak anak daro (pengantin wanita) seseorang yang
dituakan bertanya kepada pihak marapulai (pengantin pria) tentang maksud dan
tujuan kedatangan mereka dan dijawab oleh pihak marapulai mereka menjelaskan
bahwa mereka datang untuk kewajiban yang telah disepakati seperti besarnya
mahar, uang dan lain-lain. Setelah itu pihak anak daro membenarkan kesepatan
dan melanjutkan pernikahan.
Musyawarah yang dilakukan pada acara maminang mendapatkan kesepakatan,
dengan diterimanya lamaran dari pihak calon laki-laki oleh pihak calon
perempuan. Pada saat acara ini juga ditanyakan penentuan jadwal pelaksanaan
upacara perkawinan, yang didalamnya terdapat rangkaian malam bainai dan
pernikahan. Maminang sebagai tempat awal dari mulainya hubungan kedua
pasangan dan dua keluarga yang dilakukan dengan penuh kebaikan untuk
mengharapkan kerakhmatan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
70
Maminang memberikan kepastian bagi kedua calon pengantin akan kelanjutan
hubungan yang sudah mereka jalani sebelumnya, dan biasanya acara maminang
dan pernikahan tidak membutuhkan waktu lama sesuai dengan ajaran Islam.
2.2.7.4 Ijab qabul
Ijab qabul dilaksanakan dirumah anak daro (mempelai perempuan). Ijab qabul
dilakukan bapak kandung atau saudara kandung mempelai perempuan di mana
pada saat ijab qabul anak daro disembunyikan setelah ijab qabul selesai maka
anak daro dan marapulai baru bisa disandingkan. Ijab qabul di laksankan oleh
tuan kadhi/penghulu, pengantin laki-laki, bapak kandung penganti perempuan,
serta 2 saksi.
Gambar 2.5 Ijab Qabul (Dok. Dwi Irna Hasana, 2019)
2.2.7.5 Malam baine
Pada saat malam baine ada 2 kegiatan malam baine yang di laksanakan oleh anak
daro dan marapulei, pertama malam baine bacilok yaitu saat malam sebelum ijab
qabul, dimana kedua pasangan pengantin ini melakukan ritual malam barinai di
rumah masing-masing, pihak keluarga pengantin perempuan mengantarkan inai ke
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
71
rumah pihak keluarga laki-laki dan marapulei dipakaikkan inai tersebut oleh
induk inang yang datang dari pihak keluarga perempuan dan memakai pakaian
adat Pesisir Sibolga. Kedua malam barinai basanding kedua pengantin sudah bisa
memakai inai berdampingan atau bersamaan karena sudah melaksanakan ijab
qabul,memakai pakaian adat Pesisir Sibolga, kedua tangan mereka dihiasi dengan
ine, dan dihibur oleh serangkain kesenian Sikambang.
Gambar 2.6 Malam Barinai
(Dok. Dwi Irna Hasana, 2019)
Dalam pertunjukan serangkaian kesenian Sikambang pada saat malam baine yang
mana lima tari dan lagu wajib yang dipertunjukkan merupakan bagian yang terikat
dan tidak terpisahkan satu sama lain. Tarian dan lagu tersebut harus dinyanyikan
secara lengkap dan sesuai urutan karena tari dan tersebut menggambarkan siklus
kehidupan seorang manusia. Dimulai dari tari sapu tangan yang diiringi Lagu
kapri menggambarkan proses kehidupan sepasang remaja dalam masa
perkenalannya. Selanjutnya, tari payung yang diiringi lagu kapulo pinang
digambarkan dengan seorang laki-laki memakai payung untuk melindungi
kekasihnya. Ini menjelaskan bahwa hubungan tersebut telah tumbuh rasa cinta dan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
72
rasa peduli sehingga ingin saling melindungi satu sama lain. Kemudian, tari
selendang yang diiringi lagu duo dimana laki-laki dan perempuan saling
mengikatkan selendangnya. Ini menjelaskan bahwa sepasang kekasih tersebut
sudah siap untuk mengikat hubungannya dengan pernikahan. Tari sampaya yang
diiringi Lagu dampeng berisikan nasihat-nasihat kehidupan dalam menjalankan
rumah tangga nanti. Lalu, tari anak yang diiringi lagu sikambang yang
melambangkan kasih sayang seorang suami terhadap istrinya dan seorang ayah
terhadap anaknya. Musik sikambang pada saat malam baine mengiringi tarian
yang disajikan saat malam baine dan menghibur anak daro dan marapulei dengan
talibun (pantun bersahut-sahutan).
2.2.7.6 Memulangi jajak atau ngunduh (pesta di rumah pengantin pria atau
marapulai)
Pesta perkawinan adat Pesisir Sibolga biasanya dilakukan di rumah perempuan
terlebih dahulu setelah malam baine keesokan harinya marapulai yang pulang
setelah malam baine pun datang untuk melaksanakan kegiatan pesta pernikahan
dari pihak pengantin perempuan. Setelah pernikahan selesai marapulai di jemput
dalam adat pesisir dinamakan dengan Tajapuk dan mempersiapkan pesta
pernikahan dari pihak laki-laki yang telah disepakati. Duomisuk (dua hari)
sebelum diadakan pesta pernikahan pihak laki-laki anak daro sudah diantarkan
kerumah pihak laki-laki.
2.2.8 Kesenian Sikambang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
73
Seni budaya zaman dahulu seperti tari, lagu, pantun dan talibun hadir bak
gayung bersambut dengan menunjukkan kepribadian masyarakat Pesisir yang
memiliki perasaan halus dan tenggang rasa yang tinggi sesuai dengan alamnya,
seperti malam disinari bulan, alunan ombak dan riak gelombang ombak gulung-
menggulung saling ikut satu sama lain (Radjoki 2012:47).
Kesenian Sikambang merupakan kesenian yang memadukan antara musik, tarian,
senandung, pantun yang berisikan nasihat, ungkapan perasaan, sindiran, dan kasih
sayang.Selain dilakukan dalam adat pernikahan, kesenian Sikambang ini juga
dapat dilakukan dalam kegiatan-kegiatan lainnya seperti penyambutan tamu-tamu
yang dihormati, hari jadi Kota Sibolga dan hari-hari besar lainnya.
Di dalam adat pernikahan pemain kesenian sikambang disebut dengan
anak Alek.Anak Alekmerupakan sebutan untuk pemain musik dan penari
sikambang. Penyajian kesenian sikambang selalu diiringi Talibun(nyanyian
pantun bersahut-sahutan), berikut ini merupakan jenis tari-tarian yang dipakai
kesenian Sikambang:
1. Tari Sapu Tangan
2. Tari Payung
3. Tari Adok
4. Tari Sampaya
5. Tari Perak-Perak
6. Tari Sikambang Botan
7. Tari Anak
8. Tari Galombang Duobaleh
9. Tari Dampeng (Randei)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
74
Gambar 2.7 Kesenian Sikambang dalam acara perkawinan
(Dok. Dwi Irna Hasana, 2019)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
75
BAB III
ANALISIS STRUKTUR GERAK TARI SAPU TANGAN
3.1 Susunan Upacara Malam Bainai
Pelaksanaan upacara malam baine mengikuti konsep dalam adat Minangkabau
yaitu agama dan adat. Sebelum sampai pada tahap pernikahan, terlebih dahulu
mengikuti tahap melamar yang dilanjutkan dengan tahap malam bainai. Pada
tahapan ini, dilakukan proses memakaikan inai di kuku jari-jari tangan dan kaki
serta punggung tangan, sebagai persyaratan dalam upaya penjagaan terhadap
keterlaksanaan upacara perkawinan. Pelaksanaan malam baine dilakukan di
rumah calon pengantin perempuan, dengan menyertakan kesenian sikambang
sebagai bagian dari materi acara.
Tahapan-tahapan dalam malam baine, dimulai dengan kesiapan dari seluruh
perangkat/pendukung acara, seperti, kesenian sikambang, daun inai yang telah
dihaluskan, keluarga calon pengantin perempuan yang terdiri dari ninik mamak,
urang sumando, dan kerabat, serta tokoh agama/ulama/ustad yang nantinya akan
memimpin doa keselamatan, dan calon pengantin perempuan. Pengantin laki-laki
pada acara ini tidak turut serta dihadirkan, hanya sebahagian daun inai akan di
bawa ke rumah calon pengantin laki-laki untuk dikenakan.
Adapun susunan acara dalam malambainai yaitu:
1. Pemberian ucapan selamat datang bagi seluruh undangan yang diwakili
oleh salah seorang dari keluarga, atas kehadiran seluruh tamu undangan.
2. Pemberian ucapan nasihat dari orang tua kepada calon pengantin yang
dilanjutkan dengan pembacaan doa untuk meminta keridhoan dari Allah
SWT, agar jalannya acara malam baine dapat dilaksanakan dengan baik.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
76
Selain itu doa juga dipanjatkan agar calon pengantin tidak mendapat
gangguan dari hal-hal yang buruk.
3. Penyajian tari saputangan yang diawali dengan nyanyian dari kesenian
sikambang yang membawakan lagu kapri sebagai pengiring tarian. Setelah
selesai tari saputangan dilanjutkan dengan tari selendang dengan iringan
lagu duo
4. Pemasangan daun inai kepada calon pengantin yang dikenakan oleh orang
tua pengantin. Saat ini pemasangan inai dilakukan sebelum pelaksanaan
malam bainai, atau sesudah kesenian sikambang selesai sekitar pukul 12
malam.
5. Penyajian tari payung dengan iringan lagu kapulo pinang, yang
dilanjutkan dengan tari selendang dengan iringan lagu duo. Penyajian
kedua tari ini, merupakan rangkaian dari tata aturan penyajian sikambang.
6. Pelepasan daun inai dari kuku jari-jari calon pengantin.
7. Prosesi akhir dari malam baine dengan penyajian musik sikambang (biasa
disebut dengan badampeng) hingga selesai acara. Pada penyajian musik
sikambang dinyanyikan lagu-lagu yang bersifat hiburan yang dapat
dinikmati oleh seluruh keluarga dan tamu yang ada.
Penyajian tarian pada malam baine sebelumnya tidak hanya disajikan empat tarian
saja seperti yang diuraikan di atas, namun masih ada beberapa lagi tarian yang
disertakan seperti; tari perak-perak dan tari cek siti, namun saat ini hanya empat
tarian di ataslah yang disajikan. Dikarenakan dua tarian berikutnya sudah banyak
yang tidak mengenal, sehingga hanya empat tarian saja yang disajikan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
77
Prosesi pelaksanaan malam baine, dianggap sudah selesai apabila pemasangan
inai dengan diawali tari saputangan siap disajikan. Penempatan tari saputangan
pada awal tarian merupakan kesepakatan yang sudah dijalani secara turun
temurun, dan menjadi adat yang tertuang dalam konsep adat mereka. Hal ini
dikarenakan, adanya kepercayaan dari masyarakat yang mengkhawatirkan adanya
gangguan ghaib kepada calon pengantin. Sehingga diperlukan ritual untuk
menolak segala macam gangguan tersebut, demi keselamatan seluruh pelaksana
upacara, terutama kepada calon pengantin.
Pelaksanaan malam baine, dengan penyertaan tarian bukan hanya sebagai ritual
saja, penyertaan tarian dan badampeng, akan memberikan hiburan bagi
penyelenggara untuk dapat mempersiapkan diri dalam melaksanakan kegiatan di
keesokan harinya, yang merupakan hari yang paling sakral bagi setiap manusia
yang akan berumah tangga. Penyajian tari Saputangan pada acara ritual malam
baine, menempatkan tari saputangan sebagai tari ritual, walaupun tidak setiap
upacara perkawinan akan melaksanakan malam baine dengan menyertakan tari.
Banyak penyebab yang mulai tidak disertakannya malam bainai dengan
kelengkapan tarian, antara lain; 1) faktor dana (harus menyiapkan dana yang
cukup besar untuk meminta jasa penari dan pemusik), 2) tidak ada keharusan
acara malam baine dalam agama Islam, 3) kesiapan waktu yang tidak dimiliki
oleh semua orang, dan lain sebagainya.
3.2 Struktur Tari Saputangan
Didalam menganalisis tentang strukturalisme, menurut Budiman
(1999:111-112), strukturalisme adalah sebuah cara berpikir tentang dunia yang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
78
secara khusus memperhatikan persepsi dan deksripsi mengenai struktur, yaitu di
dalamnya akan menitik beratkan pada usaha mengkaji fenomena seperti mitos,
ritual, relasi-relasi kekerabaratan dan sebagainya. Penjelasan struktural berusaha
untuk mengidentifikasi, mengolah dan menyusun unit-unit dalam sebuah sistem
untuk menemukan hubungan atau pola yang lebih mendalam dan mendasar dari
suatu kejadian atau serangkaian kejadian. Hubungan atau pola yang mendasar ini
merupakan penjelasan yang berusaha untuk menyelidiki fenomena berdasarkan
pada aturan-aturan, prinsip-prinsip, atau konveksi yang menghasilkan makna.
Strukturalisme versi budiman dalam penelitian ini digunakan untuk dapat
memahami dan membaca tari saputangan didalam kesatuan pertunjukan yang
saling terikat satu dengan yang lain, yaitu : (1). Deskrispi struktur ragam gerak
tari, meliputi istilah atau penyebutan nama ragam gerak, (2). Koreografi, meliputi
tampilan, formasi (pola lantai), (3) Musik pengiring, terdiri dari gendang sebagai
mat tempo, biola dan akordion sebaga melodi. (4) Busana dan properti.
Pendapat yang sama dikemukaan oleh soedarsono (1974:75) bahwa bentuk sebuah
pertunjukan dapat dilihat dari keseluruhan elemen-elemen yang terdapat dalam
tari tersebut. Adapun elemen-elemen yang dimaksud adalah gerak, musik, kostum,
perlengkapan, pola lantai, penari dan tempat pertunjukan. Keseluruhan elemen-
elemen tersebut merupakan satu kesatuan struktur yang saling berkaitan.
Dengan demikian analisis struktural dalam tari sapu tangan ini adalah bentuk
penyajian yang tidak terlepas dari segala unsur-unsur utama tari, baik itu tema
tarian, gerak tarian, ragam tarian, pola lantai, properti, tata busana, tata rias, musik
iringan, tempat pertunjukan serta unsur-unsur pendukung dan pelengkap tari,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
79
seperti penari, pemusik, penikmat dan penyelenggara acara yang menampilkan
tarian tersebut.
Tabel 3.1 Ragam Penyajian Tari Saputangan
No Pola Ragam Uraian Keterangan
1. Ragam I
Menghormat, Putar
Kanan, Putar Kiri, Tuka
Tampek.Putar kanan
ditampek pasangan,
putar kida ditampek
pasangan, puta kida
ditampek pasangan,
pulang balik katampek
sabalumnyo, puta kanan
ditampek samulo, puta
kida ditampek samulo
Perbedaan bentuk gerak
yang terdiri dari 4 motif
1. Motif gerak
menghormat dengan
mengangkat kedua
tangan ke depan
2. Motif gerak
menyilangkan
saputangan
3. Motif gerak
mengayunkan kedua
tangan disamping
kanan dan kiri
bergantian
4. Motif gerak
menyatukan
saputangan dan
berjalan bersisian
dengan arah hadap
yang berlawanan
Pola-pola gerak dilakukan
dengan memfokuskan
pada permainan
saputangan, badan yang
ditekukkan sedikit,
langkah kaki celatuk
lambat, mengikuti tempo
musik
Pandangan penari tidak
boleh tajam, terutama pada
penari perempuan.
Semua pola gerak
adalah sama baik
yang dilakukan oleh
penari laki-laki
maupun penari
perempuan
Perbedaan pada tiap
ragam hanya pada
arah hadap yang
dilakukan secara
berbalasan dengan
arah kanan dan kiri. 2. Ragam II
Posisi membuat pola C
(tuka tampek pasangan
kambali katampek
samulo), maju
kasamling kanan
pasangan, mundur
marentak, maju
kasamping kida
pasangan, mundur
marentak, puta kanan
ditampek samulo, puta
kida ditampek samulo
3. Ragam III
Posisi mambentuk pola
C (tuka tampek
pasangan lamgsung
kambali katampek
samulo, maju
kasamping kanan
pasangan, angkek sapu
tangan bawok baputa,
bale putanyo tatap
mangangket sapu
tangan, balik katampek
samulo, maju bahadoan,
antek sapu tangan, balas
antek sapu tangan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
80
4. Ragam IV
Posisi mambentuk C
(tuka tampek psangan
langsung kambali
katampek samulo, maju
kasamping kanan
pasangan, ikek sapu
tangan baputa, balas
puta tatap mangilek
sapu tangan, balik
katampek samulo
Tabel 3.2 Susunan penyajian tari Saputangan
No Penanda Pertanda Dokumentasi
1. Hormat Memiliki makna sopan
dan santun sebelum mulai
menari, yang berarti
mohon izin kepada seluruh
masyarakat yang hadir.
2. Putar Kanan dan
putar kiri
Memiliki makna melihat
hati masing-masing dari
calon pasangannya apakah
cocok atau tidak (saling
mengajuk hati masing-
masing).
3. Tukar tempat
Mamiliki makna
memperkenalkan ke
keluarga masing-masing,
apakah muda-mudi itu bisa
menyesuaikan dirinya
dengan keluarga atau tidak
(untuk mengambil hati
masing-masing keluarg
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
81
4. Putar kanan dan
putar kiri
Penyesuaian diri pada
masing-masing keluarga
5. Kembali ketempat
semula
gambaran tentang keluarga
calon masing-masing,
dengan menceritakan
situasi dan keadaan calon
pasangan dan keluarganya
sehingga dapat kesesuaian
diantara kedua belah pihak
dengan keluarga seluruh
sanak saudara.
6. Putar kanan dan
putar kiri
Penjelasan pada masing-
masing keluarga tentang
pasangannya
7. Maju ke depan
berhadapan dan
mundur merentak,
lalu berputar arah
kanan dan kiri
masing-masing berusaha
untuk mengambil hati
keluarga dan mengajuk
hati dari masing-masing
keluarga secara hati-hati,
serta menceritakan
keadaan keluarga masing-
masing
8. Maju ke samping
kanan.
Memiliki makna pihak
perempuan dan pihak laki-
laki masing-masing
berusaha untuk mengambil
hati dari masing-masing
keluarga secara hati-hati
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
82
9. Angkat sapu tangan
dan balas dengan
tukar arah hadap
Kedua keluarga sudah
sepakat untuk menjalin
hubungan yang baik dan
melanjutkannya ke jenjang
pernikahan
10. Kembali ketempat
semula
Memiliki makna sudah
dapat gambaran tentang
keluarga calon masing-
masing, dengan membawa
berita tersebut ke
keluarganya pula untuk
menceritakan bahwa
keduanya sudah sepakat
untuk membina hubungan
yang baik.
11. Maju berhadapan,
seperti gerak pada
no 10 dengan pola
gerak yang sama
namun makna yang
berbeda
Memiliki keduanya sudah
mantap hatinya untuk
membina hubungan yang
baik dan siap menghadapi
tantangan apapun yang
akan datang.
12. Antar sapu tangan
dan balas pada arah
kiri
pasangan itu sudah siap
untuk membina hubungan
sampai ke jenjang
pernikahan dan sudah
mendapat persetujuan dari
kedua belah pihak,
sehingga pasangan itu
saling mengantarkan satu
sama lain dalam setiap
pertemuan mereka
13. Kembali ke tempat
semula.
pasangan sudah siap
membina hubungan ke
Gerak sama dengan pola
no
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
83
jenjang pernikahan dengan
persetujuan dari kedua
belah pihak.
14. Putar kanan dan
putar kiri
kedua belah pihak saling
bersilaturahmi dengan
mengadakan musyawarah
mufakat tentang hubungan
yang akan dijalani
Pola gerak sama dengan
no… dengan makna
berbeda
15. Ikat sapu
tangan/putar, dan
balas dengan arah
sebaliknya
Memiliki makna
bahwasanya pasangan itu
sudah mengikat janji untuk
sehidup semati dalam
membina rumah tangga
yang baik sampai beranak
cucu.
16. Kembali ketempat
semula, lalu putar
kanan dan kiri
Pasangan itu sudah selesai
melaksankan niat yang ada
sehingga sudah terbentuk
keluarga yang
diharapkannya dan
masing-masing keluarga
menerima
Pola gerak sama dengan
no
17. Hormat Memiliki makna sopan
dan santun setelah menari
dengan gerakan hormat
artinya mereka sudah
selesai menari
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
84
3.2.1 Tema
Tema merupakan salah satu unsur yang sangat penting di dalam sebuah
karya seni. Tema berkaitan erat dengan fokus atau pun dasar yang dipakai oleh
seniman untuk mengembangkan sebuah ide dalam kreatifitasnya yang menjadi
sebuah karya seni seperti seni tari.Dalam menggarap tari apa saja bisa dijadikan
sebagai tema, kejadian sehari-hari, pengalaman hidup dan lain sebagainya. Seperti
tari sapu tangan bertemakan perkenalan antar pemuda dan pemudi yang sedang
mencari pasangan hidup dengan mengenal pasangan mereka pilih dengan baik,
baik menurut pandangan mereka sendiri, orang tua, serta masyarakat sekitar.
3.2.2 Gerak
Dalam pembahasan gerak tari menurut Tengku Lukman Sinar (1986:5) tari
adalah segala gerak yang berirama atau segala gerak yang dimaksudkan untuk
menyatakan keindahan ataupun kedua-duanya. Gerak merupakan substansi yang
paling dasar dan alat ekspresi dalam tari medianya adalah tubuh manusia. Dengan
gerak tari berbicara dan berkomunikasi dengan penikmatnya untuk
merngungkapkan suatu tujuan, ungkapan ekspresi melalui gerak tersebut
merupakan suatu imajinasi yang dituangkan dalam bentuk simbol. Menurut Smith
(1985:6) “bentuk” merupakan sesuatu yang dapat dibedakan dari materi yang
ditata. Bentuk tari merupakan hasil dari keseluruhan di dalam koreografi. Jadi,
bentuk adalah wujud rangkaian-rangkaian gerak.
Unsur gerak dalam tari mempunyai tiga unsur yakni tenaga, ruang dan
waktu dimana tari sapu tangan memiliki tenaga yang sedang, ruang yang sempit
dan waktu yang lambat. Gerak juga merupakan perpindahan dari suatu tempat
ketempat yang lain seperti ragam gerak tari sapu tangan setiap proses perpindahan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
85
dari ragam satu ke ragam yang lain mengalami proses perpindahan. Gerak dalam
tari adalah gerak yang sudah mengalami proses penghalusan dan perombakan,
seperti dalam ragam gerak tari sapu tangan yang berasal dari gerakan silat yang
diperhalus menjadi sebuah tarian, seperti yang ada dalam deskripsi tari sapu
tangan dibawah ini :
3.2.3 Iringan Musik
Musik dan tari merupakan pasangan yang tidak dapat dipisahkan satu dengan
lainnya. Keduanya berasal dari sumber yang sama, yaitu dorongan atau naluri
ritmis. Semula manusia menggunakan suaranya dengan teriakan, jeritan dan
tangisan guna mengungkapkan perasaannya, seperti gembira, takut, terharu,
marah, dan sebagainya. Curt Sachs dalan bukunya World History of The Dance
mengatakan, bahwa pada zaman pra-sejarah andaikata musik dipisahkan dari tari,
maka musik itu tidak memiliki nilai artistik apa pun. Hal ini bisa kita lihat pada
musik primitif yang sering menggunakan suara-suara untuk mengiringi tariannya
sebagai ungkapan emosi atau penguat ekspresinya.
Keberadaan musik di dalam tari mempunyai tiga aspek dasar yang erat kaitannya
dengan tubuh dan kepribadian manusia, yaitu melodi, ritme, dan dramatik. Melodi
didasari oleh nada, pengertiannya adalah alur nada atau rangkaian nada-nada.
Ritme adalah degupan dari musik yang sering ditandai oleh aksen atau tekanan
yang diulang-ulang secara teratur. Dramatik yaitu suara-suara yang dapat
memberikan suasana-suasana tertentu.
Dalam tari, fungsi musik dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu (1) sebagai
pengiring, (2) sebagai pemberi suasana, (3) sebagai illustrasi tari.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
86
a. Sebagai pengiring tari berarti peranan musik hanya untuk mengiringi atau
menunjang penampilan tari, sehingga tak banyak ikut menentukan isi tarinya.
Dalam perkembangan musik sebagai pengiring tari telah banyak kita jumpai suatu
iringan tari yang disusun secara khusus. Artinya meskipun fungsi musik hanya
untuk mengiringi tetapi juga harus bisa memberikan dinamika atau membantu
memberi daya hidup tarinya.
b. Musik sebagai pemberi suasana tari. Dalam fungsi ini musik sangat cocok
dipergunakan untuk dramatari, meskipun tidak menutup kemungkinan untuk yang
bukan dramatari. Sebab di dalam dramatari banyak terdapat pembagian adegan-
adegan atau babak-babak pada alur cerita yang akan dipertunjukkan untuk
menghadirkan suasana-suasana tertentu.
Musik sebagai illustrasi atau pengantar tari. Pengertiannya adalah tari yang
menggunakan musik baik sebagai pengiring atau pemberi suasana pada saat-saat
tertentu saja,tergantung kebutuhan garapan tari. Pada dasarnya bentuk iringan tari
dapat dibedakan menjadi dua yaitu bentuk internal dan bentuk eksternal. Iringan
internal adalah iringan tari yang berasal atau bersumber dari diri penarinya, seperti
tarikan nafas, suara-suara penari, efek dari gerakan-gerakan penari berupa tepukan
tangan dan hentakan kaki, dapat pula bunyi-bunyi yang ditimbulkan dari busana
dan perlengkapan yang dikenakan oleh para penari. Sedangkan iringan eksternal
adalah iringan tari yang bersumber dari luar diri penari. Misalnya berupa
nyanyian, puisi, suara-suara, instrumen gamelan, orkestra musik, perkusi, dan
sebagainya
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
87
Musik tari sapu tangan diiringi musik tradisi pesisir (sikambang), musik pengiring
pada pelaksanaan tari sapu tangan adalah musik kapri2 mengandung makna yang
sangat berguna untuk kehidupan masyarakat pesisir, dimana musik tari sapu
tangan yaitu musik kapri tersebut mengalun sendu, halus dan mengikuti suara hati
masyarakat pesisir yang kebanyakan berprofesi sebagai nelayan.
Riak kehidupan masyarakat pesisir sebagai nelayan, susah, senang sakit yang
ditanggung di laut tersebut sehingga tidak ada waktu untuk bercengkerama dalam
mencari tambatan hati kecuali berdendang dengan musik kapri pada waktu terang
bulan karena pada waktu itulah para nelayan tidak turun ke laut dan mereka pun
beristirahat dan berdendang dengan musik kapri. Musik kapri menggunakan alat-
alat musik yang terdiri dari:
berikut:
1. Gandang sikambang adalah alat musik membranofon pukul langsung
(directly struck membranophones) yang badannya terbuat dari kayu bulat
yang salah satu sisinya dilapisi kulit sedangkan sisi lainnya dibiarkan
kosong. Sisi yang kosong diganjal dengan kayu tipis diikat dengan rotan.
Gandang sikambang berfungsi sebagai pembawa ritme yang konstan
dalam ensambel.
2Berdasarkan dari beberapa hasil penelitian tentang musik kapri, menjelaskan bahwa Musik kapri
merupakan musik pengiring dari tari saputangan yang terdiri dari dua jenis musik yaitu kapri
gabungan, dan musik kapri instrument.Musik kapri gabungan artinya lagu kapri diirngi dengan
alat musik yang biasanya terdiri dari tujuh buah gendang, satu biola, satu buah accordion, satu
buah singkadu, dan vocal (penyanyi).Musik gabungan ini biasa disajikan untuk mengiringi tari
saputangan. Sementara msuik kapri instrument artinya musik yang dimnainkan tanpa adanya
vocal atau penyanyui dengan alat musik berupa tujuh buah gendang, satu buah biola, dan satu
buah accordion. Biasanya musik ini dipakai untuk mengiringi silat atau pencak silat gaombang
duo baleh.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
88
Gambar 3.1 Alat musik Gandang Sikambang
(Dokumentasi Dwi Irna Hasana, 2019)
2. Biola adalah alat musik kordofon lute kotak berleher (necked box lute
chordophones) yang dawainya digesek dengan alat gesek untuk
menghasilkan bunyi. Biola berperan sebagai pembawa melodi.
3. Akordeon adalah alat musik aerofon reed-bebas (free-reed aerophones)
yang dimainkan dengan cara mengembang-kempiskan kantung udara
sambil memainkan tombol-tombol akor dengan jari-jari kiri sedangkan
jari-jari kanan memainkan tuts melodi. Akordeon berperan sebagai
pembawa melodi.
Gambar 3.2 Alat musik akordion
(Dokumentasi Dwi Irna Hasana, 2019)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
89
4. Singkadu adalah alat musik aerofon flute tiup-ujung (end-blow flute
aerophones) yang terbuat dari bambu dengan panjang 25 cm memiliki
tujuh lubang nada pada bagian atas yang berjarak 1cm pada masing-
masing lubang. Pada bagian bawah terdapat satu lubang yang berfungsi
untuk mengatur keserasian nada dan suara. Singkadu berperan sebagai
pembawa melodi lagu.
Gambar 3.3 Alat Musik Tiup Singkadu
(Dokumentasi Dwi Irna Hasana, 2019)
Alat musik biola dan akordion merupakan alat musik yang diadaptasi dari alat
musik Eropa yang dibawa oleh Bangsa Eropa pada abad ke-16 yang berdagang
dan mencari rempah-rempah di Pelabuhan Barus. Selanjutnya, alat musik ini
dipakai dalam ensambel sikambang. Alat-alat musik dimainkan untuk mengiringi
vokal atau lagu dalam setiap kesenian sikambang.
Lagu pantun musik kapri mengandung makna yang sangat berguna bagi
kehidupan masyarakat pesisir yang kebanyakan bekerja sebagai nelayan. Riak
kehidupan sebagai nelayan, susah, senang, sakit yang ditanggungkan di laut
tersebut sehingga tidak ada waktu untuk bercengkerama untuk mencari tambatan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
90
hati kecuali pada waktu terang bulan diungkapkan lewat pantun kapri tersebut
merupakan pantun yang paling utama dalam kesenian sikambang.
Adapun pantun syair lagu kapri tersebut adalah sebagai berikut:
Tabel 3.3 Terjemahan Syair Lagu
Syair Lagu Kapri Terjemahannya
Pulolah pandan jaulah ditanga
Pulolah pandan jaulah ditanga
Dibalik la nyo pulo duo..siangsolah duo
Dibalik pulo siangso la duo
Hancurlah badan dikandung la tanah
Hanculah badan dikandung la tanah
Di budi nan baik juo di kana la juo
Budi nan baik dikana la juo
Kalolah indak karanolah bulan sayang
Kalolah indak karanolah bulan
Dimanolahnyola bintang o adik,
manenggi la hari
Dimano bintang manenggi hari
Kalolah indak karano la tuan sayang
Kalolah indak karano tuan
Indaklahnyo la kami kamari sampe la
Pulau pandan jauhla ditenga
Pulau pandan jauhla ditenga
Dibalik pulau dua... siangsa dua
Dibalik pulau siangsa dua
Hancur badan dikandungla tanah
Hancur badan dikandungla tanah
Budi yag baik oh juga dikenang juga
Budi yang baik dikenang juga
Kalau tidak karena bulan sayang
Kalaula tidak karena bulan
Dimana bintang oh adik, meninggila
hari
Dimanala bintang meniggila hari
Kalau tidak karena tuan sayang
Kalaula tidak karena tuan
Tidakla kami kemari sampaila kemari
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
91
kamari
Indaklah kami sampe kamari
Limolah limo buah la dalimo tuan
Limolah limo buah la dalimo
Masaklahnyo sabua o daun dibaliklah
daun
Masaklah sabuah dibaliklah daun
Kasihlah tuan ala ditarimo dendang
Kasihlah tuan ala ditarimo
Indaklahnyo talupo o tahun saribu la
tahun
Indak talupo baribu lah tahun
Pisanglah ame baoklah balai
Pasanglah ame dibaoklah balai
Masaklahnyo sabua o peti didalamlah
peti
Masaklah sabua didalamlah peti
Utanglah ame dapek la dibai
Utanglah ame dapeklah dibai
Utanglah nyo la budi o mati dibaok la
Tidakla kami sampaila kemari
Limalah lima buah delima tuan
Limalah lima buah delima
Masaklahnya sebuah oh daun
dibalikla daun
Masakla sebuah dibalikla daun
Kasihlah tuan sudah diterima
Kasihlah tuan sudah diterima
Tidakla terlupa oh tahun beribula
tahun
Tidak terlupa beribula tahun
Pisang emas bawaklah berlayar
Pisang emas bawaklah berlayar
Masaklah sebuah oh peti didalam peti
Masaklah sebuah didalamla peti
Hutang emas dapat dibayar
Hutang emas dapat dibayar
Hutangnya la budi oh mati
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
92
mati
Utanglah budi dibaok la mati
dibawaklah mati
Hutangla budi dibawak la mati
Begitulah pantun lagu kapri yang dinyanyikan masyarakat pesisir ketika
mengiringi tari kapri. Lagu dalam kesenian sikambang memiliki hubungan yang
erat dengan berbalas pantun. Teks lagu kesenian sikambang berupa pantun yang
diambil dari kehidupan masyarakat Suku Pesisir. Pantun terdiri dari dua bagian,
yaitu (1) sampiran pantun diambil dari ungkapan-ungkapan tentang alam, tempat
tinggal dan perihal kehidupan; (2) isi pantun disesuaikan dengan pesan yang ingin
disampaikan, misalnya ekspresi perasaan berupa ungkapan kesedihan dan kasih
sayang, nasihat, pujian dan sindiran.
Pantun yang dibawakan dengan bernyanyi bersifat bersahut-sahutan atau
saling berbalas pantun dari satu pantun ke pantun berikutnya dan begitu
seterusnya. Teks pantun dalam lagu digarap dan disesuaikan oleh pembawanya
dengan melakukan berbagai cara, misalnya pengulangan baris, penambahan
beberapa kata, penambahan kalimat yang berfungsi sebagai penjelasan atau
keterangan, pengurangan kata dan penggantian kata.
3.2.4 Tata Busana atau Kostum
Pakaian yang dipakai oleh penari semula adalah pakaian sehari-hari, namun dalam
perkembangannya, pakaian tari telah disesuaikan dengan kebutuhan tarinya.
Fungsi busana tari adalah untuk mendukung tema atau isi tari, dan untuk
memperjelas peran-peran dalam suatu sajian tari. Busana tari yang baik bukan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
93
hanya sekedar untuk menutup tubuh semata, melainkan juga harus dapat
mendukung desain ruang pada saat penari sedang menari.
Dalam penataan dan penggunaan busana tari hendaknya
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
a. Busana tari hendaknya enak dipakai (etis) dan sedap dilihat oleh penonton.
b. Penggunaan busana selalu mempertimbangkan isi atau tema tari sehingga
bisa menghadirkan suatu kesatuan keutuhan antara tari dan busananya.
c. Penataan busana hendaknya bisa merangsang imajinasi penonton.
d. Desain busana harus memperhatikan bentuk-bentuk gerak tarinya agar
tidak mengganggu gerakan penari.
e. Busana hendaknya dapat memberi proyeksi kepada penarinya, sehingga
busana itu dapat merupakan bagian dari diri penari.
f. Keharmonisan dalam pemilihan atau memadukan warna-warna sangat
penting, terutama harus diperhatikan efeknya terhadap tata cahaya.
Busana merupakan bagian yang paling penting dari sebuah tarian. Busana pada
tari Saputangan merupakan unsur penting dalam menyiapkan kelengkapan sebuah
tarian. Busana yang dipakai para penari pada tari Saputangan ini adalah busana
yang sering dipakai oleh wanita Melayu dalam kehidupan sehari-hari seperti:
1. Kain sarung/songket: Kain sarung/songket dikenakan dengan posisi kepala
kain berada di depan. Biasanya dipakai kain sarung pelekat atau songket
Batubara, dengan warna merah, hijau dan kuning yang lebih dominan.
Penggunaan ketiga warna ini merupakan warna khas suku Melayu,
dengan warna merah berarti berani sepeti kesatria yang bertanggungjawab
dalam menjaga dan membela keluarga, adat, negara, dan agama. warna
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
94
kuning berarti megah, bangsawan yang berderajat tinggi, dan warna hijau
adalah warna dari komunitas muslim sesuai dengan gama yang dianut oleh
suku Melayu. Selain itu pemakaian kain sarung dan songket juga memiliki
makna tersendiri bagi suku Melayu. Saat ini untuk pemakaian kain sudah
dimodifikasi dengan menjadikannya dalam bentuk rok, sehingga
memudahkan penari dalam mengenakannya. Hal ini juga dikarenakan,
dalam satu pementasan dengan durasi 2 jam pertunjukan tentunya
memerlukan materi yang banyak, sehingga untuk memudahkan penari
berganti pakaian, maka dibuatlah kain sarung/songket diganti dengan rok
yang berbagai modifikasi.
2. Baju kebaya panjang/baju kurung: Baju kurung/kebaya dibuat dalam pola
longgar dengan jahitan pada ketiak dibuat dalam pola jahitan 3 bidang
yang biasa disebut dengan kekek, sehingga bentuk baju ini menjadi longgar
dan tidak membentuk badan, dengan demikian kesopanan dalam
berpakaian tetap terjaga. Baju kurung/kebaya dibuat panjang, sampai betis
dengan bahan dibuat dari kain lembut dan jatuh di badan, biasabermotif
bunga. Dalam penggunaan warna baju, biasanya menyelaraskan dengan
warna kain yang dipakai. Pemakaian baju tari Melayu, saat ini sudah
semakin berkembang dengan berbagai pola, mode dan bahan yang
beragam, mengikuti trend yang berkembang, menyesuaikan dengan
kemegahan yang dinginkan dari tujuan perhelatan.
Peci hitam
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
95
Gambar 3.4 Tata busana atau kostum penari laki-laki
(Dok. Dwi Irna Hasana, 2019)
Gambar 3.5 Tata busana atau kostum penari perempuan
(Dok. Dwi Irna Hasana, 2019)
3.2.5 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Pertunjukan
Pada upacara perkawinan dalam rangkaian malam baine masyarakat Pesisir
Sibolga biasanya dilaksanakan di rumah pengantin wanita (anak daro) dengan
mendatangkan tokoh agama, keluarga, sahabat, dan tamu undangan lainnya.
Penempatan pelaksanaan penyajian tari saputangan di rumah pengantin
Baju tangan panjang (teluk belanga)
Celana Panjang
Sisamping (kain pinggang songket
hitam)
Baju kurung
Rok berbahan songket
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
96
perempuan, dan berada di ruangan yang agak luas, agar penyajian tarian dapat
dinikmati oleh seluruh pengunjung. Selain itu ruang yang luas juga memberikan
kemudahan bagi penari dalam melakukan gerakan dengan jumlah penari yang
lebih banyak.
Rumah-rumah yang dimiliki masyarakat Sibolga biasanya memiliki ruang yang
luas atau halaman yang luas, sehingga memungkin untuk menyajikan tarian.
Selain itu penempatan rumah juga untuk memungkin para tetangga dan
masyarakat yang berada dan yang melewati tempat tersebut, dapat menikmatinya,
yang sekaligus dapat memperlihatkan kesenian tradisi mereka dan tampak lebih
menarik. Namun penyajian tari saputangan juga dapat dilakukan di ruangan kecil
seperti di dalam rumah di depan pelaminan, yang ditarikan oleh sepasang penari.
Hal ini dikarenakan jumlah penari tidak dibatasi, boleh dilakukan oleh sepasang
atau lebih, hanya saja tarian dilakukan oleh laki-laki dan perempuan.
Tari Saputangan disajikan sebagai tari yang mengiringi pemakaian inai pada
malam baine yang dilaksanakan di rumah calon pengantin perempuan. Dalam
konteks penyajiannya, para penari diposisikan di depan pelaminan atau dihalaman
rumah, dengan membentuk pola berpasangan di posisi yang sudah disusun
sebelumnya.
3.2.6 Tata Rias
Untuk memberi kesan terbaik kepada seseorang dalam sebuah Tari Saputangan
tidak hanya gerak tarinya yang serentak, kostum yang seragam akan tetapi wajah
juga menjadi faktor pendukung. Untuk itu diperlukan rias wajah (make up), rias
wajah yang digunakan pada Tari Saputangan ini adalah jenis rias wajah cantik,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
97
dengan merubah dirinya berbeda dari biasanya. Tidak ada make up khusus atau
make up karakter, antara penari utama dan penari pengiring tidak memiliki
perbedaan. Dengan penggunaan alat-alat rias yang sesuai, maka penataan dari
kelengkapan penyambutan menjadi sempurna.
Rias wajah menjadikan seseorang menjadi berbeda dan menarik, dalam Tari
Saputangan rias wajah ditambah dengan rias rambut, sehingga akan menjadi
rangkaian yang seiring sejalan. Pada zaman dahulu para penari diwajibkan
mempunyai rambut panjang agar dapat disanggul langsung terbuat dari rambut
sendiri. Dengan perubahan zaman, sanggul sudah siap saji, terpisah dan dapat
dibongkar pasang praktis, bentuk-bentuk sanggul yang ada terdiri dari berbagai
bentuk dan dipakai sesuai dengan keinginan dari kelompok menyesuaikan dengan
even. Kadangkala ada satu kelompok yang menarikan Tari Saputangan dalam
berbagai even mengenakan sanggul yang berbeda. Tata rias wajah dan rambut
cantik adalah cerminan dari wanita Melayu dalam menari.
3.2.7 Pelaku
Dalam pertunjukan Tari Saputangan diperlukan sejumlah pelaku yang mendukung
terlaksananya pertunjukan. Pelaku yang berperan dalam acara yang menyertakan
Tari Saputangan meliputi (1) Pelaksana acara; (2) Penari, (3)
Pemusik, (4) Penonton (tamu yang diundang). Berikut penjelasan keempat pelaku
yang berperan dalam setiap acara penyambutan.
3.2.7.1 Pelaksana Upacara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
98
Dalam setiap acara, pelaksana atau tuan rumah menjadi satu unsur yang harus ada,
karena acara tidak bisa terlaksana apabila pelaksana/tuan rumah tidak ada. Tuan
rumah dalam pelaksanaan penyambutan disesuaikan dengan acara penyambutan
yang diadakan. Apabila acara yang dilakukan acara perkawinan, maka yang
menjadi tuan rumah adalah orang tua dari pengantin yang menyelenggarakan
pesta.
Pelaksana upacara/tuan rumah menyiapkan segala kebutuhan yang diperlukan
dalam acara penyambutan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga akhir dari
acara. Pada hal perencanaan, tuan rumah menyiapkan persiapan acara seperti,
tempat acara, materi acara, transportasi dan akomodasi, siapa yang diundang,
siapa yang akan disambut dan diberi sirih sebagai pemngormatan, pembawa acara,
dan segala sesuatu yang dibutuhkan dalam acara. Persiapan sebelum acara sangat
penting dilakukan sebagai upaya acara dapat terlaksana dengan baik dan tujuan
dari acara dapat tercapai.
Pada tahap pelaksanaan, semua yang terlibat dalam acara harus sudah bersiap
ditempat masing-masing dengan tugas dan tanggungjawab yang sudah diberikan.
Pada tahapan ini, peran penari dan pengiring musik sebagai awal acara menjadi
penting. Penari dan pemusik harus saling bekerjasama agar pertunjukan dapat
dilakukan dengan baik, tidak boleh ada yang mendahului dari aturan yang sudah
ditetapkan dari masing-masing peran. Penari memulai tarian dengan mendengar
alunan nyanyian berupa senandung dari penyanyi sebagai pembuka tarian.
Senandung yang dinyanyikan menjadi tanda bagi penari dengan berlari kecil
memasuki arena acara untuk memulai tugasnya, dan melanjutkan hingga selesai
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
99
tarian. Pada tahapan pelaksanaan ini, semua pihak harus berkordinasi dengan baik
untuk meminimalisir kesalahan yang mungkin dapat terjadi.
Tahapan akhir berupa penyajian tari Saputangan dengan simbol gerak yang
tertuang dalam bentuk-bentuk gerak dari awal hingga akhir tarian. Tahapan
penyajian tari ini ditandai dengan pemakaian inai di kuku jari-jari calon pengantin
yang dilanjtkan dengan 2 tarian yang kemudian dilanjutkan dengan badampeng.
Acara ini merupakan tahapan akhir acara malam baine.
3.2.7.2 Pembawa Acara
Dalam pelaksanaan malam baine, yang mengatur jalannya acara di ketuai oleh
kapalo ripe yang merupakan tokoh adat. Kapalo ripe menyusun jalannya acara
dengan memberikan penugasan kepada masing-masing pendukung acara. Untuk
yang menanggungjawabi acara diberikan kepada anak alek sebagai pembawa
acara yang diambil langsung dari pemain sikambang.
Anak alek bertanggungjawab untuk menyiapkan segala yang berkaitan dengan tata
cara malam baine. Anak alek harus menguasai acara adat dan menguasai petatah
petitih, untuk lancarnya acara. Pemilihan anak alek yang diambil dari pemain
sikambang, dikarenakan para pemain sikambang sudah menguasai adat yang
diharuskan dalam setiap acara termasuk acara malam baine. Untuk itu, para
pemain sikambang sebelumnya harus belajar tentang adat istiadat dengan segala
tata aturannya.
Anak alek sebelum pelaksanaan acara malam baine. Terlebih dahulu berkordinasi
kepada tuan rumah untuk menentukan siapa-siapa yang akan memberikan kata-
kata nasihat, membawa ucapan doa, yang melekatkan inai pada jari-jari dan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
100
tangan calon anak daro, dan lain sebagainya. Kordinasi juga dilakukanbersama
kapalo ripe, untuk lancarnya acara malam baine.
3.2.7.3 Penari
Pihak lain yang berperan penting dalam acara penyambutan, tentunya adalah para
penari. Tari Saputangan biasanya ditarikan oleh penari perempuan dan laki-laki
berusia remaja hingga dewasa. Jumlah penari tidak terbatas, namun biasa di
sajikan oleh 3 pasang penari, apabila ruang menari yang dipakai kecil, maka
jumlah penari hanya sepasang, dan dilakukan oleh laki-laki dan perempuan. Tidak
boleh dilakukan peanri perempuan saja. Para penari harus dapat membawakan
tarian dengan baik, agar tujuan dari penyambutan sebagai kehomatan dapat
tersampaikan.
Para penari dalam kesenian sikambang termasuk penari dalam tari saputangan,
merupakan penari professional yang tidak memiliki hubungan kerabat dengan
keluarga penyelenggara. Penari professional ini di minta dengan mendapat
bayaran atas hasil jerih payahnya. Masing-masing group atau kelompok
sikambang akan berlomba-lomba untuk menampilkan yang terbaik, agar dapat
menyajikan kembali dalam acara malam bainai di tempat lain. Biasanya setelah
mereka menampilkan tari saputangan, dan tari-tari lainnya dalam rangkaian
kesenian sikambang, mereka mendapatkan honor berkisar Rp. 50.000 s/d Rp.
75.000, untuk satu kali rangkaian penyajian. Sehingga pelaksanaan pesta
perkawinan dengan rangakaian adat malam baine, tidak bisa dilakukan oleh
semua pesta perkawinan, dengan acara malam bainainya, karena pendanaan yang
cukup besar untuk disediakan. Sehingga tidak memungkinkan bagi keluarga-
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
101
keluarga lain yang kurang mampu, karena acara malam baine juga tidak wajib
untuk dilakukan.
Dalam penggunaan gerak, gerak penari laki-laki dan gerak untuk penari
perempuan tidak memiliki perbedaan, pola gerak yang dilakukan adalah sama,
namun yang membedakan ekspresi dari masing-masing penari dalam
mengungkapkan pesan dalam tarian. Pola-pola gerak yang ada masih
menggunakan gerak-gerak sederhana dari gerak dasar dalam tari Melayu, seperti
gerak langkah kaki celatuk tempo lambat, gerak mengayun, gerak melayah, gerak
berputar, dan lain-lain. Dari keseluruhan rangkaian tarian, tari Saputangan
memiliki empat (4) ragam gerak yang masing-masing ragam merupakan
gambaran dari kisah percintaan. Sehingga tari saputangan menjadi materi dalam
acara malam baine, dan menjadi penyajian pertama dari tari-tari lainnya di
rangkaian sikambang.
Penari merupakan bagian terpenting dalam pertunjukan tari sapu tangan, karena
penari yang akan mempertunjukkan tarian tersebut menjadi pusat perhatian atau
tontonan bagi hadirin yang ada dalam acara tersebut. Sehingga diperlukan penari
yang memiliki daya tarik untuk menarikan tari sapu tangan di pelataran kereta-
kereta (pelaminan) pengantin, dan dalam penyajian tari sapu tangan harus
berpasangan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
102
Gambar 3.6 Penari berada dipelataran pelaminan
(Dokumentasi Dwi Irna Hasana, 2019)
3.2.7.3 Pemusik
Musik iringan tari sapu tangan ditampilkan oleh satu ensambel musik
yakni biola, akordion, singkadu membawakan melodis dan gendang membawakan
irama atau rentak(tempo). Iringan musik dalam tari sapu tangan sangatlah penting,
karena pada dasarnya tari ini mengikuti musik, sebagai pembentuk suasana dan
juga untuk memperjelas alur gerakan tari sehingga tari dapat dinikmati secara
keseluruhan dengan baik. Pemain musik biasanya memainkan musik dalam tari
sapu tangan dibutuhkan sekitar 6 hingga 8 orang, diantaranya 1 orang pemain
biola, 1 orang pemain singkadu, 1 orang pemain akordion, 3 orang pemain
gendang dan 2 orang bertalibun (berlagu atau berpantun), semuanya akan saling
berinteraksi antar sesama pemusik pada saat pertunjukan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
103
Gambar 3.7 Pemusik berada dipelataran pelaminan
(Dokumentasi Dwi Irna Hasana, 2019)
3.2.7.4 Penonton
Penonton yang berhadir juga merupakan bagian dari acara tersebut yang mana
pertunjukan tari sapu tangan menjadi sebuah hiburan yang memiliki pesan moral
bagi penikmatnya untuk mengungkapkan sebuah petuah supaya lebih berhati-hati
dalam memilih pasangan hidup.
Gambar 3.8 Penonton
(Dokumentasi Dwi Irna Hasana, 2019)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
104
3.2.8 Properti
Properti merupakan benda-benda yang digunakan dalam menari. Properti yang
digunakan juga harus sesuai dengan tema maupun pesan yang diinginkan
disampaikan dalam tarian. Properti yang digunakan pada tari sapu tangan atau
yang disebut juga tari kapri ini adalah sapu tangan, sapu tangan ini melambangkan
suatu pengikat terhadap pemuda-pemudi dalam tarian sapu tangan atau disebut
juga pengikat dalam pernikahan.
Gambar 3.9 Properti Sapu Tangan
(Dokumentasi Dwi Irna Hasana, 2019)
Sapu tangan yang digunbakan terbuat dari kain yang berbahan lembut,
berwarna kuning, dan berbentuk segi empat.Penggunaan kain segi empat
kemudian di lipat membentuk segi tiga, untuk memudahkan dalam
penggunaannya. Saputangan ini dipegang dengan cara menjepit dengan jari
tengah dan jari telunjuk di kedua ujung kain, yag kemudian di mainkan dengan
mengikuti pola-pola gerak yang diciptakan.
Sapu tangan sebagai properti digunakan tidak hanya sebagai pemanis dalam tarian
saja, pemakaian sapu tangan memberikan pemaknaan dalam memperjelas pesan
dan cerita. Sapu tangan menjadi media dalam penyampaian, serta menjaddi media
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
105
pengikat dalam inti cerita, melalui saputangan tergambar terwujudnya jalinan
kasih, yang ditandai dengan pernikahan.
3.2.9 Pola Lantai
Dalam sebuah tarian, Pola lantai merupakan perjalanan dari masing-masing ragam
yang memunculkan pemaknaan dalam sebuah kaya tari. Selain itu pola lantai juga
akan memperlihatkan tarian menjadi lebih indah, melalui formasi yang dibuat
beragam dan penggunaan level untuk menjelaskan pesan dalam tarian. Pola lantai
dalam tari sapu tangan sangat bervariasi dengan membentuk huruf C atau
setengah lingkaran, membetuk zigzag, horizontal, diagonal dan membentuk huruf
S.
Di bawah ini digambarkan pola lantai dalam tari saputangan yang terdiri dari 15
pola lantai yang masing-masing memberikan pesan dan cerita tentang kisah
percintaan, yang di mulai dari perkenalan, saling mengenal, berjumpa keluarga,
meminang, sampai pada pernikahan.
Dalam pola lantai yang diciptakan, tampak koreografer tidak hanya membuat pola
lantai dengan sesuka hati, namun pola lantai tercipta disesuaikan dengan cerita
dalam masing-masing ragam. Sehingga antara pola lantai dan gerak akan saling
berhubungan, dan melalui pola lantai jelas terlihat pesan yang disampaikan.
Penyusunan pola lantai juga dilihat dari keindahan pemakaian ruang untuk
bergerak (pola lantai), dengan permainan arah hadap permainan ruang dalam
menari.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
106
Tabel 3.4 Pola Gerak
No. Ragam Gerak Pola Lantai
1.
Ragam
I
Hormat dan proes berdiri.
Awal tarian
2.
Idem
Putar kanan.
Arah hadap yang bertukar
kenana dan kiri dengan
memaonkan sapuytanagn
3.
idem
Putar kiri.
Idem
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
107
4.
idem
Mundur merentak.
Maju 4 langkah lalu berbalik
mundur 4 langkah
5.
iem
Mundur merentak balik.
Idem
6.
Ragam
II
Tukar tempat. Pola lantai
7. Maju kesamping kanan
pasangan. Pola lantai
seraong kanan dan kiri
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
108
8. Angkat saputangan. Pola
lantai berjalan berpindah
tempat
9. Angkat saputangan balas.
Idem
10.
ragam
II.
Kembali keposisi semula.
Sama dengan posisi no 1
11.
Ragam
III
Maju berhadapan.
Pola lantai
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
109
12. Antar sapu tangan maju.
Pola lantai
13. Antar sapu tangan mundur.
Idem dalam bentuk mundur
14.
Ragajm
IV
Ikat sapu tangan
Pola lantai untuk ikat sapu
tangan
15.
Idem
Ikat sapu tangan balas.
Idem
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
110
Tabel.3.5 Deskripsi Ragam Tari Saputangan
No. Ragam
Gerak
Teknik Gerak Dokumentasi
Kaki Tangan Kepala Badan
1. Hormat
pembuka
/salam
♂ Laki-laki
(sebelah
kanan)
♀
Perempuan
(sebelah kiri)
Kaki kiri di lipat
sedangkan kaki
kanan sedikit di
angkat seperti
menapak setengah.
Kaki kiri dan kanan
di lipat ke duanya
seperti gerakan
sholat duduk di
antara dua sujud.
Ke dua tangan berada di
samping badan telapak
tangan di tutup dan di
angkat sejajar hitungan
1-4 di angkat sampai
bahu hitungan 5-6 di
kepal hitungan 7 di buka
hitungan 8 turun ke
bawah seperti semula
Kedua tangan berada di
atas paha telapak tangan
di tutup di angkat sejajar
hitungan 1-4 diangkat
sampai bahu hitungan 5-
6 di kepal hitungan 7 di
buka hitungan 8 turun
kebawah untuk
mengambil sapu tangan.
Pandangan ke
depan.
Pandangan ke
depan.
Tegak
lurus ke
depan.
Tegak
lurus
kedepan.
Posisi kak
i saat hormat
2. Proses berdiri
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
111
♂ Laki-laki
(sebelah
kanan)
♀
Perempuan
(sebelah kiri)
Perlahan-lahan dari
bawah hingga naik
ke atas hitungan 1-
6 proses berdiri 7-8
menghadap ke kiri
arah pasangan.
Gerakan dilakukan
sama \
Hitungan 1-2 sapu tangan
di ambil ujungnya di
letakkan di jari telunjuk
dan jari tengah proses
hitungan 3-4 sapu tangan
berada di sebelah kanan
hitungan 5-6 sapu tangan
di sebelah kiri hitungan
7-8 di sebelah kanan
tangan kiri sejajar dengan
dada tangan kanan sejajar
dengan pinggang
menghadap ke kiri.
Hitungan 1-2
hadap depan
3-4 hadap
kanan 5-6
hadap kiri 7-
8 hadap-
hadapan
bersama
pasangan.
Hitungan
1-2 tegak
3-8
mengikuti
gerak
tangan dan
kaki,
badan
sedikit di
busungkan
ke depan.
3. Putar kanan
♂ Laki-laki
(sebelah
kanan)
Kaki melangkah
dengan rentak
musik (double step)
kanan, kiri, kanan
lalu kiri, kanan, kiri
dan sedikit
mendak. Hitungan
Sapu tangan di mainkan
secara bergantian. Jika ke
arah kanan tangan
sebelah kiri sejajar
dengan dada dan tangan
kanan sejajar dengan
pinggang. Jika ke arah
Pandangan ke
arah sapu
tangan
hitungan 1-6
mengikuti
gerak tangan
dan kaki serta
Badan
sedikit di
busungkan
ke depan
serta
mengikuti
gerak
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
112
♀
Perempuan
(sebelah kiri)
1-2 kaki kanan
terlebih dahulu
melangkah, 3-4 di
ikuti kaki kiri
melangkah, 5-6
kaki kanan
melangkah, 7-8
kaki kiri yang
melangkah, dan
menghadap ke arah
kanan.
kiri tangan sebelah kanan
sejajar dengan dada dan
tangan kiri sejajar dengan
pinggang. Hitungan 1-2
kanan, hitungan 3-4 kiri,
hitungan 5-6 kanan,
hitungan 7-8 kiri.
7-8
menghadap
pasangan.
tangan dan
kaki
hitungan
1-8.
4. Putar kiri
♂ Laki-laki
(sebelah
kanan)
Kaki melangkah
dengan rentak
musik (double step)
kanan, kiri, kanan
lalu kiri, kanan kiri
dan sedikit
mendak. Hitungan
1-2 kaki kanan
terlebih dahulu
melangkah, 3-4 di
ikuti kaki kiri
melangkah, 5-6
Sapu tangan di mainkan
secara bergantian. Jika ke
arah kanan tangan
sebelah kiri sejajar
dengan dada dan tangan
kanan sejajar dengan
pinggang. Jika ke arah
kiri tangan sebelah kanan
sejajar dengan dada dan
tangan kiri sejajar dengan
pinggang. Hitungan 1-2
kanan, hitungan 3-4 kiri,
Pandangan ke
arah sapu
tangan
hitungan 1-6
mengikuti
gerak tangan
dan kaki serta
7-8
menghadap
pasangan.
Badan
sedikit di
busungkan
ke depan
serta
mengikuti
gerak
tangan dan
kaki
hitungan
1-8.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
113
♀
Perempuan
(sebelah kiri)
kaki kanan
melangkah, 7-8
kaki kiri yang
melangkah, dan
menghadap ke arah
kiri.
hitungan 5-6 kanan,
hitungan 7-8 kiri.
.
.
5. Tukar tempat
♂ Laki-laki
(sebelah
kanan)
♀
Perempuan
(sebelah kiri)
Berjalan
membentuk huruf
C ke arah kanan,
kaki melangkah
dengan rentak
musik (double step)
kanan, kiri, kanan
lalu kiri, kanan, kiri
dan sedikit tekuk.
Hitungan 1-2 kaki
kanan melangkah,
3-4 di ikuti kaki
kiri melangkah, 5-6
kaki kanan
melangkah, 7-8
kaki kiri yang
melangkah.
Sapu tangan di mainkan
secara bergantian. Jika ke
arah kiri tangan sebelah
kanan sejajar dengan
dada dan tangan kiri
sejajar dengan pinggang .
Jika ke arah kanan
tangan sebelah kiri
sejajar dengan dada dan
tangan kanan sejajar
dengan pinggang.
Hitungan 1-2 kanan,
hitungan 3-4 kiri,
hitungan 5-6 kanan,
hitungan 7-8 kiri.
Pandangan ke
arah sapu
tangan
hitungan 1-2
mengikuti
gerak tangan,
hitungan 3-4
melirik
pasangan
hitungan 5-6
mengikuti
gerak tangan
dan 7-8
menghadap
pasangan.
Badan
sedikit di
busungkan
ke depan
serta
mengikuti
gerak
tangan dan
kaki
hitungan
1-8.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
114
6. Putar kanan
Perempuan
(sebelah
kanan)
Pola gerak ini
kemudian
diulang
dengan
berputar
sebaliknya
Gerak ini
kemudian
dilakukan
dengan arah
sebelah
kanan
Kaki melangkah
dengan rentak
musik (double step)
kanan, kiri, kanan
lalu kiri, kanan, kiri
dan sedikit
mendak. Hitungan
1-2 kaki kanan
terlebih dahulu
melangkah, 3-4 di
ikuti kaki kiri
melangkah, 5-6
kaki kanan
melangkah, 7-8
kaki kiri yang
melangkah, dan
menghadap ke arah
kanan.
Sapu tangan di mainkan
secara bergantian. Jika ke
arah kanan tangan
sebelah kiri sejajar
dengan dada dan tangan
kanan sejajar dengan
pinggang. Jika ke arah
kiri tangan sebelah kanan
sejajar dengan dada dan
tangan kiri sejajar dengan
pinggang. Hitungan 1-2
kanan, hitungan 3-4 kiri,
hitungan 5-6 kanan,
hitungan 7-8 kiri.
Pandangan ke
arah sapu
tangan
hitungan 1-6
mengikuti
gerak tangan
dan kaki serta
7-8
menghadap
pasangan.
.
Badan
sedikit di
busungkan
ke depan
serta
mengikuti
gerak
tangan dan
kaki
hitungan
1-8.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
115
7. Maju
mendekati
pasangan
♂ Laki-laki
(sebelah
kanan)
♀
Perempuan
(sebelah kiri)
Kaki melangkah
dengan rentak
musik (double step)
kanan, kiri, kanan
lalu kiri, kanan, kiri
dan sedikit
mendak. Hitungan
1-2 kaki kanan
terlebih dahulu
melangkah, 3-4 di
ikuti kaki kiri
melangkah, 5-6
kaki kanan
melangkah, 7-8
kaki kiri yang
melangkah, dan
menghadap ke arah
pasangan.
Sapu tangan di mainkan
secara bergantian. Jika
ke arah kiri tangan
sebelah kanan sejajar
dengan dada dan tangan
kiri sejajar dengan
pinggang . Jika ke arah
kanan tangan sebelah kiri
sejajar dengan dada dan
tangan kanan sejajar
dengan pinggang.
Hitungan 1-2 kanan,
hitungan 3-4 kiri,
hitungan 5-6 kanan,
hitungan 7-8 kiri.
Pandangan ke
arah sapu
tangan
hitungan 1-4
mengikuti
gerak tangan,
hitungan 5-8
melirik
pasangan.
Badan
sedikit di
busungkan
ke depan
serta
mengikuti
gerak
tangan dan
kaki
hitungan
1-8.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
116
8. Mundur
merentak
♂ Laki-laki
(sebelah
kanan)
♀Perempuan
(sebelah kiri)
Kaki melangkah
dengan rentak
musik (double step)
kanan, kiri, kanan
lalu kiri, kanan, kiri
dan sedikit
mendak. Hitungan
1-2 balik 3-8
mundur merentak.
Sapu tangan baik 1-2
hitungan 3-8 sapu tangan
bertemu posisi sapu
tangan di sebelah kanan.
Tangan kanan sejajar
dengan dada, tangan kiri
sejajar dengan pinggang.
Pandangan ke
arah
pasangan
hitungan 1-8.
.
Berbalik
badan dan
sedikit di
busungkan
ke depan
serta
mengikuti
gerak
tangan dan
kaki.
9. Pola gerak ini
di ulang
untuk
memulai dari
arah
sebaliknya
10. Putar kanan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
117
♂ Laki-laki
(sebelah
kanan)
♀
Perempuan
(sebelah kiri)
Setelah arah
kanan
kemudian
gerak diulang
kea rah kiri
Kaki melangkah
dengan rentak
musik (double step)
kanan, kiri, kanan
lalu kiri, kanan, kiri
dan sedikit
mendak. Hitungan
1-2 kaki kanan
terlebih dahulu
melangkah, 3-4 di
ikuti kaki kiri
melangkah, 5-6
kaki kanan
melangkah, 7-8
kaki kiri yang
melangkah, dan
menghadap ke arah
kanan.
Sapu tangan di mainkan
secara bergantian. Jika ke
arah kanan tangan
sebelah kiri sejajar
dengan dada dan tangan
kanan sejajar dengan
pinggang. Jika ke arah
kiri tangan sebelah kanan
sejajar dengan dada dan
tangan kiri sejajar dengan
pinggang. Hitungan 1-2
kanan, hitungan 3-4 kiri,
hitungan 5-6 kanan,
hitungan 7-8 kiri.
Pandangan ke
arah sapu
tangan
hitungan 1-6
mengikuti
gerak tangan
dan kaki serta
7-8
menghadap
pasangan.
Badan
sedikit di
busungkan
ke depan
serta
mengikuti
gerak
tangan dan
kaki
hitungan
1-8.
11. Maju
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
118
kesamping
kanan
pasangan
♂ Laki-laki
(sebelah
kanan)
Perempuan
(sebelah kiri)
Kaki melangkah
dengan rentak
musik (double step)
kanan, kiri, kanan
lalu kiri, kanan, kiri
dan sedikit
mendak. Hitungan
1-2 kaki kanan
terlebih dahulu
melangkah, 3-4 di
ikuti kaki kiri
melangkah, 5-6
kaki kanan yang
melangkah, 7-8
kaki kiri yang
melangkah. Maju
ke samping kanan
pasangan.
Sapu tangan di mainkan
secara bergantian. Jika ke
arah kanan tangan
sebelah kiri sejajar
dengan dada dan tangan
kanan sejajar dengan
pinggang. Jika ke arah
kiri tangan sebelah kanan
sejajar dengan dada dan
tangan kiri sejajar dengan
pinggang. Hitungan 1-2
kanan, hitungan 3-4 kiri,
hitungan 5-6 kanan,
hitungan 7-8 kiri.
Pandangan ke
arah sapu
tangan
hitungan 1-6
mengikuti
gerak tangan
dan kaki serta
7-8
menghadap
pasangan.
Badan
sedikit di
busungkan
ke depan
serta
mengikuti
gerak
tangan dan
kaki
hitungan
1-8.
12. Angkat sapu
tangan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
119
(putar)
♂ Laki-laki
(sebelah
kanan)
♀
Perempuan
(sebelah kiri)
Kaki melangkah
dengan rentak
musik (double step)
kanan, kiri, kanan
lalu kiri, kanan, kiri
dan sedikit
mendak. Hitungan
1-2 kaki kanan
terlebih dahulu
melangkah, 3-4 di
ikuti kaki kiri
melangkah, 5-6
kaki kanan yang
melangkah, 7-8
kaki kiri yang
melangkah. Maju
memutar
membentuk
setengah lingkaran
ke arah kanan.
Sapu tangan di angkat
dan di satukan dengan
pasangan sejajar dengan
bahu. Tangan sebelah
kanan mengangkat sapu
tangan tangan seberah
kiri di kepal berada di
pinggang hitungan 1-8.
Pandangan ke
arah sapu
tangan dan
melirik
pasangan
hitungan 1-8.
Badan
sedikit di
busungkan
ke depan
serta
mengikuti
gerak
tangan dan
kaki
hitungan 1-
8.
13. Angkat sapu
tangan
Kaki melangkah
Sapu tangan di angkat
Pandangan ke
Berbalik
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
120
(putar)
kembali
ketempat
♂ Laki-laki
(di samping
kiri)
♀ Perempuan
(di samping
kanan)
dengan rentak
musik (double step)
kanan, kiri, kanan
lalu kiri, kanan, kiri
dan sedikit
mendak. Hitungan
1-2 kaki kanan
terlebih dahulu
melangkah, 3-4 di
ikuti kaki kiri
melangkah, 5-6
kaki kanan yang
melangkah, 7-8
kaki kiri yang
melangkah.
Berbalik arah
memutar
membentuk
setengah lingkaran
ke arah kiri
dan di satukan dengan
pasangan sejajar dengan
bahu. Tangan sebelah
kiri mengangkat sapu
tangan, tangan sebelah
kanan di kepal berada di
pinggang hitungan 1-8.
arah sapu
tangan dan
melirik
pasangan
hitungan 1-8.
badan dan
sedikit di
busungkan
ke depan
serta
mengikuti
gerak
tangan dan
kaki
hitungan
1-8.
14. Kembali ke
posisi semula
Kaki melangkah
Sapu tangan di mainkan
Pandangan ke
Badan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
121
♂ Laki-laki
(sebelah
kanan)
Perempuan
(sebelah kiri)
dengan rentak
musik (double step)
kanan, kiri, kanan
lalu kiri, kanan, kiri
dan sedikit
mendak. Hitungan
1-2 kaki kanan
terlebih dahulu
melangkah, 3-4 di
ikuti kaki kiri
melangkah, 5-6
kaki kanan yang
melangkah, 7-8
kaki kiri yang
melangkah.
Kembali ketempat
semula.
secara bergantian. Jika ke
arah kanan tangan
sebelah kiri sejajar
dengan dada dan tangan
kanan sejajar dengan
pinggang. Jika ke arah
kiri tangan sebelah kanan
sejajar dengan dada dan
tangan kiri sejajar dengan
pinggang. Hitungan 1-2
kanan, hitungan 3-4 kiri,
hitungan 5-6 kanan,
hitungan 7-8 kiri.
.
arah sapu
tangan
hitungan 1-6
mengikuti
gerak tangan
dan kaki serta
7-8
menghadap
pasangan.
sedikit di
busungkan
ke depan
serta
mengikuti
gerak
tangan dan
kaki
hitungan
1-8.
15. Antar sapu
tangan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
122
♂ Laki-laki
(sebelah
kanan)
♀
Perempuan
(sebelah kiri)
(gerak ini
dilakukan
dengan arah
berbalasan)
Kaki melangkah
dengan rentak
musik (double step)
kanan, kiri, kanan
lalu kiri, kanan, kiri
dan sedikit
mendak. Hitungan
1-2 kaki kanan
terlebih dahulu
melangkah, 3-4 di
ikuti kaki kiri
melangkah, 5-6
kaki kanan
melangkah, 7-8
kaki kiri yang
melangkah. Maju
kearah depan.
.
Sapu tangan di ayunkan
dan di satukan dengan
pasangan tangan kanan
sejajar dengan dada
tangan kiri sejajar dengan
pinggang hitungan 1-8.
Hitungan 1-2
pandangan
kedepan,
hitungan 3-4
pandangan ke
pasangan,
hitungan 5-6
pandangan
kedepan
hitungan 7-8
pandangan ke
pasangan
Badan
sedikit di
busungkan
ke depan
serta
mengikuti
gerak
tangan dan
kaki
hitungan
1-8.
16. Kembali ke
posisi semula
Kaki melangkah
Sapu tangan di mainkan
Pandangan ke
arah sapu
Badan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
123
♂ Laki-laki
(sebelah
kanan)
♀
Perempuan
(sebelah kiri)
dengan rentak
musik (double step)
kanan, kiri, kanan
lalu kiri, kanan, kiri
dan sedikit
mendak. Hitungan
1-2 kaki kanan
terlebih dahulu
melangkah, 3-4 di
ikuti kaki kiri
melangkah, 5-6
kaki kanan yang
melangkah, 7-8
kaki kiri yang
melangkah.
Kembali ketempat
semula.
secara bergantian. Jika ke
arah kanan tangan
sebelah kiri sejajar
dengan dada dan tangan
kanan sejajar dengan
pinggang. Jika ke arah
kiri tangan sebelah kanan
sejajar dengan dada dan
tangan kiri sejajar dengan
pinggang. Hitungan 1-2
kanan, hitungan 3-4 kiri,
hitungan 5-6 kanan,
hitungan 7-8 kiri.
tangan
hitungan 1-6
mengikuti
gerak tangan
dan kaki serta
7-8
menghadap
pasangan.
sedikit di
busungkan
ke depan
serta
mengikuti
gerak
tangan dan
kaki
hitungan
1-8.
selanjutnya
mengulang
gerak
berputar
kanan dan
kiri
17. Ikat sapu
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
124
tangan (balas
putar)
♂ Laki-laki
(samping
kanan)
♀
Perempuan
(samping kiri
Kaki melangkah
dengan rentak
musik (double step)
kanan, kiri, kanan
lalu kiri, kanan, kiri
dan sedikit
mendak. Hitungan
1-2 kaki kanan
melangkah,
berbalik 3-4 di
ikuti kaki kiri
melangkah,
hitungan 5-6
berada disamping
kanan pasangan
kaki kanan yang
melangkah, 7-8
kaki kiri yang
melangkah berada
di samping kanan
pasangan sekaligus
berputar setengah
lingkaran ke arah
kiri.
Hitungan 1-2 sapu tangan
silang atau X di balik
tangan kiri sejajar dengan
dada tangan kanan sejajar
dengan pinggang, 3-8
berputar ke arah kiri
bersamaan dengan
pasangan.
Pandangan ke
arah
pasangan 1-8.
Badan
sedikit di
busungkan
kedepan
serta
mengikuti
gerak
tangan,
kaki dan
kepala
hitungan
18.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
125
18. Kembali ke
posisi semula
♂ Laki-laki
(sebelah
kanan)
♀
Perempuan
(sebelah kiri)
(gerakan
diulang untuk
arah sebelah
kanan)
Kaki melangkah
dengan rentak
musik (double step)
kanan, kiri, kanan
lalu kiri, kanan, kiri
dan sedikit
mendak. Hitungan
1-2 kaki kanan
terlebih dahulu
melangkah, 3-4 di
ikuti kaki kiri
melangkah, 5-6
kaki kanan yang
melangkah, 7-8
kaki kiri yang
melangkah.
Kembali ketempat
semula.
Sapu tangan di mainkan
secara bergantian. Jika ke
arah kanan tangan
sebelah kiri sejajar
dengan dada dan tangan
kanan sejajar dengan
pinggang. Jika ke arah
kiri tangan sebelah kanan
sejajar dengan dada dan
tangan kiri sejajar dengan
pinggang. Hitungan 1-2
kanan, hitungan 3-4 kiri,
hitungan 5-6 kanan,
hitungan 7-8 kiri.
Pandangan ke
arah sapu
tangan
hitungan 1-6
mengikuti
gerak tangan
dan kaki serta
7-8
menghadap
pasangan.
.
Badan
sedikit di
busungkan
kedepan
serta
mengikuti
gerak
tangan,
kaki dan
kepala
hitungan
1-8.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
126
BAB IV
FUNGSI DAN MAKNA TARI SAPU TANGAN
4.1 Tari Saputangan dalam Kehidupan masyarakat Pesisir Sibolga
Masyarakat Sibolga mayoritas suku Pesisir Melayu, dalam melaksanakan
kegiatannya berlandaskan pada ajaran agama Islam dan adat istiadat yang juga
dipengaruhi oleh suku Minangkabau dan Tapanuli, Aktifitas-aktifitas kegiatan
yang dilakukan mencerminkan kehidupan beragama dengan menjalankan syariat
dan adat istiadat yang berlaku. Sebagai pemeluk agama Islam, dalam
melaksanakan aktifitas tetap berpegang pada ajaran Islam termasuk dalam
aktifitas berkesenian, mereka tetap menjaga kesopanan, dengan menempatkan
aturan-aturan adat sebagai penjaga/pedoman dalam penyajiannya. Melalui
aktifitas kesenian, banyak hal yang dapat dipelajari, menyangkut dengan tata
tertib, norma, etika, dan estetika yang sarat dengan makna-makna untuk
kehidupan. Sehingga kesenian juga diatur dalam kehidupan mereka.
Tari Saputangan, sebagai tarian yang ada dalam kesenian sikambang, merupakan
tari hiburan yang ada dalam rangkaian upacara perkawinan masyarakat Pesisir
Sibolga. Penyertaan tarian dalam rangkaian acara merupakan bentuk kepedulian,
kepatuhan, terhadap adat yang dijunjung. Tarian dalam rangkaian tersebut
memiliki simbol dan makna dalam pengungkapan kebahagiaan, suka cita pada
kodrat sebagai ummat Nabi Muhammad yang menjalankan sunnahnya untuk
berumah tangga.
Kebahagiaan yang meraka wujudkan tertuang dalam unsur-unsur di dalam tari
Saputangan, bentuk-bentuk gerak, busana, musik iringan, syair, tempat
pertunjukan, merupakan ungkapan masyarakat, yang taat dalam menjalankan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
127
perintahnya. Sehingga tarian (tari Saputangan), disertakan dalam rangkaian acara
sebagai penyampai pesan dan hiburan bagi seluruh keluarga dan tamu undangan.
Perhatian yang besar pada kesenian, tampak dalam penyajian tari Saputangan
yang dijadikan sebagai tarian awal dalam rangkaian kesenian sikambang, dan
dijadikan sebagai penyambutan dalam acara malam baine yang dilaksanakan
dirumah calon pengantin wanita, dan dilakukan sebelum pelaksanaan pernikahan
dan acara resepsi.
4.2 Fungsi Tari Saputangan
Kajian fungsi tari Saputangan, sesuai dengan teori Soedarsono yang
mengemukakan bahwa fungsi tari pada kelompok-kelompk masyarakat di bagi
menjaddi 3 yaitu sebagai bagian dalam upacara, sebagai hiburan, dan sebagai
penyajian estetis, yang kemudian di lengkapi dalam Soedarsono dan Narawati,
bahwa fungsi tari ada dua yaitu, 1) tari yang berfungsi primer, 2) tari yang
berfungsi sekunder. Fungsi-fungsi tari ini sangat berkait erat dengan struktur
sosial masyarakat, dimana keseluruhan aktifitas yang mereka lakukan akan terus
hidup, walau individu-individu terus berganti. Dengan demikian, pendapat
Soedarsono menjadi tepat dalam menganaalisis fungsi tari saputangan dalam acara
malam baine.
Berkaitan dengan hal tersebut, aktifitas tari Saputangan tampak dilihat dari
bagaimana masyarakat Pesisir Sibolga, menempatkan tariannya dalam aktifitas
kehidupan mereka. Tampak jelas penyertaan tarian yang dilakukan dalam
kegiatan malam baine, yang terkhusus dilakukan untuk pengantin wanita.
Aktifitas ini dilakukan sebagai bentuk harmonisasi dan menjaga kesatuan bagi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
128
keutuhan keseluruhan perangkat yang ada. Tari Saputangan dengan keseluruhan
elemennya merupakan bahagian dari sistem sosial yang bekerja untuk mendukung
tegaknya budaya Melayu Pesisir. Melalui elemen-elemen tari, (busana, gerak,
musik iringan, syair, penari, tempat, ragam pola), secara internal tari Saputangan
memberikn dukungan pada keberlangsungan sistem sosial, yang intinya
penyatuan seluruh lapisan masyarakat.
Secara eksternal, tari Saputangan dengan keseluruhan elemen di dalamnya,
berfungsi memenuhi institusi sosial dalam aktifitas adat Melayu, salahsatunya
upacara adat perkawinan Melayu. Penyajian tari Saputangan dalam kesenian
sikambang, menjadi bahagian penting dalam tatanan upacara perkawinan adat
Melayu Sibolga. Sementara perkawinan itu sendiri adalah institusi yang berfungsi
utama untuk melanjutkan keturunan generasi penerus suku Melayu. Kemudian
dalam tataran yang lebih luas lagi, tari Saputangan adalah bahagian dari
kebudayaan Melayu, berdasarkan pada aturan dalam adat. Aktifitas kesenian yang
berlandaskan pada konsep adat Melayu yaitu; adat bersendi syarak, dan syarak
bersendi kitabullah. Artinya bahwa kebudayaan Melayu beradasarkan pada adat,
dan wahyu Allah berupa ajaran-ajaran agama Islam. Jadi konsep, kegiatan, tari
Saputangan, adalah bahagian dari adat dan kebudayaan Melayu.
4.2.1 Fungsi Primer (Ritual, Ungkapan Pribadi, Estetik)
Penjelasan tentang fungsi menurut Soedarsono dan Narawati seperti yang sudah
dijelaskan pada Bab I, fungsi tari Saputangan alam upacara perkawinan mencakup
fungsi primer dan fungsi sekunder. Berkaitan dengan hal itu, fungsi primer dalam
tari Saputangan berupa terdapat fungsi ritual, ungkapan pribadi, estetik, dan mata
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
129
pencaharian. Apabila dilihat dari rangkaian acara malam baine, maka fungsi tari
Saputangan adalah sebagai sarana ritual, yang menjadi bagian penting dan
diutamakan untuk memeriahkan acara malam baine. Tarian ini menjadi bagian
tidak terpisahkan dari serangkaian upacara adat perkawinan Melayu, walupun saat
ini penyajian tari Saputangan pada malam berinai sudah mulai ditiadakan,
dikarenakan banyak faktor yang menjadi penyebabnya. Tari Saputangan berfungsi
ritual, dikarenakan penyertaan tari yang dilaksanakan pada awal acara malam
baine, untuk menyambut para tamu dalam mengikuti rangkaian acara yang
dilaksanakan di rumah pengantin wanita, yang dipercayai utnuk menjaga agar
tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Acara ritual malam baine, dilakukan sebagai bentuk penjagaan, pengawasan,
pengamanan, sebelum acara pernikahan dilakukan. Penyertaan tari disiapkan
bersamaan dengan kelengkapan lainnya seperti, daun inai yang akan dilekatkan di
kuku jari-jari pengantin, yang sebelumnya telah dihaluskan dengan acara ritual.
Penyertaan tari dimulai dengan musik sikambang, yang dilanjutkan dengan tari
Saputangan, prosesi pemberian dan pelekatan inai kepada pengantin, dan lain
sebagainya.
Masyarakat Melayu dalam ritual malam berinai, melakukannya dengan tata
aturan yang sudah ditentukan oleh ketua adat, dan tokoh agama, yang menyatu
dalam doa, agar pelaksnaan upacara perkawinan mendapat keberkahan.
Penyelenggara acara (orang tua) pengantin yang sebelumnya telah melakukan
musyawarah dengan keluarga, tetangga yang dituakan, tokoh agama, untuk
menentukan perangkat yang harus ada dalam rangkaian upacara, telah berupaya
mengikuti tata aturan tersebut. Musyawarah dilakukan untuk mendapatkan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
130
kebaikan tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan pelaksanaan upacara
perkawinan. Dengan demikian ritual dalam palaksanaan upacara harus dilakukan
denhan sebaik-baiknya.
Selain berfungsi ritual, pada dasarnya semua tari berfungsi sebagai ungkapan
emosional dari pribadi-prinadi yang melakukannya, baik melalui gerak yang
dihasilkan maupun penyajiannya. Ungkapan emosional penyajiannya tertuang
melalui teknik gerak tarian itu sendiri, sehingga daripadanya akan muncul suatu
ungkapan dari setiap gerakan tarian yang disajikan. Pengungkapan gerak tari yang
dihasilkan dari Tari sapu tangan secara otomatis akan menimbulkan emosi bagi
para penari itu sendiri maupun orang yang melihat tari itu. Musik Sikambang
sebagai pengiring tari ini akan berpengaruh juga bagi para pemusik, dimana musik
akan membangkitkan emosi atau semangat untuk menari. Dengan menghayati
setiap musik yang dimainkan, maka akan timbul suatu kesadaran yang dapat
membantu mengekspresikan emosi, baik itu bagi pemain musik maupun para
penari.
Tari Saputangan berfungsi estetik. Penilaian estetika seseorang dipengaruhi oleh
ketajaman penghayatan, suasana emosional, kebebasan, selera, pengalaman,
keleluasaan apresiasi, ide keindahan, kebenaran, kenikmatan, realitas, sistem nilai,
dan rasa aman, karena nilai- nilai tradisi yang telah mapan dalam moral, agama,
prinsip, politik, sosial, dan elemen-elemen magis mungkin tidak disadari adanya.
Menurut Ellfeldt (1976: 136), estetika membahas tentang teori filosofis tanpa
memberi rumus objektif atau bukti-bukti, yang sasarannya untuk membahas
aspek-aspek nilai dari sebuah penghayatan. Pembahasan yang pada kajian yang
berfungsi estetik tari saputangan, bukan berarti melupakan kaitan nilai-nilai
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
131
keindahan tari dengan nilai-nilai budaya Melayu yang lain, karena pertama,
sebuah karya seni tidak bertanggung jawab atas kualitas dan penerimaannya oleh
penonton. Tanggung jawab ini dipikul oleh keadaan budaya asal karya tersebut.
Karya seni bukan sebuah benda yang ditempelkan begitu saja kepada sekelompok
masyarakat. Kedua, karya seni timbul dari kualitas yang menjadi ciri-ciri pokok
dari masyarakat induknya. Jika masyarakat yang menghasilkan berantakan, maka
karya seni yang dihasilkan akan mencerminkan gambaran di atas. Jika masyarakat
yang menghasilkannya kokoh dan moralistik, maka keseniannya pun akan
menggambarkan hal yang serupa (Nikolais, 1956: 74).
Tari saputangan adalah seni tari yang dipadu dengan seni musik, yang menyatu
dalam satu rangkaian, memiliki pesan dari properti saputangan sebagai simbol
ikatan dalam perkawinan. Kesenian ini sudah hidup cukup lama tanpa diketahui
siapa penciptanya, dan berkembang hingga sekarang. Dalam tari saputangan tidak
hanya simbol percintaan yang dimunculkan, namun sebagai sebuah tarian,
keindahan dalam penyajian juga menjadi satu susunan tanpa meninggalkan etika
dari konsep tariannya.
Sebagai sebuah tarian, tentunya penyajiannya bukan hanya melakukan gerak-
gerak saja. Tari Saputangan ditarikan dengan berpasangan artinya dilakukan oleh
penari laki-laki dan perempuan. Dalam menarikannya, penari harus dapat
mengungkapkan pesan dari tarian yang menjelaskan tentang sepasang kekasih
yang berakhir dengan pernikahan. Pola-pola gerak yang dilakukan menunjukkan
percintaan yang tetap menjaga sopan santun dan, menggunakan Saputangan
berwarna kuning sebagai jarak yang menjelaskan bahwa mereka belum mukhrim.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
132
Sopan, santun menjadi estetik dalam tari Saputangan, dikarenakan kesemua
elemen tari memiliki aturan dalam penyajiannya. Dalam pola-pola gerak terlihat
kehati-hatian penari dalam menari sambil memutar keatas dan kebawah dari
Saputangan yang dijepit di kedua jari. Bentuk kaki yang berjalan dengan langkah
celatuk, memperlihatkan estetik dengan keteraturan dalam menjalankan perintah
agama. Pola-pola ini tidak hanya diciptakan begitu saja, namun mereka
menciptakan dengan patokan adat dan ajaran agama Islam. Sehingga gerak-gerak
yang dihasilkan tidak dinikmati dari bentuk saja, tetapi keindahan akan terlihat
dari pemaknaan yang bertopang pada adat dan agama. Begitu juga dengan elemen
tari lainnya, di mana musik iringan memberi irama dengan ketukan teratur, yang
dijadikan pedoman dalam menari. Ke semua ini memberikan fungsi estetis bagi
masyarakat, bagi penari, dan bagi penikmat.
4.2.2 Fungsi Sekunder
Selain berfungsi primer, tari Saputangan juga memiliki fungsi sekunder. Fungsi
sekuder dalam tari ini terdapat pada fungsi sebagai sarana ekonomi atau mata
pencaharian, dan komunikasi.
1) Sebagai sarana ekonomi;
Di dalam setiap kegiatan, tari Saputangan bukanlah sebagai media utama, namun
di dalamnya terdapat fungsi ekonomis, dimana setiap penyajiannya, pelaku seni
(penari, pemusik) akan mendapatkan dan mengharapkan imbalan, yang biasanya
diterima dalam bentuk uang. Selain untuk imbalan bagi penari, uang yang
diterima juga untuk kebutuhan kelengkapan penyajian tari seperti, make up,
sanggul, sewa busana, perlengkapan tata rias, property dan lain sebagainya.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
133
Kebutuhan untuk dana ini tentunya didapatkan dari imbalan yang diterima. Hal ini
juga dilakukan karena suku Melayu tidak mengenal sistem kekerabatan yang
mengharuskan peserta/keluarga untuk menari dalam kelengkapan acara-acara adat
mereka.
Kebutuhan adanya penari khusus dalam menarikan tari Saputangan, tentunya
memberikan peluang untuk berbagai dengan orang lain, dalam mendapatkan
berkah dari upacara adat perkawinan. Penyelenggara dengan khusuk, menyiapkan
rangkaian acara termasuk tarian, namun tidak turut serta dalam menarikannya.
Penyertaan kesenian selain tertuyang dalam tata aturan adat perkawinan, tarian
juga menjadi hiburan bagi seluruh yang hadir.
Kebahagiaan akan tampak dari setiap pelaku dalam acara ini. Ungkapan rasa
senang, bahagia yang menjadi inti pesan dalam tarian tampak jelas dalam wujud
ekspresi yang diberikan.
2). Komunikasi
Musik Sikambang dalam hal ini sebagai musik pengiring Tari Sapu Tangan akan
menghasilkan melodi dan ritem yang baik apabila ada komusikasi dari setiap alat
musik yang dimainkan, maka akan menghasilkan tatanan musik yang baik juga.
Begitu juga dengan Tari Sapu Tangan, masing-masing penari juga harus
melakukan komunikasi yang baik agar setiap gerakan yang dihasilkan juga baik.
Tidak hanya masing-masing penari tetapi penari juag harus saling berkomunikasi
dengan pemusik agar setiap gerak dapat digerakkan dengan baik dan indah sesuai
dengan musik yang dimainkan.
Fungsi komunikasi dari Saputangan juga sebagai perantara untuk berkomunikasi
dengan orang-orang yang melihat tarian ini dan terkhusus dalam acara Adat
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
134
malam berinai ini adalah kedua mempelai. Dimana dalam Tari Saputangan ini
ingin mengkomunikasikan kepada pengantin akan harapan-harapan dalam
mendapatkan sebuah keturunan dan menjaga sebuah keluarga yang baik dan
harmonis kedepannya.
Komunukasi yang diungkap dalam tarian ini merupakan komunikasi non verbal
yang tergambar pada elemen-elemen tari yaitu; elemen gerak, pola lantai, busana,
penari, syair, dan lain sebagainya. Kesemua ini membangun komunikasi berkaitan
dengan pelaksanan upacara perkawinan, yang tentunya mengharapkan
pelaksanaan upacara dapat berjalan baik, dan kedua pengantin akan menjadi
keluarga yang sakinah, mawaddah dan warohmah, sesuai dalam ajaran Islam
4.2.3 Fungsi Pengungkapan Emosional
Pada dasarnya semua tari berfungsi sebagai pengungkap emosional, baik melalui
gerak yang dihasilkan maupun penyajiannya. Emosional penyajiannya tertuang
melalui teknik gerak tarian itu sendiri, sehingga daripadanya akan muncul suatu
ungkapan dari setiap gerakan tarian yang disajikan. Pengungkapan gerak tari yang
dihasilkan dari Tari sapu tangan secara otomatis akan menimbulkan emosi bagi
para penari itu sendiri maupun orang yang melihat tari itu. Musik sikambang
sebagai pengiring tari ini akan berpengaruh juga bagi para pemusik, dimana musik
akan membangkitkan emosi atau semangat untuk menari. Dengan menghayati
setiap musik yang dimainkan, maka akan timbul suatu kesadaran yang dapat
membantu mengekspresikan emosi, baik itu bagi pemain musik maupun para
penari.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
135
4.2.4 Fungsi Hiburan
Dalam pelaksanaannya Tari Saputangan dalam acara Adat malam baine ini juga
merupakan sebagai hiburan. Hiburan bagi masyarakat sekitar, keluarga kedua
mempelai dan terutama untuk kedua mempelai. Hal tersebut dapat dilihat dari
masyarakat dan keluarga yang setia menikamati acara malam baine ini sampai
selesai, padahal acara ini selesai sampai tengah malam.
Tari Saputangan dalam upacara perkawinan, selain sebagai pelengkap kegiatan
upacara adat perkawinan, tari ini juga menjadi hiburan bagi masyarakat
(penyelenggara, pengantin, undangan, penari dan pemusik sebagai pengiring
tarian). Kehadiran tari sapu tangan di dalam masyarakat mendapat tempat yang
cukup baik, karena tarian ini tidak hanya disajikan pada kegiatan upacara
perkawinan saja, namun tari sapu tangan juga dapat disajikan pada berbagai
kegiatan lain sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan lingkungannya. Di
samping berfungsi dalam kegiatan upacara-upacara, tari Saputangan juga
ditampilkan hanya sebagai tontonan saja, untuk membangkitkan rasa estetis pada
masyarakat, dan sebagai hiburan bagi mereka setelah selesai beraktifitas. Tari
sapu tangan sebagai fungsi seni pertunjukan lebih mengarah pada seni hiburan
atau menghibur masyarakat, yang dipentingkan di dalam tariannya adalah sebagai
rasa riang gembira atau ungkapan kegembiraan, dan sebagainya.
Tari saputangan yang berfungsi sebagai tontonan atau hiburan di dalam
masyarakat, dapat dibedakan menjadi dua yaitu sebagai hiburan untuk
memberikan kesenangan bagi orang lain. Fungsi hiburan di sini di titik beratkan
agar penonton atau orang lain mendapatkan kesenangan dan kegembiraan.
Sedangkan yang kedua untuk diri pribadi., yang diperuntukkan bagi pihak
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
136
penyelenggara, dan juga untuk penyaji (penari, pemusik). Tari saputangan dapat
berfungsi sebagai hiburan diri pribadi karena kegiatan tari tersebut dapat
memberikan rasa bahagia, rasa senang, dan rasa kepuasan yang dapat dinikmati
menurut selera dan keinginan sendiri. Hal ini dapat tentunya dapat memberikan
dampak yang baik, karena mereka dapat melupakan segala kesulitan dengan
memberikan sajian tarian yang menarik.
Penyajian tari sapu tangan sebagai hiburan dapat dipentaskan untuk merayakan
keberhasilan, memeriahkan peringatan hari-hari besar nasional, menyambut tamu
untuk kepentinga lembaga pemerintahan maupun lembaga swasta, serta disajikan
juga pada paket wisata oleh Departemen Pariwisata, dan sebagainya. Walaupun
terlihat fungsinya lebih menonjol sebagai tontonan atau hiburan, namun hubungan
terhadap nilai-nilai agama da adat sangat erat. Ini terlihat dengan unsure-unsur
yang membangun dalam kesatuan tarian yang memiliki pemaknaan bagi
masyarakatnya.
4.2.5 Fungsi Komunikasi
Musik sikambang dalam hal ini sebagai musik pengiring Tari Saputangan akan
menghasilkan melodi dan ritem yang baik apabila ada komusikasi dari setiap alat
musik yang dimainkan, maka akan menghasilkan tatanan musik yang baik juga.
Begitu juga dengan Tari Saputangan, masing-masing penari juga harus melakukan
komunikasi yang baik agar setiap gerakan yang dihasilkan juga baik. Tidak hanya
masing-masing penari tetapi penari juga harus saling berkomunikasi dengan
pemusik agar setiap gerak dapat digerakkan dengan baik dan indah sesuai dengan
musik yang dimainkan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
137
Fungsi komunikasi dari Sapu Tangan juga sebagai perantara untuk berkomunikasi
dengan orang-orang yang melihat tarian ini dan terkhusus dalam acara Adat
malam baine ini adalah kedua mempelai. Di mana dalam Tari Sapu Tangan ini
ingin mengkomunikasikan kepada pengantin akan harapan-harapan dalam
mendapatkan sebuah keturunan dan menjaga sebuah keluarga yang baik dan
harmonis kedepannya.
Komunukasi yang diungkap dalam tarian ini merupakan komunikasi non verbal
yang tergambar pada elemen-elemen tari yaitu; elemen gerak, pola lantai, busana,
penari, syair, dan lain sebagainya. Ke semua ini membangun komunikasi
berkaitan dengan pelaksanan upacara perkawinan, yang tentunya mengharapkan
pelaksanaan upacara dapat berjalan baik, dan kedua pengantin akan menjadi
keluarga yang sakinah, mawaddah dan warohmah, sesuai dalam ajaran Islam.
4.2.6 Fungsi Pengesahan Lembaga Sosial dan Upacara Adat
Dalam upacara Adat malam baine, fungsi Tari Saputangan sebagai pengesahan
atau menandakan bahwa sedang diadakan acara Adat malam berinai. Musik
sikambang memiliki peranan penting dalam acara tersebut, apalagi jika musik
sikambang tidak ada maka Tarisapu tangan tidak akan berlangsung dalam acara
adat malam baine tersebut. Dengan adanya acara malam baine akan
menyempurnakan acara adat tersebut. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
penggunaan musik Sikambang dalam acara adat malam Sikambang adalah sebagai
fungi pengesahan lembaga sosial dan upacara agama.
Selanjutnya sebagai kegiatan hiburan, tari saputangan juga sebagai penyatu
masyarakat sekitar. Hal ini dibuktikan dengan adanya penampilan tari-tarian dan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
138
musik dalam acara Adat Malam baine ini masyarakat sekitar bersama-sama hadir
dan melibatkan diri membantu terwujudnya acara tersebut. Hal ini juga terlihat
dimana dalam Tari Saputangan keindahan gerak yang dibawakan oleh penari. Ini
terjadi karena adanya kerjasama dan kesatuan dengan musik pengirngnya, karena
kalau tidak ada kekompakan pasti akan terjadi kekacauan diantara pendukung
acara. Dengan demikian kehadiran Tari Saputangan yang diringi Musik
Sikambang ini berfungsi sebagai benda pengintegrasian bagi individu-individu
yang ada didalamnya.
4.2.7 Fungsi Pengintegrasian Masyarakat
Selain berfungsi sebagai hiburan, Tari Saputangan yang diiringi Musik sikambang
juga digunakan untuk menyatukan masyarakat sekitar. Hal ini dibuktikan dengan
adanya penampilan tari-tarian dan musik dalam acara Adat Malam baine ini
masyarakat sekitar bersama-sama hadir dan melibatkan diri membantu
terwujudnya acara tersebut. Hal ini juga terlihat di mana dalam Tari Sapu Tangan
keindahan gerak yang dibawakan oleh penari. Ini terjadi karena adanya kerjasama
dan kesatuan dengan musik pengiringnya, karena kalau tidak ada kekompakan
pasti akan terjadi kekacauan di antara pendukung acara. Dengan demikian
kehadiran Tari Saputangan yang di ringi Musik sikambang ini berfungsi sebagai
benda pengintegrasian bagi individu-individu yang ada didalamnya
4.3 Makna Tari Saputangan
Berdasarkan teori semiotik Saussure yang menjelaskan tentang penanda dan
petanda, maka analisis kajian makna tari saputangan di analisis bedasarkan teori
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
139
tersebut. Pada pemahaman ini Saussure melihat tanda dan simbol dan
penggunaannya atau penafsirannya. Dalam analisisnya Saussure menjelaskan
bahwa tanda tidak hanya dalam benyuk bunyi, tetapi juga dalam bentuk
pemahaman. Yang kemudian berdasarkan ini ia membagi tanda menjadi dua
komponen, yaitu penanda (atau “citra bunyi”) dan petanda (atau “pemahaman”).
Penjelasan ini juga dikuatkan oleh Hjelmslev, bahwa penanda merupakan sesuatu
yang bersifat materialistic (yang bisa di inderakan), sementara petanda adalah
konsep pikiran.
Berdasarkan pemahaman ini, dikaitkan pada penyajian tari saputangan pada acara
malam baine dilihat dari wujud/bentuk tari saputangan sebagai penanda, dan
petanda yang dianalisis dari makna dalam penyajian tari saputangan secara
keseluruhan dengan elemen-elemen pendukungnya. Seperti yang juga di
kemukakan oleh Tengku Luckman Sinar, bahwa sejatinya seni tari, drama, dan
musik adalah hasil kreasi seni dan juga menjadi bagian dari sistem sosial. Begitu
juga dengan penyajian tari saputangan pada masyarakat Pesisir Sibolga, dimana
seni menggerakkan tubuh ini memiliki makna simbolis, baik secara konteks
budaya, estetika maupun identitas kelompok etnik (Wulf, 2010) dan seni
pertunjukan memberikan role of model bagi pemilik kebudayaan dan penonton
yang hadir pada saat ritual, upacara, dan serta peringatan serta ajang
festival/karnaval.
4.3.1 Susunan Tarian
Tari Saputangan dalam rangkaian upacara perkawinan suku Melayu
Sibolga, disajikan melalui rangkaian dalam kesenian sikambang. Tari Saputangan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
140
menjadi tarian awal dari empat tari yang disajikan yaitu 1) tari Saputangan, 2) tari
payung, 3) tari selendang, dan 4) tari anak. Pada awalnya penyajian tari tidak
hanya empat tari saja, tetapi ada beberapa tari lai seperti tari sampaya, tari perak-
perak, dan tari cek siti. Namun saat ini ketiga tarian ini tidak lagi disertakan,
karena masyarakat tidak lagi mengetahui dengan pasti bentuk dari tarian.
Penyajian keempat tarian ditarikan secara berurutan dengan pemasangan inai
setelah tari payung dan dibuka setelah penyajian tari anak. Penjelasan dan fokus
pada tari Saputangan dalam tesis ini, dikarenakan, dalam tari Saputanganlah yang
menjelaskan isi cerita, pemaknaan dari rangkaian upacara perkawinan pada acara
malam baine. Sehingga tarian ini juga disajikan pada awal acara yang dilanjutkan
dengan tari yang lain, dan diakhiri dengan nyanyian yang disebut juga dengan
badampeng.
Pola-pola gerak yang terdapat pada ragam I hingga ragam IV, mencerminkan
jalannya kehidupan dari calon pengantin, yang menjadikan tarian ini diletakkan
pada tahapan 1. Susunan dari pola gerak, pola lantai, arah hadap, dalam masing-
masing ragam juga menjelaskan keteraturan tahapan tarian untuk dilakukan secara
terstruktur. Tahapan ini menunjukkan hubungan tari dalam kehidupan sosial
masyarakat, dengan menempatkan pada posisi di awal. Acara.
Seluruh keluarga, orang tua, beserta tamu undangan khusus mengikuti rangkaian
ini dengan baik, yang menunjukkan jalinan hubungan dalam kehidupan
masyarakat, dengan penempatan posisi dari masing-masing. Sehingga penyajian
tari Saputangan serta rangkaian acara dalam kesenian dampeng, menjadi satu
rangkaian utuh yang tidak dapat dipisahkan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
141
Susunan tarian dengan menempatkan tari Saputangan di awal acara juga
menunjukkan akan dimulainya acara malam berinai, serta memberikan
pengabaran pada seluruh keluarga yang mengikuti, untuk dapat bersiap-siap
melaksanakan malam baine. Malam berinai sendiri menjadi penting dalam
rangakaian upacara perkawinan. Pemasangan inai di jari-jari pengantin, bukan
hanya untuk keindahan saja, tetapi lebih menitik beratkan pada kepercayaan
dalam menjaga jalannya kegiatan acara. Selain itu dihadirinya acara oleh pemuka
agama yang membawakan doa-doa yang dipanjatkan kepada Allah SWT,
memberikan kekuatan bagi calon pengantin dan seluruh keluarga untuk
keberkahan, keselamatan, dan kelancaran dalam pelaksanaan upacara perkawinan.
Tari Saputangan adalah gambaran hidup masyarakat Sibolga, dengan sistem adat
dan agama yang dijadikan pedoman, untuk membina hubungan diantara manusia
dengan masyarakatnya, manusia dengan TuhanNya, yang tercermin dalam
keseluruhan rangkaian acara adatnya. Berkumpulnya keseluruhan peserta upacara
adat, memberikan pemaknaan hubungan di antara mereka semua yang juga tidak
melupakan ajaran Agama dengan memulai acara setelah selesai waktu sholat (Isa).
Sehingga hubungan antara manusia dengan Tuhan tampak jelas dalam acara ini,
melalui sholat sebagai tempat manusia untuk menghadap Tuhan-Nya, dalam
menunaikan kewajiban. Acara malam baine, juga menjadi tempat berkumpulnya
keluarga, yang sebelumnya jarang bertemukarena berbagai hal, dan sebagai
tempat mendirikan silaturrahim yang dimuliakan dalam Islam.
4.3.2 Makna Gerak
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
142
Kajian makna dengan analisis penanda dan petanda juga dapat dianalisis dan di
kategorikan dalam tabel di bawah ini yang selanjutnya akan dijelaskan dalam
poin-poin yang menuju pada mkana secara keseluruhan.
Tabel 4.1 Petanda dan Penanda dalam Ragam Tari Saputangan
No Unsur dalam
tari
Penanda (bentuk) Pertanda (makna)
1 Gerak
Ragam 1.
Motif gerak menghormat
dengan mengangkat kedua
tangan ke depan
Kesopanan, tanda hormat,
ungkapan memulai suatu
pekerjaan yang diawali
dengan permohonan pada
Allah selaku umat muslim
2 Ragam II Motif gerak menyilangkan
saputangan
Memiliki makna
bahwasanya pasangan itu
sudah mengikat janji untuk
sehidup semati dalam
membina rumah tangga
yang baik sampai beranak
cucu.
3 Ragam III Motif gerak mengayunkan
kedua tangan disamping
kanan dan kiri bergantian
Memiliki makna bahwa
pasangan itu sudah siap
untuk membina hubungan
sampai ke jenjang
pernikahan dan sudah
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
143
mendapat persetujuan dari
kedua belah pihak,
sehingga pasangan itu
saling mengantarkan satu
sama lain dalam setiap
pertemuan mereka
4 Ragam IV Motif gerak menyatukan
saputangan dan berjalan
bersisian dengan arah hadap
yang berlawanan
Memiliki makna pasangan
itu sudah sepakat untuk
menjalin hubungan yang
baik dan melanjutkannya ke
jenjang pernikahan
Catatan: penjabaran dalam ragam-ragam di atas merujuk pada penjabaran pada
bab III, tabel 3.2.
Tari Sapu Tangan memiliki makna tari yang indah untuk menuntun pergaulan
muda-muda dan mudi-mudi sesuai dengan aturan agama dan tata sopan santun
yang hidup dan berkembang di daerah pesisir Sibolga, dimana masing-masing
ragam memiliki makna yang berbeda satu sama lain sesuai dengan gerakannya,
tari ini adalah jenis tari yang menunjukkan ke bahagiaan. Di dalam kesenian
Sikambang hanya tari sapu tangan yang menunjukkan ke gembiraan.
Adapun makna tari yang terkandung dalam gerakan tari sapu tangan atau tari
kapri yaitu menggambarkan tari muda-mudi yang ingin mengajuk hati dalam
memcari pasangan hidupnya, baik menurut pandangannya, menurut pandangan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
144
orang tuanya, dan pandangan masyarakatnya. Hal ini dilakukan agar dapat
melihat hati calon masing-masing biar tidak salah pilih karena menyangkut masa
depan berumah tangga dihari yang akan datang.
Secara makna, bentuk-bentuk gerak dalam tari Saputangan memiliki arti dalam
kehidupan masyarakat Pesisir Sibolga. Tari ini menceritakan tentang kisah
percintaan dari pertemuan pertama hingga pernikahan. Dari keseluruhan susunan
tarian, terdapt 4 (empat) ragam gerak yang masing-masing menceritakan kisah
percintaan.
Bentuk-bentuk gerak yang ada dilakukan secara berulang, dengan pola-pola gerak
yang sama. Apabila diamati, bentuk gerak yang ada dari awal hingga akhir hanya
terdiri dari dua bentuk saja, hanya arah hadap dan pola lantai yang berubah
mengikuti ragam dalam tarian. Bentuk gerak tari Saputangan sangat sederhana
dan lebih mengutamakan pada gerakan memainkan Saputangan yang digerakkan
keatas dan kebawah. Gerakan penari laki-laki dan perempuan tidak memiliki
perbedaan, melakukan gerak berjalan langkah celatuk dengan tempo lambat,
berputar pindah tempat dan kembali ketempat semula, mundur, maju kesamping.
Bentuk gerak yang dilakukan dengan pola lantai dan arah hadaplah yang
menjadikan tarian ini menjadi menarik.
Gambar. 4.1 Pola gerak permainan Saputangan yang mendominasi tarian (Dok,
Dwi Irna Hasana 2019)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
145
Penentuan empat ragam, menunjukkan empat arah mata angin yang memberikan
pemaknaan bahwa setiap tindakan memiliki arah dan tujuan dan menjauhi
ketersesatan. Selain itu empat arah mata angin juga menunjukkan penerimaan luas
dari masyarakat kepada pasangan yang akan menjalankan hidup berumah tangga.
Ragam I, Motif gerak hormat, menjadi gerak awal dan sebagai pembuka tarian.
memiliki makna sopan dan santun sebelum mulai menari, yang berarti mohon izin
kepada seluruh masyarakat yang hadir, sebagai bentuk kesopanan. Bentuk gerak
meregangkan kedua tangan di depan dada, dengan duduk bersimpuh,
menunjukkan kerendahan hati, kemudaan pikiran, karena pengantin masihlah baru
memulai hidup baru, sehingga banyak hal yang tidak diketahui dan harus
dipelajari. Untuk itu mereka meminta kepada yang tua-tua dapat mengajarkan arti
hidup dalam berumah tangga.
Gambar 4.2 Ragam I, merupakan ragam pembuka dengan sikap badan duduk
bersimpuh (perempuan), laki-laki duduk berlutut, membuka kedua tangan
menghadap kedepan (Dok. Dwi Irna Hasana 2019)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
146
Ragam II dalam tari Saputangan, dimulai dengan perkenalan dengan keluarga
masing-masing yang ditandai dengan berjalan membentuk huruf C ke arah kiri,
kaki melangkah kanan, kiri, kanan lalu kiri, kanan, kiri dan sedikit menekukkan
kaki, serta berpindah tempat. Bentuk gerak ini memperlihatkan kedua psangan
sudah semakin dekat dan saling memahami serta berjanji yang didekatkan dengan
saling perkenalan dengan keluarga untuk menuju pelamaran.
Gambar 4.3 Pola gerak perkenalan kepada orang tua masing-masing ditandai dengan
bentuk gerak membawa Saputangan kesamping kanan dan kiri bergantian (Dok. Dwi Irna
Hasana 2019).
Masa perkenalan dan penyesuaian diri dengan keluarga dari masing-masing calon
pasangan juga tergambar pada ragam II. Gambaran tentang keluarga calon
masing-masing, akan disampaikan pada keluarganya untuk mendapatkan
kepastian akan kelanjutan hubungan, dan memastikan hati dari kedua pasangan
apakah mereka benar-benar sudah tepat mendapatkan pasangan hidupnya. Selain
kedua calon pengantin, keluarga dan sanak saudara juga perlu untuk mengetahui
bagaimana hubungan di antara keluarga, agar “bibit, bebet, bobot” sesuai dengan
yang diharapkan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
147
Bentuk-bentuk gerak untuk penggambaran ini diungkapkan penari dengan
ekspresi dalam mencari kepastian, keseriusan, walau tetap menunjukkan wajah
yang tidak kaku, atau tetap tersenyum dengan pandangan (penari laki-laki) yang
lebih tajam dari penari perempuan. Bentuk-bentuk gerak mengayunkan
Saputangan ke kiri dan kanan, serta melangkah mengikuti tempo musik, adalah
bahagian dari kewaspadaan, keseriusan dalam pemaknaan tarian.
Keraguan, kepastian, ketetapan, sebelum pelamaran merupakan gambaran pada
ragam III. Kedua keluarga sudah sepakat untuk menjalin hubungan yang baik
tanpa adanya keraguan, dikarenakan mereka sudah mendapat gambaran tentang
keluarga calon masing-masing. Berita tentang penerimaan ini tentunya
memberikan kebahagiaan pada calon pengantin, dengan membawa berita tersebut
ke keluarganya untuk menjelaskan bahwa keduanya sudah sepakat dalam
membina hubungan yang baik. Kekhawitaran keluarga dengan menerima berita
bahagia, telah hilang/pupus dengan penerimaan mereka untuk melanjutkan
hubungan kedua calon dalam tahap pelamaran.
Ekspresi kebahagiaan terdapat pada pola lantai serta arah hadap penari (lihat tabel
3.2 no..), menuangkan makna dari ragam III (lihat tabel 4.1 no 3), menjelaskan
tidak ada lagi keraguan di antara calon pengantin maupun kedua keluarga untuk
menerima hubungan ini. Mereka dengan kebahagiaan yang penuh menerima dan
menyiapkan semua keperluan, menuju pelamaran dengan mempersiapkan hal-hal
yang berkaitan dengan acara peminangan. Kedua calon pengantin (anak daro dan
marapulai), turut serta dalam mempersiapkan hari peminangan. Kebahagiaan ini
tampak pada photo di bawah ini, dengan penyatuan saputangan yang diangkat
sejajar kepala, dengan tangan kiri berkacak pinggang.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
148
Gambar 4.4: Berputar dengan menyatukan kedua Saputangan, menunjukkan pola
penerimaan untuk melanjutkan hubungan. (Dok, Dwi Irna Hasana 2019)
Gambar di atas, memperlihatkan bentuk gerak penyatuan Saputangan
sambil melangkah memutar berpindah tempat, menjelaskan keseluruhan isi dari
ragam III. Pola berpindah dengan gerak meletakkan tangan kiri ke pinggang dan
tangan kanan saling menyatu, memberikan pesan yang dalam untuk kebahagiaan
dari sebuah hubungan. Pola ini juga memberikan pemaknaan bahwa sebuah
hubungan tidak bisa didapat dengan begitu saja, penuh liku-liku dan perjuangan
sehingga mendapat kebahagiaan. Pemaknaan ini juga menunjukkan sebagai
manusia yang akan melanjutkan hidupnya, haruslah siap menerima segala
rintangan, tidak boleh putus asa, karena akan banyak cobaan yang akan
menghadang.
Ragam IV sebagai ragam terakhir dari tari Saputangan, merupakan puncak dari
pencarian kedua calon pengantin dalam mencari pasangan hidupnya. Ragam III
ini ditandai dengan bentuk gerak menyatukan dan menyilangkan Saputangan
sebagai perwujudan dari menyatunya hubungan sampai ke jenjang pernikahan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
149
Bentuk-bentuk gerak yang demikian dengan langkah kaki berjalan seiring ke arah
kanan dan kiri, memutar dan berpindah tempat dengan pola yang sama, menjadi
pola gerak terakhir dalam tari Saputangan. Pemaknaan yang didapat dalam ragam
IV, menunjukkan perjuangan dalam menghadapai segala rintangan yang akan
didapat oleh setiap manusia. Pemaknaan ini, tidak hanya dilalui dengan begitu
saja, tetapi harus dimaknai sebagai pelajaran hidup yang akan mendewasakan
dalam mengambil sikap dan menentukan keputusan.
Gambar 4.5: Berjalan seiring dengan menyilangkan Saputangan menjadi pola
penyatuan hubungan .(Dok, Dwi Irna Hasana 2019)
Hidup tidak hanya diwarnai dengan kebahagiaan, tetapi hidup penuh dengan
segala persoalan yang harus dapat dihadapi dengan penuh ketaqwaan, untuk
mendapatkan segala keinginan. Melalui pola-pola gerak dalam tari Saputangan
banyak pelajaran yang didapat dalam mendapatkan sesuatu.
Dari seluruh rangakain gerak dalam setiap ragam, terlihat bahwa keindahan tidak
hanya dilihat dari bentuk gerak saja, pola lantai, arah hadap yang ciptakan, namun
kedalaman dari isi tarian yang menjadi penting untuk dapat dimaknai. Tari
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
150
Saputangan diciptakan tidak hanya untuk dinikmati secara aspek visual saja, tetapi
makna yang ada dalam tarian yang menjadikan tarian ini menjadi penting,
sehingga tarian ini ditempatkan pada posisi penting dalam rangkaian acara
perkawinan.
Apabila diamati dari sisi bentuk-bentuk gerak, terlihat gerak yang dilakukan dari
awal hingga tarian adalah sama. bentuk gerak yang ada berupa menghormat,
berjalan, berputar, menyatukan Saputangan, yang dilakukan secara berulang.
Namun pengutamaan dari tarian lebih menonjolkan pada sisi makna dalam tarian,
sekaligus sebagai pengajaran dan penghiburan untuk semua yang terlibat dalam
pelaksanaan upacara padat perkawinan.
4.3.3 Pola Lantai
Seperti yang sudah dijelaskan pada bagian gerak, pola lantai dalam tari
Saputangan lebih dominan dalam menunjukkan pemaknaan tarian. Bentuk-bentuk
gerak menyatu terjelaskan dalam pola lantai dan arah hadap, sehingga terlihat
bahwa tari Saputangan memiliki pola gerak yang beragam. Pola lantai tari
Saputangan seperti pola lantai berpasangan yang dilakukan dengan arah maju,
mundur, ke samping kanan dan kiri, berputar, melingkar, dan berganti tempat,
merupakan pola lantai dan sekaligus arah hadap yang menunjang pemaknaan
tarian.
Tari Saputangan biasanya di lakukan secara berpasangan laki-laki dan
perempuan dengan jumlah 2 sampai 6 orang penari. Penentuan jumlah penari
tidak ditentukan, hanya saja penari harus terdiri dari laki-laki dan perempuan,
namun bisa juga ditarikan oleh perempuan dan perempuan tetapi dalam konteks
pertunjukan yang lain. Dengan ketentuan tarian berpasangan, pola lantai yang ada
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
151
merujuk pada isi dari tarian yang lebih menekankan pada kisah percintaan.
Masing-masing pola lantai menceritakan isi dari bentuk gerak seperti pola lantai
berputar (lihat pada tabel 3.2 no 6).
Pola lantai berputar (lihat tabel 3.2 no 2) membuat lingkaran atau putar di
tempat, memberikan pemaknaan yang banyak tentang arti kehidupan. Apabila kita
membuat garis lingkaran, kita akan memulai dari satu titik awal lalu tarik dan
membuat pola melingkar menuju titik tersebut, maka kita akan melihat bahwa ada
sebuah kehidupan dimana jika titik awal adalah kelahiran, maka titik akhir pada
tempat yang sama adalah akhir dari kehidupan itu sendiri. Proses ini merupakan
pencarian dalam menjalani hidup yang lebih baik. Lingkaran memberikan kesan
dinamis, bergerak, memiliki kecepatan, sesuatu nyang berulang, tidak terputus.
Memiliki kualitas, dapat diandalkan, sesuatu yang sempurna, serta kehidupan.
Simbol ini memberikan kesan sebagai suatu peraturan yang tidak terlepas dari
prinsip dasar dan hukum alam, di mana pergerakan manusia dimulai dari lahir,
tumbuh, dan berkembang menjadi anak-anak, dewasa dan seterusnya. Dalam pola
ini ada kewajiban dan ada hak atau sebaliknya, seperti dalam pepatah “siapa
menabur angin, dia menuai badai”.
Selanjutnya pola lantai serong kanan dan serong kiri (lihat pada tabel 3.2 no 7),
atau samping kanan dan samping kiri. Pola lantai ini memberikan kesan sebagai
pembatas, dalam kamus bahasa Indonesia, garis ini memberikan arti melakukan
kecurangan. Berkaitan dengan tari Saputangan, pola lantai serong memberikan
pemaknaan untuk sebagai suami istri nantinya haruslah berlaku jujur dan
melakukan komunikasi yang baik untuk menghindari terjadinya perselisihan.
Setiap perbuatan, baik maupun salah haruslah disampaikan, jangan menyimpan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
152
permasalahan untuk menyimpan kebaikan, yang sesungguhnya akan
menimbulkan perselisihan.
Selanjutnya posisi satu baris dalam tari saputangan (lihat pada tabel 3.2 no 1)
memberi pemaknaan tentang kebersamaan dalam menjalani hidup dan bersama
untuk menanggung tnggyungjawab sesuai dengan posisi masing-masing, pola
lantai satu garis juga merupakan bentuk kepasrahan, keikhlasan, dalam menerima
cobaan yang datang untuk diselesaikan dan ditanggungjawabi bersama.
Pola lantai satu baris menjadi posisi awal dari tarian, dengan membuat pola duduk
sambil menegakkan tangan menghadap kedepan sebagi bentuk penghormatan.
Dari beberapa pola lantai yang dijelaskan di atas, terlihat bahwa,
penyusunan pola lantai berdasarkan pada arti dalam kehidupan. Para pencipta
tidak hanya berdasar pada pembuatan pola-pola gerak saja, namun pola yang
mereka ciptakan merupakan ungkapan dan pelajaran bagi generasi selanjutnya.
Melalu tarian banyak hal yang didapat tentang bagaimana bersikap, menghormati,
kejujuran, waspada dalam menghadapi rintangan dan cobaan, dan bersyukur. Arti
dalam kehidupan menjadi inti cerita dari tari Saputangan, untuk dapat dimaknai,
bahwa hidup hanya sekali, jadi berbuatlah baik, beramal sholeh, dan tidak
berpasrah diri, serta selalu mendekatkan diri dalam keimanan dan ketaqwaan.
4.3.4 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Pertunjukan
Upacara malam berinai suku Melayu dilaksanakan di rumah pengantin perempuan
yang dilakukan pada malam hari sekitar pukul 08.00 malam. Di mulai pukul 08.00
setelah sholat Isa yang menjadi kewajiban bagi umat Islam dilakukan hingga
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
153
pukul 12 malam. Pelaksaaan malam berinai ini dihadiri oleh keluarga dan pihak
orang tua pengantin sudah mempersiapkan inai yang akan dikenakan oleh
pengantin laki-laki dan perempuan. Sebelumnya inai akan dilekatkan ke calon
pengantin perempuan dan sebahagian lagi akan dibawa kerumah pengantin laki-
laki. Saat ini, pelekatan inai dilakukan sebelum pelaksanaan malam berinai,
dikarenakan apabila dilekatkan setelah rangkaian acara basikambang selesai,
ditakutkan calon penganting akan terganggu kecapekan, karena harus menunggu
hingga malam, sementara keesokan hari akan melaksanakan adat pernikahan.
Tempat pelaksanaan tari Saputangan disajikan di halaman rumah atau di dalam
rumah (apabila pemilik rumah memiliki ruang yang besar untuk menampung tamu
dan memberikan ruang bagi penari untuk menyajikan tarian) calon pengantin
perempuan. Dikarenakan, kaum perempuan adalah mahluk yang lemah, perlu
dilindungi, dan menjaga agar tidak diganggu oleh mahluk-mahluk gaib.
Masyarakat menganggap dengan pelekatan daun inai yang sudah dihaluskan,
calon pengantin akan terjaga, karena dipercayai mahluk gaib akan masuk ke tubuh
melalui kuku-kuku jari kaki maupun tangan.
Penyajian tari Saputangan di halaman atau di dalam rumah, dilakukan berdasarkan
permintaan dari penyelenggara (orang tua), selain sebagai media dalam rangkaian
adat, tari Saputangan juga menjadi hiburan bagi yang hadir untuk mengikuti
prosesi adat. Semua yang hadir dengan gembira ikut melihat jalannya tarian dari
awal hingga selesai, penyajian ini sekaligus menjadi tontonan yang menarik.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
154
Photo 4.6: Penyajian tari Saputangan di depan pelaminan dalam rumah
Tari Saputangan dalam konteks penyajiannya diposisikan menghadap keluar, agar
penyajiannya dapat dilihat oleh semua orang. Arah hadap ini memberikan
pemaknaan, keterbukaan penyelenggara dalam menerima tamu untuk bersama
memberikan kekuatan kepada calon pengantin perempuan yang akan mengikuti
rangkaian upacara perkawinan keesokan harinya. Selain pada acara malam
berinai, tari Saputangan juga disajikan pada acara resepsi pernikahan, dengan
posisi yang sama pada malam berinai.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
155
4.3.5 Musik
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
156
Transkrifsi musik di atas, merupakan lagu kapri sebagai lagu pengiring tari
saputangan yang memberikan suasan dan penyemangat bagi penari, serta
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
157
memberikan penyampoaian pesan melalui syair-syair yang dibawakan oleh
penyanyi. Iringan musik lagu kapri dalam mengiringi tari Saputangan ini
menggunakan alat instrument Accordion, gendang yang membawa lagu Kapri.
Lagu kapri menjadi pilihan karena syair-syair didalamnya penuh dengan kata-kata
nasihat. Saat ini lagu Kapri hanya dimainkan dalam bentuk instrument sebagai
pengiring tarian tanpa ada nyanyian, seperti pada awal tarian ini ada.
Tempo musik menjadi ketukan/pedoman dalam tarian. Langkah-langkah kaki
berpadu mengikuti irama lagu, menimbulkan henjutan badan yang mencecahkan
kaki ke lantai secara bergantian kiri dan kanan. Musik disini sebagai iringan tarian
menjadi unsur yang mendukung keutuhan tari Saputangan, sehingga dalam
penyajiannya terlihat keharmonisan keduanya yang saling menyatu. Tari tanpa
musik tidak bisa dilakukan, walupun musik hanya berupa ketukan di dalam hati
penari melalui pola-pola gerak tanpa ada instrumen yang mengiringi.
Di sini terlihat bagaimana pentingnya musik dalam mendukung tarian, sehingga
musik menjadi pedoman bagi penari dalam memulai dan mengakhiri tarian. Musik
di dalam tari dijadikan sebagai pengiring tarian, sebagai patokan dalam hitungan,
dan sebagai penambah suasana. Dalam tari Saputangan, musik digunakan sebagai
pengiring tarian dan patokan bagi penari dalam memulai menari. Sebagai
pengiring tarian, musik diciptakan terlebih dahulu, dan penari akan mengikuti
irama musik dalam menyusun pola-pola gerak sehingga menjadi satu tarian.
Musik dengan lagu Kapri menjadi pengiring tari Saputangan, dikarenakan irama
yang ada memberi ketukan yang berbeda pada tarian. Musik dengan lagu Kapri
berirama lambat, tetapi pola gerak pada langkah kaki dilakukan dengan langkah
celatuk (double step) yang biasanya dilakukan dengan tempo cepat. Sekilas hal ini
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
158
tidak terbiasa, namun penggunaan tempo lambat dengan gerak celatuk
menunjukkan, dalam melakukan sesuatu pekerjaan hendaklah dilakukan dengan
kehati-hatian agar tidak terjadi kesalahan.
Pola musik lambat memberikan patokan bagi tarian dan memberikan
kewaspadaan pada penari, dikarenakan, tidak ada petanda untuk melakukan
perubahan gerak, sehingga penari harus pokus tetapi tetap dalam ketenangan
untuk menyelesaikan tarian dengan sebaik-baiknya. Selain itu makna
kewaspadaan dan kehati-hatian, harus menjadi sifat yang dimiliki oleh manusia.
Dalam mengerjakan sesuatu hendaklah sifat ini menjadi dasar untuk mengerjakan,
agar didapat hasil sesuai dengan yang diinginkan.
Berkaitan dengan upacara malam bainai, pemaknaan dengan penggunaan musik
dengan lagu Kapri, dijadikan pelajaran bagi keseluruh perangkat yang terlibat,
agar dapat menyiapkan seluruh rangkaian acara. Kesiapan dalam merencanakan
acara menjadi hal yang sangat penting, termasuk dalam mempersiapkan inai
sebagai bahan yang akan dikenakan oleh calon pengantin. Karena inai menjadi
simbol dalam penjagaan bagi calon pengantin yang akan melaksanakan
pernikahan di keesokan harinya. Dalam keseluruhan rangkaian ini, kehati-hatian,
waspada, fokus, harus dijadikan sebagai pedoman dalam persiapannya. Dengan
demikian, pelaksanaan acara malam bainai akan memiliki makna adat, dan tidak
menyalahi aturan dalam agama.
4.3.6 Syair
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
159
Syair yang dibawakan penyanyi menjadi titik awal untuk penari dalam menarikan
tari saputangan. Syair menjadi penentu, begitu terdengar lantunan syair, maka itu
menjadi petanda bagi penari untuk memulai tarian. Syair juga menjadi pesan
dalam tari saputangan, kata-kata yang menjadi syair tari saputangan memiliki arti
yang dalam bagi calon anak daro, keluarga, dan tamu-tamu yang hadir.
Tabel 4.2. Hubungan Syair dengan Tarian
No Ragam Syair
1. I Pulolah pandan jaulah ditanga
Pulolah pandan jaulah ditanga
Dibalik la nyo pulo duo..siangsolah duo
Dibalik pulo siangso la duo
Hancurlah badan dikandung la tanah
Hanculah badan dikandung la tanah
Di budi nan baik juo di kana la juo
Budi nan baik dikana la juo
2. II Kalolah indak karanolah bulan sayang
Kalolah indak karanolah bulan
Dimanolahnyola bintang o adik, manenggi la hari
Dimano bintang manenggi hari
Kalolah indak karano la tuan sayang
Kalolah indak karano tuan
Indaklahnyo la kami kamari sampe la kamari
Indaklah kami sampe kamari
3. III Limolah limo buah la dalimo tuan
Limolah limo buah la dalimo
Masaklahnyo sabua o daun dibaliklah daun
Masaklah sabuah dibaliklah daun
Kasihlah tuan ala ditarimo dendang
Kasihlah tuan ala ditarimo
Indaklahnyo talupo o tahun saribu la tahun Indak talupo baribu lah tahun
4. IV Pisanglah ame baoklah balai
Pasanglah ame dibaoklah balai
Masaklahnyo sabua o peti didalamlah peti
Masaklah sabua didalamlah peti
Utanglah ame dapek la dibai
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
160
Utanglah ame dapeklah dibai
Utanglah nyo la budi o mati dibaok la mati
Utanglah budi dibaok la mati
Tabel di atas mendeskrifsikan isi dari syair lagu kapri yang digunakan sebagai
syair dalam tari saputangan. Berhubungan dengan pola lantai, maka syair juga
menguatkan dari gambaran pesan yang disampaikan. Pada syair dalam pantun
pertama dan kedua, menjelaskan bahwa budaya Melayu dalam memulai kegiatan
dilakukan dengan rasa hormat dan meminta izin pada seluruh yang hadir untuk
memulai persembahan. Pada syair ini juga menggambarkan awalnya hubungan
dimulai dari perkenalan yang dilanjutkan dengan saling mengajuk untuk
memahami dari pribadi masing-masing pasangan. Apabila di pahami secara teks,
maka teks dalam syair pantun pertama, akan memiliki arti lain. Namun pada tari
saputangan pemaknaan dapat dipahami bahwa dalam mencari pasangan janganlah
dilakukan dengan terburu-buru atau melihat dari balik pulau yang jauh. Sehingga
perkenalan sangat diperlukan untuk dapat memahami pribadi dari masing-masing
pasangan, supaya tidak ada penyesalan.
Pada syair dalam ragam II, menjelaskan bahwasanya pasangan sudah saling
mengenal dan melangkah ke jenjang untuk perkenalan kepada masing-masing
keluarga untuk mendapatkan simpati agar dapat diterima. Pada syair ke dua,
merupakan awal dari isi tarian dengan memberikan pola-pola gerak dan pola
lantai yang bervariasi, memberikan pesan ketidak tenangan, kekhawatiran. Pesan
dari syair ini, juga mencerminkan eksistensi manusia sebagai mahluk sosial, yang
menjadi kewajiban juga menjadi kebutuhan hidup yang tidak dapat ditinggalkan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
161
Pemahaman pada syair pada ragam II juga menjelaskan bahwa setelah mulai
mengenal masing-masing pasangan, maka bisalah meneruskan ke jenjang dengan
perkenalan kepada keluarga. Seperti ungkapan “Kalolah indak karano la tuan
sayang, Indaklahnyo la kami kamari sampe la kamari”. Kalimat ini memberikan
pemaknaan tentang menyatunya dua hati, sehingga diperlukan keluarga untuk
dapat mempersatukan mereka dengan perkenalan ke masing-maing keluarga.
Pada syair dalam ragam III kedua pasangan sudah sepakat utuk mengikat janji
untuk sehidup semati dalam membina rumah tangga yang baik sampai beranak
cucu, tertuang dalam syair “Kasihlah tuan ala ditarimo dendang, Indaklahnyo
talupo o tahun saribu la tahun”. Syair ini menjelaskan pemahaman diterimanya
keinginan untuk saling mengikat janji untuk tidak dilanggar atau tidak ditepati.
Pada syair dalam ragam IV janji sehidup semati dilanjutkan dengan meminang
pasangan, dan bermufakat untuk melanjutkan ke jenjang pernikahan. Syair yang
terdapat pada ragam IV menjelaskan “Utanglah ame dapeklah dibai, Utanglah
nyo la budi o mati dibaok la mati”. Pemaknaan dari syair ke IV ini menjelaskan
bahwa utang emas dapaat dibayar, tetapi utang budi akan dibawa mati,
memberikan arti kehidupan dalam berumah tanaga bukanlah sebuah mainan,
tetapi akan dilakukan sampai akhir hayat. Sehingga perkawinan adalam proses
dalam menjalani hidup yang penuh liku-liku, seperti memiliki utang yang
menjaddi kewajiban untuk melunasinya.
Dari tari saaputangan ini, kita boleh belajar adat, norma, sopan santun dan
memahami bagaimana kehidupan masyarakat Melayu Pesisir Sibolga dalam
menjalanai kehidupannya. Akhirnya bila segala aktivitas pertunjukan ini
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
162
dilakukan dengan penghayatan estetik dan etis yang baik, maka segala keinginan
yang diharapkan tentunya dapat dikabulkan.
4.4 Hubungan Struktur Tari, Fungsi, dan Makna
Dalam konteks kegiatan malam bainai, tari saputangan memiliki keterkaitan
dengan struktur tari, fungsi tari dan makna tari pada masyarakat Melayu Pesisir
Sibolga. Hubungan itu berupa hubungan pertunjukan, memiliki bentuk penyajian
yang terstruktur dan memberikan keteraturan dalam penyajiannya.
Secara keseluruhan, keterkaitan dari ketiga kajian ini, menjelaskan bagaimana
masyarakat Melayu Pesisir Sibolga, dalam kehidupan sehari-hari dalam hal ini
yang berhubungan dengan perkawinan. Perkawinan itu sendiri, merupakan ikatan
lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan
tujuan membentuk keluarga (berumahtangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan
ajaran agama yang dianut. Selain itu perkawinan merupakan ikatan yang kuat
yang didasari oleh perasaan cinta yang sangat mendalamn darui masing-masing
pihak untuk hidup bergaul guna memelihara kelangsungan manusia di bumi
(Bachtiar, 2004).
Dalam kaitannya dengan penyajian tari saputangan, makna perkawinan
memberikan jalan bagi suku Melayu Pesisir dalam mencari pasangan hidup
berdasarkan ikatan cinta dari kedua belah pihak. Pemaknaan ini menjelaskan dari
berbagai unsur dalam tari (gerak, musik, syair, busana, pola lantai, property,
pelaku) yang dianalisis berdasarkan Struktur penyajian tari saputangan.
Dalam ajaran Islam sendiri sebagai agama yang dianut suku melayu Pesisir
menjelaskan bahwa fungsi perkawinan untuk menunjukkan bahwa yang
membedakan manusia dengan binatang adalah dalam hal penyaluran naluri dan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
163
hasrat seksualnya. Manusia menyalurkan hasrat seksualnya dengan perkawinan,
sedangkan binatang tidak dengan perkawinan. Hal ini disyaratkan oleh akal dalam
Firman-Nya:
و هي آياته أى خلق لكن هي أًفسكن أزواجا لتسكٌىا اليها و جعل بيٌكن هىدة و رحوة إى في ذلك لآيات لقىم
يتفكروى
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu
isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram
kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya
pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang
berfikir” (QS. ar-Rum: 2)
Selain itu perkawinan juga menjadi cara paling baik dan suci untuk mewujudkan
dan mendapatkan anak secara sah, memperoleh anak keturunan menjadi mulia.
Perkawinan juga berfungsi untuk melestarikan kehidupan (reproduksi) manusia,
melaksanakan misi memakmurkan bumi, serta memelihara nasab yang merupakan
kebanggaan manusia yang oleh Islam sangat diperhatikan.
Penjelasan di atas menunjukkan bahwa, perkawinan membawa kebaikan yang
juga menjadi inti dalam acara malam bainai sebagai rangkaian upacara
perkawinan. Penyertaan Tari saputangan menjadi materi dalam acara malam
bainai, memberikan pelajaran bagi calon anak daro dalam berumah tangga, yang
tertuang dari unsur-unsur dalam tari yang saling berkaitan.
Unsur-unsur tari yang diwujudkan dalam sebuah penggambaran cerita perjalanan
kasih sepasang manusia memberikan pemaknaan yang dalam, terlihat dari
penyajian yang harus ditarikan oleh penari laki-laki dan perempuan. Hal ini
tentunya berbeda pada acara lainnya, yang membolehkan seluruh penari adalah
perempuan. Penentuan jenis kelamin merujuk kepada konteks acaranya yang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
164
menjelaskan tentang kisah percintaan suku Melayu Pesisir Sibolga. Didalam kisah
ini banyak pelajaran yang memberikan kebaikan untuk dapat dijadikan pedoman
dalam kehidupan, terutama bagi pasangan-pasangan yang akan berumahtangga.
Selain dari penari (pelaku), keterkaitan dari ke tiga topik ini dapat di lihat dari
pola gerak yang menjelaskan bentuk-bentuk gerak berjalan, berputar, mengayun,
yang saling berhubungan dengan pola lantai, untuk menguatkan inti cerita. Inti
cerita dari tari saputangan diungkapkan melalui pola lantai dari awal hingga akhir
tarian. Dari sisi pola gerak, banyak dilakukan pengulangan dengan pola lantai
yang berbeda, namun kelengkapan dari semua unsur tari menjadi pendukung dari
tari saputangan.
Dilihat dari sisi fungsi tari saputangan, maka dapat dipahami, bahwa tari
saputangan berfungsi sebagai media dalam penyampaian kehendak anak daro,
yang juga menjadi penjaga dari terjadinya kendala atau gangguan yang mungkin
terjadi pada seluruh kegiatan pesta perkawinan. Fungsi tari saputangan juga
menjadi pemererat/penguat hubungan diantara dua keluarga dan masyarakat
sebagai pendukung acara. Di satu sisi tari saputangan sebagai hiburan bagi seluruh
orang yang terlibat, dan di sisi lain sebagai media dalam memulainya sebuah acara
dengan terlebih dahulu memberikan ungkapan syukur kepada Allah SWT,
kemudian penghormatan dan izin kepada semua pihak untuk terselenggaranya
acara.
Penyajian tari saputangan juga memberikan kebahagiaan dan pelajaran bagi
semua pihak, bahwa hubungan kasih harus dijaga serta dilakukan sesuai dengan
ajaran agama Islam.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
165
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Banyak cara yang dilakukan untuk mendapat informasi yang dibutuhkan.
Salah satunya adalah mengumpulkan data dengan melakukan penelitian. Sehingga
hasil penelitian yang terdapat pada Penulisan Tesis pada bab di atas, yang telah
dilaksanakan di daerah Pesisir Sibolga dengan pokok penelitian sebagaimana yang
telah dijabarkan, maka peneliti membuat kesimpulan diantaranya adalah sebagai
berikut :
1. Struktur tari saputangan dapat dilihat dari seluruh elemen utama maupun
pendukung tarian, yang juga dilihat dari susunan penyajian berdasarkan
adat istiadat Pesisir. Tari saputangan termasuk dalam kesenian Sikambang
yang juga menjadi materi dalam acara malam bainai. Secara terstruktur,
tari saputangan memperlihatkan kisah percintaan dimulai dari pekenalan
hingga pada pernikahan yang tertuang dari seluruh elemen tarian.
2. Fungsi Tari Sapu Tangan dilihat dari penyajian tari yang bertujuan sebagai
bagian dari acara adat malam bainai, sebagai hiburan, estetis berdasarkan
Soeadrsono. Berdasarkan teori Soedarsono yang mengkaji dari fungsi
sekunder dan primer tari saputangan memperlihatkan, bahwa taru
saputrangabn menjadi bagian penting dalam kehidupan masyarakat Pesisir
Sibolga.
3. Makna simbol dari keseluruhan bentuk penyajian tari sapu tangan pada
masyarakat Pesisir Sibolga menggambarkan tentang bagaimana cara
sepasang muda-mudi berkenalan hingga mingikat tali pernikahan. Tari
sapu tangan ini memiliki keberagaman gerak, seirama dengan musik
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
166
pengiringnya yaitu musik Kapri. Sedangkan Bentuk Penyajian tari sapu
tangan harus berpenampilan atau berpakaian sopan. Pada acara pesta
pernikahan dilakukan pada malam hari atau malam barinai (malam
basikambang), yang disajikan secara berpasangan dan diiringi musik
Kapri, begitu juga untuk hiburan bentuk penyajiannya dilakukan bisa
siang, bisa malam sesuai acara yang dibutuhkan.
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah dijabarkan di atas, maka penulis dapat
memberikan beberapa saran, di antaranya sebagai berikut:
1. Pesisir Sibolga yang terdiri dari masyarakat yang heterogen diharapkan
dapat terus menjaga hubungan kekeluargaan antar suku yang ada di daerah
Pesisir Sibolga.
2. Kepada pemerintah daerah Pesisir Sibolga selalu memberi perhatian, agar
tetap mempertahan atau melestarikan tari sapu tangan supaya tidak punah
sebagai wujud kepedulian terhadap tradisi Pesisir Sibolga.
3. Disarankan kepada seluruh lapisan masyarakat agar senantiasa
menggunakan adat istiadat yang berlaku guna melestarikan budaya yang
nantinya memberikan suatu jati diri atau identitas bagi masyarakat Pesisir
Sibolga.
4. Penulis berharap kepada seniman kesenian Sikambang yang ada di daerah
Pesisir Sibolga agar terus menjaga dan mengembangkan kesenian yang
ada di daerah Pesisir Sibolga dan sekitarnya.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
167
5. Perlu dilakukan pelestarian budaya dengan mengajarkan kepada generasi
muda untuk mengenal budaya sendiri hingga di masa yang akan datang
agar budaya Pesisir tidak hanya tinggal menjadi sebuah nama.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
168
DAFTAR PUSTAKA
Bachtiar, A. 2004. Menikahlah, Maka Engkau Akan Bahagia. Yogyakarta.
Saujana.
Budiman, Kris. 1999. Kosa Semiotika. Yogyakarta: LkiS.
Budhisantoso, S. 1980/1981. Tradisi lisan sebagai sumber informasi kebudayaan,
Majalah, Majalah Analisis Kebudayaan.
Djuharie O. Setiawan. 2001. Pedoman Penulisan Skripsi Tesis Disertasi.
Bandung:
Yrama Widya
Gusti, O.K bin O.K Zakaria. 2018. Pokok-Pokok Adat Istiadat Perkawinan Suku
Melayu Sumatera Timur. Medan : Universitas Sumatra Utara Press.
Editor:
Muhammad Takari dan Fadlin
Hamid H.A, 1995, Bunga Rampai Tapanuli Tengah. Sibolga Tapian Nauli
Hadi, Sumandiyo, Y, Prof. Dr. 2007. Kajian Tari, Teks, dan Konteks. Yogyakarta
: Pustaka Book Publisher
Hadi, Sumandiyo Y. Prof. Dr. Seni dalam Ritual Agama. Yogyakarta: PUSTAKA
Hutagalung, H.R Jafar. 2004. Tata Cara Pelaksanaan Perkawinan Dalam Adat
Istiadat Pesisir Sibolga Dan Sekitarnya. Medan : Depdikbud Sibolga.
Hutagalung, Usman. 2003. Sejarah Kesenian Sikambang Di Pesisir Barat
Tapanuli. Medan : Universitas Sumatera Utara.
Heniwaty, Yusnizar dan Nugrahaningsih, 2012. Tari Identitas dan Resistensi.
Medan : Universitas Negeri Medan.
Koentjaraningrat. 1980. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru.
Koentjaraningrat. 1981. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta:
Djambatan
Koentjaraningrat. 1994. Penantar Ilmu Antropologi, Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Langer, Susane K. 1957. Problems of Art. New York: Charles Schribner’s Sons.
Lubis, Nila Wahyuni. 2011. Eksistensi Dan Makna Simbolik Tari Dampeng
Dalam Upacara Adat sumando Pada Etnis Pesisir Tapanuli Tengah
Sibolga. Skripsi. Medan : Universitas Sumatera Utara.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
169
Lubis, Solly. 1998. Sibolga dan Sekeping Sejarahnya. Dalam Hari Jadi Kota
Sibolga. Sibolga: Pemko Sibolga
Manalu, Mitri Ady. 2006. Peranan Musik Sikambang Dalam Upacara
Perkawinan Adat Sumando Di Masyarakat Pesisir Tapanuli Tangah
Sibolga. Skripsi. Medan : Universitas Sumatera Utara.
Maryaeni. 2005. Metode Penelitian Kebudayaan. Jakarta. PT Bumi Aksara
Matondang, Saiful Anwar dan Yuda Setiawan. 2015. Teori Kebudayaan. Medan.
CV. Perdana Mitra Handalan.
Malinowski. 1944. A Scientific Theory Culture and Other Essays.
Masliannur, Juli Elvina. 2014. Makna Simbol Tari Payung Pada Masyarakat
Pesisir Sibolga di Kecamatan Sibolga Kota Tapanuli Tengah. Skripsi. Medan :
Universitas Negeri Medan
Moleong, J. Lexy. 1990. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja
Rosdakarya.
Muhadjir, Noeng. 1989. Metode Penelitian Kualitatif. Yogyakarta. Reka Sarasin
Nettl, Bruno. 1964. Theory and Method in Etnomusicology. New York : The Pree
Press.
Nurwani. 20014. Pengetahuan Tari. Medan : Universitas Negeri Medan Press.
Pasaribu, Syawal. 2014. Bungo Rampai Pesisir Kota Sibolga.
Purnanda, Suci. 2017. Tari Inai Pada Upacara Malam Berinai Masyarakat
Melayu di Kota Binjai : Analisis Struktur dan Makna. Tesis. Medan :
Universitas Sumatera Utara.
Ruwaidah. 2014. Kesenian Sikambang: Prespektif Multikultiral sebagai identitas
Budaya Pesisir Sibolga. Skripsi. Medan : Universitas Negeri Medan
Salim dan Syahrum. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung:
Citapustaka Media
Saragih, Amrin. 2011. Semiotik Bahasa.Medan : Universitas Negeri Medan/
Universitas Sumatra Utara
Sinaga, Mario, Yosua. 2016. Analisi Musikal Dan Tekstual Lagu Kapri Yang
disajikan Oleh Bapak Irawadi Hutajulu di Kota Sibolga Tapanuli
Tengah. Medan : Universitas Sumatera Utara.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
170
Sinar, Lukman dan Tanjung, Syaiful dan Putra Marwansyah. 2010. Mengenal
Adata dan Budaya Pesisir Tapanuli Tengah- Sibolga. Medan : Forkala
Sumut
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta
Sinar, Tengku, Luckman, 1990. Pengantar Etnomusikologi dan Tarian Melayu.
Medan : Perwira.
Sipahutar, Evi, Nenta. 2012. Fungsi Dan Struktur Tari Anak Yang Diiringi Musik
Sikambang Dalam Upacara Adat Perkawinan Masyarakat Pesisir
Sibolga Tapanuli Tengah Di Kecamatan Sibolga Kota”. Medan :
Universitas Sumatera Utara.
Siregar, Siti Zubaidah. 2008. Tari Tradisional Daerah Pesisir Pantai Barat
Kotamadya Sibolga. Makalah.
Siregar, Siti Zubaidah. 2014. Budaya Pesisir Sibolga kelas 1 SMP. Buku
Pelajaran kurikulum muatan lokal SMP
Sitompul, Marintan, Kartika, Sari. Dalam penelitian ini penulis membahas
tentang Makna Dan Fungsi Simbolis Dalam Tradisi Mangure Lawik
Masyarakat Pesisir Sibolga. Medan : Universitas Sumatera Utara.
Soedarsono, 1998. Seni dan Keindahan, dalam Pidato Ilmiah. Pengukuhan Guru
Besar Tetap pada Fakultas Seni Rupa ISI Yogyakrata : 30 Mei 1998
Soedarsono, 1974. Dance in Indonesia. Jakarta : Gunung Agung
Takari, Muhammad, Fadlin. 2014. Ronggeng dan Serampang Dua Belas dalam
Kajian Ilmu-ilmu Seni. Medan : Universitas Sumatera Utara Press.
Takari, Muhammad, Zaidan dan Fadlin, 2014. Adat Perkawinan Melayu Gagasan,
Terapan, Fungsi, dan Kearifannya. Medan : Universitas Sumatra Utara
Press.
Tanjung, Dwi Irna Hasana. 2016. Bentuk Penyajian Tari Sapu Tangan Dalam
Acara Malam Barinai Versi Siti Zubaidah Pada Masyarakat Pesisir
Sibolga. Skripsi. Medan : Universitas Negeri Medan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
171
DAFTAR INFORMAN
Nama : Syahriman Irawadi Hutajulu (Pak Sayang)
Umur : 51 Tahun
Alamat : Jln. SM. Raja gg. Kenanga Aek Parampunan kota Sibolga
Profesi : Kepala lingkungan Aek Manis dan Seniman Kesenian Sikambang
Musik : Talibun (pelantun nyanyian Sikambang) dan Gandang
Tari : Penari Laki-laki
Nama : Siti Zubaidah, S.Pd, M.M (Ibu Siti)
Umur : 50 Tahun
Alamat : Jln. Tuanku dorong kota Sibolga
Profesi : Kepala Sekolah dan Seniman Kesenian Sikambang
Khususnya tari
Nama : Chairil Siregar (Pak khairil)
Umur : 63 Tahun
Alamat : Jln. Jago-jago
Profesi : Nelayan dan Seniman Kesenian Sikambang
Musik : Talibun (pelantun nyanyian Sikambang) dan Biola
Tari : Penari Laki-laki
Nama : Nahar (Ogek nahar)
Umur : 63 Tahun
Alamat : Jln Midin Hutagalung
Profesi : Nelayan dan Seniman Kesenian Sikambang
Musik : Gandang
Nama : Dahlia Sinaga
Umur : 38 Tahun
Alamat : Jln. Midin Hutagalung
Profesi : Honor perpustakaan dan Seniman Kesenian Sikambang
Khususnya Tari
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
top related