analisis penyerapan tenaga kerja pada ...eprints.ums.ac.id/71044/12/naskah publikasi.pdf1 analisis...
Post on 27-Jun-2019
231 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PADA INDUSTRI KECIL
DAN MENENGAH BATIK DI KECAMATAN LAWEYAN KOTA
SURAKARTA
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata 1
pada Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Oleh :
RAFI HARDIYANTO
NIM. B300140142
PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2018
1
ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PADA INDUSTRI KECIL
DAN MENENGAH BATIK DI KECAMATAN LAWEYAN KOTA
SURAKARTA
Abstrak
Dalam usaha percepatan pembangunan ekonomi industrialisasi merupakan salah
satu strategi yang dilakukan oleh pemerintah yang bertujuan untuk meningkatkan
taraf hidup masyarakat. Tujuan utamanya adalah memberi lebih banyak
kesempatan kerja. Karena lebih banyak tenaga kerja yang diserap akan terjadi
peningkatan kesejahteraan populasi. Upaya untuk merekrut pekerja tidak bisa
terpisah dari beberapa faktor yang berpengaruh terhadapnya, seperti pertumbuhan
penduduk dan pekerja, pembangunan ekonomi dan perekrutan pekerja dan tidak
menyangkal usaha lainnya yang dapat meningkatkan produktivitas lebih tinggi
melalui program lainnya. Salah satu cara untuk memperbesar perekrutan tenaga
kerja adalah dengan mengembangkan industri terutama industri yang fokus pada
pekerjaan produksi. Mengembangkan industri produksi kerja akan meningkatkan
kapasitas produksi jadi bisa membuat job oppotunities. Tujuan utama penelitian
ini adalah menganalisis pengaruh tingkat upah, nilai produksi dan modal kerja
terhadap penyerapan tenaga kerja pada industri kecil dan menengah Batik di
Laweyan. Metode analisis ini adalah regresi linier berganda. Data itu yang
digunakan dalam penelitian ini didasarkan pada data utama yang didapat dari
wawancara langsung dengan pengusaha batik di Laweyan termasuk dalam daftar
pertanyaan yang dipersiapkan.
Kata kunci : penyerapan tenaga kerja, modal kerja, nilai produksi tenaga kerja,
upah tenaga kerja.
Abstact
In an effort to accelerate economic development industrialization is one of the
strategies carried out by the government that aims to improve people's lives. The
main goal is to provide more employment opportunities. Because more workers
are absorbed there will be an increase in population welfare. Efforts to recruit
workers cannot be separated from several factors that influence it, such as
population growth and workers, economic development and recruitment of
workers and do not deny other businesses that can increase productivity higher
through other programs. One way to increase recruitment of workers is to develop
industries, especially industries that focus on production work. Developing a work
production industry will increase production capacity so that it can make job
oppotunities. The main objective of this study was to analyze the effect of wage
level, production value and working capital on labor absorption in Batik small and
medium industries in Laweyan. This method of analysis is multiple linear
regression. The data used in this study is based on the main data obtained from
direct interviews with batik entrepreneurs in Laweyan included in the list of
questions prepared.
Keywords: labor absorption, working capital, labor production value, labor wages.
2
1. PENDAHULUAN
Usaha Kecil, dan Menengah (UKM) memiliki peran penting dalam perekonomian
Indonesia. Karena dengan UKM ini, pengangguran akibat angkatan kerja yang
tidak terserap dalam dunia kerja menjadi berkurang. Sektor UKM telah
dipromosikan dan dijadikan sebagai agenda utama pembangunan ekonomi
Indonesia.
Salah satu tujuan pembangunan adalah untuk menciptakan tingkat Gross
National Product yang setinggi-tingginya, namun hal ini tidak dapat terlepas dari
berbagai masalah ekonomi itu sendiri. Diantara masalah yang dimaksud yaitu
pemberantasan kemiskinan, ketimpangan pendapatan, penyediaan lapangan kerja
sebab hal ini menjadi pemicu timbulnya pertumbuhan suatu wilayah (Amalia,
2007:89). Dengan demikian, Indonesia yang menjadikan sasaran utamanya adalah
pengembangan dan pembangunan lapangan kerja dengan tujuan untuk
memeratakan pembangunan ekonomi kepada seluruh masyarakat. Selain hal
tersebut digunakan pula sebagai untuk mengurangi kemampuan suatu daerah dan
struktur perekonomian yang seimbang. Bagi Indonesia pengembangan ekonomi
sangatlah diperlukan sehingga proses pembukaan lapangan kerja sangatlah
diperlukan (Sukirno, 2005:445).
Pemberdayaan industri kecil dan menengah merupakan salah satu prioritas
pengembangan ekonomi kerakyatan, karena merupakan wujud kehidupan
sebagian rakyat Indonesia paska krisis dan mampu mempertahankan
kelangsungan usahanya di banding industri besar. Industri kecil dan menengah
juga merupakan sektor yang strategis bagi tiap daerah untuk mengurangi masalah
pengangguran (Sari dan Husaini, 2015).
Usaha kecil menengah adalah usaha yang dijalankan oleh 1 atau 2 orang
saja, atau usaha yang memiliki modal lebih kecil dari Rp. 50.000.000, disebut
usaha kecil dan usaha memiliki modal lebih kecil dari Rp. 200.000.000 disebut
usaha menengah. Tetapi ada pula yang menyebutkan usaha yang dijalankan 50-60
orang masih tergolong usaha kecil menengah. Wiraswasta dalam usaha bisnis
menengah dan kecil sangat menunjang perekonomian bangsa Indonesia
dikarenakan dengan adanya unit usaha kecil dan menengah selain menguranggi
3
jumlah angka penganguran UMKM juga berperan penting yang dapat dilihat dari
beberapa aspek, yaitu jumlah unit usaha yang terbentuk, penyerapan tenaga kerja,
perannya dalam peningkatan produk domestik bruto (PDB) dan sumbangannya
terhadap ekspor nasional.
Peranan sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di Indonesia sebagai
salah satu pendorong perkembangan dan pertumbuhan ekonomi daerah.
Kontribusi sektor UKM terhadap produk domestik nasional pada tahun 2016
bertumbuh sebesar 60,34 % dengan jumlah penyerapan tenaga kerja pada sektor
ini adalah meningkat sebesar 97,22 % (CNN Indonesia, 2016). Hal ini
menjelaskan bahwa UKM tidak hanya berperan meningkatkan pertumbuhan
ekonomi tetapi memiliki kontribusi yang besar dalam mengatasi masalah
pengangguran.
UMKM mampu memberikan sumbangsih terhadap PDB yang tercatat
mencapai 7,1 persen dan mampu menyerap 10,7 persen atau sekitar 12 juta total
dari tenaga kerja. Memang kontribusinya cukup besar meskipun hanya usaha
kecil. Untuk industri ekonomi kreatif ini sendiri juga tumbuh 5,76 persen pada
tahun sebelumnya. Hal itu bisa dikatakan bahwa pertumbuhan ekonomi ini diatas
rata-rata. Untuk PDB nasional ini peran UMKM ini cukup penting karena mampu
memberi nilai tambah hingga Rp 641,8 triliun. Walaupun begitu, pemerintah juga
memiliki target tersendiri dari UMKM ini karena pemerintah merencanakan
kontribusi PDB Ekonomi kreatif ditahun 2019 bisa mencapai 7 – 7,5 persen.
Data Dinas Koperasi dan UMKM Pemprov Jateng mencatat pada 2012
jumlah UMKM binaan sebanyak 80.583 unit. Pada 2016 jumlahnya naik menjadi
115.751 unit. Sejalan dengan itu jumlah tenaga kerja pun meningkat pesat dari
345.622 orang menjadi 791.767 orang, sampai akhir tahun 2017
jumlah UMKM binaan mencapai 133.679 unit, dengan jumlah tenaga kerja telah
mencapai 918.455 orang. Dengan berbagai program pendampingan,
perkembangan UMKM pun menanjak naik. Dari sisi aset naik dari Rp 6,816
triliun menjadi Rp 22,891 triliun. Kenaikan signifikan juga dicatatkan dari sisi
omset yakni dari Rp 18,972 triliun menjadi Rp 43,570 triliun atau lebih dari 120
persen (jateng.tribunnews.com, 2018).
4
Namun meskipun UMKM memiliki peran penting dan memberikan
kontribusi yang cukup besar untuk Negara, UMKM ini juga masih memiliki
kelemahan saat beroperasi sehingga pemerintah perlu untuk memberikan
dukungan dan sokongan agar UMKM bisa berjalan dengan lancar. Beberapa
permasalahan yang bisa kita jumpai pada UMKM adalah seperti kesulitan
pemasaran, keterbatasan SDM, kesulitan bahan baku, keterbatasan inovasi dan
teknologi, hingga kesulitan akses ke sumber pembiayaan yang cukup terbatas.
Dengan mengetahui beberapa permasalahan tersebut, maka sudah semestinya
pemerintah untuk memperhatikan bisnis kecil ini karena jika berkembang maka
Negara juga akan mendapatkan keuntungan pemasukan.
Agar UMKM dapat bersaing dalam pasar nasional dengan unit usaha yang
dikelolah oleh Investor Asing. Dikarenakan banyak UMKM yang sudah bangkrut
dikarenakan kalah bersaing dengan pasar-pasar moderen dikarenakan kekurangan
modal dan tidak mampu melunasi bunga pinjaman yang tinggi. Berkaitan dengan
pertumbuhan UMKM tersebut, perlu dilihat hubungan antara pertumbuhan
UMKM dengan kemiskinan pada masyarakat, dan juga peran UKM mengurangi
kemiskinan sehingga dapat digunakan untuk mengidentifikasi langkahlangkah
kebijakan yang dapat ditempuh dalam pengembangan UMKM dalam rangka
mengurangi kemiskinan. Namun jika pemerintah tidak campur tangan dalam
UMKM, maka dengan sendirinya UMKM akan semakin merosotkan petan uasaha
kecil disektor pertanian dan perdagangan.
Dengan semakin merosotnya peran usaha kecil disektor pertanian dan
perdagangan, maka dua penyumbang besar terhadap nilai tambah dari kelompok
usaha kecil ini dominasinya juga akan semakin mengecil dalam pembentukan
PDB. Sehingga jika kecenderungan ini dibiarkan maka posisi usaha kecil akan
kembali seperti sebelum krisis atau bahkan mengecil. Sementara itu usaha
menengah yang sejak krisis mengalami kemerosotan diberbagai sektor, maka
posisi usaha menengah semakin tidak menguntungkan. Padahal dalam proses
modernisasi dan demokratisasi peranan kelas menengah ini sangat penting
terutama untuk meningkatkan daya saing. Karena usaha menengah lebih mudah
5
melakukan modernisasi dan mengembangkan jaringan ke luar negeri dalam
rangka perluasan pasar
Batik merupakan warisan leluhur yang sudah mendunia.Unesco (United
Nations Educational, Scientific and Cultural Organization atau Organisasi
Pendidikan, Keilmuan dan Kebudayaan PBB) telah menetapkan Batik Indonesia
sebagai Warisan Kemanusiaan unrtuk Budaya Lisan dan Nonbendawi sejak 2
Oktober 2009. Terletak 5 KM dari Pusat Kota Solo, Kampung Laweyan
merupakan berkah bagi Pemerintah Kota Solo. Kampung yang ada sejak tahun
1546 M atau masa Kerajaan Pajang kini menjadi pusat perhatian turis asing
maupun domestik untuk melihat proses pembuatan batik dan tentunya membeli
oleh-oleh khas Batik Solo. Kampung ini mulanya adalah sebuah pasar yang
menyediakan bahan baku tenun (Lawe) sejak zaman Kerajaan Pajang. Bahan baku
kapas pada saat Kerajaan Pajang dipasok dari desa Pedan, Juwiring dan Gawok.
Kampung Batik Kemplong, Kabupaten Pekalongan Jawa Tengah.
Sebagian besar masyarakt Inodnesia memang mengenal Pekalongan sebagai
sentra penghasil Batik terbesar. Bahkan slogan Kota Pekalongan adalah Kota
Batik (Bersih, Aman, Tertib Indah Komunikatif). Kota Pekalongan yang terletak
di pesisir utara Pulau Jawa banyak dipengaruhi oleh kedatangan bangsa luar
seperti Cina dan orang Belanda yang memperkenalkan corak Batik Belanda di
Pekalongan.
Sumber daya yang digunakan untuk menghasilkan barang dan jasa terdiri
dari berbagai faktor seperti tenaga kerja, tanah dan modal termasuk mesin-mesin,
peralatan, bahan mentah, tenaga listrik, kemajuan teknologi dana lain-lain. Namun
diantara semua faktor tersebut, faktor sumber daya manusia memegang peranan
utama dalam meningkatkan produktivitas karena alat produksi dan teknologi pada
hakekatnya adalah hasil karya manusia. Oleh karena itu, disamping produktivitas
tanah dan modal yang biasanya ditonjolkan dan menjadi pusat perhatian adalah
produktivitas tenaga kerja. Produktivitas tenaga kerja dipengaruhi oleh beberapa
faktor, baik yang berhubungan dengan tenaga kerja itu sendiri, maupun yang
berhubungan dengan lingkungan dan kebijakan pemerintah.
6
Perkembangan sektor industri batik di Solo dan Laweyan diharapkan dapat
menyerap tenaga kerja yang cukup besar. Penyerapan tenaga kerja pada industri
kecil secara internal dipengaruhi oleh tingkat upah, nilai produksi dan modal
kerja. Perubahan tingkat upah akan mempengaruhi penyerapan tenaga kerja
(Simanjuntak, 1985). Naiknya tingkat upah akan menaikkan biaya produksi
perusahaan yang kemudian akan meningkatkan pula harga per unit barang yang
diproduksi. Nilai produksi dapat mempengaruhi penyerapan tenaga keeja, apabila
permintaan hasil produksi perusahaan atau industri meningkat, produsen
cenderung untuk menambah kapasitas produksinya. Dengan menambah
penggunaan tenaga kerjanya. Modal kerja juga dapat mempengaruhi penyerapan
tenaga kerja. Hal ini karena penambahan modal akan meningkatkan bahan baku.
Bahan baku yang banyak membutuhkan tenaga kerja yang banyak pula sehingga
pertambahan bahan baku akan dapat meningkatkan penyerapan tenaga kerja.
2. METODE
Jenis penelitian deskriptif kuantitatif. Penelitian ini mengambil lokasi di kampung
batik Laweyan Kota Surakarta. Obyeknya adalah pengusaha batik di Laweyan
terkait dengan pengaruh modal, nilai produksi, dan upah tenaga kerja terhadap
penyerapan tenaga kerja. Sumber Data adalah responden. Populasinya adalah
seluruh industri batik di Laweyan. Teknik pengambilan sampel dengan random
sampling. Metode Pengumpulan Data dengan Kuisioner Terbuka, Metode
Dokumentasi dan Wawancara. Variabel yang digunakan adalah variabel
Dependen (Y) yaitu Penyerapan Tenaga Kerja dan Variabel Independen yaitu
Modal (X1), Nilai Produksi (X2), Upah Tenaga Kerja (X3). Metode Analisa Data
dengan Uji Normalitas, Uji Linearitas, Uji Asumsi Klasik meliputi Uji
Multikolinearitas, Uji Heteroskedastisitas, dan Uji Autokorelasi, serta Uji
Statistik meliputi Uji Parsial (t-test), Uji Simultan (F-test), Koefisien
Determinasi (adjusted R2)
7
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
Tabel 1. Data Penelitian
No Nama Industri Batik Modal (Rp) Nilai
Produksi (Rp)
Upah Tenaga
Kerja (Rp)
Jumlah
Tenaga
Kerja
(orang)
1 Batik Merak Ati 90.000.000 175.000.000 1.400.000 25
2 Batik Putra Laweyan 70.000.000 150.000.000 1.300.000 22
3 Batik Saud Effendy 85.000.000 170.000.000 1.400.000 25
4 Batik Gress Tenan 75.000.000 145.000.000 1.350.000 24
5 Batik Amelia 85.000.000 168.000.000 1.400.000 25
6 Batik Gunawan Design 74.000.000 145.000.000 1.300.000 22
7 Batik Cempaka 70.000.000 135.000.000 1.250.000 20
8 Batik Surya Pelangi 72.000.000 150.000.000 1.300.000 23
9 Batik Mahkota 84.000.000 171.000.000 1.400.000 25
10 Batik Sido Luhur 70.000.000 145.000.000 1.300.000 22
11 Batik Weledan 82.000.000 165.000.000 1.400.000 25
12 Batik Adina 69.000.000 135.000.000 1.250.000 20
13 Batik Laweyan HY 60.000.000 130.000.000 1.250.000 20
14 Batik Supriyarso 67.000.000 133.000.000 1.250.000 20
15 Batik Cahaya Putra 37.000.000 80.000.000 1.000.000 10
16 Batik Luar Biasa 55.000.000 115.000.000 1.100.000 10
17 Batik Cattleya 57.000.000 107.000.000 1.100.000 10
18 Batik Lor Ing Pasar 50.000.000 115.000.000 1.200.000 15
19 Batik Pulau Jawa 39.000.000 79.000.000 1.000.000 9
20 Batik Cipta Asri 58.000.000 115.000.000 1.200.000 15
21 Batik Laweyan Art 35.000.000 70.000.000 1.000.000 7
22 Batik Pandono 35.000.000 80.000.000 1.000.000 9
23 Batik Blangkon 50.000.000 110.000.000 1.200.000 15
24 Batik Edy Wijaya 37.000.000 75.000.000 1.000.000 7
25 Batik Aryu 38.000.000 79.000.000 1.000.000 9
26 Kevin Collection 55.000.000 110.000.000 1.200.000 15
27 Batik Kusuma 41.000.000 85.000.000 1.000.000 10
28 Batik Mirah Collection 38.000.000 75.000.000 1.000.000 7
29 Batik Enza 60.000.000 110.000.000 1.200.000 15
30 Batik Isti 42.000.000 86.000.000 1.000.000 10
Sumber: data primer diolah
8
Tabel 2. Hasil Analisis Regresi OLS
Variabel Notasi Koefisien Regresi t Hitung Sig
Konstanta A -25,7515
Modal X1 -0,0666 -0,738 0,467
Nilai produksi X2 0,0998 1,745 0,093
Upah tenaga kerja X3 28,5875 3,356 0,002
F hitung = 213,821
R2 = 0,961
Signifikan F = 0,000
Sumber: data sekunder yang diolah
Hasil Analisis regresi tersebut bila ditulis dalam model persamaan berikut:
Y = -25,7515– 0,0666.X+0,0998.X2* + 28,5875.X3**
Keterangan :
* = Signifikan pada = 0,10 (90%)
** = Signifikan pada = 0,01 (99%)
Dari hasil-hasil di atas terlihat bahwa pengaruh dari nilai produksi
dan upah tenaga kerja adalah positif terhadap penyerapan tenaga kerja,
sedangkan modal tidak berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja. Ini
berarti apabila ada peningkatan nilai produksi dan upah tenaga kerja, maka
penyerapan tenaga kerja meningkat. Sebaliknya jika ada peningkatan
jumlah modal, maka penyerapan tenaga kerja tidak meningkat.
Pengambilan keputusan mengenai normalitas adalah apabila hasil
signifikan >0,05 maka data terdistribusi normal. Apabila hasil signifikan
<0,05 maka data tersebut tidak terdistribusi secara normal. Perhitungan uji
normalitas dilakukan dengan uji Jarque Bera statistik dengan rumus:
JB=𝑛
6{S2 +
(K−3)2
4}
Hasil perhitungan uji kenormalan Jarque Bera mendapatkan nilai
2 hitung sebesar 2,862 dengan p= 0,239. Sedangkan 2tabel (0,05;1) =
3,841. Karena 2hitung<
2tabel, yaitu 2,862<3,841 dengan p>0,05, maka data
residual regresi dalam penelitian ini memiliki distribusi (sebaran) yang
normal.
9
Tabel 3. Hasil Uji Linearitas Ramsey RESET Test Equation: OLS Specification: Y C X1 X2 X3 Omitted Variables: Powers of fitted values from 2 to 3
Value df Probability
F-statistic 9,4921 (2,21) 0,0012
Likelihood ratio 17,3869 0,0002
Analisis hasil Output, bahwa nilai Fhitung sebesar 9,492 kemudian
dibandingkan dengan Ftabeldengan df (2;21) pada = 1% diperoleh nilai
Ftabel sebesar 5,49. Berarti nilai Fhitung> Ftabel(9,492 > 5,49) dengan p<0,01,
maka model regresi ada masalah linearitas. Namun dapat diabaikan karena
penelitian ini bukan bertujuan membuat model baru.
Tabel 4. Uji Multikolinieritas
Variabel VIF Keterangan
Modal (X1) 38,228 Tidak ada masalah multikolinieritas
Nilai produksi (X2) 56,918 Tidak ada masalah multikolinieritas
Upah tenaga kerja (X3) 24,981 Tidak ada masalah multikolinieritas
Sumber: data diolah
Hasil perhitungan uji multikolinieritas menunjukkan bahwa kedua
variabel independen memiliki nilai VIF lebih dari 10 (VIF>10), artinya
ada korelasi antar variabel bebas yang nilainya lebih dari 90%. Jadi dapat
disimpulkan bahwa ada gejala multikolinieritas dalam model regresi yang
digunakan. Dapat diambil kesimpulan bahwa sesungguhnya nilai prediksi
yang dihasilkan pada model yang terdapat multikolinearitastidak dapat
memprediksi variabel terikat secara presisi.
Tabel 5. Hasil Uji Heteroskedastisitas
Variabel thitung pvalue Kep Keterangan
Modal (X1) -0,234 0,817 p>0,05 Tidak ada heteroskedastisitas
Nilai produksi (X2) 1,373 0,187 p>0,05 Tidak ada heteroskedastisitas
Upah tenaga kerja (X3) -1,657 0,116 p>0,05 Tidak ada heteroskedastisitas
Sumber: data sekunder yang diolah
Hasil pengujian menunjukkan bahwa nilai koefisien (b) untuk
seluruh variabel tidak diterima, dengan kata lain menunjukkan adanya
homoskedastisitas. Dari tabel diatas dapat ketahui bahwa tidak terdapat
masalah heteroskedastisitas yang serius pada semua variabel.
10
Tabel 6. Hasil Uji Autokorelasi
Variabel D-W dL dU Kesimpulan
X1, X2, dan X3 terhadap Y 2,028 1,21 1,65 Tidak ada masalah
autokorelasi
Sumber: data sekunder yang diolah
Nilai dL diambil dari tabel Durbin-Watson pada =5% dengan df=3;30
4-dL = 4 – 1,21 = 2,79
4-dU = 4 – 1,65 = 2,35
Gambar 1. Statistik Uji Durbin Watson
Keterangan:
Ho : tidak ada autokorelasi positif
Ho* : tidak ada autokorelasi negatif
Pengujian tersebut memperoleh nilai D-W sebesar 2,02 berada di
daerah antara dU sampai dengan 4 - dU. Oleh karena itu dapat dinyatakan
bahwa uji autokorelasi dalam penelitian ini menunjukkan tidak adanya
autokorelasi dalam regresi.
Dari hasil regresi diketahui bahwa besarnya nilai thitung sebesar -
0,738 dengan nilai p=0,467, sedangkan nilai ttabelpada = 0,10 dengan df
0 dL du 2 4-dL 4 4-du
Menolak Ho
Autokorelasi
positif
Daerah
Keragu-raguan
Menerima Ho
atau Ho*
Daerah
Keragu-raguan
Menolak Ho*
Bukti
Autokorelasi
negatif
1,21 1,65 2,35 2,79
DW=
2,028
11
(30-3) adalah 1,703. Jika nilai -ttabel thitung ttabel maka Ho diterima.
Karena nilai thitung> ttabel (-0,738>-1,703)dengan nilai p>0,10, maka Ho
diterima, artinya modal tidak berpengaruh terhadap penyerapan tenaga
kerja.
Gambar 2. Grafik Statistik Uji- t Modal
Dari hasil regresi diketahui bahwa besarnya nilai thitung sebesar
1,745,sedangkan nilai ttabelpada = 0,10 dengan df (30-3) adalah 1,703.
Karena nilai thitung> ttabel (1,745>1,703) dengan p<0,10, maka Ho ditolak,
berarti nilai produksi berpengaruh positif dan signifikan terhadap
penyerapan tenaga kerja pada = 10%..
-
Gambar 3. Grafik Statistik Uji- t Nilai produksi
Dari hasil regresi diketahui bahwa besarnya nilai thitung sebesar
3,356,sedangkan nilai ttabelpada = 0,01dengan df (30-3) adalah2,771.
Karena nilai thitung> ttabel (3,356>2,771) dengan p<0,01, maka Ho ditolak,
berarti upah tenaga kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap
penyerapan tenaga kerja.
Daerah Terima Ho
Daerah Tolak Ho Daerah Tolak Ho
-1,703
1,980
1,703
-0,738
tt ≤ th≤ tt
Daerah Terima Ho
Daerah Tolak Ho Daerah Tolak Ho
-1,703
-1,980
1,703
1,745
tt ≤ th≤ tt
12
Gambar 4. Grafik Statistik Uji- t Upah tenaga kerja’
Gambar 5. Grafik Statistik Uji - F
Jelas nilai Fhitung> Ftabel (213,821>4,64) dengan p<0,01, maka Ho
ditolak (model eksis). Artinya secara bersama-sama variabel jumlah
modal, nilai produksi, dan upah tenaga kerjaberpengaruh secara signifikan
terhadap penyerapan tenaga kerja.
Nilai R2 menyatakan proporsi total variabel dependen yang dapat
dijelaskan oleh variabel independen. Nilai R2 adalah 0,961. Koefisien
determinasi menunjukkan bahwa 96,1% variasi dari variabel dependen
(penyerapan tenaga kerja) dapat dijelaskan oleh variabel independen
dalam model (modal, nilai produksi, dan upah tenaga kerja), sedangkan
3,9% sisanya dipengaruhi variabel bebas lain di luar model.
3.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil uji t dapat diketahui bahwa variabel yang berpengaruh
signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja adalah nilai produksi pada
= 10% dan upah tenaga kerja pada = 1%, sedangkan variabel yang tidak
berpengaruh adalah modalsampai pada = 10%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa modal tidak berpengaruh
terhadap penyerapan tenaga kerja. Tidak mendukung hasil penelitian
Daerah tolak Ho
Daerah terima Ho
4,64 213,821
Fh > Ft
Fh ≤ Ft
Daerah Terima Ho
Daerah Tolak Ho Daerah Tolak Ho
-1,703
-1,980
1,703
3,356
tt ≤ th≤ tt
13
sebelumnya yang dilakukan oleh Rini Anita Sari dan Muhammad Husaini
(2015)yang menyimpulkan bahwa modal berpengaruh signifikan terhadap
penyerapan tenaga kerja. Modal yang digunakan oleh industri batik tidak
untuk menambah jumlah tenaga kerja tetapi untuk menambahkan peralatan
modern yang canggih yang mampumenghasilkan produksi lebih besar
dibandingkan tenaga manusia.
Hal ini disebabkan saat ini proses produksi batik tidak mutlak
tergantungpada tenaga kerja. Adanya peralatan modern yang canggih,
segalaproses produksi dapat dilakukan oleh mesin, dan tenaga kerja
hanyamelakukan pengawasan terhadap mesin-mesin tersebut, sehingga
modal besaryang dikeluarkan oleh perusahaan digunakan untuk membeli
peralatan danbukan untuk menambahkan jumlah sumber daya manusia.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai produksi berpengaruh
positif dan signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja. Konsisten dengan
hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Fauziah (2015) yang
menyimpulkan bahwa nilai produksi berpengaruh positif terhadap
penyerapan tenaga kerja.
Secara umum diketahui adanya hubungan positif antara nilai
produksi dengan penyerapan tenaga kerja. Semakin tinggi nilai produksi
maka penyerapan tenaga kerja semakin meningkat, sebaliknya jika nilai
produksi rendah maka penyerapan tenaga kerja juga semakin
menurun.Dari hasil perhitungan variabel nilai produksi mempunyai nilai
koefisien sebesar 0,0998 dengan arah parameter positif. Hal ini berarti
bahwa setiap kenaikan nilai produksi sebesar 1 juta rupiah, maka
penyerapan tenaga kerja akan bertambah sebanyak 0,0998 (1 orang)
dengan asumsi variabel yang lain konstan.
Merujuk pada pendapat Sumarsono (2003: 69), nilai produksi
merupakan tingkat produksi atau keseluhan jumlah barang yang dihasilkan
di industri. Naik turunnya permintaan pasar akan hasilproduksi dari
perusahaan yang bersangkutan, akan berpengaruh apabila permintaan hasil
produksi barang perusahaan meningkat, maka produsen cenderung untuk
14
menambah kapasitas produksinya. Untuk maksud tersebut produsen akan
menambah penggunaan tenaga kerjanya.
Penyerapan tenaga kerja oleh industri batik dipengaruhi oleh tinggi
rendahnya jumlah barang yang diproduksi oleh industri. Tinggi rendahnya
barang yang diproduksi tergantung kepada tinggi rendahnya permintaan
oleh konsumen. Simanjuntak (2010: 83) menyatakan semakin tinggi
jumlah barang yang diminta oleh konseumen semakin tinggi jumlah
barang yang diproduksisehingga semakin tinggi pula jumlah tenaga kerja
yang diminta olehperusahaan tersebut. Hal ini dapat dipahami karena naik
turunnya permintaan akan hasil produksi industri batik akanberpengaruh
apabila permintaan hasil produksi batik meningkat, maka produsen
cenderunguntuk menambah kapasitas produksinya. Untuk maksud tersebut
produsen akan menambahpenggunaan tenaga kerjanya. Jadi dengan
meningkatnya permintaan batik dan juga banyaknyapesanan oleh
pelanggan, maka nilai produksi akan bertambah sehingga akan terjadi
peningkatanpenyerapan tenaga kerja.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa upah tenaga kerja
berpengaruh positif dan signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja.
Konsisten dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Chuzainina Rachmatullail, dkk. (2016) yang menyimpulkan bahwa upah
tenaga kerja memiliki pengaruh signifikan terhadap penyerapan tenaga
kerja.
Secara umum diketahui adanya hubungan positif antara upah
dengan penyerapan tenaga kerja. Semakin tinggi upah maka penyerapan
tenaga kerja semakin meningkat, sebaliknya jika upah rendah maka
penyerapan tenaga kerja semakin menurun.Dari hasil perhitungan variabel
upah mempunyai nilai koefisien sebesar 28,5873 dengan arah parameter
positif. Hal ini berarti bahwa setiap kenaikan upah sebesar 1 juta rupiah,
maka penyerapan tenaga kerja akan bertambah sebanyak 28,5873 (29
orang) dengan asumsi variabel yang lain konstan.
15
Sejalan dengan pendapat Haryani (2009: 86) bahwa upah adalah
suatu penerimaan berupa imbalan dari pemberi kerjayang diberikan
kepada penerima kerja atas pekerjaan atau yang telah atau akandilakukan.
Permintaan tenaga kerja merupakan fungsi dari tingkat upah, permintaan
tenaga kerja mempunyai hubungan terbalikdengan tingkat upah.
Secara teoritik naiknya tingkat upah akan menaikkan
biayaproduksi perusahaan, selanjutnya akan meningkatkan pula harga per
unityang diproduksi. Selanjutnya, para konsumen akan memberikan
responyang cepat apabila terjadi kenaikan harga barang, yaitu dengan
mengurangikonsumsi atau bahkan tidak membeli sama sekali. Akibatnya
banyak hasilproduksi yang tidak terjual dan terpaksa produsen mengurangi
jumlah produksinya yang dilakukan dengan pengurangan penggunaan
tenaga kerja.
4. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut : Hasil uji
t dapat diketahui bahwa variabel yang berpengaruh signifikan terhadap
penyerapan tenaga kerja industri batik di Laweyan Surakartaadalahnilai
produksi pada = 10% dan upah pada = 1%, sedangkan variabel yang
tidak berpengaruh adalah modalsampai pada = 10%.
Hasil uji F menunjukkan bahwa variabel modal, nilai produksi,
dan upah tenaga kerja secara simultan berpengaruh secara signifikan
terhadap penyerapan tenaga kerjaindustri batik di Laweyan
Surakartapada taraf signifikan 1%.
Uji R2 memperoleh nilai 0,961 yang berarti bahwa 96,1% variasi
dari penyerapan tenaga kerjadapat dijelaskan oleh variabel modal, nilai
produksi, dan upah tenaga kerja, sedangkan 3,9% sisanya dijelaskan oleh
variabel bebas lain di luar model yang digunakan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa modal tidak berpengaruh
terhadap penyerapan tenaga kerja di industri batik Laweyan Surakarta.
Modal yang digunakan oleh industri batik tidak untuk menambah jumlah
16
tenaga kerja tetapi untuk menambahkan peralatan modern yang canggih
yang mampu menghasilkan produksi lebih besar dibandingkan tenaga
manusia.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai produksi berpengaruh
positif dan signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja. Permintaan hasil
produksi yang meningkat, maka produsen cenderung untuk menambah
kapasitas produksinya, untuk maksud tersebut produsen akan menambah
jumlah tenaga kerja.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa upah tenaga kerja
berpengaruh positif dan signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja.
Semakin besar upah yang diberikan oleh perusahaan tersebut maka
semakin banyak tenaga kerja yang diterima untuk bekerja. Sebaliknya
semakin kecil upah yang diberikan, maka semakin kecil tenaga kerja
yang diterima untuk bekerja.
4.2 Saran
Adapun saran-saran yang dapat diberikan adalah: Bagi instansi terkait
dalam hal ini Pemerintah Kota Surakarta diharapkan melakukan
pembinaan kepada industri batik di Laweyan untuk lebih meningkatkan
kemampuan berwirausaha para pelaku usaha sehingga industri batik
semakin maju, dapat mengembangkan usahanya sehinggadapat lebih
banyak menyerap tenaga kerja
Pemerintah atau pihak bank maupun lembaga keuangan lainnya
agarmempermudah akses modal bagi pelaku industri batik dengan syarat-
syarat yang tidak memberatkanagar para pelaku usaha
dapatmengembangkan usahanya.
Saran bagi industri batik diharapkan untuk senantiasa
meningkatkan kinerjanya dengan lebih mengoptimalkan permodalan
yang ada agar dapatefektif dana efisien dalam menjamin
keberlangsungan perusahaan, sehinggaakan semakin meningkatkan
penyerapan tenaga kerja.
17
DAFTAR PUSTAKA
Anoraga, P. & J. Sudantodo. (2002). Koperasi, Kewirausahaan dan Usaha Kecil.
Jakarta : Rineka Cipta.
Arfida, (2003). Ekonomi Sumber Daya Manusia. Penerbit: Ghalia Indonesia.
Arikunto, S. (2010). Prosedur penelitian: Suatu Pendekatan Praktik.
(Edisi.Revisi), Jakarta: Rineka Cipta.
Arikunto, Suharsimi, (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta. PT. Rineka Cipta.
DISPERINDAG Provinsi Jawa Tengah. (2018).
http://disperindag.jatengprov.go.id
Djarwanto, dan Subagyo, Pangestu, (2000), Statistik Induktif, Edisi 4, BPFE,
Yogyakarta.
Fauziah. (2015). Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kecil Dan
Menengah (IKM) Di Kota Palu Periode 2000-2013. e-Jurnal Katalogis,
Volume 3 Nomor 1, Januari 2015 hlm 138-146 ISSN: 2302-2019
Ghozali, Imam. (2013). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS.
Edisi Ketujuh. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Gilarso, T. (2003). Pengantar Ilmu Ekonomi Mikro (Yogyakarta: Kanisius,)
Gitosudarmo, Indriyo. (2009). Manajemen Operasi (Edisi Ketiga). Yogyakarta;
BPFE.
Huda, M Nur. (2018). Artikel Tribunjateng.com; Kemudahan Akses Pemodalan
Picu Pertumbuhan UMKM di Jateng.
http://jateng.tribunnews.com/2018/02/05/kemudahan-akses-pemodalan-
picu-pertumbuhan-umkm-di-jateng
Mutmainah, D.A. (2016, November 21). Kontibusi UMKM terhadap PDB tembus
lebih dari 60 persen. CNN Indonesia. Jakarta: Retrived November 29,
2016, https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20161121122525-92-
174080/kontribusi-umkm-terhadap-pdb-tembus-lebih-dari-60-persen
Sari, Rini Anita dan Muhammad Husaini. (2015). Analisis Penyerapan Tenaga
Kerja Pada Industri Tempe Di Kabupaten Tulang Bawang Periode 2009 –
2013. JEP-Vol. 4, N0 2, Juli 2015.
Simanjuntak, Payaman. (2001). Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia.
Jakarta: LPFEUI.
Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Kombinasi
(Mixed. Methods). Bandung: Alfabeta.
Sukirno, Sadono. (2005). Mikro Ekonomi, Teori Pengantar, Edisi III. Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada.
18
Sumarsono, Sonny.(2003). Ekonomi Manajemen Sumber Daya Manusia dan.
Ketenagakerjaan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia No. SE-07/MEN/1990
Tahun (1990) tentang Pengelompokan Komponen Upah Dan Pendapatan
Non Upah
Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia No. SE-07/MEN/1990
Tahun (1990) tentang. Pengelompokan upah.
Tambunan, Tulus. (2002), Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia: Beberapa Isu.
Penting. Jakarta: Salemba.
top related