analisis pelaksanaan ketepatan identifikasi pasien ...repository.helvetia.ac.id/2565/7/ahmed mawardi...
Post on 14-Dec-2020
15 Views
Preview:
TRANSCRIPT
ANALISIS PELAKSANAAN KETEPATAN IDENTIFIKASI
PASIEN BERDASARKAN STANDAR SASARAN
KESELAMATAN PASIEN DI RUMAH SAKIT
SURYA INSANI PASIR PENGARAIAN
TAHUN 2019
TESIS
Oleh:
AHMED MAWARDI
1602011004
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
INSTITUT KESEHATAN HELVETIA
MEDAN
2019
ANALISIS PELAKSANAAN KETEPATAN IDENTIFIKASI
PASIEN BERDASARKAN STANDAR SASARAN
KESELAMATAN PASIEN DI RUMAH SAKIT
SURYA INSANI PASIR PENGARAIAN
TAHUN 2019
TESIS
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memeroleh Gelar Magister Kesehatan Masyarakat (M.K.M.)
pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Manajemen Rumah Sakit
Fakultas Kesehatan Masyarakat Institut Kesehatan Helvetia
Oleh:
AHMED MAWARDI
1602011004
PROGRAMSTUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
INSTITUT KESEHATAN HELVETIA
MEDAN
2019
HALAMAN PENGESAHAN
JudulTesis : Analisis Pelaksanaan Ketepatan Identifikasi
Pasien Berdasarkan Standar Sasaran
Keselamatan Pasien di Rumah Sakit Surya
Insani Pasir Pengaraian Tahun 2019
Nama Mahasiswa : Ahmed Mawardi
Nomor Induk Mahasiswa : 1602011004
Minat Studi : Manajemen Rumah Sakit
Menyetujui
Komisi Pembimbing:
Medan, 8 November 2019
Pembimbing-I Pembimbing-II
Dr. Asriwati, S.Kep., Ns, S.Pd., M.Kes. dr. Jamaluddin, MARS
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Institut Kesehatan Helvetia
Dekan,
( Dr. Asriwati, S.Kep., Ns, S.Pd., M.Kes )
Telah Diuji pada Tanggal 8 November 2019
Panitia Penguji Tesis
Ketua : Dr. Asriwati, Skep, Ns, M.Kes
Anggota : 1. dr. Jamaluddin, MARS
2. Dr. Tri Niswati Utami, S.Pd, M. Kes.
3. Dr. Mappeaty Nyorong, M.P.H.
HALAMAN PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Penelitian saya (Tesis) adalah asli dan belum pernah diajukan untuk
mendapatkan gelar akademik (sarjana, magister, dan/atau doktor), baik di
Institut Kesehatan Helvetia maupun di perguruan tinggi lain.
2. Penelitian ini adalah murni gagasan, rumusan dan penelitian saya sendiri,
tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing dan masukan
Tim Penelaah/ Tim Penguji.
3. Dalam penulisan tesis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah
ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas
dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama
pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka.
4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian
hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini,
maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar
yang telah diperoleh karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan
norma yang berlaku di perguruan tinggi ini.
Medan, 8 November 2019
Yang membuat pernyataan
Ahmed Mawardi
NIM. 1602011004
LEMBAR PERNYATAAN PUBLIKASI
Sebagai sivitas akademika Fakultas Kesehatan Masyarakat Institut Kesehatan
Helvetia Medan, saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Ahmed Mawardi
Nim : 1602011004
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas : Kesehatan Masyarakat
Jenis Karya : Tesis
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Fakultas Kesehatan Masyarakat Hak Bebas Royalti Non Eksklusif (Non
Exclusive Royalty Freeb Right) atas tesis saya yang berjudul :
ANALISIS PELAKSANAAN KETEPATAN IDENTIFIKASI PASIEN
BERDASARKAN STANDAR SASARAN KESELAMATAN PASIEN DI
RUMAH SAKIT SURYA INSANI PASIR PENGARAIAN TAHUN 2019
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan) dengan Hak Bebas Royalti Non
Eksklusif ini Fakultas Kesehatan Masyarakat Institut Kesehatan Helvetia Medan
berhak menyimpan, mengalih media format, mengelola dalam bentuk pangkalan
data (Database), merawat dan mempublikasi tesis saya tanpa meminta izin dari
saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis, pencipta dan sebagai
pemilik Hak Cipta.
Demikian persyaratan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Medan
Pada Tanggal : 8 November 2019
Yang menyatakan,
(Ahmed Mawardi)
i
ABSTRACT
ANALYSIS OF THE IMPLEMENTATION OF THE ACCURACY
OF PATIENT IDENTIFICATION BASED ON OBJECTIVE
STANDARDS OF PATIENT SAFETY AT SURYA
INSANI HOSPITAL PASIR PANGARAIAN
IN 2019
AHMED MAWARDI
1602011004
Patient identification is one of the goals of patient safety at the hospital.
Misidentification of patients at the beginning of the service will continue to the
next service error. Errors due to erroneous patient identification occur in almost
all aspects or stages of diagnosis and treatment thus the accuracy of patient
identification is required.
This research is a qualitative descriptive study, aimed to analyze the
implementation of the accuracy of patient identification at Surya Insani Hospital.
Data collection was done by interview, observation, and document review. The
informants were patient safety team, nursing manager, room head, registration
officer, nurse, midwife, patient and their companion.
The results showed that the implementation of patient identification at the
Hospital was running but not in accordance with standards. Health worker
knowledge as still lacking; the officer did not verify patient data; and the patient
was not well educated regarding the implementation of patient identification that
did not run well because of frequent employee changes, the lack of socialization
provided to the officers, the compliance of officers at the SOP was still lacking,
and there was no reporting of it.
Suggestion for hospitals to control and prevent employee turnover
intentions; the hospital patient safety team needs to disseminate the patient
identification procedure; provide punishment and reward to health workers
related to the implementation of patient identification; recording and reporting
the implementation of the accuracy of patient identification; and the need to
emphasize the officer's responsibility in explaining the importance of patient
identification and the use of identity bracelets when installing it.
Keywords: Patient Identification, Patient Safety, Hospital
The Legitimate Right by:
Helvetia Language Center
ii
ABSTRAK
ANALISIS PELAKSANAAN KETEPATAN IDENTIFIKASI PASIEN
BERDASARKAN STANDAR SASARAN KESELAMATAN PASIEN
DI RUMAH SAKIT SURYA INSANI PASIR PENGARAIAN
TAHUN 2019
AHMED MAWARDI
1602011004
Identifikasi pasien merupakan salah satu sasaran keselamatan pasien di rumah
sakit. Kesalahan identifikasi pasien di awal pelayanan akan berlanjut pada
kesalahan pelayanan berikutnya. Kesalahan karena kekeliruan identifikasi pasien
terjadi di hampir semua aspek atau tahapan diagnosis dan pengobatan sehingga
diperlukan adanya ketepatan identifikasi pasien.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif, bertujuan untuk
menganalisis pelaksanaan ketepatan identifikasi pasien di Rumah Sakit Surya
Insani. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, observasi, dan telaah
dokumen. Informan yang menjadi narasumber yaitu tim keselamatan pasien,
manajer keperawatan, kepala ruangan, petugas pendaftaran, perawat, bidan, pasien
dan pendamping pasien.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan identifikasi pasien di
Rumah Sakit Surya Insani sudah berjalan tetapi belum sesuai standar.
Pengetahuan petugas kesehatan masih kurang; petugas tidak melakukan verifikasi
data pasien; dan pasien tidak teredukasi dengan baik terkait pelaksanaan
identifikasi pasien. Pelaksanaan identifikasi pasien tidak berjalan dengan baik
karena karyawan yang sering berganti, kurangnya sosialisasi yang diberikan
kepada petugas, kepatuhan petugas pada SPO masih kurang, dan tidak ada
pelaporan pelaksanaan identifikasi pasien.
Beberapa saran yang direkomendasikan dalam penelitian ini adalah rumah
sakit perlu melakukan pengendalian dan pencegahan terhadap turnover intention
karyawan; tim keselamatan pasien rumah sakit perlu melakukan sosialisasi
prosedur identifikasi pasien; memberikan punishment dan reward kepada petugas
kesehatan terkait pelaksanaan identifikasi pasien; melakukan pencatatan dan
pelaporan pelaksanaan ketepatan identifikasi pasien; dan perlunya menekankan
tanggung jawab petugas dalam menjelaskan pentingnya identifikasi pasien dan
kegunaan gelang identitas pada saat pemasangan gelang identitas.
Kata kunci : Identifikasi Pasien, Keselamatan Pasien, Rumah Sakit
Daftar pustaka : 15 buku, 3 artikel, 19 jurnal, 3 undang-undang
iii
KATA PENG ANTAR
Puji dan syukur dengan penuh kerendahan hati dipanjatkan kehadirat Allah
SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada peneliti, dan tidak
lupa shalawat beriring salam senantiasa disampaikan kepada Nabi Muhammad
SAW, sehingga peneliti dapat menyelesaikan penyusunan hasil tesis dengan judul
“Analisis Pelaksanaan Ketepatan Identifikasi Pasien Berdasarkan Standar Sasaran
Keselamatan Pasien di Rumah Sakit Surya Insani Pasirpengaraian Tahun 2019”.
Penulisan tesis ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan
Program Studi Magister Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat
Institut Kesehatan Helvetia. Tesis ini dapat diselesaikan setelah mendapat
bimbingan serta saran dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini peneliti
mengucapkan rasa terima kasih kepada:
1. Dr. dr. Hj. Razia Begum Suroyo, M.Sc., M.Kes, selaku Pembina Yayasan
Helvetia Medan.
2. Iman Muhammad, SE., S.Kom., M.M., M.Kes, selaku Ketua Yayasan
Helvetia Medan.
3. Dr. H. Ismail Effendi, M.Si, selaku Rektor Institut Kesehatan Helvetia
4. Ibu, Dr. Asriwati, S.Kep., Ns, S.Pd., M.Kes, selaku Dekan Fakultas
Kesehatan Masyarakat Institut Kesehatan Helvetia Medan dan juga sebagai
Dosen Pembimbing 1 yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan.
5. Bapak Dr. Anto, SKM, M.Kes., M.M., selaku Ketua Program Studi S2
Kesehatan Masyarakat Institut Kesehatan Helvetia Medan.
6. Bapak dr. Jamaluddin, MARS, selaku Dosen Pembimbing 2 yang telah
banyak memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan tesis ini.
iv
7. Ibu Dr. Tri Niswati Utami, S.Pd, M. Kes., selaku Dosen Penguji I yang telah
memberikan pemikiran dalam memberi masukan tesis ini.
8. Bapak Dr. Mappeaty Nyorong, MPH, selaku Dosen Penguji II yang telah
memberikan arahan dan masukan dalam penyempurnaan Tesis ini.
9. Ibu, Evi Juliana, SE, MM, selaku Pemilik RS Surya Insani beserta direktur
dan seluruh jajaran manajemen RS Surya Insani yang telah memberikan izin
kepada penulis untuk melakukan penelitian di RS Surya Insani.
10. Kedua orangtua tercinta yang telah memberikan kasih sayang, dukungan, dan
semangat selama masa perkuliahan hingga masa penyelesaian perkuliahan.
11. Istri tersayang, dr. Lusy Elwinda yang telah memotivasi dan memberikan
semangat kepada peneliti untuk menyelesaikan tesis ini.
12. Teman-teman seperjuangan seangkatan yang ikut memberikan motivasi
kepada penulis sehingga peneliti dapat menyelesaikan tesis ini.
13. Semua pihak yang telah membantu kegiatan penelitian ini, khusus buat
karyawan/karyawati RS Surya Insani yang ikut langsung membantu
penelitian ini.
Peneliti menyadari bahwa penulisan tesis ini masih jauh dari kesempurnaan,
untuk itu peneliti mengharapkan saran dan kritik dari pembaca dan penguji yang
dapat membangun kesempurnaan tesis ini. Semoga tesis ini bermanfaat. Akhir
kata penulis mengucapkan terima kasih.
Medan, November 2019
Peneliti
Ahmed Mawardi
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS
AHMED MAWARDI, lahir di Pulodogom 03 Mei 1989, anak ketiga dari
bapak Julkarnaen dan ibu Suryani. Peneliti beragama islam dan beralamat di Desa
Pulodogom, Kecamatan Kualuhhulu, Kabupaten Labuhanbatu Utara.
Peneliti menyelesaikan Sekolah Dasar di SD Negeri 112296 Pulodogom pada
tahun 2001. Kemudian melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Pertama di
SLTP Negeri 6 Londut dan tamat tahun 2004. Pada tahun itu juga peneliti
melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA Muhammadiyah 9
Kualuhhulu dan tamat pada tahun 2007. Padat tahun 2008 peneliti melanjutkan
pendidikan di perguruan tinggi negeri, tepatnya di Program Studi Pendidikan
Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara. Peneliti menyelesaikan
kuliah S1 pada tahun 2012. Selanjutnya peneliti melanjutkan pendidikan Profesi
Dokter di Universitas Sumatera Utara dan tamat pada tahun 2014. Pada tahun
2015 melanjutkan Internsip di RSUD Kota Kendari, Sulawesi Tenggara dan pada
tahun 2016 peneliti melanjutkan pendidikan S2 di Program Studi S2 Kesehatan
Masyarakat di Institut Kesehatan Masyarakat Helvetia Medan.
vi
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN
ABSTRACT ........................................................................................................ i
ABSTRAK ........................................................................................................ ii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ........................................................................ v
DAFTAR ISI ..................................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ ix
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang .................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .............................................................................. 7
1.3. Pertanyaan penelitian .......................................................................... 8
1.4. Tujuan Penelitian ............................................................................... 8
1.5. Manfaat Penelitian ............................................................................. 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 10
2.1. Penelitian Terdahulu .......................................................................... 10
2.2. Telaah Teori ........................................................................................ 12
2.3. Landasan Teori ................................................................................... 15
2.3.1. Rumah Sakit ............................................................................. 15
2.3.2. Keselamatan Pasien .................................................................. 17
2.3.2.1. Standar Keselamatan Pasien .......................................... 17
2.3.2.2. Sasaran Keselamatan Pasien .......................................... 21
2.4. Identifikasi Pasien ............................................................................... 25
2.5. Pengetahuan ........................................................................................ 29
2.6. Kerjasama Tim.................................................................................... 35
2.7. Fokus Penelitian.................................................................................. 38
2.8. Kerangka Pikir .................................................................................... 39
2.9. Definisi Operasional ........................................................................... 39
BAB III METODE PENELITIAN ................................................................. 42
3.1. Jenis Penelitian .................................................................................. 42
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................. 43
3.3. Informan Penelitian ............................................................................ 43
3.4. Instrumen Penelitian ......................................................................... 43
3.5. Sumber Data ...................................................................................... 44
3.6. Metode Pengumpulan Data ................................................................ 45
3.7. Teknik Analisis Data ......................................................................... 46
3.8. Pengecekan validasi Temuan .............................................................. 47
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................. 49
4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ............................................................... 49
vii
4.1.1. Sejarah Singkat Rumah Sakit Surya Insani .............................. 49
4.1.2. Gambaran Umum Rumah Sakit surya Insani ........................... 50
4.1.3. Visi, Misi dan Motto Rumah Sakit Surya Insani ...................... 51
4.1.4. Ruang Lingkup Pelayanan ........................................................ 51
4.1.5. Struktu Organisasi ................................................................... 53
4.1.6. Karakteristik Informan ............................................................. 54
4.2. Analisis Data Penelitian ..................................................................... 56
4.2.1. Gambaran Kebijakan Identifikasi Pasien Rumah Sakit Surya
Insani ........................................................................................ 58
4.2.2. Gambaran Pengetahuan Petugas tentang Identifikasi Pasien ... 65
4.2.3. Gambaran Kemampuan Petugas dalam Melakukan Identifikasi
Pasien ........................................................................................ 70
4.2.4. Gambaran Edukasi Pasien tentang Identifikasi Pasien ............. 74
4.2.5. Gambaran Kerjasama Tim dalam Pelaksanaan Identifikasi
Pasien ........................................................................................ 77
4.3. Pembahasan ........................................................................................ 80
4.3.1. Kebijakan Ketepatan Identifikasi Pasien di Rumah Sakit Surya
Insani ........................................................................................ 80
4.3.2. Pengetahuan Perawat dalam Ketepatan Identifikasi Pasien ..... 83
4.3.3. Kemampuan Perawat dalam Pelaksanaan Identifikasi Pasien .. 86
4.3.4. Edukasi Pasien tentang Ketepatan Identifikasi Pasien ............. 89
4.3.5. Kerjasama Tim dalam Pelaksanaan Identifikasi Pasien ........... 90
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 96
5.1. Kesimpulan ........................................................................................ 96
5.2. Saran ................................................................................................... 97
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 99
LAMPIRAN ....................................................................................................... 103
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Judul Halaman
2.1. Alur identifikasi pasien pada saat pasien masuk ke rumah sakit ........ 26
2.2. Tahapan Identifikasi Pasien ................................................................ 28
2.3. Kerangka Pikir .................................................................................... 39
4.1. Struktur Organisasi Rumah Sakit Surya Insani ................................. 54
ix
DAFTAR TABEL
Tabel Judul Halaman
1. Karakteristik Informan ................................................................... 55
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Judul Halaman
1. Inform Consent ............................................................................ 103
2. Form Identitas Informan .............................................................. 104
3. Pedoman Wawancara .................................................................. 105
4. Pedoman Observasi ..................................................................... 107
5. Transkrip Wawancara ................................................................. 108
6. Hasil Observasi Ketepatan Identifikasi Pasien ............................ 121
7. Matriks Wawancara ..................................................................... 122
8. Dokumentasi Penelitian ............................................................... 132
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Banyak negara di dunia yang sedang berusaha membangun untuk
meningkatkan kualitas dan keamanan pelayanan masyarakat. Rumah Sakit
merupakan layanan jasa yang memiliki peran penting bagi kehidupan masyarakat.
Pelayanan Rumah Sakit yang bermutu sesuai standar profesi dan standar
pelayanan merupakan harapan semua masyarakat pengguna Rumah Sakit. Tidak
lepas dari pengaruh meningkatnya perkembangan teknologi informatika yang saat
ini memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk mendapatkan informasi,
termasuk informasi tentang kesehatan, sehingga pengetahuan masyarakat tentang
kesehatan semakin bertambah.
Di era globalisasi ini Indonesia belum mampu bersaing dengan rumah sakit di
luar negeri. Fokus permasalahan yang menyebabkan hal tersebut salah satunya
yaitu dengan krisis ketidakpercayaan dari masyarakat terhadap mutu pelayanan
kesehatan dimana semakin seringnya muncul dugaan malapraktik dan salah
diagnosis oleh petugas kesehatan (1). Untuk itu perlunya peningkatan keselamatan
pasien rumah sakit dengan harapan kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan
rumah sakit dapat meningkat. Hal ini karena dengan adanya program keselamatan
pasien dapat mengurangi Kejadian Tak Diharapkan (KTD), yang dapat
berdampak pada peningkatan biaya pelayanan, menimbulkan konflik antara
petugas kesehatan dengan pasien, menimbulkan tuntutan hukum, tuduhan
2
malpraktik, yang akhirnya menimbulkan opini negatif terhadap pelayanan rumah
sakit(2). Sehingga banyak Rumah Sakit berlomba-lomba bagaimana
memenangkan persaingan dengan cara memberikan rasa kepuasan pada pasien.
Saat ini isu penting dan global dalam pelayanan kesehatan adalah keselamatan
pasien. Keselamatan pasien merupakan masalah global yang sangat serius.
Menurut Nursalam (2011), Keselamatan pasien (patient safety) merupakan suatu
variabel untuk mengukur dan mengevaluasi kualitas pelayanan keperawatan yang
berdampak terhadap pelayanan kesehatan (3). Menurut Sumarianto et al (2013)
keselamatan pasien merupakan sistem yang dibentuk rumah sakit untuk mencegah
dan mengurangi kesalahan dalam perawatan terhadap pasien akibat dari kelalaian
atau kesalahan asuhan yang diberikan. Keselamatan pasien rumah sakit
merupakan suatu bentuk pelayanan kesehatan kepada pasien di rumah sakit yang
aman dan tidak merugikan pasien. Semua komponen pelayanan kesehatan rumah
sakit meliputi dokter, perawat dan tenaga kesehatan lainnya (4). Menurut WHO
(2009) pasien rawat inap beresiko mengalami kejadian tidak diharapkan (KTD).
Oleh sebab itu, pelayanan kesehatan memiliki peranan penting dalam memberikan
2 asuhan keperawatan kepada pasien, sehingga menjamin keselamatan pasien dan
menurunkan Kejadian Tidak Diinginkan (KTD) di rumah sakit (16).
Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi assessment risiko, identifikasi
dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan
analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta
implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah
3
terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu
tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya di ambil.
Dalam Permenkes no 11 Tahun 2017 menyatakan bahwa setiap rumah sakit
wajib mengupayakan pemenuhan Sasaran Keselamatan Pasien. Sasaran
Keselamatan Pasien meliputi tercapainya ketepatan identifikasi pasien,
peningkatan komunikasi yang efektif, peningkatan keamanan obat yang perlu
diwaspadai, kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepat-pasien operasi,
pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan, dan pengurangan risiko
pasien jatuh (11).
Keselamatan pelayanan di rumah sakit salah satunya dimulai dari ketepatan
identifikasi pasien. Karena salah identifikasi pasien diidentifikasi sebagai akar
penyebab banyak kesalahan yang terjadi. Identifikasi Pasien merupakan sasaran
keselamatan pasien yang pertama. Kesalahan karena kekeliruan identifikasi pasien
terjadi di hampir semua aspek atau tahapan diagnosis dan pengobatan sehingga
diperlukan adanya ketepatan identifikasi pasien. Identifikasi pasien dilakukan
pada saat sebelum melakukan tindakan keperawatan atau prosedur lain, pemberian
obat, transfusi darah atau produk darah, pengambilan darah dan pengambilan
spesimen lain untuk uji klinis. Cara identifikasi pasien yaitu dengan tanggal lahir,
nama pasien, nomor rekam medis dan gelang berkode batang. Nomor kamar atau
tempat tidur tidak dapat digunakan untuk identifikasi. Kesalahan identifikasi
pasien dapat terjadi hampir di banyak aspek, yang dapat mengakibatkan dampak
yang serius bagi pasien seperti medication errors, kesalahan pemberian obat,
4
salah dalam transfusi darah, pemberian prosedur pengobatan pada orang yang
salah, bahkan bisa menyebabkan penyerahan bayi pada keluarga yang salah (6).
Standar keselamatan pasien yang telah ditetapkan oleh JCI (Joint Comission
International) adalah sasaran pelaksanaan keselamatan pasien di rumah sakit atau
disebut dengan National Patient Safety Goals for Hospital meliputi identifikasi
pasien dengan benar, meningkatkan komunikasi efektif, menggunakan obat secara
aman, kepastian tepat lokasi, prosedur dan tepat pasien, menurunkan risiko
infeksi, dan mengidentifikasi risiko jatuh pasien (7). Program keselamatan pasien
bertujuan menurunkan angka Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) yang sering terjadi
pada pasien selama dirawat di rumah sakit sehingga sangat merugikan baik pasien
sendiri dan pihak rumah sakit.
Dalam beberapa tahun terakhir ini negara-negara telah menyadari pentingnya
keselamatan pasien. Keselamatan pasien merupakan hak pasien yang dijamin
dalam UU No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, untuk itu pihak rumah sakit
perlu meminimalkan kesalahan – kesalahan yang mungkin terjadi dalam setiap
tindakan yang dilakukan terhadap pasien di rumah sakit. Salah satu upaya
meminimalkan kejadian-kejadian tersebut adalah dengan membentuk Tim
Keselamatan Pasien di Rumah Sakit yang bertugas mengidentifikasi dan mengkaji
kejadian – kejadian yang berhubungan dengan keselamatan pasien.
Berdasarkan penelitian Anggraeni dkk (2014), menyatakan bahwa perawat
tidak selalu melakukan identifikasi pasien, terutama pada saat melakukan tindakan
keperawatan yang bersifat rutin, dengan alasan sibuk atau tidak sempat serta
menghindari kebosanan pasien. Ketika terjadi kesalahan dalam identifikasi pasien
5
atau ketidaktepatan pelaksanaan prosedur identifikasi, perawat tidak mencatat dan
melaporkan karena masih ada rasa tidak enak atau sungkan pada petugas lain yang
tidak melaksanakan prosedur identifikasi dengan benar (8). Penelitian terdahulu
ini memperihatkan bahwa kesalahan dalam identifikasi pasien dapat
mengakibatkan kesalahan lainnya dalam pelayanan kesehatan.
Pada tahun 2000 Institute of Medicine di Amerika Serikat menerbitkan
laporan yang mengejutkan banyak pihak (“wake up call”) : “TO ERR IS
HUMAN”, Building a Safer Health System. Laporan itu mengemukakan
penelitian di rumah sakit di Utah dan Colorado serta New York. Di Utah dan
Colorado ditemukan kejadian tidak diharapkan (KTD) atau Adverse Event sebesar
2,9 %, dimana 6,6 % diantaranya meninggal. Sedangkan di New York, KTD
adalah sebesar 3,7 % dengan angka kematian 13,6 %. Angka kematian akibat
KTD pada pasien rawat inap di seluruh Amerika yang berjumlah 33,6 juta per
tahun berkisar 44.000 – 98.000 per tahun. Publikasi WHO pada tahun 2004,
mengumpulkan angka-angka penelitian rumah sakit di berbagai Negara; Amerika,
Inggris, Denmark, dan Australia, ditemukan KTD denganrentang 3,2 – 16,6 %.
Dengan data-data tersebut, berbagai negara segera melakukan penelitian dan
mengembangkan Sistem Keselamatan Pasien (2). Dari hasil survei internasional
lima negara yang dilakukan oleh Communio Lectures, Ramsay Health Care
Clinical Governance Unit tahun 2002, pada pasien dewasa yang sakit dan dirawat
menunjukkan 19% percaya bahwa suatu kesalahan telah dibuat, 11% percaya
terjadi kesalahan obat atau dosis, dan 13% percaya bahwa masalah kesehatan
yang serius diderita disebabkan oleh kesalahan dalam pelayanan atau perawatan.
6
Di Indonesia gerakan keselamatan pasien dimulai ketika Perhimpunan Rumah
Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) mengambil inisiatif membentuk Komite
Keselamatan Pasien Rumah Sakit pada tahun 2005, kemudian berubah menjadi
Institut Keselamatan Pasien Rumah Sakit (IKPRS). Pada tahun 2012, Menteri
Kesehatan membentuk Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) (2).
Laporan Insiden Keselamatan Pasien di Indonesia berdasarkan jenisnya dari 145
insiden yang dilaporkan didapatkan kejadian nyaris cidera (KNC) sebanyak 69
kasus (47,6%), KTD sebanyak 67 kasus (46,2%), dan lain-lain sebanyak 9 kasus
(6,2%). Berdasarkan data di atas menunjukkan bahwa masih banyaknya masalah
patient safety yang seharusnya dapat dicegah dengan penerapan IPSG
(International Patient Safety Goal). Walaupun telah ada laporan insiden yang
diperoleh, perhitungan kejadian yang berhubungan dengan keselamatan pasien
masih sangat terbatas.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Provinsi Riau pada tahun 2015 jumlah
rumah sakit di provinsi Riau sebanyak 67 rumah sakit. Laporan keselamatan
pasien di provinsi Riau sulit didapatkan karena tidak tercatat dan terlapor secara
administrasi. Hal ini karena rumah sakit enggan untuk melakukan pelaporan
insiden keselamatan pasien. Penelitian Ismaniar (2012) di salah satu rumah sakit
swasta di Riau menunjukkan hasil dari 42 kasus laporan insiden, terjadi 45,22%
medication error, 2,38% mengakibatkan kematian dan 50% kasus tidak dilakukan
analisis. Tidak ada laporan internal dan eksternal yang dilakukan oleh tim KP-RS
(25).
7
Sama halnya dengan data di tingkat provinsi, laporan keselamatan pasien di
tingkat kabupaten juga tidak tercatat dan terlapor. Di Kabupaten Rokanhulu
terdapat sebanyak 6 rumah sakit, dimana salah satunya adalah Rumah Sakit Surya
Insani. Dari hasil survei awal yang dilakukan peneliti di Rumah Sakit Surya
Insani, dari enam sasaran keselamatan pasien, pelaksanaan identifikasi masih
belum mencapai target yang ditetapkan. Dari jumlah pasien yang dirawat inap tiap
hari rata-rata 20-30 pasien, persentase pelaksanaan standar identifikasi pasien
pada pemberian identitas pasien untuk pasien rawat inap sebanyak 90%. Hal ini
menunjukkan bahwa pelaksanaan identifikasi pasien belum terlaksana dengan
baik dari target pelaksanaan identifikasi pasien 100%. Hal ini juga yang
mendasari peneliti untuk melakukan analisis terhadap pelaksanaan identifikasi
pasien di Rumah Sakit Surya Insani.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan di atas, diketahui bahwa keselamatan pasien
merupakan isu penting saat ini, dimana kesalahan dalam mengidentifikasi pasien
merupakan salah satu penyebab Kejadian Tidak Diinginkan (KTD). Hal ini karena
kesalahan dalam mengidentifikasi pasien akan menyebabkan kesalahan pada
pengobatan selanjutnya. Rumah Sakit Surya Insani juga memiliki resiko terhadap
insiden keselamatan pasien yang diakibatkan oleh kesalahan dalam
mengidentifikasi pasien. Hal ini karena peraturan terkait ketepatan identifikasi
pasien belum terlaksana dengan baikoleh petugas yang sering berhubungan
dengan pasien.
8
1.3 Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran kebijakan identifikasi pasien di Rumah Sakit Surya
Insani ?
2. Bagaimana gambaran pengetahuan perawat dalam pelaksanaan identifikasi
pasien di Rumah Sakit Surya Insani ?
3. Bagaimana gambaran kemampuan petugas kesehatan dalam melakukan
identifikasi pasien di Rumah Sakit Surya Insani ?
4. Bagaimana gambaran edukasi pasien terhadap identifikasi pasien di Rumah
Sakit Surya Insani ?
5. Bagaimana analisis kerja tim dalam penerapan keselamatan pasien di
Rumah Sakit Surya Insani ?
1.4 Tujuan Penelitian
a. Tujuan Umum
Mengetahui gambaran tentang pelaksanaan identifikasi pasien di Rumah Sakit
Surya Insani .
b. Tujuan Khusus
1. Mengetahui gambaran dan informasi mendalam tentang kebijakan
identifikasi pasien di Rumah Sakit Surya Insani .
2. Mengetahui gambaran dan informasi mendalam terhadap pengetahuan
petugas kesehatan dalam pelaksanaan identifikasi pasien di Rumah Sakit
Surya Insani .
3. Mengetahui gambaran dan informasi mendalam terhadap kemampuan
petugas kesehatan dalam identifikasi pasien di Rumah Sakit Surya Insani .
9
4. Mengetahui gambaran dan informasi mendalam terhadap edukasi pasien
terhadap identifikasi pasien di Rumah Sakit Surya Insani .
5. Mengetahui gambaran dan informasi mendalam tentang kerja tim dalam
penerapan keselamatan pasien di Rumah Sakit Surya Insani .
1.5 Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Penelitian ini dapat dijadikan wacana yang memperkaya pengetahuan
penulis dan sebagai sarana untuk mengimplementasikan keilmuan yang
telah didapatkan dibangku kuliah.
2. Bagi Rumah Sakit Surya Insani
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai alat evaluasi dan monitoring
terhadap pelaksanaan ketepatan identifikasi pasien di Rumah Sakit Surya
Insani .
3. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat
Tesis ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi mahasiswa dan dosen
mengenai pelaksanaan ketepatan identifikasi pasien di rumah sakit.
4. Bagi Penelitian selanjutnya
Penelitian ini diharapkan dapat menambah kepustakan tentang
pelaksanaan identifikasi pasien di rumah sakit, serta dapat menjadi
referensi bagi penelitian selanjutnya dalam hal keselamatan pasien di
rumah sakit, khususnya identifikasi pasien.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Terdahulu
(1). Lukman Hakim, 2014, “Evaluasi Pelaksanaan Sistem Identifikasi Pasien
di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit”, Penelitian ini merupakan studi
kasus dengan pendekatan kualitatif. Metode pengumpulan data dilakukan
dengan focus group discussion (FGD), wawancara, pengamatan serta
studi dokumen. Tesis, secara struktur sistem identifikasi pasien cukup
lengkap, pengetahuan perawat tentang sistem identifikasi pasien cukup
baik, sikap perawat dan petugas lain terhadap pelaksanaan prosedur
identifikasi pasien adalah positif namun tidak selalu melakukan prosedur
verifikasi sesuai ketentuan.
(2). Rio Hardiatma, 2016, “Analisis Implementasi Sasaran Keselamatan
Pasien Dalam Upaya Menghadapi Akreditasi Di Klinik Trio Husada Kota
Batu”. Jenis penelitian kulitatif dengan tindakan (action research),
responden pada penelitian ini 20 orang ditambah 3 informan dari internal
dan 2 dari independen. Analisis data dengan pengumpulan data, reduksi
data, display data, dan penarikan kesimpulan. Tesis terdapat peningkatan
sikap dan perilaku dalam implementasi 6 sasaran keselamatan pasien di
klinik trio husada. Kesiapan klinik trio husada dalam menghadapi
akreditasi klinik mendapatkan hasil nilai skor dan capaianyang baik.
(3). Ade Triani Utami Pasaribu, 2017,“Gambaran Pelaksanaan Ketepatan
Identifikasi Pasien Oleh Perawat Di Instalasi Rawat Inap kelas III RSUD
11
Pasar Minggu Tahun 2017” merupakan penelitian deskriptif kualitatif
dan pengumpulan data berupa wawancara, observasi, dan telaah
dokumen. Informan yang menjadi narasumber yaitu tim keselamatan
pasien, 10 perawat, dan 10 pasien. Tesis ini menujukkan bahwa
kebijakan dan prosedur tentang identifikasi pasien sudah dibuat oleh
tim keselamatan pasien sesuai dengan standar akreditasi RS versi
2012. Namun kebijakan dan prosedur tersebut belum disosialisasikan
kepada perawat secara resmi, hanya sebagian kecil perawat yang
mengetahui prosedur identifikasi pasien dengan tepat, sebagian besar
perawat tidak sesuai prosedur dalam mengidentifikasi pasien, sebagian
besar pasien tidak dijelaskan tujuan identifikasi pasien dan gelang
identitas oleh petugas.
(4). Syifa Sakinah, Putri Asmita Wigati, Septo Pawelas Arso, 2017, “Analisis
Sasaran Keselamatan Pasien Dilihat Dari Aspek Pelaksanaan Identifikasi
Pasien Dan Keamanan Obat Di RS Kepresidenan Rspad Gatot Soebroto
Jakarta”, jenis penelitian yang digunakan adalah Exploratory Research
dengan pendeketan kualitatif, responden yang dijadikan sebagai
informan utama adalah perawat rawat inap yang terdapat KNC, Perawat
rawat inap yang tidak terdapat KNC dan salah satu anggota keselamatan
pasien. Dan untuk menguji validitas data, dipilih informan triangulasi
yaitu kepala Kepala perawat di unit rawat inap yang pernah ada KNC,
Kepala perawat di unit rawat inap yang tidak ada KNC dan Sekertaris
Komite Mutu dan Keselamatan Pasien.
12
(5). Reno Afriza Neri, 2018, “Analisis Pelaksanaan Sasaran Keselamatan
Pasien Di Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Padang Pariaman”,
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif melalui wawancara
mendalam, Focus Group Discussion, observasi dan telaah dokumen.
Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara lima belas orang
informan. Komponen yang diteliti mengenai input (kebijakan, pedoman
dan Standar Prosedur Operasional (SPO), tenaga, metode, dana, sarana),
proses yaitu pelaksanaan sasaran keselamatan pasien, dan output
dari capaian penerapan. Tesis menunjukkan bahwa pelaksanaan sasaran
keselamatan pasien di rawat inap RSUD Padang Pariaman tahun
2018 belum maksimal dan hasil belum mancapai target.
2.2. Telaah Teori
Salah satu cara dalam penulisan tesis ini adalah peneliti selalu berawal dari
pengetahuan-pengetahuan yang sudah ada sebelumnya, yaiu dengan melakukan
penelitian terhadap pustaka yang ada berupa karya-karya ilmiah maupun jurnal yang
memiliki relevansi dengan topik yang akan diteliti. Pada umumnya semua ilmuwan
memulai penelitiannya dengan menggali hal-hal yang sudah ditemukan oleh para
ahli-ahli yang lain. Dari apa yang telah ditemukan para ahli tersebut dapat dilakukan
dengan memahami, mencermati, menelaah dan mengidentifikasi hasil penelitian
dalam bentuk jurnal, skripsi, thesis atau karya ilmiah yang ada. Adapun telaah
pustaka yang dilakukan oleh peneliti adalah menggali hal-hal apa yang sudah
dikemukakan oleh para peneliti terdahulu, beberapa diantaranya adalah sepeti yang
sudah dipaparkan di atas.
13
Penelitian yang dilakukan Hakim (2014) merupakan studi kasus dengan
pendekatan kualitatif dengan focus group discussion (FGD), wawancara,
pengamatan serta studi dokumen. Penelitian ini melakukan evaluasi terhadap
sistem identifikasi pasien, kemudian pengetahuan dan sikap perawat dan petugas
lain terhadap identifikasi pasien. Hasil penelitian menunjukkan secara struktur
sistem identifikasi pasien cukup lengkap, pengetahuan perawat tentang sistem
identifikasi pasien cukup baik, sikap perawat dan petugas lain terhadap
pelaksanaan prosedur identifikasi pasien adalah positif namun tidak selalu
melakukan prosedur verifikasi sesuai ketentuan.
Penelitian oleh Hardiatma (2016) melakukan analisis implementasi sasaran
keselamatan pasien dalam upaya menghadapi akreditasi di Klinik Trio Husada
Kota Batu. Variabel yang digunakan adalah sikap dan perilaku terhadap
implementasi 6 sasaran keselamatan pasien. Hasil penelitian menunjukkan
terdapat peningkatan sikap dan perilaku dalam implementasi 6 sasaran
keselamatan pasien di klinik trio husada. Kesiapan klinik trio husada dalam
menghadapi akreditasi klinik mendapatkan hasil nilai skor dan capaian yang baik.
Penelitian selanjutnya oleh Pasaribu (2017) menujukkan bahwa kebijakan dan
prosedur tentang identifikasi pasien sudah dibuat oleh tim keselamatan pasien
sesuai dengan standar akreditasi RS versi 2012. Namun kebijakan dan prosedur
tersebut belum disosialisasikan kepada perawat secara resmi, hanya sebagian kecil
perawat yang mengetahui prosedur identifikasi pasien dengan tepat, sebagian besar
perawat tidak sesuai prosedur dalam mengidentifikasi pasien, sebagian besar pasien
tidak dijelaskan tujuan identifikasi pasien dan gelang identitas oleh petugas.
Penelitian ini mengunakan variabel pengetahuan dan kemampuan perawat terhadap
14
pelaksanaan identifikasi pasien. Pada penelitian ini lokasi yang menjadi penelitian
hanya di ruang rawat inap.
Selanjutnya penelitian Sakinah, dkk (2017) jenis penelitian yang digunakan
adalah Exploratory Research dengan pendeketan kualitatif. Penelitian ini melakukan
analisis sumber daya, kebijakan dan SOP, sarana dan prasarana, pengorganisasian,
pelaksanaan identifikasi pasien, komitmen petugas dan pelaporan insiden
keselamatan pasien. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan identifikasi
pasien dan keamanan obat (waspada tinggi) telah dilaksanakan tetapi belum
sepenuhnya dipenuhi sebagaimana diatur dalam PMK 1691/MENKES/PER/VII/2011.
Hal ini terjadi karena sumber daya manusia yang tidak memadai, kurangnya pelatihan
tentang perawat pelaksana, perawat kurang sesuai dengan SOP yang ditetapkan,
kurangnya komitmen perawat yang melaksanakan tugas, keterlambatan penyerahan
laporan keselamatan pasien ke KMKP.
Kemudian penelitian Neri (2018) menggunakan metode kualitatif melalui
wawancara mendalam, Focus Group Discussion,observasi dan telaah dokumen.
Komponen yang diteliti mengenai input (kebijakan, pedoman dan Standar Prosedur
Operasional (SPO), tenaga, metode, dana, sarana), proses yaitu pelaksanaan
sasaran keselamatan pasien, dan output dari capaian penerapan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pelaksanaan sasaran keselamatan pasien di rawat inap
RSUD Padang Pariaman tahun 2018 belum maksimal dan hasil belum mancapai
target.
Dari beberapa penelitian yang telah diuraikan di atas, maka terdapat beberapa
perbedaan terhadap penelitian ini. Seperti misanya pada penelitian tersebut di atas
melakukan penelitian terhadap sasaran keselamatan pasien secara keseluruhan yaitu 6
15
sasaran, sementara penelitian ini hanya terfokus pada pelaksanaan identifikasi pasien,
dan variabel yang diteliti adalah kebijakan, pengetahuan, kemampuan, kerja sama tim
petugas, dan edukasi pasien dalam pelaksanaan identifikasi pasien. Selanjutnya yang
menjadi pembed pada penelitian ini adalah lokasi penelitian pada beberapa lingkup
kegiatan rumah sakit, yaitu dari IGD, Pendaftaran, Poliklinik, dan Rawat Inap
2.3. Landasan Teori
2.3.1. Rumah Sakit
Rumah sakit merupakan sebuah organisasi pelayanan kesehatan yang
memiliki banyak komponen yang saling berinteraksi, dengan demikian diperlukan
tata kelola atau governance. Rumah sakit memiliki elemen-elemen yang membuat
rumah sakit menjadi organisasi yang penuh dengan risiko, antara lain:
1. Pasien, yang memiliki banyak variabel antara lain jenis penyakit, umur, ras,
sex, pendidikan, ekonomi, budaya, dan sosial.
2. Staf, antara lain memiliki variabel kompetensi, keterampilan, pendidikan,
motivasi, dan kesesuaian
3. Proses, yang meliputi perbedaan, pedoman, guideline, dan prosedur
4. Sumber daya,
5. Informasi, yang harus memperhatikan kualitas dan sesuai bila diperlukan, siap
untuk dimanfaatkan
6. Organisasi; yang meliputi elemen filosofi, visi, misi, dukungan untuk
perbaikan pelayanan.
Keenam elemen di atas akan berdampak pada profesionalitas pelayanan yang
berujung pada risiko, terutama bagi pasien. Oleh karena itu, rumah sakit
16
memerlukan tatakelola dalam menjalankan organisasinya. Tata kelola atau
governance adalah tindakan atau sikap dalam membentuk kebijakan dan
keseteraan (sebuah organisasi, atau kumpulan orang). “Governance is the action
or manner of conducting the policy and affairs of (a state, organisation, or people)
– Concise Oxford Dictionary (10th Edition)”
Rumah sakit merupakan institusi pelayanan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan
rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat (9). Menurut Cahyono (2008), terdapat
empat kewajiban yang harus dilaksanakan oleh rumah sakit dalam rangka
menjamin kemanan pasien, yaitu:(5)
1. Kewajiban untuk menjaga dan menyediakan fasilitas dan peralatan yang selalu
siap pakai pada saat yang diperlukan.
2. Kewajiban untuk melakukan seleksi dan mempekerjakan dokter yang
kompeten.
3. Kewajiban untuk menjaga semua personel di lingkungan rumah sakit agar
selalu memberikan pelayanan yang aman.
4. Kewajiban untuk membuat, mengadopsi, dan memberlakukan aturan dan
kebijakan dalam rangka menjamin pelayanan yang aman bagi pasien.
Dalam upaya menerapkan Standar Keselamatan Pasien, terdapat tujuh langkah
yang dilakukan rumah sakit menuju keselamatan pasien, yaitu :(10)
1. Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien.
2. Memimpin dan mendukung staf.
3. Mengintegrasikan aktivitas pengelolaan resiko.
17
4. Mengembangkan sistem pelaporan.
5. Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien.
6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien.
7. Mencegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien.
2.3.2. Keselamatan pasien
2.3.2.1. Standar Keselamatan Pasien
Keselamatan pasien rumah sakit merupakan suatu sistem dimana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen resiko, identifikasi dan
pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis
insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi
solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera
yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya diambil(10). Berikut tujuh standar
keselamatan yang harus diterapkan oleh rumah sakit :
1. Hak pasien
Pasien dan keluarga memiliki hak untuk mendapatkan informasi tentang
rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya insiden.
2. Mendidik pasien dan keluarga
Rumah sakit memberikan didikan kepada pasien dan keluarganya tentang
kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien. Hal tersebut
karena keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dengan
melibatkan pasien dalam proses pelayanan. Untuk meningkatkan keselamatan,
pasien harus dilibatkan dalam proses pelayanan. Oleh karena itu, rumah sakit
18
harus memiliki sistem dan mekanisme dalam mendidik pasien dan
keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan
pasien.
3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
Rumah sakit harus menjamin keselamatan pasien dalam kesinambungan
pelayanan dan menjamin koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan.
Kriteria dalam keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan sebagai
berikut :
1) Terdapat koordinasi pelayanan secara menyeluruh mulai saat pasien
masuk, pemeriksaan, diagnosis, perencanaan pelayanan, tindakan
pengobatan, rujukan dan saat pasien keluar dari rumah sakit.
2) Terdapat koordinasi pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien
dan kelayakan sumber daya secara berkesinambungan sehingga pada
seluruh tahap pelayanan transisi antar unit pelayanan dapat berjalan baik
dan lancar.
3) Terdapat koordinasi pelayanan yang mencakup peningkatan komunikasi
untuk memfasilitasi dukungan keluarga, pelayanan keperawatan,
pelayanan social, konsultasi dan rujukan, pelayanan kesehatan primer dan
tindak lanjut lainnya.
4) Terdapat komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan
sehingga dapat tercapainya proses koordinasi tanpa hambatan, aman dan
efektif.
19
4. Penggunaan metode-metode peningkatn kinerja untuk melakukan evaluasi dan
program peningkatan keselamatan pasien.
Rumah sakit mendesain proses baru atau memperbaiki proses yang ada,
memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis
secara intensif insiden, dan melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja
serta keselamatan pasien.
5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien.
1) Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program implementasi
program keselamatan pasien secara terintegrasi dalam organisasi.
2) Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif untuk identifikasi
risiko keselamatan pasien dan program menekan atau mengurangi insiden.
3) Pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi koordinasi antar unit
dan individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang
keselamatan pasien.
4) Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang kuat untuk mengukur,
mengkaji, dan meningkatkan kinerja rumah sakit serta meningkatkan
keselamatan pasien.
5) Pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya dalam
meningkatkan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien.
6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien
1) Rumah sakit memiliki proses pendidikan, pelatihan, dan orientasi untuk
setiap jabatan mencakup jabatan dengan keselamatan pasien secara jelas.
20
2) Rumah sakit menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan berkelanjutan
untuk meningkatkan dan memelihara kompetensi staf serta mendukung
pendekatan indisipliner dalam pelayanan pasien.
3) Rumah sakit harus menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama
kelompok guna mendukung pendekatan indisipliner dan kolaboratif dalam
rangka melayani pasien.
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien.
Rumah sakit merencanakan dan mendesain proses manajemen informasi
keselamatan pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi internal dan
eksternal. Serta melakukan transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan
akurat.
Rumah sakit harus membentuk Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit (TKP-
RS) dalam pelaksanaan keselamatan pasien. Tim ini ditetapkan oleh kepala rumah
sakit sebagai pelaksana kegiatan keselamatan pasien. Anggota tim keselamatan
pasien rumah sakit terdiri dari manajemen rumah sakit dan unsur dari profesi
kesehatan di rumah sakit. Tugas dari tim ini adalah :
1. Membangun program keselamatan pasien di rumah sakit sesuai dengan
kekhususan rumah sakit tersebut.
2. Menyusun kebijakan dan prosedur terkait dengan program keselamatan pasien
rumah sakit.
3. Menjalankan peran untuk melakukan motivasi, edukasi, konsultasi,
pemantauan, dan penilaian tentang terapan program keselamatan pasien rumah
sakit.
21
4. Bekerja sama dengan bagian pendidikan dan pelatihan rumah sakit untuk
melakukan pelatihan internal keselamatan pasien rumah sakit.
5. Melakukan pencatatan, pelaporan insiden, analisa insiden, dan
mengembangkan solusi untuk pembelajaran.
6. Memberikan masukan dan pertimbangan kepada kepala rumah sakit dalam
rangka pengambilan kebijakan keselamatan pasien rumah sakit membuat
laporan kegiatan kepada kepala rumah sakit.
Keselamatan pasien rumah sakit merupakan suatu sistem dimana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman. Tujuan dari sistem keselamatan pasien rumah
sakit adalah :
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit
2. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat.
3. Menurunnya kejadian tak diharapkan (KTD) di rumah sakit.
4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi KTD.
2.3.2.2. Sasaran Keselamatan Pasien
Setiap rumah sakit wajib mengupayakan pemenuhan sasaran keselamatan
pasien (Permenkes, 20l1). Sasaran keselamatan pasien meliputi tercapainya hal-
hal berikut:
1. Mengidentifikasi pasien secara benar.
2. Meningkatkan komunikasi yang efektif.
3. Meningkatkan keamanan dari pengobatan resiko tinggi.
4. Mengeliminasi kesalahan penempatan, kesalahan pengenalan pasien, dan
kesalahan prosedur operasi.
22
5. Mengurangi resiko infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan.
6. Mengurangi resiko pasien terluka karena jatuh.
Kegiatan yang dilakukan dalam ketepatan identifikasi pasien adalah sebagai
berikut: (26)
1. Pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien (nama pasien, nomor
rekam medis, tanggal lahir, gelang identitas pasien dengan barcode), tidak
boleh menggunakan nomor kamar atau lokasi pasien.
2. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, atau produk darah.
3. Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah dan spesimen lain untuk
pemeriksaan klinis.
4. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian pengobatan dan tindakan/ prosedur,
5. Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan identifikasi yang konsisten
pada semua situasi dan lokasi.
Kegiatan yang dilakukan dalam peningkatan komunikasi yang efektif adalah
sebagai berikut: (26)
1. Perintah lengkap secara lisan dan melalui telepon atau hasil pemeriksaan
dituliskan secara lengkap oleh penerima perintah.
2. Perintah lengkap lisan dan telpon atau hasil pemeriksaan dibacakan kembali
secara lengkap oleh penerima perintah.
3. Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh pemberi perintah atau yang
menyampaikan hasil pemeriksaan
4. Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan verifikasi keakuratan
komunikasi lisan atau melalui telepon secara konsisten.
23
Kegiatan yang dilakukan dalam peningkatan keamanan obat yang perlu
diwaspadai adalahsebagai berikut: (26)
1. Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan agar memuat proses identifikasi,
menetapkan lokasi, pemberian label, dan penyimpanan elektrolit konsentrat.
2. lmplementasi kebijakan dan prosedur.
3. Elektrolit konsentrat tidak berada di unit pelayanan pasien kecuali jika
dibutuhkan secara klinis dan tindakan diambil untuk mencegah pemberian
yang kurang hatihati di area tersebut sesuai kebijakan.
4. Elektrolit konsentrat yang disimpan pada unit pelayanan pasien harus diberi
label yang jelas, dan disimpan pada area yang dibatasi ketat (restricted).
Kegiatan yang dilakukan dalam kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur, dan
tepat-pasien adalah sebagai berikut: (26)
1. Rumah sakit menggunakan suatu tanda yang jelas dan dimengerti untuk
identifikasi lokasi operasi dan melibatkan pasien di dalam proses penandaan.
2. Rumah sakit menggunakan suatu checklist atau proses lain untuk
memverifikasi saat preoperasi tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien
dan semua dokumen serta peralatan yang diperlukan tersedia, tepat, dan
fungsional.
3. Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat prosedur “sebelum insisi/
time-out” tepat sebelum dimulainya suatu prosedur/ tindakan pembedahan.
4. Kebijakan dan prosedur dikembangkan untuk mendukung proses yang
seragam untuk memastikan tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien,
termasuk prosedur medis dan dental yang dilaksanakan di luar kamar operasi.
24
Kegiatan yang dilakukan dalam pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan
kesehatan adalahsebagai berikut: (26)
1. Rumah sakit mengadopsi atau mengadaptasi pedoman hand hygiene terbaru
yang diterbitkan dan sudah diterima secara umum (WHO Patient Safety).
2. Rumah sakit menerapkan program hand hygiene yang efektif.
3. Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan pengurangan
secara berkelanjutan risiko dari infeksi yang terkait pelayanan kesehatan.
Kegiatan yang dilakukan dalam pengurangan risiko pasien jatuh adalah
sebagai berikut: (26)
1. Rumah sakit menerapkan proses asesmen awal atas pasien terhadap risiko
jatuh dan melakukan asesmen ulang pasien bila diindikasikan terjadi
perubahan kondisi atau pengobatan,dan lain-lain.
2. Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi risiko jatuh bagi mereka yang
pada hasil asesmen dianggap berisiko jatuh
3. Langkah-langkah dimonitor hasilnya, baik keberhasilan pengurangan cedera
akibat jatuh dan dampak dari kejadian tidak diharapkan
Kesalahan dalam pelayanan kesehatan merupakan sesuatu yang bersifat tidak
sengaja, karena tidak ada seorang pun petugas kesehatan, baik dokter, perawat,
farmasi, laboratorium, radiologi, dan sebagainya, berniat melakukan kesalahan.
Berikut merupakan Sembilan solusi keselamatan pasien di Rumah Sakit, yaitu :
1. Perhatikan Nama Obat, Rupa dan Ucapan Mirip (Look-Alike, Sound-Alike
Medication Names);
2. Pastikan identifikasi pasien;
25
3. Komunikasi secara benar saat serah terima/ pengoperan pasien;
4. Pastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar;
5. Kendalikan cairan elektrolit pekat;
6. Pastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan;
7. Hindari salah kateter dan salah sambung slang;
8. Gunakan alat injeksi sekali pakai;
9. Tingkatkan kebersihan tangan (hand hygiene) untuk pencegahan infeksi
nosokomial.
2.3.3. Identifikasi Pasien
Identifikasi pasien dan pencocokan pasien dengan pengobatan merupakan
kegiatan yang dilakukan secara rutin di semua rangkaian perawatan (11). Untuk
itu sebelum melakukan tindakan, pasien harus diidentifikasi terlebih dahulu,
pasien harus diidentifikasi dengan dua kali pengecekan, yaitu : pertama, untuk
identifikasi pasien sebagai individu yang akan menerima pelayanan dan
pengobatan, dan kedua, untuk kesesuaian pelayanan atau pengobatan terhadap
individu tersebut.
Rumah sakit perlu menyediakan kebijakan atau prosedur yang secara
kolaboratif dikembangkan untuk memperbaiki proses identifikasi (12).
Identifikasi pasien dilakukan pada saat pemberian obat, darah atau produk darah,
pengambilan darah atau pemberian pengobatan atau tindakan lain. Kebijakan
dan/atau prosedur juga menjelaskan penggunaan identitas berbeda di lokasi yang
berbeda di rumah sakit seperti pelayanan rawat jalan, unit gawat darurat, atau
ruang operasi, termasuk identifikasi pasien koma tanpa identitas. Risiko terhadap
26
keselamatan pasien terjadi apabila ada ketidakcocokan antara pasien dengan
komponen perawatan yang diberikan, baik itu komponen diagnostik, terapeutik
maupun pendukung (6). Kesalahan karena keliru dalam mengidentifikasi pasien
dapat terjadi pada saat pasien terbius, mengalami disorientasi, tidak sadar,
bertukar tempat tidur/ lokasi/ kamar di rumah sakit, adanya kelainan sensori, atau
akibat situasi lain (12).
Gambar 2.1. Alur identifikasi pasien pada saat pasien masuk ke rumah sakit
27
WHO menyarankan tindakan terhadap pelaksanaan identifikasi pasien di
pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut : (6)
1. Memastikan bahwa organisasi pelayanan kesehatan tersebut memiliki sistem.
a. Menekankan tanggung jawab kepada petugas kesehatan untuk memeriksa
identitas pasien dan mencocokkan pasien dengan perawatan yang benar
(misalnya hasil lab, spesimen, prosedur) sebelum perawatan diberikan.
b. Menggunakan setidaknya dua pengenal (misalnya nama dan tanggal lahir)
untuk memverifikasi identitas pasien saat masuk atau pindah ke rumah
sakit lain atau perawatan lainnya dan sebelum mengurus perawatan. Tidak
boleh dari pengidentifikasian menggunakan nomor kamar pasien.
c. Standarisasi pendekatan identifikasi pasien di berbagai fasilitas dalam
sistem layanan kesehatan. Misalnya, penggunaan pita putih, dimana
bentuk atau penanda terstandar dan informasi spesifik (misalnya nama dan
tanggal lahir) dapat ditulis, atau menerapkan teknologi biometrik.
d. Menyediakan protokol yang jelas untuk mengidentifikasi pasien yang tidak
memiliki identitas atau membedakan identitas pasien dengan nama yang
sama. Kemudian juga mengembangkan dan menggunakan pendekatan non
verbal untuk mengidentifikasi pasien koma atau pasien yang bingung.
e. Mendorong pasien untuk ikut berpartisipasi terhadap semua tahap proses.
f. Melakukan pelabelan wadah yang digunakan untuk darah dan spesimen
lainnya dihadapan pasien.
g. Menyediakan protokol yang jelas untuk menjaga identitas sampel pasien
selama proses pra-analisis, analisis, dan paska-analisis.
28
h. Membuat protokol yang jelas untuk mempertanyakan hasil laboratorium
atau temuan uji lainnya yang tidak sesuai dengan riwayat klinis pasien.
2. Melakukan pelatihan tentang prosedur untuk memeriksa identitas pasien ke
dalam orientasi dan melanjutkan pengembangan professional untuk petugas
kesehatan.
3. Mengedukasi pasien/ keluarga pasien tentang relevansi dan pentingnya
identifikasi pasien yang benar dengan cara yang positif dan juga menghormati
privasi pasien/ keluarga pasien tersebut.
Berikut tahapan identifikasi pasien menurut WHO: (6)
Gambar 2.2. Tahapan Identifikasi Pasien
Kebijakan
Tekankan bahwa penyedia layanan kesehatan memiliki tanggung
jawab utama untuk memeriksa/memverifikasi identitas pasien,
sementara pasien harus terlibat secara aktif dan harus menerima
edukasi tentang pentingnya identifikasi pasien yang benar
Admisi Setelah masuk dan sebelum menjalani perawatan, gunakan
setidaknya dua identitas untuk memverifikasi identitas pasien, dan
tidak boleh menggunakan nomor kamar
Petugas
identifikasi
pasien
- Standarkan pendekatan identifikasi pasien di berbagai fasilitas
dalam sistem layanan kesehatan
- Kembangkan protokol organisasi untuk mengidentifikasi pasien
tanpa identitas atau pasien dengan nama yang sama
- Gunakan pendekatan non-verbal lainnya, seperti biometrik, untuk
pasien koma
Intervensi Bahkan jika mereka akrab dengan penyedia layanan kesehatan,
periksa rincian identifikasi pasien untuk memastikan pasien yang
tepat menerima perawatan yang tepat.
Pasien Libatkan pasien dalam proses identifikasi pasien
29
Dalam identifikasi pasien, bukan hanya petugas kesehatan yang terlibat
namun juga melibatkan pasien/keluarga pasien. Hal-hal yang perlu dilakukan
untuk melibatkan pasien/ keluarga pasien. Hal-hal yang perlu dilakukan untuk
melibatkan pasien/keluarga dalam kegiatan identifikasi pasien sebagai berikut :
1. Mengedukasi pasien tentang resiko yang berhubungan dengan kesalahan
dalam mengidentifikasi pasien.
2. Meminta pasien atau keluarga pasien untuk memverifikasi informasi identitas
untuk memastikan itu benar.
3. Meminta pasien untuk mengidentifikasi diri mereka sebelum menerima
pengobatan dan sebelum menerima pengobatan atau sebelum melakukan
intervensi diagnostik atau terapeutik.
4. Mendorong pasien atau keluarga pasien untuk menjadi peserta aktif dalam
identifikasi, untuk mengungkapkan kekhawatiran terhadap potensial
kesalahankeamanan, dan untuk mengajukan petanyaan tentang ketepatan
perawatan medis.
2.3.4. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui pancaindera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman,
rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan
telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam
membentuk tindakan seseorang (overt behaviour). Pengetahuan pada dasarnya
terdiri dari sejumlah fakta dan teori yang memungkinkan seseorang untuk dapat
30
memecahkan masalah yang dihadapinya. Pengetahuan tersebut diperoleh baik dari
pengalaman langsung maupun melalui pengalaman orang lain (23).
Pengetahuan merupakan bagian dari domain kognitif dalam sistem taksonomi
yang dikemukakan oleh Bloom. Taksonomi Bloom mengklasifikasikan perilaku
menjadi enam kategori, dari yang sederhana (mengetahui) sampai dengan yang
lebih kompleks (mengevaluasi). Ranah kognitif berturut-turut dari yang paling
sederhana sampai yang paling kompleks terdiri atas: (1) pengetahuan (knowledge);
(2) pemahaman (comprehension); (3) penerapan (application); (4) analisis
(analysis); (5) sintesis (synthesis); dan (6) evaluasi (evaluation) (24).
Pengetahuan dapat dibedakan menjadi tiga, yakni:
1. Pengetahuan tentang hal-hal pokok;
2. Pengetahuan tentang cara memperlakukan hal-hal pokok; dan
3. Pengetahuan tentang hal yang umum dan abstraksi. Pengetahuan tentang hal-
hal pokok yaitu mengingat kembali hal-hal yang spesifik, penekanannya pada
simbol-simbol dari acuan yang konkret.
Pengetahuan tentang hal-hal pokok dibagi menjadi dua yakni: (1)
pengetahuan tentang terminologi, yaitu pengetahuan tentang acuan simbol yang
diterima banyak orang, misalnya kata-kata umum beserta makna-maknanya yang
lazim; dan (2) pengetahuan mengenai fakta-fakta khusus, yaitu pengetahuan
tentang tanggal, peristiwa, orang, tempat.
Pengetahuan tentang cara memperlakukan hal-hal pokok yaitu pengetahuan
tentang cara-cara untuk mengorganisasi, mempelajari, menilai, dan mengkritik.
Pengetahuan tentang cara memperlakukan hal-hal pokok dibagi menjadi lima
31
yakni: (1) pengetahuan tentang konvensi, yaitu pengetahuan tentang cara-cara
yang khas untuk mempresentasikan ide dan fenomena misalnya cara untuk
mempresentasikan puisi, drama, dan makalah ilmiah.; (2) pengetahuan tentang
kecenderungan atau urutan, yaitu pengetahuan tentang proses, arah, dan gerakan
suatu fenomena dalam kaitannya dengan waktu; (3) pengetahuan tentang
klasifikasi dan kategori, yaitu pengetahuan tentang kelas, divisi, dan susunan yang
dianggap fundamental bagi suatu bidang, tujuan, argumen, atau masalah; (4)
pengetahuan tentang tolok ukur, yaitu pengetahuan tentang kriteria-kriteria untuk
menguji atau menilai fakta, prinsip, pendapat, dan perilaku; dan (5) pengetahuan
tentang metodologi, yaitu pengetahuan tentang metode-metode penelitian, teknik-
teknik, dan prosedur-prosedur yang digunakan dalam suatu bidang dan untuk
menyelidiki suatu masalah dan fenomena.
Pengetahuan tentang hal yang umum (universalitas) dan abstraksi dalam suatu
bidang yaitu pengetahuan tentang skema-skema dan pola-pola pokok untuk
mengorganisasi fenomena dan ide. Pengetahuan tentang hal yang umum dan
abstraksi dibagi menjadi dua yakni: (1) pengetahuan tentang prinsip dan
generalisasi, yaitu pengetahuan tentang abstraksi-abstraksi tertentu yang
merupakan rangkuman atas hasil pengamatan terhadap suatu fenomena; dan (2)
pengetahuan tentang teori dan struktur, yaitu pengetahuan tentang sekumpulan
prinsip dan generalisasi beserta interelasi yang membentuk suatu pandangan yang
jelas, utuh, dan sistematis mengenai sebuah fenomena, masalah, atau bidang yang
kompleks (24).
32
Taksonomi Bloom pada ranah kognitif telah direvisi dengan diterbitkannya
sebuah buku: A Taxonomy for Learning, Teaching, and Assesing: A Revision of
Bloom‟s Taxonomy of Educatioanl Objectives yang disusun oleh Lorin W.
Anderson dan David R. Krathwohl pada tahun 2001, menempatkan pengetahuan
dalam dimensi tersendiri. Dalam dimensi ini pengetahuan dibagi menjadi empat
kategori.
1. Pengetahuan Faktual
Pengetahuan faktual meliputi elemen-elemen dasar yang digunakan oleh para
pakar dalam menjelaskan, memahami, dan secara sistematis menata disiplin ilmu
mereka. Pengetahuan faktual terbagi menjadi dua subjenis yaitu: (1) pengetahuan
tentang terminologi; dan (2) pengetahuan tentang detail-detail dan elemen-elemen
yang spesifik.
Pengetahuan tentang terminologi melingkupi pengetahuan tentang label dan
simbol verbal dan nonverbal (kata, angka, tanda, gambar). Setiap materi kajian
mempunyai banyak label dan simbol, baik verbal maupun nonverbal, yang
merujuk pada makna-makna tertentu. Pengetahuan tentang detail-detail dan
elemen-elemen yang spesifik merupakan pengetahuan tentang peristiwa, lokasi,
orang, tanggal, sumber informasi, dan semacamnya. Pengetahuan ini meliputi
semua informasi yang mendetail dan spesifik, seperti tanggal terjadinya sebuah
peristiwa.
2. Pengetahuan Konseptual
Pengetahuan konseptual meliputi skema, model, mental, dan teori yang
mempresentasikan pengetahuan manusia tentang bagaimana suatu materi kajian
33
ditata dan distrukturkan, bagaimana bagian-bagian informasi saling berkaitan
secara sistematis, dan bagaimana bagian-bagian ini berfungsi bersama.
Pengetahuan konseptual terdiri dari tiga subjenis yaitu:
(1). Pengetahuan tentang klasifikasi dan kategori;
Pengetahuan tentang klasifikasi dan kategori meliputi kelas, kategori, divisi,
dan susunan yang spesifik dalam disiplin-disiplin ilmu.
(2). Pengetahuan tentang prinsip dan generalisasi;
Prinsip dan generalisasi dibentuk oleh klasifikasi dan kategori. Prinsip dan
generalisasi merupakan bagian yang dominan dalam sebuah disiplin ilmu dan
digunakan untuk mengkaji masalah-masalah dalam disiplin ilmu tersebut.
Prinsip dan generalisasi merangkum banyak fakta dan peristiwa yang
spesifik, mendeskripsikan proses dan interelasi di antara detail-detail fakta
dan peristiwa, dan menggambarkan proses dan interelasi di antara klasifikasi
dan kategori.
(3). Pengetahuan tentang teori, model, dan struktur.
Pengetahuan tentang teori, model, dan struktur mencakup pengetahuan
tentang berbagai paradigma, epistemologi, teori, model yang digunakan
dalam disiplin-disiplin ilmu untuk mendeskripsikan, memahami,
menjelaskan, dan memprediksi fenomena. Contoh pengetahuan tentang teori,
model, dan struktur antara lain pengetahuan tentang interelasi antara prinsip-
prinsip dalam penjumlahan sebagai dasar bagi teori-teori matematika,
pengetahuan tentang struktur inti pemerintahan kota setempat.
3. Pengetahuan Prosedural
34
Pengetahuan prosedural adalah “pengetahuan tentang cara” melakukan
sesuatu. Pengetahuan ini mencakup pengetahuan tentang keterampilan, algoritma,
teknik, dan metode, yang semuanya disebut dengan prosedur. Pengetahuan
prosedural berkaitan dengan pertanyaan “bagaimana”. Pengetahuan prosedural ini
terbagi menjadi tiga subjenis yaitu: (1) pengetahuan tentang keterampilan dalam
bidang tertentu dan algoritma; (2) pengetahuan tentang teknik dan metode dalam
bidang tertentu; dan (3) pengetahuan tentang kriteria untuk menentukan kapan
harus menggunakan prosedur yang tepat.
4. Pengetahuan Metakognitif
Pengetahuan metakognitif merupakan dimensi baru dalam taksonomi revisi.
Pengetahuan metakognitif terbagi menjadi tiga subjenis yaitu:
(1) Pengetahuan strategis;
Pengetahuan strategis adalah pengetahuan tentang strategi-strategi belajar dan
berpikir serta pemecahan masalah. Strategi-strategi belajar ini dikelompokkan
menjadi tiga kategori yaitu pengulangan, elaborasi, dan organisasi. Strategi
pengulangan berupa mengulang-ulang kata-kata atau istilah-istilah untuk
memberikan ingatan pada mereka. Strategi elaborasi menggunakan berbagai
teknik, yakni: merangkum, memparafrase, dan memilih gagasan pokok dalam
teks. Strategi pengorganisasian adalah membuat garis besar materi pelajaran,
membuat pemetaan konsep, dan membuat catatan.
(2) Pengetahuan tentang tugas-tugas kognitif yang meliputi pengetahuan
kontekstual dan kondisional.
35
Menurut Flavell (1979) pengetahuan metakognitif mencakup pengetahuan
bahwa berbagai tugas kognitif itu sulit dan memerlukan sistem kognitif dan
strategi-strategi kognitif (24).
(3) Pengetahuan diri.
Pengetahuan diri mencakup pengetahuan tentang kekuatan, kelemahan,
minat, bakat, motivasi dalam kaitannya dengan kognisi dan belajar (24).
2.3.5. Kerjasama Tim
Ada beberapa definisi mengenai tim dari berbagai literatur. Stueart dan
Moran (2002) mendefinisikan bahwa tim kerja adalah sekelompok orang yang
saling berinteraksi dan mengkoordinasikan pekerjaan mereka agar tercapai tujuan
kerja secara spesifik (22). Francis and Young menjelaskan tim sebagai kumpulan
dari orang-orang yang penuh semangat dan memiliki tanggung jawab untuk
mencapai tujuan bersama, yang saling bekerja sama dan senang melakukan tugas-
tugasnya, serta mampu menghasilkan hasil yang terbaik. Suatu tim kerja
membangkitkan sinergi positif lewat upaya yang terkoordinasi. Upaya-upaya
individual mereka menghasilkan suatu tingkat kinerja yang lebih besar daripada
jumlah masukan individual. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kerja sama
tim adalah usaha untuk bekerja sama dengan orang lain secara kooperatif dan
menjadi bagian dari kelompok. Bukan bekerja secara terpisah atau saling
berkompetisi. Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa suatu
kelompok dapat dikatakan tim apabila terdiri dari 2 (dua) orang atau lebih, saling
berinteraksi dan bekerja sama antara anggota dalam suatu pekerjaan bersama,
serta terdapat suatu tujuan bersama (kolektif) yang ingin dicapai.
36
Tim kerja biasanya dipimpin satu dari dua cara, self-managed dan self-
directed team. Self-managed team adalah tim yang secara mandiri menyediakan
poses kepemimpinannya sendiri. Self directed-team memiliki seorang pimpinan
yang bertugas mengkoordinasikan segala aktifitas yang dilakukan oleh tim
tersebut.
Lebih lanjut, Robbins (2005) menjelaskan empat tipe tim yang biasa
ditemukan dalam sebuah organisasi, yaitu:(17)
1. Pemecahan Masalah
Anggota tim ini biasanya berbagi gagasan atau menawarkan saran mengenai
bagaimana proses dan metode kerja dapat diperbaiki. Tim melakukan
pertemuan beberapa jam setiap minggu untuk berdiskusi mengenai cara-cara
meningkatkan kualitas, efisiensi, dan lingkungan kerja.
2. Tim Kerja Pengelolaan-Diri
Tim ini biasanya menjalankan berbagai tanggung jawab dari atasan, meliputi
perencanaan, dan penjadwalan pekerjaaan, penentuan tugas untuk para
anggota, menjalankan keputusan, mengatasi permasalahan, hingga bekerja
dengan pelanggan.
3. Tim Lintas Fungsional
Tim ini terdiri dari para anggota yang berasal dari level pekerjaan yang sama,
tapi berasal dari area kerja yang berbeda, yang saling bekerja sama untuk
menyelesaikan sebuah tugas.
4. Tim Virtual
37
Tim yang menggunakan teknologi komputer sebagai sarana untuk
menghubungkan anggota yang berjauhan secara fisik dalam rangka mencapai
tujuan tertentu. Menggunakan jaringan, video conference, atau email untuk
saling berkomunikasi.
Melakukan perekrutan terhadap orang-orang untuk saling bekerja sama
bukanlah sebuah jaminan bahwa suatu tim kerja dapat terbentuk dengan baik.
Sebuah tim haruslah dibangun atau dikembangkan. Wilson (1996) dalam Stueart
(2002) menguraikan langkah awal yang harus diikuti oleh setiap pimpinan tim
dalam suatu tim kerja, agar tercipta suatu tim kerja yang sukses, yaitu: (22)
1. Fokus pada kompetensi (keahlian) dalam memberi tugas kepada anggota tim
2. Bangunlah suatu tujuan tim yang jelas serta segera komunikasikan tujuan
utama yang hendak dicapai
3. Bangunlah suatu deadline (batas waktu) serta peraturan dasar ketika pertama
kali melakukan pertemuan.
4. Pelihara suatu orientasi hasil dari struktur tim
5. Bekali tim dengan iklim kolaborasi/kerja sama serta berbagi kekuasaan (share
power)
6. Upayakan konsensus/kesepakatan.
7. Usahakan menjaga agar tim tetap termotivasi
8. Bangunlah rasa kepercayaan diri bagi tiap tim
9. Bangunlah rasa percaya dan saling menghormati
10. Jadilah fleksibel
11. Lengkapi dengan dukungan eksternal dan apresiasi terhadap prestasi tim.
38
Sedangkan Goetsch (2004) memperkenalkan Ten-Step Model yang patut
diikuti untuk efektifnya suatu tim kerja, yaitu:
1. Menetapkan arah dan tujuan yang jelas untuk setiap tim
2. Menetapkan peran dan peraturan dasar yang jelas bagi setiap tim
3. Menetapkan akuntabilitas untuk setiap kinerja tim
4. Mengembangkan keterampilan kepemimpinan bagi tim
5. Mengembangkan kemampuan komunikasi, baik untuk pemimpin maupun
anggota tim
6. Mengembangkan kemampuan pemecahan masalah bagi pemimpin maupun
anggota tim
7. Menetapkan jabaran definisi terhadap proses pengambilan keputusan, dan
usahakan agar setiap tim berpartisipasi dalam setiap prroses tersebut.
8. Membangun perilaku tim yang positif, ber-etika serta rasa percaya di antara
anggota tim.
9. Memberikan pengakuan dan penghargaan bagi performa (kinerja) tim yang
efektif
10. Evaluasi berkelanjutan, mengembangkan, dan memperkuat tim.
2.3.6. Fokus Penelitian
Fokus penelitian ini adalah menganalisis pelaksanaan Identifikasi pasien
berdasarkan standar sasaran keselamatan pasien di Rumah Sakit Surya Insani
Pasirpengaraian. Pelaksanaan identifikasi pasien tersebut meliputi kebijakan dan
SPO rumah sakit tentang identifikasi pasien, pengetahuan dan kemampuan
39
Kebijakan/Peraturan
Pengetahuan Petugas
Kemampuan Petugas
Edukasi Pasien
Kerjasama Tim
petugas kesehatan, dan edukasi pasien terhadap identifikasi pasien, serta melihat
kerjasama tim dalam penerapan keselamatan pasien.
2.4. Kerangka Pikir
Untuk mempermudah pemahaman dalam melihat pelaksanaan ketepatan
identifikasi pasien rawat inap di Rumah sakit Surya Insani maka disusun sebuah
kerangka pikir. Berdasarkan kerangka teori, peneliti menggunakan solusi
keselamatan pasien oleh WHO, yang disesuaikan dengan Akreditasi Rumah Sakit
versi 2012 dan Permenkes No. 11 tahun 2011 tentang Keselamatan Pasien,
dimana dalam melaksanakan ketepatan identifikasi pasien di rumah sakit harus
memiliki kebijakan/peraturan, standar prosedur operasional (SPO), pengetahuan
perawat terhadap prosedur, kemampuan perawat dalam mengidentifikasi pasien,
edukasi pasien dalam memahami pentingnya identifikasi pasien, dan kerjasama
tim dalam pelaksanaan ketepatan identifikasi pasien. Berikut kerangka pikir yang
dibuat peneliti untuk mempermudah cara berfikir dan pemaparan tesis ini :
Gambar2.3. Kerangka Pikir
2.5. Definisi Operasional
1. Ketepatan Identifikasi Pasien
Tepat dalam identifikasi pasien (Komisi Akreditasi Rumah Sakit 2012)
yaitu :
Identifikasi Pasien
40
a. Pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien, tidak boleh
menggunakan nomor kamar atau lokasi pasien.
b. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, atau produk
darah.
c. Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah dan spesimen lain
untuk pemeriksaan klinis.
d. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian pengobatandan tindakan/
prosedur
2. Kebijakan/ Peraturan
Kebijakan/ peraturan Rumah Sakit Surya Insani tentang identifikasi
pasien.
3. SPO (Standar Prosedur Operasional)
Prosedur identifikasi pasien yang mengarahkan pelaksanaan identifikasi
pasien yang konsisten pada semua situasi dan lokasi di Rumah Sakit Surya
Insani
4. Pengetahuan Petugas
Pengetahuan petugas kesehatan tentang prosedur dan kapan waktu
identifikasi pasien di Rumah Sakit Surya Insani
5. Kemampuan petugas
Kemampuan petugas kesehatan dalam menjalankan prosedur identifikasi
pasien di Rumah Sakit Surya Insani
6. Edukasi Pasien
41
Edukasi/ pengetahuan yang diberikan oleh petugas kesehatan tentang
manfaat identifikasi pasien sebelum melakukan tindakan
pengobatan/perawatan di Rumah Sakit Surya Insani.
7. Kerjasama Tim
Kerjasama antar petugaskesehatan dalam menjalankan prosedur
identifikasi pasien di Rumah Sakit Surya Insani
42
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Ditinjau dari segi prosedur dan pola yang ditempuh oleh peneliti, penelitian
ini termasuk dalam jenis penelitian kualitatif. Bogdan dan Taylor seperti yang
dikutip oleh Meleong, mendefinisikan metodelogi kualitatif sebagai prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan
dari orang-orang dan prilaku yang dapat diamati. Jadi penelitian kualitatif adalah
penelitian yang menghasilkan kesimpulan data yang menggambarkan secara rinci,
bukan menghasilkan data yang berupa angka-angka (14). Dalam penelitian
kualitatif, karena permasalahan yang dibawa oleh peneliti masih bersifat
sementara, dan akan berkembang setelah peneliti memasuki lapangan atau
konteks sosial. Dalam kaitannya dengan teori, kalau dalam penelitian kuantitaif
itu bersifat menguji hipotesis atau teori, sedangkan dalam penelitian kualitatif
bersifat menemukan teori (15).
Penelitian kualitatif menggunakan metode kualitatif yaitu pengamatan,
wawancara, atau penelaahan dokumen. Metode penelitian kualitatif ini digunakan
karena beberapa pertimbangan, pertama, menyesuaikan metode kualitatif lebih
mudah apabila berhadapan dengan kenyataan jamak. Kedua, metode ini
menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dan responden,
ketiga, metode ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak
penajaman pengaruh bersama terhadap pola-pola yang dihadapi (14).
43
3.2. Lokasi dan Waktu penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Surya Insani Pasirpengaraian.
Penelitian ini dilakukan selama kurang lebih 2 (dua) bulan dimulai sejak bulan
Agustus hingga September 2019.
3.3. Informan Penelitian
Informan penelitian adalah orang-orang yang dapat memberikan
informasi terkait apa yang diteliti. Informan penelitian dalam penelitian ini adalah
orang yang mengetahui permasalahan secara mendalam, dimana informan
tersebut mampu dan memiliki pengetahuan luas serta bersedia memberikan
informasi dengan baik dalam proses kegiatan penyelenggaraan identifikasi pasien.
Pada penelitian ini informan penelitian dibagi menjadi informan utama dan
informan pendukung.
Informan yang menjadi informan utama adalah:
1. Ketua Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit;
2. Petugas yang terlibat langsung dalam proses kegiatan identifikasi pasien,
yaitu petugas admisi, perawat, bidan, dan tenaga kesehatan lainnya yang
berhubungan langsung dalam memberikan pelayanan kepada pasien.
Sedangkan yang menjadi informan pendukung adalah Pasien, dan Keluarga
pasien.
3.4. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian menggunakan pedoman wawancara untuk mewawan-
carai informan terkait ketepatan identifikasi pasien di Rumah Sakit Surya Insani.
Instrumen penelitian lain dalam pengumpulan data adalah pedoman observasi
44
serta melakukan telaah dokumen. Selain itu, peneliti juga menggunakan alat
bantu berupa alat tulis, kamera untuk pengambilan gambar dan perekam suara
untuk merekam pembicaraan selama wawancara berlangsung agar dapat
memperkuat akurasi data.
3.5. Sumber Data
1. Data Primer, data yang didapat dari obyek penelitian melalui :
a. Wawancara
Wawancara dilakukan terhadap informan yang mengetahui permasalahan
secara mendalam, dimana informan tersebut mampu dan memiliki
pengetahuan luas serta bersedia memberikan informasi dengan baik yaitu:
Tim Keselamatan PasienRumah Sakit Surya Insani yang terlibat langsung
dalam proses kegiatan penyelenggaraan identifikasi pasien. Perawat,
Bidan, dan tenaga kesehatan lainnya, dimana mereka yang terlibat
langsung pada proses identifikasi pasien.
b. Pengamatan (observasi)
Metode ini dilakukan dengan cara mengamati langsung terhadap
keseharian informan dalam melaksanakan tugasnya, dimana metode ini
dapat membantu menjelaskan data yang didapatkan melalui teknik
wawancara atau dengan kata lain sebagai suatu bentuk triangulasi guna
menjamin validitas data yang telah didapatkan.
2. Data Sekunder
Data ini diperoleh dari hasil pemerikasaan dokumen dan laporan-laporan yang
terkait dengan obyek penelitian berupa :
45
(1). SK Direktur tentang kebijakan identifikasi pasien
(2). SPO identifikasi pasien
(3). Panduan tatalaksana identifikasi pasien
3.6. Metode Pengumpulan Data
1. Wawancara
Wawancara adalah salah satu metode yang digunakan dalam penelitian ini,
dimana pewawancara menggali secara mendalam kepada informan tentang
segala sesuatu tentang masalah penelitian. Wawancara mendalam dilakukan
kepada tim Keselamatan pasien Rumah Sakit Surya Insani, petugas kesehatan
yang telah diobservasi saat melakukan identifikasi pasien sebelum melakukan
pemberian obat atau pengambilan darah pasien, serta pasien / pendamping
pasien.
2. Observasi
Observasi merupakan kegiatan mengumpulkan data secara langsung dari
lapangan. Objek dalam penelitian yang diamati yaitu petugas kesehatan yang
mengidentifikasi pasien sebelum melakukan tindakan kepada pasien, seperti
pemberian obat atau pengambilan sampel darah.
3. Telaah Dokumen
Telaah dokumen yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
pemeriksaan dokumen-dokumen yang dimiliki. Dokumen disini adalah SK
Direktur terkait identifikasi pasien, SPO identifikasi pasien, serta panduan
tatalaksana identifikasi pasien.
46
3.7. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah sebuah kegiatan untuk mengatur, mengurutkan,
mengelompokkan, memberi kode/tanda, dan mengkategorikan sehingga diperoleh
suatu temuan berdasarkan fokus atau masalah yang ingin dijawab. Dalam
penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selama
dilapangan, dan setelah selesai di lapangan. Dalam hal ini Nasution seperti yang
dikutip oleh Sugiyono menyatakan analisis telah mulai sejak merumuskan dan
menjelaskan masalah, sebelum terjun ke lapangan, dan berlangsung terus sampai
penulisan tesis (15).
Lebih lanjut Miles dan Huberman dalam Sugiyono mengemukakan bahwa
aktifitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung
secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh (15). Teknik
analisis data dalam penelitian ini mengikuti petunjuk Miles dan Huberman (1994)
yang melalui tiga alur sebagai berikut :
1. Reduksi Data
Pertama-tama adalah melakukan pemilahan, pemusnahan, penyederhanaan,
pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang ada yang ditemukan di
lapangan, memilih dan mengkelompokkan data, serta membuang data yang
tidak diperlukan.
2. Penyajian Data
Alur analisis yang kedua adalah menyajikan data yang telah dianalisis pada
alur pertama, kemudian disajikan dalam bentuk naratif. Penyajian data ini
47
dapat memudahkan untuk melihat dan memahami gambaran pelaksanaan
identifikasi pasien di Rumah Sakit Surya Insani .
3. Penarikan Kesimpulan
Penarikan kesimpulan dilakukan berdasarkan data-data yang valid dan
konsisten untuk menghasilkan kesimpulan yang kredibel. Penarikan
kesimpulan menggunakan analisis konten untuk memastikan kecenderungan
pada informasi yang didapat. Dari informasi yang didapat dari wawancara,
observasi, dan telaah dokumen dilihat kecenderungan informasi tersebut untuk
melihat gambaran pelaksanaan identifikasi pasien Rumah Sakit Surya Insani.
3.8. Pengecekan Validasi Temuan
Kebenaran tesis kualitatif banyak yang diragukan, karena (a) subjektivitas
penelitian berpengaruh besar dalam penelitian kualitatif, (b) instrumen penelitian
mengandung banyak kelemahan, terutama bila melakukan wawancara secara
terbuka dan tanpa kontrol, dan (c) sumber data kualitatif yang kurang dapat
dipercaya sehingga kurang mempengaruhi hasil akurasi penelitian. Untuk
mengatasi kelemahan tersebut, maka dibutuhkan beberapa cara menentukan
keabsahan data (14).
Untuk menjamin keabsahan data, maka peneliti melakukan pengumpulan data
dengan teknik triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data
yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan
atau sebagai perbandingan terhadap data itu (14). Dalam penelitian ini,
peneliti akan menggunakan teknik triangulasi data (sering kali juga disebut
dengan triangulasi sumber), yaitu cara membandingkan dan memeriksa kembali
48
derajat kepercayaan suatu informasi atau data yang telah diperoleh melalui
wawancara dengan data sekunder berupa dokumen-dokumen terkait, dan hasil
observasi. Dari sini, peneliti akan sampai pada salah satu kemungkinan: data yang
diperoleh ternyata konsisten, tidak konsisten, atau berlawanan. Dengan cara
begini peneliti kemudian dapat mengungkapkan gambaran yang lebih memadai
(beragam perspektif) mengenai gejala yang diteliti.
49
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan
rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah Sakit diselenggarakan
berasaskan Pancasila dan didasarkan kepada nilai kemanusiaan, etika dan
profesionalitas, manfaat, keadilan, persamaan hak dan anti diskriminasi,
pemerataan, perlindungan dan keselamatan pasien, serta mempunyai fungsi sosial
(Undang-undang no 44 tentang Rumah Sakit, 2009).
Pembangunan kesehatan merupakan upaya untuk memenuhi salah satu hak
dasar rakyat, yaitu hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan
amanat UUD 1945 pasal 28 ayat 1 UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Dalam indeks pembangunan manusia (IPM) status kesehatan merupakan salah
satu komponen utama selain pendidikan dan pendapatan perkapita. Dengan
demikian pembangunan kesehatan merupakan suatu investasi untuk meningkatkan
kualitas sumber daya manusia dalam mendukung percepatan pembangunan
Nasional.
4.1.1. Sejarah Singkat Rumah Sakit Surya Insani
Pada Tahun 2003-2004 pelayanan Jasa Kesehatan dan pengawasan obat-
obatan di Kabupaten Rokan Hulu, Pasir Pengaraian khususnya masih sangat
minim, di tahun 2004 di bukalah Apotek pertama di Pasir Pengaraian Kabupaten
50
Rokan Hulu Propinsi Riau yaitu Apotek Surya Farma yang beralamat di Jalan
Riau nomor 10. Selain menjual obat-obatan, apotek juga melayani pelayanan
kesehatan berupa Praktik Dokter Spesialis dan Dokter Umum.
Seiring berjalannya waktu, perkembangan Apotek saat itu sangat pesat dan
respon masyarakat sangat baik. Pada tahun 2010 Apotek Surya Farma
berkembang menjadi Klinik, yaitu Klinik Surya Medika yang beralamat di Jalan
Tuanku Tambusai Kabupaten Rokan Hulu Propinsi Riau, dan juga merupakan
Klinik swasta pertama di Pasir Pengaraian. Klinik Surya Medika yang juga
melayani pasien rawat inap mendapat respon yang sangat positif dari masyarakat,
baik masyarakat setempat maupun dari luar daerah.
Sesuai dengan perkembangan zaman dan kebutuhan pelayanan kesehatan
yang juga meningkat, maka pada tahun 2013 didirikanlah Rumah Sakit Surya
Insani yang berlokasi di wilayah utara kota Pasir Pengaraian, tepatnya di Jalan
Diponegoro KM 4 Kabupaten Rokan Hulu Propinsi Riau. Rumah Sakit Surya
Insani merupakan rumah sakit swasta pertama dikota Pasir Pengaraian yang terdiri
dari 2 (dua) lantai dengan kapasitas tempat tidur 50 (lima puluh) tempat tidur.
4.1.2. Gambaran Umum Rumah Sakit surya Insani
Nama Rumah Sakit : Rumah Sakit Surya Insani Pasir Pengaraian
Alamat : Jl. Diponegoro KM. 4 Pasir Pengaraian
No. Telp : (0762) 91765
Kode Pos : 28557
Kecamatan : Rambah
Kabupaten : Rokan Hulu
51
Propinsi : Riau
Jumlah Tempat Tidur : 51 tempat tidur
Pemilik Pengelola : PT. Surya Insani
4.1.3. Visi, Misi dan Motto Rumah Sakit Surya Insani
Visi : Menjadi Rumah Sakit yang memberikan pelayanan kesehatan terbaik dan
berkualitas.
Misi :
1. Memberikan pelayan kesehatan terpadu sesuai kebutuhan pasien dan keluarga
2. Bekerja dengan team yang professional, dinamis, inovatif dan berdedikasi
tinggi.
3. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia sesuai dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi.
4. Meningkatkan kualitas dan kuantitas sarana/prasarana pelayanan disemua
bidang secara terus menerus dan berkesinambungan.
5. Menciptakan lingkungan kerja yang sehat dan harmonis.
Motto :“KESEHATAN ANDA, PRIORITAS KAMI”
4.1.4. Ruang Lingkup Pelayanan
1. Fasilitas Pelayanan
Rumah Sakit Surya Insani melayani 7 (tujuh) poliklinik dokter spesialis,
klinik gigi dan klinik umum yaitu :
a. Klinik Kebidanan dan Kandungan
b. Klinik Bedah
c. Klinik Penyakit dalam
52
d. Klinik Anak
e. Klinik Mata
f. Klinik Paru
g. Klinik Kulit dan Kelamin
h. Klinik Gigi
i. Klinik Umum (24 Jam)
2. Pelayanan Rawat Inap
Rumah Sakit Surya Insani menyediakan fasilitas pelayanan rawat inap
sebagai berikut:
a. Kamar Kelas III : 12 tempat tidur
b. Kamar Kelas II : 8 tempat tidur
c. Kamar Kelas I : 12 tempat tidur
d. Kamar VIP : 11 tempat tidur
e. Kamar Grand VIP : 2 tempat tidur
f. Isolasi : 2 tempat tidur
g. Perinatologi : 4 tempat tidur
Dengan semua total tempat tidur 51 tempat tidur
3. Pelayanan Penunjang Klinik
a. IGD (Instalasi Gawat Darurat)
b. Ruang Bersalin
c. Kamar Operasi
d. Perinatologi
e. Gizi
53
f. Farmasi
g. Rekam Medik
h. Laboratorium
i. Radiologi
j. Sterilisasi Instrumen
4. Fasilitas Penunjang Non Klinik
a. Ruang Pengaduan Keluhan
b. Kamar Jenazah
c. Pojok Laktasi
d. Teknik dan Pemeliharaan Fasilitas
e. Pengelolaan Limbah
f. Pengelolaan Gas medik
g. Loundry
h. Jasa Boga / Dapur
i. Gudang
j. Ambulance
k. Pemadam Kebakaran (Fire Extinguisher)
l. Penampungan Air Bersih
m. Wifi
4.1.5. Struktur Organisasi
Organisasi di rumah sakit adalah sebuah struktur yang di bangun oleh suatu
elemen perusahaan atau dari rumah sakit tersebut yang memiliki tingkatan-
tingkatan dan juga memiliki tugas masing-masing dan saling membutuhkan satu
54
sama lain. Berdasarkan UU RI nomor 44 tahun 2009 pasal 33 tentang rumah sakit,
setiap rumah sakit harus memiliki organisasi yang efektif, efisien, dan akuntabel.
Organisasi Rumah Sakit paling sedikit terdiri atas Kepala Rumah Sakit atau
Direktur Rumah Sakit, unsur pelayanan medis, unsur keperawatan, unsur
penunjang medis, komite medis, satuan pemeriksaan internal, serta administrasi
umum dan keuangan (10).
Berikut adalah struktur organisasi Rumah Sakit Surya Insani:
Gambar 4.1. Struktur Organisasi Rumah Sakit Surya Insani
4.1.6. Karakteristik Informan
Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Surya Insani dengan jumlah 30
informan. Informan dipilih secara purposive sampling dengan menyesuaikan pada
tujuan penelitian. Informan tersebut antara lain Ketua Tim Keselamatan Pasien
Rumah Sakit yang juga Manajer Pelayanan Medik, Anggota Tim Keselamatan
Pasien, Manajer Keperawatan, Kepala Ruangan Rawat Inap, Kepala Ruangan
55
Rawat Jalan, Kepala Ruangan Instalasi Gawat Darurat (IGD), Kepala Ruangan
Informasi dan Pendaftaran, Petugas Admisi (Pendaftaran), Petugas Rawat Jalan,
Petugas Instalasi Gawat Darurat, Petugas Instalasi Rawat Inap, Petugas
Laboratorium.
Adapun untuk lebih jelasnya karakteristik informan dapat dilihat pada tabel
sebagai berikut:
Tabel 1. Karakteristik Informan Penelitian
No. Inisial Jenis
Kelamin Usia Jabatan
Lama
Bekerja
Jenis
Informan
1 TKP1 Lk 30 th
Ketua Tim Keselamatan
Pasien Rumah Sakit/
Manejer Pelayanan
Medik
3 tahun Utama
2 TKP2 Lk 26 th
Sekretaris Tim
Keselamatan Pasien
Rumah Sakit
3 tahun Utama
3 KEP1 Pr 27 th Manajer Keperawatan 2,5 tahun Utama
4 KRU1 Pr 25 th Kepala Ruangan Rawat
Inap 2 tahun Utama
5 KRU2 Pr 29 th Kepala Ruangan Rawat
Jalan 3 tahun Utama
6 KRU3 Pr 32 th Kepala Ruangan IGD 3 tahun Utama
7 KRU4 Pr 32 th
Kepala Ruangan
Informasi dan
Pendaftaran
4 tahun Utama
8 PER1 Lk 26 th Perawat Rawat Inap 2 tahun Utama
9 PER2 Pr 25 th Perawat Rawat Inap 8 bulan Utama
10 PER3 Pr 24 th Perawat Rawat Inap 5 bulan Utama
11 PER4 Lk 29 th Perawat Rawat Inap 1 tahun Utama
12 BID1 Pr 25 th Bidan Rawat Inap 4 bulan Utama
13 BID2 Pr 25 th Bidan Rawat Inap 8 bulan Utama
56
14 PER5 Pr 26 th Perawat Rawat Jalan 5 bulan Utama
15 PER6 Pr 26 th Perawat Rawat Jalan 1 tahun Utama
16 BID3 Pr 27 th Bidan Rawat Jalan 2 tahun Utama
17 PER7 Lk 27 th Perawat IGD 1 tahun Utama
18 PER8 Lk 25 th Perawat IGD 4 bulan Utama
19 BID4 Pr 27 th Bidan IGD 4 tahun Utama
20 PET1 Pr 27 th Petugas Admisi 1 tahun Utama
21 PET2 Pr 26 th Petugas Laboratorium 2 tahun Utama
22 PET3 Lk 27 th Petugas Laboratorium 3 tahun Utama
23 PAS1 Pr 32 th Pasien Pendukung
24 PAS2 Pr 45 th Pasien Pendukung
25 PAS3 Lk 52 th Pasien Pendukung
26 PAS4 Lk 31 th Pasien Pendukung
27 PAS5 Pr 42 th Pendamping Pasien Pendukung
28 PAS6 Pr 55 th Pendamping Pasien Pendukung
29 PAS7 Pr 26 th Pendamping Pasien Pendukung
30 PAS8 Pr 34 th Pendamping Pasien Pendukung
4.2. Analisis Data Penelitian
Ketepatan identifikasi pasien merupakan salah satu sasaran keselamatan
pasien dalam akreditasi SNARS edisi 1. Kesalahan identifikasi pasien dapat
terjadi di semua aspek diagnosis dan tindakan. Keadaan yang dapat membuat
identifikasi tidak benar adalah jika pasien dalam keadaan terbius, mengalami
disorientasi, tidak sepenuhnya sadar, dalam keadaan koma, saat pasien berpindah
tempat tidur, berpindah kamar tidur, berpindah lokasi di dalam lingkungan rumah
sakit, terjadi disfungsi sensoris, lupa identitas diri, atau mengalami situasi lainnya.
57
Ada 2 (dua) maksud dan tujuan standar ini: pertama, memastikan ketepatan
pasien yang akan menerima layanan atau tindakan dan kedua, untuk
menyelaraskan layanan atau tindakan yang dibutuhkan oleh pasien. Proses
identifikasi yang digunakan di rumah sakit mengharuskan terdapat paling sedikit 2
(dua) dari 3 (tiga) bentuk identifikasi, yaitu nama pasien, tanggal lahir, nomor
rekam medik, atau bentuk lainnya (misalnya, nomor induk kependudukan atau
barcode). Nomor kamar pasien tidak dapat digunakan untuk identifikasi pasien.
Dua bentuk identifikasi ini digunakan di semua area layanan rumah sakit seperti
di rawat jalan, rawat inap, unit darurat, kamar operasi, unit layanan diagnostik,
dan lainnya (26).
Terdapat lima elemen yang harus dipenuhi pada sasaran ketepatan identifikasi
pasien, yaitu :
1. Ada regulasi yang mengatur pelaksanaan identifikasi pasien.
2. Identifikasi pasien dilakukan dengan menggunakan minimal 2 (dua) identitas
dan tidak boleh menggunakan nomor kamar pasien atau lokasi pasien dirawat
sesuai dengan regulasi rumah sakit.
3. Identifikasi pasien dilakukan sebelum dilakukan tindakan, prosedur
diagnostik, dan terapeutik.
4. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, produk darah,
pengambilan spesimen, dan pemberian diet.
5. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian radioterapi, menerima cairan
intravena, hemodialisis, pengambilan darah atau pengambilan spesimen lain
58
untuk pemeriksaan klinis, katerisasi jantung, prosedur radiologi diagnostik,
dan identifikasi terhadap pasien koma
4.2.1. Gambaran Kebijakan Identifikasi Pasien Rumah Sakit Surya Insani
Elemen pertama pada sasaran ketepatan identifikasi pasien, yaitu ada regulasi
yang mengatur pelaksanaan identifikasi pasien. Rumah Sakit Surya Insani sudah
menyiapkan dokumen-dokumen yang dibutuhkan untuk memenuhi sasaran
ketepatan identifikasi pasien, seperti Peraturan Direktur, Standar Prosedur
Operasional (SPO), dan Panduan Identifikasi Pasien.
Rumah Sakit Surya Insani sudah membuat kebijakan terkait Ketepatan
Identifikasi Pasien, yaitu Peraturan Direktur Nomor 009/RSSI/PER-DIR/III/2017
tentang Identifikasi Pasien Rumah Sakit Surya Insani. Hal ini sesuai dengan yang
dikatakan oleh ketua tim keselamatan pasien sebagai berikut :
“kebijakannya sudah ada berupa perdir” (TKP1)
Kebijakan tentang ketepatan identifikasi pasien mengatur tentang identifikasi
pasien harus menggunakan minimal dua identitas (nama dan tanggal lahir pasien).
Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh ketua dan sekretaris tim keselamatan
pasien yaitu :
“dalam peraturan direktur diatur masalah identifikasi pake
minimal dua identitas...” (TKP1)
“ada diatur identifikasi pasien menggunakan dua identitas...”
(TKP2)
Menurut tim keselamatan pasien, kebijakan tersebut sudah berjalan, tetapi
belum semua terbiasa melakukan ketepatan identifikasi pasien sesuai dengan
peraturan yang ada. Pasien rawat inap sudah menggunakan gelang identitas
59
dengan minimal tiga identitas, yaitu nama pasien, tanggal lahir, dan nomor rekam
medis. Identifikasi pasien sudah dilakukan oleh perawat, tetapi terkadang mereka
lupa untuk menggunakan dua identitas. Pencatatan dan pengawasan juga belum
dijalankan oleh tim keselamatan pasien terhadap pelaksanaan ketepatan
identifikasi pasien. Berikut kutipan wawancara dengan tim keselamatan pasien
mengenai pelaksanaan Peraturan Direktur tentang Identifikasi Pasien :
“Pelaksanaannya sudah berjalan pasien diberikan gelang
identitas yang berisi tiga identitas disana, nama, nomer rekam medis
sama tanggal lahir. Identitas itu yang nulis petugas pendafataran
baru kemudian diberikan ke perawat igd atau poliklinik untuk
dipakekan gelangnya kalau pasien rawat inap. Nah perawatpun ketika
memasang infus, memberikan obat atau mengambil darah memang
sudah kroscek minimal nama sama tanggal lahir. Kalau secara
praktek mungkin sudah jalan, pencatatannya kita yang belum.”
(TKP1)
“Sudah dijalankan, cuma memang belum semuanya kebiasaan
seperti itu..... masih ada yang belum melakukan pake dua identitas.
Identifikasi mungkin mereka sudah melakukan, tapi kadang mereka
lupa kalau harus menggunakan tanggal lahir sama nomor RM....
kebanyakan memang hanya menanyakan nama pasien saja.” (TKP2)
Perawat dan bidan merupakan petugas yang akan sering melakukan
identifikasi pasien sebelum melakukan tindakan kepada pasien. Berdasarkan hasil
wawancara terhadap perawat dan bidan yang ditanyakan mengenai kebijakan
ketepatan identifikasi pasien, beberapa perawat dan bidan mengatakan bahwa
peraturan terkait ketepatan identifikasi ada berupa SPO dan ditempatkan di nurse
station. Perawat lainnya mengatakan bahwa peraturan ketepatan identifikasi
pasien dilakukan sesuai dengan ketentuan akreditasi. Kemudian ada juga perawat
yang tidak mengetahui tentang peraturan mengenai identifikasi pasien baik berupa
peraturan direktur ataupun SPO, tapi tetap melakukan identifikasi pasien sesuai
60
arahan kepala ruangan dan manajer keperawatan, dan perawat lainnya
mengatakan tidak tahu tentang peraturan identifikasi pasien, yang ada hanya
kesepakatan saat melakukan tindakan ke pasien dengan menanyakan nama dan
tanggal lahir pasien. Berikut kutipan wawancara dengan perawat :
“SPO nya ada, pemakaian gelang, namanya ditulis sama orang
pendaftaran, kadang-kadang pake stiker” (PER7)
“SPO nya ada, semua SPO kita buatkan file seperti ini dan
disimpan di masing masing Nurse Station, di IGD ada di poli ada, di
rawat inap juga ada” (BID4)
“kalo di rumah sakit ini ada sih kemarin disampaikan sama karu
waktu masih baru masuk sama teman-teman juga disampaikan,
kebetulan saya bidan masih baru, tapi sebelumnya pernah di rumah
sakit lain udah tau kalo kayak gitu kan udah standar akreditasi”
(BID1)
“sesuai SPO... waktu itu pernah disosialisasikan sama tim SKP
waktu mau akreditasi” (PER2)
“Sesuai prosedurnya, kebetulan saya perawat baru jadi tidak tau
ada SPO identifikasi pasien, tapi kalo mau ngasi injeksi tetap ditanya
ke pasiennya nama sama tanggal lahir sesuai yang dibilang sama bu
karu dan senior-senior perawat disini” (PER3)
“sebenarnya sih kalo kayak SK atau peraturan direktur saya
kurang tau, tapi kita udah kesepakatan gitu, kalo misalkan ngasi obat,
nanya nama, tanggal lahir...” (PER4)
Standar Prosedur Operasional (SPO) merupakan salah satu dokumen yang
juga dibutuhkan untuk memenuhi elemen sasaran ketepatan identifikasi pasien.
Tim keselamatan Rumah Sakit Surya Insani juga sudah membuat SPO tentang
Identifikasi Pasien. Terdapat sepuluh SPO yang dibuat untuk ketepatan
identifikasi pasien, yaitu SPO Pemasangan gelang identifikasi, SPO penggelangan
ulang pasien SPO identifikasi pasien rawat inap dan pasien yang melakukan
tindakan di kamar operasi, SPO identifikasi melakukan tindakan medis, SPO
61
Identifikasi pasien poliklinik, SPO identifikasi pasien sebelum pemberian
pengobatan dan tindakan, SPO identifikasi sebelum pemberian darah dan atau
produk darah, SPO identifikasi sebelum pemberian obat, SPO identifikasi
sebelum pengambilan darah dan spesimen klinis, dan SPO pasien menolak
pemasangan gelang identifikasi. Secara keseluruhan, SPO identifikasi pasien yang
dibuat oleh tim keselamatan sudah sesuai dengan standar akreditasi versi 2012.
Hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh tim keselamatan pasien sebagai
berikut :
“SPO kita juga sudah punya, pokja SKP yang membuat sesuai
dengan elemen akreditasi, semua elemen akreditasi dimasukkan di
SPO itu” (TKP1)
SPO identifikasi pasien sudah disosialisasikan kepada perawat secara resmi
oleh tim keselamatan pasien. Namun menurut ketua tim keselamatan pasien
sosialisasi tersebut dilakukan dua tahun yang lalu saat persiapan akreditasi
sehingga banyak perawat dan bidan yang baru belum tersosialisasi langsung
mengenai SPO identifikasi pasien dari tim keselamatan pasien. Namun demikian,
SPO ini telah dijelaskan kepada kepala ruangan yang juga sebagai tim
keselamatan pasien, yang nantinya akan menjelaskan kepada perawat di ruangan
agar menerapkan identifikasi pasien sesuai dengan SPO yang ada. Berikut kutipan
wawancara mengenai sosialisasi SPO ketepatan identifikasi pasien :.
“Sosialisasi SPO secara menyeluruh sudah pernah kita lakukan
saat persiapan akreditasi, itu sekitar dua tahun yang lalu tahun 2017,
sementara perawat dan bidan kita sudah banyak yang baru jadi belum
dapat sosialisasi dari kita langsung. tapi, kan karena kepala ruangan
juga merupakan bagian dari tim keselamatan pasien, jadi mereka
yang mensosialisasi kan sendiri ke perawat ruangan mereka.” (TKP1)
62
Sosialisasi terhadap peraturan, terutama prosedur perlu dilakukan kepada
perawat agar perawat mengetahui prosedur identifikasi pasien sesuai dengan
peraturan yang ada. Berdasarkan wawancara, sebagian kecil perawat mengatakan
bahwa belum pernah mendapat sosialisasi tentang ketepatan identifikasi pasien.
Berikut kutipan wawancara kepada beberapa perawat :
“kalo di sini ngga pernah ada sosialisasi. Cuma dari rumah sakit
sebelumnya sudah tau begitu” (BID2)
“enggak pernah ada yang begitu” (PER8)
“hmm kalo pas aku masuk, kayaknya belum, tapi sebelumnya
mungkin udah ya.” (PER5)
“gak sih, kalo kayak gitu kan istilah nya udah ada ini, istilahnya
setiap rumah sakit sih beda-beda tapi pas kita kuliah gitu udah ada....”
(BID1)
Sedangkan sebagian besar perawat lainnya mengatakan pernah mendapat
sosialisasi terkait ketepatan identifkasi pasien. Ada perawat yang mengatakan
mengetahui hal tersebut sudah disosialisasikan oleh tim keselamatan pasien, ada
juga yang mengetahui SPO pada saat orientasi pertama kali bekerja, dan yang
lainnya mendapat penjelasan langsung dari kepala ruangan. Berikut kutipan
wawancara kepada beberapa perawat :
“ada dulu waktu mau akreditasi disosialisasikan sama tim SKP”
(PER2)
“emm pernah, pas awal masuk kerja ada orientasi” (PER4)
“udah, kita disosialisasikan sama tim skp waktu mau akreditasi,
SPO nya juga di satndby kan di nurse station dibuat satu file dengan
SPO lainnya” (BID4)
“ee.. awalnya sih disosialisasikan tapi harus baca SPO dulu
setiap perawat masuk, pas orientasi sih ada juga” (PER6)
63
“Hmm kalo dari awal masuk belum, paling sosialisasi aja sama
kepala ruangan” (PER3)
Untuk memenuhi standar akreditasi pada sasaran ketepatan identifikasi pasien,
Rumah Sakit Surya Insani telah membentuk tim Keselamatan Pasien yang
anggotanya melibatkan semua unit. Tim ini merupakan tim yang berfungsi untuk
menyiapkan dokumen-dokumen persiapan akreditasidan peraturan-peraturan yang
sudah ditetapkan. Semua unit yang berhubungan dengan pasien dilibatkan
menjadi tim keselamatan pasien. Hal ini dilakukan agar semua unit melakukan
identifikasi pasien sebelum melakukan tindakan. Setiap kepala ruangan menjadi
tim keselamatan pasien, agar memudahkan dalam sosialisasi, pelaksanaan, dan
pengawasan terhadap ketepatan identifikasi pasien Berikut kutipan wawancara
dengan tim keselamatan pasien :
“tim keselamatan pasien sudah ada, sebelumnya pokja SKP
waktu mau kreditasi tugasnya untuk persiapkan berkas, panduan,
SPO, terus kebijakan, sama persiapkan semua lah form-form... kita
yang mensosialisasikan juga, kepentingannya untuk akreditasi.
Setelah akreditasi selesai pokja ini dijadikan tim anggotanya
ditambah dengan karu-karu pelayanan, igd, poliklinik, dan rawat
inap.... yang akan melaksanakan isi dari berkas-berkas yang sudah
dibikin oleh pokja dan itu akan terus, walaupun sudah selesai
akreditasi tim ini akan tetap ada. jadi agar untuk sosialisasi ke
ruangan lebih gampang, karena kan mereka yang punya power ya
diruangan, jadi untuk sosialisasi dan untuk pelaksanaan itu lebih
terawasi, lebih cepat, dan untuk pengawasan pun lebih jalan.”
(TKP1)
“tim tim keselamatan pasien ya dibentuk kita melibatkan semua
ya, kayak tadi saya bilang semua pemberi asuhan harus melakukan
identifikasi, jadi tim tim keselamatan pasien hampir semua unit kita
masukin, termasuk labor, jadi semua yang bersentuhan dengan
pasien, yang memberikan asuhan mau di poli, igd, atau di rawat
inap. Ya kalau tim kita kan sudah melibatkan semua, jadi tujuannya
semua dilibatkan jadi semua menjalani apa yang ada disitu, karena
64
kan mereka termasuk timnya. Terutama kita di rawat inap ya....”
(TKP2)
Panduan identifikasi pasien juga sudah dibuat oleh tim keselamatan pasien.
Panduan ini dibuat untuk tatalaksana identifikasi pasien secara rinci yang sudah
disesuaikan dengan Rumah Sakit Surya Insani, panduan tersebut diperlukan
karena Peraturan Direktur tentang identifikasi pasien di Rumah Sakit Surya Insani
tidak membahas secara rinci tatalaksana identifikasi pasien. Hal tersebut sesuai
dengan yang diutarakan oleh tim keselamatan pasien sebagai berikut :
“panduan kita sudah ada juga, yang membuat tim pokja SKP”
(TKP1)
“...kalau panduan juga ada. Kalau perdir hanya memberitahukan
kapan identifikasi pasien sama pake apa. Nah kalau disitu ada
semuanya, mulai di rawat jalan gimana, terus kapan dipakein gelang
identitas yang mana, di panduan begitu, lebih detail sih” (TKP2)
Dengan adanya peraturan yang dibuat tentang identifikasi pasien, ada
perubahan yang signifikan terhadap pelaksanaan identifikasi pasien. Petugas yang
berhubungan dengan pasien harus melakukan identifikasi pasien sebelum
melakukan tindakan sesuai dengan peraturan yang ada. Berikut kutipan
wawancara dengan tim keselamatan pasien :
“signifikan yaa, kalau gak ada akreditasi gitu ya, perawat, semua
tenaga medis belum tentu akan melakukan identifikasi pasien, mereka
merasa jadi terpaksa ngelakuinnya, karena kalau mereka tidak
melakukan akan terbentur dengan akreditasi. Kan ada monitoring kita,
dia gak ngelakuin jadi di monitoring akan terpantau. Makanya
jadinya setelah akreditasi ini mereka lumayan, jadi lumayan patuh
yaa. Nah, sejak itu, karena adanya akreditasi mereka jadi pake
sekarang.” (TKP1)
Pencatatan dan pelaporan terhadap ketepatan identifikasi pasien belum
dilakukan untuk mengawasi perawat dalam menjalankan identifikasi pasien,
65
Berdasarkan wawancara dengan tim keselamatan pasien mengatakan bahwa
belum ada dilakukan pencatatan dan pelaporan terhadap ketepatan identifikasi
pasien. Formulir pencatatan dan pelaporan sudah ada dan sudah berjalan pada saat
akreditasi dan beberapa bulan setelah akreditasi. Namun setelah akreditasi,
pencatatan dan pelaporan tidak lagi dilakukan karena tidak ada tindak lanjut dari
laporan tersebut. Dari hasil pelaporan juga menunjukkan semua petugas sudah
melakukan identifikasi pasien sehingga kepala ruangan merasa tidak perlu lagi
melakukan pencatatan. Berikut kutipan wawancara dengan tim keselamatan
pasien :
“untuk pencatatan memang belum jalan, kemaren sempat
berjalan waktu mau akreditasi dan beberapa bulan setelah akreditasi
itu tapi sekarang sudah enggak jalan lagi. Sekarang sih baru mau
dimulai ditekankan lagi bener-bener monitoring.....form nya sudah
ada. Semua karu kan sudah kita masukkan ke tim ya, jadi lebih
gampang untuk koordinasinya, karena mereka juga tim keselamatan
pasien nanti rencanya semua lembar monitoring ini akan kita kasi ke
karu-nya, nanti mereka yang monitoring baru diserahin ke kita”
(TKP1)
“ya masih belum (sistem pelaporan).......nanti kita akan sebarkan
lagi ke kepala ruangan ada lembar monitoring evaluasi, nah itu kan
yang bertanggung jawab kepala ruangan. Mereka yang
mengobservasi.” (TKP2)
4.2.2. Gambaran Pengetahuan Petugas tentang Identifikasi Pasien Rumah
Sakit Surya Insani
Pengetahuan perawat terhadap prosedur identifikasi pasien harus sesuai
dengan regulasi yang sudah dibuat oleh tim keselamatan pasien. Berdasarkan SPO
identifikasi pasien, perawat harus melakukan identifikasi pasien sebelum
melakukan tindakan dengan membandingkan dengan gelang identitas pasien.
66
Berdasarkan wawancara kepada perawat, beberapa perawat kurang tepat dalam
menjelaskan SPO identifikasi pasien yang telah dibuat. Sebagian perawat
mengatakan bahwa prosedur ketepatan identifikasi pasien yang mereka tahu yaitu
identifikasi pasien dilakukan setiap akan melakukan tindakan, serta menanyakan
nama pasien dan tanggal lahir. Berikut kutipan wawancara dengan beberapa
perawat rawat:
“Kayak manggil nama pasien, tanggal lahir, kalo nomor rm pasti
pasiennya gak ngerti. Jadi biasanya nama pasien sama tanggal lahir”
(PER2 )
“setiap tindakan, pemberian obat, terus observasi tanda-tanda
vital kita identifikasi juga, apalagi yaa pemberian obat, pengambilan
darah, terapi medikasi semua kita identifikasi itu sih”(PER3)
“jadi kan karena kita rawat inap, yang pertama sih pada saat
keluar dariigd, ya itu sebelum melakukan tindakan, ngambil darah,
kasi obat”(PER4)
Sebagian perawat lainnya menjelaskan SPO sesuai dengan yang telah dibuat
oleh tim pokja SKP. Mereka mengatakan bahwa dalam mengidentifikasi pasien
sebelum melakukan tindakan harus melihat gelang pasien juga, terutama untuk
melihat nomor rekam medis karena nomor rekam medis jarang dihapal oleh
pasien. Hal tersebut dikatakan oleh perawat sebagai berikut :
“nanya nama, kita tanya, konfirmasi, sebenernya sih ada sama
nomor rm, cuman kan, nomor rm pasien suka gak hapal, kita suka liat
di gelang pasien”(PER5)
“isinya.. yang ditanya nama pasien, sesuaikan sama gelangnya
terus tanggal lahir, biasanya. Tapi sih maksimal 2, ada 2, nama sama
rm”(BID2)
“Kalo disini sih kayak biasa, biasanya kalo identifikasi pasien
kalo mau kasih obat, mau transfusi juga sama, mau nganter dokter
buat visit juga sama. Sama sih pake nanya namanya siapa, karena
kalo kita cuma sebutin namanya siapa, misalnya “Sri”, dan „Sri‟nya
67
banyak, kadang pasien suka bilang iya-iya aja pasiennya, pasien
cenderung ngejawab. Sama, tanggal lahir kadang-kadang pasien juga
lupa tanggal lahirnya. Kan kita suruh pake gelang”(BID1)
Sedangkan sebagian kecil perawat lainnya tidak tepat dalam menjelaskan
SPO identifikasi pasien. Satu perawat mengatakan bahwa yang penting dalam
mengidentifikasi pasien hanya menanyakan nama pasien. Berikut kutipan
wawancara dengan perawat :
“...tapi enaknya aja kayak gimana. Yang penting namanya sesuai
gitu, terserah mau dipanggil atau pasiennya nyebutin nama, enaknya
kita aja...”(PER7)
Berdasarkan panduan identifikasi pasien Rumah Sakit Surya Insani bahwa
pada saat melakukan identifikasi pasien, perawat harus melakukan verifikasi
dengan menanyakan nama dan tanggal lahir pasien, kemudian bandingkan dengan
gelang identitas yang digunakan pasien. Perawat juga harus menanyakan identitas
pasien dengan pertanyaan terbuka, contohnya: “siapa nama bapak/ibu?”, dan
tidak boleh menggunakan pertanyaan tertutup seperti “Apakah nama anda Sri?”.
Berdasarkan hasil wawancara kepada beberapa perawat tentang bagaimana
mereka melakukan identifikasi pasien, sebagian besar mengetahui bahwa setiap
kali melakukan tindakan/asuhan harus mengidentifikasi terlebih dahulu. Sebagian
besar perawat yang diwawancara juga mengatakan bahwa mereka biasanya
melakukan identifikasi pasien dengan menanyakan nama dan tanggal lahir pasien,
ada juga mengatakan bahwa nomor rekam medis juga harus diperiksa. Hal ini
sesuai dengan elemen dua pada sasaran ketepatan identifikasi pasien dan panduan
identifikasi pasien bahwa harus menggunakan dua identitas pasien saat melakukan
68
identifikasi pasien. Berikut kutipan wawancara dengan beberapa perawat
mengenai pengetahuan mereka terhadap ketepatan identifikasi pasien :
“kalo misalkan kita mau tindakan ya kita nanya pasiennya
namanya, tanggal lahirnya, kalo misalkan tindakannya mau dilakukan
ya tujuannya apa, misalkan ada efek samping ya jelasin efek
sampingnya”(PER3)
“Biasa nanya nama, tanggal lahir. Tanggal lahir sih tergantung
pasiennya, kalo pasiennya kooperatif sih tanggal lahir, atau
keluarganya juga bisa menjawab bisa tanya keluarganya
langsung,”(PER8)
“biasanya nanya nama sama tanggal lahir, karena kalo nomor
rm dia kan gak hapal”(BID1)
“ya itu tindakan aja, kalo mau bagi obat, mau ada tindakan,
tindakan lah pokoknya, terus nanya tiga, nama, tanggal lahir, sama
nomor rm”(PER4)
“biasanya nanya nama pasien, umur pasien, kayak gitu”(BID2)
Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, bahwa untuk menjelaskan SPO
kepada perawat yaitu melalui kepala ruangan. Dari hasil wawancara dengan
kepala ruangan juga didapatkan keterangan bahwa petugas kesehatan baik perawat
atau bidan yang bekerja di Rumah Sakit Surya Insani sering berganti. Menurut
kepala ruangan bahwa menjelaskan sistem di rumah sakit, termasuk ketepatan
identifikasi pasien kepada perawat dilakukan pada saat orientasi dilaksanakan dan
hari penempatan perawat tersebut. Berikut kutipan wawancara dengan kepala
ruangan:
“semua di awal masuk kan ada orientasi, orientasi itu tentang
sistem yang ada disini,... iya, terus juga pas hari penempatan disini
kami juga orientasi di ruangan, seputar ruangan, seputar sistem,
seputar ya kebiasannya disini. Karena memang perawat bidan kita
banyak yang baru baru ada yang baru tamat juga dari pendidikan,
jadi ya itu harus disosialisasikan lagi waktu orientasi” (KRU1)
69
“perawat kita disini rata-rata baru, jadi harus disosialisasikan
lagi mengenai identifikasi pasien” (KARU2)
“kebetulan memang perawat perawat kita banyak yang baru jadi
waktu mulai masuk kerja disini ada orientasi ruangan dulu, termasuk
kita sosialisasikan mengenai identifikasi pasien” (KARU3)
Wawancara lebih lanjut terhadap informan manajer keperawatan dan kepala
ruangan mengenai penyebab tingginya pergantian perawat diperoleh informasi
yang beragam. Menurut manajer keperawatan perawat yang baru tersebut karena
untuk memenuhi standar jumlah tenaga kesehatan dibandingkan jumlah tempat
tidur sesuai permenkes, kemudian beberapa karyawan juga yang sudah habis
kontrak tidak diperpanjang, dan alasan lain karena tempat tinggal yang jauh.
Berikut kutipan wawancara dengan manajer keperawatan dan kepala ruangan:
“iya memang perawat kita dan bidan disini banyak yang baru
karena memang untuk memenuhi ketentuan akreditasi, jadi pada saat
akreditasi kemaren jumlah tenaga kesehatan kita masih kurang,
belum sesuai permenkes jadi bertahap kita tambah. Kemudian juga
beberapa perawat yang kita kontrak sudah habis kontraknya tidak
dilanjutkan. Kalo alasannya kita tanya kebanyakan karena menikah,
setelah menikah ikut suami, dan ada yang tidak diizinkan suami
bekerja. Kebanyakan alasannya begitu sih. Ada juga karena masalah
tempat tinggal karena disini banyak dari luar kota banyak yang dari
sumbar, jadi disuruh pulang oleh orang tuanya. Kalo untuk
kesejahteraan disini kayanya bukan jadi penyebab utama mereka
keluar karena kita sudah lumayan tinggi kalo gaji, tekanan juga disini
tidak terlalu, kita cukup santai pekerjaan di surya insani.” (KEP1)
“iya biasanya karena menikah, setelah menikah gak kerja lagi.
Kalo masalah gaji mungkin bisa jadi, tapi sebenarnya gaji perawat
disini uda besar dibanding rumah sakit lain di riau.” (KARU 1)
“kalo untuk alasan pastinya kenapa mereka keluar ya mereka la
yang tahu, tapi biasanya karena alasan pulang kampung karena
banyakan dari sumbar, uda dapat ilmu disini pergi ke tempat lain.”
(KARU3)
70
Berdasarkan wawancara, cara yang dilakukan tim keselamatan pasien untuk
mengetahui bahwa perawat sudah mengetahui prosedur identifikasi pasien, yaitu
dari kepala ruangan, dan juga dari laporan kesalahan identifikasi pasien saat
petugas melakukan tindakan kepada pasien. Sedangkan, kepala ruangan
melakukan juga supervisi untuk melihat serta mengawasi perawat-perawat dalam
melakukan tindakan kepada pasien. berikut kutipan wawancara dengan tim
keselamatan pasien :
“caranya tau ya, yaa, sebenernya ya awalnya ada identifikasi,
kayak giniini supaya tidak ada salah identifikasi ya, jadi ketika kita
udah kayak gini akan minimal nih orang yang salah pemberian obat,
salah tranfusi jadi dengan kayak gini pasti kejadian kayak gitu
menurun”(TKP1)
“saya melakukan, apa ya istilahnya itu, eeh pokoknya kan saya
cek sambil saya liat. Kan saya perhatikan cara mereka pas penyiapan
obat, saya amati, saya supervisi. Setiap tindakan yang mereka
lakukan saya supervisi, walaupun supervisinya tanpa mereka sadari.
Saya ikutin, saya perhatikan”(KEP1)
4.2.3. Gambaran Kemampuan Petugas dalam Melakukan Identifikasi Pasien
Elemen kedua pada sasaran ketepatan identifikasi pasien yaitu identifikasi
pasien dilakukan dengan menggunakan minimal 2 (dua) identitas dan tidak boleh
menggunakan nomor kamar pasien atau lokasi pasien dirawat sesuai dengan
regulasi rumah sakit. Regulasi yang ada di Rumah Sakit Surya Insani tentang
Identifikasi Pasien berupa Peraturan Direktur tentang Identifikasi Pasien mengatur
kebijakan identifikasi pasien menggunakan dua identitas yaitu nama dan tanggal
lahir. Berdasarkan observasi kepada perawat, tidak ada perawat yang
menggunakan nomor kamar atau lokasi pasien saat mengidentifikasi pasien.
Sebagian besar perawat mengidentifikasi pasien dengan menggunakan dua
71
identitas, yaitu nama pasien dan tanggal lahir pasien. Sedangkan sebagian perawat
lainnya hanya mengidentifikasi pasien dengan satu identitas yaitu nama pasien.
Elemen ketiga dari sasaran ketepatan identifikasi pasien yaitu identifikasi
pasien dilakukan sebelum dilakukan tindakan, prosedur diagnostik, dan terapeutik.
Untuk elemen ini, pada saat observasi semua petugas baik perawat ataupun bidan
melakukan identifikasi pasien sebelum dilakukan tindakan, prosedur diagnostik,
dan terapeutik.
Elemen keempat dari sasaran ketepatan identifikasi pasien yaitu pasien
diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, produk darah, pengambilan
spesimen, dan pemberian diet. Berdasarkan observasi terhadap perawat yang akan
memberikan obat kepada pasien, semua perawat melakukan identifikasi pasien
saat memberikan obat kepada pasien, baik obat tablet maupun obat dalam bentuk
lain.
Elemen kelima dari sasaran ketepatan identifikasi pasien yaitu pasien
diidentifikasi sebelum pemberian radioterapi, menerima cairan intravena,
hemodialisis, pengambilan darah atau pengambilan spesimen lain untuk
pemeriksaan klinis, katerisasi jantung, prosedur radiologi diagnostik, dan
identifikasi terhadap pasien koma. Berdasarkan observasi terhadap perawat yang
akan memberikan cairan intravena, seperti cairan infus, semua perawat melakukan
identifikasi pasien saat memberikan cairan infus. Observasi juga dilakukan pada
petugas laboratorium pada saat mengambil sampel darah untuk pemeriksaan
laboratorium. Petugas yang melakukan pengambilan darah, melakukan
72
identifikasi pasien sebelum mengambil darah, tetapi hanya menanyakan nama
pasien, tidak menanyakan dua identitas pasien seperti ketentuan pada elemen satu.
Berdasarkan observasi kepada perawat saat melakukan asuhan/ tindakan
kepada pasien, sebagian kecil perawat yang diobservasi sudah sesuai dengan
prosedur identifikasi pasien, yaitu mengidentifikasi pasien dengan
membandingkan identitas pada gelang identitas. Sedangkan sebagian besar
perawat tidak melakukan semua prosedur dengan benar. Tahapan prosedur
identifikasi pasien yang biasa tidak dilakukan oleh perawat yaitu memeriksa dan
membandingkan data pada gelang pengenal dengan rekam medis. Sebagian besar
perawat melakukan identifikasi pasien hanya dengan menanyakan nama pasien,
tanpa membandingkan dengan gelang identitas. Saat mengidentifikasi pasien juga
terkadang perawat menanyakan nama pasien dengan pertanyaan tertutup.
Kemudian juga perawat terkadang tidak selalu menanyakan nama pasien karena
merasa sudah mengenal pasien, dan juga agar pasien tidak merasa bosan ditanya
terus-menerus. Berikut kutipan wawancara dengan beberapa perawat :
“nanya namanya siapa, tapi kalo setiap hari kita sama kayak
gitu,pasiennya ngerasa susternya gak kenal-kenal nihsama kita, aku
jarang-jarang sih ya, paling 3 sampe 5 kali ketemu masih aku tanya
tapi kalo udah 5 kali lebih udah langsung ke pasiennya. Karena kalo
sering ditanya siapa namanya, pasiennya ngomong susternya gak
hapal-hapal nih”(PER6)
“Yang penting namanya sesuai gitu, terserah mau dipanggil atau
pasiennya nyebutin nama, enaknya kita aja, takutnya ada yang ke
pasiennya, “suster saya udah lama disini tapi gak kenal-kenal.”
(PER2)
Tim keselamatan pasien harus memastikan bahwa perawat selalu melakukan
identifikasi pasien sebelum tindakan. Berdasarkan wawancara dengan tim
73
keselamatan pasien bahwa untuk mengetahui kemampuan perawat dalam
menjalankan prosedur yaitu dari kepala ruangan yang melakukan observasi
terhadap perawat-perawat di ruangan rawat inap. Kemudian tim keselamatan
pasien juga mengatakan bahwa seharusnya dilakukan kegiatan pengamatan
terhadap perawat, namun hingga saat ini tim keselamatan pasien belum pernah
memantau langsung sasaran keselamatan pasien. Jadi untuk saat ini hanya
memantau perawat melalui kepala ruangan saja. Berikut kutipan wawancara
dengan tim keselamatan pasien :
“kepala ruangannya, iya mereka punya lembar monitoring gitu,
jadi mereka pilih dari ruangan itu berapa orang, mereka ngambil
sampel gitu”(TKP1)
Berdasarkan wawancara dengan pasien rawat inap, sebagian besar pasien
mengatakan bahwa saat perawat akan melakukan tindakan/ asuhan hanya
menanyakan nama pasien, dan tidak mencocokkannya dengan gelang identitas
pasien. Berikut kutipan wawancara dengan pasien :
“gak sih, orang itu kan udah punya datanya, jadi pas awal juga
dia gak nanya...iya gak pernah liat gelang identitas, langsung aja”
(PAS2)
“enggak pernah, ditanyain namanya aja, jadi setiap mau ngasi
obat atau periksa-periksa, ditanyain namanya siapa” (PAS7)
“iya biasanya suka nanya nama aja, kadang-kadang ngecek,
kadang gak susternya udah hapal. Biasa sih udah hapal sih”(PAS6)
“enggak, mereka langsung tanya aja gitu , ibunya namanya siapa
gitu”(PAS8)
Sedangkan sebagian kecil pasien lainnya mengatakan bahwa perawat melihat
gelang identitas saat akan memberikan obat. Berikut kutipan wawancara dengan
pasien :
74
“iya ditanyain terus kalo mau masukin obatnya terus dia lihat
gelang yang dipake sesuai atau tidak, kadang saya bosen juga
ditanyain terus tapi mungkin sudah prosedurnya begitu”(PAS3)
“Diliat sih, diliat ama perawat, terus nanya namanya siapa sama
perawatnya”(PAS5)
4.2.4. Gambaran Edukasi Pasien tentang Identifikasi Pasien
Edukasi pasien tentang identifikasi pasien merupakan bagian dari
pelaksanaan ketepatanidentifikasi pasien. Berdasarkan SPO pemasangan gelang
identitas bahwa selain memakaikan gelang identitas, petugas admisi juga memiliki
tugas untuk menjelaskan gelang identitas. Pasien harus memahami tujuan dari
identifikasi pasien sebagai salah satu upaya yang dilakukan oleh rumah sakit agar
memudahkan dalam mengenali pasien yaitu dengan menggunakan gelang
identitas. Untuk itu, berdasarkan prosedur pemakaian gelang, pasien/ keluarga
pasien harus diberikan penjelasan terkait kegunaan dipakaikan gelang identitas.
Berdasarkan wawancara dengan pasien, hanya sebagian kecil pasien yang
mengatakan bahwa petugas menjelaskan fungsi gelang tersebut sebagai tanda
pengenal pasien. Berikut kutipan wawancara dengan pasien:
“iya, katanya biar mudah gitu, mudah nyarinya, untuk pengenal
juga kanpasien banyak gitu”(PAS4)
Sedangkan sebagian besar pasien/keluarga pasien lainnya
mengatakanbahwa perawat tidak pernah menjelaskan tujuan dari gelang
identitas yang dipakaioleh pasien. Mereka mengatakan bahwa gelang hanya
dipakaikan saja oleh perawat. Berikut kutipan wawancara dengan
pasien/keluarga pasien :
“engga dijelasin, langsung dipakein aja”(PAS3)
75
“mereka gak jelasin sih, cuma saya udah tau guna ya untuk eeh
tau identitas”(PAS2)
“enggak dijelasin, cuma bilang pake gelang aja, dokternya
nyuruh pakein gelang”(PAS5)
“enggak cuma dipakein aja”(PAS6)
“engga dijelasin, langsung dipakein aja”(PAS7)
“gak ada, saya pikir gelang ini cuma buat tanda pasien
disini”(PAS8)
Pemakaian gelang identitas dilakukan oleh perawat IGD. Petugas admisi
tidak melakukan pemakaian gelang identitas dan mengedukasi pasien tentang
kegunaan gelang identitas. Hal tersebut karena yang biasanya melakukan
pendaftaran untuk dirawat inap adalah keluarga pasien. Oleh karena itu,
pemakaian gelang identitas dipakaikan pada saat pasien berada di IGD, bahkan
ada pasien yang tidak sadar saat dipakaikan gelang identitas. Berdasarkan
wawancara, sebagian besar pasien/ keluarga pasien mengatakan bahwa yang
memakaikan gelang identitas adalah perawat IGD. Berikut kutipan wawancara
dengan pasien :
“oh ini di UGD, perawatnya, saya gak tau udah dipakein
aja”(PAS3)
“udah dari IGD ini, perawatnya”(PAS4)
“di bawah, di IGD, susternya kayaknya, tau-tau udah
pake”(PAS2)
“perawatnya yang masang, tapi pas daftar mau rawat inap dikasi
sama petugasnya nanti dipasangin sama perawat”(PAS5)
“susternya, pas masuk IGD”(PAS7)
Untuk gelang identitas pasien, berdasarkan observasi terhadap gelang
identitas pasien terhadap pasien, gelang identitas ditulis lengkap dengan
76
mencantumkan nama, tanggal lahir, dan nomor rekam medis. Identitas yang ada
pada gelang identitas ditulis manual oleh perawat yang terkadang tidak terbaca
jelas. Berdasarkan wawancara, identitas pada gelang identitas harusnya memakai
stiker, tetapi karena stok stikernya habis jadi ditulis manual. Berikut kutipan
wawancara dengan tim keselamatan pasien :
“sebenarnya kita udah pakai stiker untuk identitas pasien, nah itu
juga yang ditempelkan di gelang pasien. Cuma memang mungkin uda
berapa bulan ini stoknya habis dan belum ada pengadaan lagi jadinya
sementara pake manual dulu ditulis tangan. Yang nulis petugas
pendaftaran make spidol yang permanen jadi bacaannya jelas dan
gak mudah luntur.”(TKP2)
Pemakaian gelang dilakukan oleh perawat juga disampaikan oleh tim
keselamatan pasien. Berdasarkan wawancara dengan tim keselamatan pasien
mengatakan bahwa memakaikan dan menjelaskan fungsi gelang identitas yaitu
perawat, terutama perawat di IGD, bukan petugas admisi. Hal ini sesuai dengan
yang disampaikan tim keselamatan pasien sebagai berikut :
“Yang menjelaskan perawat, jadi gelang dikasi dari pendaftaran,
pada saat pasien daftar mau rawat inap ya...Identitasnya sudah
dituliskan oleh petugas pendaftaran ditempelkan stiker barcode tapi
kadang kadang pas waktu stikernya habis ditulis tangan. Nanti
pendaftaran ngasi di dalam berkasnya itu, nanti perawat yang akan
memasangkan. Karena yang ke pendafatarankanbukan pasien tapi
keluarganya, jadi nanti perawat yang akan memasangkan dan
perawat yang akan mengedukasi, fungsinya ini apa jadi nanti jangan
bosen-bosen nanti tiap apa pasti akan ditanyain terus-menerus.
Karena kan nanti ada beberapa pasien yang risih ya kita tanyain
terus”(TKP1)
“ada di SOP pemasangan gelang identitas”(TKP2)
“gelang identitas ketika pasien masuk melalui UGD....tetap ada
kewajiban, kita jelasin ulang. Identitas pasien yang terutama, kasi tau
itu fungsinya apa, pada saat pasien kesini. Pasien datang kita lakukan
77
edukasi, salah satunya itu tentang gelang pasien, tentang hand
hygiene juga, terus orientasi ke ruangan oleh perawat.”(KEP1)
Berdasarkan wawancara dengan perawat rawat inap, sebagian kecil perawat
mengatakan bahwa perawat di rawat inap memiliki tanggung jawab untuk
menjelaskan identifikasi pasien dan kegunaan gelang identitas, karena terkadang
pasien dari IGD belum menggunakan gelang identitas. Berikut kutipan wawancara
dengan perawat :
“iya, dijelasin gelangnya buat apa, kenapa beda pink ama biru,
tujuannya apa gitu”(PER6)
“iya dijelasin gunanya tujuannya gelang ini untuk apa, jadi nanti
jangan bosen kalo bidannya nanya-nanya”(BID1)
“iya, kalo saya, saya jelasin, ini gunanya buat nanti sebagai
identitas pasien. Kan ada 2 tu ya , gelang sih banyak sih sebenernya,
ada yang alergi, resiko jatuh”(BID2)
Namun beberapa perawat lainnya mengatakan bahwa yang seharusnya
menjelaskan fungsi dari gelang identitas adalah yang memakaikan gelang tersebut.
Perawat di rawat inap tidak memiliki kewajiban untuk menjelaskan fungsi dari
gelang identitas tersebut. Berikut kutipan wawancara dengan perawat :
“kalo dari rawat inap jarang ya, soalnya yang biasa makein itu
pasti dari IGD, kecuali dari pasien poli pun perawatnya harusnya
makein gelangnya sebelum kesini”(PER2)
“Ngga.. kita ngga punya kewajiban, yang punya kewajiban itu
biasanya yang pakein gelang. Jadi sekalian menjelaskan kegunaan
gelang itu, kenapa dipakein gelang itu sama tujuannya, biasanya dari
tugas yang pasangin gelang”(PER3)
4.2.5. Gambaran Kerjasama Tim dalam Pelaksanaan Identifikasi Pasien
Tim adalah unsur kehidupan oraganisasi karena suatu pekerjaan melibatkan
orang-orang dengan berbagai macam keahlian untuk berkerjasama untuk satu
78
tujuan. Hampir semua pekerjaan rumah sakit dilakukan oleh berbagai disipilin
ilmu, contohnya tim ruang pembedahan, shift antar pekerja, dan unit medis dan
perawatan. Berdasarkan hasil wawancara dengan informan menyatakan
mendukung rumah sakit dalam meningkatkan program keselamatan pasien yang
lebih baik khususnya mengenai ketepatan identifikasi passien yaitu semua
informan menyatakan bahwa mereka sangat mendukung rumah sakit dalam
meningkatkan program keselamatan pasien yang lebih baik karena penerapan di
rumah sakit belum maksimal.
“Kalau yang masalah begitu saya sangat mendukung, ini juga
kan untuk kenyamanan pasien saat berada disini” (TKP1)
“Semua staf disini sangat mendukung apabila dilakukan
peningkatan program keselamatan pasien, kan belum maksimal agar
lebih baik lagi”. (KRU2)
“Saya sebagai kepala ruangan sangat mendukung program
keselamatan pasien untuk lebih meningkatkan kepuasan pasien”
(KRU4)
Mengenai koordinasi dengan direktur dan manajer terhadap kegiatan yang
terkait dengan peningkatan program keselamatan pasien, semua kepala ruangan
menyatakan bahwa mereka selalu berkoordinasi apabila terkait dengan
peningkatan program keselamatan pasien. Wawancara tentang koordinasi dengan
kepala ruangan terhadap kegiatan yang terkait dengan peningkatan program
keselamatan pasien, diperoleh informasi:
“Setiap ada masalah selalu kami berkoordinasi dengan manajer”
(KRU1)
“Saya merasa kami sering berkoordinasi apalagi untuk
meningkatkan program keselamatan pasien” (KRU2)
79
Berdasarkan hasil wawancara dengan perawat tentang kemampuan
berkordinasi dengan baik untuk mewujudkan pelayanan pasien yang sesuai
dengan prosedur keselamatan pasien yaitu sebagian besar perawat menyatakan
bahwa mereka mampu berkoordinasi dengan baik karena hal tersebut sudah
menjadi kewajiban mereka untuk mewujudkan pelayanan pasien yang sesuai
dengan prosedur keselamatan pasien. Sebagian kecil perawat merasa takut untuk
bertanya jika sesuatu hal yang terlihat tidak benar dalam pelaksanaan identifikasi
pasien. Karena tidak semua orang memiliki keberanian untuk berbicara dan
memiliki perasaan takut untuk disalahkan namun biasanya mereka akan
menyampaikannya kepada temannya untuk kemudian di teruskan kepada
pimpinan.
“kita selalu koordinasi dengan karu, kalo ada masalah kita selalu
sampaikan ke karu” (PER2)
“kita tetap berusaha supaya gak terjadi kesalahan, karena kan
yang kita rawat ini nyawa manusia jadi gaak main main. Kalo ada
sesuatu kita saling koordinasi, saling mengingatkan, waktu operan
juga kita sampaikan” (BID1)
“biasanya kalau ada kesalahan saya diam dulu baru nanti cerita
ke teman yang saya percaya, karena takut nanti kena sp apa lagi
sampai berakibat sama pasien”(PER3)
Tim keselamatan pasien harus memastikan bahwa perawat tidak merasa takut
melaporkan jika terjadi kesalahan dalam pelaksanaan identifikasi pasien
Berdasarkan wawancara dengan tim keselamatan pasien menyatakan bahwa
petugas sering merasa kesalahan-kesalahan ditimpakan kepada mereka, namun
sudah mulai di bangun sistem untuk tidak menyalahkan orangnya melainkan
80
memperbaiki sistem. jika suatu kejadian dilaporkan, lebih dituliskan masalahnya
bukan orangnya.
“Ada juga yang takut, mereka memilih untuk menceritakan
kepada temannya, kemudian diungkapkan oleh temannya ke kepala
ruangan, karena tidak semuanya bisa berkomunikasi dengan baik,
dan memiliki perasaan takut di salahkan” (TKP1)
“kami lebih mengutamakan untuk membahas masalahnya,
pelapor atau orang ditulis hanya sebagai pihak yang akan
bertanggungjawab akan laporan yang diberikan”(KEP1)
4.3. Pembahasan
4.3.1. Kebijakan Ketepatan Identifikasi Pasien di Rumah Sakit Surya Insani
Identifikasi pasien dan pencocokan pasien dengan pengobatan merupakan
kegiatan yang dilakukan secara rutin di semua rangkaian perawatan (12).
Ketepatan dalam mengidentifikasi pasien merupakan upaya untuk mengurangi
kesalahan dalam melakukan tindakan terhadap pasien (7). Dalam sasaran
keselamatan pasien, terdapat lima elemen ketepatan identifikasi pasien (26).
Untuk elemen pertama pada sasaran ketepatan identifikasi pasien yaitu ada
regulasi yang mengatur pelaksanaan identifikasi pasien. Rumah Sakit Surya Insani
telah membuat dokumen-dokumen yang diperlukan untuk ketepatan identifikasi
pasien, mulai dari Kebijakan/ Peraturan Direktur, SPO, dan Panduan Identifikasi
Pasien. Semua dokumen tersebut sudah memenuhi standar akreditasi RS untuk
sasaran ketepatan identifikasi pasien.
Kebijakan dan prosedur merupakan salah satu elemen ketepatan identifikasi
pasien dalam memenuhi standar akreditasi. Tim keselamatan pasien sudah
membuat kebijakan sesuai dengan ketentuan standar akreditasi RS versi 2012
81
Peraturan Direktur Nomor 009/RSSI/PER-DIR/III/2017 tentang Identifikasi
Pasien Rumah Sakit Surya Insani. Menurut Guwandi dalam rangka menjamin
keamanan pasien, rumah sakit wajib membuat dan memberlakukan aturan dan
kebijakan dalam rangka menjamin pelayanan yang aman bagi pasien (5). Hal ini
sesuai dengan langkah-langkah yang harus dilakukan rumah sakit menuju
keselamatan pasien, dimana langkah pertama yaitu rumah sakit harus memiliki
kebijakan dan menjabarkan peran dan akuntabilitas individual bilamana ada
insiden (11).
Untuk elemen kedua pada sasaran ketepatan identifikasi pasien, petugas
medis diharuskan mengidentifikasi pasien dengan menggunakan dua identitas
pasien, dan tidak boleh menggunakan nomor kamar atau lokasi pasien (26).
Kebijakan yang telah dibuat oleh tim keselamatan pasien mengatur tentang
identifikasi pasien harus menggunakan minimal dua identitas dan kapan saja
dilakukan identifikasi pasien. Berdasarkan panduan identifikasi pasien Rumah
Sakit Surya Insani, dua identitas yang ditanyakan pada saat mengidentifikasi
pasien yaitu nama pasien dan tanggal lahir pasien, kedua identitas tersebut juga
harus ada pada gelang identitas pasien. Kebijakan dan panduan yang telah dibuat
tim keselamatan pasien sudah sesuai dengan ketentuan standar akreditasi.
Standar Prosedur Operasional (SPO) tentang identifikasi pasien di Rumah
Sakit Surya Insani telah dibuat dan sudah disesuaikan dengan elemen-elemen
pada sasaran ketepatan identifikasi pasien sesuai standar akreditasi RS versi 2012.
Prosedur ini belum disosialisasikan kepada perawat secara keseluruhan. Akan
tetapi, kepala ruangan yang juga sebagai tim keselamatan pasien memiliki
82
tanggung jawab untuk melakukan sosialisasi kebijakan serta SPO kepada perawat.
Berdasarkan penelitian, tidak semua perawat mendapatkan sosialisasi dari kepala
ruangan terkait SPO ketepatan identifikasi pasien. Beberapa perawat mengatakan
pernah dilakukan sosialisasi saat orientasi, atau langsung mendapat sosialisasi dari
kepala ruangan, namun beberapa perawat lainnya mengaku belum pernah
mendapat sosialisasi terhadap SPO ketepatan identifikasi pasien. Oleh karena itu,
prosedur identifikasi pasien tidak diketahui secara keseluruhan oleh perawat.
Sosialisasi seharusnya dilakukan secara menyeluruh kepada seluruh perawat
agar pelaksanaan ketepatan identifikasi pasien berjalan dengan optimal. Hal
tersebut sesuai dengan penelitian Yudhawati dan Listiowati, menyatakan bahwa
sosialisasi dan SPO yang belum optimal menjadi hambatan dalam pelaksanaan
ketepatan identifikasi pasien oleh perawat (30).
Untuk pelaksanaan ketepatan identifikasi pasien dapat dilakukan secara
menyeluruh oleh petugas medis yang berhubungan dengan pasien, tim pokja SKP
melibatkan semua instalasi yang berhubungan dengan paisen untuk menjadi tim
keselamatan pasien. Maka setiap instalasi memiliki perwakilan yang menjadi tim
keselamatan pasien. Hal ini merupakan pengelolaan tim yang dilakukan tim
keselamatan pasien agar peraturan terkait ketepatan identifikasi pasien berjalan
dengan optimal. Hal ini sesuai dengan penelititan Sunarti bahwa ada hubungan
antara faktor manajemen dan organisasi dengan ketepatan identifikasi pasien (29).
Menurut Yudhawati dan Listiowati, bahwa kebijakan dan SPO identifikasi
pasien belum budaya bagi petugas, evaluasi identifikasi belum dilaksanakan
secara rutin oleh manajemen, menyebabkan pelaksanaan identifikasi pasien tidak
83
optimal (30). Berdasarkan penelitian, dengan adanya kebijakan/peraturan yang
telah dibuat oleh tim pokja keselamatan pasien terkait ketepatan identifikasi
pasien, lebih menekankan petugas medis agar menjadi patuh dalam melakukan
identifikasi pasien sebelum tindakan. Namun belum ada pencatatan dan pelaporan
sebagai bahan evaluasi dan pengawasan yang dilakukan oleh tim keselamatan
pasien terhadap ketepatan identifikasi pasien oleh perawat. Hal ini perlu dilakukan
agar pelaksanaan ketepatan identifikasi pasien berjalan optimal.
4.3.2. Pengetahuan Petugas Dalam Ketepatan Identifikasi Pasien
Pengetahuan perawat terhadap prosedur yang berlaku di Rumah Sakit Surya
Insani tentang ketepatan identifikasi pasien perlu diketahui secara maksimal oleh
perawat. Menurut WHO, perlu dilakukan pelatihan atau sosialisasi tentang
prosedur untuk memverifikasi pasien (7). Untuk itu, SPO yang telah dibuat
seharusnya dijelaskan kepada perawat agar mengetahui isi dari SPO tersebut dan
melaksanakannya sesuai dengan prosedur tersebut. Sesuai dengan elemen kedua
sasaran ketepatan identifikasi pasien standar akreditasi, perawat harus melakukan
identifikasi pasien dengan dua identitas pasien (13). Berdasarkan SPO identifikasi
pasien yang ada di Rumah Sakit Surya Insani bahwa pada saat melakukan
identifikasi pasien, perawat harus membandingkan data pasien dengan gelang
identitas pasien. Namun, tidak semua perawat yang diteliti mengetahui dengan
tepat prosedur identifikasi pasien.
Berdasarkan penelitian, tidak semua perawat mengetahui dengan tepat SPO
identifikasi pasien yang ada di Rumah Sakit Surya Insani. Hanya sebagian kecil
perawat yang mengetahui dengan tepat prosedur dalam mengidentifikasi pasien.
84
Sebagian besar perawat tidak mengetahui dengan tepat prosedur identifikasi
pasien yang sudah dibuat oleh tim keselamatan pasien. Prosedur yang sering
terlewat oleh perawat saat melakukan identifikasi pasien yaitu mengidentifikasi
pasien dengan dua identitas pasien dan melakukan verifikasi dengan
membadingkan data pasien dengan gelang identitas yang digunakan pasien.
Kurangnya pengetahuan perawat terhadap pelaksanaan identifikasi pasien di
Rumah Sakit Surya Insani, dapat membuat pelaksanaan ketepatan identifikasi
pasien tidak berjalan dengan optimal. Hal ini sesuai dengan penelitian Sitorus
bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan perawat terhadap pelaksanaan
identifikasi pasien secara tepat (28). Oleh karena itu, dengan kurangnya
pengetahuan perawat terhadap SPO identifikasi pasien, tim keselamatan pasien
perlu melakukan sosialisasi terkait prosedur identifikasi pasien agar pelaksanaan
ketepatan identifikasi pasien dapat berjalan optimal.
Berdasarkan hasil penelitian juga didapatkan bahwa kurangnya pengetahuan
perawat dan petugas kesehatan lain dalam identifikasi pasien disebabkan oleh
sering terjadi pergantian karyawan. Hal ini menyebabkan perawat atau bidan yang
baru bergabung belum mendapatkan sosialisasi terkait pelaksanaan identifikasi
pasien. Tingginya turnover karyawan ini kemungkinan disebabkan karena
tingginya nilai turnover intention di Rumah Sakit Surya Insani. Tingginya
turnover intention karyawan di Rumah Sakit Surya Insani akan berpengaruh
terhadap beberapa aspek terkait pekerjaan karyawan. Hal ini sesuai dengan
penelitian Asmara (2017) di Rumah Sakit Bedah Surabaya bahwa turnover
intention berpengaruh terhadap kinerja karyawan. Turnover yang tinggi akan
85
berbahaya bagi keberlangsungan organisasi dan dapat mengurangi produktivitas
organisasi (38). Nilai turnover yang terus meningkat akan menyebabkan kerugian
bagi Rumah Sakit Surya Insani. Salah satu dampak dari turnover yang tinggi
adalah adanya pemborosan biaya yang digunakan untuk orientasi, lembur, dan
pengawasan (39). Pendapat lain mengatakan bahwa turnover memiliki dampak
positif bagi organisasi, yaitu membawa organisasi pada tingkat efisiensi yang
lebih tinggi (40). Turnover dibutuhkan terhadap karyawan yang memiliki kinerja
rendah. Turnover perlu diwaspadai apabila mayoritas karyawan yang
meninggalkan pekerjaan merupakan sumber daya manusia yang berkompeten.
Beberapa strategi yang dapat digunakan untuk mencegah meningkatnya
turnover intention adalah pemberian motivasi, pemberian kompensasi yang sesuai
bagi karyawan, dan perbaikan proses perekrutan. Karyawan akan bertahan di
organisasi apabila organisasi dapat memberikan apa yang karyawan inginkan,
Manajemen dapat memberikan motivasi yang efektif apabila telah mengetahui apa
yang diinginkan, dibutuhkan, dan berharga bagi karyawan. Kompensasi yang
dimaksud bukan sekedar kompensasi finansial namun juga kompensasi
nonfinansial seperti kenyamanan tempat kerja, jaminan kesehatan, dan bonus
liburan. Beberapa keadaan yang dapat menyebabkan karyawan merasa perlu
untuk tetap tinggal di perusahaan yang memberikan jaminan kesehatan. Jaminan
kesehatan diidentifikasi menjadi faktor yang mencegah karyawan untuk keluar
dari pekerjaan atau organisasi (38).
Berdasarkan hasil penelitian mengenai penyebab tingginya turnover perawat
diperoleh informasi yang beragam. Menurut informan perawat yang baru tersebut
86
karena untuk memenuhi standar jumlah tenaga kesehatan dibandingkan jumlah
tempat tidur sesuai permenkes, beberapa karyawan juga yang sudah habis kontrak
tidak diperpanjang, kemudian karena tempat tinggal yang jauh, karena alasan
menikah dan setelah menikah tidak diizinkan suami bekerja. Menurut informan
kesejahteraan atau masalah gaji bukan menjadi penyebab utama tingginya
turnover intention di Rumah Sakit Surya Insani. Semua karyawan di Rumah Sakit
Surya Insani telah didaftarkan menjadi peserta Jaminan Kesehatan Nasional dan
diberikan hak cuti tahunan.
Kompensasi finansial saja tidak terbukti memberikan dampak terhadap
kesejahteraan karyawan. Pengendalian dan pencegahan terhadap turnover
intention juga dapat dilakukan sejak dini yaitu awal proses perekerutan. Tindakan
yang dapat dilakukan adalah menjelaskan kondisi kerja pada karyawan, memilih
karyawan dengan spesifikasi yang sesuai, dan proses orientasi yang berjenjang
bagi karyawan (38).
4.3.3. Kemampuan Petugas dalam Pelaksanaan Identifikasi Pasien
Kemampuan perawat dalam melakukan ketepatan identifikasi pasien harus
sesuai dengan regulasi tentang identifikasi pasien di Rumah Sakit Surya Insani.
Perawat harus melakukan identifikasi pasien sebelum melakukan tindakan/ asuhan
kepada pasien. Elemen ketiga dari sasaran ketepatan identifikasi pasien yaitu
identifikasi pasien dilakukan sebelum dilakukan tindakan, prosedur diagnostik,
dan terapeutik. Untuk elemen ini, pada saat observasi semua petugas baik perawat
ataupun bidan melakukan identifikasi pasien sebelum dilakukan tindakan,
prosedur diagnostik, dan terapeutik.
87
Untuk elemen keempat pada sasaran ketepatan identifikasi pasien, pasien
harus diidentifikasi sebelum diberikan tindakan seperti pemberian obat, darah,
produk darah, pengambilan spesimen, dan pemberian diet (26). Berdasarkan
penelitian yang dilakukan, perawat sudah melakukan identifikasi pasien sebelum
melakukan pemberian obat, namun sebagian besar perawat mengidentifikasi
pasien hanya dengan menanyakan nama pasien. Hal tersebut tidak sesuai dengan
elemen kedua sasaran ketepatan identifikasi pasien yang mengharuskan
mengidentifikasi dengan dua identitas pasien.
Untuk elemen kelima pada sasaran ketepatan identifikasi pasien, pasien harus
diidentifikasi sebelum pemberian radioterapi, menerima cairan intravena,
hemodialisis, pengambilan darah atau pengambilan spesimen lain untuk
pemeriksaan klinis, katerisasi jantung, prosedur radiologi diagnostik, dan
identifikasi terhadap pasien koma (26). Berdasarkan penelitian, perawat yang akan
memberikan cairan intravena, seperti cairan infus, semua perawat melakukan
identifikasi pasien saat memberikan cairan infus. Petugas laboratorium pada saat
mengambil sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium, sebagian besar
melakukan identifikasi pasien tetapi hanya menanyakan nama pasien. Hal tersebut
tidak sesuai dengan ketentuan elemen dua yang mengatakan harus melakukan
identifikasi dengan dua identitas pasien.
Berdasarkan SPO identifikasi pasien, setelah menanyakan data identitas
pasien, perawat harus melakukan verifikasi data kembali dengan membandingkan
pada gelang identitas pasien. Berdasarkan penelitian, sebagian besar perawat tidak
melakukan identifikasi pasien sesuai dengan prosedur identifikasi pasien Rumah
88
Sakit Surya Insani. Tahapan prosedur identifikasi pasien yang sering terlewat oleh
perawat yaitu membandingkan data pasien dengan gelang identitas yang
digunakan pasien. Sebagian besar perawat juga hanya menanyakan nama pasien,
sedangkan seharusnya menggunakan dua identitas, yaitu nama dan tanggal lahir
pasien. Perawat juga sering tidak menanyakan identitas pasien dengan pertanyaan
terbuka jika sudah mengenal pasien atau pasien tersebut sudah lama dirawat di
rumah sakit. Hal ini karena beberapa perawat berpikir agar pasien tidak merasa
bosan ditanya terus-menerus oleh perawat saat melakukan tindakan/asuhan pada
pasien. Hal ini sesuai dengan penelitian Anggreani dkk yang menyatakan bahwa
perawat tidak selalu melakukan identifikasi pasien, terutama pada saat melakukan
tindakan keperawatan yang bersifat rutin, dengan alasan sibuk atau tidak sempat
serta menghindari kebosanan pasien (8).
Identifikasi pasien yang tidak sesuai dengan SPO identifikasi yang dilakukan
oleh perawat sesuai dengan pernyataan pasien yang ditanyakan mengenai
identifikasi pasien oleh perawat. Berdasarkan penelitian, sebagian besar pasien/
keluarga pasien menyatakan bahwa perawat hanya menanyakan nama pasien pada
saat identifikasi pasien, tanpa menanyakan dua identitas pasien dan melakukan
verifikasi data pasien.
Untuk melakukan pengawasan terhadap identifikasi pasien yang dilakukan
oleh perawat, tim keselamatan pasien menyerahkan tanggung jawab kepada
kepala ruangan. Kepala ruangan bertanggung jawab untuk melakukan supervisi
kepada perawat saat melakukan tindakan/asuhan kepada pasien. Namun hal
tersebut belum berjalan dengan baik dikarenakan form pemantauan belum selesai
89
dibuat oleh tim keselamatan pasien. Hal tersebut dapat membuat pelaksanaan
ketepatan identifikasi pasien tidak berjalan dengan baik. Hal ini sesuai dengan
penelitian Anggraeni dkk yang menyatakan bahwa belum optimalnya pelaksanaan
sistem identifikasi pasien berhubungan dengan supervisi terhadap pelaksanaan
prosedur identifikasi yang belum optimal (8).
4.3.4. Edukasi Pasien tentang Ketepatan Identifikasi Pasien
Edukasi pasien mengenai pentingnya identifikasi pasien sebelum dilakukan
tindakan/asuhan oleh perawat merupakan hal yang perlu dilakukan agar pasien
paham pentingnya identifikasi pasien dengan tepat. Menurut WHO, perlu untuk
mengedukasi pasien/keluarga pasien tentang relevansi dan pentingnya identifikasi
pasien yang benar dengan cara yang positif dan juga menghormati privasi
pasien/keluarga pasien tersebut (7). Hal tersebut sudah ada prosedurnya dalam
SPO pemasangan gelang identitas, dimana pasien harus dijelaskan terkait
ketepatan identifikasi pasien yang akan dilakukan berulang-ulang oleh perawat
untuk memastikan bahwa pasien yang menerima tindakan sudah tepat.
Berdasarkan penelitian, sebagian besar pasien/keluarga pasien mengatakan
tidak pernah mendapatkan penjelasan tentang identifikasi pasien dan kegunaan
gelang identitas. Berdasarkan SPO pemasangan gelang, bahwa petugas admisi
merupakan petugas yang memiliki tanggung jawab untuk menjelaskan kegunaan
gelang identitas dan pentingnya identifikasi pasien. Namun, pada praktiknya, yang
memakaikan gelang identitas kepada pasien yaitu perawat, tetapi perawat tidak
memberikan penjelasan saat memasangkan gelang identitas. Sedangkan pasien
harus ikut terlibat dalam ketepatan identifikasi pasien. Hal ini sesuai dengan
90
tahapan identifikasi pasien yang disarankan oleh WHO bahwa untuk menghindari
kesalahan identifikasi, pasien dan keluarga dilibatkan secara aktif dengan
memberikan edukasi tentang risiko jika terjadi kesalahan identitas dengan
meminta pasien dan keluarga untuk bertanya dan mencocokkan data identitas
pasien (6).
Pemakaian gelang identitas pasien sudah berjalan di Rumah Sakit Surya
Insani, semua pasien rawat diwajibkan untuk memakai gelang identitas pasien.
Berdasarkan panduan identifikasi pasien, data identitas pada gelang identitas juga
harus minimal dua yaitu nama dan tanggal lahir. Menurut WHO hal ini perlu
dilakukan untuk menstandarisasi pendekatan identifikasi pasien, dimana bentuk
atau penanda terstandar dan informasi spesifik dapat ditulis (misal nama dan
tanggal lahir) atau menerapkan teknologi biometrik (7).
4.3.5. Kerjasama Tim dalam Pelaksanaan Identifikasi Pasien
Tim adalah unsur kehidupan oraganisasi karena suatu pekerjaan melibatkan
orang-orang dengan berbagai macam keahlian untuk berkerjasama untuk satu
tujuan. Hampir semua pekerjaan rumah sakit dilakukan oleh berbagai disipilin
ilmu, contohnya tim ruang pembedahan, shift antar pekerja, dan unit medis dan
perawatan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses Tim
1) Tujuan bersama – pengertian bersama tentang tujuan dan betapa pentingnya
komitmen semua anggota dalam mencapai
2) Komunikasi – saluran amna yang dipilih dan bagaimana grup terhubung.
91
3) Manajemen konflik – bagaimana konflik dan perbedaan pendapat diatasi.
Apakah konflik tersebut mendukung atau/tidak.
4) Pembuat keputusan – bagaimana dan oleh siapa
5) Evalusi performa – bagaimana anggota dihargai, secara formal atau informal
6) Divisi pekerja – bagaimana pekerjaan ditugaskan
7) Kepemimpinan – bagaimana pemimpin dipilih dan apa fungsinya
8) Monitor proses – bagaimana tugas diproses dan diperiksa
9) Bagaimana umpan baliknya
Tim dan kerja tim di rumah sakit memiliki definisi tergantung bagaimana
profesi yang berbeda-beda mengatur pekerjaannya. Makary et al (2006)
melaporkan bahwa dokter melakukan kerja tim dengan baik jika suster juga
mengantisipasi kebutuhan dokter dan dapat mengikuti instruksi dengan baik.
Rumah sakit sebagai pemberi layanan kesehatan harus memperhatikan dan
menjamin keselamatan pasien. Rumah sakit merupakan organisasi yang berisiko
tinggi terhadap terjadinya Insiden keselamatan pasien yang diakibatkan oleh
kesalahan manusia. Kesalahan terhadap keselamatan paling sering disebabkan
oleh kesalahan manusia terkait dengan risiko dalam hal keselamatan, dan hal ini
disebabkan oleh kegagalan sistem di mana individu tersebut bekerja (20).
Keselamatan pasien adalah usaha suatu tim, tim yang paling efektif
mempunyai tujuan yang sama dalam bekerja, dan adanya kerja tim yang tidak
efektif menciptakan berbagai peluang untuk terjadinya kesalahan. Kesenjangan
komunikasi di antara anggota tim adalah dasar dari kebanyakan kesalahan medis
yang terjadi.
92
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan tentang dukungan untuk
rumah sakit ini dalam meningkatkan program keselamatan pasien yang lebih baik
yaitu bahwa mereka sangat mendukung rumah sakit dalam meningkatkan program
keselamatan pasien yang lebih baik karena penerapan dirumah sakit belum
maksimal. Peningkatan keselamatan pasien (patient safety) dapat dilakukan
dengan melakukan pelatihan kepada para perawat. Hal ini sesuai dengan
penelitian terdahulu yang menyatakan bahwa terdapat peningkatan yang
bermakna dari pelaksanaan timbang terima dan penerapan keselamatan pasien
sebelum dan sesudah diberikan pelatihan timbang terima. Pada penelitian ini juga
diketahui bahwa sebuah komitmen penting untuk meningkatkan pelaksanaan
timbang terima dan penerapan keselamatan pasien melalui kebijakan dalam
bentuk standar dan prosedur timbang terima, pengarahan dan evaluasi
pelaksanaan timbang terima, untuk kesinambungan asuhan keperawatan yang
berdampak pada peningkatan keselamatan pasien.
Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien merupakan suatu cara
bagaimana menciptakan kepemimpinan dan budaya terbuka dan adil yang artinya
rumah sakit mempunyai kebijakan apa yang mesti dilakukan staf segera setelah
insiden, bagaimana langkah-langkah pengumpulan fakta dan dukungan apa yang
diberikan kepada staf, budaya pelaporan dan belajar dari insiden serta melakukan
penilaian keselamatan pasien (19). Pelayanan kesehatan yang bermutu yaitu
pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan sesuai
dengan kode etik dan standar pelayanan yang telah ditetapkan. Pelayanan
93
perawatan yang sesuai dengan standar memiliki dampak yang lebih besar terhadap
citra pelayanan rumah sakit.
Kerjasama dalam tim adalah salah satu pilar mutu selain scientific approach
dan continuous quality improvement dalam memberikan pelayanan yang bersdifat
customer focus, termasuk dalam upaya meningkatkan keselamatan pasien.
Pekerjaan yang besar dan berat dapat diselesaikan dengan baik bila ada kerjasama
dalam tim (17). Sesuai dengan laporan AHRQ, tentang Hospital Survey on Patient
Safety Culture tahun 2009 Comparative Databased Report bahwa team work pada
tingkat unit di rumah sakit yang diteliti sebagai salah satu area kekuatan dalam
patient safety culture. Kejadian yang berhubungan dengan keselamatan pasien
merupakan proses belajar untuk lebih menjadi baik. Perawat merupakan bagian
dari budaya keselamatan pasien mampu belajar dari laporan kejadian keselamatan
pasien baik itu kejadian tidak diinginkan dan kejadian nyaris cidera.
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan tentang koordinasi dengan
kepala ruangan terhadap kegiatan yang terkait dengan peningkatan program
keselamatan pasien yaitu bahwa mereka selalu berkoordinasi dengan kepala
ruangan apabila terkait dengan peningktan program keselamatan pasien. Tesis
Apriningsih (2013) Dalam team work di unit RS menunjukkan sejauh mana
anggota suatu divisi kompak dan bekerja sama dalam tim. Juga adanya
keterbukaan yang menunjukkan sejauh mana keterbukaan antar-anggota dan
pimpinan. Ada pula umpan balik dan komunikasi tentang kesalahan yang
menunjukkan sejauh mana umpan balik diberikan para pimpinan. Kemudian,
94
respon non-punitif terhadap kesalahan: menunjukkan sejauh mana pengakuan
akan kesalahan tidak ditanggapi dengan hukuman.
Kerjasama tim yang dilakukan oleh pemimpin dengan bawahan merupakan
suatu kelompok kecil orang dengan keterampilan yang saling melengkapi yang
berkomitmen pada tujuan bersama, sasaran-sasaran kinerja dan pendekatan yang
mereka jadikan tanggung jawab bersama (33).
Rumah sakit merupakan sarana pelayanan kesehatan yang padat karya, padat
modal, padat teknologi serta mempunyai peranan melaksanakan kesehatan
paripurna dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan pemulihan yang
dilaksanakan secara serasi dan terpadi dengan upaya peningkatan dan pencegahan
serta melaksanakan rujukan dan menyelenggarakan pendidikan dan penelitian.
Aditama (2009) menyatakan bahwa dalam menyelenggarakan tugasnya rumah
sakit mempunyai fungsi pelayanan medik, pelayanan penunjang medik, pelayanan
perawatan pelayanan rehabilitasi dan pencegahan serta peningkatan kesehatan.
Sehubungan dengan pelayanan di rumah sakit, sistem yang bagian-bagiannya
adalah unit yang ada harus berfungsi dengan baik. Fungsi ini memungkinkan
adanya kesatuan, keterpaduan antar unit, antar pejabat serta keharmonisan antar
organisasi. Agar Rumah sakit dapat mencapai tujuannya, maka fungsi koordinasi
memegang peranan penting dalam prosesnya, sehingga mampu menciptakan
kualitas pelayanan yang optimal bagi para pasien.
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan tentang kemampu
berkordinasi dengan baik untuk mewujudkan pelayanan pasien yang sesuai
dengan prosedur keselamatan pasien yaitu dapat disimpulkan bahwa mereka
95
sangat mampu berkoordinasi dengan baik dengan saling membantu rekan kerja
karena hal tersebut sudah menjadi kewajiban mereka untuk mewujudkan
pelayanan pasien yang sesuai dengan prosedur keselamatan pasien.
96
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian ini mengenai analisis pelaksanaan ketepatan
identifikasi pasien di Rumah Sakit Surya Insani Pasirpengaraian Tahun 2019,
peneliti merumuskan kesimpulan sebagai berikut:
1. Dari kelima elemen sasaran ketepatan identifikasi pasien sesuai standar
akreditasi SNARS edisi 1, hanya elemen pertama yang sudah sesuai. Untuk
elemen kedua hingga elemen kelima belum sesuai dengan ketentuan yang
sudah ditetapkan.
2. Kebijakan/ peraturan terkait pelaksanaan ketepatan identifikasi pasien di
Rumah Sakit Surya Insani sudah dibuat sesuai dengan standar akreditasi RS
versi 2012. Namun sosialisasi, pencatatan, dan pelaporan pelaksanaan
ketepatan identifikasi pasien belum dilakukan oleh tim keselamatan pasien.
3. Pengetahuan petugas kesehatan terkait identifikasi masih kurang. Hanya
beberapa perawat yang mengetahui dengan tepat prosedur identifikasi pasien.
Sebagian besar perawat mengetahui bahwa identifikasi pasien dilakukan
sebelum melakukan tindakan/asuhan kepada pasien, namun tidak mengetahui
harus mengidentifikasi pasien dengan dua identitas dan verifikasi data pasien.
4. Sebagian besar perawat tidak melakukan identifikasi pasien sesuai prosedur.
Tahapan yang sering dilewatkan oleh perawat yaitu melakukan verifikasi data
97
dengan membandingkan data pasien dengan gelang identitas pasien, serta
hanya menanyakan nama pasien saja.
5. Pasien tidak teredukasi dengan baik terkait pelaksanaan identifikasi pasien.
Hampir semua pasien tidak mengetahui fungsi dari gelang identitas pada saat
pemakaian.
6. Tingginya turnover karyawan menjadi salah satu penyebab kurangnya
pengetahuan karyawan terhadap pelaksanaan ketepatan identifikasi pasien.
5.2. Saran
Beberapa saran yang peneliti rekomendasikan bagi pihak Rumah Sakit Surya
Insani dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Perlunya melakukan pencatatan dan pelaporan oleh tim keselamatan pasien
terhadap pelaksanaan ketepatan identifikasi pasien.
2. Perlunya dilakukan sosialisasi untuk menjelaskan kebijakan/peraturan dan
prosedur terkait ketepatan identifikasi pasien oleh tim keselamatan pasien
kepada perawat dan petugas kesehatan agar seluruh perawat memiliki
pemahaman yang sama terkait ketepatan identifikasi pasien di Rumah Sakit
Surya Insani.
3. Perlu adanya punishment dan reward kepada petugas kesehatan yang
melakukan/ tidak melakukan identifikasi pasien sesuai dengan prosedur yang
telah dibuat.
4. Perlunya menekankan tanggung jawab petugas dalam menjelaskan pentingnya
identifikasi pasien dan kegunaan gelang identitas pada saat pemasangan
gelang identitas kepada pasien.
98
5. Perlunya pengendalian dan pencegahan terhadap turnover intention sejak dini
yaitu awal proses perekerutan dengan menjelaskan kondisi kerja pada
karyawan dan memilih karyawan dengan spesifikasi yang sesuai, sebaiknya
ada perjanjian kerja/ kontrak karyawan, dan perlunya menerapkan gaya
kepemimpinan yang sesuai dan meningkatkan kualitas kehidupan kerja untuk
meningkatkan kinerja karyawan.
99
DAFTAR PUSTAKA
1. Adisasmito W. Kesiapan Rumah Sakit Dalam Menghadapi Globalisasi. Case
Studi: Analisis Kesehatan. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Indonesia. 2008.
2. Kemenkes RI. Pedoman Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit. 3rd ed.
Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2015.
3. Nursalam. (2007). Proses dan dokumen keperawatan konsep dan praktik.
Edisi Pertama. Jakarta : Salemba Medika.
4. Setiowati, Dwi. (2010). Hubungan Kepemimpinan Efektif Head Nurse dengan
Penerapan Budaya Keselamatan Pasien oleh Perawat Pelaksana di RSUPN
DR. Cipto Mangkusumo.Tesis. Universitas Indonesia. Jakarta.
5. Cahyono, J. B Suharjo B. Membangun Budaya Keselamatan Pasien Dalam
Praktek Kedokteran. Yogyakarta : Penerbit Kanisius; 2008.
6. Abdellatif A, Bagian JP, Barajas ER, Cohen M, Cousins D, Denham CR, et al.
Patient Identification: Patient Safety Solutions, Volume 1, Solution 2, May
2007. Jt Comm J Qual Patient Saf. 2007;33(7):434–7.
7. Abdellatif A, Bagian JP, Barajas ER, Cohen M, Cousins D, Denham CR, et al.
Patient Safety Solutions Preamble - May 2007. Jt Comm J Qual Patient Saf.
2007 Jul 1;33(7):427–9.
8. Anggraini D, Hakim L, Imam CW. Evaluasi Pelaksanaan Sistem Identifikasi
Pasien di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit. J Kedokt Brawijaya.
2014;28(1):99–105.
9. Azwar A. Pengantar Administrasi Kesehatan. 3rd ed. Jakarta: Binarupa
Aksara; 1996.
10. Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit. 2009.
11. Kemenkes RI. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 11 Tahun
2017 tentang Keselamatan Pasien. Berita Negara Republik Indonesia, 308
2017.
100
12. Australian Commission on Safety and Quality in Health Care. National Safety
and Quality Health Service Standards. 2nd ed. Sydney: ACSQHC; 2017.
13. Komisi Akreditasi Rumah Sakit. Standar Akreditasi Rumah Sakit.2011.
14. Moleong LJ. Metodologi penelitian kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya; 2017.
15. Sugiyono. Metodologi Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Bandung:
Alfabeta; 2017.
16. WHO. (2009). Human Factors in Patient Safety Review of Topics and Tools ;
Report for Methods and Measures Working.
17. Robbins SP, Judge TA. Perilaku organisasi (Organizational behavior). 16th
ed. Suslia A, editor. Jakarta: Salemba Empat; 2018.
18. Wilson M, M. A. (1997). The implementation of hazard analysis and critical
control points in hospital catering.
19. Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKP-RS). Pedoman Pelaporan
Insiden Keselamatan Pasien (IKP) (Patient Safety Incident Report). 2nd ed.
Jakarta: Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit; 2008
20. Depkes RI, 2011. Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah
Sakit.Jakarta: Depkes RI
21. Goetsch, David L. (2004). Effective teamwork: ten steps for
technicalprofessionals. New Jersey: Prentice Hall.
22. Stueart RD, Moran BB. Library and Information Center Management Seventh
Edition. Libraries Unlimited. Libraries Unlimited; 2007.
23. Notoatmodjo S. Ilmu perilaku kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta; 2018.
24. Gunawan I, Palupi AR. Taksonomi Bloom - Revisi Ranah Kognitif: Kerangka
Landasan Untuk Pembelajaran, Pengajaran, dan Penilaian. Prem Educ J
Pendidik Dasar dan Pembelajaran. 2016 Nov 14;2(02).
25. Ismainar H, Dahesihdewi A, Dwiprahasto I. Efektivitas Kepemimpinan dan
Komunikasi Tim Keselamatan Pasien di RSI Ibnu Sina Pekanbaru Riau.
2012;2(1):2–8.
26. Komisi Akreditasi Rumah Sakit. Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit
Edisi 1.2017.
101
27. Chinta GLM, Suryoputro A, and Jati SP. Analisis Pelaksanaan Idenifikasi
Pasien Dalam Rangka Keselamatan Pasien Di Unit Rawat Inap Rumah Sakit
Umum Daerah Kota Bekasi. Jurnal Kesehatan Masyarakat (e-Journal), 2016:
Volume 4, Nomor 4.
28. Sitorus S. Analisis Kepatuhan Perawat Terhadap Pelaksanaan Identifikasi
Pasien Sebelum Melakukan Tindakan Keperawatan Di Ruang Rawat Inap
Siloam Hospitals Lippo Village. 2014.
29. Sunarti S. Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan DenganPelaksanaan
Ketepatan Identifikasi Pasien Oleh Perawat Pelaksana Di RS X Pekanbaru.
2016.
30. Aditama TJ. Manajemen Administrasi Rumah Sakit. Edisi 2.
Jakarta:Universitas Indonesia. 2008.
31. Yudhawati DD, and Listiowati E. Evaluasi Penerapan IdentifikasiPasien Di
Bangsal Rawat Inap RSI Siti Aisyah Madiun. 2016.
32. Cahyono A. Hubungan Karakteristik dan Tingkat Pengetahuan Perawat
terhadap Pengelolaan Keselamatan Pasien di Rumah Sakit. J Ilm Widya.
2015;3:97–102.
33. Ismaniar H. Keselamatan Pasien di Rumah Sakit. Rachmawati DN, editor.
Yogyakarta: Deepublish; 2015.
34. Iskandar H, Maksum H, Nafisah N. Faktor Penyebab Penurunan Pelaporan
Insiden Keselamatan Pasien Rumah Sakit. J Kedokt Brawijaya.
2014;28(1):72–7.
35. Keles AW. Analisis Pelaksanaan Standar Sasaran Keselamatan Pasien di Unit
Gawat Darurat RSUD Dr. Sam Ratulangi Tondano Sesuai dengan Akreditasi
Rumah Sakit Versi 2012. JIKMU. 2015;5(3).
36. Apriningsih D. Joesto M. Kerjasama tim dalam budaya keselamatan pasien di
RS X (studi kualitatif di suatu RSUD di Provinsi Jawa Barat). J Ilm Kesehat.
2013;5(3).
37. Arini TP, Yulia S, Romiko R. Hubungan Kerjasama Tim Dengan Penerapan
Budaya Keselamatan Pasien Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Bhayangkara
Palembang Tahun 2018. Masker Med. 2018;6(2):406–16.
102
38. Asmara AP. Pengaruh Turnover Intention terhadap Kinerja Karyawan di
Rumah Sakit Bedah Surabaya. J Adm Kesehat Indones. 2018;5(2):123.
39. Suryani, R. Analisis Pengaruh Persepsi Dukungan Organisasi terhadap
Turnover Intention dengan Peran Komitmen Keorganisasian sebagai Mediasi.
Jakarta: Universitas Indonesia. 2011.
40. Riley, D. Turnover Intentions: The Mediation Effect of Job Satisfaction,
Affective Commitment, and Continuance Commitment. In Thesis. Jepang:
University of Wakaito.2006.
103
Lampiran 1
Inform Consent
Bapak/Ibu/Sdr yang saya hormati,
Saya Ahmed Mawardi, mahasiswa Program Studi S2Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kesehatan Masyarakat Institut Kesehatan Helvetia Medan. Saat ini, saya
sedang melakukan penelitian sebagai tugas akhir dengan judul “Analisis
Pelaksanaan Ketepatan Identifikasi Pasien Berdasarkan Standar Sasaran
Keselamatan Pasien di Rumah Sakit Surya Insani Pasir PengaraianTahun 2019”.
Saya mengucapkan terimakasih atas kesediaan Bapak/Ibu/Sdr untuk
menjadiinforman dan memberikan keterangan secara luas, bebas, mendalam,
benar, dan jujur. Hasil informasi dan keterangan yang diberikan nanti akan
digunakan sebagai masukan untuk pelaksanaan ketepatan identifikasi pasien di RS
Surya Insani. Peneliti memohon izin untuk merekam pembicaraan selama proses
wawancara berlangsung dan peneliti menjamin kerahasiaan isi informasi yang
diberikan dan hanya akan digunakan untuk kepentingan penelitian.
Demikian atas segala perhatian dan bantuan Bapak/Ibu/Sdr, saya ucapkan terima
kasih karena telah berpartisipasi dalam penelitian ini.
Hormat Saya,
Ahmed Mawardi
104
Lampiran 2
FORM IDENTITAS INFORMAN
Nama :
Jenis Kelamin :
Umur :
Pendidikan Terakhir :
Jabatan/Pekerjaan :
Lama Kerja :
Hari/Tanggal Wawancara :
Dengan ini saya bersedia menjadi informan dalam penelitian mengenai “Analisis
Pelaksanaan Ketepatan Identifikasi Pasien Berdasarkan Standar Sasaran
Keselamatan Pasien di Rumah Sakit Surya Insani Pasir PengaraianTahun 2019”
Pasirpengaraian,………............2019
(……..............................)
105
Lampiran 3
Pedoman Wawancara
Pertanyaan pemandu wawancara
Tim Keselamatan Pasien RS Surya Insani
1. Bagaimana kebijakan/ peraturan mengenai identifikasi pasien di RS Surya
Insani?
2. Apa saja yang telah dilakukan terkait identifikasi pasien? ada tim khusus yang
dibentuk?
3. Apakah di RS Surya Insani ada buku pedoman tentang identifikasi pasien
yang dibuat rumah sakit sendiri?
4. Bagaimana dengan pelaksanaan ketepatan identifikasi pasien di RS Surya
Insani? (Apakah sudah berjalan? Jika belum, mengapa? Apakah dibuat dalam
bentuk SPO?)
5. Apakah kebijakan tentang identifikasi pasien disosialisasikan kepada
petugas?
6. Bagaimana sistem pelaporan terhadap keselamatan pasien di RS Surya
Insani? (Apakah ada format pelaporan, tim pengolah data, dan peraturan
khusus pelaporan? Jika tidak ada sistem pelaporan, kenapa?)
7. Menurut anda, bagaimana budaya keselamatan pasien khususnya identifikasi
pasien di RS Surya Insani?
8. Siapa saja yang terlibat dalam pelaksanaan ketepatan identifikasi pasien ?
9. Apa yang dilakukan untuk mengetahui bahwa petugas kesehatan telah
mengetahui dan memahami prosedur pelaksanaan identifikasi pasien di RS
Surya Insani? (Apakah semua petugas sudah mendapatkan pengetahuan
tentang identifikasi pasien?)
10. Bagaimana cara tim Keselamatan Pasien mengetahui kemampuan petugas
kesehatan dalam menjalankan prosedur ketepatan identifikasi pasien? (Apa
yang dilakukan untuk mengetahui kemampuan perawat? Jika tidak ada,
kenapa?)
11. Bagaimana peraturan terkait gelang identifikasi pasien rawat inap di RS
Surya Insani? (siapa yang mengisi identitas dan memberikan gelang
identifikasi pasien?)
12. Apa yang dilakukan oleh tim Keselamatan Pasien untuk memberikan
pemahaman kepada pasien terkait gelang identifikasi yang harus digunakan
oleh pasien selama dirawat inap di RS Surya Insani?
106
Petugas Kesehatan RS Surya Insani
1. Bagaimana kebijakan/peraturan tentang ketepatan identifikasi pasien di rawat
inap RS Surya Insani ?
2. Apakah anda pernah mendapatkan sosialisasi tentang identifikasi pasien ?
3. Bagaimana dengan SPO pelaksanaan ketepatan identifikasi pasien di RS
Surya Insani ? (Apakah sudah berjalan? Jika belum, kenapa?)
4. Kapan saja anda melakukan identifikasi pasien ?
5. Identitas apa yang harus ada pada gelang identitas pasien ?
6. Bagaimana cara anda melakukan identifikasi pasien ? (sesuai SPO identifikasi
pasien RS Surya Insani )
7. Siapa yang memakaikan gelang identitas ? dan siapa yang menuliskan
identitas pada gelang identitas?
8. Apakah ada penjelasan tentang manfaat/ fungsi gelang kepada pasien?
Bagaimana penjelasannya?
Pasien
1. Siapa yang memakaikan dan mengisi identitas pada gelang identitas ?
2. Apakah petugas menjelaskan tentang manfaat gelang identitas pasien? (Jika
iya, apa manfaat gelang yang dipasang di tangan anda?)
3. Apakah nama dan tanggal lahir pada gelang sudah benar identitas anda?
4. Apakah petugas selalu melihat gelang yang anda pakai? Pada saat melakukan
apa?
107
Lampiran 4
Pedoman Observasi
Ketepatan Identifikasi Pasien
No.
Nama Pasien
Pasien diidentifikasi
menggunakan dua
identitas pasien, tidak
boleh menggunakan
nomor kamar atau lokasi
pasien
Pasien diidentifikasi
sebelum
dilakukan tindakan,
prosedur diagnostik, dan
terapeutik.
Pasien diidentifikasi
sebelum pemberian obat,
darah, produk darah,
pengambilan spesimen,
dan pemberian diet.
Pasien diidentifikasi
sebelum pemberian
radioterapi, menerima
cairan intravena,
hemodialisis, pengambilan
darah atau pengambilan
spesimen lain untuk
pemeriksaan klinis,
katerisasi jantung,
prosedur radiologi
diagnostik, dan identifikasi
terhadap pasien koma
Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
108
Lampiran 5
TRANSKRIP WAWANCARA
Tim Keselamatan Pasien
Pertanyaan Jawaban
TKP1 TKP2
Bagaimana kebijakan/ peraturan
mengenai identifikasi pasien di RS
Surya Insani?
“kebijakannya sudah ada berupa perdir”
“dalam peraturan direktur diatur masalah
identifikasi pake minimal dua identitas”
“kebijakannya perdir identifikasi pasien.ada
diatur identifikasi pasien menggunakan dua
identitas”
Apa saja yang telah dilakukan terkait
identifikasi pasien? ada tim khusus
yang dibentuk?
“tim keselamatan pasien sudah ada, sebelumnya
pokja SKP waktu mau kreditasi tugasnya untuk
persiapkan berkas, panduan, SPO, terus kebijakan,
sama persiapkan semua lah form-form... kita yang
mensosialisasikan juga, kepentingannya untuk
akreditasi. Setelah akreditasi selesai pokja ini
dijadikan tim anggotanya ditambah dengan karu-
karu pelayanan, igd, poliklinik, dan rawat inap....
yang akan melaksanakan isi dari berkas-berkas
yang sudah dibikin oleh pokja dan itu akan terus,
walaupun sudah selesai akreditasi tim ini akan
tetap ada. jadi agar untuk sosialisasi ke ruangan
lebih gampang, karena kan mereka yang punya
power ya diruangan, jadi untuk sosialisasi dan
untuk pelaksanaan itu lebih terawasi, lebih
“tim tim keselamatan pasien ya dibentuk kita
melibatkan semua ya, kayak tadi saya bilang
semua pemberi asuhan harus melakukan
identifikasi, jadi tim tim keselamatan pasien
hampir semua unit kita masukin, termasuk labor,
jadi semua yang bersentuhan dengan pasien,
yang memberikan asuhan mau di poli, igd, atau
di rawat inap. Ya kalau tim kita kan sudah
melibatkan semua, jadi tujuannya semua
dilibatkan jadi semua menjalani apa yang ada
disitu, karena kan mereka termasuk timnya.
Terutama kita di rawat inap ya....”
109
cepat,dan untuk pengawasan pun lebih jalan.”
Apakah di RS Surya Insani ada buku
pedoman tentang identifikasi pasien
yang dibuat rumah sakit sendiri?
“pandua kita sudah ada juga, yang membuat tim
pokja SKP”
“...kalau panduan juga ada. Kalau perdir hanya
memberitahukan kapan identifikasi pasien sama
pake apa. Nah kalau disitu ada semuanya, mulai
di rawat jalan gimana, terus kapan dipakein
gelang identitas yang mana, di panduan begitu,
lebih detail sih”
Bagaimana dengan pelaksanaan
ketepatan identifikasi pasien di RS
Surya Insani? (Apakah sudah
berjalan? Jika belum, mengapa?
Apakah dibuat dalam bentuk SPO?)
“Pelaksanaannya sudah berjalan pasien diberikan
gelang identitas yang berisi tiga identitas disana,
nama, nomer rekam medis sama tanggal lahir.
Identitas itu yang nulis petugas pendafataran baru
kemudian diberikan ke perawat igd atau poliklinik
untuk dipakekan gelangnya kalau pasien rawat
inap. Nah perawatpun ketika memasang infus,
memberikan obat atau mengambil darah memang
sudah kroscek minimal nama sama tanggal lahir.
Kalau secara praktek mungkin sudah jalan,
pencatatannya kita yang belum.”
“SPO kita juga sudah punya, pokja SKP yang
membuat sesuai dengan elemen akreditasi, semua
elemen akreditasi dimasukkan di SPO itu”
“Sudah dijalankan, cuma memang belum
semuanya kebiasaan sepertiitu..... masih ada
yang belum melakukan pake dua identitas.
Identifikasi mungkin mereka sudah melakukan,
tapi kadang mereka lupa kalau harus
menggunakan tanggal lahir sama nomor RM....
kebanyakan memang hanya menanyakan nama
pasien saja.”
“SPO juga ada kita buat dan diletakkan di
masing masing pos perawat”
Apakah kebijakan tentang identifikasi
pasien disosialisasikan kepada
petugas?
“Sosialisasi SPO secara menyeluruh sudah pernah
kita lakukan saat persiapan akreditasi, itu sekitar
dua tahun yang lalu tahun 2017, sementara
perawat dan bidan kita sudah banyak yang baru
jadi belum dapat sosialisasi dari kita langsung.
tapi, kan karena kepala ruangan juga merupakan
bagian dari tim keselamatan pasien, jadi mereka
“pernah dilakukan sosialisasi waktu mau
akreditasi, setelah itu belum ada lagi sosialisasi
dari tim SKP, tapi harusnya kepala ruangan
yang terus mensosialisasikan kepada
anggotanya”
110
yang mensosialisasi kan sendiri ke perawat
ruangan mereka.”
Bagaimana sistem pelaporan terhadap
keselamatan pasien di RS Surya
Insani? (Apakah ada format
pelaporan, tim pengolah data, dan
peraturan khusus pelaporan? Jika
tidak ada sistem pelaporan, kenapa?)
“untuk pencatatan memang belum jalan, kemaren
sempat berjalan waktu mau akreditasi dan
beberapa bulan setelah akreditasi itu tapi sekarang
sudah enggak jalan lagi. Sekarang sih baru mau
dimulai ditekankan lagi bener-bener
monitoring.....form nya sudah ada. Semua karu kan
sudah kita masukkan ke tim ya, jadi lebih gampang
untuk koordinasinya, karena mereka juga tim
keselamatan pasien nanti rencanya semua lembar
monitoring ini akan kita kasi ke karu-nya, nanti
mereka yang monitoring baru diserahin ke kita”
“ya masih belum (sistem pelaporan).nanti kita
akan sebarkan lagi ke kepala ruangan ada
lembar monitoring evaluasi, nah itu kan yang
bertanggung jawab kepala ruangan. Mereka
yang mengobservasi.”
Menurut anda, bagaimana budaya
keselamatan pasien khususnya
identifikasi pasien di RS Surya
Insani?
“signifikan yaa, kalau gak ada akreditasi gitu ya,
perawat, semua tenaga medis belum tentu akan
melakukan identifikasi pasien, mereka merasa jadi
terpaksa ngelakuinnya, karena kalau mereka tidak
melakukan akan terbentur dengan akreditasi. Kan
ada monitoring kita, dia gak ngelakuin jadi di
monitoring akan terpantau. Makanya jadinya
setelah akreditasi ini mereka lumayan, jadi
lumayan patuh yaa. Nah, sejak itu, karena adanya
akreditasi mereka jadi pake sekarang.”
“sebenernya sudah, secara umum sih sudah ya,
untuk identifikasi pasien dimulai dari pemakaian
gelang identitas dibawah, itu sudah standar,
begitu pasien masuk sudah pakai gelang, untuk
pasien rawat inap ya, yang dari IGD maupun
yang dari rawat jalan misalkan yang sudah
direncanakan untuk dirawat misalnya, pasti kita
pasangkan gelang.”
Siapa saja yang terlibat dalam
pelaksanaan ketepatan identifikasi
pasien ?
“Semua unit yang melakukan asuhan ke pasien,
mulai dari pendaftaran, IGD, poliklinik, rawat
inap, kemudian petugas penunjang medik juga
seperti labor dan ronsen”
“admission, perawat, IGD,
kepala ruangan, orang lab juga”
Apa yang dilakukan untuk
mengetahui bahwa petugas kesehatan
“untuk sekarang dari kepala ruangan, mereka
harusnya punya lembar monitoring gitu,”
“dari kepala ruangan, kita minta lembar
monitoring dari mereka terkait pelaksanaan
111
telah mengetahui dan memahami
prosedur pelaksanaan identifikasi
pasien di RS Surya Insani? (Apakah
semua petugas sudah mendapatkan
pengetahuan tentang identifikasi
pasien?)
identifikasi pasien”
Bagaimana cara tim Keselamatan
Pasien mengetahui kemampuan
petugas kesehatan dalam menjalankan
prosedur ketepatan identifikasi
pasien? (Apa yang dilakukan untuk
mengetahui kemampuan perawat?)
“iya observasi dari kepalaruangan begitu, dari
lembar monitoring tadi, saya juga biasanya turun
ke ruangan sambil mengecek pelayanan karena
saya juga kan yanmed jadi sambil saya perhatikan
kemampuan perawat bidan melakukan identifikasi
pasien begitu juga pengetahuannya tadi”
“iya itu tadi, dari kepala ruangan,”
Bagaimana peraturan terkait gelang
identifikasi pasien rawat inap di RS
Surya Insani? (siapa yang mengisi
identitas dan memberikan gelang
identifikasi pasien?)
Apa yang dilakukan oleh tim
Keselamatan Pasien untuk
memberikan pemahaman kepada
pasien terkait gelang identifikasi yang
harus digunakan oleh pasien selama
dirawat inap di RS Surya Insani?
“Yang menjelaskan perawat, jadi gelang dikasi
dari pendaftaran, pada saat pasien daftar mau
rawat inap ya... Identitasnya sudah dituliskan oleh
petugas pendaftaran ditempelkan stiker barcode
tapi kadang kadang pas waktu stikernya habis
ditulis tangan. Nanti pendaftaran ngasi di dalam
berkasnya itu, nanti perawat yang akan
memasangkan. Karena yang ke pendafataran kan
bukan pasien tapi keluarganya, jadi nanti perawat
yang akan memasangkan dan perawat yang akan
mengedukasi, fungsinya ini apa jadi nanti jangan
bosen-bosen nanti tiap apa pasti akan ditanyain
terus-menerus. Karena kan nanti ada beberapa
pasien yang risih ya kita tanyain terus”
“ada di SOP pemasangan gelang identitas”
“sebenernya kita udah pakai stiker untuk
identitas pasien, nah itu juga yang ditempelkan
di gelang pasien. Cuma memang mungkin uda
berapa bulan ini stoknya habis dan belum ada
pengadaan lagi jadinya sementara pake manual
dulu ditulis tangan. Yang nulis petugas
pendaftaran make spidol yang permanen jadi
bacaannya jelas dan gak mudah luntur, nanti
petugaas di igd yang memasngkan gekang itu
dan dijelaskan ke pasien tujuan
pemasangannya.”
Apakah tim keselamatan pasien
mendukung rumah sakit ini dalam
meningkatkan program keselamatan
“Kalau yang masalah begitu saya sangat
mendukung, ini juga kan untuk kenyamanan pasien
saat berada disini”
“tentu kita sangat mendukung”
112
pasien yang lebih baik?
Bagaimana peran tim keselamatan
pasien terkait kerjasama tim dalam
penerapan identifikasi pasien?
“kita selalu koordinasi dengan kepala ruangan
terkait penerapan ketepatan identifikasi pasien”
“tentunya dengan koordinasi dengan pihak
pihak yang terkait dengan penerapan identifikasi
pasien”
Bagaiman koordinasi pelaporan saat
terjadi kesalahan identifikasi pasien?
“Ada juga yang takut, mereka memilih untuk
menceritakan kepada temannya, kemudian
diungkapkan oleh temannya ke kepala ruangan,
karena tidak semuanya bisa berkomunikasi dengan
baik, dan memiliki perasaan takut di salahkan”
Petugas Kesehatan
Informan Pertanyaan
Bagaimana kebijakan/peraturan
tentang ketepatan identifikasi pasien di
rawat inap RS Surya Insani ?
Bagaimana dengan SPO pelaksanaan
ketepatan identifikasi pasien di RS
Surya Insani ? (Apakah sudah
berjalan?)
Apakah anda pernah mendapatkan
sosialisasi tentang identifikasi pasien ?
PER1 “kebijakan sesuai dengan SPO” “SPO nya setiap melakukan tindakan
harus ditanya nama pasien dan tanggal
lahir, kemudian kita pastikan dengan
gelang pasien”
“pernah waktu mau akreditasi dari tim
SKP”
PER2 “sesuai SPO... waktu itu pernah
disosialisasikan sama tim SKP waktu
mau akreditasi”
“isinya.. yang ditanya nama pasien,
sesuaikan sama gelangnya terustanggal
lahir, biasanya. Bisa juga nama sama
nomor rm”
“ada dulu waktu mau akreditasi
disosialisasikan sama tim SKP”
PER3 “Sesuai prosedurnya, kebetulan saya “Kayak manggil namapasien, tanggal “Hmm kalo dari awal masuk belum,
113
perawat baru jadi tidak tau ada SPO
identifikasi pasien, tapi kalo mau ngasi
injeksi tetap ditanya ke pasiennya nama
sama tanggal lahir sesuai yang dibilang
sama bu karu dan senior-senior perawat
disini”
lahir,kalo nomor rm kebetulankan
pasiennyagak hapal. Jadi biasanyanama
pasien samatanggal lahir”
paling sosialisasi aja sama kepala
ruangan”
PER4 “sebenarnya sih kalo kayak SK atau
peraturan direktur saya kurang tau, tapi
kita udah kesepakatan gitu, kalo misalkan
ngasi obat, nanya nama, tanggal lahir...”
“SPO ada” “emm pernah, pas awal masuk kerja ada
orientasi”
PER5 “setiap tindakan,pemberian obat,
terusobservasi tanda-tandavital kita
identifikasi
juga, apalagi yaapemberian obat,
pengambilan darah kita identifikasi”
“SPO nya kurang tau ada atau nggak” “hmm kalo pas aku masuk, kayaknya
belum, tapi sebelumnya mungkin udah
ya.”
PER6 “kebijakannya minimal dua identitas ,
nama dan tanggal lahir atau nama
dengan nomor rm”
“SPO nya ada dan sudah dijalankan” “ee.. awalnya sih disosialisasikan tapi
harus baca SPO dulu setiap perawat
masuk, pas orientasi sih ada juga”
PER7 “kurang tau pastinya cuma identifikasi
itu wajib kalo tindakan ke pasien”
“SPO nya ada, pemakaian gelang,
namanya ditulis sama orang pendaftaran,
kadang-kadang pake stiker”
“gak ada sosialisasi, cuma kepala
ruangan pernah sampaikan waktu awal
masuk kerja”
PER8 “enggak tau, cuma disuruh sama kepala
ruangan kalo mau tindakan ke pasien
harus nanya nama dan tanggal lahir
untuk memastikan pasiennya”
“SPO saya kurang tau” “enggak tau, enggak pernah ada yang
begitu”
BID1 “kalo di rumah sakit ini ada sih kemarin
disampaikan sama karu waktu masih
baru masuk sama teman-teman juga
disampaikan, kebetulan saya bidan masih
“gak sih, kalo kayak gitu kan istilah nya
udah ada ini, istilahnya setiap rumah
sakit sih beda-beda tapi pas kita kuliah
gitu udah ada....”
114
baru, tapi sebelumnya pernah di rumah
sakit lain udah tau kalo kayak gitu kan
udah standar akreditasi”
BID2 “setau saya identifikasi pasien itu untuk
memastikan pasien nya benar”
“ada mungkin SPO nya” “kalo di sini ngga pernah ada
sosialisasi. cuma dari rumah sakit
sebelumnya sudah tau begitu”
BID3 “setau saya identifikasi pasien itu dengan
dua identitas kalo gak nama dengan
tanggal lahir, nama dengan nomor rm.
itu kalo pasien mau rawat inap kita
pasang gelang, terus waktu pasang infus,
masukkan obat kita konfirmasi pasiennya
nanya namanya sama tanggal lahir”
“SPO nya ada itu di meja file, isinya ya
itu tadi”
“sosialisasi dulu dari tim SKP waktu
persiapan akreditasi”
BID4 “kebijakannya perdir kalo gak salah trus
ada pedomannya juga tentang identifikasi
pasien tapi yang kita tau hanya berupa
SPO”
“SPO nya ada, semua SPO kita buatkan
file seperti ini dan disimpan di masing
masing Nurse Station, di IGD ada di poli
ada, di rawat inap juga ada”
“udah, kita disosialisasikan sama tim
skp waktu mau akreditasi, SPO nya juga
di standby kan di nurse station dibuat
satu file dengan SPO lainnya”
PET1 “saya kurang tau masalah kebijakan atau
peraturan tentang identifikasi pasien”
“SPO mungkin ada di perawat ya, karena
kalo kita kan cuma mendaftarkan pasien
trus kasi gelang aja”
“nggak ada”
PET2 “kebijakannya ada, setiap mengambil
darah wajib melakukan identifikasi
pasien”
“SPO nya kita nanya nama pasien sama
tanggal lahir untuk mastikan pasiennya
benar”
“sosialisasi pernah dulu”
PET3 “kebijakannya melakukan identifikasi
pasien dengan minimal dua identitas”
“SPO nya uda jalan, kalo di kita waktu
ambil darah”
“sosialisasi ada sejak akreditasi itu dua
tahun lalu, setelah itu belum ada lagi”
115
Informan Pertanyaan
Kapan saja anda melakukan
identifikasi pasien ?
Identitas apa yang harus ada pada
gelang identitas pasien ?
Bagaimana cara anda melakukan
identifikasi pasien? (sesuai SPO
identifikasi pasien RS Surya Insani)
PER1 “sebelum melakukan tindakan kepada
pasien?”
“nama, tanggal lahir, nomor rm” “tanya nama terus tanggal lahir”
PER2 “sebelum melakukan tindakan” “nama, tanggal lahir, dan nomor rm” “kadang gelang, gelang itu dari UGD,
UGD itu, tulis tangan, kadang gak
kebaca. Jadi nama dipanggil, pasien
nyebutin namanya siapa, sama apa
enggak, nanti kalau misalnya di
gelangnya ada nomor rekam medisnya,
tapi kebanyakan karena tulis tangan jadi
gak enak bacanya”
PER3 “sebelum tindakan ke pasien” “nama, nomor rm, tanggal lahir” “ya tergantung, kalo misalkan kita mau
tindakan ya kita nanya pasiennya
namanya, tanggal lahirnya, kalo
misalkan tindakannya mau dilakukan ya
tujuannya apa, misalkan ada efek
samping ya jelasin efek sampingnya”
PER4 “jadi kan karena kita rawat inap, yang
pertama sih pada saat keluar dari igd, ya
itu sebelum melakukan tindakan, ngambil
darah, kasi obat”
“nama, tanggal lahir, nomor rm” “ya itu tindakan aja, kalo mau bagi obat,
mau ada tindakan, tindakan lah
pokoknya, terus nanya tiga, nama,
tanggal lahir, sama nomor rm”
PER5 “setiap tindakan, pemberian obat, terus
observasi tanda-tanda vital, pemberian
obat, pengambilan darah”
“nama, tanggal lahir, nomor rm” “nanya nama, kita tanya, konfirmasi,
sebenernya sih ada sama nomor rm,
cuman kan, nomor rm pasien suka gak
hapal, kita suka liat di gelang pasien”
PER6 “sebelum melakukan tindakan, memberi “nama, nomor rm, tanggal lahir” “....kayak nanya namanya siapa, tapi
116
obat, injeksi, pasang ekg, pasang ngt, itu
lah”
kalo setiap hari kita sama kayak gitu,
pasiennya ngerasa susternya gak kenal-
kenal nih sama kita, aku jarang-jarang
sih ya, paling 3 sampe 5 kali ketemu
masih aku tanya tapi kalo udah 5 kali
lebih udah langsung ke pasiennya.
Karena kalo sering ditanya siapa
namanya, pasiennya ngomong susternya
gak hapal-hapal nih”
PER7 “sebelum tindakan kepada pasien” “nama, nomor rm, sama tanggal lahir” “ enaknya aja kayak gimana. yang
penting namanya sesuai gitu, terserah
mau dipanggil atau pasiennya nyebutin
nama, enaknya kita aja. takutnya ada
yang ke pasiennya, “suster saya udah
lama disini tapi gak kenal-kenal.”
PER8 “sebelum ngasi obat ke pasien” “nama, tanggal lahir, nomor rm kalo gak
salah”
“biasanya nanya namanya, udah”
BID1 “Kalo disini sih kayak biasa, biasanya
kalo identifikasi pasien kalo mau kasih
obat, mau transfusi juga sama, mau
nganter dokter buat visit juga sama.
Sama sih pake nanya namanya siapa,
karena kalo kita cuma sebutin namanya
siapa, misalnya “Sri”, dan „Sri‟nya
banyak, kadang pasien suka bilang iya-
iya aja pasiennya, pasien cenderung
ngejawab. Sama, tanggal lahir kadang-
kadang pasien juga lupa tanggal
lahirnya. Kan kita suruh pake gelang”
“nama, tanggal lahir, dan nomor rm” “Biasa nanya nama, tanggal lahir.
Tanggal lahir sih tergantung pasiennya,
kalo pasiennya kooperatif sih tanggal
lahir, atau keluarganya juga bisa jawab
bisa tanya keluarganya langsung,”
117
BID2 “sebelum periksa pasien, sebelum
tindakan ke pasien”
“nama, umur, nomor rm” “biasanya nanya nama pasien, umur
pasien, kayak gitu”
BID3 “sebelum tindakan ke pasien” “nama, nomor rm, tanggal lahir” “biasanya nanya nama sama tanggal
lahir, karena kalo nomor rm dia kan gak
hapal”
BID4 “sebelum periksa pasien, sebelum
melakukan tindakan, masang infus, ambil
darah, pasang ekg, injeksi obat, pokoknya
setiap kali tindakan ke pasien kita
lakukan identifikasi”
“nama, tanggal lahir, dan nomor rm” “isinya.. yang ditanya nama pasien,
sesuaiin sama gelangnya terus tanggal
lahir, biasanya.”
PET1 “kalo itu mungkin perawat yang lebih
tau, kalau saya hanya mendaftarkan
pasien”
“nama, tanggal lahir, nomor rm”
PET2 “sebelum mengambil darah” “nama, nomor rm, tanggal lahir” “kita tanya pasiennya nama dan tanggal
lahir”
PET3 “waktu mengambil sampel untuk
pemeriksaan lab, seperti ambil darah,
dll”
“nama, tanggal lahir, nomor rm” “tanyake pasien namanya kemudian
tanggal lahir terus dicocokkan dengan
gelangnya”
Informan Pertanyaan
Siapa yang memakaikan gelang identitas? dan siapa yang
menuliskan identitas pada gelang identitas?
Apakah ada penjelasan tentang manfaat/ fungsi gelang
kepada pasien? Bagaimana penjelasannya?
PER1 “dari igd itu masang gelangnya” “dari igd sih itu, harusnyadijelasin ya apafungsinya
tapikebanyakan enggak, jadi kita yang jelaskan di rawat inap”
PER2 “perawat igd” “kalo dari rawat inap jarang ya, soalnya yang biasa makein itu
pasti dari IGD, kecuali dari pasien poli pun perawatnya
harusnya makein gelangnya sebelum kesini”
PER3 “dari bawah itu masangnya dari igd atau poli” “Nggak.. kita nggak punya kewajiban, yang punya kewajiban
118
itu biasanya yang pakein gelang. Jadi sekalian menjelaskan
kegunaan gelang itu, kenapa dipakein gelang itu sama
tujuannya, biasanya dari tugas yang pasangin gelang”
PER4 “dari UGD biasanya sudah terpasang” “guna gelangnya, iyatugasnya orang UGD sih itu”
PER5 “sebelum naik ke ruang rawat inap kalo pasien poli kita yang
masang, kalo pasien igd perawat igd yang pasang”
“iya ada, kita jelaskan tujuannya untuk apa dipakein gelang”
PER6 “kita yang pasangin sebelum dinaikkan ke rawatan” “iya, dijelasin gelangnya buat apa, kenapa beda pink ama biru,
tujuannya apa gitu”
PER7 “masangnya disini, kita yang pasangkan” “ada, kita jelaskan ke pasien dan keluarga tujuan dari
pemasangan gelang untuk identitas pasien selama dirawat”
PER8 “dari sini kita pasang gelangnya, nulisnya orang pendaftaran” “iya sambil kita pasang kita sampekan ke pasiennya apa
tujuannya pake gelang”
BID1 “itu dari igd yang pasang” “biasanya si dijelaskan, itu orang IGD yang jelaskan”
BID2 “dari bawah biasanya yang masangkan, kalo gak igd, poli” “biasanya dijelaskan sama orang bawah, karena kalo kita
nanya nama dan tanggal lahir pasiennya uda paham”
BID3 “masangnya dari sini kalo pasien mau rawat inap, gelangnya
ambil di pendaftaran waktu mendaftar rawat inap”
“iya dijelasin gunanya tujuannya gelang ini untuk apa, jadi
nanti jangan bosen kalo bidannya nanya-nanya”
BID4 “kita yang pasangkan dari igd” “iya, kalo saya, saya jelasin, ini gunanya buat nanti sebagai
identitas pasien. Kan ada 2 tu ya , gelang sih banyak sih
sebenernya, ada yang alergi, resiko jatuh”
PET1 “yang nulis kita terus yang masangkan nanti orang igd atau
poli”
“kurang tau, harusnya ada”
PET2 “biasanya perawat IGD yang pasang” “kayaknya ada dijelaskan”
PET3 “setau saya yang masang orang IGD kalo yang nulis di
pendaftaran”
“iya dijelaskan sama mereka”
119
Pasien/ pendamping pasien
Informan Pertanyaan
Siapa yang memakaikan dan
mengisi identitas pada gelang
identitas ?
Apakah petugas
menjelaskan tentang
manfaat gelang identitas
pasien?
Apakah nama dan
tanggal lahir pada
gelang sudah benar
identitas anda?
Apakah petugas selalu melihat
gelang yang anda pakai? Pada saat
melakukan apa?
PAS1 “dari IGD, dipakein sama
perawat”
“ada tadi, tapi lupa apa aja
yang dibilang perawatnya”
“iya udah benar” “kadang-kadang dilihat”
PAS2 “di bawah, di IGD, susternya
kayaknya, tau-tau udah pake”
“mereka gak jelasin sih, cuma
saya udah tau guna ya untuk
eeh tau identitas”
“sudah” “gak sih, orang itu kan udah punya
datanya, jadi pas awal juga dia gak
nanya...iya gak pernah liat gelang
identitas, langsung aja”
PAS3 “oh ini di UGD, perawatnya,
saya gak tau udah dipakein aja”
“engga dijelasin, langsung
dipakein aja”
“uda benar kok” “iya ditanyain terus kalo mau masukin
obatnya terus dia lihat gelang yang
dipake sesuai atau tidak, kadang saya
bosen juga ditanyain terus tapi
mungkin sudah prosedurnya begitu”
PAS4 “udah dari IGD ini,
perawatnya”
“iya, katanya biar mudah gitu,
mudah nyarinya, untuk
pengenal juga kan pasien
banyak gitu”
“udah, udah benar” “iya kalo mau masukan obat biasanya
nanya dulu nama nya siapa”
PAS5 “perawatnya yang masang, tapi
pas daftar mau rawat inap
dikasi sama petugasnya nanti
dipasangin sama perawat”
“enggak dijelasin, cuma
bilang pake gelang aja,
dokternya nyuruh pakein
gelang”
“udah, sama sama
KTP”
“Diliat sih, diliat ama perawat, terus
nanya namanya siapa sama
perawatnya”
PAS6 “bidannya tadi pas dibawah” “enggak cuma dipakein aja” “udah benar” “iya biasanya suka nanya nama aja,
kadang-kadang ngecek, kadang gak
susternya udah hapal. Biasa sih udah
120
hapal sih”
PAS7 “susternya, pas masuk IGD” “engga dijelasin, langsung
dipakein aja”
“udah” “enggak pernah, ditanyain namanya
aja, jadi setiap mau ngasi obat atau
periksa-periksa, ditanyain namanya
siapa”
PAS8 “dibawah dari IGD” “gak ada, saya pikir gelang
ini cuma buat tanda pasien
disini”
“sudah benar” “enggak, mereka langsung tanya aja
gitu , ibunya namanya siapa gitu”
121
Lampiran 6
Hasil Observasi Ketepatan Identifikasi Pasien
No.
Nama Pasien
Pasien diidentifikasi
menggunakan dua
identitas pasien, tidak
boleh menggunakan
nomor kamar atau lokasi
pasien
Pasien
diidentifikasisebelum
dilakukan tindakan,
prosedur diagnostik,
dan terapeutik.
Pasien diidentifikasi
sebelum pemberian
obat, darah, produk
darah, pengambilan
spesimen, dan
pemberian diet.
Pasien diidentifikasi sebelum pemberian
radioterapi, menerima cairan intravena,
hemodialisis, pengambilan darah atau
pengambilan spesimen lain untuk
pemeriksaan klinis, katerisasi jantung,
prosedur radiologi diagnostik, dan
identifikasi terhadap pasien koma
Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak
1. Pasien 1 √ √ √ √
2. Pasien 2 √ √ √ √
3. Pasien 3 √ √ √ √
4. Pasien 4 √ √ √ √
5. Pasien 5 √ √ √ √
6. Pasien 6 √ √ √ √
7. Pasien 7 √ √ √ √
8. Pasien 8 √ √ √ √
9. Pasien 9 √ √ √ √
10. Pasien 10 √ √ √ √
122
Lampiran 7
Matriks Wawancara Tim Keselamatan Pasien
Domain Jawaban Kesimpulan
TKP1 TKP2
Kebijakan Identifikasi
pasien
Kebijakan sudah ada berupa perdir,
diatur masalah identifikasi pake
minimal dua identitas
Kebijakannyaperdir identifikasi pasien,
ada diatur identifikasi pasien
menggunakan dua identitas
Kebijakan tentang ketepatan identifikasi
pasien sudah memiliki Peraturan Direktur,
isi dari kebijakan tersebut yaitu mengatur
tentang identifikasi pasien harus
menggunakan minimal dua identitas
Tim Keselamatan Pasien Tim keselamatan pasien sudah ada,
sebelumnya pokja SKP waktu mau
kreditasi tugasnya untuk menyiapkan
berkas, panduan, SPO, kebijakan.
Kemudian mensosialisasikan juga,
kepentingannya untuk akreditasi.
Setelah akreditasi selesai pokja ini
dijadikan tim dan anggotanya
ditambah dengan kepala ruangan
pelayanan yang akan melaksanakan isi
dari berkas-berkas yang sudah dibuat.
Tim keselamatan pasien dibentuk
melibatkan semua unit, termasuk
laboratorium, poliklinik, igd, atau dan
rawat inap. Tim sudah melibatkan semua,
jadi tujuannya semua menjalani apa yang
ada disitu, karena kan mereka termasuk
dalam tim.
Tim keselamatan pasien sudah ada,
melibatkan kepala ruangan bidang
pelayanan. Kepala ruangan merupakan
tim keselamatan pasien, hal ini untuk
memudahkan dalam sosialisasi dan
pengawasan terhdap perawat.
Pedoman Identifikasi
Pasien
Panduan sudah ada, yang membuat
tim pokja SKP
Panduan juga ada. Kalau perdir hanya
memberitahukan kapan identifikasi
pasien sama pake apa. Nah kalau di
dalam pedoman ada semuanya, mulai di
rawat jalan gimana, terus kapan dipakein
gelang identitas yang mana, di panduan
begitu, lebih detail.
Tim pokja sasaran keselamatan pasien
sudah membuat panduan tentang
identifikasi pasien. Panduan tentang
identifikasi pasien dibuat dengan
menggunakan literatur-literatur dan
disesuaikan dengan rumah sakit ini.
Isinya juga lebih rinci tentang tatalaksana
identifikasi pasien.
123
Pelaksanaan Ketepatan
Identifikasi Pasien di RS
Surya Insani
Pelaksanaannya sudah berjalan pasien
diberikan gelang identitas yang berisi
tiga identitas disana, nama, nomer
rekam medis sama tanggal lahir.
Identitas itu yang nulis petugas
pendafataran baru kemudian diberikan
ke perawat igd atau poliklinik untuk
dipakekan gelangnya kalau pasien
rawat inap. Perawat ketika memasang
infus, memberikan obat atau
mengambil darah kroscek minimal
nama dan tanggal lahir. Praktek sudah
jalan, pencatatannya belum.
Sudah dijalankan, namunbelum
semuaterbiasa, masih ada yang belum
melakukan dengan dua identitas.
Pelaksanaan identifikasi pasien sudah
berjalan di RS Surya insani, namun
pencatatan yang belum dilakukan.
Sosialisasi Kebijakan
Identifikasi Pasien
Sosialisasi SPO secara menyeluruh
sudah pernah dilakukan saat persiapan
akreditasi, namun perawat dan bidan
sudah banyak yang baru jadi belum
dapat sosialisasi langsung. Akan
tetapi, karena kepala ruangan juga
merupakan bagian dari tim
keselamatan pasien, jadi mereka yang
mensosialisasikan sendiri ke perawat
di ruangan.
Pernahdilakukan sosialisasi saat
akreditasi, setelah itu belum ada lagi
sosialisasi dari tim SKP, tapi harusnya
kepala ruangan yang terus
mensosialisasikan kepada anggotanya
Sosialisasi sudah pernah dilakukan oleh
tim keselamatan pasien pada saat
akreditasi. Namun saat ini sudah banyak
pergantian karyawan sehingga banyak
perawat atau bidan yang baru bergabung
belum mendapatkan sosialisasi secara
langsung dari tim. Saat ini yang
melakukan sosialisasi adalah kepala
ruangan.
Sistem Pelaporan terhadap
Keselamatan Pasien
Pencatatan sempat berjalan saat
akreditasi dan beberapa bulan
setelahnya. Tapi sekarang sudah tidak
jalan lagi dan baru akan dimulai.
Semua karu sudah dimasukkan ke
dalam tim, jadi lebih gampang untuk
System pelaporan masih belum jalan.
Akan disebarkan kembali ke kepala
ruangan ada lembar monitoring evaluasi,
Belum ada sistem pelaporan terkait
keselamatan pasien, terutama identifikasi
pasien. Tim keselamatan pasien baru akan
membuat formulir pelaporan yang akan
diserahkan kepada setiap kepala ruangan.
Formulir yang sudah ada yaitu formulir
124
koordinasi, semua lembar monitoring
ini akan diberikan ke karu-nya, nanti
mereka yang melakukan monitoring
dan diserahin ke tim Keselamatan
Pasien
untuk insiden keselamatan pasien.
Budaya Keselamatan
Pasien
Ada perubahan yangsignifikan setelah
adanyakebijakan tertulis
untukakreditasi. Jadi petugasmedis
merasa terpaksamelakukan
identifikasipasien sesuai peraturan,
mereka jadi lebih patuh.
Secara umum sih sudah menjadi budaya,
untuk identifikasi pasien dimulai dari
pemakaian gelang identitas itu sudah
standar.
Identifikasi pasien perlahan menjadi
budaya bagi petugas kesehatan, dimulai
dari merasa terpaksa karena tuntutan
akreditasi.
Petugas yang terlibat
dalam Identifikasi Pasien
Semua unit yang melakukan asuhan ke
pasien, mulai dari pendaftaran, IGD,
poliklinik, rawat inap, kemudian
petugas penunjang medik juga seperti
labor dan ronsen
Admission, perawat, IGD, kepala
ruangan, laboratorium
Semua tenaga medisterlibat untuk
melakukanidentifikasi pasien
Cara tim Keselamatan
Pasien menerapkan SPO
ketepatan identifikasi
pasien
Saat ini dari kepala ruangan
Darikepala ruangan, kita minta lembar
monitoring dari mereka terkait
pelaksanaan identifikasi pasien
Cara tim menerapkan prosedur yaitu
dengan melibatkan kepala ruangan, jadi
kepala ruangan yang akan menjelaskan
kepada perawat-perawat..
Cara tim Keselamatan
Pasien mengetahui
kemampuan petugas
kesehatan dalam
menjalankan prosedur
ketepatan identifikasi
pasien
Observasi dari kepala ruangan, dari
lembar monitoring tadi. Saya juga
biasanya turun ke ruangan sambil
mengecek pelayanan karena saya juga
kan yanmed jadi sambil saya
perhatikan kemampuan perawat bidan
melakukan identifikasi pasien begitu
juga dengan pengetahuannya
Dari kepala ruangan Untuk mengetahuikemampuan
perawatdalam menjalankanprosedur yaitu
darikepala ruangan yangmelakukan
observasiterhadap perawatperawat di
ruangan. Kemudian ketua timkeselamatan
pasien yang juga Manajer Pelayanan
Medik memperhatikan secara langsung
kepada petugas di ruangan.
Edukasi pasien Yang menjelaskan perawat, gelang Ada di SPO pemasangan gelang identitas SPO terkait pemasangangelang identitas
125
terhadapidentifikasipasien diberikan dari pendaftaran, pada saat
pasien mendaftar rawat inap.
Identitasnya sudah dituliskan oleh
petugas pendaftaran ditempelkan
stiker barcode, perawat yang akan
memasangkan dan perawat yang akan
mengedukasi, fungsinya apa diberikan
gelang identitas.
sudahada. Menurut timkeselamatan
pasien yangmemakaikan danmenjelaskan
fungsigelang identitas yaituperawat,
terutamaperawat di IGD, bukanpetugas
admisi.
Matriks Wawancara Petugas Kesehatan
Informan Pertanyaan
Kebijakan/peraturan tentang ketepatan
identifikasi pasien
SPO pelaksanaan ketepatan identifikasi
pasien
Sosialisasi tentang identifikasi pasien
PER1 Kebijakan sesuai dengan SPO SPO nya setiap melakukan tindakan harus
ditanya nama pasien dan tanggal lahir,
kemudian kita pastikan dengan gelang pasien
Pernah saat akreditasi oleh tim SKP
PER2 Sesuai SPO, pernah disosialisasikan tim SKP
waktu akreditasi
Isinya, yang ditanya nama pasien, sesuaikan
sama gelangnya terus tanggal lahir, biasanya.
Bisa juga nama sama nomor rm
ada dulu waktu mau akreditasi
disosialisasikan sama tim SKP
PER3 Sesuai prosedurnya, kebetulan saya perawat
baru jadi tidak tau ada SPO identifikasi
pasien, tapi kalo mau ngasi injeksi tetap
ditanya ke pasiennya nama sama tanggal lahir
sesuai yang dibilang sama bu karu dan senior-
senior perawat disini
Manggil nama pasien, tanggal lahir, kalo
nomor rm kebetulankan pasiennya gak hapal.
Jadi biasanya nama pasien sama tanggal lahir
Kalo dari awal masuk belum, sosialisasi dari
kepala ruangan
PER4 SK atau peraturan direktur saya kurang tau,
tapi kita udah kesepakatan gitu, kalo misalkan
memberi obat, nanya nama, tanggal lahir.
SPO ada Pernah, pas awal masuk kerja ada orientasi
126
PER5 Setiap tindakan, pemberian obat, terus
observasi tanda-tanda vital kita
identifikasijuga, apalagi yaa pemberian obat,
pengambilan darah kita identifikasi
SPO nya kurang tau ada atau nggak Kalo pas aku masuk, kayaknya belum, tapi
sebelumnya mungkin sudah
PER6 Kebijakannya minimal dua identitas , nama
dan tanggal lahir atau nama dengan nomor rm
SPO nya ada dan sudah dijalankan Awalnya disosialisasikan tapi harus baca
SPO dulu setiap perawat masuk, pas
orientasi sih ada juga
PER7 Kurang tau pastinya cuma identifikasi itu
wajib kalo tindakan ke pasien
SPO nya ada, pemakaian gelang, namanya
ditulis sama orang pendaftaran, kadang-
kadang pake stiker
Gak ada sosialisasi, cuma kepala ruangan
pernah sampaikan waktu awal masuk kerja
PER8 Enggak tau, cuma disuruh kepala ruangan
tindakan ke pasien harus nanya nama dan
tanggal lahir untuk memastikan pasiennya
SPO saya kurang tau Enggak tau, enggak pernah ada yang begitu
BID1 Kalo di rumah sakit ini ada disampaikan karu
waktu masih baru masuk sama teman-teman
juga disampaikan, kebetulan saya bidan masih
baru, tapi sebelumnya pernah di rumah sakit
lain udah tau kalo sudah standar akreditasi
Setiap rumah sakit sih beda-beda tapi pas
kita kuliah sudah ada
BID2 Setau saya identifikasi pasien itu untuk
memastikan pasien nya benar
ada mungkin SPO nya Kalo di sini ngga pernah ada sosialisasi.
Cuma dari rumah sakit sebelumnya sudah tau
begitu
BID3 Setau saya identifikasi pasien itu dengan dua
identitas kalo gak nama dengan tanggal lahir,
nama dengan nomor rm. Itu kalo pasien mau
rawat inap kita pasang gelang, terus waktu
pasang infus, masukkan obat kita konfirmasi
pasiennya nanya namanya sama tanggal lahir
SPO nya ada itu di meja file, sosialisasi dulu dari tim SKP waktu
persiapan akreditasi
BID4 kebijakannya perdir kalo gak salah trus ada
pedomannya juga tentang identifikasi pasien
SPO nya ada, semua SPO kita buatkan file
seperti ini dan disimpan di masing masing
udah, kita disosialisasikan sama tim skp
waktu mau akreditasi, SPO nya juga di
127
tapi yang kita tau hanya berupa SPO Nurse Station, di IGD ada di poli ada, di
rawat inap juga ada
standby kan di nurse station dibuat satu file
dengan SPO lainnya
PET1 Saya kurang tau masalah kebijakan atau
peraturan tentang identifikasi pasien
SPO mungkin ada di perawat ya, karena kalo
kita kan cuma mendaftarkan pasien trus kasi
gelang aja
Nggak ada
PET2 Kebijakannya ada, setiap mengambil darah
wajib melakukan identifikasi pasien
SPO nya kita nanya nama pasien sama
tanggal lahir untuk mastikan pasiennya benar
Sosialisasi pernah dulu
PET3 Kebijakannya melakukan identifikasi pasien
dengan minimal dua identitas
SPO nya uda jalan, kalo di kita waktu ambil
darah
Sosialisasi ada sejak akreditasi itu dua tahun
lalu, setelah itu belum ada lagi
Kesimpulan Kebijakan/peraturan ketepatan identifikasi
pasien, sebagian perawat mengatakan tidak
mengetahui kebijakan terkait ketepatan
identifikasi pasien berupa Peraturan Direktur
ada atau tidak, namun mengatakan bahwa
yang mereka ketahui hanya prosedur yang
biasa dilakukan saat melakukan tindakan.
Perawat mengatakan SPO terkait identifikasi
pasien sudah ada dan sudah berjalan.
Beberapa perawat mengatakan bahwa tidak
pernah mendapat sosialisasi terkait ketepatan
identifikasi pasien, beberapa lagi mengatakan
pernah mendapat sosialisasi terkait ketepatan
identifkasi pasien, ada yang pada saat
orientasi, dan ada juga yang langsung
mendapat sosialisasi dari kepala ruangan
Informan Pertanyaan
Kapan melakukan identifikasi pasien Identitas pada gelang identitas pasien Cara melakukan identifikasi pasien
PER1 “sebelum melakukan tindakan kepada
pasien?”
“nama, tanggal lahir, nomor rm” “tanya nama terus tanggal lahir”
PER2 “sebelum melakukan tindakan” “nama, tanggal lahir, dan nomor rm” “kadang gelang, gelang itu dari UGD, UGD
itu, tulis tangan, kadang gak kebaca. Jadi
nama dipanggil, pasien nyebutin namanya
siapa, sama apa enggak, nanti kalau misalnya
di gelangnya ada nomor rekam medisnya, tapi
kebanyakan karena tulis tangan jadi gak enak
bacanya”
128
PER3 “sebelum tindakan ke pasien” “nama, nomor rm, tanggal lahir” “ya tergantung, kalo misalkan kita mau
tindakan ya kita nanya pasiennya namanya,
tanggal lahirnya, kalo misalkan tindakannya
mau dilakukan ya tujuannya apa, misalkan
ada efek samping ya jelasin efek sampingnya”
PER4 “jadi kan karena kita rawat inap, yang
pertama sih pada saat keluar dari igd, ya itu
sebelum melakukan tindakan, ngambil
darah, kasi obat”
“nama, tanggal lahir, nomor rm” “ya itu tindakan aja, kalo mau bagi obat, mau
ada tindakan, tindakan lah pokoknya, terus
nanya tiga, nama, tanggal lahir, sama nomor
rm”
PER5 “setiap tindakan, pemberian obat, terus
observasi tanda-tanda vital, pemberian obat,
pengambilan darah”
“nama, tanggal lahir, nomor rm” “nanya nama, kita tanya, konfirmasi,
sebenernya sih ada sama nomor rm, cuman
kan, nomor rm pasien suka gak hapal, kita
suka liat di gelang pasien”
PER6 “sebelum melakukan tindakan, memberi
obat, injeksi, pasang ekg, pasang ngt, itu
lah”
“nama, nomor rm, tanggal lahir” “....kayak nanya namanya siapa, tapi kalo
setiap hari kita sama kayak gitu, pasiennya
ngerasa susternya gak kenal-kenal nih sama
kita, aku jarang-jarang sih ya, paling 3 sampe
5 kali ketemu masih aku tanya tapi kalo udah
5 kali lebih udah langsung ke pasiennya.
Karena kalo sering ditanya siapa namanya,
pasiennya ngomong susternya gak hapal-
hapal nih”
PER7 “sebelum tindakan kepada pasien” “nama, nomor rm, sama tanggal lahir” “ enaknya aja kayak gimana. yang penting
namanya sesuai gitu, terserah mau dipanggil
atau pasiennya nyebutin nama, enaknya kita
aja. takutnya ada yang ke pasiennya, “suster
saya udah lama disini tapi gak kenal-kenal.”
PER8 “sebelum ngasi obat ke pasien” “nama, tanggal lahir, nomor rm kalo gak
salah”
“biasanya nanya namanya, udah”
129
BID1 “Kalo disini sih kayak biasa, biasanya kalo
identifikasi pasien kalo mau kasih obat, mau
transfusi juga sama, mau nganter dokter buat
visit juga sama. Sama sih pake nanya
namanya siapa, karena kalo kita cuma
sebutin namanya siapa, misalnya “Sri”, dan
„Sri‟nya banyak, kadang pasien suka bilang
iya-iya aja pasiennya, pasien cenderung
ngejawab. Sama, tanggal lahir kadang-
kadang pasien juga lupa tanggal lahirnya.
Kan kita suruh pake gelang”
“nama, tanggal lahir, dan nomor rm” “Biasa nanya nama, tanggal lahir. Tanggal
lahir sih tergantung pasiennya, kalo pasiennya
kooperatif sih tanggal lahir, atau keluarganya
juga bisa jawab bisa tanya keluarganya
langsung,”
BID2 “sebelum periksa pasien, sebelum tindakan
ke pasien”
“nama, umur, nomor rm” “biasanya nanya nama pasien, umur pasien,
kayak gitu”
BID3 “sebelum tindakan ke pasien” “nama, nomor rm, tanggal lahir” “biasanya nanya nama sama tanggal lahir,
karena kalo nomor rm dia kan gak hapal”
BID4 “sebelum periksa pasien, sebelum
melakukan tindakan, masang infus, ambil
darah, pasang ekg, injeksi obat, pokoknya
setiap kali tindakan ke pasien kita lakukan
identifikasi”
“nama, tanggal lahir, dan nomor rm” “isinya.. yang ditanya nama pasien, sesuaiin
sama gelangnya terus tanggal lahir, biasanya.”
PET1 “kalo itu mungkin perawat yang lebih tau,
kalau saya hanya mendaftarkan pasien”
“nama, tanggal lahir, nomor rm”
PET2 “sebelum mengambil darah” “nama, nomor rm, tanggal lahir” “kita tanya pasiennya nama dan tanggal lahir”
PET3 “waktu mengambil sampel untuk
pemeriksaan lab, seperti ambil darah, dll”
“nama, tanggal lahir, nomor rm” “tanyake pasien namanya kemudian tanggal
lahir terus dicocokkan dengan gelangnya”
Kesimpulan Sebagian besar informan mengatakan
identifikasi pasien dilakukan pada saat
melakukan tindakan kepada pasien.
Semua informan mengatakan identitas pada
gelang pasien adalah nama, tanggal lahir dan
nomor RM
Seluruh informan pada saat melakukan
identifikasi pasien akan menanyakan
namakepada pasien, sebagianakan
menanyakan tanggal lahir juga.
130
Informan Pertanyaan
Yang memakaikan dan menuliskan identitas pada gelang
identitas
Penjelasan tentang manfaat/ fungsi gelang kepada pasien
PER1 “dari igd itu masang gelangnya” “dari igd sih itu, harusnya dijelasin ya apa fungsinya tapi kebanyakan
enggak, jadi kita yang jelaskan di rawat inap”
PER2 “perawat igd” “kalo dari rawat inap jarang ya, soalnya yang biasa makein itu pasti dari
IGD, kecuali dari pasien poli pun perawatnya harusnya makein gelangnya
sebelum kesini”
PER3 “dari bawah itu masangnya dari igd atau poli” “Nggak.. kita nggak punya kewajiban, yang punya kewajiban itu biasanya
yang pakein gelang. Jadi sekalian menjelaskan kegunaan gelang itu,
kenapa dipakein gelang itu sama tujuannya, biasanya dari tugas yang
pasangin gelang”
PER4 “dari UGD biasanya sudah terpasang” “guna gelangnya, iya tugasnya orang UGD sih itu”
PER5 “sebelum naik ke ruang rawat inap kalo pasien poli kita yang
masang, kalo pasien igd perawat igd yang pasang”
“iya ada, kita jelaskan tujuannya untuk apa dipakein gelang”
PER6 “kita yang pasangin sebelum dinaikkan ke rawatan” “iya, dijelasin gelangnya buat apa, kenapa beda pink ama biru, tujuannya
apa gitu”
PER7 “masangnya disini, kita yang pasangkan” “ada, kita jelaskan ke pasien dan keluarga tujuan dari pemasangan gelang
untuk identitas pasien selama dirawat”
PER8 “dari sini kita pasang gelangnya, nulisnya orang pendaftaran” “iya sambil kita pasang kita sampekan ke pasiennya apa tujuannya pake
gelang”
BID1 “itu dari igd yang pasang” “biasanya si dijelaskan, itu orang IGD yang jelaskan”
BID2 “dari bawah biasanya yang masangkan, kalo gak igd, poli” “biasanya dijelaskan sama orang bawah, karena kalo kita nanya nama dan
tanggal lahir pasiennya uda paham”
BID3 “masangnya dari sini kalo pasien mau rawat inap, gelangnya
ambil di pendaftaran waktu mendaftar rawat inap”
“iya dijelasin gunanya tujuannya gelang ini untuk apa, jadi nanti jangan
bosen kalo bidannya nanya-nanya”
BID4 “kita yang pasangkan dari igd” “iya, kalo saya, saya jelasin, ini gunanya buat nanti sebagai identitas
pasien. Kan ada 2 tu ya , gelang sih banyak sih sebenernya, ada yang
alergi, resiko jatuh”
131
PET1 “yang nulis kita terus yang masangkan nanti orang igd atau poli” “kurang tau, harusnya ada”
PET2 “biasanya perawat IGD yang pasang” “kayaknya ada dijelaskan”
PET3 “setau saya yang masang orang IGD kalo yang nulis di
pendaftaran”
“iya dijelaskan sama mereka”
Kesimpulan
Matriks Wawancara Pasien/ Pendamping Pasien
Informan Pertanyaan
Yang memakaikan dan mengisi
identitas pada gelang identitas
Penjelasan tentang manfaat
gelang identitas pasien
Nama dan tanggal lahir
sudah benar
Petugas selalu melihat gelang
PAS1 “dari IGD, dipakein sama perawat” “ada tadi, tapi lupa apa aja
yang dibilang perawatnya”
“iya udah benar” “kadang-kadang dilihat”
PAS2 “di bawah, di IGD, susternya
kayaknya, tau-tau udah pake”
“mereka gak jelasin sih, cuma
saya udah tau guna ya untuk
eeh tau identitas”
“sudah” “gak sih, orang itu kan udah punya
datanya, jadi pas awal juga dia gak
nanya...iya gak pernah liat gelang
identitas, langsung aja”
PAS3 “oh ini di UGD, perawatnya, saya
gak tau udah dipakein aja”
“engga dijelasin, langsung
dipakein aja”
“uda benar kok” “iya ditanyain terus kalo mau masukin
obatnya terus dia lihat gelang yang
dipake sesuai atau tidak, kadang saya
bosen juga ditanyain terus tapi
mungkin sudah prosedurnya begitu”
PAS4 “udah dari IGD ini, perawatnya” “iya, katanya biar mudah
gitu, mudah nyarinya, untuk
pengenal juga kan pasien
banyak gitu”
“udah, udah benar” “iya kalo mau masukan obat biasanya
nanya dulu nama nya siapa”
PAS5 “perawatnya yang masang, tapi pas
daftar mau rawat inap dikasi sama
“enggak dijelasin, cuma
bilang pake gelang aja,
“udah, sama sama KTP” “Diliat sih, diliat ama perawat, terus
nanya namanya siapa sama
132
petugasnya nanti dipasangin sama
perawat”
dokternya nyuruh pakein
gelang”
perawatnya”
PAS6 “bidannya tadi pas di bawah” “enggak cuma dipakein aja” “udah benar” “iya biasanya suka nanya nama aja,
kadang-kadang ngecek, kadang gak
susternya udah hapal. Biasa sih udah
hapal sih”
PAS7 “susternya, pas masuk IGD” “engga dijelasin, langsung
dipakein aja”
“udah” “enggak pernah, ditanyain namanya
aja, jadi setiap mau ngasi obat atau
periksa-periksa, ditanyain namanya
siapa”
PAS8 “dibawah dari IGD” “gak ada, saya pikir gelang
ini cuma buat tanda pasien
disini”
“sudah benar” “enggak, mereka langsung tanya aja
gitu , ibunya namanya siapa gitu”
Kesimpulan
133
Lampiran 8
DOKUMENTASI PENELITIAN
134
135
136
137
Lampiran 9
Peraturan Direktur RS Surya Insani tentang Identifikasi Pasien
138
139
140
Lampiran 10
SPO Identifikasi Pasien
141
142
143
144
145
146
147
148
149
150
151
152
top related