analisis kreatinin klirens dengan persamaan cockroft-gault
Post on 03-Oct-2021
3 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
ANALISIS KREATININ KLIRENS DENGAN PERSAMAAN COCKROFT-GAULT PADA PASIEN GAGAL GINJAL
KRONIK DAN GAGAL GINJAL AKUT
JEANY OLIVIA MICHELLA NANLOHY N121 09 507
PROGRAM KONSENTRASI TEKNOLOGI LABORATORIUM KESEHATAN
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR 2013
i
2
ANALISIS KREATININ KLIRENS DENGAN PERSAMAAN COCKROFT-GAULT PADA PASIEN GAGAL GINJAL
KRONIK DAN GAGAL GINJAL AKUT
SKRIPSI
untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk mencapai gelar sarjana
JEANY OLIVIA MICHELLA NANLOHY N121 09 507
PROGRAM KONSENTRASI TEKNOLOGI LABORATORIUM KESEHATAN
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR 2013
ii
3
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini adalah karya saya
sendiri, tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh
gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan
saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau
diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari terbukti bahwa pernyataan saya ini tidak benar,
maka skripsi dan gelar yang diperoleh, batal demi hukum.
Makassar, Juli 2013
Penyusun,
Jeany Olivia Michella Nanlohy NIM. N121 09 507
iii
4
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian Analisis kreatinin klirens dengan persamaan Cockroft-Gault pada pasien Gagal Ginjal Kronik dan pasien Gagal Ginjal Akut di Rumah Sakit Umum Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana perbandingan klirens kreatinin dengan persamaan Cockroft-Gault pada pasien Gagal Ginjal Kronik dan Gagal Ginjal Akut. Penelitian ini merupakan studi observasional dengan pendekatan cross sectional menggunakan sampel serum yang diambil dari pasien yang telah memenuhi kriteria sampel penelitian. Sampel serum diperiksa dengan metode fotometrik menggunakan alat ABX Pentra 400. Jumlah sampel sebanyak 39 sampel yakni pada pasien gagal ginjal kronik 35 sampel dan 4 sampel pasien gagal ginjal akut. Kategori gagal ginjal kronik dan gagal ginjal akut terdiri atas 26 (66.7%) pasien laki-laki dan 13 (33.3%) pasien perempuan dengan usia ≥ 30 tahun. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan nilai rata-rata kreatinin klirens pasien gagal ginjal kronik adalah 7.0394 ml/menit dan pasien gagal ginjal akut 28.6925 ml/menit. Hasil uji T menunjukkan ada perbedaan yang signifikan. Nilai t hitung < t tabel (-4.800 < 2.026) dan nilai P < 0.05.
iv
5
ABSTRACT
The study of analyzed about creatinine clearence Cockroft-Gault equations in patients with chronic renal failure and acute renal failure has been done in general hospital of Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. The objective of this study was to find out the comparison of creatinine clearence and Cockroft-Gault equations in patients with chronic renal failure and acute renal failure. This study was cross sectional approach used serum sample were taken from patients who have met the criteria of the study samples. Serum sample were examined by spectrofotometric method used ABX pentra 400. The total sample of 39 consisted of 35 patients with chronic renal failure and 4 patients with acute renal failure. Categories of chronic renal failure and acute renal failure consisted of 26 (66.7%) male and 13 (33.3%) female with age ≥ 30 years old. The result of study showed the difference in average of creatinine clearence of patients with chronic renal failure 7.0394 ml/min and acute renal failure 28.6925 ml/min. T test result showed that there were significant differenced, T value ≤ t table (4.800 ≤ 2.026) and the value of P ≤ 0.05.
v
6
UCAPAN TERIMA KASIH
Segala pujian hormat dan syukur hanya bagi Tuhan Yesus, yang
telah mempercayakan penulis untuk mengerjakan studi dan
menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik.
Sungguh banyak kendala yang penulis hadapi dalam rangka
penyusunan skripsi ini. Namun berkat dukungan dan bantuan berbagai
pihak, akhirnya penulis dapat melewati kendala-kendala tersebut. Oleh
karena itu, penulis dengan tulus menghaturkan banyak terima kasih dan
penghargaan yang setingi-tingginya kepada:
1. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin Prof. Dr. Elly
Wahyudin, DEA, Apt, Wakil Dekan I Prof. Dr. Gemini Alam, M.Si. Apt
Wakil Dekan II Prof. Dr.rer.nat Marianti A. Manggau, Apt, dan Wakil
Dekan III Drs. Abd. Muzakkir Rewa, M.Si, Apt .
2. Pembimbing utama Dr. Agnes Lidjaja, M.Kes., Apt, dan pembimbing
pertama dr. Fitriani Mangarengi, Sp.PK (K).
3. Kepala Laboratorium Klinik Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo
Makassar, dr. Mutmainnah, Sp.PK, beserta seluruh staf laboratorium.
4. Ketua Program Konsentrasi Teknologi Laboratorium Kesehatan
Fakultas Farmasi UNHAS Bapak Subehan, M. Pharm. Sc,Ph.D, Apt
beserta seluruh staf atas segala fasilitas yang diberikan dalam
menyelesaikan penelitian ini.
vi
7
5. Drs. Abd. Muzakkir Rewa, M.Si., Apt. selaku Penasihat Akademik,
terima kasih atas bimbingan dan arahan yang diberikan selama
menjalani perkuliahan.
6. Seluruh dosen dan staf Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin
secara khusus Ibu Dra. Christiana Lethe, M.Si, terima kasih atas
perhatian, dan dorongan serta semangat yang diberikan.
7. Ayahanda Johan Eikas Nanlohy dan Ibunda Frida Jean Nanlohy-
Hitijahubessy. Terima kasih atas Doa, seluruh kasih sayang dan jerih
lelah yang diberikan. Serta saudaraku Roland Pedro Nanlohy S.Kom
yang selalu memberi dukungan moril dan materil.
8. Keluarga besar Tulalessy-Nanlohy khususnya Drs. Eliza Tulalessy
dan Ir. Martha Tulalessy-Nanlohy, M.Si. Terima kasih untuk Doa,
seluruh kasih sayang dan jerih lelah serta semua fasilitas yang
diberikan selama ini. Serta kedua adikku Victory Kevin Sandro
Tulalessy dan Elyonai Patricia Tulalessy yang selalu memberikan
semangat.
9. Keluarga Besar Nanlohy-Hitijahubessy, Alm. Opa Ateng, Oma Ena,
Alm. Opa Jhon, Alm. Oma Ona, Mama An, Mama Lily, Om Sony,
Mama Lin, Tante Kiky, Tante Fin, Jody, Vida, Vinny, Kevin, Yona,
Vanessa, Vandy, Valdo, Hanny, Juan, Pedro, Antho, Lina, Ully,
Wanda, Arthur, Emma, Ammi, Dey dan Gio.
10. .Mami’oca, Papi Ony, adik Kevin, adik Alvin dan adik Irvin terima kasih untuk
motivasi dan doa selama ini.
vii
8
11. Sahabat sekaligus saudara Madelvien Sairlela S.Si terima kasih untuk
doa dan semangat yang di berikan.
12. Keluarga besar Tasaney, terkhususnya Michiel Frits Leonard
Tasaney, S.Pi., Terima kasih atas dukungan dan perhatian yang
selalu diberikan.
13. Teman-teman dan seluruh komponen Persekutuan Mahasiswa Kristen
Oikumene Filadelfia FMIPA_Farmasi UNHAS, dan Persekutuan
Mahasiswa Kristen Maluku.
14. Kelompok Tumbuh Bersama (KTB) Jesus Daugters, Fanny, S.Si, Apt.,
Feros S.Si., Yanti Sunaidi, Fenti Adonia Tupanwael dan Meiyorita
Silvia Molle Terima kasih atas dukungan doa dan semangat yang
diberikan.
15. Teman-teman Spir09raph, terkhususnya untuk ‘Lolypop’ (Ucha, Imhe,
Ea, Novy, dan Yuyun) Teman-teman Amboners (Fenti, mimin, lia,
k’itha, ikky, k’susy, vifi, vhy, andre, sany, ika)
16. Kakak-kakak TLK angkatan 2006, 2007, 2008 yang selalu
memberikan masukan dan kritikan yang membangun khususnya untuk
K’thessa, K’caken, K’yondry, K’yanti, K’ika, K’ivon, K’Michael.
17. Suster Veronica yang selalu mendoakan serta sahabat-sahabat
terbaikku Vita, Josep, ‘BICOP’ (Grace, Fanny, Purnomo, Billy, Inggrid,
Riana, Michael, Kevin, William, Alm. Filly)
viii
9
18. Penghuni BTP C/115, Jody, Marcel, Victy, dan Madel, terima kasih
untuk kebersamaan yang boleh dirasakan selama ini juga bantuan
dan semua hal boleh dilalui bersama.
Terima kasih yang sama Penulis ucapkan kepada semua
pihak yang tidak dapat disebutkan, semoga Tuhan memberkati kita
sekalian. Akhirnya semoga karya ini dapat bermanfaat bagi
pengembangan ilmu pengetahuan. Amin.
Makassar, Juli 2013
Jeany Olivia Michella Nanlohy
10
DAFTAR ISI
halaman
HALAMAN SAMPUL ................................................................... i
ABSTRAK ................................................................................... ii
ABSTRACT ................................................................................. iii
UCAPAN TERIMA KASIH ........................................................... iv
DAFTAR ISI ................................................................................ viii
DAFTAR TABEL ......................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ......................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................... xiii
DAFTAR SINGKATAN................................................................. xiv
BAB I PENDAHULUAN ........................................................... 1
I.1. Latar Belakang ........................................................ 1
I.2. Rumusan Masalah .................................................... 3
I.3. Tujuan Penelitian ...................................................... 3
I.4. Manfaat Penelitian .................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................... 4
II.1 Ginjal ........................................................................ 4
II.1.1 Anatomi Fisiologis Ginjal ....................................... 4
II.1.2 Fungsi dan Kerja Ginjal ......................................... 6
II.2 Kreatinin ................................................................... 8
II.2.1 Metabolisme Kreatinin………………………………. 8
x
11
II.2.2 Kreatinin Klirens..................................................... 9
II.3 Gagal Ginjal Kronik ................................................... 11
II.3.1 Patofisiologi Gagal Ginjal Kronik…………………… 14
II.3.2 Gambaran Laboratorium.....………………………... 15
II.4 Gagal Ginjal Akut ...................................................... 16
II.5 Indeks Massa Tubuh ................................................ 21
II.5.1 Definisi Indeks Massa Tubuh................….. ………. 21
II.5.2 Cara Mengukur Indeks Massa Tubuh…………….. 22
BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN ...................................... 23
III.1 Desain Penelitian .................................................... 23
III.2 Tempat dan Waktu Penelitian ................................. 23
III.3 Populasi Penelitian ................................................. 23
III.4 Perkiraan Jumlah Sampel ........................................ 23
III.5 Kriteria Sampel ........................................................ 25
III.6 Definisi Operasional................................................. 25
III.7 Alat dan Bahan ........................................................ 27
III.7.1 Alat......................................................................... 27
III.7.2 Bahan.................................................................... 27
III.8 Prosedur Kerja.………………………………………... 28
III.8.1 Pengambilan Darah .............................................. 28
III.8.1.1 Cara Mendapatkan Serum................................. 28
III.8.2 Prinsip Kerja Kadar Kreatinin Serum ................... 28
III.9 Cara Kerja .............................................................. 29
xi
12
III.9.1 Pemeriksaan Kreatinin Serum................................ 29
III.9.2 Pemeriksaan Kreatinin Klirens............................... 29
III.10 Analisis Data .......................................................... 29
III.11 Etika Penelitian ...................................................... 30
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................... 31
IV.1 Hasil Penelitian ...................................................... 31
IV.2 Pembahasan .......................................................... 32
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .......................................... 37
V.1 Kesimpulan ............................................................. 37
V.2 Saran ....................................................................... 37
DAFTAR PUSTAKA .................................................................... 38
DAFTAR TAB
LAMPIRAN-LAMPIRAN .............................................................. 40
xii
13
DAFTAR TABEL
Tabel halaman
1. Batasan Penyakit Gagal Ginjal Kronik .................................... …… 12
2. Diagnosis Banding GGA, GGK, dan GGT .............................. ….. 21
3. Klasifikasi IMT Dewasa Menurut Kemenkes RI 2003 ............. ….. 22
4. Karakteristik Jenis kelamin,usia,IMT terhadap Gagal Ginjal ……. 31
5. TKK terhadap GG …. .............................................................. ….. 32
6. Hasil uji T Independen TKK terhadap GGK dan GGA…............... 32
xiii
14
DAFTAR GAMBAR
Gambar halaman
1. Ginjal ..................................................................................... 5
2. Struktur Nefron ...................................................................... 5
3. Metabolisme Kreatinin............................................................ . 9
3. Perjalanan GGA .................................................................... 17
4. Kriteria RIFLE ......................................................................... 18
xiv
15
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran halaman
1. Skema Kerja Penelitian ........................................................ 40
2. Data Penelitian GGK ............................................................. 41
3. Data Penelitian GGA ............................................................. 42
4. Hasil Uji Statistik................................................................... . 43
5. Gambar Alat Penelitian......................................................... . 46
6. Komposisi Reagen Pemeriksaan ………...…………………… 47
7. Rekomendasi Persetujuan Etik ............................................. 48
xv
16
DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN
Lambang/singkatan Arti
GGK Gagal Ginjal Kronik
GGA Gagal Ginjal Akut
IGB Insufisiensi Ginjal Berkurang
IGK Insufisiensi Ginjal Kronik
GGT Gagal Ginjal Terminal
TKK Tes Kreatinin Klirens
IMT Indeks Massa Tubuh
LFG Laju Filtrasi Glomerulus
xvi
1
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit ginjal merupakan salah satu penyebab kematian dan
cacat tubuh di beberapa negara di seluruh dunia, termasuk di Indonesia.
Penyakit ginjal dapat dikelompokkan dalam dua kategori besar yakni
gagal ginjal kronik dan gagal ginjal akut. Di seluruh dunia pada tahun 1996
diperkirakan sekitar satu juta orang penderita gagal ginjal kronik menjalani
pengobatan pengganti ginjal (hemodialisis, dialisis peritoneal atau
transplantasi), dimana jumlah ini meningkat menjadi dua juta orang pada
tahun 2011. Di Malaysia, dengan populasi 18 juta, diperkirakan terdapat
1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di negara-negara berkembang
lainnya, insiden ini diperkirakan sekitar 40-60 kasus perjuta penduduk.
Survei komunitas yang dilakukan oleh Perhimpunan Nefrologi Indonesia
(Pernefri) menunjukkan 12.5% populasi sudah mengalami penurunan
fungsi ginjal (1,2,3,4).
Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang
progresif dan lambat (biasanya berlangsung beberapa tahun), terjadi
setelah berbagai macam penyakit merusak nefron ginjal. Pada awalnya,
beberapa penyakit ginjal terutama menyerang glomerulus
(glomerulonefritis), sedangkan jenis yang lain menyerang tubulus ginjal
(pielonefritis atau penyakit polikistik ginjal) atau dapat juga mengganggu
perfusi darah pada parenkim ginjal (nefrosklerosis), bila proses penyakit
2
tidak dihambat, maka pada semua kasus seluruh nefron akhirnya hancur
dan diganti dengan jaringan parut (2).
Gangguan ginjal akut merupakan penurunan mendadak faal ginjal
dalam 48 jam yaitu berupa kenaikan kreatinin serum ≥ 0 .3 mg/dl (≥ 26 .4
µmol/l), presentasi kenaikan kreatinin serum ≥ 50% (1.5 × kenaikan dari
nilai dasar), atau pengurangan produksi urin (oliguria yang tercatat ≤ 0.5
ml/kg/jam dalam waktu lebih dari 6 jam). Kriteria ini memasukan nilai
absolut maupun nilai presentasi dari perubahan kreatinin yang berkaitan
dengan umur, gender, dan indeks massa tubuh (3).
Urinalisis merupakan tes penting untuk dugaan kerusakan ginjal.
Merupakan tes saring pada gagal ginjal, baik akut maupun kronik.
Luasnya kerusakan ginjal dapat ditunjukkan dengan ditemukannya
proteinuria dan hematuria, yang memberikan gambaran adanya
kerusakan membran basalis glomerulus akibat bocornya plasma dan
eritrosit. Kerusakan fungsi glomerulus mengakibatkan penurunan laju
filtrasi glomerulus (LFG). Penurunan ini dapat diukur langsung dengan tes
kreatinin klirens (TKK), dengan menggunakan persamaan Cockroft &
Gault (4).
Menurut persamaan Cockroft dan Gault kreatinin klirens
Pada Pria :
Wanita : (2,3)
3
Tes laboratorium mendiagnosis GGK serta penentuan beratnya
didasari oleh tes kadar ureum, kreatinin atau kreatinin klirens. Tes lain
diperlukan untuk menunjang diagnosis GGK serta menentukan beratnya,
juga untuk menemukan etiologi, menemukan hal-hal yang masih dapat
diperbaiki serta menentukan adanya komplikasi (5).
Tes kreatinin klirens lebih spesifik untuk penyakit ginjal daripada
urea klirens, karena kreatinin darah lebih mencerminkan kerusakan ginjal
dibandingkan ureum darah. Kreatinin merupakan hasil akhir metabolisme
kreatin yang difiltrasi glomeruli ginjal. Peninggian kadar kreatinin
menunjukkan indikasi penyakit ginjal atau kerusakan nefron ≥ 50%.
Kreatinin klirens menunjukkan volume darah (ml) yang dibersihkan dari
kreatinin per menit (5,6).
Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah bagaimanakah kreatinin klirens pada Gagal Ginjal
Kronik dan Gagal Ginjal Akut menggunakan persamaan Cockroft-Gault.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana perbandingan
kreatinin klirens dengan persamaan Cockroft-Gault pada pasien Gagal
Ginjal Kronik dan Gagal Ginjal Akut.
Manfaat penelitian ini adalah untuk membantu tenaga medis dalam
melakukan diagnosis dan prognosis terhadap pasien GGK dan GGA serta
membantu dalam pengembangan penelitian selanjutnya.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Ginjal
II.1.1 Anatomi Fisiologis Ginjal
Ginjal terletak dibagian belakang abdomen atas, di belakang
peritoneum, di depan dua iga terakhir, dan tiga otot besar (transversus
abdominis, kuadratus lumborum, dan psoas mayor). Ginjal dipertahankan
dalam posisi tersebut oleh bantalan lemak yang tebal. Kelenjar adrenal
terletak diatas kutub masing-masing ginjal (2).
Ukuran ginjal pada manusia sangat kecil, anatomi juga sangat
sederhana, akan tetapi tanggung jawabnya terhadap kesehatan tubuh
sangat besar. Ginjal normal manusia ada 2 buah berwarna merah
keunguan, berbentuk seperti biji kacang merah dengan ukuran panjang
sekitar 11 cm dan lebar 6 cm dengan ketebalan kurang lebih 3,5 cm
serta berat sekitar 120 - 170 gram (rata-rata 150 gram) dengan lekukan
yang menghadap ke dalam (8,9).
Ginjal kanan sedikit lebih rendah dibandingkan ginjal kiri karena
tertekan ke bawah oleh hati. Lokasi ginjal terletak di punggung sebelah
belakang (lebih mengarah dekat tulang belakang) sedikit di atas pinggang,
di dalam rongga perut. Kedua ginjal dilapisi oleh lemak yang berguna
untuk meredam guncangan. (2,9)
4
5
Gambar 1. Ginjal. (Sumber : Omar Faiz, dkk. Anatomy At A Glance. BlackWell Science Ltd. 2002)
Kedua ginjal bersama-sama mengandung kira-kira 2.400.000
nefron, dan tiap nefron dapat membentuk urin sendiri. Pada dasarnya
nefron terdiri dari suatu glomerulus dimana cairan difiltrasikan, dan
suatu tubulus panjang tempat cairan yang difiltrasikan tersebut diubah
menjadi urin dalam perjalanannya ke pelvis ginjal (1).
Gambar 2. Struktur Nefron (Sumber : Paul D. Anderson. Anatomi dan Fisiologi Tubuh Manusia. EGC. 1996)
Fungsi dasar nefron adalah untuk membersihkan, atau
menjernihkan plasma darah dari zat-zat yang tidak dikehendaki ketika ia
mengalir melalui ginjal tersebut. Zat-zat yang harus dikeluarkan terutama
meliputi produk akhir metabolisme seperti urea, kreatinin,dan asam urat.
6
Selain itu banyak zat lain, seperti ion natrium, ion kalium, ion klorida, dan
ion hidrogen yang cenderung terkumpul di dalam tubuh dalam jumlah
yang berlebihan (1).
II.1.2 Fungsi dan Kerja Ginjal
Beberapa fungsi ginjal antara lain :
1. Mengatur keseimbangan pH darah
2. Meregulasikan tekanan darah. Ginjal menghasilkan enzim renin yang
bertugas mengontrol tekanan darah dan keseimbangan elektrolisis. Renin
mengubah protein dalam darah menjadi hormon angiotensin. Selanjutnya
angiotensin akan diubah menjadi aldosterone yang mengabsorbsi sodium
dan air ke dalam darah.
3. Memproses vitamin D sehingga dapat distimulasi oleh tulang.
4. Membuang racun dan produk buangan / limbah dari darah. Racun di
dalam darah diantaranya urea dan uric acid. Jika kandungan kedua racun
ini terlalu berlebihan, akan mengganggu metabolisme tubuh.
5. Menjaga kebersihan darah dengan meregulasi seluruh cairan (air dan
garam) di dalam tubuh (8).
Fungsi primer ginjal adalah mempertahankan volume dan komposisi
cairan ekstrasel dalam batas-batas normal. Tentu saja ini dapat terlaksana
dengan mengubah ekskresi air dan solut dimana kecepatan filtrasi yang
tinggi memungkinkan pelaksanaan fungsi ini dengan ketepatan yang
tinggi. Komposisi dan volume cairan ekstrasel ini dikontrol oleh filtrasi
glomerulus, reabsorpsi dan sekresi tubulus. Fungsi ginjal yang lainnya
7
antara lain mengekskresikan bahan-bahan kimia tertentu (obat-obatan
dan sebagainya), hormon-hormon dan metabolit lain (10).
Proses kerja ginjal :
1. Darah yang akan disaring dialirkan melalui arteri ginjal masuk ke dalam
ginjal yang di dalamnya terkandung air dan larutan lain. Sebagian larutan
yang tidak terfiltrasi akan kembali ke sirkulasi ke dalam vena.
2. Proses filtrasi / penyaringan dimana darah kemudian masuk ke kapiler
glomerulus. Dinding kapiler dari glomerulus memiliki pori-pori untuk filtrasi
atau penyaringan. Di dalam glomerulus ini zat terlarut dan air di saring
dan menghasilkan filtrate glomeruli (urin primer) untuk disalurkan ke
kapsul Bowman.
3. Filtrat glomeruli yang mengandung zat yang masih dapat dipakai oleh
tubuh misalnya asam amino, glukosa, air dan garam di bawa ke tubulus
proksimal, lengkung henle, dan tubulus distal untuk melalui proses
reabsorbsi (peyerapan kembali).
4. Cairan reabsorpsi tersebut melalui proses augmentasi dimana terjadi
penambahan (sekresi) zat-zat dari tubulus distal, antara lain ion hidrogen
(H+), ion klorida (Cl-), racun dan sisa obat yang tidak terpakai.
5. Urin lalu menuju saluran pengumpulan pada medulla yang bermuara di
pelvis renal pada rongga ginjal. Urin lalu di alirkan ke ureter menuju
kandung kemih dan disalurkan ke uretra (9).
8
II.2 Kreatinin
Kreatin dalam bentuk simpanan energinya yaitu fosfokreatin
terdapat dalam otot, otak dan darah. Kreatinin merupakan produk akhir
metabolisme kreatin, terbentuk di dalam otot dari kreatin fosfat, disintesa
dalam hati ditemukan dalam otot rangka. Ekskresi kreatinin di dalam urin
24 jam pada seseorang akan tampak konstan tiap-tiap harinya dan
sebanding dengan massa ototnya. Glisin, arginin dan metionin seluruhnya
juga turut serta pada biosintesis kreatin. Pemindahan gugus guanidino
dari arginin kepada glisin, yang membentuk senyawa guanidoasetat,
berlangsung di dalam ginjal tetapi tidak terjadi di hati atau otot jantung.
Sintesis kreatinin diselesaikan lewat reaksi metilasi guanidoasetat oleh
senyawa S-adenosilmetionin di hati (17).
II.2.1 Metabolisme Kreatinin
Kreatinin dalam urin berasal dari filtrasi glomerulus dan sekresi oleh
tubulus proksimal ginjal. Berat molekulnya kecil sehingga dapat secara
bebas masuk dalam filtrat glomerulus. Kreatinin yang diekskresi dalam
urin terutama berasal dari metabolisme kreatinin dalam otot sehingga
jumlah kreatinin dalam urin mencerminkan masa otot tubuh dan relatif
stabil pada individu sehat. Kreatinin yang terbentuk ini kemudian akan
berdifusi keluar sel otot untuk kemudian diekskresi dalam urin.
Pembentukan kreatinin dari keratin berlangsung secara konstan dan tidak
ada mekanisme reuptake oleh tubuh,sehingga sebagian besar kreatinin
yang terbentuk dari otot diekskresi lewat ginjal sehingga ekskresi kreatinin
9
dapat digunakan untuk menggambarkan filtrasi glomerulus walaupun tidak
100% sama dengan ekskresi inulin yang merupakan baku emas
pemeriksaan laju filtrasi glomerulus. Meskipun demikian, sebagian(16%)
dari kreatinin yang terbentuk dalam otot akan mengalami degradasi dan
diubah kembali menjadi kreatin. Sebagian kreatinin juga dibuang lewat
jalur intestinal dan mengalami degradasi lebih lanjut oleh kreatin kinase
bakteri usus. Kreatin kinase bakteri akan mengubah kreatinin menjadi
kreatin yang kemudian akan masuk kembali ke darah (enteric cycling ).
Produk degradasi kreatinin lainnya ialah 1-metilhidantoin, sarkosin, urea,
metilamin, glioksilat, glikolat, dan metil guanidin (17,18).
Gambar 3. Sumber : Koolman Jan, Heinrich Rohm K. Atlas Berwarna dan Teks Biokimia. Terjemahan oleh Septelia Inawati. Jakarta; Hipokrates; 2005.
II.2.3 Kreatinin Klirens
Klirens digunakan untuk menyatakan kemampuan ginjal untuk
membersihkan atau menjernihkan plasma dari berbagai zat. Bersihan
berbagai zat dapat ditentukan dengan hanya menganalisis konsentrasi zat
tersebut secara serentak di dalam plasma. Klirens kreatinin dianggap
sebagai pemeriksaan yang baik untuk mengestimasi LFG. Pada
10
insufisiensi ginjal, LFG akan menurun seiring bertambahnya usia, dan
pada dewasa tua kreatinin klirens akan berkurang sampai 60ml/menit (16).
Pemeriksaan kreatinin klirens memerlukan pemeriksaan kreatinin
serum. Pemeriksaan kreatinin klirens menggunakan serum sangat
memadai untuk menilai faal ginjal. Kreatinin diproduksi di otot dan
dikeluarkan melalui ginjal. Bila ada peninggian kreatinin dalam serum
berarti faal pengeluaran di glomerulus berkurang. Bila hendak lebih teliti
nilai kreatinin serum dikaitkan dengan umur, berat badan dan jenis
kelamin yakni dengan persamaan Cockroft-Gault. Menurut Cockroft dan
Gault kreatinin klirens pada orang yang tingginya lebih dari 5 kali, bila
pengumpulan urin sukar atau keadaan mendesak rumusnya adalah :
Pada pria :
Pada wanita :
BBI (Berat badan ideal dalam kg) pada pria adalah 50 + (2.3 × tinggi
badan dalam kaki) sedangkan BBI pada wanita adalah 45.5 + (2.3 × tinggi
badan dalam kaki) (5).
Klirens ginjal yang akurat adalah dengan menggunakan senyawa
eksogen dengan beberapa karakteristik, yaitu bahan biologis tidak toksik,
difiltrasi bebas oleh glomerulus, tidak direabsorbsi di tubulus, tidak
disekresi di tubulus, nilai klirensnya konstan dengan rentang hasil yang
luas terhadap konsentrasi plasma. Klirens ginjal dengan menggunakan
senyawa eksogen yang mempunyai karakteristik sebagai penanda LFG
11
relatif aman digunakan pada klirens ginjal dan telah diuji secara klinis,
seperti inulin (21).
II.3 Gagal Ginjal Kronik (GGK)
Gagal ginjal kronik adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat
persisten dan ireversibel. Gangguan fungsi ginjal adalah penurunan laju
filtrasi glomerulus yang dapat digolongkan ringan, sedang, dan berat.
Gagal ginjal kronik terjadi akibat penyakit ginjal primer (misalnya
glomerulonefritis kronis, pielonefritis kronis, ginjal polikistik) maupun
penyakit ginjal sekunder (misalnya nefropati hipertensi, nefropati diabetik,
nefropati obstruktif akibat batu saluran kemih) (5,11).
Penyebab gagal ginjal kronik di bagi dalam 3 kelompok, yaitu :
1. Penyebab prerenal :
Penyebab prerenal berupa gangguan aliran darah ke arah ginjal
sehingga ginjal kekurangan suplai darah. Kurangnya suplai darah
mengakibatkan kekurangan oksigen yang pada gilirannya menyebabkan
kerusakan jaringan ginjal (8).
2. Penyebab renal
Penyebab renal berupa gangguan atau kerusakan yang mengenai
jaringan ginjal sendiri seperti kerusakan akibat penyakit diabetes mellitus,
hipertensi, penyakit sistem kekebalan tubuh seperti Systemic Lupus
Erythematosus (SLE), peradangan, keracunan obat, kista dalam ginjal,
berbagai gangguan aliran darah di dalam ginjal yang merusak jaringan
ginjal (8).
12
3. Penyebab postrenal
Penyebab postrenal berupa gangguan atau hambatan aliran keluar
(output) urin sehingga terjadi aliran balik urin ke arah ginjal yang dapat
menyebabkan kerusakan ginjal (8).
Stadium dini penyakit ginjal kronik dapat dideteksi dengan
pemeriksaan laboratorium. Pengukuran kadar kreatinin serum dilanjutkan
dengan penghitungan nilai laju filtrasi glomerulus dapat mengidentifikasi
pasien yang mengalami penurunan fungsi ginjal (12).
Penyakit ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama
lebih dari 3 bulan, berdasarkan kelainan patalogis atau petanda kerusakan
ginjal seperti proteinuria. Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis
penyakit ginjal kronik ditegakkan jika nilai laju filtrasi glomerulus kurang
dari 60ml/menit/1.73m2 , seperti yang terlihat pada tabel 1 (13).
Tabel 1. Batasan penyakit gagal ginjal kronik
kerusakan ginjal > 3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus berdasarkan:
- kelainan patalogik
petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria atau kelainan pada pemeriksaan pencitraan
laju filtrasi glomerulus < 60 ml/menit/1.73m2 selama > 3 bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal
Sumber : Rindiastuti Yuyun., Deteksi Dini dan Pencegahan penyakit Gagal Ginjal Kronik. Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS. Available from : http://yuyunrindi.files.wordpress.com /2008/05/deteksi-dini-dan-pencegahan-penyakit-gagal-ginjal-kronik.pdf.html
13
Pada pasien dengan penyakit ginjal kronik, klasifikasi stadium
ditentukan oleh nilai laju filtrasi glomerulus, yaitu stadium yang lebih tinggi
menunjukkan nilai laju filtrasi glomerulus yang lebih rendah. Klasifikasi
tersebut membagi penyakit ginjal kronik dalam lima stadium (13).
a) Stadium I : Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau meningkat (>90
ml/min/1.73m2). fungsi ginjal masih normal tapi telah terjadi abnormalitas
patologi dan komposisi dari darah dan urin.
b) Stadium II : Penurunan LFG ringan yaitu 60-89 ml/min/1.73m2 disertai
dengan kerusakan ginjal. Fungsi ginjal menurun ringan dan ditemukan
abnormalitas patologi dan komposisi dari darah dan urin.
c) Stadium III : penurunan LFG sedang yaitu LFG 30-59 ml/min/1.73 m2.
Tahapan ini terbagi lagi menjadi tahapan IIIA (LFG 45-59 ml/min) dan
tahapan IIIB (LFG 30-44 ml/min). Saat pasien berada dalam tahapan ini
telah terjadi penurunan fungsi ginjal sedang.
d) Stadium IV : penurunan LFG berat yaitu 15-29 ml/menit/1.73 m2, terjadi
penurunan fungsi ginjal yang berat. Pada tahapan ini dilakukan persiapan
untuk terapi pengganti ginjal.
e) Stadium V : Gagal ginjal dengan LFG , 15 ml/menit/1.73m2, merupakan
tahapan kegagalan ginjal tahap akhir. Terjadi penururnan fungsi ginjal
yang sangat berat dan dilakukan terapi pengganti ginjal secara permanen
(14).
14
Gagal ginjal kerap tanpa keluhan sama sekali. Bahkan tidak sedikit
penderita mengalami penurunan fungsi ginjal hingga 90% tanpa di dahului
keluhan. Beberapa tanda atau gejala gagal ginjal yaitu :
1. Produksi Urin terasa kurang dibandingkan dengan kebiasaan
sebelumnya.
2. Urin berubah warna, berbusa, atau sering bangun malam untuk
mengeluarkan Urin.
3. Napas bau karena adanya kotoran yang mengumpul dirongga mulut.
4. Gatal-gatal, utamanya di kaki
5. Sering bengkak di kaki, pergelangan, tangan, dan muka. Antara lain
karena ginjal tidak bisa membuang air yang berlebihan.
6. Kehilangan nafsu makan , mual dan muntah.
7. Rasa pegal dipunggung (8,15). II.3.1 Patofisologi Gagal Ginjal Kronik
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada
penyakit yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya,
proses yang terjadi kurang lebih sama. Pengurangan massa ginjal
mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih
tersisa (surviving neprons) sebagai upaya kompensasi, yang diperantarai
oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factors. Hal ini
mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan
tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini
berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa
15
sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan
penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit dasarnya
sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktivitas renin-angiotensin-
aldosteron intrarenal, ikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya
hiperfiltrasi, sklerosis dan progresifitas tersebut. Aktivasi jangka panjang
aksis renin-angiotensin-aldosteron, sebagian diperantarai oleh growth
factor seperti transforming growth factor β (TGF β ). Beberapa hal juga
dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas penyakit ginjal kronik
adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia. Terdapat
variabilitas inter individual untuk terjadinya sklerosis dan fibrosis
glomerulus maupun tubulointerstitial (2,3).
II.3.2 Gambaran Laboratorium
Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi :
a. Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya.
b. Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan
kreatinin serum, dan penurunan LFG yang dihitung mempergunakan
rumus Cockroft-Gault. Kadar kreatinin serum saja tidak bisa
dipergunakan untuk memperkirakan fungsi ginjal.
c. Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin,
peningkatan kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia,
hiper atau hipokloremia, hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidosis
metabolik.
16
d. Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuri, leukosuria,
isostenuria (2,3).
II.4 Gagal Ginjal Akut (GGA)
Gagal Ginjal Akut adalah penurunan fungsi ginjal yang mendadak akibat
hilangnya kemampuan ginjal untuk mempertahankan homeostasis tubuh yang
ditandai dengan peningkatan kadar ureum dan kreatinin darah. Gagal ginjal akut
dibedakan menjadi GGA prerenal, GGA renal, GGA pasca renal (2).
Gangguan ginjal akut merupakan penurunan mendadak faal ginjal
dalam 48 jam yaitu berupa kenaikan kreatinin serum ≥ 0 .3 mg/dl (≥ 26 .4
µmol/l), presentasi kenaikan kreatinin serum ≥ 50% (1.5 × kenaikan dari
nilai dasar), atau pengurangan produksi urin (oliguria yang tercatat ≤0 .5
ml/kg/jam dalam waktu lebih dari 6 jam). Kriteria ini memasukan nilai
absolut maupun nilai presentasi dari perubahan kreatinin yang berkaitan
dengan umur, gender, indeks massa tubuh dan mengurangi kebutuhan
untuk pengukuran nilai basal kreatinin serum dan hanya diperlukan 2 kali
pengukuran dalam 48 jam. Produksi air seni (urin) dimasukan sebagai
kriteria karena mempunyai prediktif dan mudah diukur. Kriteria diatas
harus memperhatikan adanya obstruksi saluran kemih dan sebab – sebab
oliguria lain yang reversible. Kriteria diatas diterapkan berkaitan dengan
gejala klinik dan pasien sudah mendapat cairan yang cukup (2).
17
Gambar 4. Perjalanan GGA (Suboyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Marcellus SK, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi kelima Jilid II. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta. 2009.) Sesuai dengan gambar 4 Perjalanan GGA dapat :
1. Sembuh sempurna
2. Penurunan faal ginjal sesuai dengan tahap-tahap GGK (Chronic
Kidney Disease (CKD) tahap 1 - 4)
3. Eksaserbasi berupa naik turunnya progresivitas GGK / CKD tahap
1 – 4
4. Kerusakan tetap dari ginjal (GGK, CKD tahap 5).
Adanya pasien yang sembuh atau membaik dari penurunan fungsi
ginjal yang mendadak menunjukkan terdapat derajat dari GGA ringan
sampai berat. Perubahan nilai kreatinin serum yang sedikit meninggi dapat
menunjukkan kondisi yang lebih berat. Pada klasifikasi RIFLE (Risk,
Injury, Failure, Loss, ESRD) dapat membantu untuk mengetahui tahap-
tahap dari GGA.
18
1. Risk : Kenaikan kreatinin serum ≥ 1.5x nilai dasar atau penurunan
LFG ≥ 25%
2. Injury : Kenaikan kreatinin serum ≥ 2.0x nilai dasar atau penurunan
LFG ≥ 50%
3. Failure : Kenaikan kreatinin serum ≥ 3.0 5x nilai dasar atau
penurunan LFG ≥ 75%
4. Loss : Gangguan ginjal akut yang berlangsung ≥ 4 minggu dan
fungsi ginjal tidak dapat kembali normal
5. ESRD : Gangguan ginjal akut ≥ 3 bulan
Klasifikasi RIFLE untuk Ganguan ginjal akut dapat dilihat pada
gambar 5.
Gambar 5. RIFLE criteria for diagnosis of AKI (Suboyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Marcellus SK, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi kelima Jilid II. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta. 2009.) Penyebab gagal ginjal akut dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor
yang dapat dikategorikan prerenal yaitu gagal ginjal yang terjadi karena
aliran darah sebelum mencapai ginjal, postrenal adalah kelainan yang
19
mempengaruhi gerakan keluar urin dari ginjal dan kelainan yang berasal
dari ginjal itu sendiri seperti tidak aktifnya filtrasi darah sehingga limbah
tidak keluar seperti semestinya atau produksi urin (2).
a) Gagal Ginjal Akut Prerenal
Prerenal adalah jenis yang paling umum dari gagal ginjal akut
(60% -70% dari semua kasus). Ginjal tidak menerima cukup darah untuk
menyaring molekul-molekul yang tidak diperlukan tubuh (seperti toksin).
Penyebaran karena gangguan diluar renal, seperti syok hypovolemik.
misalnya terjadi pada:
a. Dehidrasi berat dapat menyebabkan GGA dan diare, jika tidak segera
diatasi diare akan sembuh teapi ginjal menjadi rusak
b. Perdarahan: banyak darah yang keluar yang mengakibatkan volume
darah menurun, sehingga terjadi syok
c. Gagal jantung: jantung tidak dapat memenuhi kebutuhan aliran darah
sehingga darah yang mengalir ke ginjal sedikit.
d. Sepsis yang menyebabkan syok (2).
b) Gagal Ginjal Akut Renal
Disebabkan oleh kelainan vaskuler seperti vaskulitis, hipertensi
maligna, nefritis interstitial akut. Nekrosis tubular akut (NTA) dapat
disebabkan oleh berbagai sebab seperti penyakit tropik, gigitan ular,
trauma, toksik lingkungan dan zat-zat nefrotoksik. Pasca operasi dapat
menyebabkan NTA pada 20 – 25% hal ini disebabkan adanya penyakit-
penyakit hipertensi, penyakit jantung, penyakit pembuluh darah, diabetes
20
mellitus, ikterus, dan usia lanjut, jenis operasi yang berat seperti
transplantasi hati, transplantasi jantung. Dari golongan zat-zat nefrotoksik
perlu dipikirkan nefropati karena zat radio kontras, obat-obatan seperti anti
jamur, anti virus, anti neoplastik. Meluasnya pemakaian NARKOBA juga
meningkatkan kemungkinan NTA (2).
c) Gagal Ginjal Akut Postrenal
Gagal ginjal akut postrenal merupakan 10% dari keseluruhan GGA.
GGA postrenal disebabkan oleh obstruksi intra renal dan ekstra renal.
Obstruksi intra renal terjadi karena deposisi kristal (urat, oxalat,
sulfonamid) dan protein (mioglobin, hemoglobin). Obstruksi ekstra renal
dapat terjadi pada pelvis ureter oleh obstruksi intrinsik (tumor, batu,
nekrosis papilla) dan ekstrinsik (keganasan dalam pelvis dan
retoperitonial, fibrosis) serta pada kandung kemih (batu, tumor, hipertrofi /
keganasan prostat) dan uretra (sriktura). GGA postrenal terjadi bila
obstruksi akut terjadi pada uretra, buli-buli dan ureter bilateral atau
obstruksi pada ureter unilateral dimana ginjal satunya tidak berfungsi (2,3).
21
Tabel 2. Diagnosis banding GGA, GGK, dan GGT (5)
Gagal Ginjal Akut (GGA)
Gagal Ginjal Kronik (GGK)
Gagal Ginjal Terminal (GGT)
Patognomonik • Anamnesis GGA + NTA ( nekrosis tubular akut )
• Kedua ginjal membesar
• Syok • Oliguria • Rasio
Ureum/Kreatinin ≤ 20
• Anamnesis GGK+ • Kedua ginjal kecil • Osteodistrofi ginjal,
neuropati • Hipertensi • Anemia berat • Pigmentasi kulit,
berwarna pucat & kekuningan, gata-gatal bekas garukan.
• Lanjutan dari GGK dengan gejala yang lebih berat, sesak nafas, kejang sampai tidak sadar.
• Klirens kreatinin ≤ 5 ml/menit.
Sugestif • Anemia ringan • Sesak, kejang • Udem perifer • Pleural efusion • Pernafasan
Kussmaul • Oliguria • Rasio
Ureum/kreatinin plasma ≤ 20
• Hipertrofi vertikel kiri
• Haus, nokturia, pruritus, anoreksia, nausea yang berlangsung lama.
• Poliuria • Rasio
Ureum/kreatinin plasma ≥ 20
• Oliguria • Rasio
ureum/kreatinin plasma ≥ 20
Sumber : Hardjoeno, H, dkk. Interpretasi Hasil Tes Laboratorium Diagnostik. LEPHAS. Makassar. 2012. II.5 Indeks Massa Tubuh (IMT)
II.5.1 Definisi Indeks Massa Tubuh
Indeks massa tubuh (IMT) adalah berat badan dalam kilogram (kg)
dibagi tinggi dalam meter kuadrat (m2). IMT merupakan indikator yang
paling sering digunakan dan praktis untuk mengukur tingkat populasi berat
badan lebih dan obese pada orang dewasa. IMT dapat memperkirakan
jumlah lemak tubuh yang dapat dinilai dengan menimbang di bawah air (r2
=79%) dengan kemudian melakukan koreksi terhadap umur dan jenis
kelamin. (19)
22
II.5.2 Cara Mengukur Indeks Massa Tubuh
Berdasarkan metode pengukuran IMT menurut WHO 2011, untuk
menentukan indeks massa tubuh sampel maka dilakukan dengan cara:
sampel diukur terlebih dahulu berat badannya dengan timbangan
kemudian diukur tinggi badannya dan dimasukkan ke dalam rumus di
bawah ini:
Tabel 3. Klasifikasi IMT Dewasa menurut Kemenkes RI 2003. (20)
Kategori IMT Klasifikasi
< 17.0 Kurus (kekurangan berat badan tingkat berat)
17.0 – 18.4 Kurus (kekurangan berat badan tingkat ringan)
18.5 – 25.0 Normal
25.1 – 27.0 Kegemukan (kelebihan berat badan tingkat ringan)
> 27.0 Gemuk (kelebihan berat badan tingkat berat)
Sumber : Kemenkes RI. 2010. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia N0. 1995/Menkes/SK/XII/2010 tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak.
23
BAB III
PELAKSANAAN PENELITIAN
III.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini bersifat observasional menggunakan desain
Cross Sectional untuk melihat perbedaan kreatinin klirens dengan
persamaan Cockroft-Gault antara pasien Gagal Ginjal Kronik dan Gagal
Ginjal Akut.
III.2 Tempat Dan Waktu Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Dr. Wahidin
Sudirohusodo Makassar pada bulan April sampai awal Juni 2013.
III.3 Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi penelitian adalah pasien Gagal Ginjal Kronik dan Gagal
Ginjal Akut yang memeriksakan diri pada Rumah Sakit Umum Dr. Wahidin
Sudirohusodo Makassar, dan sampel penelitian adalah semua pasien
Gagal Ginjal Kronik dan Gagal Ginjal Akut yang memenuhi kriteria inklusi.
III.4 Perkiraan Besar Sampel
Besar sampel diperkirakan berdasarkan rumus Simple Random
Sampling:
23
24
Keterangan :
- Z = Deviat baku normal untuk tingkat kemaknaan,
[ditetapkan]. Nilai ini dipilh sesuai dengan Interval
Kepercayaan (IK) yang diinginkan. Bila IK 95% berarti
= 0,05, sehingga Z
- P = proporsi penyakit atau keadaan yang akan dicari, P (dari
pustaka) atau Perkiraan proporsi (prevalensi)
penyakit/efek pada populasi dari penelitian sebelumnya.
- Q = 1 – P
- d = kesalahan absolut yang dapat ditolerir, d (10%),d
(ditetapkan).
- N = besar sampel
Prevalensi proporsi berdasarkan penelitian sebelumnya untuk GGK (P)
adalah
Maka nilai – –
Jadi n
=
=
=
=
=
25
Prevalensi proporsi berdasarkan penelitian sebelumnya untuk GGA (P) adalah
=
=
Maka nilai – –
Jadi n =
=
III.5 Kriteria Sampel
Krirteria inklusi : Pasien yang telah bersedia menadatangani Informed
Consent dan telah didiagnosa oleh dokter sebagai pasien Gagal Ginjal
Kronik dan Gagal ginjal Akut. Usia lebih dari 30 tahun baik laki-laki
maupun perempuan.
Kriteria eksklusi : Sampel beku, hemolisis, lipemik dan ikterik.
III.6 Definisi Operasional dan Kriteria Objektif
1. Pasien Gagal Ginjal Kronik (GGK)
Pasien yang mengalami suatu sindroma klinis yang ditandai dengan
fungsi ginjal menurun secara bertahap (progresif) dan telah didiagnosa
oleh dokter mengalami Gagal Ginjal Kronik.
=
=
26
2. Gagal Ginjal Akut (GGA)
Pasien yang mengalami suatu sindroma klinis yang ditandai dengan
fungsi ginjal yang menurun secara cepat (biasanya dalam beberapa
hari) dan telah didiagnosa oleh dokter mengalami Gagal Ginjal Akut.
3. Kreatinin merupakan hasil akhir metabolisme kreatin yang difiltrasi dari
glomeruli ginjal. Kreatinin serum diukur menggunakan alat ABX Pentra
400 Plus dengan prinsip spektrofotometrik dengan panjang gelombang
500 nm. Hasil dinyatakan dalam satuan mg/dl.
Nilai Rujukan Kreatinin Darah
Pria : 0.7 – 1.1 mg/dl
Wanita : 0.6 – 0.9 mg/dL
4. Kreatinin Klirens dihitung menggunakan Rumus Cockroft-Gault pada
Pria :
Wanita :
Nilai Rujukan Kreatinin Klirens menurut Perhimpunan Nefrologi
Indonesia (Pernefri)
125 – 100 ml/menit = Normal
100 – 76 ml/menit = Insufisiensi ginjal berkurang
75 – 26 ml/menit = Insufisiensi ginjal kronik
25 – 5 ml/menit = GGK
≤ 5 ml/menit = Gagal Ginjal Terminal
27
5. Berat badan (BB) adalah pengukuran berat badan pasien dengan
menggunakan timbangan berat badan dan dinyatakan dalam satuan
Kilogram (Kg).
6. Tinggi badan adalah pengukuran tinggi pasien menggunakan meteran
dan dinyatakan dalam satuan centimeter (cm).
7. Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah hasil dari berat badan dalam satuan
kilogram di bagi tinggi badan kuadrat dalam satuan meter atau :
Kategori IMT dan Klasifikasinya :
< 17.0 : Kurus (kekurangan berat badan tingkat berat)
17.0 – 18.4 : Kurus (kekurangan berat badan tingkat ringan)
18.5 – 25.0 : Normal
25.1 – 27.0 : Kegemukan (kelebihan berat badan tingkat ringan)
> 27.0 : Gemuk (kelebihan berat badan tingkat berat)
8. Sampel ikterik : serum yang berwarna kuning cokelat
9. Sampel lipemik : serum yang keruh, putih atau seperti susu
III.7 Alat dan Bahan Penelitian
III.7.1 Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan adalah Vacutainer, torniquet, sentrifuge,
cup sampel, rak sampel, sentifuge dan ABX Pentra 400 Plus.
III.7.2 Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan adalah etanol 70%, kapas, darah vena,
reagen pemeriksaan kreatinin.
28
III.8 Prosedur Kerja
III.8.1 Pengambilan Darah Vena
Alat dan bahan yang digunakan disiapkan, karet pembendung
diikat pada lengan atas 10 cm di atas bagian yang akan dilakukan
pengambilan darah vena, etanol 70% diusap pada tempat yang akan
ditusuk, biarkan beberapa detik untuk mengeringkan etanol, bagian vena
ditusuk dengan ujung jarum menghadap ke atas dengan sudut kemiringan
45 derajat, bila darah sudah mengalir, karet pembendung dilepaskan.
Kapas kering steril diletakkan di atas tempat penusukan bila volume darah
sudah cukup untuk pemeriksaan dengan segera lepaskan jarum.
III.8.1.1 Cara mendapatkan serum
Dimasukkan darah yang sudah beku ke dalam sentrifus untuk
disentrifus. Posisi tabung dalam sentrifus diatur dengan posisi yang
seimbang. Dilakukan sentrifus dengan kecepatan 3000 rpm dalam waktu
15 menit, dan diambil serumnya untuk dilakukan pemeriksaan.
III.8.2 Prinsip Kerja Pemeriksaan Kadar Kreatinin Serum
Pemeriksaan kreatinin serum menggunakan metode Jaffe reaction.
Pengukuran juga dilakukan secara spektrofotometrik dengan prinsip :
Kreatinin bereaksi dengan asam pikrat membentuk suatu kompleks
dengan panjang gelombang 500 nm. Prosedur kerja alat meliputi
pemeriksaan kondisi alat, menghidupkan (ON/Power) alat, kontrol dan
kalibrasi alat, analisa sampel, serta mematikan (OFF) alat.
29
III.9 Cara Kerja
III.9.1 Pemeriksaan Kreatinin Serum
Disiapkan alat dan bahan yang diperlukan. Dimasukkan reagen
kreatinin ke dalam rak reagen yang terdapat dalam alat. Dimasukkan
sampel serum yang terdapat dalam tabung dan diletakkan pada rak
sampel sesuai nomor pemeriksaan. Isi data pasien, jenis permintaan
pemeriksaan dan karakteristik sampel. Program diatur pada kode
pemeriksaan yang sudah ditentukan, alat akan bekerja secara otomatis.
Kemudian diperoleh hasil pemeriksaan.
III.9.2 Pemeriksaan Kreatinin Klirens
Ditimbang berat badan pasien, diambil sampel darah untuk tes
kreatinin, kemudian tes kreatinin klirens (TKK) dihitung dengan
menggunakan rumus Cockroft-Gault :
Pria :
Wanita :
III.10 Analisis Data
Pengolahan data penelitian ini menggunakan uji paired t-tes
dengan bantuan SPSS for Windows (Statistic Program for Social Science)
versi 19.00.
30
III.11 Etika Penelitian
1. Informed Consent
Lembaran persetujuan ini diberikan kepada responden yang akan
diteliti yang memenuhi kriteria dan disertai judul penelitian dan manfaat
penelitian, bila subjek menolak, maka peneliti akan menghormati hak-
hak responden.
2. Anonymity (Tanpa nama)
Untuk menjaga kerahasiaan, peneliti tidak akan mencantumkan nama
responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada
lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan.
3. Confidentiality (Kerahasiaan)
Memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi
maupun masalah-masalah lainnya. Semua informasi yang telah
dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti.
31
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1. Hasil Penelitian
Telah dilakukan penelitian tentang analisis kreatinin klirens dengan
persamaan Cockroft-Gault pada pasien GGK dan GGA di Rumah Sakit Dr.
Wahidin Sudirohusoso Makassar pada bulan April sampai awal bulan Juni
2013 sebanyak 39 sampel yaitu 35 sampel pasien GGK dan 4 sampel
GGA.
Tabel 4. Karakteristik jumlah sampel berdasarkan Jenis Kelamin, Usia, dan IMT terhadap GGA dan GGK
Karakteristik GGA n (%)
GGK n (%)
Total n (%)
Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan
2 (50) 2 (50)
24 (68.6) 11 (31.4)
26 (66.7) 13 (33.3)
Usia ≤ 30 31-40 41-50 51-60 61-70
1 (25) 2 (50) 1 (25) 0 (0) 0 (0)
0 (0) 0 (0)
19 (54.3) 13 (31.7) 3 (8.6)
1 (2.6) 2 (5.1)
20 (51.3) 13 (33.3) 3 (7.7)
IMT ≤ 17 17.0-18.4 18.5-25.0 25.1-27.0 ≥ 27.0
0 (0) 0 (0)
4 (100) 0 (0) 0 (0)
2 (5.7) 2 (5.7)
21 (60.0) 4 (11.4) 6 (17.1)
2 (5.1) 2 (5.1)
25 (64.1) 4 (10.3) 6 (15.4)
Angka kejadian gagal ginjal lebih tinggi pada laki-laki (66.7%)
dibandingkan dengan perempuan (33.3%) sedangkan angka kejadian
gagal ginjal terbesar pada GGK terdapat pada kategori 41-50 tahun dan
pada GGA terbesar terdapat pada kategori 31-40 tahun dan angka
kejadian gagal ginjal terbesar pada kategori IMT 18.5 -25.0 yaitu pada
klasifikasi normal dan angka kejadian terkecil pada kategori IMT ≤ 17.0
31
32
dan 17.0 – 18.4 yaitu pada klasifikasi Kekurangan berat badan tingkat
berat dan kekurangan berat badan tingkat ringan.
Tabel 5. Kreatinin klirens terhadap GGA dan GGK
Kreatinin Klirens GGA n (%)
GGK n (%)
Total n (%)
Normal 0 (0) 0 (0) 0 (0) IGB 0 (0) 0 (0) 0 (0) IGK 1 (25) 0 (0) 1 (2.6) GGK 3 (75) 26 (74.3) 29 (74.4) GGT 0 (0) 9 (25.7) 9 (23.1)
Ket : IGB (Insufisiensi Ginjal Berkurang), IGK (Insufisiensi Ginjal Kronik),GGK (Gagal Ginjal Kronik), GGT (Gagal Ginjal Terminal)
Tabel 6. Statistik uji T independen Kreatinin Klirens terhadap GGA dan GGK
KK GG N Mean t. hitung t. tabel Nilai P
GGK 35 7.0394 -4.800 2.026192 0.00
GGA 4 28.6925 IV.2 Pembahasan
Gagal ginjal biasanya dibagi dalam dua kategori yaitu kronik dan
akut. Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang
progesif dan lambat (biasanya berlangsung beberapa tahun), sebaliknya
gagal ginjal akut terjadi dalam beberapa hari atau beberapa minggu. Pada
kedua kasus ini, ginjal kehilangan kemampuannya untuk
mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh dalam keadaan
asupan makanan normal (2).
Pemeriksaan kreatinin klirens dilakukan terhadap 39 sampel pada
pasien gagal ginjal kronik (GGK) dan gagal ginjal akut (GGA) di Rumah
sakit Dr.Wahidin Sudirohusodo Makassar pada bulan April sampai awal
Juni 2013. Jenis penelitian bersifat cross-sectional study yaitu pengukuran
kadar kreatinin serum hanya dilakukan sekali dalam waktu yang
bersamaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana
33
perbandingan klirens kreatinin dengan persamaan Cockroft-Gault pada
pasien Gagal Ginjal Kronik dan Gagal Ginjal Akut.
Angka kejadian penderita gagal ginjal lebih tinggi pada laki-laki
(66.7%) dibandingkan dengan perempuan (33.3%) dapat dilihat pada
tabel 4. Faktor risiko biologis yang tidak dapat diubah seperti usia, jenis
kelamin, genetik dan riwayat keluarga. Salah satu dari faktor tersebut
adalah jenis kelamin. Penelitian Jaladerany, Cowell, dan Geddes (2006)
pada pasien penyakit gagal ginjal di Inggris yang menunjukkan hal yang
sama, peneliti mendapatkan bahwa jumlah laki-laki lebih banyak dari pada
perempuan. Prevalensi laki-laki lebih besar daripada perempuan karena
aktivitas laki-laki lebih banyak, sedangkan perempuan lebih sering
menunda dialisis dibanding pria karena kesibukannya dalam pekerjaan
mengurus rumah tangga (5,14).
Subjek penelitian berdasarkan usia yang dikelompokkan ke dalam
beberapa kelompok usia dalam tabel 4. Kelompok usia dengan angka
kejadian tertinggi pada kelomopk usia kelompok 41 – 50 tahun sebanyak
20 (51.3 %) pasien, dan kelompok usia dengan angka kejadian terendah
pada kelompok usia ≤ 30 tahun sebanyak 1 (2.6%) pasien. Pada
umumnya penurunan fungsi ginjal mulai terjadi pada saat seseorang mulai
memasuki usia 30 tahun dan pada 60 tahun fungsi ginjal menurun sampai
50% yang diakibatkan karena berkurangnya jumlah nefron dan tidak
adanya kemampuan untuk regenerasi. Oleh karena itu, dari data tersebut
34
dapat diketahui bahwa pertambahan umur turut menjadi faktor risiko
terjadinya penyakit gagal ginjal (2,9).
Karateristik jumlah sampel berdasarkan Indeks Massa Tubuh
terhadap pasien Gagal ginjal pada tabel 4 angka kejadian gagal ginjal
terbesar pada kategori IMT 18.5 -25.0 sebanyak 25 (64.1%) pasien yaitu
pada klasifikasi normal, kemudian pada kategori ≥ 27.0 sebanyak 6
(15.4%) pasien yaitu pada klasifikasi kelebihan berat badan tingkat berat,
selanjutnya pada kategori 25.1 – 27.0 sebanyak 4 (10.3%) pasien yaitu
pada klasifikasi kelebihan berat badan tingkat ringan dan angka kejadian
terkecil pada kategori IMT ≤ 17.0 dan 17.0 – 18.4 masing-masing
sebanyak 2 (5.1%) pasien yaitu pada klasifikasi kekurangan berat badan
tingkat berat dan kekurangan berat badan tingkat ringan. Hal ini
menunjukan kondisi pasien yang mengalami gagal ginjal dalam penelitian
ini memiliki indeks massa tubuh yang normal.
Tes kreatinin klirens dengan rumus Cockroft-Gault menggunakan
serum, dikaitkan dengan umur serta berat badan, dapat dilakukan karena
kreatinin diproduksi di otot dan di keluarkan melalui ginjal sehingga
peninggian kreatinin dalam serum berarti faal pengeluaran di glomerulus
berkurang, pemeriksaan ini masih dipengaruhi oleh massa otot penderita.
Pada tabel 5 kreatinin klirens terhadap 35 pasien Gagal Ginjal
Kronik (GGK) nilai kreatinin klirens terbesar pada kelompok GGK yaitu
dengan nilai kreatinin klirens 25 – 5 ml/menit sebanyak 26 (74.3%) pasien,
kemudian pada kelompok GGT yaitu dengan nilai kreatinin klirens ≤ 5
35
ml/menit sebanyak 9 (25.7%) pasien. Pada 4 pasien Gagal Ginjal Akut
(GGA) nilai kreatinin klirens terbesar pada kelompok GGK yaitu dengan
nilai kreatinin klirens 25 – 5 ml/menit sebanyak 3 (75.0%) pasien dan pada
kelompok IGK dengan nilai kreatinin klirens 75 – 26 ml/menit sebanyak 1
(25.0%) pasien. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa kreatinin klirens
pada gagal ginjal kronik (GGK) menunjukan tahapan perjalanan penyakit
GGK dan ada beberapa pasien yang masuk dalam tahapan Gagal Ginjal
Terminal (GGT). Tahapan ini merupakan tahapan lanjutan dari GGK dan
tahapan ini telah diketahui sebelumnya bahwa penderita sudah merasa
sangat terganggu dan tidak dapat melakukan kegiatan sehari-hari dan
merupakan indikasi dilakukan hemodialisis. Pada nilai kreatinin klirens
pada pasien Gagal Ginjal Akut (GGA), hasil yang didapatkan menunjukan
pasien telah memasuki perjalanan GGA yang ke 2 yaitu penurunan faal
ginjal sesuai dengan tahap-tahap GGK atau masuk dalam tahap III AKI
(acute kidney injury) dengan peningkatan kadar kreatinin serum sebanyak
3× lipat dari nilai dasar. Peningkatan kadar kreatinin serum pada pasien
GGA mempengaruhi nilai kreatinin klirens yang akan didapatkan karena
kreatinin klirens dihitung sesuai dengan kadar kreatinin serum pada
pasien (3,5).
Untuk mengetahui perbandingan kreatinin klirens dengan
persamaan Cockroft-Gault pada pasien Gagal Ginjal Kronik dan Gagal
Ginjal Akut digunakan uji T independen dengan nilai α = 5% (tingkat
kepercayaan 95%), dengan bantuan Software SPSS for Windows
36
versi 19 yang hasil pengujiannya dapat dilihat pada tabel 6.
Pembacaan hasil uji statistik berdasarkan probabilitas dengan cara
menentukan hipotesis statistik maka:
Ho : Tidak ada perbedaan antara rata-rata nilai kreatinin klirens pada
GGK dengan rata-rata nilai kreatinin pada GGA.
Ha : Ada perbedaan antara rata-rata nilai kreatinin klirens pada GGK
dengan rata-rata nilai kreatinin pada GGA.
Penentuan kesimpulan probabilitas atas hipotesis statistik sebagai berikut:
jika probabilitas (signifikans) > 0,05, maka Ho : diterima dan jika
probabilitas (signifikans) < 0,05, maka Ho : ditolak. Nilai t hitung > t tabel
dan nilai Signifikan < α (0,05), maka Ho ditolak.
Pada tabel 6 didapatkan hasil berdasarkan uji T independen yaitu
nilai t hitung < t tabel (-4.800 < 2.026) dan nilai P (0.00 < 0.05) maka Ho
ditolak artinya bahwa ada perbedaan antara rata-rata nilai kreatinin klirens
GGK 7.0394 ml/menit dengan rata-rata nilai kreatinin klirens GGA 28.6925
ml/menit atau Kedua kelompok memiliki varian yang berbeda.
37
BAB V
PENUTUP
V.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh
kesimpulan bahwa pasien laki-laki ≥ 30 tahun lebih banyak mengalami
penurunan fungsi ginjal dibandingkan dengan pasien perempuan.
Ada perbedaan yang signifikan antara rata-rata nilai kreatinin
klirens Gagal Ginjal Kronik dengan rata-rata nilai kreatinin klirens Gagal
Ginjal Akut.
V.2. Saran
Laki-laki dengan usia ≥ 30 tahun sebaiknya melakukan
pemeriksaan dini fungsi ginjal agar dapat mencegah penurunan fungsi
ginjal di usia lanjut.
Pasien Gagal Ginjal Kronik dan Gagal Ginjal Akut sebaiknya rutin
melakukan pengontrolan kadar kreatinin serum dan nilai kreatinin klirens
agar mengetahui tahapan – tahapan pada penyakit Gagal Ginjal.
Sebaiknya dilakukan penelitian ini dengan menggunakan populasi
sampel yang lebih banyak dan seimbang dalam skala jumlah pasien per
tahun.
37
38
DAFTAR PUSTAKA
1. Guyton, A.C. & Hall, J.E. 2005. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed.11. Terj. dari Review of Medical Physiology, oleh Setiawan, I. & Santoso, A . EGC. Jakarta. Hal 512-525
2. Price, A.S, Wilson, L.M. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume 2 Edisi 6. Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2006. Hal 899-1001.
3. Suboyo, A.W, Setiyohadi, B, Alwi, I, Marcellus, S.K, Setiati, S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi kelima Jilid II. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta. 2009. Hal 1035-1049.
4. Susalit, E. Diagnosis dini penyakit Ginjal Kronik. RSUPN. Dr. Cipto Mangunkusumo. Jakarata. 2009
5. Hardjoeno, H, dkk. Interpretasi Hasil Tes Laboratorium Diagnostik. LEPHAS. Makassar. 2012. Hal 137-162.
6. National Kidney Foundation, Clinical Practice Guidelines for Chronic Kidney Disease Evaluation, Classification and Stratification : Part 5. Evaluation of Laboratory Measurement for Clinical Assesment of Kidney Disease. NKF K/ DOQI Guidelines 2000.
7. Risch, L, Blumberg, A, Huber, A.R. Assessment of Renal Fuction in Renal Transplant Patiens Using Cystatin C. A Comparison to Other Renal Function Makers and Estimates. Renal Failure 2001; 23 (3 & 4) : 439-448
8. Colvy, J, Aendy, editor.Gagal Ginjal “Tips Cerdas Mengenali & Mencegah Gagal Ginjal. Penerbit DAFA Publishing. Yogyakarta.2010
9. Fransisca, K. Waspadalah 24 Penyebab Ginjal Rusak. Penerbit Cerdas Sehat. Jakarta.2011
10. Sutanto, P. Klasifikasi Stadium Gagal Ginjal Kronik pada Pria yang menderita Gagal Ginjal Kronik Berdasarkan Perhitungan Laju Filtrasi Glomerulus di RSMH Palembang. Palembang. 2003 Available from :http://thebenez.wordpress.com
11. Mansjoer, A. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jilid I. Media Aesculapius FK-UI. Jakarta. 2001. hal. 531
38
39
12. Irawan, M.A. Polton Sport Science & Performance Lab. Vol.1. Jakarta. 2007. Available Pdf file
13. Rindiastuti, Y. Deteksi Dini dan Pencegahan penyakit Gagal Ginjal Kronik. Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS. Available from : http://yuyunrindi.files.wordpress.com/2008/05/deteksi-dini-dan-pencegahan-penyakit-gagal-ginjal-kronik.pdf.html
14. Erwinsyah. Hubungan antara Quick of Blood (Qb) dengan Penurunan Kadar Ureum dan Kreatinin Plasma pada Pasien CKD Yang Menjalani Hemodialisis Di RSUD Raden Mattaher Jambi. Universitas Indonesia. 2009. Available Pdf file
15. Gandasoebrata, R. Penuntun Laboratorium Klinik. Cetakan 11. Dian Rakyat. Jakarta. 2004. Hal 7- 8, 128-131.
16. Kee, J.L. 2007. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium & Diagnostik. Ed. 6. Terj. dari Guidelines for Diagnostic Laboratory, oleh Kurnianingsih, S. EGC. Jakarta. Hal. 150-152
17. Murray, R.K. Biokimia Harper. Edisi 25. Penerbit EGC; Jakarta 2003,Hal. 340
18. David, R. Kedokteran Klinis. Edisi VI. Lecture Notes. Penerbit Erlangga. Jakarta. 2007. Hal. 229
19. Sugondo, Setiyohadi, B, Alwi I, Marcellus SK, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi keempat Jilid III. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta. 2006. Hal. 323
20. Kemenkes RI. 2010. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia N0. 1995/Menkes/SK/XII/2010 tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak.
21. Sukandar, E. Nefrologi Klinik. Edisi III. Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas kedokteran UNPAD. Bandung.2006
22. Koolman, J, Heinrich, R.K. Atlas Berwarna dan Teks Biokimia. Terjemahan oleh Septelia Inawati. Jakarta; Hipokrates; 2005. Hal. 336-337
23. Murray, R.K. Biokimia Harper. Edisi 27. Penerbit EGC; Jakarta 2009,Hal. 283
40
LAMPIRAN I
ALUR PENELITIAN
Pasien Gagal Ginjal Kronik (GGK) dan Gagal Ginjal Akut (GGA) di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar
Pengambilan sampel darah sebanyak 5 ml
Serum
- Dilakukan pengukuran Berat Badan
- Sampel darah disentrifus dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit
Pengukuran kadar kreatinin serum menggunakan alat ABX Pentra 400 Plus
- Serum dipipet sebanyak 100 µl kemudian dimasukkan kedalam tabung
- Ditambahkan 1000 µl reagen kreatinin
Hasil (mg/dl)
- Dilakukan pengukuran Kadar Kreatinin klirens dengan menggunakan rumus Cockroft-Gault
Hasil (ml/menit)
Analisis data
Pembahasan
Kesimpulan
40
41
LAMPIRAN III
DATA PENELITIAN
GAGAL GINJAL AKUT
No. Kode
Pasien No. Rekam
Medis J K
BB (kg)
Tinggi
Badan (cm)
BBI (kg)
Usia (thn)
IMT
Kreatinin
Serum (mg/dl)
TKK (ml/menit)
1. ZA 572440 L 71 170 63 29 24.56 1.4 69.37
2. ZB 583541 P 44 152 46.8 34 19.04 4.4 13.31
3. ZC 585003 P 60 170 63 37 20.76 3.0 25.53
4. ZG 580934 L 60 167 60.3 46 21.51 12 6.56
41
42
LAMPIRAN IV
HASIL UJI STATISTIK
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total N Percent N Percent N Percent
JK * GG 39 100.0% 0 .0% 39 100.0% JK * GG Crosstabulation
GG Total GGK GGA
JK Laki-Laki Count 24 2 26 % within GG 68.6% 50.0% 66.7%
Perempuan Count 11 2 13 % within GG 31.4% 50.0% 33.3%
Total Count 35 4 39 % within GG 100.0% 100.0% 100.0%
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total N Percent N Percent N Percent
Usia * GG 39 100.0% 0 .0% 39 100.0% Usia * GG Crosstabulation
GG Total GGK GGA
Usia < 30 Count 0 1 1 % within GG .0% 25.0% 2.6%
31-40 Count 0 2 2 % within GG .0% 50.0% 5.1%
41-50 Count 19 1 20 % within GG 54.3% 25.0% 51.3%
51-60 Count 13 0 13
% within GG 37.1% .0% 33.3%
61-70 Count 3 0 3
% within GG 8.6% .0% 7.7%
Total Count 35 4 39
% within GG 100.0% 100.0% 100.0%
42
43
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total N Percent N Percent N Percent
IMT * GG 39 100.0% 0 .0% 39 100.0% IMT * GG Crosstabulation
GG Total GGK GGA
IMT < 17.0 Count 2 0 2 % within GG 5.7% .0% 5.1%
17.0-18.4 Count 2 0 2 % within GG 5.7% .0% 5.1%
18.5-25.0 Count 21 4 25 % within GG 60.0% 100.0% 64.1%
25.1-27.0 Count 4 0 4 % within GG 11.4% .0% 10.3%
>27.0 Count 6 0 6 % within GG 17.1% .0% 15.4%
Total Count 35 4 39 % within GG 100.0% 100.0% 100.0%
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total N Percent N Percent N Percent
TKK * GG 39 100.0% 0 .0% 39 100.0% TKK * GG Crosstabulation
GG Total GGK GGA
TKK IGK Count 0 1 1 % within GG .0% 25.0% 2.6%
GGK Count 26 3 29 % within GG 74.3% 75.0% 74.4%
GGT Count 9 0 9 % within GG 25.7% .0% 23.1%
Total Count 35 4 39 % within GG 100.0% 100.0% 100.0%
44
Uji t Independen KK terhadap GGA & GGK
Group Statistics
GG N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
KK GGK 35 7.0394 3.02834 .51188
GGA 4 28.6925 28.23195 14.11598
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t Df
Sig.
(2-
tailed)
Mean
Difference
Std. Error
Difference
95% Confidence Interval
of the Difference
Lower Upper
KK Equal variances
assumed
50.491 .000 -4.800 37 .000 -21.65307 4.51113 -30.79349 -12.51265
Equal variances
not assumed -1.533 3.008 .223 -21.65307 14.12525 -66.53926 23.23312
45
LAMPIRAN V
GAMBAR ALAT PENELITIAN
Ket : ABX PENTRA 400 Untuk Pemeriksaan Kreatinin Serum
Ket : Sentrifuge Ket: Mikropipet dan tips
45
46
LAMPIRAN VI
KOMPOSISI REAGEN PEMERIKSAAN KREATININ SERUM
Reagen 1
Natrium Hidroksida 0.20 mol/l
Reagen 2
Asam Pikrat 25mmol/l
R1 dan R2 Larutan Siap Pakai
46
top related