aminudin (dosen fakultas ushuluddin, adab dan dakwah …
Post on 18-Nov-2021
26 Views
Preview:
TRANSCRIPT
29
Konsep Dasar Dakwah Al-Munzir Vol. 9, No. 1, Mei 2016
KONSEP DASAR DAKWAH
Aminudin (Dosen Fakultas Ushuluddin, Adab dan Dakwah IAIN Kendari)
Abstrak. Agama Islam sebagai suatu ajaran tidaklah
berarti manakala ia tidak diwujudkan dalam action
amaliah. Ini merupakan aspek konsekuensial dari
keberadaan Islam yang bukan semata-mata menyoroti
satu sisi saja dari kehidupan manusia, melainkan
menyoroti semua persoalan hidup manusia secara total
dan universal. Beberapa landasan ayat Al-Qur’an dalam
pembahasan, diantaranya QS. Al-Hjj: 67, QS. Fushilat:
33, QS. Para ulama telah menjelaskan bahwa dakwah
itu hukumnya fardlu kifayah. Karena itu, apabila di
suatu tempat sudah ada para da'i yang telah
menegakkan dakwah, maka kewajiban dakwah bagi
yang lain akan gugur dengan sendirinya. Jika di suatu
tempat (daerah) membutuhkan dakwah secara kontinyu,
maka dalam keadaan seperti ini dakwah menjadi fardlu
kifayah, artinya apabila dakwah telah dilakukan oleh
orang yang memiliki kemampuan dan keahlian, maka
beban kewajiban itu akan gugur bagi yang lain.
Kata Kunci: Dakwah, metode dakwah
30
Konsep Dasar Dakwah Al-Munzir Vol. 9, No. 1, Mei 2016
Pendahuluan
Islam adalah agama dakwah. Islam tidak memusuhi, tidak
menindas unsur-unsur fitrah. Islam mengakui adanya hak dan wujud
jasad, nafsu, akal dan rasa dengan fungsinya masing-masing. Dakwah
dalam pengertian amar ma’ruf nahi munkar adalah syarat mutlak bagi
kesempurnaan dan keselamatan hidup masyarakat. Ini merupakan
kewajiban fitrah manusia sebagai makhluk sosial atau makhluk
ijtima’i (M. Natsir, 1977: 26). Untuk mencapai tujuan ini, perlu
direnungkan betapa pentingnya dakwah dalam kehidupan seorang
muslim. Oleh karena itu, tidak tepat jika ada asumsi bahwa dakwah
ditujukan hanya kepada orang non muslim, sedangkan orang muslim
sejak lahir hidup dalam keluarga muslim, tidak lagi membutuhkan
dakwah. Yang perlu dipahami bahwa dakwah harus dimulai dari diri
sendiri sebelum berdakwah kepada orang lain. Oleh karena itu,
berdakwah secara berkesinambungan, bukan pekerjaan yang mudah.
Berdakwah tidak cukup hanya dilakukan dengan lidah, tetapi
juga harus praktekkan dalam bentuk perbuatan. Berdakwah
merupakan sesuatu yang sangat penting demi tercapainya tujuan
dakwah Islam. Dalam hubungan ini, seorang da’i harus benar-benar
memiliki akhlak yang terpuji sehingga dapat menjadi panutan bagi
yang orang-orang yang didakwahinya. Agar dakwah berhasil,
diperlukan berbagai elemen yang terkait dengan unsur-unsur dakwah
yang merupakan satu kesatuan konsep yang utuh.
Dakwah merupakan tugas para Rasul dan perintah yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. yang merupakan juru
dakwah pertama semenjak agama Islam diturunkan. Banyak perintah
Allah yang ditujukan kepada Rasullullah supaya melaksanakan tugas
tersebut secara berkesinambungan, seperti firman Allah dalam QS.
Al-Haj: 67 berikut ini:
...
Dan serulah (mereka kepada Tuhan-Mu). Sungguh engkau
(Muhammad) berada di jalan yang lurus”. (Al-Hajj: 67).
Jika kita menelusuri ayat-ayat Allah yang menyuruh Nabi
Muhammad untuk melakukan aktivitas dakwah tentu sangatlah
banyak, akan tetapi perintah berdakwah yang dialamatkan kepada
manusia muslim, itu juga dapat ditemukan dalam ayat al-Qur’an.
Salah satu di antaranya adalah seperti pada ayat tersebut di atas.
31
Konsep Dasar Dakwah Al-Munzir Vol. 9, No. 1, Mei 2016
Dakwah merupakan perlaksanaan terhadap perintah Allah, yaitu menyeru manusia ke arah ajaran Islam yang meliputi banyak
hal, seperti persolan teologi, syariah, akhlak, dan institusi. Dakwah
merupakan satu usaha untuk mengajar kebenaran kepada mereka
yang lalai, membawa berita baik tentang nikmat dunia dan nikmat
akhirat (syurga), memberi amalan tentang balasan neraka di akhirat
dan kesengsaraannya. Melaksakan tugas dakwah merupakan puncak
kebaikan dan kebahagiaan seperti terdapat dalam Firman Allah QS.
Fushilat/41: 33 berikut ini:
Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang
menyeru kepada Allah dan mengerjakan kebajikan dan berkata,
Sungguh, aku termasuk orang-orang muslim (yang berserah
diri)?” (Fushilat : 33).
Defenisi Dakwah
Kata dakwah adalah kata yang sering digunakan dalam
kehidupan sehari-hari. Kata dakwah merupakan suatu istilah dari kata
kerja bahasa Arab yaitu يـدعـو –دعـا menjadi bentuk masdar دعـوة
yang berarti menyeru, memanggil, mengajar, menjamu (H. Mahmud
Junus, 1973: 127).
Sedangkan pengertian dakwah secara istilah ada beberapa
pendapat yang berbeda yang telah banyak didefinisikan oleh para ahli
yang mendalami masalah dakwah. Namun antara definisi yang satu
dengan yang lain tidak jauh berbeda. Beberapa contoh definisi
dakwah yang penulis kemukakan di sini adalah:
1. Shalahuddin Sanusi
”Dakwah itu adalah usaha mengubah keadaan yang negatif
menjadi keadaan yang positif, memperjuangkan yang ma’ruf atas
yang munkar, memenangkan yang hak atas yang batil’’. 2. H. Timur Djaelani, M.A.
’’Dakwah ialah menyeru kepada manusia untuk berbuat baik dan
menjauhi yang buruk sebagai pangkal tolak kekuatan mengubah
masyarakat dan keadaan yang kurang baik kepada keadaan yang
lebih baik sehingga merupakan suatu pembinaan” (Rachmat
Imampuro, 4).
32
Konsep Dasar Dakwah Al-Munzir Vol. 9, No. 1, Mei 2016
3. Prof. H.M. Thoha Yahya Omar ’’Dakwah ialah mengajak manusia dengan cara bijaksana kepada
jalan yang benar sesuai dengan perintah Tuhan untuk kemaslahatan
dan kebahagiaan di dunia dan akhirat.’’
4. Prof. A. Hasymi
’’Dakwah islamiah yaitu mengajak orang untuk menyakini dan
mengamalkan aqidah dan syariah islamiah yang terdahulu telah
diyakini dan diamalkan oleh pendakwah sendiri.’’
5. Dr. Abdul Karim Zaidan
’’Dakwah ialah panggilan ke jalan Allah.’’
Dakwah adalah kegiatan untuk mengajak dan menyeru manusia
kepada Islam, agar manusia memperoleh jalan hidup yang baik,
diridhoi oleh Allah sehingga hidup dan kehidupannya selama
berada di dunia dan akhirat kelak, karena hakikat dari pada
kehidupan dunia adalah penghantar untuk kehidupan akhirat yang
abadi.
Selain pandangan tersebut di atas, masih terdapat definisi lain
yang dikemukakan oleh para ahli. Zafry Zamzam menterjemahkan
dengan: "Panggilan, ajakan, atau seruan ke arah tujuan tertentu"
(Zafry Zamzam, 1963: 3). Mahmud Yunus menterjemahkan kata
dakwah dengan: "menyeru, mengajak, menghasung, menganjurkan
dan memanggil" (H.Mahmud Yunus,1986: 5). Sedangkan Toha yahya
Umar, di samping menterjemahkan dengan kata "ajakan, seruan,
panggilan, undangan", juga menjelaskan bahwa kata yang hampir
sama dengan dakwah ialah penerangan, pendidikan, pengajaran,
indoktrinasi dan propaganda (Toha Yahya, 1967: 1) Sedangkan
menurut ahli bahasa, maka kata dakwah diambil dan perkataan: (
yang artinya: menyeru/mengajak kepada sesuatu ( شئ الدعاءالي
(Salahuddin Sanusi, 1964: 1).
Dakwah dalam pengertian tersebut dapat dijumpai dalam ayat-
ayat al-Qur’an antara lain Qur’an surat Yunus ayat 25 dan al-Baqarah
ayat 221. Sedangkan orang yang melakukan seruan atau ajakan
tersebut disebut da'i (isim fa'il) artinya orang yang menyeru. Tetapi
karena proses memanggil atau menyeru tersebut juga merupakan
suatu proses penyampaian (tabligh) atas pesan-pesan tertentu maka
pelakunya dikenal juga dengan istilah muballigh.
Dengan demikian secara etimologi pengertian dakwah dan
tabligh itu merupakan suatu proses penyampaian (tabligh) pesan-
33
Konsep Dasar Dakwah Al-Munzir Vol. 9, No. 1, Mei 2016
pesan tertentu yang berupa ajakan atau seruan dengan tujuan agar orang lain memenuhi ajakan tersebut.
Sedangkan secara terminologi, banyak pendapat tentang
definisi dakwah, antara lain: pendapat Syekh Ali Makhfuz dalam
kitabnya Hidayat al-Mursyidin bahwa dakwah mendorong manusia
agar memperbuat kebaikan dan menurut petunjuk, menyeru mereka
berbuat kebajikan dan melarang mereka dari perbuatan munkar, agar
mereka mendapat kebahagiaan di dunia dan akherat (Syekh Ali
Makhfuz, 1970: 17).
Sementara Muhammad Natsir menegaskan dakwah adalah
usaha menyeru dan menyampaikan kepada perorangan manusia dan
seluruh umat tentang pandangan dan tujuan hidup manusia di dunia
ini yang meliputi amar makruf nahi munkar, dengan berbagai macam
media dan cara yang diperbolehkan akhlak dan membimbing
pengalamannya dalam pri kehidupan perseorangan, rumah tangga
(usrah) bermasyarakat dan bernegara (Muhammad Natsir, 1971: 7).
Sedangkan Thoha Yahya Umar mendefinisikan dakwah yakni
mengajak manusia dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar
sesuai dengan perintah Tuhan untuk kemaslahatan dan kebahagiaan
mereka di dunia dan akhirat (Thoha Yahya Umar, 1981: 1).
Dari uraian pengertian dakwah di atas, baik secara lughawi
atau etimologi maupun secara istilah atau terminologi, maka dakwah
adalah suatu usaha dalam rangka proses islamisasi manusia agar taat
dan tetap mentaati ajaran Islam guna memperoleh kebahagiaan hidup
di dunia dan di akhirat kelak. Dakwah adalah suatu istilah yang
khusus yang dipergunakan di dalam agama Islam (Aminuddin
Sanwar, 1985: 3).
Dengan demikian dakwah merupakan bagian yang sangat
penting dalam kehidupan seorang Muslim, di mana intinya berada
pada ajakan dorongan (motivasi, rangsangan serta bimbingan
terhadap orang lain untuk menerima ajaran agama dengan penuh
kesadaran demi keuntungan dirinya dan bukan untuk kepentingan
pengajaknya. Jadi berbeda (bertolak belakang) dengan propaganda.
Di sisi lain, agama Islam sebagai suatu ajaran tidaklah berarti
manakala ia tidak diwujudkan dalam action amaliah. Ini merupakan
aspek konsekuensial dari keberadaan Islam yang bukan semata-mata
menyoroti satu sisi saja dari kehidupan manusia, melainkan
menyoroti semua persoalan hidup manusia secara total dan universal.
34
Konsep Dasar Dakwah Al-Munzir Vol. 9, No. 1, Mei 2016
Dasar-dasar Hukum Dakwah
Ada pandangan yang menyatakan bahwa dakwah hukumnya
fardu 'ain didasarkan hadits Nabi saw:
ري بـيـدي، ، مـه راى مـىـكـم مـىـكـرا فـلـيـغـيـ فـان لـم يـسـتـطـع فـبـلـساوـ
يـمان. ، وذالـك اضعـف ال فـان لـم يـسـتـطع فـبـقـلـبـ
Barang siapa di antara kamu melihat kemunkaran, hendaklah
merubahnya dengan tangan, jika tidak mampu dengan lisan, jika
tidak mampu dengan hati dan itu selemah-lemah dari pada iman"
(Musnad Imam Ahmad bin Hambal, Juz II, 1978M/1398H: 20).
Kata man dalam hadits tersebut adalah kata yang bermakna
umum yang meliputi setiap individu yang mampu untuk merubah
kemunkaran dengan tangan, lisan atau hati, baik itu kemunkaran
secara umum atau secara khusus. Dengan demikian, merubah
kemunkaran adalah perintah yang wajib dilaksanakan sesuai dengan
kadar kemampuan. Jika tidak mampu melaksanakan salah satu dari
tiga faktor tersebut maka dosa baginya dan dia keluar dari predikat
iman yang hakiki.
Perintah ini disampaikan Rasulullah kepada umatnya agar
mereka menyampaikan dakwah meskipun hanya satu ayat. Ajakan ini
berarti bahwa setiap invidu wajib menyampaikan dakwah sesuai
dengan kadar kemampuannya (Abdullah Nasih 'Ulwan, 1406 H/1986
M: 7-21, Muhammad Amin Husain, 18-19).
Sementara itu, sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa
hukum dakwah adalah wajib kifayah. Apabila dakwah sudah
dilakukan oleh sekelompok atau sebagian orang maka gugurlah
segala kewajiban dakwah atas seluruh kaum muslimin, sebab sudah
ada yang melaksanakan walaupun oleh sebagian orang. Hal ini
didasarkan pada kata minkum yang diberikan pengertian lit'tab'id atau
sebagian (Ibnu Katsir, 1410 H/1990 M: 368).
Yang dimaksud "sebagian" di sini sebagaimana dijelaskan
oleh Zamakhsyari, bahwa perintah itu wajib bagi yang mengetahui
adanya kemungkaran dan sekaligus mengetahui cara melaksanakan
amar ma'ruf dan nahi munkar. Sedangkan terhadap orang yang bodoh,
kewajiban berdakwah tidak dibebankan kepadanya. Sebab dia (karena
ketidaktahuannya) mungkin memerintahkan pada kemunkaran dan
melarang kebaikan atau mengetahui hukum-hukum di dalam
35
Konsep Dasar Dakwah Al-Munzir Vol. 9, No. 1, Mei 2016
madzhabnya dan tidak mengetahui madzhab-madzhab yang lain. Rasyid Ridha, mengatakan bahwa surat al-Taubah ayat 122
menjelaskan kewajiban dakwah bagi orang yang sempurna ilmunya,
faqih di bidang agama dan siap untuk mengajarkan kepada seluruh
manusia (Muhammad Rasyid Ridha, 1975: 62-65).
Dari kedua pendapat tersebut di atas, bahwa jumhur ulama
menganggap berdakwah hukumnya wajib kifayah, karena berdakwah
harus memiliki ilmu dan ma'rifah agar terealisir tujuan dakwah dan
sampai kepada obyek dakwah secara sempurna, jauh dari keraguan
dan kesalahan. Sebagaimana pendapat Ibnu Taimiyah, orang yang
wajib berdakwah adalah yang memenuhi syarat-syarat sebagaimana
dalam hadits yang dikutipnya:
Seyogyanya bagi siapa yang amar ma'ruf dan nahi munkar agar
dia mengetahui apa yang telah diperintahkan dan apa yang telah
dilarangnya, lembut dalam memerintah dan melarang, dan
bijaksana memerintah dan melarang.
Para ulama telah menjelaskan bahwa dakwah itu Hukumnya
fardlu kifayah. Karena itu, apabila di suatu tempat sudah ada para da'i
yang telah menegakkan; dakwah, maka kewajiban dakwah bagi yang
lain akan gugur dengan sendirinya. Jika di suatu tempat (daerah)
membutuhkan dakwah secara kontinyu, maka dalam keadaan seperti
ini dakwah menjadi fardlu kifayah, artinya apabila dakwah telah
dilakukan oleh orang yang memiliki kemampuan dan keahlian, maka
beban kewajiban itu akan gugur bagi yang lain.
Dalam kondisi yang demikian itu, dakwah bagi yang lain
menjadi sunnah muakad dan merupakan amal shalih. Sebaliknya,
apabila di suatu tempat atau daerah tertentu tidak ada yang
melaksanakan dakwah sama sekali, maka dosanya ditanggung oleh
seluruh umat dan beban kewajiban ditanggung oleh semuanya. Dalam
kondisi semacam ini, setiap pribadi umat Islam diharuskan
berdakwah menurut kadar kemampuannya.
Dengan demikian, dakwah bisa menjadi fardlu 'ain apabila di
suatu tempat tidak ada seorang pun yang melakukan dakwah dan
dakwah bisa menjadi fardlu kifayah apabila di suatu tempat sudah ada
orang yang melakukan dakwah. Demikian juga, ketika jumlah da'i
masih sedikit, sementara tingkat kemunkaran sangat tinggi dan
kebodohan merajalela, maka dakwah menjadi wajib 'ain bagi setiap
individu sesuai dengan kemampuannya.
36
Konsep Dasar Dakwah Al-Munzir Vol. 9, No. 1, Mei 2016
Unsur-unsur Dakwah
Unsur-unsur dakwah adalah komponen-komponen yang selalu
ada dalam setiap kegiatan dakwah. Unsur-unsur tersebut adalah da'i
(pelaku dakwah), mad'u (obyek dakwah), materi dakwah, wasilah
(media dakwah), thariqah (metode), dan atsar (efek dakwah).
1. Da'i (pelaku dakwah)
Kata da'i ini secara umum sering disebut dengan sebutan
mubaligh (orang yang menyempurnakan ajaran Islam), namun
sebenarnya sebutan ini konotasinya sangat sempit karena masyarakat
umum cenderung mengartikan sebagai orang yang menyampaikan
ajaran Islam melalui lisan seperti penceramah agama, khatib (orang
yang berkhutbah), dan sebagainya. Atau kata lain dari da’i adalah
subjek dakwah. Biasa disebut dengan pelaku aktivitas dakwah.
Maksudnya, seorang da’i hendaknya mengikuti cara-cara yang telah
ditempuh oleh Rasulullah, sehingga hasil yang diperoleh pun bisa
mendekati kesuksesan seperti yang pernah di raih Rasulullah saw.,
Oleh karena itu, M. Natsir mengatakan bahwa kepribadian dan akhlak
seorang da’i merupakan penentu keberhasilan seorang da’i (Sasono,
1987: 52).
Sehubungan dengan hal tersebut terdapat pengertian para
pakar dalam bidang dakwah, yaitu:
a) Hasyimi, juru dakwah adalah Penasihat, para pemimpin dan
pemberi ingat, yang memberi nasihat dengan baik yang mengarah
dan berkhotbah, yang memusatkan jiwa dan raganya dalam wa'ad
dan wa'id (berita gembira dan berita siksa) dan dalam
membicarakan tentang kampung akhirat untuk melepaskan orang-
orang yang karam dalam gelombang dunia (A. Hasyimi, 1974:
162).
b) Nasaraddin Lathief mendefinisikan bahwa da'i itu ialah Muslim
dan Muslimat yang menjadikan dakwah sebagai suatu amaliah
pokok bagi tugas ulama. Ahli dakwah ialah wa'ad, mubaligh
mustamain (juru penerang) yang menyeru mengajak dan memberi
pengajaran dan pelajaran agama Islam (HMS. Nasaruddin Lathief,
20).
c) M. Natsir, pembawa dakwah merupakan orang yang
memperingatkan atau memanggil supaya memilih, yaitu memilih
jalan yang membawa pada keuntungan.
37
Konsep Dasar Dakwah Al-Munzir Vol. 9, No. 1, Mei 2016
Namun pada dasarnya semua pribadi Muslim itu berperan secara otomatis sebagai mubaligh atau orang yang menyampaikan
atau dalam bahasa komunikasi dikenal sebagai komunikator. Untuk
itu dalam komunikasi dakwah yang berperan sebagai da'i atau
mubaligh ialah:
Secara umum adalah setiap Muslim atau Muslimat yang
mukallaf (dewasa) di mana bagi mereka kewajiban dakwah
merupakan suatu yang melekat tidak terpisahkan dari misinya
sebagai penganut Islam, sesuai dengan perintah; Sampaikan
walaupun hanya satu ayat (Toto Tasmara, 1997: 41-42).
Secara khusus adalah mereka yang mengambil spesialisasi
khusus (mutakhasis) dalam bidang agama Islam yang dikenal
panggilan dengan ulama.
Dalam kegiatan dakwah peranan da'i sangatlah esensial, sebab
tanpa da'i ajaran Islam hanyalah ideologi yang tidak terwujud dalam
kehidupan masyarakat. "Biar bagaimanapun baiknya ideologi Islam
yang harus disebarkan di masyarakat, ia akan tetap sebagai ide, ia
akan tetap sebagai citacita yang tidak terwujud jika tidak ada manusia
yang menyebarkannya (Hamzah Ya'qub, 1981: 37).
2. Mad'u (Obyek dakwah)
Unsur dakwah yang kedua adalah mau, yaitu manusia yang
menjadi sasaran dakwah atau manusia penerima dakwah, baik sebagai
individu maupun sebagai kelompok, baik manusia yang beragama
Islam maupun tidak; atau dengan kata lain manusia secara
keseluruhan. Sesuai dengan firman Allah QS. Saba': 28
Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat
manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan
sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada
mengetahui. (QS. Saba: 28)
Kepada manusia yang belum beragama Islam, dakwah
bertujuan untuk mengajak mereka mengikuti agama Islam; sedangkan
kepada orang-orang yang telah beragama Islam dakwah bertujuan
meningkatkan kualitas iman, Islam, dan ihsan. Mereka yang
38
Konsep Dasar Dakwah Al-Munzir Vol. 9, No. 1, Mei 2016
menerima dakwah ini lebih tepat disebut mad'u dakwah daripada sebutan objek dakwah, sebab sebutan yang kedua lebih
mencerminkan kepasifan penerima dakwah; padahal sebenarnya
dakwah adalah suatu tindakan menjadikan orang lain sebagai kawan
berpikir tentang keimanan, syari'ah, dan akhlak kemudian untuk
diupayakan dihayati dan diamalkan bersama-sama.
Al-Qur'an mengenalkan kepada kita beberapa tipe mad'u.
Secara umum mad'u terbagi tiga, yaitu: mukmin, kafir, dan munafik
(QS. al-Baqarah/2: 2-20). Dan dari tiga klasifikasi besar ini mad'u
masih bisa dibagi lagi dalam berbagai macam pengelompokan. Orang
mukmin umpamannya bisa dibagi menjadi tiga, yaitu: dzalim linafsih,
muqtashid, dan sabiqun bi al-khairat (QS. Fathir: 32). Kafir bisa
dibagi menjadi kafir zimmi dan kafir harbi (QS. al-Mumtahanah: 8-
9).
Di dalam al-Qur 'an selalu digambarkan bahwa, setiap Rasul
menyampaikan risalah, kaum yang dihadapinya akan terbagi dua:
mendukung dakwah dan menolak. Cuma kita tidak menemukan
metode yang mendetail di dalam al-Qur'an bagaimana berinteraksi
dengan pendukung dan bagaimana menghadapi penentang. Tetapi,
isyarat bagaimana corak mad'u sudah tergambar cukup signifikan
dalam al-Qur'an (QS. al-Kahfi: 57, QS. Fushilat: 5).
Mad'u (mitra dakwah) terdiri dari berbagai macam golongan
manusia. Oleh karena itu, menggolongkan mad'u sama dengan
menggolongkan manusia itu sendiri, profesi, ekonomi, dan
seterusnya. Penggolongan mad'u tersebut antara lain sebagai berikut:
1. Dari segi sosiologis, masyarakat terasing, pedesaan, perkotaan,
kota kecil, serta masyarakat di daerah marjinal dari kota besar.
2. Dari struktur kelembagaan, ada golongan priyayi, abangan dan
santri, terutama pada masyarakat Jawa.
3. Dari segi tingkatan usia, ada golongan anak-anak, remaja, dan
golongan orang tua.
4. Dari segi profesi, ada golongan petani, pedagang seniman, buruh,
pegawai negeri.
5. Dari segi tingkatan sosial ekonomis, ada golongan kaya,
menengah, dan miskin.
6. Dari segi jenis kelamin, ada golongan pria dan wanita.
7. Dari segi khusus ada masyarakat tunasusila, tunawisma, tuna-
karya, narapidana, dan sebagainya (H.M, Arifin, 1977: 13-14).
39
Konsep Dasar Dakwah Al-Munzir Vol. 9, No. 1, Mei 2016
3. Wasilah (media dakwah)
Wasilah (media) dakwah, yaitu alat yang dipergunakan untuk
menyampaikan materi dakwah (ajaran Islam) kepada mad'u.
Untuk menyampaikan ajaran Islam kepada umat, dakwah
dapat menggunakan berbagai wasilah. Hamzah Ya'qub membagi
wasilah dakwah menjadi lima macam, yaitu lisan, tulisan, lukisan,
audio visual, dan akhlak:
a. Lisan, inilah wasilah dakwah yang paling sederhana yang
menggunakan lidah dan suara, dakwah dengan wasilah ini dapat
berbentuk pidato, ceramah, kuliah, bimbingan, penyuluhan, dan
sebagainya.
b. Tulisan, buku majalah, surat kabar, surat menyurat (korespondensi)
spanduk, flash-card, dan sebagainya.
c. Lukisan, gambar, karikatur, dan sebagainya.
d. Audio visual, yaitu alat dakwah yang merangsang indra
pendengaran atau penglihatan dan kedua-duanya, televisi, film,
slide, ohap, internet, dan sebagainya.
e. Akhlak, yaitu perbuatan-perbuatan nyata yang mencerminkan
ajaran Islam dapat dinikmati serta didengarkan oleh mad'u.
Pada dasarnya dakwah dapat menggunakan berbagai wasilah
yang dapat merangsang indra-indra manusia serta dapat menimbulkan
perhatian untuk menerima dakwah. Semakin tepat dan efektif wasilah
yang dipakai semakin efektif pula upaya pemahaman ajaran Islam
pada masyarakat yang menjadi sasaran dakwah.
Media (terutama media massa) telah meningkatkan intensitas,
kecepatan, dan jangkauan komunikasi dilakukan umat manusia begitu
luas sebelum adanya media massa seperti pers, radio, televisi, internet
dan sebagainya. Bahkan dapat dikatakan alat-alat tersebut telah
melekat tak terpisahkan dengan kehidupan manusia di abad ini.
Dari segi pesan penyampaian dakwah dibagi tiga golongan
yaitu:
1. The Spoken Words (yang berbentuk ucapan) Yang termasuk
kategori ini ialah alat yang dapat mengeluarkan bunyi. Karena
hanya dapat ditangkap oleh telinga; disebut juga dengan the audial
media yang biasa dipergunakan sehari-hari seperti telepon, radio,
dan sejenisnya termasuk dalam bentuk ini.
2. The Printed Writing (yang berbentuk tulisan)
40
Konsep Dasar Dakwah Al-Munzir Vol. 9, No. 1, Mei 2016
Yang termasuk di dalamnya adalah barang-barang tercetak, gambargambar tercetak, lukisan-lukisan, buku, surat kabar,
majalah, brosur, pamplet, dan sebagainya.
3. The Audio Visual (yang berbentuk gambar hidup); Yaitu
merupakan penggabungan dari golongan di atas, yang termasuk ini
adalah film, televisi, video, dan sebagainya. Pembahasan media
dakwah ini akan dibahas dalam bab tersendiri (Moh. Ali Aziz,
2004: 121).
4. Thariqah (metode)
Hal yang sangat erat kaitannya dengan metode wasilah adalah
metode dakwah thariqah (metode) dakwah. Kalau wasilah adalah
alat-alat yang dipakai untuk mengoperkan atau menyampaikan ajaran
Islam maka thariqah adalah metode yang digunakan dalam dakwah.
Sebelum kita membicarakan metode dakwah, terlebih dahulu
akan dijelaskan tentang pengertian metode. Kata metode berasal dari
bahasa Latin methodus yang berarti cara. Dalam bahasa Yunani,
methodhus berarti cara atau jalan. Sedangkan dalam bahas Inggris
method dijelaskan dengan metode atau cara (Soejono Soemargono,
1983: 461). Kata metode telah menjadi bahasa Indonesia yang
memiliki pengertian "Suatu cara yang bisa ditempuh atau cam yang
ditentukan secara jelas untuk mencapai dan menyelesaikan suatu
tujuan, rencana sistem, tata pikir manusia (M. Syafaat Habib, 1992:
160).
Abdul Kadir Munsyi, mengartikan metode sebagai cara untuk
menyampaikan sesuatu (Abd. Kadir Munsy, 1982: 29). Sedangkan
dalam metodologi pengajaran ajaran Islam disebutkan bahwa metode
adalah "Suatu cara yang sistematis dan umum terutama dalam
mencari kebenaran ilmiah” (Soeleman Yusuf dan Slamet Soesanto,
1981: 38). Dalam kaitannya dengan pengajaran ajaran Islam, maka
pembahasan selalu berkaitan dengan hakikat penyampaian materi
kepada peserta didik agar dapat diterima dan dicerna dengan baik.
Metode adalah cara yang sistematis dan teratur untuk
pelaksanaan suatu atau cara kerja (Paus A. Partanto, M. Dahlan Al
Barri, 1994: 461). Dakwah adalah cara yang digunakan subjek
dakwah untuk menyampaikan materi dakwah atau bias diartikan
metode dakwah adalah cara-cara yang dipergunakan oleh seorang da'i
untuk menyampaikan materi dakwah yaitu al-Islam atau serentetan
kegiatan untuk mencapai tujuan tertentu.
41
Konsep Dasar Dakwah Al-Munzir Vol. 9, No. 1, Mei 2016
Sementara itu dalam komunikasi metode dakwah ini lebih dikenal sebagai approach, yaitu cara-cara yang dilakukan oleh
seorang da'i atau komunikator untuk mencapai suatu tujuan tertentu
atas dasar hikmah dan kasih sayang. Dengan kata lain, pendekatan
dakwah harus bertumpu pada satu pandangan human oriented
menetapkan penghargaan yang mulia pada diri manusia. Hal tersebut
didasari karena Islam sebagai agama salam yang menebarkan rasa
damai menempatkan manusia pada prioritas utama, artinya
penghargaan manusia itu tidaklah dibeda-bedakan menurut ras, suku,
dan lain sebagainya. Sebagaimana yang tersirat dalam QS. al-Isra' 70;
"Kami telah muliakan Bani Adam (manusia) dan Kami bawa mereka
itu di daratan dan di lautan. Kami juga memberikan kepada mereka
dan segala rezeki yang baik-baik.
Mereka juga kami lebihkan kedudukannya dari seluruh
makhluk yang lain". Metode dakwah adalah jalan atau cara yang
dipakai juru dakwah untuk menyampaikan ajaran materi dakwah
(Islam). Dalam menyampaikan suatu pesan dakwah, metode sangat
penting peranannya, suatu pesan walaupun baik, tetapi disampaikan
lewat metode yang tidak benar, pesan itu bisa saja ditolak oleh si
penerima pesan. Dalam "Ilmu Komunikasi" ada jargon the methode is
message (Syarif Anwar dan Amin Maki, 2004: 15). Maka dari itu
kejelian dan kebijakan juru dakwah dalam memilih dalam memakai
metode sangat memengaruhi kelancaran dan keberhasilan dakwah.
Ketika membahas tentang metode dakwah pada umumnya
merujuk pada surah an-Nahl (QS. An-Nahl/16:125)
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan
pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang
baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui
tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih
mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk (QS. An-
Nahl/16:125).
Berdasarkan kandungan ayat tersebut, maka setidaknya
terdapat tiga metode dakwah di dalamnya, yaitu: a) hikmah b)
mau'izah al-hasanah c) mujadalah billati hiya ahsan. Berikut
ulasannya:
42
Konsep Dasar Dakwah Al-Munzir Vol. 9, No. 1, Mei 2016
a. Hikmah Yaitu keterangan yang jitu dan tepat yang dapat meyakinkan dan
menghilangkan keraguan, dengan memasukkan roh tauhid dengan
akidah iman, dalil-dalil dan keterangan-keterangan yang jelas
sehingga meyakinkan akal. Termasuk dalam hikmah ialah dengan
menggunakan susunan kata-kata yang biasa dan senang diterima
akal dan bukannya menggunakan kata-kata yang tidak dipahami
atau sukar dipahami oleh penerima dakwah seperti yang
dilakukan oleh Rasullullah Saw.
b. Nasihat Yang Baik (Mauizah Hasanah)
Yaitu uraian–uraian yang memberi petunjuk dan nasihat yang
dapat menyadarkan dan membuka pintu hati untuk mentaati
semua pertunjuk Islam. uraian-uraian ini dilakukan dengan jelas
dan tanpa menyakitkan hati orang lain. Metode ini ditujukan
kepada orang-orang yang menerima dan sudah komit dengan
prinsip dan pemikiran Islam. Mereka tidak memerlukan kecuali
nasihat untuk mengingatkan, melunakkan hati, dan menjernihkan
segala kekeruhan yang ada.
c. Berdialog Dengan Cara Yang Baik
Yaitu memberi hujah atau bukti-bukti yang dapat menolak
bantahan dan pendapat orang lain. Metode mujadalah hasanah
adalah metode yang dibolehkan oleh al-Quran, yaitu dengan
pendakwah memberi penjelasan kepada pihak lain dengan
menggunakan prinsip-prinsip dan kesimpulan logik agar mereka
dapat merenungkannya, menerima kebenaran atau tidak
menentang seruan dakwah lagi.
5. Atsar (efek dakwah)
Setiap aksi dakwah akan menimbulkan reaksi. Demikian jika
dakwah telah dilakukan oleh seorang da'i dengan materi dakwah,
wasilah, thariqah tertentu, maka akan timbul respons dan efek (atsar)
pada mad'u, (mitra/penerima dakwah). Atsar itu sendiri sebenarnya
berasal dari bahasa Arab yang berarti bekasan/sisa, atau tanda. Istilah
ini selanjutnya digunakan untuk menunjukkan suatu ucapan atau
perbuatan yang berasal dari sahabat atau tabi'in yang pada
perkembangan selanjutnya dianggap sebagai hadits, karena memiliki
ciri-ciri sebagai hadits (Abuddin Nata, 1998: 363).
43
Konsep Dasar Dakwah Al-Munzir Vol. 9, No. 1, Mei 2016
Atsar (efek) sering disebut dengan feed back (umpan balik) dari proses dakwah ini sering kali dilupakan atau tidak banyak
menjadi perhatian para da'i. Kebanyakan mereka menganggap bahwa
setelah dakwah disampaikan maka selesailah dakwah. Padahal, atsar
sangat besar artinya dalam penentuan langkah-langkah dakwah
berikutnya. Tanpa menganalisis atsar dakwah maka kemungkinan
kesalahan strategi yang sangat merugikan pencapaian tujuan dakwah
akan terulang kembali. Sebaliknya, dengan menganalisis atsar
dakwah secara cermat dan tepat maka kesalahan strategis dakwah
akan segera diketahui untuk diadakan penyempurnaan pada langkah-
langkah berikutnya (corrective action) demikian juga strategi dakwah
termasuk dalam penentuan unsur-unsur dakwah yang dianggap balk
dapat ditingkatkan.
Evaluasi dan koreksi terhadap atsar dakwah harus
dilaksanakan secara radikal dan komprehensif, artinya tidak secara
parsial atau setengah-setengah. Seluruh komponen sistem (unsur-
unsur) dakwah harus dievaluasi secara komprehensif. Sebaliknya,
evaluasi itu dilakukan oleh beberapa da'i, para tokoh masyarakat, dan
para ahli. Para da'i harus memiliki jiwa inklusif untuk pembaruan dan
perubahan di samping bekerja dengan menggunakan ilmu.
Jika proses evaluasi ini telah menghasilkan beberapa konklusi
dan keputusan, maka segera diikuti dengan tindakan korektif
(corrective action). Kalau yang demikian dapat terlaksana dengan
baik, maka terciptalah suatu mekanisme perjuangan dalam bidang
dakwah. Dalam bahasa agama inilah sesungguhnya disebut dengan
ihtiar insani. Bersama dengan itu haruslah diiringi dengan doa mohon
taufik dan hidayah Allah untuk kesuksesan dakwah.
Apa saja yang seharusnya dievalusi dari pelaksanaan dakwah
tidak lain adalah seluruh komponen dakwah yang dikaitkan dengan
tujuan dakwah yang ingin dicapai. Dalam upaya mencapai tujuan
dakwah maka kegiatan dakwah selalu diarahkan untuk memengaruhi
tiga aspek perubahan diri objeknya, yakni perubahan pada aspek
pengetahuannya (knowledge), aspek sikapnya (attitude) dan aspek
perilakunya (behavioral).
Berkenaan dengan hal tersebut, Jalaluddin Rahmat,
menyatakan: Efek kognitif terjadi bila ada perubahan pada apa yang
diketahui, dipahami, atau dipersepsi khalayak. Efek ini berkaitan
dengan transmisi pengetahuan, keterampilan, kepercayaan, atau
informasi. Efek afektif timbul bila ada perubahan pada apa yang
44
Konsep Dasar Dakwah Al-Munzir Vol. 9, No. 1, Mei 2016
dirasakan, disenangi, atau dibenci khalayak, yang meliputi segala yang berhubungan dengan emosi, sikap, serta nilai. efek behavioral
merujuk pada perilaku nyata yang dapat diamati, yang meliputi pola-
pola tindakan, kegiatan, atau kebiasaan berperilaku (Jalaluddin
Rahmat, 1982: 269).
Sedangkan dalam buku Strategi Komunikasi Anwar Arifin
memperjelas efek di atas sebagai berikut: Sesungguhnya suatu ide
yang menyentuh dan yang merangsang individu dapat diterima atau
ditolak dan pada umumnya melalui proses:
1. Proses mengerti (proses kognitif)
2. Proses menyetujui (proses objektif)
3. Proses pembuatan (proses sencemotorik)
Atau dapat dikatakan melalui proses: terbentuknya suatu
pengertian atau pengetahuan (knowledge), proses suatu sikap
menyetujui atau tidak menyetujui (attitude), dan proses terbentuknya
gerak pelaksanaan (prectice). (Anwar Arifin, 1984: 41).
Penutup
Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Berdakwah adalah suatu keharusan dalam rangka mengajak
manusia untuk kembali kepada jalan yang benar. Siapa yang
mengabaikan kegiatan dakwah berarti ia telah melakukan
pembiaran kesesatan terhadap umat. Berdakwah bukan hanya
tanggung jawab kelompok atau komunitas tertentu, akan tetapi
kegiatan ini adalah tanggung jawab setiap muslim.
2. Ajaran Islam secara gamblang telah membukakan ruang yang
seluas-luasnya bagi para da’i untuk beramal melalui pintu dakwah
dalam rangka memberikan pencerahan kepada mad’u.
3. Dalam menyampaikan dakwah, hendaknya sedapat mungkin
memperhatikan karakteristik mad’unya agar harapan perubahan
yang didambakan dapat tercapai.
4. Unsur-unsur tersebut adalah da'i (pelaku dakwah), mad'u (obyek
dakwah), materi dakwah, wasilah (media dakwah), thariqah
(metode), dan atsar (efek dakwah).
5. Metode dakwah dalam Islam adalah: hikmah, mau'izah al-
hasanah, mujadalah billati hiya ahsan.
45
Konsep Dasar Dakwah Al-Munzir Vol. 9, No. 1, Mei 2016
Daftar Pustaka
Aminuddin Sanwar, Pengantar Ilmu Dakwah, Semarang: Fakultas
Dakwah IAIN Walisongo,1985.
A. Hasyimi, Dustur Dakwah Menurut Al-Qur'an, Jakarta: Bulan
Bintang, 1974.
Anwar Arifin, Strategi Komunikasi, Cet II, Bandung: Amico, 1984.
Abd. Kadir Munsy, Metode Diskusi dalam Dakwah, Surabaya: Al-
Ihlas, 1982.
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 1998.
Abdullah Nasih 'Ulwan, Wujub Tabligh al-Da'wah: Fazhlu Da'wah
wa al-Da'iyah, Cet. ke-2, Kairo: Dar al-Salam, 1406H/1986M.
Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur'an al-'Adhim, Juz I, Cet. ke-2, Beirut: Dar
al-Jayl, 1410 H/1990 M.
Jalaluddin Rahmat, Retorika Modern, Sebuah Kerangka Teori dan
Praktik Berpidato, Bandung: Akademika, 1982.
H. Mahmud Junus, Kamus Arab Indonesia, Jakarta: Yayasan
Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al-Qur’an, 1973.
-----. Pedoman Dakwah Islamiyah, Padang Panjang: al-Maktabah
Sa’diyah,1986.
Hamzah Ya'qub, 1981, Publistik Islam, cet II, Bandung: t.p.
H.M, Arifin, Psikologi Dakwah, Jakarta: Bulan Bintang1977.
HMS. Nasaruddin Lathief, Teori dan Praktek Dakwah, Jakarta: Firma
Dara, t.th.
Kementerian Agama, RI, Al-Qur’dan Terjemahnya, Jakarta:
Direktorat jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Direktorat
Urusan Agama Islam, 2012.
Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, Jakarta: Prenada Media, 2004.
Musnad Imam Ahmad bin Hambal, Juz II, Cet.Kedua, Beirut: Dar al-
Fikr, 1978M/1398H.
Muhammad Natsir, Fiqh al-Dakwah Dalam Majalah Islam, Jakarta:
Kiblat Jakarta, 1971
M. Natsir, Fiqhud Dakwah, Jakarta: Dewan Dakwah Islamiah
Indonesia, t.th.
Muhammad Rasyid Ridha, , Tafsir al-Manar, Juz 11, Kairo: AI-
Hayat al-Mishriyah al- 'Amah lilkita, 1975.
M. Syafaat Habib, Buku Pedoman Dakwah, Cet 1, Jakarta: Wijaya,
1992.
46
Konsep Dasar Dakwah Al-Munzir Vol. 9, No. 1, Mei 2016
Paus A. Partanto, M. Dahlan Al Barri, Kamus Ilmiah Populer, Surabaya: Arloka, 1994.
Rachmat Imampuro, Mengungkap Dakwah K.H. Ahmad Dahlan dan
K.H. MTs Hasyim Asy'ari Kalipucang Wetan Welahan Jepara,
Semarang: Badan Penerbitan Fakultas Dakwah IAIN Walisongo,
t.th.
Salahuddin Sanusi, Pembahasan Sekitar Prinsip-prinsip Dakwah
Islam. Semarang: CV.Ramadhani, 1964.
Sasono, Adi. Solusi Islam atas Problematika Umat. Cet. I. Jakarta:
Gema Insani Press,1987.
Soejono Soemargono, Filsafat Ilmu Pengetahuan, Yogyakarta: Nur
Cahaya1983.
Soeleman Yusuf dan Slamet Soesanto, Pengantar Pendidikan Sosial,
Surabaya: Usaha Nasional,1981.
Syarif Anwar dan Amin Maki, Islam Agama Dakwah Materi Dakwah
Yang Merakyat, Yogyakarta: UII Press, 2004.
Syekh Ali Makhfuz, Hidayat al-Mursyidin, Terj. Khodijah Nasution,
Yogyakarta: 3A, 1970.
Thoha Yahya Umar, Ilmu Dakwah, Jakarta, Wijaya,1967.
-----. Ilmu Dakwah, Jakarta, Wijaya, 1981.
Toto Tasmara, Komunikasi Dakwah, Jakarta: Gaya Media Pertama,
1997.
Zafry Zamzam, Pengantar Ilmu Dakwah Etika, Banjarmasin:
Fakultas Publistik UNISAN, 1963
top related