adaptasi mahasiswa papua di bandar lampung (studi …digilib.unila.ac.id/26643/3/skripsi tanpa bab...
Post on 01-Apr-2019
246 Views
Preview:
TRANSCRIPT
ADAPTASI MAHASISWA PAPUA DI BANDAR LAMPUNG
(Studi Pada Mahasiswa asal Papua di Universitas Lampung)
(Skripsi)
Oleh
MONICA SEPTIANI
JURUSAN ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2017
ABSTRAK
ADAPTASI MAHASISWA PAPUA DI BANDAR LAMPUNG
(Studi Pada Mahasiswa Asal Papua di Universitas Lampung)
Oleh
Monica Septiani
Beasiswa Adik (afirmasi pendidikan tinggi) yang diberikan oleh Dikti, membuat
putra-putri daerah Papua yang menerima beasiswa tersebut berangkat ke
Universitas Lampung untuk dapat melanjutkan kuliahnya. Adaptasi merupakan
hal yang harus dilakukan untuk dapat bertahan hidup dan melanjutkan tujuan
pendidikan mereka. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan
menjelaskan proses adaptasi mahasiswa asal Papua di Bandar Lampung mulai dari
tahapan pra-migrasi, awal migrasi, hingga adaptasi sampai saat ini. Penelitian ini
menggunakan pendekatan kualitatif dengan teori adaptasi yang disesuaikan
dengan model komunikasi antar budaya milik Gudykunst dan Samovar. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa sebelum berangkat ke Provinsi Lampung
mahasiswa asal Papua mengalami anxiety atau kecemasan dalam beradaptasi
dikarenakan stereotip yang mereka dengar sebelum berangkat ke Provinsi
Lampung. Adapun faktor yang menjadi alasan mereka untuk tetap berangkat ke
Lampung ialah faktor pendidikan, ekonomi, dan psikologis. Pada awal migrasinya
di Lampung mereka masih mengalami anxiety dan sempat mengalami tindakan
bully-ing (name-callings) oleh mahasiswa lainnya. Sedangkan masalah yang
mereka alami pada awal migrasi ialah memahami bahasa daerah dan logat
Lampung yang sangat khas seperti geh, kan, dan lainnya. Kemudian penyesuaian
logat menjadi suatu solusi bagi mereka untuk mengatasi masalah tersebut.
Adaptasi yang dilakukan oleh mahasiswa asal Papua ialah meneysuaikan diri
dengan lingkungan (autoplastis). Dalam penelitian ini juga ditemukan pola
adaptasi yang dinamakan pola adaptasi terbuka sementara.
Kata kunci : Adaptasi, Proses Adaptasi, Mahasiswa Asal Papua
ABSTRACT
ADAPTATION OF STUDENTS FROM PAPUA IN BANDAR LAMPUNG
(Study of Students from Papua in Lampung University)
By
Monica Septiani
The Adik’s scholarship (Affirmation higher education) given by Dikti, made the
students of Papua received the scholarship to continue their study at Lampung
University. In order to survive and continue their education in Lampung
University, they should be adaptation to their new environment. The purpose of
the study is to find out the process of adaptation students from Papua in Bandar
Lampung from pre-migration, early migration, and the process adaptation all this
time. This study is using qualitative approaches with adaptation theory and
adjusted with communication culture model Gudykunst’s and Samovar’s. The
result of this research indicates that before they went to Lampung, the Papua
students feel an anxiety in adaptation caused by stereotype that they heard before.
The main factors that becoming the reason to continue their study is education,
economic, and psychological factor. As the beginning of their migration, they still
felt anxiety and directly experienced bully-ing act (name-callings) by other
students. Meanwhile, the problem in the beginning of their migration is to
understand the local language and Lampung accent which is very distinctive for
the example geh, kan, and others. Then, the accent adjustment becoming the only
solution for them to resolve the issue. Adaptations made by students from Papua
is to adjust to the environment (autoplastis). In this study also found a pattern of
adaptation, called ‘temporary open adaptation system’.
Keywords: adaptation, adaptation process, students from Papua.
Adaptasi Mahasiswa Papua di Bandar Lampung
(Studi Pada Mahasiswa asal Papua di Universitas Lampung)
Oleh
MONICA SEPTIANI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA ILMU KOMUNIKASI
Pada
Jurusan Ilmu Komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
JURUSAN ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2017
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Monica Septiani. Lahir di
Rajabasa, tanggal 1 September 1994. Penulis merupakan
putri ketiga dari empat bersaudara, buah hati dari pasangan
Suhaimi Hoesin Pokok Ratoe dan Rodiyanti Umar. Penulis
menempuh pendidikan di Taman Kanak-Kanak Yustikarini
pada tahun 2000, SDN 2 Rajabasa tahun 2006, SMP Negeri 22 Bandar Lampung
pada tahun 2009, dan SMA Negeri 9 Bandar Lampung pada tahun 2012. Pada tahun
2012 penulis terdaftar sebagai mahasiswi jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung melalui jalur SBMPTN.
Semasa menjadi mahasiswa, penulis aktif sebagai anggota HMJ Ilmu Komunikasi
sebagai anggota bidang journalistic periode kepengurusan 2013-2014. Serta menjadi
Sekretaris Umum HMJ Ilmu Komunikasi periode kepengurusan 2014-2015. Penulis
melaksanakan Praktik Kerja Lampangan (PKL) di Kantor Pengawasan dan Pelayanan
Bea Cukai Tipe Madya Pabean B Bandar Lampung pada januari 2015. Selain itu,
penulis juga pernah melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) selama dua bulan (Juli-
September 2015) di desa Mulyo Jadi, Kecamatan Gunung Terang, Tulang Bawang
Barat. Selain itu juga, penulis menyalurkan hobby mendengarkan musiknya dengan
menjadi karyawan freelance di Radio Sonora Lampung 96,0 FM dan bekerja menjadi
Presenter dan Reporter di Kompas TV Lampung.
MOTTO
I never dreamed about success I worked for it..
-Monica Septiani
PERSEMBAHAN Skripsi ini aku persembahkan untuk orang-orang yang sangat aku
sayangi……
-Mama Papa Uci Uni Via dan Dia-
How much I love you…
SANWACANA
Alhamdulillah hirobbil alamin..
Segala Puji bagi Allah SWT, Sang Pencipta Langit dan Bumi, serta Sang Pemberi
Kehidupan yang selalu mengasihi umat-Nya. Sholawat serta salam selalu tercurah
kepada Nabi Besar Muhammad SAW, para sahabat dan pengikutnya hingga akhir
zaman. Atas berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya akhirnya penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Adaptasi Mahasiswa Papua di Bandar
Lampung (Studi Pada Mahasiswa Asal Papua di Universitas Lampung).”
Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Ilmu Komunikasi (S.Ikom) di Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Lampung. Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak
akan berhasil disusun dengan baik tanpa adanya bantuan dan bimbingan, serta
saran dari semua pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terimakasih
kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Karomani M.Si., selaku Wakil Rektor III Bidang
Kemahasiswaan dan Alumni, juga selaku dosen pembahas pada skripsi
penulis.
2. Ibu Dhanik Sulistyarini S.Sos., M.Comn & Media St selaku Ketua Jurusan
Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Lampung.
3. Ibu Wulan Suciska S.Sos., M.Si. selaku Sekretaris Jurusan Ilmu
Komunikasi FISIP Universitas Lampung.
4. Ibu Dr. Nina Yudha Aryanti, S.Sos., M.Si., selaku Pembimbing Utama
pada skripsi penulis yang telah sabar membimbing dan memberikan kritik
serta saran kepada penulis pada penyusunan skripsi ini.
5. Seluruh dosen dan staff Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP Universitas
Lampung, yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu terimakasih
atas ilmu, wawasan serta semua kebaikan yang telah kalian berikan.
6. Kepada sosok terhebat yang selalu menjadi alasanku untuk selalu bertahan
atas segala cobaan dan berjuang mencapai segala kesuksesan di hidup ini,
Mama tersayang. I will always survive and never give up to make you
proud and happy forever, Mom.
7. Orang yang telah memberikan pelajaran berharga dalam hidup ini,
mengajarkan artinya bangkit dari keterpurukan dan selalu berjuang
menggapai mimpi, Papa Simi tersayang.
8. Ketiga makhluk terindah yang diciptakan untuk menyempurnakan
hidupku, Uci Ria, Uni Tia dan Adik Via yang menghadirkan berbagai
perbedaan dengan satu tujuan yaitu berjuang demi sebuah keluarga.
Terimakasih banyak, kalian terbaik yang pernah ada.
9. Dua makhluk lucu dan menggemaskan yang menjadi alasanku tersenyum
dirumah dengan segala kepolosan sifat dan sikap kalian, Athar dan Kay
tersayang. Even you can’t read this babies, just believe Tate ‘Em always
loving you so! Tak ketinggalan untuk Daing Fahmi as a father of Athar
and Kay yang selalu memberikan bantuan kepada penulis.
10. FPT you know no words can’t describe how grateful I am foreverything
we had! and to my little angel in heaven, APT. Love you guys, ‘till we met
again!
11. Sahabat-sahabat terbaik yang menemani hari-hari ku di kampus (Emil,
Riva, Aulia, dan Shyntia) terimakasih atas segala kejulidan dan kasih
sayang tulus kalian selama hampir empat tahun ini. Tak ketinggalan Kiki,
Dendy, Tati, Nanda yang selalu bersedia mendengar keluh kesahku dan
selalu bersedia membagikan canda tawanya.
12. Teman-teman seperjuangan (Kom 12) Hanif, Indra, Ardi, Cliff, Egy,
Putra, Jefri, Arfad, Rizki, Pepi, Ibu Dwi, Diki, Andini, Mahda, Dita, Eno,
Arif, Isma, Pujai, Gadis, Naufal, Amel, Madam, Sapi dan masih banyak
lagi yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terimakasih telah mewarnai
hari-hari penulis di kampus tercinta selama empat tahun ini.
13. To my beloved Sono Genks! Mas Bram as my Station Manager, Sinta mba
Dona-tur, Kica best bitch ever, Arvien and Aldo my partner in crime a
long-long time ago, Yuk Wita ter-ngondek, Shendy Bancla Terbaik dan
partner patas antar kabupaten, Tara mba lambe yang amat sangat julid,
Son of God Elizabeth Sihaloho, Imam Waruy Wabelau yang selalu tampan
kalau dilihat dari Gunung Kunyit, Ate dan Husa partner Montesaku, Asa
mba VJ yang selalu suka ketoprak, Uni Muti Putri Pariwisata, Selvi dan
Rahma partner keatas dan kebawah terbaik, Dinda si Lanang, kakak
kutersayang Ijah Yellow alias Fifi Junissa, partner Boti Rifki Aus yang
kini tengah menjajaki kariernya dan terakhir untuk MD paling kalem yang
pernah ada yaitu Eki. Terimakasih sudah selalu menjadi rumah kedua ku,
berbagi canda, tawa, susah, sedih, dan segala aib yang mungkin hanya
kalian paling mengerti, love you to the moon and back.
14. Adik-adik didikkan mba-nya yang tergabung dalam gruup PJM yaitu
Anang, Sarah, Audy, Rahmat, Jomeng, Kanjul, Rahmat, Nanda dan
semuanya yang pernah berbagi cerita di tugu duren maupun dibawah lobby
hotel dan selalu menghibur malam minggu mba-nya, terimakasih genks!
15. Kakak tingkat komunikasi dari segala angkatan yang selalu memberikan
kritik dan saran Bang Panji, Kak Fathir, Kak Radit, Kanda Satya, Kak
Oyo, Mba Finda, Ciwing, Kak Alif, Kak Ardika, Mami Utum, Kak I Gede,
dan masih banyak lainnya. Serta adik-adik tingkat komunikasi, Gagah,
Amsal, Sigit, Bibeh, Vina, Ladi, Leo dan lainnya.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak terdapat
kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua
pihak. Penulis berharap semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Bandarlampung, 9 Maret 2017
Monica Septiani
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ...............................................................................................
DAFTAR GAMBAR ...........................................................................................
DAFTAR BAGAN ...............................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang............................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................... 7
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................... 7
1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................ 7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu ...................................................... 8
2.2 Remaja dan Kebutuhan akan Pendidikan ...................................... 12
2.2.1 Pengertian Remaja ................................................................ 12
2.2.2 Karakteristik Remaja Akhir .................................................. 13
2.2.3 Pendidikan sebagai Kebutuhan Dasar Manusia ................... 16
2.2.4 Hierarki Kebutuhan Abraham Maslow ................................ 17
2.3 Remaja dalam Pengambilan Keputusan Migrasi ........................... 20
2.3.1 Perkembangan Sosial Remaja ............................................. 20
2.3.2 Pembentukan Stereotip Etnik Melalui Media Massa ........... 21
2.4 Komunikasi Antar Budaya dalam Adaptasi .................................. 24
2.4.1 Pengertian Komunikasi Antar Budaya ................................ 24
2.4.2 Komunikasi Antar Pribadi .................................................... 27
2.4.3 Model Komunikasi Gudykunst ............................................ 30
2.4.4 Komunikasi Kelompok ........................................................ 32
2.4.5 Model Komunikasi Samovar ............................................... 37
2.5 Landasan Teori .............................................................................. 39
2.5.1 Teori Adaptasi ..................................................................... 39
2.6 Kerangka Pikir .............................................................................. 40
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Tipe Penelitian ............................................................................... 43
3.2 Fokus Penelitian ............................................................................ 44
3.3 Informan ........................................................................................ 44
3.4 Sumber Data ................................................................................. 45
3.5 Teknik Pengumpulan Data ............................................................ 46
3.6 Teknik Pengolahan Data................................................................ 47
3.7 Teknik Analisis Data ..................................................................... 48
3.8 Teknik Keabsahan Data ................................................................. 50
BAB IV
GAMBARAN UMUM
4.1 Gambaran Umum Kota Bandar Lampung ..................................... 52
4.2 Gambaran Umum Universitas Lampung ....................................... 54
4.2.1 Sejarah Universitas Lampung ............................................... 54
4.2.2 Visi dan Misi Universitas Lampung ..................................... 56
4.3 Gambaran Umum Mahasiswa Papua di Universitas Lampung ..... 58
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Identitas Informan ......................................................................... 61
5.2 Data Informan ................................................................................ 67
5.3 Hasil Wawancara ........................................................................... 68
5.3.1 Proses Adaptasi Mahasiswa Asal Papua Pra Migrasi........... 68
5.3.2 Proses Adaptasi Mahasiswa Asal Papua Awal Migrasi ....... 76
5.3.3 Proses Adaptasi Mahasiswa Asal Papua Hingga Saat Ini .... 85
5.4 Pembahasan ................................................................................... 99
5.4.1 Proses Adaptasi Mahasiswa Asal Papua Pra Migrasi........... 100
5.4.2 Proses Adaptasi Mahasiswa Asal Papua Awal Migrasi ....... 106
5.4.3 Proses Adaptasi Mahasiswa Asal Papua Hingga Saat Ini .... 112
5.4.4 Pola Adaptasi Mahasiswa Asal Papua di Bandar Lampung . 115
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan .................................................................................... 133
6.2 Saran .............................................................................................. 137
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1. Penelitian Terdahulu ...................................................................................... 10
2.2. Rentang Usia Remaja ..................................................................................... 12
4.1. Daftar Nama Mahasiswa Penerima Dana Bantuan Biaya Pendidikan
Afirmasi Dikti (Asal Papua) di Universitas Lampung ................................... 59
5.1. Data Informan Mahasiswa Asal Papua di Universitas Lampung .................. 67
5.2. Jawaban alasan mengikuti beasiswa ADIK dan berkuliah di Universitas
Lampung ........................................................................................................ 68
5.3. Jawaban informasi yang didapatkan tentang Lampung dan asal informasi
tersebut ........................................................................................................... 70
5.4. Jawaban orang-orang yang mendukung keputusan mahasiswa asal Papua
untuk berangkat ke Lampung ......................................................................... 72
5.5. Jawaban peneguhan berangkat ke Lampung ................................................. 74
5.6. Jawaban tanggapan awal pertama kali tiba di Lampung dan perbedaan antara
Lampung dan Papua ....................................................................................... 76
5.7. Jawaban masalah yang pernah dialami pada awal adaptasi di Universitas
Lampung ........................................................................................................ 78
5.8. Jawaban respon lingkungan sekitar pada awal berada di Universitas Lampung
........................................................................................................................ 80
5.9. Jawaban perasaan mahasiswa asal Papua pertama kali berinteraksi dengan
masyarakat multi-etnik di Lampung ............................................................. 81
5.10 Jawaban kesulitan yang dialami mahasiswa asal Papua pertama kali dengan
masyarakat multi-etnik .................................................................................. 83
5.11 Jawaban waktu yang dibutuhkan untuk beradaptasi di Bandar Lampung .... 85
5.12 Jawaban cara beradaptasi mahasiswa asal Papua dengan mahasiswa
yang ada di Universitas Lampung ................................................................. 86
5.13 Jawaban bentuk nyata adaptasi mahasiswa asal Papua di Universitas
Lampung ....................................................................................................... 88
5.14 Jawaban hambatan yang dihadapi mahasiswa asal Papua dalam beradaptasi
dan cara mengatasinya .................................................................................. 89
5.15 Jawaban orang-orang yang sering diajak berkomunikasi dalam
menghadapi suatu permasalahan dan bentuk komunikasi yang sering
digunakan ...................................................................................................... 91
5.16 Jawaban pemberian beasiswa yang diberikan oleh Dikti kepada
mahasiswa asal Papua ................................................................................... 93
5.17 Jawaban alasan mahasiswa asal Papua yang kembali ke Papua ................... 94
5.18 Jawaban perasaan mahasiswa asal Papua berkuliah di Universitas Lampung
hingga saat ini ............................................................................................... 95
5.19 Jawaban alasan bertahan mahasiswa asal Papua berkuliah di Universitas
Lampung ....................................................................................................... 98
5.20 Faktor Penyebab mahasiswa asal Papua migrasi ke Lampung ..................... 105
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1. Hieararki Kebutuhan Abraham Maslow ........................................................ 19
2.2. Model Komunikasi Gudykunst dan Kim ....................................................... 31
2.3. Model Komunikasi Samovar.......................................................................... 38
5.1. Informan 1 ...................................................................................................... 62
5.2. Informan 2 ...................................................................................................... 63
5.3. Informan 3 ...................................................................................................... 64
5.4. Informan 4 ...................................................................................................... 65
5.5. Informan 5 ...................................................................................................... 66
5.6. Model Komunikasi Gudykunst dan Kim ....................................................... 118
5.7. Model Komunikasi Tatap Muka Mahasiswa Asal Papua di Bandar Lampung
Temuan Peneliti ............................................................................................. 121
5.8. Model Komunikasi Samovar.......................................................................... 123
5.9. Model Komunikasi Kelompok Mahasiswa Asal Papua Temuan Peneliti ..... 124
5.10 Pola Adaptasi Sosial Terbuka Sementara Mahasiswa Asal Papua di Bandar
Lampung Temuan Peneliti ............................................................................. 125
DAFTAR BAGAN
Bagan Halaman
2.1. Kerangka Pikir ............................................................................................... 42
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sejak tahun 2012, mahasiswa asal Papua mulai merantau ke Provinsi
Lampung. Hal ini dikarenakan adanya beasiswa ADIK (Afirmasi
Pendidikan Tinggi dari Dikti). Beasiswa afirmasi ini diberikan kepada
siswa-siswi lulusan SMA yang ingin melanjutkan pendidikan ke tingkat
universitas di dalam maupun di luar negeri.
Hingga saat ini, jumlah putra-putri asli Papua yang dibiayai melalui
program ADIK mencapai ribuan orang. Mereka menempuh pendidikan di
39 Perguruan Tinggi Negeri di seluruh Indonesia dan salah satunya adalah
Universitas Lampung. (http://www.kompasiana.com/verona/program-
beasiswa-di-papuadi akses pada 18 Januari 2016).
Berdasarkan hasil pra-riset yang telah dilakukan peneliti pada tanggal 15
maret 2016 lalu, jumlah mahasiswa asal Papua yang menempuh
pendidikan di Universitas Lampung hingga tahun 2015 mencapai 36 orang
(sumber: Arsip Surat Keputusan Rektor No. UN26/KM/2016 tanggal 1
februari 2016). Dengan rentan usia 18-22 tahun, mahasiswa asal Papua
tersebut termasuk dalam kategori remaja akhir. Adapun ciri-ciri dari
remaja akhir ialah mulai mengungkapkan identitas diri, lebih selektif
2
mencari teman sebaya, mempunyai citra jasmani tentang dirinya, dapat
mewujudkan rasa cinta, mulai berfikir abstrak, dan mulai berfikir tentang
masa depan termasuk pendidikan, kejuruan, serta seksual (Monks, 2002:
37).
Setiap orang yang masuk ke fase remaja akhir akan mulai memikirkan
masa depannya, salah satunya adalah keinginan untuk melanjutkan
pendidikannya seperti yang dilakukan oleh mahasiswa asal Papua.
Pendidikan kemudian menjadi sebuah kebutuhan yang harus dipenuhi oleh
mahasiswa asal Papua demi mencapai tujuan hidupnya dimasa yang akan
datang. Meskipun demi menempuh pendidikan ke tahap selanjutnya,
mahasiswa asal Papua tersebut harus berangkat merantau ke Provinsi
Lampung yang belum pernah mereka kunjungi sebelumnya. Karena
adanya motivasi dari diri sendiri untuk dapat belajar hidup mandiri,
mereka akhirnya memutuskan untuk tetap berangkat ke Provinsi Lampung.
Besarnya motivasi untuk memperoleh pendidikan bagi mahasiswa asal
Papua ini sejalan dengan hierarki kebutuhan yang diungkapkan oleh
Abraham Maslow. Maslow adalah seorang psikolog humanistik yang
berpendapat bahwa pada setiap diri seseorang terdapat lima hierarki
kebutuhan, antara lain: kebutuhan fisiologis, kebutuhan keamanan,
kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan akan harga diri (self esteem),
serta kebutuhan akan aktualisasi diri (Robbins, 2001: 93-94).
Kebutuhan seseorang untuk memperoleh pendidikan serta untuk dapat
belajar hidup mandiri masuk kedalam kebutuhan akan harga diri (self
esteem). Karena dalam mencapai kebutuhan akan harga diri itu seseorang
3
akan belajar mencapai tujuannya agar dapat terus maju dan dapat
dilakukan dengan cara belajar memenuhi kebutuhan kekuatan,
penguasaan, kompetensi, kepercayaan diri, serta untuk dapat hidup
mandiri. Hal inilah yang kemudian menjadi alasan kuat bagi mahasiswa
asal Papua untuk tetap berangkat menuju Provinsi Lampung serta
melanjutkan pendidikannya di Universitas Lampung.
Provinsi Papua menjadi salah satu daerah tujuan transmigrasi bagi
masyarakat Indonesia. Selain karena wilayahnya yang sangat luas
(mencapai 808.105 km2), provinsi ini juga dikenal dengan berbagai
potensi sumber daya alam yang sangat melimpah. Bahkan sejak
dicanangkannya program transmigrasi sejak tahun 1960, jumlah
masyarakat transmigran hampir melebihi jumlah penduduk asli Papua.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan bahwa pada tahun 1971-
2000 migrasi masuk ke Papua mencapai 719.866 jiwa. Sementara
penduduk yang keluar Papua hanya 99.614 jiwa. Setelah program
transmigrasi dihentikan pada tahun 2003 melalui UU nomor 21 tahun
2003, transmigrasi reguler dihentikan dan model transmigrasi berubah
menjadi Kerja Sama Antar Daerah (KSAD) (sumber:
nasional.kompas.com/read/2015/06/07/15520261/Upaya.Hentikan.Transm
igrasi.ke.Papua.Sudah.Dilakukan.15.Tahun.Lalu di akses pada 23 maret
2016 pukul 22:46 WIB).
Sumber lain juga menyebutkan bahwa hingga kini, jumlah penduduk asli
Papua mencapai 52%. Sisanya Provinsi Papua didominasi oleh masyarakat
transmigran yang berasal dari Jawa dan Sulawesi sebanyak 48%. Papua
4
juga memiliki lebih dari 250 etnis dan 268 bahasa daerah selain bahasa
Indonesia yang digunakan dan dikembangkan disana. Oleh karena itu para
peneliti dari Amerika sering menyebut Papua sebagai laboratorium bahasa.
(http.cloud.papua.go.id/id/TentangPapua/MMBudayaSejarah/MMSukusuk
u/pages/default.com diakses pada 23 maret 2016 pukul 23.06 WIB).
Berdasarkan fakta-fakta yang telah disebutkan diatas maka dapat
dikatakan bahwa masyarakat Papua sudah sering berinteraksi dengan
masyarakat lainnya yang berbeda etnik. Namun tidak untuk masyarakat
yang beretnik Lampung. Oleh karena itu sebelum berangkat merantau ke
Provinsi Lampung, mahasiswa asal Papua tersebut mencari berbagai
informasi tentang Lampung lewat media massa maupun lewat interaksi
dengan orang lain yang berpengalaman (orangtua, guru dan orang terdekat
lainnya).
Hasil pra-riset yang telah dilakukan pada tanggal 15 maret 2016, juga
menunjukkan awalnya semua mahasiswa asal Papua yang kini tengah
berkuliah di Universitas Lampung tidak memilih Provinsi Lampung
sebagai tempat untuk melanjutkan pendidikannya. Bahkan kebanyakan
dari mereka tidak mengetahui dimana letak Provinsi Lampung atau
bagaimana karakteristik masyarakat yang tinggal di Provinsi Lampung.
Informasi yang mereka dapatkan dari media massa tentang Lampung
menyebutkan bahwa Lampung ialah daerah yang kurang aman, dengan
masyarakat yang berwatak keras, dan banyak tindakan kriminal yang
terjadi didalamnya, serta sering terjadi konflik antar etnis. Hal inilah yang
5
menyebabkan mahasiswa asal Papua akhirnya memiliki prasangka atau
stereotip tentang Lampung.
Pada dasarnya media massa merupakan alat yang digunakan dalam
penyampaian pesan-pesan dari sumber kepada khalayak yang menerima
dengan menggunakan alat-alat komunikasi mekanis seperti surat kabar,
film, radio, serta televisi (Cangara, 2002: 134). Media massa menghimpun
berbagai informasi yang kemudian disampaikan kepada masyarakat luas.
Informasi tersebut kemudian dapat menjadi stereotip terhadap suatu hal
atau kelompok tertentu.
Stereotip adalah generalisasi terhadap kelompok etnis yang menyangkut
sifat-sifat yang dimiliki kelompok etnis tersebut, namun sifat-sifat tersebut
dikenakan secara tidak tepat (Taylor dan Moghaddam, 1994: 162).
Stereotip terbentuk dari keyakinan-keyakinan yang dimiliki tentang atribut
seseorang, biasanya tentang sifat-sifat kepribadian namun lebih sering
tentang perilaku kelompok orang. Dalam sejarahnya, stereotip sendiri
merupakan perilaku yang sudah dilakukan oleh manusia sejak zaman
purbakala (Leyen dkk, 1994: 11).
Namun stereotip sebagai konsep modern, baru digagas oleh Walter
Lippmann dalam tulisannya yang berjudul “public opinion” yang
dipublikasikan pada tahun 1922. Lippmann mengatakan bahwa stereotip
adalah cara ekonomis untuk melihat dunia secara keseluruhan. Hal ini
dikarenakan individu tidak dapat sekaligus mengalami dua event yang
berbeda dalam tempat yang berbeda yang dapat dilakukan secara
6
bersamaan. Karenanya manusia kemudian bersandar pada testimoni orang
lain untuk memperkaya pengetahuannya mengenai lingkungan sekitar.
Stereotip atau pandangan dari seseorang terhadap suatu hal dapat terjadi
pada berbagai situasi, salah satunya adalah ketika individu memasuki
lingkungan yang baru dan asing, yang sama sekali berbeda dengan
lingkungan yang telah dikenal sebelumnya.Stereotip ini juga dimiliki oleh
mahasiswa asal Papua yang menempuh pendidikan di Universitas
Lampung, terutama merantau ke Provinsi Lampung merupakan hal baru
bagi mereka dan pada akhirnyaharus menghadapi kehidupan yang sama
sekali berbeda dari sebelumnya.
Meskipun memiliki berbagai stereotip tentang Lampung, mahasiswa asal
Papua harus tetap dapat beradaptasi dengan lingkungan barunya tersebut,
karena pada dasarnya tujuan dari adaptasi ialah mengatasi kesulitan dan
hambatan. Dalam penelitian ini pula, peneliti akan meneliti adaptasi yang
dilakukan mahasiswa asal Papua di Bandar Lampung. Selain itu juga
peneliti akan menganalisa bagaimana proses adaptasi mahasiswa asal
Papua mulai dari tahapan pra-migrasi ke Provinsi Lampung, tahapan
migrasi awal di Lampung, hingga tahapan adaptasi yang dilakukan
mahasiswa Papua sampai saat ini. Peneliti berharap dengan adanya
penelitian ini, mahasiswa asal Papua yang berkuliah di Universitas
Lampung dapat berkomunikasi dan beradaptasi dengan baik di Provinsi
Lampung. Serta tidak menjadikan berbagai stereotip yang ada sebagai
penghalang dalam berkomunikasi maupun beradaptasi.
7
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, penulis
merumuskan masalah yang akan diteliti yaitu :
Bagaimana proses adaptasi mahasiswa asal Papua di Bandar Lampung
mulai dari pra-migrasi, awal migrasi, hingga adaptasi sampai saat ini?
1.3 Tujuan penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengetahui dan menjelaskan proses adaptasi mahasiswa asal
Papua di Bandar Lampung mulai dari tahapan pra-migrasi, awal migrasi,
hingga sampai saat ini.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Kegunaan teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi pengembangan ilmu
komunikasi, dan juga diharapkan dapat menjadi referensi bagi
penelitian selanjutnya, khususnya yang berkaitan tentang proses
adaptasi mahasiswa Papua di Bandar Lampung.
2. Kegunaan praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan pemahaman
dan pengetahuan tentang proses mahasiswa Papua di Bandar
Lampung.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu
Penelitian sebelumnya dipakai sebagai acuan dan referensi sekaligus
memudahkan peneliti dalam membuat penelitian ini. Peneliti telah
menganalisis beberapa penelitian terdahulu untuk menghindari adanya
duplikasi dan pengulangan penelitian atau kesalahan yang sama seperti yang
dibuat peneliti sebelumnya.
Penelitian sebelumnya berjudul Strategi Komunikasi Keluarga Dalam
Mempertahankan Identitas Etnik Remaja Bali pernah dilakukan oleh Fajriati
Meutia, mahasiswi Jurusan Ilmu Komunikasi, FISIP Universitas Lampung
pada tahun 2015. Ia menganalisis strategi komunikasi keluarga seperti apa
yang digunakan masyarakat Bali dalam mempertahankan identitas etniknya
terhadap anak-anak yang masuk dalam kategori remaja. Dalam penelitian ini
menjelaskan tentang hubungan keluarga antara orangtua dan anak-anaknya
dalam mempertahankan identitas etnik Bali. Dalam mempertahankan
identitas etnik Bali tidak hanya dibutuhkan peran orangtua saja, tetapi ada
kesadaran diri sendiri dari para remaja beretnik Bali. Sedangkan strategi
9
mempertahankan identitas etnik Bali dilakukan dengan cara mempererat
hubungan komunikasi antara orangtua dan anak-anaknya.
Penelitian selanjutnya, ialah milik Titania Sekar Respati mahasiswi Jurusan
Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Lampung tahun 2013. Dalam
penelitiannya, Titania menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang
menyebabkan masyarakat menjadi TKI yaitu faktor ekonomi, aktualisasi diri,
dan pengalaman untuk bekerja. Selain itu, dalam prosesnya menjadi seorang
TKI, masyarakat tersebut berinteraksi dengan keluarga, calo, dan kelompok
pergaulannya. Penelitian ini juga menjelaskan pola komunikasi yang
terbentuk oleh para TKI Purna berdasarkan tipe relasi, yaitu pola komunikasi
putus, pola komunikasi cakar ayam serta pola komunikasi tapal kuda.
Penelitian yang juga sejalan dengan pola adaptasi yang ingin diteliti oleh
penulis adalah penelitian milik Andi Winata mahasiswa Jurusan Ilmu
Kesejahteraan Sosial FISIP Universitas Bengkulu 2014. Dalam penelitiannya,
yang berjudul Adaptasi Sosial Mahasiswa Rantau Dalam Mencapai Prestasi
Akademik, Andi membahas tentang bagaimana pola adaptasi yang dilakukan
mahasiswa rantauan yang tinggal di Kelurahan Kandang Limun Kota
Bengkulu. Penelitian ini berfokus pada pola adaptasi yang dilakukan
mahasiswa rantauan dalam mencapai prestasi akademik atau IPK. Sedangkan
hasil dari penelitian ini menjelaskan, pencapaian prestasi akademik tersebut
berkaitan dengan pola adaptasi yang dilakukan mahasiswa rantauan tersebut.
10
Semakin aktif ia beradaptasi dengan lingkungan kampus nya, maka semakin
baik juga pencapaian indeks prestasi komulatif atau IPK-nya.
Untuk lebih jelasnya, penjelasan tentang penelitian terdahulu sebagai
referensi penulis dapat dijelaskan melalui tabel seperti berikut:
Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu
Peneliti Fajriati Meutia
Judul Penelitian Strategi Komunikasi Keluarga Dalam
Mempertahankan Identitas Etnik Remaja Bali
(Studi pada Remaja Bali di Perumahan Bataranila,
Desa Hajimena Kabupaten Lampung Selatan.
Hasil Penelitian Dalam membentuk identitas etnik Bali pada
remaja, proses pembentukannya bertahap sesuai
dengan usia mereka. Strategi yang digunakan
dalam mempertahankan identitas etnik tersebut
ialah mempererat hubungan komunikasi antar
pribadi terutama dalam keluarga.
Kontribusi Pada
Penelitian
Membantu peneliti dalam memahami proses
pembentukan identitas etnik Bali melalui
komunikasi antar pribadi dalam keluarganya.
Selain itu menjadi acuan bagi peneliti untuk
memberikan penjelasan tentang pengertian dan
perkembangan remaja dalam mempertahankan
identitas etniknya.
Perbedaan Penelitian Dalam penelitian Fajriati, membahas tentang
proses pembentukan identitas etnik bali melalui
komunikasi antar pribadi. Sedangkan dalam
penelitian ini, peneliti menuliskan proses adaptasi
yang dilakukan mahasiswa asal Papua melalui
komunikasi yang dilakukan mahasiswa asal Papua
yaitu komunikasi antar pribadi dan komunikasi
antar kelompok. Selain itu, dalam penelitian ini
akan menjelaskan pola komunikasi dalam adaptasi
mahasiswa asal Papua.
Peneliti Titania Sekar Respati
Judul Penelitian Pola Komunikasi TKI Purna Dalam Masyarakat
(Studi Pada TKI Purna di Desa Sumberrejo,
Kemiling)
Hasil Penelitian Dalam penelitian ini membahas tentang faktor
yang mempengaruhi seseorang menjadi TKI, serta
menjelaskan proses komunikasi yang dilakukan
TKI Purna berdasarkan tipe relasinya dan
menemukan pola komunikasi yang dilakukan TKI
Purna dengan tipe relasinya.
11
Kontribusi Pada
Penelitian
Membantu peneliti memahami pola komunikasi
yang terjadi didalam objek peneliti serta
menjelaskan tentang hubungan yang dilakukan
oleh TKI Purna lewat sosiometri dan sosiogram.
Perbedaan Penelitian Pada penelitian milik Titania, menjelaskan faktor-
faktor yang mempengaruhi seseorang menjadi TKI
dan menjabarkan proses komunikasi serta pola
komunikasi yang dilakukan oleh TKI Purna.
Sedangkan dalam penelitian ini menjelaskan
tentang proses adaptasi yang dilakukan mahasiswa
asal Papua mulai dari tahapan pra migrasi, awal
migrasi hingga adaptasi sampai saat ini. Selain itu
juga penelitian ini nantinya akan menemukan pola
komunikasi yang dilakukan objek penelitian sesuai
dengan tahapan yang dilakukan pada proses
adaptasi tersebut.
Peneliti Andi Winata
Judul Penelitian Adaptasi Sosial Mahasiswa Rantau Dalam
Mencapai Prestasi Akademik (Studi Pada
mahasiswa Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial
angkatan 2008 FISIP Universitas Bengkulu di
Kelurahan Kandang Limun Kota Bengkulu)
Hasil Penelitian Dalam penelitian ini membahas tentang semakin
besar keinginan objek peneliti dalam beradaptasi
maka semakin besar pula motivasi yang
didapatkannya untuk dapat mengejar prestasi
akademik atau dalam hal ini IPK.
Kontribusi Pada
Penelitian
Membantu peneliti dalam memahami pola
adaptasi yang dilakukan mahasiswa rantau, serta
menjadi referensi bagi peneliti dalam meninjau
bahasan tentang tahapan adaptasi yang biasa
dilakukan oleh mahasiswa rantauan.
Perbedaan Penelitian Selain memiliki objek penelitian yang berbeda,
dalam penelitian ini juga peneliti akan mencoba
menjelaskan proses adaptasi yang dilakukan
mahasiswa asal Papua di Bandar Lampung yang
terdiri dari pra-migrasi, migrasi awal, hingga ke
tahap migrasi sampai saat ini. Hal ini berbeda
dengan penelitian yang dilakukan oleh Andi yang
menghubungkan pola adaptasi mahasiswa
rantauan dalam mencapai prestasi akademik.
12
2.2 Remaja dan Kebutuhan akan Pendidikan
2.2.1 Pengertian Remaja
Remaja berasal dari kata adolensence yang berarti tumbuh menjadi
dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti lebih luas yang mencakup
kematangan mental, emosional sosial dan fisik (Hurlock, 1992: 211).
Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak menuju
masa dewasa, masa setengah baya dan masa tua. Pada waktu ini akan
terlihat jelas jelas sifat transisi atau peralihan karena remaja belum
memperoleh status dewasa dan tidak lagi memiliki status anak (Calon
dalam Monks dkk, 2001). Dalam masa ini, tahap perkembangan remaja
mulai mengalami perubahan biologis, kognitif serta sosial-emosionalnya.
Menurut Monks, Knoers, dan Haditono, tahapan perkembangan remaja
melalui rentang usia dapat dibedakan menjadi empat bagian, yaitu:
No. Rentang Usia Kategori
1 10-12 tahun Pra-remaja
2 12-15 tahun Remaja Awal
3 15-18 tahun Remaja Pertengahan
4 18-21 tahun Remaja Akhir
Tabel 2.2 Rentang Usia Remaja
Sumber: Deswita, 2006: 192
13
Berdasarkan rentang usia yang telah diuraikan sebelumnya, masa remaja
akhir adalah masa ketika seseorang mulai masuk ke tahap pendidikan di
bangku kuliah atau telah menjadi mahasiswa. Sehingga dapat dikatakan,
mahasiswa asal Papua yang berkuliah di Universitas Lampung termasuk
dalam kategori remaja akhir.
Tahapan perkembangan remaja akhir (18-21 tahun) dapat ditandai dengan
ciri-ciri sebagai berikut (Monks, Knoers dan Haditono, 2002) :
1. Pengungkapan identitas sosial
2. Lebih selektif dalam mencari teman sebaya
3. Mempunyai citra jasmani dirinya
4. Dapat mewujudkan rasa cinta
5. Mampu berfikir abstrak
2.2.2 Karakteristik Remaja Akhir
Fase remaja akhir merupakan masa dengan ciri khas aktivitas seksual yang
sudah terpolakan. Hal ini dapat didapatkan melalui pendidikan hingga
terbentuk pola hubungan antarpribadi yang sungguh-sungguh matang. Fase
ini merupakan inisiasi ke arah hak, kewajiban, kepuasan, tanggung, jawab
kehidupan sebagai masyarakat dan warga negara. Karakteristik pelaku dan
pribadi (Makmun, 2003: 42) pada masa remaja akhir (18-21 tahun)
meliputi aspek:
1. Fisik, laju perkembangan secara umum berlangsung pesat, proporsi
ukuran tinggi, berat badan seringkali kurang seimbang dan munculnya
ciri-ciri sekunder.
14
2. Psikomotor,gerak-gerik tampak canggung dan kurang
terkoordinasikan serta aktif dalam dalam berbagai jenis cabang
permainan.
3. Bahasa, berkembangnya penggunaan bahasa sandi dan mulai tertarik
mempelajari bahasa asing, menggemari literatur yang bernafaskan dan
mengandung segi erotik, fantastik, dan estetik.
4. Sosial, keinginan menyendiri dan bergaul dengan banyak teman tetapi
bersifat temporer, serta adanya kebergantungan yang kuat kepada
kelompok sebaya disertai semangat konformitas yang tinggi.
5. Perilaku kognitif :
a. Proses berfikir sudah mampu mengoperasikan kaidah-kaidah
logika formal (asosiasi, diferensiasi, komparasi, kausalitas) yang
bersifat abstrak, meskipun relatif terbatas,
b. Kecakapan dasar intelektual menjalani laju perkembangan yang
terpesat,
c. Kecakapan dasar khusus (bakat) mulai menujukkan
kecenderungan-kecenderungan yang lebih jelas.
6. Moralitas :
a. Adanya ambivalensi antara keinginan bebas dari dominasi
pengaruh orang tua dengan kebutuhan dan bantuan dari orang tua.
b. Sikapnya dan cara berfikirnya yang kritis mulai menguji kaidah-
kaidah atau sistem nilai etis dengan kenyataannya dalam perilaku
sehari-hari oleh para pendukungnya.
15
c. Mengidentifikasi dengan tokoh moralitas yang dipandang tepat
dengan tipe idolanya.
7. Perilaku keagamaan
a. Mengenai eksistensi dan sifat kemurahan dan keadilan tuhan mulai
dipertanyakan secara kritis dan skeptis.
b. Masih mencari dan mencoba menemukan pegangan hidup.
c. Penghayatan kehidupan keagamaan sehari-hari dilakukan atas
pertimbangan adanya semacam tuntutan yang memaksa dari luar
dirinya.
8. Konatif, emosi, afektif, dan kepribadian :
a. Lima kebutuhan dasar (fisiologis, rasa aman, kasih sayang,
hargadiri, dan aktualisasi diri) menunjukkan arah
kecenderungannya.
b. Reaksi-reaksi dan ekspresi emosionalnya masih labil dan belum
terkendali seperti pernyataan marah, gembira atau kesedihannya
masih dapat berubah-ubah dan silih berganti.
c. Merupakan masa kritis dalam rangka menghadapi krisis
identitasnya yang sangat dipengaruhi oleh kondisi psikososialnya,
yang akan membentuk kepribadiannnya.
d. Kecenderungan kecenderungan arah sikap nilai mulai tampak
(teoritis, ekonomis, estetis, sosial, politis, dan religius), meski
masih dalam taraf eksplorasi dan mencoba-coba.
16
2.2.3 Pendidikan sebagai Kebutuhan Dasar Manusia
Pendidikan adalah proses pewarisan nilai dan pengalaman dalam artian
positif untuk mengembangkan peserta didik agar memiliki bekal dalam
hidupnya baik dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan sosial.
Pendidikan baik formal maupun non formal adalah sarana untuk pewarisan
kebudayaan. Setiap masyarakat mewariskan kebudayaannya kepada
generasi selanjutnya agar tradisi kebudayaannya tetap hidup dan
berkembang, melalui pendidikan. Pendidikan dapat diartikan sebagai
segala usaha orang dewasa dalam pergaulan dengan anak-anak untuk
memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan
(Purwanto, 2002: 3).
Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan manusia, terutama bagi
remaja. Karena dalam kenyataan hidupnya remaja membutuhkan
suatu proses belajar yang memungkinkan dirinya untuk menyatakan
eksistensinya secara utuh dan seimbang. Manusia tidak dirancang untuk
dapat hidup secara langsung tanpa proses belajar terlebih dahulu untuk
memahami jati dirinya dan menjadi dirinya. Dalam proses belajar itu
seseorang saling tergantung dengan orang lain. Proses belajar dimulai
dengan orang terdekatnya, yang selanjutnya proses belajar itulah yang
menjadi basis pendidikan.
17
Karena pendidikan merupakan suatu kebutuhan dasar bagi manusia, maka
setiap manusia berhak mendapatkan pendidikan yang layak. Terutama,
bagi remaja yang ingin melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih
tinggi. Hal inilah yang menyebabkan remaja asal Papua memutuskan
untuk berangkat ke Provinsi Lampung dan menempuh pendidikan di
Universitas Lampung. Kebutuhan dasar manusia lewat pendidikan juga
sesuai dengan hierarki kebutuhan Abraham Maslow.
2.2.4 Hierarki Kebutuhan Abraham Maslow
Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh
manusia dalam menjaga keseimbangan baik secara fisiologis maupun
psikologis yang bertujuan untuk mempertahakan kehidupan dan kesehatan,
salah satunya adalah pendidikan.
Hierarki kebutuhan Abraham Maslow (Robbins, 2001: 93-94) ini
kemudian menyatakan bahwa setiap manusia memiliki lima kebutuhan
dasar yaitu:
1. Kebutuhan fisiologis, yang merupakan kebutuhan paling dasar pada
manusia seperti pemenuhan kebutuhan akan oksigen, makanan,
minuman, istirahat, tidur, keseimbangan suhu tubuh, aktivitas dan
kebutuhan dasar lainnya.
2. Kebutuhan rasa aman dan perlindungan, dibagi menjadi perlindungan
fisik dan perlindungan psikologis. Perlindungan fisik, meliputi
perlindungan dari ancaman terhadap tubuh dan kehidupan seperti
kecelakaan, penyakit, bahaya lingkungan dan lainnya. Sedangkan
18
perlindungan psikologis meliputi, perlindungan dari ancaman peristiwa
atau pengalaman baru atau asing terhadap kejiwaan seseorang.
3. Kebutuhan rasa cinta, yaitu kebutuhan untuk memiliki dan dimiliki,
memberi dan menerima kasih sayang, kehangatan, persahabatan, dan
kekeluargaan.
4. Kebutuhan akan harga diri dan perasaan dihargai oleh orang lain serta
pengakuan dari orang lain. Pada tahap kebutuhan ini seseorang akan
mulai menunjukkan kompetensi, kepercayaan diri, serta dapat hidup
mandiri. Kebutuhan akan harga diri ini juga menajdi dasar bagi
seseorang untuk menempuh pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi
serta dapat hidup mandiri yang bertujuan ingin diakui dan dihargai
oleh orang lain.
5. Kebutuhan aktualisasi diri, merupakan kebutuhan tertinggi dalam
hierarki Abraham Maslow, yang berupa kebutuhan untuk berkontribusi
kepada orang lain atau lingkungan serta mencapai potensi diri
sepenuhnya.
19
Agar dapat lebih jelasnya, hierarki kebutuhan Abraham Maslow akan
dijelaskan dalam gambar 2.1:
5
4
3
2
1
Gambar 2.1. Hierarki Kebutuhan Abraham Maslow
Sumber : Robbins, 2001: 93-94
Kemudian, lima kebutuhan dasar Maslow inilah yang menjadi
pertimbangan mahasiswa asal Papua yang termasuk dalam kategori remaja
akhir untuk merantau ke Provinsi Lampung. Kebanyakan dari mahasiswa
asal Papua tersebut tidak memilih Provinsi Lampung sebagai tempat untuk
melanjutkan pendidikannya, hal yang mendasari mereka untuk migrasi ke
Lampung selain beasiswa ADIK ialah keinginan untuk dapat hidup
mandiri dan memperoleh pendidikan ke jenjang selanjutnya.
Motivasi ini sesuai dengan hierarki kebuhan Maslow pada tahapan esteem
needs atau kebutuhan akan harga diri, dan perkembangan sosial remaja
akhir yang kemudian membuat mereka memutuskan untuk migrasi ke
Provinsi Lampung dan melanjutkan kuliahnya di Universitas Lampung.
Kebutuhan Aktualisasi Diri(Self-
actualisation)
Kebutuhan Harga Diri (Esteem
Needs)
Kebutuhan Rasa Cinta (Love
Needs)
Kebutuhan Rasa Aman (Safety
Needs)
Kebutuhan Fisiologis
(Physiological Needs)
20
2.3 Remaja dalam Pengambilan Keputusan Migrasi
2.3.1 Perkembangan Sosial Remaja
Salah satu tugas perkembangan remaja yang sulit adalah yang
berhubungan dengan penyesuaian sosial. Remaja harus menyesuaikan
diri dengan lawan jenis dalam hubungan yang sebelumnya belum
pernah ada dan harus menyesuaikan dengan orang dewasa diluar
lingkungan keluarga dan sekolah (Hurlock, 1992: 213). Untuk
mencapai tujuan dari pola sosialisasi dewasa, remaja harus
banyakmembuat penyesuaianbaru. Penyesuaian diri tersebut diiringi
dengan meningkatnyapengaruh kelompok sebaya, perubahan dalam
perilaku sosial, pengelompokan sosial yang baru,nilai-nilai baru dalam
seleksi persahabatan, nilai-nilai baru dalam dukungan dan penolakan
sosialdan nilai-nilai baru dalam seleksi pemimpin.
Remaja lebih banyak berada diluar rumah bersama dengan teman-
teman sebaya sebagai kelompok, maka pengaruh teman-teman sebaya
pada sikap, pembicaraan, minat, penampilan dan perilaku lebih besar
dari pada pengaruh keluarga. Sifat keremajaan akan selalu maju, dan
pengaruh kelompok sebayapun mulai akan berkurang. Hal ini
disebabkan karena adanya dua faktor (Hurlock, 1992: 214) yaitu:
a. Sebagian besar remaja ingin jadi individu yang berdiri diatas kaki
sendiri, daningin dikenal sebagai individu yang mandiri.
b. Timbul dari akibat pemilihan sahabat, remaja tidak lagi berminat
dalam berbagai kegiatan seperti pada waktu berada pada masa
21
kanak-kanak. Karena kegiatan sosial kurang berarti dibandingkan
dengan persahabatan pribadi yang lebih erat, maka penagruh
kelompok sosial yang besar menjadi kurang menonjol dibandingkan
pengaruh teman-teman.
2.3.2 Pembentukan Stereotip Etnik Melalui Media Massa
Media massa sangat efektif dalam menciptakan stereotip, karena sumber
informasi yang diperoleh masyarakat terkadang hanya diperoleh dari
media massa. Selain itu juga, media massa sering menyajikan pandangan
atau gambaran yang menyimpang dari berbagai kelompok etnik. Stereotip
adalah generalisasi terhadap kelompok etnik yang menyangkut sifat-sifat
yang dimiliki kelompok etnik tersebut, namun sifat-sifat tersebut
dikenakan secara tidak tepat (Taylor dan Moghaddam, 1994: 162).
Stereotip terbentuk dari keyakinan-keyakinan yang dimiliki tentang atribut
seseorang, biasanya tentang sifat-sifat kepribadian namun lebih sering
tentang perilaku kelompok orang. Stereotip merupakan cara ekonomis
untuk melihat dunia secara keseluruhan. Hal ini dikarenakan individu tidak
dapat sekaligus mengalami dua event yang berbeda dalam tempat yang
berbeda yang dapat dilakukan secara bersamaan. Karenanya manusia
kemudian bersandar pada testimoni orang lain untuk memperkaya
pengetahuannya mengenai lingkungan sekitar (Leyen, 1994: 11).
22
Setiap etnik yang ada di Indonesia, memiliki stereotip atau prasangka
mengenai orang-orang dari kelompok tertentu. Sebagian orang
menganggap segala bentuk stereotip berbentuk negatif, padahal faktanya
stereotip dapat berupa prasangka positif. Stereotip jarang sekali bersifat
akurat, biasanya hanya memiliki dasar yang benar, atau bahkan
sepenuhnya dibuat-buat.
Adapun contoh stereotip beberapa etnik di Indonesia ialah:
Etnik Batak: cara bicara masyarakat beretnik Batak memiliki suara yang
keras. Selain itu dikenal sebagai pemberani dan agresif, merekasangat
berani mengemukakan pendapat sendiri walaupun berada didalam
kedudukan minoritas.
Etnik Jawa: adapun stereotip yang dimiliki oleh masyarakat beretnik Jawa
ialah lamban dan masa bodoh. Selain itu, etnik Jawa juga dikenal dengan
sikap sopan santun dan halus.
Etnik Tionghoa: mereka terkenal dengan sifat rajin, ulet, dan serius. Hal
ini dikarenakan etnik Tionghoa sudah mulai merantau sejak ratuasan tahun
yang lalu di Indonesia. Oleh karena itu, mereka terkenal ulet dan rajin
dalam memulai suatu usaha.
(https://pupunsaid.wordpress.com/2013/05/13/stereotipe-bebrapa-etnik-di-
Indonesia/di akses pada 29 maret 2016 pukul 00.38 WIB).
Sedangkan stereotip etnik Lampung terbentuk melalui berbagai informasi
yang dihimpun oleh media massa. Informasi tersebut tidak luput dari
23
berbagai kejadian yang benar terjadi di Provinsi Lampung. Sebagai
contoh, kerusuhan di Lampung Selatan yaitu terjadinya perobodan patung
Zainal Abidin Pagar Alam (Gubernur Pertama Provinsi Lampung) oleh
warga yang berasal dari beberapa kampung yang ada di Lampung Selatan.
Hal ini dikarenakan warga menolak dibangunnya patung monumen
pahlawan seharga Rp. 1,1 Milyar tersebut.
(www.antaranews.com/berita308488/patung-zainal-abidin-pagar-alam-
dirobohkan-warga di akses pada selasa 29 maret 2016 pukul 00.52 WIB).
Selain itu kerusuhan antar etnik juga kerap terjadi di Lampung tepatnya di
Kelurahan Sidomulyo, Lampung Selatan pada Januari 2012 silam. Dalam
kasus tersebut melibatkan dua etnik yang tinggal di Kelurahan Sidomulyo
yaitu etnik Bali dan Lampung. Kasus ini sangat mencekam warga Provinsi
Lampung dan semua masyarakat Indonesia karena banyak menimbulkan
korban jiwa dan terbakarnya kampung Balinuraga (tempat tinggal etnik
Bali di Kelurahan Sidomulyo, Lampung Selatan).
Atas banyaknya kasus kerusuhan yang terjadi di Lampung, maka
mahasiswa asal Papua memiliki pandangan atau prasangka negatif
terhadap masyarakat Lampung, khususnya yang beretnik Lampung.
Berdasarkan pra-riset yang telah dilakukan peneliti sebelumnya,
kebanyakan dari mereka menganggap Lampung adalah salah satu daerah
yang rawan akan kerusuhan, serta daerah yang kurang aman karena
maraknya terjadi kasus pembegalan di Lampung. Oleh karena itu, dapat
24
dikatakan mahasiswa asal Papua memiliki pandangan negatif atau stereotip
terhadap etnik Lampung sebelum berangkat ke Provinsi Lampung.
2.4 Komunikasi Antar Budaya dalam Adaptasi
2.4.1 Pengertian Komunikasi Antar Budaya
Komunikasi adalah proses penyampaian informasi melalui simbol-simbol
dengan tujuan memperoleh kesamaan pemikiran atau untuk
mempengaruhi tingkah laku. Sedangkan budaya adalah suatu cara hidup
yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan
diwariskan dari generasi ke generasi. Ketika seseorang berusaha
berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan
menyesuaikan perebedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu
dipelajari. Komunikasi antarbudaya ialah komunikasi antarpribadi yang
dilakukan oleh mereka yang memiliki latar belakang kebudayaan berbeda.
Komunikasi antarbudaya terjadi ketika anggota dari satu budaya tertentu
memberikan pesan kepada anggota dari budaya yang lain. Lebih tepatnya,
komunikasi antar budaya melibatkan interaksi antara orang-orang yang
persepsi budaya dan sistem simbolnya cukup berbeda dalam suatu
komunikasi (Liliweri, 2007:9).
25
Dalam membahas proses komunikasi antarbudaya, ada beberapa
pendekatan yang dapat diuraikan menurut (Liliweri 2001:339-340) antara
lain :
1. Pendekatan historis
Pendekatan historis merupakan pendekatan yang lebih mengandalkan
catatan sejarah warisan suatu kelompok etnik. Setiap kelompok etnik
seolah-olah merasa bebas menginterpretasi diri sebagai suku yangbesar
dan terhormat. Sehingga mereka harus menjadi superior dan
mendominasi status dan peran dalam bidang sosial, politik, dan
ekonomi. Akibatnya kelompok etnik superior menciptakan kondisi
untuk mendominasi status dan peran dan menjadi etnik lain secara
interior.
2. Pendekatan sosial budaya
Pendekatan sosial budaya menekankan bahwa kehadiran antar
kelompok etnik merupakan akibat mobilitas bekas yang melanda
mereka. Mobilitas yang bebas itu justru selalu menjadi dalam
masyarakat majemuk, seperti yang ditunjukkan oleh penelitian Lohman
dalam Liliweri (2001:340) menurut mereka semakin tidakpasti dan
tidak menentu. Gejala-gejala itu ditunjukkan antara lain pengangguran
dan kriminalitas yang menekan psikologi masyarakat majemuk.
Individu yang tidak tahan akan menemukan diri mereka hanya dalam
suatu lingkungan yang aman. Satu-satunya tempat afiliasi adalah
regerence group, termasuk kelompok etnik.
26
3. Pendekatan situsional
Pendekatan situsional berasumsi bahwa etnik merupakan masalah
situsional karena terjadi pada tempat dan waktu tertentu dalam
masyarakat kota atau desa. Hal ini berpengaruh terhadap sikap dan
perilaku etnik dan ras tertentu. Sebagai contoh, segregasi pemukiman,
pembagian kerja, penguasaan wilayah, pemisahan pemanfaaatan sarana
dan prasarana sosial, sampai tindakan diskriminasi berdasarkan etnik
terjadi karena keadaan yang memaksa.
4. Pendekatan psikodinamik
Pendekatan psikodinamik berasumsi bahwa suatu etnik terjadi karena
kelompok etnik yang merasa frustasi sehingga mudah sekali membuat
prasangka etnik. Sikap prasangka selalu dimiliki oleh orang yang secara
psikologis cemas karena kepribadian tertutup, ambigu, tidak tahan,
bahkan tidak toleran terhadap perbedaan. Memiliki kebutuhan-
kebutuhan yang tidak dipenuhi, berpikir negatif, terlalu dogmatis, dan
konservatif.
5. Pendekatan fenomologis
Pendekatan ini berasumsi bahwa suatu etnik ditentukan oleh factor
individual tertentu, yang mengajarkan orang untuk berpikir dan berbuat
sesuatu terhadap orang lain.
27
6. Pendekatan objek
Pendekatan objek merupakan pendekatan terhadap kasus demi kasus
yang membangkitkan prasangka. Misalnya mengapa ada perbedaan
etnik dan prasangka. Jadi, pendekatan ini merupakan untuk
mendekatkan diri agar mendapatkan objek yang nyata.
2.4.2 Komunikasi Antar Pribadi
Komunikasi antarpribadi atau lebih dikenal dengan komunikasi
interpersonal, terdiri dari dua kata yaitu inter dan personal. Inter berasal
dari awalan antar, yang berarti antara sedangkan personal berarti orang,
dengan demikian komunikasi antarpribadi secara harfiah berarti
komunikasi yang terjadi antara orang-orang.
Proses komunikasi antarpribadi cenderung berlangsung secara dialogis dan
bentuk komunikasi yang menunjukkan terjadinya interaksi. Orang-orang
yang terlibat dalam komunikasi antar pribadi merupakan komunikasi yang
berbentuk ganda, dimana mereka secara bergantian sebagai pembicara dan
pendengar.
Marry B. Cassata dan Molefi K. Asante (Mulyana, 2004: 76) merancang
konteks komunikasi antar pribadi sebagai suatu keterlibatan komunikator
yang independen dengan pesan pribadi atau terbatas, salurannya vokal,
terdiri dari khalayak individu atau kelompok kecil lalu memperoleh umpan
balik dengan segera dikarenakan kontaknya yang primer.
28
Adapun tiga cara pendekatan utama tentang pemikiran komunikasi antar
pribadi berdasarkan:
1. Komponen-komponen utama
Komunikasi antar pribadi berlangsung, bila pengirim menyampaikan
informasi berupa kata-kata kepada penerima dengan menggunakan
medium suara manusia (Bittner, 1985: 10).
2. Hubungan diadik
Hubungan diadik mengartikan komunikasi antarpribadi sebagai
komunikasi yang berlangsung antara dua orang yang mempunyai
hubungan mantap dan jelas. Menurut sifatnya, komunikasi antar
pribadi dibedakan menjadi (dua) macam, yaitu komunikasi diadik
(dyadic communication) dan komunikasi kelompok kecil (small group
communication). Komunikasi diadik merupakan proses komunikasi
yang berlangsungantara dua orang dalam situasi yang tatap muka.
Dimana seseorang yang menjadi komunikator yang menyampaikan
pesan dan yang menjadi komunikan yang menerima pesan.
Komunikasi diadik dapat dilakukan dalam tiga bentuk, percakapan,
dialog dan wawancara. Sedangkan komunikasi kelompok kecil adalah
proses komunikasi yang berlangsung antar tiga orang atau lebih secara
tatap muka, dimana anggota-anggotanya saling berinteraksi satu sama
lain (Cangara 2007:32).
Komunikasi antar pribadi dapat dilihat dari dua sisi sebagai
perkembangan dari komunikasi impersonal dan komunikasi pribadi
atau intim. Oleh karena itu, derajat komunikasi antar pribadi
29
berpengaruh terhadap keluasan dan kedalaman informasi sehingga
merubah sikap.
3. Pengembangan
Komunikasi antar pribadi dapat dilihat dari dua sisi sebagai
perkembangan dari komunikasi impersonal dan komunikasi pribadi
atau intim. Oleh karena itu, derajat komunikasi antar pribadi
berpengaruh terhadap keluasan dan kedalaman informasi sehingga
merubah sikap.
Komunikasi antar pribadi menjadi salah satu bentuk komunikasi yang
dilakukan mahasiswa asal Papua sebelum dan sesudah tiba di Provinsi
Lampung. Hal ini dikarenakan komunikasi antarpribadi dianggap paling
kuat nuansa psikologisnya dibandingkan dengan bentuk komunikasi yang
lain. Setelah tiba di Provinsi Lampung, mahasiswa asal Papua melakukan
proses adaptasi yang diawali dengan komunikasi antar pribadi.
Komunikasi antar pribadi yang dilakukan mahasiswa asal Papua tersebut
bertujuan untuk mengurangi kecemasan dan hambatan yang ada pada
dirinya. Selain itu juga, komunikasi antarpribadi dianggap dapat
menyentuh nuansa-nuansa komunikasi antarbudaya karena dilakukan
secara langsung atau tatap muka.
30
2.4.3 Model Komunikasi Gudykunst
Model Komunikasi William B. Gudykunst dan Young Yun Kim
merupakan model komunikasi antarbudaya, yakni komunikasi antara
orang-orang yang berasal dari budaya yang berlainan, atau komunikasi
dengan orang asing (stranger). Model komunikasi ini pada dasarnya
sesuai untuk komunikasi tatap-muka, khususnya antara dua orang.
Meskipun model ini disebut model komunikasi antarbudaya atau model
komunikasi dengan orang asing, model komunikasi tersebut dapat
mempresentasikan komunikasi antara siapa saja, karena pada dasarnya
tidak ada dua orang yang mempunyai budaya, sosiobudaya dan
psikobudaya yang persis sama (Mulyana, 2011: 169).
Menurut Gudykunst dan Kim, penyandian pesan dan penyandian-balik
pesan merupakan suatu proses interaktif yang dipengaruhi oleh filter-
filter konseptual yang dikategorikan menjadi faktor-faktor budaya,
sosiobudaya, psikobudaya dan faktor lingkungan. Lingkaran paling
dalam, yang mengandung interaksi antara penyandian pesan dan
penyandian-balik pesan, dikelilingi tiga lingkaran lainnya yang
mempresentasikan pengaruh budaya, sosiobudaya dan psikobudaya.
Masing-masing peserta komunikasi, yakni orang A dan orang B,
dipengaruhi budaya, sosiobudaya dan psikobudaya, berupa lingkaran-
lingkaran dengan garis yang terputus-putus. Garis terputus-putus itu
menunjukkan bahwa budaya, sosiobudaya dan psikobudaya itu saling
berhubungan atau saling mempengaruhi. Kedua orang yang mewakili
31
model juga berada dalam suatu kotak dengan garis terputus-putus yang
mewakili pengaruh lingkungan. Garis terputus-putus yang membentuk
kotak tersebut menunjukkan bahwa lingkungan tersebut bukanlah suatu
sistem tertutup atau terisolasi. Kebanyakan komunikasi antara orang-
orang berlangsung dalam suatu lingkungan sosial yang mencakup
orang-orang lain yang juga terlibat dalam komunikasi.
Gambar 2.2. Model Gudykunst dan Kim
Sumber: Mulyana, 2012: 170
Seperti ditunjukkan di atas, pengaruh-pengaruh budaya, sosiobudaya
dan psikobudaya itu berfungsi sebagai filter konseptual untuk menyandi
dan menyandi-balik pesan. Filter tersebut adalah mekanisme yang
membatasi jumlah alternatif yang memungkinkan kita memilih ketika
kita menyandi dan menyandi-balik pesan. Filter tersebut membatasi
prediksi yang kita buat mengenai bagaimana orang lain mungkin
menanggapi perilaku komunikasi kita. Pada gilirannya, sifat prediksi
yang kita buat mempengaruhi cara kita menyandi pesan. Filter tersebut
32
juga membatasi rangsangan apa yang kita perhatikan dan bagaimana
kita menafsirkan rangsangan tersebut ketika kita menyandi-balik pesan
yang datang.
2.4.4 Komunikasi Kelompok
Komunikasi kelompok adalah komunikasi yang berlangsung antara
beberapa orang dalam suatu kelompok “kecil” seperti dalam rapat,
pertemuan, konperensi dan sebagainya (Anwar Arifin, 1984: 14).
Komunikasi kelompok dianggap sebagai interaksi secara tatap muka
antara tiga orang atau lebih, dengan tujuan yang telah diketahui, seperti
berbagi informasi, menjaga diri, pemecahan masalah, yang mana anggota-
anggotanya dapat mengingat karakteristik pribadi anggota-anggota yang
lain secara tepat (Michael Burgoon dalam Wiryanto, 2005: 184). Kedua
definisi komunikasi kelompok di atas mempunyai kesamaan, yakni adanya
komunikasi tatap muka, peserta komunikasi lebih dari dua orang, dan
memiliki susunan rencana kerja tertentu untuk mencapai tujuan kelompok.
Dalam tatanan kehidupan masyarakat ada kelompok-kelompok yang
terbentuk dalam rangka menghimpun usaha-usaha untuk mencapai tujuan
bersama, kelompok-kelompok yang ada di tengah masyarakat itu
diklasifikasi dalam berbagai macam kelompok (Abdulsyani, 2007:105-
113) yaitu:
1. Kelompok kekerabatan
Dalam kehidupan masyarakat yang masih sederhana yang memiliki
jumlah anggota terbatas, biasanya hubungan antara masing-masing
33
anggotanya saling mengenal secara mendalam. Yang menjadi dasar
kekuatan ikatan kelompok semacam ini adalah sistem kekerabatan
yang terdiri dari anggota keluarga, termasuk pula atas dasar
persamaan pekerjaan atau status sosial dalam masyarakat. Ukuran
yang paling utama bagi kelompok kekerabatan ini adalah bahwa
individu lebih dekat atau tertarik dengan kehidupan keluarga, tetangga
atau individu lain yang dianggap dapat berfungsi membina kerukunan-
kerukunan sosial dalam kehidupan mereka.
2. Kelompok utama dan kelompok sekunder
Kelompok utama dan kelompok sekunder, oleh banyak para ahli
sering disebut sebagai primary group dan secondary group. Secara
sosiologis kelompok ini sering disebut sebagai we feeling, dimana
perasaan memiliki anggota terhadap kelompok ini sangat besar. Para
anggotanya saling membagi pengalaman, berencana dan memecahkan
masalah bersama serta berusaha bersama dalam memenuhi kebutuhan
bersama. Agar dapat lebih jelas, maka dibawah ini dikutip beberapa
perbedaan antara kelompok primer dan kelompok sekunder sesuai
pendapat Rogers, yaitu :
a. Kelompok primer; ukuran kecil seringkali lebih kecil dari 20 atau
30 orang anggota, hubungan bersifat pribadi dan akrab diantara
anggota, lebih mengutamakan komunikasi tatap muka, lebih
permanen dan para anggota berada bersama dalam periode waktu
yang relatif panjang, para anggota saling mengenal secara baik dan
mempunyai perasaan loyalitas yang kuat, bersifat informal,
34
keputusan dalam kelompok lebih bersifat tradisional dan kurang
rasional.
b. Kelompok sekunder; ukuran besar, hubungan bersifat tidak pribadi
dan jauh antara sesame anggota, sedikit saja komunikasi tatap
muka, bersifat temporer dan para anggota berada bersama dalam
waktu yang relatif singkat, anggota tidak saling mengenal secara
baik, bersifat formal, keputusan-keputusan dalam kelompok lebih
rasional dan menekankan pada efisensi.
3. Gemeinschaft dan Gesellschaft
Gemeinschaft dan Gesellschaft adalah pokok pikiran tentang
kelompok masyarakat yang dicetuskan oleh Ferdinand Tonnies.
Gemeinschaft adalah bentuk kehidupan bersama dimana anggota-
anggotanya diikat oleh hubungan batin yang murni, bersifat alamiah
dan besifat kekal. Dasar dari hubungan itu adalah rasa cinta dan rasa
kesatuan batin yang memang telah dikodratkan. Bentuk kelompok
gemeinschaft dapat juga dijumpai pada masyarakat desa atau
masyarakat yang tergolong sederhana. Didalam gemeinschaft apabila
terjadi perselisihan atau pertentangan paham, maka penyelesaiannya
tidak cukup dilakukan atas nama pribadi, akan tetapi menjadi urusan
bersama atas dasar nama kelompok. Sementara itu yang disebut
sebagai Gesellschaft adalah kelompok yang didasari atas ikatan
lahiriah yang jangka waktunya hanya terbatas. Gesellschaft hanya
bersifat sebagai suatu bentuk pikiran belaka serta struktur-strukturnya
35
bersifat mekanis sebagaimana dapat diumpamakan dengan sebuah
mesin.
4. Kelompok formal dan kelompok informal
Kelompok formal adalah kelompok-kelompok yang sengaja
diciptakan dan didasarkan pada aturan-aturan yang tegas. Aturan-
aturan yang ada dimaksudkan sebagai sarana untuk mengatur
hubungan antar anggotanya didalam setiap usaha mencapai tujuannya.
Status-status yang dimiliki oleh anggota-anggotanya diatur pula sesuai
dengan pembatasan tugas dan wewenangnya. Sebagai contohnya
adalah instansi pemerintah, perguruan tinggi, dan lain-lain. Sedangkan
kelompok informal adalah kelompok-kelompok yang terbentuk karena
kuantitas pertemuan yang cukup tinggi dan berulang-ulang. Setiap
pertemuan dilakukan atas dasar kepentingan dan pengalaman masing-
masing yang relatif sama. Dalam kelompok informal terdapat juga
klik (qliques), yaitu kelompok yang terikat kuat atas dasar
persahabatan atau kepentingan bersama dan mempunyai
perasaankelompok yang sangat kuat.
5. Membership group dan Reference group
Membership group merupakan kelompok dimana setiap orang secara
fisik menjadi anggota kelompok tersebut. Menurut Merton
pengertiannya sama dengan apa yang disebut dengan informal group,
hanya saja dalam kelompok ini anggota-anggotanya sering melakukan
interaksi untuk membentuk kelompok-kelompok tersendiri. Reference
group adalah kelompok sosial yang dijadikan sebagai perbandingan
36
atau contoh bagi seseorang yang bukan sebagai anggotanya, kemudian
seseorang yang bersangkutan melakukan identifikasi dirinya
sebagaimana kelompok contoh tadi. Secara umum kelompok
reference merupakan kelompok yang menurut pandangan seseorang
mengakui, menerima dan mengidentifikasikan dirinya tanpa harus
menjadi anggotanya.
Perkembangan kelompok sangat menentukan kehidupan kelompok
selanjutnya. Jikasetiap anggota merasakan suasana yang nyaman
dalam kelompok, baik itu dari interaksi yang ada di dalam kelompok,
tujuan kelompok atau tujuan pribadi yang tercapai, maka hal tersebut
dapat membantu sebuah kelompok bertahan, sebaliknya jika setiap
anggota kelompok tidak menemukan kenyamanan dalam interaksi
sesama anggota, tidak menemukan tercapainya tujuan, baik itu tujuan
kelompok atau tujuannya pribadi, maka kondisi tersebut
memungkinkan kelompok tersebut mengalami perpecahan.
Dalam melakukan adaptasi atau penyesuaian terhadap lingkungan
barunya, mahasiswa asal Papua senantiasa melakukan komunikasi
dengan orang-orang yang ada di lingkungan barunya tersebut.
Komunikasi kelompok menjadi salah satu bentuk komunikasi yang
dilakukannya, karena didalam masyarakat majemuk terdapat
kelompok-kelompok kecil yang saling berinteraksi. Kelompok kecil
inilah yang kemudian akan memberikan informasi kepada masyarakat
37
Papua tentang apa yang dibutuhkannya untuk dapat beradaptasi
dengan lingkungan barunya tersebut.
Tujuan komunikasi kelompok kecil ialah untuk menyelesaikan
bermacam-macam tugas atau untuk memecahkan masalah. Akan
tetapi, dari semua tujuan itu sebenarnya dapat dikelompokkan menjadi
dua kategori yaitu untuk tujuan personal dan tujuan yang berhubungan
dengan tugas atau pekerjaan. Sedangkan alasan seseorang masuk
dalam kelompok dapat dibedakan atas empat tujuan yaitu untuk
hubungan sosial, penyaluran, untuk terapi, dan untuk belajar
(Muhammad, 2000: 82). Tujuan dari mahasiswa asal Papua sebagai
anggota baru dalam kelompok termasuk dalam tujuan personal.
Adapun tujuan yang lainnya ialah berhubungan untuk menyelesaikan
tugas yaitu untuk membuat keputusan dan pemecahan suatu masalah
yang dihadapinya.
2.4.5 Model Komunikasi Samovar
Komunikasi antarbudaya terjadi bila produsen pesan adalah anggota suatu
budaya dan penerima pesannya adalah anggota suatu budaya lainnya.
Dalam keadaan tersebut, kita akan dihadapkan pada suatu masalah karena
pesan yang disandi oleh suatu budaya harus disandi balik dalam budaya
yang berbeda. Budaya mempengaruhi orang yang berkomunikasi.
Pengaruh budaya atas individu dan masalah-masalah penyandian dan
penyandian balik terlukis pada gambar dibawah ini :
38
Gambar 2.3 Model Komunikasi Samovar
Sumber : Mulyana, 2000: 21
Bentuk individu sedikit berbeda dengan bentuk budaya yang
mempengaruhinya karena ada pengaruh lain di samping budaya yang
membentuk individu, dan orang dalam suatu budaya pun mempunyai
sifat-sifat yang berbeda. Penyandian dan penyandian balik pesan
antarbudaya dilukiskan oleh panah-panah yang menghubungkan
budaya-budaya itu. Panah-panah ini menunjukkan pengiriman pesan
dari budaya satu ke budaya lainnya. Panah meninggalkan suatu budaya
yang mengandung pola yang sama seperti pola yang ada dalam individu
penyandi. Makna asli pesan berubah pada saat penyandian, begitu pula
saat penyandian balik.
Budaya A berbeda dengan budaya B, namun dari bentuk modelnya kita
dapat mengetahui bahwa perbedaannya tidak terlalu jauh sehingga
makna pesan yang diterima B mendekati makna pesan asli yang
dimaksud oleh A. Berbeda dengan budaya C, penyandian balik lebih
menyerupai pola budaya C (Mulyana, 2000: 22).
39
2.5 Landasan Teori
2.5.1 Teori Adaptasi
Adaptasi adalah suatu penyesuaian pribadi terhadap lingkungan,
penyesuaian ini dapat berarti mengubah diri pribadi sesuai dengan keadaan
lingkungan, juga dapat berarti mengubah lingkungan sesuai dengan
keinginan pribadi (Gerungan, 1991:55).Adaptasi mempunyai dua arti,
yang pertama disebut penyesuaian diri yang autoplastis (auto artinya
sendiri, plastis artinya bentuk), sedangkan pengertian yang kedua disebut
penyesuaian diri yang alloplastis (allo artinya yang lain, plastis artinya
bentuk). Jadi adaptasi ada yang artinya pasif yang mana kegiatan pribadi
ditentukan oleh lingkungan, dan yang artinya aktif berarti pribadi
mempengaruhi lingkungan (Sapoetra, 1987:50).
Adapun batasan-batasan dari adaptasi sosial (Sukanto, 2000: 34) ialah :
1. Proses mengatasi halangan-halangan dari lingkungan
2. Penyesuaian terhadap norma-norma untuk menyalurkan ketegangan
3. Proses perubahan untuk penyesuaian dengan situasi yang berubah
4. Mengubah agar sesuai dengan kondisi yang diciptakan
5. Memanfaatkan sumber-sumber yang terbatas untuk kepentingan
lingkungan dan sistem
6. Penyesuaian budaya dan aspek lainnya sebagai hasil seleksi ilmiah.
40
Identifikasi bentuk-bentuk adaptasi menurut Merton, yaitu :
1. Konformitas, perilaku mengikuti tujuan dan cara yang ditentukan
masyarakat untuk mencapai tujuan yang diharapkannya.
2. Inovasi, perilaku mengikuti tujuan yang ditentukan masyarakat tetapi
memakai cara yang dilarang oleh masyarakat (tindakan kriminal).
3. Ritualisme, melaksanakan ritual budaya tapi maknanya telah hilang.
4. Pengunduran atau pengasingan diri, meninggalkan cara hidup yang
buruk baik dengan cara konvensional maupun pencapaiannya yang
konvensional.
5. Pemberontakan, penarikan diri dari tujuan konvensional yang disertai
dengan upaya melambangkan tujuan atau cara baru, seperti cara
reformator agama.
2.6 Kerangka Pikir
Berkat adanya beasiswa yang diberikan Pemerintah Provinsi Papua, mulai
lah terjadinya migrasi dari mahasiswa asal Papua menuju Provinsi Lampung
sejak tahun 2012. Mahasiswa asal Papua tersebut kemudian melanjutkan
kuliahnya di Universitas Lampung. Sebelum migrasi ke Provinsi Lampung
mereka sama sekali tidak mengetahui bagaimana dan dimana letak Provinsi
Lampung. Sehingga mereka mulai mencari informasi di media massa tentang
Lampung yang menimbulkan berbagai stereotip terhadap masyarakat
Lampung.
41
Meskipun demikian mereka tetap berangkat ke Provinsi Lampung dalam
rangka memenuhi kebutuhan pendidikannya. Dalam menjalani kehidupan di
Universitas Lampung, mahasiswa asal Papua tersebut mulai beradaptasi
dengan lingkungan kampusnya. Adaptasi yang mereka lakukan bertujuan
untuk menghilangkan hambatan-hambatan yang ada. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui bagaimana proses adaptasi yang dilakukan mahasiswa asal
Papua di Bandar Lampung mulai dari tahapan pra-migrasi, migrasi awal di
Bandar Lampung, hingga ke tahapan adaptasi sampai saat ini. Dalam
prosesnya menjalani adaptasi, mahasiswa asal Papua berkomunikasi dengan
orang-orang yang ada di sekitarnya. Sebagai contoh, mereka melakukan
komunikasi antar pribadi dan juga melakukan komunikasi dalam bentuk
kelompok. Hal inilah kemudian yang akan disesuaikan dengan model
komunikasi antar budaya milik Gudykunst dan Samovar. Karena pada
dasarnya ini merupakan bentuk komunikasi antar budaya yang dilakukan
lebih dari dua komunikator dan memiliki perbedaan latar belakang budaya.
Selain itu juga, dalam menjalani kehidupannya sebagai mahasiswa rantauan,
peneliti juga akan meneliti cara-cara beradaptasi mahasiswa asal Papua
tersebut lewat teori adaptasi sosial.
Adapun alur kerangka pikir tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
42
Bagan 2.1 Kerangka Pikir
Mahasiswa Papua
Hierarki Kebutuhan A. Maslow
(Pendidikan)
Stereotip Etnik
Proses Adaptasi
1. Pra Migrasi Mahasiswa
asal Papua
2. Migrasi Awal
3. Adaptasi Hingga Saat
Ini
Media Massa
Komunikasi Antar Budaya
Komunikasi Antar Pribadi Komunikasi Kelompok
Model Komunikasi
Gudykunst
Model Komunikasi Samovar
Pola Adaptasi Sosial
Universitas Lampung
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Tipe Penelitian
Penelitian ini menggunakan tipe penelitian deskriptif kualitatif. Menurut
Sugiyono (2005:11), penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan
untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik suatu variabel atau lebih
(independen) tanpa membuat perbadingan, tau menghubungkan dengan
variabel lain.
Jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang mengkaji
perspektif partisipan dengan strategi-strategi yang bersifat interaktif dan
fleksibel. Penelitian kualitatif ditujukan untuk memahami fenomena-
fenomena sosial dari sudut pandang partisipan. Dengan demikian arti atau
pengertian penelitian kualitatif adalah penelitian yang digunakan untuk
meneliti pada kondisi objek alamiah dimana peneliti merupakan instrumen
kunci.
44
3.2 Fokus Penelitian
Penetapan fokus penelitian dilakukan agar dapat membatasi studi dan
berfungsi untuk memenuhi kriteria inklusi-eksklusi atau memasukkan-
mengeluarkan suatu informasi yang baru diperoleh. Dengan bimbingan
dan arahan suatu fokus, seorang peneliti tahu persis data mana yang perlu
dikumpulkan dan data mana pula yang kemungkinan ditarik, karena tidak
relevan, tidak perlu dimasukkan kedalam sejumlah data yang sedang
dikumpulkan (Moleong, 2007: 62-63).
Penelitian ini difokuskan pada bagaimana proses adaptasi mahasiswa asal
Papua mulai dari tahapan pra-migrasi, awal migrasi di Bandar Lampung,
hingga adaptasi sampai saat ini.
3.3 Informan
Informan penelitian merupakan subjek yang memahami informasi sebagai
pelaku ataupun orang lain yang mengetahui tentang penelitian yang
dilakukan. Informan (narasumber) penelitian berjumlah 5 orang yang
memiliki informasi (data) banyak mengenai objek yang sedang diteliti,
untuk dimintai informasi mengenai objek penelitian tersebut. Informan
dalam penelitian ini yaitu berasal dari wawancara langsung yang disebut
sebagai narasumber. Peneliti menggunakan teknik sampling purposive
(purposive sampling) yang menurut Krisyanto (2008 : 156) yakni teknik
ini mencakup orang-orang yang diseleksi berdasarkan kriteria-kriteria
tertentu yang dibuat periset berdasarkan tujuan riset.
45
Dalam penelitian ini, peneliti mempunyai beberapa kreteria yang harus
dimiliki oleh informan penelitian. Beberapa kriteria dari informan
penelitian yang dimuat oleh peneliti, diantaranya :
1. Subyek berasal dari Papua dan berkuliah di Universitas Lampung
2. Subyek berjenis kelamin pria dan wanita
3. Subyek telah tinggal di Universitas Lampung lebih dari 6 bulan
4. Subyek merupakan mahasiswa/mahasiswi Universitas Lampung
angkatan 2012 – 2015
5. Subyek bersedia diwawancara dan memberikan informasi yang
peneliti butuhkan. Kesediaan dari informan maka mempermudah
peneliti mendapatkan data serta informasi dalam penelitian.
3.4 Sumber Data
Umar (dalam Koestoro dan Basrowi, 2006 : 138) secara umum data
diartikan sebagai suatu fakta yang digambarkan lewat angka, simbol, kode
dan lain-lain. Sedangkan menurut Soeratno dan Arsyad (dalam Koestoro
dan Basrowi, 2006 : 138) data adalah semua hasil observasi atau
pengukuran yang telah dicatat untuk suatu keperluan tertentu.
Dalam penelitian ini ada dua jenis data yang digunakan, yaitu:
1. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari lapangan baik
melalui pengamatan sendiri, maupun melalui daftar pertanyaan yang
telah disiapkan oleh peneliti. Data primer dalam penelitian ini
diperoleh melalui wawancara dengan informan yang dianggap
mengetahui segala permasalahan yang akan diteliti.
46
2. Data sekunder yaitu data yang mendukung data primer, mencakup data
lokasi penelitian dan data lain yang mendukung masalah penelitian.
Data sekunder diperoleh dari observasi dan literatur yang relevan
dengan penelitian yang sedang dilakukan.
3.5 Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh hasil penelitian yang
diharapkan oleh peneliti dan dalam penelitian ini, data di proses melalui
tahapan-tahapan berikut :
1. Wawancara mendalam (in-depth interview), menurut Prabowo
pengertian wawancara adalah metode pengambilan data dengan cara
menanyakan sesuatu kepada seseorang responden, caranya adalah
dengan bercakap-cakap secara tatap muka. Wawancara mendalam ini
diajukan kepada mahasiswa Papua yang berkuliah di Universitas
Lampung. Wawancara dilakukan dengan tanya jawab secara langsung
dengan panduan wawancara yang telah ditetapkan peneliti sebelumnya
(Koestoro dan Basrowi, 2006: 140).
2. Observasi, yaitu metode atau cara-cara menganalisis secara sistematis
mengenai tingkah laku dengan melihat atau mengamati individu atau
kelompok secara langsung (Koestoro dan Basrowi, 2006 : 144-145).
Metode ini digunakan untuk melihat dan mengamati secara langsung
keadaan di lapangan agar peneliti memperoleh gambaran yang lebih
luas tentang permasalahan yang diteliti. Jenis observasi yang dilakukan
47
oleh peneliti ialah observasi terbuka dan informan penelitian
mengetahui aktivitas peneliti dari awal hingga akhir.
3. Dokumentasi, yaitu suatu cara pengumpulan data yang menghasilkan
bukti-bukti penting dalam bentuk foto atau video recorder yang
berhubungan dengan masalah yang diteliti sehingga akan diperoleh
data yang lengkap, teknik ini digunakan untuk mengambil data yang
sudah ada.
3.6 Teknik Pengolahan Data
Dalam proses pengolahan data, ada sejumlah langkah-langkah ilmiah yang
dilakukan untuk memudahkan proses pengolahan data. Langkah-langkah
yang dilakukan dalam proses pengolahan data penelitian ini yaitu (Bungin,
2009: 253) :
1. Editing (Pengeditan)
Sebelum data dianalisis, data terlebih dahulu diedit. Dengan kata lain, data
atau keterangan yang telah dikumpulkan dalam buku catatan (record
book), daftar pertanyaan ataupun pada interview guide (pedoman
wawancara) perlu dibaca sekali lagi dan diperbaiki apabila masih terdapat
hal-hal yang salah atau yang masih meragukan karena peneliti harus
memiliki catatan yang sempurna dalam penelitiannya. Catatan yang harus
sempurna dalam pengertian bahwa semua pertanyaan harus dijawab.
Jangan ada satupun jawaban yang tidak dijawab oleh informan.
2. Interpretasi
48
Data penelitian yang telah didapat peneliti kemudian diinterpretasikan dan
diklasifikasikan secara detail untuk kemudian dilakukan penarikan
kesimpulan sebagai hasil dari penelitian.
3.7 Teknik Analisa Data
Teknik analisis data yang sering digunakan adalah analisis kualitatif.
Analisis data kualitatif digunakan untuk menjelaskan, mendeskripsikan
serta menafsirkan hasil penelitian dengan susunan kata dan kalimat
sebagai jawaban atas permasalahan yang diteliti. Teknik analisis data
dalam penelitian ini dilakukan dengan analisis kualitatif, yang meliputi
tiga tahapan sebagai berikut (Moleong, 2007 : 288) :
1. Reduksi data
Reduksi data yaitu proses pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data yang muncul
catatan tertulis dari lapangan. Reduksi data merupakan suatu bentuk
aplikasi yang meragamkan, mengelompokkan, mengarahkan,
membuang yang tidak perlu dan mengorganisir data sehingga
kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi. Cara yang dipakai
dalam reduksi data dapat melalui seleksi ketat dari ringkasan atau
uraian singkat dan menggolongkan ke dalam suatu pola yang lebih
luas.
2. Penyajian data (display data)
Penyajian data dibatasi sebagai sekumpulan informasi yang tersusun
dan memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan serta
cara yang utama bagi analisa kualitatif. Dalam display data ini sangat
49
membutuhkan kemampuan interpretatif yang baik pada si peneliti
sehingga dapat menyajikan data secara lebih baik. Penyajian data
dilakukan dengan menggunakan kalimat-kalimat yang berisi
penjelasan atau analisis terhadap hal-hal yang dibahas dalam
penelitian. Penyajian data (display data) dimaksudkan agar lebih
mempermudah bagi peneliti untuk dapat melihat gambaran secara
keseluruhan atau bagian-bagian tertentu dari data penelitian. Hal ini
merupakan pengorganisasian data ke dalam suatu bentuk tertentu
sehingga kelihatan jelas sosoknya lebih utuh. Data-data tersebut
kemudian dipilih untuk disortir menurut kelompoknya dan disusun
sesuai dengan kategori yang sejenis untuk ditampilkan agar selaras
dengan permasalahan yang dihadapi, termasuk kesimpulan-kesimpulan
sementara diperoleh pada waktu data direduksi.
3. Verifikasi
Pada penelitian kualitatif, verifikasi data dilakukan secara terus-
menerus sepanjang proses penelitian dilakukan. Sejak pertama
memasuki lapangan dan selama proses penelitian pengumpulan data,
peneliti berusaha untuk menganalisis dan mencari makna dari data
yang dikumpulkan, yaitu mencari pola, hubungan persamaan,
hipotesis, dan selanjutnya dituangkan dalam bentuk kesimpulan yang
masih bersifat tentatif. Pada tahap ini peneliti berusaha mencari arti
benda-benda, mencatat keturunan, pola-pola, penjelasan dan menarik
kesimpulan atas objek penelitian yang dianalisis.
50
3.8 Teknik Keabsahan Data
Pemeriksaan terhadap pada dasarnya digunakan untuk menyanggah
pernyataan bahwa penelitian kualitatif tidaklah ilmiah. Dengan adanya
teknik pemeriksaan keabsahan data, maka jelas bahwa hasil penelitian
benar-benar dapat dipertanggung jawabkan dari segala segi (Moleong,
2007: 171).
Teknik pemeriksaan keabsahan data dalam penelitian ini antara lain:
1. Ketekunan pengamatan
Untuk memperoleh derajat keabsahan yang tinggi, maka jalan penting
lainnya adalah dengan meningkatkan ketekunan dalam pengamatan di
lapangan. Pengamatan bukanlah suatu teknik pengumpulan data yang
hanya mengandalkan beberapa kemampuan panca indera namun juga
menggunakan semua panca indera termasuk pendengaran, penglihatan,
dan insting peneliti. Dengan meningkatkan ketekunan pengamatan di
lapangan, maka derajat keabsahan data telah ditingkatkan pula.
2. Pengecekan melalui diskusi
Diskusi dengan berbagai kalangan yang memahami masalah penelitan
akan member informasi yang berarti kepada peneliti, sekaligus sebagai
upaya untuk menguji keabsahan hasil penelitian. Cara ini dilakukan
dengan mengekspos hasil sementara dan atau hasil akhir untuk
didiskusikan secara analitis. Diskusi bertujuan untuk mencari titik-titik
kekeliruan interpretasi degan klarifikasi penafsiran dari pihak lain.
Moleong mengatakan bahwa diskusi dengan kalangan sejawat akan
menghasilkan pandangan kritis terhadap hasil penelitian, emmbantu
51
mengembangkan langkah berikutnya dan menghasilkan pandangan
lain sebagai pembanding.
3. Triangulasi dengan metode
Triangulasi ini dilakukan untuk melakukan pengecekan terhadap
penggunaan metode pengumpulan data, apakah informasi yang didapat
dengan metode interview sama dengan metode observasi, atau apakah
hasil observasi sesuai dengan informasi yang diberikan ketika di
interview. Tujuannya adalah untuk mencari kesamaan data dengan
metode yang berbeda.
BAB IV
GAMBARAN UMUM
4.1 Gambaran Umum Kota Bandar Lampung
Dahulu Kota Bandar Lampung bernama Tanjungkarang-Telukbetung, karena
letaknya berdampingan dan seolah-olah telah menyatu menjadi satu, kota ini
pun dijuluki sebagai kota kembar. Telukbetung adalah sisi kota yang terletak
di sebelah bawah atau di tepi laut, sedangkan Tanjungkarang adalah sisi kota
yang terletak di sebelah atas atau di dataran tinggi. Kota ini pun pernah
dijuluki Kota Tante. Hal ini untuk mempermudah penyebutan
Tanjungkarang-Telukbetung yang terlalu panjang. Tetapi, julukan tersebut
tidak lama melekat karena banyak konotasi buruk yang menyertainya.
(http://www.lampungprov.go.id/sejarah-lampung.html).
Kota Bandar Lampung disebut sebagai Pintu Gerbang Pulau Sumatera,
karena letaknya di ujung selatan Pulau Sumatera. Kota ini menjadi pertemuan
antara lintas tengah dan timur Sumatera dan berfungsi sebagai kota transit
bagi mereka yang akan memasuki maupun meninggalkan Pulau Sumatera
dari arah selatan.
53
Bandar Lampung merupakan central kegiatan perdagangan regional Provinsi
Lampung. Hal ini menjadikan Kota Bandar Lampung terus membulatkan
tekad menjadi kota jasa dan perdagangan. Dengan menyandang tekad seperti
itu, Bandar Lampung mau tidak mau menjadi kota serba muka karena lima
fungsi yang disandangnya yaitu pusat kegiatan pemerintahan, perdagangan
regional Provinsi Lampung, pendidikan, kebudayaan dan pariwisata, serta
sebagai industri.
Adapun sector usaha yang dominan di Bandar Lampung adalah industri
pengolahan, perdagangan hotel dan restoran, sector pengangkutan dan
komunikasi serta sektor jasa. Bandar Lampung yang berusaha menjadi kota
jasa dan perdagangan, telah menjadi kota besar yang semakin modern. Kota
bisnis yang semakin berkembang dengan beragam mata pencaharian
penduduknya. Baik pendatang maupun penduduk asli.
Sebagai kota jasa dan perdagangan, kapitalis melalui perusahaan-perusahaan
multinasional mulai dating di Bandar Lampung. Kedatangan perusahaan-
perusahaan multinasional ini pada akhirnya mempengaruhi perkembangan
ekonomi Kota Bandar Lampung. Dengan modal besar, perusahaan-
perusahaan itu terus melebarkan sayapnya. Pada satu sisi, Kota Bandar
Lampung terlihat lebih modern dan maju dengan hadirnya perusahaan-
perusahaan tersebut. Tetapi pada sisi yang lain, timbul masalah lain seperti
tidak berkembangnya industri yang dikelola secara lokal oleh masyarakat
yang bermodal kecil.
54
Saat ini, BandarLampung memiliki 20 kecamatan yaitu Telukbetung Barat,
Telukbetung Selatan, Panjang, Tanjungkarang Timur, Telukbetung Utara,
Tanjungkarang Pusat, Tanjungkarang Barat, Kemiling, Kedaton, Rajabasa,
Tanjung Senang, Sukarame, Sukabumi, Way Halim, Langkapura, Enggal,
Kedamaian,Telukbetung Timur dan Bumi Waras (Kota Bandar Lampung
dalam Angka, Badan Pusat Statistik Kota Bandar Lampung, 2013). Dengan
luas wilayah 169,21 km² yang terbagi ke dalam 20 Kecamatan dan 126
Kelurahan dengan populasi penduduk 891.374 jiwa (berdasarkan sensus
2010), kepadatan penduduk sekitar 5.304 jiwa/km² dan diproyeksikan
pertumbuhan penduduk mencapai 2,4 juta jiwa pada tahun 2030. Saat ini kota
Bandar Lampung merupakan pusat jasa dan perdagangan serta perekonomian
di provinsi Lampung. Bandar Lampung merupakan pusat kota yang ada di
provinsi Lampung yang saat ini terus berkembang dibandingkan dengan yang
lainnya (http://ciptakarya.pu.go.id/profil/profil/barat/lampung/lampung.pdf).
4.2 Gambaran Umum Universitas Lampung
4.2.1 Sejarah Universitas Lampung
Usaha untuk mendirikan perguruan tinggi di daerah Keresidenan Lampung
timbul dari dua panitia yang lahir tahun 1959, yaitu panitia pendirian dan
perluasan sekolah lanjutan (P3SL) di Tanjung Karang, yang diketuai oleh
Zainal Abidin pagar alam dan sekretarisnya Tjan Djiit Soe, dan Panitia
Persiapan Pembentukan Yayasan Perguruan Tinggi Lampung (P3YPTL)
yang dibentuk di jakarta pada tanggal 20 Agustus 1959 dengan Ketua
55
Nadirsjah Zaini, M.A. dan Sekretaris Hilman Hadikusuma.Pada tanggal 19
Januari 1960 P3SL mengadakan musyawarah dengan tokoh-tokoh
masyarakat Lampung untuk mempersiapkan berdirinya suatu perguruan
tinggi. Pada waktu itu P3SL dirubah namanya menjadi Panitia Pendirian
Perluasan Sekolah Lanjutan Dan Fakultas (P3SLF) dengan Ketua Zainal
Abidin Pagar Alam dan Sekretaris Tjan Djiit Soe.
Harapan masyarakat Lampung untuk memiliki sebuah Universitas negeri
yang berdiri sendiri dapat terkabul. Hal ini terbukti dengan diterbitkanya
surat Keputusan Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan (PTIP)
nomor 195 tahun 1965 yang menyatakan bahwa sejak tanggal 23
September 1965 berdiri Universitas Lampung (Unila), yang saat itu
memiliki dua Fakultas yaitu Fakultas Hukum dan Ekonomi.
Pada tahun 1966 Universitas Lampung mulai dikukuhkan melalui
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 73 tahun 1966.
Pembentukan Fakultas Pertanian berdasarkan Surat Keputusan Presidium
Unila Nomor 756/KPTS/1967 dan mulai berjalan sambil menunggu SK
Pemgukuhan dari Mendikbud.
Pada awalnya, Unila berada di 3 (tiga) lokasi, yaitu Jalan Hasanudin
Nomor 34; kompleks jalan Jendral Suprapto Nomor 61 Tanjung Karang;
dan kompleks Jalan Sorong Cimeng Teluk Betung. Sejak Tahun
1973/1974 telah dibuka kampus Unila di Gedong Meneng dan saat ini
semua Fakultas sudah berada di dalam kampus tersebut.
56
Antara tahun 1960 sampai 1965, Unila dipimpin oleh seorang
Koordinator. Sejak tanggal 25 Desember 1965 sampai dengan 28 Mei
1973, Unila dipimpin oleh satu presidium yang diketuai oleh Gubernur
Kepala Daerah Tingkat I Propinsi Lampung. Sejak Mei 1973 sampai
sekarang, Unila dipimpin oleh seorang Rektor secara berurut adalah
sebagai berikut :
1. Prof. Dr. Ir. Hi. Sitanala Arsyad ( 1973-1981 )
2. Prof. Dr. R. Margono Slamet ( 1981-1990 )
3. Hi.Alhusniduki Hamim S.E. M.S.c ( 1990-1998 )
4. Prof. Dr. Ir. Muhajir Utomo, M.S.c ( 1998-2006)
5. Prof. Dr. Ir. Sugeng P Harianto, M.S. (2006-2015)
6. Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P. (2015-sekarang)
(http://www.unila.ac.id/sejarah-universitas-lampung/ di akses pada 7 Juni
2016 pukul 19.06 WIB)
4.2.2 Visi dan Misi Universitas Lampung
Unila telah menetapkan tekad untuk melanjutkan dharma membangun
bangsa secara bersama-sama. Dengan keteguhan hati, dalam Rencana
Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Unila 2005-2025 telah ditetapkan
visi Unila yaitu :
“Pada Tahun 2025 Unila Menjadi Perguruan Tinggi Sepuluh Terbaik di
Indonesia."
57
Sejalan dengan misi pembangunan pendidikan nasional serta kebijakan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Unila telah pula menetapkan
misi dalam RPJP Unila 2005-2025, yaitu :
Misi Unila seperti yang tertera di dalam dokumen RPJP 2005 - 2015 dan
dokumen Renstra 2007 – 2011 sebagai berikut.Butir-butir Misi Unila yang
telah disempurnakan sebagai berikut:
1. menyelenggarakan tridarma PT yang berkualitas dan relevan;
2. menjalankan tata pamong organisasi Unila yang baik (good university
governance);
3. menjamin aksesibilitas dan ekuitas pendidikan tinggi;
4. menjalin kerja sama dengan berbagai pihak di dalam dan luar negeri.
Demi mewujudkan keinginan sesuai Visi dan Misi Unila, ditetapkanlah
tujuan Universitas Lampung sebagai berikut :
1. menghasilkan lulusan yang bermutu dan berdaya saing tinggi yang
cepat diserap pasar tenaga kerja dan mampumenciptakan lapangan kerja
bagi dirinya dan orang lain
2. menghasilkan ipteks unggulan/baru yang terpublikasikan pada jurnal-
jurnal terakreditasi di dalam dan luar negeri serta diperolehnya HaKI
untuk ipteks baru tersebut;
3. meningkatkan daya saing dan kesejahteraan masyarakat dengan
melakukan pengabdian kepada masyarakat yang bermutu dan inovatif
serta berbasis ipteks ungggulan/baru;
58
4. meningkatkan manajemen organisasi dalam bidang akademik,
keuangan, dan sumber daya manusia menuju tata kelola yang baik;
5. meningkatkan aksesibilitas bagi seluruh lapisan masyarakat untuk
memperoleh pelayanan pendidikan tinggi di unila;
6. meningkatkan kerja sama dengan pemerintah pusat, provinsi,
kebupaten/kota, dunia usaha, lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan
pemangku kepentingan lainnya; baik dalam maupun luar negeri.
(http://www.unila.ac.id/visi-dan-misi/ diakses pada 7 juni 2016 pukul
19.48)
4.3 Gambaran Umum Mahasiswa Papua di Universitas Lampung
Mahasiswa asal Papua mulai merantau ke Provinsi Lampung sejak tahun
2012. Hal ini, dikarenakan adanya beasiswa Afirmasi Pendidikan Tinggi
(Adik) dari Pemerintah Papua bagi putra-putri daerahnya yang ingin
melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi.
Hingga saat ini, jumlah putra-putri asli Papua yang dibiayai melalui
program ADIK mencapai ribuan orang. Mereka menempuh pendidikan di
39 Perguruan Tinggi Negeri di seluruh Indonesia dan salah satunya adalah
Universitas Lampung. (http://www.kompasiana.com/verona/program-
beasiswa-di-papua di akses pada 18 Januari 2016).
59
Sampai tahun 2015, tercatat mahasiswa asal Papua penerima beasiswa
Afirmasi Pendidikan Tinggi (Adik) di Uiversitas Lampung mencapai 36
orang. Untuk lebih jelasnya, nama-nama mahasiswa asal Papua tersebut dapat
dijelaskan melalui tabel seperti berikut:
Tabel 4.1 Daftar Nama-nama Mahasiswa Penerima Dana Bantuan Biaya Pendidikan
Afirmasi Dikti (Asal Papua) di Universitas Lampung
No Nama NPM Program
Studi
Fakultas Angka-
tan
1 Anasthasia F.M. Ayomi 1218011168 Pend. Dokter F. Kedokteran 2012
2 Yance Y. D. Warikar 1215011121 Teknik Sipil F. Teknik 2012
3 Jechson Manibury 1215021081 Teknik Mesin F. Teknik 2012
4 Elvira Rossalia Kambu 1218011170 Pend. Dokter F. Kedokteran 2012
5 Nikinius Keroman 1214131121 Agribisnis F. Pertanian 2012
6 Isaskar Bisibin 1215011119 Teknik Sipil F. Teknik 2012
7 Boas Amnan 1211031111 Akutansi FEB 2012
8 Margita PB Sada 1314131122 Agribisnis F. Pertanian 2013
9 Maria Khatarina
Kanggrom
1311031120 Akutansi FEB 2013
10 Yosep Papuanus Lyai 1313042091 Pend. Bahasa
Inggris
FKIP 2013
11 Melia Priskila T Korano 1381011185 Pend. Dokter F. Kedokteran 2013
12 Febriani I.Y. Rumere 1318011184 Pend. Dokter F. Kedokteran 2013
13 Helton Wopari 1315051062 Teknik
Geofisika
F. Teknik 2013
14 Rina Balyo 1313051075 Penjaskes FKIP 2013
15 Emira Yikwa 1411011035 Manajemen FEB 2014
16 Mario B. F. D Kinho 1411011071 Manajemen FEB 2014
17 Max Aukila Hugo Sineri 1411011073 Manajemen FEB 2014
18 Musa Pombos 1411021079 IESP FEB 2014
19 Duwi Iba 1411031039 Akuntansi FEB 2014
20 Meilania Ginuny 1411031081 Akuntansi FEB 2014
21 Sri Kogoya 1411031123 Akuntansi FEB 2014
22 Orpa Wambraw 1412011457 Ilmu Hukum F. Hukum 2014
23 Uce Ajami 1413051084 Penjaskes FKIP 2014
24 Betelya Waryensi 1413053023 PGSD FKIP 2014
25 Sherlina Rumere 1415011132 Teknik Sipil F. Teknik 2014
26 Fidelis Saflessa 1415012037 Teknik Arsitek F. Teknik 2014
27 Semuel Amnan 1416011098 Sosiologi FISIP 2014
28 Yulianus Amnan 1416021118 Ilmu
Pemerintahan
FISIP 2014
29 Herry Z R Wanggai 1416071040 Hubungan
Internasional
FISIP 2014
30 Siti Nur Afizah 1511011137 Manajemen FEB 2015
31 Maria Adriana Worisio 1511011138 Manajemen FEB 2015
32 Penina Ginuny 1513051089 Penjaskesrek FKIP 2015
60
33 Rebika Mambrasar 1513053197 PGSD FKIP 2015
34 Rahel Malibela 1514121229 Agroteknologi F. Pertanian 2015
35 Sisilya Debora K.
Adadikam
1514131195 Agribisnis F. Pertanian 2015
36 Anggun September 1517031190 Matematika F. MIPA 2015
(Sumber: Arsip Surat Keputusan Rektor No. UN26/KM/2016 tanggal 1 februari 2016)
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian tentang Adaptasi
Mahasiswa Papua di Bandar Lampung (Studi Pada Mahasiswa Asal Papua
di Universitas Lampung) terbagi menjadi tiga kategori yaitu proses
adaptasi pra-migrasi, proses adaptasi awal migrasi, hingga proses adaptasi
hingga saat ini. Penjelasan mengenai proses tersebut ialah:
1. Proses adaptasi mahasiswa asal Papua pra-migrasi
Sebelum berangkat menuju Provinsi Lampung untuk melanjutkan
pendidikannya di Universitas Lampung, mahasiswa asal Papua
mengaku mengalami anxiety atau suatu kecemasan dalam beradaptasi.
Hal ini dikarenakan stereotip yang mereka dengar tentang daerah
Lampung yang menyebutkan bahwa Lampung merupakan daerah yang
kurang aman, banyak tindakan kriminal yang terjadi didalamnya
(begal, perang antar-etnis) dan lain-lain. Meskipun demikian, hal
tersebut tidak menjadi suatu masalah bagi mahasiswa asal Papua.
Mereka tetap memutuskan untuk merantau ke Provinsi Lampung.
134
Beberapa faktor yang menjadi alasan kuat bagi mahasiswa asal Papua
berangkat ke Provinsi Lampung, diantaranya:
a. Faktor Pendidikan
Kebutuhan akan pendidikan ini kemudian menjadi faktor utama
bagi mahasiswa asal Papua untuk berangkat menuju Provinsi
Lampung dan berkuliah di Universitas Lampung. Mahasiswa asal
Papua sangat menyadari pentingnya akan pendidikan yang sejalan
dengan kebutuhan akan harga diri pada teori kebutuhan Abraham
Maslow.
b. Faktor Ekonomi
Faktor ekonomi yang dimaksud dalam pembahasan ini ialah
keinginan untuk meringankan beban ekonomi keluarga dari
mahasiswa asal Papua lewat beasiswa yang mereka dapat dari
Dikti. Beasiswa tersebut sangat berguna bagi kelangsungan
perkuliahan yang dijalani oleh mahasiswa asal Papua di
Universitas Lampung. Selain ingin meringankan beban ekonomi
keluarga, mahasiswa asal Papua juga beranggapan bahwa biaya
hidup di Provinsi Lampung lebih ekonomis dibandingkan dengan
Papua.
c. Faktor Psikologi
Psikologis tersebut menyangkut keinginan yang sangat besar bagi
mahasiswa asal Papua untuk dapat hidup mandiri dan belajar
mengenal lingkungan baru yang belum pernah mereka kenal
sebelumnya. Selain itu, besarnya dukungan dari orangtua dan
135
lingkungan sekitar mempengaruhi psikologis mahasiswa asal
Papua untuk berangkat ke Provinsi Lampung. Besarnya dukungan
tersebut kemudian menjadi suatu acuan bagi mahasiswa asal Papua
untuk menempuh pendidikannya di Universitas Lampung.
2. Proses adaptasi mahasiswa asal Papua awal migrasi
Hingga awal migrasi ke Lampung, mahasiswa asal Papua tersebut
mengaku masih mengalami anxiety atau kecemasan terhadap
lingkungan barunya. Namun hal ini tidak menjadi suatu masalah yang
berarti bagi mereka dalam beradaptasi di Universitas Lampung.
Adapun masalah awal yang dihadapi mahasiswa asal Papua tindakan
bully-ing yang dilakukan teman-teman di lingkungan kampus.
Tindakan bullying yang dialami mahasiswa asal Papua termasuk dalam
kategori kontak verbal langsung. Karena tindakan yang mereka terima
berupa ejekan, mengganggu dan memberikan nama paggilan (name-
callings). Sedangkan cara mereka menyikapi permasalahan tersebut
ialah dengan mengabaikannya, dan mencoba mengerti situasi dan
kondisi lingkungan barunya.
Sedangkan mahasiswa asal Papua tidak menemukan banyak kesulitan
selama beradaptasi di Lampung. Ini dikarenakan Lampung dan Papua
yang sama-sama merupakan daerah multi-etnik. Menurut mereka
kesulitan yang kerap terjadi hanyalah memahami bahasa daerah
Lampung. Kemudian solusi untuk mengalami kesulitan dalam
136
berkomunikasi beradaptasi di daerah Lampung yang multi-etnik,
mahasiswa asal Papua melakukan penyesuaian logat Papua yang
menempel dalam gaya berkomunikasi mereka.
3. Proses Adaptasi mahasiswa asal Papua hingga saat ini
Adaptasi yang digunakan oleh mahasiswa asal Papua ialah berupa
menyesuaikan diri dengan lingkungan atau disebut autoplastis (auto
artinya sendiri, plastis artinya bentuk). Ini ditunjukkan dengan
keikutsertaaan mahasiswa asal Papua dalam berbagai UKM atau Unit
Kegiatan Mahasiswa yang ada di Universitas Lampung. Hal ini dilakukan
mahasiswa asal Papua karena mereka sadar akan pentingnya adaptasi
dengan lingkungan untuk kelangsungan kehidupannya selama berkuliah di
Universitas Lampung. Dalam penlitian ini peneliti menemukan pola
adaptasi yang dinamakan pola adaptasi terbuka sementara. Hal ini
dikarenakan mahasiswa asal Papua melakukan adaptasi di lingkungan
barunya karena ingin mencapai tujuan utama yaitu menyelesaikan
pendidikan dan memperoleh gelar sarjana. Terbuka yang dimaksud
peneliti ialah mahasiswa asal Papua melakukan penyesuaian diri dengan
cara autoplastis atau menyesuaikan diri dengan lingkungan. Sedangkan
pengertian sementara ialah karena waktu yang dilakukan mahasiswa asal
Papua untuk beradaptasi di Lampung bersifat sementara atau hanya
sampai dengan waktu studi mereka di Universitas Lampung dinyatakan
lulus.
137
6.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan berdasarkan kesimpulan penelitian
tersebut adalah:
1. Harapan penulis agar masyarakat yang tinggal di Lampung lebih
menerima perbedaan yang hadir di tengah masyrakat. Hal ini dapat
dilakukan dengan cara tidak mem-bully, mendiskriminasi, dan
mengganggu kelangsungan kehidupan masyarakat lainnya.
2. Hasil penelitian ini tentunya masih jauh dari kata sempurna, sehingga
penulis menyarankan agar penelitian ini dapat dikembangkan lagi oleh
peneliti lainnya terkait proses adaptasi sosial.
3. Dalam penelitian ini terdapat kekurangan, dikarenakan keterbatasan
peneliti dalam meng-eksplore data terlebih dalam hal mengenai
adaptasi mahasiswa asal Papua di Bandar Lampung. Maka dari itu
untuk penelitian selanjutnya mengenai adaptasi sosial untuuk dapat
menggali data lebih dalam.
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku :
Abdulsyani. 2007. Sosiologi, Skematika, Teori dan Terapan. Jakarta: PT.
Bumi Aksara.
Arifin, Anwar. 1984. Strategi Komunikasi Sebuah Pengantar Ringkas.
Bandung: Armico
Bittner, John R. 1985. Broadcasting and Telecommunication, An
Introduction. New Jersey: Prentice-Hall
Bungin, Burhan. 2009. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana
Cangara, Hafied. 2002. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada
______, Hafied. 2007. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada
Djamarah, Bahri, Saiful. 2004. Pola Komunikasi Orang Tua dan Anak dalam
Keluarga. Jakarta: PT. Reneka Cipta
Gerungan, 1991. Pshychologi Sosial, Suatu Ringkasan. Bandung : PT. Eresco.
Gudykunst, William B. 2002. “Intercultural Communication Theories” dalam
William B. Gudykunst & Bella Mody (eds). Handbook of
International and Intercultural Communication. 2 nd Ed. Sage
Publications. California.
Hamid, Farid. 2003. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya : Apollo
Hurlock, E. B. 1992. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang
Rentang Kehidupan (terjemahan Istiwijayanti dan Soedjarwo).
Jakarta: Erlangga
Koentjaraningrat. (1993). Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta,
Indonesia: PT. Gramedia.
Koestoro, Budi dan Basrowi. 2006. Strategi Penelitian Sosial dan Pendidikan.
Surabaya: Yayasan Kampusina.
Kriyantono, Rakhmat. 2008. Teknik Prkatis Riset Komunikasi. Jakarta :
Kencana Prenada Media Group
Liliweri, Alo. 2007. Dasar-Dasar Komunikasi Antarbudaya. Yogyakarta:
Pustaka Belajar.
______, Alo. 2011. Gatra-Gatra Komunikasi Antarbudaya. Yogyakarta:
Pustaka Belajar.
Makmun, Abin Syamsuddin. 2003. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT.
Rosda Karya Remaja
Muhammad, Arni. 2000. Komunikasi Organisasi. Jakarta: Bumi Aksara.
Mulyana, Deddy, 2000. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung :
Remaja Rosdakarya.
_______, Deddy, 2004. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung :
Remaja Rosdakarya.
Moleong, Lexy J. 2007. Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung :
PT. Remaja Rosdakarya.
Monks, F.J. 2002. Psikologi Perkembangan: Pengantar Dalam Berbagai
Bagiannya. Cet.14. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
_____, F.J., Knoers, A. M. P., Haditono, S. R. (2001). Psikologi
Perkembangan: Pengantar Dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta:
Gajah Mada University Press.
Nevid, J.S, Rathus, S.A & Green, B. 2003. Psikologi Abnormal Jilid 1.
Jakarta: Erlangga.
Purwanto, Ngalim. 2002. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Robbins, Stephen P. 2001. Perilaku Organisasi, Edisi 8. Jakarta: Prentise Hall
Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung : Alfabeta
Taylor, D.M. & Moghaddam, F.M. 1994. Theories of Intergroup Relations.
London: Praeger
Widjaja. H. A. W. 2000. Ilmu Komunikasi Pengantar Studi. Jakarta: Rineka
Cipta.
Wiryanto. 2005. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Gramedia Wiasarana
Indonesia.
Sumber Lainnya :
Website :
http://www.kompasiana.com/verona/program-beasiswa-di-papua diakses pada
18 Januari 2016 pukul 21.03 WIB
nasional.kompas.com/read/2015/06/07/15520261/Upaya.Hentikan.Transmigra
si.ke.Papua.Sudah.Dilakukan.15.Tahun.Lalu di akses pada 23 Maret
2016 pukul 22.46 WIB
http://cloud.papua.go.id/id/TentangPapua/MMBudayaSejarah/MM/Sukusuku/
pages/default.com diakses pada 23 Maret 2016 pukul 23.06 WIB
https://pupunsaid.wordpress.com/2013/05/13/stereotipe-bebrapa-etnis-di-
Indonesia/ di akses pada 29 Maret 2016 pukul 00.38
www.antaranews.com/berita308488/patung-zainal-abidin-pagar-alam-
dirobohkan-warga diakses pada 29 Maret 2016 pukul 00.52 WIB
pemkam.papua.go.id/data_geografis.php diakses pada tanggal 3 agustus 2016
pukul 23.48 WIB
lampung.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/272 akses tanggal 3 agustus 2016
pukul 23.49 WIB
Skripsi :
Fajriati Meutia. 2015. Strategi Komunikasi Keluarga Dalam
Mempertahankan Identitas Etnik Remaja Bali. Jurusan Ilmu
Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Lampung.
Titania Sekar Respati. 2013. Pola Komunikasi TKI Purna Dalam Masyarakat
(Studi Pada TKI Purna di Desa Sumberrejo, Kemiling). Jurusan Ilmu
Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Lampung.
Andi Winata. 2014. Adaptasi Sosial Mahasiswa Rantau Dalam Mencapai
Prestasi Akademik. Jurusan Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Bengkulu.
top related