35 bab iv ritual haji bagi umat islam dan lokasi
Post on 31-Dec-2016
227 Views
Preview:
TRANSCRIPT
35
BAB IV
RITUAL HAJI BAGI UMAT ISLAM DAN LOKASI PENELITIAN
Bab empat ini menjelaskan secara umum perihal ritual haji bagi umat
Islam yang mencakup prasyarat mental dan material calon jemaah, pengelolahan
menejemen haji oleh pihak pemeritah, penerapan sistem daftar tunggu dan kontrol
masyarakat. Pada bab ini juga dijelaskan lokasi penelitian secara umum dan
representasi Islam di Bali.
4.1 Kewajiban Ibadah Haji Bagi Umat Islam
Kewajiban ibadah haji dalam agama Islam merupakan sebuah ketaatan
terhadap menjalankan ”Rukun Islam” yang terdiri dari (1) syahadat; (2) sholat; (3)
puasa; (4) zakat; dan (5) haji. Menunaikan ibadah haji menjadi kewajiban bagi
seluruh umat Islam dengan penekanan pelaksanaanya hanya bagi yang mampu
dan sekali seumur hidup. "Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka
sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.”
(QS. Ali Imran: 97)
Sebagai syarat haji bagi seorang individu adalah dia beragama Islam,
dewasa, waras atau berakal, merdeka bukan budak dan mampu melaksanakannya.
Ayit Rachman, salah seorang informan yang sedang mengikuti bimbingan haji
menuturkan niatan nya menunaikan haji:
”Sebagai salah satu kewajiban sebagai umat islam, kita harus menjalan
rukun Islam apabila mampu, kebetulan pribadi saya, kelihatannya saya
mampu, jadi itu salah satu rukun yang saya jalankan biar semua bisa
dilaksanakan.”
(Wawancara 30 Mei 2014)
36
Ibadah haji adalah sebuah perjalanan spiritual mengunjungi Kaabah di
Kota Mekah jazirah Arab, yang dipercayai sebagai tempat di mana manusia
pertama Nabi Adam dan Siti Hawa hadir di muka bumi (Gayo, 2004). Kata hajj
berarti mengelilingi altar sebanyak tujuh kali dalam waktu tujuh hari pada sebuah
festival jama’ah. Altar yang dimaksud adalah Kaabah sebagai simbol rumah Allah
(Baitullah). Pada hakekatnya perjalanan haji merupakan serangkaian kegiatan
yang masing-masing memiliki makna tersendiri. Dimulai dengan ihram yaitu
kegiatan membersihkan diri dan mengenakan pakaian ihram. Esensinya adalah
sebagai bentuk panghambaan kepada sang pencipta, dengan niat pengesaan tanpa
elemen-elemen duniawi.
Yang kedua thawaf adalah kegiatan mengelilingi Ka’bah. Ini merupakan
simbol perjuangan manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. dan
menyatukan langkah dan memusatkan hati kepada eksistensi sang pencipta. Yang
Ke tiga sa’i secara literal artinya berlari-lari di antara bukit Shafah dan Marwah
selama tujuh kali putaran. Sa’i menggambarkan eksistensi perjuangan hidup
manusia bahwa kehidupan selalu bergerak dan usaha merupakan bukti dari pada
pergerakan hidup. Selanjutnya adalah wuquf Arafah, kegiatan berdiam diri di
padang yang luas untuk mengingat Allah Swt. dengan berdoa dan berkontemplasi
memaknai hakikat siapa diri dan kemana akan kembali.
Yang ke lima adalah melempar jumroh yakni melempar tujuh kali batu di
Mina pada tiga tempat yakni jumrah aqobah, wusto dan ula. Melempar jumroh
merupakan simbol pengusir setan yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim As.
Maknanya adalah pembebasan hati manusia dari hawa nafsu dan menjauhi
perintah setan, menuju kepada ketaatan yang hakiki. Kemudian diikuti dengan
37
berkurban yang berarti mendekatkan diri kepada Allah, melalui penyembelihan
ternak yang merupakan simbol kepatuhan dan ketaatan sebagai salah satu bentuk
ketaqwaan kepada Allah Swt. Yang terakhir adalah tahalul merupakan prosesi
dalam ritual ibadah haji dengan mencukur sebagian rambut. sebagai simbol rasa
syukur dan pembersihan jiwa dari hal-hal yang kotor, sehingga manusia kembali
kepada fitrah asalnya.
Salah satu yang unik dari masyarakat Indonesia adalah adanya anggapan
bahwa ibadah haji mampu mengangkat citra atau gengsi dari individu yang
menjalankannya.
”Ada dua motivasi orang mejalankan haji yakni kesadaran pribadi dan
gengsi jadi ada juga area abu-abunya. Gengsi supaya bergelar haji
dipanggil haji, ntar kalau udah haji pakai gelar ”M”. Saya tertawa dapat
dari mana nama M-nya? Ini ga bisa dibendung keinginan mayarakat murni
ibadah atau untuk mendapatkan gelar prestisius”.
(Wawancara 12 Juni 2014)
Seperti penuturan informan gelar ’haji’ atau ’haja’ bagi beberapa orang bermakna
prestisus dan terhormat. Bila ditelusuri hal ini terjadi karena besarnya
pengorbanan untuk menggapainya (Abdurrahman, 2009).
4.2 Pengelolahan Menejemen Haji
Menejemen haji di Indonesia dikelola oleh pemerintah dan swasta.
Menejemen haji reguler dikelola sepenuhnya oleh Kemenag, sedangkan haji plus
diselenggarakan oleh biro-biro perjalananan. Pemerintah sebagai pelaksana
menejemen haji reguler, mengelola pendaftaran, tiket, visa, fiskal, transportasi
udara dan darat, akomodasi (asrama, pemondokan di Mekah, Madina, kemah
Arafah dan Mina), serta kebutuhan makanan dan minuman. Pemerintah juga
merancang besaran biaya perjalanan ibadah haji (BPIH) berbeda-beda nilai
38
ongkosnya untuk setiap zona. Selain itu pemerintah juga menyelenggarakan haji
regular plus dengan menawarkan kondisi fasilitas yang lebih baik. Perincian biaya
dan fasilitas dapat dilihat pada lampiran 5.
Berdasarkan undang-undang, Kemenag mendapatkan mandat sebagai satu
satunya organisasi pengelolah haji. Undang-Undang No 13 tahun 2008
mengamanatkan pemerintah memberikan pelayanan, pembinaan, dan
perlindungan kepada jemaah haji. Menejemen haji yang dilakukan oleh Kemenag
disetiap provinsi umumnya sama yakni mencakup beberapa unsur kegiatan seperti
bimbingan haji, pelayanan administrasi, transportasi, akomodasi, katering,
pelayanan kesehatan, rekruitmen dan pelatihan petugas, penyuluhan dan
sosialisasi, serta keamanan jemaah.
Menurut Undang-Undang No.13 tahun 2008 dan Peraturan Presiden No.92
tahun 2011, koordinator dan tanggung jawab penyelenggaraan haji nasional
dipegang oleh Menteri Agama dan Duta Besar RI untuk Kerajaan Arab Saudi
menjadi koordinator dan pemegang tanggung jawab pelaksanaan haji di Arab
Saudi. Di tingkat provinsi dan kabupaten, koordinasi dan tanggug jawab dipegang
oleh Gubernur dan Bupati. Pelaksana tugas teknis sehari-hari menteri agama
dibantu oleh Dirjen PHU, sedangkan ditingkat provinsi dan kabupaten
dilaksanakan oleh kepala Kanwil Kemenag dan kepala Kantor Kemenag
Kabupaten/Kota.
Selama ini pelayanan haji Indonesia secara umum mendapat apresiasi
publik. Dalam ajang konferensi dan pertemuan misi haji dan umrah sedunia yang
berlangsung di London, Inggris, Mei 2012 Indonesia diganjar sebagai negara
pengelolah haji terbaik di dunia (http://www.republika.co.id). Namun demikian
39
ada banyak catatan yang harus dikritisi karena menyangkut masalah ketidak
adilan dan integritas dari lembaga pengelolah haji itu sendiri.
Tabel 4.1 Problematik Umum Menejemen Haji Indonesia-Denpasar
Sebelum Keberangkatan Selama Pelaksanaan Haji
di Tanah Suci
Sesudah
Pelaksanaan
*Administrasi: Pegurusan
dokumen yang tidak satu pintu.
*Sosialisasi tentang situasi dan
kondisi di tanah suci yang
minim.
* Informasi haji yang tidak
transparan.
*Daftar antrian yang panjang.
*Keberangkatan dari Depasar
ke Surabaya yang melelahkan
bagi CJH manula
*Konsumsi: menu yang se
adaya, keterlambatan,
makanan basi, dan antrian
panjang.
*Akomodasi: kumuh,
fasilitas seadanya.
*Tranportasi: bus tanpa
AC, sudah tua, dan
berdesakan.
*Jarak maktab dengan
mesjidil haram yang jauh
Pengorganisasian
yang bersifat
adhoc
menyebabkan
ketidakstabilan
kualitas
pelayanan pada
musim haji
selanjutnya.
Persoalan-persoalan tersebut terjadi sepanjang proses mulai sebelum
keberangkatan, selama pelaksanaan haji dan sesudah pelaksanaan.
Sejak peristiwa Mua’isim 1991, menejemen haji Indonesia diperkuat
dengan sistem informasi dan komputerisasi (Siskohat). Sistem Informasi dan
Komputerisasi Haji Terpadu telah menjangkau 373 Kabupaten/Kota di seluruh
Indonesia. Dengan database jemaah dan petugas, sistem ini memantau berbagai
hal peristiwa haji baik yang terjadi di dalam negeri maupun di Arab Saudi.
Sayangnya siskohat yang dianggap canggih ini belum diimbangi dengan akurasi
data dan transparansi yang memadai ( http://www.google.co.id).
Selain Indonesia, negara Turki dan Malaysia adalah negara yang juga
menerima penghargaan. Pengelolaan haji di kedua negara ini dianggap sudah
cukup baik dan selalu menjadi pembanding bagi menejemen haji dalam negeri.
40
Tabel 4.2 Perbandingan Sistem Penyelenggaraan Haji Indonesia dan Turki
No Aktivitas Indonesia Turki
1 Pendaftaran Sepanjang tahun
dengan biaya sama
Setiap musim dengan
biaya bervariasi
2 Haji luar
negeri
Tidak ditangani
pemerintah Ditangani pemerintah
3 Petugas Biaya pemerintah Biaya jemaah
4
Pembimbing
haji dalam
kloter
Dipimpin oleh kepala
regu yang dipilih dari
jemaah
Setiap 45 orang dipimpin
oleh petugas dari unsur
pemerintah
5
Kesempatan
berhaji bagi
yang pernah
haji
Masih diberi
kesempatan Tidak diberi kesempatan
6 Penetapan
BPIH Persetujuan Parlemen
Tidak melibatkan
parlemen
7
Angkutan
Konfigurasi seat sama
untuk masing-masing
embarkasi
Konfigurasi seat berbeda
untuk setiap penerbagan
8 Dokumen
perjalanan
Paspor dilegkapi
DAPIH
Paspor dilengkapi dengan
barcode tentang biodata
jemaah
9 Jemaah Haji
Manula
Belum diatur
prioritasya
Ditetapkan sebagai
prioritas
10 Mazhab Syafii Hanafi
Sumber: Haji Dari Masa ke Masa, 2012
4.2.1 Penerapan Sistem Daftar Tunggu di Kota Denpasar.
Penerapan sistem daftar tunggu oleh sebagian pihak dianggap sebagai
solusi dari kebuntuan menyelesaikan persoalan membludaknya CJH Indonesia.
Setiap tahun ada sekitar 220.000 jemaah haji Indonesia yang berangkat ke tanah
suci ditambah jumlah daftar tunggu dengan rata-rata tiga tahun jumlahnya
mencapai 600.000 jemaah. Jumlah ini diperkirakan akan terus meningkat seiring
peningkatan tingkat ekonomi masyarakat dan dengan terbukanya masyarakat dan
alim ulama terhadap konsep dana talangan dan praktek multy level marketing
41
(MLM) dalam perekrutan CJH. Selain itu adanya kecederungan berkurangnya
jumlah BPIH yang harus dibayar jemaah.
Besaran kuota di Indonesia dan juga berlaku di seluruh dunia sebesar
1/1000 yang artinya satu orang per mil. Keputusan ini dibuat pada Sidang Menteri
Luar Negeri negara-negara OKI 1987 di Yordania. Kuota tiap negara ditetapkan
oleh Pemerintah Arab Saudi melalui pembahasan Memorandum of Understanding
(MoU) dengan masing-masing negara (Kemenag RI, 2012). Menurut informan
kebijakan kuota melahirkan sistem daftar tunggu.
”Daftar tunggu kaitannya dengan demografi kependudukan yang terus
berkembang, akhirnya pemerintah Saudi membatasi 1 permil dari
penduduk dunia, jadi 1 permil penduduk indonesia itu kita bisa hitung
maka lahirlah kuota haji”.
(Wawancara23 September 2014)
Informan juga menjelaskan terlepas ada tidaknya unsur politis dalam kebijakan
yang melahirkan sistem daftar tunggu, kebijakan ini harus dianggap sebagai
sebuah kebijakan menejerial. Karena itu harus diatur dalam undang-undang.
Kuota nasional, kuota khusus dan kuota provinsi diatur dalam UUNo.13/2008
dengan sistem proporsional. Dengan ditetapkannya undang-udang ini maka
penerapan sistem daftar tunggu mulai kuat dalam posisi hukumnya walau sudah
mulai terlaksana sejak tahun 2004.
Dengan diberlakukannya sistem daftar tunggu di Bali, CJH Denpasar dan
Bali secara keseluruhan harus menunggu selama sepuluh tahun. Saat ini jumlah
CJH Bali yang sudah mengantre sebanyak 6.136 orang. Jadi CJH yang mendaftar
haji per 14 Februari tahun ini, baru akan mendapat giliran berangkat ke tanah suci
pada tahun 2023 mendatang (www.republika. co.id).
42
Untuk memastikan nomor porsi, Kemenag membuat formulasi matematis
dengan berdasarkan kuota provinsi. Rumusan kuota haji Denpasar menurut
Kemenag Kota Denpasar adalah sebagai berikut :
Quota Haji Provinsi Bali tahun 2013 : 639 orang Nomor Porsi Terakhir :
140004407 Porsi Tahun Keberangkatan Calon Jemaah Haji per April 2013 : + 10 tahun
Perhitungan Daftar Tunggu :
Nomor Porsi (4 digit terakhir) – Nomor Porsi Terakhir (4 digit terakhir)
Quota
Contoh : Nomor Porsi A : 1400008600
Tahun Keberangkatan adalah (8600-4407)/639 = + 6,5 tahun
Sumber http://bali.kemenag.go.id
Karena pembatasan kuota pada tahun 2013 lalu, sedianya ada 639 jemaah yang
berangkat, terjadi pembatalan terhadap 86 orang jemaah.
Kuota haji Bali pertahunnya berkisar lima ratus sampai dengan enam ratus
orang. Kota Denpasar sendiri mendapat prosentase terbesar (40 %). Semakin hari
CJH Denpasar semakin mudah mendaftar. Hanya degan kartu identitas dan
membayar tanda jadi (DP) sebesar Rp. 3,5 juta untuk haji reguler dan Rp. 5 juta
untuk haji plus, selanjutnya bisa dicicil atau menabung sendiri. Hal ini membuka
peluang bagi warga dari luar Bali untuk menyeberang menggunakan kuota haji
Bali. Seorang informan dari kementrian agama membukakan fakta ini:
”Saya sebagai pegawai bidang pelayanan haji di Denpasar, permasalahan
yang saya hadapi banyaknya jamaah luar Bali mendaftar di Denpasar.
Peyelenggraan haji dari pusat sudah tersistem lancar-lacar aja.
Persoalannya karena kemudahan mendapatkan KTP, dan kita ga bisa
menolak. Mereka punya bukti sah identitas Denpasar. Kebanyakan mereka
dari Jawa Timur. Proses pendaptaran mereka tidak ada masalah sudah
memenuhi prosedur tetapi ketika mereka sudah dinyatakan boleh
berangkat tetapi mereka berdomisili di Jawa itu yang menjadi masalah
43
kami. Di kala kami harus menghubungi proses pelunasan dan sebagainya.
Terutama pada era 2011- 2012 ada 10 persen jumlahnya.”
(Wawacara 7 Juni 2014)
Selain fakta di atas meningkatnya antrian CJH Depasar diperkirakan karena
adanya kebijakan dana talangan. Walau saat ini sudah dihapuskan, kebijakan ini
sempat membuat antrian semakin memanjang secara signifikan. Akibatnya terjadi
penundaan keberangkatan yang dialami CJH yang sudah mendaftar. Salah satu
informan CJH menuturkan kegagalannya berangkat haji:
”Kalau saya lihat dari tahun kemarin dengan penundaan, saya nilai belum
beres juga menejemennya. Harusnya calon jemaah sudah diumumkan dan
punya kepastian.sampai sekarangpun mereka masih bertanya-tanya. Kapan
mereka akan berangkat walaupun mereka tahu ada 512 calon yang akan
diberangkatkan. Mereka butuh kepastian berangkat, kapan bayarnya,
bagaimana mekanismenya dan seterusnya, katanya kemarin Mei mundur
Juni sampai sekarang belum ada.”
(Wawancara 12 Juni 2014)
Pembatalan seorang CJH pada tahun keberangkatannya kini merupakan
keniscayaan mengingat semakin memanjangya antrian CJH dalam daftar tunggu.
Walaupu kebijakan kuota sangat bergantung kepada keputusan pemerintah
Kerajaan Arab Saudi, pengelolaan sistem daftar tunggu yang tidak transparan
banyak menciderai rsa keadilan masyarakat.
4.2.2 Kontrol Masyarakat Sebagai Penyeimbang
Kontrol masyarakat adalah bagian dari partisipasi masyarakat dalam
pembangunan melalui aspek pegawasan. Menurut Berger (1991) beberapa cara
dilakukan masyarakat bertujuan untuk menertibkan masyarakat dari
penyimpangan atau pembangkangan. Demikian halnya dengan penyelenggaraan
haji, mekanisme kontrol harus hadir mengawasi penyalahgunaan wewenang
pejabat penyelenggara haji, pengelolaaan dana serta berjalannya seluruh
44
penyeleggaraan haji yang berkeadilan. Menurut Saleh (2008) tidak ada
mekanisme monitoring dan evaluasi menyeluruh terhadap semua aspek
pelaksanaan haji. Meskipun pemeritah sudah membentuk Komisi Pengawas Haji
sesuai amanat undang-undang. Hal ini sejalan dengan penuturan informan yang
juga menjabat sebagai ketua persaudaraan haji kabupaten Badung.
”Kontrol masyarakat masih bersifat individual, dari persaudaraan haji
memang sudah melakukan saat-saat pertemuan tapi karena sifat
peraturannya sudah kontrol hanya bersifat kelokalan saja.”
(Wawacara, 3Juni 2014)
Suara-suara yang vokal bersifat sporadis dan eksidental sifatnya, belum
terlembagakan sebagai sebuah mekanisme penyeimbang yang ideal. Suara-saura
tersebut sebagai kritik yang dengan sebuah kesadaran untuk memperbaiki
penyelenggaraan haji. Lembaga swadaya masyarakat yang mengawasi haji belum
eksis. Informan menyebutkan bahwa keluhan dan sikap kritis CJH Denpasar lebih
terdengar dalam forum-forum KBIH:
”Dari sisi manasik ada KBIH yang menjadi mitra kerja Kemenag yang
mau menampung suara-suara kritis. Yang berwenang sebenarnya
Kanwilnya, tapi dalam posisi lemah di bawah kekuasaan kementrian.
Suara kita dibawa ke kanwil, tapi kan kebijakan yang dari pusat sulit.
Kami kan tidak bisa protes ke pusat, jadi dengan adanya tim pengawas
haji, KPK, itu sebuah therapi yang baik untuk memperbaiki sistem
menejemen haji. Secara (tingkat) lokal saya sering bersuara, mudah-
mudahan protes saya didengar”.
(Wawancara tanggal 12 Juni 2014)
Posisi KBIH Denpasar sangat dilematis, walaupun secara hukum undang-udang
memberikan perlindungan keberadaan KBIH, namun demikian di lapangan sering
fungsi dan tugasnya berbenturan dalam pelaksanaan tugas dengan Kemenag.
Menurut informan keberadaan KBIH adalah wujud dari partisipasi masyarakat:
”Kemenag harus memberi kesempatan swadaya masyarakat untuk
membantu contohnya KBIH, Kemenag sudah terlalu repot biarlah KBIH
45
membantu terutama masalah-masalah manasyik. Bagi jemaah yang sudah
ikut KBIH mereka lebih mandiri. Mungkin barangkali KBIH di Jawa
agak nakal, tapi saya lihat di Denpasar itu memang berniat membantu,
bukan profit oriented”.
(Wawancara 3 Juni 2014)
Informan KBIH menjelaskan bahwa dalam pertemuan dan pelatihan manasik haji,
selalu muncul pertanyaan-pertanyaan kritis CJH yang menjadikan forum ini
menjadi tempat diskusi dan ’curhat’ sehingga forum bimbingan haji ini menjadi
lebih berwarna. Dalam pertemuan tersebut, KBIH juga mengundang staf
Kemenag untuk berceramah dan diakhiri dengan diskusi umat dan Kemenag yang
berjalan secara dua arah.
4.3 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kota Denpasar sebagai ibukota provinsi Bali
dan sekaligus sebagai kota administratif Kotamadya Denpasar. Sebagai daerah
urban, Kota Denpasar memiliki heterogenitas penduduk dengan keberagaman
latar belakang sosial budaya.
Sebagian besar penduduk Kota Denpasar memeluk agama Hindu yakni
426.928 orang, sisanya agama Islam 135.854 orang (13 persen), Kristen Katolik
13.914 orang, Kristen Protestan 19.215 orang dan yang Budha 9.153 orang. Di
Kota Denpasar terdapat tempat peribadatan yang terdiri dari 7 buah Pura Dang
Kayangan, 105 Pura Kayangan Tiga, 39 Masjid, 38 Gereja Kristen Protestan, 3
buah Gerja Katolik dan 8 buah Vihara. (www. Denpasarkota.go.id).
Sebagian besar masyarakat Bali yang beragama Islam adalah migrant yang
berasal dari daerah di sekitar pulau Bali seperti Jawa Timur dan Lombok. Mereka
datang mencari peruntungan melalui pertumbuhan ekonomi Bali yang terus
membaik dalam sektor pariwisata. Para pendatang ini mengisi kekosongan
46
disektor pekerjaan informal seperti berdagang, menjadi buruh atau karyawan
lepas. Mereka cukup sukses dalam pekerjaan dan melakukan kawin campur
dengan masyarakat Hindu Bali. Akibatnya secara genealogis keturunan
masyarakat Islam Bali terlihat lebih kompleks
Gambar 4.1 Peta Kota Denpasar
Sumber: www. Denpasarkota.go.id
. Pertumbuhan masyarakat Islam terlihat jelas pada daerah-daerah tertentu
di Depasar seperti Kepawon, Kampung Jawa, Kampung Arab di Sanglah dan
Jalan Sulawesi. Penduduk kampung Jawa umumnya pendatang yang berasal dari
Jawa. Mereka dipindahkan dari Pasar Payuk atau Pasar Badung sekarang. Pada
tahun 1904, Cokorda Pemecutan melakukan perluasan Pasar Payuk, maka para
47
pendatang ini dipindahkan kedua lokasi di daerah Lumintang Jalan A.Yani dan
dekat Puri Pemecutan sekitar jalan Thamrin.
Tabel.4.3 Sebaran Penduduk Beragama Islam di Kabupaten/Kota se Bali
Sumber : Kemenag Provinsi Bali
Menurut Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Denpasar - Bali, KH. Mustofa al-
Amin, saat ini di Bali terdapat 59 kantong muslim, yang merupakan
perkampungan muslim (http://www.wakafalazhar.com).
4.4 Representasi Islam di Bali
Berdasarkan sejarah Islam tiba di Bali pada abad ke-14 masa pemerintahan
Dalem Waturenggong (1480-1550 AD). Ketika raja mengunjungi kerajaan
Majapahit, dia kembali dengan 40 orang pengawal muslim, yang kemudian
mendirikan mesjid pertama di Gelgel (http://www.republika.co.id). Pemeritahan
raja Dewa Agung selanjutnya memberi izin berdirinya desa yang penduduknya
muslim di Gelgel. Dua dari pengawal tersebut yakni Raden Modin dan Kiai Abdul
Jalil melakukan syiar Islam di desa Banjar Lebah dan desa Saren. Peninggalan
69.608
57.467
26.070
96.166
225.899
18.834
2.185
7.794
16.221 Jembrana
Buleleng
Tabanan
Badung
Kota Denpasar
Gianyar
Bangli
Klungkung
Karangasem
48
mereka berupa mushaf Al-Quran dan bedug yang menjadi artefak sejarah
peyebaran Islam di Bali. Selain itu pada Babad Bali disebutkan bahwa Dalem
Ketut Sri Krisna Kepakisan memiliki seorang isteri bernama Dewi Fatimah dan
mengajak Dalem Ketut memeluk agama Islam. Mereka kemudian mendirikan
istana mereka di Samperangan daerah Gianyar-Bali.
Akulturasi Hindu dan Islam telah dipraktikan ratusan tahun lamanya. Ini
mereflesikan identitas Muslim Bali seperti penggunaan nama Wayan, Nyoman,
Nengah, atau Ketut yang masih dipakai sampai sekarang. Demikian juga berbagai
bentuk apresiasi dalam seni budaya, terutama seni arsitektur menunjukkan
perpaduan yang khas antara arsitektur Bali pada bangunan mesjid di Bali.
Misalnya bentuk gapura mesjid di Gelgel Klungkung (Gambar 4.2) yang
memberikan kekhasan mesjid ini dibandingkan mesjid-mesjid lainnya di
nusantara. Selain Mesjid Gelgel di Klungkung, beberapa mesjid bersejarah yang
membuktikan keharmonisan Islam di Bali antara lain adalah Mesjid Baitul Qodim
di Loloan Timur, Jembrana, dan mesjid Pegayaman di Singaraja, Buleleng.
Kalau di Jawa penyebaran Islam memperkenalkan Wali Songo sebagai
tokoh yang di hormati masyarakat, di Bali menurut penelitian Habib Toyib Zein
Assegaf ada Wali Pitu menjadi simbol sejarah dakwah Islam di Bali. Mereka yang
tersebut dalam Wali Pitu atara lain 1. Prince Raden Mas Sepuh aka
Amangkuningrat 2. Habib Umar Maulana Yusuf 3. Habib Ali Bin Abu Bakr Abu
Bakr Bin Umar Bin Al Khamid 4. Zaenal Abidin Bin Ali Habib Idrus Al 5.
Maulana Sheikh Yusuf Al Maghreb 6. Habib Ali Bin Umar Bafaqih dan yang ke-
7. adalah Sheikh Abdul Qadir Mohammed.
49
Gambar 4.2 Perpaduan Seni Budaya Bali dan Islam
Pada Sungkul Atap Gapura Mesjid Gelgel Kelungkung
Sumber: http://mii-klk.blogspot.com.
Dalam sebuah tulisan berbahasa Jawa, yang dianggap sebagian orang sebagai
pewahyuan, Assegaf (2008:31-32) mengatakan:
Wis kapara nyata ing tlatah Bali iku kawengku dening pitu pira-pira Wali.
Cuba wujudna… Ana sawijining pepundhen dumunung ana ing tlatah
susunaning siti sasandingan pamujaan agung kang manggon sakdhuwuring
tirta kang kadarbeni dening suwitaning pandita. Aja sumelang…
Waspadakna pitu iku kaperang dadi papat... Pitu kaperang dadi papat iku
pangertene: kapisan wis kapara nyata, kapindho istijrot wujude kembar,
kaping telu wis lair ning durung wujud, kaping papat, liya bangsa
Jelas sekali bahwa Bali dibawah perlindungan tujuh wali.
Wujudkanlah!...Ada sebuah tempat suci di atas sebuah bukit di sebelah
gua besar. Seorang pedeta Hindu menjaganya. Jadi jangan takut...Waspada
jangan sampai ketujuh wali ini menjadi empat...Tujuh wali menjadi empat
maksudnya adalah yang pertama sudah terbukti dan diketahui orang, yang
kedua adalah sebuah tempat kramat dengan kuburan kembar. Yang ke-tiga
telah lahir tetapi kuburanya belum muncul. Ke-empat berasal dari negara
atau bangsa lain.
50
George Quinn (2012) mengidentifikasikan beberapa tempat ziarah yang bermakna
bagi masyarakat Islam Bali.
Tabel 4.4 Situs-Situs Ziarah Islam di Bali
Name of Site Site Occupant Location Miracle
Keramat Pantai Seseh
Ratu Mas Sepuh also known Pangeran Mas Sepuh, Raden Mas Sepuh,Syeh Ahmad Hamdan Hoirussoleh and Raden Amangkuningrat
Pantai Seseh, Desa Cemagi, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung. GPS coordinates:8°38'47.59"S 115° 6'50.74"E
Ratu Mas Sepuh walked on water and defeated attackers by the power of his kris.
Keramat Bukit Bedugul
Habib Umar bin Maulana Yusuf Al-Maghribi
On a hilltop in a forest reserve about two hours climb from the entrance to the Eka Karya Botanical Garden, Bedugul, Kabupaten Tabanan. GPS coordinates: ???
A forest official was afflicted by bad dreams and illness after preventing construction of a tomb superstructure. Cured after relenting.
Makam Keramat Karang Rupit
The Kwan Lie also known as Sheikh Abdul Qodir Muhammad
Labuhan Aji, Desa Temukus, Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng, north Bali. GPS coordinates:8°10'38.03"S 114°59'54.08"E
The tomb has magically “grown” to a height of about one and a half metres
Makam Keramat Kusamba
Habib Ali bin Abu Bakar bin Umar bin Abu Bakar Al-Hamid (died c.1905)
Desa Kusamba, Kabupaten Klungkung. GPS coordinates: 8°33'52.44"S 115°27'2.80"E
A bar of fire miraculously rose from the tomb and killed the assassins of Habib Abu Bakar Al-Hamid
Keramat Kembar (1)
Sheikh Maulana Yusuf Al-Baghdi Al-Maghribi also sometimes Sheikh Maulana Yusuf Al-Bagdadi Al-Maghribi
About 250 metres from the tomb of Habib Ali bin Zainal Abidin al-Idrus in Kecicang in the village of Bungaya Kangin, Bebandem, Karangasem. approximate GPS coordinates: 8°26'49.96"S 115°35'23.14"E
The grave was not damaged or covered by ash or sand during the eruption of Mount Agung in 1963.
Keramat Kembar (2)
Habib Ali bin Zainal Abidin Al-Idrus (died 1982)
Kecicang, Desa Bungaya Kangin, Kecamatan Bebandem, Kabupaten
51
Karangasem, GPS coordinates: 8°26'54.92"S 115°35'31.09"E
Makam Keramat Loloan
Habib Ali bin Umar bin Abu Bakar Bafaqih (died 1999)
Loloan Barat, Kecamatan Negara, Kabupaten Jembrana. GPS coordinates: 8°22'8.29"S 114°37'16.79"E
Habib Abu Bakar Bafaqih died at the age of 117. The existence of this holy grave was predicted before the death of its occupant.
Keramat Agung Pemecutan
Siti Khodijah, also known as Dewi Khodijah
Jalan Gunung Batu Karu in the centre of Denpasar city. GPS coordinates: 8°39'35.65"S 115°12'29.86"E
A tree, growing from the grave through the roof of the burial chamber, sprouted miraculously from Siti Khodijah’s hair, or from the shaft of a spear lodged in her back.
Sumber: The Muslim’s Saints Of Bali, 2012
Menurut Quiin meskipun kisah-kisah tersebut belum begitu jelas dalam perspektif
kesejarahan karena mengandung banyak pertentangan dengan berbagai versi
cerita. Kisah tersebut juga menggoreskan cerita tersembunyi yang kelam dan
belum terverifikasi.
top related