3 metode penelitian - repository.ipb.ac.id · 3.2.1 data suhu permukaan laut, klorofil dan tinggi...
Post on 02-Mar-2019
230 Views
Preview:
TRANSCRIPT
22
3 METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi
Lokasi penelitian adalah Perairan Selat Makasar, dengan posisi lintang
antara 60LU-8
0LS dan posisi bujur antara 117
0- 127
0BT. Penelitian ini membagi
daerah pengamatan menjadi 10 dengan ukuran 10 x 1
0. Pembagian daerah
pengamatan ini, berdasarkan aliran massa air Arlindo yang masuk ke Perairan
Indonesia (Gordon et al. 2010). Daerah Pengamatan Sul1 merupakan awal massa
air permukaan yang masuk dari Samudera Pasifik Utara ke Perairan Sulawesi,
daerah pengamatan Sul2 di Perairan Sulawesi, daerah pengamatan MK1 awal
massa air permukaan dari Perairan Sulawesi masuk ke Perairan Selat Makasar,
daerah pengamatan MK2 mewakili daerah pengamatan dekat Pulau Kalimantan
yang diharapkan dapat mengindikasikan adanya pengaruh daratan Kalimantan
terhadap Perairan Selat Makasar, daerah pengamatan MK3 yang mewakili dekat
Sulawesi, daerah pengamatan MK4 yang mewakili massa air permukaan yang
keluar dari Perairan Selat Makasar, daerah pengamatan MK5 merupakan daerah
dengan adanya pengaruh penaikan massa air di Perairan Selat Makasar bagian
selatan, daerah MK6 merupakan daerah antara daerah pengamatan MK2 dan JW
untuk mengetahui adanya sirkulasi massa air dari Laut Jawa ke Perairan Selat
Makasar dan sebaliknya, daerah JW mewakili perairan Laut Jawa dan daerah KR
mewakili daerah Karimata. Peta daerah penelitian dan pembagian lokasi
pengamatan berdasarkan lintang bujur dapat dilihat pada Gambar 5 dan Tabel 3.
3.2 Metode Pengumpulan Data
3.2.1 Data Suhu Permukaan Laut, Klorofil dan Tinggi Muka Laut
Data SPL yang digunakan adalah data citra penginderaan jauh dengan
sensor MODIS. Data ini di kelola oleh the NOAA CoastWatch Program NASA's,
Goddard Space Flight Center, dan OceanColor Web. Spasial grid data 0,05
derajat bujur x 0,05 derajat lintang, geografis. Akurasi nominal data, ±1 derajat
Celsius (SWFSC 2006).
23
Gambar 5. Lokasi penelitian
Tabel 3. Posisi lokasi pengamatan
Ket Lintang(0LU) Bujur(
0BT)
Sul1 4,25 - 5,25 125,50 - 126,50
Sul2 3,00 - 4,00 122,00 - 123,00
MK1 0,50 - 1,50 119,00 - 120,00
Ket Lintang(0LS) Bujur(
0BT)
MK2 2,50 - 3,50 116,75 - 117,75
MK3 2,50 - 3,50 117,75 - 118,75
MK4 5,65 - 6,65 117,50 - 118,50
MK5 6,00 - 7,00 119,25 - 120,25
MK6 4,00 - 5,00 116,50 - 117,50
JW 4,65 - 5,65 114,50 - 115,50
KR 2,75 - 3,75 107,00 - 108,00
105 109 113 117 121 125 129
-8
-4
0
4
8
Sul1
Sul2
MK1
MK3MK2
MK4
JW
KR
MK5
MK6Laut Jawa
Kalimantan
Sulawesi
Jawa
Sela
t M
akasar
Laut Banda
Laut Flores
Laut Cin
a Sela
tan
24
Data yang digunakan dari Juli 2002 – Mei 2010, merupakan data 8 harian
yang diunduh dari laman National Oceanic and Atmospheric Administration
(NOAA) Fisheries Service (SWFSC 2006). Data nilai-nilai SPL ini telah
divalidasi dan dibandingkan dengan data suhu buoy dari National Data Buoy
Center. Algoritma yang digunakan dalam mendapatkan data SPL berdasarkan
Brown and Minnett (1999). Untuk lebih jelasnya tentang algoritma ini dapat
dibaca dalam tulisan dengan judul MODIS Infrared Sea Surface Temperature
Algorithm, Algorithm Theoretical Basis Document Version 2.0 (Brown and
Minnett 1999).
Data klorofil yang digunakan dalam penelitian adalah data citra
penginderaan jauh dengan sensor MODIS. Data ini di kelola oleh the NOAA
CoastWatch Program NASA's, Goddard Space Flight Center, dan OceanColor
Web. Spasial grid data 0,05 derajat bujur x 0,05 derajat lintang, geografis. Data
yang digunakan adalah data 8 harian dari bulan Juli 2002 sampai dengan bulan
Mei 2010, yang diunduh dari NOAA Fisheries Service (SWFSC 2006). Data ini
sudah diproses dengan menggunakan perangkat lunak sistem analisis Data
SeaWiFS (SeaDAS) (Fu et al. 1998). Koreksi atmosfer telah diterapkan pada data
klorofil ini untuk menghasilkan pengukuran radiansi yang meninggalkan air
(Gordon & Wang 1994, Shettle & Fenn 1979).
Data tinggi muka laut yang digunakan adalah data citra penginderaan jauh
gabungan yaitu JASON-1, TOPEX/POSEIDON, ENVISAT, GFO, ERS 1/2, dan
GEOSAT dengan sensor altimeter. Data ini di kelola oleh NOAA CoastWatch dan
AVISO. Spasial grid data 0,25 derajat bujur x 0,25 derajat Latitude, geografis.
Data ini merupakan data bulanan dari Juli 2002 – Mei 2010, yang diunduh dari
NOAA Fisheries Service (SWFSC 2006). Akurasi data mendekati 1 cm (Stammer
and Wunsch 1994; Callahan et al. 2009).
3.2.2 Data Curah Hujan dan Angin
Data curah hujan diunduh dari laman National Aeronautics and Space
Administration (NASA) (Hegde 2010). Data curah hujan yang digunakan telah
diakuisisi menggunakan analisis GES-DISC Interactive Online Visualization ANd
aNalysis Infrastructure (Giovanni) sebagai bagian dari the NASA's Goddard Earth
Sciences (GES) Data and Information Services Center (DISC). Data ini
25
merupakan data curah hujan bulanan dari Juli 2002 – Mei 2010 dengan spasial
resolusi 2,5 derajat bujur x 2,5 derajat lintang, geografis.
Data angin dalam penelitian ini diperoleh dari laman European Centre for
Medium-Range Weather Forecasts (ECMWF 2010) dengan resolusi spasial 1,50 x
1,50. Data angin yang digunakan berupa data bulanan yang terdiri dari komponen
timur – barat(zonal) dan komponen utara – selatan(meridional) pada ketinggian
10 meter di atas permukaan laut. Pada Tabel 4 memperlihatkan jenis, banyak dan
sumber data yang digunakan dalam penelitian ini.
Tabel 4. Jenis, banyaknya dan sumber data
No Jenis Banyaknya data Sumber
1. SPL 380 x 10 lokasi = 3800 the NOAA CoastWatch
Program NASA's, Goddard
Space Flight Center, dan
OceanColor Web
2. Klorofil 380 x 10 lokasi = 3800 the NOAA CoastWatch
Program NASA's, Goddard
Space Flight Center, dan
OceanColor Web
3. Tinggi muka
laut
95 x 10 lokasi = 950 NOAA CoastWatch dan
AVISO
4.
5.
Curah hujan
Angin
95 x 3 lokasi = 285
95 x 1 lokasi = 95
GES-DISC
European Centre for
Medium-Range Weather
Forecasts
3.3 Analisis Data
Data SPL, klorofil dan tinggi muka laut diolah dengan menggunakan
perangkat lunak ferret untuk selanjutnya dianalisis secara spasial untuk melihat
pola sebarannya yang dapat menunjukkan fenomena laut seperti pertemuan dua
massa air, penaikan massa air dan secara temporal dilakukan analisis deret waktu
sesuai dengan daerah pengamatan. Analisis deret waktu ini untuk
mengidentifikasi adanya fenomena alam yang diperlihatkan oleh pengamatan
berurutan dimana terdapat fenomena-fenomena yang berulang dengan mengetahui
26
periodisitas dominannya. Tahapan proses analisis data dengan menggunakan
perangkat lunak ferret dapat dilihat pada Lampiran 1.
Data SPL, klorofil dan tinggi muka laut selanjutnya diolah dengan
pendekatan wavelet transform (Torrence and Compo 1998) berupa continuous
wavelet transform yang digunakan untuk mendeteksi kemungkinan adanya
periodisitas seperti seasonal, intra-seasonal. hubungan antara dua data deret
waktu secara bersamaan dan proses sebab akibat diantara keduanya, selanjutnya
cross wavelet transform yang akan memunculkan fase power dan relatif dalam
domain frekuensi-waktu dan penggunaan analisis wavelet coherent untuk
mengetahui koherensi yang signifikan dari data yang diolah. Berdasarkan analisis
ini dapat diketahui adanya pengaruh intra-seasonal, seasonal dan inter-annual
dengan menginterpretasi periodisitas data yang dominan. Tahapan proses analisis
data dengan pendekatan wavelet transform dapat dilihat pada Lampiran 2.
Transformasi wavelet adalah suatu transformasi yang membagi suatu sinyal
dalam hal ini adalah data deret waktu curah hujan ke dalam beberapa tingkat
resolusi. Pendekomposisian sinyal ke dalam resolusi yang berbeda-beda secara
bertahap dari resolusi tinggi sampai resolusi rendah dinamakan analisis
multiresolusi. Setiap resolusi dibedakan dengan faktor skala, yang biasa
digunakan yaitu kelipatan dari dua. Jika dibandingkan dengan transformasi
Fourier, maka transformasi wavelet mempunyai keunggulan yaitu dapat
merepresentasikan sinyal dalam domain waktu dan domain frekuensi dengan
sangat baik. Hal ini disebabkan fungsi basis dari transformasi wavelet dapat
diperlebar dan dipersempit sehingga memudahkan dalam menganalisa sinyal
sesuai dengan frekuensinya. Pada frekuensi tinggi digunakan fungsi basis yang
sempit sedangkan pada frekuensi rendah digunakan fungsi basis yang lebar.
Dalam transformasi wavelet ini dilakukan beberapa metode transformasi
wavelet yang meliputi :
1. Continuous Wavelet Transform (CWT)
Wavelet adalah sebuah fungsi dengan perata-rataan nol dan dibatasi
oleh frekuensi dan waktu. Wavelet dapat digolongkan dengan membatasinya
terhadap waktu (Δt) dan frekuensi (Δω atau lebar pita). Prinsip
ketidakpastian Heisenberg menyatakan selalu terjadi antara pembatasan
27
dalam waktu dan frekuensi. Tanpa definisi Δt dan Δω yang jelas dapat
dikatakan bahwa terdapat sebuah batas untuk bagaimana memperkecil
ketidakpastian hasil Δt .Δω. Salah satu caranya dengan menggunakan
wavelet Morlet didefinisikan sebagai :
……..........................(7)
ωo adalah frekuensi tak berdimensi dan η adalah waktu tak berdimensi.
Ketika wavelet dipergunakan untuk maksud ekstraksi fitur maka wavelet
Morlet (ωo = 6) adalah pilihan yang terbaik. Wavelet Morlet menyediakan
sebuah keseimbangan yang baik antara pembatasan waktu dan frekuensi.
Ide dibalik CWT adalah untuk menerapkan fungsi wavelet sebagai
filter bandpass terhadap seri waktu. Wavelet dilebarkan terhadap waktu
bervariasi terdapat skala (s), dimana η = s.t dan dinormalisasi untuk
mendapatkan satuan energi. Wavelet Morlet (ωo = 6) periode Fourier (λωt)
hampir sama terhadap skala (λωt=1.03 s). CWT dari seri waktu (xn, n=1...N)
dengan langkah waktu yang sama δt adalah konvolusi dari xn dengan
penskalaan dan normalisasi wavelet sehingga daya wavelet |WnX(s)|
2 yang
dihasilkan dapat ditulis :
......................(8)
Dalam penerapannya wavelet lebih cepat untuk mengimplementasikan
konvolusi dalam ruang Fourier (Torrence and Compo 1998). Argumen
kompleks WnX(s) dapat diinterpretasikan sebagai fase lokal.
CWT mempunyai tepi artifak disebabkan wavelet bukanlah
pembatasan yang utuh terhadap waktu. Cone of Influence (COI) sangat
berguna untuk dipergunakan sehingga efek tepi dapat diabaikan.
Penggunaan COI sebagai daerah dimana power wavelet menyebabkan
diskontinuitas pada tepi yang telah diturunkan menjadi e-2
dari nilai di tepi.
Signifikansi statistik dari power wavelet dapat dinilai relatif terhadap
hipotesa nol, dimana sinyal yang dihasilkan oleh proses stasioner dengan
28
latar belakang yang memberikan power spectrum (Pk). Beberapa seri waktu
geofisika mempunyai karakteristik red noise yang dapat dimodelkan dengan
sangat baik dengan pangkat pertama dari proses autoregressive (AR1).
Power spectrum Fourier dari sebuah proses AR1 dengan lag 1 autokorelasi
α (diestimasi dari pengamatan deret waktu seperti yang dilakukan oleh
Allen and Smith 1996) didefinisikan sebagai;
…………….…………….............(9)
k adalah indeks frekuensi Fourier.
Transformasi wavelet merupakan serangkaian bandpass filter yang
diaplikasikan terhadap deret waktu dimana skala wavelet secara linier
berhubungan dengan periode karakteristik filter (λwt). Oleh karena itu, untuk
proses stasioner dengan power spektrum Pk, variasi yang diberikan oleh
teorema konvolusi Fourier adalah variasi sederhana yang dihubungkan
dengan band Pk, jika Pk cukup halus maka varians yang diberikan oleh skala
sederhana dengan Pk dapat diaproksimasi mempergunakan konversi k-1
=
λωt. Torrence and Compo (1998) menggunakan metode Montecarlo untuk
memperlihatkan bahwa aproksimasi ini sangat baik untuk spektrum AR1.
Selanjutnya diperlihatkan bahwa distribusi probabilitas power wavelet
dengan menggunakan power spectrum (Pk) menjadi lebih besar
dibandingkan dengan p yaitu:
D ………................(10)
υ adalah sama dengan 1 untuk riil dan 2 untuk wavelet kompleks.
2. Cross Wavelet Transform (XWT)
Cross wavelet transform (XWT) dari dua seri data xn dan yn
didefinisikan sebagai WXY
= WXW
Y*, dimana * adalah notasi kompleks
konjugat. Selanjutnya didefinisikan cross wavelet power sebagai |WXY
|.
Argumen kompleks arg (WXY
) dapat diinterpretasikan sebagai fase relatif
lokal antara xn dan yn dalam ruang waktu frekuensi. Teori distribusi dari
29
cross wavelet dari dua seri waktu dengan latar belakang power spectra PkX
dan PkY telah diberikan oleh Torrence and Compo (1998) sebagai;
D ................(11)
Zυ(p) adalah tingkat kepercayaan (confidence level) yang dihubungkan
dengan probabilitas p untuk sebuah pdf yang didefinisikan dengan akar
kuadrat produk dari dua distribusi χ2.
3. Sudut Fase Cross Wavelet
Dalam fase berbeda antara komponen dari dua deret waktu, diperlukan
perkiraan rata-rata dan selang kepercayaan dari fase yang berbeda tersebut.
Untuk menghitung hubungan fase digunakan rata-rata melingkar (circular
mean) dengan fase lebih besar dari 5% secara signifikan statistik yang
berada di luar daerah COI. Rata-rata circular dari sekumpulan sudut (ai,
i=1,...n) didefinisikan sebagai;
…(12)
Tidak mudah untuk menghitung selang kepercayaan dari rata-rata
sudut secara akurat dikarenakan fase sudut tidak independen. Jumlah dari
sudut yang dipergunakan dalam perhitungan dapat ditentukan berubah-ubah
dengan menambah skala resolusi. Bagaimanapun sangat menarik untuk
mengetahui hamburan dari sudut disekitar rata-rata. Untuk itu didefinisikan
simpangan baku melingkar (circular) sebagai :
S ………….................(13)
dimana
Simpangan baku melingkar dianalogkan dengan simpangan baku
linier yang bervariasi dari nol sampai tak terhingga. Ini memberikan hasil
yang sama terhadap simpangan baku ketika sudut terdistribusi mendekati
sekitar rata-rata sudut. Dalam beberapa kasus boleh jadi alasan untuk
30
menghitung fase sudut rata-rata untuk setiap skala dan kemudian fase sudut
dapat dihitung sebagai jumlah dari tahun.
4. Wavelet Transform Coherence (WTC)
Pada umumnya koherensi Fourier digunakan untuk mengidentifikasi
pita frekuensi dimana dua deret waktu saling berhubungan, satu deret data
akan mengembangkan sebuah koherensi wavelet yang dapat
mengidentifikasi baik pita frekuensi dan interval waktu dimana deret waktu
tersebut dipengaruhi. Dalam analisis Fourier, terlebih dahulu dilakukan
penghalusan (smoothing) spektrum sebelum melakukan perhitungan
koherensi.
Jika terdapat dua seri waktu X dan Y, dimana transformasi wavelet
WnX (s) dan Wn
Y (s) dimana n adalah indeks waktu dan s adalah skala, maka
spektrum cross wavelet didefinisikan sebagai :
……….............................(14)
Tanda * menandakan kompleks konjugat. Spektrum cross-wavelet secara
akurat mengdekomposisi spektra Fourier dan spektra kuadratik ke dalam
ruang skala waktu.
Koherensi wavelet kuadrat (wavelet squared coherency),
didefinisikan sebagai nilai absolut dari cross wavelet yang telah dihaluskan
kemudian dinormalisasi dengan power spectra wavelet yang juga telah
dihaluskan.
………………….…(15)
S menyatakan penghalusan (smoothing) baik waktu maupun skala, dan
. Didalam perhitungan baik bagian real maupun imajiner dari
spektrum cross wavelet dihaluskan secara terpisah sebelum mendapatkan
nilai absolute, dimana angka penyebutnya adalah power spectra wavelet
(setelah dikuadrat) yang telah dihaluskan. Faktor s-1
digunakan untuk
mengkonversi menjadi sebuah densitas energi. Transformasi wavelet
31
mempunyai variansi yang kekal maka koherensi wavelet adalah sebuah
presentasi yang akurat dari normalisasi kovarian antara dua deret waktu.
Beda fase koherensi wavelet dinyatakan dengan :
....................................(16)
Bagian real yang telah dihaluskan ( ) dan bagian ( ) imajiner telah
dihitung sebelumnya dengan menggunakan persamaan 15. Baik Rn2(s)
maupun adalah fungsi dari indeks waktu n dan skala .
Proses penghalusan yang telah dilakukan dengan persamaan (15) dan
(16) menggunakan weighted running average atau konvolusi baik dalam
arah waktu maupun skala. Dapat dikatakan bahwa koherensi Fourier hanya
bergantung kepada perubahan fungsi penghalusan demikian juga yang
dilakukan terhadap koherensi wavelet. Meskipun demikian lebar dari fungsi
wavelet Morlet baik dalam ruang waktu maupun Fourier menghasilkan
sebuah lebar alami dari fungsi penghalusan. Penghalusan dari waktu
mempergunakan sebuah filter yang diberikan oleh nilai absolut dari fungsi
wavelet pada setiap skalanya, normalisasi untuk mendapatkan sebuah bobot
total dari suatu kesatuan. Untuk wavelet Morlet berbentuk Gaussian dengan
. Skala penghalusan dilakukan menggunakan filter boxcar dengan
lebar δjo panjang skala dekorelasi. Untuk wavelet Morlet dipergunakan
δjo=0.60 (TC98). Dengan mempergunakan filter yang berbeda-beda lebar
dan jenisnya menghasilkan suatu koherensi yang lebih halus atau koherensi
derau yang lebih kecil dimana masih memberikan hasil kualitatif yang sama.
Filter-filter di atas adalah kesepakatan terbaik sebagaimana filter tersebut
menyediakan jumlah minimal dari kebutuhan penghalusan termasuk
didalamnya dua titik independen baik dalam dimensi waktu dan skala.
5. Cone of Influence (COI)
Panjang deret waktu terbatas, kesalahan (error) akan muncul di awal
dan akhir dari spektrum power wavelet, seperti pada transformasi Fourier.
Solusi permasalahan ini adalah dengan “pad” di akhir deret waktu dengan
32
nol sebelum melakukan transformasi wavelet dan kemudian
menghilangkannya. Metoda lain dengan damping cosius (Meyers et al.
1993). Dalam studi ini, deret waktu di pad (padding) dengan nol
secukupnya sehingga panjang total N memenuhi pangkat dua yang
berikutnya, untuk menghilangkan efek tepi (ujung) dan mempercepat
transformasi Fouriernya.
Padding dengan nol menimbulkan diskontinuitas dititik akhir sehingga
bila skala diperbesar akan menurunkan amplitudo didekat ujung dengan
semakin banyaknya nol ikut dalam analisis. COI merupakan wilayah dari
spektrum wavelet yang mana pengaruh tepi menjadi suatu yang penting dan
disini didefinisikan sebagai e-folding-time dipilih sehingga power wavelet
untuk suatu diskontinuitas di ujung menurun dengan faktor e-2
dan
memastikan bahwa efek tepi dapat diabaikan dalam titik ini. Untuk series
yang siklus (misalnya sebuah strip longitudinal pada lintang yang tetap),
tidak diperlukan padding dengan nol dan di lokasi tersebut tidak ada COI.
Ukuran COI untuk tiap skala juga dapat menjadi ukuran dari
decorelasi waktu untuk sebuah spike tunggal di dalam time series. Dengan
membandingkan lebar suatu peak dalam spectrum wavelet terhadap
dekorelasi waktu ini dapat dibedakan antara suatu spike pada data
(kemungkinan derau acak) dan sebuah komponen harmonik pada frekuensi
Fourier ekuivalennya.
Data curah hujan diolah dengan menggunakan perangkat lunak ferret
untuk selanjutnya dilakukan analisis deret waktu untuk mengetahui periodesitas
domiman.
Data angin diolah untuk menganalisis arah dan kecepatannya. Data
komponen angin zonal dan meridional dirata-ratakan setiap bulannya dengan
menggunakan perangkat lunak ferret kemudian ditampilkan dalam bentuk gambar
arah dan kecepatan.
top related