3. keadaan umum
Post on 25-Jul-2015
681 Views
Preview:
TRANSCRIPT
III. KEADAAN UMUM LOKASI PRAKTEK dan LOKASI
MAGANG
A. Hutan Pendidikan Bengo-bengo Universitas
Hasanuddin
1. Keadaan Biofisik
a. Letak dan Luas
Kawasan Hutan Pendidikan Universitas Hasanuddin terletak
di Kabupaten Maros. Dari pusat ibukota Propinsi Sulawesi
Selatan, kawasan hutan pendidikan tersebut berjarak sekitar 65
km, sedangkan dari pusat ibukota Kabupaten Maros berjarak
sekitar 34 km. Kawasan ini dapat dicapai dengan menggunakan
kendaraan roda dua maupun kendaraan roda empat dengan
waktu tempuh kurang lebih 1 jam 30 menit dari Kota Makassar.
Luas kawasan Hutan Pendidikan Universitas Hasanuddin
berdasarkan SK.86/MENHUT-II/2005 seluas 1300 ha. Secara
administratif pemerintahan, sebagian besar kawasan Hutan
Pendidikan Universitas Hasanuddin berada di wilayah Desa
Limapocoe, Kecamatan Cenrana (sebelumnya Kecamatan
Camba), Kabupaten Maros. Berdasarkan kedudukan geografis,
kawasan Hutan Pendidikan Universitas Hasanuddin terletak pada
119 44’34” - 119 46’17” Bujur Timur dan 04 58’7” - 05 00’30”
Lintang Selatan.
Adapun batas-batas Hutan Pendidikan Universitas
Hasanuddin, adalah sebagai berikut:
(1) Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Timpuseng
(2) Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Laiya
(3) Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Kappang
(4) Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Ballocci
Kabupaten Pangkep
Berdasarkan hasil pengamatan dan pengukuran yang
dilakukan oleh Fakultas Kehutanan, luas Hutan Pendidikan Unhas
Bengo-Bengo adalah ± 1300 ha dengan pembagian wilayah
kedalam tiga blok yaitu blok I 397 ha, Blok II seluas 457 ha, dan
Blok III seluas 466 ha. Antara blok yang satu dengan blok yang
lain dibatasi oleh jalan setapak yang kelak akan direncanakan
menjadi jalan induk dan batas alam.
Status hukum hutan pendidikan berdasarkan Keputusan
Menteri Kehutanan Nomor SK 86/Menhut–II/2005 tentang
perubahan keputusan Direktorat Jenderal Kehutanan Nomor
063/Kpts/BS/1/1980 tanggal 31 maret 1980 tentang Penunjukan
Areal Hutan di Sekitar Sungai Camba Seluas 1.300 ha sebagai
Hutan Pendidikan, menjadi penunjukan kawasan hutan lindung
dan kawasan hutan produksi tetap seluas 1.300 ha di Kabupaten
Maros, Provinsi Sulawesi Selatan sebagai kawasan hutan dengan
tujuan khusus untuk menjadi hutan pendidikan Universitas
Hasanuddin, ditetapkan di Jakarta,tanggal 4 Maret 2005.
b. Topografi
Pada umumnya kawasan Hutan Pendidikan Unhas Bengo-
Bengo merupakan daerah bergelombang sampai bergunung.
Berdasarkan peta topografi dengan skala 1 : 100.000 keadaan
lapangan dapat digambarkan sebagai berikut :
a. Daerah datar dengan kemiringan < 3 % terdapat pada
sekitar jalan raya dan kampung disebelah Timur.
b. Daerah landai sampai berombak dengan kemiringan 3 % -
8 % terdapat di bagian tengah.
c. Daerah berbukit dengan kemiringan 8 % - 25 % terdapat
pada sebelah Timur Laut, Timur dan Selatan.
d. Daerah bergunung dengan kemiringan > 25% terdapat di
sebelah Barat dan Utara.
c. Tanah dan Geologi
Menurut Lembaga Penelitian Tanah (LPT) Bogor (1967)
keadaan tanah di Kawasan Hutan Pendidikan Universitas
Hasanuddin sebagian besar terdiri dari bahan induk tuff dan
batuan vulkan alkali dan hanya pada bagian Selatan dijumpai
bahan induk dari batu gamping. Penyebaran jenis tanahnya
adalah sebagai berikut:
(1) Alluvial dengan batuan induk endapan liat dan pasir pada
daerah berombak.
(2) Grumusol dengan batuan induk gamping dan tuff pada
daerah bergelombang.
(3) Regosol dengan batuan induk tuff vulkan pada daerah
berbukit dan bergelombang.
(4) Mediteran dengan batuan induk serpih tuff vulkan pada
daerah berombak dan bergelombang.
(5) Podsolik dengan endapan liat ber-tuff pada topografi
berombak.
(6) Kompleks mediteran, litosol, regosol, dengan batuan induk
tuff vulkan alkali pada daerah berbukit dan bergunung.
d. Iklim
Umumnya tipe iklim di Indonesia ditetapkan menurut
klasifikasi Schmit dan Ferguson yang berdasarkan atas
perbandingan rata- rata bulan kering, bulan basah dan bulan
lembab dengan pengklasifikasian sebagai berikut :
(1) Bulan kering (bk) dengan curah hujan setiap bulan di
bawah 60 mm
(2) Bulan lembab (bl) dengancurah hujan setiap bulan antara
60-100 mm
(3) Bulan basah (bb) dengan curah hujan setiap bulan lebih
besar dari 100 mm
Untuk mengetahui tipe iklim lokasi praktek maka terlebih
dahulu dilakukan penghitungan jumlah bulan basah dan kering,
seperti terlihat pada Tabel 1 dibawah ini.
Tabel 1. Jumlah bulan basah, bulan kering dan bulan lembab
selama 10 tahun terakhir di Kecamatan Cenrana,
Kabupaten Maros
Tahun
Jumlah
Bulan
Basah
Jumlah
Bulan
Kering
Jumlah
Bulan
Lembab
2001 4 4 -
2002 8 3 1
2003 8 4 -
2004 2 7 2
2005 5 2 1
2006 6 3 2
2007 1 6 1
2008 2 1 2
2009 6 4 1
2010 4 3 2
Jumlah 46 37 12
Rata-Rata 4,6 3,7 1,2
Sumber : Stasiun Klimatologi Kelas I Maros, 2011
Pada Tabel 1 terlihat bahwa, jumlah curah hujan perbulan
di Kecamatan Cenrana menyebar setiap bulannya. Bulan Januari
merupakan bulan terbasah sedangkan bulan September
merupakan bulan terkering. Pada bulan November curah hujan
menanjak terus hingga mencapai puncak tertinggi pada bulan
Januari. Selama kurun waktu 10 tahun terakhir jumlah bulan
basah 46 dengan rata- rata 4.6 kemudian bulan kering 37
dengan rata-rata 3,7 dan bulan lembab sebanyak 12 dengan
rata- rata 1,2. Sehingga dari data tersebut dapat ditentukan nilai
Q untuk mengetahui tipe iklim di Kecamatan Cenrana, Kabupaten
Maros yaitu dengan rumus:
Q = rata−rata bulankeringrata−ratabulan basah
×100 %
Q = 3,74,6×100 %
= 80,43 %
Makin kecil nilai Q maka makin basah suatu tempat dan
makin besar nilai Q ratio maka makin kering suatu tempat.
Berdasarkan penggolongan iklim dari Schmidt dan Ferguson,
maka tipe iklim di Kecamatan Cenrana, Kabupaten Maros
termasuk dalam tipe iklim D yaitu iklim sedang, dengan nilai Q
ratio berkisar antara 60 % - 100 %. Klasifikasi tipe iklim
menurut Schmidt dan Ferguson dapat dilihat pada Tabel 2
dibawah ini.
Tabel 2. Klasifikasi iklim di Indonesia menurut Schmidt dan
Ferguson
Kondisi Iklim Tipe Iklim Nilai Q (%)Sangat Basah A 0 – 14,3
Basah B 14,3 – 33,3
Agak Basah C 33,3 – 60Sedang D 60 – 100
Agak Kering E 100 – 160Kering F 160 – 300
Sangat Kering G 300 – 700Luar Biasa Kering H > 700
e. Keadaan Biotis
Vegetasi yang terdapat di Hutan Pendidikan Universitas
Hasanuddin dahulunya sebagian besar berupa vegetasi padang
rumput. Namun, pada tahun 1970/1971 dilakukan kegiatan
reboisasi sehingga kawasan hutan ini menjadi hijau.Jenis
tanaman yang ditanam pada kegiatan reboisasi yaitu pinus,
akasia dan mahoni.
Tanaman pinus di Hutan Pendidikan Universitas
Hasanuddin menyebar dari bagian Selatan hingga ke bagian
Utara dengan jumlah yang lebih sedikit di bagian Utara hutan
pendidikan. Tanaman akasia terdapat pada bagian Utara
hutan sedangkan tanaman Mahoni terdapat pada bagian
Selatan yang berbatasan dengan jalan provinsi.
Hutan alam di kawasan ini memiliki luas 512 ha atau
sekitar 39% dari luas hutan pendidikan tersebut.Jenis-jenis yang
paling banyak dijumpai di hutan alam adalah lento-lento
(Arthrophyllum sp.), kemiri (Aleurites moluccana), mangga hutan
(Buchanania arborescens), jabon (Anthocephalus cadamba),
jambu-jambu (Eugenia sp.) dan beberapa jenis dari famili
Moraceae seperti jenis Ficus sp.
Kawasan hutan yang dikelola oleh masyarakat didominasi
oleh tanaman jangka panjang seperti kemiri (Aleurites
moluccana), aren (Arenga pinnata), bambu (Gigantochloa sp.),
melinjo (Gnetum gnemon), pangi (Pangium sp.), cokelat
(Theobroma cacao), kopi (Coffea sp.), mangga (Mangifera
indica), dan bahkan terdapat tegakan eboni (Diospyros celebica
Bakh.) seluas + 21 ha yang dikelola oleh masyarakat di kawasan
hutan Pallanro, Desa Rompegading.
2. Keadaan Sosial Ekonomi
a. Penduduk
Hutan Pendidikan Universitas Hasanuddin yang terletak di
Kecamatan Cendrana memiliki 7 desa/kelurahan yang memiliki
tingkat jumlah kependudukan/kepadatan penduduk dengan
luasan wilayah yang berbeda-beda. Adapun data kependudukan
Kecamatan Cendrana dapat dilihat pada Tabel 3 dibawah ini.
Tabel 3. Data Kependudukan desa di sekitar Hutan
Pendidikan Universitas Hasanuddin, Kecamaatan
Cendrana Kabupaten Maros
Desa Luas
(K
m2)
Rum
ah
tang
Pendud
uk
Kepadatan
Penduduk
ga (Jiwa/Km2)
Labuaja
21,4
5 496 1690 79
Lebbotengae
15,6
7 323 1202 77
Laiya
63,8
3 702 3137 49
Cendrana
Baru
31,1
3 734 1754 56
Limampocco
e
23,3
7 498 3136 134
Rompegadin
g
17,9
7 437 1947 108
Baji Pa'mai 7,55 498 1638 217
Jumlah
180,
97 3688 14504 723
Sumber : Data Statistik, 2009
Pada Tabel 3 menunjukkan bahwa di Kecamatan Cendrana
terdiri dari 7 desa/kelurahan dengan luas wilayah 180,97 Km2,
jumlah rumah tangga 3.688, jumlah penduduk 14.504 jiwa yang
berarti setiap kepala keluarga menanggung rata-rata 3 orang
anggota keluarga dan kepadatan penduduknya 723 Jiwa/Km2.
Dilihat dari segi luas wilayah, Desa Laiya memiliki luas
wilayah yang terbesar dengan luas sebesar 63,83 km2.
Sedangkan desa yang memiliki luas wilyah terkecil adalah Desa
Baji Pa’mai dengan luas wilyah sebesar 7,55 Km2.Dilihat dari
segi jumlah penduduk, Desa Limapoccoe memiliki jumlah
penduduk terbesar dengan jumlah penduduk 1.336 jiwa.
Sedangkan desa yang memiliki jumlah penduduk yang terendah
adalah desa Labbotange 1.202 jiwa. Dilihat dari segi kepadatan
penduduk, Desa Baji Pa’mai memiliki tingkat kepadatan
penduduk yang tinggi sebesar 217 jiwa/km2 sedangkan desa
Laiya yang memiliki tingkat kepadatan penduduk yang
terendah sebesar 49 jiwa /km2.
Data kependudukan Kecamatan Cendrana berdasarkan
sebaran agamanya diperlihatkan pada tabel 4 dibawah ini
Tabel 4. Data Penduduk Kecamatan Cendrana Berdasarkan
Agama tahun 2009
DesaIsla
mKatholik
Protest
anHindu
Labuaja
155
8 - 86 -
Lebbotengae
120
2 - - -
Laiya
313
7 - - -
Cendrana
Baru
175
4 - - -
Limampoccoe
313
6 - - -
Rompegading
194
7 - - -
Baji Pa'mai
163
8 - - -
Sumber : Data Statistik, 2009
Menunjukkan bahwa dari ke tujuh desa/kelurahan yang
terdapat pada Kecamatan Cendrana dengan sebaran jumlah
penduduk yang berneda-beda.Sebagian besar penduduk di
Kecamatan Cendranaadalah mayoritas agama Islam.Dimana
Desa Laiya memiliki jumlah penduduk yang paling banyak
beragama Islam. Sedangkan pada Desa Labuaja merupakan
satu-satunya desa yang memiliki penduduk beragama
Protestan.
b. Mata Pencaharian Masyarakat
Sebagian besar penduduk pada desa-desa disekitar
Hutan Pendidikan Bengo-bengobermata pencaharian pada
sektor pertanian, perkebunan, perikanan dan kehutanan.
Adapun jenis-jenis usaha yang di kembangkan pada bidang
peternakan seperti kegiatan beternak sapi, kerbau, kuda,
kambing,domba, babi, ayam, dan itik. Kegiatan pertanian/
perkebunan seperti tanaman padi, ubi jalar, ubi kayu, kacang
tanah, kedelai, kopi, cengkeh, lada, cokelat, kemiri,jambu,
jerul, mangga, pisang, rambutan, alpukat, jambu mente, dan
belimbing. Selain itu masyarakat mengembangkan juga
kegiatan industri rumah tangga dan hanya sedikit yang
bergerak di bidang sektor jasa.Keadaan mengenai mata
pencaharian penduduk pada desa-desa disekitar Kawasan
Hutan Pendidikan Unhas dapat dilihat pada tabel 5 dibawah
ini.
Tabel 5. Keadaan Kepala Keluarga di Desa-Desa Sekitar
Hutan Pendidikan Bengo-Bengo Menurut Mata Pencaharian
Utama
NoDesa/
Kelurahan
Jumlah Keluarga Menurut Mata pencaharian
Utama
Peta
ni
Industri
/
Kerajina
n
Daga
ng
Angkut
anJasa
Lainny
a
1 Labuaja 331 14 27 4 6 13
2Labbo
Tengae178 12 16 7 7 4
3 Laiya 525 23 25 5 7 10
4Limampocco
e549 26 22 15 24 7
5Rompe
Gading326 25 2 6 9 5
6 Baji Pa’mai 273 20 22 11 13 10
7 Cenrana - - - - - -
Baru
Jumlah2.18
2120 132 48 66 49
Sumber : Kantor Statistik, 2010
Pada Tabel 5 dapat diketahui bahwa pada umunya mata
pencaharian penduduk di sekitar Kawasan Hutan Pendidikan
adalah sebagian besar bekerja sebagai petani, yaitu sebanyak
2.182 orang, sedangkan yang lainnya sebagai pengusaha
industri atau kerajinan sebanyak 120 orang, pedagang sebanyak
132 orang, di bidang angkutan sebanyak 48 orang dan di bidang
jasa sebanyak 66 orang.
c. Pendidikan dan Kesehatan
Fasilitas pendidikan di Kawasan Hutan Pendidikan
Universitas Hasanuddin dinilai sudah cukup memadai, karena
sudah tersedia SD, SMP, bahkan tingkat SMU.Hanya saja fasilitas
belum menjangkau dusun-dusun yang jauh di sekitar Hutan
Pendidikan. Selain itu, bagi mereka yang ingin melanjutkan ke
tingkat yang lebih tinggi harus melanjutkan di Ibukota Propinsi
(Makassar) yang jaraknya kurang lebih 65 km (1,5 jam
perjalanan) dengan menggunakan kendaraan.
Sarana kesehatan yang ada boleh dikatakan belum
memenuhi jumlah yang diharapkan bila dibandingkan dengan
jumlah penduduknya. Saran kesehatan terdiri atas 2 puskesmas
di Kecamatan Cenrana.
Lembaga Pendukung(Wali Amanat)
Ketua Jurusan Kehutanan
Tata Usaha
Hutan Pendidikan LaboratoriumProgram Studi
Badan Pengembang Badan Pengelola
3. Kelembagaan Pengelolaan Hutan Pendidikan Unhas
Hutan pendidikan Unhas Bengo-bengo ditetapkan
berdasarkan SK. Direktur Jenderal Kehutanan No.
063/Kpts/B5/1/1980 tanggal 31 Maret 1980. Kawasan hutan
pendidikan dalam status peruntukannya adalah kawasan hutan
dengan tujuan khusus.
Hutan Pendidikan Unhas dikelola bersama-sama oleh
pihak-pihak terkait baik itu masyarakat maupun organisasi-
organisasi profesi kehutanan. Struktur organisasi pengelolaan
hutan pendidikan unhas dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar 1. Struktur Organisasi Hutan Pendidikan Universitas
Hasanuddin
Keterangan : _______ = Garis Komando
----------- = Garis Koordinasi
Tugas dan wewenang dari unsur-unsur sruktur tersebut adalah:
1. Badan Pengembangan Hutan Pendidikan merupakan lembaga
yang mempunyai fungsi sebagai litbang dengan tugas
menyusun dan merumuskan konsep-konsep strategis yang
diperlukan untuk pengembangan hutan pendidikan. Badan
pengembangan hutan pendidikan mempunyai wewenang
untuk memberikan saran dan masukan kepada badan
pengelola hutan pendidikan secara aktif.
2. Badan Pengelola Hutan Pendidikan merupakan lembaga
operasional yang mempunyai tugas dan wewenang
melakukan perencanaan, pengelolaan dan pengamanan hutan
pendidikan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Hubungan antara badan pengelola hutan pendidikan dan
badan pengembangan hutan pendidikan adalah hubungan
koordinasi.
3. Laboratorium Dan Program Studi. hutan pendidikan
diharapkan berfungsi sebagai laboratorium lapangan untuk
mendukung pengembangan pengetahuan teori dan praktek
secara berimbang. Dalam pelaksanaan dilapangan harus
melakukan koordinasi dengan badan pengelola hutan
pendidikan dan mengikuti peraturan perencanaan yang telah
ditetapkan oleh pengelola. Dengan demikian seluruh kegiatan
laboratorium dan program studi dapat berlangsung secara
sinergis.
4. Lembaga Pendukung (Wali Amanat) merupakan lembaga
fungsional yang diharapkan dapat membantu mempercepat
pencapaian tujuan pengelolaan hutan pendidikan. Wali
Amanat mempunyai tugas dan fungsi memberikan bantuan
pemikiran dan finansial serta memfasilitasi kerjasama dengan
pihak lain yang dapat mendukung pengembangan hutan
pendidikan.
B. Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung
1. Kondisi Fisik
a. Geologi dan Tanah
Formasi geologi kawasan Taman Nasional Bantimurung
Bulusaraung dikelompokkan menurut jenis batuan, yang
didasarkan pada ciri-ciri litologi dan dominasi dari setiap satuan
batuan. Formasi-formasi tersebut sebagai berikut :
Formasi Balang Baru. Formasi balang baru terdiri dari
perselingan serpih dengan batu pasir, batu lanau dan batu
lempung, dengan struktur batuan berlapis, menyerpih dan
turbidit. Bentuk formasi ini menyebar di bagian Utara yaitu
di Kecamatan Mallawa. Satuan batuan ini adalah batuan
sedimen.
Batuan Gunung Api Terpropilitkan. Batuan ini terdiri dari
breksi dan lava, menyebar pada bagian Selatan, yaitu
Kecamatan Tanralili Kabupaten Maros. Lava umumnya
bersifat andesitik, sebagian trakit dan basal.
Formasi Mallawa. Formasi ini terdiri atas batu pasir kuarsa,
batu lanau, batu lempung dan konglomerat, dengan sisipan
atau lensa batubara. Penyebarannya berada di Kecamatan
Watang Mallawa, di daerah Ammasangeng, dan Kecamatan
Bantimurung. Batu pasir kuarsa umumnya bersifat rapuh
dan kurang kompak, berlapis tipis. Batubara pada satuan
batuan ini mempunyai ketebalan antara 0,5 - 1,5 meter.
Formasi Tonasa. Formasi ini terdiri dari batu gamping pejal,
bioklastik, kalkarenit, koral dan kalsirudit bersisik. Di daerah
Kecamatan Watang Mallawa batu gamping formasi tonasa
ditemukan mengandung mineral glauconit dan napal
dengan sisipan breksi batu gamping.
Formasi Camba. Formasi ini terdiri dari perselingan batuan
sedimen laut dan batuan gunung api, yaitu batu pasir
tufaan berselingan dengan tufa, batu pasir, batu lanau dan
batu lempung. Di beberapa tempat dijumpai sisipan napal,
batu gamping dan batu bara.
Batuan Gunung Api Formasi Camba. Batuan ini terdiri dari
breksi, lava dan konglomerat. Breksi dan konglomerat
terdiri dari pragment andesit dan basal, matriks dan semen
tufa halus hingga pasiran.
Batuan Gunungapi Baturape-Cindako. Batuan ini terdiri dari
lava dan breksi gunung api, bersisipan tufa dan
konglomerat. Breksi gunung api umumnya berkomponen
kasar berupa basal dan sedikit andesit dengan ukuran
fragment 15 - 60 cm, tersemen oleh tufa berbutir kasar
hingga lapilli dan banyak mengandung firoksin.
Batuan Terobosan. Batuan ini terdiri dari granodiorit,
andesit, diorit, trakit dan basal piroksin. Batuan ini
menyebar setempat-setempat dan menerobos batuan yang
lebih tua di sekitarnya berupa retas, sill dan stok.
Endapan aluvium. Batuan ini terdiri dari endapan aluvium
sungai. Endapan aluvium sungai berupa bongkah, kerakal,
kerikil, pasir dan lempung.
Ada dua jenis tanah yang umum ditemukan pada kawasan
karst Maros-Pangkep, dimana keduanya kaya akan kalsium dan
magnesium. Tanah jenis Rendolls mempunyai warna kehitaman
karena tingginya kandungan bahan organik, ditemukan pada
dasar lembah lereng yang landai, terutama di bagian Selatan
dari karst Maros. Eutropepts merupakan jenis tanah turunan dari
inceptisol, umumnya ditemukan pada daerah yang mempunyai
kelerengan yang terjal dan puncak bukit kapur. Tanah ini sangat
dangkal dan berwarna terang.
b. Topografi
Sebagaimana pada umumnya kawasan dengan landskap
karst, bentuk permukaan kawasan Taman Nasional Bantimurung
Bulusaraung bervariasi dari datar, bergelombang, berbukit
sampai dengan bergunung. Bagian kawasan yang bergunung
terletak pada sisi Timur Laut kawasan atau terletak pada blok
Pegunungan Bulusaraung di Kecamatan Mallawa Kabupaten
Maros dan Gunung Bulusaraung sendiri di Kecamatan Balocci
Kabupaten Pangkep. Puncak tertinggi terletak pada ketinggian
1.565 m.dpl di sebelah Utara Pegunungan Bulusaraung. Puncak
Gunung Bulusaraung sendiri terletak pada ketinggian 1.353
m.dpl. Sisi ini dicirikan oleh kenampakan topografi relief tinggi,
bentuk lereng yang terjal dan tekstur topografi yang kasar.
Daerah perbukitan dicirikan oleh bentuk relief dan tekstur
topografi halus sampai sedang, bentuk lereng sedang sampai
rendah, bentuk bukit yang tumpul dengan lembah yang sempit
sampai melebar. Daerah perbukitan ini dapat dikelompokkan ke
dalam perbukitan intrusi, perbukitan sedimen dan perbukitan
karst. Kawasan dengan topografi dataran dicirikan oleh bentuk
permukaan lahan yang datar sampai sedang dan sedikit
bergelombang, relief rendah dan tekstur topografi halus. Bentuk
permukaan seperti ini banyak dijumpai di antara perbukitan karst
yang berbentuk menara.
c. Iklim dan Hidrologi
Berdasarkan perhitungan data curah hujan yang
dikumpulkan dari beberapa stasiun yang ada disekitar kawasan
Taman Nasional, ditemukan bahwa pada wilayah bagian Selatan
terutama bagian yang berdekatan ibukota Kabupaten Maros,
seperti Bantimurung termasuk ke dalam iklim D (Schmidt dan
Ferguson) sedangkan Bengo-Bengo, Karaenta, Biseang Labboro,
Tonasa dan Minasa Te’ne termasuk kedalam iklim tipe C,
sementara pada bagian utara, terutama wilayah Kecamatan
Camba dan Mallawa termasuk kedalam tipe B. Peta curah hujan
Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung memperlihatkan
adanya empat zona curah hujan, yakni curah hujan 2.250 mm,
2.750 mm, 3.250 mm dan 3.750 mm. Curah hujan 2.250 mm
sampai 2.750 mm berada dibagian timur kawasan taman
nasional, dimana di wilayah inilah masyarakat banyak
memanfaatkan kawasan hutan. Sebaliknya, curah hujan yang
lebih tinggi yakni 3.250 mm sampai 3.750 mm, berada di bagian
barat taman nasional dimana sekitar 75 % wilayah cakupannya
merupakan arael karst. Di wilayah ini, pemanfaatan lahan oleh
masyarakat dalam kawasan hutan relatif kecil karena kondisi
tanah yang tidak memungkinkan. Sisanya 25 % yang berupa
ekosistem non karst dan menyebar di bagian selatan, juga
banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai lahan pertanian.
Tingginya pemanfaatan lahan areal taman nasional oleh
masyarakat pada wilayah yang mempunyai curah hujan tinggi,
adalah merupakan ancaman terhadap sumberdaya lahan di
wilayah taman nasional, terutama kaitannya dengan erosi tanah.
Kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung
merupakan bagian dari hulu beberapa sungai besar di Sulawesi
Selatan. Sisi sebelah Timur antara lain merupakan hulu Sungai
Walanae yang merupakan salah satu sungai yang mempengaruhi
sistem Danau Tempe. Pada bagian Barat terdapat Sungai
Pangkep dan Sungai Bone di Kabupaten Pangkep, Sungai Pute
dan Sungai Bantimurung di Kabupaten Maros. Sungai
Bantimurung adalah merupakan sumber pengairan persawahan
di Kabupaten Maros serta dimanfaatkan untuk pemenuhan air
bersih bagi masyarakat Kota Maros. Disamping itu, juga
ditemukan beberapa mata air dan sungai-sungai kecil, terutama
di wilayah karst, serta aliran air bawah tanah/danau bawah tanah
pada sistem perguaan. Mata air berdebit besar dijumpai pada
batu gamping pejal dengan debit 50 - 250 l/dtk, sedang mata air
yang muncul di batuan sedimen terlipat dan batuan gunung api
umumnya kurang dari 10 l/dtk. Fluktuasi debit air sungai-sungai
besar dari dalam kawasan Taman Nasional Bantimurung
Bulusaraung sampai saat ini masih relatif stabil sepanjang tahun,
namun berbeda dengan debit pada sungai di permukaan karst.
2. Kondisi Biotis
a. Ekosistem
Kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung dibagi
ke dalam tiga tipe ekosistem utama, yaitu ekosistem hutan di
atas batuan karst (forest over limestone/ hutan di atas batu
gamping) atau lebih dikenal dengan nama ekosistem karst,
ekosistem hutan dataran rendah, serta ekosistem hutan
pegunungan bawah. Batas ketiga tipe ekosistem ini sangat jelas
karena hamparan batuan karst yang berdinding terjal dengan
puncak menaranya yang relatif datar, sangat berbeda dengan
topografi dataran rendah yang mempunyai topografi datar
sampai berbukit, serta kondisi ekosistem hutan pegunungan
yang ditandai oleh bentuk relief yang terjal atau terkadang
bergelombang.
Pada kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung,
terdapat dua lokasi ekosistem karst yang saling terpisah, yaitu di
wilayah Maros-Pangkep pada bagian barat taman nasional, dan
di ujung Utara, yakni di wilayah Mallawa. Para ahli geologi
membedakan kedua kelompok karst ini, yakni yang pertama
dikenal dengan kelompok Pangkajene dan yang kedua disebut
kelompok pegunungan bagian Timur. Kedua lokasi ini merupakan
wilayah penyebaran vegetasi bukit karst (vegetasi bukit kapur)
dan lainnya merupakan areal penyebaran vegetasi hutan dataran
rendah. Geomorfologi karst Taman Nasional Bantimurung
Bulusaraung berbentuk karst menara (pada beberapa referensi
disebut sebagai The Spectacular Tower Karst), yang merupakan
satu-satunya di Indonesia dan berbeda dengan tempat-tempat
lain yang pada umumnya berbentuk karst kerucut (conicall hill
karst) atau peralihan antara karst menara dan kerucut. Seperti
pada umumnya kawasan karst, ekosistem karst Taman Nasional
Bantimurung Bulusaraung memiliki sangat banyak gua dengan
ornament stalagtit dan stalagmit serta ornamen endokarst
lainnya.
b. Kondisi Flora
Jenis flora yang terdapat di dalam Taman Nasional
Bantimurung Bulusaraung sangat beraneka ragam dan di
antaranya terdapat jenis-jenis dominan seperti palem wanga
(Piqafetta filaris dan Arenga sp.) yang tidak dijumpai lagi pada
ketinggian di atas 1.000 m.dpl. Jenis kayu-kayuan antara lain
terdiri dari uru (Elmerillia sp.), cemara (Casuarina sp.), ares
(Duabanga moluccana),kluwak (Pangium edule), termasuk
dijumpai tegakan murni karet (Eucalyptus deglupta). Pada hutan
pegunungan bawah dijumpai damar (Agathis philippinensis),
berbagai jenis bambu dan rambong beringin (Ficus sumatrana).
Batuan kapur ditemukan pada kompleks Pegunungan
Bulusaraung, hutan pendidikan Bengo-Bengo dan formasi hutan
di Kecamatan Camba dan Mallawa, serta sedikit di bagian
Selatan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung.
Berdasarkan hasil eksplorasi, diketahui bahwa pada hutan
dataran rendah tersebut dihuni oleh jenis-jenis bitti (Vitex
cofassus), nyatoh (Palaquium obtusifolium), cendrana
(Pterocarpus indicus), beringin (Ficus spp), kepuh (Sterculia
foetida), dao (Dracontomelon dao), kemiri (Aleurites
moluccana),bayur(Pterospermum celebicum), dahu
(Dracontomelum mangiferum, aren (Arenga pinnata), sono
(Colona sp.), kenanga (Cananga odoratum), ares (Duabanga
moluccana), jambul(Zizigium cumini), sukun, nangka,
GenusArtocarpus spp., kayu hitam (Diospyros celebica),
gooseberry (Buchanania arborescens), jabon (Anthocephalus
cadamba), pala (Myristica sp.), darah-darah (Knema
sp.),dannyamplung (Calophyllum inophyllum). Masih sangat
banyak potensi fauna yang belum berhasil diidentifikasi dengan
baik di kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung.
Kegiatan eksplorasi, identifikasi dan inventarisasi masih perlu
lebih sering dilakukan, baik oleh pengelola, peneliti maupun
pihak-pihak yang berkepentingan lainnya.
Dihimpun dari berbagai sumber yang dapat dipercaya serta
hasil dari kegiatan identifikasi jenis yang dilakukan oleh Balai
Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung sendiri pada tahun
2008. Terdapat juga 302 species tumbuhan alam telah terdaftar
pada kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung yang
terdiri dari 2 family kelas Monocotyledonae dan 43 family kelas
Dicotyledonae. Dari 302 species tumbuhan alam yang telah
terdaftar pada Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, 1
species diantaranya adalah species tumbuhan alam yang
dilindungi undang-undang, 1 species diantaranya adalah species
tumbuhan alam yang termasuk dalam Appendix II CITES, dan 1
species diantaranya adalah species tumbuhan alam yang
termasuk dalam Appendix III CITES. Suatu hal yang cukup unik
dari keberadaan tumbuhan alam tersebut adalah adanya 43
species/ sub species tumbuhan alam dari marga Ficus. Jenis-jenis
Ficus ini adalah makanan utama bagi banyak jenis satwa liar
termasuk pula yang paling umum Kera Hitam Sulawesi/ Dare
(Macaca maura).
c. Kondisi Fauna
Jenis mamalia yang telah berhasil diidentifikasi di dalam
kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung antara lain
beberapa jenis kelelawar, Kera Hitam Sulawesi, Tarsius, Kuskus
Beruang, Kuskus Sulawesi, Musang Sulawesi, Babi Hutan dan
Rusa. Kelelawar adalah jenis penting yang karena kedudukannya
dalam ekosistem, satwa ini digolongkan sebagai “Key stone
species” (Primarck, 1993). Menjelaskan bahwa keluarga
kelelawar terdiri dari hampir 200 jenis, dimana 25% diantaranya
adalah genus Pteropus. Jenis-jenis dari genus ini mempunyai
peranan yang penting, dan mungkin hanya mereka yang
melakukan penyerbukan dan penyebaran biji dari kurang lebih
100 jenis tumbuhan di daerah tropis. Di samping itu, kelelawar
membawa sisa-sisa makanan ke dalam gua yang sangat
dibutuhkan oleh organism penghuni gua lainnya. Kuskus
merupakan satu-satunya komponen mamalia Irian-Australia yang
sebarannya sampai ke kawasan Sulawesi (batas bagian Barat).
Wirawan (1993) menginformasikan bahwa kuskus yang
berada di Karaenta adalah jenis endemik Sulawesi, yakni Kuskus
Sulawesi (Strigocuscuscelebencis) dan Kuskus Beruang (Ailurops
ursinus). Musang Sulawesi (Macrogalidia musschenbroeckii)
adalah satwa yang terdiri dari satu genera dengan satu species,
dan merupakan satwa endemik Sulawesi. Wirawan (1993)
melaporkan bahwa Mastura (1993) telah menemukan satwa ini di
wilayah Karaenta. Panjang kepala dan badannya kira-kira 1
meter, dengan panjang ekor 0,6 meter. Bagian tubuh atas
(punggung) berwarna coklat muda sampai coklat tua, bagian
bawah putih dengan dada kemerah-merahan dan bercak-bercak
coklat di sisi kiri dan kanan badannya. Strip coklat dan coklat
muda melingkari ekor. Musang ini memakan mamalia kecil dan
buah-buahan.
Tarsius adalah merupakan primata terkecil di dunia.
Wirawan (1993) melaporkan bahwa ia pernah melihat Tarsius di
wilayah Karaenta. Walaupun hanya melihat 1 ekor, namun
berdasarkan suara-suaranya ia yakin jika populasinya lebih dari
satu. Hal ini diperkuat oleh seorang pegawai PPA di Karaenta
yang pernah mengantar ahli Tarsius ke lokasi di mana satwa ini
berada. Ada 2 species Tarsius yang hidup di Sulawesi, namun
belum ada informasi tentang jenis apa yang ada di wilayah
Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung pada saat itu. Panjang
kepala dan badan satwa ini berkisar antara 8,5-16,0 cm,
sedangkan ekornya bervariasi antara 13,5-27,0 cm. Kera mungil
ini memiliki mata bulat yang besar, serta jari-jari yang panjang
untuk berpegangan. Mereka hidup di pohon dan mencari makan
(serangga dan binatang kecil lainnya) di malam hari.
Dalam beberapa eksplorasi antara tahun 2007 hingga
2008, jenis ini banyak didokumentasikan dengan menggunakan
kamera. Tim eksplorasi kawasan karst IPB untuk kelompok
Mamalia yang dipimpin oleh A. Haris Mustari pada bulan Agustus
2007 untuk pertama kali berhasil mendokumentasikan
keberadaan Tarsius di dalam Taman Nasional Bantimurung
Bulusaraung. Cahyo Alkantana dalam sebuah seminar kegiatan
speleologi yang di selenggarakan oleh HIKESPI bekerja sama
dengan Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung pada
tanggal 16 Agustus 2007, menginformasikan bahwa menemukan
Tarsius di kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung
sangat mudah dan tidak sesulit di wilayah Sulawesi Utara dan
Tengah. Pada bulan Maret tahun 2008, beberapa orang staf Balai
Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung berhasil menemukan
salah satu sarangnya dan berhasil membuat dokumentasi yang
menarik.
Meskipun belum ada laporan tentang species tikus yang
ada di wilayah Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung,
namun Whitten et al (1987) menginformasikan adanya sebaran
tikus yang cukup luas di Sulawesi. Ada 18 jenis tikus endemik di
Sulawesi, dan tidak tertutup kemungkinan bahwa ada diantara
jenis-jenis tersebut yang juga hidup dalam wilayah Taman
Nasional Bantimurung Bulusaraung.
Berbagai jenis burung dapat ditemukan di dalam kawasan
Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Achmad (2000)
pernah melaporkan jenis-jenis burung yang ada dalam kawasan
Taman Nasional BantimurungBulusaraung. Jenis-jenis yang
ditemukan di kawasan ini antara lainRangkong Sulawesi
(Rhyticeros cassidix), Kangkareng Sulawesi (Penelopides
exarhatus), Elang, Kutilang (Pycnonotus aurigaster), Kurcica
(Saxicola caprata), Raja Udang (Halcyon chloris), Punai (Treron
sp.), Pelatuk (Dendrocarpus teiminkii), Srigunting (Dicrurus
hottentotus), Walet (Collocalia spp.), Burung hantu (Otus
manadensis), Burung pipit 3 jenis (Loncura molucca, Loncura
malacca, dan Loncura vallida), Burung tekukur (Micropaga
amboinensis), Capili (Turacaena manadensis), Kakaktua Putih
Jambul Kuning (Cacatua sulphurea), Kakaktua Hijau “Danga”
(Tanignatus sumatranus), serta Ayam Hutan (Ghallus gallus).
Kelompok Pemerhati Herpetofauna (KPH) “Phyton”
HIMAKOVA Institut Pertanian Bogor melakukan survey
keanekaragaman herpetofauna sebagai bagian dari program
Konservasi Herpetofauna di Taman Nasional Bantimurung
Bulusaraung. Survei ini dilakukan selama 2 bulan, yakni pada
bulan Juli sampai Agustus 2007. Berdasarkan hasil survei
ditemukan 37 jenis herpetofauna, yang terdiri dari 24 jenis reptil
dan 13 jenis katak, termasuk 3 jenis yang belum teridentifikasi.
Di antara jenis yang dijumpai, termasuk jenis-jenis endemik
Sulawesi seperti Kodok Bufo celebensis dan Rana celebensis,
serta reptil endemik seperti Ular Kepala Dua (Cylindrophis
melanotus), Calamaria muelleri dan Cicak Hutan (Cyrtodactylus
jellesmae). Kadal akuatik yang disebut Soa-soa (Hydrosaurus
amboinensis) dapat dijumpai berjemur di batu-batu besar
sepanjang sungai di Pattunuang. Di Bontosiri (Pegunungan
Bulusaraung), katak jenis Limnonectes modestus meletakkan
telurnya di daun-daun pada tumbuhan bawah sepanjang sungai,
dan terkadang terdapat jantan yang sedang menjaga telurnya.
Jenis lain yang dapat dijumpai adalah kadal terbang (Draco sp.)
yang sering diawetkan dan dijual sebagai souvenir.
Mattimu (1977) melaporkan bahwa ada 103 jenis kupu-
kupu yang ia temukan di hutan wisata Bantimurung, dengan
jenis endemik antara lain adalahPapilio blumei, P. polites,
P.sataspes, Troides haliphron, T. helena,T. hypolitus, dan
Graphium androcles. Achmad (1998) telah meneliti secara
khusus habitat dan pola sebaran kupu-kupu jenis komersil di
hutan wisata Bantimurung selama satu tahun. Ia juga
menginformasikan bahwa kupu-kupu jenis Troides haliphron dan
Papilio blumei adalah dua jenis endemik yang mempunyai
sebaran yang sangat sempit, yakni hanya pada habitat berhutan
di pinggiran sungai.
Sampai dengan tahun 2008, pada kawasan Taman
Nasional Bantimurung Bulusaraung telah terdaftar sebanyak 356
species satwa liar. Daftar jenis satwa liar tersebut dihimpun dari
berbagai sumber yang dapat dipercaya serta hasil dari kegiatan
identifikasi jenis yang dilakukan oleh Balai Taman Nasional
Bantimurung Bulusaraung sendiri. Jenis-jenis satwa liar tersebut
terdiri dari 6 species Mamalia, 73 species Aves, 7 species
Amphibi, 19 species Reptilia, 224 species Insecta, serta 27
species Collembola, Pisces, Moluska dan lain sebagainya. Dari
356 species satwa liar yang telah terdaftar pada Taman Nasional
Bantimurung Bulusaraung, 30 species diantaranya adalah
species satwa liar yang dilindungi undang-undang, 1 species
diantaranya adalah species satwa liar yang termasuk dalam
Appendix I CITES, 9 species diantaranya adalah species satwa
liar yang termasuk dalam Appendix II CITES, dan 1 species
diantaranya adalah species satwa liar yang termasuk dalam
Appendix III CITES.
3. Keadaan Sosial Ekonomi
a. Penduduk
Kawasan Taman NasionalBantimurung Bulusaraung berada
di dalam tiga wilayah administrasi kabupaten.Kawasan taman
nasional ini terletak di dalam 10 wilayah administrasi kecamatan
dan40 wilayah administrasi kelurahan/desa. Secara keseluruhan
di tiap kecamatan yangberbatasan dengan kawasan Taman
Nasional Bantimurung Bulusaraung terdapatpopulasi penduduk
sebanyak 171.785 jiwa yang terdiri dari 83.286 jiwa pria
dan88.499 jiwa wanita. Kepadatan populasi penduduk rata-rata
di seluruh wilayahkecamatan sebanyak 97 jiwa/Km2. Dari setiap
kecamatan, kepadatan populasipenduduk tertinggi berada di
Kecamatan Minasa Te’ne Kabupaten Pangkep danKecamatan
Simbang Kabupaten Maros, sedangkan kepadatan populasi
pendudukterendah berada di Kecamatan Tellu Limpoe Kabupaten
Bone dan KecamatanTompobulu Kabupaten Maros.Kecamatan
Minasa Te’ne Kabupaten Pangkep dihuni oleh banyak
populasimanusia karena di wilayah ini terdapat pusat-pusat
perindustrian dan perdagangan.Sebagian wilayah Kecamatan
Minasa Ten’e juga sangat dekat dengan wilayahIbukota
Kabupaten Pangkep. Di kecamatan ini terdapat pusat
pemukiman perusahaan pertambangan milik PT. Semen Tonasa
yang berkapasitas cukup besar.
Berbeda dengan Kecamatan Minasa Te’ne, Kecamatan
Simbang Kabupaten Marosjuga memiliki kepadatan populasi
penduduk yang cukup tinggi karena di wilayah initelah lama
berkembang kegiatan-kegiatan pariwisata, kegiatan pertanian
yangintensif serta kegiatan-kegiatanpelayanan jasa. Pada
kecamatan inijuga terdapat markas sebuah batalyoninfanteri
milik TNI Angkatan Darat.Kantor Balai Taman
NasionalBantimurung Bulusaraung juga beradadi dalam wilayah
administrasiKecamatan Simbang.
Adapun kondisi kependudukan di Kecamatan Tellu Limpoe
Kabupaten Bonedan Kecamatan Tompobulu Kabupaten Maros
yang cukup rendah, diasumsikankarena bentuk topografi yang
berbukit dan bergunung, fasilitas infrastruktur yangminim, serta
tingkat aksesibilitasnya yang rendah. Kondisi kependudukan
diuraikan pada tabel 6 dibawah ini.
Tabel 6. Kondisi Kependudukan pada Wilayah-wilayah di
sekitar Taman NasionalBantimurung Bulusaraung
Tahun 2006
No
.
Kabupaten/
Kecamatan
PendudukLuas
Wilaya
h (Km2)
Kepadata
n
(Jiwa/K
m2)
Pria
(Jiwa)
Wanita
(Jiwa)
Jumlah
(Jiwa)
Sex
Ratio
A.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
B.
1.
2.
3.
C.
1.
MAROS
Bantimurung
Simbang
Cendrana
Camba
Mallawa
Tompobulu
PANGKEP
Balocci
Minasa Te’ne
Tondong
Tallasa
BONE
Tellu limpoe
13.64
0
10.66
7
6.57
6
6.85
8
5.68
7
7.12
1
14.333
11.251
7.570
7.283
6.043
6.572
8.286
15.589
4.966
6.626
27.97
3
21.91
8
14.14
6
14.12
1
11.73
0
13.69
3
95
95
87
94
94
108
97
89
92
95
173.7
0
105.3
1
180.9
7
145.3
6
235.9
2
287.6
6
161
208
78
97
50
48
114
385
86
41
8.008
13.83
5
4.56
7
6.32
7
16.294
29.42
4
9.53
3
12.95
3
143.48
76.4
8
111.2
0
318.1
0
Jumlah 83.28
6
88.499 171.78
5
94 1.778.1
8
97
NasSumber : BPS, 2007Bulusaraung 44
Kondisi pendidikan masyarakat pada wilayah-wilayah di
sekitar kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung
sampai dengan tahun 2006 dapat dianggap masih cukup rendah.
Prosentase jumlah pelajar dari total populasi penduduk hanya
sebesar 19,07%. Sebagai bahan perbandingan, jumlah populasi
masyarakat seluruh Kabupaten Maros yang berada dalam usia
sekolah (dengan asumsi usia 5 hingga 19 tahun) sebanyak
102.836 jiwa atau ± 34,56% dari total populasi 297.618 jiwa.
Dengan menggunakan angka prosentase populasi penduduk
seluruh Kabupaten Maros yang berada dalam usia sekolah,
dibandingkan dengan prosentase jumlahpelajar dari total
populasi penduduk di sekitar kawasan Taman Nasional
Bantimurung Bulusaraung yang hanya sebanyak 19,07%, maka
terdapat sekitar 55% atau lebih dari separuh penduduk usia
sekolah yang tidak bersekolah di sekitar kawasan taman
nasional. Kenyataan yang demikian ini dapat digunakan sebagai
salah satuperingatan atau indikasi bahwa tekanan terhadap
kawasan taman nasional masihakan tetap tinggi hingga dua atau
tiga dekade yang akan datang. Populasi penduduk ini sebagian
besar masih akan menggantungkan kebutuhan ekonominya dari
bidang-bidang pertanian (yang membutuhkan lahan), yang
disebabkan oleh lemahnya dayasaing untuk memperoleh jenis
pekerjaan lain yang mempersyaratkan pendidikan.
Tabel 7. Kondisi Pendidikan Masyarakat pada Wilayah-wilayah
di sekitar TamanNasional Bantimurung Bulusaraung
Tahun 2006
No
.
Kabupaten
/
Kecamatan
Populasi
Penduduk
(Jiwa)
Jumlah Pelajar (Orang) Prosenta
se
Pelajar
dari
Populasi
TK SD SLTP SMA Juml.
A.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
B.
MAROS
Bantimuru
ng
Simbang
Cendrana
Camba
Mallawa
Tompobulu
27.973
21.918
14.146
14.121
11.730
13.683
270
210
157
269
92
0
3666
2985
1880
1673
1577
1637
1.60
6
687
380
530
375
353
808
62
0
487
147
0
6.350
3.944
2.397
2.959
2.191
1.990
22.70
17.99
16.94
20.95
18.68
14.53
1.
2.
3.
C.
1.
PANGKEP
Balocci
Minasa
Te’ne
Tondong
Tallasa
BONE
Tellu
limpoe
16.294
29.424
9.533
12.953
162
186
191
20
2443
3610
1083
1813
973
1.13
7
307
130
523
263
91
0
4.101
5.196
1.672
1.963
25.17
17.66
17.54
15.15
Jumlah 171.7851.55
7
22.34
7
6.47
8
2.38
1
32.76
319.07
Sumber : BPS, 2007
Masyarakat Kabupaten Maros, Pangkep dan Bone yang
bermukim di sekitarTaman Nasional Bantimurung Bulusaraung
pada umumnya merupakan Etnis Bugis-Makassar yang
menganut agama Islam. Kabupaten Maros dan Pangkep
merupakandaerah peralihan antara wilayah etnis Bugis
dengan wilayah etnis Makassar,sehingga masyarakat yang
berada di wilayah tersebut umumnya mampu berbahasaBugis
dan Makassar. Pada beberapa kecamatan di Kabupaten Maros
dan Pangkep,terdapat komunitas yang menggunakan bahasa
Dentong dan bahasa Makassarberdialek Konjo. Sistem
kepercayaan dan budaya masyarakat Maros, Pangkep
danBone sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai budaya Bugis-
Makassar dan Islam. Nilai-nilaibudaya yang berlaku masih
dijunjung tinggi oleh masyarakat di wilayah tersebut.
4. Aksesibilitas
Kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung
dapat dicapai melaluidua arah, yaitu dari arah Selatan
(Bantimurung) dan dari arah Barat (Balocci). Sisi Selatan atau
tepatnya obyek wisata Air Terjun Bantimurung berjarak ± 42
Km dari Kota Makassar, Ibukota Provinsi Sulawesi Selatan.
Jarak ini dapat ditempuh selama ± 60 menit. Untuk
pengunjung yang berasal dari luar provinsi atau pengunjung
manca negara, kawasan Bantimurung berjarak ± 21 Km dari
Bandar Udara Internasional Hasanuddin atau dapat dicapai
dalam waktu ± 30 menit. Tersedia banyak fasilitas angkutan
umum untuk dapat mencapai lokasi ini sepanjang hari.
5. Manajemen Pengelolaan
a. Tugas dan Fungsi
Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.
03/Menhut-II/2007 tanggal 1 Februari 2007 Kelembagaan
Balai Taman Nasional Bali Barat tentang Organisasi dan Tata
Kerja Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional yang dipimpin
oleh seorang Kepala Balai. Dalam melaksanakan tugasnya
Kepala Balai dibantu oleh :
1. Kepala Sub Bagian Tata Usaha
Mempunyai tugas : melaukan urusan tata persuratan,
ketatalaksanaan, keuangan, perlengkapan, kearsipan,
rumah tangga, perencanaan, kerjasama, data, pemantauan
dan evaluasi, pelaporan serta kehumasan.
2. Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional
Mempunyai tugas : melakukan penyusunan rencana dan
anggaran, evaluasi dan pelaporan. Bimbingan teknis,
pelayanan, dan pemberdayaan masyarakat, pengelolaan
kawasan, perlindungan, pengawetan, pemanfaatan lestari,
pengamanan dan pengendalian kebakaran hutan,
pemberantasan penebangan dan peredaran kayu,
tumbuhan dan satwaliar secara illegal serta pengelolaan
sarana prasarana, promosi, binawisata alam dan bina cinta
alam, penyuluhan konservasi sumber daya alam hayati dan
ekosistemnya serta kerjasama di bidang pengelolaan
kawasan TN
3. Kelompok Kerja (Pokja) terdiri dari :
- Kepegawaian dan Umum
- Perlengkapan dan Rumah Tangga
- Keuangan
- Perencanaan dan pemolaan
- Pemanfaatan dan keanekaragaman Hayati (Kehati)
- Penyidikan dan Perlindungan
4. Kelompok Jabatan Fungsional konservasi terdiri dari:
- Polisi Kehutan (Polhut)
- Pengendali Ekosistem Hutan (PEH
- Penyuluh Kehutanan
b. Struktur Organisasi Pengelolaan TN Babul
KEPALA BALAI
KEPALA SUBBAGIAN TU
KEPALA SPTN WIL II
KEPALA SPTN WIL I
RESORT BANTIMURUNG BULUSARAUNG
RESORT MALLAWA
RESORT PATTUNUANG - KARAENGTA
RESORT CAMBA
RESORT
TONDUNG
RESORT BALLOCCI
RESORT MINASA TE’NE
PEJABAT FUNGSIONAL
POKJA KEPEGAWAIAN DAN UMUM
POKJA PERLENGKAPANDAN RT
POKJA KEUANGAN
POKJA PERENCANAAN DAN PEMOLAAN
POKJA PEMANFAATAN DAN KEHATI
POKJA PENYIDIKAN DAN PERLINDUNGAN
Gambar 2. Struktur Organisasi Balai Taman Nasional
Bantimurung Bulusaraung
6. Sumberdaya Manusia
Sumberdaya manusia adalah satu hal yang sangat
penting dalam menjalankan kegiatan atau rencana yang
dilaksanakan oleh sebuah instansi. Banyak tidaknya sumberdaya
manusia dalam sebuah instansi akan sangat mendukung rencana
yang akan dilaksanakan oleh instansi tersebut.adapun data
rekapitulasi sebaran pegawai Taman Nasional Bantimurung
Bulusaraung berdasarkan jabatan diperlihatkan pada Tabel 8.
Tabel 8. Rekapitulasi Sebaran PNS/CPNS Berdasarkan
Jabatan Pada Balai TN Babul
N
oUraian
Tingkat Pendidikan
Jumla
h
S
3
S
2
Sarjan
a
Sarmu
d SLTA
SLT
P SD
K NK K NK K NK
1 PNS / CPNS - 1 2 2 1 2 - - - 1 12
2
Pegawai
Funsional
a. Polhut
b. Penyuluh
c. PEH
-
-
-
-
-
-
-
1
1
2
2
-
2
2
-
-
1
-
-
8
-
1
14
-
-
-
-
-
-
-
-
27
1
15
3 Pegawai - - - - - - - - - - 16
harian
a. Honor
b. Upah/
Magang - - - - - - - 12 2 2
Jumlah 0 1
1
5 6 3 3 9 29 2 3 71
Sumber : Data Statistik TN Babul, 2011
Dari Tabel 8 menunjukkan bahwa dari segi status
kepegawaian, tingkat pendidikan dan golongan (ruang). Jumlah
pegawai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung sebanyak 64
orang. Untuk jabatan struktural 4 oang, non struktural 11 orang,
dan 49 orang fungsional.
Berdasarkan tingkat pendidikannya, data pegawai Taman
Nasional Bantimurung Bulusaraung disajikan pada tabel 9.
NoUnit
Kerja
Jabatan
Struktural Fungsional
Non
Struktur
al
Ju
mlahIIIA IVAPolh
ut
Calo
n
Polh
ut
PE
H
Calo
n
PEH
Calon
Penyul
uh
Calon
Analisis
Kepegawa
ian
Calon
Pranata
Komput
er
1Kanto
r Balai1 1 5 - 10 1 1 1 1 10 33
2
Seksi
PTN
Wil.I
- 1 8 1 1 1 - - - - 12
3 Seksi
PTN
- 1 15 1 3 - - - - 1 21
Wil.II
Jumlah1 3 28 2 14 2 1 1 1 11 64
Tabel 9. Data Pegawai Berdasarkan Tingkat Pendidikan Pada TN
Babul
Sumber : Data Statistik TN Babul, 2011
Berdasarkan golongan, pegawai Taman Nasional
Bantimurung Bulusaraung terdiri dari berbagai golongan. Adapun
data rekapitulasi pegawai Taman Nasional Bantimurung
Bulusaraung diperlihatkan pada Tabel 11 dibawah ini.
Tabel 10. Rekapitulasi Sebaran PNS/CPNS Berdasarkan Golongan
Pada Balai TN Babul
N
o
Unit
Kerja
GOLONGAN IVGOLONGAN
III
GOLONGAN
II
GOLONGAN
IJu
mE D C B A D C B A D C B A D C B A
1
Kant
or
Balai
- - - 1 - 2 7 31
3- 3 2 3 - - - - 34
2
SPTN
Wil.I- - - - - - 1 2 2 1 1 - 3 - - - - 10
3
SPTN
Wil.II- - - - - - 1 2 5 2 3 2 5 - - - - 20
Jumlah 0 0 0 1 0 2 9 7 2 3 7 4 1 0 0 0 0 64
0 1
Sumber : Data Statistik TN Babul, 2011
Tabel 10 menunjukkan bahwa berdasarkan tingkat
golongannya, jumlah pegawai yang terdapat pada kantor Balai
Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung sebanyak 34 orang
dengan tingkat golongan terbanyak yaitu golongan IIIA dengan
jumlah 23 orang, pada kantor SPTN Wilayah I dengan jumlah
pegawai 10 orang didominasi oleh golongan IIA dengan jumlah 3
orang, sedangkan kantor SPTN Wilayah II dengan jumlah pegawai
20 orang didominasi oleh golongan IIIB dan IIA sebanyak 4 orang.
Dengan demikina rata-rata tingkat golongan pegawai pada
Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung adalah golongan A.
7. Perundang – undangan
Perangkat lunak sebagai kebijakan dasar yang merupakan
landasan hukum pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Balai
Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung terdiri dari berbagai
peraturan perundang-undangan yaitu :
1. Undang-undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi
Sumber Daya Alam Hayati dan ekosistemnya
2. Surat keputusan Menteri Kehutanan No. 441 tahun 1990
tentang Pengenaan iuran dan pungutan usaha di hutan
wisata, taman nasional, taman hutan raya dan taman
wisata laut
3. Surat keputusan Menteri kehutanan Nomor 878 tahun 1992
tentang tariff pungutan ke hutan wisata, taman nasional,
taman hutan raya dan taman wisata laut
4. Undang-undang nomor 5 tahun 1994 tenatng konservasi
sumberdaya hayati
5. Peraturan pemerintah nomor 18 tahun 1994 tentang
pengusahaan pariwisata alam di zona pemenfaatan taman
nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam
6. Syarat keputusan menteri kehutanan nomor 167 tahun
1996 tentang saran dan prasarana pengusahaan pariwisata
alam di kawasan pelestarian alam
7. Keputusan menteri kehutanan nomor 446/KPTS-II/1996
tentang tata cara permohonan, pemberian dan pencabutan
izin pengusaha pariwisata alam
8. Surat keputusan menteri kehutanan nomor 447 tahun 1996
tentang pembinaan dan pengawasan pengusahaan
pariwisata alam
9. Peraturan pemerintah nomor 68 tahun 1998 tentang
kawasan suaka alam dan kawasan pelstarian alam
10. Peraturan pemerintah nomor 7 tahun 1999 tentang
pengawetan jenis tumbuhan dan satwa
11. Undang-undang nomor 41 tahun 1999 tentang
kehutanan
12. Peraturan pemerintah nomor 34 tahun 2002 tentang
tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan,
pemanfaatan hutan dan penggunaan kawsan hutan
13. Surat keputusan menteri kehutanan nomor SK
398/menhut-II/2008 tanggal 18 Oktober 2004 tentang
penetapan taman nasional bantimurung bulusaraung
14. Undang-undang nomor 26 tahun 2007 tentang
penataan ruang
15. Undang-undang nomor 32 tahun 2009 tentang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
16. Undang-undang nomor 10 tahun 2009 tentang
kepariwisataan
8. Visi, Misi dan Prinsip Pengelolaan
Visi
Terwujudnya pengelolaan Taman Nasional Bantimurung
Bulusaraung yang mantap, serasi dan seimbang dengan
dukungan kelembagaan yang efektif
Misi
1. Memantapkan status kawasan dan pengelolaan
sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya
2. Mengoptimalkan perlindungan hutan dan penegakan
hokum
3. Mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya alam hayati
dan ekosistemnya berdasarkan prinsip kelestarian
4. Mengembangkan kelembagaan dan kemitraan dalam
rangka pengelolaan sumberdaya alam hayati dn
ekosistemnya
Prinsip
- Prinsip utama : konservasi, partisipasi masyarakat dan
ekonomi
- Prinsip penunjang : edukasi dan wisata
top related