2013-2-01199-sp bab2001
Post on 11-Jul-2016
248 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Jembatan
Pengertian jembatan secara umum adalah suatu konstruksi yang berfungsi
untuk menghubungkan dua bagian jalan yang terputus oleh adanya rintangan-
rintangan seperti lembah yang dalam, alur sungai, danau, saluran irigasi, kali, jalan
kereta api, jalan raya yang melintang tidak sebidang dan lain-lain.
Jenis jembatan berdasarkan fungsi, lokasi, bahan konstruksi dan tipe struktur
sekarang ini telah mengalami perkembangan pesat sesuai dengan kemajuan jaman
dan teknologi, mulai dari yang sederhana sampai pada konstruksi yang mutakhir.
2.2 Struktur Jembatan
Gambar 2.1 Jembatan Kebon Jeruk STA.8+426.038 W2 Utara
2.2.1 Bangunan atas jembatan (Superstructure)
Bangunan atas jembatan terdiri dari:
Girder atau gelagar adalah balok yang membentang secara memanjang
maupun melintang diantara dua penyangga (abutment atau pier) jembatan
yang berfungsi untuk menerima dan menyebarkan beban yang bekerja dari
atas jembatan dan meneruskannya ke bagian struktur bawah jembatan.
Deck atau pelat lantai jembatan adalah seluruh lebar bagian jembatan
yang digunakan untuk lalu lintas kendaraan dan merupakan struktur pertama
jembatan yang menerima beban dan meneruskan beban ke gelagar utama.
2.2.2 Bangunan bawah jembatan (Substructure)
Bangunan atas jembatan terdiri dari:
Abutment adalah bangunan bawah tumpuan struktur jembatan yang terletak
pada kedua ujung pilar–pilar jembatan, berfungsi sebagai pemikul seluruh
beban hidup (angin, kendaraan, dll) dan beban mati (beban gelagar, dll)
pada jembatan dan meneruskan ke pondasi.
Pondasi adalah bagian dari konstruksi bangunan yang berfungsi untuk
menempatkan bangunan dan meneruskan beban yang disalurkan dari
struktur atas ke tanah dasar pondasi yang cukup kuat menahannya tanpa
terjadinya differential settlement pada sistem strukturnya.
2.3 Tipe-Tipe Jembatan
Berdasarkan fungsinya, jembatan dapat dibedakan sebagai berikut:
a. Jembatan jalan raya (highway bridge).
b. Jembatan jalan kereta api (railway bridge).
c. Jembatan pejalan kaki atau penyeberangan (pedestrian bridge).
Berdasarkan bahan konstruksinya, jembatan dapat dibedakan menjadi
beberapa macam, antara lain:
a. Jembatan kayu (log bridge).
b. Jembatan beton (concrete bridge).
c. Jembatan beton prategang (prestressed concrete bridge).
Berdasarkan tipe strukturnya, jembatan dapat dibedakan menjadi beberapa
macam, antara lain :
a. Jembatan plat (slab bridge).
b. Jembatan plat berongga (voided slab bridge).
c. Jembatan gelagar (girder bridge).
d. Jembatan rangka (truss bridge).
e. Jembatan pelengkung (arch bridge).
f. Jembatan gantung (suspension bridge).
g. Jembatan kabel (cable stayed bridge).
h. Jembatan kantilever (cantilever bridge).
2.4 Jembatan Beton Prategang
Beton adalah suatu bahan yang mempunyai kekuatan yang tinggi terhadap
tekan, tetapi sebaliknya mempunyai kekuatan relatif sangat rendah terhadap tarik.
Sehingga sistem beton pratekan dibuat untuk mengatasi kelemahan dari beton
tersebut. Sistem pratekan dapat membuat suatu struktur beton lebih ringan dan
membutuhkan dimensi yang lebih kecil. Beton pratekan adalah beton yang
mengalami tegangan internal dengan besar (akibat stressing) dan distribusi
sedemikian rupa sehingga dapat mengimbangi sampai batas tertentu tegangan yang
terjadi akibat beban eksternal. (T.Y Lin). Beton pratekan dapat diaplikasikan untuk
balok, pelat lantai dan jembatan.
Jembatan dengan beton bertulang pada umumnya hanya digunakan untuk
bentang jembatan yang pendek. Dengan menggunakan sistem pratekan, maka
bentang dari suatu struktur beton dapat menjadi lebih besar dari struktur beton
biasa. Sistem ini banyak digunakan pada konstruksi jembatan yang ada saat ini.
Sistem ini dapat membuat suatu jembatan menjadi lebih panjang bentangnya
dengan dimensi yang lebih kecil dari struktur beton pada umumnya. Dan dengan
beton prategang bentang jembatan yang panjang dapat dibuat dengan mudah.
Berdasarkan konsepnya, beton diberikan gaya pratekan berbentuk tendon atau kabel
baja.
2.5 Tipe – Tipe Girder
a. Box girder
Box girder adalah sebuah jembatan dimana struktur atas jembatan terdiri
dari balok-balok penopang utama yang berbentuk kotak berongga. Box
girder biasanya terdiri dari elemen beton pratekan, struktural baja, atau
komposit baja dan beton bertulang. Bentuk penampang dari box girder
umumnya adalah persegi atau trapesium dan dapat direncanakan terdiri atas
1 sel atau banyak sel.
Gambar 2.2 Box Girder Multi Sel dan Single Sel(Sumber:http://fadlyfauzie.wordpress.com/2012/12/02/mengenal-jembatan-box-girder/)
Salah satu keuntungan dari jembatan box girder yaitu ketahanan torsi yang
lebih baik, yang sangat bermanfaat untuk aplikasi jembatan yang
melengkung. Tinggi elemen box girder dapat dibuat constant maupun
bervariasi, makin ke tengah makin kecil.
b. PCI-Girder
PCI-Girder (Precast Concrete I-Girder) secara luas digunakan dalam
pembangunan jembatan, dermaga, dan banyak aplikasi lainnya. PCI-
Girder terdiri dari dua jenis yaitu pre-tension girder dan post-tension
girder. Pada pre-tension girder, tendon pratekan ditarik sebelum
pengecoran beton. Sedangkan post-tension girder, tendon pratekan ditarik
setelah beton mengeras dan memiliki cukup kekuatan.
Kuntungan dari penggunaan PCI- Girder dari segi kekuatan dan kualitas,
penggunaan beton mutu tinggi dan pencetakan yang tepat akan
menghasilkan girder jembatan yang berkualitas baik. Dari segi ekonomi,
penerapan gaya pratekan dan beton mutu tinggi membuat gelagar mampu
menahan momen lentur yang besar dan lendutan semakin kecil. Akibatnya,
dimensi yang diperlukan dari gelagar bisa dibuat jauh lebih ekonomis.
Sedangkan dari segi pelaksanaan atau pemasangan girder, apabila girder
yang digunakan amat sangat panjang sehingga tidak memungkinkan untuk
dikirim melalui transportasi darat, pembuatan girder dapat dilaksanakan di
lapangan. Kuat tekan beton PCI girder pada 28 hari adalah 500, 600 atau
700 kg/cm2 (uji kubus) 42,3 MPa, 51,01 MPa, 59,5 MPa (uji silinder).
Gambar 2.3 PCI-Girder
(Sumber: http://betonprimaindonesia.com/pci_girders.html)
Gambar 2.4 PCI-Girder Post-Tension
(Sumber: http://betonprimaindonesia.com/pci_girders.html)
2.6 Beton Pratekan/Prategang
Beton pratekan merupakan teknik pembetonan dengan memberikan suatu
gaya (dapat berupa tekan atau normal) pada suatu struktur beton sedemikian rupa
sehingga struktur beton tersebut memiliki kinerja yang lebh baik dalam menahan
beban yang bekerja dalam batas tegangan yang diizinkan.
Cara kerja beton pratekan/prategang adalah dengan dalam struktur beton
dipasang kabel kemudian kabel ditarik dan ditahan oleh angkur. Setelah ankur
terpasang maka kabel akan berusaha memendek sehingga menjadi gaya tekan pada
beton.
Keuntungan dari penggunaan beton pratekan/prategang adalah dimensi
penampang lebih kecil sehingga beton menjadi lebih ringan, semua penampang beton
dapat bekerja menahan momen, karena semua menahan tekan, maka tidak akan
terjadi keretakan pada beton sehingga baik untuk mencegah korosi pada tulangan,
sistem pratekan juga membantu menahan gaya geser, sehingga tulangan geser dapat
berkurang. Sedangkan kekurangan dari beton pratekan/prategang adalah biaya
pembuatan beton yang lebih tinggi, terjadi kehilangan gaya pratekan, dan
diperlukannya komponen pratekan.
2.6.1 Tipe Beton Pratekan/Prategang Berdasarkan Metode Penarikan Kabel
Pemberian gaya pratekan pada beton terdiri dari dua (2) metode, yaitu:
Tabel 2.1 Metode Pemberian Gaya pada Beton Pratekan
No. Pra Tarik (Pre-Tension) Pasca Tarik (Post-Tension)
1 Tendon pratekan ditarik sebelum
pengecoran beton.
Tendon pratekan ditarik setelah
beton mengeras.
2 Transfer pratekan terjadi melalui
kontak antara tendon yang putus dan
beton disekelilingnya setelah beton
mengeras (jadi tidak memerlukan
angkur).
Transfer pratekan terjadi melalui
kontak antara angkur dan beton
penumpunya (jadi memerlukan
angkur).
3 Layout tendon terbatas berbentuk
linear.
Layout tendon dapat dibuat
fleksibel (menyesuaikan dengan
bentuk bidang momen), umunya
berbentuk parabola.
4 Jenis tendon yang umum digunakan
adalah strand atau kawat tunggal dan
umumnya dilakukan pada produksi
beton pracetak pratekan.
Memerlukan selongsong (ducting)
tendon.
(Sumber: http://dc435.4shared.com/doc/WewLITgl/preview_html_m72a6766d.gif)
Gambar 2.5 Konsep Pra Tarik
(Sumber: http://dc435.4shared.com/doc/WewLITgl/preview_html_m806b4cc.gif)
Gambar 2.6 Konsep Pasca Tarik
Adapun batas – batas tegangan ijin sistem pratekan berdasarkan SNI–T–12-
2004 tentang Perencanaan Struktur Jembatan Beton adalah sebagai berikut:
a. Pada kondisi transfer yaitu kondisi dimana belum terjadi kehilangan gaya
pratekan, tegangan yang diijinkan adalah sebagai berikut :
Tegangan serat tekan terluar =0,6 f 'ci.............................................(2.1)
Tegangan serat terluar = 14 √f '
ci............................................(2.2)
Tegangan tarik diujung elemen = 12 √f '
ci ...........................................(2.3)
Dimana :
f 'ci = kuat tekan beton pada saat transfer atau saat penarikan kabel
b. Pada kondisi beban layan yaitu kondisi dimana telah terjadi kehilangan gaya
pratekan, tegangan yang diijinkan adalah sebagai berikut:
Teg. Tekan ijin akibat beban hidup tetap =0.45 f 'c ...........................(2.4)
Teg. tekan ijin beban hidup total = 0.6 f 'c.............................(2.5)
Tegangan tarik = 12 √ f '
c ............................(2.6)
Dimana :
f 'c = kuat tekan beton
2.6.2 Elemen Beton Pratekan
Komponen utama dari struktur jembatan pratekan adalah:
a. Beton
Berdasarkan SNI 2004 tentang beton untuk beton pratekan diperlukan mutu
beton yang tinggi (min K-300) karena mempunyai sifat penyusutan dan
rangkak yang rendah mempunyai modulus elastisitas dan modulus tekan
yang tinggi serta dapat menerima tegangan yang lebih besar dibandingkan
beton mutu rendah. Sifat-sifat ini sangat penting untuk menghindarkan
kehilangan tegangan yang cukup besar akibat sifat-sifat beton tersebut.
Sedangkan menurut ACI 318, beton mutu tinggi adalah beton yang
mempunyai kuat tekan silinder melebihi 6000 psi (41,4 MPa). Untuk
beton dengan kuat tekan antara 6000 sampai 12.000 psi (42-84 MPa).
b. Kabel/Tendon
Kabel/tendon merupakan bahan yang umum dipakai pada struktur beton
prategang. Kabel baja untuk beton prategang terdiri dari kawat baja kawat
baja disediakan dalam bentuk gulungan, kawat dipotong dengan panjang
tertentu dan dipasang di pabrik atau lapangan. Baja harus bebas dari lemak
untuk menjamin rekatan antara beton dengan baja prategang. Untaian kawat
(strand) banyak digunakan untuk beton prategang dengan sistem pascatarik.
Untaian kawat yang dipakai harus memenuhi syarat seperti yang terdapat
pada ASTM A 416. Untaian kawat yang banyak digunakan adalah
untaian tujuh kawat (seven wire strand) dengan dua kualitas: Grade
250 dan Grade 270 (seperti di Amerika Serikat). Diameter untaian
kawat bervariasi antara 7,9 – 15,2 mm. Tegangan tarik (fp) untaian
kawat adalah antara 1750 – 1860 Mpa. Nilai modulus elastisitasnya, Ep=
195 x 103Mpa.
Tabel 2.2 Tipikal Baja Pratekan
Jenis Material Diameter (mm) Luas (mm2)Beban Putus
(kN)
Tegangan Tarik
(Mpa)
Kawat
Tunggal
(Wire)
3 7,1 13,5 1900
4 12,6 22,1 1750
5 19,6 31,4 1600
7 38,5 57,8 1500
8 50,3 70,4 1400
Untaian
Kawat
(Stand)
9,3 54,7 102 1860
12,7 100 184 1840
15,2 143 250 1750
Kawat
Batangan
23 415 450 1080
26 530 570 1080
29 660 710 1080
± =
akibat P akibat M Tegangan total
P/A M.h/I
M.h/I
P/A + M.h/I
P/A - M.h/I
c.g.c c.g.sM
P
L
q
(Bar)32 804 870 1080
38 1140 1230 1080
2.6.3 Konsep Sistem Pratekan
2.6.3.1 Sistem Pratekan Menjadikan Beton Sebagai Bahan Elastis yang
Mampu Menahan Tarik
Konsep ini dikemukakan oleh Eugene Freyssinet dimana beton
ditransformasikan menjadi bahan elastis dengan memberikan tekanan awal terlebih
dahulu agar tidak terjadi tegangan tarik yang berlebihan. Penampang beton
dianalogikan mengalami 2 sistem pembebanan yaitu pembebanan akibat gaya
eksternal dan pembebanan akibat gaya internal (gaya pratekan yang berfungsi
melawan gaya eksternal)
Pembebanan akibat gaya eksternal disebut juga dengan gaya pratekan
konsentris dimana c.g.c (Centre Gravity of Concrete) berhimpit dengan c.g.s
(Centre Gravity of Steel)
Gambar 2.7 Konsep Beton Konsentris
Tegangan pada penampang adalah penjumlahan akibat gaya luar (M) dan
gaya pratekan (P)
f t = f1+ f 2 ...............................................(2.7)
akibat gaya eksternal, timbul momen M sehingga terjadi tegangan,
f1 =M.hI ....................................................(2.8)
Akibat gaya pratekan akan terjadi tegangan,
f 2=PA ........................................................(2.9)
Tegangan total yang terjadi,
f t =PA
± M.hI ........................................(2.10)
h
h
hh
c.g.cc.g.s
L
q
P P e
Mp = P.eP
Pec.g.c c.g.c
e ± =
akibat P akibat M Tegangan totalP/A M.h/I
M.h/I
P/A - (P.e).h/I + M.h/I
akibat Mp(P.e).h/I
(P.e).h/I
±
P/A + (P.e).h/I - M.h/I
Gambar 2.8 Tegangan pada Beton Konsentris
Pembebanan akibat gaya internal disebut juga dengan gaya pratekan
eksentris dimana c.g.c (Centre Gravity of Concrete) tidak berhimpit dengan
c.g.s (Centre Gravity of Steel)
Gambar 2.9 Konsep Beton Eksentris
Sesuai dengan prinsip mekanika teknik gaya P di c.g.s dapat dipindahkan ke
c.g.c dengan menambahkan momen Mp=P x e
Tegangan akibat momen atau gaya luar P,
f1 =M.hI ..................................................(2.11)
Tegangan akibat gaya pratekan eksentris,
- Akibat gaya P
f 2=PA .....................................................(2.12)
- Akibat momen Mp
f3 =(P.e ).hI ...............................................(2.13)
Tegangan total
f t =PA
± (P.e).hI
± M.hI
...................................(2.14)
h
h
Gambar 2.10 Tegangan pada Beton Eksentris
2.6.3.2 Sistem C-line
Sistem pratekan sebagai kombinasi tulangan baja mutu tinggi dan beton
dimana baja mutu tinggi atau tendon berfungsi menahan tarik dan beton berfungsi
menahan tekan. Keduanya akan membentuk kopel atau pasangan gaya untuk
menahan gaya eksternal.
Gambar 2.11 Sistem C-Line (Konstruksi Beton Pratekan, Ir.Soetoyo)
2.6.3.3 Load Balancing Methode (T.Y.Lin)
Sistem pratekan sebagai penyeimbang untuk melawan gaya luar yang
bekerja. Tendon dan gaya pratekan yang bekerja diasumsikan sebagai gaya luar yang
bekerja melawan gaya yang ada. Layout kabel dapat berupa garis lurus, melengkung
dua garis lurus bertemu dengan sudut tertentu dan sebagainya. Penempatan layout
kabel bertujuan sedemikian rupa agar pengaruh gaya pratekan dapat mengimbangi
pengaruh gaya luar.
Secara umum layout kabel yang optimum akan diperoleh jika kabel
diletakkan sesuai dengan bentuk diagram gaya dalam(momen). Jika beban luar
merata, bidang momen parabola, maka layout kabel parabola. Jika beban luar
terpusat, bidang momen segitiga, maka layout kabel segitiga.
Tabel 2.3 menunjukan beberapa bentuk layout kabel pratekan dan beban
merata akibat gaya pratekan, serta lendutan kabel akibat gaya pratekan, dimana (W)
adalah beban merata akibat gaya pratekan, (e) adalah eksentrisitas tendon, (L) adalah
panjang bentang balok pratekan, dan (P) adalah gaya pratekan.
Tabel 2.3 Profil Tendon dan Penyeimbangan Beban dalam Balok Beton Pratekan
2.7 Karakteristik Struktur Bangunan
Pada persamaan difrensial melibatkan tiga properti utama suatu struktur
yaitu massa, kekakuan dan redaman. Ketiga properti struktur itu umumnya disebut
dinamik karakteristik struktur. Properti-properti tersebut sangat spesifik yang tidak
semuanya digunakan pada problem statik. Kekakuan elemen/struktur adalah salah
satu-satunya karakteristik yang dipakai pada problem statik, sedangkan karakteristik
yang lainnya yaitu massa dan redaman tidak dipakai.
2.7.1 Massa
Suatu struktur yang kontiniu kemungkinan mempunyai banyak derajat
kebebasan karena banyaknya massa yang mungkin dapat ditentukan. Banyaknya
derajat kebebasan umumnya berasosiasi dengan jumlah massa tersebut akan
menimbulkan kesulitan. Hal ini terjadi karena banyaknya persamaan differensial
yang ada. Terdapat dua permodelan pokok yang umumnya dilakukan untuk
mendeskripsikan massa struktur.
2.7.1.1 Model Lumped Mass
Model pertama adalah model diskretisasi massa yaitu massa diangggap
menggumpal pada tempat-tempat (lumped mass) join atau tempat-tempat tertentu.
Dalam hal ini gerakan/degree of freedom suatu join sudah ditentukan. Untuk titik
model yang hanya mempunyai satu derajat kebebasan/satu translasi maka nantinya
elemen atau struktur yang bersangkutan akan mempunyai matriks yang isinya hanya
bagian diagonal saja. Clough dan Penzien (1993) mengatakan bahwa bagian off-
daigonal akan sama dengan nol karena gaya inersia hanya bekerja pada tiap-tiap
massa. Selanjutnya juga dikatakan bahwa apabila terdapat gerakan rotasi massa
(rotation degree of freedom), maka pada model lumped mass ini juga tidak akan ada
rotation moment of inertia. Hal ini terjadi karena pada model ini massa dianggap
menggumpal pada suatu titik yang tidak berdimensi (mass moment of inertia dapat
dihitung apabila titik tersebut mempunyai dimensi fisik). Dalam kondisi tersebut
terdapat matriks massa dengan diagonal mass of moment inertia sama dengan nol.
Pada bangunan gedung bertingkat banyak, konsentrasi beban akan terpusat pada tiap
lantai tingkat bangunan. Dengan demikian untuk setiap tingkat hanya ada satu
tingkat massa yang mewakili tingkat yang bersangkutan. Karena hanya terdapat satu
derajat kebebasan yang terjadi pada setiap massa/tingkat, maka jumlah derajat
kebebasan pada suatu bangunan bertingkat banyak akan ditunjukkan oleh banyaknya
tingkat bangunan yang bersangkutan. Pada kondisi tersebut matriks massa hanya
akan berisi pada bagian diagonal saja.
2.7.1.2 Model Consistent Mass Matrix
Model ini adalah model yang kedua dari kemungkinan permodelan massa
struktur. Pada prinsip consistent mass matrix ini, elemen struktur akan berdeformasi
menurut bentuk fungsi (shape function) tertentu. Permodelan massa seperti ini akan
sangat bermanfaat pada struktur yang distribusi massanya kontinu. Apabila tiga
derajat kebebasan (horizontal, vertikal dan rotasi) diperhitungkan pada setiap node
maka standar consistent mass matrix akan menghasilkan full-populated consistent
matrix artinya suatu matrix yang off-diagonal matriksnya tidak sama dengan nol.
Pada lumped mass model tidak akan terjadi ketergantungan antar massa (mass
coupling) karena matriks massa adalah diagonal. Apabila tidak demikian maka mass
moment of inertia akibat translasi dan rotasi harus diperhitungkan. Pada bangunan
bertingkat banyak yang massanya terkonsentrasi pada tiap-tiap tingkat bangunan,
maka penggunaan model lumped mass masih cukup akurat. Untuk pembahasan
struktur MDOF seterusnya maka model inilah (lumped mass) yang akan dipakai.
Untuk menghitung massa baik yang single lumped mass maupun multiple lumped
mass dapat dipakai formulasi sederhana yaitu:
m = wg .........................................................(2.15)
Dimana : m = massa struktur (kg.det2/cm)
g = percepatan gravitasi (980 cm/det2)
2.7.2 Redaman
Redaman merupakan peristiwa pelepasan energi (energi dissipation) oleh
struktur akibat adanya berbagai macam sebab. Beberapa penyebab itu antara lain
adalah pelepasan energi oleh adanya gerakan antar molekul didalam material,
pelepasan energi oleh gesekan alat penyambung maupun system dukungan,
pelepasan energi oleh adanya gesekan dengan udara dan pada respon inelastic
pelepasan energi juga terjadi akibat adanya sendi plastis. Karena redaman berfungsi
melepaskan energi maka hal ini akan mengurangi respon struktur. Secara umum
redaman atau damping dapat dikategorikan menurut damping system dan damping
types. Damping system yang dimaksud adalah bagaimana sistem struktur mempunyai
kemampuan dalam menyerap energi.
2.7.3 Kekakuan
Kekakuan adalah salah satu dinamik karakteristik struktur bangunan yang
sangat penting disamping massa bangunan. Antara massa dan kekakuan struktur akan
mempunyai hubungan yang unik yang umumnya disebut karakteristik diri atau Eigen
problem. Hubungan tersebut akan menetukan nilai frekuensi sudut (ω), dan periode
getar struktur (T). Kedua nilai ini merupakan parameter yang sangat penting dan
akan sangat mempengaruhi respon dinamik struktur.
2.7.3.1 Kekakuan Balok
Balok arah DOF tegak lurus sumbu (┴)
L
δ
(c)
(b)(a)
L
δ
Gambar 2.12 Balok Dengan Perletakan Sederhana (a) Kantilever (b) Sendi-
Rol (c) Jepit-Rol
Untuk balok dengan perletakan katilever dan sendi-rol maka rumus yang
digunakan:
k = 3EIL3 ...................................................................................................(2.16)
Untuk balok dengan perletakan jepit-rol maka rumus yang digunakan :
k = 12EIL3 ...............................................................................................(2.17)
Dimana :
k = Kekakuan balok
E = Modulus elastisitas balok
I = Momen inersia balok
L = Panjang balok
2.7.3.2 Kekakuan Kabel dan Rangka Batang
Perpindahan yang terjadi pada elemen kabel ditunjukan pada gambar
dibawah ini.
Gambar 2.13 Perpindahan yang Terjadi pada Elemen Kabel dan Rangka Batang
Untuk kabel yang mengalami perpindahan dengan arah horizontal rumus
yang digunakan :
k = EAL
cos2α .....................................................(2.18)
Untuk kabel yang mengalami perpindahan dengan arah vertikal rumus yang
digunakan :
k = EAL
sin 2α .....................................................(2.19)
Dimana :
k = Kekakuan kabel
E = Modulus elastisitas kabel
A = Luas penampang kabel
α = Sudut kemiringan kabel
2.7.3.3 Kolom
Kolom dengan arah perpindahan yang sejajar dengan sumbu akan menerima
gaya tarik dan tekan,
sehingga rumus kekakuan yang digunakan adalah,
k = EAL .......................................................(2.20)
2.8 Analisa Dinamik
2.8.1 Derajat Kebebasan (DOF)
Derajat kebebasan (degree of freedom) adalah derajat impedensi yang
diperlukan untuk menyatakan posisi suatu sistem pada setiap saat. Dalam model
sistem SDOF atau berderajat kebebasan tunggal, setiap massa M, redaman C,
kekakuan K, dan gaya luar dianggap tertumpu pada elemen fisi tunggal. Struktur
yang mempunyai n-derajat kebebasan atau struktur dengan derajat kebebasan banyak
disebut multi degree of freedom (MDOF). Sehingga dapat disimpulkan bahwa jumlah
derajat kebebasan adalah jumlah koordinat yang diperlukan untuk menyatakan posisi
suatu massa pada saat tertentu.
2.8.2 Sistem Dengan Satu Derajat Kebebasan (SDOF)
Sistem derajat kebebasan tunggal (SDOF) hanya akan mempunyai satu
koordinat yang diperlukan untuk menyatakan posisi massa pada saat tertentu yang
u
L
ditinjau. Bangunan satu tingkat adalah salah satu contoh bangunan derajat kebebasan
tunggal.
Sistem SDOF tersebut dapat dilihat pada gambar dibawah ini. Sistem terdiri
dari massa (m) yang terkonsentrasi pada tingkat atap, dengan rangka massa kecil
memiliki kekakuan pada sistem, dan redaman pelekat.
Gambar 2.14 Modelisasi SDOF
Dari permodelan diatas dapat disuperposisikan dengan menggunakan hukun
kesetimbangan Newton kedua, dimana gaya-gaya yang dialami struktur:
P(t) = gaya luar yang akan didistribusikan keseluruhan struktur.
F1 = m u = gaya luar komponen massa terhadap percepatan gerakan tanah.
Fd =c u = gaya luar komponen redaman terhadap kecepatan gerakan tanah.
Fs = ku = gaya luar komponen kekakuan terhadap perpindahan gerakan tanah.
Gambar 2.15 Modelisasi Kesetimbangan SDOF Dinamik
P(t) = f1 + fd +fs ..........................................................................(2.21)
Atau dapat juga ditulis,
m u +c u +ku=p(t ) ......................................................................................(2.22)
Massa keseluruhan (m) dari sistem ini dicakup dalam balok tegar terhadap
percepatan gerakan (u). Tahanan elastik terhadap perpindahan diberikan oleh pegas
tanpa bobot dengan kekakuan (k) terhadap perpindahan gerakan (u), sedangkan
mekanisme kehilangan energi (enegy loss) digambarkan oleh peredam (c) terhadap
kecepatan gerakan (u). Mekanisme pembebanan luar yang menimbulkan respon
dinamik pada sistem dengan bentuk p(t) yang berubah menurut waktu.
2.8.3 Sistem SDOF Dengan Getaran Bebas
Sistem SDOF getaran bebas terbagi menjadi 2 yang akan dibahas lebih
lanjut dalam subbab berikut ini.
2.8.3.1 Getaran Bebas Tanpa Redaman
Struktur hanya mengalami getaran karena beban sendiri tanpa adanya beban
luar yang bekerja dan tidak mengalami efek redaman dimana c=0. Sehingga
persamaan khusus SDOF getaran bebas tanpa redaman dapat ditulis sebagai berikut.
m u (t) + k u (t)=0 ............................................................................(2.23)
Dengan solusi umum persamaan gerak yang terjadi adalah,
u (t)=A cos ωn t + Bsin ωn t.........................................................(2.24)
dimana ωn adalah frekuensi alamiah sudut,
ωn=√km
..................................................................................(2.25)
Karena amplitudo maksimum berulang setiap 2π/ωn yang disebut periode
alamiah struktur.
Tn =2 πωn
....................................................................................(2.26)
Sehingga frekuensi alamiah struktur menjadi,
f= 1T n
=1
2 π √km
........................................................................(2.27)
2.8.3.2 Getaran Bebas Tanpa Redaman
Apabila redaman struktur tidak diabaikan maka persamaan khusus adalah
sebagai berikut,
m u (t)+c u (t)+ku(t) = 0 ........................................................................................................................................(2.28)
dengan penyederhanaan persamaan diatas menjadi,
u (t)+ cm
u (t)+ km
u(t) = 0 ......................................................................................................................................(2.29)
dengan solusi umum dimana u=G.est maka,
s12=c
2 m±√( c
2m )2
+ωn2...............................................................(2.30)
Terdapat 3 kasus redaman yang terjadi, diantaranya:
a. Redaman kritis
Redaman kritis terjadi apabila ekspresi dalam tanda akar persamaan = 0,
sehinga ccr = 2mωn. Dimana ccr adalah harga koefisien redaman kritis karena
fekuensi natural sistem tak teredam.
b. Redaman subkritis
Redaman subkritis terjadi karena nilai redaman yang terjadi lebih kecil dari
harga kritis (c<ccr), sehingga ccr < 2mωn dan nilai akar persamaan
kuadratnya adalah bilangan kompleks (mengandung bilangan imaginer).
c. Redaman superkritis
Koefisien redaman yang terjadi lebih besar dari redaman kritis, c > ccr,
sehingga ccr > 2mωn.
Gambar 2.16 Getaran Bebas Sistem SDOF Teredaman
2.8.4 Generalized Single Degree of Freedom
Suatu struktur sederhana seperti balok kantilever atau balok diatas dua
tumpuan mempunyai infinite DOF (derajat kebebasan yang tidak hingga). Struktur
tersebut tidak dapat disederhanakan menjadi satu sistem derajat kebebebasan dengan
menggunakan shape fuction (fungsi bentuk), ψ(x).
Fungsi bentuk ψ(x) menyatakan bentuk deformasi dari struktur yang
bergetar, sehingga jika nilai suatu deformasi disuatu lokasi tertentu diketahui, maka
dengan menggunakan fungsi bentuk tersebut dapat dicari nilai deformasi ditiap
lokasi pada struktur. Dengan kata lain cukup satu nilai deformasi yang harus dicari.
Penyederhanaan seperti ini disebut generalized SDOF.
Nilai massa (m), kekakuan (k), redaman (c) dan gaya luar (p) yang didapat
dengan memasukkan fungsi bentuk tersebut disebut:
Generalized massa m*
Generalized spring constant k*
Generalized damping coefisien c*
Generalized force p*
Ada dua cara untuk memodelkan struktur MDOF menjadi SDOF dengan
GSDOF:
Model continyu/distributed
Model tergumpal/diskrit
2.8.4.1 Fungsi Bentuk / Shape Function (φ(x))
Fungsi bentuk/shape fuction yang dipilih harus memenuhi syarat batas,
untuk kasus struktur kantilever ada banyak sekali kemungkinan bentuk deformasi
akibat gaya dinamik dan sebagainya. Tetapi untuk GSDOF diambil bentuk deformasi
yang paling dasar atau fundamental, sehingga dapat ditentukan syarat batasnya.
Misalnya x = 0 maka ψ(x=0) = 0.
Berdasarkan syarat batas tersebut, masih banyak kemungkinan persamaan
yang bisa memenuhi untuk digunakan sebagai fungsi bentuk/shape factor,
diantaranya
Ψ 1 ( x )=sin πxL ................................................(2.31)
Ψ 2 ( x )= x2
L2 .....................................................(2.32)
dan sebaginya.
Pada analisa GSDOF, diasumsikan bahwa struktur berdeformasi dalam 1
bentuk tertentu atau mengikuti suatu shape function tertentu. Shape function sendiri
ditentukan sebagai suatu pendekatan sehingga hasil analisa juga merupakan suatu
hasil pendekatan. Setelah shape function ditentukan, langkah berikutnya adalah
menghitung:
- Generalized m = m*
- Generalized k = k*
- Generalized c = c*
- Generalized p(t) = p(t)*
2.8.4.2 Model Continyu / Distributed
Persamaan- persamaan model continyu/distributed dapat ditulis dalam
rumus berikut ini:
m* =∫0
L
ρ.A. Ψ2 ( x )dx +∑ mi Ψ i2...........................................................(2.33)
k* =∫0
L
EI( ∂2 Ψ∂ x2 )
2
dx +∑ k i Ψ i2 (dalam arah lentur)..............................(2.34)
c*=∫0
L
c ( x ) Ψ 2 dx +∑ ci Ψ i2...................................................................(2.35)
k* =∫0
L
E A( ∂ Ψ∂ x )
2
dx (dalam arah aksial)...............................................(2.36)
p*=∫0
L
p( x i t ¿Ψ (x )¿dx +∑ p i Ψ i........................................................(2.37)
2.8.4.3 Model Tergumpal
Persamaan- persamaan model tergumpal dapat ditulis dalam rumus berikut
ini:
M ¿=Ψ T M Ψ .........................................................................................(2.38)
K ¿=Ψ T K Ψ ..........................................................................................(2.39)
P¿=Ψ T F (t)..........................................................................................(2.40)
Dimana:
M = matriks massa
K = matriks kekakuan
F = matirks gaya luar dinamik
Ψ = fungsi bentuk diskrit (berupa angka-angka)
Persamaan keseimbangan dinamik dalam generalized single degree of
freedom koordinat dari struktur balok dengan 2 tumpuan adalah sebagai berikut.
Dimana A adalah luas penampang, E adalah modulus elastisitas beton, I adalah
momen inersia penampang, dan ρ adalah massa jenis.
Gambar 2.17 Struktur Balok 2 tumpuan
Gambar 2.18 Lendutan yang terjadi pada struktur
Misalkan lendutan U di c = z, maka U(x) = ψ(x). z sehingga syarat batas yang harus
dipenuhi adalah sebagai berikut:
U(x = 0) = 0 ψ(0) = 0
U(x = L/2) = 0 ψ(L/2) = 1
U(x = L) = 0 ψ(L) = 0
Dari ketentuan di atas fungsi bentuk yang memenuhi syarat batas adalah rumus 2.16
sebagai berikut:
Ψ ( x )=sin πxL
Sehingga dari fungsi bentuk di atas makan dapat didapatkan generalized mass dan
generalized stiffness adalah sebagai berikut:
m* =∫0
L
ρ.A. Ψ2 ( x ) dx
=ρ.A∫0
L
sin2 πxL
dx
= ρ.A.L2 ...................................................................................................(2.41)
k* =∫0
L
EI (∂2 Ψ(x)∂x2 )
2
dx
=∫0
L
EIπ4
L4 sin2
(πxL )dx
ZD
F
(t)
U(x)
F(t)
L
= EIπ4
L4L2
=EI π4
2L3 .....................................................................................(2.42)
Menghitung gaya dinamik
p*=F ( t ) Ψ (x= L2 )=F(t) .................................................................................(2.43)
Persamaan Dinamik
m* u + k* u= p*
(ρ.A.L2 ) u +(EI π4
2L3 ) u=F(t) ...........................................................................(2.44)
Sehingga frekuensi alamiah struktur tak teredam dapat dihitung dengan rumus,
f= 1T n
= 12π √k
m...............................................................................(2.45)
2.8.5 Sistem Dengan Banyak Derajat Kebebasan (MDOF)
Untuk menyatakan persamaan diferensial gerakan pada struktur dengan
derajat kebebasan banyak atau majemuk maka digunakan anggapan dan pendekatan
seperti struktur dengan derajat kebebasan tunggal SDOF. Untuk memperoleh
persamaan diferensial tersebut, maka tetap dipakai prinsip keseimbangan dinamik
(dynamic equibrilium) pada suatu massa yang ditinjau. Untuk memperoleh
persamaan tersebut maka diambil model struktur MDOF.
Gambar 2.19 Modelisasi MDOF
Berdasarkan pada kesetimbangan dinamik pada free body diagram maka
akan diperoleh:
m1 u1+ c1 u1 -c2 ( u2 - u1 ) +k1 u1 - k2 ( u2 -u1 ) = p1(t) .....................(2.46)
m2 u2+c2 ( u2 - u1 ) +k2 ( u2- u1) =p2(t) ..............................(2.47)
Pada persamaan-persamaan tersebut tampak bahwa kesetimbangan dinamik
suatu massa yang ditinjau ternyata dipengaruhi oleh kekakuan, redaman, dan
simpangan massa sebelum dan sesudahnya. Persamaan dengan sifat-sifat seperti itu
umumnya disebut coupled equation karena pesamaan-persamaan tersebut akan
tergantung satu sama lain. Penyelesaian persamaan coupled harus dilakukan secara
simultan artinya dengan melibatkan semua persamaan yang ada. Pada struktur
dengan derajat kebebasan banyak persamaan gerakannya merupakan persamaan yang
dependen atau coupled antara satu dengan yang lain.
Selanjutnya dengan menyusin persamaan-persamaan diatas menurut
parameter yang sama (percepatan, kecepatan, dan simpangan), selanjutnya akan
diperoleh:
m1 u1+ (c1+c2¿ u1 - c2 u2+( k1+k2 ¿u1- k2 u2 = p1(t) .......................(2.48)
m2 u2 - c2 u1+ c2 u2 - k1 u1+k2 u2= p2 (t) ................................(2.49)
Persamaan-persamaan diatas dapat ditulis ke dalam bentuk matriks sebagai berikut:
[m1 00 m2]{u1
u2}+ [c1+ c2 -c2
- c2 c2 ]{u1
u2}+[ k1 +k2 - k2
-k2 k2 ]{u1
u2}= {p1 (t)p2 (t)}...........................(2.50)
Persamaan diatas dapat ditulis dalam matriks yang lebih kompleks,
[ M ] {u } + [C ] {u }+ [ K ] {u }= {P(t) } ................................(2.51)
Dimana [M], [C], [K] berturut-turut adalah matriks massa, matriks redaman,
dan matriks kekakuan struktur. Penyelesaian persamaan dinamik 2.51 dapat
dilakukan dengan berbagai cara diantaranya metode super posisi pola getar (modal
superposition method).
2.8.5.1 Metode Superposisi Dan Pola Getar
Prinsip utama metode superposisi dan pola getar adalah mentransformasikan
“n” buah persamaan-persamaan yang saling terkait (coupled equation) menjadi “n”
buah persamaan yang terpisah satu sama lain (uncoupled equation).
Gambar 2.20 Portal Tiga Tingkat
Persamaan-persamaan gerak dari masing-masing free body diagram pada
setiap massa,
m1 u1+k1u1+k 2 (u2−u1 )=F1 (t ) ..............................................(2.52)
m2 u2+k2 (u2−u1 )+k 3 (u3−u2 )=F2 (t )......................................(2.53)
m3 u3+k3 (u3−u2 )=F3 ( t )........................................................(2.54)
Ketiga persamaan diatas adalah saling terkait, sehingga sulit diselesaikan.
Dengan metode superposisi pola getar, ke tiga persamaan diatas diubah menjadi
persamaan yang terpisah satu sama lain.
m1¿ q1+c1
¿ q1+k1¿ q1=F1
¿ ( t ) .....................................................(2.55)
m2¿ q2+c2
¿ q2+k2¿ q2=F2
¿ ( t ) ......................................................(2.56)
m3¿ q3+c3
¿ q3+k 3¿ q3=F3
¿ ( t ).......................................................(2.57)
Untuk memperoleh 3 buah persamaan yang saling tidak terkait terlebih
dahulu perlu dihitung m*, c*, k* dan F*. Untuk itu diperlukan nilai frekuensi
alamiah (ωn) dan pola getar (ϕn).
Ketiga persamaan pada (2.55), (2.56), (2.57) tidak saling terkait sehingga
merupakan 3 buah persamaan sistem SDOF sehingga mudah diselesaikan. Jika
persamaan (2.55), (2.56), (2.57) diselesaikan secara terpisah dengan SDOF akan
dapat dihitung nilai q1(t), q2(t), q3(t) dalam koordinat pola getar. Sedangkan response
dalam koordinat kartesian {u} dapat dihitung dengan persamaan berikut,
u=∑i=1
N
Φi qi (dalam kasus n=3) ............................................(2.58)
Dari persamaan (2.55), (2.56), (2.57), dimana struktur cukup dianalisa
sebagai beberapa sistem SDOF, dapat dihitung nilai q1(t), q2(t), q3(t) yang disebut
lendutan dalan koordinat pola getar.
Lendutan struktur dalam koordinat kartesian {u} dapat dihitung dengan
rumus,
{u }=Φ{q }........................................................(2.59)
Dimana Φ disebut matrik pola getar atau eigen vector.
Penerapan metode superposisi pola getar membutuhkan perhitungan
frekuensi alamiah dalam matematika eigen value dan vektor pola getar dalam eigen
vector. Kedua parameter ini tercakup dalam eigen problem yang ditentukan
berdasarkan kasus getaran bebas tanpa redaman.
2.8.6 Sistem MDOF Tak Teredam
Persamaan gerak MDOF tak teredam dengan p(t)=0,
m u+ku=0 ......................................................(2.60)
Terdapat dua kemungkinan gerak harmonis dari struktur, dimana semua
massa bergerak dengan fasa tertentu pada frekuensi ω1 dan ω2. Setiap karakteristik
perubahan bentuk disebut normal atau pola natural dari getaran. Dan sering juga
disebut dengan pola pertama atau pola dasar untuk menyatakan pola yang sesuai
dengan frekuensi terendah. Pola yang lain disebut pola harmonis yang lebih tingi.
Gambar 2.21 dan 2.22 menunjukan getaran bebas pada portal dua tingkat.
Kekakuan dan massa yang terpusat dapat dilihat pada gambar 2.21a dan mode getar
atau pola getar ditunjukan oleh gambar 2.21b dan 2.22b. Hasil gerak uj pada sistem
digambarkan oleh gambar 2.21d dan 2.22d.
Gambar 2.21 Getaran bebas pada sistem tak teredam dengan pola natural pertama
dari getaran (a) Struktur portal tingkat dua; (b) perubahan bentuk struktur pada waktu
a,b,c; (c) modal coordinate qn(t) (d) perpindahan
Gambar 2.22 Getaran bebas pada sistem tak teredam dengan pola natural kedua dari
getaran (a) Struktur portal tingkat dua; (b) perubahan bentuk struktur pada waktu
a,b,c; (c) koordinat modal qn(t) (d) perpindahan
Perioda alami dari getaran Tn pada sistem MDOF adalah waktu yang
diperlukan untuk satu siklus dari gerak harmonis sederhana dalam satu pola natural.
Hubungan terhadap frekuensi natural sudut dari getaran adalah ωn dan frekuensi
natural adalah fn,
ωn =√km
......................................................(2.61)
Tn =2πωn
f n=1Tn
=12π √k
m ...................................(2.62)
Gambar 2.21 dan 2.22 menunjukan perioda alami Tn dan frekuensi natural
sudut dari ωn (n=1,2) dari getaran bangunan 2 tingkat dengan pola natural ϕn=(ϕ1n
ϕ2n)T. Frekuensi natural sudut yang lebih kecil diberi notasi ω1 sedangkan yang lebih
besar dinotasikan ω2. Sedangkan untuk perioda alami yang lebih panjang dinotasikan
T1 dan yang lebih pendek adalah T2.
2.8.7 Frekuensi Natural dan Pola Normal
Getaran bebas pada sistem tak teredam, yang secara grafis telah ditunjukan
oleh gambar 2.21 dan 2.22 untuk sistem dua DOF, dapat diuraikan secara matematis
adalah,
u (t )= qn ( t ) ϕn...........................................................(2.63)
Variasi waktu pada perpindahan yang terjadi dapat diuraikan dengan
fungsi sederhana harmonis,
qn (t )= A n cosωn t + Bn sin ωn t.........................................(2.64)
Substitusikan persamaan (2.64) ke (2.63)
u ( t )= ϕn ( An cosωn t + Bn sin ωn t )......................................(2.65)
dimana ωn dan ϕn dan tidak diketahui.
Substitusikan persamaan (2.65) kedalam persamaan (2.60), sehingga didapatkan
[- ωn2 Mϕn +K ϕn ] qn ( t )=0..................................................(2.66)
Persamaan (2.60) dapat diselesaikan dengan satu dari dua cara. Salah satunya,
qn(t)=0 yang memberikan nilai u(t)=0 dan tidak adanya gerak pada sistem atau
frekuensi natural sudut (eigen value) ωn dan pola perubahan (eigen vector) ϕn yang
harus memenuhi persamaan aljabar berikut
- ωn2 Mϕn +K ϕn=0................................................(2.67)
dimana persamaan ini menunjukan kondisi maksimal. Matriks kekakuan k dan
matriks massa m adalah diketahui, masalahnya adalah menentukan nilai skalar dari -
ωn2 dan vector dari ϕn. Persamaan (2.67) dapat ditulis kembali menjadi
[ K - ωn2 M] ϕn=0............................................(2.68)
Persamaan (2.68) adalah masalah matematis yang penting, yang dikenal sebagai
“eigen problem”, yang mempunyai solusi nontrivial
Det [ K - ωn2 M]=0..........................................(2.69)
Pada umumnya jawaban persamaan (2.61) mempunyai bentuk persamaan
polynomial derajat n dalam besaran ω2 yang harus mempunyai n buah harga ω2, yang
memenuhi persamaan tersebut atau dikenal sebagai persamaan karakteristik.
2.9 Perhitungan Frekuensi Alamiah Secara Manual
2.9.1 Single Girder
Perhitungan frekuensi alamiah jembatan single girder secara manual perlu
memperhitungkan kekakuan dan massa yang akan dijelaskan berikut ini:
a. Kekakuan
Kekakuan struktur diperoleh dari kekakuan balok dan kekakuan tendon.
Berikut adalah rumus untuk menghitung kekakuan balok yang didapat dari
penjabaran rumus 2.42.
K balok =EI π4
2L3 ..................................................(2.42)
Dimana E adalah modulus elastisitas beton, I adalah momen inersia
penampang balok, dan L adalah panjang balok. Sedangkan kekakuan tendon
prategang digunakan rumus 2.18 sebagai berikut,
K tendon = EAL
cos2 α .........................................(2.18)
Dimana E adalah modulus elastisitas kabel pratekan, A adalah luas
penampang tendon, adalah sudut kemiringan tendon, dan L adalah
panjang tendon.
b. Massa
Perhitungan massa jembatan single girder dihitung berdasakan penjabaran
rumus 2.26 yaitu,
M total =ρ.A.L2 ..............................................(2.41)
Dimana ρ adalah berat jenis material, A adalah luas penampang dan L
adalah panjang. Massa yang terdapat pada jembatan single girder adalah
massa girder I sendiri, massa tendon prategang, massa plat lantai jembatan.
c. Massa
Setelah mendapatkan kekakuan dan massa struktur maka dapat dihitung
niali frekuensi alamiah tak teredam, dengan rumus,
f =12π √k
m..........................................(2.45)
2.9.2 Multi Girder
Perhitungan frekuensi alamiah jembatan multi girder secara manual perlu
memperhitungkan kekakuan dan massa yang akan dijelaskan berikut ini:
a. Kekakuan
Kekakuan struktur diperoleh dari kekakuan balok dan kekakuan tendon.
Berikut adalah rumus untuk menghitung kekakuan balok yang didapat dari
penjabaran rumus 2.42.
K balok =EI π4
2 L3 ...........................................(2.42)
Dimana E adalah modulus elastisitas beton, I adalah momen inersia
penampang balok, dan L adalah panjang balok. Sedangkan kekakuan tendon
prategang digunakan rumus 2.18 sebagai berikut,
K tendon = EAL
cos2 α .........................................(2.18)
Dimana E adalah modulus elastisitas kabel pratekan, A adalah luas
penampang tendon, adalah sudut kemiringan tendon, dan L adalah
panjang tendon.
b. Massa
Perhitungan massa jembatan multi girder dihitung berdasakan penjabaran
rumus 2.26 yaitu,
M total =ρ.A.L2 ..............................................(2.41)
Dimana ρ adalah berat jenis material, A adalah luas penampang dan L
adalah panjang. Massa yang terdapat pada jembatan multi girder adalah
massa girder I sendiri, massa plat lantai jembatan, dan massa diafragma.
c. Massa
Setelah mendapatkan kekakuan dan massa struktur maka dapat dihitung
niali frekuensi alamiah tak teredam, dengan rumus,
f =12π √k
m...............................................(2.45)
2.10 Pengujian Jembatan
Pengujian jembatan memiliki tujuan untuk menentukan kapasitas atau
kemampuan dari suatu jembatan dalam menerima beban. Pada pelaksanaannya, ada 3
(tiga) jenis pengujian jembatan yang sering digunakan di lapangan yang akan
dijelaskan pada subbab berikut ini.
2.10.1 Uji Beban Statik
Pengujian beban statik umumnya dilakukan dengan cara menempatkan
beban –beban di atas jembatan. Pada kondisi ini beban tidak bergerak. Beban yang
digunakan adalah beban truk. Pengujian ini biasanya dilakukan untuk mengetahui
kapasitas jembatan untuk menahan beban yang diterima. Besarnya beban yang
diberikan dilakukan secara bertahap. Proses pemberian beban disebut dengan tahap
loading sedangkan proses dimana beban dikurangi disebut tahap unloading.
Pengujian ini menggunakan alat uji yaitu sensor.
2.10.2 Uji Beban Dinamik
Pengujian beban dinamik jembatan dilakukan dengan cara melewatkan
beban dalam hal ini kendaraan dari satu sisi ke sisi lain dari jembatan. Sama halnya
dengan uji statik, uji dinamik jembatan juga dibantu dengan alat uji atau sensor untuk
mendapatkan hasil pengujian. Biasanya pengujian ini bertujuan untuk mengetahui
besarnya getaran yang terjadi pada jembatan.
2.10.3 Uji Beban dengan Metode Terintegrasi
Pengujian beban jembatan dengan metode terintegrasi sudah banyak
dilakukan. Pengujian ini dilakukan untuk mendapatkan model yang sesuai atau
dengan kata lain pengujian ini bertujuan untuk mengkalibrasi model. Model yang
dimaksud adalah jembatan dimana pemodelan dalam metode ini dibantu oleh
program. Metode ini sendiri merupakan gabungan dari pengujian yang dilakukan
dilapangan dengan pemodelan yang dilakukan pada program.
2.11 Pengujian Dinamik Jembatan
Pengujian jembatan dilakukan untuk mengetahui performa jembatan akibat
pembebanan langsung. Biasanya pengujian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya
getaran yang terjadi pada jembatan saat jembatan telah dilalui oleh beban kendaraan
bergerak karena dapat menunjukkan perubahan fisik pada jembatan, misalnya
parameter frekuensi alamiah. Frekuensi alamiah struktur adalah getaran yang terjadi
pada suatu struktur ketika struktur tersebut tidak menerima gaya-gaya luar. Frekuensi
alami struktur dipengaruhi oleh besaran properti internal struktur, yaitu kekakuan dan
massa struktur. Nilai dari frekuensi alami suatu struktur akan tetap kecuali apabila
struktur tersebut mengalami perubahan pada kekakuan dan masa struktur. Kerusakan
yang terjadi pada struktur akan menyebabkan degradasi pada kekakuannya. Hal ini
akan mempengaruhi secara langsung pada nilai frekuensi alaminya. Dengan
demikian frekuensi alami merupakan indikator yang baik terhadap kerusakan yang
dialami oleh suatu sistem struktur (Mahargya Lintang,2012), sehingga metode ini
dapat dijadikan sebagai proses validasi dalam masa perawatan jembatan.
2.11.1 Proses Umum Pengukuran Dinamik
Pengukuran dinamik dilakukan dengan berbagai macam cara, sesuai
dengan tujuan data yang dibutuhkan, ataupun tipe eksitasi yang diberikan
kepada struktur dan lain-lain. Namun secara umum, proses pengukuran dinamik
dapat dijelaskan oleh gambar berikut ini.
Gambar 2.23 Skema Umum Pengukuran Dinamik
Suatu sistem struktur dieksitasi suatu gaya (input) yang menghasilkan
respon (output). Input dan output diukur oleh transducer dan accelerator yang
kemudian sinyalnya diperbesar oleh amplifier. Untuk mengukur input dan
output biasanya digunakan elemen strain gage sensing ataupun sensor
piezoelectric yang merubah respon fisik (deformasi, kecepatan ataupun
percepatan) menjadi sinyal elektrik. Kemudian setelah amplifikasi sinyal, sinyal
dianalisa secara otomatis oleh frequency analyzer, dan hasil yang didapatkan
dianalisa lebih mendalam oleh tenaga ahli dan kemudian disimpan untuk keperluan
lebih lanjut.
2.11.2 Alat Uji Dinamik
Peralatan yang digunakan dalam pengujian dinamik jembatan yaitu:
a. Accelerometer
Accelerometer adalah sebuah tranduser yang berfungsi untuk mengukur
percepatan, mendeteksi dan mengukur getaran (vibrasi), ataupun untuk
mengukur percepatan akibat gravitasi bumi (inklinasi). Sensor
accelerometer mengukur percepatan akibat gerakan benda yang melekat
padanya. Accelerometer dapat digunakan untuk mengukur getaran yang
terjadi pada kendaraan, bangunan, mesin, instalasi pengamanan, dan juga
bisa digunakan untuk mengukur getaran yang terjadi di dalam bumi, getaran
mesin, jarak yang dinamis, dan kecepatan dengan ataupun tanpa pengaruh
gravitasi bumi.
Gambar 2.24 Accelerometer (Sumber : Measurement SpecialitiesTM)
b. Exciter
Exciter adalah suatu komponen yang memberikan suatu eksitasi gaya
dengan besaran dan frekuensi yang cukup untuk menggetarkan suatu
sistem struktur atau sebagai sumber eksitasi untuk menghasilkan input gaya
pada struktur. Exciter yang digunakan dalam pengujian adalah truk.
c. Amplifier
Amplifier adalah komponen elektronik yang dipakai untuk menguatkan
daya. Amplifier dapat berupa charge amplifier atau voltage amplifier yang
berfungsi untuk memperbesar signal dalam hal besaran dan fase diatas range
frekuensi yang dibutuhkan.
2.11.3 Cara Pengujian Jembatan
Cara pengujian di lapangan adalah sebagai berikut:
a. Siapkan sensor.
b. Tempatkan sensor pada titik-titik pengukuran getaran di bangunan atas
jembatan.
c. Tempatkan alat pencatat getaran di lokasi yang aman dan bebas dari gangguan.
d. Kalibrasikan alat pencatat getaran untuk mendapatkan rekaman yang baik.
e. Lakukan penggetaran struktur bangunan atas jembatan. (selama melakukan
pengujian diperlukan penutupan jembatan untuk beban tumbuk dan
pengaturan lalu lintas bila mengunakan beban kendaraan).
f. Lakukan pencatatan getaran.
2.11.4 Pengolahan Data Pengujian
Analisis pengolahan data pengujian accelerometer diunakan untuk
memperoleh parameter modal (frekuensi alami, rasio redaman, dan mode getar) dari
struktur. Analisis yang paling umum digunakan adalah berdasarkan algoritma Fast
Fourier Transform (FFT) dan menghasilkan pengukuran langsung dari Frequency
Respon Function (FRF). Keduanya disebut sebagai spectrum analyzer atau FFT
analyzers.
2.11.4.1 Fast Fourier Transform (FFT)
Data yang didapat dari free vibration test yaitu respon percepatan struktur
dalam domain waktu. Respon dalam domain waktu tersebut kemudian
ditransformasikan agar menjadi domain frekuensi dengan metode Fast Fourier
Transform (FFT) dengan bantuan program geopsy. Data respon struktur hasil FFT
yang berubah menjadi dalam domain frekuensi, atau disebut juga sebagai Frequency
Response Function (FRF). Dari FRF akan terlihat frekuensi alami struktur tiap mode
yang diasosialisasikan dengan frekuensi nilai puncak dari kurva tersebut.
2.11.4.2 Frequency Response Function (FRF)
Frequency Response Function (FRF) adalah suatu kurva hasil pengukuran
yang memisahkan parameter dinamik dari suatu struktur. Parameter dinamik yaitu
frekuensi alami, rasio redaman, dan mode getar juga didapat dari pengukuran FRF.
FRF mengdeskripsikan hubungan input-output antara dua titik pada struktur sebagai
fungsi dari frekuensi. Karena gaya dan gerakan merupakan vektor, sehingga
keduanya memiliki arah. Sehingga FRF sebenarnya mendefinisikan antara input
tunggal DOF (titik dan arah) dan output tunggal DOF. Sebuah FRF mengukur berapa
besar respon displacement kecepatan, dan percepatan suatu struktur pada output DOF
per unit eksitasi pada input DOF.
BAB 1
1.1
1.2
1.3
1.4
Gambar 2.25 Contoh Respon Jembatan Akibat Beban Impuls Dalam, Time Domain
(kiri) Frequency Domain (kanan)
2.12 Perhitungan Frekuensi Alamiah dengan Program Midas Civil
Midas Civil merupakan suatu program aplikasi komputer dengan sistem
solusi terpadu dalam bidang teknik sipil. Midas Civil mempunyai fitur dengan
jumlah node yang tidak terbatas, elemen dan kombinasi beban, analisis tahap
konstruksi, analisis non-linear geometris. Program ini memiliki kemampuan untuk
menganalisa berbagai jenis konstruksi jembatan seperti jembatan cable-stayed,
jembatan segmental, jembatan struktur komposit, subway, terowongan, dan termasuk
jembatan beton prategang dengan perhitungan yang cepat serta dapat menampilkan
gambar dan perhitungan struktur yang berdimensi besar dan kompleks secara 2
dimensi (2D) maupun 3 dimensi (3D), sehingga dapat melakukan analisa perhitungan
secara optimal.
2.12.1 Sistem Koordinat
Dalam Midas Civil terdapat 3 jenis sistem koordinat diantaranya sistem
koordinat global (GCS), sistem koordinat elemen (ECS), dan sistem koordinat nodal
lokal (NCS). Sistem koordinat global (GCS) menggunakan huruf kapital “sumbu
XYZ” pada sistem koordinat kartesian konvensional yang mengikuti aturan tangan
kanan. GCS digunakan untuk memasukkan data nodal, dan semua hasil yang
berhubungan dengan nodal seperti perpindahan nodal dan reaksi, serta
mendefinisikan lokasi geometrik struktur yang akan dianalisis. Sistem koordinat
elemen (ECS) menggunakan huruf kecil “sumbu xyz” pada sistem koordinat
kartesian konvensional yang mengikuti aturan tangan kanan. Hasil analisis dalam
ECS adalah seperti kekuatan elemen dan tekanan dan semua data yang dimasukkan
terkait dengan unsur-unsur yang dinyatakan dalam sistem koordinat lokal. Sistem
koordinat nodal lokal (NCS) digunakan untuk menentukan data jenis perletakan,
nodal pegas, dan pengaturan perpindahan nodal.
2.12.2 Material dan Section Properties
Midas Civil menyediakan material dan database penampang yang sesuai
dengan ASTM, AISC, CISC, CSA, BS, DIN, EN, UNI, IS, JIS, GB, dan lain-lain.
User-defined material dan penampang juga dapat didefinisikan dalam Midas Civil.
Sebanyak 37 bentuk bagian yang berbeda termasuk beton berbentuk penampang
komposit yang diperkuat baja dapat diaplikasikan untuk melapisi elemen. Selain itu,
Midas Civil juga mencakup Section Property Calculator, yang digunakan untuk
menghitung potongan penampang dengan bentuk penampang yang tidak
konvensional.
Gambar 2.26 Tampilan Kotak Dialog Section Properties untuk Penampang PSC dan
Penampang PSC untuk AASHO dan CALTRANS
Sumber:http://en.midasuser.com/)
2.12.3 Boundary Conditions
Pada program Midas Civil, boundary conditions terbagi menjadi 2 yaitu
berdasarkan kondisi batas nodal (nodal boundary conditions) dan kondisi batas
elemen (element boundary conditions). nodal boundary conditions sendiri terdiri dari
3 jenis diantaranya adalah perletakan untuk menahan derajat kebebasan yang di pilih
(constraint for degree of freedom), elemen batas elastis (pegas) untuk menentukan
kekakuan pegas nodal yang dipilih di setiap arah dari GCS atau sistem koordinat
nodal lokal, elemen elastis link (elastic link) untu menentukan kekakuan dalam arah
yang relevan dalam menghitung reaksi. Sedangkan element boundary conditions
terdiri dari 3 jenis diantaranya adalah element end release untuk menentukan kondisi
rilis akhir (engsel, geser, rotasi) pada kedua ujung elemen balok, rigid end offset
distance (Beam End Offset), serta rigid link untuk membatasi derajat kebebasan
nodal yang dipilih mengikuti nodal utama, dan juga digunakan untuk mewakili
kekakuan elemen yang tak terhingga.
2.12.4 Analisa Dinamis Dalam Midas Civil
Setiap struktur didesain untuk mampu menahan beban dinamis. Salah satu
fitur analisis dalam Midas Civil adalah analisis dinamik, dan untuk memperhitungkan
frekuensi alamiah dalam Midas Civil digunakan eigenvalue analisis. Eigenvalue
analisis juga sering disebut dengan analisis getaran bebas yang digunakan untuk
menganalisis karakteristik dinamik dari struktur. Karakteristik dinamik diperoleh
dengan analisis eigenvalue mencakup getaran mode (mode shape), periode alami dari
getaran (frekuensi alami) yang ditentukan oleh massa dan kekakuan dari struktur.
Dalam eigenvalue analisis tediri dari 2 jenis analisis, yaitu:
a. Eigen Vectors
Dalam menggunakan eigen vector analisis ada dua jenis tipe analisis yaitu
subspace iteration dan lanczos. Subspace iteration digunakan apabila dalam
perhitungan eigenvalue analisis membutuhkan langkah iterasi perhitungan
matriks, dan metode ini efektif digunakan untuk sistem elemen hingga skala
besar (sistem matriks besar). Sedangkan lanczos digunakan apabila dalam
perhitungan eigenvalue analisis digunakan matriks tridiagonal, dan metode
ini efektif digunakan untuk mode yang lebih rendah.
b. Ritz Vectors
Analisis ritz vectors adalah sebuah pendekatan, yang menemukan frekuensi
alami dan fungsi bentuk mewakili sifat dinamis dari struktur. Metode ini
merupakan penurunan dari pendekatan rayleigh-ritz, yang menemukan
frekuensi alami dengan mengasumsikan fungsi bentuk dari MDOF dan
mengubahnya menjadi SDOF. Analisa pembebanan dalam ritz vector
menghasilkan hasil analisis dinamis yang mencerminkan karakteristik
pembebanan dinamis.
top related