1.1 latar b elakang -...
Post on 05-Jul-2018
221 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pertumbuhan perekonomian dan industri yang cukup pesat dari tahun ke
tahun di pulau Batam sebagai kelanjutan dari nilai investasi yang setiap tahunnya
bertambah. Hal ini menyebabkan Batam menjadi kota yang memiliki daya tarik
yang kuat bagi para pendatang dan saat ini bertumbuh menjadi kota dengan laju
pertumbuhan penduduk yang cukup pesat. Batam adalah kota dengan jumlah
penduduk 1.056.701 jiwa terdiri atas 545.189 jiwa laki-laki dan 511.512 jiwa
perempuan, dengan laju pertumbuhan penduduk terus mengalami peningkatan
dimana dari hasil sensus penduduk per tahunnya selama periode 2000-2010 laju
pertumbuhan penduduk Batam rata-rata sebesar 8,1% (BPS, 2012).
Pendatang yang jumlahnya sangat besar ini harus mendapat perhatian
khusus dari pemerintah. Mereka sebagian besar datang dengan tujuan untuk
mencari pekerjaan dan umumnya hanya mengandalkan ijazah SMA sederajat
tanpa dilengkapi dengan keahlian sehingga tergolong kedalam masyarakat
berpenghasilan rendah dan tentu perlu dijamin kesejahteraannya oleh pemerintah.
Salah satu kepentingan dasar manusia untuk menjamin kesejahteraannya adalah
tempat tinggal.
Rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, yang berfungsi
dalam mendukung terselenggaranya pendidikan, keluarga, persemaian budaya,
peningkatan kualitas generasi yang akan datang dan berjati diri. Permasalahan
utama yang dihadapi oleh negara-negara sedang berkembang termasuk Indonesia
adalah permasalahan pemukiman penduduk khususnya di kota-kota besar.
2
Kendala yang dihadapi adalah terbatasnya lahan perkotaan. Salah satu alternatif
untuk memecahkan kebutuhan rumah di perkotaan adalah dengan
mengembangkan model hunian secara vertikal berupa bangunan rumah susun.
Penanganan masalah perumahan dan permukiman telah dilakukan oleh
pemerintah dengan segala upaya agar dapat menyentuh hak dasar setiap warga
negara. Salah satu upaya yang telah nyata dilakukan adalah penataan kawasan
permukiman yang telah terdegradasi daya dukung dan kondisi bangunan rumah
serta infrastruktur pendukungnya. Gagasan pembangunan perumahan secara
vertikal belum banyak diminati oleh masyarakat, sehingga dalam program jangka
panjang, pemerintah akan berkonsentrasi membangun rumah susun sederhana
berbasis sewa (RUSUNAWA) secara bertahap.
Pembangunan Rusunawa adalah salah satu solusi dalam penyediaan
permukiman layak huni bagi masyarakat berpenghasilan rendah
(MBR).Rusunawa seharusnya mampu membantu perkotaan dalam menyediakan
hunian yang layak untuk warganya. Perkotaan masih menjadi penanggung beban
paling berat terkait penyediaan perumahan. Hingga tahun 2009 pembangunan atau
pengembangan rumah baru mencapai 600.000 unit per tahun. Jumlah kekurangan
rumah (backlog) mengalami peningkatan dari 4,3 juta unit pada tahun 2000
menjadi 5,8 juta unit pada tahun 2004 dan 7,4 juta unit pada akhir tahun 2009.
Kondisi tersebut diperkirakan akan terus berakumulasi di masa yang akan datang
akibat adanya pertumbuhan rumah tangga baru rata-rata sebesar 820.000 unit
rumah per tahun (Editorial Buletin Cipta Karya, Edisi 12/Tahun VIII/Desember
2010).
3
Pemerintah Kota Batam secara serius menanggapi masalah Rusunawa
khususnya Rusunawa untuk pekerja karena Batam merupakan kota industri yang
sebagian besar masyarakatnya (36%) bekerja pada sektor industri. Pemerintah
Kota Batam sendiri telah melaksanakan pembangunan Rusunawa pekerja
dibeberapa lokasi strategis yaitu Kawasan Industri Muka kuning, Kawasan
Industri Lancang kuning, Kawasan Industri Sekupang dan Kawasan Industri Kabil
dan rencana pembangunan Rusunawa pekerja dibeberapa lokasi lain. Rusunawa
pekerja terbanyak berada di Kawasan Industri Muka kuning karena merupakan
Kawasan Industri yang terbesar di Kota Batam. Rusunawa di Kawasan Industri
Muka kuning ini berjumlah 17 Unit Twinblock dengan pembagian 10 Unit
Twinblock bagi masyarakat yang belum berkeluarga/menikah (9 Unit dikelola
oleh Badan Pengusahaan Batam dan 1 Unit dikelola oleh Jamsostek) dan 7 Unit
Twinblock bagi masyarakat yang telah berkeluarga (dikelola oleh Dinas Tata Kota
Batam).
Data dari Dinas Tata Kota Batam menunjukkan bahwa Kota Batam
memiliki proyek besar untuk membangun kurang lebih 756 Twinblock untuk
dapat memenuhi kebutuhan masyarakat berpenghasilan rendah akan rumah yang
sehat, rapi dan teratur. Jumlah kebutuhan ini tentu sangat besar dan dapat
direalisasikan dengan waktu yang cukup lama oleh sebab itu keberadaan
rusunawa yang sudah ada sekarang tentu perlu dijaga keberlanjutannya, karena
rusunawa dibangun dengan perencanaan penggunaan untuk jangka waktu yang
cukup lama. Salah satu usaha untuk menjaga keberlanjutan rusunawa adalah
dengan mengadakan pengelolaan yang baik dan terintegrasi. Tugas pengelolaan
4
rusunawa sendiri di Kota Batam diserahkan kepada berbagai pihak, salah satunya
Pemko Batam khususnya oleh Dinas Tata Kota Batam. Rusunawa di Kawasan
Industri Muka kuning yang menjadi lokasi penelitian adalah yang dikelola oleh
Dinas Tata Kota Batam.
Melihat masih tingginya kebutuhan akan rusunawa dan diikuti dengan
mega proyek Kota Batam untuk memenuhi kebutuhan akan rusunawa maka
diperlukan pengkajian yang lebih dalam mengenai pengelolaan rusunawa yang
sudah ada sekarang terlebih lagi agar pengelolaan yang dilakukan tidak hanya
baik dilihat dari atas saja tetapi merupakan suatu pengelolaan yang memang
sangat dibutuhkan oleh penghuninya.
Pengelolaan yang dilakukan Pemko Batam sebenarnya sudah cukup baik,
sebagai bukti pemerintah Kota Batam pada tahun 2011 mendapatkan
pengahargaaan Adi Upaya Puritama sebagai peringkat pertama pengelola rumah
susun sewa (rusunawa) Mukakuning. Seperti yang telah dijelaskan di atas maka
penilaian mengenai optimal atau tidaknya pengelolaan rusunawa dapat juga dilihat
dari persepsi penghuni rusunawa. Persepsi penghuni disini dianggap penting
untuk dikaji karena persepsi itu sendiri merupakan cara yang khas dari setiap
individu penghuni menilai lingkungannya. Jadi dari persepsi penghuni kita dapat
mengetahui seperti apa penilaian penghuni terhadap pengelolaan rusunawa saat
ini.
1.2 Rumusan Masalah
Pembangunan rusunawa dianggap menjadi solusi untuk masyarakat
berpenghasilan rendah diperkotaan yang menginginkan tempat tinggal yang
5
nyaman dengan harga yang terjangkau, mengingat harga lahan diperkotaan yang
sangat tinggi sebagai akibat dari keterbatasan lahan di perkotaan. Batam sebagai
sebuah kota industri telah berusaha melakukan pembangunan rusunawa untuk
pekerja guna untuk meningkatkan kesejahteraan para pekerja. Saat ini rusunawa
pekerja tersebar di beberapa lokasi industri dan rusunawa terbesar berada di
Kawasan Industri Muka kuning yang juga merupakan Kawasan Industri terbesar
di Kota Batam. Pemerintah kota Batam menargetkan untuk membangun 756 unit
Twinblock yang akan tersebar di seluruh kawasan industri yang ada di Kota
Batam. Rencana pembangunan ini tentu akan memakan waktu yang cukup lama
karena pembangunannya tidak dapat dilakukan sekaligus mengingat keterbatasan
anggaran, oleh sebab itu keberadaan rusunawa yang telah ada saat ini tentu perlu
dijaga baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya, sehingga dibutuhkan suatu
sistem pengelolaan yang baik dan terintegrasi. Salah satu cara untuk mengontrol
pelaksanaan pengelolaan rusunawa adalah dengan melakukan penilaian terhadap
kualitas pengelolaan yang dapat dilihat dari persepsi penghuni rusunawa itu
sendiri, karena mereka berada disana dan berinteraksi dengan lingkungan
sehingga dapat mengambil kesimpulan untuk menilai kualitas dari pengelolaan
yang ada.
Dari rumusan masalah diatas maka dapat ditarik 2 pertanyaan yang
menjadi fokus dalam penelitian yaitu:
1. Bagaimana sistem pengelolaan rusunawa Mukakuning?
2. Bagaimana persepsi penghuni rusunawa terhadap sistem pengeloaan
rusunawa Mukakuning?
6
3. Bagaimana rumusan strategi pengelolaan rusunawa yang sesuai dengan
kemampuan pengelola dan keinginan penghuni rusunawa?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Mengetahui sistem pengelolaan Rusunawa Mukakuning.
2. Mengidentifikasi persepsi penghuni Rusunawa terhadap sistem
pengelolaan Rusunawa Mukakuning.
3. Merumuskan strategi pengelolaan Rusunawa yang sesuai dengan
kemampuan pengelola dan keinginan penghuni Rusunawa
1.4 Manfaat Penelitian
1. Bagi pemerintah dan pengelola rusunawa, hasil penelitian dapat dijadikan
masukan guna perumusan kebijakan pengelolaan lingkungan rumah susun
sederhana sewa yang optimal.
2. Bagi penghuni rusunawa, hasil penelitian dapat dijadikan sebagai wawasan
pelaku/subyek aktivitas lingkungan rumah susun sederhana sewa yang
berkesinambungan.
3. Bagi dunia ilmu pengetahuan, hasil penelitian ini dapat memperkaya
konsep pengelolaan rumah susun sederhana sewa untuk waktu yang akan
datang.
4. Bagi peneliti sendiri dapat digunakan sebagai pembelajaran dan juga
sebagai bahan kajian ilmiah dalam pengelolaan rusunawa.
1.5 Keaslian Penelitian
Subkhan pada tahun 2008 melakukan penelitian di Rusunawa Cengkareng.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang
7
menyebabkan kurang optimalnya pengelolaan rumah susun sederhana sewa di
Cengkareng, yang kemudian dirumuskan konsep pengelolaan lingkungan rumah
susun sederhana sewa yang optimal. Metode yang digunakan dalam penelitian
adalah metodetriangulasi dengan menggunakan analisis distribusi frekuensi
terhadap hasil kuesioner yang disebarkan kepada responden dan deskriptif
kualitatif untuk mengetahui karakteristik sosial, karakteristik ekonomi,
karakteristik spasial, pengelolaan teknis prasarana dan sarana, pengelolaan
persewaan, pemasaran dan pembinaan penghuni, pengelolaan administrasi dan
keuangan. Dari variabel tersebut dianalisis dengan deskriptif kualitatif kemudian
akan dirumuskan konsep pengelolaan yang optimal. Hasil dari penelitian ini
diketahui beberapa hal penyebab kurang optimalnya pengelolaan rusunawa
adalahdari aspek sosial masyarakat, penghuni rusunawa mengelompok secara
alamiah antar blok danwaktu untuk kegiatan sosial dan gotong royong yang
sifatnya rutin tidak dapat berjalan. Aspek ekonomi yang muncul adalah adanya
keberdayaan dan semangat yang tinggi untuk meningkatkan ekonomi keluarga
tetapi kegiatan ekonomi hanya untuk kegiatan harian karena tidak ada ”gambaran
ke depan”. Aspek spasial menunjukan bahwa lokasi rusunawa sangat strategis
namun perlu adanya angkutan umum yang dapat mengakses sampai dalam lokasi.
Pamungkas pada tahun 2010 melakukan penelitian yang dimaksudkan
untuk merumuskan kriteria kepuasan tinggal berdasarkan respon penghuni
terhadap kualitas huniannya. Menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode
penelitian deskriptif. Informasi didapatkan melalui proses wawancara mendalam
terhadap para penghuni rusunawa Cokrodirjan Kota Yogyakarta, terutama
8
penghuni yang lebih berkompeten dalam menyampaikan informasi yang
diperlukan. Selain wawancara informasi dapat diperoleh dengan cara observasi
lapangan berupa dokumentasi gambar. Hasil/temuan penelitian ini menunjukkan
bahwa penerapan kriteria kepuasan tinggal yang telah terbentuk berpengaruh
terhadap peningkatan kualitas hidup penghuni Rusunawa Cokrodirjan. Kondisi
tersebut didasarkan pada analisis kualitas hidup sebelum dan setelah tinggal di
rusunawa yang diperbandingkan juga dengan kondisi saat tercapainya
kenyamanan tinggal. Dari sisi pemenuhan kebutuhan hidup, penghuni mengalami
peningkatan kualitas hidup dari level kualitas hidup rendah (ultimate means)
hingga proses pencapaian level kualitas hidup sejahtera/well being (ultimate
ends).
Sari pada tahun 2011 melakukan penelitian yang bertujuan untuk
mengevaluasi pengelolaan Rusunawa yang telah berjalan dan menilai
tingkatkepuasan penghuni terhadap kinerja pengelola dalam mempertahankan
kualitas hunian agar tetap layak huni. Penelitian dilakukan dengan penyebaran
kuisioner kepada pengelola Unit Pelaksana Teknis (UPT) dan penghuni
Rusunawa Sleman yang terdapat di Dabag, Gemawang dan Mranggen.
Pengambilan sampel dari populasi berdasarkan metode simple random sampling
yaitu dilakukan secara acak. Metode Chi kuadrat untuk mengolah hasil responden
pengelola, dan metode Importance Performance Analysis (IPA) untuk mengolah
hasil data penghuni. Setelah data diperoleh maka dilakukan analisis deskriptif
digunakan perhitungan excel dan analisis statistik digunakan SPSS kemudian
hasil analisis ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik. Hasil penelitian
9
menunjukkan persepsi pengelola yang terdiri dari umur, jenis kelamin, tingkat
pendidikan, pekerjaan utama, jabatan dan masa kerja terhadap standar mutu
pemeliharaan Rusunawa yang telah berjalan telah sesuai dengan standar mutu
pemeliharaan yang berlaku. Semakin tinggi pendidikan dan jabatan pengelola
maka penilaian standar mutu pemeliharaan yang berlaku saat ini semakin rendah.
Hendaryono pada tahun 2010 melakukan penelitian yang bertujuan
mengevaluasi pengelolaan rusun Pekunden dan Bandarharjo Semarang. Evaluasi
dilakukan untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi pengelolaan saat ini
hingga menyebabkan penurunan kualitas hunian. Hasil evaluasi digunakan
sebagai upaya untuk mempertahankan kualitas hunan supaya tetap layak huni.
Hipotesis penelitiannya adalah tidak ada hubungannya antara pengelolaan yang
kurang baik dengan terjadinya penurunan kualitas hunian. Pendekatan positivistik
dengan metode kuantitatif digunakan dalam penelitian ini. Data yang dibutuhkan
adalah data primer dan data sekunder. Variabel independen dalam penelitian ini
adalah (1) pemanfaatan fisik, (2) penghunian, (3) lingkungan, (4) peranan badan
pengelola, (5) pemberdayaan sosial, (6) kemampuan ekonomi, (7) peranan
pemerintah daerah, dan (8) implementasi regulasi pengelolaan. Teknik
pengumpulan data dilakukan melalui observasi dan wawancara terstruktur. Teknik
sampling menggunakan sampel random sederhana sebab populasi adalah
homogen yaitu MBR penghuni rusun. Analisis data menggunakan statistik
deskriptif dan uji hipotesis. Penurunan kualitas hunian telah terjadi di Rusun
Bandarharjo (86%) dan Pekunden (52%), akibat rusaknya konstruksi bangunan
dan kurang-layaknya hunian yang ditempati. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa
10
perbedaan tipologi kedua rusun yang terbentuk dari kondisi faktual berpengaruh
terhadap pengelolaan rusun. Lokasi, kemampuan MBR, dan status kepemilikan
menjadi penciri penting tipologi rusun. Pengelolaan rusun sangat kondisional pada
masing–masing rusun. Pengelolaan Rusun Pekunden dipengaruhi oleh faktor
penghunian (sangat berpengaruh) dan faktor lingkungan. Sedangkan faktor
kelembagaan dan faktor pemanfataan fisik lebih berpengaruh di Rusun
Bandarharjo.
Penelitian Penulis bertujuan mengetahui sistem pengelolaan rusunawa
Mukakuning dan mengidentifikasi persepsi penghuni rusunawa terhadap
pengelolaan rusunawa Mukakuning, serta merumuskan strategi pengelolaan
rusunawa yang merupakan hasil dari sinkronisasi kemampuan pengelola dengan
keinginan dari penghuni rusunawa. Penelitian ini menggunakan metode penelitian
gabungan kualitatif dan kuantitatif dengan jenis penelitian survey untuk
mendapatkan data dari tempat tertentu yang alamiah (bukan buatan) dengan
melakukan pengedaran kuesioner, wawancara dengan narasumber secara
mendalam untuk mendapat infomasi yang lebih lengkap dan terarah,
mengumpulkan dokumentasi baik berupa data sekunder ataupun foto lapangan.
Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 70 Keluarga dengan kepala keluaga
sebagai responden. Jumlah sampel ini dibagi rata pada 7 unit Twinblock sehingga
setiap unit Twinblock mendapat 10 kuesioner. Secara lebih lengkap beberapa
penelitian rumah susun dan penelitian yang dilakukan penulis dapat dilihat pada
tabel 1.1.
11
Tabel 1.1 Beberapa Penelitian Rumah Susun dan Penelitian yang Dilakukan
Penulis
Peneliti Judul Tahun Tujuan Metode Hasil
Mokh
Subkhan
PengelolaanRuma
h Susun
Sederhana
SewaCengkareng
2008 Merumuskan konsep
pengelolaan rumah susun
sederhana sewa
Cengkareng yang optimal
Distribusi
frekuensi,
Deskriptif
kualitatif
Rumusan konsep
pengelolaan rumah susun
sederhana sewa
Cengkareng yang
optimal
Pamungka
s
Kriteria
KepuasanTinggal
Berdasarkan
Respon Penghuni
Rusunawa
Cokrodirjan Kota
Yogyakarta
2010 Merumuskan kriteria
kepuasan tinggal
berdasarkan respon
penghuni terhadap kualitas
huniannya, sehingga
nantinya kepuasan yang
diharapkan bisa
meningkatkan kualitas
hidup mereka
Deskriptif Penerapan kriteria
kepuasan tinggal yang
telah terbentuk
berpengaruh terhadap
peningkatan kualitas
hidup penghuni
Rusunawa Cokrodirjan
Hendaryon
o
Evaluasi
Pengelolaan
Rusun Pekunden
Dan Bandarharjo
Semarang
2010 Mengetahui faktor yang
mempengaruhi
pengelolaan saat ini hingga
menyebabkan penurunan
kualitas hunian
Metode
kuantitatif
dengan
pendekatan
positivistik
Penurunan kualitas
hunian telah terjadi di
Rusun Bandarharjo
(86%) dan Pekunden
(52%), akibat rusaknya
konstruksi bangunan dan
kurang-layaknya hunian
yang ditempati. Hasil
evaluasi menunjukkan
bahwa perbedaan
tipologi kedua rusun
yang terbentuk dari
kondisi faktual
berpengaruh
terhadap pengelolaan
rusun
Ade
Komala
Sari
Evaluasi Teknis
Dan Pengelolaan
Rumah Susun
Sederhana Sewa
Di Kabupaten
Sleman
Yogyakarta
2011 Mengevaluasi pengelolaan
Rusunawa yang telah
berjalan dan menilai
tingkat kepuasan penghuni
terhadap kinerja pengelola
dalam mempertahankan
kualitas hunian agar tetap
layak huni
Metode Chi
kuadrat dan
metode
Importance
Performance
Analysis
(IPA)
Standar mutu
pemeliharaan Rusunawa
yang telah berjalan telah
sesuai dengan standar
mutu pemeliharaan yang
berlaku
12
Peneliti Judul Tahun Tujuan Metode Hasil
Rio
Pernando
Lumbantor
uan
Persepsi Penghuni
Terhadap Sistem
Pengelolaan
Rusunawa
Mukakuning di
Kota Batam
2013 Mengetahui sistem
pengelolaan Rusunawa
Mukakuning dan
Mengidentifikasi persepsi
penghuni Rusunawa
terhadap pengelolaan
Rusunawa Mukakuning
serta merumuskan strategi
pengelolaan rusunawa
yang merupakan hasil dari
sinkronisasi kemampuan
pengelola dengan
keinginan dari penghuni
rusunawa
Kulitatif
dengan jenis
penelitian
Survey
Sumber :Tesis Subkhan, Pamungkas, Hendaryono, Ade
1.6 Tinjauan Pustaka
1.6.1 Teori dan Konsep
Konsep Geografi
Geografi pada hakekatnya merupakan ilmu pengetahuan yang melihat
keseluruhan gejala baik itu gejala manusia dan gejala alam dalam ruang dengan
melakukan analisa secara mendalam pada proses yang meliputi penyebarannya-
interelasinya-interaksinya. Geografi sebagai satu kesatuan studi melihat satu
kesatuan komponen alami dengan komponen insaniah pada ruang tertentu di
muka bumi, dengan mengkaji faktor alam dan manusia yang membentuk integrasi
keruangan (Sumaatmadja, 1981)
Melihat gejala dan cara menganalisa maka geografi dapat menjawab
pertanyaan-pertanyaan “what, where, when, why, how” tentang apa yang terjadi di
muka bumi. Dengan demikian maka ruang lingkup studi dan analisa geografi
cukup luas dan mendasar. Menurut Bintarto dan Surastopo (1979), dalam geografi
terpadu terdapat bermacam macam pendekatan yang dapat digunakan untuk
memecahkan masalah dalam geografi. Pendekatan tersebut adalah :
Lanjutan Tabel 1.1
13
1. Pendekatan Keruangan (spatial approach)
Pada pendekatan ini geografi melihat faktor-faktor yang menguasai pola
penyebaran dalam ruang dan cara agar pola tersebut dapat diubah agar
penyebarannya menjadi lebih efisien dan lebih wajar. Pada pendekatan
ini beberapa hal yang harus diperhatukan adalah penyebaran
penggunaan ruang yang telah ada dan penyediaan ruang yang akan
digunakan untuk berbagai kegunaan yang direncanakan.
2. Pendekatan Ekologi (ecological approach)
Pada pendekatan ini geografi melihat interaksi antara organisme hidup
dengan lingkungannya. Oleh karena itu perlu dipelajari aspek-aspek
lingkungan seperti litosfer, hidrosfer, dan atmosfer. Selain itu
organisme hidup dapat juga berinteraksi dengan organisme hidup
lainnya.
3. Pendekatan Kompleks Wilayah (regional complex approach)
Pada pendekatan ini menggunakan prinsip bahwa setiap wilayah
memiliki ciri khas masing-masing, memiliki potensi dan permasalahan
masing-masing, oleh sebab itu maka setiap wilayah pasti akan
melakukan interaksi dengan wilayah lain baik itu guna untuk memenuhi
kebutuhannya ataupun untuk memecahkan masalahnya. Interaksi yang
terjadi antar wilayah tentu akan mempengaruhi aspek-aspek yang ada
didalam wilayah tersebut baik dari segi keruangan maupun ekologinya.
14
Konsep Geografi Permukiman
Geografi merupakan ilmu pengetahuan yang bersifat Human Oriented,
maka pengertian permukiman selalu dikaitkan dengan eksistensi manusia sebagai
subjek. Semenjak zaman pre histori, manusia selalu membutuhkan tempat untuk
menyelenggarakan kehidupannya (Yunus, 2007). Manusia dalam perkembangan
permukiman sejak zaman dahulu sampai sekarang sedikit banyak memberi
pengaruh baik dari segi arsitektur maupun material pembentuknya. Pada zaman
dahulu manusia purba mendiami gua-gua sebagai tempat mereka berlindung
namun saat ini seiring dengan perkembangan zaman maka manusia telah dapat
membuat bangunan rumahnya sendiri dengan arsitektur yang dipengaruhi
budayanya masing-masing.
Studi Geografi terkait dengan permukiman adalah mengenai
perkembangan permukiman disuatu wilayah yaitu: kapan suatu wilayah mulai
dihuni manusia?; bagaimana perkembangannya selanjutnya?; bagaimana bentuk
atau pola permukimannya?; faktor-faktor geografi apa yang mempengaruhi
perkembangan dan pola permukiman?; seperti apa sebaran dan relasi keruangan
permukiman?. Geografi memiliki tiga pendekatan utama untuk dapat mengetahui
jawaban dari pertanyaan di atas yaitu: pendekatan keruangan; pendekatan ekologi;
dan pendekatan kompleks wilayah.
Secara umum pengertian permukiman dapat diartikan sebagai suatu
bentukan artificial maupun natural dengan segala perlengkapannya yang
digunakan manusia baik secara individual maupun kelompok, untuk bertempat
15
tinggal baik untuk sementara maupun menetap dalam rangka menyelenggarakan
kehidupannya (Yunus, 1987)
Beberapa pengertian permukiman lain, antara lain: 1. Menurut Undang-
Undang Nomor 4 Tahun 1992, permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup
di luar kawasan lindung, baik kawasan perkotaan maupun perkotaan sebagai
lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan
penghidupan; 2. Menurut Sinulingga (1999: 187), permukiman adalah gabungan 4
elemen pembentuknya (lahan, prasarana, rumah dan fasilitas umum) dimana lahan
adalah lokasi untuk permukiman. Kondisi tanah mempengaruhi harga rumah,
didukung prasarana permukiman berupa jalan lokal, drainase, air kotor, air bersih,
listrik dan telepon, serta fasilitas umum yang mendukung rumah.Menurut
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992, perumahan adalah kelompok rumah yang
berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang
dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan, sedangkan rumah adalah
bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana
pembinaan keluarga.
Terbentuknya sebuah permukiman dipengaruhi oleh beberapa faktor yang
secara keseluruhan dapat dilihat unsur-unsur ekistiknya. Adapun unsur-unsur
ekistik pada sebuah pola permukiman sebagai berikut (Doxiadis, 1968): 1.
Natural (Alami): a. Geological resources (sumberdaya geologi); b. Topographical
resources (sumberdaya topografi); c. Water (air); d. Plant life (vegetasi); f.
Animal (hewan); dan g. Climate (iklim). 2. Man (Manusia): a. Biological needs
(kebutuhan biologis); b. Sensation and perception (persepsi); c. Emotional needs
16
(kebutuhan batin); dan d. Moral values (nilai-nilai moral). 3. Society: a.
Population composition and density (komposisi populasi dan kepadatan
penduduk); b. Social stratifications (stratifikasi masyarakat); c. Culture pattern
(bentuk-bentuk kebudayaan masyarakat); d. Economic development (pertumbuhan
ekonomi); e. Education (tingkat pendidikan); f. Health and welfare (tingkat
kesehatan dan kesejahteraan); dan g. Law and administration (hukum dan
administrasi). 4. Shell: a. Housing (rumah); b. Community services (pelayanan
umum/masyarakat); c. Shopping centres and markets (pusat perdagangan dan
pasar); d. Recreational facilities (fasilitas rekreasi); e. Civic and business centres
(pusat bisnis); f. Industry (sektor industri); dan g. Transportation centres (pusat
transportasi). 5. Network(jaringan): a. Water supply systems (sistem penyediaan
air); b. Power supply systems (sistem penyediaan listrik); c. Transportation
systems (sistem transportasi); d. Communication systems (sistem komunikasi); e.
Sewerage and drainage (sistem pembuangan dan drainase); dan f. Physical lay
out (bentuk fisik).
Secara kronologis kelima elemen ekistik tersebut membentuk lingkungan
permukiman. Nature (unsur alami) merupakan wadah manusia sebagai individu
(man) ada di dalamnya dan membentuk kelompok-kelompok sosial yang
berfungsi sebagai suatu masyarakat (society). Kelompok sosial tersebut
membutuhkan perlindungan sebagai tempat untuk dapat melaksanakan
kehidupannya, maka mereka menciptakan shell. Shell berkembang menjadi besar
dan semakin kompleks, sehingga membutuhkan network untuk menunjang
berfungsinya lingkungan permukiman tersebut. Berdasarkan pengertian tersebut,
17
maka pada dasarnya suatu permukiman terdiri dari isi (content), yaitu manusia
baik secara individual maupun dalam masyarakat dan wadah (container), yaitu
lingkungan fisik permukiman (Doxiadis, 1968).
Konsep Rumah Susun
Keberadaan Rusun di Indonesia diatur dengan UU No. 20 Tahun
2011tentang Rumah Susun (UU Rusun). Rumah susun (Rusun) adalah bangunan
gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam
bagian bagian yang distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal
maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki
dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi
dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama. Rusun dapat
dibangun diatas tanah Hak Milik (HM), Hak Guna Bangunan (HGB) atau Hak
Pakai (HP) di atas tanah Negara; dan HGB atau HP di atas tanah Hak Pengelolaan
(HPL).
Selain dibangun di atas tanah sebagaimana dimaksud diatas, rumah susun
umum dan/atau rumah susun khusus dapat dibangun dengan:
a. pemanfaatan barang milik negara/daerah berupa tanah; atau
b. pendayagunaan tanah wakaf.
Hamzah (2000 : 28-35) menyatakan bahwa syarat-syarat yang harus
dipenuhi dalam pembangunan rumah susun adalah :
1. Persyaratan teknis untuk ruangan
18
Semua ruangan yang dipergunakan untuk kegiatan sehari-hari harus
mempunyai hubungan langsung maupun tidak langsung dengan udara luar
dan pencahayaan dalam jumlah yang cukup.
2. Persyaratan untuk struktur, komponen dan bahan-bahan bangunan
Harus memenuhi persayaratan konstruksi dan standar yang berlaku yaitu
harus tahan dengan beban mati, bergerak, gempa, hujan, angin, hujan dll.
3. Kelengkapan rumah susun terdiri dari :
Jaringan air bersih, jaringan listrik, jaringan gas, saluran pembuangan air,
saluran pembuangan sampah, jaringan telepon/alat komunikasi, alat
transportasi berupa tangga, lift atau eskalator, pintu dan tangga darurat
kebakaran, alat pemadam kebakaran, penangkal petir, alarm, pintu kedap
asap, generator listrik dan lain-lain.
4. Satuan rumah susun
a. Mempunyai ukuran standar yang dapat dipertanggungjawabkan dan
memenuhi persyaratan sehubungan dengan fungsi dan
penggunaannya.
b. Memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti tidur, mandi, buang hajat,
mencuci, menjemur, memasak, makan, menerima tamu dan lain-lain.
5. Bagian bersama dan benda bersama
a. Bagian bersama berupa ruang umum, ruang tunggu, lift, atau selasar
harusmemenuhi syarat sehingga dapat memberi kemudahan bagi
penghuni.
19
b. Benda bersama harus mempunyai dimensi, lokasi dan kualitas dan
kapasitas yang memenuhi syarat sehingga dapat menjamin keamanan
dan kenikmatan bagi penghuni.
6. Lokasi rumah susun
a. Harus sesuai peruntukan dan keserasian dangan memperhatikan
rencana tataruang dan tata guna tanah.
b. Harus memungkinkan berfungsinya dengan baik saluran-saluran
pembuangan dalam lingkungan ke sistem jaringan pembuang air hujan
dan limbah.
c. Harus mudah mencapai angkutan.
d. Harus dijangkau oleh pelayanan jaringan air bersih dan listrik.
7. Kepadatan dan tata letak bangunan
Harus mencapai optimasi daya guna dan hasil guna tanah dengan
memperhatikan keserasian dan keselamatan lingkungan sekitarnya.
8. Prasarana lingkungan
Harus dilengkapi dengan prasarana jalan, tempat parkir, jaringan telepon,
tempat pembuangan sampah.
9. Fasilitas lingkungan
Harus dilengkapi dengan ruang atau bangunan untuk berkumpul, tempat
bermain anak-anak, dan kontak sosial, ruang untuk kebutuhan sehari-hari
seperti untuk kesehatan, pendidikan dan peribadatan dan lain-lain.
Dilihat dari status penguasaannya satuan rusun umum ada dua macam:
yang pertama adalah Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa). Rusunawa
20
dimaksudkan untuk disewakan kepada anggota masyarakat terutama MBR
(Masyarakat Berpenghasilan rendah) yang belum mampu membeli rumah
meskipun dengan angsuran melalui Kredit Pemilikan Rumah (KPR).
Pembangunan Rusunawa sampai saat ini masih bergantung kepada APBN
ataupun APBD. Yang kedua adalah Rumah Susun Sederhana Milik (Rusunami).
Rusunami ini dibangun untuk maksud diperjual belikan dalam pasar perumahan.
Rusunawa adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu
lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara
fungsionaldalam arah horisontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan
yang masing-masing digunakan secara terpisah, status penguasaannya sewa serta
dibangun dengan menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dengan fungsi utamanya
sebagai hunian. Rusunawa dapat diartikan sebagai berikut, bangunan gedung
bertingkat yang dibangun di suatu lingkungan baik dalam arah horisontal maupun
vertikal dan merupakan satuan-satuan yang digunakan secara terpisah, status
penguasaannya sewa dengan fungsi utamanya sebagai hunian.
Sasaran penghuni rusunawa adalah warga negara Indonesia yang
termasukdalam kelompok MBR sesuai peraturan yang berlaku dan melakukan
perjanjiansewa satuan rusunawa dengan badan pengelola. MBR adalah
keluarga/rumah tangga yang berpenghasilan sampai dengan Rp. 2.000.000
perbulan (PERMENPERA Nomor:08/PERMEN/M/2006).
Ruang lingkup pengelola menurut permenpera No 14 tahun 2007 Tentang
Rusunawa adalah : pemanfaatan fisik bangunan rusunawa yang mencakup
21
pemanfaatan ruang dan bangunan, termasuk pemeliharaan, perawatan, serta
peningkatan kualitas prasarana, sarana dan utilitas; kepenghunian yang mencakup
kelompok sasaran penghuni, proses penghunian, penetapan calon penghuni,
perjanjian sewa menyewa serta hak, kewajiban dan larangan penghuni;
administrasi keuangan dan pemasaran yang mencakup sumber keuangan, tarif
sewa, pemanfaatan hasil sewa, pencatatan dan pelaporan serta persiapan dan
strategi pemasaran; kelembagaan yang mencakup pembentukan, struktur, tugas,
hak, kewajiban dan larangan badan pengelola serta peran Pemerintah, pemerintah
daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota; penghapusan dan
pengembangan bangunan rusunawa; pendampingan, monitoring dan evaluasi; dan
pengawasan dan pengendalian pengelolaan rusunawa.
Dalam buku konsep pengelolaan operasional rumah susun sewa, lingkup
pengelolaan operasional rusunawa setidak-tidaknya meliputi tiga fungsi utama
yaitu:
1) Pengelolaan teknis prasarana, sarana dan utilitas;
2) Pengelolaan persewaan, pemasaran dan pembinaan penghuni;
3) Pengelolaan administrasi dan keuangan.
1.6.2 Definisi Konseptual
Konsep Persepsi Penghuni
Penghuni Rusunawa adalah perseorangan yang bertempat tinggal dalam
satuan rumah susun sederhana sewa yang ditetapkan oleh badan pengelola dalam
perjanjian sewa yang disetujui bersama.
22
Persepsi adalah proses dimana kita menafsirkan dan mengorganisasikan
pola stimulus dalam lingkungan. Setiap individu memiliki cara yang khas dan
berbeda dalam merespon lingkungan. Perbedaan ini kerap kali menjadi penyebab
terhambatnya proses komunikasi karena masing-masing memiliki sudut pandang
yang berbeda tentang suatu masalah (Atkinson dan Hilgard, 1991).
Persepsi adalah proses dimana seseorang memperoleh informasi dari
lingkungan sekitar. Persepsi merupakan suatu hal yang aktif.Persepsi memerlukan
pertemuan nyata dengan suatu benda dan juga membutuhkan proses.kognisi serta
afeksi. Persepsi membantu individu untuk menggambarkan dan menjelaskan apa
yang dilakukan oleh individu (Halim, 2005).
Persepsi merupakan proses internal yang memungkinkan kita memilih,
mengorganisasikan, dan menafsirkan rangsangan dari lingkungan kita, dan proses
tersebut mempengaruhi perilaku kita. Persepsi disebut sebagai inti komunikasi,
karena jika persepsi kita tidak akurat, tidak mungkin kita berkomunikasi dengan
efektif. Persepsilah yang menentukan kita memilih suatu pesan dan mengabaikan
pesan yang lain. Semakin tinggi derajat kesamaan persepsi antar individu,
semakin mudah dan semakin sering mereka berkomunikasi, dan sebagai
konsekuensinya semakin cenderung membentuk kelompok budaya atau kelompok
identitas (Mulyana, 2001).
Proses pembentukkan persepsi bersifat fungsional dimana seseorang
mempersiapkan stimulus melalui proses pemilihan. Terdapat faktor personal dan
struktural yang berhubungan dengan persepsi. Faktor personal merupakan
karakteristik individu baik internal maupun eksternal.Faktor struktural adalah
23
faktor di luar individu, misalnya lingkungan, budaya, dan norma sosial sangat
berpengaruh terhadap seseorang dalam mempresepsikan sesuatu (Krech dan
Crutchfield dalam Rakhmat, 2001).
Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi ada 3 yaitu:
1) Pelaku persepsi : Pendidikan, Budaya, Lama Tinggal.
2) Obyek yang dipersepsikan : pengelolaan sarana, prasarana, utilitas;
pengelolaan persewaan, pembinaan penghuni; pengelolaan administrasi
dan keuangan.
3) Situasi dan Lokasi : Kualitas Pengelolaan Rusunawa Mukakuning Batam.
Secara umum persepsi adalah pandangan individu atau kelompok terhadap
suatu obyek atau lingkungan yang didasakan pada nilai-nilai yang tertanam dalam
dirinya ataupun didasarkan pada pengalaman hidupnya.
Persepsi Penghuni Rusunawa adalah Pandangan perseorangan yang
bertempat tinggal dalam satuan rumah susun sederhana sewa atau respon terhadap
keadaan rumah susun sederhana sewa yang ia tempati yang didasakan pada nilai-
nilai yang tertanam dalam dirinya ataupun didasarkan pada pengalaman hidupnya
selama tinggal di rumah susun sederhana sewa.
Konsep Sistem Pengelolaan Rusunawa
Sistem adalah kumpulan dari beberapa bagian atau jaringan kerja dari
prosedur-prosedur yang memiliki keterkaitan dan saling bekerja sama membentuk
suatu kesatuan yang utuh dan terpadu untuk mencapai tujuan tertentu dalam ruang
lingkup tertentu.
24
Pengelolaan rumah susun sederhana sewa adalah upaya terpadu untuk
melestarikan fungsi rumah susun sederhana sewa yang meliputi kebijakan
penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pengawasan dan
pengendalian rumah susun sederhana sewa (SE Dirjen Perumahan dan
Permukiman Depkimpraswil No. 03/SE/DM/04).
Pengelolaan adalah upaya terpadu yang dilakukan oleh Badan Pengelola
atas barang miik negara/daerah yang berupa rusunawa dengan melestarikan fungsi
rusunawa yang meliputi kebijakan perencanaan, pengadaan, penggunaan,
pemanfaatan, pengamanan dan pemeliharaan, penilaian, penghapusan,
pemindahtanganan, penatausahaan, pembinaan, pengawasan, dan pengendalian
rusunawa (Permenpera No.14/2007).
Pelaksanakan pengelolaan rusunawa memerlukan perencanaan yang
matang guna terselenggaranya pengelolaan yang baik. Menurut Friedman (1974:
5) dalam Subkhan (2008) perencanaan adalah cara berpikir mengatasi masalah
sosial dan ekonomi, untuk menghasilkan sesuatu di masa depan. Sasaran yang
dituju adalah keinginan kolektif dan mengusahakan keterpaduan dalam kebijakan
dan program. Perencanaan memerlukan pemikiran yang mendalam dan dapat
diterima oleh masyarakat , dalam hal ini perencanaan sosial dan ekonomi harus
memperhatikan aspirasi masyarakat dan melibatkan masyarakat baik secara
langsung atau tidak langsung.
Jadi dapat disimpulkan pengertian dari Sistem Pengelolaan rusunawa
adalah kumpulan dari beberapa bagian atau jaringan kerja dari prosedur-prosedur
yang memiliki keterkaitan dan saling bekerja sama membentuk suatu kesatuan
25
yang utuh dan terpadu untuk melestarikan fungsi rumah susun sederhana sewa
yang meliputi kebijakan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan,
pengawasan dan pengendalian rumah susun sederhana sewa.
1.6.3 Fokus Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada lingkup wilayah Rusunawa Mukakuning
Batam yang dikelola oleh Dinas Tata Kota Batam yang terdiri dari
7Twinblock.Penelitian ini fokus pada aspek sistem pengelolaan rusunawa
khususnya dalam Pengelolaan sarana, prasarana, utilitas; pengelolaan persewaan,
pembinaan penghuni; pengelolaan administrasi dan keuangan, serta persepsi
penghuni rusunawa terhadap hal tersebut.
1.7 Kerangka Pemikiran
Pertumbuhan perekonomian dan industri yang cukup pesat dari tahun ke
tahun di Kota Batam sebagai kelanjutan dari nilai investasi yang setiap tahunnya
bertambah. Hal ini menyebabkan Batam menjadi kota yang memiliki daya tarik
yang kuat bagi para pendatang dan saat ini bertumbuh menjadi kota dengan laju
pertumbuhan penduduk yang cukup pesat. Batam adalah kota dengan jumlah
penduduk 1.056.701 jiwa terdiri atas 545.189 jiwa laki-laki dan 511.512 jiwa
perempuan, dengan laju pertumbuhan penduduk terus mengalami peningkatan
dimana dari hasil sensus penduduk per tahunnya selama periode 2000-2010 laju
pertumbuhan penduduk Batam rata-rata sebesar 8,1% (BPS, 2012).
Ledakan penduduk yang terjadi sementara dilain pihak terbatasnya lahan
yang ada membuat harga tanah menjadi tinggi. Bagi masyarakat dengan
pendapatan rendah hal ini tentu sangat menyulitkan mereka untuk memperoleh
26
tempat tinggal yang layak guna untuk menyelenggarakan kehidupannya. Dari data
diketahui bahwa sepertiga dari tenaga kerja yang ada di Kota Batam belum
memiliki rumah yang layak huni, oleh sebab itu pemerintah memiliki proyek
untuk membangun 756 Unit Twinblock Rusunawa di Kota Batam sebagai solusi
dari tingginya kebutuhan akan rumah. Realisasi program ini tentu membutuhkan
waktu yang cukup lama, sehingga dibutuhkan pengelolaan yang tepat untuk
menjaga keberlanjutan rusunawa yang telah ada baik dari segi kualitas maupun
kuantitasnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Sistem pengelolaan
rusunawa Mukakuning dan persepsi penghuni terhadap sistem pengelolaan
rusunawa, khususnya pada 3 aspek utama pengelolaan yaitu : Pengelolaan teknis
prasarana, sarana dan utilitas; pengelolaan persewaan, pemasaran dan pembinaan
penghuni; pengelolaan administrasi dan keuangan. Secara lebih lengkap
dijelaskan dalam Gambar 1.1 Diagram Alir Penelitian.
1.8 Pertanyaaan Penelitian
Dari pertanyaan yang merupakan fokus penelitian dapat diturunkan
menjadi pertanyaan-pertanyaan penelitian untuk mempermudah dalam mencapai
tujuan penelitian. Berikut merupakan rincian pertanyaan penelitian:
1. Bagaimana sistem pengelolaan teknis prasarana, sarana dan utilitas
rusunawa Mukakuning?
2. Bagaimana sistem pengelolaan persewaan, pemasaran dan pembinaan
penghuni rusunawa Mukakuning?
3. Bagaimana sistem pengelolaan administrasi dan keuangan rusunawa
Mukakuning?
27
4. Bagaimana persepsi penghuni terhadap pengelolaan teknis prasarana,
sarana dan utilitas rusunawa Mukakuning?
5. Bagaimana persepsi penghuni terhadap pengelolaan persewaan,
pemasaran dan pembinaan penghuni rusunawa Mukakuning?
6. Bagaimana persepsi penghuni terhadap pengelolaan administrasi dan
keuangan rusunawa Mukakuning?
7. Bagaimana rumusan strategi pengelolaan rusunawa yang sesuai dengan
kemampuan pengelola dan keinginan penghuni rusunawa?
28
Gambar 1.1 Diagram Alir Penelitian
Kebijakan
Pemerintah
Perlu Pengelolaan yang Tepat
Terhadap Rusunawa yang
Telah Ada Saat Ini Untuk
Menjaga Keberlanjutannya
Strategi pengelolaan rusunawa
Evaluasi Terhadap Sistem
Pengelolaan
Persepsi Penghuni Terhadap
Sistem Pengelolaan
Rusunawa Mukakuning
Sistem Pengelolaan
Rusunawa Mukakuning Saat
Ini
Keterbatasan Lahan Harga Tanah Tinggi
Membutuhkan
Rumah yang Layak
Huni
Ledakan Penduduk
Dibutuhkan 756 Unit
Twinblok Rusunawa
1/3 Jumlah Tenaga
Kerja yang Ada Belum
Memiliki Rumah
Perlu Jangka Waktu yang
Cukup Lama untuk
Merealisasikan
3 Aspek Utama Pengelolaan:
1) Pengelolaan teknis prasarana, sarana
dan utilitas;
2) Pengelolaan persewaan, pemasaran
dan pembinaan penghuni;
3) Pengelolaan administrasi dan
keuangan.
top related