alinahrowi4.files.wordpress.com€¦ · web viewpengetahuan adalah hasil dari perenungan dan...
Post on 07-Jul-2018
230 Views
Preview:
TRANSCRIPT
KEBENARAN
DALAM BERFIKIR DAN ILMU PENGETAHUAN
MAKALAH
Dibuat dalam rangka memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Ilmu Semester I
Tahun Akademik 2013-2014
Jurusan Hukum Bisnis Syariah Fakultas Syariah
UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
Dosen
Dr. M. NUR YASIN, M.Ag.
Oleh
KELOMPOK IV
Agus Muzakki : 13220184
Via Mafiah Ciptaning Hati : 13220187
Dani Robi Irawan : 13220188
Muhammad Mafrukhi : 13220211
Fajrul Falah : 13220217
MALANG
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar belakang
Manusia adalah mahluk istimewa dibanding yang lainya, semenjak diciptakan
manusia memperlihatkan potensinya untuk menjadi penerus dan pengganti kehidupan
yang ada dibumi pasca dihapusnya penghuni sebelumnya, keistimewaan ini terlihat
saat manusia pertama diperkenankan tuhan untuk menjawab pertanyaan yang
dilontarkan kepadanya dihadapan para malaikat sucinya, jawaban tersebut
menunjukakan bahwa manusia mampu melakukan hal yang tidak mampu dilakukan
mahluk lainya yaitu berfikir, manusia dengan keistimewaan tersebut telah merubah
tatanan kehidupan menjadi lebih maju dan lebih baik, hasil pemikiran ini biasa
disebut dengan ilmu dan kemudian menjadi pengetahuan baginya.
Pengetahuan adalah hasil dari perenungan dan pengamatan yang dilakukan
manusia terhadap gejala kehidupan yang dialaminya, dengan mendayagunakan fungsi
indranya untuk membahasakan hal tersebut secara spontan ataupun sistematik,
manusia mempunyai karakter selalu ingin tahu terhadap apapun yang bersentuhan
dengannya, atau dengan bahasa lain dikatakan manusia selalu ragu dengan apa yang
terjadi dan dialaminya, sehingga dia selalu ingin tahu terhadap hal tersebut dengan
memunculkan pertanyaan-pertanyaan terkait apa yang dialaminya, sumber ilmu
pengetahuan yang meliputi, empirik, rasional, intuisi, dan wahyu menjadi wadah bagi
manusia untuk menemukan ilmu pengetahuan, sifat keingintahuan ini bertujuan untuk
mengetahui kebenaran dari apa yang dia fikirkan.
Kebenaran yang dihasilkan manjadi ukuran terhadap pengetahuanya, karena
kebenaran menurut satu orang belum tentu menjadi kebenaran bagi orang lain, oleh
karena demikian maka diperlukan kriteria dan ukuran kebenaran untuk dapat
dipertanggungjawabkanya pengetahuan yang dihasilkan dalam skala makro. Melihat
latar belakang tersebut maka kami disini akan mencoba merumuskan hal yang perlu
dibahas dalam makalah ini.
B.Rumusan maslah
1. Apakah kebenaran dan bagaimana menemukanya?
2. Bagaimanakah kebenaran dalam berfikir ?
3. Bagaimanakah kebenaran dalam ilmu pengetahuan?
C.Tujuan
1. untuk mngetahui arti kebenaran dan cara menemukanya.
2. mengetahui kebenaran dalam berfikir .
3. mengtahui kebenaran dalam ilmu penegtahuan
Supaya tidak terjebak dalam pemahaman yang keliru maka dalam penyusunan
makalah ini kami mengambil dan mengutib beberapa pendapat para pakar yang
termaktub dalam buku, makalah, jornal, dan sumber lainya, sehingga diharapkan
makalah ini dapat memberikan kefahaman yang holistik dan informasi bagi para
pembaca terkait dengan tema yang kami bahas.
BAB II
PEMBAHASAN
A.Definisi kebenaran:
Berfikir merupakan kegiatan untuk menemukan kebenaran, kebenaran yang
bersifat subyektif manjadikan nilai ini relatif, artinya terjadi perbedaan dalam
memandang sesuatu itu benar atau salah, karena kebenaran menurut satu orang belum
tentu benar bagi yang lain, berfikir yang menghasilkan ilmu pengetahuan tentunya
memiliki kriteria tersendiri dalam setiap macamnya untuk menemukan kebenaran,
pengetahuan tentang alam metafisik tentunya tidak sama dengan pengetahuan alam
fisik, dan alam fisik pun memiliki perbedaan ukuran kebenaran bagi setiap jenis dan
bidang pengetahuan didalamnya.
Kebenaran adalah salah satu bentuk nilai, maka kebenaran menjadi timbangan
atau ukuran terhadap segala hal yang berhubungan dengannya, sehingga menjadi
justifikasi terhadap sesuatu tersebut, apakah dianggap baik atau sebaliknya, jika
dikaitkan dengan ilmu pengetahuan maka kebenaran menjadi timbangan ilmu
pengetahuan tersebut, yang sebagaimana kita tahu bahwa tujuan dari ilmu
pengetahuan adalah mencari kebenaran. Untuk lebih sistematik mari kita lihat
beberapa definisi tentang kebenaran.
Dalam Kamus besar bahasa Indonesia ( KBBI) Kebenaran berarti keadaan
yang cocok dengan keadaan atau hal yang sesungguhnya. Atau sesuatu yang sungguh
benar – benar ada.
Menurut Wikipedia Kebenaran Itu?, yang banyak diperdebatkan oleh
teologiwan, filsuf, dan ahli logika. Yakni; Salah satu cara sederhana untuk
mempelajari suatu subyek adalah menentukan segala sesuatu yang bisa benar atau
salah, termasuk pernyataan, proposisi, kepercayaan, kalimat, dan pemikiran.
Dr. Suwardi Endraswara mengatakan bahwa kebenaran adalah kesesuaian
objek dengan realita atau kesesuaian objek dengan pengetahuan parameter
kebenaran.1
1 DR. Suwardi Endraswara,M.Hum “Filsafat ilmu” (Jakarta :PT BUKU SERU 2012) hal 210
Berbeda dengan beberapa definisi tersebut yang masih menimbulkan
kontradiksi bahwa Kebenaran dalam Islam adalah sesuatu yang datang dari Allah
SWT dan rasulnya, dan atau sesuatu yang dibenarkanya. Maka kebenaran bukanlah
sesuatu yang diperdebatkan lagi tapi harus diterima dan diimani.
Melihat beberapa definisi singkat tersebut dapat kita simpulkan bahwa
kebenaran memang sesuatu yang unik, artinya tak pernah terjawab secara mudah,
berbagai abstraksi sering digunakan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan guna
menemukan kebenaran, abstraksi lahir dari akal budi yang berdaya nalar tinggi. Akal
budi merupakan alat abstraksi untuk mnemukan kebenaran yang lebih esensial.
B.Cara penemuan kebenaran.
Cara menemukan kebenaran, terkait dengan sebuah pilihan hidup. Dalam
setiap berfikir filsafat, tentu berhadapan dengan sebuah kebenaran. Kebenaran
sesungguhnya memang merupakan tema sentral dalam filsafat ilmu, problematik
menegnai kebenaran sebenarnya sepertihalnya problematik tentang pengetahuan,
merupakan masalah-masalah yang mengacu pada tumbuh dan berkembangnya dalam
filsafat ilmu.
Kebenaran tidak datang dengan sendirinya, melainkan perlu dicari dengan cara
yang tepat, ketika orang memanjat pohon kelapa, mungkin sambil naik, akan
menghitung berapa banyaknya lubang(tataran) yang digunakan memanjat. Jika dia
dapat menghitung dengan tepat, maka kebenaran dengan cara matematik dia lakukan
atas dasar faktual. Ketika seorang wisatawan dipantai senggigi, lombok, harus
menghitung seberapa banyak ombak di didir pantai itu, mungkin sulit akan dia
dapatkan kepastian, oleh karena itu kalau kebenaran ombak itu dicapai dengan cara
matematik, mungkin tidak akan tepat, yang lebih tepat dia lakukan dengan cara
menemukan kebenaran imajinatif atau intuitif. 2
Kebenaran selalu bersembunyi dibalik fakta, fenomena, realita, dan data. Cara
penemuan kebenaran berbeda-beda, kebenaran dapat dilihat secara ilmiah dan
nonilmiah, menurut kasmadi dkk sebagai berikut:
1. Penemuan secara kebetulan, adalah penemuan yang berlangsung tanpa
disengaja.
2 DR. Suwardi Endraswara,M.Hum “Filsafat ilmu” (Jakarta :PT BUKU SERU 2012) hal 208-209
2. Penemuan coba dan ralat (trial dan error), terjadi tanpa adanya
kepastian dan berhasil atau tidak berhasil kebenaran yang dicari.
3. Penemuan melalui otoritas atau kewibawaan, misalnya orang-orang
yang mempunyai kedudukan dan kekuasaan sering diterima sebagai
kebenaran meskipun pendapatnya tidak didasarkan dengan pembuktian
ilmiah.
4. Penemuan secara spekulatif, cara ini mirip dengan cara coba dan ralat,
akan tetapi perbedaanya dengan coba dan ralat memang ada.
5. Penemuan kebenaran lewat cara berfikir, kritis dan rasional. Cara
berfikir yang ditempuh pada tingkat permulaan dalam memecahkan
masalah adalah dengan cara berfikir analitis dan sintesis.
6. Penemuan kebenaran melalui penelitian ilmiah, cara mencari
kebenaran yang dipandang ilmiah adalah yang dilakukan melalui
penelitian. Penelitian adalah penyaluran hasrat ingin tahu pada
manusia dalam taraf keilmuan.
Dari enam cara menemukan kebenaran itu, masih boleh ditambah cara yang
lain. Yang penting, cara menemukan kebenaran itu konsisten dan dapat
dipertanggungjawabkan.3
Supaya lebih teliti dalam menilai sesuatu itu benar atau salah, maka akan lebih
baik kita ketahui juga beberapa karakteristik kebenaran.
1. Kebenaran bersifat universal, artinya hasil dari sebuah pemikiran harus
berlaku kapanpun dan dimanapun.
2. Kebenaran bersifat mutlak.
3. Kebenaran bersifat manusiawi, artinya bahwa pengetahuan yang
disampaikan secara alamiah dapat diterima dan atau dimengerti oleh
manusia.
4. Kebenaran bersifat argumentatif, artinya dapat menjadi bantahan dan
bukti.
3 DR. Suwardi Endraswara,M.Hum “Filsafat ilmu” (Jakarta :PT BUKU SERU 2012) hal 209
5. Kebenaran bersifat ilmiah, maksudnya kebenaran pengetahuan dapat
dibuktikan oleh orang lain sesuai dengan kenyataan yang ada.4
Banyaknya cara menemukan kebenaran mengakibatkan adanya konsekuensi
terjadinya konglusi yang berbeda dalam kebenaran itu sendiri, sebagai contoh ketika
orang menemukan kebenaran dengan kebetulan, maka kebenaran yang dihasilkan
akan berbeda dengan kebenaran yang dihasilkan dari kewibawaan, yang pertama
adalah hasil dari keberuntungan, dan yang kedua karena adanya factor kekuasaan, dan
tentunya kekuatan dari kebenaran yang dihasilkan akan berbeda pula, dari beberapa
kebenaran yang nantinya akan jadi buah dalam tiap cara tersebut dapat dibagi dalam
dua hal yang termaktub susunan kalimat berikut.
Dalam diri Manusia melekat kehausan intelektual (intellectual curiuosity),
yang menjelma dalam aneka wujud pertanyaan, pertanyaan yang ke arah dunia
transcendental akan melahirkan kebenaran metafisika. Pertanyaan yang ke arah hal-
hal yang dapat dilihat, akan melahirkan kebenaran empiris, kebenaran apa saja tidak
masalah bagi manusia, yang penting dapat memenuhi kebutuhan hidup.
C.Kebenaran dalam berfikir.
Manusia diberikan ruang untuk berekspresi merubah apa yang ada
dihadapanya, dengan akal budi yang dimilikinya perubahan tersebut bukanlah sesuatu
yang mustahil, melainkan menjadi kebiasaan yang mudah, pernyataan bahwa manusia
adalah hewan yang berfikir memberikan pengertian bahwa dalam diri manusia
terdapat hal yang istimewa disbanding makluk yang lainya, dengan berfikir manusia
dapat membuat sesuatu selalu berkembang seiring berjalanya waktu, semakin
ditemukanya hal yang baru dalam dinamika pemikiranya maka akan memunculkan
pemikiran mendalam tentang objek yang dikaji, berfikir, merenung, dan bertafakkur
secara mendalam inilah yang biasa disebut sebagai filsafat, maka maksud dari
kebenaran dalam berfikir adalah kebenaran yang dimaksudkan dalam berfilsafat.
Tujuan dari berfilsafat adalam mencari kebenaran, dengan berfikir secara
radikal diharapkan memunculkan kebenaran yang tepat dan relevan dengan keadaan
zaman. Dalam filsafat yang dimaksud kebenaran memang terdapat perbedaan
pendapat dari para tokohnya, hal ini berdasar dengan beberapa teori yang berkembang
dalam kebenaran itu sendiri.Para tokoh fisuf membagi teori ini sebagai berikut. 4 DR. Suwardi Endraswara,M.Hum “Filsafat ilmu” (Jakarta :PT BUKU SERU 2012) hal 210-211
Pertama, teori korespondensi, menurut teori ini kebenaran atau keadaan benar
itu apabila ada kesesuain (correspondence) antara arti yang dimaksud dengan
pernyataan atau pendapat dengan objek yang dituju oleh pernyataan atan pendapat
tersebut. Dengan demikian kebenaran epistimologis adalah kebenaran manunggal
antara subjek dan objek. Penegetahuan itu dikatakan benar apabila didalam
kemanunggalan yang sifatnya intrinsik, intensional, dan pasif-aktif terdapat kesesuain
antara apa yang ada didalam pengetahuan subjek dengan apa yang ada didalam objek.
Hal itu karena puncak dari proses koknitif manusia terdapat didalam budi atau fikiran
manusia (intelectus). Maka pengetahuan adalah benar bila yang terdapat dalam budi
pikiran subjek itu benar sesuai dengan apa yang ada didalam objek.
Dengan demikian, kebenaran dapat didefinisikan sebagai kesetiaan pada
realitas objektur, yaitu, suatu pernyataan yang sesuai dengan fakta atau sesuatu yang
selaras dengan situasi. Misalnya :
Pernyataan bahwa ”di luar hujan turun”, adalah benar apabila
pengetahuan tentang hujan (air yang turun dari langit) bersesuaian
dengan keadaan cuaca yang mendung,gelap dan temperatur dingin dan
fakta –fakta yang menunjang.
Pernyataan bahwa ”Semua manusia pasti mati adalah sebuah
pernyataan yang benar, maka pernyataan bahwa si fulan adalah
manusia dan si fulan pasti mati adalah benar pula, sebab pernyataan
kedua konsisten dengan pernyataan pertama.
Teori korespondensi ini pada umumnya dianut oleh para pengikut realisme,
diantara pelopor teori korespondensi ini adalah Plato, Aristoteles, Moore, Russel,
Ramsey, Traski. Teori ini dikembangkan oleh Bertrand Russell (1872-1970).
Seseorang yang bernama K. Roders, seorang penganut realisme kritis Amerika,
berpendapat, bahwa: keadaan benar ini terletak dalam kesesuaian antara “esensi atau
arti yang kita berika” dengan “ esensi yang terdapat didalam objeknya”.
Kedua, teori koherensi atau konsistensi, menurut teori ini kebenaran tidak
dibentuk atas hubungan antara putusan dengan sesuatu yang lain, yaitu fakta atau
realitas, tetapi atas hubungan antar putusan-putusan itu sendiri, dengan perkataan lain,
kebenaran ditegakkan atas putusan yang baru itu dengan putusan-putusan lainya yang
telah kita ketahui dan akui kebenranya terlebih dahulu.
Jadi suatu proposisi itu cenderung untuk benar jika proposisi itu coherent
(saling berhubungan) dengan proposisi-proposisi lain yang benar. Misalnya :
Bila ada orang yang menyatakan bahwa sungai Nil adalah sungai
terpanjang di dunia, maka pernyataan itu adalah benar sebab
pernyataan itu sesuai dengan fakta.Karena secara faktual sungai Nil
adalah sungai terpanjang di dunia.
Pernyataan ” Ibukota Indonesia adalah Jakarta, maka pernyataan ini
adalah benar sebab pernyataan ini sesuai dengan fakta yakni Jakarta
adalah Ibukota Indonesia.
Teori konsistensi atau koherensi ini bekembang pada abad ke-19 dibawah
pengaruh Hegel dan diikuti oleg mazhab idealisme. Seperti filsuf Britania F. M
Bradley (1864-1924), kaum idealis berpegang, kebenaran itu tergantung pada orang
yang menentukan sendiri kebenaran pengetahuanya tanpa memandang keadaan real
peristiwa-peristiwa. Manusia adalah ukuran segala-galanya, dengan cara demikianlah
interpretasi tentang kebenaran telah dirumuskan oleh kaum idealis.
Ketiga, teori tismpragmae, menurut teori ini benar tidaknya sutu ucapan, dalil,
atau teori semata-mata bergantung kepada asa manfaat, sesuatu dianggap benar jika
mendatangkan manfaat dan akan dikatakan salah jika tidak mendatangkan manfaat.
Jadi, bagi para penganut teori ini, batu ujian kebenaran adalah kegunaan
(utility) dapatdikerjakan (workability), akibat atau pengaruhnya yang memuaskan
(satisfactory consecuence), menurut pendapat ini tidak ada apa yang disebut
kebenaran yang tetap atau kebenaran yang mutlak. Misalnya :
Teori tentang partikel tak akan berumur lebih dari 4 (empat) tahun.
Ilmu Embriologi diharapkan mengalami revisi setiap kurun waktu 15
tahun Kedua ilmu di atas disesuaikan dengan perkembangan teknologi
yang ada.
Istilah pragmatisme ini sendiri diangkat pada tahun 1865 oleh Charles S.
Pierce (1839-1914), kemudian dikembangkan oleh para ahli filsafat amerika, diantara
tokohnya yang lain adalah John Dewey (1859-1952).5
Ketiga teori diatas memiliki beberapa persamaan yakni meliputi :
Seluruh teori melibatkan logika baik formal maupun material (deduktif
dan induktif).
Melibatkan bahasa untuk menguji kebenaran itu.
Menggunakan pengalaman untuk mengetahui kebenaran.
Jadi kebenaran dalam berfikir atau berfilsafat dapat kita lihat dalam ketiga
teori tersebut, mengapa demikian, karena ketiga teori ini menjelaskan beberapa hal
yang saling melengkapi satu dengan yang lainya.
D.Kebenaran dalam ilmu pengetahuan.
Untuk tahu apa yang disebut ilmu pengetahuan kami akan mencoba
menjelaskan secara terpisah dari dua kalimat tersebut, yaitu “ilmu” dan
“pengetahuan”.
Ilmu adalah kumpulan teori-teori yang sudah diuji coba yang menjelaskan
pada pola-pola yang teratur ataupun tidak teratur diantara fenomena yang dipelajari
secara hati-hati.
Kelahiran suatu ilmu, berasal dari pengetahuan manusia. Koleksi pengetahuan
manusia cukup banyak. Penegtahuan tersebut akan berpotensi menjadi ilmu, ketika
disusun secara sitematis, pengetahuan yang dapat disepakati sehingga menjadi suatu
ilmu, apabila dapat diuji dengan enam komponen utama yang disebut dengan six kind
of scince, yang meliputi problems, attitude, method, activity, conclusions, dan effects.
Istilah diuji dalam ranah ilmu berarti mampu dibuktikan baik secara empiris di
lapangan maupun dari sisi empiris berupa teks-teks.
Sedangkan Pengetahuan adalah sesuatu yang diketahui berkaitan dengan
proses pembelajaran. Proses belajar ini dipengaruhi berbagai faktor dari dalam seperti
5 Prof.Dr. Amsal Bakhtiar, M.A. Filsafat Ilmu (Jakarta, PT RAJAGRAFINDO FERSADA 2012) hal112-119
motivasi dan faktor luar berupa sarana informasi yang tersedia serta keadaan sosial
budaya (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2003).
Secara garis besar menurut Notoatmodjo (2005) domain tingkat pengetahuan
(kognitif) mempunyai enam tingkatan, meliputi: mengetahui, memahami,
menggunakan, menguraikan, menyimpulkan dan mengevaluasi. Ciri pokok dalam
taraf pengetahuan adalah ingatan tentang sesuatu yang diketahuinya baik melalui
pengalaman, belajar, ataupun informasi yang diterima dari orang lain.
Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka dapat di definisikan bahwa;
Pengetahuan merupakan hasil dari proses mencari tahu, dari yang tadinya
tidak tahu menjadi tahu, dari tidak dapat menjadi dapat. Dalam proses mencari tahu
ini mencakup berbagai metode dan konsep-konsep, baik melalui proses pendidikan
maupun melalui pengalaman.
Burhanudin Salam mengatakan bahwa penegtahuan yang dimiliki manusia ada
empat, yaitu:
Pertama: pengetahuan biasa, yakni pengetahuan yang dalam filsafat dikatakan
dengan istilah common sance, dan sering diartikan dengan good sance, karena
seseorang memiliki sesuatu dimana ia menerima secara baik, semua orang menyebut
sesuatu itu merah karena memang itu merah, benda itu panas karena memang
dirasakan panas dan sebagainya. Common sance diperoleh dari pengalam sehari-hari.
Kedua, penegtahuan Ilmu, yaitu ilmu sebagai terjemahan dari science, dalam
pengertian yang sempit science diartikan untuk menunjukkan ilmu pengetahuan alam
yang sifatnya kuantitatif dan objektif. Ilmu pada prinsipnya merupakan usaha untuk
mengorganisasikan mensistematisasikan common sance, suatu pengetahuan yang
berasal dari pengalaman dan pengamatan dalam kehidupan sehari-hari. Namun,
dilanjutkan dengan pemikiran secara cermat dan teliti dengan menggunakan berbagai
metode.
Ketiga, pengetahuan filsafat, yakni pengetahuan yang diperoleh dari pemikiran
yang bersifat kontemplatif dan spekulatif. Pengetahuan filsafat lebih menekankan
pada universalitas dan kedalaman kajian terhadap sesuatu, kalau ilmu hanya pada satu
bidang pengetahuan yang sempit dan rigid, filsafat membahas hal yang lebih luas dan
mendalam. Filsafat biasanya memberikan pengetahuan yang reflektif dan kritis,
sehingga ilmu yang tadinya kaku dan cenderung tertutup jadi longgar kembali.
Keempat, pengetahuan agama, yakni pengetahuan yang hanya diperoleh dari
Tuhan lewat para utusanya. Pengetahuan agama bersifat mutlak dan wajib diyakini
oleh para pemeluknya, pengetahuan mengandung beberapa hal pokok, yaitu ajaran
tentang berhubungan dengan Tuhan, yang sering juga disebut dengan hubungan
vertikal dan cara berhubungan dengan manusia, yang sering juga disebut dengan
hubungan horizontal. Penegtahun agama yang lebih penting disamping informasi
tentang Tuhan, juga informasu tentang Hari Kiamat. Iman kepada Hari Akhir
merupakan ajaran pokok Agama yang sekaligus ajaran yang membuat manusia
optimis akan masa depanya. Menurut para pengamat, agama masih bertahan sampai
sekarang karena adanya doktrik hidup setelah mati karenanya masih dibutuhkan. 6
Jadi Ilmu atau ilmu pengetahuan adalah seluruh usaha sadar untuk
menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi
kenyataan dalam alam manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-
rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup
pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya. Ilmu bukan
sekadar pengetahuan (knowledge), tetapi merangkum sekumpulan pengetahuan
berdasarkan teori-teori yang disepakati dan dapat secara sistematik diuji dengan
seperangkat metode yang diakui dalam bidang ilmu tertentu. Dipandang dari sudut
filsafat, ilmu terbentuk karena manusia berusaha berfikir lebih jauh mengenai
pengetahuan yang dimilikinya. Ilmu pengetahuan adalah produk dari epistemologi.
Kesimpulanya kebenaran dalam perspektif ilmu pengetahuan adalah konglusi
dari proses pengalaman dan pengamatan terhadap alam manusia dengan sadar dan
tersusun dalam sistematiaka yang dapat dibuktikan kembali serta dikembangkan
sampai pada kebenaran berikutnya.
6 Prof.Dr. Amsal Bakhtiar, M.A. Filsafat Ilmu (Jakarta, PT RAJAGRAFINDO FERSADA 2012) hal87-88
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Kebenaran adalah salah satu bentuk nilai, maka kebenran menjadi timbangan
atau ukuran terhadap segala hal yang berhubungan dengannya, sehingga menjadi
justifikasi terhadap sesuatu tersebut, apakah dianggap baik atau sebaliknya, dan
kebenaran adalah sesuatu yang subjektif dan relatif, kebenaran satu orang belum tentu
kebenaran meneurut yang lainya. jika dikaitkan dengan ilmu pengetahuan maka
kebenaran menjadi timbangan ilmu pengetahuan tersebut
Kebenaran selalu bersembunyi dibalik fakta, fenomena, realita, dan data.
Cara penemuan kebenaran berbeda-beda, kebenaran dapat dilihat secara ilmiah dan
nonilmiah.
kebenaran dalam berfikir adalah kebenaran dalam berfilsafat dapat kita lihat
dalam ketiga teori, korespondensi, koherensi, dan pragmatisme. mengapa demikian,
karena ketiga teori ini menjelaskan beberapa hal yang saling melengkapi satu dengan
yang lainya.
kebenaran dalam perspektif ilmu penegtahuan adalah konlusi dari proses
pengalaman dan pengamatan terhadap alam manusia dengan sadar dan tersusun dalam
sistematiaka yang dapat dibuktikan kembali serta dikembangkan sampai pada
kebenaran berikutnya
DAFTAR PUSTAKA
Bakhtiar, Amsal. Filsafat Ilmu, Cet.XI, Jakarta PT RAJAGRAFINDO PERSADA. 2012.
Endraswara, Suwardi. Filsafat Ilmu Konsep Sejarah dan Pengembangan Metode Ilmiah. Cet. I- Yogyakarta. PT. BUKU SERU. 2012.
top related