makmunhasibuan.files.wordpress.com · web viewmakalah. prosedur ... tes matematika soal-soalnya...
Post on 16-Dec-2018
235 Views
Preview:
TRANSCRIPT
TUGAS KELOMPOK
MATA KULIAH: PENGEMBANGAN INSTRUMEN DAN MEDIA BKDOSEN PENGAMPU: Prof. Dr. Edi Purwanta, M.Pd & Dr. Ali Muhtadi
MAKALAH
PROSEDUR PENGEMBANGAN DAN KARAKTERISTIK
INSTRUMEN DAN MEDIA BIMBINGAN DAN
KONSELING
KELOMPOK 1:
ULI MAKMUN HASIBUAN 17713251004
MUTIARA HARLINA 17713251016
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
SEMESTER GENAP TAHUN 2017
A. PROSEDUR PENGEMBANGAN INSTRUMEN BK
Bagan 1 Alur Kerja dalam Penyusunan Skala Psikologi (Azwar, 2015:15)
Penjelasan:
1. Identifikasi tujuan ukur
Memilih suatu definisi
2. Pembatasan domain ukur
Dengan cara menguraikan kontrak teoritik atribut yang diukur menjadi beberapa
dimensi atau aspek keperilakuan yang konsep keperilakuannya jelas.
3. Operasionalisasi aspek
Operasionalisasi ini dirumuskan kedalam bentuk indikator keperilakuan
(behavioral indicators). Himpunan indikator-indikator keperilakuan beserta dImensinya
diwakilinya kemudian dituangkan dalam bentuk kisi-kisi. Sebelum penulisan item
dimulai, perancang skala perlu menetapkan bentuk atau format stimulus yang hendak
digunakan. Format stimulus ini erat berkaitan dengan metode penskalaannya.
4. Penulisan item
Penulisan item harus selalu memperhatikan kaidah-kaidah penulisan yang sudah
ditentukan.
5. Uji coba bahasa
a. Reviu (review) pertama harus dilakukan oleh penulis item sendiri, yaitu dengan
memeriksa ulang setiap item yang ditulis apakah juga tidak keluar dari pedoman
penulisan item.
b. Reviu selanjutnya dilakukan oleh beberapa orang yang berkompeten (sebagai panel)
Kompetensi ini meliputi penguasaan masalah konstruksi skala, masalah atribut
yang diukur dan bahasa tulis standar.
6. Field test
Hanya item-item yang diyakini akan berfungsi dengan baik yang boleh diloloskan
untuk mengikuti uji coba empirik di lapangan.
7. Seleksi item
Analisis item merupakan proses pengujian item secara kuantitatif guna mengetahui
apakah item memenuhi persyaratan psikometrik untuk disertakan sebagai bagian dari skala.
Hasil analisis item menjadi dasar dalam seleksi item. Item-item yang tidak memenuhi
persyaratan psikometrik akan disingkirkan atau diperbaiki lebih dahulu sebelum dapat
menjadi bagian dari skala.
8. Validasi konstrak
Validasi skala pada hakikatnya merupakan suatu proses berkelanjutan. Validasi isi
yang dilakukan melalui proses reviu item oleh panel ahli (expert judgment) namun
sebenarnya semua skala psikologis harus diuji konstraknya.
9. Kompilasi final
Format akhir skala dirakit dalam bentuk tampilan yang menarik namun tetap
memudahkan bagi responden untuk membaca dan menjawabnya. Dalam bentuk
final berkas skala dilengkapi dengan petunjuk pengerjaan dan mungkin pula lembar
jawaban yang terpisah.
B. PROSEDUR PENGEMBANGAN MEDIA BK
Langkah-Langkah Perencanaan Media
Apa langkah-langkah dalam perencanaan media? Secara umum dapat dirinci sebagai
berikut:
(1) identifikasi kebutuhan dan karakteristik siswa, (2) perumusan tujuan bimbingan dan
konseling, (3) perumusan butir-butir yang terperinci, (4) mengembangkan alat pengukur
keberhasilan, (5) menyusun GBPM (garis besar pengembangan media), (6) menuliskan
naskah media, (7) merumuskan instrumen dan tes, (8) revisi.
Bagan 2 Prosedur Pengembangan Media
Penjelasan :
a. Identifikasi Kebutuhan dan Karakteristik Siswa
Sebuah perencanaan media didasarkan atas kebutuhan (need) siswa. Apakah kebutuhan
itu? Kebutuhan adalah kesenjangan (gap) antara apa yang seharusnya atau apa yang
diharapkan dan apa yang akan terjadi. Dalam Bimbingan dan Konseling yang dimaksud
dengan kebutuhan adalah adanya kesenjangan taraf perkembangan siswa dalam berbagai
aspek pribadi yang diinginkan dengan taraf perkembangan siswa dalam berbagai aspek
pribadi yang telah dicapai sekarang misalnya pada siswa SMA, mereka diharapkan
mencapai tugas perkembangan mampu membuat pilihan secara sehat. Ternyata dalam
kenyataannya mereka belum mampu membuat pilihan secara sehat, sehingga
kebutuhannya adalah bagaiman supaya mereka bisa membuat pilihan secara sehat.
Adanya kebutuhan, seyogianya menjadi dasar dan pijakan dalam membuat media
pembelajaran, sebab dengan dorongan kebutuhan inilah media dapat berfungsi dengan
baik. Kesesuaian media dengan siswa menjadi dasar pertimbangan utama, sebab hampir
tidak ada satu media yang memenuhi semua tingkatan usia.
Karakteristik siswa juga merupakan salah satu pertimbangan dalam merencanakan
media. Karakteristik ini lebih mengarah pada modalitas yang dimiliki seseorang, di
antaranya adalah kinestetik, visual, dan auditori. Karakteristik siswa kinestetik adalah
siswa mampu menguasai informasi apabila disibukkan dengan suatu aktivitas.
Karakteristik siswa visual adalah siswa mampu menguasai informasi secara optimal
apabila melalui penglihatan. Karakteristik siswa auditor adalah siswa mampu menguasai
informasi secara optimal apabila melalui pendengaran.
b. Perumusan tujuan
Tujuan merupakan suatu yang sangat penting dalam kehidupan karena dengan adanya
tujuan akan mempengaruhi arah dan tindakan kita. Dengan tujuan itu pulalah kita dapat
apakah target sudah dapat tercapai atau tidak.
Dalam bimbingan dan konseling tujuan juga merupakan suatu faktor yang sangat
penting, karena tujuan itu akan menjadi arah kepada siswa untuk melakukan perilaku
yang diharapkan dengan tujuan tersebut. Dengan tujuan yang jelas seperti itu, maka
dengan mudah guru BK dapat mengetahui sejauh mana siswa mampu mencapai tujuan
itu.
Tujuan yang baik memiliki ciri: jelas, terukur dan operasional. Merumuskan yang
baik tidak mudah, diperlukan latihan dan pengalaman menyusun tujuan yang baik.
Namun sebagai patokan, sebaiknya perumusan tujuan haruslah memiliki ketentuan
sebagai berikut:
1) Client Oriented. Dalam merumuskan tujuan, harus selalu berpatokan pada perilaku
siswa / konseli, dan bukan perilaku guru BK. Sehingga dalam perumusan kata-kata siswa
secara eksplisit dituliskan. Selain itu perilaku yang diharapkan dicapai harus mungkin
dapat dilakukan siswa dan bukan perilaku yang tidak mungkin dilakukan siswa.
2) Operasional. Perumusan tujuan harus dibuat secara spesifik dan operasional sehingga
mudah mengukur tingkat keberhasilannya. Tujuan yang spesifik ini terkait dengan
penggunaan kata kerja. Kata kerja yang umum akan menghasilkan perilaku atau tindakan
siswa yang juga bersifat umum, namun setidaknya kata kerja yang khusus akan
menghasilkan tindakan yang khusus pula.
c. Perumusan materi
Titik tolak perumusan materi bimbingan dan konseling adalah dari perumusan tujuan.
Materi perlu disusun dengan memperhatikan kriteria-kriteria tertentu, di antaranya :
1) Sahih atau Valid. Materi yang dituangkan dalam media untuk bimbingan dan
konseling benar-benar teruji kebenarannya dan keahliannya. Hal ini juga berkaitan
dengan kekuatan materi sehingga materi yang disampaikan tidak ketinggalan zaman, dan
memberikan kontribusi untuk masa yang akan datang.
2) Tingkat signifikansi (significant). Dalam memilih materi perlu dipertimbankan
pertanyaan sebagai berikut: sejauh mana materi tersebut penting untuk dipelajari?
Penting untuk siapa? Dimana dan mengapa? Dengan demikian materi yang diberikan
kepada siswa tersebut benar-benar yang dibutuhkannya.
3) Kebermanfaatan (utility). Kebermanfaatan yang dimaksud haruslah dipandang dari dua
sudut pandang yaitu kebermanfaatan secara akademis dan nonakademis. Secara akademis
materi harus bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan siswa, sedangkan
nonakademis materi harus menjadi bekal berupa life skill baik berupa pengetahuan
aplikatif, keterampilan dan sikap yang dibutuhkannya dalam kehidupan keseharian.
4) Learnability. Artinya sebuah program harus dimungkinkan untuk dipelajari, baik dari
aspek tingkat kesulitannya (tidak terlalu mudah, sulit, ataupun sukar) dan bahan ajar
tersebut layak digunakan sesuai dengan kebutuhan setempat.
5) Menarik minat (interest). Materi yang dipilih hendaknya menarik minat dan dapat
memotivasi untuk mempelajari lebih lanjut. Setiap materi yang diberikan kepada siswa
harus menimbulkan keingintahuan lebih lanjut, sehingga mempunyai dorongan lebih
tinggi untuk belajar secara aktif dan mandiri.
d. Perumusan alat pengukur keberhasilan
Pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling yang dilakukan haruslah diukur apakah
tujuan bimbingan dan konseling sudah tercapai atau tidak? Untuk mengukur hal tersebut,
maka diperlukan alat pengukuran hasil layanan bimbingan dan konseling yang berupa
tes, penguasaan atau daftar cek perilaku. Alat pengukuran keberhasilan ini perlu
dikembangkan dengan berpijak pada tujuan yang telah dirumuskan dan harus sesuai
dengan materi yang sudah disiapkan. Yang perlu diukur adalah tiga kemampuan utama
yaitu pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang telah dirumuskan secara rinci dalam
tujuan. Dengan demikian terdapat hubungan yang erat antara tujuan, materi, dan tes
pengukuran keberhasilan.
e. Penulisan Garis Besar Pengembangan Media (GBPM)
GBPM merupakan petunjuk yang dijadikan pedoman oleh para penulis naskah di dalam
penulisan naskah program Media. GBPM dibuat dengan mengacu pada analisis
kebutuhan, tujuan, dan materi. Untuk program media, GBPM disusun setelah dilakukan
telaah topik yang akan dibuat programnya. Kegiatan telaah topik ini perlu dilakukan,
karena tidak semua topik dalam layanan bimbingan dan konseling cocok untuk dibuat
media tertentu misalnya, video atau radio. Misalnya topik-topik yang berisi materi
bimbingan dan konseling yang bertujuan untuk mengembangkan psikomotorik yang
diperlukan penjelasan visual. Topik-topik yang menampilkan psikomotorik lebih cocok
diproduksi untuk media video atau media cetak atau tatap muka. Beberapa manfaat yang
dapat diperoleh dari sajian media antara lain adalah :
- terjadinya persamaan persepsi;
- efisien: tidak memerlukan penjelasan yang panjang;
- efektif: sampai ke sasaran;
- motivatif dan rekreatif.
Di dalam penyusunan GBPM dan jabaran materi melibatkan ahli materi yakni orang
yang menguasai isi atau materi. Umumnya ahli materi ini berasal dari perguruan tinggi,
juga bisa dari guru BK itu sendiri. Tugasnya adalah menilai naskah program dari
kelayakan materinya. Yang kedua adalah ahli media. Ahli media ini menilai dari
berbagai pemilihan medianya, dan juga dari segi estetika program ditinjau dari segi
kelain medianya. Dan yang terakhir adalah petugas bimbingan dan konseling, yang
umumnya adalah guru BK / konselor. Mereka berpengalaman dalam menyampaikan
materi di kelas. Ia bertugas untuk mengembangkan isi GBPM dan jabaran materi. Dalam
hal ini GBPM dan jabaran materi yang dikembangkan walaupun sudah dianggap
memadai karena sudah disusun berdasarkan pengalaman melaksanakan layanan
bimbingan dan konseling, keabsahan program baik segi isi ataupun media, naskah
program yang telah ditulis masih perlu diperiksa lagi oleh ahli materi dan ahli media.
Bagan 3 Prosedur Pengembangan Naskah Program
C. KARAKTERISTIK INSTRUMEN BK
a. Karakteristik instrumen
Berdasarkan karakteristiknya instrumen terbagi menjadi dua yaitu:
1) Karakteristik statik adalah sifat yang berhubungan masukan dan keluaran
untuk masukan (beban) yang tidak berubah menurut waktu dan sudah
mencapai kondisi yang mantap. Dengan diketahui karakteristik statik, maka
kesalahan-kesalahan dapat diketahui dalam pengukuran atau dalam
pengendalian proses, sehingga dapat dihilangkan.
2) Karakteristik dinamik adalah sifat yang memperhatikan waktu dan
memperhatikan hubungan antara input dan output instrumen tersebut.
Peranannya sangat penting karena dapat mempengaruhi hasil pengukuran.
b. Karakteristik jenis instrumen
Sedangkan berdasarkan jenis instrumennya, karakteristik instrumen
terbagi menjadi dua macam yakni instrumen berbentuk tes dan nontes. Instrumen
bentuk tes mencakup: tes uraian (uraian objektif dan uraian bebas), tes pilihan
ganda, jawaban singkat, menjodohkan, benar-salah, unjuk kerja (performance
test), dan portofolio. Instrumen bentuk nontes mencakup: wawancara, angket dan
pengamatan (observasi).
c. Karakteristik Mutu Instrumen
Dilihat dari mutunya, instrumen asesmen dapat dibedakan menjadi dua
kelompok yang sering digunakan, yaitu instrumen standar (standardized test,
standardized instrumen) dan instrumen tidak standar. Suatu instrumen dikatakan
standar bila instrumen tersebut telah diuji berbagai aspek kebaikannya, misalnya
reliabilitas, validitas, dan daya pembeda soal dari item-itemya. Sedangkan
instrumen yang tidak standar (tidak dibakukan) aspek-aspek tersebut tidak
dikitahui secara pasti.
Sebelum instrumen digunakan hendaknya dianalisis terlebih dahulu. Dua
karakteristik penting dalam menganalisis instrumen adalah validitas dan
reliabilitasnya. Instrumen dikatakan valid (tepat, absah) apabila instrumen
digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Instrumen untuk
mengukur kemampuan matematika siswa sekolah dasar tidak tepat jika digunakan
pada siswa sekolah menengah. Dalam hal ini sasaran kepada siapa instrumen itu
ditujukan merupakan salah satu aspek yang harus dipertimbangkan dalam
menganalisis validitas suatu instrumen. Aspek lainnya misalnya kesesuaian
indikator dengan butir soal, penggunaan bahasa, kesesuaian dengan kurikulum
yang berlaku, kaidah-kaidah dalam penulisan butir soal, dsb.
Instrumen yang baku biasanya dilengkapi perangkat instrumen, yang
disebut dengan nama “MANUAL”. Dalam manual biasanya tercantum:
1) Penjelasan tentang aspek-aspek yang diungkap
2) Kegunaan instrumen
3) Cara pengadministrasian (cara pelaksanaan, pemeriksaan, sampai skoring)
4) Norma yang digunakan
5) Penjelasan tingkat kebaikan instrumen dan cara pembakuannya.
Berikut ini akan diuraikan secara singkat mengenai konsep validitas,
reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda soal.
1) Validitas
Validitas menunjukkan tingkat ketepatan suatu alat instrumen (tes
ataupun nontes) dalam mengukur aspek yang hendak diukur, atau
mengungkap data yang hendak diungkap. Setiap alat / instrumen harusnya
hanya mengukur satu dimensi atau aspek saja. Suatu tes hasil belajar
dikatakan valid kalau hanya mengungkap hasil belajar tertentu saja. Mistar
hanya mengukur panjang atau jarak, timbangan hanya mengukur berat, tes
matematika soal-soalnya harus hanya mengukur pengetahuan matematika
saja dan sebagainya,
Tes yang valid untuk mengukur bakat, tidak akan valid jika
digunakan untuk mengukur minat. Demikian juga tes yang valid untuk siswa
SMA kelas XII, tidak akan valid untuk mahasiswa atau siswa SMP. Dengan
demikian, menguji validitas suatu tes berarti kita membandingkan tes yang
kita buat dengan suatu kriteria tertentu.
Kata “valid” dapat diartikan dengan tepat, benar, absah, atau shahih.
Validitas (validity), dengan demikian, berarti ketepatan, kebenaran,
keabsahan, atau kesahihan. Berkaitan dengan pengukuran, maka validitas
pengukuran tidak lain daripada ketepatan pengukuran dalam mengukur apa
(obyek) yang seharusnya diukur dengan suatu alat atau instrumen. Misalnya,
untuk mengukur tinggi badan digunakan meteran dengan unit sentimeter
(cm). Pengukuran yang memiliki validitas harus dengan menggunakan (alat)
pengukur yang bersifat valid. Alat ukur dinyatakan valid apabila alat tersebut
secara tepat dapat mengukur obyek yang seharusnya diukur (dengan alat itu).
Validitas alat pengukur adalah gambaran dari taraf ketepatan alat itu
mencapai sasarannya.
Mengukur dengan pengukur yang valid (serta reliabel, obyektif,
norm, dan praktis) menghasilkan pengukuran standar. Sebagai contoh,
thermometer merupakan alat ukur standar untuk mengukur tinggi rendahnya
suhu udara. Thermometer telah dikenal sebagai alat ukur yang valid. Alat
ukur standar lainnya, misalnya barometer, hidrometer, AUM, tes IQ (seperti
PM, CFIT), tes kepribadian. Kita mungkin mengukur suatu jarak dengan
seutas tali, mengukur berat sebuah benda dengan melihat tekanannya
terhadap benda lain, mengukur kepribadian dengan daftar pertanyaan
tertentu. Hal ini dapat saja dikatakan melakukan pengukuran, tapi belum
tentu memenuhi ciri pengukuran standar.
2) Reliabilitas
Reliabilitas tes menunjukkan tingkat keajegan suatu tes, yaitu sejauh
mana tes tersebut dapat dipercaya untuk menghasilkan skor yang ajeg.
Kecermatan hasil pengukuran ditentukan oleh banyaknya informasi yang
dihasilkan dan sangat berkaitan dengan satuan ukuran dan jarak rentang
(range) dari skala yang digunakan. Dalam mengukur berat sebuah cincin
emas, pengukuran dengan timbangan yang bersatuan milligram dan berjarak
rentang antar 0-1000 mg, tentu akan menghasilkan ukuran yang lebih teliti
daripada menggunakan timbangan dengan satuan kilogram dengan berjarak
rentang 0-100 kg begitu pula dengan tes prestasi belajar. Sebuah tes dengan
jumlah soal yang banyak dan seluruh soalnya bertaraf kesukaran sedang (on
target) bagi orang yang menempuh, tentu akan menghasilkan informasi yang
lebih teliti mengenai orang yang diukur, jika dibandingkan dengan tes yang
soalnya sedikit dan tingkat kesukarannya rendah (off target). Dengan kata
lain, soal-soal sebuah tes jangan terlalu di bawah atau di atas kemampuan
tingkat pembelajaran siswa, dan tingkat kesukaran butir soalnya harus relatif
homogen.
Di awal sudah dikatakan bahwa reliabilitas merujuk kepada keajegan
suatu tes dalam menghasilkan skor yang relatif konsisten. Ini berarti bahwa
tes yang reliabel akan mampu memberikan skor yang relatif konstan
walaupun diberikan pada situasi yang berbeda-beda. Ada tiga cara untuk
mengetahui reliabilitas, yang prinsipnya adalah menghitung indeks korelasi.
Tiga cara tersebut adalah:
a) Metode tes ulang (tes-retest method)
b) Metode tes paralel (parallel test method)
c) Teknik belah dua (split-half method)
3) Daya pembeda (discriminating power/discriminating index)
Soal-soal dari suatu tes yang baik akan mampu membedakan antara
testi yang benar-benar mampu dengan testi yang kurang mampu, antara
testi yang benar-benar belajar dengan testi yang tidak belajar. Secara empirik
hal ini akan ditunjukkan dengan adanya perbedaan skor / hasil yang
diperoleh orang yang termasuk kelompok unggul dengan skor yang
diperoleh orang dari kelompok asor. Jadi orang dari kelompok unggul
akan lebih banyak benar dibandingkan dengan orang dari kelompok asor.
4) Tingkat kesukaran (difficulty index)
Soal-soal suatu tes yang baik akan memiliki tingkat kesulitan yang
seimbang. Seimbang di sini berarti berkenaan dengan proporsi penyebaran
soal mudah, sedang, dan sukar. Proporsinya bisa 20% mudah, 60% sedang,
dan 20% sukar, atau komposisi yang lain (1:2:1). Soal yang mudah
diperlukan untuk memberikan motivasi kerja, sedangkan soal yang sukar
diperlukan untuk seleksi.
d. Karakteristik skala psikologi
Sebagai alat ukur (instrumen), skala psikologi memiliki karakteristik
khusus yang membedakannya dari berbagai bentuk instrumen pengumpulan
data yang lain seperti angket, daftar isian, inventori, dan lain-lain. Meskipun
dalam percakapan sehari-hari biasanya istilah skala disamakan dengan istilah
tes, namun dalam pengembangan instrumen ukur umumnya istilah tes
digunakan untuk penyebutan alat ukur kemampuan kognitif, sedangkan istilah
skala lebih banyak dipakai untuk menamakan alat ukur atribut nonkognitif.
Dengan demikian karakteristik skala sebagai alat ukur psikologi yaitu
1) Stimulus atau item dalam skala psikologi berupa pertanyaan atau
pernyataan yang tidak langsung mengungkap atribut yang hendak diukur
melainkan mengungkap indikator perilaku dari atribut yang bersangkutan.
2) Dikarenakan atribut psikologi diungkap secara tidak langsung
lewat indikator-indikator perilaku sedangkan indikator diterjemahkan
dalam bentuk item-item, maka skala psikologi selalu berisi banyak item.
3) Respon subjek tidak dapat diklasifikasikan sebagai jawaban “benar” atau
“salah”, semua jawaban bisa diterima sepanjang diberikan secara jujur dan
sungguh-sungguh.
D. KARAKTERISTIK MEDIA BK
Menurut Sutopo (Juhaeri: 2007), karakteristik yang dimiliki multimedia antara lain:
1. Teks
Hampir semua orang yang biasa menggunakan komputer sudah terbiasa dengan teks.
Teks merupakan dasar dari pengolahan kata dan informasi berbasis multimedia. Dalam
kenyataannya multimedia menyajikan informasi kepada audiens dengan cepat, karena tidak
diperlukan membaca secara rinci dan teliti. Menurut Hofstetter (Juhaeri: 2007) kebanyakan
sistem multimedia dirancang dengan menggunakan teks karena teks merupakan sarana yang
efektif untuk mengemukakan ide-ide dan menyediakan instruksi-instruksi kepada user
(pengguna).
2. Foto atau image
Secara umum image atau grafik berarti still image seperti foto dan gambar. Manusia
sangat berorientasi pada visual dan gambar merupakan sarana yang sangat baik untuk
menyajikan informasi.
3. Animasi
Animasi adalah pembentukan gerakan dari berbagai media atau obyek yang
divariasikan dengan gerakan transisi, efek-efek, juga suara yang selaras dengan gerakan
animasi tersebut atau animasi merupakan penayangan frame-frame gambar secara cepat
untuk menghasilkan kesan gerakan.
4. Audio
Penyajian audio atau suara merupakan cara lain untuk lebih memperjelas pengertian
suatu informasi. Contohnya, narasi merupakan kelengkapan dari penjelasan yang dilihat
melalui video. Suara dapat lebih menjelaskan karakteristik suatu gambar, misalnya musik
dan suara efek (sound effect). Salah satu bentuk bunyi yang bisa digunakan dalam produksi
multimedia adalah Waveform Audio yang merupakan format fule audio yang berbentuk
digital. Kualitas produknya bergantung pada sampling rate (banyaknya sampel per detik).
Waveform (wav) merupakan standar untuk Windows PC.
5. Video
Menurut Suyanto (Juhaeri: 2007), video merupakan elemen multimedia paling
kompleks karena penyampaian informasi yang lebih komunikatif dibandingkan gambar
biasa. Walaupun terdiri dari elemen-elemen yang sama seperti grafik, suara dan teks, namun
bentuk video berbeda dengan animasi. Perbedaan terletak pada penyajiannya. Dalam video,
informasi disajikan dalam kesatuan utuh dari obyek yang dimodifikasi sehingga terlihat
saling mendukung penggambaran yang seakan terlihat hidup.
6. Interactive Link
Menurut Sutopo (Juhaeri: 2007), sebagian dari multimedia adalah interaktif, dimana
pengguna dapat menekan mouse atau objek pada screen seperti button atau teks dan
menyebabkan program melakukan perintah tertentu. Interactive link dengan informasi yang
dihubungkannya sering kali dihubungkan secara keseluruhan sebagai hypermedia.
Interactive link diperlukan bila pengguna menunjuk pada suatu objek atau button agar dapat
mengakses program tertentu. Interactive link diperlukan untuk menggabungkan beberapa
elemen multimedia sehingga menjadi informasi yang terpadu. Cara mengakses informasi
pada multimedia terdapat dua macam, yaitu linier dan nonlinier. Informasi linier adalah
informasi yang ditampilkan secara sekuensial, yaitu dari atas ke bawah atau halaman demi
halaman, sedangkan pada informasi nonlinier dapat ditampilkan langsung sesuai dengan
kehendak pengguna.
KESIMPULAN
Alur Kerja Dalam Penyusunan Skala Psikologi: 1. Identifikasi tujuan ukur; 2. Pembatasan
domain ukur; 3. Operasionalisasi aspek; 4. Penulisan item; 5. Uji coba bahasa; 6. Field
test; 7. Seleksi item; 8. Validasi konstrak; 9. Kompilasi final
Langkah-Langkah Perencanaan Media: (1) identifikasi kebutuhan dan karakteristik siswa,
(2) perumusan tujuan bimbingan dan konseling, (3) perumusan butir-butir yang terperinci,
(4) mengembangkan alat pengukur keberhasilan, (5) menyusun GBPM (garis besar
pengembangan media), (6) menuliskan naskah media, (7) merumuskan instrumen dan tes,
(8) revisi
Karakteristik instrumen, berdasarkan karakteristiknya instrumen terbagi menjadi dua yaitu
karakteristik statik dan karakteristik dinamik. Karakteristik jenis instrumen, sedangkan
berdasarkan jenis instrumennya, karakteristik instrumen terbagi menjadi dua macam
yakni instrumen berbentuk tes dan nontes. Karakteristik Mutu Instrumen, dilihat dari
mutunya, instrumen asesmen dapat dibedakan menjadi dua kelompok yang sering
digunakan, yaitu instrumen standar (standardized test, standardized instrumen) dan
instrumen tidak standar. Karakteristik skala psikologi, yaitu 1) Stimulus atau item dalam
skala psikologi berupa pertanyaan atau pernyataan yang tidak langsung mengungkap
atribut yang hendak diukur melainkan mengungkap indikator perilaku dari atribut yang
bersangkutan; 2) Dikarenakan atribut psikologi diungkap secara tidak langsung
lewat indikator-indikator perilaku sedangkan indikator diterjemahkan dalam bentuk item-
item, maka skala psikologi selalu berisi banyak item; 3) Respon subjek tidak dapat
diklasifikasikan sebagai jawaban “benar” atau “salah”, semua jawaban bisa diterima
sepanjang diberikan secara jujur dan sungguh-sungguh.
Karakteristik yang dimiliki multimedia antara lain: 1. Teks, 2. Foto atau image, 3. Animasi,
4. Audio, 5. Video, 6. Interactive Link
REFERENSI PUSTAKA
Aryadi Warsito dan Agus Triyanto. (2010). Pengembangan Media Bimbingan dan
Konseling. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta
Hartono dan Shufiyanti. (2016). Prosedur Pengembangan Instrumen dan Media Bimbingan
dan Konseling. Makalah. Yogyakarta: Program Pascasarjana UNY
Mochamad Nursalim. (2013). Pengembangan Media Bimbingan dan Konseling. Jakarta:
Akademia Permata
Nurlatifah Alauddin. (2016). Karakteristik Instrumen dan Media BK. Makalah. Yogyakarta:
Program Pascasarjana UNY
top related