aditris.files.wordpress.com file · web viewakad al qardh dalam transaksi pinjam meminjam. oleh....
Post on 11-Apr-2019
222 Views
Preview:
TRANSCRIPT
AKAD AL QARDH DALAM TRANSAKSI PINJAM MEMINJAM
Oleh
Trisadini Prasastinah Usanti
I. Pendahuluan
Banyak ayat dalam Al Quran yang mendorong perdagangan dan
perniagaan, dan Islam menyatakan sikap bahwa tidak boleh ada hambatan
bagi perdagangan dan bisnis yang jujur, halal, agar setiap orang bisa
memperoleh penghasilan, menafkahi keluarga dan memberi sedekah kepada
mereka yang kurang beruntung, sebagaimana Islam mengatur dan
mempengaruhi semua bidang kehidupan lainnya. Demikian pula mengatur
perilaku bisnis dan perniagaan. 1 Lembaga keuangan syariah seperti bank
syariah, asuransia syariah, pembiayaan syariah merupakan aplikasi dari
sistem ekonomi syariah2 yang merupakan bagian dari nilai-nilai dari ajaran
Islam yang mengatur bidang perkonomian umat dan tidak terpisahkan dari
aspek-aspek lain ajaran Islam yang komprehensif dan universal.
Komprehensif berarti ajaran Islam merangkum seluruh aspek kehidupan,
baik ritual maupun sosial kemasyarakatan termasuk bidang universal.
Universal bermakna bahwa syariah Islam dapat diterapkan dalam setiap
1 ? Mervyn Lewis and Latifa Algaoud, Islamic Banking, Edward Elgar, Massachusetts,2001,h.452 ? Pada Pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 22 yang dimaksud dengan ekonomi syariah adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut syariah, meliputi : Bank Syariah, Asuransi Syariah, Reasuransi Syariah, Reksa Dana Syariah, Obligasi Syariah dan surat berharga berjangka menengah syariah,Sekuritas Syariah, Pembiayaan Syariah, Pegadaian Syariah,Dana Pensiun lembaga Keuangan Syariah,Bisnis Syariah dan Lembaga Keuangan Mikro Syariah.
waktu dan tempat tanpa memandang ras, suku, golongan dan agama sesuai
prinsip Islam sebagai ” rahmatan lil alamin” . 3
Al Quran sangat banyak mendorong manusia untuk melakukan bisnis.
(QS. Al Jumuah:10). Al Quran juga memberi petunjuk agar dalam bisnis
tercipta hubungan yang harmonis; saling ridha dan tidak ada unsur
eksploitasi ( QS. Al Nisa:29) dan bebas dari kecurigaan atau penipuan,
seperti keharusan membuat administrasi transaksi kredit. (QS. Al
Baqarah:282).4 Prinsip-prinsip bisnis yang ideal dilakukan oleh Nabi
Muhammad Saw dan para sahabatnya, beberapa petunjuk mengenai etika
bisnis yang diberikan oleh Nabi Muhammad Saw, diantaranya ialah :5
1. Prinsip esensial dalam bisnis adalah kejujuran
2. Pelaku bisnis tidak hanya sekedar mengejar keuntungan sebanyak-banyaknya tetapi juga berorientasi kepada sikap ta’awun (menolong orang lain) sebagai implikasi sosial dalam kegiatan bisnis
3. Tidak melakukan sumpah palsu
4. Pelaku bisnis harus bersikap ramah dalam melakukan bisnis
5. Tidak boleh berpura-pura menawar dengan harga tinggi agar orang lain tertarik membeli dengan harga tersebut
6. Tidak boleh menjelek-jelekkan bisnis orang lain
7. Tidak boleh melakukan ihtikar6
8. Takaran,ukuran dan timbangan yang benar
9. Bisnis tidak boleh menganggu kegiatan ibadah
10. Membayar upah sebelum keringat karyawan kering
11. Tidak monopoli
3 ? Trisadini Prasastinah Usanti, “ Karakteristik Prinsip Kehati-hatian Pada Kegiatan Usaha Perbankan Syariah”, Disertasi, Pascasarjana, Unair,2010,h. Lihat juga Muhamad Syafi’i Antonio , Bank Syariah: Dari Teori ke Praktek, Gema Insani Press, Jakarta,2001,h..44 ? Muhamad Hidayat, An Introduction to The Sharia Economic, Zikrul Hakim, Jakarta, 2010,h.505 ? Ibid.,h.51-546 ? Ihtikar ialah menumpuk dan menyimpan barang dalam masa tertentu dengan tujuan agar harganya suatu saat naik dan keuntungan besar diperolehnya.
12. Tidak boleh melakukan bisnis dalam kondisi mudharat yang dapat merugikan dan merusak kehidupan individu dan sosial.
13. Komoditi bisnis yang dijual adalah barang yang suci dan halal bukan barang yang haram
14. Bisnis yang dilakukan dengan suka rela tanpa paksaan
15. Segera melunasi kredit yang menjadi kewajibannya
16. Memberikan tenggang waktu apabila pengutang belum mampu membayar
17. Bisnis yang dilakukan bersih dari unsur riba
Sedangkan dalam kegiatan perbankan syariah ada empat prinsip utama
yang senantiasa mendasari jaringan kerja perbankan yaitu :7
1. Perbankan non riba2. Perniagaan halal tidak haram3. Keridhaan pihak-pihak dalam berkontrak4. Pengurusan dana yang amanah, jujur, dan bertanggung jawab
Sedangkan Mervyn K Lewis dan Lativa M Algoud mengemukakan bahwa
prinsip-prinsip dalam pembiayaan Islam adalah :
a. Tidak ada transaksi keuangan berbasis bunga (riba)8
b. Pengenalan pajak religius atau pemberian sedekah, zakatc. Pelarangan produksi barang dan jasa yang bertentangan dengan
sistem nilai Islam (haram)d. Penghindaran aktivitas ekonomi yang melibatkan maysir9 (judi) dan
gharar10 (ketidakpastian)
7 ? Jafril Khalil, “ Prinsip Syariah dalam Perbankan”, Jurnal Hukum Bisnis, Vol.20. Agustus-September 2002, h.47 8 ? Pada penjelasan Pasal 1 Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan, Riba yaitu penambahan pendapatan secara tidak sah- (batil) antara lain dalam transaksi pertukaran barang sejenis yang tidak sama kualitas, kuantitas, dan waktu penyerahan (fadhl), atau dalam transaksi pinjam-meminjam yang mempersyaratkan Nasabah Penerima Fasilitas mengembalikan dana yang diterima melebihi pokok pinjaman karena berjalannya waktu (nasi’ah).
9 ? Pada penjelasan Pasal 1 Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan , maisir yaitu transaksi yang digantungkan kepada suatu keadaan yang tidak pasti dan bersifat untung-untungan10 ? Pada penjelasan Pasal 1 Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan , gharar yaitu transaksi yang objeknya tidak jelas, tidak dimiliki, tidak diketahui keberadaannya, atau tidak dapat diserahkan pada saat transaksi dilakukan kecuali diatur lain dalam syariah
e. Penyedian takaful (asuransi Islam)11
Demikian juga yang dikemukakan oleh Abdul Ghofur Anshori
menekankan pada prinsip-prinsip yang melandasi operasional lembaga
keuangan Islam meliputi :
1. Prinsip ta’awun (tolong menolong), yaitu prinsip saling membantu sesama dalam meningkatkan taraf hidup melalui mekanisme kerjasama ekonomi dan bisnis. Hal ini sesuai dengan anjuran Al Qur’an : “ Dan tolong menolonglah kamu dalam berbuat kebajikan dan takwa serta janganlah bertolong menolong dalam berbuat keji dan permusuhan”. ( QS. Al-Maidah:2).
2. Prinsip tijaroh (bisnis), yaitu prinsip mencari laba dengan cara yang dibenarkan oleh syariah. Lembaga keuangan syariah harus dikelola secara professional, sehingga dapat mencapai prinsip efektif dan efisien.
3. Prinsip menghindari iktinaz (penimbunan uang), yaitu menahan uang supaya tidak berputar, sehingga tidak memberikan manfaat kepada masyarakat umum. Hal ini jelas terlarang, karena dapat menyebabkan terhentinya perekonomian.
4. Prinsip pelarangan riba, yakni menghindarkan setiap transaksi ekonomi dan bisnisnya dari unsur ribawi dengan menggantikannya melalui mekanisme kerja sama (mudharabah) dan jual beli ( al-buyu). Hal ini ditegaskan oleh Allah dalam Al Qur’an: “ Sesungguhnya orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang terkena/kemasukan syetan. Yang demikian ini disebabkan mereka mengatakan bahwa jual beli itu sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”. (QS.Al Baqarah:275).
5. Prinsip pembayaran zakat. Disamping sebagai lembaga bisnis, lembaga keuangan syariah juga menjalankan fungsinya sebagai lembaga sosial. Ia menjalankan fungsi sebagai lembaga amil yang mengelola zakat, baik yang bersumber dari dalam maupun dari luar. 12
Dalam fiqih muamalah13 akad dibedakan dalam berbagai
penggolongan dilihat dari beberapa sudut pandang, salah satunya membagi 11 ? Mervyn Lewis and Latifa Algaoud, Op.cit., h.48
12 ? Abdul Ghofur Anshori, Gadai Syariah Di Indonesia: Konsep, Implementasi dan Institusionalisasi, Gadjah Mada University Press, Yogjakarta, 2006,h.86 (selanjutnya disingkat dengan Abdul Ghofur Anshori I)13 ? Hukum-hukum yang berkaitan dengan tindakan manusia dalam persoalan-persoalan keduniaan, misalnya dalam persoalan jual beli, utang piutang, kerjasama dagang, perserikatan, kerjasama dalam penggarapan tanah dan sewa menyewa, sebagaimana dikutip dari Abdul Rahman Ghazaly,et.al, Fiqh Muamalat, Kencana Prenada Media, Jakarta, 2010, h.4
akad dalam dua macam yaitu akad tijarah/mu’awadah dan akad tabarru’14.
Akad tijarah/mu’awadah adalah akad yang bertujuan untuk mendapatkan
keuntungan, atau akad yang menyangkut transaksi bisnis dengan motif
untuk memperoleh laba (profit oriented). Contoh akad tijarah adalah akad
yang berdasarkan prinsip jual-beli (murabaha, salam dan istishna), akad
yang berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah dan musyarakah), akad
yang berdasarkan prinsip sewa-menyewa (ijarah dan ijarah wa iqtina/
ijarah muntahia bittamlik).
Akad tabarru’ adalah jenis akad yang berkaitan dengan transaksi non
profit. Transaksi ini pada hakikatnya bukan transaksi bisnis yang mencari
keuntungan. Akad yang menitik beratkan pada prinsip tolong menolong
tidak mengutamakan mencari untung. Melakukan kebaikan yang
mengharapkan balasan dari Allah SWT semata. Contoh akad tabarru’
adalah akad qardh, rahn, hiwalah,wakalah, kafalah, wadiah dan lain-lain.
Salah satu akad tabarru adalah akad pinjam meminjam (Al Qardh).
Berdasarkan uraian di atas maka permasalahan yang akan dikaji adalah
Bagaimana konsep pinjam meminjam dengan akad Al Qardh menurut
Islam?
II. Pembahasan
Pada transaksi pinjam meminjam bukan termasuk sebagai usaha
pengembangan modal, akan tetapi hubungan bisnis dalam ajaran Islam
tidak hanya didasari kepentingan semata, tetapi juga di dasari atas tolong
menolong. Terkadang dalan bisnis tidak selalu untung bahkan merugi
14 ? Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah, RajaGrafindo,Jakarta, 2007,h.83
sehingga tidak menutup kemungkinan untuk berhutang untuk menutup
kerugian tersebut.
Mengenai masalah hutang, Rasulullah SAW tidak suka membiasakan
umatnya berhutang. Hutang dalam pandangan Islam adalah merupakan
kesusahan pada waktu malam dan suatu penghinaan di waktu siang. Justru
itu, nabi senantiasa berdoa kepada Allah SWT supaya terhindar dari
berhutang. Islam amat menitikberatkan masalah hutang dan nilai
melaksanakan pembayarannya, karena orang mati meninggalkan hutang
akan dibalas pada hari kiamat. Walaupun Islam masih memberikan ruang
dan kelonggaran untuk berhutang khususnya dalam keadaan darurat dan
amat memerlukannya yaitu dalam masalah yang membawa kebaikan.
Tetapi, perlu diingat di samping Islam memberi kelonggaran tersebut,
setiap hutang itu wajib dijelaskan dan dibayar15
Pinjam meminjam adalah memberikan sesuatu yang halal kepada
orang lain untuk diambil manfaatnya dengan tidak merusak zatnya, dan
akan mengembalikan barang yang dipinjamnya tadi dalam keadaan utuh.16
Para fuqaha mendefinisikan Al’Ariah sebagai pembolehan oleh pemilik
akan miliknya untuk dimanfaatkan oleh orang lain dengan tanpa ganti
kerugian (imbalan)17 untuk Ariah diisyaratkan tiga hal, sebagai berikut :
15 ? Khairul Gahazali, Konsep Berhutang dalam Islam, Progressive Publishing House SDN.BHD, Kuala Lumpur, 2009,h.vii16 ? Abdul Ghofur Anshori, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Islam di Indonesia, Citra Media, Yogjakarta, 2006, h.123(selanjutnya disingkat dengan Abdul Ghofur Anshori II)
17 ? Sayyid Sabiq, Fiqhussunah, dialih bahasakan oleh H.Kamaluddin A. Marzuki, Alma’arif, Bandung, 1987, h.68,
1. Bahwa orang yang meminjamkan adalah pemilik yang berhak untuk
menyerahkannya
2. Bahwa materi yang dipinjamkan dapat dimanfaatkan
3. Bahwa pemanfaatan itu dibolehkan.
Dari definisi ini menunjukkan bahwa pinjam meminjam dalam Islam hanya
untuk diambil manfaatnya tanpa diperbolehkan bagi pihak yang
meminjamkan untuk mengambil keuntungan dari pihak yang
meminjamkan. Dalam hal pinjam meminjam uang atau dalam istilah
Arabnya dikenal dengan Al Qardh dibedakan menjadi dua macam yaitu :18
1. Qardh – Al Hasan, yaitu meminjamkan sesuatu kepada orang lain,
dimana pihak yang dipinjami sebenarnya tidak ada kewajiban
mengembalikan. Adanya Qardh al hasan ini sejalan dengan
ketentuan Al Quran surat At Taubah ayat 60 yang memuat tentang
sasaran atau orang-orang yang berhak atas zakat, yang salah satunya
adalah Gharim yaitu pihak yang mempunyai utang di jalan Allah.
Melalui Qardh Al hasan maka dapat membantu sekali orang yang
berutang di jalan Allah untuk mengembalikan utangnya kepada
orang lain tanpa adanya kewajiban baginya untuk mengembalikan
utang tersebut kepada pihak yang meminjami. Keberadaan akad ini
merupakan karakteristik dari kegiatan usaha perbankan syariah yang
berdasarkan pada prinsip tolong menolong.
18 ? Abdul Ghofur Anshori II, Op.Cit.,h.123
2. Al Qardh yaitu meminjamkan sesuatu kepada orang lain dengan
kewajiban mengembalikan pokoknya kepada pihak yang
meminjami.
Pada Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/46/PBI/2005 Tentang Qardh
diartikan sebagai pinjam meminjam dana tanpa imbalan dengan kewajiban
pihak peminjam mengembalikan pokok pinjaman secara sekaligus atau
cicilan dalam waktu tertentu. Adapun landasan syariahnya pada Surat Al
Hadid ayat 11 :
“ Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik,
Allah akan melipatgandakan (balasan) pinjaman itu untuknya dan dia akan
memperoleh pahala yang banyak”
Ibnu Mas’ud meriwayatkan bahwa :
Rasulullah SAW bersabda : “Tidaklah seorang muslim yang meminjamkan
muslim (lainnya) dua kali kecuali yang satunya adalah (senilai) sadaqah
(HR.Ibnu Majah, Ibnu Hibban dan Baihaqi)
Dalam contoh akad Al Qardh pada klausulnya disebutkan bahwa
Pasal 1
JUMLAH & TUJUAN PINJAMAN
1. Berdasarkan syarat dan ketentuan dalam Akad
ini, Bank setuju untuk memberikan pinjaman kepada NASABAH
untuk jumlah yang tidak melebihi Rp.
-------------------------------------------------------------------
oleh karenanya Bank memperoleh fee.19 Dengan demikian Nasabah telah berhutang kepada BANK SYARIAH sejumlah sebagai berikut :------------------------------Jumlah Hutang Pokok Rp. ----------
Biaya Administrasi Rp. -------------------
Jumlah/Besarnya hutang Rp. -----------------------
2. NASABAH berjanji serta bahwa pinjaman
sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 Pasal ini semata-mata
dipergunakan untuk pelunasan
Pasal 2
JANGKA WAKTU DAN CARA PEMBAYARAN
1. Nasabah berjanji dan dengan ini mengikatkan diri untuk membayar
kembali jumlah seluruh hutangnya kepada BANK sebagaimana
tersebut dalam Pasal 1 Akad ini dalam jangka waktu
terhitung sejak Akad ini ditandatangani dan berakhir pada tanggal...
dengan cara membayar sekaligus atau mengangsur pada tiap-tiap waktu sesuai dengan jadwal angsuran yang ditetapkan.-----------------
2. Fee/Ujrah atas fasilitas pinjaman yang disediakan Bank untuk kepentingan Nasabah akan dibayarkan/ dilunasi seketika dan sekaligus dimuka oleh Nasabah pada saat pencairan pinjaman.--------
3. Setiap pembayaran oleh Nasabah kepada Bank akan diperhitungkan
sebagai angsuran/ pelunasan atas pokok pinjaman.----------------------
4. Dalam hal jatuh tempo pembayaran kembali Pinjaman bertepatan
dengan bukan pada hari kerja Bank, maka Nasabah berjanji dan
dengan ini mengikatkan diri untuk melakukan pembayaran pada hari
pertama Bank beroperasi
kembali.------------------------------------------
5. Dalam hal terjadi keterlambatan pembayaran oleh Nasabah kepada
Bank, maka Nasabah berjanji dan dengan ini mengikatkan diri untuk
membayar biaya administrasi keterlambatan kepada Bank sebesar
Rp. ------------------------- untuk tiap-tiap hari keterlambatan,
19 Bank syariah tidak menetapkan kenuntungan
terhitung sejak saat kewajiban pembayaran tersebut jatuh tempo
sampai dengan tanggal dilaksanakannya pembayaran kembali.------
Pinjam meminjam merupakan akad yang menitikberatkan pada
sikap tolong menolong atau ta’awun dan dengan demikian maka
balasannya akan berupa pahala dari Allah Swt. Salah satu prinsip yang
mendasari akad adalah prinsip ta’awun (saling menguntungkan) setiap
akad yang dilakukan harus bersifat saling menguntungkan semua pihak
yang berakad. Suatu akad harus memperhatikan kebersamaan. Dalam
surat Al Maidah ayat 2 menerangkan : “ … Hendaklah kamu tolong
menolong dalam kebaikan dan takwa dan janganlah kamu tolong
menolong untuk berbuat dosa dan permusuhan”. Ayat ini menerangkan
bahwa tolong menolong dalam ketaqwaan merupakan salah satu faktor
penegak agama karena saling tolong menolong akan menciptakan rasa
saling memiliki di antara umat sehingga akan lebih mengikat
persaudaraan. 20 Sedangkan dalam hadits nabi dikatakan bahwa ariah
(barang pinjaman) adalah barang yang wajib dikembalikan ( HR. Abu
Daud dan At—Tirmizi). Kaidah fiqh:“Setiap utang piutang yang
mendatangkan manfaat (bagi yang berpiutang, muqridh) adalah riba.”
Menurut bahasa Al Qardh adalah memotong. Dikatakan misalnya. “
saya melakukan qardh terhadap sesuatu dengan menggunakan gunting.”
Qardh adalah sesuatu yang engkau berikan kepada seseorang yang suatu
saat akan anda minta kembali. Seolah-olah engkau memotongnya dari harta
milikmu. Pinjaman itu sendiri terkadang berupa harta dan terkadang berupa 20 ? Abd.Shomad dan Trisadini P.Usanti, “ Asas-Asas Perikatan Islam dalam Akad Pembiayaan”, Yuridika, Volume 24, No.3. September-Desember, 2009, h.214
kehormatan. Secara terminologis arti peminjaman adalah menyerahkan harta
kepada orang yang menggunakannya untuk dikembalikan gantinya suatu
saat.21 Menurut istilah para ahli fikih, al qardh adalah memberikan suatu
harta kepada orang lain untuk dikembalikan tanpa ada tambahan. Al Qardh
(pinjam meminjam) hukumnya boleh dan dibenarkan secara syariat. Tidak
ada perbedaan pendapat di antara para ulama dalam hal ini. Orang yang
membutuhkan boleh menyatakan ingin meminjam. Ini bukan sesuatu yang
buruk, bahkan orang yang akan dipinjami justru dianjurkan (mandub). Dalil
mengenai hal ini terdapat dalam Al Quran : surat Al Baqarah ayat 245.22
Dari dalil-dalil tentang disyariatkannya al qardh diketahui bahwa pada
dasarnya hukum pinjam-meminjam adalah sunah bagi orang yang
meminjamkan dan mubah bagi orang yang meminjam. Ini adalah hukum al
qardh dalam situasi biasa. Terkadang ada situasi-situasi yang mengubah
hukumnya, bergantung pada sebab seorang meminjam. Oleh karena itu,
hukumnya bisa berubah sebagai berikut :23
Haram apabila seseorang memberikan pinjaman, padahal dia mengetahui
bahwa pinjaman itu akan digunakan untuk perbuatan haram seperti untuk
membeli minuman khamar, berjudi
Makruh apabila yang memberi pinjaman mengetahui bahwa peminjam
akan menggunakan hartanya bukan untuk kemaslahatan, tetapi untuk
berfoya-foya dan menghambur-hamburkannya. Begitu juga peminjam
21 ? Abdullah Al-Mushlih dan Shalah Ash- Shawi, Ma La Yasa’ at-Tajira Jahluhu, diterjemahkan oleh Abu Umar Basyir dengan judul Fikih Ekonomi Keuangan Islam, Darul Haq, Jakarta, 2008,h.25422 ? Musthafa Dib Al-Bugha, Fiqh Al-Mu’awadhah, diterjemahkan oleh Fakhri Ghafur dengan judul : Buku Pintar Transaksi Syariah, Mizan Publika, Jakarta,2010.,h.5223 ? Ibid.,h.55
mengetahui bahwa dirinya tidak akan sanggup mengembalikan pinjaman
itu.
Wajib, apabila ia mengetahui bahwa peminjam membutuhkan harta untuk
menafkahi diri, keluarga, dan kerabatnya sesuai dengan ukuran yang
disyariatkan, sedangkan peminjam itu tidak memiliki cara lain untuk
mendapatkan nafkah itu selain dengan meminjam.
Apabila transaksi pinjam meminjam telah sah, konsekuensi hukumnya harus
dijalankan yaitu berpindahnya kepemilikan harta yang dipinjam dari
pemberi pinjaman kepada peminjam. Dengan ketentuan peminjam harus
mengganti harta tersebut ketika orang yang meminjamkan menagihnya.24
Keberadaan dari pembiayaan Qardh – Al Hasan merupakan pembeda
dengan kredit pada bank konvensional karena salah satu fungsi bank syariah
adalah berfungsi sosial. Pembiayaan Qardh – Al Hasan ini sumber dananya
berasal dari zakat, infaq dan shodaqah dan diberikan atas dasar tolong
menolong, peminjam hanya berkewajiban mengembalikan jumlah pokok
yang diterima pada waktu yang telah disepakati. Tidak ada imbalan yang
diberikan oleh si peminjam terbatas pada biaya administrasi. Apabila si
peminjam tidak mampu mengembalikan dan dipastikan
ketidakmampuannya maka dihapus seluruh kewajibannya. Sebagaimana
dalam hadits nabi SAW : “ Orang yang melepaskan seorang muslim dari
kesulitannya di dunia, Allah akan melepaskan kesulitannya di hari kiamat;
dan Allah senantiasa menolong hambaNya selama ia (suka) menolong
saudaranya.” (HR.Muslim)
24 Ibid.,h.61
Al-Quran tidak mencela hutang, dengan menganjurkan secara terinci cara
mencatat hutang, sebagaimana dalam surat Al Baqarah ayat 282 :
“ Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuámalah (jual-beli, utang-piutang dan sebagainya) tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun dari pada utangnya. Jika yang berutang itu orang lemah akalnya atau lemah mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang lelaki diantaramu. Jika tak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka seorang lagi mengingatkannya. janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil: dan janganlah kamu jemu menuliskan utang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu adalah lebih adil di sisi Allah dan lebih dapat menguatkan persaksian dan lebih dekat untuk tidak menimbulkan keraguanmu, (tulislah muamalahmu itu ). Kecuali dalam hal perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, tidak ada dosa bagi kamu jika tidak menuliskannya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. jika kamu lakukan (yang demikian) maka sesungguhnya hal itu adalah kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” 25
M.Quraish Shihab dalam Tafisr Al-Mishbah, Pesan, Kesan dan
Keserasian Al-Quran menyebutkan ayat ini dikenal oleh para ulama dengan
nama ayat al-Mudayanah (ayat utang-piutang). Ayat ini menegaskan
tentang anjuran atau menurut sebagian ulama kewajiban menulis utang
piutang dan mempersaksikannya di hadapan pihak ketiga yang
dipercaya/notaris, sambil menekankan perlunya menulis utang walau
sedikit, disertai dengan jumlah dan ketetapan waktunya.26 Perintah ayat ini
25 ? Al Mizan, Al Quran Disertai Terjemahan dan Transliterasi, Mizan Pustaka, Bandung, 201026 ? M.Quraish Shihab, Tafisr Al-Mishbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran, Volume I, Lentera Hati, Jakarta, 2000, h.562-563
secara redaksional ditujukan kepada orang-orang yang beriman, tetapi yang
dimaksud adalah mereka yang melakukan transaksi utang piutang, bahkan
secara lebih khusus adalah berutang. Ini agar yang memberi piutang merasa
lebih tenang dengan penulisan itu. Menuliskannya adalah perintah atau
tuntunan yang sangat dianjurkan, walau kreditor tidak memintanya.
Muamalah yang dimaksud adalah muamalah yang tidak secara tunai yakni
utang piutang. Apabila bertransaksi utang piutang tidak ditulis maka
transaksi tersebut tetap sah sepanjang memenuhi rukun dan syarat akad.
Dari ayat-ayat tersebut terdapat dua nasehat pokok untuk setiap
orang yang melakukan transaksi utang piutang, yaitu :27
a. Dikandung oleh pernyataan untuk waktu yang ditentukan. Ini bukan
saja mengisyaratkan bahwa ketika berutang masa pelunasannya
harus ditentukan, tetapi juga mengesankan ketika berutang
seharusnya sudah tergambar dalam benak pengutang, bagaimana
serta dan dari sumber mana pembayarannya diandalkan. Ini secara
tidak langsung mengantar sang muslim untuk berhati-hati dalam
berutang. Sedemikian keras tuntunan kehati-hatian sampai-sampai
Nabi SAW enggan menshalati mayat yang berutang tanpa ada yang
menjamin utangnya.
b. Perintah menulis utang piutang dipahami oleh banyak ulama
sebagai anjuran, bukan kewajiban.28 Demikian praktek para sahabat
27 ? Ibid28 ? Pada transaksi perbankan khususnya perintah menulis harus dimaknai sebagai kewajiban bukan sebagai anjuran, karena sangat riskan bagi perbankan bilamana transaksi perbankan dibuat secara lisan, bahkan kalau transaksi perbankan dibuat secara lisan maka berdosalah para pihak yang membuat transaksi tersebut.
Nabi ketika itu, demikian juga yang terbaca pada ayat berikut.
Memang sungguh sulit perintah itu diterapkan oleh kaum muslimin
ketika turunnya ayat ini jika perintah menulis utang piutang bersifat
wajib, karena kepandaian tulis menulis ketika itu sangat langka.
Namun demikian ayat ini mengisyaratkan perlunya belajar tulis
menulis karena dalam hidup ini setiap orang dapat mengalami
kebutuhan pinjam dan meminjamkan. Perintah menulis dapat
mencakup perintah kepada kedua orang yang bertransaksi, dalam
arti salah seorang menulis, dan apa yang ditulisnya diserahkan
kepada mitranya jika mitra pandai tulis baca. Bila mitranya tidak
pandai, atau keduanya tidak pandai, maka mereka hendaknya
mencari orang ketiga sebagaimana bunyi lanjutan ayat. Dan”
hendaklah seorang penulis di antara kamu menulisnya dengan
adil”. Yakni dengan benar, tidak menyalahi ketentuan Allah dan
perundangan yang berlaku dalam masyarakat.29 Dengan ditulis
utang tersebut dan disaksikan oleh dua orang saksi maka ada
kepastian hukum dan menghindari sengketa dikemudian hari. Bukti
tulisan merupakan salah satu dari alat-alat bukti sebagaimana diatur
pada pasal 1866 BW.
Dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional No: 19/DSN-MUI/IV/2001
Tentang AL-QARDH. Ditentukan bahwa Al-Qardh adalah pinjaman yang
diberikan kepada nasabah (muqtaridh) yang memerlukan. Dan Nasabah al-
Qardh wajib mengembalikan jumlah pokok yang diterima pada waktu yang
29 ? Ibid, h.565
telah disepakati bersama. Biaya administrasi dibebankan kepada nasabah.
Lembaga Keuangan Syariah (LKS) dapat meminta jaminan kepada nasabah
bilamana dipandang perlu. Nasabah al-Qardh dapat memberikan tambahan
(sumbangan) dengan sukarela kepada LKS selama tidak diperjanjikan dalam
akad. Jika nasabah tidak dapat mengembalikan sebagian atau seluruh
kewajibannya pada saat yang telah disepakati dan LKS telah memastikan
ketidakmampuannya, LKS dapat:
a. memperpanjang jangka waktu pengembalian, atau
b. menghapus (write off) sebagian atau seluruh kewajibannya.30
LKS dapat memberikan sanksi kepada nasabah jika :
1. Dalam hal nasabah tidak menunjukkan keinginan mengembalikan
sebagian atau seluruh kewajibannya dan bukan karena
ketidakmampuannya, LKS dapat menjatuhkan sanksi kepada
nasabah.
2. Sanksi yang dijatuhkan kepada nasabah sebagaimana dimaksud butir 1
dapat berupa --dan tidak terbatas pada—penjualan barang jaminan. Jika
barang jaminan tidak mencukupi, nasabah tetap harus memenuhi
kewajibannya secara penuh.31
Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirangkum sebagai berikut:
No. Al Qardh/Al-Ariah Pinjam Meminjam
30 ? Dalam surat Al-Baqarah ayat 280 : “.. Dan jika orang yang berhutang di dalam kesempitan, tunggulah sehingga waktu lapang dan jika kamu sedekahkan, lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.31 ? Ketentuan umum dalam fatwa tentang al qardh juga diatur sama dalam Pasal 612 sampai Pasal 617 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2008
Dasar Hukum
Al Maidah ayat 2 Pasal 1754-1773 BW
keuntungan Tanpa keuntungan bunga
transaksi Transaksi nir laba Transaksi komersil
Hubungan para pihak
Orang yang memberi pinjaman (muqridh) dan orang yang meminjam (muqtaridh)
Kreditor-debitor
Jaminan Keberadaan jaminan bila dipandang perlu
Ada jaminan
III. Penutup
Pinjam meminjam merupakan akad yang menitikberatkan pada sikap
tolong menolong atau ta’awun dan dengan demikian maka balasannya akan
berupa pahala dari Allah Swt. Salah satu prinsip yang mendasari akad
adalah prinsip ta’awun (saling menguntungkan) setiap akad yang dilakukan
harus bersifat saling menguntungkan semua pihak yang berakad.
Akad tabarru’ adalah jenis akad yang berkaitan dengan transaksi non profit.
Transaksi ini pada hakikatnya bukan transaksi bisnis yang mencari
keuntungan. Akad yang menitik beratkan pada prinsip tolong menolong
tidak mengutamakan mencari untung. Melakukan kebaikan yang
mengharapkan balasan dari Allah SWT semata. Contoh akad tabarru’ salah
satunya adalah akad qardh. Menurut istilah para ahli fikih, al qardh adalah
memberikan suatu harta kepada orang lain untuk dikembalikan tanpa ada
tambahan. Al Qardh (pinjam meminjam) hukumnya boleh dan dibenarkan
secara syariat. Tidak ada perbedaan pendapat di antara para ulama dalam hal
ini.
top related