digilibadmin.unismuh.ac.id · amnesty: jurnal riset perpajakan p-issn: 2714-6308 e-issn: 2714-6294...

149
Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM MELAPORKAN e-SPT PAJAK PENGHASILAN PADA KANTOR PAJAK (KPP) PRATAMA MAKASSAR BARAT Abdul Wahab Administrasi Bisnis, Politeknik Informatika Nasional email:[email protected] Abstract This study aims to determine the level of individual taxpayer compliance in reporting e-SPT income tax at the Pratama West Makassar Tax Office (KPP). The type of research used is descriptive and qualitative where the researcher describes the results of the observations and analyzes the data based on what is obtained in the field. The research was conducted from 1 st May to 31 June 2020. And after conducting analysis and discussion at the West Makassar tax service office (KPP), the researchers concluded that the level of taxpayer compliance at the West Makassar Tax Office (KPP) Pratama West Makassar shows that individual taxpayers in reporting e-SPT Taxes in a timely manner are classified as lacking. obey this because the percentage level of compliance from 2018 to 2019 has decreased from year to year. Due to several factors, namely the taxpayer does not know the due date for reporting the e-SPT for Income Tax, the taxpayer forgets to report t he e-SPT and also the taxpayer is not in Makassar City so that the taxpayer cannot report the e-SPT.Abstract written in English which contains the main issues, research objectives, methods / approaches and research results. Abstract written in one alenia, no more than 250 words. Keywords: Compliance level, taxpayers, West Makassar Primary Service Office (KPP), income tax A Abstrak Penelitian ini bertujuan Untuk mengetahui Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Melaporkan e-SPT Pajak Penghasilan Pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Makassar Barat. Jenis Penelitian yang digunakan adalah deskriptif dan kualitatif dimana peneliti menggambarkan hasil observasi dan menganalisis data berdasarkan yang diperoeh dilapangan. Penelitian dilakukan mulai dari tanggal 1 Mei sampai tanggal 31 Juni 2020. Dan setelah melakukan analisis dan pembahasan di kantor pelayanan pajak (KPP) Pratama Makassar Barat maka peneliti berkesimpulan tingkat kepatuhan wajib pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Makassar Barat menunjukkan bahwa Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Melaporkan e-SPT Pajak secara tepat waktu tergolong kurang patuh hal ini dikarenakan persentase tingkat kepatuhan dari tahun 2018 sampai 2019 yang semakin menurun dari tahun ke tahun. Dikarenakan adanya beberapa faktor yaitu Wajib Pajak tidak mengetahui tanggal jatuh tempo pelaporan e-SPT Pajak Penghasilan, Wajib Pajak lupa melaporkan e-SPT dan juga Wajib Pajak tidak berada di Kota Makassar sehingga Wajib Pajak tidak dapat melaporkan e-SPT. Kata Kunci: Tingkat kepatuhan, Wajib Pajak, Kantor Pelayanan (KPP) Pratama Makassar Barat, Pajak Penghasilan

Upload: others

Post on 18-Jan-2021

13 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

90

TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

DALAM MELAPORKAN e-SPT PAJAK PENGHASILAN PADA

KANTOR PAJAK (KPP) PRATAMA MAKASSAR BARAT

Abdul Wahab Administrasi Bisnis, Politeknik Informatika Nasional

email:[email protected]

Abstract

This study aims to determine the level of individual taxpayer compliance in reporting e-SPT income tax at the Pratama West Makassar Tax Office (KPP). The type of research used is descriptive and qualitative where the researcher describes the results of the observations and analyzes the data based on what is obtained in the field. The research was conducted from 1st May to 31 June 2020. And after conducting analysis and discussion at the West Makassar tax service office (KPP), the researchers concluded that the level of taxpayer compliance at the West Makassar Tax Office (KPP) Pratama West Makassar shows that individual taxpayers in reporting e-SPT Taxes in a timely manner are classified as lacking. obey this because the percentage level of compliance from 2018 to 2019 has decreased from year to year. Due to several factors, namely the taxpayer does not know the due date for reporting the e-SPT for Income Tax, the taxpayer forgets to report t he e-SPT and also the taxpayer is not in Makassar City so that the taxpayer cannot report the e-SPT.Abstract written in English which contains the main issues, research objectives, methods / approaches and research results. Abstract written in one alenia, no more than 250 words.

Keywords: Compliance level, taxpayers, West Makassar Primary Service Office (KPP), income tax A

Abstrak

Penelitian ini bertujuan Untuk mengetahui Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Melaporkan e-SPT Pajak Penghasilan Pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Makassar Barat. Jenis Penelitian yang digunakan adalah deskriptif dan kualitatif dimana peneliti menggambarkan hasil observasi dan menganalisis data berdasarkan yang diperoeh dilapangan. Penelitian dilakukan mulai dari tanggal 1 Mei sampai tanggal 31 Juni 2020. Dan setelah melakukan analisis dan pembahasan di kantor pelayanan pajak (KPP) Pratama Makassar Barat maka peneliti berkesimpulan tingkat kepatuhan wajib pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Makassar Barat menunjukkan bahwa Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Melaporkan e-SPT Pajak secara tepat waktu tergolong kurang patuh hal ini dikarenakan persentase tingkat kepatuhan dari tahun 2018 sampai 2019 yang semakin menurun dari tahun ke tahun. Dikarenakan adanya beberapa faktor yaitu Wajib Pajak tidak mengetahui tanggal jatuh tempo pelaporan e-SPT Pajak Penghasilan, Wajib Pajak lupa melaporkan e-SPT dan juga Wajib Pajak tidak berada di Kota Makassar sehingga Wajib Pajak tidak dapat melaporkan e-SPT.

Kata Kunci: Tingkat kepatuhan, Wajib Pajak, Kantor Pelayanan (KPP) Pratama Makassar Barat, Pajak Penghasilan

Page 2: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

91

1. PENDAHULUAN

Pemungutan pajak dilakukan

berdasarkan norma-norma hukum dan

bersifat memaksa sehingga penolakan

untuk membayar pajak atau

menghindarinya pada umumnya

termasuk pelanggaran hukum.

Untuk meningkatkan penerimaan

negara dari sektor pajak Peraturan

Perundang-undangan Perpajakan harus

dilaksanakan dengan tepat dan benar

oleh Wajib Pajak, pemotong/pemungut

pajak serta pegawai pajak.Selain itu

pemerintah memberikan kebijakan-

kebijakan di bidang perpajakan yang

bertujuan untuk memberikan dorongan

agar tingkat kepatuhan Wajib Pajak

semakin meningkat sehingga

berpengaruh terhadap penerimaan

negara dari sektor pajak.

Pada awal tahun 2005 Direktorat

Jenderal Pajak mengeluarkan sistem

administrasi perpajakan yang

memanfaatkan teknologi yaitu e-System

atau Electronic System. Sistem elektronik

untuk administrasi pajak tersebut

diantaranya adalah e-Registration, e-

Filling, e-SPT, dan e-Billing. Modernisasi

teknologi ini diyakini akan menjadi salah

satu pilar penting dari reformasi

perpajakan karena akan sangat

bermanfaat sebagai upaya peningkatan

tax ratio, penghindaran dan penggelapan

pajak, serta mendorong kepatuhan wajib

pajak.Peraturan pemerintahdalam PER-

03/PJ/2015 menjelaskan tentang

perubahan penyampaian Surat

Pemberitahuan (SPT) menjadi Surat

Pemberitahuan Elektronik (e-

SPT).Dengan kemudahan yang diberikan

dalam melaporkan e-SPT, maka Wajib

Pajak dapat melakukan pelaporan e-SPT

PPh dengan mudah.Peran pajak dalam

meningkatkan pembangunan diberbagai

sektor kehidupan tentu tidak dapat

dipungkiri. Namun tidak banyak rakyat

yang menyadari hal tersebut. Sampai

saat ini dapat dilihat bahwa kepatuhan

membayar pajak oleh wajib pajak masih

rendah. Untuk memaksimalkan

penerimaan pajak maka dibutuhkan

tingkat kepatuhan wajib pajak yang

tinggi.

2. TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian pajak

Pengertian pajak menurut Undang-

Undang Republik Indonesia No. 6 tahun

2009 tentang Ketentuan Umum Dan Tata

Cara Perpajakan adalah sebagai berikut :

“ Pajak adalah kontribusi wajib

pajak kepada Negara yang terutang oleh

orang pribadi atau badan yang bersifat

memaksa berdasarkan Undang-Undang,

dengan tidak mendapatkan imbalan

secara langsung dan digunakan untuk

keperluan Negara bagi sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat.”

Menurut Rochmad Soemitro,

“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas

negara berdasarkan UndangUndang

(yang dapat dipaksa) dengan tidak

mendapat jasa timbal (kontraprestasi)

yang langsung dapat ditunjuk dan yang

digunakan untuk membayar pengeluaran

umum”. (Adriani & Alief Ramdan, 2020)

Menurut Prof.Dr.P.J.A Adriani yang

dalam (Pohan, 2014) Pajak adalah iuran

kepada Negara (yang dapat dipaksakan)

terhitung oleh yang wajib membayarnya

menurut peraturan-peraturan yang tidak

mendapat prestasi kembali yang

gunanya untuk membiayai pengeluaran-

pengeluaran umum berhubungan dengan

tugas Negara yang menyelenggarakan

pemerintahan.

Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP)

Menurut Puspa (2017) dalam

(Mariana, 2018) Wajib Pajak orang

Page 3: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

92

pribadi dibagi menjadi dua, yaitu Wajib

Pajak subjek dalam negeri dan Wajib

Pajak luar negeri.

Surat Pemberitahuan Elektronik (e-

SPT)

Pengertian Surat Pemberitahuan

Elektronik (e-SPT) e-SPT atau biasa

disebut dengan elektronik SPT menurut

(Direktorat Jenderal Pajak, 2016) adalah

aplikasi yang dibuat oleh Direktorat

Jenderal Pajak dan digunakan oleh Wajib

Pajak untuk kemudahan dalam

menyampaikan SPT dengan

memanfaatkan perkembangan teknologi

saat ini.

Dasar hukum terkait lapor SPT

elektronik atau e-SPT adalah Peraturan

Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-

03/PJ/2015 yang berlaku sejak 13

Februari 2015 tentang penyampaian SPT

elektronik. Dalam PER-03/PJ/2015 pasal

4 disebutkan bahwa Wajib Pajak yang

harus menyampaikan SPT Tahunan Pajak

Penghasilan dalam bentuk dokumen

elektronik atau e-SPT.

Peraturan Dirjen Pajak No. PER-

02/PJ/2019 tentang Tata Cara

Penyampaian, Penerimaan, dan

Pengolahan Surat Pemberitahuan

menjadi acuan terkini bagi wajib pajak

(WP). Salah satu pertimbangan

munculnya peraturan tersebut adalah

untuk meningkatkan efektivitas dan

efisiensi penerimaan dan pengolahan

SPT. Selain itu, peraturan ini juga

diterbitkan untuk memberi kepastian

hukum kepada WP terkait dengan

penyampaian SPT.

Pengertian Kepatuhan Wajib Pajak

Menurut Machfud Sidik dalam

Menurut Machfud Sidik dalam

(Lasmanawati, 2015) mengatakan bahwa

kepatuhan Wajib Pajak adalah memenuhi

mengatakan bahwa kepatuhan Wajib

Pajak adalah memenuhi kewajiban

perpajakan secara sukarela merupakan

tulang punggung sistem self assessment,

dimana Wajib Pajak betanggungjawab

menetapkan sendiri kewajiban

perpajakan dan kemudian secara akurat

dan tepat waktu membayar dan

melaporkan pajaknya tersebut.

Ukuran Kepatuhan Wajib Pajak

Menurut Keputusan Menteri

Keuangan No. 235/KMK.03/2003

mengatakan bahwa kriteria kepatuhan

Wajib Pajak antara lain:

1) Tepat waktu dalam menyampaikan

SPT Tahunan dalam 2 (dua) tahun

terakhir;

2) Dalam tahun terakhir penyampaian

SPT Masa yang terlambat tidak lebih

dari 3 (tiga) masa pajak untuk setiap

jenis pajak dan tidak berturut-turut.

3) SPT Masa yang terlambat telah

disampaikan tidak lewat dari batas

waktu penyampaian SPT Masa pajak

berikutnya;

4) Tidak mempunyai tunggakan pajak

untuk semua jenis pajak,

5) Tidak pernah dijatuhi hukuman

karena melakukan tindak pidana di

bidang perpajakan dalam jangka

waktu 10 tahun terakhir;

6) Dalam laporan keuangan diaudit

oleh akuntan publik atau Badan

Pengawas Keuangan dan

Pembangunan (BPKP) harus dengan

pendapat wajar tanpa pengecualian

atau pendapat wajar dengan

pengecualian sepanjang tidak

mempengaruhi laba rugi fiskal.

3. METODE PENELITIAN

Penelitian ini berlangsung di

Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama

Makassar Barat yang terletak di Jalan

Page 4: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

93

Balaikota 15, di mulai sejak bulan Mei

sampai tanggal Juni 2020.

Jenis penelitian adalah penelitian

kualitatif dan teknik analisis penelitian

menggunakan deskriptif kualitatif.

Teknik pengumpulan data dalam

penelitian yaitu observasi, dokumentasi

dan wawancara

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan di KPP

Pratama Makassar Barat. KPP Pratama

Makassar Barat merupakan instansi yang

melaksanakan administrasi perpajakan

untuk jenis Pajak Penghasilan, Pajak

Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak

Tidak Langsung lainnya. Namun dalam

penelitian ini berfokus pada Wajib Pajak

orang pribadi untuk jenis pajak

penghasilan.

Berikut ini peneliti telah

menyajikan data mengenai jumlahWajib

Pajak orang pribadi pajak penghasilan

yang terdaftar dan jumlah Wajib Pajak

orang pribadi yang melaporkan e-SPT

PPh secara tepat waktu di KPP Pratama

Makassar Barat.

Tabel 1 Wajib Pajak Orang Pribadi

Pajak Penghasilan Terdaftar

Sumber: Seksi PDI KPP Pratama Makassar

Barat, 2018

Tabel 2 Wajib Pajak Yang Melaporkan

e-SPT PPh Tepat Waktu

Sumber: Seksi PDI KPP Pratama

Makassar Barat, 2018

Saat pertama kali e-SPT diterapkan

di KPP Pratama Makassar Barat tahun

2015 kendala yang dihadapi dalam

penerapannya yaitu pertama sulitnya

mengajarkan dan memperkenalkan

aplikasi e-SPT kepada Wajib Pajak. Wajib

Pajak yang terdaftar di KPP Pratama

Makassar Barat terdiri dari beberapa

kelompok umur. Kelompok umur Wajib

Pajak yang telah memasuki usia lanjut

merupakan faktor yang paling sulit

ketika e-SPT diterapkan. Hal ini

dikarenakan kelompok umur Wajib Pajak

yang telah memasuki usia lanjut tidak

mengetahui tata cara pelaporan SPT

berbasis elektronik atau yang biasa

disebut e-SPT. Selain kemudahan dalam

tata cara pengisian, e-SPT juga memilki

kekurangan dalam hal tampilan yang

kurang menarik.

Pada dasarnya aplikasi e-SPT telah

dibuat sama persis dengan formulir SPT

yang sebenarnya. Jika SPTdiisi dari

belakang sampai kedepan maka aplikasi

e-SPT juga samavtampilan paling

pertama adalah tampilan paling belakang

sampai dengan tampilan induknya.

1. Wajib Pajak Orang Pribadi Pajak

Penghasilan yang Terdaftar

Berdasarkan Tabel 1 dijelaskan

bahwa Jumlah WP OP PPh terdaftar

setiap tahunnya mengalami

peningkatan. Hal ini dapat dilihat

pada tahun 2018 sebanyak 100.510

Wajib Pajak yang terdaftar tahun

2019 meningkat menjadi 105.873.

Jumlah Wajib Pajak orang pribadi

pajak penghasilan pada tahun 2018

ke tahun 2019 mengalami

peningkatan sebanyak 5.363 Wajib

Pajak atau 6,21% dari jumlah Wajib

Pajak orang pribadi pajak

penghasilan terdaftar tahun 2018.

Meningkatnya jumlah Wajib Pajak

No Tahun PajakJumlah WP OP PPh

Terdaftar

1 2018 100,510

2 2019 105,873

No Tahun Pajak

Jumlah WP OP PPh Yang

Melaporkan e-SPT PPh Tepat

Waktu

1 2018 2,761.05

2 2019 2,367

Page 5: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

94

orang pribadi setiap tahun

membuktikan bahwa masyarakat

memliki kesadaran untuk

mendaftarkan dirinya secara

sukarela untuk menjadi Wajib Pajak

dan membayarkan pajak

terutangnya. Dengan mendaftarkan

diri menjadi Wajib Pajakakan

menambah pendapatan Negara dan

pajak yang telah dibayarkan

digunakan untuk membiayai seluruh

pembiayaan dan pengeluaran yang

dilakukan oleh pemerintah dalam

membangun fasilitas yang nantinya

akan digunakan oleh masyarakat.

2. Wajib Pajak Orang Pribadi Yang

Melaporkan e-SPT PPh Tepat

Waktu

Pada Tabel 2 Wajib Pajak orang

pribadi yang melaporkan e-SPT PPh

tepat waktu pada tahun 2018 sebanyak

2.761 Wajib Pajak, tahun 2019

jumlahnya sebanyak 2.367 Wajib Pajak.

3. Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak

Orang Pribadi Yang Melaporkan

e-SPT PPh Tepat Waktu

Tabel 3 Persentase Tingkat

Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi

yang Melaporkan e-SPT PPh Secara

Tepat Waktu

Sumber: Data diolah, 2020

Dari tabel diatas dijelaskan bahwa

pada tahun 2018 jumlah Wajib Pajak

orang pribadi yang terdaftar untuk jenis

pajak penghasilan sebanyak 100,510

Wajib Pajak dengan jumlah Wajib Pajak

orang pribadi yang melaporkan e-SPT

PPh tepat waktu sebanyak 2.761 Wajib

Pajak dan persentase tingkat

kepatuhansebesar 6,21%.

Pada tahun 2019 jumlah Wajib

Pajak orang pribadi yang terdaftar untuk

jenis pajak penghasilan meningkat

menjadi 105.873 Wajib Pajak dengan

jumlah Wajib Pajak orang pribadi yang

melaporkan e-SPT PPh tepat waktu

sebanyak 2.367 Wajib Pajak dan

persentase tingkat kepatuhan sebesar

2,24%.

Berdasarkan data yang telah

disajikan oleh peneliti, menunjukkan

bahwa tingkat kepatuhan Wajib Pajak

orang pribadi dalam Melaporkan e-SPT

PPh secara tepat waktu tergolong kurang

patuh hal ini dikarenakan persentase

tingkat kepatuhan yang semakin

menurun dari tahun ke tahun.

4. Faktor Penghambat Wajib Pajak

Dalam Melaporkan e-SPT Secara

Tepat Waktu

Faktor-faktor yang mempengaruhi

Wajib Pajak dalam melaporkan e-

SPT secara tepat waktu antara lain:

a. Wajib Pajak tidak mengetahui

tanggal jatuh tempo pelaporan e-

SPT Pajak Penghasilan

b. Wajib Pajak lupa melaporkan e-

SPT; dan

c. Wajib Pajak sedang tidak berada

di Kota Makassar sehingga tidak

dapat melaporkan e-SPT.

5. Upaya Dalam Peningkatan

Pelaporan e-SPT

Adapun upaya yang dilakukan

oleh KPP Pratama Makassar Barat

dalam meningkatkan kepatuhan

Wajib Pajak untuk melaporkan e-

SPT PPh antara lain:

No Tahun PajakJumlah WP OP PPh

Terdaftar

Jumlah WP OP PPh

Yang Melaporkan e-

SPT Tepat Waktu

Persentase

Tingkat

Kepatuhan

1 2018 100,510 2,761.06 6,21%

2 2019 105,873 2,367 2,24%

Page 6: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

95

a. Mengingatkan Wajib Pajak

Saat berada di Tempat Pelayanan

Terpadu (TPT) KPP Pratama

Makassar Barat Wajib Pajak

diingatkan kembali agar

melaporkan e-SPT secara tepat

waktu untuk bulan berikutnya.

b. Penyuluhan

Seksi ekstensifikasi melakukan

penyuluhan kepada Wajib Pajak

agar melaporkan e-SPT secara

tepat waktu.

c. Pemberian Sanksi keterlambatan

lapor e-SPT

Untuk keterlambatan lapot e-SPT

PPh Wajib Pajak orang pribadi

akan dikenakan denda sebesar

Rp 100,000,- (seratus ribu

rupiah).

5. PENUTUP

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan

pembahasan yang diuraikan pada bab

sebelumnya, maka peneliti menarik

kesimpulan bahwa tingkat kepatuhan

Wajib Pajak orang pribadi dalam

melaporkan e-SPT PPh secara tepat

waktu tergolong kurang patuh hal ini

dikarenakan persentase tingkat

kepatuhan yang semakin menurun dari

tahun ke tahun. Tingkat kepatuhan Wajib

Pajak orang pribadi dalam melaporkan e-

SPT PPh secara tepat waktu pada tahun

2018 sebesar 6,21%, dan selanjutnya

pada tahun 2019 mengalami penurunan

tingkat kepatuhan menjadi 2,24%.

5.2 Saran

Adapun saran penulis adalah sebagai

berikut:

1. Bagi Wajib Pajak perlu ditingkatkan

kepatuhan dan kesadaran dalam

melaporkan e-SPT PPh secara tepat

waktu.

2. Bagi KPP Pratama Makassar Barat

agar melakukan penyuluhan kepada

Wajib Pajak mengenai e-SPT dan

betapa pentingnya melaporkan e-SPT

secara tepat waktu.

3. Bagi peneliti selanjutnya agar

menambah variabel lain yang tidak

terdapat dalam penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Pustaka Jurnal

Adriani, & Alief Ramdan. (2020). Analisis Pemeriksaan dalam Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak Badan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Tanah Abang SatuTahun 2016-2018. JUPASI (Jurnal Pajak Vokasi), 79-85.

Lasmanawati, A. (2015). Pengaruh Kualitas Pelayanan Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Madya Bandung , 17-18.

Mariana, L. (2018). Peran E-Spt Terhadap Peningkatan Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Melaporkan Pajak Penghasilan (Pph) Pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Makassar Barat. Jurnal Ekonomi Balance, 12(2), 132-148.

Pustaka Buku

Pohan, C. A. (2014). Perpajakan Indonesia Teori dan Kasus. Jakarta: Mitra Wacana Media.

Web

Direktorat Jenderal Pajak. (2016, Maret 24). Penyampaian SPT Elektronik. Dipetik Juni 20, 2020, dari www.pajak.go.id

Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-03/PJ/2015

Page 7: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

96

Peraturan Menteri Keuangan No. 235/KMK.03/2003

Page 8: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

97

EFEKTIVITAS PENERIMAAN PAJAK HOTEL DAN TEMPAT

WISATA PADA PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPATEN

MAROS

Masrullah

Universitas Muhammadiyah Makassar

[email protected]

Abstract

This study aims to provide an overview of the effectiveness of ollecting local taxes on hotel taxes and

tourist attractions in the 2013 maros regency financial institutions up to 2017. To achieve the purpose of

this study, the research method used is qualitative field research or failed research with a descriptive

approach that provides a clear picture of the problem of the problem under study, interpret and explain

the data systematically obtained from the office of the regional finance agency in maros regency, which is

conducting interviews with respondents containing sstatements. Based on the results of local tax

collection it can be concluded that the level of effectiveness of hotel and tourist tax revenues in maros

regency is not effective and is quite effective with achievement rates covering 100%. In hotel tax receipts

ini 2013 to 2017 maros regency has been effective at 118,408% and tax revenue can be as early as 2013

to 2017 effective 72,00%.

Keywords : effectiveness of local tax revenue, of regional financial institutions

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang efektivitas pemungutan pajak daerah pada

pajak hotel dan tempat wisata di Badan Keuangan Daerah Kabupaten Maros 2013 sampai 2017. Untuk

mencapai tujuan penelitian ini maka metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif, jenis penelitian

yaitu penelitian lapangan (field research) dengan pendekatan deskriptif. yakni memberikan gambaran

secara jelas mengenai masalah-masalah yang diteliti, meng-interprestasikan serta menjelaskan data secara

sistematis yang diperoleh dari kantor Badan Keuangan Daerah Kabupaten Maros, yaitu melakukan

wawancara kepada responden yang berisi pertanyaan pertanyaan. Berdasarkan hasil pemungutan pajak

daerah dapat disimpulkan bahwa tingkat efektivitas penerimaan pajak hotel dan tempat wisata di

kabupaten maros sudah efektif dan cukup efektif dengat tingkat pencapaian mencakup 100%. Pada

penerimaan pajak hotel di tahun 2013 -2017 kabupaten maros sudah efektif sebesar 118,408% dan

penerimaan pajak wisata di tahun 2013-2017 cukup efektif sebesar 71,00%.

Kata kunci: Efektivitas penerimaan Pajak Daerah , Badan Keuangan Daerah

Page 9: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

98

1. PENDAHULUAN

Lahirnya Undang-undang No. 23

Tahun 2014 memberikan warna baru

dalam dinamika pelaksanaan urusan

pemerintah yang dilaksanakan oleh

pemerintah daerah. Pada UU Pemda

2014 secara konsiten mendefinisikan

desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas

pembantu dengan menggunakan frasa

“urusan pemerintah” yang berarti

pembentuk undang-undang menyadari

bahwa objek hubungan pusat dan daerah

adalah urusan pemerintahan. Dalam

definisi UU Pemda 2004 yang

memerlukan perhatian lebih

dibandingkan dengan definisi obyek

utama dari hubungan pusat dan daerah

adalah urusan pemerintahan, pada UU

pasal 1 ayat 2, 5, 6 Pemda 2004 urusan

pemerintahan hanya diletakkan dalam

definisi pemerintahan daerah, otonomi

daerah, dan daerah otonom.

Perkembangan Undang-undang

tersebut maka pemerintah daerah dalam

melaksanakan pembangunan daerahnya

mempunyai wewenang untuk

menentukan arah pembangunan

didaerahnya masing – masing.

Pembangunan adalah usaha untuk

menciptakan kemakmuran dan

kesejahteraan rakyat. Lebih luas lagi

pembangunan ekonomi diartikan sebagai

usaha – usaha untuk meningkatkan taraf

hidup suatu bangsa yang seringkali

diukur dengan tinggi rendahnya

pendapatan riil per kapita (Irwan &

Suparmoko, 2002). Dengan rangka

pembangunan nasional, pembangunan

daerah yang merupakan bagian integral

dari pembangunan nasional diarahkan

untuk mengembangkan daerah dan

menyerasikan laju pertumbuhan antara

daearah, daerah kritis, daerah

perbatasan dan daerah terbelakang

lainnya.

Pendapatan asli daerah adalah

pendapatan yang diperoleh daerah yang

dipungut berdasarkan peraturan daerah

yang sesuai dengan peraturan

perundang-undangan. Pendapatan ini

bersumber dari pajak daerah, retribusi

daerah, hasil pengelolaan kekayaan

daerah yang dipisahkan dan lain-lain

pendapatan asli daerah yang sah yang

bertujuan untuk memberikan

keleluasaan kepada daerah dalam

menggali pendanaan dalam pelaksanaan

otonomi daerah sebagai perwujudan

asas desentralisasi. (penjelasan atas UU

No. 33 tahun 2004)

Dilihat dari sisi pendapatan,

kemampuan pemerintah dalam

peningkatan pendapatan daerah dari

sektor Pendapatan asli daerah, yaitu

pajak daerah, retribusi daerah dan lain-

lain pendapatan asli daerah yang sah

secara kesinambungan mulai lemah.

Kewenangan pengelolaan

keuangan daerah berimplikasi tuntutan

kepada pemerintah daerah untuk

membuat laporan keuangan yang

transparansi informasi anggaran kepada

publik. Perhotelan dan parwisata banyak

dikembangkan di Negara-negara dunia

termasuk di Indonesia yang sebagai

salah satu primadona penghasil devisa

salah satu faktor yang mendorong

berkembannya perhotelan dan parwisata

di Indonesia adalah Negara kepulauan

terbesar di dunia dengan luas wilayah

sebesar 1.904.569 km2 dengan jumlah

pulau sebanyak 17.508 Pulau.

Kabupaten Maros merupakan

salah satu daerah tujuan daerah wisata

internasional dan domistik, yang

memiliki berbagai obyek wisata dan kaya

akan khasanah seni, budaya dan

kerajinan dimana hal tersebut menjadi

daya tarik bagi wisatawan. Pemandangan

alam, pegunungan yang luas, keindahan

Page 10: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

99

pantai serta kreatifitas seni dan

kerajinan tangan yang merupakan aspek

lain dari keunikan budaya Kabupaten

Maros juga menjadi daya tarik

wisatawan. Hotel, restoran dan tempat

hiburan menjadi fasilitas yang

diperlukan untuk memenuhi kebutuhan

para wisatawan sehingga fasilitas dan

pelayanan harus memadai.

Kantor bupati maros menjadi

salah satu banguan yang menjadi ciri

khas Kabupaten Maros sekaligus menjadi

kebanggaan warga maros. Banyak objek

untuk wisatawan datang berkunjung ke

Kabupaten maros. Bandara Udara Sultan

Hasanuddi yang terletak di batas kota

Makassar dan Maros yang juga menjadi

tempat yang banyak dikunjungi. Letak

dari kota maros hanya di tempuh dalam

waktu 10 menit (7 kilometer). Sejalan

dengan usaha untuk meningkatkan

perekonomian daerah, maka pemerintah

daerah kabupaten maros di haruskan

memiliki kemampuan untuk dapat

mengembangkan potensi-potensi

ekonomi yang dimiliki wilayahnya secara

lebih efektif dan efisien.

Untuk mengembangkan potensi-

potensi ekonomi pemerintah, kabupaten

maros sangat memanfaatkan potensi

alam dan pembangunan yang bisa

menjadikan daya tarik wisatawan

dengan membangun dan membuka

tempat wisata yang dapat di sediakan

dalam daerah maros itu sendiri. Selain

tempat wisata pembangunan hotel-hotel

yang juga terletak tidak jauh dari lokasi

wisata menjadi tempat yang tepat untuk

melepas penat dengan disuguhkan

pemandangan alam sekitar.

Untuk itu, menarik dilakukan

sebuah studi terkait dengan Efektivitas

Penerimaan Pajak Hotel Dan Tempat

Wisata Pada Pendapatan Asli Daerah

Kabupaten Maros

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pajak Daerah

Pajak daerah pada dasarnya

merupakan sumber penerimaan daerah

yang utama dalam membiayai semua

keperluan pelaksanaan tugas, fungsi dan

kewajiban pelayanan pemerintah daerah

kepada rakyatnya. Dengan meningkatnya

bentuk, jenis dan kualitas pelayanan

pemerintah daerah, penerimaan pajak

bagi pemerintah daerah harus juga

meningkat.

Menurut Tjip, untuk menilai

apakah pajak daerah yang ada sudah

baik, ada lima tolak ukur yang dapat

digunakan, yaitu :

a. Hasil (Yield)

b. Keadilan (Equity)

c. Daya Guna Ekonomi (Economic

eficiency)

d. Kemampuan Melaksanakan ( Ability to

Implement)

e. Kecocokan sebagai Sumber

Penerimaan Daerah

Menurut Davey secara teoritis,

perpajakan daearah mencakup beberapa

berbagai jenis pajak, baik pajak yang

dipungut oleh pemerintah daerah

dengan pengaturan dari daerah sendiri,

pajak yang dipungut berdasarkan

pengaturan nasional namun penetapan

tarifnya dilakukan oleh pemerintah

daerah, pajak yang ditetapkan dan atau

dipungut oleh pemerintah daerah, serta

yang dipungut dan diadministrasikan

oleh pemerintah pusat tetapi hasilnya

dibagihasilkan kepada pemerintah

dareah atau dibebani pengutan

tambahan (opsen) oleh pemerintah

daerah.

Menurut Undang-Undang No.28

Tahun 2004 pajak daerah di definisikan

sebagai iuran wajib yang dilakukan oleh

orang pribadi atau badan kepada darah

tanpa imbalan langsung yang seimbang

Page 11: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

100

yang dapat membiayai penyelenggaraan

pemerintah daerah dan pembangunan

daerah.

2.2 Jenis Pajak Daerah Perhotelan

Dan Tempat Wisata

a. Pajak Hotel

Sesuai dengan Undang-Undang

Nomor 28 Tahun 2009 pasal 1 ayat 20

dan 21, Pajak Hotel adalah pajak atas

pelayanan yang disediakan oleh hotel.

Sedangkan yang dimaksud dengan Hotel

adalah Fasilitas penyediaan jasa

penginapan/peristirahatan termasuk

jasa terkait lainnya dengan dipungut

bayaran yang mencakup juga motel,

losmen, gubuk perwisata, wisma

parwisata, pesanggrahan, rumah

penginapan, dan sejenisnya, serta rumah

kos dengan jumkah kamar lebih dari

sepuluh.

Pajak Hotel adalah pajak yang

dipungut oleh pemerintah daerah, baik

kabupaten/kota. Objek pajak hotel

adalah pelayanan yang dsediakan oleh

hotel dengan pembayaran, termasuk jasa

penunjang sebagai kelengkapan hotel

yang sifatnya memeberikan kenudahan

dan kenyamanan, termasuk fasilistas

olahraga dan hiburan. Dasar

Pemungutan pajak hotel adalah jumlah

pembayaran atau yang seharusnya

dibayar kepada hotel.

b. Pajak restoran

Sesuai dengan Undang-Undang

nomer 28 tahun 2009 pasal 1 angka 22

dan 23, pajak restoran adalah pajak atas

pelayanan yang disediakan oleh restoran.

Seangkan yang dimaksud dengan

rastoran adalah fasilitas penyediaan

makanan dan atau minuman dengan di

pungut bayaran yang mencakup juga

rumah makan, kaetaria, kantin, warung,

bar, dan sejenisnya termasuk jasa

boga/catering. Pungutan pajak restoran

di indonesia saat ini didasarkan pada

Undang-Undang Nomer 34 tahun 2000

yang merupakan perubahan atas

undang-undang Nomer 18 tahun 1997

tentang pajak daerah dan retribusi

daerah dan peraturan pemerintah

Nomer 65 Tahun 2001 tentang pajak

daerah. Semula menurut Undang-undang

Nomer 18 tahun 1997 pajak atas

restoran disamakan dengan rastoran

dengan nama Pajak Hotel dan Restoran.

Tetapi berdasarkan Undang-Undang

Nomer 34 tahun 2000 jenis pajak

tersebut dipisahkan menjadi dua jenis

pajak yang berdiri sendiri, yaitu Pajak

Hotel dan Pajak Resetoran. Keberadaan

pajak restoran sebagai salah satu jenis

pajak kabupaten/kota diatur dalam

Undang-Undang Nomer 28 tahun 2009,

yang mulai tanggal 1 januari 2010

menjasi dasar hukum pajak daerah di

Indonesia.

Pengenaan pajak restoran tidak

mutlak ada pada seluruh daerah

kabupaten atau kota yang ada di

Indonesia. Hal ini berkaitan dengan

kewenangan yang diberikan kepada

pemerintah kabupaten atau kota untk

mengenakan atau tidak mengenakan

suatu jenis pajak kabupaten.kota. oleh

karena itu, untuk dapat dipungut pada

suatu daerah kabupaten atau kota,

pemerintah daerah harus terlebih dahulu

menerbitkan peraturan daerah tentaNg

pajak restoran yang akan menjadi

landasan hukum operasional dalam

teknis pelaksanaan pengenaan dan

pemungutan pajak restoran di daerah

kabupaten atau kota yang bersangkutan.

2.3 Keuangan Daerah

Anggaran pendapatan dan Belanja

Negara (APBN) merupakan alat utama

pemerintah untuk menyejahterakan

Page 12: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

101

rakyatnya dan sekaligus alat APBN

bukan hanya menyangkut keputusan

ekonomi, namun juga menyangkut

keputusan politik. Dalam konteks ini,

DPR dengan hak legalasi, penganggaran,

dan pengawasan yang dimiliknya perlu

lebih berperan dalam mengawal APBN

sehingga APBN benar-benar dapat secara

efektif menjadi instruman untuk

menyejahterakan rakyat dan mengelola

perekonomian Negara dengan baik.

Secara umum berdasarkan

Undang-Undang No.17 Tahun 2003

tenang keuangan Negara, ada beberapa

prinsip-prinsip pengelolaan keuangan

Negara meliputi :

1) Tertib, artinya bahwa pengelolaan

keuangan Negara harus selalu

memperhatikan tertib administrasi

dan tertib secara oprasional;

2) Taat pada peraturan perundang-

undangan, artinya bahwa

pengelolaan keuangan Negara harus

selalu sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku;

3) Efisien, artinya bahwa pengelolaan

keuangan Negara harus efisien dan

tidak boros;

4) Ekonomis, artinya bahwa dalam

pengelolaan keuangan Negara harus

memperhatikan keterbatasan

keuangan yang ada dengan

pengalokasian sesuai dengan

prioritas;

5) Efektif, artinya bahwa pengelolaan

keuangan Negara harus berorientasi

kepada pencapaian tujuan

pembangunan;

6) Transparan, artinya bahwa

pengelolaan keuangan Negara harus

terbuka sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku;

7) Bertanggungjawab, artinya bahwa

setiap rupiah uang Negara yang

dikeluarkan harus dapat

dipertanggungjawabkan kepada

public sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku;

dan

8) Memperhatikan rasa keadilan dan

kepatutan, artinya bahwa dalam

pengelolaan keunagan Negara harus

selalu memperhatikan keadilan di

antara warga Negara, daerah,dan

sector serta sesuai dengan norma

dan kepatutan yang dimasyarakat.

Sedangkan dalam penyusunan

Anggaran pendapatan dan Belanja

Daerah merupkan bagian dari sistem

keuangan Negara yang diatur dalam

Undang-Undang Nomer 17 Tahun 2003.

Demikian pula, penyusunan APBD

merupakan bagian tak terpisah dari

sistem pengelolaan pemerintah daerah

sebagaimana datur dalam Undang-

Undang Nomer 32 tahun 2004. Salah satu

sumber pendanaan pembangunan

daerah bersumber dari APBN, sehingga

proses penyusunan APBD juga diatur

dalam Undang-Undang nomer 33 Tahun

2004 tentang perimbangan keuangan

antara pemerintah pusat dan daerah.

Proses penganggaran diatur dalam

Undang-Undang Nomer 58 Tahun 2005

tentang tentang pengelolaan keungan

daerah. Dalam pelaksanaan pengelolaan

keuangan daerah mentri dalam negeri

menetapkan peraturan Menteti Dalam

Negeri Nomer 13 Tahun 2006 tentang

Pedoman pengelolaan keuangan daerah,

sebagaimana telah diubah dengan

peraturan menteri dalam Negeri Nomer

21 Tahun tentang perubahan kedua atas

permendegri No. 13 Tahun 2006 tentang

pedoman pengelolaan keuangan Daerah.

APBD (Anggaran Pendapatan dan

Belanja Daerah) merupaka dasar

pengelolaan keuangan daerah dalam

masa 1 (satu) tahun anggaran terhitung

Page 13: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

102

mulai 1 jaunuari sampai tanggal 31

desember.

2.4 Konsep Efektifitas

Efektivitas yang di definisikan

secara abstrak sebagai tingkat penapaian

tujuan, diukur dengan rumus hasil dibagi

dengan (per) tujuan. Tujuan yang

bermula pada visi yang bersiofat abstrak

itu dapat didedukasi sampai menjadi

kongkrit, yaitu sasaran (strategi).

Sasaran adalah tujuan uang terukur,

konsep hasil relative, bergantung pada

pertantaan, pada mata rantai mana

dalam proses siklus pemerintahan, hasil

didefinisikan.

Efektivitas sebagai sistem nilai

yang digunakan setiap orhanisasi

(lembaga) untuk dapat mengukur

keberhasilan (prestasi) dari suatu

kegiatan yang dilakukan. Efektifitas

sevara etimologi berasal dari kata dasar

efektif yang artinya berhasil ditaati.

Semua kegiatan-kegiatan dalam

organisasi baik itu organisasi pemerintah

atau swasta, orientasi pemikirannya dan

pelaksanaannya selalu dikaitkan dengan

efisiensi dan efektifitas, artinya

bagaimana agar kegiatan organisasi

dalam mencapai tujuan dengan baik

tanpa terjadi pemborosan. Begitu pula

dengan penyusunan sistem, prosedur

kerja, beserta teknis pelaksanaannya

hendaknya berlandaskan pada afisiensi

dan efektifitas.

Suatu institusi pemerintah yang

berhasil diukur dengan melihat seberapa

jauh institusi tersebut dapat mencapai

tujuan yang telah ditetapkan

sebelumnya. Efektifitas dapat

didefinisikan sebagai sejauh mana seayu

sistem social mencapai tujuannya.

Efektiviitas harus dibedakan dari

efisiensi. Efisiensi ini terutama berkaitan

dengan pencapaian tujuan.

Menurut sidik, tax effectiveness

tidak lain merupakan perbandingan

antara penerimaan pajak actual

(penerimaan pajak yang sebenarnya,

actual yield). Ukuran efektivitas

pengukuran pajak aerah ini pada

dasarnya dapat digunakan untuk

menganalisis Efektivitas pemungutan

pajak secara nasional, seperti total

penerimaan pajak nasional, total

penerimaan jenis pajak seara nasional,

total penerimaan pajak regional serta

total penerimaan pajak secara regional.

Secara operasional efektivitas pajak

dapat dihitung dengan menggunakan

rumus charge performance index (CPI)

yakni hasil bagi antara realisasi

penerimaan pajak dengan target

penerimaan pajak. Semakin besar angka

CPI menunjukan semakin efektinya

pemungutan pajak yang dikaitkan

dengan sasaran atau target yang akan

diperoleh/ beberapa kegiatan dalam

administrasi perpajakan daerah yang

perlu dianalisis performancenya dalam

rangka penerimaan pajak daerah

diantaranya adlah pencairan tunggakan,

penetapan, penerapan

sanksi,pemeriksaan, pengusutan,

penagihan dan collection ratio. Untuk itu

diperlukan suatu pendekatan identifikasi

potensi setiap jenis pajak agar kebijakan

collection ratio tidak hanya sesuai

dengan potensi pajak namun juga dapat

direalisasikan melalui penerapan suatu

sistem manajemen pengelolaan sumber-

sumber pajak.

𝐶𝑃𝐼 𝑖𝑡 =Realisasi PDit

𝑇𝑎𝑟𝑔𝑒𝑡 𝑃𝐷𝑖𝑡𝑥100

Indikator yang digunakan dalam

indikator ini adalah semua wajib pajak

membayar pajak yang menjadi

kewajibannya pada tahun berjalan dan

membayar semua pajak yang terhutang.

Page 14: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

103

Efektivitas menyangkut semua

tahap administrasi penerimaan pajak

menentukan wajib pajak, menetapkan

nilai kena pajak, memungut pajak,

menegakkan sistem pajak, dan

membukukan penerimaan. Ada tiga

factor yang menentukan efektifitas ini,

yaitu : wajib pajak, petugas pajak dan

penegakan hukum. Masalah yang sering

munsul terkait dengan efektifitas ini

adalah adanya penghindaran pajak oleh

wajib pajak, kolusi antara wajib pajak

dengan petugas pemungut pajak, dan

penipuan pleh petugas pajak.

2.5 Kerangka Pikir

Kerangka pikir gambar 1.1

efektivitas penerimaan pajak hotel dan

tempat wisata Kab. Maros.

Gambar 1.1

3. METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

a. Data Kualitatif yaitu data yang

bukan merupakan angka-angka

dalam penelitian ini, data kualitatif

berupa sejarah berdirinya Kantor

bupati maros dan Kantor Badan

Keungan Daerah Kabupaten Maros,

struktur organisasi,dan sebagainya.

b. Data kuantitatif yaitu data yang

berbentuk angka-angka yang daoat

meliputi anggaran pendapatan

belanja daerah dan realisasi yang

digunakan pada Kantor badan

keuangan daerah kabupeten maros.

3.2 Data dan Sumber data

Data sekunder yaitu data yang

diperoleh dengan jalan mengumpulkan

ddokumen-dokumen serta sumber-

sumber lainnya berupa informasi

terutama penerimaan pajak dan realisasi

pajak daerah yang diperoleh kantor

badan keuangan kabupaten maros.

3.3 Metode Analisis Data

Berdasarkan uraian yang

dikemukakan sebelumnya, maka dalam

menganalisis dan membuktikannya,

penulis menggunakan metode analisis

deskriptif kulitatif, yang mengungkapkan

kejadian atau fakta, keadaan, fenomena,

variable dan keadaan yang terjadi saat

penelitian berlangsung.

Untuk mengetahui tentang tingkat

efektivitas pemungutan pajak daerah dan

perembangan pajak daerah pada masing-

masing sector setiap tahunnya.

Digunakan pendekatan oleh Dajan

dikutip leh Enggar, Sri Rahayu dan

Wahyudi, 2011. Digunakan metode

Charge Performance Index (CPI) yang

merupakan pebandingan antara realisasi

penerimaan pajak daerah dengan

sasaran atau target penerimaan pajak

daerah yang direncanakan.

Rumusnya adalah :

𝐶𝑃𝐼 𝑖𝑡 =𝑅𝑒𝑎𝑙𝑖𝑠𝑎𝑠𝑖 PDit

𝑇𝑎𝑟𝑔𝑒𝑡 𝑃𝐷𝑖𝑡𝑥100

Dimana :

CPI it = %tase tingkat efektifitas

pajak daerah jenis I pada tahun tertentu

PD it = pajak daerah jenis I pada tahun

berjalan

DINAS PENDAPATAN DAERAH

(DISPENDA)

(PAD Kab.Maros)

KAB.MAOS

PENERIMAAN PAJAK HOTEL

DAN TEMPAT WISATA

ANALISIS DATA EFEKTIFITAS

PAJAK KAB.MAROS

HASIL

Page 15: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

104

Adapun kriteria penilaian

efektifitas pengelolaan pajak dan

retribusi daerah kebupeten Maros sesuai

dengan Kaputusan Mentri Dalam Negeri

Nomer 690.900.327 Tahun 1996, sebagai

berikut :

1. Koefisien efektifitas bernilai di bawah

40% artinya sangat tidah efektif.

2. Koefisien efektifitas bernilai diantara

40% - 60% artinya tidak efektif.

3. Koefisien efektifitas bernilai antara

60% - 80% artinya cukup efektif.

4. Koefisien efektifitas bernilai antara

80% - 100% artinya efektif.

5. Koefisien efektifitas bernilai diatas

100% artinya sangat efektif

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Efektivitas Pajak Hotel

Efektivitas menyangkut semua

tahap administrasi penerimaan pajak :

menentukan wajib pajak, menetapkan

nilai kena pajak, mememungut pajak,

menegakkan sistem pajak, dan

membukukan penerimaan. Ada tiga

factor yang menentukan efektivitas ini

,yaitu wajib pajak, petugas pajak dan

penegakkan hukum. Masalah yang sering

muncul terkaitu dengan efektivitas ini

adalah adanya penghindaran pajak oleh

wajib pajak, kolusi antara wajib pajak

dengan petugas wajib pajak dan

penipuan oleh petugas pajak.

Mengenai wajib pajak terdaftar

yang merupakan indicator efektivitas

pemungutan pajak daerah ini sudah pasti

sangat berperan penting dalam

bertambahnya anggaran daerah, jadi

penting pula wajib pajak mendaftarkan

dirinya, karena untuk mengetahui berapa

jumlah pembayarannya wajib pajak

dilihat dari NPWPnya.

Tabel 1.1

Jumlah wajib pajak hotel

No Jenis pajak Jumlah wajib

pajak ket

Pajak Hotel 10

Sumber : kantor badan keuangan daerah

kabupaten maros .2018

Pada tabel 1.1 menunjukan jumlah

wajib pajak hotel yang ada di kabupaten

maros berjumlah 10 wajib pajak

berdasarkan daftar wajib pajak yang

telah terdata sampai dengan tahun 2016

oleh petugas pajak dalam hal ini di

tugaskan pada Badan Keuangan Daerah

Kabupaten Maros. Menurut informasi

yang saya dapetkan ketika berkunjung ke

lokasi penelitan, bapak bubung

mengatakan “mayoritas seluruh hotel

yang ada di kabupaten Maros sudah

terdata sebagai wajib pajak dan sudah

menyetorkan surat pemberitahuan.

Adapun untuk menilai %tase

efektivitas menggunakan rumus :

𝐸𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑓𝑖𝑡𝑎𝑠

=Realisasi Pajak Paerah

𝑇𝑎𝑟𝑔𝑒𝑡 𝑃𝑎𝑗𝑎𝑘 𝐷𝑎𝑒𝑟𝑎ℎ𝑥100

Jumlah pajak hotel kabupaten

Maros cenderung meningkat setiap

tahunnya. Pencapaian yang tertinggi

terjadi pada tahun 2017 yakni

Rp.1.838.604.867 sedangkan terendah

pada tahun 2013 yakni Rp. 165.475.000.

Kemampuan daerah kabupaten

maros dalam merealisasikan penerimaan

pajak hotel dibandingkan dengan potensi

yang telah ditetapkan berdasarkan

potensi sesungguhnya dapat ditunjukan

melalui rasio efektivitas.

Perhitungan efektivitas pajak hotel

menggunakan rumus dan perhitungan

sebagai berikut

𝐸𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠

=Realisasi Pendapatan Pajak Hotel

𝑇𝑎𝑟𝑔𝑒𝑡 𝑃𝑒𝑛𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎𝑎𝑛 𝑃𝑎𝑗𝑎𝑘 𝐻𝑜𝑡𝑒𝑙𝑥100

Page 16: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

105

Berdasarkan rumus diatas, maka

perhitungan efektivitas pajak hotel untuk

tahun 2013-2014 sebagai berikut:

Tabel 1.2

Penerimaan Pajak Hotel Kabupaten

Maros

Tah

un

Target

(Rp)

Realisasi

(Rp)

Efektivi

tas

(%)

201

3

300.000.0

00.

165.475.0

00 55,16

201

4

300.000.0

00

635.561.8

72 211,85

201

5

1.200.000

.000

1.386.566

.741 115,55

201

6

1.500.000

.000

1.566.366

.811 104,42

201

7

1.750.000

.000

1.838.604

.867 105,07

Rata

-

rata

1.187.500

.000

1.118.515

.058

118,40

8

Sumber : Kantor Badan Keuangan Daerah

Kabupaten Maros, 2018

Pada tabel 1.2 menjelaskan

bahwa perkembangan tingkat efektivitas

realisasi penerimaan pajak hotel selama

tahun 2013-2017 yang menunjukan

bahwa penerimaan pajak hotel

mengalami perkembangan. Secara rata-

rata realisasi penerimaannya sebesar Rp.

1.118.515.000 per tahun atau tingkat

efektifitas 188,408% dari rata-rata target

penerimaan sebesar Rp. 1.187.500.000.

Jadi, tingkat efektivitas pajak hotel

kabupaten Maros sangat efektif.

Pada tahun 2013 tingkat

efektivitas berada pada 55,16 % dengan

jumlah target Rp. 300.000.000 dan

realisasi Rp. 165.478.000. Kemudian

pada tahun 2014 efektivitas sangat

meningkat dengan angka 211,85 %. Pada

tahun 2015 menurun lagi dengan angka

155,55 %. Pada tahun 2016 hanya

mengalami penurunan sedikit yakni

104,48 % dan pada tahun 2017 terjadi

peningkatan kembali yakni 105,06 %.

Dan pencapaian tersukses atau terbesar

diperoleh pada tahun 2014 yakni 211,85

%, ini menunjukan pencapaian terbesar

selama selang waktu lima tahun terakhir.

Perkembangan efektivitas pajak

hotel di Kabupaten Maros cenderung

stabil pada lima tahun terakhir. Hal ini

disebabkan oleh jumlah potensi yang

belum mengalami peningkatan, serta

pengunjung hotel yang hampir sama

jumlahnya setiap tahun.

4.2 Efektivitas Retribusi Pajak

Tempat Wisata

Efektivitas sebagai sistem nilai

yang digunakan setiap organisasi ,

lembaga, ataupun instansi untuk dapat

mengukur keberhasilan prestasi dari

suatu kegiatan yang dilakukan. Ukuran

efektivitas pengukuran pajak daerah

pada dasarnya dapat digunakan untuk

meganalisis efektifitas pemungutan pajak

secara nasional.

Indikator yang digunakan untuk

efektifitas pajak adalah semua wajib

pajak membayar pajak yang menjadi

kewajibannya pada tahun berjalan dan

membayar semua pajak baik yeng

terutang.

Selanjutnya peneliti akan

menguraikan salah satu indikator jumlah

wajib pajak tempat wisata di kabupaten

Maros.

Tabel 1.3

Jumlah wajib pajak tempat wisata

No Jenis Jumlah

Wajib Pajak Ket

1.

Retribusi

Pajak tempat

wisata

5

Sumber: Kantor Badan Keuangan

Kabupaten Maros, 2018

Page 17: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

106

Pada tabel 1.3 terdapat jumlah

wajib pajak tempat wisata yang ada di

kabupaten maros yang berjumlah 5 wajib

pajak berdasarkan daftar wajib yang

terdata oleh petugas pajak dalam hal ini

ditugaskan pada Badan Keuangan

Daerah Kabupaten Maros. Ketika saya

dapat berkunjung ke lokasi penelitian,

dan berbincang bersama bapak Bubung

beliau juga mengatakan

bahwa”mayoritas seluruh tempat wisata

yang ada di Kabupaen Maros sudah

terdata sebagai wajib pajak dan sudah

menyetorkan surat pemberitahuan”.

Kemampuan daerah Kabupaten

maros dalam merealisasikan penerimaan

retribusi pajak tempat wisata di

bandingkan dengan potensi yang

ditetapkan berdasarkan potensi

sesungguhnya dapat ditunjukkan melalui

rasio efektivitas retribusi pajak tempat

wisata menggunakan rumus dan

perhitungan sebagai berikut :

𝐸𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠

=realisasi Penerimaan Pajak wisata

𝑇𝑎𝑟𝑔𝑒𝑡 𝑃𝑒𝑛𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎𝑎𝑛 𝑃𝑎𝑗𝑎𝑘 𝑊𝑖𝑠𝑎𝑡𝑎𝑥100

= 100%

Berdasarkan rumus diatas, maka

perhitungan efektivitas pajak wisata

untuk tahun 2013-2017 adalah sebagai

berikut :

Tabel 1.4

Penerimaan Pajak Tempat Wisata

Kabupaten Maros

Tahun Target

(Rp)

Realisasi

(Rp)

Evektivi

tas

(%)

2013 9.200.00

0.000

5.187.50

4.500 56,39%

2014 11.720.0

00.000

6.775.79

8.400 58%

2015 11.220.0

00.000

6.917.87

1.800 62%

2016 9.380.00 8.061.26 85,94%

0.000 8.200

2017 8.650.00

0.000

8.014.77

9.100 92,66%

Rata-

rata

10.034.0

00.000

6.991.44

4.400

71,00%

Sumber : Dinas Pendapatan Daerah

Kabupaten Maros 2017

Tabel 1.4 mejelaskan tentang

perkembangan tingkat efektifitas

penerimaan pajak wisata selama tahun

2013 hingga tahun 2017 yang

menunjukan bahwa penerimaan pajak

wisata mengalami perkembangan yang

terus mengalami kenaikan setelah

adanya penetapan perubahantarget.

Secara rata-rata realissi penerimaannya

sebesar Rp. 6.991.444.000 per tahun

atau tingkat efektivitas 71,00% dari rata-

rata target penerimaan sebesar

Rp.10.034.000.000. jadi tingkat

efektifitas pajak wisata dikabupaten

maros cukup efektif.

Perkembangan efektivitas pajak

wisata dapat terlihat pada tabel 1.4 yang

memperlihatkan angka yang variatif.

Pada tahun 2013 menunjukan tingkat

efektivitas yang tergolong tidak efektif

karena hanya mampu mencapai angka

56,39 % dengan realisasi anggaran

anggaran sebesar Rp.5.187.504.500. Di

tahun 2014 realisasi penerimaan pajak

wisata mengalami sedikit kenaikan yang

hanya sebesar 58 % dengan realisas

anggaran Rp.6.775.798.400. kenaikan

kembali terjadi di tahun 2015 dengan

kenaikan yang meskipun tidak begitu

besar yaitu 62 % dengan anggaran

Rp.6.917.871.800 dan itu berarti ada

peningkatan yang tergolong sudah cukup

efektif di tiga tahun tersebut di tahun

2013, 2014, 2015. Realisasi penerimaan

pajak wisata di tahun 2016 dan di tahun

2017 menunjukan tingkat efektifitas

yang tergolong sangat efektif karena

Page 18: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

107

mencapai 85,94 %, dan 92,66 % setalah

terjadi perubahan penetapan target

dengan besar realisasi pendapatan di

tahun 2016 mencapai Rp.8.061.268.200

di tahun 2017 Rp.8.014.779.100 yang

berarti efektivitas penerimaan pajak

wisata di kabupaten maros termasuk

dalam kategori efektif dan dimana

kenaikan ini merupakan kenaikan

tertinggi selama kurun waktu lima tahun

2013-2017. Dari semua hasil

perhitungan efektifitas pajak tempat

wisata kabupaten maros memiliki

potensi yang cukup tinggi karena

memiliki potensi penerimaan yang baik.

Penelitian ini sejalan dengan

penelitian yang dilakukan oleh Edward

W. Memah 2013 yang berjudul efektifita

dan kontribusi pajak hotel dan restoran

kota manado pada tahun 2007-2011

yang hasil peneitiannya menunjukan

bahwa target realisasi pajak hotel

dengan kontribusi terbesar pada tahun

2010 dan terendah di tahun 2008.

Tingkat efektifitas dari pajak hotel dan

restoran sudah sangat efektif kaeran

secara keseluruhan tingkat efektivitas

mencapai persentase lebih dari 100%.

Tabel 1.5

Tabel Rekapitulasi Pajak Hotel, Pajak

Wisata, dan Pajak Lain-lain di Kabupaten

Maros

Tabel Rekapitulasi

JENIS PAJAK (RP)

Pajak Hotel 1.118.515.058

Pajak Wisata 6.991.444.400

Pajak Lain-

lain 747.426.748.334.34

Jumlah PAD 8.109.959.458

Penelitian yang telah dilakukan

dengan tingakat efektifitas pajak di

daerah kabupaten maros yang

memberikan pengaruh positif terhadap

pendapatan asli daerah sejalan dengan

penelitian yang dilakukan oleh Sunarto

dan Reni Dyah Ayu Nur Fatimah 2016

berdasar hasil dan kesimpulan yaitu :

1. Penerimaan dan retribusi dan

penetapan tarif objek wisata

berpengaruh secara simultan

terhadap pendapatan asli daerah.

2. Secara persial penerimaan retribusi

berpengaruh positif terhadap

pendapatan asli daerah

3. Penetapan tarif obyek wisata secara

persial tidak berpengaruh terhadap

pendapatan asli daerah.

5. PENUTUP

5.1 Simpulan

Simpulan dari penelitian mengenai

Efektivitas Penerimaan Pajak Hotel Dan

Tempat Wisata Pada Pendapatan Asli

Daerah Kabupaten Maros sebagai

berikut:

1. Jumlah pajak hotel di kabupaten

maros cenderung meningkat setiap

tahunnya, kemampuan daerah

kabupaten maros dalam

merealisasikan penerimaan pajak

hotel di bandingkan dengan potensi

yang telah ditetapkan berdasarkan

potensi sesungguhnya yang

ditunjukan melalui analisis rasio

efektifitas, perkembangan

penerimaan pajak di kabupaten maros

cenderung stabil di lima tahun 2013-

2017 ialah sebesar 118,408 % dengan

demikian tingkat efektifitas

penerimaan pajak hotel di kabupaten

maros berada pada angka 100 % yang

berarti sangat efektif.

2. Pendapatan pajak tempat wisata di

kabupaten maros secara rata-rata

dikatakan cukup efektif yaitu sebesar

71.00 %. Hal ini dikarenakan oleh

proses pengendalian dan pengawasan

Page 19: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

108

yang baik terhadap pemungutan

pajak.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang

didapat, maka penulis memberikan

saran-saran sebagai berikut:

1. Diharapkan untuk terus menggali

potensi yang ada terkhusus pada

penerimaan pajak wisata, karena

pajak inilah yang paling berfluktuasi

penerimaan pajaknya.

2. Untuk menumbuhkan tingkat

kesadaran masyarakat dalam

membayar pajak hotel dan pajak

wisata perlu adanya pendekatan

dengan cara mengaktifkan bagian unit

penyuluhan untuk memberikan

penjelasan, pengarahan yang

komunikatif sehingga dapat diterima

dan disadari oleh masyarakat tentang

kesadaran wajib pajak tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

---------------. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah.

---------------. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Pertimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

---------------. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

Irawan dan Suparmoko, M. 2002. Ekonomika Pembangunan. Ed. 6. Jakarta: BPFE UGM

Masrullah, Mursalim, dan Muhammad Su’un. 2018. “Pengaruh Kepemilikan Institusional, Komisaris Independen, Leverage Dan Sales Growth Terhadap Tax Avoidance Pada Perusahaan Manufaktur Di Bursa Efek Indonesia”.

http://ojs.feb.uajm.ac.id/index.php/simak/article/view/40 Jurnal Sistem informas, Manajemen dan Akuntansi Vol 16 No. 02

Rosdiana, Haula dan Irianto, Edi Slamet. 2012. Pengantar Ilmu Pajak. PT Rajagrafindo Persada. Jakarta.

Siahaan, Marihot P 2016. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Edisi Refisi. Jakarta : Rajawali Pers

Sunarto ,dan Fatimah R.D. 2016. Pengaruh Penerimaan Retribusi Dan Penetapan Tarif Obyek Wisata Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Gunung Kidul Tahun 2013-2015, (Online), Vol.4, No.2 https://jurnalfe.ustjogja.ac.id/index.php/akuntansi/article/download/237/246//

Page 20: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

109

PENGARUH KOMPENSASI EKSEKUTIF DAN KARAKTER

EKSEKUTIF TERHADAP PENGHIDARAN PAJAK (TAX

AVOIDANCE) PADA PERUSAHAAN PROPERTY,REAL ESTATE,

DAN BUILDING CONSTRUCTION YANG TERDAFTAR DI BEI Sahril Syahruddin Universitas Muslim Indonesia

Email: [email protected]

Muh.Su’un

Universitas Muslim Indonesia Email: muhsu’[email protected]

Darwis Lannai

Universitas Muslim Indonesia Email: [email protected]

Abstrack

This study examined the influence of executive compensation and executive character on the tax avoidance. Sample of this research was property, real estate and building construction industry which is listed in Indonesian Stock Exchanges during 2014-2018. This research used purposive sampling method, the number of property, real estate and building construction that were became 19 companies with 5 years observation. Hypothesis in these research were tested by multiple regression model. The result of this research showed that (1) Executive compensation has a significant effect on tax avoidance. (2) The executive character has a significant effect on tax avoidance.

Keywords: executive compensation, executive character and tax avoidance

Abstrak

Tujuan peneltian ini adalah menguji pengaruh kompemsasi eksekutif dan karakter eksekutif terhadap penghindaran pajak . Penelitian ini menggunakan sampel sektor indsutri property, real estate dan bulding contruction yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama kurung waktu 2014-2018. Metode sampling yang digunakan dalan penelitian ini adalah puposive sampling, jumlah perusahaan yang dijadikan sampel perusahan ini adalah 19 perusahaan dengan pengamatan selama 5 tahun. Pengolahan data yang digunakan pada peneltian ini adalah analisi regresi berganda. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa : (1) Kompensasi eksekutif berpengaruh signifikan terhadap penghindaran pajak. (2) Karakter eksekutif berpengaruh singnifikan terhadap penghindaran pajak.

Kata Kunci : Kompensasi Eksekutif, Karakter Eksekutif, dan penghidaran pajak

Page 21: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

110

1. PENDAHULUAN

Pajak dapat dikatakan sebagai

sumber pendapatan terbesar bagi negara

selain pendapatan dari Sumber Daya

Alam dan pendapatan non pajak lainnya,

yang digunakan untuk membiayai

pengeluaran negara, baik pengeluaran

rutin maupun pengeluaran untuk

pembangunan nasional. Dengan

demikian sangat diharapkan kepatuhan

wajib pajak dalam menjalankan

kewajiban perpajakannya secara

sukarela sesuai dengan peraturan

perpajakan yang berlaku. Pajak

merupakan unsur penting bagi suatu

negara. Tidak hanya sebagai wujud

kepatuhan terhadap negara, pajak juga

merupakan sumber penerimaan negara

yang sangat strategis dan sangat

diandalkan. Oleh karena itu, negara

selalu berupaya untuk mengoptimalkan

penerimaan di sektor pajak. Namun

berbeda dengan negara, perusahaan

sebagai wajib pajak menempatkan pajak

sebagai suatu beban.

Perusahaan sebagai wajib pajak

akan berusaha untuk memaksimalkan

laba melalui berbagai macam efisiensi

beban, termasuk beban pajak. Dalam

upaya efisiensi beban pajak, banyak

perusahaan melakukan penghindaran

pajak. Beban pajak dihitung berdasarkan

tarif pajak dikali dengan laba

perusahaan. Laba perusahaan menurut

PSAK 46 dibagi menjadi laba akuntansi

dan laba fiskal. Perbedaan perhitungan

laba akuntansi yang terdapat dalam

laporan keuangan dengan laba fiskal

yang dihitung menurut peraturan

perpajakan merupakan celah yang dapat

dimanfaatkan untuk menghindari

pembayaran pajak (Hanafi dan Harto,

2014). Bagi perusahaan, pajak yang

dibayar di harapkan dapat sekecil

mungkin karena pajak akan mengurangi

laba bersih perusahaan. Di lain pihak,

pemerintah memerlukan dana untuk

membiayai penyelenggaraan

pemerintahan atau pun pembangunan

nasional yang sebagian besar berasal

dari penerimaan sektor pajak.

Adanya perbedaan kepentingan ini

menyebabkan perusahaan wajib pajak

cenderung untuk mengurangi jumlah

pembayaran pajak, baik secara legal

maupun ilegal (Indarti, 2015). Tinggi

rendahnya pembayaran pajak tergantung

pada laba yang dihasilkan perusahaan

sehingga dapat dikatakan laba dan pajak

memiliki hubungan searah karena

semakin tinggi laba semakin tinggi pula

pajak yang dibayarkan. Pajak dipandang

sebagai beban yang harus dikurangkan,

salah satu cara mengurangkan beban

pajak adalah dengan melakukan tax

avoidance.

Menurut Zain (2008) tax avoidance

adalah salah satu contoh tax planning

yang dapat dilakukan melalui proses

pengelolaan laba untuk mengurangi

pengenaan pajak yang tidak diinginkan

perusahaan. Walaupun tax avoidance

sering merugikan negara karena

menurunkan penerimaan, pemerintah

tidak dapat menjatuhkan sanksi karena

secara hukum tidak ada aturan yang

dilanggar. Tax avoidance bersifat unik

karena dari sisi perusahaan sah untuk

dilakukan tetapi tidak selalu diinginkan

dari sisi pemerintah (Mahardani dan

Suardana, 2014).

Xynas (2011) membedakan

definisi antara penghindaran pajak (tax

avoidance) dan penggelapan pajak (tax

evasion). Menurut Xynas (2011),

penghindaran pajak (tax avoidance)

merupakan suatu usaha untuk

mengurangi hutang pajak yang bersifat

legal (lawful), sedangkan penggelapan

pajak (tax evasion) adalah usaha untuk

Page 22: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

111

mengurangi hutang pajak yang bersifat

tidak legal (unlawful) (Hanafi dan Harto,

2014). Menurut Budiman dan Setiyono

(2012), Persoalan penghindaran pajak

merupakan persoalan yang rumit dan

unik. Di satu sisi diperbolehkan akan

tetapi disisi lain penghindaran pajak

tidak diinginkan. Di indonesia telah

dibuat berbagai aturan guna mencegah

adanya penghindaran pajak. Salah

satunya adalah terkait transfer pricing,

yaitu tentang prinsip kewajaran dan

kelaziman dalam transaksi antara wajib

pajak dengan pihak yang mempunyai

hubungan yang istimewa (Perdirjen No.

PER-43/PJ/2010, 2010).

Menurut Prebble et al. (2012) tax

avoidance adalah tindakan mengambil

keuntungan dengan memanfaatkan

kelemahan hukum yang ada untuk

mengecilkan pajak terutang. Sejalan

dengan Prebble, Dyreng et al. (2008)

menyatakan perusahaan yang melakukan

tax avoidance tidak selalu salah karena

ada banyak ketentuan dalam pajak yang

mendorong perusahaan untuk

mengurangi pajak, ditambah dengan

adanya batasan hukum yang tidak jelas

(grey area) khususnya untuk transaksi

yang bersifat kompleks. Sifat tax

avoidance yang sah menurut hukum

membuat pemerintah tidak dapat

menjatuhkan sanksi bahkan ketika ada

indikasi skema tax avoidance akan

dilakukan oleh perusahaan. Wang (2010)

menyatakan tax avoidance adalah alat

untuk melakukan tax saving dengan

mengalihkan sumber daya yang

seharusnya diberikan untuk negara

kepada para pemegang saham agar nilai

after tax perusahaan meningkat.

Pernyataan bahwa eksekutif

memegang peranan penting dalam

menentukan skema penghindaran pajak

perusahaan diperkuat oleh penelitian

yang dilakukan oleh Dyreng et al. (2008)

dan Budiman (2012). Peranan eksekutif

tidak hanya mampu menambah nilai

perusahaan tetapi juga memiliki

kecenderungan untuk mendukung

penghindaran pajak. Pada awalnya, sulit

untuk dibayangkan bagaimana eksekutif

yang terdiri dari CEO, CFO dan top

eksekutif lainnya memiliki peran dalam

penghindaran pajak mengingat hampir

tidak ada eksekutif yang benar-benar ahli

dalam pajak atau bahkan memiliki latar

belakang dalam bidang keuangan.

Salah satu cara yang dilakukan

eksekutif adalah dengan menempatkan

orang kepercayaan yang memiliki

keahlian untuk mengamati sekaligus

membuat skema penghindaran pajak

sesuai keinginan eksekutif (Dyreng et

al.,2009). Budiman (2012) menyatakan

semakin eksekutif bersifat risk taker

akan semakin tinggi tingkat

penghindaran pajak yang dilakukan

perusahaan.

Banyak kasus yang terjadi tentang

penghindaran pajak yang dilakukan oleh

perusahaan. Upaya penghindaran pajak

banyak terjadi pada perusahaan global di

berbagai negara di dunia. Pada Negara

Uni Eropa sendiri diperkirakan

penghindaran pajak merugikan

keuangan anggota Uni Eropa sekitar 1

triliun euro atau Rp 12.000 triliun di

tahun 2012. Pengalaman Inggris

menggambarkan penghindaran pajak

dilakukan secara terstruktur. Akhir

tahun 2012, badan pajak Inggris HMRC

(HM Revenue and Customs) menisik

pelaporan pajak 4 perusahaan global.

Pertama, kasus franchisor kedai

kopi asal Amerika Serikat (AS). Parlemen

Inggris menyoroti laporan keuangan

franchisor yang menyatakan rugi sebesar

112 juta pounds selama tahun 2008-

2010 dan tidak membayar pajak PPh

Page 23: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

112

(pajak penghasilan) badan pada 2011.

Dalam laporan ke investor, franchisor

menyatakan omzet selama 2008-2010,

senilai 1,2 milyar pounds (Rp 18 triliun).

Modus franchisor ini dengan membuat

laporan keuangan seolah rugi dengan

tiga cara yaitu:

1. Membayar royalti offshore licensing

atas desain, resep dan logo ke

cabangnya di Belanda.

2. Membayar bunga utang sangat tinggi,

di mana utang tersebut justru

digunakan untuk ekspansi kedai kopi

di negara lain.

3. Membeli bahan baku dari cabangnya

di Swiss. Walaupun pengiriman

barang langsung dari negara

produsen, dan tidak masuk ke Swiss.

Kasus kedua yaitu laporan pajak

perusahaan internet search engine kakap

berbasis di AS. Perusahaan ini meraih

pendapatan di Inggris 398 juta pounds

pada tahun 2011, tapi hanya membayar

pajak 6 juta pounds. Keuntungan

perusahaan cabang Inggris kemudian

ditransfer ke cabang di Irlandia, Belanda

dan berakhir di Bermuda. Negara

Bermuda adalah tax havens country yang

tidak memungut PPh badan.

Kasus ketiga, pajak bonus

karyawan investment banking dari AS.

Agar pembayaran bonus ini tidak

terdeteksi, karyawan investment banking

cabang Inggris diminta mengajukan

permohonan pinjaman lunak ke

investment banking cabang AS. Dengan

dalih pinjaman lunak, karyawan

investment banking cabang Inggris tidak

harus membayar pajak penghasilan. Atas

kecurangan ini, investment banking

cabang Inggris harus membayar denda

500 juta pounds (Rp 7,5 triliun).

Penghindaran pajak lazim

dilakukan perusahaan global di berbagai

negara. Modusnya usang tapi selalu

berhasil. Modus pertama, pembayaran

biaya manajemen royalti atas HAKI (Hak

Atas Kekayaan Intelektual) atas logo dan

merek kepada perusahaan induk.

Peningkatan royalti akan meningkatkan

biaya yang pada akhirnya mengurangi

laba bersih sehingga PPh badan juga

turun. Jika tarif tax treaty untuk pajak

royalti hanya 10 persen dan tarif PPh

badan adalah 25 persen, maka Indonesia

kehilangan 15 persen PPh. Modus kedua,

pembelian bahan baku dari perusahaan

satu grup. Pembelian bahan baku

dilakukan dengan harga mahal dari

perusahaan se- grup yang berdiri di

negara bertarif pajak rendah. Modus

ketiga, berutang atau menjual obligasi

kepada afiliasi perusahaan induk dan

membayar kembali cicilan dengan bunga

sangat tinggi. Tingkat suku bunga tinggi

ini adalah dividen terselubung ke

perusahaan induk. Modus keempat,

menggeser biaya usaha (termasuk gaji

pegawai headquarters) ke negara bertarif

pajak tinggi (cost center) seperti Inggris

dan mengalihkan profit ke negara

bertarif pajak rendah (profit center)

seperti Bermuda. Modus terakhir dengan

mengecilkan omzet penjualan.

Perusahaan menjual rugi barang ke

cabang perusahaan di negara bertarif

pajak rendah, sehingga penjualan ekspor

terlihat merugi. Kemudian dari cabang

tersebut, barang dijual dengan harga

normal ke konsumen akhir.

Sementara itu di Indonesia

sendiri, Mantan Menteri Keuangan Agus

Martowardojo sebelum melepas

jabatannya mengatakan, terdapat tren

profit shifting atau pemindahan

keuntungan yang marak dilakukan

kalangan pengusaha di Indonesia.

Perusahaan-perusahaan multinasional

Page 24: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

113

corporation di Indonesia, banyak sekali

yang melakukan praktik profit shifting.

Sehingga membayar pajak di bawah yang

seharusnya dibayar oleh mereka

(Suryana, 2013).

Untuk kasus di Indonesia, Kepala

Kantor Wilayah Direktorat Jendral Pajak

(Kakanwil Ditjen Pajak Sumut) I Medan

Harta Indra Tarigan mengungkapkan,

Ditjen Pajak menemukan tujuh modus

yang dilakukan para pengembang

properti menghindari pajak Pertama,

penggunaan harga di bawah harga jual

sebenarnya dalam menghitung Dasar

Pengenaan Pajak (DPP). Kedua, tidak

mendaftarkan diri menjadi Pengusaha

Kena Pajak (PKP) namun menagih Pajak

Pertambahan Nilai (PPN). Ketiga, tidak

melaporkan seluruh penjualan, Keempat,

tidak memotong dan memungut Pajak

Penghasilan (PPh). Kelima,

mengkreditkan pajak masukan secara

tidak sah. Keenam, penghindaran PPn-

Barang Mewah dan PPh Pasal 22 atas

hunian mewah. Ketujuh, menjual tanah

dan bangunan, namun yang dilaporkan

hanya penjualan tanah. Harta Indra

membeberkan satu kasus penghindaran

pajak yang ditemukan pihaknya saat

bertugas di Kanwil Pajak Sumut II

Pematangsiantar. Disebutkannya, selain

sanksinya sangat berat di antaranya

denda mencapai 400%, proses

penyelesaiannya rumit dan lama

(Siregar, 2013).

Penghindaran pajak yang

dilakukan oleh perusahaan bukan

merupakan suatu kebetulan. Keputusan

untuk melakukan penghindaran

merupakan hasil kebijakan perusahaan.

Secara langsung, individu yang terlibat

dalam pembuatan keputusan pajak

adalah direktur pajak dan juga konsultan

pajak perusahaan. Namun eksekutif

(direktur utama atau presiden direktur)

sebagai pimpinan perusahaan secara

langsung ataupun tidak langsung juga

memiliki pengaruh terhadap segala

keputusan yang terjadi dalam

perusahaan, termasuk keputusan

penghindaran pajak perusahaan (Hanafi

dan Harto, 2014).

Perusahaan yang melakukan

penghindaran pajak tentu saja juga

melalui kebijakan yang diambil oleh

pemimpin perusahaan itu sendiri.

Pemimpin perusahaan biasanya memiliki

dua karakter yaitu, risk taker dan risk

averse. Pemimpin perusahaan yang

memiliki karakter risk taker dan risk

averse tercermin pada besar kecilnya

risiko perusahaan yang ada (Budiman,

2012).

Risiko perusahaan merupakan

volatilitas earning perusahaan, yang bisa

diukur dengan rumus deviasi standar.

Dengan demikian dapat dimaknai bahwa

risiko perusahaan (corporate risk)

merupakan penyimpangan atau deviasi

standar dari earning baik penyimpangan

itu bersifat kurang dari yang

direncanakan (downside risk) atau lebih

dari yang direncanakan (upset potensial),

semakin besar deviasi standar earning

perusahaan mengindikasikan semakin

besar pula risiko perusahaan yang ada

(Paligovora, 2010).

Menurut Coles, Daniel, Naveen D,

Naveen dan Lalitha (2004) menyatakan

bahwa risiko perusahaan (corporate risk)

merupakan cermin dari policy yang

diambil oleh pemimpin perusahaan.

Policy yang diambil pimpinan

perusahaan bisa mengindikasikan

apakah mereka memiliki karakter risk

taking atau risk averse. Semakin tinggi

corporate risk maka eksekutif semakin

memiliki karakter risk taker, demikian

Page 25: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

114

juga semakin rendah corporate risk maka

eksekutif akan memiliki karakter risk

averse. Terkait dengan karakter

eksekutif, Lewellen (2003) menyebutkan

bahwa karakter eksekutif yang risk taker

lebih berani membuat keputusan

melakukan pembiayaan hutang, mereka

memiliki informasi yang lengkap tentang

biaya dan manfaat hutang tersebut.

Eksekutif sebagai seorang

individu memiliki karakteristik yang

akan mempengaruhinya dalam membuat

suatu keputusan. Karakteristik setiap

eksekutif tentu berbeda antara satu

dengan yang lain. Berbagai faktor dapat

membentuk karakteristik eksekutif.

Sehingga, karakter eksekutif dianggap

faktor penting yang dapat

mempengaruhi kebijakan yang akan

diambil oleh eksekutif (Hanafi dan Harto,

2014). Berdasarkan uraian di atas,

peneliti termotivasi untuk melakukan

penelitian ini karena penelitian terkait

penghindaran pajak masih menarik

untuk diteliti secara ilmiah dan hasil

penelitan ini masih beragam.

Penelitian ini merupakan

pengembangan dari penelitian

sebelumnya yang dilakukan oleh Hanafi

dan Harto (2014). Perbedaan penelitian

ini dengan penelitian sebelumnya,

peneliti menambahkan tambahan jangka

waktu penelitian. Peneliti sebelumnya

menggunakan data tahun 2010-2012.

Populasi dan sampel penelitian

sebelumnya adalah penelitian ini

menggunakan sektor industri property,

real estate dan building construction yang

terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

Sedangkan peneliti juga sama

menggunakan sektor industri property,

real estate dan building construction

namun periode objeknya ditambah

menjadi antara tahun 2013-2018 karena

pada saat ini sektor industri property,

real estate dan building construction

tidak membuat penerimaan negara dari

pajak property mengalami kenaikan.

Menurut uji silang data Real Estate

Indonesia (REI) yang dilakukan oleh

Direktorat Jendral Pajak pada tahun

2011-2012, terdapat potensi pajak

penghasilan sebesar Rp 30 triliun. Akan

tetapi setoran pajak dari sektor property

pada tahun tersebut hanya sekitar Rp 9

triliun. Pertumbuhan sektor property,

real estate dan building construction juga

mengalami peningkatan, yaitu 29% pada

tahun 2010 meningkat menjadi 32%

pada tahun 2011 dan 51% pada tahun

2012. Namun pertumbuhan tersebut

tidak diikuti meningkatnya effective taxes

rate. Effective taxes rate sebesar 29%

pada tahun 2010 menurun menjadi 27%

pada tahun 2012 (Hanafi dan Harto,

2014). Alasan peneliti menggunakan

tambahan jangka waktu penelitian

karena ingin mengetahui seberapa besar

pengaruh variabel tersebut jika ditambah

jangka waktu penelitiannya.

Berdasarkan hal-hal yang telah

diuraikan maka tertarik untuk

melakukan penelitian yang terkait

“Pengaruh Kompensasi Eksekutif dan

Karakter Eksekutif terhadap

Penghindaran Pajak (Tax Avoidance)

pada Perusahaan Property,Real Estate

dan Building Construction yang

Terdaftar di BEI”.

2. TINJAUN PUSTAKA

2.1 Teori Agensi

Teori agensi mengasumsikan

bahwa masing-masing pihak yakni

pemegang saham dan agen memiliki

motivasi untuk meenuhi kepentingan

dirinya sendiri dimana motivasi

pemegang saham adalah untuk terus

Page 26: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

115

meningkatkan profitabilitas

perusahaan, sedangkan agen

termotivasi untuk dapat memenuhi

kebutuhan ekonomi dan

psikologisnya melalui investasi,

pinjaman dan kontrak kompensasi.

Tetapi, pemegang saham belum tentu

dapat menjamin bahwa agen tidak

akan mengambil keuntungan yang

dapat merugikan pemegang saham.

Pada kondisi ini, muncul konflik

keagenan antara pemegang saham

dan agen. Terdapat tiga konflik

kepentingan antara principle dengan

agent, yaitu (1) antara stakeholders

dan manajer, (2) antara stakeholders

dan debtholders, dan (3) antara

stakeholders, debtholders, dan

manajer (Suparlan dan Andyani,

2010).

Teori agensi menyatakan

adanya asimetri informasi antara

manajer (agent) dengan pemegang

saham karena manajer lebih

mengetahui informasi internal dan

prospek perusahaan di masa yang

akan datang dibandingkan dengan

pemegang saham dan Stakeholder

lainnya (Kurniasih dan Sari, 2013).

Rahmawati (2008) dalam Kurniasih

dan Sari (2013) menyatakan bahwa

laporan keuangan yang disampaikan

kepada stakeholder dapat

diminimalkan asimetri informasi yang

terjadi. Oleh karena itu laporan

keuangan menjadi jembatan

penghubung informasi antara pihak

manajemen (agent) dengan

pemegang saham, kreditur, dan

stakeholder lainya.

Problem keagenan (agency

problem) antara pemegang saham

(pemilik perusahaan) dengan

manajer potensial terjadi bila

manajemen tidak memiliki saham

mayoritas perusahaan. Pemegang

saham tentu menginginkan manajer

bekerja dengan tujuan

memaksimumkan kemakmuran

pemegang saham, tetapi

memaksimumkan kemakmuran

sendiri. Terjadilah conflic of interest.

Untuk meyakinkan bahwa manajer

bekerja sungguh- sungguh untuk

kepentingan pemegang saham,

pemegang saham harus

mengeluarkan biaya yang disebut

agency cost (Atmaja, 2008). Adanya

konflik kepentingan dalam

kepemilikan dapat menimbulkan

biaya agensi (agency cost), yakni

biaya yang dikeluarkan agar pihak

yang diberikan wewenang dapat

bertindak sesuai keinginan pemilik

(Bezooyen, 2002 dalam Atmaja,

2008).

Biaya-biaya agensi misalnya

sebagai berikut:

1) Pengeluaran untuk melakukan

pengawasan (monitoring cost), biaya

yang dikeluarkan oleh pemilik untuk

mencegah agar ndakan manajer

tetap sesuai dengan kepentingannya.

2) Biaya yang dikeluarkan untuk

menjamin agar manajer tidak

mengambil keuntungan dan fasilitas

yang diberikan (bonding cost).

3) Biaya yang dikeluarkan pemilik

untuk mengembalikan citra

perusahaan dan kesan yang buruk

karena tidak tercapainya dua tujuan

tersebut.

Page 27: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

116

Konflik kepentingan selalu

muncul kalau dua pihak mempunyai

kepentingan yang berbeda (Irving,

2003 dalam Moeljadi, 2006).

Perbedaan tersebut harus dikurangi

agar biaya yang dikeluarkan akibat

pengelolaan konflik lebih rendah.

Dengan demikian akan diperoleh

keuntungan sebagai berikut: Dapat

menjamin kepada pemberi tugas

untuk mendapatkan manfaat yang

besar bagi organisasi.

1. Dapat lebih mengonsentrasikan

langkahnya pada program- program

yang lebih konkret.

2. Dapat menaikkan nilai perusahaan

secara total.

Konflik agensi tersebut harus

diminimalkan dengan berbagai langkah

startegis, tujuannya agar nilai

perusahaan menjadi lebih tinggi. Nilai

perusahaan yang lebih tinggi sangat

diinginkan oleh keduanya, yakni pemilik

dan manajer (Moeljadi, 2006).

Teori agensi dalam

hubungannya dengan penghindaran

pajak, para pemegang saham

menginginkan manajemen mengatur

laporan keuangan yang

menguntungkan pemegang saham,

sehingga manajemen melakukan cara

dengan mengatur laba yang besar

dengan beban pajak yang sekecil-

kecilnya, sehingga cara penghindaran

pajak yang dilakukan oleh

manajemen dalam mengatur laporan

keuangannya. Alokasi yang harusnya

dibebankan untuk membayar pajak

tidak dibayarkan seluruhnya karena

manajemen mengatur pajaknya lebih

rendah dari seharusnya alokasi yang

sisa tersebut akan menjadi

keuntungan bagi perusahaan.

2.2 Kompensasi Eksekutif

Eksekutif secara individu telah

terbukti menentukan tingkat

pengambilan keputusan penghindaran

pajak perusahaan (Dyreng et al., 2008),

sehingga pemegang saham berupaya

memberi insentif kepada eksekutif agar

bertindak untuk memaksimalkan nilai

pemegang saham. Kompensasi akan

mengurangi biaya agensi yang

dikeluarkan perusahaan, karena

hubungan yang kuat antara pembayaran

dan kinerja (pay and performance) dapat

mengurangi biaya yang berhubungan

dengan pengawasan pemegang saham

(Cheffins dalam Solomon, 2007) dan

mempengaruhi eksekutif agar bertindak

sesuai kepentingan pemegang saham.

Jika pemegang saham memandang

insentif akan mengurangi biaya agensi,

stakeholder yang lain justru memandang

negatif. Misalnya reformasi kebijakan

remunerasi eksekutif di Inggris,

dimotivasi oleh media dan politik,

bukannya oleh perusahaan. Hal ini

mungkin disebabkan kenaikan insentif

bagi manajer tampaknya membuat

pandangan publik yang buruk

(Thompson dalam Solomon, 2007). Jika

perusahaan mengingat reputasi dan

kelangsungan bisnisnya di masa depan,

maka perusahaan akan

mempertimbangkan besaran

kompensasi yang diberikan untuk

manajer.

Standar kompensasi untuk

eksekutif di Indonesia tidak memiliki

standar yang baku. Besaran dan cara

penghitungannya dapat bervariasi antar

perusahaan. Rata-rata kompensasi bagi

perusahaan di Indonesia mencakup gaji

atau honorarium, tunjangan, dan bonus

Page 28: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

117

atau tantiem. Gaji atau honorarium dan

tunjangan bersifat tetap yang besarnya

ditentukan oleh ketetapan perusahaan.

Sedangkan bonus atau tantiem

merupakan pembagian dari kekayaan

perusahaan untuk memotivasi manajer

atau karyawannya. Dasar penetapannya

bervariasi, antara lain: dihitung atas

dasar laba bersih tahun sebelumnya;

diberikan jika realisasi laba, volume

produksi, atau penjualan berada di atas

anggaran yang ditetapkan RUPS;

diberikan atas dasar laba sebelum

pajak; atau didasarkan atas kenaikan

profitabilitas dari tahun sebelumnya.

Untuk perusahaan Badan Usaha

Milik Negara (BUMN), diatur dalam

Peraturan Menteri Negara Badan Usaha

Milik Negara Tahun 2009 tentang

“Pedoman Penetapan Penghasilan

Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan

Pengawas Badan Usaha Milik Negara”.

Yang menyebutkan bahwa Persero

dapat membagikan tantiem kepada

Direksi dan Dewan Komisaris, dalam hal

Persero mengalami peningkatan kinerja

meskipun masih mengalami kerugian

dalam tahun buku yang bersangkutan

atau akumulasi kerugian dari tahun

buku sebelumnya. Karena adanya

variasi tersebut, bonus plan hypothesis

mungkin tidak dapat diterapkan bagi

seluruh perusahaan.

Bonus plan hypothesis menyatakan

bahwa manajer dalam perusahaan

dengan pemberian bonus, cenderung

memilih prosedur akuntansi yang

mempercepat laba dari periode yang

akan datang ke periode sekarang. Jika

bonus dihitung berdasarkan laba

perusahaan, maka manajer berharap

dengan menaikkan laba periode

sekarang, maka ia akan menerima bonus

yang besar pada periode sekarang. Hal

ini tidak lain karena manajer

mempertimbangkan time value of money

dari kompensasi yang didapatnya.

Jika dasar penentuan bonus adalah

laba sebelum pajak, maka manajer akan

cenderung untuk bertindak oportunis

sesuai dengan bonus plan hypothesis.

Manajer akan berusaha untuk

mempercepat laba dari periode yang

akan datang ke periode sekarang,

sehingga akan menaikkan pajak

penghasilan periode sekarang. Padahal

salah satu cara penghindaran pajak

adalah menunda pembayaran pajak

periode sekarang dengan memanfaatkan

beda temporer untuk mendapatkan time

value of money. Selain itu, manajer

menjadi kurang termotivasi melakukan

penghematan pajak. Dalam kondisi

seperti ini, dapat dikatakan bahwa

mekanisme tata kelola perusahaan

kurang efektif dalam mengontrol

perilaku manajer, sehingga memiliki

masalah agensi lebih besar. Perusahaan

yang memiliki masalah agensi lebih

besar, memberikan kompensasi lebih

besar kepada eksekutifnya (Core et al.,

1999) dan mengurangi tingkat

penghindaran pajak perusahaan (Desai

dan Dharmapala, 2006).

Lain halnya jika dasar penetapan

bonus eksekutif adalah laba setelah

pajak. Gaertner (2011) menemukan

bahwa terdapat hubungan positif antara

laba setelah pajak dan total kompensasi

CEO, yang mengindikasikan bahwa CEO

yang diberi kompensasi dengan dasar

setelah pajak meminta adanya

tambahan untuk menanggung risiko

tambahan. Selain itu, CEO yang diberi

kompensasi dengan dasar insentif

setelah pajak memiliki hubungan positif

dengan penghindaran pajak (Gaertner,

2011). Hal ini disebabkan manajer

cenderung untuk melakukan

penghindaran pajak sehingga

Page 29: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

118

mendapatkan laba bersih yang besar.

Dalam kondisi ini, kepentingan manajer

sama dengan kepentingan pemegang

saham. Pengaruh pemberian bonus

dengan skema seperti ini sama dengan

pemberian opsi saham kepada manajer,

yang mengatasi masalah agensi. Skema

ini sering disebut sebagai kompensasi

insentif, yang didesain oleh pemegang

saham untuk mengontrol manajer agar

sesuai dengan kepentingannya. Skema

kompensasi insentif telah terbukti

mempengaruhi kecenderungan

penghindaran pajak (Armstrong et al.,

2013), dengan semakin besar insentif

yang diberikan untuk manajer maka

semakin besar penghindaran pajak yang

dilakukan perusahaan (Minnick dan

Noga, 2010 dalam Rego dan Wilson

2012).

Namun jika komponen kompensasi

eksekutif hanya berupa gaji dan

tunjangan, maka hal ini tidak akan

berpengaruh terhadap kecenderungan

manajer bertindak oportunis atau

bertindak memaksimalkan kepentingan

pemegang saham. Bervariasinya sistem

penetapan kompensasi untuk masing-

masing perusahaan, dan ada kalanya

tidak ada penjelasan mengenai cara

penetapannya, menjadi tantangan

tersendiri bagi penelitian di Indonesia.

Oleh sebab itu, penelitian ini

mengasumsikan bahwa perusahaan di

Indonesia memiliki sistem kompensasi

yang disamakan dengan sistem

perusahaan BUMN, yaitu terdiri dari

gaji, tunjangan, dan bonus yang

diberikan berdasarkan kinerja.

2.3 Karakter Eksekutif

Setiap perusahaan memiliki

seorang pemimpin yang menduduki

posisi teratas baik sebagai top eksekutif

maupun top manajer, dimana setiap

pimpinan memiliki karakter-karakter

tertentu untuk memberikan arahan

dalam menjalankan kegiatan usaha

sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai

perusahaan (Pranata, 2014). Eksekutif

merupakan individu yang menempati

sebuah posisi penting dalam sebuah

posisi dalam suatu kepemimpinan

dalam sebuah perusahaan atau suatu

organisasi. Dalam menjalankan tugasnya

sebagai pimpinan perusahaan, eksekutif

memiliki dua karakter yakni sebagai risk

taker dan risk averse. Eksekutif yang

memiliki karakter risk taker adalah

eksekutif yang lebih berani dalam

mengambil keputusan bisnis, sedangkan

eksekutif yang memiliki karakter risk

averse adalah eksekutif yang cenderung

tidak menyukai risiko sehingga kurang

berani dalam mengambil keputusan

bisnis (Maccrimon dan Wehrung, 1990

dalam Budiman 2012).

Menurut Budiman dalam Dewi

(2014) Seorang pemimpin bisa saja

memiliki karakter risk taker atau risk

averse yang tercermin dari besar

kecilnya risiko perusahaan. Semakin

tinggi risiko suatu perusahaan , maka

eksekutif cenderung bersifat risk taker.

Sebaliknya, semakin rendah risiko suatu

perusahaan, maka eksekutif cenderung

bersifat risk averse. Jenis karakter

individu (executive) yang duduk dalam

manajemen perusahaan apakah mereka

merupakan risk taker atau risk averse

tercermin pada besar kecilnya risiko

perusahaan yang ada (Budiman dan

Setiyono, 2012).

Menurut Hartono (2008) risiko ada

kaitanya dengan return yang diperoleh

perusahaan, bahwa risiko merupakan

penyimpangan atau deviasi dari

outcome yang diterima dengan yang

diekspektasi. Dengan demikian dapat

diartikan semakin besar deviasi antara

Page 30: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

119

outcome yang diterima dengan

diekspektasikan mengindikasikan

semakin besar pula risiko yang ada.

Seorang investor akan menghadapi

risiko investasi berupa kemungkinan

terjadinya perbedaan hasil yang

diharapkan (expected return) dengan

hasil yang benar-benar terjadi (Penman,

2007).

Hampir senada dengan Hartono

(2008), Paligorova (2010) mengartikan

risiko perusahaan merupakan volatilitas

earning perusahaan, yang bisa diukur

dengan rumus deviasi standar. Dengan

demikian dapat dimaknai bahwa risiko

perusahaan merupakan penyimpangan

atau deviasi standar dari earning baik

penyimpangan itu bersifat downside risk

atau upside potential, semakin besar

deviasi earning perusahaan

mengindikasikan semakin besar pula

risiko perusahaan yang ada. Tinggi

rendahnya risiko perusahaan ini

mengindikasikan karakter eksekutif

apakah termasuk risk taker atau risk

averse (Paligorova, 2010).

Fenomena tersebut

mengindikasikan, pemimpin perusahaan

eksekutif memiliki dua karakter yakni

sebagai risk taker dan risk averse.

Eksekutif yang memiliki karakter risk

taker adalah eksekutif yang lebih berani

dalam mengambil keputusan bisnis dan

biasanya memiliki dorongan kuat untuk

memiliki penghasilan, posisi,

kesejahteraan, dan kewenangan yang

lebih tinggi. Sedangkan eksekutif yang

memiliki karakter risk averse adalah

eksekutif yang cenderung tidak

menyukai risiko sehingga kurang berani

dalam mengambil keputusan bisnis.

Untuk mengetahui karakter

eksekutif maka digunakan risiko

perusahaan yang dimiliki perusahaan.

Besar kecilnya risiko perusahaan

mengindikasikan kecenderungan

karakter eksekutif (Dewi, 2014). Tingkat

risiko yang besar mengindikasikan

bahwa pimpinan perusahaan lebih

bersifat risk taker. Sebaliknya tingkat

risiko yang kecil mengindikasikan

bahwa pimpinan perusahaan lebih

bersifat risk averse (Dewi, 2014).

Faktor–faktor keberhasilan dalam

pengelolaan risiko pada eksekutif itu

sendiri terdiri dari komitmen, tanggung

jawab, kesadaran, kebijakan,

metodologi, keterampilan, pemantauan.

2.4 penghindaran pajak

Teori kepatuhan pajak

menyatakan bahwa pada dasarnya

tidak ada wajib pajak yang secara

sukarela bersedia membayar pajak.

Individu akan melaksanakan sesuatu

jika ia juga mendapatkan keuntungan

dari tindakan tersebut. Berdasarkan

hal tersebut, eksekutif sebagai

pemimpin operasional perusahaan

akan bersedia membuat kebijakan

penghindaran pajak hanya jika ia juga

mendapatkan keuntungan dari

tindakan tersebut. Untuk itu

kompensasi tinggi kepada eksekutif

adalah salah satu cara terbaik sebagai

upaya pelaksanaan efisiensi pajak

perusahaan. Hal tersebut karena

eksekutif akan merasa diuntungkan

dengan menerima kompensasi yang

lebih tinggi sehingga ia akan

meningkatkan kinerja perusahaan

lebih baik lagi. Kinerja tersebut salah

satunya melalui upaya efisiensi

pembayaran pajak (Hanafi dan Harto,

2014).

Pernyataan ini didukung oleh

hasil penelitian Hanafi dan Harto

(2014), Armstrong et al (2012), dan

Page 31: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

120

Desai dan Dharmapala (2006) bahwa

kompensasi eksekutif berpengaruh

terhadap penghindaran pajak.

Berdasarkan telaah literatur diatas

dan hasil penelitian terdahulu, maka

hipotesis yang diajukan adalah

H1: Kompensasi eksekutif

berpengaruh positif dan

siginifikan terhadap

penghindaran pajak pada

perusahaan yang terdaftar di

BEI.

H2: Karakter eksekutif berpengaruh

positif dan siginifikan terhadap

penghindaran pajak pada

perusahaan yang terdaftar di

BEI

3. METODE PENELITIAN

3.1 Metode Analisis Data

Penyelesaian penelitian ini

menggunakan teknik analisis kuantitatif.

Analisis kuantitatif dilakukan dengan

menganalisis suatu permasalahan yang

diwujudkan dengan kuantitatif

dilakukan dengan cara mengkuantifikasi

data-data penelitian sehingga

menghasilkan informasi yang dibutuhkan

dalam analisis. Menganalisis data dan

menguji hipotesis yaitu dengan

menggunakan statistk deskriptif, uji

asumsi klasik dan uji hipotesis dengan

menggunakan bantuan perangkat lunak

Microsoft Excel 2016 dan SPSS (Statistical

Package for Social Sciences) versi 21.0.

Tahapan pengujian dengan

menggunakan uji regresi linear berganda

dapat dijelaskan sebagai berikut

(Ghozali, 2011):

a. Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif memberikan

gambaran atau deskripsi suatu data

yang dilihat dari nilai rata-rata

(mean), standar deviasi, varian,

maksimum, minimum, sum, range,

kurtosis, dan skewness (kemencengan

disrtibusi) (Ghozali, 2011).

Statistik deskriptif merupakan

proses transformasi data penelitian

dalam bentuk tabulasi sehingga

mudah dipahami dan

diinterprestasikan. Statistik deskriptif

umumnya digunakan oleh peneliti

untuk memberikan informasi

mengenai karakteristik variabel

penelitian (Indriantoro dan Supomo,

2009).

b. Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik yang dilakukan

dalam penelitian ini meliputi uji

normalitas, uji multikolonieritas, uji

heteroskedastisitas dan uji

autokorelasi.

1) Uji Normalitas

Menurut Ghozali (2011) uji

normalitas bertujuan untuk menguji

apakah dalam model regresi, variabel

pengganggu atau residual memiliki

distribusi normal. Ada dua cara untuk

mendeteksi residual berdistribusi

normal atau tidak yaitu dengan analisis

grafik dan uji statistik. Pengujian

normalitas dalam penelitian ini

menggunakan analisis uji One Sample

Kolmogorov Smirnov dan analisis grafik

(normal P-P Plot).

2) Uji Multikolonieritas

Menurut Ghozali (2011) uji

multikolonieritas bertujuan untuk

menguji apakah model regresi

ditemukan adanya korelasi antar

variabel bebas (independen). Model

regresi yang baik seharusnya tidak

terjadi korelasi di antara variabel

independen. Untuk menguji adanya

Page 32: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

121

multikolinearitas dapat dilakukan

dengan menganalisis korelasi antar

variabel dan perhitungan nilai tolerance

serta variance inflation factor (VIF).

Multikolonieritas terjadi jika nilai

tolerance lebih kecil dari 0,1 yang berarti

tidak ada korelasi antar variabel

independen yang nilainya lebih dari 95%.

Dan nilai VIF lebih besar dari 10, apabila

VIF kurang dari 10 dapat dikatakan

bahwa variabel independen yang

digunakan dalam model adalah dapat

dipercaya dan objektif.

3) Uji Heteroskedastisitas

Menurut Ghozali (2011) uji

heteroskedastisitas bertujuan menguji

apakah dalam model regresi terjadi

ketidaksamaan variance dari residual

satu pengamatan ke pengamatan yang

lain. Jika variance dari residual satu

pengamatan ke pengamatan yang lain

tetap, maka disebut homoskedastisitas

dan jika berbeda disebut

heteroskedastisitas. Model regresi yang

baik adalah yang homoskedastisitas atau

tidak terjadi heteroskedastisitas.

Untuk mendeteksi ada tidaknya

heteroskedastisitas dilakukan dengan

dengan menjalankan uji Glejser pada

aplikasi SPSS 20.0 dengan meregresi nilai

absolute residual terhadap variabel

independen (Gujarati, 2003) dalam

(Ghozali, 2011). Jika variabel independen

signifikan secara statistik mempengaruhi

variabel dependen, maka ada indikasi

terjadi heteroskedastisitas. Nilai

signifikansi yang kurang dari 10%

menunjukkan bahwa terdapat masalah

heterokedastisitas pada variabel yang

diuji (Ghozali, 2011).

4) Uji Autokorelasi

Menurut Ghozali (2011) uji

autokorelasi bertujuan menguji apakah

dalam model regresi linear ada korelasi

antara kesalahan pengganggu pada

periode t dengan kesalahan pegganggu

pada periode t-1 (sebelumnya). Model

regresi yang baik adalah regresi yang

bebas dari autokorelasi. Deteksi adanya

autokorelasi dapat dilihat dari angka

Durbin Watson. Pengambilan keputusan

ada dan tidaknya autokorelasi pada uji

Durbin Watson

Tabel 4.1

Kriteria Autokorelasi Durbin-Watson

(D-W)

Hipotesis Nol Keputus

an

Jika

Tidak ada

autokorelasi

Tolak 0 < d < dl

Tidak ada

autokorelasi positif

No

decision

dl ≤ d ≤

du

Tidak ada korelasi

negative

Tolak dl < d < 4

Tidak ada korelasi

negative

No

decision

4 – du ≤ d

≤ 4 – dl

Tidak ada

autokorelasi positif

atau negatif

Tidak

ditolak

Du < d ≤

4 - du

c. Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi (R2) pada

intinya mengukur seberapa jauh

kemampuan model dalam

menerangkan variasi variabel

dependen. Nilai koefisien determinasi

berada di antara nol dan satu. Nilai R2

yang kecil berarti kemampuan

variabel–variabel independen dalam

menjelaskan variabel dependen amat

terbatas. Nilai yang mendekati satu

berarti variabel-varibel independen

memberikan hampir semua informasi

yang dibutuhkan untuk memprediksi

variasi variabel dependen (Ghozali,

2011). Data dalam penelitian ini akan

diolah dengan menggunakan program

Page 33: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

122

Statistical Package for Social Sciences

(SPSS). Hipotesis dalam penelitian ini

dipengaruhi oleh nilai signifikansi

koefisien variabel yang bersangkutan

setelah dilakukan pengujian.

Kesimpulan hipotesis dilakukan

berdasarkan t-test.

d. Uji Hipotesis

Proporsisi merupakan salah

satu dari elemen teori, disamping

construct, dan definisi, yang memberi

gambaran fenomena-fenomena

secara sistematis melalui penentuan

hubungan antar variabel. Proposisi

merupakan ungkapan atau

pernyataan yang dapat dipercaya,

disangkal, atau diuji kebenarannya,

mengenai konsep atau construct

yang menjelaskan atau memprediksi

fenomena-fenomena. Proporsi yang

dirumuskan dengan maksud untuk

diuji secara empiris disebut dengan

hipotesis. Hipotesis menyatakan

hubungan yang diduga secara logis

antara. dua variabel atau lebih dalam

rumusan proposisi yang dapat diuji

secara empiris (Indriantoro dan

Supomo, 2009).

1) Uji Signifikansi Simultan (Uji F)

Bertujuan untuk mengetahui

adanya pengaruh secara bersama- sama

antara variabel-variabel independen

(kompensasi eksekutif dan karakter

eksekutif) terhadap variabel dependen

(penghindaran pajak). Uji F dilakukan

dengan membandingkan besarnya

Fhitung dengan Ftabel atau dapat pula

dilakukan dengan melihat

probabilitasnya. Apabila Fhitung lebih

besar daripada Ftabel maka semua

variabel independen berpengaruh

secara bersama-sama terhadap variabel

dependen. Sedangkan pengujian dengan

nilai probabilitas yaitu apabila

probabilitas lebih kecil dari taraf

signifikansi (5%) maka model diterima.

2) Uji Signifikansi Parameter

Individual (Uji t)

Menurut Ghozali (2011), uji

stastistik t pada dasarnya menunjukkan

seberapa jauh pengaruh satu variabel

independen secara individual dalam

menerangkan variabel dependen.

Pengujian dilakukan dengan

menggunakan significance level 0,05

(α=5%). Penerimaan atau penolakan

hipotesis dilakukan dengan kriteria

sebagai berikut:

1. Jika nilai signifikan > 0,05 maka

hipotesis ditolak (koefisien regresi

tidak signifikan). Hal ini berarti

bahwa secara parsial variabel

independen tersebut tidak

mempunyai pengaruh yang signifikan

terhadap variabel dependen.

2. Jika nilai signifikan ≤ 0,05 maka

hipotesis diterima (koefisien

regresi signifikan). Hal ini berarti

secara parsial variabel independen

tersebut mempunyai pengaruh

yang signifikan terhadap variabel

dependen.

Dalam penelitian ini berarti

terdapat pengaruh signifikan

kompensasi eksekutif dan karakter

eksekutif terhadap penghindaran pajak.

Data tersebut diolah dengan

menggunakan SPSS 21.0 for windows.

e. Uji Regresi Berganda

Untuk menguji hipotesis dalam

penelitian ini, digunakan metode regresi

linear berganda. Metode regresi linear

berganda, yaitu metode yang digunakan

untuk menguji pengaruh dua atau lebih

Page 34: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

123

variabel independen terhadap variabel

dependen dengan skala pengukur atau

rasio dalam suatu persamaan linier

(Indriantoro dan Supomo, 2009).

Variabel independen dalam penelitian ini

adalah kompensasi eksekutif dan

karakter eksekutif. Sedangkan variabel

dependennya penghindaran pajak.

Adapun persamaan untuk menguji

hipotesis pada penelitian ini adalah

sebagai berikut:

Dimana :

CETR = Cash Efffective Tax Rates

(Penghindaran Pajak)

a = konstanta

kompeks = Kompensasi eksekutif

kareks = Karakter eksekutif

e = error

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisis Statistik Deskriptif

Penelitian ini dilakukan pada

perusahaan property, real estate dan

building construction yang terdaftar

di Bursa Efek Indonesia tahun 2014-

2018. Analisis statistik diskriptif

dalam penelitian ini digunakan untuk

mengetahui deskripsi data tentang

pengaruh karakteristik eksekutif dan

kompensasi eksekutif dan

Penghindaran pajak pada perusahaan

yang terdaftar di pada perusahaan

property, real estate dan building

construction yang terdaftar di Bursa

Efek Indonesia. Adapun hasilnya

adalah sebagai berikut:

Tabel 2.

Analisis Deskriptif

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Sum Mean

Std.

Deviation

Kompensasi

Eksekutif

95 21 24 2179 22.93 .905

Karakter

Eksekutif

95 5.298 .673 309.212 3.25487 .687821

Tax Avoidance 95 5.298 .090 164.136 1.72775 .848916

Valid N

(listwise)

95

Sumber : Data diolah spss 25

Berdasarkan Tabel diatas

menunjukkan bahwa jumlah pengamatan

pada perusahaan yang terdaftar di

perusahaan property dan real estate

selama 5 tahun dalam penelitian ini

sebanyak 95 data. Hasil statistik

deskriptif dari variabel independen

Kompensasi eksekutif memiliki yang

positif dengan nilai rata-rata perusahaan

yang terdaftar Bursa efek indonesia

periode tahun 2014-2018 adalah sebesar

22.93 sedangkan nilai standar deviasi

sebesar 0.905. Hasil statistik deskriptif

dari variabel independen karakter

eksekutif nilai rata-ratanya dari yang

positif dengan nilai rata-rata adalah

sebesar 3.25487 sedangkan nilai standar

deviasi sebesar 0.687821. Hasil statistic

deskriptif dari variabel independen

Tax Avoidance nilai rata-rata yang positif

dengan nilai rata-rata adalah sebesar

Page 35: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

124

1.72775 sedangkan nilai standar deviasi

sebesar 0.848916.

4.2 Pengujian Asumsi Klasik

Formula atau rumus regresi

diturunkan dari suatu asumsi data

tertentu. Data tidak memenuhi

asumsi regresi, maka penerapan

regresi akan menghasilkan estimasi

yang bias. Berikut ini adalah hasil

pengujian asumsi klasik yang terdiri

dari uji normalitas, autokorelasi,

multikolinearitas, dan

heteroskedastisitas.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas data ini

digunakan untuk menguji apakah

dalam model regresi, variabel

penganggu atau residual memiliki

distribusi normal atau tidak.

Berdasarkan pengujian normalitas

diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 3.

Uji Normalitas

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual

N 95

Normal Parametersa,b Mean .0000000

Std. Deviation .55851349

Most Extreme

Differences

Absolute .079

Positive .079

Negative -.057

Test Statistic .079

Asymp. Sig. (2-tailed) .200c,d

Sumber : Data diolah Spss versi 25

Berdasarkan hasil pengujian

normalitas pada nilai

Unstandardized Resideul untuk data

penelitian diketahui bahwa nilai

kolmogorov-smirnov z adalah 0.079

dengan nilai Asymp.Sig.sebesar 0,200.

Hasil perhitungan menunjukkan nilai

Asymp.Sig.> 0,05, maka dapat

disimpulkan bahwa data dalam

penelitian ini data berdistribusi

normal.

b. Uji Multikolinearitas

Uji multikolineritas bertujuan

untuk menguji apakah model regresi

ditemukan adanya korelasi antar

variabel bebas (independen).

Pengujian asumsi multikolineritas

dilakukan dengan melihat nilai

Variance Inflation Factor (VIF) dan

nilai tolerance. Suatu model

persamaan regresi dikatakan bebas

dari gejala multikolineritas apabila

nilai Variance Inflation Factor (VIF) di

bawah 10 dan nilai tolerance value-

nya di atas 0,10. Hal ini akan

dijelaskan pada tabel 4 sebagai

berikut:

Page 36: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

125

Tabel 4.

Uji Multikolinearitas

Coefficientsa

Model

Collinearity Statistics

Tolerance VIF

1 (Constant)

Kompensasi

Eksekutif

.994 1.007

Karakter Eksekutif .994 1.007

Sumber : Data diolah 2020

Berdasarkan tabel 4 diatas dapat

diketahui bahwa hasil uji

multikolineritas menunjukan nilai

tolerance kompensasi eksekutif dan

karakter eksekutif berada diatas 0.10

dan nilai VIF berada dibawah angka 10

untu kesetiap variabel. Hasil uji

multikolineritas tersebut, menunjukan

bahwa semua variabel independen

dalam model regresi linear berganda

tidak terdapat permasalahan

multikolineritas sehingga dapat

digunakan dalam penelitian ini.

c. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas

bertujuan menguji apakah dalam

model regresi terjadi ketidaksamaan

variance dari residual satu

pengamatan ke pengamatan yang

lain. Masalah heteroskedastisitas

dalam model persamaan regresi ini

dilakukan dengan metode Gletjser

Test, yaitu dengan cara

meregresikan nilai absolute residual

terhadap variabel inpedenden,

sehingga dapat diketahui ada

tidaknya derajat kepercayaan 5%.

Jika nilai signifikansi > 0.05, maka

tidak terjadi heteroskedastisitas.

Tabel 5.

Uji Heteroskedastisitas

Coefficientsa

Model

Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) 2.461 2.321 1.060 .292

Kompensasi

Eksekutif

.027 .098 .029 .274 .785

Karakter

Eksekutif

.036 .129 -.030 -.282 .778

Sumber : Data diolah spss 25

Hasil tampilan output SPSS

menunjukkan bahwa variabel

kompensasi eksekutif dan karakter

eksekutif tidak terjadi masalah

heteroskedastisitas karena nilai

probabilitasnya (sig) di atas 0,05.

Page 37: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

126

d. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan

untuk menguji apakah dalam

modal regresilinear ada korelasi

antara kesalahan pengganggu

(residual) pada periode t dengan

kesalahan penganggu pada periode t-

1 (sebelumnya).Jika terjadi korelasi

maka dinamakan ada problem

autokorelasi.Model regresi yang baik

adalah regresi bebas dari

autokorelasi. Uji yang digunakan

untuk mendeteksi bebas dari

autokorelasi adalah Durbin Watson.

Tabel 6.

Uji Autokorelasi

Std. Error of the

Estimate Durbin-Watson

.857427 2.925

Sumber: Data diolah spss 25

Berdasarkan dari hasil uji

autokorelasi dengan menggunakan SPSS

25 dalam tabel di atas, diperoleh nilai

Durbin Watson (DW hitung) sebesar

2,925. Berdasarkan kriteria yang telah

ditentukan DW hitung berada di antara

Du 1720 dan (4-DU) 2,28 artinya tidak

terjadi autokorelasi.

4.3 Analisis Regresi Berganda

Analisis regresi berganda

dilakukan untuk membuktikan adanya

pengaruh variabel independen terhadap

variabel dependen. Pada penelitian ini

pengujian regresi linier berganda

digunakan untuk mengetahui pengaruh

kompensasi eksekutif dan karakter

eksekutif terhadap tax avoidance pada

perusahaan real estate dan property

yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

periode tahun 2014-2018. Adapun

berdasarkan perhitungan diperoleh

hasil sebagai berikut:

Tabel 7.

Analisis Regresi Berganda

Coefficientsa

Model

Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) 2.461 2.321 -1.060 .292

Kompensasi Eksekutif .027 .098 .029 3.274 .005

Karakter Eksekutif -.036 .129 -.030 2-.282 .048

a. Dependent Variable: Tax Avoidance

Hasil pengujian regresi linier

berganda dapat dibuat persamaan

regresi sebagai berikut:

Y=2.461 0.027X1+-0.036X2+ e

Berdasarkan persamaan regresi

di atas, dapat diinterpretasikan sebagai

berikut:

a = 2.461 Artiya nilai konstan untuk

persamaan regresi adalah 2.461

parameter positif Hal ini berarti

bahwa dengan adanya kompensasi

eksekutif dan karakter eksekutif maka

berdampak positid terhadap tax

avoidance pada perusahaan real estate

yang terdaftar di bursa Efek Indonesia

sebesar 2.461.

b1 = 0.027 Artinya besar nilai koefisien

regresi untuk variabel kompensasi

eksekutif (b1) adalah 0.027 dengan

Page 38: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

127

parameter positif. Hal ini berarti bahwa

setiap terjadi penurunan kompensasi

eksekutif sebesar 1 satuan, maka

berdampak terhadap peningkatan tax

avoidance sebesar 0.027 satuan dengan

asumsi variabel yang lain konstan.

b2 = -0.036 Artinya besar nilai koefisien

regresi untuk variabel karakter eksekutif

(b2) adalah -0.036 dengan parameter

negatif. Hal ini berarti bahwa setiap

terjadi peningkatan variabel karakter

eksekutif sebesar 1 satuan, maka tidak

akan berdampak terhadap peningkatan

harga saham sebesar -0.036 satuan

dengan asumsi variabel yang lain

konstan.

4.4 Uji Hipotesis

a. Analisis Pengaruh Secara Parsial

(Uji t)

Uji t ini merupakan pengujian

variabel independen secara parsial

terhadap variabel dependen. Dalam

penelitian ini uji t digunakan untuk

mengetahui pengaruh kompensasi

eksekutif dan karakter eksekutif pada

perusahaan yang terdaftar di bursa

efek Indonesia tahun 2014-2018.

Adapun berdasarkan perhitungan

diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 8. Uji T

Coefficientsa

Model

Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) 2.461 2.321 -1.060 .292

Kompensasi Eksekutif .027 .098 .029 3.274 .005

Karakter Eksekutif -.036 .129 -.030 2.282 .048

Sumber : Data diolah Spss 25

T tabel = /2;; n-k-1

= 0,05/2; 95-2-1

= 2,021

Berdasarkan Tabel 8, maka

dapat diketahui pengaruh masing-

masing variabel sebagai berikut:

a) Pengaruh kompensasi eksekutif (X1)

terhadap tax avoidance (Y)

Dari tabel diatas diperoleh nilai

t hitung sebesar 3.274 yang artinya t

hitung sebesar 3.274 > t tabel sebesar

2,021 dan untuk taraf signifikannya

0,005 < 0,05 maka dapat disimpulkan

bahwa Ho ditolak dan Ha diterima

artinya variabel kompensasi eksekutif

berpengaruh signifikan terhadap tax

avoidance pada perusahaan real

estate yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia periode tahun 2014-2018.

b) Pengaruh karakter eksekutif (X2)

terhadap tax avoidance (Y)

Dari tabel diatas diperoleh nilai

t hitung sebesar 2.262 yang artinya t

hitung sebesar 2.262 > t tabel sebesar

2,021 dan untuk taraf signifikannya

0,048 < 0,05 maka dapat disimpulkan

bahwa Ho ditolak dan Ha diterima

artinya variabel karakter eksekutif

berpengaruh signifikan terhadap tax

avoidance pada perusahaan real

estate yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia periode tahun 2014-2018.

b. Analisis Pengaruh Secara Simultan

(Uji F)

Page 39: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

128

Uji F digunakan untuk

mengetahui pengaruh semuavariabel

independen yang terdapat di dalam

model secara bersama-sama

(simultan) terhadap variabel

dependen. Hasil pengujian F statistik

diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 9. Uji F

ANOVAa

Model

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression .105 2 .053 11.072 .000b

Residual 67.637 92 .735

Total 67.742 94

a. Dependent Variable: Tax Avoidance

b. Predictors: (Constant), Karakter Eksekutif, Kompensasi Eksekutif

Sumber : Data diolah Spss 25

F tabel = ; k-1; n-k

= 2,60

Berdasarkan hasil perhitungan

diperoleh Fhitung = 11,072 > 2,60

(Sig.= 0,000 < 0,05) sehingga H0

ditolak, artinya kompensasi eksekutif

dan karakter eksekutif secara

bersama-sama berpengaruh terhadap

tax avoidance pada property, real

estate dan home building yang

terdaftar di Bursa Efek Indonesia

periode tahun 2014-2018

c. Koefisen Determinasi

Keofisien determinasi yaitu

untuk mengukur proporsi atau

presentasi sumbangan dari seluruh

variabel bebas (X) yang terdapat

dalam model regresi terhadap

variabel terikat (Y). Dalam hal ini

untuk mengukur proporsi atau

presentasi sumbangan dari

kompensasi eksekutif dan karakter

eksekutif secara bersama-sama

berpengaruh terhadap tax avoidance

terhadap tax avoidance pada property,

real estate dan home building yang

terdaftar di Bursa Efek Indonesia

periode tahun 2014-2018. Hasil

pengujian koefisien determinasi (R2)

diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 10. Koefisen Determinasi

Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate

1 .439a .442 .420 .857427

Sumber : Data diolah Spss 25

Berdasarkan hasil perhitungan

Uji koefisien determinan seperti pada

tabel 10 diatas dapat diketahui

bahwa pengaruh dari kedua

variabel independen terhadap

variabel dependen dinyatakan

dengan nilai koefisien determinan

sebesar 44,2%. Hal ini menunjukan

bahwa 44,2% variasi dari tax

avoidance yang bisa dijelaskan oleh

Page 40: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

129

variasi dari kedua variabel

independen kompensasi eksekutif

dan karakter eksekutif Sedangkan

sisanya sebesar 100% – 44,2% =

55,8% dijelaskan oleh variabel-

variabel lain di luar penelitian ini.

4.5 Pembahasan

a. Pengaruh kompensasi eksekutif

(X1) terhadap tax avoidance (Y)

Dari tabel diatas diperoleh nilai t

hitung sebesar 3.274 yang artinya t

hitung sebesar 3.274 > t tabel sebesar

2,021 dan untuk taraf signifikannya

0,005 < 0,05 maka dapat disimpulkan

bahwa Ho ditolak dan Ha diterima

artinya variabel kompensasi eksekutif

berpengaruh signifikan terhadap tax

avoidance pada perusahaan real estate

yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

periode tahun 2014-2018.

Faktor dari luar bisa

dipengaruhi oleh kompensasi yang

diberikan pemegang saham.

Kompensasi eksekutif merupakan

suatu penghargaan baik berupa

material atau non material yang

diberikan kepada eksekutif agar

termotivasi dalam mencapai tujuan-

tujuan perusahaan (Dewi dan Sari,

2015). Dalam penelitian ini menguji

apakah ada pengaruh antara

kompensasi eksekutif terhadap

penghindaran pajak. Hasil penelitian

Hanafi dan Harto (2014) menyatakan

adanya pengaruh signifikan positif

antara kompensasi eksekutif

terhadap penghindaran pajak.

Penelitian corporate

governance terhadap penghindaran

pajak menjadi menarik karena dapat

menjelaskan bagaimana tata kelola

perusahaan berperan dalam

kepatuhan membayar pajak.

Corporate governance merupakan

tata kelola perusahaan yang

menjelaskan hubungan antara

berbagai partisipan dalam

perusahaan yang menentukan arah

kinerja perusahaan (Saputra et

al.,2015). Dalam penelitian ini

menguji adanya pengaruh corporate

governance terhadap penghindaran

pajak yang diwakili dua variabel

corporate governance, yaitu dewan

komisaris independen dan komite

audit.

Dewan komisaris independen

dan komite audit merupakan lapisan

teratas dalam struktur organisasi

perusahaan. Dewan komisaris

independen merupakan anggota

komisaris yang berasal dari luar

perusahaan, tidak mempunyai

hubungan afiliasi dengan perusahaan,

dan tidak memiliki hubungan usaha

baik langsung maupun tidak langsung

yang berkaitan dengan kegiatan

usaha perusahaan (BAPEPAM, 2004).

Sedangkan komite audit terdiri

sekurang-kurangnya tiga orang

anggota, satu diantaranya merupakan

komisaris independen yang sekaligus

merangkap sebagai ketua komite dan

anggota lainnya merupakan pihak

eksternal yang independen, dimana

setidaknya satu diantaranya memiliki

kemampuan di bidang akuntansi

dan/atau keuangan (BAPEPAM,

2000).

b. Pengaruh karakter eksekutif (X2)

terhadap tax avoidance (Y)

Dari tabel diatas

Page 41: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

130

diperoleh nilai t hitung sebesar 2.262

yang artinya t hitung sebesar 2.262 > t

tabel sebesar 2,021 dan untuk taraf

signifikannya 0,048 < 0,05 maka dapat

disimpulkan bahwa Ho ditolak dan Ha

diterima artinya variabel karakter

eksekutif berpengaruh signifikan

terhadap tax avoidance pada perusahaan

real estate yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia periode tahun 2014-2018.

Keputusan penghindaran pajak

diambil oleh eksekutif perusahaan.

Eksekutif perusahaan merupakan

seseorang yang menduduki posisi

kepemipinan dalam perusahaan. Tugas

eksekutif adalah sebagai penggerak dari

proses kegiatan-kegiatan dalam

organisasi di perusahaan. Dalam peran

mangelola perusahaan, eksekutif

dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor

dari dalam (internal) dan faktor dari luar

(eksternal). Faktor dari dalam

dipengaruhi oleh tingkah laku (attitude)

dan watak (behavior) yang dapat

mencerminkan karakter eksekutif. Dalam

penelitian ini menguji apakah ada

pengaruh antara karakter eksekutif

terhadap keputusan penghindaran pajak

perusahaan. Hasil penelitian Meilia dan

Adnan (2017) menyatakan adanya

pengaruh antara karakteristik eksekutif

terhadap penghindaran pajak.

5. PENUTUP

5.1 Simpulan

Penelitian ini bertujuan untuk

menguji pengaruh antara

karakteristik eksekutif, kompensasi

eksekutif terhadap tax avoidance

dalam perusahaan property, real

estate dan home building yang

terdaftar secara konsisten di Bursa

efek Indonesia 2014-2018.

Berdasarkan hasil temuan

penelitian dan pengujian hipotesis

yang telah dilakukan dapat

disimpulkan sebagai berikut.

1. Pengaruh kompensasi eksekutif (X1)

terhadap tax avoidance (Y) Dari tabel

diatas diperoleh nilai t hitung sebesar

3.274 yang artinya t hitung sebesar

3.274 > t tabel sebesar 2,021 dan

untuk taraf signifikannya 0,005 < 0,05

artinya variabel kompensasi eksekutif

berpengaruh signifikan terhadap tax

avoidance pada perusahaan real

estate yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia periode tahun 2014-2018.

Dengan demikian menyatakan bahwa

semakin besar kompensasi yang

diberikan pemegang saham untuk

tujuan memaksimalkan nilai saham

akan memberikan dampak terhadap

kepatuhan eksekutif dalam membayar

pajak perusahaan.

2. Dari tabel diatas diperoleh nilai t

hitung sebesar 2.262 yang artinya t

hitung sebesar 2.262 > t tabel sebesar

2,021 dan untuk taraf signifikannya

0,048 < 0,05 artinya variabel karakter

eksekutif berpengaruh signifikan

terhadap tax avoidance pada

perusahaan real estate yang terdaftar

di Bursa Efek Indonesia periode tahun

2014-2018. Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa eksekutif ini

termasuk tipe eksekutif risk taker

karena berani memanfaatkan bunga

atas hutang untuk memaksimalkan

nilai perusahaan.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil analisis

pembahasan serta beberapa simpulan

pada panelitian ini, adapun saran-

saran yang dapat diberikan melalui

hasil penelitian ini sebagai berikut.

Page 42: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

131

a. Saran Praktis

1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat

membantu investor dalam

pengambilan keputusan penanaman

modal pada suatu perusahaan.

2) Bagi investor yang sedang

mempertimbangkan keputusan

investasi, dapat melihat karakteristik

dari karakter eksekutif melalui nilai

corporate risk tersebut. Perusahaan

dengan corporate risk yang tinggi

mengindikasikan perusahaan tersebut

menggunakan utang sebagai sumber

pendanaan perusahaannya, sekaligus

memperlihatkan bahwa perusahaan

tersebut memiliki tingkat

penghindaran pajak yang tinggi akibat

bunga utang tersebut.

3) Bagi pihak Direktorat Jenderal

Pajak serta pembuat kebijakan,

penelitian ini dapat digunakan sebagai

acuan untuk mengindikasikan

perusahaan-perusahaan yang

melakukan penghindaran pajak,

sehingga dapat merumuskan

kebijakan pencegahan atas tindakan

agresifitas pajak tersebut.

b. Saran Penelitian Selanjutnya

Penelitian selanjutnya agar

menguji kembali pengaruh

karakteristik eksekutif, kompensasi

eksekutif, dan menambah variabel

lain seperti dewan komisaris

independen, komite audit, dan

financial distress.

DAFTAR PUSTAKA

Adi, Anindyarta Wardhana dan Nur Cahyonowati. “Pengaruh Karakteristik Perusahaan terhadap Tingkat Pengungkapan Risiko”. Diponegoro Journal of

Accounting, Vol. 2, No. 3, Halaman 1-14. 2013.

Amstrong, Christopher. S., Jenniver L. Blouin, Alan D. Jagolinzer dan David F.Larcker. ” Corporate Governance, Incentives and Tax Avoidance”. Rock Center for Corporate Governance Working Paper Series no. 136. 2013.

Andayani, Wuryan dan Suparlan. “Analisis Empiris Pergantian Kantor Akuntan Publik Setelah Ada Kewajiban Rotasi Audit”. Simposium Nasional Akuntansi XIII. 2010.

Annisa, N.A dan Lulus Kurniasih. “Pengaruh Corporate Governance terhadap Tax Avoidance.” Jurnal Akuntansi dan Auditing, Vol 8 No 2 ISSN 1412-6699 (2012), h 95-189. 2012.

Armstrong, C.S., J.L. Blouin, dan D.F. Larcker. “The Incentives for Tax Planning.” Journal of Accounting and Economics 53 (2012), h. 391-411. 2012.

Atmaja, Lukas Setia. “Teori dan Praktik Manajemen Keuangan”. Jakarta Penerbit Andi. 2008. Budiman, Judi, dan Setiyono. "Pengaruh Karakter Eksekutif terhadap Penghindaran Pajak" (Tax Avoidance). SNA XV. 2012.

Coles, Jeffrey L., Daniel, Naveen D., Naveen, Lalitha. “Managerial Incentive and Risk Taking” The Accounting Review. 2004.

Core John E., Robert W. Holthausen, David F. Larcker. “Corporate governance, chief executive officer compensation, and firm performance”. Journal of

Page 43: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

132

Financial Economics 51 (1999) 371-406. 1999.

Desai, M.A. dan D. Dharmapala. “Corporate Tax Avoidance and High Powered Incentives.” Journal of Financial Economics 79 (2006), h. 145-179. 2006.

Dewi, Gusti Ayu Pradnyanita dan Maria M. Ratna Sari. “Pengaruh Insentif Eksekutif, Corporate Risk dan Corporate Governance pada Tax Avoidance.” E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana 13.1 (2014): 50-67. 2015. 74

Dewi, Ni Nyoman Kristiana dan I Ketut Jati. “Pengaruh Karakter Eksekutif, Karakteristik Perusahaan, dan Dimensi Tata Kelola Perusahaan yang Baik pada Tax Avoidance di Bursa Efek Indonesia.” E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana 6.2 (2014): 249-260. 2014.

Dyreng, Scott D., Michelle Hanlon, Edward L. Maydew. “Long Run Corporate Tax Avoidance”. The Accounting Review, Vol. 83, 61-82. 2008.

Dyreng, Scott D., Michelle Hanlon, Edward L. Maydew. “The Effect of Executives on Corporate Tax Avoidance”. The Accounting Review, Vol. 85, Juni 2010, pp 1163 1189. 2010.

Gaertner, F.B. “CEO After-tax Compensation Incentives and Corporate Tax Avoidance”. The University of Arizona. 2011.

Ghozali, Imam. “Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 19”, Edisi Kelima Cetakan Kelima, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang. 2011.

Hamid, Abdul. ”Buku Panduan Penulisan Skripsi”, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta, 2012.

Hanafi, Umi dan Harto, Puji “Analisis Pengaruh Kompensasi Eksekutif, Kepemilikan Saham Eksekutif dan Preferensi Risiko Eksekutif terhadap Penghindaran Pajak Perusahaan” Diponegoro Journal Of Accounting Volume 3, Nomor 2, Tahun 2014, Halaman 1- 13. http://ejournal- s1.undip.ac.id/index.php/accounting ISSN (Online): 2337-3806. 2014.

Indriantoro, Nur dan Bambang Supomo, “Metodologi Penelitian Bisnis untuk Akuntansi dan Manajemen”, Salemba Empat, Yogyakarta, 2009.

Kurniasih, Tommy dan Maria M. Ratna Sari. “Pengaruh Return On Assets, Leverage, Corporate Governance, Ukuran Perusahaan dan Kompensasi Rugi Fiskal Pada Tax Avoidance”. Buletin Studi Ekonomi Vol 18, No.1 Februari. 2013.

Kusuma, Rahmat D. "Berpotensi Lakukan Penghindaran Pajak, 40% Pengembang Real Estate Perlu Diperiksa". www.detikfinance.com diakses pada tanggal 15 Januari 2015, 10.06 WIB. 2013.

Lanis, R. dan G. Richardson. “The Effect of Board of Director Composition on Corporate Tax Aggressiveness.” Journal of Accounting & Public Policy 30 (2011), h. 50-70. 2011. 75

Page 44: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

133

Lewellen, Katharina.“Financing Decisions When Managers Are Risk Averse”.Working Paper, Mit Sloan School of Management. 2003.

Minnick, K. dan T. Noga. “Do Corporate Governance Characteristics Influence Tax Management?” Journal of Corporate Finance 16 (2010), h. 703-718. 2010.

Moeljadi. “Manajemen Keuangan Pendekatan Kuantitatif dan Kualitatif”. Jilid 1, Edisi 1, Bayumedia Publishing, Malang. 2006.

Pohan, H.T. “Pengaruh Good Corporate Governance, Rasio Tobin Q, Perata Laba terhadap Penghindaran Pajak pada Perusahaan Publik.” Jurnal Informasi Perpajakan Akuntansi dan Keuangan Publik Vol.4, No.2 Juli 2009 Hal 113- 135. 2008.

Poligovora, Teodora. “Corporate Risk Taking and Ownership Structure”. Bank of Canada Working Paper. 2010.

Puspita, Slivia Ratih dan Harto, Puji. . Pengaruh Tata Kelola Perusahaan Pada Penghindaran Pajak. Diponegoro Journal Of Accounting Volume 3, Nomor 2,Tahun 2014, Halaman1-13.http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/accounting ISSN (Online): 2337-3806. 2014.

Republik Indonesia, Perdirjen No. Per-43/Pj/2010 Tentang Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dalam Transaksi Antara Wajib Pajak dengan Pihak Yang Mempunyai Hubungan Istimewa. Rego,

Sonja O. "Tax-Avoidance Activities of U.S. Multinational Corporations." Contemporary Accounting Research 2014):805-833.

Rego, Sonya O, dan Ryan Wilson. “Executive Compensation, Tax Reporting Aggressiveness, and Future Firm Performance”. Working Paper. 2008.

Rego, Sonja O. dan Wilson, Ryan J. “Equity Risk Incentives and Corporate Tax Aggressiveness”. Journal of Accounting Research (December 2012), Forthcoming. 2012.

Sabli, N. dan R.M. Noor. “Tax Planning and Corporate Governance.” 3rd International Conference on Business and Economic Research (3rd ICBER 2012) Proceeding, 2012.

Siregar, Sarsin. “Ditjen Pajak Temukan 7 Modus Penghindaran Pajak Properti”.http://medanbisnisdaily.com/news/read/2013/09/11/50052/ ditjen_pajak_temukan_7modus_penghindaran_pajak_properti/#.Vc 4BBat_IU diakses pada tanggal 15 Januari 2015, 10.06 WIB 76

Suryana, Anindita Budi. “Menisik Pajak Perusahaan Global”. http://www.pajak.go.id/content/penghindaran-pajak-perusahaan global-di- dunia diakses pada tanggal 15 Januari 2015, 09.46 WIB

Swingly, Calvin dan I Made Sukartha. “Pengaruh Karakter Eksekutif, Komite Audit, Ukuran Perusahaan, Leverage dan Sales

Page 45: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

134

Growth pada Tax avoidance”. E Jurnal Akuntansi Universitas Udayana 10.1 (2015): 47-62. 2015..

Xynas, L. “Tax Planning, Avoidance and Evasion in Australia 1970-2010: The Regulatory Responses and Taxpayer Compliance”. Revenue Law Journal Vol.20 Issue.1. 2011.

Page 46: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

135

EFEKTIVITAS PENERIMAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

(PBB-P2) DI DESA TIBONA KECAMATAN BULUKUMPA

KABUPATEN BULUKUMBA

Muh Yasin Noor

Politeknik Informatika Nasional

Email:[email protected]

Abstract

The purpose of this study was to study the level of land and building tax (PBB) receipts in Tibona village, Bulukumpa Subdistrict, Bulukumba District, anything that affects the level of acceptance of land and building tax revenue. The type of research used descriptive qualitative where the researcher describes the results of observations and analyzes the data obtained in the field. This Final Project is the result of research conducted from March 6, 2019 to May 6, 2019. After analyzing and discussing the problems, the researcher concluded that the level of effectiveness of land and building tax receipts in Tibona Village, Bulukumpa Subdistrict, Bulukumba District, in terms of compliance levels increased even though it was still quite effective, because there were still many taxpayers who had not paid attention to their obligations and lack of knowledge and understanding in paying taxes, and late billing, in this case, the Bontolanran village government in collecting taxes and lack of human resources (HR).

Keywords: Effectiveness, Tax Revenue, Obstacles, Land and Building Tax

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat efektivitas penerimaan pajak bumi dan bangunan (PBB) di desa Tibona Kecamatan Bulukumpa Kabupaten Bulukumba dan Apa saja yang mempengaruhi hambatan tingkat efektivitas penerimaan pajak bumi dan bangunan. Jenis Penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dimana peneliti menggambarkan hasil observasi dan menganalisis data yang diperoeh dilapangan. Tugas Akhir ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan mulai dari tanggal 6 Maret sampai tanggal 6 Mei 2020. Setelah melakukan analisis dan pembahasan di kantor Desa Tibona maka peneliti berkesimpulan bahwa tingkat efektivitas penerimaan pajak bumi dan bangunan di Desa Tibona Kecamatan Bulukumpa Kabupaten Bulukumba, dalam hal ini masyarakat di desa Tibona mengenai tingkat kepatuhan membayar pajak bumi dan bangunan periode 2017-2019 meningkat meskipun masih dalam kategori cukup efektif, dikarenakan masih banyak wajib pajak yang belum memperhatikan kewajibannya serta kurangnya pengetahuan dan pemahaman dalam mebayar pajak, serta keterlambatan penagihan dalam hal ini pemerintah Desa Tibona dalam menagihan pajak dan kurangnya sumber daya manusia (SDM).

Kata Kunci: Efektivitas, Penerimaan Pajak, Hambatan, Pajak Bumi dan Bangunan.

Page 47: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

136

1. PENDAHULUAN

Di Indonesia pajak merupakan

salah satu sumber penerimaan negara

yang sangat penting dalam peningkatan

pembangunan nasional. Berdasarkan

kewenangan pemungutannya, di

Indonesia pajak dapat di bagi menjadi

paj pusat dan pajak daerah. Pajak pusat

merupakan pajak yang pemungutan dan

pengelolaanya di lakukan oleh

pemerintah pusat. Sedangkan pajak

daerah merupakan pajak yang di kelola

oleh pemerintah daerah baik provinsi

maupun kabupaten atau kota yang

berguna untuk menunjang penerimaan

pendapatan asli daerah. Salah satu jenis

pajak daerah adalah pajak Bumi dan

Bangunan, yang merupakan pajak atas

tanah dan bangunan, baik yang dimiliki,

diperoleh kemanfaatannya maupun

dikuasai.

Penghasilan dari sumber pajak

daerah terbagi menjadi 2 yaitu: Pajak

Provinsi yang termasuk di dalam nya

pajak kendaraan bermotor, bea balik

nama kendaraan bermotor, pajak bahan

bakar kendaraan bermotor, pajak air

permukaan, pajak rokok. Pajak

Kabupaten/Kota yang termasuk di

dalamnya, pajak hotel, pajak restoran,

pajak hiburan, pajak reklame, pajak

penerengan jalan, pajak mineral bukun

logam dan batuan, pajak parker, pajak air

tanah, pajak saran burung wallet, pajak

bumi dan bangunan pedesaan dan

perkotaan, dan bea perolehan hak atas

tanah dan bangunan. Berdasarkan

Undang-Undang No. 28 Tahun 2009

Tentang Pajak dan Retribusi Daerah.

meliputi berbagai sektor perpajakan

antara lain diperoleh dari Pajak Bumi

dan Bangunan (PBB) . Pajak Bumi dan

Bangunan merupakan salah satu faktor

pemasukan bagi negara yang cukup

potensial dan berkontribusi terhadap

pendapatan daerah. Strategisnya Pajak

Bumi dan Bangunan tersebut tidak lain

karena objeknya meliputi seluruh bumi

dan bangunan yang berada dalam

wilayah Negara Kesatuan Republik

Indonesia (NKRI)

Pembangunan Daerah merupakan

suatu keniscayaan yang harus terjadi di

setiap daerah sebagai indikaror dalam

pencapain pembangunan Nasional, selain

itu aspek lain yang nunjang dalam

keberhasilan pencapaian tujuan

pembangunan Nasional adalah

Kesediaan sumber daya manusia, sumber

daya alam, dan yang lebih penting

adalah ketersediaan dana

pembangunan baik yang diperoleh dari

sumber-sumber pajak maupun non

pajak. Pajak merupakan salah satu

sumber pembiayaan pembangunan

nasional dalam rangka peningkatan

kesejahteraan masyarakat. Berkaitan

dengan hal tersebut pentingnya

pengelolaan pajak tersebut menjadi

prioritas bagi pemerintah.

Berdasarkan Undang-undang No.

28 tahun 2009 tentang pajak daerah

dan retribusi daerah yang baru, bahwa

selama ini PBB merupakan pajak pusat,

namun hampir seluruh penerimaannya

diserahkan kepada daerah. Pengertian

PBB menurut Undang-undang PBB

adalah iuran yang dikenakan terhadap

pemilik, pemegang kekuasaan,

penyewa dan yang memperoleh

manfaat dari bumi dan atau bangunan.

Pengertian bumi disini adalah termasuk

permukaan bumi dan tubuh bumi yang

ada dibawahnya. Bangunan adalah

konstruksi teknik yang ditanam atau

diletakkan secara tetap pada tanah dan

atau perairan dan digunakan sebagai

tempat tinggal atau tempat berusaha.

Meskipun PBB memiliki nilai rupiah kecil

dibandingkan dengan pajak pusat

Page 48: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

137

lainnya tetapi memiliki dampak yang

luas, sebab hasil penerimaan PBB

dikembalikan untuk pembangunan

daerah yang bersangkutan.

Kebijakan pemerintah yang

mengatur Pajak Bumi dan Bangunan

(PBB) tercantum dalam Undang-Undang

Nomor 12 Tahun 1994 tentang

perubahan atas Undang-Undang Nomor

12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan

Bangunan. Kebijakan yang ditetapkan

pemerintah daerah antara lain adalah

menetapkan target-target yang harus

dicapai oleh daerah di tingkat bawahnya,

sampai dengan tingkat desa/kelurahan.

Dimana pemungutan di tingkat

desa/kelurahan merupakan ujung

tombak dari kegiatan pemungutan Pajak

Bumi dan Bangunan (PBB) secara

keseluruhan, karena di tingkat

desa/kelurahan para petugas pemungut

akan berhadapan langsung dengan wajib

pajak.

Hal yang mendasar dan yang

sangat penting dalam penarikan Pajak

Bumi dan Bangunan didasarkan pada

fakta, bahwa dalam melaksanakan tugas-

tugasnya, pemerintah membutuhkan

biaya yang sangat besar dalam rangka

mensukseskan pembangunan yang telah

berjalan. Untuk mendapatkan biaya

tersebut dapat ditempuh dengan

berbagai jalur, antara lain dengan

penarikan pajak.

Desa Tibona pada tahun 2018

terdiri dari 7 dusun dengan luas wilayah

1.686 Ha dan jumlah penduduk sebanyak

4,083 jiwa. Data ini menunjukkan bahwa

potensi Pajak Bumi dan Bangunan di

Desa Tibona cukup besar, Dengan Luas

Tanah 3,319,445m2 dan Luas Bangunan

15,203m2 Dengan diketahuinya potensi

Pajak Bumi dan Bangunan maka

Pemerintah Daerah akan

mengoptimalkan penerimaan daerah,

khususnya dari Pajak Bumi dan

Bangunan.

Efektivitas Pemungutan Pajak

Bumi dan Bangunan yang dimaksudkan

di sini adalah seberapa jauh tercapainya

target potensi Pajak Bumi dan

Bangunan yang telah ditetapkan

sebelumnya oleh Kabupaten

Bulukumbadengan realisasi penerimaan

Pajak Bumi dan Bangunan. Secara

sederhana dapat dikatakan, apakah

potensi dan target Pajak Bumi dan

Bangunan yang sudah ditetapkan

Kabupaten Bulukumba sudah terlaksana

dengan baik atau belum.

Pajak Bumi dan Bangunan ini

merupakan potensi yang harus terus

digali dalam menambah penerimaan

daerah dikarenakan obyek pajak ini

adalah bumi dan bangunan yang jelas

sebagian besar masyarakat memilikinya.

Hanya saja pemungutan PBB sering kali

mendapatkan hambatan, baik mulai dari

sosialisasi kepada masyarakat yang

kurang, pemahaman masyarakat yang

sempit mengenai pajak sampai pada

metode pemungutannya yang kurang

efektif dan efisien dan lain sebagainya.

Berkaitan dengan penerimaan

pajak bumi dan bangunan yang diperoleh

oleh daerah Kabupate Bulukumba,

sebagaimana banyak terlihat masih

banyak kekurangan-kekurangan yang

ada di dalamnya terutama masih

rendahnya partisipasi masyarakat

dalam pembayaran pajak bumi dan

bangunan yang menjadi kewajibannya.

Sejalan dengan hal tersebut pemerintah

sering melakukan suatu teknik

pemberian motivasi pada stakeholder

seperti camat, kepala lurah dan kepala

desa dengan memberikan penghargaan

bagi mereka yang berhasil memenuhi

target pencapaian pajak bumi dan

bangunan dalam tahun pajak berjalan.

Page 49: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

138

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

memiliki peran yang cukup besar bagi

kelangsungan dan kelancaran

pembangunan, di Kabupaten Bulukumba

khususnya Desa Tibona, sehingga perlu

ditangani dan dikelola lebih intensif.

Penanganan dan pengelolaan tersebut

diharapkan mampu menuju tertib

administrasi serta mampu meningkatkan

partisipasi masyarakat dalam

pembiayaan pembangunan Desa Tibona.

Upaya untuk memperlancar

penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan

para aparatur/petugas juga

mempengaruhi tercapai atau tidaknya

target pendapatan Pajak Bumi dan

Bangunan. Dimana untuk memperlancar

penarikan dan pemungutan Pajak Bumi

dan Bangunan (PBB) diperlukan

aparatur yang berkualitas, karena para

petugas adalah para pelaku yang terlibat

langsung dalam proses pemungutan

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

Mengingat betapa pentingnya

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebagai

salah satu sumber Keuangan Daerah di

Kabupaten Bulukumba dalam rangka

untuk membiayai kegiatan-kegiatan

pembangunan dan pemerintahan maka,

diperlukan adanya penanganan dan

perhatian yang serius dari semua pihak.

Baik mengenai petugas pemungut, wajib

pajak, maupun mengenai proses

pelaksanaan pemungutan itu sendiri.

Untuk itu, pemungutan pajak harus

berjalan efektif melalui sistem dan

prosedur pemungutan pajak yang benar.

Hal tersebut dimaksudkan agar

pendapatan daerah dari sektor pajak

khususnya Pajak Bumi dan Bangunan

(PBB) dapat dimaksimalkan. Sehingga

pembangunan di Kabupaten Bulukumba,

Desa Tibona yang bersangkutan dapat

terlaksana dengan baik.

Berdasarkan hal tersebut di atas,

maka peneliti tertarik untuk meneliti

tentang pelaksanaan pemungutan Pajak

Bumi dan Bangunan di Kabupaten

Bulukumba, Desa Tibona dengan judul

penelitian : “Efektivitas Penerimaan

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB-P2) di

Desa Tibona Kecamatan Bulukumpa

Kabupaten Bulukumba”.

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Evektifitas

Menurut Ravianto (2014:11)

Dalam situs Maxmanroe.com

“pengertian efektivitas adalah

seberapa baik pekerjaan yang dilakukan,

sejauh mana orang menghasilkan

keluaran sesuai dengan yang diharapkan.

Artinya, apabila suatu pekerjaan dapat

diselesaikan sesuai dengan perencanaan,

baik dalam waktu, biaya, maupun

mutunya, maka dapat dikatakan efektif.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia

(KBBI) definisikan;

Efektivitas adalah sesuatu yang

memiliki pengaruh atau akibat yang

ditimbulkan, manjur, membawa hasil

dan merupakan keberhasilan dari suatu

usaha atau tindakan, dalam hal ini

efektivitas dapat dilihat dari tercapai

tidaknya tujuan instruksional khusus

yang telah dicanangkan. Metode

pembelajaran dikatakan efektif jika

tujuan instruksional khusus yang

dicanangkan lebih banyak tercapai.

2.2 Pajak Daerah

a. Dasar Hukum

1) Undang-Undang No. 28 Tahun 2009

Tentang Pajak Daerah dan Retribusi

Daerah.

2) Undang-Undang No. 23 Tahun 2014

Tentang Pajak Daerah dan Retribusi

Daerah.

b. Pengertian Pajak Daerah

Page 50: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

139

Menurut (Rahayu, 2017),

mengemukakan bahwa:

“Pajak daerah adalah kontribusi

wajib kepada daerah yang terutang oleh

orang pribadi atau badan yang bersifat

memaksa berdasarkan Undang-Undang,

dengan tidak mendapatkan imbalan

secara langsung dan digunakan untuk

keperluan daerah bagi sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat (Undang-Undang No

28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah)”.

c. Wajib Pajak, Subjek Pajak dan

Objek Pajak Daerah

1) Wajib Pajak Daerah

Orang pribadi atau badan yang

menurut peraturan perundang-

undangan perpajakan daerah

diwajibkan untuk melakukan

pembayaran pajak yang terutang,

termasuk pemungut atau pemotong

pajak tertentu.

2) Subjek Pajak Daerah

Subjek pajak daerah orang pribadi

atau badan yang dapat dikenakan paja

daerah.

3) Objek Pajak Daerah

Objek pajak daerah adalah segala

sesuatu yang dilakukan oleh orang

pribadi atau badan yang dapat

menimbulkan hutang pajak daerah.

d. Wewenang Pemungutan Pajak

Daerah

Kewenangan pemungutan pajak

atas objek pajak di daerah, dibagi

menjadi:

1) Pajak daerah provinsi dan

2) Pajak daerah kabupaten atau kota.

Kewenangan tersebut memiliki

perbedaan dalam pungutannya,

Perbedaan tersebut sebagai berikut:

a) Pajak provinsi kewenangan

pemungut ada pada pemerintah

daerah provinsi, sedangkan pajak

kabupaten/kota kewenangan

pemungutan ada pada pemerintah

daerah kabupaten/kota.

b) Objek pajak kabupaten/kota lebih

luas dibandingkan dengan objek

pajak provinsi selain itu objek

pajak kabupaten/kota masih dapat

diperluas berdasarkan peraturan

pemerintah daerah selama tidak

bertentangan dengan ketentuan

yang ada. Sedangkan pajak

provinsi apabila ingin diperluas

objeknya harus melalui perubahan

dalam undang-undang.

e. Jenis dan Tarif Pengenaan Pajak

Daerah

Menurut Perda Bulukumba pajak

daerah dibagi menjadi 2 bagian sebagai

berikut:

1) Pajak Provinsi

a) Pajak Kendaraan Bermotor 10%

b) Bea Balik Nama Kendaraan

Bermotor 20%

c) Pajak Bahan Bakar Kendaraan

Bermotor 10%

d) Pajak Air Permukaan 10%

e) Pajak Rokok 10%

2) Pajak Kabupaten/Kota, terdiri dari:

a) Pajak Hotel 10%

b) Pajak Restoran 10%

c) Pajak Hiburan 35%

d) Pajak Reklame 25%

e) Pajak Penerangan Jalan 10%

f) Pajak Mineral Bukan Logam dan

Batuan 25%

g) Pajak Parkir 30%

h) Pajak Air Tanah 20%

i) Pajak Sarang Burung Walet 10%

j) Pajak Bumi dan Bangunan

Perdesaan dan Perkotaan 0.3%

k) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan

Bangunan 5%

Page 51: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

140

4. Fungsi Pajak

Menurut Priantara, D.(2016:6-7)

pajak yang dikenakan kepada

masyarakat mempunyai dua fungsi,

yaitu:

a. Fungsi Finansial (Budgeter)

Fungsi pajak adalah untuk

mengumpulkan dana yang diperlukan

pemerintah untuk membiayai

pengeluaran belanja negara guna

kepentingan dan keperluan seluruh

masyarakat. Tujuan ini biasanya disebut

“revenue adequacy” yaitu bahwa

pemungutan pajak tersebut ditujukan

untuk mengumpulkan penerimaan yang

memadai atau yang cukup untuk

membiayai belanja negara.

Dengan demikian, fungsi finansial

yaitu pajak merupakan sumber dana bagi

pemerintah (apalagi untuk saat ini, pajak

sumber dana bagi pemerintah yang

paling utama, dikarenakan mulai

berkurangnya sumber dana lainnya yang

dimiliki pemerintah, misalnya: minyak

dan gas bumi), guna mendapatkan uang

sebanyak-banyaknya untuk pengeluaran

pemerintah dan pembangunan negara.

b. Fungsi Mengatur (Regulerend)

Fungsi mengatur bertujuan untuk

memberikan kepastian hukum. Terutama

dalam menyusun undang-undang pajak

senantiasa perlu diusahakan agar

ketentuan yang dirumuskan jangan

menimbulkan interpretasi yang berbeda,

antara Fiskus dan Wajib Pajak.

Perlu diingat, bahwa fungsi pajak

itu bukan semata-mata

untukmendapatkan uang bagi kas

negara. Negara Republik Indonesia

dalammenjalankan fungsi pajak juga

untuk melaksanakan kebijakan di

bidangekonomi, moneter, sosial, budaya,

dan bidang lainnya.

5. Jenis Pajak

Menurut Siti Resmi (2013: 7-8)

terdapat pembagian jenis-jenis pajak

yang dibagi dalam beberapa kelompok

pajak. Cara pengelompokkan pajak

dapat didasarkan atas sifat-sifat

tertentu yang terdapat dalam masing-

masing pajak atau didasarkan pada ciri-

ciri tertentu setiap pajak. Menurut

golongannya pajak dapat dibedakan

menjadi dua, yaitu:

a. Pajak Langsung

Pajak yang bebannya harus

dipikul sendiri oleh wajib pajak dan

tidak dapat dibebankan atau

dilimpahkan kepada orang

lain.Contoh: Pajak Penghasilan (PPh).

b. Pajak Tidak Langsung

Pajak yang pada akhirnya dapat

dibebankan atau dapat dilimpahkan

kepada orang lain atau pada pihak ketiga.

Pengenannya tidak secara periodik tetapi

dikenakan jika terjadi hal-hal atau

peristiwa yangmenyebabkan dikenakan

pajak.Contoh: Pajak Pertambahan Nilai

(PPN).

6. Dasar Hukum

a. Undang-Undang No.18 Tahun 1997

Tentang Pajak Daerah dan Retribusi

Daerah.

b. Undang-Undang No. 34 Tahun 2000

Tentang Pajak Daerah dan Retribusi

Daerah.

c. Undang-Undang No. 28 Tahun 2009

Tentang Pajak Daerah dan Retribusi

Daerah.

7. Tarif Pajak

Menurut Mardiasmo (2016:13-14)

ada empat macam tarif pajak yaitu:

a. Tarif sebanding/ proporsional yaitu

tarif berupa persentase yang tetap,

terhadap berapapun jumlah yang

dikenai pajak sehingga besarnya pajak

Page 52: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

141

yang terutang proporsional terhadap

besarnya nilai yang dikenai pajak.

b. Tarif tetap yaitu tarif berupa jumlah

yang tetap (sama) terhadap

berapapun jumlah yang dikenai pajak

sehingga besarnya pajak yang

terutang tetap.

c. Tarif progresif yaitu persentase tarif

yang digunakan semakin besar bila

jumlah yang dikenai pajak semakin

besar.

d. Tarif degresif yaitu persentase tarif

yang digunakan semakin kecil bila

jumlah yang dikenai pajak semakin

besar.

8. Wajib Pajak, Subjek Pajak dan

Objek Pajak Daerah

a. Wajib Pajak Daerah

Orang pribadi atau badan yang

menurut peraturan perundang-

undangan perpajakan daerah

diwajibkan untuk melakukan

pembayaran pajak yang terutang,

termasuk pemungut atau pemotong

pajak tertentu.

b. Subjek Pajak Daerah

Subjek pajak daerah orang pribadi

atau badan yang dapat dikenakan

pajak daerah.

c. Objek Pajak Daerah

Objek pajak daerah adalah segala

sesuatu yang dilakukan oleh orang

pribadi atau badan yang dapat

menimbulkan hutang pajak daerah.

Kewenangan tersebut memiliki

perbedaan dalam pungutannya,

Perbedaan tersebut sebagai berikut:

a. Pajak provinsi kewenangan pemungut

ada pada pemerintah daerah provinsi,

sedangkan pajak kabupaten/kota

kewenangan pemungutan ada pada

pemerintah daerah kabupaten/kota.

b. Objek pajak kabupaten/kota lebih

luas dibandingkan dengan objek pajak

provinsi selain itu objek pajak

kabupaten/kota masih dapat

diperluas berdasarkan peraturan

pemerintah daerah selama tidak

bertentangan dengan ketentuan yang

ada. Sedangkan pajak provinsi apabila

ingin diperluas objeknya harus

melalui perubahan dalam undang-

undang.

9. Pengertian Pajak Bumi dan

Bagunan

Berdasarkan Undang-Undang No.

Tahun 1994, Pajak Bumi dan Bangunan

adalah pajak yang bersifat kebendaan

dalam arti besarnya pajak terutang

ditentukan oleh keadaan objek yaitu

bumi/tanah dan atau bangunan.

Mediasmo (2009:311) dalam

buku (Tuwo, 2016), mendefinisikan

Bumi dan Bangunan Sebagai berikut:

a. Bumi adalah pemukaan bumi dan

tubuh bumi yang ada dibawahnya.

Permukaan bumi meliputi tanah dan

perairan pedalaman (termasuk rawa-

rawa, tambak, perairan) serta laut

wilayah Republik Indonesia.

b. Bangunan adalah kontruksi teknik

yang ditanam atau diletakkan secara

tetap pada tanah atau perairan.

Dapat disimpulkan Bumi dan

Bangunan dalam perpajakan atau Pajak

Bumi dan Bangunan (PBB) adalah

pungutan pajak yang dikenakan terhadap

bumi yang meliputi tanah dan perairan

pedalaman (termasuk rawa-rawa,

tambak, perairan) serta laut wilayah

Republik Indonesia dan atau bangunan

teknik yang ditanam atau diletakkan

secara tetap pada tanah atau perairan.

1) Nilai Jual Objek Pajak

Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) adalah

harga rata-rata yang diperoleh dari

transaksi jual-beli yang terjadi secara

wajar, dan bilamana tidak terdapat

Page 53: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

142

transaksi jual beli, Nilai Jual Objek Pajak

ditentukan melalui perbandingan harga

dengan objek lain yang sejenis, atau nilai

perolehan baru atau Nilai Jual Objek

Pajak pengganti.

Yang dimaksud adalah:

a) Perbandingan harga dengan objek

lain yang sejenis, adalah suatu

pendekatan/metode penentuan nilai

jual suatu objek pajak dengan cara

membandingkannya dengan objek

pajak lain yang sejenis, yang

letaknya berdekatan dan fungsinya

sama dan telah diketahui harga

jualnya.

b) Nilai perolehan baru, adalah suatu

pendekatan/metode penentuan nilai

jual suatu objek pajak dengan cara

menghitung seluruh biaya yang

dikeluarkan untuk memperoleh

objek pajak tersebut pada saat

penilaian dilakukan, yang dikurangi

dengan penyusutan berdasarkan

kondisi fisik objek tersebut.

c) Nilai jual pengganti adalah suatu

pendekatan/metode penentuan nilai

jual suatu objek pajak yang

berdasarkan pada hasil produksi

objek pajak tersebut.

Besarnya NJOP ditentukan

berdasarkan klasifikasi:

1) Objek Pajak Sektor Perdesaan dan

Perkotaan.

2) Objek pajak sektor perkebunan.

3) Objek Pajak Sektor Kehutanan ata Hak

Pengusahaan Hutan, Hak

Pengusahaan Hasil Hutan, Izin

Pemanfaatan Kayu serta Izin Sah

Lainnya selain Hak Pengusahaan

Hutan Tanaman Industri.

4) Objek Pajak Sektor Kehutanan atas

Hak Pengusahaan Hutan Tanaman

Industri.

5) Objek Pajak Sektor Pertambangan

Minyak dan Gas Bumi.

6) Objek Pajak Sektor Pertambangan

Energi Panas Bumi.

7) Objek Pajak Sektor Pertambangan

Non Migas selain Pertambangan

Energi Panas Bumi dan Galian C.

8) Objek Pajak Sektor Pertambangan

Non Migas Galian C.

9) Objek Pajak Sektor Pertambangan

yang dikelola berdasarkan Kontrak

Karya atau Kontrak Kerjasama.

10) Objek Pajak Usaha bidang perikanan

laut.

11) Objek Pajak Usaha bidang perikanan

darat.

12) Objek Pajak yang bersifat khusus.

c. Asas Pemungutan Pajak Bumi dan

Bagunan

Menurut (Mardiasmo 2011:331)

asas pemungutan Pajak Bumi dan

Bangunan ada empat yaitu:

1) Memberikan kemudahan dan

kesederhanaan.

2) Adanya kepastian hukum.

3) Mudah dimengerti dan adi.l

4) Menghindari pajak berganda.

10. Objek, Subjek dan Wajib Pajak Bumi

dan Bangunan

a. Objek Pajak

Menurut (Priantara, 2016), dalam

buku Tuwo V. (2016) yang menjadi objek

pajak adalah bumi dan atau bangunan.

Yang dimaksud dengan Bumi adalah

permukaan bumi dan tubuh bumi yang

ada dibawahnya. Permukaan bumi

meliputi tanah dan perairan perdalaman

serta laut wilayah Indonesia. Yang

dimaksud dengan Bangunan adalah

konstruksi teknik yang ditanam atau

diletakkan secara tetap pada tanah dan

atau perairan. Termasuk dalam

pengertian bangunan adalah: jalan

lingkungan yang terletak dalam suatu

Page 54: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

143

kompleks bangunan seperti hotel, pabrik

dan emplasemennya dan lain-lain yang

merupakan satu kesatuan dengan

kompleks bangunan tersebut; jalan tol;

kolam renang; pagar mewah; tempat

olahraga; galangan kapal, dermaga;

taman mewah; tempat

penampungan/kilang minyak, air dan

gas, pipa minyak; fasilitas lain yang

memberikan manfaat. Ini berarti,

pengguna atau pengambil dan

penerimaan manfaat atas perairan

(sungai, rawa, danau, situ atau laut) yang

merupakan objek pajak ini akan memikul

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) atas

objek pajak berupa perairan tersebut.

Maka, rumah yang berdiri di atas sungai

yang banyak dijumpai di Sumatera dan

Kalimantan juga merupakan objek PBB.

b. Subjek Pajak

Yang menjadi subjek pajak adalah

orang atau badan yang \-=secara nyata

mempunyai suatu hak atas bumi,

dan/atau memperoleh manfaat atas

bumi, dan/atau memiliki, menguasai,

memperoleh manfaat atas bangunan. Ini

berarti subjek pajak tidak harus orang

atau badan yang memiliki hak atas bumi

dan bangunan. Dengan demikian, tanda

pembayaran/pelunasan pajak bukan

merupakan bukti pemilikan hak. Bukti

kepemilikan hak atas tanah berupa

sertipikat yang diterbitkan oleh Kantor

Pertahanan. Pertahanan subjek pajak

yang dikenakan kewajiban membayar

pajak atas objek pajak ini menjadi wajib

pajak menurut Undang-Undang Pajak

Bumi dan Bangunan (UU PBB). Dalam hal

atas suatu objek pajak belum jelas

diketahui WP-nya. Direktur Jenderal

Pajak dapat menetapkan subjek pajak

sebagai WP.

c. Wajib Pajak Bumi dan Bangunan

Wajib Pajak Bumi dan Bangunan

(PBB) adalah orang pibadi atas badan

yang memilki, menguasai, dan/atau

memperoleh manfaat atas bangunan

yang terutang setiap tahunnya.

11. Tarif Dasar Pengenaan, Cara

Menghitung dan Sanksi

Keterlambatan Pembayaran

Pajak Bumi dan Bangunan

a. Tarif Pajak

Tarif Pajak Bumi dan Bangunan

Sektor Pedesaan dan Perkotaan

ditetapkan paling tinggi sebesar 0,3%

(nol koma tiga persen). Besarnya tarif

PBB P2 diatur dengan peraturan daerah.

Artinya Pemerintah Daerah bersama-

sama dengan DPRD dapatmenetapkan

beberapa macam tarif, asal tidak

melampaui 0,3% sebagai tarif tertinggi.

b. Dasar Pengenaan Pajak

1) Dasar pengenaan pajak adalah Nilai

Jual Objek Pajak (NJOP)

2) Besarnya Nilai Jual Objek Pajak

(NJOP) ditetapkan oeh Pemerintah

Daerah setempat.

3) Pada dasarnya penetapan Nilai Jual

Objek Pajak (NJOP) adalah tiga

tahun sekali. Namun demikian untuk

daerah tertentu yang karena

perkembangan pembangunan

mengakibatkan kenaikan NJOP

cukup besar, maka penetapan nilai

jual ditetapkan setahun sekali.

4) Sebagai tindak lanjut pelaksanaan

Undang-Undang Pajak Daerah dan

Restribusi Daerah (PDRD),

sebagaian besar pemerintah daerah

menetapkan tarif bervariasi yaitu:

a) Sebesar 0,1% untuk objek pajak

dengan NJOP kurang dari

Rp1.000.000.000,00 (satu

miliar rupiah).

Page 55: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

144

b) Sebesar 0,2% untuk objek pajak

dengan NJOP di

atasRp1.000.000.000,00 (satu

miliar rupiah).

Hal ini ditetapkan semata-mata

agar tidak terjadi perubahan penetapan

PBB yang terlalu drastis dengan yang

telah ditetapkan semasih PBB menjadi

pajak pusat. Selanjutnya Pemerintah

Daerah dapat melakukan penyesuaian

tarif, dengan peraturan daerah, sesuai

dengan kebutuhan dan perkembangan

perekonomianmasyarakat. Misalnya

untuk kebutuhan peningkatan produksi

pertanian sehingga tanah yang

dipergunakan sebagai lahan pertanian

ditetapkan tarif yang paling rendah,

untuk lahan yang dipergunakan sebagai

rumah tempat tinggal ditetapkan tarif

menengah, sedangkan untuk tanah-tanah

yang dipergunakan untuk komersial

lainnya seperti perdagangan,

perkantoran, industri ditetapkan tarif

paling tinggi dan seterusnya. Sehingga

dalam satu daerah kabupaten/kota

terdapat beberapa macam tarif.

a. Cara menghitung pajak

Rumus perhitungan Pajak Bumi

dan Bangunan: PBB terutang = Tarif x

(NJOP-NJOPTKP) Dimana:Tarif = 0,1 %

atau 0,2 % (sesuai Perda) NJOP = NJOP

Tanah + NJOP Bangunan NJOP Tanah =

Luas Tanah x NJOP Tanah per m2NJOP

Bangunan = Luas Bangunan x NJOP

Bangunan per m2 Contoh:

Wajib Pajak A mempunyai objek

pajak berupa tanah seluas 250 m2dengan

harga jual Rp.300.000,00/m2 dan

bangunan seluas 200 m2dengan nilai jual

Rp. 350.000,00/m2.

Besarnya pokok pajak yang terutang

adalah sebagai berikut:

1) NJOP Bumi 250 m² x Rp.300.000,00 =

Rp 75.000.000,00

2) NJOP Bangunan 200 m² x Rp350.000,00

= Rp 70.000.000,00 (+) Jumlah NJOP Bumi

dan Bangunan = Rp

145.000.000,00 NJOPTKP = Rp

10.000.000,00 (-)

3) Nilai Jual Objek Pajak Kena Pajak =

Rp. 135.000.000,00

4) Tarif pajak efektif yang ditetapkan

dalam Perda 0,1 %

5) PBB terutang : 0,1% x Rp.

135.000.000,00 = Rp 135.000,00

a. Sanksi Keterlambatan Pembayaran

Pajak Bumi dan Bangunan Sesuai UU

Nomor 12 Tahun 1994 tentang PBB,

mengatur

wajib pajak yang lalai membayar

PBB melewati tanggal jatuh tempo, dapat

dikenai sanksi denda yang besarnya dua

persen per bulan. Pajak terutang yang

tidak dibayar pada tanggal jatuh tempo,

dikenakan sanksi sebagai berikut:

1) Denda administrasi 2% sebulan dari

jumlah pajak yang terutang yang

tidak dibayar.

2) Ditagih dengan Surat Tagihan Pajak

Daerah-PBB (STPD-PBB), dan dalam

hal STPD-PBB tidak dilunasi,

dilanjutkan dengan Surat Paksa yang

diikuti dengan penyitaan dan

pelelangan.

Apabila jatuh tempo tertulis

tanggal 30 September, maka bulan I

setelah tanggal jatuh tempo adalah

tanggal 1 Oktober sampai dengan 31

Oktober, bulan II adalah tanggal 1

November sampai dengan 30 November

dan seterusnya.

12. Surat Pemberitahuan Objek Pajak

(SPOP), Surat Pemberitahuan

Pajak Terutang (SPPT) dan Surat

Ketetapan Pajak (SKP)

Berdasarkan pasal 9 UU Nomor

12 tahun 1985 SPOP, SPPT, dan

SKP adalah:

Page 56: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

145

a. Dalam rangka pendataan subjek pajak

wajib mendaftarkan objek pajaknya

dengan mengisi SPOP.

b. SPOP harus diisi dengan jelas, benar,

lengkap, tepat waktu, serta

ditandatangani dan disampaikan

kepada Direktur Jenderal Pajak yang

wilayah kerjanya meliputi letak objek

pajak selambat-lambatnya 30 (tiga

puluh) hari setelah tanggal

diterimanya SPOP oleh subjek pajak.

c. Dirjen Pajak akan menerbitkan SPPT

berdasarkan SPOP yang diterimanya.

SPPT diterbitkan atas dasar SPOP,

namun hanya untuk membantu Wajib

Pajak SPPT dapat diterbitkan

berdasarkan data objek yang telah

ada pada Direktorat Jenderal Pajak.

d. Direktur Jenderal Pajak dapat

mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak

(SKP) dalam hal sebagai berikut:

1) Apabila SPOP tidak disampaikan

dan setelah ditegur secara tertulis

tidak disampaikan sebagaimana

ditentukan dalam Surat Teguran.

2) Apabila berdasarkan hasil

pemeriksaan atau keterangan lain

ternyata jumlah pajak terutang

(seharusnya) lebih besardari

jumlah pajak yang dihitung

berdasarkan SPOP yang

disampaikan oleh Wajib Pajak.

Wajib Pajak yang tidak

menyampaikan SPOP pada

waktunya walaupun sudah ditegur

secara tertulis juga tidak

menyampaikan dalam jangka

waktu yang ditentukan dalam

Surat Teguran itu Direktorat

Jenderal Pajak dapat menerbitkan

Surat Ketetapan Pajak (SKP) secara

jabatan. e. Jumlah pajak yang terutang dalam

SKP sebagaimana dimaksud dalam

huruf (d) poin ke- 1 adalah pokok

pajak diambah dengan denda

administrasi sebesar 25% dihitung

dari pokok pajak. Sanksi administrasi

yang dikenakan terhadap Wajib Pajak

yang tidak menyampaikan SPOP,

dikenakan sanksi sebagaimana

tambahan terhadap pokok pajak yaitu

sebesar 25% dari pokok pajak. SKP ini

berdasarkan data yang ada pada

Direktorat Jenderal Pajak memuat

penetapan objek pajak dan besarnya

pajak terutang beserta denda

administrasi yang dikenakan kepada

Wajib Pajak.

f. Jumlah pajak yang terutang dalam

SKPKB sebagaimana dimaksud dalam

huruf (d) poin ke 2 adalah selisih

pajak yang terutang yang dihitung

berdasarkan hasil pemeriksaan atau

keterangan lain dengan pajak

terutang yang dihitung berdasarkan

SPOP ditambah denda administrasi

sebesar 25% dari selisih pajak yang

terutang.

13. Kategori Wajib Pajak Patuh

Wajib Pajak dimasukkan dalam

kategori wajib pajak patuh apabila

memenuhi kriteria menurut Keputusan

Mentri Keuangan No.544/KMK.04/2000.

Dalam Siti Kurinia, bahwa kriteria

kepatuhan Wajib Pajak adalah:

a. Tepat waktu dalam menyampaikan

SPT untuk semua jenis pajak dalam 2

tahun terakhir.

b. Tidak mempunyai tunggakan pajak

untuk semua jenis pajak, kecuali telah

memperoleh izin untuk mengansur

atau menunda pembayaran pajak.

c. Dalam 2 tahun terakhir

menyelenggarakan pembukuan dan

dalam hal terhadap wajib pajak

pernah dilakukan pemeriksaan,

koreksi pada pemeriksaan yang

Page 57: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

146

terakhir untuk masing-masing jenis

pajak yang terutang paling banyak 5%

d. Wajib Pajak yang laporan

keuangannya untuk 2 tahun terakhir

diaudit oleh akuntan public dengan

pendapat tanpa pengecualian, atau

pendapat dengan pengecualian

sepanjang tidak mempengaruhi laba

fiskal.

14. Efektivitas

Pengertian dan penjelasan teori

efektivitas dari berbagai sumber adalah

sebagai berikut:

a. Menurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia (KBBI) definisi efektivitas

adalah sesuatu yang memiliki

pengaruh atau akibat yang

ditimbulkan, manjur, membawa hasil

dan merupakan keberhasilan dari

suatu usaha atau tindakan, dalam hal

ini efektivitas dapat dilihat dari

tercapai tidaknya tujuan instruksional

khusus yang telah dicanangkan.

Metode pembelajaran dikatakan

efektif jika tujuan instruksional

khusus yang dicanangkan lebih

banyak tercapai.

b. Menurut Permendagri Nomor 13

Tahun 2006 tentang Pedoman

Pengelolaan Keuangan Daerah

mengemukakan bahwa efektif

merupakan pencapaian hasil program

dengan target yang telah ditetapkan,

yaitu dengan cara membandingkan

keluaran dengan hasil. Efektivitas

merupakan hubungan antara

keluaran dengan tujuan atau sasaran

yang harus dicapai.

c. Menurut Ensiklopedia administrasi,

efektifitas adalah suatu keadaan yang

mengandung pengertian mengenai

terjadinya suatu efek atau akibat yang

dikehendaki, kalau seseorang

melakukan suatu perbuatan denngan

maksud tertentu yang memang

dikehendaki. Maka orang itu

dikatakan efektif kalau menimbulkan

atau mempunyai maksud

sebagaimana yang dikehendaki.

d. Menurut Ravianto (2014:11) Dalam

Situs Maxmanroe.com

“pengertian efektivitas adalah

seberapa baik pekerjaan yang

dilakukan, sejauh mana orang

menghasilkan keluaran sesuai dengan

yang diharapkan. Artinya, apabila

suatu pekerjaan dapat diselesaikan

sesuai dengan perencanaan, baik

dalam waktu, biaya, maupun

mutunya, maka dapat dikatakan

efektif.

Dari diatas dapat ditarik

kesimpulan bahwa suatu hal dapat

dikatakan efektif apabila hal tersebut

sesuai dengan dengan yang

dikehendaki. Artinya,pencapaian hal

yang dimaksud merupakan

pencapaian tujuan dilakukannya

tindak-tindakan untuk mencapai hal

tersebut. Efektivitas dapat diartikan

sebagai suatu proses pencapaian

suatu tujuan yang telah ditetapkan

sebelumnya.

Suatu usaha atau kegiatan dapat

dikatakan efektif apabila usaha atau

kegiatan tersebut telah mencapai

tujuannya. Apabila tujuan yang

dimaksud adalah tujuan suatu

instansi maka proses pencapaian

tujuan tersebut merupakan

keberhasilan dalam melaksanakan

program atau kegiatan menurut

wewenang, tugas dan fungsi instansi

tersebut

Dikatakan efektif apabila

rencana penerimaan PBB dapat

terealisasi90%100% dan dikatakan

tidak efektif apabila realisasi dari

rencana penerimaan PBB pada tahun

Page 58: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

147

yang bersangkutan kurang dari 60%

Indikator efektivitas menggambarkan

jangkauan akibat dan dampak

(outcome) dari keluaran (output)

program dalam mencapa itujuan

program. Untuk menghitung tingkat

efektivitas pemungutan pajak (Tim

LPEM FEUI, 2000) adalah sebagai

berikut

gambar 1 rumus evektifitas

Evektivitas = Realisasi Pendapatan

x 100% Target penerimaan

Adapun analisis efektivitas untuk

mengetahui tingkat efektivitas

pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan,

dengan kriteria sebagai berikut:

NO Efektivitas (%) Kategori

1 >100 Sangat efektif

2 90-100 Efektif

3 80-90 Cukup efektif

4 60-80 Kurang efektif

5 <60 Tidak efektif

Table 1 kriteria kinerja keuangan

3. METODE PENELITIAN

Teknik analisis data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah

analisis deskriptif, yaitu penelitian ini

dimaksudkan untuk menjelaskan aspek-

aspek atau faktor-faktor yang ingin

diketahui dan diamati kemudian

dideskripsikan dengan cara

membandingkan antara rencana dan

realisasi penerimaan Pajak Bumi dan

Bangunan.

Dikatakan efektif apabila rencana

penerimaan PBB dapat terealisasi 100%

dan dikatakan tidak efektif apabila

realisasi dari rencana penerimaan PBB

pada tahun yang bersangkutan kurang

dari 60%.

Indikator efektivitas

menggambarkan jangkauan akibat dan

dampak (outcome) dari keluaran

(output) program dalam mencapai

tujuan program. Untuk menghitung

tingkat efektivitas pemungutan pajak

(Tim LPEM FEUI, 2000) adalah sebagai

berikut :

Page 59: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

148

Gambar 2 rumus evektifitas

Evektivitas = Realisasi Pendapatan

x 100% Target penerimaan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Pemasukan Pajak Bumi dan

Bangunan (PBB) Desa Tibona Kecamatan

Bulukumpa Kabupaten Bulukumba

Periode 2017-2019

1. Ketetapan Pajak Bumi dan Bangunan

Desa Tibona Periode 2017-2019.

2. Persentase Target Penerimaan dan

Realisasi Penerimaan Pajak Bumi dan

Bangunan Desa Tibona Periode 2017-

2019.

Banguna Persentase Peneriman, Target dan Kriteria Pajak Bumi dan

No. Tahun Target

Penerimaan

Realisasi

Pendapatan

Persentase Kriteria

1. 2017 29,665,232 23,374,802 78,8% Kurang

Efektif

2. 2018 29,665,232 23.673,628 79,8% kurang Efektif

3. 2019 29,665,232 23,980,970 80,8% Cukup Efektif

Table 2 persentase penerimaan, Target dan kriteria pajak bumi dan bangunan

4.2 Pembahasan

1. Tingkat Efektivitas Penerimaan

Pajak Bumi dan Bangunan di Desa

Tibona

Berdasarkan dari hasil penelitian

diatas dapat disimpulkan bahwa dimana

pada tahun 2017-2019, Jumlah Objek

sebesar 2,110 Luas Tanah 3,319,445 ,

Luas Bangunan 15,203, Target

Penerimaan 29,665,232, sedangkan

Ralisasi Penerimaan Pajak Bumi dan

Bangunan (PBB) di Desa Tibona terjadi

perbedaan.

Pada tahun 2017 - 2019 target dan

realisasi penerimaan pajak bumi dan

bangun dengan persentase 78,8%

termasuk dalam kriteria “Kurang Efektif”

dan di tahun 2018 terjadi peningkatan

79,8%. Yang termasuk dalam kriteria

“Kurang Efektif” karena sudah mencapai

79,8%. Dan pada tahun 2019 target dan

realisasi penerimaan pajak bumi dan

bangunan meningkat dengan persentase

80,8% termasuk dalam kriteria “ Cukup

Efektif.”

Itu artinya masyarakat Desa

Tibona dalam tingkat kepatuhannya

terhadap pajak bumi dan bangunan

(PBB) sudah terealisasi dengan baik

karena telah mengalami peningkatan

setiap tahun.

Dari hasil wawancara yang penulis

dapat dari Sekretaris Desa Jasman, S. Sos

Mengatakan Bahwa; “Sebagian besar

masyarakat di Desa Tibona sudah patuh

dalam membayar pajak bumi dan

Page 60: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

149

bangunan karena setiap dilakukan

pemungutan masyarakat selalu mengerti

untuk membayar pajak bumi dan

bangunan meskipun ada beberapa

masyarakat yang belum patuh dalam

membayar pajak bumi dan bangunan

karena sebagian kecil masyarakat desa

Tibona melakukan emigrasi

(perpindahan penduduk dari dalam

negeri keluar negeri) untuk memenuhi

kebutuhan hidup mereka”.

Sedangkan beberapa dari

masyarakat yang penulis lakukan

wawancara mengenai penyebab

terjadinya hambatan yang

mempengaruhi efektivitas pajak bumi

dan bangunan hampir sebagian kecil

mengatakan bahwa;

“Dari segi perekonomian kami

kurang mampu untuk membayar pajak

bumi dan bangunan tepat waktu dan dari

pihak pemerintah sering mengalami

keterlambatan dalam penagihan Pajak

Bumi dan Bangunan”

Dari wawancara di atas penulis

menarik kesimpulan bahwa dalam

pelaksanaan penarikan pajak bumi dan

bangunan masih menemui hambatan

yang berasal dari wajib pajak tersebut.

Hambatan dalam pelaksanaan penarikan

(PBB) di Desa Tibona diantaranya

sebagai berikut :

a. Sebagian kecil wajib pajak yang belum

memperhatikan kewajibannya untuk

membayar pajak, serta kurangnya

pengetahuan dan pemahaman dalam

membayar pajak.

b. Faktor perekonomian masyarakat

yang kurang/tidak mampu membayar

pajak.

c. Sebagian kecil masyarakat melakukan

Emigrasi (perpindahan penduduk dari

dalam negeri ke luar negeri)

d. Adanya keterlambatan penagihan

dalam hal ini pemerintah Desa Tibona

dalam menagih pajak.

5. PENUTUP

5.1 Simpulan

Berdasarkan dari penelitian diatas

maka penulis berkesimpulan bahwa

sebagai berikut:

1. Pada tahun 2017 - 2019 target dan

realisasi penerimaan pajak bumi dan

bangun dengan persentase 78,8%

termasuk dalam kriteria “Kurang

Efektif” pada tahun 2018 terjadi

peningkatan 79,8% termasuk dalam

kriteria “Kurang Efektif” dan pada

tahun 2019 target dan realisasi

penerimaan pajak bumi dan

bangunan meningkat dengan

persentase 80,8% termasuk dalam

kriteria “ Cukup Efektif.”

2. Hambatan yang Mempengaruhi

Efektivitas Penerimaan Pajak Bumi

dan Bangunan di Desa Tibona.

a. Sebagian kecil wajib pajak yang

belum memperhatikan

kewajibannya untuk membayar

pajak, serta kurangnya

pengetahuan dan pemahaman

dalam membayar pajak.

b. Faktor perekonomian masyarakat

yang kurang/tidak mampu

membayar pajak.

c. Sebagian kecil masyarakat

melakukan Emigrasi (perpindahan

penduduk dari dalam negeri ke

luar negeri)

d. Adanya keterlambatan penagihan

dalam hal ini pemerintah Desa

Tibona dalam menagih pajak.

5.2 Saran

1. Melakukan pembinaan dan

monitoring terhadap wajib pajak

dengan memberikan penyuluhan

tentang perpajakan.

Page 61: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

150

2. Pemerintah mengusahakan untuk

memberikan keringanan kepada

wajib pajak yang perekonomiannya

menengah kebawah.

3. Pemerintah seharusnya lebih

memperhatikan penagihan pajak

bumi dan bangunan.

4. Pemerintah harus

mempertahankan dan lebih

meningkatkan kinerja agar

penerimaan pajak bumi dan

bangunan lebih meningkat setiap

tahun.

DAFTAR PUSTAKA

JASMAN. (2020, MEI KAMIS). S,Sos. 61. BULUKUMBA, SULAWESI SELATAN, SULAWESI SELATAN.

Priantara, D. (2016). PERPAJAKAN INDONESIA (Pembahasan Lengkap & Terkini Disertai CD Praktikum) Edisi 3. Jakarta: Mitra Wacana Media.

Rahayu, S. K. (2017). Perpajakan Konsep dan Aspek Formal. Bandung: Rekayasa Sains.

Tuwo, V. (2016). Pengaruh Sikap dan Kesadaran Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Bumi dan Bangunan di Keluarahan Tara-Tara Kota Tomohon. Jurnal EMBA , Vol 4 (Nomor 1), 87-97.

Page 62: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

151

EFEKTIVITAS PEMERIKSAAN PAJAK DI KANTOR PELAYANAN

PAJAK PRATAMA PARE-PARE

Muhammad Adil

[email protected] Universitas Muhammadiyah Makassar

Naidah

naidah@[email protected]

Universitas Muhammadiyah Makassar

Dian Rahayu

[email protected]

Universitas Muhammadiyah Makassar

Abstract

The purpose of this study is to measure the level of effectiveness of tax audits based on SP2 and based on the realization of tax audit receipts. This research uses descriptive research with a qualitative approach. The location of this research is KPP Pratama Parepare. The results of this study indicate that the level of effectiveness of tax audits based on SP2 at KPP Pratama Parepare from 2014 to 2018 is in the very effective category. The level of effectiveness of tax audits based on SKP at KPP Pratama Parepare in 2014 was included in the ineffective criteria, 2015 included in the ineffective criteria, 2016 included in the ineffective criteria, 2017 included in the ineffective criteria, 2018 included in the very effective criteria. Factors that affect the effectiveness of tax audits include the attitude of taxpayers, tax auditors, short tax audit time, taxpayer psychology, office facilities, communication, as well as support from leaders and good cooperation between divisions.

Keywords: Effectiveness, Tax Audit. Abstrak

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengukur tingkat efektivitas pemeriksaan pajak berdasarkan SP2 dan berdasarkan realisasi penerimaan pemeriksaan pajak. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Lokasi penelitian ini adalah KPP Pratama Parepare. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat efektivitas pemeriksaan pajak berdasarkan SP2 di KPP Pratama Parepare pada tahun 2014 sampai dengan 2018 termasuk dalam kategori sangat efektif. Tingkat efektivitas pemeriksaan pajak berdasarkan SKP di KPP Pratama Parepare pada tahun 2014 termasuk dalam kriteria tidak efektif, 2015 termasuk dalam kriteria tidak efektif, 2016 termasuk dalam kriteria tidak efektif, 2017 termasuk dalam kriteria tidak efektif, 2018 termasuk dalam kriteria sangat efektif. Faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas pemeriksaan pajak antara lain sikap wajib pajak, petugas pemeriksa pajak, waktu pemeriksaan pajak yang singkat, psikologi Wajib Pajak, fasilitas kantor, komunikasi, serta dukungan dari pimpinan dan kerjasama yang baik antar bagian.

Kata Kunci : Efektivitas, Pemeriksaan Pajak.

Page 63: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

152

1. PENDAHULUAN

Indonesia adalah negara besar

yang mempunyai wilayah yang sangat

luas dan masyarakat beragam yang

disatukan oleh Pancasila dan Undang-

Undang Dasar 1945. Indonesia bercita-

cita untuk melindungi warga negara,

memajukan kesejahteraan umum,

mencerdaskan kehidupan bangsa dan

ikut dalam melaksanakan ketertiban

dunia. Untuk mencapai cita-cita tersebut,

pemerintah melaksanakan

pembangunan tersebut. Kemandirian

yang dimaksud adalah memanfaatkan

kemampuan dalam negeri melalui

peningkatan penerimaan negara dari

berbagai sektor dan tidak bergantung

lagi pada pinjaman luar negeri. Salah

satu penerimaan dalam negeri yang

sangat penting dan potensial untuk

membiayai pembagunan tersebut adalah

dari sektor pajak.

Self assessment system adalah

sistem di mana wajib pajak diberi

kepercayaan oleh undang-undang untuk

menghitung, menyetor dan melaporkan

sendiri jumlah pajak terutang sesuai

dengan peraturan perundang-undangan

perpajakan yang berlaku. Self assessment

system yang diterapkan saat ini pun

secara langsung maupun tidak langsung

akan mempengaruhi ketaatan wajib

pajak dalam melaksanakan kewajiban

perpajakannya. Sistem ini memiliki

kelemahan yang memungkinkan wajib

pajak melakukan kecurangan atau

kemungkinan terjadinya kelalaian yang

menyebabkan kerugian bagi negara. Oleh

karena itu, Direktorat Jenderal Pajak

(DJP) berkewajiban melakukan

pengawasan dan pembinaan terhadap

kepatuhan wajib pajak baik melalui

pengawasan administratif maupun

melalui pemeriksaan pajak.

Tujuan pemeriksaan pajak adalah

sebagai penguji kepatuhan wajib pajak

adalah hal yang sebenarnya

dilaksanakan, tanpa adanya pemeriksaan

di bidang perpajakan, maka fiskus akan

sangat kesulitan untuk menilai

kepatuhan wajib pajak atau bahkan sama

sekali tidak akan pernah tahu tingkat

kepatuhan wajib pajak. Sebagai

perwujudan bentuk pengawasan dan

pembinaan, salah satunya berupa

kegiatan pemeriksaan pajak yang akan

dilaksanakan dari waktu kewaktu dan

berkesinambungan.

Tindakan pemeriksaan ini

dilakukan sebagai sarana penegakan

hukum bagi wajib pajak atau

penanggung pajak yang lalai dalam

memenuhi kewajiban perpajakannya,

untuk memperkecil jumlah tunggakan

pajak yang terutang oleh wajib pajak dan

merupakan salah satu langkah penting

dalam mengamankan dan meningkatkan

penerimaan negara dari sektor pajak.

Jika hal tersebut dapat dilakukan dengan

baik dan faktor penghambat dalam

pelaksanaan pemeriksaan dapat diatasi

maka upaya peningkatan penerimaan

negara dari sektor pajak tentunya akan

tercapai.

2. TINJAUAN TEORI

2.1. Pajak

Pengertian pajak menurut UU

No.16 tahun 2009 tentang Perubahan

Ketiga atas UU No.6 Tahun 1983 tentang

Ketentuan Umum dan Tata Cara

Perpajakan adalah kontribusi waijb

kepada negara yang terutang oleh orang

pribadi atau badan yang bersifat

memaksa berdasarkan UU, dengan tidak

mendapatkan imbalan secara langsung

dan digunakan untuk keperluan negara

Page 64: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

153

bagi sebesar-besarnya kemakmuran

rakyat.

2.2. Pengertian dan Hukum

Pemeriksaan Pajak

Pemeriksaan pajak telah diatur

dalam pasal 1 angka 24 UU No.6 Tahun

1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata

Cara Perpajakan sebagaimana telah

diubah terakhir dengan UU No.16 Tahun

2009 adalah serangkaian kegiatan

menghimpun dan mengolah data,

keterangan, data/atau bukti yang

dilaksanakan secara objektif dan

profesional untuk tujuan lain dalam

rangka melaksanakan ketentuan

peraturan perundang-undangan

perpajakan.

Landasan Hukum Pemeriksaan

Pajak adalah Pasal 29, Pasal 29A dan

Pasal 31 UU No.6 Tahun 1983

sebagaimana telah dirubah terakhir

dengan UU No.16 Tahun 2009 Tentang

Ketentuan Umum dan Tata Cara

Perpajakan. Pasal 29 ayat (1) UU KUP

“Direktorat Jenderal Pajak berwenang

melakukan pemeriksaan untuk menguji

kepatuhan kewajiban perpajakan wajib

pajak dan untuk tujuan lain dalam

rangka melaksanakan ketentuan

peraturan perundang-undangan

perpajakan”. Pasal 31 ayat (1) UU KUP

“Tata cara pemeriksaan diatur dengan

atau berdasarkan Peraturan Menteri

Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013

tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak.

2.3. Tujuan Pemeriksaan Pajak

Berdasarkan hukum tersebut,

tujuan utama pemeriksaan adalah untuk

menguji dan membina wajib pajak agar

memenuhi kewajiban perpajakannya.

Tujuan ini diimplementasikan

berdasarkan prinsip tidak ada satupun

wajib pajak baik badan maupun orang

pribadi yang tidak dapat diperiksa,

semua mempunyai kesempatan yang

sama untuk diperiksa karena yuridis DJP

harus memperlakukan hal yang sama

terhadap semua wajib pajak.

Berdasarkan pada amanat

Undang-undang Perpajakan dan

Keputusan Menteri Keuangan, DJP

menata kegiatan pemeriksaan untuk

mewujudkan tujuan pemeriksaan

dengan mengeluarkan kebijakan-

kebijakan agar pelaksanaan pemeriksaan

menjadi selaras dan terarah sesuai

dengan misi yang ditetapkan.

2.4. Penerimaan Pajak

Penerimaan pajak merupakan

penerimaan negara yang digunakan

untuk mengarahkan kehidupan

masyarakat menuju kesejahteraan.

Penerimaan pajak merupakan

perwujudan dari pengabdian kewajiban

dan peran serta wajib pajak yang secara

langsung dan bersama-sama

melaksanakan kewajiban perpajakan

yang diperlukan untuk pembiayaan

negara dan pembangunan nasional.

(Waluyo, 2003:5).

2.5. Kerangka Konseptual

Kerangka pemikiran merupakan

model konseptual tentang diidentifikasi

sebagai hal penting. Penelitian ini

menjelaskan mengenai pelaksanaan

pemeriksaan pajak di KPP PRATAMA

PAREPARE yang kemudian diukur

tingkat efektivitasnya dan kemudian

dianalisis mengenai faktor penghambat

dan faktor pendukung pelaksanaan

pemeriksaan pajak di KPP PRATAMA

PAREPARE.

Kerangka pemikiran dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut :

5

Page 65: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

154

Gambar 1 Gambar Konseptual

3. METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini bertempat di KPP

Pratama Pare-Pare dan waktu penelitian

berlangsung selama 2 bulan pada bulan

April 2019 sampai dengan bulan Juni

2019.

3.2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang

digunakan dalam penelitian ini sebagai

berikut :

1) Dokumentasi, yaitu pengambilan

data-data atau dokumen yang terkait

dengan pemeriksaan pajak di Kantor

Pelayanan Pajak Pratama Pare-Pare.

2) Wawancara, yaitu melakukan tanya

jawab secara langsung kepada

beberapa responden atau dalam hal

ini pegawai pajak yang melakukan

pemeriksaan di Kantor Pelayanan

Pajak Pratama Pare-Pare.

3) Observasi, yaitu mengadakan

pengamatan langsung ke lokasi

penelitian untuk mengetahui kegiatan

pemeriksaan pajak di Kantor

Pelayanan Pajak Pratama Pare-Pare.

3.3. Metode Analisis Data

Metode analisi data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah

analisis deskriptif kuantitatif, dimana

dalam analisi data ini peneliti hanya

terbatas pada perhitungan. Analisis

kuantitatif yang digunakan dalam

penelitian ini bertujuan untuk

menghitung tingkat efektifitas

berdasarkan data dan hasil penelitian.

Dari segi penyelesaian

pemeriksaan yang didasarkan pada

pencapaian target dan realisasi atas

jumlah Surat Perintah Pemeriksaan

(SP2) yang selesai setiap tahunnya

dengan menggunakan perhitungan

sebagai berikut :

𝐸𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑓𝑖𝑡𝑎𝑠

=𝑅𝑒𝑎𝑙𝑖𝑠𝑎𝑠𝑖 𝑝𝑒𝑚𝑒𝑟𝑖𝑘𝑠𝑎𝑎𝑛

𝑇𝑎𝑟𝑔𝑒𝑡 𝑝𝑒𝑚𝑒𝑟𝑖𝑘𝑠𝑎𝑎𝑛 + 𝑛 × 100%

Dari segi penerimaan atas hasil

pemeriksaan yang didasarkan pada

pencapaian target dan realisasi atas

ketetapan pemeriksaan setiap tahunnya

dengan menggunakan rumus sebagai

berikut :

KPP Pratama Parepare

Pemeriksaan Pajak

Efektivitas Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak

Faktor Pendukung

Faktor Penghambat

Page 66: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

155

𝐸𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑓𝑖𝑡𝑎𝑠

=𝑅𝑒𝑎𝑙𝑖𝑠𝑎𝑠𝑖 𝑝𝑒𝑚𝑒𝑟𝑖𝑘𝑠𝑎𝑎𝑛

𝑇𝑎𝑟𝑔𝑒𝑡 𝑝𝑒𝑚𝑒𝑟𝑖𝑘𝑠𝑎𝑎𝑛 + 𝑛 × 100%

Keterangan :

𝑛 = jumlah tunggakan yang terjadi di

tahun sebelumnya jika ada.

Maka untuk mengukur tingkat

efektivitas dari pelaksanaan

pemeriksaan rutin didasarkan pada

kriteria atau standar menurut

Kementerian Perdagangan dalam Negeri.

No.690.900.3327 Tahun 1996 , sebagai

berikut :

1) Sangat efektif = > 100%

2) Efektif = 90% – 100%

3) Cukup efektif = 80% – 89%

4) Kurang efektif = 70% – 79%

5) Tidak efektif = < 69%

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Metode analisi data yang

digunakan penulis dalam pembahasan

penelitian ini adalah analisis deskriptif

kuantitatif untuk mengetahui tingkat

efektivitas pelaksanaan pemeriksaan

pajak melalui Surat Pemberitahuan

Pemeriksaan (SP2) dan Surat Ketetapan

Pajak (SKP) pada tahun 2014 sampai

dengan 2018 di KPP Pratama Parepare.

Dengan metode ini penulis dapat

menggambarkan sebagaimana tingkat

efektivitas pelaksanaan pemeriksaan

pajak yang dilakukan di KPP Pratama

Parepare melalui data yang didapat

langsung dari pihak KPP Pratama

Parepare.

4.1.1. Efektivitas Pemeriksaan Pajak

berdasarkan Penyelesaian SP2

Tahun 2014-2018

Data penerbitan dan penyelesaian

SP2 tahun 2014-2018 di KPP Pratama

Parepare :

Tabel 1

Data Penyelesaian SP2 PPh Orang Pribadi dan Badan KPP Pratama Parepare tahun

2014-2018 (Dalam satuan konversi LHP)

Tahun Target Realisasi Belum Terealisasi

2014 49 52 0

2015 61 66 0

2016 83 114 0

2017 100 113 0

2018 110 236 0

Sumber :KPP Pratama Parepare,2019

Tabel 2

Perhitungan Efektivitas SP2 dari tahun 2014-2018

Tahun Target

Pemeriksaan

Realisasi

Pemeriksaan

Belum

Terealisasi

Tingkat

Efektivitas Ket

2014 49 52 0 106,12% Sangat Efektif

2015 61 66 0 108,19% Sangat Efektif

2016 83 114 0 137,34% Sangat Efektif

2017 100 113 0 113% Sangat Efektif

2018 110 236 0 214,54% Sangat Efektif

Sumber: Data Diolah, 2019

Page 67: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

156

Tabel 2 diatas dapat dilihat bahwa

tingkat efektivitas yang dapat dicapai

berdasarkan target dan realisasi dari

penerimaan atas hasil pemeriksaan

sebagai berikut :

1) Pelaksanaan pemeriksaan pajak

berdasarkan penyelesaian SP2 dapat

dikatakan efektif jika petugas

pemeriksa pajak dapat menyelesaikan

SP2 yang telah diterbitkan setiap

tahunnya. KPP Pratama Pare-Pare di

tahun 2014 dapat menyelesaikan

seluruh SP2 yang diterbitkan dan

melebihi target yang telah ditentukan.

Presentase efektivitas pelaksanaan

pemeriksaan pajak berdasarkan

penyelesaian SP2 tahun 2014 adalah

sebesar 106,12% yang termasuk

dalam klasifikasi sangat efektif, hal ini

dikarenakan penyelesaian SP2 di

tahun 2014 terpenuhi dan melebihi

target yang telah ditentukan, yaitu

sejumlah 52 SP2 dari 49 SP2.

2) Presentase efektifitas pelaksanaan

pemeriksaan pajak berdasarkan

penyelesaian SP2 tahun 2015 adalah

sebesar 108,19%, yang termasuk

dalam klasifikasi sangat efektif.

Pelaksanaan pemeriksaan pajak

berdasarkan penyelesaian SP2 tahun

2015 dapat dikatakan sangat efektif

karena petugas pemeriksa pajak KPP

Pratama Pare-Pare dapat

menyelesaikan seluruh SP2 yang

diterbitkan di tahun 2015 bahkan

melebihi target yang telah ditentukan,

hal ini menyebabkan tidak ada

tunggakan yang terjadi pada tahun

berikutnya.

3) Presentase efektifitas pelaksanaan

pemeriksaan pajak berdasarkan

penyelesaian SP2 tahun 2016 adalah

sebesar 137,34%, yang termasuk

dalam klasifikasi sangat efektif.

Pelaksanaan pemeriksaan pajak

berdasarkan penyelesaian SP2 tahun

2016 dapat dikatakan sangat efektif

karena petugas pemeriksa pajak KPP

Pratama Pare-Pare dapat

menyelesaikan seluruh SP2 yang

diterbitkan di tahun 2016 dan bisa

melebihi targetnya yaitu sebesar 114

SP2 dari 83 SP2, hal ini menyebabkan

tidak ada tunggakan yang terjadi pada

tahun berikutnya.

4) Pelaksanaan pemeriksaan pajak

berdasarkan penyelesaian SP2 dapat

dikatakan sangat efektif jika petugas

pemeriksa pajak dapat menyelesaikan

SP2 yang telah diterbitkan setiap

tahunnya. KPP Pratama Pare-Pare di

tahun 2017 dapat menyelesaikan

seluruh SP2 yang diterbitkan dan

melebihi jumlah target yang telah

ditetapkan. Presentase efektivitas

pelaksanaan pemeriksaan pajak

berdasarkan penyelesaian SP2 tahun

2017 adalah sebesar 113% yang

termasuk dalam klasifikasi sangat

efektif, hal ini dikarenakan

penyelesaian SP2 di tahun 2017

melebihi targetnya, yaitu sejumlah

113 SP2 dari 100 SP2.

5) Presentase efektifitas pelaksanaan

pemeriksaan pajak berdasarkan

penyelesaian SP2 tahun 2018 adalah

sebesar 214,54%, yang termasuk

dalam klasifikasi sangat efektif.

Pelaksanaan pemeriksaan pajak

berdasarkan penyelesaian SP2 tahun

2016 dapat dikatakan sangat efektif

karena petugas pemeriksa pajak KPP

Pratama Pare-Pare dapat

menyelesaikan seluruh SP2 yang

diterbitkan dan melebihi target yang

telah ditentukan di tahun 2018 yaitu

sebesar 236 SP2 dari 110 SP2, hal ini

menyebabkan tidak ada tunggakan

yang terjadi pada tahun berikutnya.

Terselesaikannya seluruh SP2 dan

Page 68: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

157

bahkan bisa melebihi target tidak

lepas dari kerjasama dan komunikasi

yang baik antar petugas pemeriksa

pajak, hal ini disampaikan oleh salah

satu petugas pemeriksa pajak yaitu:

“Terlaksananya seluruh SP2 dalam

beberapa tahun belakang ini tidak

lepas dari kerjasama yang baik oleh

semua petugas yang baik, selain itu

terlaksananya semua SP2 ini juga

tidak lepas dari komunikasi yang baik

dan sikap wajib pajak yang sangat

kooperatif dalam pelaksanaan

pemeriksaan pajak.”

4.1.2. Efektivitas Pelaksanaan

Pemeriksaan Pajak Berdasarkan

Surat Ketetapan Pajak (SKP)

Pemeriksaan pajak berdasarkan

Surat Ketetapan Pajak (SKP) akan

diterbitkan jika Wajib Pajak (WP) salah

dalam mengisi SPT atau ada data fiskal

yang tidak dilaporkan oleh Wajib Pajak

(WP), sehingga menyebabkan kesalahan

pada laporan. SKP bisa timbul melalui

pemeriksaan pajak secara khusus

maupun melalui dokumen secara reguler

oleh petugas kantor pajak.

Tabel 3

Data Realisasi Jumlah Ketetapan Pemeriksaan PPh Orang Pribadi dan Badan KPP

Pratama Parepare 2014-2018

Tahun Target (Rp) Realisasi (Rp)

2014 9.355.140.000,- 262.716.685,-

2015 20.229.000.000,- 556.504.818,-

2016 5.000.000.000,- 734.197.502,-

2017 31.520.630.000,- 1.444.724.261,-

2018 4.500.000.000,- 4.831.198.264,-

Sumber: KPP Pratama Parepare,2019

Tabel 5

Perhitungan Efektivitas SKP dari tahun 2014-2018

Tahun Realisasi

Pemeriksaan (Rp)

Target

Pemeriksaan (Rp)

Tingkat

Efektivitas Ket

2014 262.716.685,- 9.355.140.000,- 2,79% Tidak Efektif

2015 556.504.818,- 20.229.000.000,- 2,75% Tidak Efektif

2016 734.197.502,- 5.000.000.000,- 14,68% Tidak Efektif

2017 1.444.724.261,- 31.520.630.000,- 4,58% Tidak Efektif

2018 4.831.198.264,- 4.500.000.000,- 107,35% Sangat Efektif

Sumber: Data Diolah, 2019

Tabel 5 diatas dapat dilihat bahwa

tingkat efektivitas yang dapat dicapai

berdasarkan target dan realisasi dari

penerimaan atas hasil pemeriksaan

sebagai berikut :

1) Berdasarkan perhitungan efektivitas

pelaksanaan pemeriksaan pajak,

dapat dillihat bahwa presentase

efektivitas pelaksanaan pemeriksaan

pajak pada tahun 2014 di KPP

Pratama Pare-Pare adalah senilai

2,79% yang termasuk dalam

klasifikasi tidak efektif. Efektivitas

pelaksanaan pemeriksaan pajak pada

tahun 2014 dinyatakan tidak efektif

karena realisasi penerimaan

pemeriksaan pajak belum mencapai

Page 69: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

158

rencana yang ditetapkan, yaitu

sebesar Rp.262.716.685,- dari

rencana yang ditetapkan sebesar

Rp.9.355.140.000,-. Menurut staf

bagian seksi pemeriksaan, Bapak

Aris:

“Realisasi penerimaan pemeriksaan

pajak tidak mencapai rencana

penerimaan pemeriksaan pajak

dikarenakan hasil perhitungan yang

kami lakukan terkadang tidak sesuai

dengan apa yang kami dapat

dilapangan atau pada saat kami

melakukan pemeriksaan.”

2) Presentase efektifitas pelaksanaan

pemeriksaan pajak tahun 2015 di KPP

Pratama Pare-Pare adalah senilai

95,82% yang termasuk dalam

kategori tidak efektif. Efektivitas

pelaksanaan pemeriksaan pajak pada

tahun 2015 dikatakan tidak efektif

karena realisasi penerimaan

pemeriksaan pajak belum melebihi

target yang telah yang telah

direncanakan, yaitu sebesar

Rp.556.504.818,- dari rencana yang

ditetapkan sebesar

Rp.20.229.000.000,-. Presentase

efektivitas pelaksanaan pemeriksaan

pajak pada tahun 2015 mengalami

penurunan dari tahun 2014 sebesar

0,04%. hal ini disebabkan karena

adanya beberapa faktor penghambat

pada saat melakukan pemeriksaan di

tahun 2015. Walaupun penurunan

presentase efektivitas pelaksanaan

pemeriksaan pajak yang terjadi pada

tahun 2015 hanya sebesar 0.4%,

namun ini sangat berpengaruh pada

presentase pendapatan di KPP

Pratama Pare-Pare. Terjadinya

penurunan presentase efektivitas

pelaksanaan pemeriksaan pajak

tersebut membuat para petugas pajak

akan meningkatkan kinerjanya untuk

tahun-tahun berikutnya agar bisa

mencapai target yang telah

ditentukan atau bahkan bisa melebihi

target tersebut.

3) Presentase efektivitas pelaksanaan

pemeriksaan pajak pada tahun 2016

di KPP Pratama Pare-Pare adalah

senilai 14,68% yang termasuk dalam

kategori tidak efektif. Efektivitas

pelaksanaan pemeriksaan pajak

belum melebihi target yang telah

direncanakan, yaitu sebesar

Rp.734.197.502,- dari rencana yang

ditetapkan yaitu sebesar

Rp.5.000.000.000,-. Presentase

efektivitas pelaksanaan pemeriksaan

pajak pada tahun 2016 mengalami

kenaikan dari tahun 2015 yaitu

sebesar 11,93%.

4) Presentase efektivitas pelaksanaan

pemeriksaan pajak berdasarkan

realisasi penerimaan pemeriksaan

pajak pada tahun 2017 di KPP

Pratama Pare-Pare yaitu sebesar

4,58% yang termasuk dalam

klasifikasi tidak efektif, hal ini

disebabkan karena realisasi

penerimaan pemeriksaan pajak pada

tahun 2017 di KPP Pratama Pare-Pare

belum bisa melebihi target yang telah

direncanakan, yaitu sebesar

Rp.1.444.724.261,- dari target yang

direncanakan yaitu sebesar

Rp.31.520.630.000,-. Presentase

efektivitas pemeriksaan pajak pada

tahun 2017 ini mengalami penurunan

dari tahun 2016 yaitu sebesar 10,1%.

5) Presentase efektivitas pelaksanaan

pemeriksaan pajak berdasarkan

realisasi penerimaan pemeriksaan

pajak pada tahun 2018 di KPP

Pratama Parepare adalah senilai

107,35% yang termasuk dalam

klasifikasi sangat efektif, hal ini

disebabkan karena realisasi

Page 70: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

159

penerimaan pemeriksaan pajak sudah

melebihi target perencanaan yang

telah ditetapkan, yaitu sebesar

Rp.4.831.198.264,- dari target

perencanaan yang telah ditetapkan

yaitu sebesar Rp.4.500.000.000,.

Presentase efektivitas pelaksanaan

pemeriksaan pajak pada tahun 2018

mengalami kenaikan dari tahun 2017

sebesar 102,77% dan telah melebihi

target perencanaan yang telah

ditetapkan.

4.2. Pembahasan

4.2.1. Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak

di KPP Pratama Pare-Pare

Pelaksanaan pemeriksaan pajak di

KPP Pratama Parepare selalu

berpedoman pada peraturan yang

berlaku. Dalam sesi wawancara hal ini

disampaikan oleh salah satu staf yang

menangani bagian pemeriksaan, Pak A :

“Pelaksanaan pemeriksaan pajak di KPP

Pratama Pare-Pare sebenarnya sama saja

dengan pelaksanaan pemeriksaan di KPP

lain karena prosedur pemeriksaan harus

berpedoman pada peraturan yang

berlaku.”

Alur pelaksanaan pemeriksaan

pajak di KPP Pratama Pare-Pare

berdasarkan hasil wawancara dengan

informan adalah sebagai berikut :

1) Terbitnya surat tugas pemeriksaan

dari kantor pusat Direktorat Jenderal

Pajak atau dari Kanwil untuk

dilakukannya pemeriksaan pajak

terhadap Wajib Pajak.

2) Adanya usulan dari Account

Representative (AR) untuk melakukan

pemeriksaan pajak berdasarkan

analisis resiko dan data-data yang

telah dikumpulkan oleh AR.

3) Seksi pemeriksaan bersama petugas

pemeriksaan pemeriksa pajak

meneliti dan menganalisis data-data

seputar Wajib Pajak, baik itu profil

Wajib Pajak, Kegiatan usaha Wajib

Pajak, harta dan kewajiban Wajib

Pajak, arus piutang dan arus kas

Wajib Pajak, dan lain-lain, serta

membuat rencana pemeriksaan.

4) Usulan pemeriksaan diajukan ke

kanwil untuk mendapat persetujuan

pemeriksaan.

5) Rencana pemeriksaan diajukan ke

Kepala KPP Pratama Pare-Pare untuk

mendapat persetujuan pemeriksaan.

6) Setelah mendapat persetujuan dari

Kepala KPP Pratama Pare-Pare,

terbitlah surst perintah pemeriksaan

(SP2) yang diterbitkan oleh seksi

pemeriksaan yang kemudian wajib

disampaikan kepada wajib pajak yang

bersangkutan.

7) Dalam hal pemeriksaan kantor, Wajib

Pajak akan diperiksa diundang untuk

datang ke KPP Pratama Pare-Pare

dengan membawa dokumen-

dokumen, buku-buku dan data-data

yang diperlukan untuk keperluan

pemeriksaan pajak.

8) Dalam hal pemeriksaan lapangan,

petugas pemeriksaan pajak langsung

datang ke lokasi atau tempat usaha

Wajib Pajak untuk dilakukannya

pemeriksaan pajak.

9) Wajib Pajak wajib untuk bersedia

meiminjamkan buku-buku, dokumen-

dokumen dan data-data lainnya yang

diperlukan petugas pemeriksa pajak

dalam melaksanakan pemeriksaan.

10) Jika wajib pajak menolak untuk

diperiksa, maka petugas pemeriksa

akan membuat berita acara bahwa

Wajib Pajak menolak untuk diperiksa.

Petugas Pemeriksa Pajak berwenang

untuk melakukan penetapan secara

jabatan, atau pemeriksa dapat

ditingkatkan menjadi pemeriksa bukti

permulaan. Jika Wajib Pajak bersedia

Page 71: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

160

dilakukan pemeriksaan pajak, namun

Wajib Pajak tidak kooperatif dalam

pelaksanaan pemeriksaan pajak,

seperti tidak bersedia menunjukkan

dokumen yang dibutuhkan dalam

pemeriksaan pajak, maka petugas

pemeriksa pajak berwenang untuk

melakukan penyegelan tempat atau

dokumen tersebut serta

mencantumkannya dalam berita

acara.

11) Petugas pemeriksa pajak menyusun

Surat Pemberitahuan Hasil

Pemeriksaan (SPHP) yang kemudian

akan dilakukan pembahasan hasil

pemeriksaan dengan Wajib Pajak.

12) Petugas Pemeriksa Pajak menyusun

Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP)

dengan kurung waktu selama 2 bulan

setelah dilakukannya penyusunan

Surat Pemberitahuan Hasil

Pemeriksaan (LPHP). Setelah itu

pemeriksa pajak membuat Surat

Ketetapan Pajak (SKP).

4.2.2. Faktor Penghambat

Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak

di KPP Pratama Pare-Pare

Berdasarkan tabel 3.4 dimana

terdapat SKP yang masuk dalam

klasifikasi tidak efektif yakni pada tahun

2014-2017 dengan tingkat efektivitas

dibawah 100%. Hal ini disebabkan

karena adanya beberapa faktor

penghambat dalam proses pemeriksaan

pajak yaitu sebagai berikut:

1) Wajib Pajak yang tidak kooperatif

Wajib Pajak yang tidak kooperatif

sangat menghambat pelaksanaan

pemeriksaan pajak, karena petugas

pemeriksa pajak tidak mendapat data-

data, dokumen-dokumen dan bukti

lainnya yang dimiliki oleh Wajib Pajak

sebagai dasar pertimbangan pelaksanaan

pemeriksaan pajak.

2) Keterbatasan Waktu

Jumlah SP2 yang diterbitkan

kadang tidak sesuai dengan waktu yg

ditetapkan.Pelaksanaan pemeriksaan

pajak pada umumnya membutuhkan

waktu kurang lebih delapan bulan untuk

setiap SP2, hal ini menuntut petugas

pemeriksa pajak untuk

menyelesaikannya tepat pada waktunya.

3) Keterbatasan Data yang

Dibutuhkan dalam Pemeriksaan

Pajak

Keterbatasan data yang

dibutuhkan sangat menghambat

pelaksanaan pemeriksaan pajak.Data-

data ini merupakan dasar pegangan

petugas pemeriksa dalam pelaksanaan

pemeriksaan pajak. Jika data-data yang

dibutuhkan tidak lengkap, hal ini akan

sangat menghambat pelaksanaan

pemeriksaan pajak. Seperti yang

disampaikan oleh Pak A :

“Salah satu data atau dokumen yang

diminta dalam pemeriksaan itu adalah

laporan keuangan, karena dalam laporan

keuangan itu sudah jelas alur kasnya,

tapi karena ini Pare-Pare ini masih

tergolong dalam kota kecil jadi wajib

pajak disini hampir semuanya tidak

membuat laporang keuangan. Untuk

penggantinya biasanya kita meminta

rekening bank atau data dari pihak ke

tiga dan itu membutuhkan tambahan

waktu.”

4) Kurangnya Pemahaman Wajib

Pajak tentang Perpajakan

Dalam pelaksanaan pemungutan

pajak, pemahaman Wajib Pajak tentang

Perpajakan di indonesia sangat penting,

jika Wajib Pajak kurang memahami

tentang perpajakan di Indonesia maka

Wajib Pajak akan sangat kesulitan dalam

membuat pembukuan dan penetapkan

pajak terutangnya sendiri. Selain itu

Page 72: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

161

pemahaman mengenai sanksi-sanksi

perpajakan juga sangat penting untuk

diketahui, karena jika WP memiliki

pengetahuan mengenai sanksi maka

akan memberikan dampak yang baik

bagi penerimaan pajak setelah dilakukan

pemeriksaan.

5) Psikologis Wajib Pajak yang

Berbeda-beda

Psikologis Wajib Pajak yang

berbeda-beda sangat mempengaruhi

pelaksanaan pemeriksaan pajak, jika ada

Wajib Pajak yang mengalami tekanan

psikologis, hal ini dapat menghambat

atau memperpanjang waktu pelaksanaan

pemeriksaan pajak

4.2.3. Faktor Pendukung Pelaksanaan

Pemeriksaan Pajak di KPP

Pratama Pare-Pare

Berdasarkan tabel 3.4 dimana

terdapat SKP yang masuk dalam

klasifikasi sangat efektif yakni pada

tahun 2018 dengan tingkat efektivitas

diatas 100%. Hal ini disebabkan karena

adanya beberapa faktor pendukung

dalam proses pemeriksaan pajak yaitu

sebagai berikut:

1) Adanya Rasa Tanggung Jawab

dalam Menyelesaikan tugas.

Rasa tanggung jawab untuk

menyelesaikan tugas dari petugas

pemeriksa pajak KPP Pratama Parepare

merupakan dorongan dan faktor

pendukung dalam pelaksanaan

pemeriksaan pajak. Tanpa adanya rasa

tanggung jawab dalam diri petugas

pemeriksa pajak, tunggakan pemeriksa

pajak tidak akan terselesaikan.

2) Wajib Pajak yang Kooperatif

Wajib Pajak yang bersikap

kooperatif akan bersedia untuk

meminjamkan dokumen-dokumen atau

data-data yang dibutuhkan dalam

pelaksanaan pemeriksaan pajka, hal ini

akan mempengaruhi petugas pemeriksa

untuk menganalisis data-data dan

dokumen-dokumen tersebut.

3) Sumber Daya Manusia yang

Kompeten

Sumber daya manusia di KPP

Pratama Pare-Pare sangat

kompeten.Mereka sangat berpengalaman

dalam menghadapi berbagai macam

karakteristik Wajib Pajak. Selain itu,

petugas pemeriksa pajak di KPP Pratama

Pare-Pare juga sering mengikuti diklat

tentang pemeriksaan pajak untuk

menambah wawasan dan kemampuan

dalam pelaksanaan pemeriksaan pajak.

4) Fasilitas Kantor yang Tersedia

Fasilitas kantor yang tersedia

untuk pelaksanaan pemeriksaan pajak

sangat mendukung pelaksanaan

pemeriksaan pajak, diantaranya

komputer, telepon, mobil dinas, dan

sarana prasarana lainnya yang

mendukung pelaksanaan pemeriksaan

pajak.

5) Komunikasi yang Baik

Komunikasi yang baik antar

petugas pemeriksa pajak sangat

mendukung dalam pelaksanaan pajak.

Petugas pemeriksa pajak KPP Pratama

Pare-Pare dapat saling bertukar

informasi berkaitan dengan pelaksanaan

pemeriksaan pajak di lapangan, seperti

kriteria Wajib Pajak yang berbeda-beda,

saling mengingatkan tentang tunggakan

dan lain-lain seputar pemeriksaan pajak.

6) Adanya Dukungan dari Pimpinan

dan Kerjasama yang Baik Antar

Bagian.

Dukungan dari pimpinan dan

kerjasama yang baik antar bagian

sangatlah penting dalam pelaksanaan

suatu kegiatan, khususnya pelaksanaan

Page 73: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

162

pemeriksaan pajak. Hal ini menunjukkan

adanya koordinasi yang sangat baik

dalam suatu pelaksanaan kegiatan.

5. PENUTUP

5.1. Simpulan

Berdasarkan rumusan masalah,

hasil penelitian dan pembahasan maka

kesimpulan yang dapat ditarik dari

penelitian ini adalah sebagai berikut :

1) Hasil perhitungan efektivitas

pelaksanaan pemeriksaan pajak

berdasarkan penyelesaian SP2 di KPP

Pratama Parepare, dimana tahun

2014-2018 mempunyai tingkat

efektivitas yang sama yaitu termasuk

dalam kriteria sangat efektif dengan

presentase diatas 100%. Sedangkan

perhitungan efektivitas pelaksanaan

pemeriksaan pajak berdasarkan

realisasi penerimaan pajak di KPP

Pratama Parepare, dimana pada tahun

2014-2017 masuk dalam kategori

tidak efektif dengan presentase

dibawah 60% dan pada tahun 2018

masuk dalam kategori sangat efektif

dengan presentase diatas 100%.

2) Dapat disimpulkan bahwa kinerja

petugas pemeriksa pajak di KPP

Pratama Pare-Pare dari segi

penyelesaian SP2 sangat efektif

karena melibihi target yang telah

ditetapkan. Tetapi pada SKP masih

kurang efektif, hal ini dapat di lihat

dari data lima tahun terakhir yang

menunjukkan selama tahun 2014-

2017 masuk dalam kategori tidak

efektif dan pada tahun 2018 baru

mengalami peningkatan dan

melebihi target yang telah ditentukan.

Hal ini terjadi karena adanya

beberapa faktor penghambat dan

faktor pendukung yang dihadapi oleh

Pemeriksa Pajak di Kantor Pelayanan

Pajak Pratama Pare-Pare.

5.2. Saran

Adapun saran dari peneliti adalah

sebagai berikut :

1) Kepada Kanwil DJP Sulselbartra dan

KPP Pratama Pare-Pare.

Meningkatkan kualitas dan kuantitas

dari sumber daya manusia seperti

pemeriksa pajak dengan memberikan

kompensasi dan intensif yang

mencukupi agar supaya kinerja

Pemeriksa Pajak dalam melaksanakan

pemeriksaan bisa lebih optimal.

2) Kepada Peneliti Selanjutnya. Kepada

peneliti selanjutnya yang ingin

melaksanakan penelitian sejenis,

hendaknya bisa melengkapi informasi

mengenai aspek lain yang mendukung

terjadinya tidak tercapai pencapaian

target penerimaan pajak setelah

dilaksanakannya pemeriksaan.

DAFTAR PUSTAKA

Anggraini, Efektivitas Pelaksanakan Pemeriksaan Pajak, 2016, diakses pada 4 Maret 2019 dari https://media.neliti.com

Halim, Abdul.2004. Bunga Rampai Manajemen Keuangan Daerah, Edisi Revisi. Yogyakarta:UPP AMP YKPN

Kementerian Perdagangan dala, Negeri No.690.900.327 Th.1996 tentang pedoman penilaian kinerja keuangan

Mardiasmo. 2009. Perpajakan, edisi revisi tahun2009. Yogyakarta: Andi Yogyakarta

Pemerintah Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang No. 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.17/PMK.03/2013

Page 74: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

163

tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak

Priantara, Diaz, 2002./;Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak, Djambatan.Jakarta.

Sumarsan, Thomas. 2007. Perpajakan Indonesia. Edisi Kelima. Jakarta:Indeks

Waluyo. 2003. Perpajakan Indonesia. Jakarta:Salemba Empat

Widi, Restu Kartiko. 2010. Asas Metode Penelitian, Sebuah Pengenalan dan Penuntun Langkah Demi Langkah Pelaksanaan Penelitian. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Page 75: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

164

PENGARUH NORMA SUBJEKTIF, KEWAJIBAN MORAL DAN

PEMAHAMAN PERATURAN PAJAK TERHADAP KEPATUHAN

WAJIB PAJAK PADA KPP PRATAMA MAKASSAR UTARA

Sitti Rahma Sudirman

Email: [email protected]

Universitas Muslim Indonesia Makassar

Darwis Lannai

Email: [email protected]

Universitas Muslim Indonesia Makassar

Hajering Email: [email protected]

Universitas Muslim Indonesia Makassar

Abstract

The purpose of this research is to identify and analyze the influence of subjective norms, moral obligation, and taxpayer formal compliance towards the compliance of tax payers in KPP Pratama Makassar Utara. The data required in this study is primary data in the form of respondents’ assessment of subjective norms, moral obligation, taxpayer formal compliance and the compliance of tax payers in KPP Pratama Makassar Utara. Data collection methods used in this study is the questionnaire as well as a literature review on the books related to the subject matter covered. Data analysis techniques used by Multiple Linear Regression Test, t test, F test, Coefficient of Determination Test. The result shows that simultaneously, subjective norms, moral obligation, and taxpayer formal compliance are influential towards the compliance of tax payers in KPP Pratama Makassar Utara. Meanwhile the result of partial test (t-test) shows that subjective norms and moral obligation are partially have significant and positive influences towards the compliance of tax payers. Taxpayer formal compliance on the other hand, partially has positive and insignificant influence towards the compliance of tax payers.

Keyword: Subjective Norms, Moral Obligation, Taxpayer Formal Compliance and The Compliance of Tax Payers

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh norma subjektif, kewajiban moral serta pemahaman peraturan pajak terhadap kepatuhan wajib pajak yang terdaftar di KPP Pratama Makassar Utara. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dalam bentuk penilaian responden tentang norma subjektif, kewajiban moral, pemahaman peraturan pajak dan kepatuhan wajib pajak di KPP Pratama Makassar Utara. Metode pengumpulan data menggunakan kuisioner dan studi Pustaka. Teknik analisis data menggunakan analisis regresi linear berganda, uji t, uji F dan uji koefisinen determinasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa norma subjektif, kewajiban moral serta pemahaman wajib pajak secara serempak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Sedangkan hasil uji parsial (uji-t) menunjukkan bahwa norma subjektif dan kewajiban moral berpengaruh positif dan signifikan. Adapun pemahaman peraturan pajak berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak.

Kata kunci: Norma Subjektif, Kewajiban Moral, Pemahaman Peraturan Pajak dan Kepatuhan Wajib Pajak

Page 76: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

165

1. PENDAHULUAN

Pajak sangat penting bagi

pembangunan negara Indonesia karena

pajak memberikan kontribusi terbesar

bagi pendapatan negara. Pemerintah

dituntut untuk lebih bijaksana dalam

mengelola setiap pendapatan. Pajak

adalah iuran rakyat kepada kas negara

berdasarkan undang-undang sehingga

dapat dilaksanakan dengan tiada

mendapat balas jasa secara langsung.

Pajak dipungut penguasa berdasarkan

norma-norma hukum untuk menutup

biaya produksi barang-barang dan jasa

kolektif untuk mencapai kesejahteraan

umum. Pajak saat ini masih menjadi

andalan penerimaan bagi negara. Salah

satu penerimaan pajak berasal dari Pajak

Penghasilan (PPh). Pajak penghasilan

merupakan pajak yang dipungut pada

objek pajak atas penghasilannya.

Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh)

mengatur pengenaan pajak penghasilan

terhadap subjek pajak berkenaan dengan

penghasilan yang diterima atau

diperolehnya dalam tahun pajak

(Mariana, 2017).

Kontribusi pajak dalam Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)

tiap tahun semakin meningkat. Hal ini

menunjukkan bahwa peranan pajak

semakin besar dalam APBN. Oleh karena

itu, Direktorat jendral Pajak terus

berupaya untuk meningkatkan

penerimaan pajak. Salah satu jalan yang

ditempuh adalah dengan pengawasan

terhadap kepatuhan wajib pajak dalam

melaksanakan kewajiban perpajakannya.

Pengawasan kepatuhan perpajakan ini

perlu ditingkatkan dengan jalan antara

lain melakukan pemeriksaan terhadap

Wajib Pajak secara selektif. Pemeriksaan

dilakukan secara selektif sesuai dengan

kriteria yang telah ditetapkan oleh

pemerintah dalam hal ini Direktorat

Jenderal pajak akan berperan aktif demi

terciptanya kepatuhan wajib pajak

sehingga Perpajakan di Indonesia

semakin lama akan semakin meningkat.

Permasalahan tingkat kepatuhan

wajib pajak merupakan permasalahan

yang menjadi perhatian dalam bidang

perpajakan. Di indonesia tingkat

kepatuhan wajib pajak masih dapat

dikatakan rendah. Rendahnya tingkat

kepatuhan wajib pajak untuk memenuhi

kewajiban perpajakannya sangat

memprihatinkan jika dibandingkan

dengan tingkat pertumbuhan usaha di

indonesia (Yusro dan Kiswanto, 2014).

Teori atribusi menyatakan bahwa

bila individu-individu mengamati

perilaku seseorang, mereka mencoba

untuk menentukan apakah itu

ditimbulkan secara internal atau

eksternal (Robbins, 2015). Dalam

kepatuhan wajib pajak sangat berkaitan

dengan sikap wajib pajak dalam

membuat penilaian terhadap pajak itu

sendiri. Persepsi seseorang untuk

membuat penilaian mengenai orang lain

sangat dipengaruhi oleh kondisi internal

maupun eksternal orang tersebut. Teori

atribusi sangat relevan untuk

menerangkan maksud tersebut.

Berdasarkan penelitian terdahulu

diketahui bahwa kepatuhan wajib pajak

sendiri dipengaruhi oleh banyak faktor,

tiga di antaranya adalah norma subjektif,

kewajiban moral dan pemahaman

peraturan perpajakan.

Keyakinan normatif (normative

beliefs) adalah keyakinan tentang

harapan normatif orang lain yang

memotivasi seesorang untuk memenuhi

harapan tersebut (normative beliefs and

motivation to comply). Keyakinan

normatif merupakan indikator yang

kemudian menghasilkan norma subjektif

(subjective norms). Jadi norma subjektif

Page 77: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

166

adalah persepsi seseorang tentang

pengaruh sosial dalam membentuk

perilaku tertentu. Seseorang bisa

terpengaruh atau tidak terpengaruh oleh

tekanan sosial. Berkaitan dengan studi

ini, norma subjektif adalah keyakinan

Wajib Pajak tentang kekuatan pengaruh

orang-orang atau faktor lain di

lingkungannya yang memotivasi

seseorang untuk melakukan kepatuhan

pajak atau tidak melakukan kepatuhan

pajak.

Menurut Jogiyanto (2007) dalam

Yolanda (2017), norma subjektif

(subjective norm) adalah persepsi atau

pandangan seseorang terhadap

kepercayaan-kepercayaan orang lain

yang akan mempengaruhi niat untuk

melakukan atau tidak melakukan

perilaku yang sedang dipertimbangkan.

Norma subjektif dapat membentuk

perilaku individu untuk setuju atau

menolak pandangan yang dimiliki orang

lain, apabila perilaku yang ditunjukkan

oleh individu sesuai dengan pandangan

yang dimiliki orang lain, maka perilaku

tersebut akan terus menerus dilakukan

dalam masyarakat. Hasil penelitian dari

Budiningrum (2014), Sagita (2017) dan

Lilis (2017), menemukan bahwa nomra

subjektif berpengaruh signifikan

terhadap kepatuhan wajib pajak.

Sementara itu, hasil penelitian dari

Ernawati (2010), menemukan

sebaliknya, bahwa norma subjektif tidak

berpengaruh terhadap kepatuhan wajib

pajak.

Faktor lainnya yang berhubungan

dengan kepatuhan wajib pajak adalah

kewajiban moral. Tax morality atau

moralitas (kesadaran secara sungguh-

sungguh) membayar pajak merupakan

salah satu aspek atau bagian kesadaran

bernegara (Lasmana, 2011). Wajib pajak

diharapkan menyadari pentingnya pajak

sebagai sumber pembiayaan negara,

sehingga wajib pajak bisa meningkatkan

kewajiban moral yang dimiliki oleh wajib

pajak itu sendiri agar dapat memenuhi

kewajiban dalam membayar pajak.

Bobek dan Hatfield (2003) dalam

Layata dan Setiawan (2014), mengatakan

kewajiban moral merupakan suatu

perasaan bersalah yang dimiliki

seseorang namun belum tentu dimiliki

oleh orang yang lainnya. Wajib pajak

memiliki kewajiban moral sesuai dengan

nilai rasa yang berlaku di masyarakat,

maka wajib pajak akan melakukan

tindakan sesuai dengan peraturan yang

ada seperti membayar pajak. Oleh karena

itu jika masyarakat memiliki kewajiban

moral yang besar maka tingkat

kepatuhan penyelesaian kewajiban

perpajakannya juga besar sehingga

keinginan melaporkan surat

pemberitahuan (SPT) juga besar. Hasil

penelitian Rahayu (2015) dan Artha

(2016), menemukan bahwa kewajiban

moral berpengaruh signifikan terhadap

kepatuhan wajib pajak. Sementara itu

hasil penelitian dari Dewi (2016),

menemukan bahwa kewajiban moral

tidak berpengaruh terhadap kepatuhan

wajib pajak.

Selain norma subjektif dan

kewajiban moral, faktor lainnya yang

berhubungan dengan kepatuhan wajib

pajak adalah pemahaman peraturan

perpajakan. Pengetahuan perpajakan

yang memadai merupakan salah satu

syarat yang harus dimiliki oleh WP.

Masyarakat yang tidak mengetahui pajak

tentu tidak akan tahu apa kewajibannya

sebagai WP. Ketika tingkat pengetahuan

dan pemahaman akan peraturan pajak

meningkat, hal ini akan mendorong wajib

pajak untuk melakukan kewajiban

membayar pajak (Utami, dkk, 2012).

Page 78: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

167

Pengetahuan dan pemahaman

akan peraturan perpajakan adalah

proses dimana wajib pajak mengetahui

tentang perpajakan dan mengaplikasikan

pengetahuan itu untuk membayar pajak.

Suryadi (2006) dalam Hardiningsih

(2011) dalam penelitianya menyatakan

bahwa meningkatnya pengetahuan

perpajakan baik formal dan non formal

akan berdampak postif terhadap

kesadaran wajib pajak dalam membayar

pajak. Gardina dan Hariyanto (2006)

dalam Hardiningsih (2011) menemukan

bahwa rendahnya kepatuhan wajib pajak

disebabkan oleh pengetahuan wajib

pajak serta persepsi tentang pajak dan

petugas pajak yang masih rendah.

Sebagian wajib pajak memperoleh

pengetahuan pajak dari petugas pajak,

selain itu ada yang memperoleh dari

media informasi, konsultan pajak,

seminar dan pelatihan pajak. Hasil

penelitian Mahfud (2017), menemukan

bahwa pemahaman peraturan

perpajakan berpengaruh terhadap

kepatuhan wajib pajak. Sementara itu,

hasil penelitian Hardiningsih (2011),

menemukan bahwa pemahaman

peraturan perpajakan tidak berpengaruh

terhadap kepatuhan wajib pajak.

Berdasarkan hasil review atas

penelitian terdahulu di atas maka

didapati adanya gap research berupa

inkonsistensi (tidak konsisten) hasil

penelitian sebelumnya. Bahwa tidak

selalu kepatuhan wajib pajak

dipengaruhi oleh norma subjektif,

kewajiban moral dan pemahaman

peraturan perpajakan. Dengan demikian

maka peneliti tertarik untuk kembali

menguji pengaruh norma subjektif,

kewajiban moral dan pemahaman

peraturan perpajakan terhadap

kepatuhan wajib pajak dengan

mengambil KPP Pratama Makassar Utara

sebagai lokasi penelitian.

Pemilihan KPP Pratama Makassar

Utara sebagai lokasi penelitian

didasarkan pada hasil penelitian Mariana

(2017), yang menemukan bahwa tingkat

kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi

pada KPP Pratama Makassar Utara belum

optimal, karena dalam pelaporan Surat

Pemberitahuan tahunan Pajak di Kantor

Pelayanan Pajak Pratama Makassar Utara

setiap tahunnya kurang stabil dan belum

terealisasi dengan baik. Sehingga perlu

ditingkatkan kepatuhan Wajib Pajaknya.

Oleh karennya dalam penelitian ini

peneliti mencoba menguji

keterhubungan beberapa faktor dengan

tingkat kepatuhan wajib pajak di wilayah

kerja KPP Pratama Makassar Utara.

Hasil penelitian Mariana (2017),

diperkuat dengan data jumlah target dan

realisasi penerimaan pajak di KPP

Pratama Makassar Utara tahun 2015

sampai dengan tahun 2018.

Tabel 1

Perkembangan Target dan Realisasi

Penerimaan Pajak di KPP Pratama

Makassar UtaraTahun 2015 – 2018

Ta

hu

n

Target Realisasi Penca

paian

201

5

Rp.83.518.

165.533

Rp.73.874.

535.571

88,45

%

201

6

Rp.119.520

.787.394

Rp.103.648

.877.519

86,13

%

201

7

Rp.531.675

.512.076

Rp.490.716

.501.887

92,29

%

201

8

Rp.946.552

.473.912

Rp.732.206

.023.609

77,35

%

Sumber: KPP Pratama Makassar Utara,

2020

Berdasarkan tabel 1 di atas

menunjukkan adanya fenomena bahwa

Page 79: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

168

setiap tahun jumlah target penerimaan

pajak dan penagihan pajak bersifat

fluktuatif, yang artinya masih banyak

pihak wajib pajak di wilayah kerja KPP

Pratama Makassar Utara yang tidak

mematuhi kewajiban perpajakannya.

Penelitian ini merupakan

penelitian replikasi dari penelitian

sebelumnya yaitu dari Dewi (2016) dan

Juwanti (2017). Persamaan penelitian ini

dengan kedua peneliti sebelumnya

adalah sama – sama mengambil

pengetahuan/pemahaman dan norma

sebagai variabel independen. Sementara

perbedaan penelitian ini dengan kedua

penelitian sebelumnya adalah pertama

penelitian ini menambahkan satu

variabel independen yang tidak

disertakan kedua peneliti sebelumnya

yaitu kewajiban moral. Kedua adalah

lokasi/objek penelitian yang berbeda.

Penelitian Dewi (2016), pada wajib pajak

kendaraan bermotor di Kantor Samsat

Kabupaten Buleleng dan penelitian

Juwanti (2017), pada wajib pajak Bumi

dan Bangunan pada Kecamatan

Colomadu, Kabupaten Karanganyar.

Sementara penelitian ini sendiri pada

wajib pajak yang terdaftar di KPP

Makassar Utara.

Berdasarkan uraian di atas, maka

dilakukan penelitian dengan fokus

“Pengaruh Norma Subjektif,

Kewajiban Moral dan Pemahaman

Peraturan Pajak terhadap Kepatuhan

Wajib Pajak pada KPP Pratama

Makassar Utara.”

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Atribusi

Tingkat kepatuhan pajak dapat

dilihat dari perilaku wajib pajak dalam

membuat penilaian terhadap pajak itu

sendiri. Ketika seseorang mengamati

perilaku orang lain, hal yang sangat

mempengaruhi adalah kondisi internal

maupun eksternal pada orang tersebut.

Suatu tindakan merupakan suatu akibat

atau efek yang terjadi karena adanya

sebab. Menjelaskan penilaian terhadap

tingkah laku seseorang dengan

mempresepsi apakah tindakan seseorang

terkendali secara internal (disposisional)

atau eksternal (situasional) adalah

pengertian dari teori atribusi (Robbins,

2015).

Pada dasarnya, teori atribusi

menyatakan bahwa bila individu-

individu mengamati perilaku seseorang,

mereka mencoba untuk menentukan

apakah itu ditimbulkan secara internal

atau eksternal, Robbins (2015). Perilaku

yang disebabkan secara internal adalah

perilaku yang diyakini berada di bawah

kendali pribadi individu itu sendiri atau

berasal dari faktor internal seperti ciri

kepribadian, kesadaran, dan

kemampuan. Hal ini merupakan atribusi

internal. Sedangkan, perilaku yang

disebabkan secara eksternal adalah

perilaku yang dipengaruhi dari luar atau

dari faktor eksternal seperti peralatan

atau pengaruh sosial dari orang lain,

artinya individu akan terpaksa

berperilaku karena situasi. Penentuan

internal atau eksternal tergantung pada

tiga faktor, yaitu: Konsensus, Konsistensi,

Kekhususan. Saat tiga hal tersebut

(Konsensus, Konsistensi, Kekhususan)

dipadukan, maka seseorang dapat

mempresepsi apakah tindakan tersebut

terkendali secara internal (disposisional)

atau eksternal (situasional) ini akan

kelihatan faktor mana yang lebih

mendorong prilaku seseorang.

Konsensus artinya jika semua

orang mempunyai kesamaan pandangan

dalam merespon perilaku seseorang

dalam situasi yang sama. Apabila

konsensusnya tinggi, maka termasuk

Page 80: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

169

atribusi internal. Sebaliknya jika

konsensusnya rendah, maka termasuk

atribusi eksternal.

Konsistensi artinya jika setiap

perilaku yang dilakukan, dibandingkan

dengan perilaku sebelumnya

menunjukkan pada reaksi (tinggi

rendahnya konsensus yang dicapai) yang

konsisten, maka akan semakin kuat

dugaan perilaku konsisten dari orang

tersebut jika konsensusnya sama tinggi

atau sama rendah dengan perilaku

sebelumnya. Namun jika konsensusnya

berbeda derajat tinggi rendahnya, berarti

derajat konsisten perilakunya menurun.

Ada saling mempengaruhi antara

konsensus dan konsistensi.

Kekhususan, artinya seseorang

akan mempersepsikan perilaku individu

lain secara berbeda dalam situasi yang

berlainan. Apabila perilaku seseorang

dianggap suatu hal yang luar biasa, maka

individu lain yang bertindak sebagai

pengamat akan memberikan atribusi

eksternal terhadap perilaku tersebut.

Sebaliknya jika hal itu dianggap hal yang

biasa, maka akan dinilai sebagai atribusi

internal.

Alasan pemilihan teori ini adalah

teori atribusi relevan untuk menjelaskan

faktor-faktor yang dapat mempengaruhi

kepatuhan wajib pajak yang digunakan

dalam model penelitian ini. Kepatuhan

wajib pajak dapat dikaitkan dengan sikap

wajib pajak dalam membuat penilaian

terhadap pajak itu sendiri. Persepsi

seseorang untuk membuat penilaian

mengenai orang lain sangat dipengaruhi

oleh faktor internal maupun eksternal

orang lain tersebut.

2.2 Teori Tindakan Beralasan

(Theory of Reasoned Action)

Theory of Reasoned Action

menggambarkan perilaku manusia atas

dasar kehendak dengan pertimbangan

untuk melakukan atau tidak melakukan

suatu perilaku (Ajzen, 1991 dalam

Awaluddin, 2017). Hasil penelitian dari

Ajzen dan Fishbein (1975) dalam

Awaluddin (2017), mengemukan bahwa

niat seseorang dipengaruhi oleh dua

penentu utama yaitu:

a) Sikap yang merupakan gabungan dari

evaluasi atau penilaian positif

maupun negatif dari faktor-faktor

perilaku dan kepercayaan tentang

akibat dari perilaku.

b) Norma subjektif yang merupakan

gabungan dari beberapa persepsi

tentang tekanan/aturan dan norma

sosial yang membentuk suatu

perilaku.

Moral atau etika merupakan upaya

lain dalam memaksimalkan kepatuhan

wajib pajak. Hasil penelitian dari Hanno

dan Violette (1996) dalam Awaluddin

(2017), menyatakan bahwa keputusan

untuk taat atau tidak taat terhadap

aturan pajak merupakan sebuah perilaku

kognitif yang berada dalam kontrol

individual. Hal ini senada dengan

penelitian yang dilakukan oleh Hoy dan

Tarter (2004) dalam Awaluddin (2017),

di mana tingkat kepatuhan pajak akan

menjadi lebih tinggi ketika wajib pajak

memiliki kewajiban moral yang lebih

kuat. Berdasarkan penelitian terdahulu

(Alm, 1991, Ghosh dan Grain 1996,

Jameset al. 2001, dalam Awaluddin,

2017), penelitian ini termotivasi untuk

memfokuskan pada isu faktor internal

keperilakuan seperti norma subjektif,

kewajiban moral dan pemahaman

peraturan pajak yang mempengaruhi

kepatuhan Wajib Pajak, yaitu standar

etika.

Page 81: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

170

2.3 Pajak

a. Definisi Pajak

Terdapat bermacam-macam

pengertian atau definisi pajak, namun

pada hakekatnya maksud dan tujuan dari

pajak itu seragam. Menurut pasal 1

Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009

tentang KUP berbunyi: “Pajak adalah

kontribusi wajib kepada negara yang

terutang oleh orangpribadi atau badan

yang bersifat memaksa berdasarkan

Undang-Undang, dengan tidak mendapat

imbalan secara langsung dan

digunakanuntuk keperluan negara bagi

sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”

Kemudian menurut Dr. Soeparno

Soemahamidjaja dalam Erly Suandy

(2014), pajak merupakan iuran yang

bersifat wajib, berupa uang atau barang,

yang dipungut oleh pemerintah

berdasarkan norma-norma hukum, yang

digunakan untuk menutupi biaya

produksi barang-barang dan jasa-jasa

kolektif untuk mencapai kesejahteraan

umum, sedangkan menurut Prof. Dr. P. J.

A. Andriani dalam Adhistyastuti (2017)

pajak adalah iuran dari masyarakat

kepada negara yang dapat dipaksakan

dan terutang oleh pihak yang wajib

membayarnya berdasarkan peraturan

perundang-undangan dengan tidak

mendapat prestasi kembali secara

langsung yang digunakan untuk

membiayai pengeluaran-pengeluaran

umum yang berhubungan dengan tugas

negara dalam menyelenggarakan

pemerintahan.

Berdasarkan beberapa definisi di

atas dapat disimpulkan bahwa pajak

adalah kontribusi wajib, berupa uang

atau barang kepada negara yang terutang

oleh Orang Pribadi atau Badan yang

dapat dipaksakan sesuai peraturan

perundang-undangan dengan tidak

mendapat imbalan secara langsung yang

digunakan untuk membiayai keperluan

negara dalam menyelenggarakan

pemerintahan untuk mencapai

kesejahteraan umum.

Pengertian pajak yang

dikemukakan oleh beberapa ahli dalam

bidang perpajakan memberikan

pengertian yang berbeda-beda. Namun

pada dasarnya dalam defenisi tersebut

semuanya mempunyai inti dan tujuan

yangsama.

Defenisi pajak dalam Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor 28

Tahun 2007 Tentang Perpajakan adalah

sebagai berikut:

“Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.

Pengertian pajak menurut P. J. A.

Adriani yang dikutip oleh Waluyo (2013),

adalah iuran kepada negara (yang dapat

dipaksakan) yang terutang oleh yang

wajib membayarnya menurut peraturan-

peraturan, dengan tidak mendapat

prestasi kembali, yang langsung dapat

ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk

membiayai pengeluaran-pengeluaran

umum berhubung dengan tugas negara

yang menyelenggarakan pemerintahan.”

Pengertian Pajak menurut

Mardiasmo (2016), adalah iuran rakyat

kepada kas Negara berdasarkan undang-

undang yang dapat di paksakan dengan

tiada mendapat jasa timbal

(kontraprestasi) yang langsung dapat

ditunjukkan dan digunakan untuk

membayar pengeluaran umum.

b. Fungsi Pajak

Pajak mempunyai beberapa fungsi

Page 82: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

171

seperti yang diungkapkan oleh

Adhistyastuti (2017), yaitu:

1) Fungsi Anggaran; sebagai sumber

pendapatan negara, pajak berfungi

untuk membiayai pengeluaran-

pengeluaran negara. Biaya tersebut

digunakan untuk menjalankan tugas

rutin negara dan untuk

melaksanakanpembangunan.

2) Fungsi Mengatur; melalui

kebijaksanaan pajak, pemerintah

dapat mengatur pertumbuhan

ekonomi. Dengan fungsi mengatur,

pajak dapat digunakan sebagai alat

untuk mencapai tujuan.

3) Fungsi stabilitas; pemerintah

memiliki dana yang berasal dari pajak

untuk menjalankan kebijakan yang

berhubungan dengan stabilitas harga

sehingga inflasi dapatdikendalikan.

4) Fungsi Redistribusi Pendapatan; pajak

yang sudah dipungut oleh negara dari

masyarakat akan digunakan untuk

membiayai semua kepentingan

umum, termasuk juga untuk

membiayai pembangunan sehingga

dapat membuka kesempatan kerja,

yang pada akhirnya akan dapat

meningkatkan pendapatan

masyarakat.

c. Syarat Pemungutan Pajak

Agar pemungutan pajak tidak

menimbulkan hambatan atau

perlawanan maka diperlukan syarat-

syarat dalam pemungutan pajak. Dalam

pemungutan pajak ada lima syarat yang

harus diperhatikan (Mardiasmo, 2016)

yaitu:

1) Pemungutan pajak harus adil

(syaratkeadilan) Sesuai dengan tujuan

hukum, yakni mencapai keadilan,

undang- undang dan pelaksanaan

pemungutan harus adil. Adil dalam

perundang-undangan diantaranya

mengenakan pajak secara umum dan

merata, serta disesuaikan dengan

kemampuanmasing-masing.

2) Pemungutan pajak harus berdasarkan

undang-undang (syarat yuridis) Di

Indonesia, pajak diatur dalam UUD

1945 pasal 23 ayat/ Hal ini

memberikan jaminan hukum untuk

menyatakan keadilan, baik bagi

negara maupunwarganya.

3) Tidak mengganggu perekonomian

(syaratekonomi) Pemungutan tidak

mengganggu kelancaran kegiatan

produksi maupun perdagangan,

sehingga tidak menimbulkan kelesuan

perekonomian masyarakat.

4) Pemungutan pajak harus efisien

(syarat finansial) Sesuai fungsi

budgetair, biaya pemungutan pajak

harus dapat ditekan sehingga lebih

rendah dari hasil pemungutannya.

5) Sistem pemungutan harussederhana

Sistem pemungutan yang sederhana

akan memudahkan dan mendorong

masyarakat dalam memenihi

kewajiban perpajakannya.

d. Pengelompokan Pajak

Pembagian pajak menurut

Mardiasmo (2016), dapat digolongkan

menurut golongannya, sifat, dan

lembaga pemungutnya. Lebih rincinya

adalah sebagai berikut:

1) Menurut golongannya

a) Pajak langsung adalah pajak yang

harus dipikul sendiri oleh wajib

pajak dan tidak dapat dibebankan

atau dilimpahkan kepada orang

lain. Contoh: pajak penghasilan

(PPh)

b) Pajak tidak langsung adalah yaitu

pajak yang pada akhirnya dapat

dibebankan atau dilimpahkan

kepada orang lain. Contohnya:

pajak pertambahan nilai (PPN).

Page 83: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

172

2) Menurut sifatnya

a) Pajak subjektif adalah pajak yang

berpangkal atau berdasarkan

pada subjeknya, dalam arti

memperhatikan keadaan diri

wajib pajak. Contoh:

pajakpenghasilan.

b) Pajak objektif adalah pajak yang

berpangkal pada objeknya, tanpa

memperhatikan keadaan sendiri

wajib pajak. Contoh: PPN

danPPnBM.

3) Menurut lembaga pemungutnya

a) Pajak pusat adalah pajak yang

dipungut oleh pemerintah pusat

dan digunakan untuk membiayai

rumah tangga Negara

b) Pajak daerah adalah yaitu pajak

yang dipungut oleh pemerintah

daerah dan digunakan untuk

membiayai rumah tangga daerah.

e. Asas Pemungutan Pajak

Untuk mencapai tujuan

pemungutan pajak perlu memegang

teguh asas pemungutan dalam memilih

alternatif pemungutannya. Menurut

Mardiasmo (2016), ada tiga asas

pemungutan pajak antara lain:

1) Asas Domisili (asas tempat tinggal).

Negara berhak mengenakan pajak

atas seluruh penghasilan wajib pajak

yang bertempat tinggal di wilayahnya,

baik penghasilan yang berasal dari

dalam maupun dari luar negeri. Asas

ini berlaku untuk wajib pajak dalam

negeri

2) Asas sumber. Negara berhak

mengenakan pajak atas penghasilan

yang bersumber di wilayahnya tanpa

memperhatikan tempat tinggal wajib

pajak

3) Asas kebangsaan

4) Pengenaan pajak dihubungkan

dengan kebangsaan suatu negara.

f. Sistem Pemungutan Pajak

Sistem pemungutan pajak di

Indonesia tidak hanya dipungut oleh

pemerintah tapi bisa juga dipungut oleh

wajib pajak. Sistem pemungutan pajak

dapat dibagi menjadi tiga (Mardiasmo,

2016) yaitu:

1) Official assessmentsystem

Adalah suatu sistem pemungutan

yang memberi wewenang kepada

pemerintah (aparat pajak) untuk

menentukan besarnya pajak yang

terutang oleh wajib pajak. Ciri-cirinya

yaitu wewenang untuk menentukan

besarnya pajak terutang ada

padafiskus, Wajib pajak bersifat pasif,

Utang pajak timbul setelah

dikeluarkan surat ketetapan pajak

olehfiskus.

2) Self assessmentsystem.

Adalah suatu sistem pemungutan

pajak yang memberi wewenang kepada

wajib pajak untuk menentukan sendiri

besarnya pajak yang terutang. Ciri-

cirinya:

a) Wewenang untuk menentukan

besarnya pajak terutang ada pada

wajib pajaksendiri.

b) Wajib pajak aktif, mulai dari

menghitung, menyetor dan

melaporkan sendiri pajak

yangterutang

c) Fiskus tidak ikut campur dan

hanyamengawasi.

3) With holding system

Adalah suatu sistem pemungutan

pajak yang memberi wewenang kepada

pihak ketiga (bukan aparat pajak dan

bukan wajib pajak yang bersangkutan)

untuk menentukan besarnya pajak yang

terutang oleh wajib pajak. Ciri-cirinya:

wewenang menentukan besarnya pajak

yang terutang ada pada pihak ketiga.

Page 84: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

173

g. Teori Pendukung Pemungutan Pajak

Menurut Mardiasmo (2016)

beberapa teori yang menjelaskan atau

memberikan justifikasi pemberian hak

kepada negara untuk memungut pajak.

Teori-teori tersebut antara lain:

1) Teori asumsi Negara melindungi

keselamatan jiwa, harta benda, dan

hak-hak rakyatnya. Oleh karena itu

rakyat harus membayar pajak yang

diibaratkan sebagai suatu premi

asuransi karena memperoleh jaminan

perlindungan tersebut.

2) Teori Kepentingan Pembagian beban

pajak kepada rakyat didasarkan pada

kepentingan (misalnya perlidungan)

masing-masing orang. Semakin besar

kepentingan seseorang terhadap

negara, makin tinggi pula pajak yang

harus dibayar.

3) Teori dayapikul Beban pajak untuk

semua orang harus sama beratnya,

artinya pajak harus dibayar sesuai

dengan daya pikul masing-

masingorang. Untuk mengukur daya

pikul dapat digunakan dua

pendekatan yaitu:

a) Unsur objektif, dengan melihat

besarnya penghasilan atau

kekayaan yang dimiliki

olehseseorang

b) Unsur subjektif, dengan

memperhatikan besarnya

kebutuhan materiil yang

harusdipenuhi.

4) Teoribakti Dasar keadilan

pemungutan pajak terletak pada

hubungan rakyat dengan negaranya.

Sebagai warga negara yang berbakti,

rakyat harus selalu menyadari bahwa

pembayaran pajak adalah sebagai

suatu kewajiban.

5) Teori asas daya beli Dasar keadilan

terletak pada akibat pemungut pajak.

Maksudnya memungut pajak berarti

menarik daya beli dari rumah tangga

masyarakat untuk rumah tangga

negara. Selanjutnya negara akan

menyalurkannya kembali ke

masyarakat dalam bentuk

pemeliharaan kesejahteraan

masyarakat.

2.4 Pengertian Wajib Pajak

Pengertian Wajib Pajak menurut

UU No 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan

Umum dan Tata Cara Perpajakan

berbunyi “Wajib Pajak adalah orang

pribadi atau badan, meliputi

pembayarpajak, pemotong pajak, dan

pemungut pajak, yang mempunyai

hakdan kewajiban perpajakan sesuai

dengan ketentuan peraturanperundang-

undangan perpajakan”. Budiarto (2016)

mengemukakan bahwa terdapat

beberapa kewajiban wajib pajak

diantaranya.

a. Kewajiban mendaftarkan diri.

Perpajakan Indonesia menganut

sistem self assessment, oleh karena

itu wajib pajak memiliki kewajiban

untuk mendaftarkan diri ke kantor

pelayanan pajak (KPP) atau kantor

pelayanan penyuluhan dan

konsultasi perpajakan (KP2KP) di

wilayah tempat tinggal wajib pajak.

Tujuan mendaftarkan diri adalah

untuk mendapatkan nomor pokok

wajib pajak (NPWP). Di samping

melalui KPP atau KP2KP,pendaftaran

NPWP juga dapat dilakukan melalui

e-registration, yaitu cara pendaftaran

NPWP melalui media elektronik

online (internet). Nomor pokok wajib

pajak berfungsi sebagai sarana dalam

administrasi perpajakan sebagai

tanda pengenal diri atau identitas

wajib pajak, bukan untuk

menentukan saat terutangnya pajak

atau saat mulai harus melaporkan

Page 85: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

174

pajaknya. Agar masing-masing

identitas wajib pajak untuk

memudahkan administrasi

perpajakannya selain nama, juga

diberikan NPWP sebagai identitas.

b. Kewajiban pembayaran

Pemotongan/pemungutan dan

pelaporan pajak. Berdasarkan sistem

self assessment, wajib pajak harus

melakukan sendiri penghitungan,

pembayaran, dan pelaporan pajak

terutang.

c. Kewajiban dalam hal diperiksa.

Direktur Jenderal Pajak mempunyai

kewenangan untuk melakukan

pemeriksaan terhadap Wajib Pajak.

Pelaksanaan pemeriksaan dilakukan

agar fungsi pengawasan terhadap

Wajib Pajak untuk menguji

kepatuhan pemenuhan kewajiban

perpajakan wajib pajak dan tujuan

lain dalam rangka melaksanakan

ketentuan peraturan perundang-

undangan perpajakan. Kewajiban

wajib pajak yang bisa diperiksa

adalah sebagai berikut.

1) Memenuhi panggilan untuk datang

menghadiri pemeriksaan sesuai

dengan waktu yang ditentukan,

khususnya untuk jenis

pemeriksaan kantor.

2) Memperlihatkan dan atau

meminjamkan buku, catatan atau

dokumen-dokumen, termasuk data

yang dikelola secara elektronik,

yang berhubungan dengan

penghasilan yang diperoleh,

kegiatan usaha, pekerjaan bebas

wajib pajak, atau objek yang

terutang pajak. Khusus untuk

pemeriksaan lapangan, wajib pajak

memberikan kesempatan untuk

mengakses dan/atau mengunduh

data yang dikelola secara

elektronik.

3) Memberikan kesempatan untuk

memasuki tempat atau ruang yang

dipandang perlu dan memberi

bantuan lainnya guna kelancaran

pemeriksaan.

4) Menyampaikan tanggapan secara

tertulis atas surat perberitahuan

hasil pemeriksaan.

5) Meminjamkan kertas kerja

pemeriksaan yang dibuat oleh

akuntan publik khususnya untuk

jenis pemeriksaan kantor

6) Memberikan keterangan lain baik

lisan maupun tulisan yang

diperlukan.

d. Kewajiban memberi data. Setiap

instansi pemerintah, lembaga,

asosiasi, dan pihak lain, wajib

memberikan data dan informasi yang

berkaitan dengan perpajakan ke pada

Direktorat Jenderal Pajak. Ketentuan

mengenai hal ini diatur pada pasal

35A Undang-Undang Nomor 6 Tahun

1983 tentang Ketentuan Umum Dan

Tata Cara Perpajakan sebagaimana

telah diubah dengan Undang-Undang

Nomor 16 Tahun 2009. Hak-hak wajib

pajak menurut Budiarto (2016) yaitu

sebagai berikut

1) Hak atas kelebihan pembayaran

pajak. Apabila pajak yang wajib

pajak bayar dalam suatu tahun

pajak ternyata lebih kecil dari

jumlah kredit pajak, maka wajib

pajak ternyata lebih kecil dari

jumlah kredit pajak, maka wajib

pajak berhak mendapatkan

kembali kelebihan tersebut

apabila mengajukan permohonan.

Terlebih dahulu Direktur Jenderal

Pajak meneliti kebenaran

pembayaran pajak berdasarkan

permohonan pengembalian.

Setelah diperhitungkan dengan

utang pajak danatau pajak yang

Page 86: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

175

akan terutang kelebihan

pembayaran PPh, PPN dan/atau

PPnBM dikembalikan dalam

jangka waktu paling lama 1 (satu)

bulan.

2) Hak ketika dilakukan pemeriksaan

pajak. Direktorat Jenderal Pajak

dapat melakukan pemeriksaan

dengan tujuan menguji kepatuhan

wajib pajak dan tujuan lain yang

ditetapkan. Ketika pemeriksaan

dilakukan.

3) Hak untuk mengajukan keberatan,

banding dan peninjauan kembali.

Berdasarkan hasil pemeriksaan

yang dilakukan oleh Direktorat

Jenderal Pajak, maka akan

diterbitkan suatu surat ketetapan

pajak. Surat ketetapan pajak ini

dapat membuat pajak terutang

menjadi kurang bayar, lebih bayar,

atau nihil. Penetapan pajak dapat

dilakukan oleh Direktur Jenderal

pajak. Jenis-jenis ketetapan yang

dikeluarkan yaitu sebagai berikut.

a) Surat ketetapan pajak lebih

bayar (SKPLB).

b) Surat ketetapan pajak kurang

bayar (SKPKB).

c) Surat ketetapan pajak kurang

bayar tambahan (SKPKBT).

d) Surat ketetapan pajak nihil

(SKPN).

e) Surat tagihan pajak (STP) dalam

hal dikenakannya sanksi

administrasi dapat berupa

denda, bunga, dan kenaikan.

2.5 Kepatuhan Wajib Pajak

Menurut Nurmantu dalam

Suryanto (2013), kepatuhan perpajakan

didefinisikan sebagai suatu keadan di

mana wajib pajak memenuhi semua

kewajiban perpajakan dan melaksanakan

hak perpajakannya. Sedangkan Nasucha

(2004) dalam Suryanto (2013)

berpendapat bahwa kepatuhan wajib

pajak dapat diidentifikasi dari kepatuhan

wajib pajak dalam mendaftarkan diri,

kepatuhan untuk menyetorkan kembali

surat pemberitahuan (SPT), kepatuhan

dalam penghitungan dan pembayaran

pajak terutang, dan kepatuhan dalam

pembayaran tunggakan.

Ada dua macam kepatuhan

menurut Nurmantu (2003) dalam

Suryanto (2013), yaitu sebagai berikut.

a. Kepatuhan formal adalah suatu

keadaan di mana wajib pajak

memenuhi kewajiban perpajakan

secara formal sesuai dengan

ketentuan dalam undang-undang

perpajakan. Misalnya ketentuan batas

waktu penyampaian surat

pemberitahuan pajak penghasilan

(SPT PPh) Tahunan tanggal 31 Maret.

Apabila wajib pajak telah melaporkan

surat pemberitahuan pajak

penghasilan (SPT PPh) Tahunan

sebelum atau pada tanggal 31 Maret,

maka wajib pajak telah memenuhi

ketentuan formal, akan tetapi isinya

belum tentu memenuhi ketentuan

material.

b. Kepatuhan material adalah suatu

keadaan di mana wajib pajak secara

substantive memenuhi semua

ketentuan material perpajakan, yakni

sesuai isi dan jiwa undang-undang

perpajakan. Kepatuhan material dapat

meliputi kepatuhan formal. Wajib

pajak yang memenuhi kepatuhan

material adalah wajib pajak yang

mengisi dengan jujur, lengkap, dan

benar surat pemberitahuan (SPT)

sesuai ketentuan dan

menyampaikannya ke KPP sebelum

batas waktu berakhir.

c. Kriteria pengusaha pajak patuh

menurut Keputusan Menteri

Page 87: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

176

Keuangan No.235/KMK.03/2003

adalah:

1) Tepat waktu dalam menyampaikan

SPT untuk semua jenis pajak dalam

dua tahun terakhir.

2) Tidak mempunyai tunggakan pajak

atau untuk semua jenis pajak,

kecuali telah memeroleh izin untuk

mengangsur atau menunda

pembayaran pajak.

3) Tidak pernah dijatuhi hukuman

karena melakukan tindak pidana di

bagian perpajakan dalam jangka

waktu 10 tahun terakhir.

4) Dalam 2 tahun terakhir

menyelenggarakan pembukuan

sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 28 Undang-undang Nomor 6

Tahun 1983 tentang Ketentuan

Umum dan Tata Cara Perpajakan

sebagaimana telah diubah terakhir

dengan Undang undang Nomor 16

Tahun 2000 dan terhadap wajib

pajak pernah dilakukan

pemeriksaan, koreksi pada

pemeriksaan yang terakhir untuk

masing-masing jenis pajak yang

terutang paling banyak 5%.

5) Wajib pajak yang laporan

keuangan untuk 2 tahun terakhir

diaudit oleh akuntan publik dengan

pendapat wajar tanpa

pengecualian, atau pendapat

dengan pengecualian sepanjang

tidak memengaruhi laba fiskal.

2.6 Upaya Meningkatkan Kepatuhan

Wajib Pajak

Peningkatan kepatuhan

merupakan tujuan utama diadakannya

reformasi perpajakan seperti yang

diungkapkan Guillermo Perry dan John

Whalley dalam Nurhidayah (2015),

ketika sistem perpajakan suatu negara

telah maju, pendekatan reformasi

diletakkan pada peningkatan dalam

kepatuhan dan administrasi perpajakan.

Terdapat tiga strategi dalam

meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak

melalui administrasi perpajakan, yaitu

sebagai berikut

a. Membuat program dan kegiatan yang

dapat menyadarkan dan

meningkatkan kepatuhan secara

sukarela.

b. Meningkatkan pelayanan terhadap

Wajib Pajak yang sudah patuh supaya

dapat mempertahankan dan

meningkatkan kepatuhannya.

Dengan menggunakan program

atau kegiatan yang dapat memerangi

ketidakpatuhan.

2.6 Norma Subjektif

Menurut Jogiyanto (2007) dalam

Yolanda (2017), norma subjektif

(subjective norm) adalah persepsi atau

pandangan seseorang terhadap

kepercayaan-kepercayaan orang lain

yang akan mempengaruhi niat untuk

melakukan atau tidak melakukan

perilaku yang sedang dipertimbangkan.

Norma subjektif dapat membentuk

perilaku individu untuk setuju atau

menolak pandangan yang dimiliki orang

lain, apabila perilaku yang ditunjukkan

oleh individu sesuai dengan pandangan

yang dimiliki orang lain, maka perilaku

tersebut akan terus menerus dilakukan

dalam masyarakat.

Sedangkan norma subjektif

menurut Ajzen (1988) dalam Yolanda

(2017), adalah persepsi individu tentang

pengaruh sosial dalam membentuk

perilaku tertentu. Dalam norma subjektif,

terdapat individu-individu atau

kelompok tersebut disebut sebagai

referents. Berdasarkan pengertian-

pengertian tersebut, norma subjektif

dalam penelitian ini adalah pandangan

Page 88: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

177

orang lain atau kelompok lain yang bisa

mempengaruhi seorang wajib pajak

untuk berperilaku patuh atau tidak patuh

terhadap pajak.

2.7 Kewajiban Moral

Bobek dan Hatfield (2003) dalam

Layata dan Setiawan (2014), mengatakan

kewajiban moral merupakan suatu

perasaan bersalah yang dimiliki

seseorang namun belum tentu dimiliki

oleh orang yang lainnya. Wajib pajak

memiliki kewajiban moral sesuai dengan

nilai rasa yang berlaku di masyarakat,

maka wajib pajak akan melakukan

tindakan sesuai dengan peraturan yang

ada seperti membayar pajak. Oleh karena

itu jika masyarakat memiliki kewajiban

moral yang besar maka tingkat

kepatuhan penyelesaian kewajiban

perpajakannya juga besar sehingga

keinginan melaporkan surat

pemberitahuan (SPT) juga besar.

Wanzel (2002) dalam Layata dan

Setiawan (2014), menyimpulkan dalam

penelitiannya jika wajib pajak memiliki

kewajiban moral yang baik maka pajak

akan cenderung berperilaku jujur dan

taat terhadap aturan yang telah

diberikan sehingga hal ini berdampak

pada kepatuhan wajib pajak dalam

pemenuhan pajaknya.

2.8 Pemahaman Peraturan Pajak

Pengetahuan dan pemahaman

akan peraturan perpajakan adalah

proses dimana wajib pajak mengetahui

tentang perpajakan dan mengaplikasikan

pengetahuan itu untuk membayar pajak.

Suryadi (2006) dalam Hardiningsih

(2011) dalam penelitianya menyatakan

bahwa meningkatnya pengetahuan

perpajakan baik formal dan non formal

akan berdampak postif terhadap

kesadaran wajib pajak dalam membayar

pajak. Gardina dan Hariyanto (2006)

dalam Hardiningsih (2011) menemukan

bahwa rendahnya kepatuhan wajib pajak

disebabkan oleh pengetahuan wajib

pajak serta persepsi tentang pajak dan

petugas pajak yang masih rendah.

Sebagian wajib pajak memperoleh

pengetahuan pajak dari petugas pajak,

selain itu ada yang memperoleh dari

media informasi, konsultan pajak,

seminar dan pelatihan pajak.

Pemahaman peraturan perpajakan

adalah suatu proses dimana wajib pajak

memahami dan mengetahui tentang

peraturan dan undang-undang serta tata

cara perpajakan dan menerapkannya

untuk melakukan kegiatan perpajakan

seperti, membayar pajak, melaporkan

SPT, dan sebagainya. Jika seseorang telah

memahami dan mengerti tentang

perpajakan maka akan terjadi

peningkatan pada kepatuhan wajib

pajak.

Pengetahuan wajib pajak terhadap

peraturan pajak tentu berkaitan dengan

pemahaman seorang wajib pajak tentang

peraturan pajak. Hal tersebut dapat

diambil contoh ketika seorang wajib

pajak memahami atau dapat mengerti

bagaimana cara membayar pajak,

melaporkan Surat Pemberitahuan Pajak

(SPT) dan lain sebagainya. Ketika

seorang wajib pajak memahami tata cara

perpajakan maka dapat pula memahami

peraturan perpajakan. Hal tersebut dapat

meningkatkan pengetahuan serta

wawasan terhadap peraturan

perpajakan.

Indikator pemahaman peraturan

perpajakan menurut penelitian yang

dilakukan oleh Widayati dan Nurlis

(2010) terdapat beberapa indikator

wajib pajak mengetahui dan memahami

peraturan perpajakan, yaitu:

Page 89: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

178

a) Kewajiban kepemilikan NPWP, setiap

Wajib pajak yang memiliki

penghasilan wajib untuk

mendaftarkan diri untuk memperoleh

NPWP sebagai salah satu sarana

untuk pengadministrasian pajak.

b) Pengetahuan dan pemahaman

mengenai hak dan kewajiban sebagai

wajib pajak. Apabila wajib pajak telah

mengetahui kewajibannya sebagai

wajib pajak, maka mereka akan

melakukannya, salah satunya adalah

membayar pajak.

c) Pengetahuan dan pemahaman

mengenai sanksi perpajakan. Semakin

tahu dan paham wajib pajak terhadap

peraturan perpajakan, maka semakin

tahu dan paham pula wajib pajak

terhadap sanksi yang akan diterima

bila melalaikan kewajiban perpajakan

mereka.

d) Pengetahuan dan pemahaman

mengenai PTKP, PKP dan tarif pajak.

e) Wajib pajak mengetahui dan

memahami peraturan perpajakan

melalui sosialisasi yang dilakukan

oleh KPP.

2.9 Kerangka Konseptual

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

Keterangan:

Y = Variabel Dependen yang dipengaruhi

oleh Variabel Independen yaitu

Kepatuhan Wajib Pajak.

X1 = Variabel Independen pertama yaitu

Norma Subjektif.

X2 = Variabel Independen kedua yaitu

Kewajiban Moral.

X3 = Variabel Independen ketiga yaitu

Pemahaman Pajak.

= Pengaruh masing-masing variabel

X1, X2 dan X3 terhadap Y.

3. METODE PENELITIAN

3.1 Metode Analisis Data

a. Instrumen Penelitian

1) Uji Validitas

Sujawerni (2016) mengemukakan

bahwa uji validitas digunakan untuk

mengetahui kelayakan butir-butir dalam

suatu daftar pernyataan dalam

mendefinisikan suatu variabel. Uji

validitas sebaiknya dilakukan pada

setiap butir pernyataan di uji

validitasnya. Hasil r hitung kita

bandingkan dengan r tabel dimana df=n-

2 dengan sig%. Jika r tabel < r hitung

maka valid.

2) Uji Reliabilitas

Sujarweni (2016) reliabilitas

(keandalan) merupakan ukuran suatu

kestabilan dan konsistensi responden

dalam menjawab hal yang berkaitan

dengan konstruk-konstruk pernyataan

yang merupakan dimensi suatu variabel

dan disusun dalam suatu bentuk

kuisioner. Uji reliabilitas dapat dilakukan

secara bersama-sama terhadap seluruh

butir pertanyaan. Jika nilai alpha > 0.7

maka reliabel.

Norma

Subjektif (X1)

Kepatuhan

Wajib Pajak

(Y)

Kewajiban

Moral (X2)

Pemahaman

Pajakl (X3)

Page 90: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

179

b. Statistik Deskriptif

Sugiyono (2013) statistik

deskriptif adalah statistik yang

digunakan untuk mendeskripsikan atau

menggambarkan data yang telah

dikumpulkan sebagaimana adanya tanpa

bermaksud untuk menarik kesimpulan

yang berlaku secara generalisasi. Dalam

statistik deskriptif, hasil jawaban

responden akan dideskripsikan menurut

masing-masing variabel penelitian, tetapi

tidak digunakan untuk membuat

kesimpulan yang lebih luas.

1) Uji Asumsi Klasik

a. Uji Multikolinearitas

Sujarweni (2016) mengemukakan

bahwa uji multikolinieritas

diperlukan untuk mengetahui ada

tidaknya variabel independen yang

memiliki kemiripan antar variabel

independen dalam suatu model.

Kemiripan antar variabel

independen akan mengakibatkan

korelasi yang sangat kuat. Selain

itu untuk uji ini juga untuk

mengakibatkan kebiasaan dalam

proses pengambilan keputusan

mengenai pengaruh pada uji

parsial masing-masing variabel

independen terhadap variabel

dependen. Jika VIF yang dihasilkan

diantara 1-10 maka tidak terjadi

multikolinieariitas.

b. Uji Normalitas

Sujarweni (2016) mengemukakan

bahwa uji normalitas bertujuan

untuk mengetahui distribusi data

dalam variabel yang akan

digunakan dalam penelitian. Data

yang baik dan layak digunakan

dalam penelitian adalah data yang

memiliki distribusi normal. Jika

Sig > 0,05 maka data berdistribusi

normal. Jika Sig < 0,05 maka data

tidak berdistribusi normal.

c. Uji Heteroskedastisitas

Sujarweni (2016) mengemukakan

bahwa heteroskedastisitas menguji

terjadinya perbedaan variance residual

suatu periode pengamatan ke periode

pengamatan yang lain. Cara memprediksi

ada tidaknya heteroskedastisitas pada

suatu model dapat dilihat dengan pola

gambar Scatterplot, regresi yang tidak

terjadi heteroskedastisitas jika dalam

keadaan sebagai berikut.

1) Titik-titik data menyebar di atas dan

di bawah atau di sekitar angka0.

2) Titik-titik data tidak mengumpul

hanya di atas atau dibawah saja.

3) Penyebaran titik-titik data tidak boleh

membentuk pola bergelombang

melebar kemudian menyempit dan

melebar kembali.

4) Penyebaran titik-titik data tidak

berpola.

2) Uji Hipotesis

a. Regresi Linear Berganda

Sugiyono (2013) analisis regresi

berganda digunakan oleh peneliti apabila

jumlah variabel independennya minimal

persamaan regresi untuk dua prediktor

adalah:

Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3

Keterangan:

Y = Kepatuhan wajib pajak

a = Bilangan konstan

b = Koefisien arah regresi

X1 = Norma Subyektif

X2 = Kewajiban Moral

X3 = Pemahaman Peraturan Pajak

b. Uji Koefisien Determinasi (R²)

Koefisien determinasi (R²) pada

intinya mengukur seberapa jauh

kemampuan model dalam menerangkan

variasi variabel independen. Nilai

koefisien determinasi adalah antara nol

dan satu. Nilai (R²) yang kecil berarti

kemampuan variabel-variabel

Page 91: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

180

independen dalam menjelaskan variasi

variabel dependen sangat terbatas. Nilai

yang mendekati satu berarti variabel-

variabel independen memberikan

hampir semua informasi yang

dibutuhkan untuk memprediksi variasi

variabel dependen. Koefisien determinasi

untuk data silang (cross section) relatif

rendah karena adanya variasi yang besar

antara masing-masing pengamatan,

sedangkan untuk data runtun waktu

(time series) biasanya mempunyai niali

koefisien determinasi yang tinggi.

c. Uji Statistik t

Ghozali (2016) uji statistik t pada

dasarnya menunjukkan seberapa jauh

pengaruh satu variabel

penjelas/independen secara individual

dalam menerangkan variasi variabel

independen. Apabila hasil perhitungan

menunjukkan:

1) t hitung > t tabel maka Ho ditolak dan

Ha diterima artinya variabel

independen berpengaruh terhadap

variabel dependen.

2) t hitung < t tabel maka Ho diterima

dan Ha ditolak artinya variabel

independen tidak berpengaruh

terhadap variabel dependen.

d. Uji Statistik F

Uji hipotesis terpisah bahwa setiap

koefisien regresi sama dengan nol. Uji F

menguji joint hipotesia bahwa b1 dan b2

secara simultan sama dengan nol, atau:

HO : b1 = b2 = ...........= bk = 0

HA : b1 ≠ b2 ≠............≠ bk ≠ 0

Uji hipotesis seperti ini dinamakan

uji signifikansi secara keseluruhan

terhadap garis regresi yang di observasi

maupun estimasi, apakah Y berhubungan

linear terhadap X1, X2 dan X3.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

a. Uji Validitas

Pengujian validitas menunjukkan

ketelitian serta ketepatan kuesioner yang

dibagikan kepada responden. Untuk

mengetahui validitas pertanyaan dari

setiap variabel, maka rhitung

dibandingkan dengan r-tabel. r-tabel

dapat dihitung dengan df=N–2. Jumlah

responden dalam penelitian ini sebanyak

95, sehingga df=95–2=93, r (?:93) =

0,169. Jika r–hitung>r–tabel, maka

pertanyaan tersebut dikatakan valid.

Tabel 11

Uji Validitas

Variabel Item rhitung > rtabel Keterangan

Norma Subjektif (X1) X11 0,756 > 0,169 Valid

X12 0,819 > 0,169 Valid

X13 0,809 > 0,169 Valid

X14 0,890 > 0,169 Valid

X15 0,889 > 0,169 Valid

Kewajiban Moral (X2) X21 0,749 > 0,169 Valid

X22 0,893 > 0,169 Valid

X23 0,883 > 0,169 Valid

X24 0,901 > 0,169 Valid

X25 0,875 > 0,169 Valid

Pemahaman Peraturan X31 0,715 > 0,169 Valid

Perpajakan (X3) X32 0,668 > 0,169 Valid

Page 92: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

181

X33 0,711 > 0,169 Valid

X34 0,747 > 0,169 Valid

X35 0,665 > 0,169 Valid

Kepatuhan Wajib Pajak (Y) Y1 0,882 > 0,169 Valid

Y2 0,829 > 0,169 Valid

Y3 0,808 > 0,169 Valid

Y4 0,819 > 0,169 Valid

Sumber: Data primer diolah, 2020

Hasil uji validitas menunjukkan

bahwa semua item pertanyaan dalam

dalam kuesioner adalah valid dan dapat

digunakan sebagai alat ukur penelitian.

Hal ini dibuktikan dengan nilai Corrected

Item – Total > 0,169.

b. Uji Reliabilitas

Pengujian reliabilitas

menunjukkan seberapa besar suatu

instrument tersebut dapat dipercaya dan

digunakan sebagai alat pengumpul data.

Reliabilitas instrumen yang semakin

tinggi, menunjukkan hasil ukur yang

didapatkan semakin terpercaya

(reliabel). Penentuan reabilitas

instrumen suatu penelitian adalah:

1) Jika cronbach’s alpha < 0,6 maka

reabiliti dikatakan buruk;

2) Jika cronbach’s alpha 0,6 – 0,8 maka

reabiliti dikatakan cukup; dan

3) Jika cronbach’s alpha > 0,8 maka

reabiliti dikatakan baik.

Berikut adalah hasil uji reliabilitas

atas variable – variabel:

Tabel 12

Uji Reliabilitas

Variabel Koefisien Alpha Keterangan

Norma Subjektif (X1) 0,888 Baik

Kewajiban Moral (X2) 0,910 Baik

Pemahaman Peraturan (X3) 0,738 Cukup

Kepatuhan Wajib Pajak (Y) 0,854 Baik

Sumber: Data primer diolah, 2020

Berdasarkan hasil pengujian

reliabilitas, menunjukkan bahwa semua

variabel yang dijadikan instrumen dalam

penelitian adalah reliabel dan dapat

digunakan sebagai alat pengumpulan

data. Sehingga berdasarkan hasil uji

reliabilitas diatas, menunjukkan bahwa

instrument memiliki tingkat reliabilitas

yang tinggi, hal ini dibuktikan dengan

nilai koefisien alpha>0,60, jadi hasil ukur

yang akan dapat dipercaya.

c. Uji Asumsi Klasik

1) Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk

melihat apakah dalam model regresi

variabel terikat dan variabel bebas

keduanya mempunyai distribusi normal

atau tidak. Model regresi yang baik

adalah model regresi yang berdistribusi

normal. Cara mendeteksi normalitas

dilakukan dengan melihat grafik

histogram.

Page 93: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

182

Gambar 2

Grafik Histogram

Sumber: Output SPSS, 2020

Berdasarkan grafik histogram

diatas, dapat disimpulkan bahwa grafik

histogram memberikan pola distribusi

yang mendekati normal, hal ini

dibuktikan dengan melihat bahwa grafik

membentuk simetris dan mengikuti garis

diagonal. Akan tetapi grafik histogram ini

hasilnya tidak terlalu akurat apalagi

ketika jumlah sampel yang digunakan

kecil.

Metode yang handal adalah dengan

melihat normal probability plot. Pada

grafik normal plot terlihat titik-titik

menyebar disekitar garis diagonal serta

penyebarannya mengikuti arah garis

diagonal.

Gambar 3

Normal Prabability Plot

Sumber: Output SPSS, 2020

Berdasarkan grafik normal probability

plot, dapat dilihat bahwa titik menyebar

disekitar garis diagonal dan

penyebarannya mengikuti garis diagonal,

sehingga dapat dikatakan bahwa pola

distribusinya normal. Melihat kedua

grafik diatas, dapat disimpulkan bahwa

model regresi dalam penelitian ini dapat

digunakan karena memenuhi asumsi

normalitas.

2) Uji Heteroskedastisitas

Heteroskedastisitas

menunjukkan bahwa variansi variabel

tidak sama untuk semua pengamatan.

Jika variansi dari residual satu

pengamatan ke pengamatan yang lain

tetap, maka disebut homoskedastisitas.

Model regresi yang baik adalah yang

homoskedastisitas atau tidak terjadi

heteroskedastisitas karena data cross

section memiliki data yang mewakili

berbagai ukuran (kecil, sedang, dan

besar). Untuk mendeteksi adanya

Heteroskedastisitas, metode yang

digunakan adalah metode chart (diagram

Scatterplot). Jika:

1) Jika ada pola tertentu terdaftar titik-

titik, yang ada membentuk suatu pola

tertentu yang beraturan

(bergelombang, melebar, kemudian

Page 94: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

183

menyempit), maka terjadi

Heteroskedastisitas.

2) Jika ada pola yang jelas, serta titik-

titik menyebar keatas dan dibawah 0

Pada sumbu Y, maka tidak terjadi

Heteroskedastisitas.

Gambar 4

Diagram Scatterplot

Sumber: Output SPSS, 2020

Berdasarkan diagram diatas, maka

dapat dilihat bahwa data tersebar secara

acak dan tidak membentuk suatu pola

tertentu, hal ini menunjukkan bahwa

tidak terdapat heteroskedastisitas.

Dengan demikian dapat disimpulkan

bahwa terjadinya perbedaan varians dari

residual dari suatu pengamatan ke

pengamatan yang lain.

3) Uji Multikolinearitas

Uji Multikolinearitas bertujuan

menguji adanya korelasi antara variabel

bebas (independent) pada model regresi.

Pada model regresi yang baik seharusnya

tidak terjadi korelasi diantara variabel.

Untuk menguji ada atau tidaknya

multikolinearitas dalam model regresi

dapat dilihat dari nilai tolerance dan

lawannya, yaitu dengan melihat variance

inflation factor (VIF). Nilai cut-off yang

umum dipakai adalah nilai tolerance

0,01. Salah satu cara untuk menguji

adanya multikoloniearitas dapat dilihat

dari Variance Inflation Factor (VIF). Jika

nilai VIF>10 maka terjadi

multikolinearitas.

Tabel 13

Uji Multikolinearitas

Variabel VIF Keterangan

Norma Subjektif (X1) 2,200 Tidak Multikolinearitas

Kewajiban Moral (X2) 2,201 Tidak Multikolinearitas

Pemahaman Peraturan (X3) 1,002 Tidak Multikolinearitas

Sumber: Output SPSS, 2020

Berdasarkan tabel di atass, dapat

disimpulkan bahwa model regresi untuk

variabel independen yang diajukan oleh

peneliti untuk diteliti bebas dari

Page 95: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

184

multikolinearitas. Hal ini dapat

dibuktikan dengan melihat table diatas

yang menunjukkan nilai VIF dari masing-

masing variabel independen <10, dan

dapat digunakan untuk mengetahui

pengaruh pengintegrasian terhadap

kepatuhan wajib pajak.

5) Analisis Regresi Linear Berganda

Uji regresi linear berganda

dilakukan untuk mengetahui hubungan

fungsional antara variabel bebas

(independent) terhadap varaiabel terikat

(dependent). Hasil uji regresi linear

berganda dapat dilihat dari persamaan

berikut. Penelitian ini menguji pengaruh

kualitas pengelola keuangan dan sistem

pengendalian intern pemerintah

terhadap efektifitas pengelolaan

keuangan daerah.

Tabel 14

Coefficients

Model

Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients t Sig.

Collinearity

Statistics

B

Std.

Error Beta

Tole

ranc

e VIF

1 (Constant) .297 .349 .850 .397

Norma Subjektif .313 .094 .328 3.333 .001 .455 2.200

Kewajiban Moral .479 .097 .487 4.939 .000 .454 2.201

Pemahaman

Peraturan Pajak

.120 .077 .103 1.544 .126 .998 1.002

Sumber: Output SPSS, 2020

Berdasarkan tabel Coefficients

hasil output SPSS di atas maka diketahui

persamaan regresi sebagai berikut:

Y = 0,297 + 0,313X1 + 0,479X2 +

0,120X3

Dalam persamaan regresi linear

berganda di atas dapat dijelaskan secara

rinci:

a) Konstanta (α)

Konstanta sebesar 0,297. Hal ini

berarti jika tidak ada perubahan dari

variabel norma subjektfi, kewajiban

moral dan pemahaman peraturan pajak

maka kepatuhan wajib pajak sebesar

0,297.

b) Norma Subjektif (X1)

Nilai koefisien regresi untuk norma

subjektif sebesar 0,313. Dalam penelitian

ini dapat dinyatakan bahwa norma

subjektif berpengaruh positif terhadap

kepatuhan wajib pajak. Setiap

peningkatan norma subjektif akan

memberikan dampak pada

meningkatnya kepatuhan wajib pajak

sebesar 0,313.

c) Kewajiban Moral (X2)

Nilai koefisien regresi untuk

kewajiban moral sebesar 0,479. Dalam

penelitian ini dapat dinyatakan bahwa

kewajiban moral berpengaruh positif

terhadap kepatuhan wajib pajak. Setiap

peningkatan kewajiban moral akan

memberikan dampak pada

meningkatnya kepatuhan wajib pajak

sebesar 0,479.

d) Pemahaman Peraturan Pajak (X3)

Nilai koefisien regresi untuk

pemahaman peraturan pajak sebesar

0,120. Dalam penelitian ini dapat

dinyatakan bahwa pemahaman

Page 96: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

185

peraturan pajak berpengaruh positif

terhadap kepatuhan wajib pajak. Setiap

peningkatan pemahaman peraturan

pajak akan memberikan dampak pada

meningkatnya kepatuhan wajib pajak

sebesar 0,120.

6) Uji Parsial (Uji t)

Uji parsial digunakan untuk

mengetahui apakah variabel independet

(X) berpengaruh signifikan terhadap

variabel dependen (Y). Pengujian

dilakukan dengan taraf signifikansi 0,05.

Jika Sig>0,05 maka hipotesis yang

diajukan ditolak. Sebaliknya Jika Sig.<

0,05 maka hipotesis yang diajukan

diterima.

Tabel 15

Uji t

Varibel Sig.<α Keterangan Hipotesis

Norma Subjektif (X1) 0,001<0,05 Signifikan Diterima

Kewajiban Moral (X2) 0,000<0,05 Signifikan Diterima

Pemahaman Peraturan (X3) 0,126>0,05 Tidak signifikan Ditolak

Sumber: Output SPSS, 2020

Berdasarkan hasil uji parsial telah

dilakukan diketahui bahwa norma

subjektif (X1) dan kewajiban moral (X2)

masing – masing secara parsial memiliki

pengaruh yang signifikan terhadap

kepatuhan wajib pajak. Sementara

pemahaman peraturan pajak (X3) tidak

berpengaruh signifikan terhadap

kepatuhan wajib pajak.

7) Uji Simultan (Uji F)

Uji F digunakan untuk

mengetahui pengaruh simultan dari

semua variabel independet (X) terhadap

variabel dependen (Y). Pengujian

dilakukan dengan taraf signifikansi 0,05.

Jika Sig.>0,05 maka hipotesis yang

diajukan ditolak. Sebaliknya Jika

Sig.<0,05 maka hipotesis yang diajukan

diterima.

Tabel 16

Uji F

Model

Sum of

Squares df

Mean

Square F Sig.

1 Regression 26.715 3 8.905 45.191 .000b

Residual 17.932 91 .197

Total 44.647 94

Sumber: Output SPSS, 2020

Berdasarkan hasil uji simultan

yang telah dilakukan antara variabel

norma subjektif, kewajiban moral dan

pemahaman peraturan pajak terhadap

kepatuhan wajib pajak diketahui bahwa

nilai Sig. adalah sebesar 0,000. Nilai

tersebut lebih kecil dari derajat

kesalahan (α=0,05) (0,00<0,05). Dengan

kata lain, variabel norma subjektif,

kewajiban moral dan pemahaman

peraturan pajak secara simultan

memiliki pengaruh signifikan terhadap

kepatuhan wajib pajak.

8) Uji Determinasi (R2)

Analisis koefisien determinasi

digunakan untuk mengetahui persentase

besarnya pengaruh variabel independen

terhadap variabel independen.

Page 97: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

165

Tabel 17

Uji Determinasi

Model R R Square

Adjusted R

Square

Std. Error of

the Estimate

1 .774a .598 .585 .44391

Sumber: Output SPSS, 2020

Berdasarkan hasil uji koefisien

deteminasi di atas, diketahui bahwa

kepatuhan wajib pajak mampu dijelaskan

oleh variabel norma subjektif, kewajiban

moral dan pemahaman peraturan pajak

sebesar 59,8%. Sisanya 40,2% dari

kepatuhan wajib pajak dijelaskan oleh

variabel lain yang tidak disertakan dalam

penelitian.

4.2 Pembahasan

a. Pengaruh Norma Subjektif

terhadap Kepatuhan Wajib Pajak

Norma subjektif dapat diartikan

sebagai sebuah pengaruh yang berasal

dari kayakinan-keyakinan orang lain baik

berupa individu ataupun kelompok

terhadap perilaku seseorang. Kepatuhan

seseorang terhadap aturan perpajakan

tidak hanya dipengaruhi oleh diri wajib

pajak itu sendiri, akan tetapi dari

lingkungan atau dari individu lain. Pihak-

pihak tersebut disebut sebagai pihak

pemberi acuan yang kemudian dalam

penelitian ini terdiri dari pengaruh

teman, pengaruh konsultan pajak, dan

pengaruh petugas pajak.

Berdasarkan hasil penelitian

diketahui bahwa norma subjektif

memiliki koefisien regresi bernilai

positif. Hal ini berarti bahwa norma

subjektif memiliki pengaruh yang searah

terhadap kepatuhan wajib pajak.

Peningkatan pemahaman wajib pajak

tentang norma subjektif akan berdampak

pada peningkatan kepatuhan wajib

pajak. Sementara itu berdasarkan hasil

uji signifikansi diketahui bahwa norma

subjektif memiliki pengaruh signifikan

terhadap kepatuhan wajib pajak. Hal ini

berarti bahwa norma subjektif

merupakan faktor penentu patuh dan

tidaknya wajib pajak dalam menunaikan

kewajiban perpajakannya.

Hasil penelitian ini terdukung oleh

teori Tindakan beralasan. Ajzen (1988)

dalam Awaluddin (2017), mengatakan

bahwa Theory of Reasoned Action (TRA)

atau teori tindakan beralasan dijelaskan

dengan adanya sikap dan norma

subyektif yang dapat membentuk

kepatuhan seseorang. Dalam Norma

Subjektif, terdapat individu-individu atau

kelompok yang memberikan pengaruh

dalam perilaku seseorang. Individu-

individu atau kelompok tersebut disebut

sebagai referents. Berdasarkan

pengertian-pengertian tersebut, Norma

Subjektif dalam penelitian ini adalah

pandangan orang lain atau kelompok lain

yang bisa mempengaruhi seorang Wajib

Pajak untuk berperilaku patuh atau tidak

patuh terhadap pajak. Seorang Wajib

Pajak bisa terpengaruh atau tidak

tergantung kepada kekuatan dirinya

untuk menghadapi orang lain.

Hasil penelitian ini menjelaskan

bahwa wajib pajak di KPP Pratama

Makassar Utara bersikap patuh karena

terengaruhi oleh lingkungan sosial, yakni

saudara, teman, konsultan pajak, petugas

pajak dan adanya sosialisasi. Hasil

penelitian ini sejalan dengan hasil

penelitian terdahulu yang dilakukan oleh

Lilis Suryani (2017) yang menemukan

bahwa norma subjektif berpengaruh

terhadap kepatuhan wajib pajak.

Page 98: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

187

b. Pengaruh Kewajiban Moral

terhadap Kepatuhan Wajib Pajak

Kewajiban moral merupakan suatu

perasaan bersalah yang dimiliki

seseorang namun belum tentu dimiliki

oleh orang yang lainnya. Berdasarkan

hasil penelitian diketahui bahwa

kewajiban moral memiliki koefisien

regresi bernilai positif. Hal ini berarti

bahwa kewajiban moral memiliki

pengaruh yang searah terhadap

kepatuhan wajib pajak. Peningkatan

pemahaman wajib pajak tentang

kewajiban moral akan berdampak pada

peningkatan kepatuhan wajib pajak.

Sementara itu berdasarkan hasil

uji signifikansi diketahui bahwa

kewajiban moral memiliki pengaruh

signifikan terhadap kepatuhan wajib

pajak. Hal ini berarti bahwa kewajiban

moral merupakan faktor penentu patuh

dan tidaknya wajib pajak dalam

menunaikan kewajiban perpajakannya.

Hal ini disebabkan karena wajib pajak di

KPP Pratama Makassar Utara memahami

etika dan merasa bersalah jika tidak

patuh dalam menunaikan kewajiban

perpajakannya. Selain itu, adanya

perasaan malu jika tidak patuh

membayar pajak sebagai bentuk

pertanggungjawaban moral mereka

terhadap pembangunan.

Hasil penelitian ini sejalan dengan

hasil penelitian sebelumnya dari Layata

dan Setiawan (2014), yang menunjukkan

bahwa variabel kewajiban moral

berpengaruh signifikan terhadap

kepatuhan wajib pajak. Hasil penelitian

ini juga terdukung oleh penelitian yang

dilakukan oleh Pranata dan Setiawan

(2015), yang juga menemukan bahwa

variabel kewajiban moral berpengaruh

secara signifikan pada kepatuhan wajib

pajak.

c. Pengaruh Pemahaman Peraturan

Pajak terhadap Kepatuhan Wajib

Pajak

Pengetahuan dan pemahaman

akan peraturan perpajakan adalah

proses dimana wajib pajak mengetahui

tentang perpajakan dan mengaplikasikan

pengetahuan itu untuk membayar pajak.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui

bahwa pemahaman peraturan pajak

memiliki koefisien regresi bernilai

positif. Hal ini berarti bahwa pemahaman

peraturan pajak memiliki pengaruh yang

searah terhadap kepatuhan wajib pajak.

Peningkatan pemahaman peraturna

perpajakan wajib pajak akan berdampak

pada peningkatan kepatuhan wajib

pajak.

Meskipun pemahaman peraturan

pajak memiliki pengaruh yang searah

terhadap kepatuhan wajib pajak, akan

tetapi berdasarkan hasil uji signifikansi

dketahui bahwa pemahaman peraturan

pajak tidak memiliki pengaruh signifikan

terhadap kepatuhan wajib pajak. Hal ini

berarti bahwa pemahaman peraturan

wajib pajak bukan merupakan faktor

penentu patuh dan tidaknya wajib pajak

dalam menunaikan kewajiban

perpajakannya. Dengan kata lain,

pahamnya seorang wajib pajak akan

aturan perpajakan tidak serta merta

membuatnya patuh untuk membayar

pajak.

Hasil penelitian ini sejalan dengan

hasil penelitian sebelumnya dari

Hardiningsih (2011), yang menemukan

bahwa pemahaman peraturan

perpajakan tidak berpengaruh terhadap

kepatuhan wajib pajak.

5. PENUTUP

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan

pembahasan pada bab sebelumnya maka

Page 99: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

188

simpulan penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Norma subjektif berpengaruh

signifikan terhadap kepatuhan wajib

pajak pada KPP Pratama Makassar

Utara. Hal ini menunjukkan bahwa

patuh dan tidaknya wajib pajak

bergantung pada persepsi wajib pajak

tentang norma subjektif.

2. Kewajiban moral berpengaruh

signifikan terhadap kepatuhan wajib

pajak pada KPP Pratama Makassar

Utara. Hal ini menunjukkan bahwa

patuh dan tidaknya wajib pajak

bergantung pada persepsi wajib pajak

tentang kewajiban moral.

3. Pemahaman peraturan perpajakan

tidak berpengaruh signifikan

terhadap kepatuhan wajib pajak pada

KPP Pratama Makassar Utara. Hal ini

menujukkan bahwa patuh dan

tidaknya wajib pajak tidak bergantung

pada pemahaman wajib pajak tentang

peraturan perpajakan.

5.2 Saran

Berdasarkan simpulan penelitian

maka saran yang diajukan dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Kepada Pihak KPP Pratama Makassar

Utara agar terus melakukan sosialisasi

peraturan perpajakan kepada wajib

pajak guna meningkatkan pahaman

wajib pajak tentang peraturan

perpajakan. Hal ini mengingat

pemahaman wajib pajak tentang

aturan perpajakan belum terbukti

memberikan kontribusi terhadap

kepatuhan wajib pajak.

2. Kepada wajib pajak agar memiliki

kesadaran tentang kewajiban

perpajakannya. Bahwa membayar

pajak adalah bagian dari

keikutsertaan dalam pembangunan.

3. Kepada peneliti selanjutnya agar

dapat melakukan sejenis pada KPP

lainnya sehingga hasilnya dapat

digeneralisir. Selain itu, peneliti

selanjutnya dapat menambah atau

merubah variabel dan model

penelitian sehingga didapati faktor

lainnya yang berkontribusi dalam

meningkatkan kepatuhan perpajakan.

DAFTAR PUSTAKA

Adhistyastuti, Fani. 2017. Pengaruh Modernisasi Sistem Administrasi Pajak Dan Kesadaran Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Batu. http://riset.unisma.ac.id/index.php/jra/article/view/377/0 diakses pada 14 Februari 2020.

Arikunto, S. 2013. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta

Artha, Ketut Gede Widi. 2016. Pengaruh Kewajiban Moral, Kualitas Pelayanan, Sanksi Perpajakan Pada Kepatuhan Wajib Pajak Di KPP Badung Utara. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana. Vol. 17. No. 2. November (2016): 913-937.

Awaluddin, Murtiadi. 2017. Implikasi Theory Of Reasoned Action Dan Etika Dalam Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak Kendaraan Bermotor Melalui Niat (Studi Kasus Pada Kantor Samsat Kabupaten Kepulauan Selayar). AL-MASHRAFIYAH, Jurnal Ekonomi, Keuangan dan Perbankan Syariah Volume 1, Nomor 1 Oktober 2017: 79-95

Budiarto, Astrid. 2016. Pedoman Praktis Membayar Pajak. Genesis Learning: Yogyakarta.

Budiningrum, Endah Wening. 2014. Pengaruh Norma-Norma Sosial Terhadap Perilaku Kepatuhan

Page 100: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

189

Pajak Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Tesis. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Ernawati, Widi, Dwi. 2010. Pengaruh Sikap, Norma Subjektif, Kontrol Perilaku Yang Dipersepsikan, Dan Sunset Policy Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Dengan Niat Sebagai Variabel Intervening. Tesis. Universitas Brawijaya, Malang.

Dewi, Nyoman Yuli Marlia. 2016. Pengaruh Kewajiban Moral, Kualitas Pelayanan, Dan Pengetahuan Perpajakan Pada Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Membayar Pajak Kendaraan Bermotor Pada Kantor Samsat Kabupaten Buleleng. https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/S1ak/article/view/7871 diakses pada 2 Februari 2020.

Hardiningsih, Pancawati. 2011. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemauan Membayar Pajak. Dinamika Keuangan dan Perbankan, Nopember 2011, Hal: 126 – 142.

Indrawan, Rizki. 2018. Pemahaman Pajak dan Pengetahuan Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak UKM. Jurnal Riset Akuntansi dan Keuangan Vol. 6. No.3. 2018.

Juwanti, Febriani Ramadhani. 2017. Pengaruh Pengetahuan Perpajakan, Kesadaran Wajib Pajak, Norma Sosial, Kepercayaan Pada Pemerintah Dan Sanksi Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Melakukan Pembayaran Pajak Bumi Dan Bangunan (Studi Pada Wajib Pajak Bumi Dan Bangunan Kecamatan Colomadu Kabupaten Karanganyar). Skripsi. IAIN Surakarta.

Layata, Sherly dan Setiawan, PutuEry. 2014. Pengaruh Kewajiban Moral, Kualitas Pelayanan, Pemeriksaan Pajak dan Sanksi Perpajakan pada

Kepatuhan Wajib Pajak Badan. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana9.2 (2014): 540-556 ISSN:2302-8556.

Mahfud. 2017. Pengaruh Pemahaman Peraturan Perpajakan, Kesadaran Membayar Pajak Dan Kualitas Pelayanan Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Badan (Studi Empiris Pada Koperasi Di Kota Banda Aceh). Jurnal Megister Akuntansi. Volume 6, No. 2, Mei 2017.

Mariana, Lina. 2017. Optimalisasi Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi pada KPP Pratama Makassar Utara. Jurnal Office, Vol.3, No.1, 2017

Nurhidayah, Sari. 2015. Pengaruh Penerapan Sistem E-Filling Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Dengan Pemahaman Internet Sebagai Variabel Pemoderasi Pada KPP Pratama Klaten. https://eprints.uny.ac.id/19850/1/skripsi%20full.pdf diakses pada 2 Februari 2020.

Mardiasmo. 2016. Perpajakan. Edisi Terbaru 2016. Yogyakarta: Andi.

Rahayu, Puji. 2015. Pengaruh Kualitas Pelayanan, Kewajiban Moral Dan Sanksi Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Hotel Dalam Membayar Pajak Hotel (Studi KasusPada Wajib Pajak Hotel di Kota pekanbaru). Jom FEKON Vol.2 No.2 Oktober 2015

Riswandi. 2014. Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak UMKM yang Terdaftar di KPP Pratama Makassar Utara. Makassar: Universitas UIN Alauddin.

Robbins, S. 2015. Perilaku Organisasi. Jakarta: Salemba Empat.

Sagita, Ratih Kusuma Wardani. 2017. Pengaruh Norma Subjektif Dan Kualitas Pelayanan Terhadap

Page 101: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

190

Kepatuhan Wajib Pajak Kendaraan Bermotor Pada Kantor Samsat Wilayah I Kota Makassar. http://repository.unhas.ac.id/handle/123456789/26168 diakses 1 Februari 2020.

Sri Rahayu dan Ita Salsalina Lingga. 2009. Pengaruh Modernisasi Sistem Administrasi Perpajakan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak. Jurnal Akuntansi.

Suandy, Erly. 2014. Hukum Pajak ,Edisi 6 .Yogyakarta : Penerbit Salemba Empat.

Sujarweni V, Wiratna. 2016. Pengantar Akuntansi. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan (R&D). Bandung: Alfabeta.

Suryani Lilis. 2017. Pengaruh Sikap, Norma Subjektif, dan Kontrol Perilaku Persepsian Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi di Daerah Istimewa Yogyakarta Dengan Niat Memenuhi Pajak Sebagai Variabel Pemoderasi.

Suryanto, Eddy. 2013. Account Representative Jembatan Penghubung Bagi Kepatuhan Wajib Pajak. Jurnal Ekonomi dan Kewirausahaan Vol. 13, No. 2, Oktober 2013: 211 – 218.

Utami, S. R, Andi dan Ayu, N. S. 2012. Pengaruh Faktor-Faktor Eksternal Terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Di Lingkungan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Serang. http://pdeb.fe.ui.ac.id/?p=6625 diakses pada 1 Februari 2020.

Vilano, Ivan. 2017. Pengaruh Pemeriksaan Pajak, Kesadaran Wajib Pajak, Sikap Regional, Dan Lingkungan Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak. http://repository.unpas.ac.id/27413/ diakses 1 Februari 2020.

Waluyo. 2013. Perpajakan Indonesia. Edisi 10 Buku 1 Penerbit Selemba Empat. Jakarta.

Widayati dan Nurlis. 2010. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemauan untuk Membayar Pajak WAjib Pajak Orang Pribadi yang Melakukan Pekerjaan Bebas (Studi Kasus pada KPP Pratama Gambir Tiga). Simposium Nasional Akuntansi XIII, Purwokerto.

Yolanda, Ega Pralin. 2017. Pengaruh Sikap Dan Norma Subjektif Terhadap Niat Mahasiswa Untuk Bersaing Menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). http://digilib.unila.ac.id/26181/3/SKRIPSI%20TANPA%20BAB%20PEMBAHASAN.pdf diakses 1 Februari 2020.

Yusro, Heny Wachidatul & Kiswanto. 2014. Pengaruh Tarif Pajak, Mekanisme Pembayaran Pajak dan Kesadaran Membayar Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak UMKM di Kabupaten Jepara. Accounting Analysis Journal. AAJ 3 (4) 2014. Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Semarang, Indonesia.

Page 102: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

191

EVALUASI PENERAPAN PERUBAHAN TARIF UMKM TERHADAP

KETAATAN WAJIB PAJAK UMKM KOTA MAKASSAR

Muhaimin

[email protected]

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Makassar

Akhmad

[email protected]

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Makassar

Andi Arifwangsa Adiningrat

[email protected]

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Makassar

Karmila Oktafiana

[email protected] Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Muhammadiyah Makassar

Abstract

This study aims to answer the problem regarding the Application of Tariff Changes for Micro, Small and Medium Enterprises (MSMEs) to the compliance of the Makassar City UMKM Taxpayers. This research is a type of research that uses descriptive qualitative methods. This research data includes primary data and secondary data. The results showed that after implementing the policy of changing the MSME rate from 1% (PP 46 2013) to 0.5% (PP 23/2018) the level of taxpayer compliance has increased. This is evidenced by the increasing number of new taxpayers who register to obtain Taxpayer Identification Number (NPWP). The advantage felt by MSME players is that the tax imposed is now much lower than before. West Makassar KPP Pratama also benefited, as evidenced by the amount of tax revenue from West Makassar KPP Pratama in 2018 experiencing a significant increase.

Keywords: Taxpayer Obedience, MSME Rates, PP. 23 of 2018. Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menjawab permasalahan mengenai Penerapan Perubahan Tarif Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) terhadap ketaatan Wajib Pajak UMKM Kota Makassar. Penelitian ini merupakan jenis penelitian yang menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif. Data penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah diterapkannya kebijakan perubahan tarif UMKM dari 1% (PP 46 Tahun 2013) menjadi 0,5% (PP 23 Tahun 2018) tingkat kepatuhan wajib pajak mengalami peningkatan. hal ini dibuktikan dengan jumlah wajib pajak baru yang mendaftar untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) semakin meningkat. Keuntungan yang dirasakan pelaku UMKM ialah Pajak yang dikenakan kini jauh lebih rendah dari sebelumnya. KPP Pratama Makassar Barat juga memperoleh keuntungan, dibuktikan dari jumlah penerimaan pajak KPP Pratama Makassar Barat pada tahun 2018 mengalami Peningkatan yang cukup signifikan.

Kata Kunci : Ketaatan Wajib Pajak, Tarif UMKM, PP No. 23 Tahun 2018.

Page 103: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

192

1. PENDAHULUAN

Pajak berasal dari (dari bahasa

Latin taxo; "rate") adalah iuran rakyat

kepada negara berdasarkan undang-

undang, sehingga dapat dipaksakan,

dengan tidak mendapat balas jasa secara

langsung. Sedangkan definisi Pajak

menurut Undang Undang Nomor 16

tahun 2009 tentang perubahan tentang

Ketentuan Umum dan Tata cara

Perpajakan. Badan Perencanaan

Pembangunan Nasional menyebutkan

bahwa di Indonesia Jumlah pelaku usaha

mikro, kecil, dan menengah (UMKM)

pada 2018 sebanyak 58,97 juta orang.

Berdasarkan data yang diperoleh, dapat

dilihat adanya pertumbuhan jumlah

usaha, khususnya jumlah Usaha Mikro

yang meningkat dari tahun 2013 sampai

dua tahun berikutnya terus meningkat

jumlah UMKM kota Makassar.

Sementara Usaha Kecil tidak

mengalami peningkatan melainkan

penurunan, di mana Usaha Kecil

menurun 2.056, pada tahun 2014 dan

dari tahun 2014 ke tahun 2015

jumlahnya justru berkurang sebanyak

316. Untuk Usaha Menengah, jumlahnya

hanya bertambah sekitar 321 saja dan

belum diketahui jumlahnya pada tahun

2015. Dan Pada Juni 2018 UMKM kota

makassar meningkat yakni dengan

Jumlah 40.577 Wajib Pajak UMKM kota

Makassar. Secara keseluruhan, kita

dapat menyimpulkan bahwa jumlah

UMKM di kota Makassar yang terus

meningkat menunjukkan semakin

banyaknya pengusaha-pengusaha kecil

yang bermunculan karena adanya

kemudahan dan kesempatan berbisnis di

masa kini.

Pemerintah telah menerbitkan

kebijakan baru berupa penurunan tarif

Pajak Penghasilan (PPh) Final menjadi

0,5% bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan

menengah (UMKM). Aturan tersebut

dituangkan dalam Peraturan Pemerintah

(PP) Nomor 23 Tahun 2018 tentang

Pajak Penghasilan atas Penghasilan Dari

Usaha yang Diterima atau Diperoleh

Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran

Bruto Tertentu sebagai pengganti atas

Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun

2013, yang diberlakukan secara efektif

per 1 Juli 2018. Sementara aturan

turunannya dalam bentuk Peraturan

Menteri Keuangan (PMK) mengenai

pajak UMKM yakni PMK 99/2018

pelaksanaan atas PP nomor 23.

Kebijakan tersebut dimaksudkan

untuk mendorong pelaku UMKM agar

lebih ikut berperan aktif dalam kegiatan

ekonomi formal dengan memberikan

kemudahan kepada pelaku UMKM dalam

pembayaran pajak dan pengenaan pajak

yang lebih berkeadilan, serta

meningkatkan ketahanan ekonomi

Indonesia.

Dengan data dan isu di atas

Peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian guna mengetahui tingkat

Ketaatan Wajib Pajak setelah diterapkan

Kebijakan Tarif Baru yakni 0,5%, Dengan

Judul Penelitian : “Evaluasi Penerapan

Perubahan Tarif UMKM Terhadap

Kepatuhan Wajib Pajak UMKM Kota

Makassar (Studi Kasus KPP Makassar

Barat)”

2. TINJAUAN TEORI

2.1. Theory of Planned Behavior (TPB)

Teori yang mendasari penelitian

ini adalah Theory of Planned Behavior

yakni perilaku yang ditimbulkan oleh

individu muncul karena adanya niat

untuk berperilaku. Teori ini menyatakan

bahwa keputusan untuk menampilkan

tingkah laku tertentu adalah proses

rasional yang diarahkan pada suatu

tujuan tertentu dan mengikuti urutan

Page 104: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

193

berpikir. Berdasarkan TPB, faktor

sentral dari perilaku individu adalah

bahwa perilaku itu dipengaruhi oleh niat

(intention) individu terhadap perilaku

tertentu tersebut.

Seseorang dapat saja memiliki

berbagai macam keyakinan terhadap

suatu perilaku, tetapi pada saat

dihadapkan pada suatu kejadian

tertentu, hanya sedikit dari keyakinan

tersebut yang timbul untuk

memengaruhi perilaku. Keyakinan yang

sedikit inilah yang menonjol dalam

memengaruhi perilaku individu.

2.2. Definisi dan Fungsi Pajak

Berdasarkan UU No. 16 Tahun

2009 perubahan keempat atas UU No. 6

Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum

dan Tata Cara Perpajakan pada pasal 1

ayat 1 berbunyi pajak adalah kontribusi

wajib kepada negara yang terutang oleh

orang pribadi atau badan yang

bersifat memaksa. Terdapat dua

fungsi pajak (Mardiasmo, 2016:1), yaitu.

a) Fungsi penerimaan (budgetair). Pajak

berfungsi sebagai sumber dana yang

diperuntukkan bagi pembiayaan

pengeluaran- pengeluaran

pemerintah.

b) Fungsi mengatur (regulerend). Pajak

berfungsi sebagai alat untuk

mengatur atau melaksanakan

kebijakan pemerintahan dalam bidang

sosial dan ekonomi.

2.3. Ketaatan Perpajakan

Menurut kamus Bahasa Indonesia,

kepatuhan berarti tunduk atau patuh

pada ajaran atau aturan. Kepatuhan

dalam hal perpajakan merupakan suatu

ketaatan untuk melakukan ketentuan-

ketentuan atau aturan-aturan

perpajakan yang diwajibkan atau

diharuskan dilaksanakan menurut

peraturan perundang-undangan

perpajakan (Ghoni, 2012). Wajib pajak

dikatakan patuh apabila wajib pajak

tersebut taat dan memenuhi serta

melaksanakan perpajakan sesuai dengan

peraturan perundang-undangan

perpajakan yang berlaku (Rahayu,

2010:138).

2.4. Sanksi Perpajakan

Kamus Besar Bahasa Indonesia

menjelaskan, sanksi adalah tanggungan

berupa tindakan atau hukuman untuk

memaksa orang menepati perjanjian

atau menaati ketentuan perundang-

undangan. Menurut Mardiasmo (2016)

sanksi perpajakan merupakan jaminan

bahwa ketentuan peraturan perundang-

undangan perpajakan (norma

perpajakan) akan dituruti/ ditaati/

dipatuhi, dengan kata lain sanksi

perpajakan merupakan alat pencegah

(preventif) agar wajib pajak tidak

melanggar norma perpajakan.

Pengetahuan mengenai sanksi

perpajakan penting karena pemerintah

Indonesia menetapkan Self Assessment

System, dimana sistem ini fiskus

memberikan wewenang kepada wajib

pajak untuk menentukan sendiri

besarnya pajak yang terutang.

2.5. UMKM

Di dalam Undang Undang UMKM

No 20 Tahun 2008 Usaha Mikro Usaha

Kecil dan Menengah secara tegas juga

memberikan kriteria dari usaha untuk

dikategorikan sebagai berikut:

1) Usaha Mikro adalah usaha

produktif milik orang perorangan

dan/atau badan usaha perorangan

yang memenuhi kriteria Usaha

Mikro sebagaimana diatur dalam

Undang-Undang ini. Kriteria asset:

Maks. Rp 50 Juta, kriteria Omzet:

Maks. Rp 300 juta rupiah.

2) Usaha Kecil adalah usaha ekonomi

Page 105: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

194

produktif yang berdiri sendiri, yang

dilakukan oleh orang perorangan

atau badan usaha yang bukan

merupakan anak perusahaan atau

bukan cabang perusahaan yang

dimiliki, dikuasai, atau menjadi

bagian baik langsung maupun tidak

langsung dari usaha menengah atau

usaha besar yang memenuhi kriteria

Usaha Kecil sebagaimana dimaksud

dalam Undang-Undang ini. Kriteria

asset: Rp 50 juta – Rp 500 juta,

kriteria Omzet: Rp 300 juta – Rp 2,5

Miliar rupiah.

3) Usaha Menengah adalah usaha

ekonomi produktif yang berdiri

sendiri, yang dilakukan oleh orang

perseorangan atau badan usaha

yang bukan merupakan anak

perusahaan atau cabang perusahaan

yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi

bagian baik langsung maupun tidak

langsung dengan usaha Kecil atau

usaha besar dengan jumlah

kekayaan bersih atau hasil penjualan

tahunan sebagaimana diatur dalam

Undang-Undang ini. Kriteria asset:

500 juta – Rp 10 Miliar, kriteria

Omzet: >Rp 2,5 Miliar – Rp 50 Miliar

rupiah.

Berdasarkan pasal 2

Peraturan Pemerintah Nomor 23

Tahun 2018 diterapkan besarnya tarif

Pajak Penghasilan ( PPH ) final dengan

kategori peredaran bruto tertentu yaitu

0,5 % ( satu persen ). Penerapan tarif

0,5% ini diberlakukan hanya atas

penghasilan usaha yang diterima atau

diperoleh Wajib Pajak dengan kategori

peredaran bruto tertentu. Melihat tarif

pajak atas kategori peredaran tertentu

yang rendah hanya 0,5%, Wajib Pajak

bisa mendapatkan tarif Pajak

Penghasilan final atas penghasilan

kategori peredaran tertentu, dapat

mengajukan permohonan surat

keterangan bebas (SKB) atas

pemotongan / pemungutan pajaknya

dari Kantor Pelayanan Pajak terdaftar

sebagai Wajib Pajak Pengusaha Kecil.

Aturan PP 23 Tahun 2018

diadaptasi dari presumptive tax.

Presumptive tax adalah pajak yang

dikenakan dengan perhitungan yang

dilakukan tidak langsung atau melalui

suatu perkiraan. Sehingga dengan aturan

ini diharapkan penerimaan yang

dikumpulkan dapat optimal tanpa

memberatkan Wajib Pajak maupun

fiskus.

Sebagai kebijakan pajak baru, PP

23 Tahun 2018 dianggap telah mencapai

tujuan yang diharapkan. Kebijakan ini

dapat memberikan kesempatan bagi

Wajib Pajak yang tidak terutang pajak

sebelumnya, sehingga dengan aturan ini

mereka terutang pajak dan ikut

melakukan pembayaran pajak. Sesuai

dengan sifat pajaknya, PP 23 Tahun

2018 merupakan pajak final yang

digolongkan pada PPh Pasal 4 ayat (2).

Pada Undang-Undang Perpajakan

Negara pasal 17 Nomor 36 Tahun 2008

tentang Pajak Penghasilan dijelaskan

bahwa Usaha Mikro, Kecil, dan

Menengah (UMKM) menjadi salah satu

subjek pajak. Selain meningkatkan

pendapatan negara, UMKM juga

berperan dalam menyerap tenaga kerja

dengan jumlah yang besar (Herman, dkk

2013) data penerimaan pajak tahun

2005 hingga 2012 menunjukkan

penerimaan pajak didominasi bukan

oleh UMKM, namun oleh usaha besar

yang jumlah populasinya kurang dari

1%. Kerangka Konseptual

Page 106: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

195

2.6. Kerangka Konseptual

Kerangka Konseptual merupakan

hubungan logis antara landasan teori dan

kajian empiris. Kerangka konseptual

menunjukkan pengaruh antar variabel

dalam penelitian. Penelitian ini

membahas Perubahan Tarif dan

moderenisasi pada kepatuhan pelaporan

wajib pajak Badan UMKM. Kerangka

Konseptual.

Kerangka konseptual

merupakan hubungan logis antara

landasan teori dan kajian empiris.

Kerangka konseptual menunjukkan

pengaruh antar variabel dalam

penelitian. Penelitian ini membahas

Perubahan Tarif dan moderenisasi pada

kepatuhan pelaporan wajib pajak Badan

UMKM.

Teori yang mendasari dalam

penelitian ini adalah Theory of Planned

Behavior (TPB). Theory of planned

behavior menyatakan bahwa perilaku

yang ditimbulkan oleh individu muncul

karena adanya niat untuk berperilaku.

Theory of Planned Behavior dapat

menjelaskan secara relevan perilaku

wajib pajak dalam memenuhi kewajiban

perpajakannya, Secara sistematis,

kerangka konspetual yang digunakan.

3. METODE PENELITIAN

3.1. Tipe Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk

Mengevaluasi penerapan kebijakan

pajak UMKM atau perubahan tarif

Terhadap kepatuhan Wajib Pajak, oleh

karena itu tipe penelitian yang dipakai

menggunakan metode deskriptif

kualitatif. Prosedur penelitian ini

bersifat menjelaskan, menggambarkan

dan menafsirkan hasil penelitian dengan

susunan kata dan atau kalimat sebagai

jawaban atas permasalahan yang diteliti.

Penelitian kualitatif dalam

penelitian ini bermaksud untuk

mengetahui fenomena tentang apa yang

dialami oleh subjek penelitian misalnya

perilaku, persepsi, motivasi, tindakan,

dan lain- lain, secara holistic dan dengan

cara deskripsi dalam bentuka kata- kata

dan bahasa, pada suatu konteks khusus

yang alamiah dan dengan memanfaatkan

berbagai metode almiah.

Peneliti akan menggambarkan

penelitiannya dalam bentuk susunan

kata dan kalimat sebagai jawaban dari

rumusan masalah yang sudah

ditentukan peneliti sejak awal.

Penelitian ini akan dituliskan

dengan sistematis berdasarkan fakta-

fakta yang akurat dimana peneliti akan

mendeskripsikan dan memaparkan

mengenai penerapan perubahan tarif

terhadap kepatuhan Wajib pajak KPP

Makassar Barat.

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan sejak

tanggal dikeluarkannya izin penelitian

dalam kurun waktu kurang lebih 1 Bulan

yakni Bulan Juni - Juli 2019 Penelitian ini

bertempat di KPP Makassar Barat.

3.3. Jenis Data dan Sumber Dara

Jenis data dalam pelaksanaan

penelitian ini yaitu:

Page 107: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

196

1) Data primer yang merupakan data

yang diperoleh secara langsung

dariresponden penelitian, baik dari

observasi, wawancara maupun

dokumentasi serta catatan lapangan

peneliti yang relevan dengan

permasalahan yang diteliti. Data

primer dalam penelitian ini diperoleh

melalui wawancara mendalam (in-

depth interview) kepada sumber data

mengenai Penerapan Perubahan tarif

terhadap kepatuhan Wajib pajak

UMKM Kota Makassar.

2) Data Sekunder

Data sekunder yaitu data yang telah

keterangan yang harus dijalankan

dengan melakukan usaha pengamatan

secara langsung ke tempat yang akan

diselidiki. Pada penelitian ini

observasi menjadi hal yang penting

digunakan dengan tujuan agar

peneliti dapat melihat gambaran yang

jelas terkait fakta dilapangan yang

menyangkut Penerapan perubahan

tarif terhadap ketaatan wajib pajak

UMKM Kota Makassar.

3) Dokumentasi

Teknik untuk melengkapi data

dalam rangka analisis yang diteliti,

maka memerlukan informasi dari

dokumen-dokumen yang ada

kaitannya dengan objek penelitian.

Dokumentasi dalam penelitian ini

berupa Peraturan Pemerintah,

keputusan-keputusan, serta arsip-

arsip lain yang terkait Penerapan

perubahan tarif terhadap ketaatan

wajib pajak UMKM Kota Makassar.

3.3 Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh akan

dianalisis secara deskriptif yaitu suatu

penelitian yang bertujuan membuat

gambaran (deskripsi) tentang suatu

fenomena yang terjadi. Fenomena yang

diteliti secara deskriptif tersebut dicari

informasi mengenai beberapa hal yang

dianggap mempunyai relevansi dengan

tujuan penelitian. Teknik analisis data

yang digunakan adalah teknik analisis

data :

1. Reduksi data (Data Reduction)

Reduksi data yaitu suatu proses

sebagai pemilihan, pemisahan,

penyederhanaan, merangkum,

pengabsrakan dan tranformasi data

kasar yang muncul dari catatan-

catatan tertulis dilapangan. Data yang

diperoleh di lokasi penelitian

kemudian dituangkan dalam uraian

atau laporan lengkap dan terperinci.

Laporan dilapangan akan direduksi,

dirangkum, dipilih hal-hal pokok,

difokuskan pada hal-hal penting

kemudian dicari tema atau polanya.

Reduksi data dilakukan secara terus

menerus selama proses penelitian

berlangsung. Laporan atau data

dilapangan dituangkan dalam uraian

lengkap dan terperinci.

2. Penyajian data (Data Display)

Penyajian data yaitu penyusunan

sekumpulan informasi yang memberi

kemungkinan adanya penarikan

kesimpulan dan penarikan tindakan.

Pada penelitian ini, secara teknis data-

data yang telah di organisir kedalam

matriks analisis data akan disajikan

kedalam bentuk teks naratif, gambar,

tabel, dan bagan.

3. Penyajian data dilakukan dengan

mendeskripsikan hasil temuan dalam

wawancara terhadap informasi serta

menghadirkan dokumen sebagai

penunjang data Penarikan kesimpulan

dan verifikasi (Conclusoindrawing

/verification). Selama penelitian

berlangsung, yaitu sejak awal

memasuki lokasi penelitian dan

selama penyimpulan data. Peneliti

Page 108: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

197

berusaha untuk menganalisis dan

mencari pola, tema, hubungan

persamaan, hal-hal yang sering

timbul, hipotesis dan sebagainya yang

dituangkan dalam kesimpulan yang

tentative.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Setelah peneliti melakukan

penelitian dengan cara wawancara,

observasi, dan dokumentasi, peneliti

menemukan fakta-fakta di lapangan

mengenai penerapan kebijakan

perubahan tarif UMKM terhadap

ketaatan wajib pajak UMKM kota

Makassar dengan studi Kasus di KPP

Makassar Barat.

4.1 Jumlah Wajib Pajak terdaftar

Berikut ini pertumbuhan Wajib

pajak yang terdaftar di KPP Pratama

Makassar Barat di sajikan dalam bentuk

Tabel 3.1 berikut:

Tabel 1

Jumlah Wajib Pajak Terdaftar

2016 2017 2018

WP Terdaftar Wajib SPT 62.149 63.132 52.478

• Badan 3.762 3.522 4.319

• OP Non Karyawan 4.958 5.830 5.833

Total 8.720 9.352 10.152

Sumber: KPP Pratama Makassar Barat (2019)

Tercatat jumlah wajib pajak yang

terdaftar di KPP Pratama Makassar pada

tahun 2016 berjumlah 8.720 wajib pajak.

Dengan upaya ekstensifikasi dan

intensifikasi yang dilakukan KPP

Pratama Makassar Barat pada tahun

2017 Jumlah wajib pajak UMKM

mengalami peningkatan dari tahun

sebelumnya yakni mencapai 9.352

wajib pajak dan tahun 2018

pertumbuhan wajib Pajak UMKM di KPP

Pratama Makassar Barat mengalami

peningkatan yang sangat besar yakni

tercatat 10.152 Wajib Pajak UMKM .

Administrator KPP Pratama

Makassar Barat Pak Aziz mengatakan

bahwa, diterapkannya Kebijakan tarif

0,5% memudahkan menghimbau

masyarakat terutamanya Wajib pajak

UMKM yang baru, untuk mendaftarkan

diri sebagai Wajib Pajak UMKM.

Penerapan kebijakan tarif 0,5% ini juga

lebih memudahkan untuk menggaet atau

mencari Wajib pajak baru ke mall-mall

atau pasar-pasar yang usahanya masih

kecil, karena tarif yang di tarawarkan

lebih kecil yakni 0,5% jadi wajib pajak

lebih mau mendaftar dan membayar

pajakya. Upaya yang telah dilakukan KPP

Pratama Makassar Barat dalam

meningkatkan kepatuhan wajib pajak

untuk mendaftarkan dirinya sebagai

Wajib Pajak. Hal ini didukung oleh

Kebijkan yang telah dikeluarkan

pemerintah yakni PP 23 Tahun 2018

tentang penurunan tarif UMKM dari 1%

menjadi 0,5%. Kebijakan sebelumnya

yakni 1% dianggap memberatkan

dikalangan Wajib Pajak UMKM, dengan

diterapkannya tarif baru 0,5% Wajib

Pajak lebih patuh dalam mendaftarkan

dirinya sebagai wajib Pajak UMKM.

4.2 Data Wajib Pajak yang melapor

Page 109: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

198

Berikut ini pelaporan Wajib pajak

yang terdaftar di KPP Pratama

Makassar Barat pada tahun 2016- 2018

di sajikan dalam bentuk Tabel 3.2

berikut:

Tabel 2

Jumlah Wajib Pajak Melapor

No Tahun Jumlah Pelapor Persentase

1. 2016 3.833 43,9%

2. 2017 3.436 36,7%

3. 2018 3.025 29,8%

Sumber: KPP Pratama Makassar Barat (2019)

Tingkat kepatuhan pelaporan

wajib pajak UMKM dari tahun ke tahun

mengalami penurunan. Pada tahun

2016 jumlah wajib pajak yang

melakukan pelaporan mencapai 3.833

Wajib pajak atau 43,9% dari wajib

pajak UMKM yang terdaftar. Tahun

2017 jumlah wajib Pajak yang

melakukan pelaporan menurun

menjadi 36,7% dari tahun sebelumnya

yakni berjumlah 3.436 wajib pajak dan

Pada tahun 2018 terjadi Penurunan

kepatuhan wajib pajak dalam

melaporkan pajaknya yakni hanya

mencapai 29,8% saja dari jumlah Wajib

Pajak yang terdaftar di KPP Pratama

Makassar Barat dengan jumlah pelapor

sebesar 3.025 wajib pajak.

Kepala Bidang Pengelolaan Data

dan Informasi KPP Pratama Makassar

Barat Pak Mahmud mengatakan bahwa,

Naik atau turunnya Wajib Pajak yang

melaporkan Pajaknya sebenarnya tidak

ada acuan Penurunan tarif ini

diharapkan Wajib pajak yang sudah

terdaftar, yang notabenenya masih

dibawah 4.8 Miliyar pertahun lebih

banyak yang mau membayar. Kemudian

yang kedua turunnya tarif UMKM ini

sebenarnya membantu para

pelakuUMKM, karena selama ini tarif

1% yang di atur PP 49 Tahun 2013 di

anggap memberatkan bagi mereka,

maka dari itu dengan turunnya tarif

menjadi 0,5% setidaknya semangat

untuk membayar pajaknya lebih

meningkat dan lebih patuh pada

kewajiban pajaknya.

Penurunan wajib pajak yang

melaporkan pajaknya tiap tahun

disebabkan karena asumsi sebagian

besar wajib pajak khususnya wajib

pajak UMKM bahwa setelah melakukan

penyetoran/ pembayaran pajak, wajib

pajak tidak di wajibkan lagi untuk

melaporkan pajaknya. Namun aturan

perpajakan yang berlaku, para wajib

pajak di wajibkan untuk menghitung,

menyetor dan melaporkan pajaknya

sendiri atau dengan kata lain Self

Assessment system.

4.3 Penerimaan KPP Pratama

Makassar Barat

Realisasi penerimaan KPP

Pratama Makassar Barat pada tahun

2016-2018 di sajikan dalam Tabel 3.3

berikut:

Page 110: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

199

Tabel 3

Jumlah Penerimaan KPP Pratama Makassar Barat

Bulan Target Penerimaan Pertahun Tingkat Pencapai Tumbuh

2016 6.286.266.800.092,00 5.213.774.199.487,00 76,90% 30,47%

2017 5.964.790.393.630,00 4.824.370.282.477,00 83,25% 3,91%

2018 5.802.874.840.000,00 5.613.467.912.272,00 102,26% 19,07%

Sumber: KPP Pratama Makassar Barat (2019)

Penerimaan KPP Pratama

Makassar Barat pada tahun 2016

mencapai Rp. 5.213.774.199.487,00

capaian dari target pada tahun 2016 ini

mencapai 76,90% dengan pertumbuhan

penerimaan KPP Pratama Makassar

Barat mencapai 30,47%. Pada tahun

2017 penerimaan KPP Pratama

Makassar Barat mengalami penurunan.

Penerimaan tahun 2017 hanya mencapai

Rp. 4.824.370.282.477,00 yakni

83,25% dari target penerimaan pada

tahun 2017 dengan pertumbuhan yang

sangat kecil pula yaitu 3,91% saja.

Penurunan penerimaan KPP Pratama

Makassar Barat ini di sebabkan karena

kerugian Usaha yang dialami oleh Pelaku

wajib Pajak UMKM sehingga banyak

Wajib Pajak UMKM berpenghasilan

dibawah Penghasilan Tidak Kena Pajak

(PTKP) sehingga pajak yang di tanggung

oleh wajib pajak dikecualikan atau Nihil.

Pada tahun 2018 setelah diterapkannya

kebijakan penurunan tarif menjadi 0,5%

penerimaan KPP Makassar Barat

meningkat sangat besar hingga

mencapai Rp. 5.613.467.912.272,00

dengan persentase 102,26% dari target

penerimaan dan tumbuh 19,07% dari

realisasi penerimaan tahun sebelumnya.

Kepala Bidang Pengelolaan Data dan

Informasi KPP Pratama Makassar Barat

Pak Mahmud mengatakan bahwa, awal

Sebelum diterapakannya tariff 0,5%

beranggapan Penerimaan KPP Makassar

Barat akan mengalami Penurunan

dikarenakan penurunan tarif. Namun,

setelah diterapkan Kebijakan ini,

Penerimaan KPP Makassar Barat Justru

mengalami peningkatan. Kebijakan PP

nomor 23 tahun 2018 ini memberikan

peluang kepada wajib pajak UMKM

dalam mengembangkan usahanya

dengan cara menurunkan tarif pajaknya

menjadi 0,5%. Dengan demikian, usaha

Para wajib pajak berkembang, Omset

yang mereka milikipun meningkat, yang

menyebabkan penghasilan wajib Pajak

diatas PTKP dan terbebas dari

pengecualian Wajib pajak yang

pembayarannya Nihil, kini dikenakan

0,5%. Wajib Pajak Badan non UMKM Pak

Amran mengatakan bahwa, penerapan

tarif pajak UMKM menjadi 0,5% sangat

bagus dan pastinya menguntungkan

wajib pajak pelaku UMKM, karena beban

pajak yang harus dibayarkan yang

tadinya 1% sekarang di turunkan

menjadi 0,5%. Penerapan kebijakan ini

pastinya menambah semangat wajib

pajak UMKM dalam mengembangkan

usaha karena tarif yang dikenakan kini

lebih kecil. Dengan semangat para

Pelaku UMKM dalam mengembangkan

usahanya dapat menjadikan meraka

sebagai wajib pajak yang harus

membayarkan pajak yang

ditanggungnya dikarenakan

berpenghasilannya di atas PTKP. Dengan

diterapkannya kebijakan perubahan tarif

Page 111: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

200

UMKM 0,5% ini memancing para pelaku

UMKM untuk mengembangkan usahanya

dan berpenghasilan di atas PTKP dengan

demikian Jumlah penerimaan dapat

selalu bertambah seirama dengan

pertambahan Wajib Pajak UMKM yang

memperoleh penghasilan di atas

penghasilan tidak kena pajak (PTKP)

atau melakukan kegiatan usaha di

wilayah kerjanya.

5. PENUTUP

5.1. Simpulan

Dari hasil analisa data penelitian,

peneliti dapat menyimpulkan bahwa :

1) Setelah diterapkannya kebijakan

perubahan tarif UMKM dari 1%

menjadi 0,5% kepatuhan wajib pajak

Mengalami Peningkatan. Hal ini

dibuktikan dengan jumlah wajib

pajak baru semakin patuh untuk

mendaftarkan dirinya sebagai Wajib

5.

2) Diterapkannya tarif baru 0,5%

memberikan keringanan dan

keuntungan kepada pelaku UMKM

sehingga beban pajak yang harus

dibayarkan kini jauh lebih rendah

dari sebelumnya.

3) KPP Pratama Makassar Barat

memperoleh keuntungan dengan

diterapkannya kebijakan tarif 0,5%

bagi UMKM, dibuktikan dari jumlah

penerimaan pajak KPP Makassar

Barat pada tahun 2018 mengalami

peninkatan yang sangat besar.

5.2. Saran

Berdasarkan kesimpulan penelitian

maka penuli menyarankan

sebagai berikut :

1) Untuk KPP Pratama Makassar Barat :

(a) KPP Pratama Makassar Barat

perlu meningkatkan Upaya

sosialisasi kepada Pelaku UMKM

tentang pentingnya melakukan

pelaporan pajak setelah

melakukan penyetoran/

pembayaran pajak.

(b) KPP Pratama Makassar Barat

perlu meningkatkan upaya

ekstensifikasi dan intensifikasi

penggalian potensi wajib pajak

Untuk meningkatkan Kepatuhan

Wajib Pajak.

(c) Kebijakan PP 23 tahun 2018

alangkah baiknya dilaksanakan

dalam jangka panjang.

2) Dalam rangka meningkatkan

pembangunan dan perekonomian,

kesadaran pajak harus

ditanamkan pada setiap wajib pajak.

3) Untuk penelitian selanjutnya, peneliti

disarankan melakukan wawancara

kepada beberapa wajib pajak UMKM,

karena dalam penelitian ini peneliti

hanya melakukan wawancara kepada

beberapa wajib pajak, sehingga

tanggapan dari wajib pajak

khususnya UMKM tidak dapat

disimpulkan secara signifikan.

DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku :

Ghoni, Husen Abdul. 2012. Pengaruh Motivasi dan Pengetahuan Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Daerah. Surabaya.

Mardiasmo. (2011). Perpajakan. Yogyakarta: andi

Mardiasmo. (2013). Perpajakan. Buku 1. Edisi revisi. Jakarta: Andi publisher

Mardiasmo. (2016). Perpajakan Edisi Revisi Tahun 2016. Yogyakarta:Penerbit Andi.

Rahayu, s. K. (2010). Perpajakan indonesia (konsep dan aspek sosial). Yogyakarta: graha ilmu.

Page 112: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

201

Sofyandi, Herman. 2013. Manajemen Sumber daya Manusia Cetakan kedua. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Undang-undang & Peraturan Pemerintah

Direktorat jenderal pajak. (2015). Realisasi penerimaan pajak per 30 april 2015. Diakses dari http://www.pajak.go.id/content/ realisasi-penerimaan-pajak- 30-april-2015./ 17 Februari 2019/ 11.19) Kementerian koperasi & ukm. (2013). Statistik usaha kecil, mikro dan menengah,diaksesdarihttp://www.depkop.go.id/phocadownlo ad/

Menteri keuangan republik Indonesia.2014. Nomor 206.2/pmk.01/2014 tanggal 17 oktober 2014 tentang perubahan atas peraturan menteri keuangan nomor 167/pmk.01/2012 tentang organisasi dan tata kerja instansi vertikal direktorat jenderal pajak. Struktur kantor pelayanan pajak pratama.

Peraturan pemerintah no 46 tahun 2013. 2013. Tentang pajak penghasilan atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh wajib pajak yang memiliki peredaran tertentu.

Undang-undang No.16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum Perpajakan.

Undang Undang Nomor 36 tahun 2008 tentang pajak penghasilan.

Data_statistik/statistik_ukm/narasi_stat istik_umkm%202010- 2011.pdf./ 17 Februari 2019/ 10.25)

Sumber Jurnal :

Aneswari, yuyung rizka. 2018.

Membongkar imperialisme dalam kebijakan pajak usaha mikro kecil dan menengah (umkm). Jurnal infestasi vol. 14 no. 1 juni 2018 hal. 1 – 10.

Dariansyah s, deddy. 2016. Penerapan pajak penghasilan (pph) final terhadap usaha mikro kecil dan menengah (umkm) berdasarkan pp no 46 tahun 2013. Sosio-e-kons, vol. 8 no. 3, desember 2016, hal. 251-260.

Prabantari, faizara dan ardiyanto, moh. Didik. 2017. Implementasi pajak penghasilan berdasarkan peraturan pemerintah nomor 46 tahun 2013 (studi pada umkm di jawa tengah dan daerah istimewa)

Sa’diya, maulida alfi lofiana, handayani, siti ragil dan effendy, idris. 2016. Analisis penerapan peraturan pemerintah nomor 46 tahun 2013 untuk wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu (studi pada kpp pratama malang utara). Jurnal perpajakan (jejak)| vol. 10 no. 1 2016 hal. 1-7.

yogyakarta). Diponegoro journal of accounting volume 6, nomor 4, tahun 2017, halaman 1-12.

Yusuf, e. M. (2013). Membedah aturan pajak penghasilan terbaru bagi umkm. Retrieved september 16, 2015, from

http://keuanganlsm.com/me mbedah-aturan-pajak- penghasilan-terbaru-bagi- umkm/

Zawitri, sari dan yuliana, elsa sari. 2016. Tingkat kepatuhan wajib pajak badan usaha mikro kecil dan menengah setelah diberlakukan tarif 1 % (final) pph (studi kasus di kpp pratama pontianak). Jurnal ekonomi, bisnis dan kewirausahaan 2016, vol. 5. No.2, 144

Page 113: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

202

PROSEDUR PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

(PPN) ATAS JASA PENGIRIMAN PAKET PADA PT POS

INDONESIA (PERSERO) MAKASSAR 90000

Siswati Rachman

Email: [email protected]

Politeknik Informatika Nasional

Abstract

This study aims to determine the procedure for collecting value added tax (VAT) for package delivery services at PT POS INDONESIA (PERSERO) Makassar 90000. The type of research used is qualitative description, which explained between facts and data or information that has been obtained from the place of research.This research was conducted for two months from May 2019 to June 2019, at PT POS INDOENESIA (PERSERO) Makassar 90000. Techniques for collecting data using observation and interviews. The results of the research concluded that the procedure for collecting Value Added Tax (PPN), they are: 1) VAT collection starts when customers submit taxable goods (BKP) in the retail and corporate services section as VAT collectors, 2) Service section provides letter of receipt of receipt to the customer, 3) the service section prints the backsheet as proof of VAT collection then recorded by the accounting department, 4) After being accounted for by the accounting, backsheet and VAT payments deposited to the finance department and then deposited to the state treasury.

Keywords: Procedure, Value Added Tax, Delivery Service

Abstrak

Penelitian ini bertujuan mengetahui prosedur pemungutan pajak pertambahan nilai (PPN) atas jasa pengiriman paket pada PT POS INDONESIA (PERSERO) Makassar 90000. Jenis penelitian yang digunakan adalah deskripsi kualitatif, yakni menjelaskan antara fakta dan data atau informasi yang telah diperoleh dari tempat penelitian. Penelitian ini dilakukan selama dua bulan sejak bulan Mei 2019 sampai dengan bulan Juni 2019, di kantor PT POS INDONESIA (PERSERO) Makassar 90000. Teknik pengumpulan data dengan menggunakan observasi dan wawancara. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa prosedur pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), yaitu: 1) Pemungutan PPN dimulai saat pelanggan menyerahkan barang kena pajak (BKP) pada bagian pelayanan ritel maupun korporat selaku pemungut PPN, 2) Bagian pelayanan memberikan surat bukti terima kiriman kepada pelanggan, 3) bagian pelayanan mencetak backsheet sebagai bukti pemungutan PPN kemudian dibukukan oleh bagian akuntansi, 4) Setelah dibukukan oleh bagian akuntansi, backsheet dan pembayaran PPN disetor ke bagian keuangan untuk kemudian disetorkan ke kas negara.

Kata kunci : Prosedur, Pajak Pertambahan Nilai, Jasa Pengiriman

Page 114: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM
Page 115: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

204

1. PENDAHULUAN

Tujuan negara secara umum yaitu

memperluas kekuasaan,

menyelenggarakan ketertiban, serta

mencapai kesejahteraan umum bagi

rakyatnya. Itulah sebabnya maka negara

harus bergerak aktif dan turut campur

tangan dalam bidang kehidupan

masyarakat, terutama dibidang

perekonomian guna tercapainya

kesejahteraan bagi masyarakat. Untuk

mencapai dan menciptakan masyarakat

yang sejahtera dibutuhkan biaya-biaya

yang cukup besar.

Salah satu sumber pendapatan

negara yang utama adalah sektor pajak.

Pajak merupakan kewajiban yang harus

dibayar oleh masyarakat baik pribadi

maupun badan dari pendapatan atau

penghasilannya kepada pemerintah yang

ditujukan untuk kegiatan pembangunan

disegala bidang. Pajak Pertambahan Nilai

(PPN) atas barang dan jasa merupakan

pajak yang dikenakan atas komsumsi di

dalam negeri atau di dalam daerah

pabean, baik komsumsi barang maupun

komsumsi jasa.

Pajak yang berlaku di Indonesia

dapat dibedakan menjadi pajak pusat

dan pajak daerah. Pajak pusat adalah

pajak yang dipungut pemeritah pusat

(dalam hal ini dilakukan oleh direktorat

jendral pajak) guna membiayai rumah

tangga pemerintah pusat yang tercantum

dalam anggaran pendapatan dan belanja

negara (APBN). Sedangkan Pajak Daerah

adalah pajak yang dipungut oleh

pemerintah daerah (dalam hal ini

dilakukan oleh Dinas Pendapatan

Daerah/Dispenda) yang digunakan

untuk membiayai rumah tangga

pemerintah daerah yang tercantum

dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah (APBD).

Pajak yang dikelola oleh

Pemerintah Pusat yaitu, Pajak

Pertambahan Nilai (PPN), yang tercipta

karena digunakannya faktor-faktor

produksi pada setiap jalur perusahaan

dalam menghasilkan , menyalurkan, dan

memperdagangkan barang atau

memberikan jasa.

PT Pos Indonseia (Persero)

Makassar 90000 adalah salah satu

perusahaan yang bergerak dalam jasa

pengiriman barang. PT Pos Indonseia

(Persero) 90000 Makassar tidak terlepas

dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai

(PPN). Karena keberadaannya sangat

berpengaruh terhadap kelangsungan

perekonomian negara, maka

pemungutannya harus dilakukan dengan

benar dan sesuai dengan ketentuan

perpajakan yang berlaku di Indonesia.

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Prosedur

Prosedur berasal dari Bahasa

Inggris “ procedure yang bias diartikan

sebagai cara atau tata cara. Akan tetapi

kata procedure lazim digunakan dalam

kosakata Bahasa Indonesia yang dikenal

dengan kata prosedur. Dalam Kamus

Manajemen, prosedur berarti tata cara

melakukan pekerjaan yang telah

dirumuskan dan diwajibkan. Biasanya

prosedur meliputi bagaimana, bilamana

dan oleh siapa, tugas harus diselesaikan.

Menurut (Nuraida, 2008) “Prosedur

adalah urutan langkah-langkah (atau

pelaksanaan-pelaksanaan pekerjaan),

dimana pekerjaan tersebut dilakukan,

berhubungan dengan apa yang

dilakukan, bagaimana melakukannya,

bilamana melakukannya, dimana

melakukannya, dan siapa yang

melakukannya.”

Berdasarkan pengertian prosedur

diatas dapat disimpulkan bahwa dalam

Page 116: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

205

sebuah prosedur pastinya akan

tercantum cara bagaimana setiap tugas

dilakukan, berhubungan dengan apa,

bilamana tugas tersebut dilakukan dan

oleh siapa saja tugas harus diselesaikan.

Hal ini tentu sangat wajar dilakukan

karena sebuah prosedur yang dibuat

memiliki tujuan untuk mempermudah

kita dalam melaksanakan suatu kegiatan.

2.2 Definisi Pajak

(Leo Agung Danang Dwi Pangestu,

2017) menyatakan Pajak adalah

konstribusi wajib kepada tarif yang

terutang oleh orang pribadi atau badan

yang bersifat memaksa berdasarkan

Undang-Undang, dengan tidak

mendapatkan mendapatkan imbalan

secara langsung dan digunakan untuk

keperluan negara bagi sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat.”

Menurut Prof. Dr., P.J.A. Andriani

dalam (Purwana & Hidayat, 2017)

mendefinisikan :

“Pajak adalah iuran kepada negara (yang

dapat dipaksakan) yang terutang oleh

yang wajib membayarnya menurut

peraturan-peraturan dengan tidak

mendapat prestasi kembali, yang

langsung dapat ditunjuk, dan yang

gunanya adalah untuk membiayai

pengeluaran-pengeluaran umum

berhubungan dengan tugas negara yang

menyelenggarakan pemerintahan.”

Berdasarkan Undang-Undang

Ketentuan Umum Perpajakan No. 16

tahun 2009 :

“Pajak adalah kontribusi wajib kepada

negara yang terutang oleh orang pribadi

atau badan, yang bersifat memaksa

berdasarkan undang-undang dengan

tidak mendapatkan imbalan secara

langsung dan digunakan untuk keperluan

negara bagi sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat.” (DIREKTORAT

PENYULUHAN, 2013)

Menurut Soemahamidjaja dalam

(Haeruddin, 2017) mendefinisikan

bahwa “Pajak adalah iuran wajib berupa

uang atau barang yang dipungut oleh

penguasa berdasarkan norma-norma

hukum, guna menutup biaya produksi

barang-barang dan jasa-jasa kolektif

dalam mencapai kesejahteraan umum”.

Pajak adalah iuran yang dipungut

dari rakyat oleh pemerintah yang

digunakan untuk membiayai

pengeluaran umum dan bersifat dapat

dipaksakan dengan tidak menerima

timbal balik secara langsung. (Mariana,

2018)

a. Asas-Asas Pemungutan Pajak

Salah satu tujuan hukum pajak

adalah menciptakan keadilan, terutama

dalam hal pemungutannya. Keadilan di

dalam pajak harus menjadi pedoman dan

syarat mutlak dalam merealisasikan

pemungutan pajak secara umum dan

merata. Dalam buku (Purwana &

Hidayat, 2017) menjelaskan asas-asas

pemungutan pajak sebagaimana

dikemukakan oleh Adam Smith dalam

buku “Wealth of Nations”, terdapat

beberapa asas pemungutan pajak, yang

dinamakan dengan “The Four Maxim”

atau yang dikenal sebagai “Asas

Pemungutan Pajak Secara Klasik” sebagai

berikut:

1) Asas Equality

Yaitu pemungutan pajak harus

dilakukan secara seimbang sesuai

dengan kemampuan. Ini artinya suatu

negara yang menerapkan pajak tidak

boleh menerapkan diskriminasi terhadap

golongan tertentu. Wajib pajak dalam

keadaan yang sama harus dikenakan

pajak yang sama.

2) Asas Certainty

Page 117: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

206

Yaitu pemungutan pajak harus

terang dan jelas serta tidak mengenal

kompromi. Ini berarti, lebih menekankan

kepada aspek hukum yang direalisasikan

dalam bentuk UU, terutama mengenai

subjek dan objek pajak, besarnya pajak,

dan ketentuan mengenai waktu

pembayaran pajak.

3) Asas Convenience of Payment

Yaitu pajak yang harus dipungut

pada saat yang paling tepat untuk

membayar pajak. Ini berarti,

pembayaran pajak harus dilakukan pada

saat wajib pajak menerima penghasilan.

4) Asas Efisiensi

Yaitu pemungutan pajak

hendaknya dilakukan sehemat-

hematnya. Hal ini menunjukkan bahwa

biaya yang dikeluarkan untuk memungut

pajak harus lebih kecil dari hasil yang

diterima pihak fiskus.

b. Dasar Pengenaan Pajak (DPP)

Dasar Pengenaan Pajak adalah

dasar yang dipakai untuk meghitung

pajak yang terutang, berupa : Jumlah

Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor,

Nilai Ekspor, atau nilai lain yang

ditetapkan dengan Peraturan Menteri

Keuangan.

1) Harga Jual adalah nilai berupa uang,

termasuk semua biaya yang diminta

atau seharusnya diminta oleh penjual

karena penyerahan Barang Kena

Pajak (BKP), tidak termasuk Pajak

Pertambahan Nilai (PPN) yang

dipungut menurut Undang-Undang

PPN dan perubahannya dan potongan

harga yang dicantumkan dalam

Faktur Pajak.

2) Penggantian adalah nilai berupa uang,

termasuk semua biaya yang diminta

atau seharusnya diminta oleh

pengusaha karena penyerahan Jasa

Kena Pajak (JKP), ekspor Jasa Kena

Pajak, atau ekspor Barang Kena Pajak

Tidak Berwujud, tetapi tidak

termasuk Pajak Pertambahan Nilai

(PPN) yang dipungut menurut

Undang-Undang PPN dan potongan

harga yang dicantumkan dalam

Faktur Pajak atau nilai berupa uang

yang dibayar atau seharusnya dibayar

oleh Penerima jasa karena

pemanfaatan Jasa Kena Pajak

dan/atau oleh penerima manfaat

Barang Kena Pajak Tidak Berwujud.

3) Nilai Impor adalah nilai berupa uang

yang menjadi dasar penghitungan bea

masuk ditambah pungutan lainnya

yang dikenakan pajak berdasarkan

ketentuan dalam peraturan

perundang-undangan Pabean untuk

Impor BKP, tidak termasuk PPN yang

dipungut menurut Undang-Undang

PPN.

4) Nilai Ekspor adalah nilai berupa uang,

termasuk semua biaya yang diminta

atau seharusnya diminta oleh

eksportir.

5) Nilai lain adalah nilai berupa uang

yang ditetapkan sebagai Dasar

Pengenaan Pajak dengan Keputusan

Menteri Keuangan.

6) Nilai lain yang ditetapkan sebagai

Dasar Pengenaan Pajak adalah

sebagai berikut :

Untuk pemakaian sendiri BKP

dan/atau JKP adalah Harga Jual atau

Penggantian setelah dikurangi laba

kotor;

1) Untuk pemberian cuma-Cuma BKP

dan/atau JKP adalah Harga Jual

Penggantian setelah dikurangi laba

kotor;

2) Untuk penyerahan media rekaman

suara atau gambar adalah perkiraan

harga jual rata-rata;

Page 118: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

207

3) Untuk penyerahan film cerita adalah

perkiraan hasil rata-rata per judul

film;

4) Untuk penyerahan produk hasil

tembakau adalah sebesar harga jual

eceran;

5) Untuk Barang Kena Pajak berupa

persediaan dan/atau aktiva yang

menurut tujuan semula tidak untuk

diperjualbelikan, yang masih tersisa

pada saat pembubaran perusahaan,

adalah harga pasar wajar;

6) Untuk penyerahan Barang Kena Pajak

dari pusat ke cabang atau sebaliknya

dan/atau penyerahan Barang Kena

Pajak antar cabang adalah harga

pokok penjualan atau harga

perolehan;

7) Untuk penyerahan Barang Kena Pajak

melalui juru lelang adalah harga

lelang;

8) Untuk penyerahan jasa pengiriman

paket adalah 10% (sepilih persen)

dari jumlah yang ditagih atau jumlah

yang seharusnya ditagih; atau

9) Untuk penyerahan jasa biro

perjalanan atau jasa biro pariwisata

adalah 10% (sepuluh persen) dari

jumlah tagihan atau jumlah yang

seharusnya ditagih.

2.3 Kerangka Pikir

3. METODE PENELITIAN

3.1 Teknik Pengumpulan Data

Dalam memperoleh data yang

berhubungan dengan penelitian ini,

penulis menggunakan pengumpulan data

dengan cara :

a. Studi Kepustakaan: Pada umumnya

studi kepustakaan diperoleh dari

berbagai sumber seperti buku, jurnal,

dokumen dan lain-lain yang relevan

dengan penelitian yang akan

dilakukan.

b. Studi Lapangan: Pada umumnya

studi lapangan terdiri dari :

1) Interview ( wawancara )

Wawancara adalah suatu teknik

pengumpulan data dengan

melaksanakan tanya jawab

langsung dengan manager

Dukungan Umum untuk

mendapatkan data yang

diperlukan tentang prosedur

pemungutan PPN atas jasa

pengiriman paket..

2) Observasi ( pengamatan )

Pengamatan adalah suatu cara

pengumpulan data dengan

mengadakan pengamatan langsung

terhadap suatu objek pada instansi

terkait .

3.2 Sumber Data

Sumber data yang digunakan

dalam penelitian ini, yaitu :

a. Data Primer, yaitu data berupa hasil

observasi di lapangan dalam bentuk

dokumentasi.

b. Data Sekunder, yaitu hasil wawancara

pada informan mengenai prosedur

pemungutan PPN atas jasa

pengiriman paket pada PT Pos

Indonesia (Persero) Makassar 90000.

3.3 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dalam

penelitian ini adalah deskriptif, yakni

Page 119: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

208

data yang terkumpul dianalisis dalam

bentuk uraian.

Langkah-langkah analisis yang

diambil dalam penelitian ini sebagai

berikut.

a. Mengambil data tarif paket atas jasa

pengiriman paket pos dalam

perusahaan untuk mengetahui nilai

barang pada PT Pos Indonesia

(Persero) Makassar 90000.

b. Mencari teori-teori dan peraturan

yang mendukung analisa.

c. Membuat kesimpulan.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Prosedur Pemungutan PPN

Berdasarkan hasil wawancara

dengan manager Dukungan Umum

mengenai prosedur pemungutan Pajak

Pertambahan Nilai (PPN) atas jasa

pengiriman paket, Bapak Frans

Lodhewyk Huwae pada hari jumat

tanggal 14 Juni 2019 menyatakan bahwa

“Prosedur pemungutan PPN atas jasa

pengiriman paket pada kantor Pos

Indonesia dikenakan tarif 1% dari

jumlah bea pengiriman sesuai dengan

Surat Edaran Pos Indonesia No. SE

134/DIRUT/1201 Tentang Pengenaan

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas

pelayanan jasa pos”

4.2 Pembahasan

a. Sumber PPN atas kiriman paket

pada PT Pos Indonesia (Persero)

Makassar 90000 terdapat 2 (dua)

pelayanan, yaitu :

1) Pelayanan Loket Ritel

Adalah layanan untuk umum

(public) yang diberikan melalui

pelayanan loket yang ada dalam

PT Pos Indonesia (Persero)

Makassar 90000.

2) Layanan Loket Korporat

Adalah layanan untuk

pelanggan bisnis (mitra bisnis)

dengan syarat dan penanganan

khusus yang di ikat dalam suatu

Perjanjian Kerja Sama yang

berkaitan dengan distribusi

kiriman serta penyajian

reporting kepada pemakai jasa.

b. Prosedur Pemungutan PPN atas

Jasa Pengiriman Paket pada PT Pos

Indonesia (Persero) Makassar

90000.

1) Di bagian pelayanan loket,

pelanggan akan diberikan bukti

terima kiriman serta pemotongan

PPN apabila barang yang dikirim

berupa paket. Barang yang di

kategorikan paket ialah barang

yang beratnya diatas 2 kg. Apabila

jenis kiriman dibawah 2 kg, maka

barang tersebut masih di

kategorikan dalam jenis surat,

maka jenis kiriman tersebut tidak

dikenakan PPN.

2) Tarif PPN atas jasa pengiriman

paket pada PT Pos Indonesia

(Persero) Makassar 90000 di

kenakan tarif efektif sebesar 1%

dari jumlah bea pengiriman.

3) Setiap transaksi yang dilakukan

pada bagian pelayanan loket di

cetak dalam backsheet. Backsheet

inilah yang disetor ke bagian

akuntansi untuk dibukukan

sebagai bukti pertanggung

jawaban atas penerimaan Pajak

Pertambahan Nilai (PPN).

4) Setelah pembukuan di bagian

akuntansi, kemudian backsheet dan

pembayaran PPN atas jasa

pengiriman paket diserahkan pada

bagian keuangan untuk disetor ke

kas negara sebagai sumber

pendapatan negara.

Page 120: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

209

5) Perhitungan pemungutan PPN atas

jasa pengiriman paket. PT

Pertamina (PERSERO) mengirim

paket ke PT Anugrah Dian Sejati

dengan berat paket 11.000 kg. Bea

pengiriman (ongkos kirim)

sebesar Rp. 217.822,-. Maka PPN

yang dibayar oleh PT Pertamina

adalah:

PPN = 1% x 217.822

= 2.17

5. PENUTUP

5.1 Simpulan

Prosedur pemungutan Pajak

Pertambahan Nilai (PPN) atas jasa

pengiriman paket pada PT Pos Indonesia

(Persero) Makassar 9000 telah berlaku

tarif 1% dari jumlah bea pengiriman.

Sumber pendapatan PPN atas kiriman

paket pada Kantor pos ada 2 (dua)

bagian pelayanan, yaitu : Pelayanan loket

ritel dan pelayanan loket korporat. Pada

bagian pelayanan dicetak backsheet

dalam setiap transaksi pengiriman

sebagai bukti pembayaran PPN

kemudian dibukukan oleh bagian

akuntansi sebagai bukti pertanggung

jawaban. Backsheet dan pembayaran

PPN tersebut kemudian diserahkan ke

bagian keuangan untuk disetor ke kas

negara.

5.2 Saran

Penulis menyampaikan beberapa

saran untuk PT Pos Indonesia (Persero)

Makassar 90000 sebagai bahan masukan

yaitu menambahkan karyawan yang

memiliki kompetensi di bidang

perpajakan yang diharapkan dapat

menciptakan pengembangan program

perpajakan serta dapat meningkatkan

kinerja monitoring dan evaluasi di

bidang perpajakan pada PT Pos

Indonesia (Persero) Makassar 90000.

DAFTAR PUSTAKA

Agung, M., dan Hidayat, A. (2016). Perpajakan Indonesia. Jakarta: Lentera Ilmu Cendekia.

charelfriendly. (2011, Juni). Retrieved from pajakppn.blogspot.com: http://pajakppn.blogspot.com/2011/06/jasa-kena-pajak-jkp.html?m=1

DIREKTORAT PENYULUHAN, P. D. (2013). UNDANG-UNDANG KUP DAN PERATURAN PELAKSANAANNYA. JAKARTA: DIREKTORAT JENDERAL PAJAK.

Haeruddin. (2017). Implementasi Tax Amnesty Terhadap Penerimaan Pajak Negara di KPP Madya Makassar. Jurnal Ilmiah AKMEN, Vol 14(2), 289.

Kuncoro. (2009). Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi. Jakarta: Erlangga.

Leo Agung Danang Dwi Pangestu, S. (2017). Perpajakan Brevet A & B. Jakarta: PT Buku Seru.

Mardiasmo. (2011). Perpajakan Edisi Revisi. Yogjakarta: Andi Offset.

Mariana, L. (2018). Peran E-SPT Terhadap Peningkatan Kepatuhan Wajib Pajak OP Dalam Melaporkan Pajak Penghasilan (PPH) Pada KPP Pratama Makassar Barat. Jurnal Ekonomi Balance, Vol 14(No 2), 135.

Lina, Mariana., dan Haeruddin. (2018). Laboratorium PPn & PPnBM. Makassar: LPP-Mitra Edukasi.

Maulida, R. (2018, Desember 19). online-pajak.com. Retrieved from https://www.online.com/telat-lapor-spt

Nuraida, I. (2008). arripple.blogspot.com. Retrieved 4 20, 2019, from https://arripple.blogspot.com/201

Page 121: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

210

7/02/pengertian-prosedur-menurut-para-ahli.html?m=1

Onlinepajak.blogspot.com. (2019, Juli). Retrieved from http://www.online-pajak.com/pelaporan-pajak

Prastowo, Y. (2009). Panduan Lengkap Pajak. Jakarta: Raih Asa Sukses.

Purwana, D., dan Hidayat, N. (2017). Perpajakan Teori dan Praktik. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.

Waluyo. (2011). Perpajakan Indonesia. Jakarta: Salemba Empat.

Page 122: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

211

ENGARUH KUALITAS AUDIT TERHADAP TAX AVOIDANCE

PADA PERUSAHAAN SEKTOR PERBANKAN YANG

TERDAFTAR DI BEI PERIODE 2016-2018

Mira Universitas Muhammadiyah Makassar

email: [email protected]

A.Wirta Purnamasari

Universitas Muhammadiyah Makassar [email protected]

Abstract

This study aims to determine how the effect of audit quality on Tax Avoidance in banking sector companies listed on the Indonesia Stock Exchange (BEI) by using control variables (Company Size and Leverage). This type of research used in this research is descriptive quantitative. The data analysis technique used in this research is descriptive statistical analysis, classical assumption test and multiple regression analysis. The sampling technique in this study used purposive sampling and obtained 27 banking companies with an observation period of 3 (three) years in order to obtain 81 sample units in this study. Based on the results of data analysis, it can be concluded that Audit Quality has a significant negative effect on Tax Avoidance. This means that the higher the audit quality, the lower the tax avoidance.

Keywords: Audit Quality, Company Size, Leverage, Tax Avoidance

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh kualitas audit terhadap Tax Avoidance pada perusahaan sektor perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan menggunakan variabel kontrol (Ukuran Perusahaan dan Leverage). Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis statistik deskriptif, uji asumsi klasik dan analisis regresi berganda. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling dan diperoleh 27 perusahaan perbankan dengan periode pengamatan selama 3 (tiga) tahun sehingga didapat 81 unit sampel dalam penelitian ini. Berdasarkan hasil analisis data yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa Kualitas Audit berpengaruh signifikan negatif terhadap Tax Avoidance (Penghidaran Pajak). Hal ini berarti bahwa semakin baik kualitas audit, maka hal untuk melakukan penghindaran pajak akan rendah.

Kata Kunci: Audit, Ukuran Perusahaan, Leverage, Tax Avoidance (Penghindaran Pajak)

Page 123: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

212

1. PENDAHULUAN

Berdasarkan informasi data yang telah disampaikan oleh Direktur Jendral pajak terdapat 4000 perusahaan PMA (Penanaman Modal Asing) pada tahun 2012 yang nilai pajaknya mencapai angka nol, diketahui ada perusahaan yang menanggung kerugian selama 7 tahun berturut-turut (Pranata & Puspa, 2014). Kasus penghidaran pajak menjadi marak diperbincangkan beberapa tahun belakangan ini dan terdapat beberapa perusahaan yang telah tersingkap ke media . Hundal (2011) dalam Annuar, Salihu, Normala, dan Obid (2014) berpendapat bahwa Penghindaran Pajak pada perusahaan menjadi berita yang menggemparkan, dimana penghasilan atas pajak ke pemerintah telah mengalami penurunan yang drastis. Hal ini membuat beberapa negara menjadi gempar dikarenakan banyaknya isu mengenai perusahaan besar yang melakukan penghindaran pajak bahkan juga melakukan pelanggaran pajak. Menurut wajib pajak, pajak menjadi sebuah beban yang mengurangi pendapatan. Karena hal itu, wajib pajak berusaha mencari solusi agar dapat menghindari pajak secara legal atau tanpa melanggar peraturan perpajakan dan ketentuan yang berlaku. Hal ini dikemukakan Maharani dan Suardana (2014) yang berargumentasi bahwa penghindaran pajak merupakan persoalan yang rumit, karena diperbolehkan tetapi tidak diharapkan terjadi. Manusia yang merupakan wajib pajak itu sendiri sebenarnya bersifat Oportunistik, yaitu sifat yang cenderung untuk memanfaatkan peluang dengan tujuan memperoleh keuntungan dari suatu keadaan tertentu namun membuat pihak lain mengalami kerugian (Pranata & Puspa, 2014). Terdapat perusahaan-perusahaan yang dibantu oleh pihak perbankan dalam melakukan penghindaran pajak. Contohnya kasus HSBC yang membantu

klien dunia untuk menghindari utang pajaknya sebesar ratusan juta poundsterling, demikian ungkapan BBC pada Februari tahun 2015 ini yang dimuat dalam web BBC yaitu http://www.bbc.com/indonesia/dunia/2015/02/15209_hsbc_pajak. Diduga untuk mengurangi pembayaran pajak di negara asal khususnya Eropa, HSBC Swiss telah menawarkan skema pembayaran yang agresif kepada nasabah yang kaya dengan tujuan untuk menghindari pajak. Perusahaan multinasional pindah ke Irlandia karena pembayaran pajak perusahaan di negara tersebut rendah sehingga perusahaan lebih memilih beralih ke negara yang tarif pajaknya rendah. HSBC mengakui sejumah orang memiliki rekening yang tidak diumumkan dengan menggunakan kerahasiaan bank. Akan tetapi, situasinya menjadi lebih sulit apalagi jika terjadi di Indonesia yang kesenjangan ekonominya tak sekecil negara lain. Rekening luar negeri tidak melanggar hukum di negara Inggris, tetapi banyak nasabah yang menggunakannya untuk menyembunyikan uangnya dari petugas pajak. Penghindaran pajak memang tidak melanggar hukum dan peraturan perpajakan, tetapi jika secara sengaja menyembunyikan dana karena untuk menghindari pajak merupakan suatu pelanggaran seperti yang dikutip dari web http://dispenda.jabarprov.go.id/2015/06/09/prihatin-menghindari-pajak-di-tanah-air-2/) Tak hanya tren diluar negeri, ternyata kasus penghindaran pajak ini sudah sampai ke Indonesia. Artikel yang diakses pada tahun 2014 yang lalu dari web https://www.liputan6.com/bisnis/read/2041919/kerugian-pajak-dari-sektor-perbankan-capai-rp-12-triliun ini mengungkapkan bahwa kasus yang terungkap terjadinya penghindaran pajak pada Bank Central Asia. Hadi Poernomo akhirnya dijadikan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi

Page 124: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

213

(KPK). Dia diduga menyalahgunakan wewenangnya selaku Dirjen Pajak saat pengurusan Wajib Pajak PT Bank Central Asia Tbk Tahun 1999 di Ditjen Pajak pada 2003-2004. Kasus BCA, sebenarnya diawali oleh keberatannya BCA terhadap koreksi pajak yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Di mana BCA menganggap bahwa hasil koreksi DJP terhadap laba fiska Rp6,78 triliun harus dikurangi sebesar Rp5,77 triliun karena BCA sudah melakukan transaksi pengalihan aset ke Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). "Sehingga BCA mengklaim tidak ada pelanggaran terhadap mereka, tambahnya,". Oleh karena itu, tegas Maftuchan, KPK harus menyelidiki klaim BCA atas pengalihan aset tersebut sebab sampai saat ini skema BLBI-BPPN masih menyisakan permasalahan. Pasalnya, jika melihat laporan keuangan BCA, terdapat kejanggalan yang indikasinya mengarah ke modus penggelapan pajak (tax evasion) dan atau penghindaran pajak (tax avoidance). Penghindaran pajak saat ini menjadi perhatian utama hampir seluruh negara. Praktik penghindaran pajak lebih banyak dilakukan oleh antar perusahaan yang memiliki hubungan istimewa dalam hal transaksi bisnis lintas negara. Praktik penghindaran pajak dirancang sedemikian rupa agar tidak melanggar ketentuan dan peraturan perpajakan secara resmi, tetapi hal ini dapat melanggar substansi ekonomi dari suatu kegiatan bisnis. Praktik penghindaran pajak dilakukan dalam suatu perencanaan pajak yang dapat dilakukan dalam beberapa bentuk (Darussalam, 2010) a. Substantive Tax Planning yang terdiri

dari: 1) Memindahkan subyek pajak ke

negara yang dikategorikan sebagai negara yang memberikan perlakuan khusus atas suatu jenis penghasilan.

2) Memindahkan obyek pajak ke negara yang dikategorikan sebagai negara yang memberikan

perlakuan pajak khusus atas suatu jenis penghasilan,

3) Memindahkan subyek pajak dan obyek pajak ke negara yang dikategorikan memberikan perlakuan khusus atas suatu jenis penghasilan.

b. Formal Tax Planning, melakukan penghindaran pajak dengan cara tetap mempertahankan substansi sekonomi dari suatu transaksi dengan cara memilih berbagai bentuk formal jenis transaksi yang memberikan beban pajak lebih rendah. Industri perbankan Indonesia tidak

terlepas dari berita mengenai Tax Avoidance. Perlu dilakukan kajian pelaksanaan kewajiban perpajakan perusahaan perbankan agar menjadi informasi awal mengenai potensi praktik penghindaran pajak. Studi kasus dalam penelitian ini juga sangat terbatas pada beberapa bank swasta nasional yang dimiliki oleh pemegang saham asing serta bank multinasional di Indonesia, Adapun ruang lingkup penelitian ini, yaitu: 1. Deskripsi kegiatan unit bisnis

perbankan 2. Deskripsi ketentuan perpajakan yang

memungkinkan dijadikan celah penghindaran pajak

3. Analisis kebijakan perpajakan saat ini terikat kegiatan bisnis perbankan

4. Studi kegiatan perbankan di Indonesia terkait kewajiban perpajakannya; untuk menggambarkan pelaksanaan kewajiban perpajakan dalam konteks substansi ekonomi akan dilakukan analisis melalui kepemilikan saham, laporan keuangan, dan laporan tahunan dari masing-masing perbankan.

2. TINJAUAN PUSTAKA

a. Theory of Planned Behavior Teori tersebut membantu

menjelaskan kecenderungan penghindaran pajak perusahaan yang

Page 125: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

214

direncanakan. Berdasarkan model Theory of Planned Behavior oleh Ajzen (1991) dalam Hidayat (2010), dapat dijelaskan bahwa perilaku individu untuk tidak patuh terhadap ketentuan perpajakan dipengaruhi oleh niat (intention) untuk berperilaku tidak patuh.

Teori ini dilandasi pada postulat teori yang menyatakan bahwa perilaku merupakan fungsi dari informasi atau keyakinan serta kepercayaan yang menonjol mengenai perilaku tersebut. Orang dapat saja memiliki berbagai macam keyakinan terhadap suatu perilaku, namun ketika dihadapkan pada suatu kejadian tertentu, hanya sedikit dari keyakinan tersebut yang timbul untuk mempengaruhi perilaku. Sedikit keyakinan inilah yang menonjol dalam mempengaruhi perilaku individu (Ajzen 1991, dalam Hidayat 2010).

Theory of Planned of Behavior relevan untuk menjelaskan perilaku wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Sebelum individu melakukan sesuatu, individu tersebut akan memiliki keyakinan mengenai hasil yang akan diperoleh dari perilakunya tersebut. Kemudian yang bersangkutan akan memutuskan bahwa akan melakukannya atau tidak melakukannya. Hal tersebut berkaitan dengan kesadaran wajib pajak. Wajib pajak yang sadar pajak, akan memiliki keyakinan mengenai pentingnya membayar pajak untuk membantu menyelenggarakan pembangunan negara (behavioral beliefs) (Mustikasari, 2007). b. Theory Agency

Menurut Jensen dan Meckling dalam Rusydi dan Martani (2014) manajer sebagai agen tidak selalu bertndak sesuai kepentingan pemegang saham sebagai principal. Agar manajer bertindak sesuai kepentingan pemegang saham, manajer diberi intensif yang cukup dan dengan mengeluarkan biaya monitoring untuk membatasi

penyimpangan yang dilakukan oleh manajer dalam teori keagenan. Munculnya biaya-biaya keagenan ini semata-mata untuk mengatasi masalah keagenan karena diduga bahwa manajer bertindak self interest.

Tujuan utama diadakannya teori agensi ini untuk menjelaskan bagaimana aspek-aspek yang melakukan hubungan kontrak dapat membuat kontrak yang tujuannya untuk menyusutkan cost sebagai dampak adanya informasi yang simetris dan kondisi yang mengalami ketidakpastian. Teori agensi juga berusaha unntuk menjawab masalah-masalah tentang keagenan yang disebabkan oleh aspek yang mempunyai tujuan yang berbeda ketika menjalin kerja sama dalam suatu perusahaan yaitu dalam menjalankan tanggung jawabnya unntuk mengelola suatu perusahaan tersebut. (Hanum dan Zulaikha, 2013). c. Kualitas Audit

Kualitas audit adalah segala kemungkinan yang dapat terjadi saat auditor mengaudit laporan keuangan klien dan menemukan pelanggaran atau kesalahan yang terjadi dan melaporkannya dalam laporan keuangan auditan (Dewi dan Jati ,2014). Dalam melakukan pengauditan hal yang terpenting dalam pelaksanaannya adalah transparansi yang merupakan salah satu unsur dari good corporate governance. Transparansi terhadap pemegang saham dapat dicapai dengan melaporkan hal-hal terkait perpajakan pada pasar modal dan pertemuan para pemegang saham. Peningkatan transparansi terhadap pemegang saham dalam hal pajak semakin dituntut oleh otoritas publik (Sartori , 2010). Menurut Deis dalam Suartana (2007), hal-hal yang berhubungan dengan kuaitas audit antara lain: 1) Lamanya auditor/umur audit,

semakin lama maka semakin rendah kualitas auditnya.

Page 126: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

215

2) Jumlah klien, semakin banyak jumlah klien maka semakin baik kualitas auditya.

3) Kesehatan keuangan klien, makin sehat maka ada kecenderungan klien menekan auditor untuk mengikuti standar yang berlaku.

4) Review dari pihak ketiga, kualitas audit semakin tinggi apabila direview oleh pihak ketiga.

d. Penghindaran Pajak Menurut Suandy (2011) bagi

pemerintah pajak adalah salah satu sumber penerimaan penting yang akan digunakan untuk membiayai pengeluaran negara, baik biaya rutin maupun biaya pembangunan. Sebaliknya bagi perusahaa, pajak merupakan beban yang akan mengurangi keuntungan atau laba bersih

Ronen Palan (2008) menyebutkan suatu transaksi diindikasikan sebagai Tax Avoidance apabila melakukan salah satu tindakan berikut: 1) Wajib Pajak (WP) berusaha untuk

membayar pajak lebih sedikit dari yang seharusnya terutang dengan memanfaatkan kewajaran interpretasi hukum pajak. 1

2) Wajib Pajak (WP) berusaha agar pajak dikenakan atas keuntungan yang di declare dan bukan atas keuntungan yang sebenarnya diperoleh.

3) Wajib Pajak (WP) mengusahakan penundaan pembayaran pajak.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 tentang perubahan ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) bahwa: “Pajak adalah kontribusi wajib pajak kepada Negara yang terhutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.

Menurut Hary Graham Balter (dalam Mohammad Zain, 2005:49) menyatakan bahwa: “Penghindaran Pajak merupakan usaha yang dilakukan oleh wajib pajak – apakah berhasil atau tidak – untuk mengurangi atau sama sekali menghapus utang pajak, yang tidak melamggar ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan”.

Pengukuran penghindaran pajak sulit dilakukan dan data untuk pembayaran pajak dalam Surat Pemberitahuan Pajak sulit didapatkan. Untuk itu, diperlukan pendekatan untuk menaksir berapa pajak yang sebenarnya dibayar perusahaan kepada pemerintah. Oleh karena itu, penelitian sebelumnya menggunakan pendekatan tidak langsung untuk mengukur variabel dependen (Penghindaran Pajak) yaitu dengan cara menghitung perbandingan laba akuntansi dengan laba kena pajak (GAP between financial and taxable income), perbedaan yang dilaporkan ke pemegang saham (investor) menggunakan GAAP/SAK, sedangkan ke kantor pelayanan pajak dengan peraturan perpajakan. Perbedaan ini terkenal dengan sebutan Book Tax Gap (Desai dan Dhampala, 2007). Rusydi dan Martani (2014) menyatakan bahwa ETR merupakan salah satu pengukur penghindaran pajak (Tax Avoidance), maka penelitian ini menggunakan pengukuran tersebut untuk menghitung nilai penghindaran pajaknya. e. Hipotesis 1) Kualitas Audit dan Tax

Avoidance Kualitas audit adalah segala

kemungkinan yang dapat terjadi saat auditor mengaudit laporan keuangan klien dan menemukan pelanggaran atau kesalahan yang terjadi dan melaporkannya dalam laporan keuangan auditan (Dewi dan Jati ,2014).

Dalam penelitian ini sekaligus menjadi acuan dalam pembuatan

Page 127: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

216

skripsi ini, penelitian ini membuat hipotesa bahwa kualitas audit yang di proksikan dengan besarnya KAP berhubungan negatif dengan penghindaran pajak karena semakin tinggi kualitas audit, maka semakin rendah perusahaan akan melakukan penghindaran pajak. Pada penelitian sebelumnya perusahaan menghitung

nilai Tax Avoidance dengan menggunakan metode Book Tax Gap, tetapi peneliti disini menggunakan metode Efective Tax Rate. Oleh karena itu, peneliti mengajukan hipotesis dalam penelitiannya, yaitu: H1: Kualitas Audit berpengaruh signifikan negatif terhadap Penghindaran Pajak (Tax Avoidance) 2) Variabel-variabel Kontrol

Penelitian Berdasarkan pada penelitian

yang dilakukan sebelumnya, dalam penelitian ini juga memasukkan beberapa variabel kontrol. Variabel kontrol adalah variabel bebas yang dalam pelaksanaan penelitian tidak dimasukkan sebagai variabel bebas tetapi keberadaannya dikendalikan (dikontrol) dengan tujuan untuk

meminimalisir pengaruh dari faktor-faktor diluar variabel yang diuji. (Maesarah et al., 2015)

CompSize merupakan variabel kontrol untuk melihat besarnya perusahaan akan sejalan dengan semakin agresifnya Tax Avoidance disbanding perusahaan kecil karena mempengaruhi ekonomi secara global. (Richardson & Lanis, 2012)

Leverage yang menjadi variabel kontrol pada penelitian ini diukur dengan Debt to Equity Ratio (DER) yang bertujuan untuk melihat gambaran kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka panjangnya atau kewajiban-kewajiban apabila perusahaan tersebut dilikuidasi.

3. METODE PENELITIAN

Objek penelitian ini merupakan perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada periode tahun 2016 sampai dengan 2018. Tabel 1 mennjukkan jumlah observasu yang digunakan dalam penelitan ini berdasarkan pada kriteria yang telah ditetapkan (Purposive Sampling) adalah sebanyak 81 observasi.

Tabel 1. Kriteria Pemilihan sampel Kriteria Jumlah

Perusahaan sektor perbankan yang terdaftar di BEI 38

Laporan Keuangan Perusahaan Perbankan yang terdaftar di BEI Periode 2016-2018

38

Perusahaan dengan nilai laba yang positif atau tidak mengalami kerugian selama periode 2016-2018

27

Memiliki tax income yang positif periode 2016-2018 27 Jumlah perusahaan yang menjadi sampel penelitian 27 Total Observasi (3 tahun) 81

Sumber: Data Diolah, 2019a. Definisi Operasional

Dalam penelitian ini, Kualitas Audit diukur berdasarkan KAP BigFour, Ukuran Perusahaan diukur menggunakan log natural dari total asset, Leverage diukur dengan menggunakan Debt to Equity Ratio, dan Tax Avoidance diukur

menggunakan Effective Tax Rate (ETR). Suatu perusahaan yang dihitung melalui Log Natural dari Total Aset.

b. Metode Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Statistik

Page 128: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

217

deskriptif, Uji Asumsi Klasik yang melitputi Uji Normalitas Kolmogorov Smirnov, Uji Multikolonieritas, Uji Heteroskedastisitas Scatter Plot, dan Uji Autokorelasi (Durbin Witson). Uji Hipotesis yang meliputi Analisis Regresi Berganda, Uji t, Uji F, dan Uji Determinasi (R Square)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN a. Statistik Deskriprif

Menurut Ghozali (2016) mengemukakan bahwa, Statistik

Deskriptif adalah statistik yang memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang dilihat dari nilai rata-rata, standar deviasi, maksium, minimum, sum, range, kurtosis dan skewness (kemencengan distribusi). Statistik deskriptif mendeskripsikan data menjadi sebuah informasi yang lebih jelas dan mudah dipahami

.

Tabel 2. Hasil Uji Statistik Deskriptif

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

KAP 81 ,00 1,00 ,6667 ,47434

CompSize 81 11,82 30,12 19,3663 4,17114

Leverage 81 -1,00 11,85 4,9727 3,33404

ETR 81 ,02 2,19 ,2695 ,22707

Valid N (listwise) 81

Sumber: Data Diolah SPSS, 2020

Dari tabel 2 diatas dapat diketahui bahwa nilai N sebanyak 81 yang artinya dalam penelitian ini terdapat 81 sampel. KAP yang merupakan penjelasan dari kualitas audit diketahui dengan nilai rata-rata 0,67, Ukuran Perusahaan dengan rata-rata 19,36, Leverage dengan rata-rata 4,97, dan rata-rata Penghindaran Pajak (Tax Avoidance) sebesar 0,2695.

b. Hasil Uji Asumsi Klasik 1) Uji Normalitas

Menurut Ghozali (2016), uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi, variabel pengganggu atau residual mempunyai distribusi normal atau tidak. Seperti diketahui bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal. Jika asumsi ini dilanggar, maka uji

statistik ini tidak valid untuk jumlah sampel kecil.

Untuk mengetahui apakah data berdistribusi normal dengan analsis normal probability plot dapat dilakukan pemeriksaan sebagai berikut: a) Data dikatakan berdistribusi

normal apabila data yang berupa titik menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal.

b) Data dikatakan tidak berdistribusi normal apabila data menyebar jauh dari arah garis atau tidak mengikuti garis diagonal (Ghozali, 2016).

Page 129: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

218

Gambar 1. Historgram

Pada grafik histogram diatas dapat disimpulkan bahwa polanya berdistribusi normal karena grafik yang seimbang. Namun untuk lebih meyakinkan kesimpulan, dapat dilihat juga pada grafik normal probability plot dibawah ini.

Gambar 2. Normal Plot

Berdasarkan gambar 2 disamping dapat dilihat bahwa data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal pada grafik normal plot, hal ini dapat menunjukkan bahwa pola berdistribusi normal. Jadi, dapat disimpulkan bahwa model regresi ini dapat memenuhi asumsi normalitas. Selain itu, peneliti juga menggunakan uji statistik Kolmogorov-smirnov untuk menguji normalitas data. Uji statistik ini memiliki hipotesis awal, yaitu: Ho: data residual berdistribusi normal Ha: data residual tidak berdistribusi normal.

Tabel 3. Normalitas Kolmogorov-Smirnov

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized Residual

N 53

Normal Parametersa,b Mean ,0000000

Std. Deviation ,03402274

Most Extreme Differences

Absolute ,086

Positive ,086

Negative -,058

Kolmogorov-Smirnov Z ,623

Asymp. Sig. (2-tailed) ,832

a. Test distribution is Normal.

b. Calculated from data. Sumber: Output SPSS

Page 130: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

219

Dari tabel 4.4 diatas, dapat diketahui bahwa besarnya nilai Kolmogorov-smirnov adalah 0,623 dan dinyatakan dengan nilai signifikan pada 0,832. Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa Ho diterima yang berarti data residual berdistribusi normal.

2) Hasil Uji Multikolonieritas Uji multikolonieritas bertujuan

untuk menguji apakah pada model

regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen (Ghozali, 2016). Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolonieritas pada model regresi ini salah satunya dengan melihat nilai Tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF). Nilai cutoff yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolonieritas pada regresi ini adalah nilai tolerance ≤ 0,10 atau sama dengan VIF ≥ 10.

Tabel 4. Hasil Uji Multikolonieritas

Coefficientsa

Model Unstandardized

Coefficients

Collinearity Statistics

B Std. Error Tolerance VIF

1

(Constant) ,491 ,139

KAP ,000 ,055 ,925 1,081

CompSize -,008 ,006 ,929 1,076

Leverage -,013 ,008 ,964 1,038

a. Dependent Variable: ETR

Sumber: Output SPSS

Hasil dari Uji Multikolonieritas Variabel menunjukkan bahwa hasil perhitungan nilai Tolerance pada variabel independen (KAP), dan variabel kontrol (CompSize dan Leverage) lebih besar dari 0.10 maka dapat diasumsikan bahwa tidak terjadi multikolonieritas pada model regresi ini. Hasil dari nilai Variance Inflation Factor (VIF) menunjukkan bahwa nilai VIF dari KAP, CompSize, dan Leverage lebih kecil dari 10, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolonieritas dalam model regresi ini.

3) Hasil Uji Heteroskedastisitas Pengujian heteroskedastisitas

digunakan untuk melihat apakah dalam model regresi yang akan digunakan terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang

lain. Untuk melihat ada atau tidaknya heteroskedastisitas dilakukan dengan melihat pola tertentu pada pola Scatterplot. Dasar pengambilan keputusan adalah jika grafik terlihat menyebar secara acak, tidak membentuk suatu pola dan tersebar dibawah dan diatas angka 0 pada sumbu Y maka tidak terjadi gejala heteroskedastisitas dan model regresi layak. Berikut ini merupakan gambar hasil uji heteroskedastisitas pada variabel penelitian ini.

Page 131: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

220

Gambar 3. ScatterPlot

Dan hasil uji heteroskedastisitas dapat terlihat grafik Scatterplot pada gambar 3, titik menyebar secara acak dan tidak membentuk suatu pola

yang jelas serta tersebar diatas maupun dibawah angka 0 pada sumbu Y. Hal tersebut menunjukkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada penelitian ini dan layak untuk dipakai.

4) Hasil Uji Autokorelasi Pengujian ini menggunakan Uji

Durbin-Watson. Pengujian ini hanya digunakan untuk autokorelasi tingkat satu (first order autocorrelation) dan mensyaratkan adanya konstanta (intercept) dalam model regresi dan tidak ada variabel lagi diantara variable independen (Ghozali, 2016)

Tabel 5. Keputusan Hipotesis Autokorelasi

Hipotesis nol Keputusan Jika

Tidak ada autokorelasi positif Tolak 0 < d < dl

Tidak ada autokorelasi positif No decision dl ≤ d ≤ du

Tidak ada autokorelasi negative Tolak 4 – dl < d < 4

Tidak ada autokorelasi negative No decision 4 – du ≤ d ≤ 4 – dl Tidak ada autokorelasi, positif

maupun negative Tidak ditolak du < d < 4 – du Sumber: Ghozali, 2013

Tabel 6. Hasil Uji Autokorelasi

Model Std. Error of

the Estimate

Durbin-Watson

1 ,02305 2,242 Sumber: Output SPSS

Hasil nilai DW sebesar 2,242 nilai ini akan dibandingkan dengan nilai tabel dengan menggunakan nilai signifikansi 5%, jumlah sampel 81 (n) dan jumlah variabel independen 3 (K=3). Dengan melihat tabel Durbin-Watson, didapati angka (dl) sebesar 1,563 dan (du) sebesar 1,716. Dari hasil perbandingan uji autokorelasi yang dapat diihat dari tabel 4.7, nilai DW sebesar 2,242 lebih besar dari batas (du) yaitu 1,716, dan kurang

dari atau lebih kecil dari 2,437 (4-1,563) atau lebih jelasnya dapat dilihat dari persamaan berikut: du < d < 4-dl = 1,716 < 2,242 < 2,437 maka dapat disimpulkan bahwa H0 diterima yang berarti tidak terdapat autokorelasi positif maupun negatif.

c. Uji Hipotesis 1) Analisis Regresi Berganda

Analisis regresi berganda digunakan untuk meneliti hubungan antara sebuah variabel dependen dengan beberapa variabel independen. Adapun model persamaan regresi linear berganda yang dihasilkan dari Output SPSS pada penelitian ini adalah:

Page 132: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

221

Tabel 7. Hasil Uji Analsis Regresi Berganda dan Uji t

Model Unstandardized Coefficients Standardized

Coefficients

T Sig.

B Std. Error Beta

1

(Constant) ,425 ,028 15,188 ,000

KAP -,024 ,007 -,359 -3,248 ,002

CompSize -,005 ,001 -,630 -4,990 ,000

Leverage -,008 ,001 -,717 -5,924 ,000

Sumber: Output SPSS

Berdasarkan analisis hasil regresi dari tabel 4.8 diatas, maka bentuk persamaan regresi linearnya adalah sebagai berikut:

Y(ETR) = 0,425–0,024 (KAP)–0,005 (Size)–0,008 (leverage)

Dari hasil persamaan regresi linear diatas, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: a) Konstanta dengan nilai sebesar

0,425 yang bernilai positif, menunjukkan bahwa variabel Tax Avoidance akan bernilai 42,5% jika masing-masing variabel independen bernilai 0.

b) Keofisien regresi variabel “Kuaitas Audit (KAP)” dengan nilai sebesar -0,024 yang bernilai negatif menunjukkan bahwa apabila variabel kualitas audit mengalami kenaikan 1% dengan asumsi variabel lain tetap, maka variabel Tax Avoidance mengalami penurunan sebesar 2,4%.

c) Koefisien regresi variabel “Ukuran Perusahaan (CompSize) dengan nilai sebesar -0,005 yang bernilai negatif menunjukkan bahwa apabila variabel ukuran perusahaan mengalami kenaikan 1%, maka Tax Avoidance akan mengalami penurunan sebesar 0,5%.

d) Koefisien regresi variabel “Leverage” dengan nilai sebesar -0,008 yang berniai negatif

menunjukkan bahwa apabila variabel Leverage mengalami kenaikan 1%, maka Tax Avoidance akan mengaami penurunan sebesar 0,8%.

2) Hasil Uji Hipotesis (Uji t/Parsial) Menurut Ghozali (2016)

menyatakan bahwa penerimaan atau penolakan hipotesis dilakukan dengan kriteria sebagai berikut:

a) Jika nilai signifikan < 0,05 dan thitung > ttabel, maka H1 diterima

b) Jika nilai signifikan > 0,05 dan thitung < ttabel, maka H1 ditolak.

Hasil uji t dapat dilihat juga pada tabel 7 diatas

Berdasarkan tabel 7 diatas dapat diketahui bahwa variabel Kualitas Audit (KAP) memiliki nilai signifikan sebesar 0,002, dimana nilai tersebut lebih kecil dari 0,05 maka dapat disimpulkan kualitas audit berpengaruh terhadap penghindaran pajak (Tax Avoidance).Hasil pengujian untuk variabel ukuran perusahaan (Size) memiliki nilai signifikan sebesar 0,000, dengan nilai yang sama juga terdapat pada nilai signifikansi dari variabel Leverage. Tingkat signifikansi dari kedua variabel tersebut lebih kecil dari 0,05 yang berarti bahwa Ukuran perusahaan dan Leverage berpengaruh secara signifikan terhadap Tax Avoidance.

Page 133: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

222

Dapat juga dibuktikan dengan melakukan uji t menggunakan nilai thitung. Berdasarkan data tabel diatas diperoleh thitung variabel KAP sebesar -3,248 pada tingkat signifikan 0,002, thitung Size sebesar -4,990 pada tingkat signifikan 0,000, dan Leverage sebesar -5,924 pada tingkat signifikan 0,000. Maka telah diperoleh nilai ttabel = t (0,025;77) = 1,991.

Dari hasil perhitungan diatas maka diketahui bahwa:

a) KAP(X1) = -3,248 > -1,991 Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh antara Kualitas Audit terhadap Tax Avoidance.

b) Size(X2) = -4,990 > -1,991 Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh antara Ukuran Perusahaan terhadap Tax Avoidance.

c) Leverage(X3) = = -5,924 > -1,991 Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh antara Leverage terhadap Tax Avoidance.

Dapat dilihat bahwa nilai thitung

mempunyai nilai negatif (-) sehingga ttabel juga turut menyesuaikan menjadi negatif (-) atau dengan kata lain pengujian hipotesis dilakukan pada sisi kiri. Hasil positif atau negative hanya menunjukkan arah pengujian hipotesis dan linieritas bukan menunjukkan jumlah (Sarwono, 2007). 3) Hasil Uji Kelayakan Model (Uji

F/Simutan Menurut Ghozali (2016) Uji

statistik F dapat dilakukan dengan membandingkan nilai Fhitung dengan Ftabel dan melihat nilai signifikansi 0,05 dengan cara sebagai berikut: a) Jika Fhitung > Ftabel atau

probabilitas < nilai signifikan (Sig ≤ 0,05), maka H1 diterima.

b) Jika Fhitung < Ftabel atau probabilitas > nilai signifikan (Sig ≥ 0,05), maka H1 ditolak.

Berikut ini merupakan hasil uji signifikansi simultan (Uji statistik F):

Tabel 8. Hasil Uji Statistik F (Simultan)

df F Sig.

Regression 3 15,079 ,000b

Residual 77

Total 80

Sumber: Output SPSS

Berdasarkan tabel 8 diatas menunjukkan bahwa nilai dari Fhitung adalah 15,079 dan nilai dari probabiitas (signifikansi) adalah 0,000 sehingga dapat diketahui bahwa nilai probabilitas lebih kecil dari tingkat signifikansi (0,000 > 0,05) yang berarti H1 diterima.

Dapat juga dibuktikan dengan melakukan Uji F menggunakan nilai Fhitung. Berdasarkan tabel diatas diperoleh nilai Fhitung sebesar 15,079, maka diperoleh nilai Ftabel = F(3;78)=2,72. Dapat diketahui bahwa Fhitung > Ftabel (15,079 > 2,72) yang berarti H1 diterima. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa variabel Kualitas Audit, Ukuran Perusahaan, dan Leverage secara simutan berpengaruh terhadap variabel dependen atau Tax Avoidance.

4) Hasil Uji Koefisien Determinasi (R Square atau R2)

Koefisien determinasi atau biasa disimbolkan dengan (R2) yang bermakna sebagai sumbangan pengaruh yang diberikan variabel bebas atau variabel independent (X) terhadap variabel terikat atau variabel dependent (Y), atau dengan kata lain, nilai koefisien determinasi atau R Square ini berguna untuk memprediksi dan melihat seberapa besar kontribusi pengaruh yang

Page 134: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

223

diberikan variabel X secara simultan (bersama-sama) terhadap variabel Y. Berikut ini merupakan hasil uji koefisien determinasi:

Tabel 9. Hasil Uji Koefisien Determinasi (R Square)

Sumber: Output SPSS

Dari hasil pengujian yang terlihat pada tabel 9 diatas diperoleh nilai Adjusted R Square senilai 0,468 yang menunjukkan bahwa variabel ETR dapat dijelaskan oleh variabel KAP senilai 46,8% dan sisanya sebesar 53,2% dijelaskan oleh variabel lain diluar model penelitian.

d. Pembahasan 1) Pengaruh Kualitas Audit terhadap

Tax Avoidance Auditor eksternal bertugas untuk

menganalisa, dan melihat kecakapan dari suatu perusahaan dalam menjalankan usahanya melalui laporan keuangan. Dan auditor eksternal bila kemampuannya semakin diakui atau memiliki nama, secara tidak langsung akan memiliki kualitas audit yang baik. Auditor eksternal yang diakui telah memiliki nama di Indonesia sekarang adalah Big 4, yaitu PriceWaterhouseCooper (PWC), DeloitteToucheTohmatshu, KPMG, dan Ernst & Youg (E&Y).

Salah satu yang diperiksa oleh auditor adalah sektor perpajakannya dengan melihat apakah sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku atau tidak. Maka hubungan negatif keduanya berdasarkan keyakinan apabila sebuah

perusahaan yang diaudit oleh KAP yang besar (Big Four), akan memiliki kualitas informasi keuangan yang dapat dipercaya dan baik.

Hasil Uji Hipotesis yang di uji dengan menggunakan uji statistik t menunjukan bahwa kualitas audit yang diukur dari besarnya KAP memiiki nilai t sebesar -3,248 dan nilai signifikansinnya sebesar 0,002. Maka dapat diketahui bahwa hipotesis 1 (H1) diterima sehingga peneliti menyimpulkan bahwa kualitas audit berpengaruh negatif terhadap Tax Avoidance karena tingkat signifikansi yang dimiliki oleh variabel Kualitas Audit lebih kecil dari 0,05.

Hasil dari penelitian ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Triyudho Septiandi (2016), Annisa dan Kurniasih (2012), serta penelitian yang dilakukan oleh Maharani dan Suardana (2014) yang meneliti hubungan antara kualitas audit terhadap penghindaran pajak (Tax Avoidance). Hasil dari penelitian ini mengungkapkan bahwa tingginya tingkat kualitas audit yang di ukur berdasarkan auditor yang berasal dari KAP Big Four, maka terjadinya Penghindaran Pajak pada perusahaan tersebut akan semakin rendah. Berbeda dengan hasil penelitan dari Arry Eksandy (2017), Maria Melisa dan Vivi Adeyani Tandean (2015) yang mengungkapkan bahwa kaulitas audit berpengaruh positif terhadap penghindaran pajak (Tax Avoidance). Dari beberapa temuan yang dilakukan penelitian sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa Hipotesis dari penelitian ini (H1) dapat diterima karena hipotesis tersebut sesuai dengan hasil yang dicapai dari peneliti, yaitu Kualitas Audit berpengaruh signifikan negatif terhadap Penghindaran Pajak (Tax Avoidance).

2) Pengaruh Ukuran Perusahaan

(CompSize) Sebagai Variabel Kontrol terhadap Tax Avoidance

Ukuran perusahaan adalah suatu skala yang dapat mengelompokkan perusahaan menjadi perusahaan besar

R R

Squ

are

Adjusted

R Square

Std.

Error of

the

Estimat

e

,7

08

a

,501 ,468 ,02305

Page 135: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

224

dan kecil dari berbagai cara seperti contoh, ukuran perusahaan bisa kita lihat melalui total asset perusahaan yang dimiliki, nilai pasar saham, rata-rata tingkat penjualan dan jumlah penjualan (Calvin, 2015).

Perusahaan besar sering berargumen untuk lebih cepat dalam menyampaikan laporan keuangan karena beberapa alasan. Pertama, perusahaan besar memiliki banyak sumber daya, lebih banyak staf akuntansi, dan sistem informasi yang canggih, dan memiliki sistem pengendalian intern yang kuat. Kedua, perusahaan yang besar mendapat pengawasan yang lebih dari investor dan regulator serta lebih menjadi sorotan publik. Secara rinci perusahaan besar sering kali diikuti oleh sejumlah besar analis yang selalu mengharapkan informasi yang tepat waktu untuk memperkuat maupun meninjau kembali harapan-harapan mereka. Perusahaan besar berada dibawah tekanan untuk mengumumkan laporan keuangannya tepat waktu untuk menghindari adanya spekulasi dalam perdagangan saham perusahaannya (Dewi, 2013).

Pada dasarnya perusahaan yang besar selalu memperoleh laba yang besar. Laba yang besar akan menarik perhatian pemerintah untuk dikenakan pajak yang sesuai (Asfiyati, 2012). Perusahaan yang besar akan semakin kompleks transaksinya sehingga akan semakin memanfaatkan celah untuk melakukan Tax Avoidance (Rego, 2003).

Hasil Uji Hipotesis (Uji t) antara Ukuran Perusahaan dengan Tax Avoidance memiliki nilai t sebesar -4,990 dan nilai signifikannya sebesar 0,000 yang menunjukkan bahwa Ukuran Perusahaan berpengaruh secara negatif terhadap Tax Avoidance karena tingkat signifikansinya lebih kecil dari 0,05.

3) Pengaruh Leverage sebagai Variabel Kontrol terhadap Tax Avoidance.

Leverage adalah salah satu rasio keuangan yang menggambarkan hubungan antara hutang perusahaan

terhadap modal maupun asset perusahaan. Rasio leverage menggambarkan sumber dana operasi yang digunakan oleh perusahaan. Rasio leverage juga menunjukkan risiko yang dihadapi perusahaan. Menurut irfan Fahmi (2012:62) rasio leverage adalah mengukur seberapa besar perusahaan dibiayai dengan hutang. Rasio ini dapat melihat sejauh mana perusahaan dibiayai oleh hutnag atau pihak luar dengan kemampuan perusahaan yang digambarkan oleh modal.

Keputusan pendanaan perusahaan menjadi gambaran penghindaran pajak terkait dengan tarif pajak yang efektif, hal tersebut dikarenakan ada peratura perpajakan terkait kebijakan struktur pendanaan perusahaan (Gupta dan Newberry, 1997). Keputusan pendanaan yang dimaksud adalah perusahaan lebih memilih menggunakan pendanaan internal atau eksternal. perusahaan yang lebih memilih menggunakan pendanaan eksternal seperti utang akan mengakibatkan munculnya beban bunga yang dapat menjadi pengurang laba kena pajak. Penelitian yang dilakukan oleh adelia (2012) menyatakan bahwa penambahan jumlah utang akan mengakibatkan menambahnya beban bunga yang harus dibayar oleh perusahaan. Komponen beban bunga akan mengurangi laba sebelum kena pajak perusahaan, sehingga beban pajak yang harus dibayar perusahaan akan menjadi berkurang. Penelitian yang dilakukan oleh Noor (2010) yang menjelaskan bahwa perusahaan dengan jumlah utang lebih banyak memiliki tarif pajak yang efektif baik, hal ini berarti bahwa dengan jumlah utang yang banyak, perusahaan untuk melakukan tax avoidance akan cenderung lebih rendah.

Hasil uji hipotesis dengan menggunakan uji t untuk menunjukkan bahwa Leverage memiliki nilai t sebesar -5,924 dan nilai signifikansinya sebesar 0,000. Maka dapat disimpulkan bahwa Leverage sebagai variabel kontrol dalam

Page 136: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

225

penelitian ini memiliki pengaruh negatif terhadap Tax Avoidance.

5. PENUTUP Berdasarkan data yang

dikumpulkan yang telah sesuai dengan kriteria yang dibutuhkan, dan hasil pengujian yang dilakukan mampu memecahkan permasalahan dalam penelitian ini. Dalam melakukan pengujian ini, peneliti menggunakan uji analisis regresi linear berganda karena juga terdapat 2 (dua) variabel kontrol yaitu Ukuran Perusahaan (compsize) dan Leverage. Maka dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh antara Kualitas Audit terhadap Penghindaran Pajak, karena semakin baik kualitas audit dalam perusahaan maka perlakuan penghindaran pajak di perusahaan akan semakin rendah. Hal ini dikarenakan Kantor Akuntan Publik (KAP) yang berkualitas akan melakukan transparansi terhadap informasi laporan keuangan yang diaudit.

Ada beberapa masukan untuk penelitian seanjutnya dan diharapkan agar menyajikan hasil penelitian yang lebih baik lagi dari penelitan sebelumnya. Diantaranya: a. Disarankan untuk menambah jumlah

sampel penelitian dengan menggunakan rentang waktu yang lebih lama antara 5 sampai 10 tahun.

b. Disarankan juga utuk menggunakan variabel-variabel lain, contohnya tentang Accounting Fraud, karena penelitian dalam variabel ini masih baru jika dihubungkan dengan variabel penghindaran pajak.

c. Alangkah lebih menarik lagi jika ada perbandingan antara pengukuran Effective Tax Rate (ETR) dan Book Tax Gap (BTG) agar terdapat perbedaan dalam mendapatkan hasilnya. Disarankan juga dapat membandingkan kegiatan penghindaran pajak di Indonesia dengan negara-negara tetangga agar menjadi wawasan baru mengenai fenomena yang terjadi di luar negri.

DAFTAR PUSTAKA

Alimul, Hidayat A.A. 2010. Metode Penelitian Kesehatan Paradigma Kuantitatif. Jakarta: Heath Books.

Annuar, H. A., Salihu, I. A., Normala, S., & obid, S. 2014. Corporate Ownership Governance and Tax Avoidance: An Interactive effect. Procedia Social and Behavioral Sciences, 164(2014), 150-160.

Darussalam. 2010. Peningkatan Kepatuhan Wajib Pajak melalui Komite Pengawasan Perpajakan. Diakses Pada tanggal 26 Juni 2019 dari http://www.ortax.org.

Dewi, Ni Nyoman Kristiana dan I Ketut Jati. 2014. Pengaruh Karakter Edukatif Karakteristik Perusahaan, dan Dimensi Tata Kelola Perusahaan yang Baik pada Tax Avoidance di Bursa Efek Indonesia. ISSN: 2302-8556. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana 6.2 (2014): 249-260.

Ghozali, Iman. 2011. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program IBM SPSS 19. Edisi kelima Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro

Hanum, H.R dan Zulaikha. 2013. Pengaruh Karakteristik Corporate Governance terhadap Efektivitas Tax Rate Studi Empiris pada BUMN 2009-2011. ISSN.2 Halaman 1-9.

Lanis, R. and G. Richardson. 2012. ”Corporate Social Responsibility and Tax Aggressiveness: a test of legitimacy theory”, Accounting Auditing and Accountability Journal, Vol 26 No 1.

Maesarah dkk. 2013. Pengaruh Karakteristik Perusahaan dan Corporate Social Responsibility terhadap Penghindaran Pajak. Makalah di sajikan dalam Konferensi Regional Akuntansi. Mataram.

Page 137: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

226

Maharani, I Gusti Ayu Cahya, dan Suardana, Ketut Alit. (2014). Pengaruh Corporate Governance, Profitabilitas, dan Karakteristik Eksekutif pada Tax Avoidance Perusahaan Manufaktur. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana , Vol.9, No.2, PP. 525-239.

Mustikasari. 2007. Kajian Empiris Tentang Kepatuhan Wajib Pajak Badan di Perusahaan Industri Pengolahan di Surabaya. SNA X Makassar: 1-41.

Palan, Ronen, (2008). Tax Havens and The Commercialization of State sovereignty. Comell University Press. International Organization.

Pranata, Febri Mashudi, Puspa, Dwi Fitri, dan Herawati (2014).Pengaruh Karakter Eksekutif Dan Corporate.

E-Jurnal Bung Hatta Vol.4 N0.1 (2014)

Rusydi, M.Khoiru dan Dwi Martani. 2014. Pengaruh Struktur Kepemilikan Terhadap Aggressive Tax Avoidance. Simposium Nasional Akuntansi XVII. Pp. 1-19.

Sartori, Nicola. 2010. Effect of Strateic Tax Behaviors On Corporate Governance. www.ssrn.com

Suandy, Erly. 2011. Manajemen Perpajakan. Edisi 5. Jakarta: Salemba Empat.

Suartana, I.W. 2007. Upaya Meningkatkan Kualitas Pertimbangan Audit Melaui Self Review Kasus Going Concern Perusahaan. Simposium Nasional Akuntansi X. Makassar.

Zain, Mohammad. 2005. Manajemen Perpajak. Salemba Empat, Jakarta.

Page 138: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

227

PENERAPAN SURAT PEMBERITAHUAN ELEKTRONIK (E-SPT)

MASA PPN TERHADAP PEMENUHAN PEMERIKSAAN PADA

WAJIB PAJAK BADAN (STUDI KASUS KPP MADYAMAKASSAR) Andi Rustam

[email protected]

Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Muhammadiyah Makassar

Amran

[email protected]

Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Muhammadiyah Makassar

Rezki Wardani

[email protected]

Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Muhammadiyah Makassar

Abstract

The purpose of this study is to answer the problem of how to implement an online service system, namely the application of electronic notification letters (E-SPT) which is carried out on tax audit compliance in accordance with Parker's theory (2011: 1) in the form of optimal information or optimal information services such as availability. , easy to understand, relevant, useful, timely, reliable, accurate and consistent. The basis of this research is a qualitative descriptive type of research. The techniques used in data collection are field observation, in-depth interviews, and documentation. Then the data and interview results obtained were analyzed descriptively qualitatively. From the results of the research conducted, it shows that there is data stating that the process of implementing an Online-based System for the fulfillment of the inspection has been implemented properly, it is proven that there is a very synchronous answer between service informants and tax audit informants and shows consistency by requiring all taxpayers to be registered at KPP Madya Makassar uses a sustainable online system. Therefore, in-depth socialization is needed so that all parties served and the parties served can optimize the online system.

Keywords: Online Service System, Online Reporting (E-SPT), Tax Audit. Abstrak

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjawab permasalahan mengenai bagaimana penerapan sistem pelayanan online yaitu penerapan surat pemberitahuan elektronik (E-SPT) yang dijalankan terhadap pemenuhan pemeriksaan pajak Sesuai dengan teori Parker (2011:1) berupa optimalnya sebuah informasi atau layanan informasi yang optimal seperti Ketersediaan, mudah dipahami, relevan, bermanfaat, tepat waktu, keandalan, akurat, dan konsisten. Dasar penelitian ini adalah bersifat kualitatif dengan tipe penelitian deskriptif. Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah observasi lapangan, wawancara mendalam, dan dokumentasi. Kemudian data dan hasil wawancara yang diperoleh di analisis secara deskriptif kualitatif. Dari hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan adanya data yang menyatakan bahwa proses penerapan Sistem berbasis Online terhadap pemenuhan pemeriksaan telah diterapkan dengan baik itu dibuktikan adanya jawaban yang sangat sinkron antara informan pelayanan dan informa pemeriksaan pajak dan menunjukkan konsistensi dengan mengharuskan seluruh wajib pajak yang terdaftar di KPP Madya Makassar memakai sistem online yang berkelanjutan. Maka dari itu di perlukan sosialisasi yang mendalam agar sampai kepada seluruh pihak yang dilayani dan pihak dilayani dapat mengoptimalkan sistem online tersebut.

Kata Kunci : Sistem Pelayanan Online, Pelaporan Online (E-SPT),Pemeriksaan Pajak.

Page 139: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

228

1. PENDAHULUAN

Pajak merupakan sumber

penerimaan yang penting dalam

menopang pembiayaan pembangunan

yang bersumber dari dalam negeri. Besar

kecilnya pajak akan menentukan

kapasitas anggaran negara dalam

membiayai pengeluaran negara, baik

untuk pembiayaan pembangunan

maupun untuk pembiayaan rutin. Salah

satu upaya yang dilakukan Dirjen Pajak

untuk memaksimalkan penerimaan pajak

adalah dengan melakukan reformasi

administrasi perpajakan.Direktur

Jenderal (Dirjen) Pajak, menyatakan

bahwa, salah satu langkah strategis

dalam pengamanan pajak adalah dengan

Penyempurnaan sistem administrasi

perpajakan di sektor PPN. Administrasi

perpajakan yang efektif harus

menciptakan lingkungan yang

mendorong Wajib Pajak secara sukarela

mematuhi peraturan yang berlaku.

Untuk dapat mencapai tujuan

tersebut diperlukan sarana dan

prasarana yang tentunya tidak terlepas

dari masalah E-SPT masa PPN.

Penerapan E-SPT Masa PPN, menurut

persepsi Wajib Pajak ternyata sangat

berpengaruh terhadap efisiensi

pengisian SPT. Sehingga kewajiban

petugas perpajakan dapat berjalan

dengan baik dan cepat. Semakin baik

penerapan E-SPT Masa PPN, maka

semakin efisien juga dalam pengisian

SPT.

Penggunaan E-SPT dimaksudkan

agar semua proses kerja dan pelayanan

perpajakan berjalan dengan baik, lancar,

akurat serta mempermudah wajib pajak

dalam melaksanakan kewajiban

perpajakannya sehingga kepatuhan

wajib pajak diharapkan dapat meningkat.

Selain kemudahan yang diberikan oleh

wajib pajak, petugas pajak pun menjadi

efisien dalam menjalankan tugasnya

khususnya dalam hal pemeriksaan pajak.

Pemeriksaan pajak adalah serangkaian

kegiatan menghimpun data dan

mengolah data, keterangan atau bukti

yang dilaksanakan secara objektif dan

profesional berdasarkan suatu standar

pemeriksaan.

Fasilitas pajak dalam rangka

modernisasi administrasi perpajakan E-

SPT ini sudah mulai diterapkan, untuk

digunakan oleh Wajib Pajak sehingga

memudahkan dalam penyampaian SPT.

Hal ini dikarenakan seringnya terjadi

kesalahan dalam pelaporan pajak

terutang melalui SPT manual.

Pelaporan pajak terutang melalui

SPT manual dianggap memiliki

kelemahan, khususnya bagi wajib pajak

yang melakukan transaksi dalam jumlah

yang besar, dimana wajib pajak harus

melampirkan dokumen (hardcopy)

dalam jumlah yang cukup besar kepada

Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Madya

Makassar, sehingga hal ini menyebabkan

pemborosan dalam penggunaan kertas,

sementara proses perekaman data

memerlukan waktu yang cukup lama

sehingga pelaporan SPT menjadi

tertunda dan terlambat serta

mengakibatkan adanya denda yang harus

dibayar wajib pajak.

Penelitian mengenai penerapan E-

SPT telah dilakukan, yang bertujuan

untuk mengetahui sejauh mana

penerapan E-SPT tersebut terhadap

Pemeriksaan Pajak. Salah satunya,

menurut hasil peneitian yang dipaparkan

oleh Husna Devita (2018) dengan judul

Analisis Sistem E-SPT pada Kantor

Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Tuban

yang menyatakan bahwa Direktorat

Jendral Pajak menciptakan sistem

tersebut untuk menghindari adanya

penumpukan data yang dikirimkan oleh

Page 140: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

229

wajib pajak. Selain itu sistem ini

bertujuan untuk melakukan perekaman

data secara cepat dan efektif guna

mempercepat proses penyelesaian

pemeriksaan pajak.

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Surat Pemberitahuan Elektronik

(e-SPT)

Menurut Pandiangan (2008:35)

yang dimaksud dengan E-SPT adalah

penyampaian SPT dalam bentuk digital

ke KPP secara elektronik atau dengan

menggunakan media komputer.

Aplikasi E-SPT merupakan aplikasi

yang diberikan secara cuma-cuma oleh

DJP kepada wajib pajak. Wajib pajak yang

menggunakan E-SPT dapat merekam dan

memelihara data digital SPT, serta

mencetak SPT beserta lampirannya. E-

SPT juga merupakan sistem yang

menitikberatkan informasi yang

diinginkan wajib pajak dengan ini Wajib

pajak ingin mengetahui berapa besar

pajak yang di bebankan

2.2. Pengertian dan Karakteristik

Pajak Pertambahan Nilai (PPn)

Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

adalah pajak yang dikenakan atas setiap

pertambahan nilai dari barang atau jasa

dalam peredarannya dari produsen ke

konsumen. PPN termasuk jenis pajak

tidak langsung, maksudnya pajak

tersebut disetor oleh pihak lain

(pedagang) yang bukan penanggung

pajak atau dengan kata lain, penanggung

pajak (konsumen akhir) tidak

menyetorkan langsung pajak yang ia

tanggung (Jakijan dan Khairani, 2013).

Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

menggantikan peranan Pajak Penjualan

(PPN) di Indonesia, karena PPN memiliki

karakteristik positif yang tidak dimiliki

oleh PPN. Legal karakter PPN tersebut

adalah sebagai berikut:

1) Pajak Objektif

Yang dimaksud dengan pajak objektif

adalah suatu jenis pajak yang saat

timbulnya kewajiban pajak ditentukan

oleh faktor kondisi objektifnya,

peristiwa atau perbuatan hukum yang

dikenakan pajak juga disebut dengan

nama objek pajak. Sebagai pajak

objektif, timbulnya kewajiban untuk

membayar PPN ditentukan adanya

objek pajak. Kondisi subjek pajak

tidak ikut menentukan.

2) Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Merupakan Pajak Tidak Langsung.

Karakter ini memberikan suatu

konsekuensi yuridis bahwa antara

pemikul beban pajak (destinataris

pajak)dengan penanggung jawab atas

pembayaran pajak ke Kas Negara

berada pada pihak yang berbeda.

3) Mekanisme Pemungut PPN

menggunakan Faktur Pajak.

Dalam hal terjadi penyerahan Barang

Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak

sebagai konsekuensi penggunaan

credit method untuk menghitung PPN

yang terutang maka Pengusaha Kena

Pajak yang menyerahkan Barang Kena

Pajak dan/atau menyerahkan Jasa

Kena Pajak wajib memungut PPN

yang terutang dan memberikan

Faktur Pajak sebagai bukti pungutan

pajak.

4) PPN adalah Pajak atas Konsumsi

Umum Dalam Negeri

Sebagai pajak atas konsumsi umum

dalam negeri, PPN hanya dikenakan

atas konsumsi Barang Kena Pajak

dan/atau Jasa Kena Pajak yang

dilakukan dalam negeri.

Page 141: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

230

2.3. Tata Cara Perolehan, Pengisian

dan Pencetakan SPT Masa PPn

Menurut PER-11/PJ/2013 SPT

Masa PPN 1111 dapat disampaikan oleh

PKP dengan cara:

a. Pelunasan Formulir Induk SPT

Masa PPN 1111 beserta Lampirannya

dalam bentuk formulir kertas

(hardcopy) dan Aplikasi Pengisian

SPT (E- SPT) dapat diperoleh dengan

cara:

1) Diambil di KPP atau KP2KP;

2) Digandakan atau diperbanyak

sendiri oleh PKP;

3) Diunduh di laman Direktorat

Jenderal Pajak, dengan alamat

(www.pajak.go.id), selanjutnya

dapat dimanfaatkan/ digandakan;

atau Disediakan oleh Perusahaan

Penyedia Jasa Aplikasi (ASP) yang

telah ditunjuk oleh Direktorat

Jenderal Pajak (khusus E-SPT).

b. PKP dapat mengisi SPT Masa PPN

1111 dan Lampirannya dalam

bentuk formulir kertas (hard copy)

dengan cara:

1) Ditulis tangan dengan

menggunakan huruf balok (bukan

huruf sambung); atau

2) Diketik dengan menggunakan

mesin ketik

c. Pengisian data pada SPT Masa PPN

1111 dalam bentuk formulir kertas

(hard copy) juga harus

memperhatikan hal-hal sebagai

berikut:

1) Pengisian data pada Induk dan

Lampiran SPT Masa PPN tidak

boleh melebihi baris dan/atau

kolom yang telah disediakan dan

harus dituliskan dalam satu baris.

Contoh: Nama Penjual : PT. Cahaya

Buana Terang Indonesia Jaya

Perkasa, pada Lampiran SPT Masa

PPN dapat ditulis PT Cahaya

Buana TIJP agar tertampung di

dalam kolom/baris Nama Penjual

BKP/BKP Tidak

Berwujud/Pemberi JKP. Pengisian

NPWP, Kode dan Nomor Seri

Faktur Pajak, nomor Dokumen

Tertentu, dan nomor Nota

Retur/Nota Pembatalan harus

dituliskan secara lengkap dan tidak

boleh singkat. Untuk pengisian SPT

dengan pajak yang telah

dilaksanakan sendiri.

2) Menggunakan tulisan tangan atau

mesin ketik, PKP diperbolehkan

untuk mengisi data NPWP pada

kolom atau baris tanpa

menggunakan tanda baca, kecuali

untuk identitas NPWP yang sudah

disediakan formatnya pada

formulir. Contoh: NPWP dapat

ditulis 01.021.354.6-427.000 atau

010213546427000.

d. Penggunaan formulir SPT Masa

PPN 1111 dalam bentuk PDF

mengikuti ketentuan sebagai

berikut:

1) PKP dapat mencetak/print

formulir SPT Masa PPN 1111

langsung dari file PDF yang telah

disediakan, selama memperhatikan

beberapa ketentuan sebagai

berikut:

a) Dicetak dengan menggunakan

kertas folio/F4 dengan berat

minimal 70 gram.

b) Pengaturan ukuran kertas pada

printer menggunakan ukuran

kertas (paper size) 8,5 x 13 inci

(215 x 330 mm).

c) Tidak menggunakan printer

dotmatrix. Disamping pedoman

tersebut, terdapat petunjuk

pencetakan yang harus diikuti,

Page 142: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

231

yang tersimpan dalam bentuk

file PDF dengan nama

readme.pdf.

d) Formulir SPT Masa PPN 1111

dalam bentuk file PDF terlebih

dahulu dicetak, selanjutnya PKP

dapat mengisi formulir SPT

Masa PPN 1111 tersebut,

menandatanganinya emudian

menyampaikannya ke KPP atau

KP2KP

2.4. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual adalah

model teoritis yang berkaitan dengan

bagaimana seseorang menyusun teori

atau menghubungkan secara logis

beberapa faktor yang dianggap

penting untuk masalah. Maka dari itu

peneliti membuat kerangka pemikiran

sebagai berikut:

3. METODE PENELITIAN

3.1. Tipe Penelitian

Tipe peneltiian yang digunakan

dalam penelitian ini yaitu tipe penelitian

deskriptif. Penelitian deskriptif adalah

penelitian yang dilakukan untuk

mengetahui nilai variable mandiri, baik

satu variable atau lebih, yaitu tanpa

membuat perbandingan atau

menghubungkan dengan variable yang

lainnya. Oleh karena itu penulis

menggunakan tipe penelitian deskriptif

yang dimaksudkan untuk memberi

gambaran secara jelas mengenai masalah

masalah yang diteliti yaitu tentang

Penerapan Surat Pemberitahuan

Elektronik (E-SPT) Masa PPN Terhadap

Pemenuhan Pemeriksaan Pajak di KPP

Madya Makassar.

3.2. Objek atau Subjek Penelitian

Objek penelitian yang digunakan

peneliti adalah Penerapan E-SPT Masa

PPN Terhadap Pemenuhan Pemeriksaan

Pajak. Subjek Penelitian adalah orang-

orang yang berpotensi untuk

memberikan informasi tentang

bagaimana Penerapan Sistem E-SPT

Masa PPN terhadap Pemenuhan

Pemeriksaan Pada Wajib Pajka Badan di

KPP Madya Makassar yaitu :

a. Pelaksana seksi Pelayanan

b. Pelaksana seksi Pemeriksaan.

3.3. Tempat dan Waktu

Lokasi penelitian ini adalah

Kantor Pelayanan Pajak Madya

Makassar yang berada di Kompleks

Gedung Keuangan Negara Jl Urip

Sumoharjo Km. 4, Makassar, 90113.

Penelitian ini akan dilaksanakan selama

2 (dua) bulan yang dimulai dari bulan

Maret sampai dengan bulan Juni Tahun

2019.

3.4 Jenis Data dan Sumber Data Menurut Suliyanto (2006 : 131-

133) jenis data dibagi menjadi 2 yaitu:

1. Data Primer Data yang diperoleh langsung dari perusahaan atau data yang terjadi di lapangan penelitian yang diperoleh dengan wawancara dan kemudian akan diolah oleh penulis.

2. Data Sekunder Data yang telah ada di perusahaan seperti struktur organisasi, sejarah perusahaan, dan laporan keuangan.

Page 143: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

232

L

a

k

e

be

Data yang akan digunakan dalam

penelitian ini adalah data primer dan

data sekunder. Data primer yang

dihasilkan dari penelitian ini adalah

melalui hasil wawancara dan observasi.

Sedangkan data sekunder yang

dihasilkan adalah data yang telah ada di

perusahaan seperti sejarah perusahaan,

struktur organisasi perusahaan, data

Pajak Pertambahan Nilai, dan data

lainnya yang dibutuhkan dalam

penelitian ini.

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Menurut Sugiyono (2006, h.130-

139) Prosedur pengumpulan data yang

digunakan adalah :

a. Wawancara, dengan mengadakan tanya jawab dengan bagian akuntansi atau perpajakan.

b. Observasi, melakukan pengamatan langsung ke KPP Madya Makassar mengenai penerapan E-SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai Terhadap Pemenuhan Pemeriksaan Pajak.

c. Dokumentasi, melakukan pengamatan langsung terhadap dokumen-dokumen yang ada pada KPP Madya Makassar mengenai Penerapan E-SPT Masa PPN Terhadap Pemenuhan Pemeriksaan Pajak.

3.6 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah

analisis data deskriptif kualitatif yaitu

melakukan analisa dari beberapa

penjelasan atau uraian pembahasan

berdasarkan data hasil penelitian yang

diperoleh melalui wawancara langsung,

observasi dan dokumentasi dengan cara

mengorganisasikan data ke dalam

kategori, menjelaskan ke dalam unit-unit,

melakukan sintesa, menyusun dan

memilih mana yang penting dan yang

akan dipelajari, dan membuat pola

kesimpulan sehingga mudah dipahami

oleh diri sendiri maupun orang lain,

seperti; Sejarah ringkas instansi, struktur

organisasi, data lain yang berhubungan

dengan penelitan. Teknik analisis terdiri

atas:

a. Reduksi Data

Mereduksi data berarti merangkum,

memilih hal-hal yang pokok,

memfokuskan pada hal-hal yang penting,

serta dicari tema dan polanya. Dengan

demikian data yang telah diereduksi

akan memberikan gambaran yang lebih

jelas, dan mempermudah peneliti untuk

melakukan pengumpulan data

selanjutnya, dan mencari apabila

diperlukan. Reduksi data dapat dibantu,

dengan peralatan, seperti komputer,

notebook, dan lain sebagainya.

b. Penyajian Data

Setelah data direduksi, maka

langkah selanjutnya adalah menyajikan

data dalam penelitian kualitatif, di mana

penyajian data dilakukan dalam bentuk

uraian singkat, bagan, hubungan

antarkategori, dan sejenisnya.

c. Penarikan Kesimpulan dan

Verifikasi

Langkah ketiga dalam analisis data

dalam penelitian kualitatif penarikan

kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan

awal yang dikemukakan masih

bersifat sementara, dan akan mengalami

perubahan apabila tidak ditemukan

bukti-bukti yang kuat yang mendukung

pada tahap pengumpulan data

berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan

yang dikemukakan pada tahap awal

didukung oleh bukti-bukti yang valid dan

konsisten saat peneliti kembali ke

lapangan mengumpulkan data, maka

kesimpulan yang dikemukakan

merupakan kesimpulan yang kredibel.

Page 144: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

233

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil penelitian

Sesuai dengan tujuan penelitian

yaitu ingin mengetahui seberapa jauh

penerapan E-SPT Masa PPN terhadap

Pemenuhan Pemeriksaan Pajak pada

wajib pajak badan di kantor KPP Madya

Makassar, maka penulis melakukan

metode penelitian secara kualitatif

dengan narasumber yang berkaitan

dengan pelaksanaan dan mengetahui

jalan atau proses penerapan E-SPT Masa

PPN di kantor tersebut, melalui teknik

wawancara dengan informan yang

terkait di kantor KPP Madya Makassar.

Perlu diketahui E-SPT Masa PPN

merupakan suatu cara penyampaian

Surat Pemberithunan (SPT) Masa PPN

secara elektronik yang dilakukan secara

Online dan Real Time melalui internet

pada website Direktorat Jenderal Pajak

atau penyedia layanan SPT Elektronik

atau Application Service Provider (ASP).

Sedangkan Surat Pemberitahunan Masa

PPN oleh wajib pajak digunakan untuk

melaporkan penghitungan, pembayaran

pajak dan atau pelunasan pajak, objek

pajak dan atau bukan objek pajak dan

atau harta dan kewajiban serta

penyetoran pajak dari pemotong atau

pemungut pajak, menurut ketentuan

peraturan perundang-undangan

perpajakan.

4.2 Penerapan Surat Pemberitahuan Elektronik (E-SPT) Masa PPN Terhadap Pemenuhan Pemeriksaan Pajak Pada Wajib Pajak Badan Di KPP Madya Makassar

Dalam pelayanan Direktorat

Jenderal Pajak selalu berinovasi

memberikan pelayanan prima dengan

diterbitkannya sistem informasi berbasis

online dan elektronik dengan

menggunakan sistem komputerisasi

yaitu E-SPT dalam melaporkan SPT wajib

pajak khususnya SPT Masa PPN dalam

format aplikasi E-SPT Masa PPN.

Berdasarkan hasil Wawancara dengan

Seksi Pelaksana Pelayanan terbentuklah

alur Aplikasi Masa PPN.

Alur dari aplikasi E-SPT Masa

PPN ini maka dapat dijelaskan bahwa

tujuan dari penyediaan fasilitas ini

adalah untuk lebih memberikan

layanan kepada masyarakat Wajib

Pajak dengan pemanfaatan teknologi,

yang secara keseluruhan cenderung

berbiaya lebih murah dan dengan

proses yang lebih cepat karena Wajib

Pajak merekam sendiri Surat

Pemberitahuannya sehingga bisa lebih

akurat, efektif dan efisien. Adanya data

silang pajak akan menciptakan

keadilan pajak dan transparansi

sehingga dapat meminimalisasi segala

kecurangan, kebocoran dan

penyimpangan (KKN) dalam

penerimaan pajak.

Menurut Peraturan Direktorat

Jenderal Pajak Nomor PER-02/PJ/2019

tentang Tata Cara Penyampaian,

Penerimaan dan Pengolahan Surat

pemberitahuan yaitu wajib pajak yang

akan melaporkan SPT Masa PPN, harus

Page 145: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

234

melakukan instalansi Aplikasi E-SPT ke

situs Direktorat Jenderal Pajak. Sebelum

mengolah data wajib pajak maka

perangkat komputer dan aplikasi

tersebut harus terkoneksi dengan

database. Kemudian masuk ke aplikasi E-

SPT Masa PPN dan menginput data mulai

dari identitas Wajib Pajak hingga

mencetak Formulir Induk SPT Masa PPN

itu.

Hasil data inputan SPT Masa PPN

melalui E-SPT akan dilakukan

perekaman data oleh petugas pajak

untuk dilakukan pemeriksaan apabila

hasil E-SPT Masa PPN itu masuk kedalam

kriteria Pemeriksaan.

Dari hasil wawancara mengenai

alur perekaman data bahwa Alur

perekaman data SPT Masa PPN diawali

dari pelaporan SPT Masa dari wajib pajak

badan ke petugas TPT. Laporan SPT

tersebut masih berbentuk sebuah data

yang tersimpan didalam media flashdisk

atau disket. Kemudian setelah SPT

diterima, petugas TPT akan memproses

SPT tersebut dan memberikannya ke

seksi pengolahan data dan informasi

untuk mengecek dan mencocokan

kebenaran fisik SPT Masa PPN ini telah

sesuai dan merekam SPT Masa dengan

lengkap. Setelah data SPT Masa PPN itu

telah dicek maka akan diberikan kepada

AR yang akan meneliti dan memproses

SPT yang terdapat kesalahan matematis

atau terlambat dibayar sesuai dengan

hasil rekaman. Setelah itu jika terjadi

kelebihan bayar pada wajib pajak maka

akan diberikan ke Seksi Pemeriksaan.

Berdasarkan hasil wawancara

mengenai prosedur Pemeriksaan pajak

E-SPT Masa PPN pada Wajib pajak Badan

maka, setelah wajib pajak melaporkan

SPT Masa PPN nya maka kantor

pelayanan pajak mendapat instruksi dari

kanwil DJP untuk melakukan

pemeriksaan terhadap wajib pajak.

Pemeriksaan yang dilakukan menurut

analisis dan data yang konkret.

Kemudian pemeriksaan pajak

diawali dengan pembentukan tim. Tim

pemeriksaan terdiri dari supervisor dan

beberapa anggota. Tim tersebut

merumuskan audit plan yang akan

diperiksa pada wajib pajak setelah itu

menerbitkan SP2. Tim pemeriksa

menyampaikan SP2 kepada wajib pajak,

paling lambat 5 hari setelah terbitnya

SP2. Tim pemeriksa akan melakukan

peminjaman data atau dokumen salah

satunya adalah seksi pelayanan yang

bertanggung jawab atas jalannya aplikasi

E-SPT Masa PPN. Ada juga peminjaman

dokumen kepada wajib pajak yang harus

dipenuhi wajib pajak maksimal 1 bulan.

Pelaksanaan pengujian dilakukan

oleh tim pemeriksaan pajak dengan

memperhatikan temuan yang ada selama

pemeriksaan berlangsung. Pengujian ini

berdasarkan metode, teknik, dan

prosedur pemeriksaan yang sudah

dituangkan kedalam audit plan.

Kemudian wajib pajak menerima

surat pemeberitahuan hasil pemeriksaan

yang berisi koreksi dan pemberian hak

kepada wajib pajak untuk hadir dalam

pembahasan akhir hasil pemeriksaan.

Setelah itu pemeriksaaan pajak menelaah

kegiatan kedalam kertas pemeriksaan

pajak dan laporan hasil pemeriksaan

yang berisi nota perhitungan pajak yang

seharusnya diterbitkan.

Setelah laporan hasil pemeriksaan

terbit maka pemeriksaan pajak akan

Penuga

san

Instruk

si

Pemeri

ksaan

Pemberitah

uan SP2

kepada WP

Page 146: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

235

mengembalikan dokumen yang dipinjam

selama rangkaian pemeriksaan paling

lambat 7 hari setelah diterbitkannya

laporan hasil pemeriksaan.

4.3 Pembahasan Penerapan E-SPT Masa PPN sudah

diterapkan dengan baik di KPP Madya

Makassar itu dibuktikan adanya teori

yang dijadikan patokan dalam

mengetahui apakah penerapan E-SPT

Masa PPN itu sudah optimal atau belum,

Teori tersebut dikemukakan oleh Parker

(2011) yang berisi syarat syarat

informasi yang harus dipenuhi jika

Penerapan Sistem ini dianggap optimal,

dikarenakan muatan-muatan yang

disediakan berisi informasi wajib pajak

yang harus dilaporkan oleh petugas

pajak. Maka dari itu teori tersebut sangat

berperan penting di dalam menilai

penerapan E-SPT Masa PPN tersebut,

dengan mengetahui syarat-syarat yang

dikemukakan seperti syarat sebagai

berikut :

a) Ketersedian, menjelaskan syarat

informasi yang di butuhkan oleh wajib

pajak dan juga penerima informasi

yang mengelola informasi dari wajib

pajak tersebut, ini dibuktikan dari

hasil wawancara oleh petugas

pelayanan serta pelaksana

pemeriksaan bahwa fasilitas ini

merupakan layanan online dengan

menyediakan informasi mengenai

identitas wajib pajak. Karena adanya

feedback yang saling sinkron antara

kedua informan ini maka ketersedian

E-SPT Masa PPN sangat sudah

diterapkan.

b) Mudah dipahami, adalah cara

bagaimana menunjukkan sebuah

layanan yang baik dalam memberikan

sebuah pelayanan yang maksimal agar

customer dalam hal ini wajiib pajak

sebagai penerima layanan dapat

menangkap dengan cepat sistem yang

diperbaharui dari manual menjadi

sistem online, ini dibuktikan dari hasil

wawancara oleh pelaksana pelayanan

dan pemeriksaan bahwa sistem E-SPT

Masa PPN ini mudah sekali untuk

dipahami karena mayoritas

masyarakat sekarang adalah

pengguna basis jaringan.

c) Relevan, Proses ini akan dikatakan

sebuah system yang dinilai baik

apabila sesuai dengan kebutuhan

kantor saat ini dan apa yang

dibutuhkan oleh wajib pajak, dan ini

dibuktikan dari hasil wawancara oleh

seksi pelayanan bahwa aplikasi

tersebut sudah sangat relevan karena

dapat diakses dimana saja walaupun

kantor pelayanan pajak tutup.

d) Bermanfaat, hal yang sangat berperan

mengapa informasi itu di butuhkan,

tidak lain adalah manfaat bagi

keseluruhan yang menggunakan

informasi tersebut, berdasarkan dari

hasil wawancara bahwa semenjak

aplikasi E-SPT Masa PPN ini

diterapkan maka akan mengurangi

masalah yang dihadapi oleh petugas

pajak maupun oleh wajib pajak itu

sendiri.

e) Ketepatan waktu, proses pelayanan

dengan sistem E-SPT Masa PPN

merupakan alat online yang dipahami

dengan mudah sehingga cepat

mengetahui SPT yang dilaporkan

Wajib pajak, di karenakan prosesnya

yang biasa disebut Real Time, data

yang diterima dengan cepat oleh

petugas pajak akan langsung di kelola.

Ini dibuktikan dari wawancara dari

seksi pelaksanaan pemeriksaan yang

mengatakan bahwa sistem aplikasi

yang sangat cepta karena di dukung

Page 147: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

236

oleh jaringan yang sering dipakai di

era teknologi sekarang.

f) Akurat, berdasarkan hasil wawancara

oleh seksi pelaksanaan pemeriksaan

Keakuratan sangat penting dalam

proses pengelolaan data, dalam hal ini

keakuratan sistem E-SPT Masa PPN

yang dapat membantu seorang dalam

mengelola data yang masuk atau

dalam hal ini SPT yang dilaporkan

Wajib Pajak.

5. PENUTUP

5.1 Simpulan Dari beberapa pembahasan dan

serangkaian analisis yang telah penulis

lakukan di Kantor Pelayanan Pajak

Madya Makassar di peroleh kesimpulan

sebagai berikut :

1) Bahwa dalam penerapan sistem E-SPT

Masa PPN ini telah dilaksanakan

dengan baik, dan proses

penerapannya pun secara bertahap

dilaksanakan. Pemberian

informasinya pun di katakan dapat

sesuai dengan teori yang di jelaskan

oleh parker, dimana maksud dan

tujuan informasi yang optimal itu di

tujukan dari beberapa faktor

pendukung yang mengharuskan

pelaporannya melakukan basis

elektronik yang biasa dikenal dengan

E-SPT .

2) Bahwa dalam mewujudkan kinerja

dari petugas pajak khususnya dalam

bidang pemeriksaan pajak, penerapan

sistem E-SPT Masa PPN pada Kantor

Pelayanan Pajak Madya Makassar

sudah melaksanakan sosialisasi atau

edukasi mengenai pengisian E-SPT

Masa PPN dari pihak DJP sendiri

dengan menghimbau dan mewajibkan

Wajib Pajak baik badan ataupun orang

pribadi semua wilayah untuk

melaporkan SPT nya secara online

yaitu dengan sistem E-SPT Masa PPN.

Guna untuk mengurangi penggunaan

kertas, kehilangan berkas, ataupun

mengurangi kesalahan pengolahan

data yang akan dilaporkan kedalam

Kantor Pelayanan Pajak Madya

Makassar. Apabila terjadi kendala

umum seperti jaringan yang lambat,

yang kadang mempengaruhi proses

pelaporan online menjadi lambat

maka dapat menghubungi petugas

pajak di kantor pelayanan pajak

tempat wajib pajak dikukuhkan.

5.2 Saran

1) Dalam menerapkan sistem E-SPT

Masa PPN di kantor Madya Makassar

agar dikatakan maksimal pusat

pelayanan data dan informasi

mensosialisasikan di bidang

elektronik harus memperluas jejaring

dengan bentuk kata sosialisasi tidak

hanya terbatas di media sosial

facebook atau instagram tetapi juga di

perangkat yang tidak memerlukan

jaringan internet atau biasa dikenal

edukasi offline di smartphone atau PC

menciptakan aplikasi baik di playstore

bagi pengguna android ataupun

aplikasi yang mendukung hal tersebut

dengan menampilkan konten yang

berisi himbauan bagi para Wajib Pajak

agar segera melaporkan SPT nya

beserta dengan cara menginputnya

dengan mengakses E-SPT, dimana jika

di klik himbauan ini maka dapat

membuka website DJP Sistem Online

maupun offline tersebut.

2) Sehubungan dengan pemenuhan

pemeriksaan pajak maka diharapkan

sistem yang diciptakan bekerja

dengan optimal dan membantu Wajib

Pajak dan petugas pajak dalam

mengecek pelaporan SPTnya dengan

Page 148: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

237

tepat waktu dan cepat, serta perlu

adanya regulasi yang mengatur

tentang Wajib Pajak melakukan

pelaporan secara online dengan

menggunakan E-SPT tersebut secara

real time

DAFTAR PUSTAKA

Apriliani Indah. Pengaruh Penerapan E-Spt (Masa Ppn) Terhadap Efisiensi Pemrosesan Data Perpajakan (Studi Kasus Pada Pengusaha Kena Pajak Di Kpp Pratama Semarang Barat). E-jurnal Universitas Dian Nuswantoro Semarang.

Aryati. 2013. Pengaruh Pelaksanaan Self Assessment System Terhadap Persepsi Wajib Pajak Di Kota Banda Aceh. jurnal ekonomi dan bisnis (Online), Vol 14, No. 1 (http://jurnal.pnl.ac.id. Diakses 14 Mei 2015).

Bohari. 2012. Pengantar Hukum Pajak. Jakarta: Rajawali Pers.Madewing. 2013. Pengaruh Modernisasi Sistem Administrasi Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Makassar Utara. Makassar: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin.

Didit Mulyadi Mahyudin. 2015. Analisis Kepatuhan Wajib Pajak Dengan Diterapkannya Program E-SPT Dalam Melaporkan SPT Masa PPN Pada KPP Pratama Bitung. Jurnal EMBA/ Vol. 3 No/1 Maret 2015.

Dini Wahyu Hapsari. 2014. Analisis Penerapan E-SPT PPN Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak. Jurnal Infestasi vol.10 no. 1 Juni 2014.

(download.portalgaruda.org/article.php?...SPT%20SEBAGAI%20 /18 Februari 2019/02:49)

Devita Husna. 2018. Analisis Sistem E-SPT Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Tuban. Skripsi :

Universitas Islam Negeri Maulana Malikibrahim Malang. (Diakses pada hari Sabtu, 16 Februari Jam 09:56). Website: etheses.uin-malang.ac.id/12307/1/14520114.pdf.

https://pemeriksaanpajak.com/2015/10/30/apa-itu-pemeriksaan-pajak/(diakses pada hari Jumat, 16 Februari 2019. Jam 00:45)

Jakijan dan Khairani. 2013. Analisis Aplikasi E-Spt Ppn Pada Kantor Konsultan Pajak Madya Palembang. Palembang: Jurusan Akuntansi STIE MDP.

Keputusan Direktur Jendral Pajak Nomor KEP-88/PJ/2004 tentang Penyampaian Surat Pemberitahuan Secara Elektronik.2004.Jakarta: Direktur Jendral Pajak.

Lingga. 2012. Pengaruh Penerapan E-Spt Ppn Terhadap Efisiensi Pengisian Spt Menurut Persepsi Wajib Pajak: Survey Terhadap Pengusaha Kena Pajak Pada Kpp Pratama Majalaya. Bandung. Jurnal Akuntasi, (Online), Vol.4, No.2, (majour.maranatha.edu, diakses 14 April

Mardiasmo. 2011. Perpajakan Edisi Revisi 2011. Yogyakarta: Andi.

Nurbaeti. 2015. Skripsi Pengaruh Penerapan E-SPT Masa PPN Terhadap Efisiensi Pengisian SPT Menurut Persepsi Wajin Pajak Badan. Website: (https://core.ac.uk /download/pdf/77624304.pdf) /diakses pada hari Minggu,17 Februari/20:39

Page 149: digilibadmin.unismuh.ac.id · Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294 Vol.3 Nomor 2 November 2020 90 TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

Amnesty: Jurnal Riset Perpajakan p-ISSN: 2714-6308 e-ISSN: 2714-6294

Vol.3 Nomor 2 November 2020

238

Pudyatmoko, S. 2009. Pengantar Hukum Pajak. Yogyakarta: Andi Offset

PMK No. 152/PMK.03/2009 Tentang Bentuk dan Isi Surat Pemberitahuan, serta Tata Cara Pengambilan Pengisian, Penandatanganan, dan Penyampaian Surat Pemberitahuan.

PMK No. 80/PMK.03/2010 Tentang Penentuan Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran dan Penyetoran Pajak, Penentuan Tempat Pembayaran Pajak, dan Tata Cara Pembayaran, Penyetoran dan Pelaporan Pajak, Serta Tata Cara Pengangsuran dan Penundaan Pembayaran Pajak.

Pandiangan, L. 2008. Modernisasi dan Reformasi Pelayanan Perpajakan. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

PER-47/PJ/2008 Tentang Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan Beserta Petunjuk Pengisiannya. Jakarta: Direktur Jendral Pajak.

Ramadhan, F. 2010. Pengaruh Manfaat dan Kemudahan e-SPT terhadap Penggunaan Fasilitas e-SPT oleh Wajib Pajak Pribadi.Skripsi: Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Republik Indonesia, Undang-Undang No. 42 Tahun 2009 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.

Sripeni Rusbiyanti. 2011. Pengaruh Penerapan E-SPT (Masa PPN) Terhadap Efisiensi pengisian SPT Masa PPN menurut Persepsi Wajib Pajak Badan. E-Jurnal /vol.12 No/2 September 2011

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan. 2007. Jakarta: Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009 mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. 2009. Jakarta: Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Waluyo. 2011. Perpajakan Indonesia Edisi 10 Buku 1. Jakarta: Salemba Empat

www.pajak.go.id/18 Februari 2019/11:56

www.wibowopajak.com/19 februari 2019/10:45