all chapter.pdf

Upload: tommy

Post on 14-Jan-2016

54 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    I.1 Latar Belakang

    Karakterisasi reservoar merupakan suatu proses untuk menjabarkan secara

    kualitatif dan atau kuantitatif karakter reservoar menggunakan semua data yang

    ada (Sukmono, 2002). Impedansi Akustik (AI) dipercaya dapat membantu dalam

    hal karakterisasi reservoar, namun AI tidak memberikan gambaran yang jelas

    dalam pemisahan litologi dan fluida. Hal ini dikarenakan AI merupakan fungsi

    dari Vp dan densitas saja.

    Crossplot antara Impedansi Akustik dan Impedansi Gradien (GI) yang merupakan

    fungsi dari kecepatan gelombang P, kecepatan gelombang S, dan densitas

    diharapkan memberikan pola sebaran yang dapat memperlihatkan batas antara

    litologi dan fluida (Whitcombe dan Fletcher, 2001).

    Secara umum, Extended Elastic Impedance (EEI) didefinisikan sebagai rentang

    antara AI dan GI yang dikontrol oleh sudut , yaitu sudut yang berkorelasi

    dengan , dimana adalah sudut datang dari horizon target. Sehingga, dapat

    dikatakan bahwa EEI merupakan nilai proyeksi crossplot pada domain AI GI

    (Whitcombe dan Fletcher, 2001).

    Pada penelitian ini dilakukan pemodelan Rock Physics (Fisika Batuan) dan

    analisis crossplot pada data sumur untuk menentukan proyeksi otimum dalam

  • 2

    memisahan litologi dan fluida, selanjutnya menganalisis reliabilitas data seismik

    yang akan digunakan untuk karakterisasi reservoar dengan melihat kekonsistenan

    respon AVO (Amplitude Versus Offset) antara data sumur dengan data seismik.

    Selanjutnya, menerapkan metode coloured inversion pada data seismik untuk

    mendapatkan penampang AI. Dari hasil inversi ini diharapkan akan memberikan

    gambaran keadaan bawah permukaan yang sebenarnya.

    I.2 Ruang Lingkup Penelitian

    1. Penelitian ini menggunakan data seismik 3D OBC post stack, sedangkan

    AVO hanya bekerja pada data gather. Hal ini membuat respon AVO

    diperoleh dari data sintetik angle gather yang dibuat dari data sumur.

    2. Penelitian ini difokuskan pada 3 sumur dari 11 sumur yang ada di lapangan

    Patuku.

    3. Hasil inversi dari metode coloured inversion berupa impedansi relatif.

    Sehingga nilai impedansi yang dihasilkan merepresentasikan karakter dari

    impedansi, tetapi bukan nilai impedansi sebenarnya.

    I.3 Tujuan Penelitian

    Adapun tujuan dari penelitian ini, yaitu :

    1. Menentukan proyeksi EEI yang optimum dalam pemisahan litologi dan

    fluida.

    2. Menentukan respon AVO dari top reservoar jurasik tengah.

    3. Menentukan reliabilitas data seismik untuk karakterisasi reservoar.

  • 3

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    II.1 Parameter Elastik Batuan

    Secara umum, batuan tersusun atas beberapa komponen yaitu matriks, pori dan

    fluida yang mengisi pori batuan seperti yang digambarkan pada Gambar 2.1.

    Matriks batuan merupakan padatan yang menyusun batuan. Sedangkan pori

    batuan merupakan ruang kosong antar matriks. Ruang kosong ini biasanya terisi

    oleh fluida (Fritz, 2008).

    Ketika sebuah gaya bekerja pada batuan, maka gaya tersebut akan menjalar dan

    diteruskan ke segala arah. Ketika gaya tersebut dihentikan, maka pada batas

    tertentu akan kembali ke bentuk awalnya. Hal ini disebabkan karena batuan

    bersifat elastis (Fritz, 2008).

    Pori /Fluida Matrix Batuan

    Gambar 2.1 Model batuan (Humpson-Russel, 2011).

  • 4

    II.1.1 Modulus Bulk

    Modulus Bulk (K) adalah modulus elastik yang menggambarkan rasio dari

    tekanan yang diterapkan pada sebuah benda dengan jumlah perubahan volume

    yang dialami oleh benda tersebut. Modulus bulk merupakan parameter elastik

    yang peka terhadap kehadiran gas dalam pori-pori batuan. Hal ini disebabkan

    karena gas memiliki karakter modulus bulk yang berbeda dengan air dan minyak

    (Fritz, 2008).

    Volume awal = V

    Perubahan volume akibat tekanan P = V

    K

    P

    V

    V

    (1)

    Gambar 2.2 Perubahan volume dan bentuk akibat tekanan hidrostatis P (Marten,

    2012).

    K, Modulus Bulk

    VV

    PK

  • 5

    II.1.2 Modulus Geser

    Modulus Geser biasa juga disebut sebagai rigiditas, didefinisikan sebagai

    kekuatan dari strain yang mengakibatkan perubahan bentuk tanpa merubah

    volume. Modulus geser merupakan modulus elastik yang menyatakan deformasi

    yang terjadi ketika sebuah gaya diterapkan pararel terhadap satu bidang objek,

    ketika bidang yang lainnya ditahan oleh gaya yang sama. Modulus geser sangat

    bermanfaat untuk membedakan kualitas batupasir karena modulus geser tidak

    dipengaruhi oleh fluida (Fitrianto, 2011).

    A

    F

    , Modulus Geser (2)

    II.2 Seismic Rock Physics

    Seismic Rock Physics adalah suatu metode untuk menghubungkan parameter

    gelombang seismik dengan parameter fisis dari reservoar seperti porositas,

    Gambar 2.3 Perubahan bentuk akibat akibat gaya geser (Marten, 2012).

    AF

  • 6

    kandungan lempung, dan jenis litologi (Fitrianto, 2011).

    Dalam pengukuran sifat fisis batuan, data core (batuan inti) dikondisikan sedekat

    mungkin dengan kondisi reservoar yang sebenarnya. Data core dapat digunakan

    sebagai acuan dalam pemodelan atau perhitungan menggunakan parameter

    seismik atau sifat fisis dari reservoar. Data yang didapatkan dari pengukuran sifat

    fisis batuan berupa tipe fasies, porositas dan tipe fluida. Dengan adanya data

    tersebut, maka analisis sensitivitas dengan menggunakan metode crossplot dari

    beberapa parameter gelombang seismik dapat menghasilkan hasil yang akurat.

    Gassmann (1951) dan Biot (1956) menjelaskan teori Rock Physics melalui hasil

    penelitiannya dengan mengembangkan teori propagasi gelombang pada batuan

    yang tersaturasi oleh fluida dengan menerapkan persamaan dari Modulus bulk dan

    Modulus geser kemudian mensubstitusikannya kedalam persamaan dasar

    kecepatan gelombang P dan S (Fitrianto, 2011).

    Persamaan dasar kecepatan gelombang P dan gelombang S, dapat dituliskan

    sebagai berikut:

    Gambar 2.4 Ilustrasi fungsi Rock Physics (Fitrianto, 2011).

  • 7

    234

    KVp

    (3)

    Vs

    (4)

    Vp : Kecepatan gelombang P

    Vs : Kecepatan gelombang S

    K : Modulus bulk

    : Modulus geser

    : Konstanta lame

    : Densitas

    II.3 Penggantian (Substitusi) Fluida

    Gassmann (1951) dan Biot (1956) mengembangkan teori propagasi gelombang

    pada batuan yang tersaturasi fluida, khususnya batu pasir yang tersaturasi gas (gas

    sands). sehingga persamaan (3) dan (4) dapat dituliskan menjadi:

    sat

    satsat

    sat

    KVp

    3

    4 dan

    sat

    sat

    satVs

    (5)

    Dimana wHCwwmsat SS 11

    sat : Densitas batuan tersaturasi

  • 8

    m : Densitas matriks batuan

    w : Densitas air

    wS : Saturasi air

    HC : Densitas hidrokarbon

    : Porositas

    Pada persamaan Biot-Gassmann, untuk porositas konstan, modulus geser tidak

    berubah oleh perubahan saturasi air, karena modulus geser tidak bergantung pada

    fluida, sehingga:

    drysat (6)

    Dimana,

    sat : modulus geser pada batuan tersaturasi.

    dry : modulus geser pada batuan yang kering (frame).

    Persamaan diatas menunjukkan hubungan yang sangat fundamental antara

    kecepatan gelombang seismik dengan sifat fisis batuan.

    Hubungan antara Vp dan Vs dapat diperoleh juga melalui hubungan empiris yang

    dinyatakan oleh Castagna (1985) dan Krief, yang secara matematis dituliskan

    sebagai:

  • 9

    16.1

    1360ps

    VV m/s (7)

    a

    bVV

    p

    s

    2

    (8)

    (a dan b merupakan konstanta)

    Selain itu, hubungan antara Vp dengan juga dapat diperoleh melalui hubungan

    empiris yang dinyatakan oleh Gardner (1974). Secara matematis dituliskan

    sebagai berikut:

    25.0

    paV (9)

    Dimana dalam kg/m3, a adalah 310 kg/m3.(s/m)0.25 ketika Vp dalam m/s dan 230

    kg/m3.(s/ft)

    0.25 ketika Vp dalam ft/s.

    Gassmann (1951, op. cit. Humpson-Russel, 2011) membuat persamaan untuk

    menghitung efek dari substitusi fluida, secara matematis dituliskan sebagai

    berikut:

    2

    2

    1

    )/1(

    m

    dry

    mf

    mdry

    drysat

    K

    K

    KK

    KKKK

    (10)

    Dimana,

    : Modulus bulk batuan tersaturasi fluida

    : Modulus bulk frame

  • 10

    : Modulus bulk fluida

    : Modulus bulk matriks

    : Porositas

    Mavko et.al, dalam buku Rock Physics Handbook memberikan bentuk yang

    lebih intuitif dari persamaan Biot-Gassman di atas, dituliskan sebagai:

    )( fm

    f

    drym

    dry

    satm

    sat

    KK

    K

    KK

    K

    KK

    K

    (11)

    Biot mendefinisikan koefisien Biot dan M (Modulus Fluida) sebagai :

    m

    dry

    K

    K1 dan

    mf KKM

    1

    (12)

    Persamaan (12) dapat dituliskan sebagai MKK drysat2

    Apabila = 0 (atau = ) , maka =

    Apabila = 1(atau = 0), maka mfsat KKK

    11

    Secara fisis, jika = 0, maka batuan tersebut tidak berpori. Sedangkan, jika

    = 1, maka partikel batuan berada dalam keadaan suspensi (Humpson-Russel,

    2011).

    Variasi nilai Modulus bulk dari persamaan Biot-Gassmann, biasanya diestimasi

    dengan menggunakan nilai Modulus bulk dari matriks batuan padat yang secara

  • 11

    umum nilainya dalam Gigapascals (Gpa). Modulus bulk dari matriks batuan

    padat, Km biasanya diambil dari data yang telah dipublikasikan yang diukur dari

    contoh data core. Pada umumnya nilai K adalah :

    40sandstoneK Gpa

    60LimestoneK Gpa

    Modulus bulk fluida dapat dimodelkan dengan persamaan :

    HC

    w

    w

    w

    f K

    S

    K

    S

    K

    11

    (13)

    Dimana,

    = Modulus bulk air

    = Modulus bulk hidrokarbon

    Persamaan untuk mengestimasi nilai Modulus bulk dari brine, gas dan minyak

    diberikan oleh Batzle dan Wang (1992, Seismic Properties of Pore Fluids,

    Geophysics, 57). Biasanya nilai Modulus bulknya adalah :

    gasK = 0.021 Gpa, oilK = 0.79 Gpa, wK = 2.38 GPa

    Langkah-langkah yang diambil untuk melakukan substitusi fluida dengan

    algoritma Biot-Gassmann, sebagai berikut:

    Mengekstrak nilai parameter Modulus elastik berdasarkan data kecepatan P

    dan S dari dari fluida insitu (fluida 1)

  • 12

    sat

    satsat

    sat

    KVp

    3

    4

    sat

    satsatVs

    Menghitung Modulus bulk dengan menggunakan persamaan Biot-Gassmann

    sebagai akibat dari penggantian fluida

    ,12 fluida tidak mengubah modulus geser batuan

    Menghitung densitas batuan setelah penggantian fluida

    )()1( 12122 fffm (14)

    Menghitung Vp dan Vs yang baru setelah penggantian fluida.

    Gambar 2.5 Ilustrasi konsep substitusi fluida (Marten, 2012).

  • 13

    II.4 AVO

    Analisis AVO didasarkan pada perubahan amplitudo sinyal refleksi terhadap jarak

    dari sumber gelombang ke penerima (receiver), dalam hal ini semakin besar jarak

    dari sumber ke penerima (offset) semakin besar pula sudut datangnya. AVO dari

    data prestack CDP gathers memberikan informasi dasar dari litologi dan

    kandungan fluida yang ada pada pori batuan. Klasifikasi AVO didasarkan atas

    respon dari top reservoar yang bergantung pada kontras impedansi akustik pada

    batas lapisan serta efek interferensi. Gambar 2.6 merupakan ilustrasi ketika

    sebuah gelombang datang menyentuh batas lapisan maka sebagian energinya akan

    direfleksikan sebagian lagi akan ditransmisikan. Sudut antara gelombang refleksi

    dengan garis yang tegak lurus dengan bidang batas (garis normal) disebut sudut

    refleksi, sedangkan sudut antara gelombang transmisi dengan garis normal disebut

    sudut transmisi. Hal ini sesuai dengan Hukum Snellius yang berlaku pada optik.

    Gambar 2.6 Model konversi gelombang P-S pada refeleksi dengan sudut datang 0

    (Marten, 2012).

  • 14

    II.4.1 Klasifikasi AVO

    Klasifikasi AVO (Amplitudo versus Offset) diprakarsai oleh Rutherford dan

    Williams yang mendefinisikan 3 kelas AVO untuk reservoar batu pasir tersaturasi

    gas (gas sands). Ketiga kelas tersebut adalah kelas I untuk batu pasir tersaturasi

    gas yang memiliki impedansi yang tinggi (relatif terhadap shale yang

    menutupinya), Kelas II untuk kontras impedansi yang hampir nol dan kelas III

    untuk batu pasir tersaturasi gas yang memiliki impedansi yang rendah (Abdullah,

    2009).

    Karakteristik amplitudo sebagai fungsi dari offset (sudut) untuk kelas-kelas AVO

    tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini

    Dari gambar di atas terlihat bahwa, top reservoar kelas I AVO memiliki

    amplitudo yang positif pada offset yang dekat, kemudian amplitudonya melemah

    pada offset yang jauh. Kelas II memiliki amplitudo yang mendekati 0 pada offset

    Kelas III

    Kelas II

    Kelas IIp

    Kelas I

    Sudut

    Kelas IV

    Gambar 2.7 Klasifikasi AVO menurut Rutherford dan Williams (Marten, 2012.)

  • 15

    yang dekat, lalu mengalami peningkatan amplitudo ke arah negatif pada offset

    yang jauh. Sedangkan untuk AVO kelas IIp, terjadi pembalikan polaritas pada

    offset pertengahan. Kelas III AVO merupakan anomali yang mudah dikenali,

    kelas AVO ini ditandai dengan peningkatan amplitudo yang drastis ke arah

    negatif sejalan dengan bertambahnya offset (Abdullah, 2009).

    Seiring dengan perkembangan dan penemuan di lapangan, dikenal juga AVO

    kelas IV bahkan sampai kelas V dan VI. Kelas IV dan kelas V memiliki perilaku

    yang mirip yakni amplitudo kuat negatif pada offset yang dekat dan mengalami

    penurunan amplitudo pada offset jauh. Akan tetapi penurunan untuk kelas IV

    tidak sedrastis AVO kelas V (Abdullah, 2009).

    II.5 Extended Elastic Impedance

    Persamaan Impedansi Elastik yang diturunkan dari Persamaan aki-richards,

    diperkenalkan oleh Connolly (Lihat lampiran 1), menggunakan parameter Vp ,

    Vs dan densitas (,, dan ) :

    cbaEI )( (15)

    Dimana

    )sin41(

    sin8

    )sin1(

    2

    2

    2

    kc

    kb

    a

  • 16

    Dengan 2)(

    k . Persamaan di atas kemudian dimodifikasi oleh Whitcombe,

    dengan memperkenalkan besaran 0, 0, dan 0 yang mengubah variabel dimensi

    persamaan (15) dan memberikan fungsi EI yang mengembalikan nilai impedansi

    yang ternormalisasi untuk semua sudut , yaitu:

    ])()()[()(000

    00

    cbaEI

    (16)

    Dari Persamaan (16), tujuan selanjutnya mengekspresikan persamaan reflektifitas

    dalam terminologi yang sesuai dengan hubungan impedansi. Ada 2 kesulitan

    dalam menggunakan definisi EI, persamaan EI mensyaratkan |2| melebihi 1,

    dan nilai reflektifitas dapat melebihi 1 ketika |2| meningkat. Pada

    kenyataanya tidak ada kontras impedansi yang dapat memberikan nilai

    reflektifitas lebih besar dari 1 (kecuali jika nilai impedansinya negatif). Dalam

    prakteknya nilai |2| akan mendekati dan melampaui 1. Log EI, dengan

    definisi ini akan bertambah secara tidak akurat (Whitcombe et.al, 2000).

    Untuk mengkompensasi kesulitan ini, maka perlu dilakukan 2 perubahan pada

    definisi EI. Yang pertama, mengganti 2 dengan tan sehingga persamaan ini

    dapat terdefenisi pada nilai . Dalam terminologi ini juga akan didefenisikan

    faktor skala dari reflektifitas kedalam reflektifitas normal dengan mengalikannya

    dengan cos , yang menjamin reflektifitas tidak akan pernah melebihi 1.

    Dengan melakukan substitusi pada two term dari persamaan aki-richards, maka

  • 17

    tan

    sin 2

    BAR

    BAR

    (17)

    Dari hubungan diatas maka dapat dituliskan,

    cos

    )sincos( BAR

    (18)

    Kemudian diberikan reflektifitas skala Rs,

    cosRRs (19)

    Sehingga dapat dituliskan,

    sincos BARs (20)

    Persamaan Impedansi Elastik ekuivalen dengan persamaan (20) sehingga, (Lihat

    Lampiran 2)

    ])()()[()(000

    00

    rqpEEI

    (21)

    Dimana :

    )sin4(cos

    sin8

    sincos

    Kr

    Kq

    p

    (22)

    Persamaan diatas disebut persamaan Extended Elastic Impedance atau EEI.

    Reflektifitas skala mempunyai mempunyai arti fisis bahwa rentang mulai dari

    nilai A pada = 0 sampai dengan nilai B pada = 90 . Nilai EEI pada =

  • 18

    0 ekuivalen dengan Impedansi Akustik (AI) dan sedangkan EEI pada = 90

    akan mempunya nilai reflektivitas yang sama dengan B, yang tidak lain adalah

    Impedansi Gradien (GI) (Whitcombe et.al, 2000).

    II.6 Coloured Inversion

    Inversi seismik merupakan suatu teknik untuk membuat model bawah permukaan

    dengan menggunakan data seismik sebagai input dan data sumur sebagai kontrol.

    Data seismik konvensional yang biasa digunakan diperoleh dari hasil proses

    pemodelan ke depan (Forward Modelling) yang merupakan proses konvolusi

    antara reflektifitas dengan wavelet dan ditambah dengan komponen bising (noise).

    Sedangkan untuk keperluan interpretasi seismik, akan lebih mudah dilakukan

    setelah data seismik tersebut dikembalikan menjadi model geologi. Proses ini

    disebut sebagai Inversi (Inverse Modelling) (Sukmono, 2000).

    Terdapat beberapa metode yang berkembang untuk mendapatkan nilai inversi

    seismik, misalnya Metode Sparse Spike, Model Based dan Rekursif. Selain itu,

    terdapat metode inversi yang dikembangkan oleh Steve Lancaster dan David

    Whitcombe dari BPA yang disebut Coloured Inversion (CI). Metode ini bukan

    merupakan metode yang paling baik di kelasnya, tetapi metode ini cukup cepat

    dan lebih mudah digunakan. Hasil inversi dengan metode metode CI ini juga

    masih lebih andal dibandingkan dengan metode cepat lainnya seperti inversi

    rekursif. Bahkan hasil inversinya cukup mirip dengan hasil inversi dengan metode

    Sparse Spike yang membutuhkan waktu lebih lama dalam pengerjaannya

    (Lancaster dan Whitcombe, 2000).

  • 19

    Grafik Seismic Mean pada Gambar 2.8 menunjukkan rata-rata dari spektrum

    seismik yang digunakan untuk menghasilkan operator inversi. Grafik Global

    menunjukkan rata-rata dari spektrum log AI. Berdasarkan rata-rata dari kedua

    spektrum data ini maka spektrum dari operator dapat dihitung. Dari operator yang

    didapatkan, kemudian diterapkan ke data seismik sehingga menjadi volume AI.

    II.7 Geologi Regional Daerah Penelitian

    Secara geografis, Papua dibagi menjadi 3 komponen besar yaitu bagian Kepala

    Burung (KB), Leher Burung dan Badan Burung. Cekungan Bintuni berada di

    daerah Teluk BintuniPapua Barat, tepatnya terletak di bagian Kepala-Leher

    Burung. Geomorfologi Papua Barat mengalami deformasi pada umur Tersier

    Akhir, pada masa ini terjadi proses transgresi yang besar yang berarah barat daya

    dan berakhir pada New Guinea Mobile Belt sehingga berbentuk Kepala dan Leher

    Burung. Tatanan Geologi daerah KB dibentuk oleh adanya kompresi pada umur

    Gambar 2.8 Proses inversi dengan menggunakan metode coloured inversion(ARK CLS,

    2008)

  • 20

    Paleogen tepatnya OligosenResen. Kompresi ini disebabkan karena adanya

    oblique convergent antara Lempeng Australia yang bergerak ke arah barat laut

    dan Lempeng Pasifik yang bergerak ke arah tenggara (BP Indonesia, 2012).

    Struktur elemen penting yang berada di daerah KB (Gambar 2.9), antara lain :

    (BP Indonesia, 2012).

    1. Sesar Sorong, terletak di sebelah Utara

    Sesar Sorong adalah salah satu sesar mayor yang terletak di sebelah utara

    KB, dengan arah sesar berarah Timur-Barat. Jenis Sesar Sorong ini yakni

    sesar mendatar kiri (left-lateral strike-slip fault)

    2. Sesar Tarera Aiduna, terletak di sebelah Selatan

    Sesar Tarera Aiduna juga merupakan sesar mayor yang berada di daerah

    KB dimana sesar ini terletak di sebelah selatan dengan arah sesar Barat-

    Timur.

    3. Lengguru FoldBelt ( LFB ), berada di sebelah Timur

    LFB merupakan serangkaian antiklin yang mempunyai arah umum barat

    laut-tenggara, yang kemudian terangkat ketika terjadi proses oblique

    convergent antara Lempeng PasifikAustralia. Di sebelah selatan, LFB ini

    dipotong oleh Sesar Tarera Aiduna. Pada saat LFB ini terbentuk,

    mengakibatkan adanya penurunan (subsidance) sehingga mengalami

    sedimentasi pada cekungan. LFB sebagian besar tersusun atas kelompok

    New Guinea Limestone (NGL) yang mengisi Cekungan Bintuni.

  • 21

    4. Seram Through, berada disebelah barat.

    Palung Seram berada di sebelah barat daya KB. Sesar ini terbentuk akibat

    adanya konvergen lempeng Australia.

    Cekungan Bintuni merupakan cekungan dengan luas 30.000 km2 yang

    cenderung berarah utaraselatan dengan umur Tersier Akhir yang berkembang

    pesat selama proses pengangkatan LFB ke timur dan Blok Kemum dari sebelah

    utara. Cekungan ini di sebelah timur berbatasan dengan Sesar Arguni, di

    depannya terdapat LFB yang terdiri dari batuan klastik berumur Mesozoik dan

    batugamping berumur Tersier yang mengalami perlipatan dan tersesarkan. Di

    sebelah barat cekungan ini ditandai dengan adanya tinggian struktural, yaitu

    Pegunungan Sekak yang meluas sampai ke utara, di sebelah utara terdapat

    Dataran Tinggi Ayamaru yang memisahkan Cekungan Bintuni dengan Cekungan

    Salawati yang memproduksi minyak bumi. Di sebelah selatan, Cekungan Bintuni

    dibatasi oleh Sesar TareraAiduna, sesar ini paralel dengan Sesar Sorong yang

    terletak di sebelah utara KB. Kedua sesar ini merupakan sesar utama di daerah

    Papua Barat. Kedua sesar ini merupakan sesar utama di daerah Papua Barat (BP

    Indonesia dan dimodifikasi oleh penulis, 2012).

  • 22

    II.8 Petroleum System Cekungan Bintuni

    Terdapat lima bagian dari petroleum system yang dipengaruhi dengan kondisi

    geologi regional maupun lokal yang ada pada daerah penelitian (BP Indonesia dan

    dimodifikasi oleh penulis, 2012).

    1. Batuan Induk (Source Rock)

    Batuan induk adalah batuan yang mengandung bahan-bahan organik sisa-sisa

    hewan dan tumbuhan yang mengalami pematangan sehingga terbentuk minyak

    dan gas bumi.

    Gambar 2.9 Peta Geologi Regional Kepala Burung (KB) (BP Indonesia, 2012).

  • 23

    2. Batuan Reservoar (Reservoir Rock)

    Batuan reservoar merupakan batuan yang bersifat porous (berpori-pori) dan

    permeable (meloloskan fluida) sehingga minyak dan gas bumi yang dihasilkan

    oleh batuan induk akan disimpan atau diakumulasikan di sini.

    3. Migrasi

    Migrasi hidrokarbon merupakan proses perpindahan hidrokarbon dari batuan

    induk menuju ke batuan resevoar untuk dikonsentrasikan didalamnya.

    Arahmigrasinya yaitu dari cekungan menuju ke perangkap. Dalam hal ini,

    perangkapnya berupa perangkap struktur antiklin.

    4. Perangkap (Trap)

    Perangkap merupakan bentukan-bentukan yang memungkinkan hidrokarbon

    terperangkap di dalamnya.

    5. Batuan Penutup (Seal)

    Batuan penutup adalah batuan yang menghalangi hidrokarbon untuk keluar.

    Dalam hal ini, batuan sedimen yang kedap air sehingga hidrokarbon yang ada

    dalam reservoar tidak dapat keluar lagi.

  • 24

    BAB III

    METODOLOGI PENELITIAN

    III.1 Perangkat dan Data yang Digunakan

    Dalam Penelitian ini data yang dipakai adalah data seismik 3D OBC dengan

    volume full stack, serta 3 data sumur yang menjadi fokus dalam pemodelan Rock

    Physics, yaitu Patuku-2, Patuku-5, dan Patuku-6. Sementara untuk pemrosesan

    data digunakan perangkat lunak Humpson-Russel, Seismic Coloured Inversion

    dan di dukung oleh perangkat lunak OpenWorks.

    III.2 Tahapan Penelitian

    Penelitian ini dilakukan dengan melalui beberapa tahapan sebagai berikut:

    III.2.1 Tahap Persiapan

    1. Studi literatur, yakni mengumpulkan bahan-bahan referensi mengenai

    Rock Physics, AVO, Extended Elastic Impedance, dan referensi lain yang

    mendukung penelitian ini.

    2. Pengumpulan data, yakni mengumpulkan data yang akan di gunakan

    dalam penelitian berupa data seismik 3D yang telah melalui tahap

    pemrosesan data dan data sumur.

  • 25

    III.2.2 Tahap Pengolahan Data

    1. Loading Data/Check

    Menampilkan data log dari ketiga sumur yang akan di modelkan yaitu log CALI

    (Kaliper), GR (Gamma Ray), PHIT (Porositas Total), SW (Saturasi Air), DT

    (Gelombang P), DTS (Gelombang S), RHOB (Densitas). Selanjutnya, mengecek

    dan menegenali keadaan data yang akan digunakan untuk pemodelan.

    2. Koreksi Checkshot

    Sebelum melakukan pengikatan data sumur ke data seismik (Well Seismic Tie)

    dilakukan koreksi checkshot untuk mengkonversi data sumur dari domain

    kedalaman menjadi domain waktu, agar memiliki domain yang sama dengan data

    seismik. Adapun tipe interpolasi yang dilakukan pada saat koreksi checkshot ini

    yaitu Polynomial 4.

    3. Substitusi Fluida

    Masukan dari proses substitusi fluida adalah log DT yang teleh dikoreksi

    checkshot (DT_chk), log DTS, dan log RHOB. Algoritma yang digunakan dalam

    tahap substitusi fluida ini adalah algoritma Biot-Gassmann yang memungkinkan

    substitusi nilai saturasi air dan porositas pada output log. Dalam hal ini, akan

    dilihat respon dari reservoar ketika fluida di reservoar di substitusi dengan 100%

    air (Kasus Brine) dan responnya ketika fluida di substitusi dengan 80% gas

    (Kasus Gas), dengan porositas sama dengan input. Selain itu masukan lain dari

    tahap ini yaitu komposisi matriks dan fluida di reservoar (Lihat Lampiran 3).

  • 26

    Kemudian, perlu di asumsikan bahwa porositas batuan reservoar di-load dari log

    PHIT. Proses ini dilakukan mulai dari Top Jurasik Tengah sampai Top Permian

    dengan menetapkan kondisi kurang dari 0.3 dari volume clay.

    4. Analisis Crossplot

    Malakukan crossplot antara beberapa parameter fisis dari reservoar untuk melihat

    karakternya, seperti Vp-Vs, Vp-Densitas, AI-GI, AI-Porositas, EEI-Porositas pada

    sumur pemodelan, kemudian melakukan zonasi untuk membedakan litologi

    (pasir-lempung) dan membedakan fluida (brine-gas).

    5. Well Seismic Tie

    Sebelum melakukan proses pengikatan data sumur dengan data seismik, hal yang

    penting yang harus diperhatikan dari data sumur adalah log yang sedang aktif

    yang akan dibuat seismogram sintetik. Dalam hal ini log DT_chk (log DT yang

    telah diterapkan checkshot) dan log RHOB kasus in-situ (keadaan sebenarnya)

    .Langkah selanjutnya, mengestimasi wavelet yang akan digunakan untuk

    membuat sintetik seismogram. Pada dasarnya, ada beberapa cara yang digunakan

    dalam mengestimasi wavelet misalnya dengan cara statistik, deterministik, atau

    dengan menggunakan wavelet model seperti ricker dan bandpass. Wavelet yang

    akan dipilih ditentukan dengan cara membandingkan hasil korelasi seismogram

    sintetik dengan data seismik yang merepresentasikan kecocokan event dan

    besarnya korelasi antara seismogram sintetik dengan data seismik setelah

    dilakukan beberapa proses penyesuaian (bulk shifting, atau streching/squeezing) .

  • 27

    6. Pemodelan AVO

    Tahap ini dilakukan dengan membuat sintetik dari data sumur pada kasus in-situ,

    kasus brine, dan kasus gas. Dari sintetik ini, akan diketahui respon AVO pada top

    reservoar untuk kasus-kasus tersebut.

    7. Analisis Data Seismik

    Analisis data seismik ini dilakukan dalam 2 tahap. Pertama, membandingkan

    kesamaan event data seismik dengan sintetik dari data sumur. Kedua,

    membandingkan respon AVO dari sintetik yang dibuat menggunakan frekuensi

    yang diekstrak dari data seismik dengan sintetik dengan frekuensi tinggi. Dengan

    memperhatikan kekonsistenan hasil dari kedua data tersebut maka reliabilitas dari

    data seismik dapat ditentukan.

    8. Coloured Inversion.

    Tahap pertama yang dilakukan adalah menentukan jumlah tras seismik, lalu

    menentukan lebar jendela inversi. Selanjutnya, me-load log AI dari 3 sumur

    pemodelan. Berdasarkan spektrum data seismik dan data sumur, spektrum

    operator dapat dihitung. Dari operator yang didapatkan, kemudian diterapkan ke

    data seismik sehingga menghasilkan penampang AI.

  • 28

    Mulai

    Data Sumur

    Koreksi Checkshot

    Well seismic Tie

    Substitusi Fluida

    Impedansi Akustik

    Coloured Inversion

    Analisis Data Seismik

    Pemodelan AVO

    Analisis Crossplot

    Impedansi Litologi

    Impedansi Fluida

    Reliabilitas Perlu pengolahan data lebih

    lanjut

    EEI Optimum

    Y

    N

    Selesai

    Gambar 3.10 Diagram alir penelitian

    Interpretasi

    Data Seismik

  • 29

    BAB IV

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    IV.1 Penggantian (Substitusi) Fluida

    Pada gambar dibawah ini terlihat log CALI mengonfirmasi nilai yang cukup

    konstan khususnya di Reservoar Jurasik Tengah dalam kotak merah. Hal ini

    memberikan gambaran kondisi lubang bor yang baik sehingga hasil pengukuran

    dari log-log lain dianggap cukup akurat. Log GR menunjukkan pembacaan yang

    rendah di dalam kotak merah mengindikasikan adanya batu pasir (sands).

    Kemudian pembacaan log GR yang tinggi menunjukkan kadar radioaktif tinggi

    pada seal-nya yang mengindikasikan litologi lempung (shale). Log PHIT

    menunjukkan porositas total pada reservoar sekitar 13 % kemudian mengalami

    penurunan di bagian bawah (bottom) reservoar. Log SW menunjukkan saturasi air

    sekitar 20% mengindikasikan saturasi gas yang cukup tinggi. Hasil yang relatif

    sama ditunjukkan pada sumur Patuku-2 dan Patuku-5 (Lihat Lampiran 4).

  • 30

    Kurva merah pada log DT, DTS, RHOB, dan AI menunjukkan kurva hasil dari

    substitusi fluida untuk kasus gas, kurva biru menujukkan hasil substitusi fluida

    untuk kasus brine, kurva hitam menunjukkan kurva in-situ (keadaan sebenarnya).

    Pada log-log hasil substitusi fluida memperlihatkan bahwa kurva merah kasus gas

    berhimpit dengan kurva hitam, hal ini menunjukkan bahwa pemodelan yang

    dibuat untuk kasus gas sangat mendekati keadaan sebenarnya. Sedangkan untuk

    Gambar 4.11 Hasil substitusi fluida pada sumur Patuku-5

    CALI GR PHIT SW DT DTS RHOB AI

    Patuku-5

  • 31

    kasus brine, perbedaan yang kontras diperlihatkan oleh log RHOB dimana terjadi

    peningkatan densitas bulk yang cukup signifikan.

    IV.2 Analisis Crossplot

    IV.2.1 Analisis crossplot untuk pemisahan litologi

    Data yang digunakan sebagai masukan dalam analisis crossplot ini adalah data log

    dimana fluidanya diganti dengan brine untuk menghilangkan efek dari

    hidrokarbon.

    Gambar 4.12 menunjukkan crossplot antara Vp dan Vs. Bagian kiri dari gambar

    menujukkan hasil crossplot sedangkan bagian kanan memnujukkan cross section

    secara vertikal. Skala warna yang digunakan untuk crossplot litologi yaitu log GR

    Dari hasil (Gambar 4.12) menunjukkan pemisahan yang cukup jelas antara pasir

    (zona berwarna kuning) dengan lempung (zona berwarna abu-abu) pada sumbu

    Vs, tetapi overlap di sumbu Vp.

    Gambar 4.12 Crossplot Vp-Vs pada sumur Patuku-5.

    Pasir

    Lempung

  • 32

    Gambar 4.13 Menunjukkan lempung pada umumnya memiliki densitas yang

    lebih tinggi dibandingkan dengan pasir.

    Crossplot AI-GI (Gambar 4.14) menunjukkan bahwa GI yang tidak lain adalah

    EEI untuk = 90o cukup sensitif terhadap litologi sehingga dapat dijadikan

    indikator dalam pemisahan litologi (pasir-lempung). Hal ini ditunjukkan pula di

    sumur pemodelan yang lainnya (Lihat Lampiran 5).

    Gambar 4.13 Crossplot Vp-Densitas pada sumur Patuku-5

    Gambar 4.14 Crossplot AI-GI pada sumur Patuku-5

  • 33

    IV.2.2 Analisis crossplot untuk pemisahan fluida

    Log input untuk crossplot pemisahan fluida pada dasarnya sama dengan untuk

    pemisahan litologi. Perbedaanya, dalam pemisahan litologi log input yang

    digunakan dalam kasus brine, sedangkan untuk pemisahan fluida log input yang

    dalam kasus brine dan gas. Zona berwarna merah menunjukkan zona pasir yang

    tersaturasi gas (gas sands), zona berwarna biru menunjukkan zona pasir yang

    tersaturasi brine (brine sands),sedangkan zona berwarna abu-abu menunjukkan

    zona lempung (batuan penutup). Skala warna menunjukkan sumur pemodelan

    hasil substitusi fluida.

    Gambar 4.15 menunjukkan overlap yang terjadi antara brine dan gas pada domain

    AI-GI. Hal ini menjadi dasar perlunya memproyeksikan crossplot diatas untuk

    mendapatkan pemisahan fluida (brine-gas). Panah hitam menunjukkan prediksi

    proyeksi yang optimum untuk pemisahan fluida.

    Gambar 4.15 Crossplot AI-GI (brine-gas) pada sumur Patuku-5

  • 34

    Dengan membandingkan sumbu AI pada Gambar 4.16 dengan EEI 10 (AI yang di

    proyeksikan dengan = 10o) pada Gambar 4.17, pemisahan yang lebih baik

    ditunjukkan oleh EEI 10

    Gambar 4.16 Crossplot AI-Porositas (brine-gas) pada sumur Patuku-5

    Gambar 4.17 Crossplot EEI 10-Densitas (brine-gas) pada sumur Patuku-5

  • 35

    Pemisahan yang cukup baik ditunjukkan oleh Gambar 4.18 dengan menggunakan

    EEI 20. Dengan menentukan nilai cut off (garis hitam) maka dapat nilai yang lebih

    besar dari cut off adalah brine, sedangkan nilai yang lebih kecil dari cut off adalah

    gas. Besarnya pemisahan antara brine dan gas pada ketiga sumur pemodelan

    yakni sekitar 5-7 % (lihat grafik kuning).

    Gambar 4.18 Crossplot EEI 20-Densitas (brine-gas) pada sumur Patuku-5

    Gambar 4.19 Crossplot EEI 30-Densitas (brine-gas) pada sumur Patuku-5

  • 36

    Dari crossplot EEI dengan berbagai sudut berbeda yang ditunjukkan oleh Gambar

    4.16 Gambar 4.20, dapat disimpulkan bahwa EEI 20o menunjukkan proyeksi

    optimum untuk memisahkan fluida.

    IV.3 Well Seismic Tie

    Gambar 4.21 menunjukkan wavelet yang digunakan untuk membuat seismogram

    sintetik. Wavelet berikut diekstrak secara statistik dari time 2150-2550 ms dengan

    panjang wavelet 100 ms.

    Gambar 4.20 Crossplot EEI 40-Densitas (brine-gas) pada sumur Patuku-5

    Gambar 4.21 Wavelet statistik pada sumur Patuku-5

  • 37

    Dari Gambar 4.22 dapat menunjukkan wavelet yang digunakan adalah wavelet

    fase 0 (zherophase) serta frekuensi dominan dari data seismik ~18 Hz.

    (Gambar 4.23) menunjukkan hasil well seismic tie pada sumur Patuku-5. Tras

    berwarna biru merupakan seismogram sintetik sebagai hasil konvolusi antara

    koefisien refleksi dari sumur dengan wavelet. Tras berwarna merah adalah tras

    komposit yang diekstrak dari data seismik. Sedangkan tras hitam adalah data

    seismiknya.

    Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa Top Kais dan Top Paleosen yang

    merupakan reflektor yang kuat dari data seismik sesuai (match) dengan marker

    data sumur. Pada area reservoar korelasi yang cukup baik juga ditunjukkan oleh

    kesesuaian sintetik dengan tras komposit. Hal ini dipertegas oleh nilai korelasi

    yang cukup baik yakni 0.705 pada sumur Patuku-5, 0.742 pada sumur Patuku-2,

    dan 0.609 pada sumur Patuku-6 (Lihat Lampiran 6) dengan lebar jendela sama

    dengan lebar jendela ekstraksi yang ditunjukkan oleh garis kuning.

    Gambar 4.22 Spektrum dan fase wavelet pada sumur Patuku-5

  • 38

    IV.4 Pemodelan AVO dan Analisis Data Seismik

    Dengan membandingkan data seismik dengan sintetik dari data sumur, terdapat

    ketidakkonsistenan event-event dari kedua data tersebut. Resolusi rendah dari data

    seismik mengakibatkan interferensi antara top reservoar dan top seal sehingga

    penentuan respon AVO menjadi tidak tepat (tidak reliable). Dengan

    mempertimbangkan hal ini, maka tidak dapat dihasilkan volume impedansi

    litologi dan fluida.

    Data log pada Gambar 4.24 adalah log AI. Sintetik 60 Hz pada gambar

    merupakan sintetik angle gather dari 0o sampai 40

    o (pemodelan aki-richard).

    Sintetik Resolusi Seismik merupakan sintetik yang di buat dengan menggunakan

    spektrum yang diekstrak dari seismik. Sedangkan, Full Stack adalah data

    seismik asli. Sintetik Brine dan Gas adalah sintetik yang dibuat dengan

    Corr : 0.705

    Gambar 4.23 Hasil well seismic tie pada sumur Patuku-5

    Patuku-5

  • 39

    frekuensi 60 Hz pada kasus brine dan gas (Gambar 4.24). Respon AVO dari

    pemodelan sebagai hasil dari proses substitusi fluida pada Gambar 4.24

    menunjukkan perubahan respon AVO dari kelas II ke kelas III dengan

    meningkatnya saturasi gas.

    IV.5 Coloured Inversion

    (Gambar 4.25) menunjukkan data seismik full stack sebelum inversi. Log

    berwarna merah muda menunjukkan log AI yang telah di bandpass . Log

    berwarna hitam menunjukkan log GR . Kemudian, (Gambar 4.26) menunjukkan

    penampang AI sebagai hasil inversi dengan metode coloured inversion. Inversi

    AI

    Sintetik

    60 Hz

    Resolusi

    Seismik

    Seismik

    Full Stack

    Seismik

    Brine

    Seismik

    Gas

    Seismik Gambar 4.24 Pemodelan AVO dari sumur Patuku-5

    Perubahan Kelas AVO

    Patuku-5

  • 40

    ini dilakukan dengan kontrol dari log AI dari ketiga sumur pemodelan. Inversi ini

    dilakukan dengan rentang -300 ms sampai +300 dari horizon top reservoar.

    Gambar 4.25 Penampang Seismik Full Stack

    Gambar 4.26 Penampang AI sebagai hasil inversi dengan metode coloured inversion

    Patuku-5

    Patuku-5

  • 41

    BAB V

    PENUTUP

    V.1 KESIMPULAN

    1. a. Proyeksi optimum untuk pemisahan litologi terlihat pada Impedansi

    Gradien (GI) yang tidak lain adalah EEI dengan = 90o .

    b. Proyeksi optimum untuk pemisahan fluida terlihat pada EEI dengan =

    20o .Pemisahan antara brine dan gas pada ketiga sumur ini berkisar 5-7 %.

    2. Respon AVO berubah dari kelas II ke kelas III dengan meningkatnya saturasi

    gas.

    3. Ketidakkonsistenan event-event data seismik dengan sintetik dari data sumur

    mengakibatkan data seismik menjadi tidak reliable untuk di proses lebih

    lanjut untuk menghasilkan impedansi litologi dan fluida.

    V.2 SARAN

    1. Untuk menghilangkan efek interferensi dari top reservoar dengan top seal

    sebaiknya resolusi data seismik ditingkatkan, sehingga respon AVO tidak

    terpengaruh interferensi.

    2. Untuk meningkatkan keandalan data seismik ini perlu dilakukan pemrosesan

    data lebih lanjut seperti amplitudo balancing

  • 42

    DAFTAR PUSTAKA

    Abdullah, A., 2009. AVO Classification. Ensiklopedi Seismik Online, [Blog] 15

    September. Dapat diakses di: [diakses pada tanggal 18 september

    2012].

    ARK CLS Team, 2008. ARK CLS Seismic Coloured Inversion V2.94 OpendTect

    plugin version. ARK CLS Limited.

    Fitrianto, T., 2011. Pemodelan Rock Physics dalam Karakterisasi Reservoar

    Menggunakan Impedansi Elastik untuk Memetakan Sebaran Reservoar dan

    Minyak pada Formasi Gumai di Lapangan Jura. Thesis. Universitas

    Indonesia.

    Fritz, 2008. Karakterisasi Reservoar Menggunakan Inversi Extended Elastic

    Impedance: Studi Kasus pada Lingkungan Delta Sub Cekungan Jambi.

    Skripsi. Universitas Indonesia.

    Hampson, D. dan Russel, B., 2011. AVO: Workshop Part-1. Hampson-Russel

    Software Service,Ltd.

    Lancaster, S. dan Whitcombe, D., 2000. Fast-track coloured Inversion. SEG

    Expanded Abstracts.

  • 43

    Marten, R., 2012. Lithology and Fluid Prediction refresher. . .The Use (and

    Abuse) of Geophysics in Hydrocarbon Exploration and Development. BP

    Indonesia, Unpublished.

    Mavko, G., Mukerji, T., dan Dvorkin, J., 2003. The Rock Physics Handbook.

    Cambridge: Cambridge Univ. Press.

    Sukmono, S., 2000. Seismik Inversi untuk Karakterisasi Reservoar. Jurusan

    Teknik Geofisika. Institut Teknologi Bandung.

    Sukmono, S., 2001. Interpretasi Seismik Refleksi. Jurusan Teknik Geofisika.

    Institut Teknologi Bandung.

    Whitcombe, D.N., Connolly, P.A., dan Reagen, R.L., 2002. Extended Elastic

    Impedance for Fluid and Lithology Prediction. Geophysics Vol. 67 no. 1, 63-

    67.

    Whitcombe, D.N., dan Fletcher, J.G., 2001. The AIGI Crossplot as an Aid to AVO

    Analysis and Calibration. Pada: SEG Intl Exposition and Annual Meeting.

    San Antonio, Texas 9-14 September. Texas.