aliran kebatinan dan kepercayaan
DESCRIPTION
Aliran Kebatinan Dan KepercayaanTRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berbicara mengenai spiritual, pasti berhubungan dengan istilah
kebatinan. Kebatinan sendiri memiliki arti samar atau tersembunyi.
Dinamakan gerakan kebatinan karena gerakan ini dilakukan secara sembunyi-
sembunyi. Kemudian, gerakan ini juga mempelajari sisi tersembunyi dari
suatu hal.
Aliran-aliran kepercayaan ini, pertama kali muncul di tanah jawa. Pada
masa-masa silam, kaum muslim di nusantara mengikuti madzhab Imam
Syafi’i dalam hal amaliyah atau fiqih, madzhab Al-Asy’ari dalam hal aqidah,
madzhab Al-Imam Al-Ghazali dan Imam Abu Al-Hasan Asy-Syadzili dalam
hal tasawuf. Hal itulah yang menjadi salah satu penyebab munculnya aliran-
aliran kebatinan di Indonesia, khususnya di tanah jawa.
Sedangkan dalam dunia Islam sendiri, aliran semacam ini pertama kali
muncul pada masa Khalifah Al-Ma’mun pada masa Dinasti Abbasyiyah dan
tersebar luas pada masa Khalifah Al-Mu’tashim pada dinasti yang sama.
Menurut dunia islam sendiri, aliran kebatinan didirikan oleh beberapa orang,
yaitu Maimun bin Daishan (pendiri Al-Qaddah), Muhammad bin Al-Husain
(pendiri Dandan) dan Hamdan Qirmith.
Tidak dapat dipungkiri bahwa manusia selalu haus akan rasa ingin tahu
terhadap dzat yang menciptakan dan memberikan rasa aman. Berbagai macam
aktivitas ibadah dengan berbagai ritualnya dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan rohani dalam rangka mendapatkan kebahagiaan dan ketenangan.
Mulai dari peribadatan terbuka hingga ritual secara sembunyi-sembunyi
dilakukan untuk mendapatkan tujuan tersebut. Di Indonesia, hal yang
demikian sudah tidak asing lagi. Gejala umum yang tampak antara lain
munculnya berbagai macam aliran kepercayaan, yang biasa disebut dengan
kebatinan, tasawuf, ilmu kesempurnaan, teosofi, mistik atau dengan sebutan
yang lain. Munculnya berbagai macam aliran kepercayaan di Indonesia
membuat sebagian pihak merasa resah. Kita tidak bisa dengan mudah merubah
1
apa yang mereka yakini, karena tiap individu memiliki hak atas
lepercayaannya. Oleh karena itu penting adanya pengetahuan mengenai
keberadaan mereka serta hal-hal yang mendasari kepercayaan yang mereka
anut. Makalah ini akan menjelaskan tentang sejarah munculnya aliran
kepercayaan di Indonesia disertai dengan beberapa contoh aliran yang ada di
Indonesia saat ini. Sehingga diharapkan masyarakat dapat memahami serta
tidak mudah menyalahkan kepercayaan orang lain.
Di Indonesia sendiri, tokoh-tokoh aliran kebatinan datang dengan
sendirinya. Ada beberapa jenis aliran kebatinan. Pertama, mereka meniru
perbuatan sebagian orang yang mereka anggap orang shaleh. Hal ini terjadi
pada kasus Parangkusumo, dimana tempat tersebut menjadi pertemuan antara
Panembahan Senopati dan Ratu Penguasa Laut Selatan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian kebudayaan dan kebatinan (spiritual)?
2. Bagaimana lahirnya aliran kebatinan?
3. Apa saja visi dan misi aliran kebatinan ?
4. Bagaimana sejarah aliran kebatinan di indonesia ?
5. Apa yang dimaksud dengan ajaran aliran kebatinan ?
6. Apa modus penyebaran kebatinan ?
7. Apa yang di maksud dengan kelompok kebatinan?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Bagaimana pengertian kebudayaan dan kebatinan
(spiritual)
2. Untuk mengetahui Bagaimana lahirnya aliran kebatinan
3. Untuk mengetahui Apa saja visi dan misi aliran kebatinan
4. Untuk mengetahui Bagaimana sejarah aliran kebatinan di indonesia
5. Untuk mengetahui Apa yang dimaksud dengan ajaran aliran kebatinan
6. Untuk mengetahui Apa modus penyebaran kebatinan
7. Untuk mengetahui Apa yang di maksud dengan kelompok kebatinan
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kebudayaan dan Kebatinan (Spiritual)
Kebudayaan berasal dari kata budaya, yang berarti cara hidup yang
berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwarisi
dari generasi ke generasi.
Salah seorang tokoh sosiologi, Herskovits memandang bahwa kebudayaan
sebagai sesuatu yang turun temurun dari generasi ke generasi yang lain.
Sedang menurut tokoh sosiologi yang lain, Andreas Eppink, kebudayaan
mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial, norma sosial, ilmu
pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial religius dan lain-lain,
serta tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi
ciri khas suatu masyarakat1.
Lain lagi dengan Edward Burnett Taylor, kebudayaan merupakan
keseluruhan yang kompleks, yang didalamnya terkandung pengetahuan,
kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat-istiadat, dan kemampuan-
kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai seorang masyarakat.
B. Lahirnya Aliran Kebatinan
Aliran Kebatinan diyakini sudah ada sejak zaman kekhalifahan Bani
Abbasyiyah. Aliran kebatinan tersebut memasuki agama islam melalui dua
pintu, Pertama melalui ajaran Syiah Rifadhah, dengan propaganda membela
ahlul bait (keluarga Nabi) yang telah didzalimi oleh penguasa Bani Umayyah
dan Bani Abbasyiyah, serta mengembalikan kekuasaan politik kepada ahlul
bait2.
Kedua, melalui ajaran tasawuf, dengan mengubah paradigma,
bahwasannya seseorang yang telah mencapai tingkatan ma’rifat dan tingkat
kesucian tertentu, tidak berkewajiban menjalankan syari’at, tetapi cukup
dengan mendalami ilmu hakikat. Padahal menurut ajaran tasawuf yang
1 Fadjri, M., Ilmu Sosial Dasar, Surabaya : Usaha Nasional, 1986, hal 692 Ya’cub, A Tasman, Problematika Aliran Kebathinan dan Kepercayaan di Indonesia,
Jakarta : The Minang Kabau Foundation, 2001, hal 59
3
sebenarnya, ajaran diatas termasuk sesat. Tokoh tasawuf seperti Syeikh Abdul
Qadir Jaelani mengatakan, Hakikat tanpa Syari’at adalah hampa (sia-sia).
Hakikat tanpa Syari’at adalah batal, sedangkan pelaksanaannya dalam bentuk
amal ibadah disebut Thoriqot.
C. Visi dan Misi Aliran Kebatinan
Aliran Kebatinan memiliki beberapa visi dan misi khusus, antara lain :
1. Mengembalikan kejayaan agama Majusi (Penyembah Api)
2. Mengembalikan kejayaan Kerajaan Persia (sekarang Iran)
3. Menghancurkan agama Islam dari dalam
4. Meraup keuntungan materi dari pengikutnya
5. Memenuhi kebutuhan biologis
D. Sejarah Aliran Kebatinan di Indonesia
Pada masa penjajahan Belanda, perkembangan agama Islam begitu pesat
sehingga dikhawatirkan meruntuhkan budaya jawa. Oleh karena itu, pada
masa Raja Amangkurat 1, perseteruan antara Ummat Islam dan para pegawai
di kerajaan yang masih percaya akan kepercayaan jawa kuno semakin
meruncing. Ditambah lagi, provokasi dari pemerintahan kolonial bahwa
ummat islam akan melakukan pemberontakan, menyebabkan raja meluapkan
amarahnya.
Karena menyangka bahwa agama islam adalah adat dari arab dan
merupakan agama impor dari arab, Amangkurat 1 pun menangkap para santri
dan kyai yang ada di jawa. Merekapun dikumpulkan di alun-alun dan dibantai
secara kejam dan keji. Inilah sejarah terkelam ummat islam pada masa itu.
Menurut Hamka, ada sekitar 6 ribu ulama’ yang terbunuh3.
Pasca pembantaian tersebut, mengungsilah ummat islam ke pesisir utara
pantai jawa. Mereka menetap dan mengembangkan ajaran islam di wilayah
tersebut. Upaya islamisasi kerajaan jawa kembali mendapat kesempatan di
3 Santoso, Slamet, Teori-Teori Psikologi Sosial, Bandung : PT Refika Aditama, 2010 . hal 58
4
tahun 1790. Kala itu, kerajaan Mataram telah runtuh, dan berganti menjadi
Keraton Surakarta. Pada masa itu, keraton Surakarta dipimpin oleh Sultan
Pakubuwono IV. Para muballigh tersebut, sebagian besar adalah pengikut
Muhammad bin Abdul Wahhab, atau yang lebih dikenal dengan madzhab
Wahhabi. Mereka terjun langsung ke jantung kekuasaan jawa dan
membersihkan segala hal yang dianggap sebagai kemusyrikan.
Pada masa itu, Sultan Pakubuwono IV memang tertarik dengan aliran
wahabi. Namun hubungan raja – ulama ini tak berlangsung lama. Khawatir
dengan perkembangan islam, Belanda kembali merusak hubungan ulama’ –
raja tersebut dengan politik pecah – belahnya. akibatnya para ulama’ tersebut
kembali diperangi dan tersingkir.
Kebencian penganut kebatinan dengan ummat islam, membuat pemerintah
kolonial menginginkan simbiosis mutualisme antara keduanya. Akhirnya,
pemerintah kolonial mulai menyusupkan ajaran-ajaran kebatinan dalam tubuh
ummat islam. Ketika ummat islam telah lemah imannya, banyak diantara
mereka yang terpengaruh dengan ajaran-ajaran tersebut. Akhirnya usaha
pemerintah kolonial untuk mendangkalkan akidah ummat muslim tercapai.
Ummat islam akhirnya hanya menganggap agama hanya dalam batin saja.
Agama Islam yang merupakan sebuah keyakinan yang meliputi segala aspek
kehidupan. Tidak hanya sebuah keyakinan yang diyakini di dalam hati.
Akhirnya sebagian besar ummat islam di Jawa khususnya, masih
mempercayai beberapa kepercayaan tradisional hingga sekarang. Hanya saja
kepercayaan tersebut sudah mulai hilang, seiring dengan majunya ilmu
pengetahuan dan teknologi.
E. Ajaran Aliran Kebatinan
Beberapa ajaran yang ada pada aliran kebatinan, antara lain4:
1. Mencintai Allah dengan sepenuh hati
2. Mensucikan diri dari ghaflah (lalai dari Allah)
4 Soelaeman, Munandar, Ilmu Sosial Dasar, Bandung : PT Refika Aditama, 2001 hal 48
5
3. Memilih iman dari pada kufur
4. Apabila 3 kewajiban diatas telah tercapai, maka tidak wajib baginya untuk
menjalankan syariat dan menjauhi larangan Allah. Allah pun tak akan
memasukkannya ke dalam neraka disebabkan melakukan dosa besar.
5. Ia tidak wajib melaksanakan ibadah-ibadah dzahir, tetapi cukup dengan
tafakkur (merenung) dan memperbaiki akhlaq hati
F. Modus Penyebaran Kebatinan
Penyebaran aliran kebatinan dilakukan melalui beberapa cara, antara lain5:
1. Penyebaran isu bahwa ia seorang wali allah yang telah mencapai derajat
ma’rifat
2. Melayani pengobatan alternatif
3. Melayani konsultasi masalah sosial, politik, ekonomi dll.
4. Menyebarkan isu dan menampakkan dirinya mengetahui perkara-perkara
ghaib
5. Menyebarkan isu bahwasannya ia memiliki karomah seperti wali Allah
6. Meremehkan para Kyai dan Ulama’ yang konsisten dengan syari’at Allah
G. Beberapa Kelompok Kebatinan
1. Hardapusara
Aliran kebatinan ini didirikan pada tahun 1895 oleh Kyai
Kusumawicitra, seorang petani dari desa Kemanukan, yang terletak di
dekat kota Purworejo. Ia konon mendapatkan ilmu setelah menerima
wangsit. Pengikutnya mencapai ribuan orang, mencakup daerah Jawa
Timur, Jawa Tengah dan Jakarta. Aliran ini memiliki dua buku yang
dianggap keramat, yaitu buku Kawula Gusti dan Wigati.
2. Susila Budi (SUBUD)
Aliran kebatinan ini tak mau disebut dengan sebutan demikian,
melainkan dengan sebutan Pusat Latihan Kejiwaan. Anggotanya
5 Shoe’ib, Joesoef, Aliran Kebathinan dan Perkembangan, Medan: Rainbow, 1988, hal 58
6
berjumlah ribuan orang dan tersebar di seluruh kota di Nusantara. Buku
yang mereka anggap keramat adalah Buku Susila Budhi Dharma, serta
menerbitkan Majalah Pewarta Kejiwaan Subud.
3. Paguyuban Ngesti Tunggal (Pangestu)
Aliran ini lebih terkenal dengan nama Pangestu. Lahir di Surakarta
pada bulan Mei tahun 1949 oleh Soenarto. Ia mengaku menerima wangsit
pada tahun antara tahun 1932 dan 1933. Kemudian, wangsit tersebut
dicatat oleh kedua muridnya dan dibukukan dalam sebuah buku yang
berjudul Sasangka Djati
4. Paguyuban Sumarah
Aliran ini dipimpin oleh R. Ng. Sukirno Hartono dari Yogyakarta.
Ia mengaku menerima wahyu pada tahun 1935. Saat ini, jumlah
anggotanya mencapai 115 ribu orang6.
5. Sapta Dharma
Didirikan pada tahun 1955 oleh seorang guru agama bernama
Hardjosaputro. Kemudian, ia mengganti namanya menjadi Panuntun Sri
Gutomo. Ia berasal dari desa Keplakan, dekat Pare, Kediri. Ia mewariskan
kitab pusaka Ia mewariskan kitab pusaka yang berjudul Kitab Pewarah
Sapta Dharma.
BAB III
PENUTUP
6 Subagya, Rahmat, Kepercayaan, Kebathinan, Kerohanian, Kejiwaan dan Agama, Yogyakarta : Kanisius, 1976, hal 80
7
A. Kesimpulan
Kebudayaan berasal dari kata budaya, yang berarti cara hidup yang
berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwarisi
dari generasi ke generasi.
Salah seorang tokoh sosiologi, Herskovits memandang bahwa kebudayaan
sebagai sesuatu yang turun temurun dari generasi ke generasi yang lain.
Aliran Kebatinan diyakini sudah ada sejak zaman kekhalifahan Bani
Abbasyiyah. Aliran kebatinan tersebut memasuki agama islam melalui dua
pintu, Pertama melalui ajaran Syiah Rifadhah, dengan propaganda membela
ahlul bait (keluarga Nabi) yang telah didzalimi oleh penguasa Bani Umayyah
dan Bani Abbasyiyah, serta mengembalikan kekuasaan politik kepada ahlul
bait.
Pada masa penjajahan Belanda, perkembangan agama Islam begitu pesat
sehingga dikhawatirkan meruntuhkan budaya jawa. Oleh karena itu, pada
masa Raja Amangkurat 1, perseteruan antara Ummat Islam dan para pegawai
di kerajaan yang masih percaya akan kepercayaan jawa kuno semakin
meruncing. Ditambah lagi, provokasi dari pemerintahan kolonial bahwa
ummat islam akan melakukan pemberontakan, menyebabkan raja meluapkan
amarahnya.
B. Saran
Setelah memahami makalah ini, maka sebaiknya kita mempelajari sumber-
sumber hukum Islam, dalil-dalil yang shahih yang menunjukkan kepada kita
hukum Allah swt, apa syarat-syarat ijtihad, dan bagaimana metode berijtihad
yang benar sesuai batasan-batasan syariat. Kemidian mengapllikasikannya
dalam kehidupan kita sehari-hari.
KATA PENGANTAR
8
Puji syukur penulis ucapkan atas rahmat yang diberikan Allah SWT sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah
membantu penulis dalam membuat makalah ini dan teman-teman yang telah
memberi motivasi dan dorongan serta semua pihak yang berkaitan sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah dengan baik dan tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak
terdapat kesalahan dan kekurangan maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan
saran dari semua pihak demi perbaikan makalah ini dimasa yang akan datang.
Bengkulu, 2015
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................
9
i
KATA PENGANTAR......................................................................................i
DAFATR ISI....................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................2
C. Tujuan .................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Kebudayaan dan Kebatinan (Spiritual)................................3
B. Lahirnya Aliran Kebatinan....................................................................3
C. Visi dan Misi Aliran Kebatinan ............................................................4
D. Sejarah Aliran Kebatinan di Indonesia .................................................4
E. Ajaran Aliran Kebatinan .......................................................................5
F. Modus Penyebaran Kebatinan ..............................................................6
G. Beberapa Kelompok Kebatinan.............................................................6
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan...........................................................................................8
B. Kritik dan Saran ...................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................iii
MAKALAHMAKALAH
10
ii
Aliran kepercayaan dan kebatilanAliran kepercayaan dan kebatilanDan persentuhannya dengan kebudayaan lokal indonesiaDan persentuhannya dengan kebudayaan lokal indonesia
Oleh : Despa Fenisuryani
Lidia SisfariniLina Nurhasanah
Dosen Pembimbing :Samsul
AKHLAK TASAWUFFAKULTAS USHULUDIN ADAB DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI(IAIN) BENGKULU
2015
DAFTAR PUSTAKA
11
Fadjri, M., Ilmu Sosial Dasar, Surabaya : Usaha Nasional, 1986
Santoso, Slamet, Teori-Teori Psikologi Sosial, Bandung : PT Refika Aditama,
2010
Soelaeman, Munandar, Ilmu Sosial Dasar, Bandung : PT Refika Aditama, 2001
Shoe’ib, Joesoef, Aliran Kebathinan dan Perkembangan, Medan: Rainbow, 1988
Subagya, Rahmat, Kepercayaan, Kebathinan, Kerohanian, Kejiwaan dan Agama,
Yogyakarta : Kanisius, 1976
Ya’cub, A Tasman, Problematika Aliran Kebathinan dan Kepercayaan di
Indonesia, Jakarta : The Minang Kabau Foundation, 2001
12
iii