ali syari'ati

44
ALI SYARI’ATI Bapak Ideologis Islam Bangsa Iran Ali Syari’ati, anak pertama dari Muhummad Taqi dan Zahra, dilahirkan pada tanggal 24 November 1933 disebuah desa kecil di Kahak, sekitar 70 kilometer dari Sabzervar. Dia hidup dari masyarkat urban menengah kebawah dan dalam keluarga penyayang yang religius, Ali Syari’ati tumbuh dengan dibekali pengertian bahwa moralitas dan etika adalah nilai-nilai yang mengangkat status dan kehormatan sosial, bukan uang. Tidak malah merasa malu dengan kondisi mereka yang cukup miskin, Ali Sari’ati beserta keluarganya justru bangga dengan hal tersebut. Dia pernah menceritakan kepada seorang teman bahwa di rumahnya ”makanan besar” keluarga hanya disajikan pada jumat malam, satu hari dalam satu minggu, dimana mereka memakan daging yang dimasak dalam sup tradisional Iran, abgusyt. Pada tahun 1941, Ali Syari’ati memasuki tahun pertam di sekolah dasar Ibn Yamin, sebuah sekolah yang cukup ternama pada waktu itu. Ini dikarenakan ayahnya, Muhammad Taqi merupakan direktur studi di sekolah tersebut. Pada waktu itu dia merasa malu karena penyakit kepalanya sehingga dia kehilangan sebagian rambutnya dan memakai topi untuk menutupi sebagian botaknya, kemudian rasa percaya dirinya muncul setelah dia membuat girauan tentang hal itu. Ali merupakan anak yang tidak terlalu mudah untuk bersosialisasi, pendiam dan pemalu. Di sekolah dasar, dia sering membolos terkadang walaupun ia berangkat ke sekolah tetapi bersembunyi di suatu

Upload: ricky-rama-wardana

Post on 30-Jun-2015

316 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Ali Syari'ati

ALI SYARI’ATI

Bapak Ideologis Islam Bangsa Iran

Ali Syari’ati, anak pertama dari Muhummad Taqi dan Zahra, dilahirkan pada tanggal

24 November 1933 disebuah desa kecil di Kahak, sekitar 70 kilometer dari Sabzervar. Dia

hidup dari masyarkat urban menengah kebawah dan dalam keluarga penyayang yang religius,

Ali Syari’ati tumbuh dengan dibekali pengertian bahwa moralitas dan etika adalah nilai-nilai

yang mengangkat status dan kehormatan sosial, bukan uang. Tidak malah merasa malu

dengan kondisi mereka yang cukup miskin, Ali Sari’ati beserta keluarganya justru bangga

dengan hal tersebut. Dia pernah menceritakan kepada seorang teman bahwa di rumahnya

”makanan besar” keluarga hanya disajikan pada jumat malam, satu hari dalam satu minggu,

dimana mereka memakan daging yang dimasak dalam sup tradisional Iran, abgusyt.

Pada tahun 1941, Ali Syari’ati memasuki tahun pertam di sekolah dasar Ibn Yamin,

sebuah sekolah yang cukup ternama pada waktu itu. Ini dikarenakan ayahnya, Muhammad

Taqi merupakan direktur studi di sekolah tersebut. Pada waktu itu dia merasa malu karena

penyakit kepalanya sehingga dia kehilangan sebagian rambutnya dan memakai topi untuk

menutupi sebagian botaknya, kemudian rasa percaya dirinya muncul setelah dia membuat

girauan tentang hal itu. Ali merupakan anak yang tidak terlalu mudah untuk bersosialisasi,

pendiam dan pemalu. Di sekolah dasar, dia sering membolos terkadang walaupun ia

berangkat ke sekolah tetapi bersembunyi di suatu tempat di dalam gedung sekolah untuk

menghindari masuk kelas, dalam tulisannya dikatakan betapa ia tidak menyukai apapun yang

berkaitan dengan sekolah baik itu pergi ke kelas, belajar, mengerjakan pekerjaan rumah atau

bertindak dengan kedisiplinan yang seharusnya ia kerjakan.

Meskipun tidak memiliki ketertarikan dengan apa yang diajarkan di sekolah, namun

Ali memiliki kegemaran membaca. Dia sering terjaga dan membaca dengan ayahnya hingga

larut malam dan kadang-kadang sampai dini hari bahkan setelah ayahnya tidur, pada tahun

pertamanya di sekolah dasar dia telah mengenal koleksi perpustakaan ayahnya yang memiliki

2000 buku. Mulai dari terjemahan Victor Hugo, Les Miserables dalam bahasa persia sampai

berbagai buku Perancis yang terkenal yang diterjemahkan, misalnya Que sais-je? Ali juga

membaca volume Vitamins dan History of Cinema yang diterjemahkan oleh Hasan Safari,

dan Great Philosophies terjemahan Ahmad Aram juga tidak ketinggalan membaca buku

populer yang best seller semisal Zan- Mast (Perempuan Pemabuk).

Page 2: Ali Syari'ati

Setelah Ali menamatkan selolah dasarnya di Ibn Yamin, ia melanjutkan ke sekolah

menengah Firdausi pada bulan September 1947. Di sekolah ini Ali dikenal malas tetapi sudah

dapat bersosialisasi dan sangat menyenangkan untuk dijadikan teman, seorang pribadi yang

kalem, bijaksana, yang kecenderungan mampu memecah kesunyian dan mengacaukan kelas

sehingga membuat teman-temannya tertawa dan membuat marah para guru. Pada tingkat

kedelapan Ali mulai merokok yang membuatnya tidak lagi memiliki cukup uang untuk

membeli keperluan yang lain.

Setelah menyelesaikan sekolah menengahnya, atas permintaan sang ayah, Ali

mengikuti ujian masuk Institut Keguruan (Denesya-ye Moqaddamati) yang ketat. Selain

dikarenakan sang ayah, Muhammad Taqi seorang guru yang ingin anaknya mengikuti

jejaknya. Ada faktor utama yang membuatnya masuk Institut Keguruan, yakni kemiskinan

keluarga. Pada periode ini Ali masih dikenal kurang disiplin dan tidak rapi.

Institut ini mempunyai komunitas debat dimana ia berpartisipasi bahkan pernah

mencalonkan menjadi presiden namun tidak berhasil. Pada masa ini pula keterlibatan Ali

dalam politik dimulai dan dalam masa yang relatif cepat ia menjadi figur pendukung

Mosadeq (Perdana menteri Iran pada waktu itu). Ali tergabung dalam barisan pendukung

Mosaddeq yang menamai dirinya danesyamuzan-e melli atau “mahasiswa nasionalis” yang

berseteru dengan mahasiswa partisipan dari partai Tudeh yang berhaluan Marxis-leninis.

Dalam perseteruan tersebut, partisipan partai Tudeh mencoba menyebarkan posisi ideologi

mereka dan Ali akan menantang wacana anti-Mosadeq dan anti diskursus religi mereka, dua

pihak ini terus menerus berdebat dan terlibat satu sama lain, kadang-kadang mereka berusaha

meyakinkan dan pada saat yang lain mencoba mengintimidasi satu sama lain, pernah pada

suatu ketika teman-taman sekelasnya yang pro-Tudeh menghajar Ali hingga memar dan

berdarah setelah itu tejadi aksi balasan secara lebih kasar oleh kelompok pro-Mosadeq hingga

salah satu anggota pro-Tudeh harus dikirim ke rumah sakit kerena luka-luka yang diderita.

Karena aksi balasan yang mereka lakukan Ali dan teman-temannya yang pro-Mosadeq harus

mendekam di penjara selama dua hari.

Setelah lulus dari Institut Keguruan pada tahun 1952 dan mendapat sertifikat untuk

mengajar, tetapi bukan diploma sekolah menengah atas. Ali bekerja di Kementerian

Pendidikan dan dikirim ke sekolah dasar Ketabpurdi Ahmadabad. Dia mengajar semua mata

pelajaran di tingkat dasar. Selang beberapa waktu, ia mengalami rasa bosan dan letih karena

jam-jam reguler dan pengulangan mata pelajaran yang sama, yang menurutnya seperti di

penjara dan dibatasi di lingkungan yang susah untuk bernafas. Untuk memecahkan

Page 3: Ali Syari'ati

kehidupannya yang monoton sebagai guru di desa, Ali sering mengundang teman-temannya

untuk makan siang bersama.

Ali beserta beberapa temannya bergabung dengan Liga Kebebasan untuk Rakyat Iran

(Jami’iyyat-e Azadiye Mardom-e Iran) pada Maret 1953, yang merupakan partisan yang setia

terhadap Mosaddeq dan gerakan nasionalisasi minyak. Organisasai ini mempunyai dua

kegiatan rutin. Pertama, sesi sore sekali dalam seminggu mengenai diskusi, kritik dan analisa

politik yang diikuti oleh semua anggota, dimana para anggota senior merespon pertanyaan

dan perhatian terhadap isu-isu politik yang aktual. Kedua, menarik sekitar tujuh puluhan

anggota yang aktif untuk dilatih menjadi calon pemimpin politik. Untuk menigkatkan

kesadaran sosial dan politik pada anggota baru, organisasi mengadakan kelas-kelas tentang

latar belakang pengetahuan pada bidang pidato, sejarah, ekonomi, sosiologi, filsafat,hukum,

dan sajarah Islam.

Perdana Menteri Iran, Mosaddeq pada tanggal 20 Agustus 1953 di kudeta oleh

Jenderal Fazlollah Zahedi yang direncanakan oleh CIA. Pada hari itu Mosaddeq ditangkap,

kondisi ini juga berarti berakhirnya kebebasan berbicara dan aktivitas politik terbuka. Oleh

karena itu Ali dan teman-temannya yang tergabung dalam Liga Kebebasan untuk Rakyat Iran

mengubah taktik politik mejadi gerakan bawah tanah dan meleburkan diri dengan organisasi

serupa yang mengikuti arah kebijakan Mosaddeq yang bernama Gerakan Resistensi Nasional

Iran (Nehzat-e Moqavemat-e melli). Dalam kurun waktu tersebut Ali mendapat reputasi

karena keahliannya dalam membuat konsep-konsep ideologis, politik dan filosofis

Setelah lulus dari Institut Keguruan, pada bulan Juni 1954 Ali mengambil ujian

komprehensif, tertulis, dan lisan untuk mendapat sertifikat sekolah menengah atas dalam

bidang sastra. Dia berhasil lulus dengan nilai rata-rata 13,39 dari 20.

Artikel pertama Ali tentang Mahzab Jalan tengah Islam (Makthab-e Verseteh-e

Eslam) dipublikasikan pada tanggal 25 November 1954 di harian ternama di Masyad,

Khorasan. Yang dilengkapi dengan peta negara-negara yang menganut mahzab tersebut

dikelilingi oleh Komunisme di timur dan kapitalisme di sebelah barat. Dalam artikelnya ia

berpendapat bahwa rakyat Iran menderita kemiskinan spiritual, yang ia percayai sebagai

sumber ketidakberuntungan, pertentangan dan kemunduran rakyat Iran. Dia juga berargumen

bahwa keimanan telah lenyap di hati para pemuda dan Islam yang dianut oleh generasi tua

mengandung sedikit saja kebenaran serta menekankan perlunya memformulasikan sebuah

sistem pemikiran dan mahzab ke[ercayaan yang sesuai dan dapat dipraktikan. Dalam artikel

keduanya, Ali mengemukakan prinsip-prinsipnya, ia mengatakan Mahzab Jalan Tengah

secara filosofis terletak di antara Materialisme dan kapitalisme, yang secara politik terletak di

Page 4: Ali Syari'ati

antara blok barat dan timur. Dia juga mengatakan bahwa negara-negara Islam bisa dan

seharusnya bersatu membentuk sebuah blok tengah dan independen, tujuan ganda dari blok

tengah tersebut ialah sebagai penahan antara dua blok transisional, dengan demikian dapat

mengurai ketegangan antara keduanya dan melawan intervensi yang tidak adil dalam urusan

negara-negara Islam.

Ali juga menulis tentang meterialisme, dialektika dan meterialisme historis. Dalam

artikelnya yang lain tentang materialisme hitoris, Ali menggunakan metodologi Hegel dan

pengembangan Marx mensubstitusi keberhasilan barat dengan quasi-analog Timurnya. Ia

mengatakan bahwa meskipun sekarang ini kelihatannya seolah-olah analisa saintifik kejadian

historis diinisiasi oleh sejawan Eropa kontemporer, tetapi harus diakui bahwa langkah

pertama dalam langkah ini dilakukan oleh seorang muslim dan pngenalan terhadap sejarah

oleh Ibnu Khalkan adalah sebagai bukti perdebatan ini.

Ide yang dikembangkan dalam beberapa artikel ini adalah bahwa Islam dapat menjadi

jalan ketiga yang dapat dipraktikkan, sebuah upaya untuk mendeskripsikan sboah jalan

pemikiran dan organisasi sosial yang berbeda dari apa yang berasal dari sistem ekonomi dan

mahzab pemikiran filosofis yang umum. Ini membuat Ali Syari’ati mendapat dasar reputasi

dan pengakuan. Bagi khayalak ramai, sepertinya ia sudah menemukan jalan untuk sebuah

mahzab pemikiran yang independen, asli dan mengakar pada Islam. Pada perkembanganya ia

menulis sebuah pamflet yang disebut Sejarah perkembangan filsafat (Tarikh-e Takammol-e

Falsafeh), merefleksikan ide Sosialis Beribadah kepada Tuhan, mengidentifikasikan sistem

ekonomi mahzab Jalan Tengah sebagai sosialisme saintifik berdasarkan monoteis. Pamflet ini

begitu terkenal di kalangan tokoh intelektual di Masyad dan masyarakat yang membaca.

Ali Syaria’ati pada tahun 1955 menerbitkan buku terjemahan dengan judul Abu Zar-e

Qifqri; Khoda-parast-e socialist, sebanarnya teks buku tersebut telah disiapkan setelah

kudeta 1953 akan tetapa karena masalah finansial baru pada1955 buku tersebut diterbitkan.

Dalam bukunya Ali ingin menunjukan Abu Zar sebagai model yang sempurna dari sosialis

beribadah kepada Tuhan dan personifikasi dari ideologi yang dianutnya. Dari penjelasan

mengenai Abu Zar, Ali menciptakan seorang pahlawan, teladan dan simbol yang menentang

kekayaan, kekuasaan dan bahkan kekuatan agama untuk menyalamatkan Islam “yang

otentik“ untuk kaum miskin, mereka yang tertindas dan termarjinalkan. Abu Zar merupakan

personifikasi perlawanan kebenaran yang menentang dan menyerang validitas resmi dari

otoritas politik dan religius dalam kerajaan Islam. Pada waktu itu sejumlah sahabat nabi

terlalu sibuk dengan kekayaan dan kekuasaan yang baru saja mereka didapatkan, sedikit

Page 5: Ali Syari'ati

sahabat yang jujur secara politik terpinggirkan, dan selebihnya dipaksa untuk melakukan

ibadah personal secara diam-diam dirumah mereka.

Masih dalam buku tersebut, Ali mrnceritakan bahwa Abu Zar memeritahkan Usman

untuk mengakhiri ketidakadilan dan konsentrasi serta polarisasi kekayaan yang berkembang

pada masanya. Abu Zar menjalankan egalitarianisme Islam dengan ,mengucapkan firman

Allah: “Dan mereka yang menimbun emas dan perak, kemudian menghabiskannya tidak di

jalan Allah, maka umumnya pada mereka hukuman yang paling keras pada hari ketika panas

yang dihasilkan dari itu (kekayaan) dalam api neraka, dan dengan api tersebut di kepala,

panggul, dan punggung mereka akan diberi tanda, ini adalah (harta benda) yang kamu

pendam tersebu“. Ali menegaskan bahwa pada waktu ketika prinsip-prinsip dasar nabi:

“kesetaraan dan persaudaraan” dikobankan, Abu Zar menentang kondisi masyarakat yang

cenderung menerima apa adanya, yang disebabkan oleh ketakuta terhadap khalifah, dan

meningkatkan sisi egalitarianisme dan revolusi Islam.

Penemuan Ali Syari‘ati mengenai Abu Zar memberikannya kesempatan untuk

memecahkan hubungan antara pemikiran barat dan ide-ide progesif yang sejak lama ia

pegang. Ali terlibat dalam ide dan konsep genealogi revisionis, sejak saat itu ia mulai mencari

akar-akar konsep, seperti: keadilan sosial, persaudaraan, kesetaraan, liberasi,dan sosialisme,

sampi Iran melalui pemikiran tokoh-tokoh intelektual barat yang asal usulnya dari Islam, ia

juga mengklaim bahwa Abu Zar merupakan nenek moyang semua mahzab egaliter setelah

revolusi Perancis. Pemahaman dan adopsi pandangan dunia Abu Zar serta tindakannya

menyebabkan Ali tidak pernah berhenti mengajukan pertanyaan tentang arti dan tujuan hidup

serta signifikasi Islam sebagai sebuah doktrin sosial yang mendapat respon memuaskan. Cara

menjalankan Islam Abu Zar, preferensi, ideologi, kecenderungan-kecenderungan pribadi,

dogma, prilaku, bahkan tempramennmya menjadi pedoman dan model bagi Ali sepanjang

hidupnya. Dalam Islam yang dianut Abu Zar, Ali menenukan media epistemologi untuk

mengetahui dan mendefinisikan model peran yang ideal untuk mencapai masyarakat Islam

yang ideal dalam karskter Abu Zar.

Selain buku yang diterbitkannya, Ali juga secara rutin mengisi artikel di harian

Khorasan Bukan hanya masalah-masalah kehidupan maupun agama akan tetapi juga Ali juga

dikenal sebagai penyair yang sentimentil dan romantik.

Dalam kehidupannya di universitas, Ali mengalami kerenggangan aktivitas politik

dan hubungannya yang mendingin dengan teman-temannya di Partai Rakyat Iran yang

mengakibatkan terhentinya keikutsertaan dalam perjuangan gerakan bawah tanah, alasan

Page 6: Ali Syari'ati

yang pernah ia kemukakan ialah terjadinya percekcokan personl dengan kader-kadernya dan

untuk mengkritisi teman-temannya beserta segala aktifitas politik mereka.

Selam tiga tahun di universitas Masyad dan diajar oleh banyak dosen, tetapi hanya

satu dosen yang memiliki pengaruh sangat dalam bagi Ali yaitu Sayyed Ahmad Khorasani,

dia merupakan seorang pembebas dan penentang pemujaan terhadap benda, telah belajar di

pesentren tradisional untuk menjadi tokoh agama. Selama pemeritahan Shah, ia dikeluarkan

untuk memilih profesi lain

Pada 3 Juli 1958, parlemen iran meratifikasi persetujuan antara Perusahaan Minyak

Nisional Iran dengan Agip, sebuah perusahaan minyak Italia yang mengajak kerjasama untuk

mendirikan perisahaan bersama yang disebut SIRIP. Merespon peristiwa inilah Ali dan

teman-temannya yang tergabung di Gerakan Resistensi Nasional menyebarkan pamflet secara

sembunyi-sembunyi yang diberi judul “Minyak“ yang isinya menekankan ketergantungan

politik dan ekonomi Iran dengan konsorsium minyak Barat setalah jatuhnya Mosaddeq.

Penerbitan pamflet tersebut memancing pemeritah dan aparat keamanan untuk melancarkan

oprasi pembersihan terhadap semua anggota Gerakan Resistensi Nasional dan simpatisannya.

Dini hari 16 september1958, 17 anggota Gerakan tersebut ditahan di Masysd kemudian

dalam waktu cepat diangkut menggunakan pesawat terbang menuju Teheran, dimana mereka

ditempatkan di penjara Qezel-Qal’eh. Pada saat itu Ali Syari’ati merupakan anggota termuda

yang ikut tertangkap, pada hari-hari pertamanya di penjara Ali dan teman-temannya

mendapat perlakuan yang kasar.

Setelah sekitar satu bulan kemudian Ali beserta sedikit tahanan dibebaskan, empat

hari setelahnya SAVAK (polisi rahasia Iran) menginformasikan kepada Kementerian

Pendidikan bahwa SAVAK tidak lagi mencurigai Ali Syari’ati melakukan aktifitas politik

yang salah. Pengalaman penangkapan dan pemenjaraan ini memiliki dampak yang begitu

besar terhadap Ali.

Ali Syari’ati menikah dengan Puran pada tanggal 15 Juli 1958, Puran berasal dari

keluarga pindahan dari Teheran yang terkenal cukup modern. Ali mengatakan bahwa Puran

adalah seorang yang memiliki kesadaran sosial politik

Pada bulan September 1958 mengikuti ujian kelulusan yang pada akhirnya Ali keluar

dengan nilai yang terbaik untuk prestasinya tersebut, ia mendapat beasiswa dari pemerintah

untuk melanjutkan pendidikannya di luar negeri. Ali Syari’ati berangkat ke Paris Perancis

meninggalkan teman-teman dan istriya yang sedang hamil enam bulan. Di Paris Ali tinggal

berpidah pindah, ia mengambil bahasa dan sastra Persia di Alliance Francaise, tetapi karena

ketidakpuasan pada kelas-kelas bahasanya ia memutuskan keluar dan sebagai gantinya, Ali

Page 7: Ali Syari'ati

memutuskan belajar secara otodidak melalui penyelesaian proyek menterjemahkan

“Supplication“.

Pada musim panas tahun 1960, setelah satu tahun ada di Paris, Ali memutuskan

pulang ke Iran yang tujuannya untuk menjemput Puran dan Ehsan, putranya ke Paris,

kepulangannya bersamaan dengan kondisi politik Iran yang secara mendadak berubah, Juli

1960 Front Nasional mengumumkan kebangkitan kembali dalam deklarasi yang

disebarluaskan, dalam deklarasi tersebut Front Nasional meminta pembatalan dan menuntut

pemilihan umum yang bebas dan demokratik.

Pada perjalanan kembali ke Paris setelah kunjungan singkatnya di Iran, tepatnya di

perbatasan Iran, Ali dicegat oleh pegawai pemerintah yang mendapat instruksi untuk

melarang keberangkatan Ali dari Iran ke Paris. Dia dianggap seorang yang sacara politis tidak

diinginkan dan harus dibereskan oleh pasukan keamanan serta dituduh melakukan agitasi

terhadap keamanan nasional. Ali dipisahkan dari keluarganyadan dikirim ke Maku dengan

menggunakan bis khusus.

Dalam penjara Qezel-Qal’el, Ali diintrogasi selama dua minggu pertama. Dia terlibat

dalam dikursus panjang dan berbelit-belit untuk membingungkan dan menjeratnya. Sebagai

respon Ali memberikan jawaban mengenai fakta-fakta sulit yang berguna untuk mereka serta

mengajak mereka berdiskusi mengenai kondisi sosial politik. Dalam perbicaraannya dia

mengkritik Front Nasional kerena ketidakmampuan untuk menangkap kekhususan

masyarakat Iran, yang mengacu pada hukum reformasi dan reaksi front Nasional terhadap

Undang-undang tersebut, dai juga memberitahu bahwa Front Nasional harusnya

mempertahankan kekritisannya, yang sementara mendukung inisiatif pemeritah untuk

melakukan reformasi secara mendalam. Front Nasional seharusnya membantu peerintah

melawan oponen reformasi untuk sementara menentang apapun yang melemahkan bagianya.

Sekembalinya di Paris, Ali diajak aktivis Front Nasional yang berada di Paris untuk

peluncuran jurnal, Nameh-e Parsi. Yang sebenarnya adalah publikasi Persatuan Mahasiswa

Iran di Paris dan tujuannya adalah untuk mengembangkan aliansi antara berbagai kekuatan

politik yang ada dikalangan mahasiswa Iran di Eropa dengan merefleksikan berbagai macam

pendapat juga untuk mengajak mahasiswa untuk mengesampingkan perbedaan dan sikap

apatis mereka serta menggunakan jurnal sebagai platfom untuk mempresentasikan penelitian

dan pendapat mereka. Publikasi tersebut muncul sebelum kongres Konferensi Mahasiswa

Iran di Paris

Musim dingin tahun 1961, diadakan konges Konferensi Dunia Mahasiawa Iran yang

pertama, akan tetapi pada pertemuan ini membuat aliansi-aliansi antara kekuatan politik yang

Page 8: Ali Syari'ati

menentang rezim Shah di Iran. Dalam waktu singkat kongres ini dihadapkan pada

percekcokan dan pertengkaran yang tidak berakhir

Kekecewaan Ali dengan politik mahasiswa luar negeri disebabkan beberapa hal,

yakni: dia mempertanyakan kepraktisan dan kegunaannya dalam mengembangkan perubahan

sosial politik Iran, dia melihat hal itu sebagai masa lalu dimana, atas nama sebuah alasan

yang mulia, banyak yang mencoba untuk memuaskan ego personal mereka. Dia merasakan

adanya kebutuhan yang mendesak akan ideologi yang mengarahkan, yang akan memberi arti

dan arahan terhadap tidakan politik sehari-hari yang acak dan terisolir. Akhirnya pengelihatan

yang mendalam terhadap proses parlementer dan taktik yang digunakan untuk mendapatkan

kontrol atas parlemen membuatnya meragukan legitimasi dan efisiensi dari sistem seperti ini.

Selama tinggal di Paris, Ali Syari’ati menjadi terkesan pada demokrasi barat sebagai

sebuah sistem politik yang bisa dipraktikan di nedara Dunia Ketiga, ia berargumen bahwa

bentuk pemeintahan yang paling otentik dan reabel adalah demokrasi partisipatori atau

terarah ala Athen, karena dalam bentuk ini perwakilan rakyat tidak bisa memprivatisasikan

atau salah satu mewakili keinginan konstituen mereka. Ali mengambil jarak dngan demokrasi

represif didasarkan pada observasinya terhadap “kretinisme“ (keidiotan) parlemen,

sebagaimana dikatakan oleh Marx, dia kemudian menolak demokrasi represif sebagai

institusi yang sesuai dengan negar-negara Dunia ketiga dan menggantikannya dengan konsep

eufemistik demokrasi terarah atau democracie dirigee. Demokrasi terarah didasarkan pada

superioritas ideologi dan tujuan yang diyakini mengarahkan masyarakat menuju sesuatu yang

ideal tanpa memandang keinginan mereka. Sesuatu hal yang penting ketika Ali menolak

partisipasi rakyat dalam proses politik, masih mempercayai nilai baik demokrasi

representatif, ia meyakinkan dirinya sendiri dan pembacanya bahwa karena kepemimpinan

yang revolusioner mendapatkan kekuasaan melalui dukungan rakyat, kepemimpinan ini

mendapat mandat dari rakyat yang bersedia untuk mrmbrrikan hak-hak mereka. Ali

mengatakan dalam tulisannya bahwa, meskipun mayoritas mungkin mendapatkan kesulitan,

sistem tersebut tidak diberlakukan kepada mereka, tetapi mereka dengan sadar menerimanya.

Selain menyerang pemeritahan Iran, Ali mencoba untuk membahas isu-isu tertentu,

yang menjadi dasar bagi sebuah ideologi, dalam kolom “Kejadian dan persepsinya“ ia

berargumen bahwa informasi di Eropa, khususnya tentang gerakan nasionalis dan liberasi

dirusak oleh kepentingan kelompok pendukung “kapitalisme, komunisme, zionisme atau

fasisme“. Menyerang para pendukung komunis di negara Mesir, Iraq, Aljazair dan Iran

sebagai instrumen dibawah Uni Sovyet dan tidak selalu Marxis. Ali Syari’ati juga

menyebarkan wacana bahwa ketika imperialisme barat dengan jelas diidentifikasi sebagai

Page 9: Ali Syari'ati

musuh utama negara yang tertidas, komunis bersembunyi dibalik topeng sosialisme

merupakan halangan dan tantangan yang lebih besar dalam melakukan liberasi.

Menggambarkan Stalin sebagai “pembunuh“. Menyampaikan sikap para nasionalis yang

benar-benar netral pada masanya. Ali Syari‘ati mengatakan dalam tulisannya bahwa bagi para

komunis, ribuan darah pemuda Hungaria yang tertumpah dengan berani menantang kekuatan

Sovyet dan mengorbankan kehidupan mereka, hanyalah merupakan instruemen Amerika, dan

bagi barat figur besar dunia baru, semisal: Mosaddeq, Nehru, Nasser, Ben Bella, dan Castro

dipertimbangkan sebagai komunis, kemudian menyimpulkan bahwa masyarakat dunia ketiga

betul-betul tidak diketahui oleh masyarakat dunia lainya. Lebih disesalkan, mereka

mendengar tentang diri mereka sendiri dari orang lain, baik yang merupakan musuh mereka

sendiri ataupun orang asing yang tidak memiliki bahasa yang sama.

Sebagai balasan terhadap tulisan Ali, partai Tudeh menyediakan satu halaman pada

surat kabar mereka untuk mengkritiknya. Sepehr menulis dalam artikel tersebut bahwa

sebuah metode yang tidak hanya salah tetapi juga destruktif, beralasan bahwa

mempertentangkan antara kekuatan nasionalis dan komunis sebagaimana dilakukan oleh

Syam‘ di Iran-e Azad, merupakan taktik yang dijalankan oleh Departemen Dalam Negari

Amerika, penulis juga menyalahkan Syam‘ yang menjadi pemicu konflik dan bermain-main

dalam kekuasaan kolonialisme, sementara artikelnya memberikan sebuah “pelayanan kepada

imperialisme dan Shah”, merupakan serangan terhadap gerakan revolusi Iran.

Sekitar tujuh bulan Ali Syari’ati meninggalkan meninggalkan Paris. Dia bertemu

dengan Abolhasan Bani-Sadr, anggota Front Nasional yang sering terlibat diskusi mengenai

isi Islam dan relevansinya, sebuah ideologi dan progresif. Ali beranggapan Islam yang

disampaikan para tokoh agama, yakni seperti lautan yang dalam, yang bilamana berenang

tidak mungkin untuk dilakukan. Ia juga menambahkan komentar bahwa karena Islam kita,

kita tidak dapat merasakan kenikmatan dunia, kita mungkin juga bisa menemukan apakah hal

tersebut merupakan pengorbanan yang berguna.

Dari pendiskusian antara Ali dan Sadr mempunyai keinginan mengerjakan proyek

tentang ”apakah Islam?”. Pada proyek riset ini dibagi menjadi dua topik riset. Pertama

berhubungan dengan analisa dan kritik tehadap Islam yang dijalankan oleh para tokoh agama

dan masyarakat selama bertahun-tahun. Kedua berhubungan dengan studi sumber-sumber asli

Islam yang menjadi acuan bagi petunjuk, doktrin, dan kebijakan. Riset tersebut dilakukan

secara bersamaan untuk membandingkan Islam, antara Islam ala tokoh agama atau yang telah

dipraktikan dengan Islam yang bersumber dari Al-Quran. Pembandingan ini akan

memberikan mereka informasi untuk merencanakan posisi dan aktifitas sosial politik mereka.

Page 10: Ali Syari'ati

Pada riset tersebut membuktikan bahwa para tokoh agama merupakan pelaku Islam otentik

yang setia, mereka (para tokoh agama) akan meninggalkan upaya untuk mempresentasikan

Islam sebagai sebuah doktrin alternatif modern. Mengantisipasi kalau-kalau terbukti bahwa

pesan progesif dan pembebasan dari Islam dikaburkan oleh para tokoh agama, Ali dan Sadr

melalui riset ini memutuskan untuk menghidupkan kembali Islam yang otentik,

mempresentasikan sebagai ideologi alternatif. Ali Syari’ati sampai pada kesimpulan bahwa

Islamnya para tokoh agama dan masyarakat tidak sesuai dengan apa yang dia yakini sebagai

Islam yang otentik, revolusioner dan progresif yang bersumber dari Al-Quran dan Sunnah.

Melalui aplikasi pemikiranya, dia merencanakan untuk membebaskan Islam dari apa yang dia

yakini sebagai ketidakmurnian ideolodis yang telah mengambil nama Islam selama bertahun-

tahun.

Demonstrasi berdarah pada bulan Juni 1963 di Iran yang pada akhinya membawa

Ayatullah Khomeini sebagai figur oposisi religius utama, ke depan arena meninggalkan kesan

yang cukup mendalam pada Ali Syari’ati, Ali begitu senang dengan kearifan masyarakat

ketika mendengar salah satu slogan yang diucapkan rakyat pada masa-masa revolusi adalah

“Mosaddeq pemimpin nasional kita dan Khomeini adalah pemimpin religius kita“.

Dengan keyakinan atas warisan islami Iran, Ali tidak memiliki keraguan dalam

mengkombinasikan figur Mosaddeq sebagai pemimpin nasional dari gerakan dengan

Ayatullah Khomeini sebagai pemimpin religius.

Selain permasalahan kondisi sosial politik yang terjadi di Iran, Ali Syari’ati dalam

pengantar buku yang ia terjemahkan yang berjudul Salman-e Pak, dia menyuarakan beberapa

pendapat yang naratif, kontroversial, dan dengan tema-tema sosial, ekonomi dan politik dari

”bahasa Islam”. Ali meyakini bahwa di bawah permukaan dan penampakan konsep Islami

yang uni-demensional, terdapat terdapat kekayaan kiasan dan penjelasan yang esoterik.

Pendekatan gnostik dalam Islam, Ali berpendapat merupakan upaya untuk

mempenetrasi manifestasi luar untuk mendapatkan sesuatu yang tersimpan yang ada didalam.

Hanya lewat jalan inilah trendensi konsep-konsep baru menjadi mungkin dan terekspos

terhadap horizon baru. Sumber yang diakui menjadi dasar praktek ini dilakukan adalah Al-

Quran dan sejarah Islam. Dia mempertanyakan metode pencarian tokoh agama tradisional

yang pada dasarnya didasarkan pada Hadist atau riwayat atau Syiah yang melaporkan

perkataan dan tindakan nabi serta para imam Syiah.

Ali menegaskan bahwa bahasa semua agama, khususnya Islam adalah simbolik.

Bahasa ini bahkan tidak diharapkan bisa dimengerti oleh semua orang pada waktu tertentu,

dia menyatakan bahwa ayat-ayat alegoris (kiasan) dalam Al-Quran yang telah menyebabkan

Page 11: Ali Syari'ati

banyak sekali perdebatan dan ketidaksetujuan ”dengan sengaja” dimasukkan dan dibalut

dengan bahasa metafisik. Kiasan-kiasan ini memiliki aspek dan demensi yang berbeda serta

oleh kerenanya secara alami tergantung pada interpretasi yang bermacam-macam. Ali

Syari’ati sampai pada kesimpulan bahwa nabi dan kitabnya yang secara sengaja menaburkan

bibit-bibit keberbedaan dan ketidaksetujuan di kalangan mahzab Islam yang berbeda, dia

kemudian mengacu pada dua ayat Al-Quran yang menyatakan bahwa Tuhan berkeinginan

untuk menciptakan perbedaan pendapat di kalangan masyarakat. Kemajuan saintifik dan

intelektual dari dunia Islam selama tiga atau empat abad pertama, Ali beralasan karena

adanya kebebasan perseteruan ide dan keyakinan, sementara degenarasi dan korupsi yang

berasal dari satu ”ide”, satu ”agama”, satu orentasi politik dan pelemahan perdebatan

terhadap ide-ide yang berkompetisi

Mengemukakan pluralitas pendapat dan hak untuk berbeda sebagai sebuah prinsip

Islam. Dia berargumen melawan institusional Islam dan konsekuensi sentralisasi perintah

yang ”membelenggu ide-ide pemikiran”. Ali menganggap dalam Islam konsep organisasi

tokoh agama (rowhaniyat) seperti dalam gereja Kristen, sebenarnya tidak ada. Juga

mempertanyakan raison d’etre dari para tokoh agama. Masih dalam pengantar bukunya Ali

Syari’ati membahas serta menantang pengembangan agama dan politik di Iran. Mencaci-

maki terhadap kelaliman dalam segala bentuk, ajakan terbuka untuk memiliki kebebasan

berekspresi dan sebuah arena untuk memperdebatkan ide-ide yang akhirnya peringatan akan

bahaya akan datang, yang mengancam masyarakat yang lalim dan bermalas-malasan,

merupakan pertanda bahwa Ali ingin mengajak semua partai yang menurutnya

bertanggungjawab terhadap masalah-masalah di Iran untuk mengikuti perdebatan terbuka.

Oleh komunitas religius, diskursus Ali Syari’ati mengenai asal-usul ketidaksepakatan

dan perbedaan pendapat dalam Islam dipandang suatu “kekafiran. Buku terjemahannya

dilarang di teheran sebagai sebuah buku yang secara religius dan saintifik problematik dan

meragukan. Ali meyakinkan dirinya sendiri bahwa hegemoni satu “ide“, satu “agama“ dan

satu orentasi politik tidak bisa dengan gampang dan cepat dihilangkan oleh sebuah teriakan

jarak jauh dari Masyad.

Ali menghidupkan kembali ketertarikan para sufiisme setelah ”merusak” Tuhan nenek

moyang yang sudah dia warisi dan tidak mampu menemukan Tuhannya sendiri, selama

beberapa lamanya ia menjadi seorang yang tidak beriman kepada Tuhan dan dunia

supranatural. Kemudian ia menemukan Tuhan yang benar dari dunia ini. Tuhan yang tidak

suka kepada para pengecut, orang yang tidak jujur, orang yang tamak dan orang yang suka

Page 12: Ali Syari'ati

memuji-muji. Ali secara berani mengatakan bahwa Tuhan membutuhkan seorang arif (yang

mengetahui) yang penuh cinta kasih bukan seorang pelanggan surga.

Dia menjelaskan bagaimana kebahagiaan dan kegembiraan manusia di surga

merupakan sebuah upaya yang meremukkan dan menyakitkan, dia beraggapan bahwa

keindahan yang menyendiri merupakan kegembiraan yang menyakitkan. Kesendirian

hanyalah setengah dari keberadaan. Ali memahami bahwa sumber kepedihan adalah

keterpisahan bukan kesendirian, yang mana merujuk pada penciptaan Hawa sebagai pasangan

Adam yang dimaksudkan untuk menyembuhkan lukanya kerena kesendirian. Dia

menegaskan bahwa “bukan tidak tertemani“ yang membuatnya terluka tetapi kondisi tidak

“bersama Dia”.

Ali Syari’ati mengalami transformasi transendal yang olehnya disebut “dialektika suci

yang luar biasa“ atau “dialektika sufi“ dimana pada akhirnya “Manusia kembali kepada

Tuhan“ dan “Yang Tercinta“ (ma’syuq), menurutnya, penyatuan kembali ini akan terjadi di

surga, dimana dari surga ini manusia telah terusir. Dia menuliskannya, bahwa ia akan

kembali, ia akan kembali ke surga yang telah ia tinggalkan. Di sana, ia, Cinta dan Tuhan akan

bekerja sama untuk menciptakan kembali dunia baru, dalam masa lalu (Azal) yang abadi ini,

Tuhan tidak akan lagi sendiri dan dalam dunia ini ia tidak akan lagi menjadi orang asing.

Gnostisisme Ali merupakan perjuangan melawan agama tradisional, membedakan antara

agama dan keyakinan. Dia menjelaskan bahwa keyakinan memiliki aspek eksternal (zahir)

dan iternal (batin). Bagi Ali, esensi keyakinan adalah gnostisisme (irfan) dan cara menuju hal

tersebut adalah melalui tarekat (tariqat). Dia percaya bahwa menampakkan eksternal

mengarah pada ”peribadahan tradisional”, Ali menjelaskan bahwa masyarakat biasanya

percaya pada tujuan dari keyakinan atau keimanan direalisasikan melalui puasa, ibadah,

pembayaran iuran berdasarkan ketentuan agama, penggunaan kerudung, memelihara jenggot,

penyucian dan pembersihan.

Ali Syari’ati membedakan cintanya untuk sesuatu yang kekal yang ia sebut sebagai

”penganut kebenran” (mosal parast) dengan standard praktek”penganut tradisi”, keduanya

bersifat absolut. Menunjukan ketidakcocokan yang tiada bisa dihindarkan, dia memfokuskan

pada perjuangan di antara keduanya. Ali mengatakan bahwa sufisme merupakan spirit agama

yang memberontak melawan bentuk agama ketika sufisme menyadari spirit mulai

menghilang dan agama menumbangkannya. Pernyataan Ali yang berani bahwa mereka yang

menjadi agamis melalui mediasi nabi yang bersifat superfisial dan menjadi makluk yang tidak

berarti.

Page 13: Ali Syari'ati

Menolak loyalitas kepada agama yamg mapan, dia menyatakan pencarian untuk

mendapatkan ”kesatuan keberadaan” (wahdat-e wujud) sebagai dasar bagi semua agama yang

benar.Sufisme menurut dia adalah sebuah proses pncarian jiwa personal untuk mendapatkan

”sumber dan ketulusan ( ikhlas )

Pada musim semi 1966, Ali Syari’ati mulai bekerja di Universitas Masyad dengan

mengajar ”sejarah Iran pasca Islam”.di sini dia sering kali terlibat dalam diskusi yang ia tidak

dapat menghindar membicarakan berbagai isu secara politik kontroversial, kritikannya halus

tetapi tajam terhadap pemeritah. Kritikannya bagaikan serangan terselubung tersebut

menyebar ke sekeliling, hingga akhirnya sampai ke SAVAK yang kemudian mengadukannya

ke Universitas.

Pada tanggal 1 Januari 1969, buku Ali yang berjudul Eslamshenasi (Islamologi)

didaftarkan dan mendapatkan izin hukum untuk dijual, ia menjelaskan bahwa sebenarnya ini

merupakan kuliah-kuliah pada Fakultas sastra. Dalam bukunya Ali memfokuskan dan

mengelaborasikan gagasan-gagasan tersebut, ia juga menyoroti para intelektual yang

terbaratkan atau terasimilasi yakni, mereka yang dituduh oleh Ali Syari’ati sebagai intelektual

yang betul-betul tergantung pada produksi intelektual dan kriteria orang-orang barat. Setelah

itu berganti ke masalah lembaga keulamaan, Ali mecacinya sambil menganggap bahwa

Eslamshenasi adalah langkah pertama di persia menuju pemahaman Islam yang ilmiah dan

analitis. Dia merujuk pada salah satu atau kombinasi dari sumber Islam seperti: Al-Quran,

hadist, hadist para imam Syiah dan tradisi keempat khalifah pertama.

Tujuan dari buku Eslamshenasi ini adalah menjelaskan Islam yang modern, egaliter

dan demokratis, sebagai bentuk Islam yang idel dan murni; mengidentifikasi rintangan-

rintangan untuk merealisasi Islam yang ideal; menunjukkan kenapa imat Islam berkewajiban

sebagai orang-orang yang beriman sejati kepada aspek yang paling mendasar dalam agama

mereka, yakni monoteisme, untuk menantang dan mengatasi rintangan-rintangan tersebut

Sesuai dengan semangat terbuka Eslamshenasi, Ali Syari’ati berusaha untuk

membuktikan bahkan orang-orang kafir pun mempunyai tempat dalam masyarakat Islam, dia

mengatakan bahwa kebebasan beragama adalah keistimewaan Islam.Ali berpendapat bahwa

”kesetaraan universal” adalah prinsip yang alami dan fundamental yang mengatur semua

aspek sosial dan induvidu dalam kehidupan Islam. Dia mengakui bahwa Islam tidak meyakini

persamaan (musawat) antara laki-laki dan perempun, tetapi Islam ingin menematkan pada

”posisi alaminya”

Di buku tersebut Ali Syari’ati juga menuliskan bahwa siapapun yang memaksakan

kehendaknya kepada masyarakat dan memutuskan hukum berdasarkan atas kepentingannya,

Page 14: Ali Syari'ati

berarti ia telah mengklaim menjadi tuhan dan siapapun yang menerima klaim tersebut berarti

ia adalah poloteis, karena hukum, kehendak, kekuasaan,dominasi dan kepemilikan absolut

hanyalah monopoli Tuhan. Ini secara tidak langsung menyerang pemeritahan Shah.

Dia juga berpendapat, bahwa Islam tidak memperbolehkan organisasi kependetaan

yang setralistik dan terlembagakan yang menjadi perantara antara manusia dengan Tuhan

kerena hubungan manusia dengan Tuhan adalah hubungan yang sifatnya langsung. Kerena itu

Ali mengatakan bahwa agama yang terlembaga akan mengarah kepada reaksi dan dogmatis,

yang melakukan ”despotisme agama dan kebenaran”.

Dalam Eslamshenasi ini pulalah, Ali Syari’ati memaparkan gagasannya sebuah

embrio pandangan dunia Islam, yang tampaknya sejalan dengan kebutuhan dunia ketiga pada

abad dua puluh yang sedang mencari cara yang manusiawi dan egaliter untuk pembangunan,

tetapi tidak konsisten dan saling bertentangan, karena dia mencampuradukan idealisme

agama yang didasarkan atas kepercayaan kepada Tuhan dan wahyu dengan meterialisme

yang didasarkan pada akal dan penelitian sosial, gaya dan penjelasannya mengenai Islam

dalam pandangan kotemporer telah menarik para pembacanya yang telah lama menunggu

gagasan-gagasan segar yang dapat dipertahankan dengan penuh kebanggaan.

Setelah publikasi bukunya, pada maret 1969. Ali Syari’ati menulis pengantar buku

tentang Hujr ibn-’Addi yang berisikan mengkritik lembaga keulamaan dalam beberapa

persoalan seperti, menuduh para ulama bertanggung jawab atas tidak adanya teks-teks

pendidikan tentang kehidupan tokoh-tokoh penting Islam; memandang bahwa daripada

menyoroti berbagai gagasan mengenai karakter seperti itu (Ali dan Husain) dan

memperlakukan prinsip-prinsip yang mereka perjuangkan sepanjang sejarah, para ulama

mengabdikan waktu mereka kepada tulisan-tulisan tentang ritual yang tidak penting atau

mengumpulkan cerita para imam.

Ali mendiskripsikan tentang situasi politik di Iran menyerupai apa yang disebut

”negara Bonaparte” dalam tulisan Marx, yang disebut ”negara Bonaparte” pada dasarnya

dicirikan oleh tingkat independensi negara yang tnggi dari kelas-kelas sosial. Dua ciri khas

negara bonaparte lainnya adalah peran negara sebagai mediator dan wasit di antara klas-klas

yang bertikai, campur tangan melawan atau mendukung kepentingan ekonomi salah satu

kelas atau lainnya untuk merealisasi kepentingan politiknya sendiri serta peran raja

(penguasa) yang menentukan dan absolut.

Dia menegaskan, klas penguasa di Iran tidak bergantung pada, juga tidak mewakili,

kepentingan ekonomi kelas sosial tertentu. Shah, adalah figur supra-klas, bebas dari seluruh

ikatan kelas. Di Iran, ditegaskan olehnya, sesorang dapat mengatakan bahwa ”klas penguasa”

Page 15: Ali Syari'ati

itu tidak ada. Oleh karenanya, semua klas dapat mengambil manfaat dari perubahan-

perubahan fundamental tanpa melakukan kekerasan dan aktif dalam kegiatan revolusioner.

Ali Syari’ati menunjuk pada reformasi sosial yang terjadi di Iran sejak 1964 dan mengatakan

berdasarkan keputusan seorang induvidu (shakh-e ishan), raja-raja feodal yang merupakan

klas pengusa di Iran dan kelihatannya tidak mungkin lenyap, tiba-tiba hancur dan stuktur

sosial dan berubah secara mendasar. Oleh karena itu Ali Syari’ati menyatakan tidak mungkin

meraih tujuan radikal dan revolusioner tanpa melakukan kekerasan yang revolusioner pula

Pada ceramahnya di Irsyad 6 Maret 1969, Ali memberikan penfsiran dan definisi

ulang yang dinamis, radikal dan sangat politis tentang konsep-konsep Islam klasik. Islam,

menurutnya merupakan ideologi dan revolusi sosial yang ingin membangun masyarakat tanpa

klas bardasarkan kesetaraan dan keadilan di dalamnya akan hidup orang-orang yang

tercerahkan, bertanggung jawab dan bebas. Bentuk politis yang paling tepat dengan persiapan

dan pembentukan ”masyarakat revolusi” dimana warga negaranya berpegang pada ideologi

revolusioner yang akan mengalami kematangan politis dan intelektual. Selama masa

transisional, masyarakat haraus diatur oleh sistem politik ”demokrasi terpimpin. Konsep ini

merupakan uefismebagi kediktatoran yang bermanfaat. Misi dari ”demokrasi terpimpin

adalah membangun masyarakat ideal” sebagai mana mestinya”. Mengenai masalah siapa

yang harus memimpin ”demokrasi terpimpin” adalah manusia yang ideal, yakni manusia

sempurna dan pimpinan yang maksimal dan tidak tertandingi. Dalam Islam Orang tersebut

adalah imam.

Lebih lanjut Ali Syari’ati mengatakan, selama masyarakat di negara-negara

terbelakang dan miskin masih bodoh, bermental budak dan dekaden, kemipemimpinan

revolusioner yang tercerahkan diperlukan untuk mengarahkan transmormasi bentuk-bentuk

pemikiran lama masyarakat dan caranya yang tidak efektif. Demokrasi perwakilan akan

menjadi kontra-revolusi dan tidak mampu melakukan perubahan-perubahan revolusioner

yang dibutuhkan untuk membebaskan negara-negara ini dan rakyatnya dari lingkaran setan

keterbelakangan dan kemiskinan. Dalam sebuah demokrasi, massa yang bodoh dan

reaksioner dapat memilih pemimpin dan kebijakan yang konservatif dan reaksioner. Dia

menegaskan bahwa klas yang mempertahankan beban penindasan yang nyata dan eksploitasi

tidak mempunyai kesabaran terhadap pemilihan umum bebas dan demokrasi pluralis.

Demokrasi dimana rakyat memilih, dengan begitu mereka menentukan nasib sendiri akan

menjadi sistem politik yang diinginkan ketika masyarakat telah mencapai tingkat kesadaran

politik tertentu.

Page 16: Ali Syari'ati

Ceramah Ali Syari’ati tentang ”Iqbal pembaharu abad ini”, dia mengatakan bahwa

Islam bukanlah agama ”satu demensi” yang bukan hanya membahas politik dan gnostis, akan

tetapi juga memperhatikan urusan dunia ini. Sumbangan yang paling agung dan revolusioner

Islam kepada sejarah kemanusiaan adalah ketika Islam menyalurkan cinta agama dan

kekuatan ajaib dari perasaan batin (gnostis), yang selalu ada di dalam diri manusia yang

membimbing para induvidu kearah revolusi, pengorbanan, menyambut kematian dan

kesyhidan serta menuju pencapaian kekuasaan guna menciptakan sebuah masyarakat yang

bersandar pada keadilan dan dedikasi kepada kemajuan material dan spiritual di dunia ini, dia

memilih tanggung jawab Islam segabai tanggung jawab duniawi. Islam sejatinya, adalah

sintesis multidemensional yang tidak tepisahkan.

Islam yang ada sebenarnya tdak lain kecuali agama yang ”terpecah-pecah” dan”tidak

padu”, teriisolasi dan terpenjara di dalam gagasan-gagasan sempit tidak islami dan yang

sudah berubah wujud. Agama yang bagaikan candu, telah membunuh masyarakat Islam atas

nama Islam dan kemerosotan agama, yang disimpulkan oleh Ali, sedang membutuhkan

”renaissance” melalui perjuangan ideologis.

Ceramahnya yang lain mengenai ”agama melawan agama”. Ali mengtakan bahwa

sejarah telah menjadi tempat peperangan yang berkelanjutan di antara dua agama. Pertama,

agama monoteistis yakni agama yang diperjungan Nabi Ibrahim. Kedua, agama politeistis

yang dengan mengatas namakan agama yang dijunjung tinggi, selalu menantantang dan

berjuang menentang agama monoteistis. Agama politeistis sering mengklaim sebagai agama

yang monoteistis, akan tetapi ia hanya memperdaya orang dan menunda kemenangan agama

monoteistis. Poloteistis bercirikan sebagai sebuah kredo yang menyebar secara diam-diam,

sementara monoteistis sebagai sebuah kredo revolusioner yang bersandar pada tantangan.

Agama monoteistis memiliki aspek spiritual yang disandarkan pada keyakinan kepada

Tuhan yang tunggal dan sapek meterial dan duniawi yang menghadirkan kesatuan atau

ketunggalan manusia, karena manusia menjadi makluk Allah yang sama dan bernilai setara.

Oleh karenanya monoteistis menghadirkan keyakinan pada kesatuan kemanusian terlepas dari

ras maupun klas.Ini juga dapat diartikan sebagi undangan pemberotakan terhadap otoritas

atau penguasa apa pun selain Allah. Dengan demikian monoteistisadalah sebuah ”agama

revolusioner” yang menekankan pada pengikutnya untuk ”mengubah dan menghancurkan

apa saja yang mereka dapati sebagai hal yang batil dan tidak bisa diterima. Lalu Ali

menerukan bahwa transformasi radikal dari keadaan yang ada sekarang ini dan

menggantikannya dengan tatanan yang bercirikan oleh keadilan, kewajaran dan kesetaraan.

Page 17: Ali Syari'ati

Sedangkan agama politeisis menyalah gunakan agama untuk membenarkan status quo

yang zalim yang bercirikan oleh kemiskinan, kepapaan dan ketertindasan pada sebagian

masyarakat di satu sisi, sedangkan kekayaan dan kekuasaan di tangan segelintir orang di sisi

lain. Agama politeistis melambangkan ”kaum penindas, musuh-msuh kemajuan, keadilan,

kebenaran, dan peradaban. Bagi dia, kaum politeistis yang yang bersembuyi dibalik topeng

monoteistis adalah para penipu rakyat yang berbahaya. Agama ini telah ”menyelewengkan

semua prisip agama” hingga meyakinkan orang bahwa keadaan dan kesempatan mereka

dalam kehidupan merupakan kehendak Tuhan dan suatu fungsi dari nasib yang telah

ditakdirkan, dia menambahkan bahwa agama ini bersandar pada kebodohan, kecemasan,

diskriminasi dan ciri khas relasi-relasi kekayaan modal ala feodal.

Simbol kesalehan tradisional semisal prektik tata ibadah dan ritual Islam serta bahkan

perang jihad bukan merupakan hal penting dan kriteria yang memadai untuk mengangap

mereka (agamawan konservatif) sebagai monoteisis.Ali Syariati menyarang otoritas agama

Syiah, dia memperingatkan bahwa ”Islamnya” bukanlah Islam yang telah memeritah pada

masa lampau. Sebaliknya Islam yang ditujukan guna menghancurkan agama politeistis yang

telah mengatur masyarakat sepanjang sejarah. Ali mengakhiri ceramahnya dengan mengutip

kata-kata dari simbol Islam monoteeisisnya, yakni Abu Zar yang berkata, ”Saya heran pada

dia yang tidak menemukan sepotong makanan pun di rumahnya dan tidak memberontak

menentang orang dengan pedang terhunusnya”.

Berawal dari gagasan-gagasan yang pernh Ali Syari’ati kemukakan terutama tentang

keislaman yang dengan sengaja dia mengajak beradu argumen dengan kalagan agamawan

konservatif (Otoritas Syiah), bermunculan para kelompok-kelompok penentangnya bahkan

diantaranya terdapat kawan lama sewaktu di Masyad dan Teheran. Kaum ulama tradisional

mmeandang Ali sebagai orang berdasi berpendidikan barat yang dengan arogan sedang

mengajarkan Islam berdasarkan atas pendidikannya di universitas-universitas luar negeri.

Ayatullah Khomeini yang pada saat itu masih berada di pengasingan di Nayaf, Iraq, di

datangi oleh utusan yang di kirim dari Iran untuk meminta pandangannya mengenai

Eslamshenasi karya Ali Syari’ati. Setelah membacanya, Ayatullah Khomeini mangatakan

bahwa karya Ali Syari.ati tersebut bukanlah tidak islami. Oleh karenanya, Khomeini menolak

menyatukan dirinya dengan para Ayatullah yang secara sengit menghujat Ali Syari.ati.

Khomeini juga mengatakan, “saya mempelajari kasus ini dan tidak satupun cacat moral

(kebejatan) dan kritik yang valid.

Dalam kuliah mengenai “Kesyahidan“, ekspresi dukungannya bagi teori revoluioner.

Ali menekankan pada keyakinan keadilan yang berkaitan dengan Mujahidin dan Kesyahidan.

Page 18: Ali Syari'ati

Bahwa ketika kekuasaan yang zalim menundukkan orang dengan paksaan, uang, dan

penipuan, hanya pilihan sadar atas kesyahidan yang bisa mrndobrak krhrningan dan

melemparkan rezim kepada rasa malu. Ali lalu mrnyimpulkan bahwa “mereka yang tidak

memiliki keberanian untuk memiliki kesyahidan pada akhirnya akan dimiliki oleh kematian“.

Ali Syari’ati dalam kuliahnya yang memakai bahasa Marxian menjelaskan bahwa

kum borjuis telah menjadi kekuatan progresif dalam pertempurannya melawan feodalisme,

mereka tidak hanya kehilangan peran positifnya, namun telah menjadi penghisap (exploter)

dan penindas orang-orang dan negeri-negeri. Manusia membutuhkan agama sebagai sebuah

pandangan spiritual dan sebagai tuntutan penghibur dalam kehiddupan. Dia mengakui

eksistensi suatu kecenderungan agama yang negatif, yang didukung oleh klas penguasa atas

rakyatnya, gerakan-gerakan dodialnya maupun itu sendiri. Ali berpendapat bahwa suatu

pemahaman islam bergantung pada perspektif melalui mana para penguji menganalisa islam,

ia menganjurkan sebuah pembebasan (liberation) doktrin idlam dari belenggu peradapan,

kebudayaan dan ilmu-ilmu islam. Tugas ini menganjurkan pengajaran islam sebagai mana

dipahami oleh Abu Zar dan bukan para Fukaha (ahli hukum islam), ilmuan dan sufi (gnostik

atau ilmu kebatinan).

Selanjutnya, Ali mangatakan bahwa kaum intelektual Iran harusnya belajar dari barat

bukannya meniru. Dia menegaskan bahwa kaum agamawan yang dogmatis, bukanlah kaum

setia atas kepercayaannya dan kaum anti-agamawan bukanlah benar-benar menentang

kepercayaan yang dentik. Kaum intelektual seharusnya mentransformasikan secara sungguh-

sungguh agama yang sedang berjalan. Untuk mentransformasi agama dan masyarakat, Ali

Syari.ati mengemukakan studi historis tentang agama-agama berdasarkan awal mula

sosialnya, perkembangannya, doktrinnya dan signifikansi serta peranan ritus-ritus dan ritual

agama yang ada padanya. Ia manambahkan, dengan menggunakan metodologi anti agama,

pada akhirnya akan sampai dengan kesimpulan yang sangat berbeda dibandingkan mereka.

Dia juga membahas agama-agama besar di Cina, India, dan Iran, ini merupakan upaya

untuk menggambarkan tokoh-tokoh dari agama tersebut sebagai sosok-sosok yang

revolusioner. Dan untuk mrnghasilkan simulasi (simulacrum) religio-historis, Ali melukiskan

sosok Budha sebagai sebagai pemberontak yang mengobarkan dan mendorong massa

menentang kaum Brahma atau Pendeta-pendeta yang terlembaga dan menghisap rakyat. Dia

memujinya sebagai sosok pembebas yang mengemansipasi masyasakat dari politisme yang

disebarkan kaum Brahmana dan seorang revolusioner yang tanpa henti bertempur menentang

system klas yang berkuasa dan system kasta yang dipaksakan dalam bahasa agama. Dalam

hal ini, Ali Syari.ati mencoba memperlihatkan bahwa masyarakat modern yang sehat dan

Page 19: Ali Syari'ati

harmonis, perlu menyumbangkan sentiment kesejahteraan materi agama yang bersifat

metafisik. Penolakan total atas yang satu dan merengkuh yang lain akan menghasilkan

kegagalan. Agama-agama tradisional, dari peradapan lama lebih disebutkan dengan

pemurnian per individu dank arena itu pembebeasan personal pada perbaikan social, keadilan

dan kesejahteraan sosial-.ekonomi. Para nabi dari agama-agama Ibrahim berasal dari latar

belakang sosial yang sederhana dan miskin, sehingga sangat memperhatikan kehidupan

materi masyarakat, berbeda dengan para nabi dari agama-agama kuno yang mempunyai latar

belakang klas yang kaya dan makmur.

Kehidupan yang nyaman meratakan jalan bagi pemberontak melawan benda-benda

material dan harta pribadi. Ini merupakan penolakan dasar dari bnda-benda duniawi dan

keterkaitannya yang ditemukan dalam agama Sufistik. Untuk hal ini, Ali mengacu pada

Taoisme, Budhisme, Hinduisme yang mempunyai banyak kemiripan dengan Sufisme Iran.

Dia mencemooh pemalingan akal dan rasionalitas demi mencari sesuatu yang melampaui

kehidupan. Untuk mencapai kebahagiaan manusia membutuhka etika, filosofis, perasaan

keagamaan yang metafisik serta akal, Perasaan sosial harus dikelola dengan akal, keadilan

dan ekonomi, sedangkan individu harus dijaga alam olah batin (gnostisisme).

Pada kesimpulannya, dia menegaskan sementara agama-agama otentik memiliki

pemahaman sosio-ekonomi atas masyarakat yang bersandar pada sebuah ideologi, maka

agama palsu yang terlembaga mengasingkan muatan ideology otentik dari doktrinnya dan

menggantinya dengan beraneka ragam ritual dan ritus.

Ali menggambarkan agamawan (ulama) konservatif yang menolak perubahan dan

egaliternya dianggap musuh rakyat karena mereka merupakan bagian dari klas penguasa.

Dari sudut pandang “rakyat“, Ali Syari.ati menyatakan bahwa islam yang tidak

menggelorakan keadilan sosial dan mwnjamin kebebasan serta kepemimpinannya yang tidak

adil, tak ubahnya seperti agama lain dan malah identik dengan kaum kafir lainnya.

Dalam perumusan ideologi islam radikal islamologi yang menggali doktrin religi-

politik, Ali menegaskan bahwa kontradiksi sosial, kemiskinan, ketimpangan, dan penindasan

tidak secara otomatis menjadi syarat bagi sebuah revolusi, kaum kiri membuat redusionis

(penyederhanaan). Kondisi obyektif harus dijelasakn kepada rakyat dan harus ditanamkan

kedalam pikiran mereka, rakyat akan bertindak setelah mereka merasakan dan memahami

kondisi sosialnya. Maka, tujuan intelektual modern adalah menjelaskan kontradiksi-

kontradiksi dan ketidak adilan sosial.

Ali menilai masyarakat Iran merupakan “klas dalam dirinya sendiri“ yang

tereksploitasi yang harus dimasukksn ke dalam pendidikan politik dan ideologis sebelum klas

Page 20: Ali Syari'ati

tersebut menjadi revolusioner, setelah kondisi yang obyektif dan tidak adil disampaaikan

kepada rakyat serta penggambaran yangideal oleh itelektual. Dia percaya akan masyarakat

(Iran) yang secara otomatis mengambil tindakan yang seharusnya dilakukan. Yang pada

akhirnya peperangan yang revolusioner merupakan sarana untuk menjelaskan kondisi

tersebut yang kemudian menyebabkan kesadaran kelas politik. Ini merupakan seruan Ali

Syari.ati kepada masyarakar untuk perjuangan bersenjata.

Ali Syari.ati mendefinisikan doktrin sebagai konstelasi (pertimbangan) pandangan-

pandangan filosofi yang harmonis, keyakinan-keyakinan religius, nilai-nilai etik dan

metodologi-metodologi ilmiah yang melahirkan kesatuan yang bermakna, berorientasi, tujuan

dan dinamis. Doktrin keyakinan disandarkan pada suetu pandangan dunia, yang merupakan

pandangan melalui manusia dan alamnya, masyarakat dan filosofi sejarahnya dipandang serta

didefinisikannya, superstuktur ideologis pada gilirannya terbangun atas tiga pilar, yakni

antropologis, sosiologis, dan historis. Ideologi berfungsi menjadikan tiga pilar tersebut untuk

digunakan mengungkapkan filsafat doktrin kehidupan kita. Ideologi adalah sebuah penafsiran

dari kehidupan individual, masyarakat, dan manusia dalam semua aspek. Ideolodi, kata Ali,

menyediakan jawaban atas pertanyaan. Ia menambahkan, bahwa ideologi menjadi bermakna

hanya ketika suatu doktrin sendiri dari dua elemen penting tentang konsepsi utopia dan ideal

manusia, karena elemen retsebut menyediakn tujuan-tujuan yang diinginkan untuk menuju

kearah mana manusia bergerak.

Bagi Ali Syari.ati, dunia sebagai kesatuan (entitas) yang punya maksud dan

berkelanjutan dengan tujuan dan cita-cita. Hal ini berbeda dengan pandangan ulama pada

umumnya. Tauhid (monoteisme) bukan hanya konsep terbatas kepada keyakinan pada suatu

Tuhan. Ia menafsirkan monoteisme bukan suatu pandangan dunia saja, melainkan sebuah

filsafat sejarah, pandangan sosiologis, doktrin etis yang akhirnya suatu misi sosial. Dalm

islam kesadaran (kognisi) monoteis yang membiarkan individu untuk melangkah melalui

pertikaian antara filsuf yang membuktikan Tuhan melalui logika dan rasionalitas dengan

kaum gnostik yang menolak metodologi filsuf dan menganggap bahwa hanya intuisilah yang

membimbing manusia ke jalan Tuhan. Monoteisme juga di artikan sebagai perlawanan

terhadap kekuasaan duniawi yang bermaksud menundukkan dan menggantikan kedudukan

Tuhan.

Evolusi sosial dan agama mengikuti jalan searah, bahwa sejarah sosial dan agama

berasal dari keadaan yang harmonis dan berkembang ke salam situasi perselisihan. Tahap

primitif dari evolusi sosial dan agama dicirikan ole komunisme dan egalitarisme ekonomi,

sementara, masa antara dari perselisihan dicirikan oleh kontradiksi-kontradiksi yang

Page 21: Ali Syari'ati

antagonistis, masyarakat kelas, penindasan dan penghisapan (eksploitasi). Ali berpendapat

bahwa ciri sosial yang penting dari tahap perselisihan dan kontradiksi adalah evolusi dari klas

spiritual yang dinilai, diabsakan dan secara efektif didukung oleh masyarakat yang

dikendalikan oleh klas, selama masa kontradiksi sosio-ekonomi, klas penguasa mengalami

perpecahan yang disebabkan pembelahan internal pada tenaga kerja. Fungsinya berpindah

pada tiga penguasa baru: para penindas politik, penghisap ekonomi dan para pembarda

(stupifiers) agama. Ketiganya mengikuti tujuan umum dari pendudukan dan pebudakan atas

orang-orang demi kepentingan sempitnya sendiri, selama masa ini, tiga penguasa jahat yang

menggantikan dirinya sebagai Tuhan. Dari sinilah dimulainya masa politiesme.

Juga memberikan definisi singkat tentang ”basis produktif” dan ”masa perbudakan,

feodal, dan borjuis.” Dia menjelaskan bahwa basis ekonomilah yang menentukan antara

superstuktur, ideologi, etis dan religius. Akan yetapi dia tidak merujuk pada kekuatan

produksi, perkembangannya, status hukum dan ekonomi tenaga kerja, relasi kepemilikan dan

mode penggalian surplus yang berlaku. Ali Syari’ati mengatakan bahwa relasi antara

superstuktur religius dan ideologi serta basis ekonomi adalah satu relasi yang saling

menguntungkan satu sama lainnya.

Pemaparannya mengenai filsafat Islam sangat mirip dengan apa yang digambarkan

oleh Marx. Menurutnya filsafat sejarah berdasarkan pada determinisme ilmiah, kontradiksi-

kontradiksi dialektika dan perjuangan abadi antara dua kekuatan yang bertentangan semenjak

lahirnya sejarah. Dia melihat kontradiksi-kontradiksi sebagai kekuatan di belakang semua

tipe perkembangan.

Ali Syari’ati mengatakan bahwa doktrinnya ditujukan kepada Muslim yang

bernafaskan dalam lingkungan intelektual dan kutural yang didominasi oleh ”Segitiga

sosialisme, eksistensialis dan gnostisme”. Ideologi Islam modern seharusnya menggabungkan

dan melampaui doktrin diatas, yang memberikan solusi bilamana mereka gagal. Dia

mengatakan dalam salah satu ceramahnya yakni, ”tiada darah yang tertumpah dalam kesia-

siaan dan kematian karena alasan kebenaran dan keadilan tidak pernah bisa dipadamkan.

Suara yang jujur bisa ditindas namun tidak pernah dipadamkan.”

Pada 19 Oktober 1971, dimulainya rentetan pidato pemberontakannya yang bertujuan

untuk mencapi revolusi politik-keagamaan. Pertama dia mengidentifikasikan dikotomi antara

Syi’isme yang benar-benar ada dan Syi’isme yang ideal dan otentik. Ali menjelaskan

kegagalan, ketidakmampuan dan yang paling penting asalah keterlibatan historisnya dengan

status quo yang tidak lain merupakan penopang paling penting yang mendukung klas

penguasa. Perpecahan di dalam umat Islam dimulai dari tindakan pengkhianatan agamawan

Page 22: Ali Syari'ati

yang meninggalkan rakyat dan memihak kekuatan status quo menghadapi massa, namun ia

juga mengiringi penolakan serta negasinya atas Islam yang ada dengan pemujaan kepada

Islam yang otentik. Penciptaan simbol-simbol dan slogan-slogan, mengidentifikasi pahlawan

dan musuh, membangum doktrin Islam yang serba mencakup (komprehensif) yang

menentang status quo religio-politik. Ali mengatakan bahwa Syi’isme memerlukan

penyegaran kembali secara terus-menerus atau revolusi.

Bagi Ali Syari’ati, ijtihad sebagai proses intelektual yang dinamis, yang mengikutkan

Islam dengan perkembangan-perkembangan medern. Sebuah praktek yang diperbolehkan

oleh kalangan Syiah menunjukkan penerapan akal manusia dan raionalitas oleh mereka yang

merupakam kaum fuqaha (ahli hukum Islam). Ia mulai mendefinisikan mujtahid atau orang

yang berhak untuk melakukan ijtihad. Menegaskan bahwa mujtahid adalah orang yang

”tercerahkan” dan ”peneliti bebas” yang mencari jawaban-jawaban baru berdasarkan

”semangat dan orentasi agama, logika ilmiah, dan empat sumber syariat Islam yakni:Al-

Quran, hadist, ijma (kesepakatan) dan akal. Dengan memasukkan semangat dan orentasi

agama sebagai basis yang dengannya penafsiran-penafsiran dibuat. Tuntutan atas ijtihad

sebagai prinsip yang merevolusikan Islam, maka diperbolehkan untuk membangun ulang

kosepsi Islam yang otentik berdasarkan rasionalitasnya sediri.

Taqiyeh menurut Syi’isme Ali, merupakan konsep taktis yang mempunyai makna

ganda yakni menjamin kesatuan dihadapan musuh bersama dan menjamin keselamatan dan

keamanan dari anggota organisasi revolusioner klandestin. Ini merupakan seruan kepada

pejuang untuk berstu dan menjaga kesatuan antar mereka, mengharuskan induvidu-induvidu

dalam sebuah organasasi kladestin yang berperang melawan rezim umtuk bersumpah

menjaga rahasia hal ini untuk mencegahnya pembunuhan besar-besaran tehadap kaum

revolusioner.

Rindu, jika dianalisis secara positif merupakan sebuah keyakinan yang teguh pada

sebuah revolusi yang membebaskan yang sedang mendekati dalam skala dunia. Ali Syri’ati

mengatakan kemenangan kaum tertindas di dunia dan tegaknya sebuah masyarakat tanpa klas

merupakan kehendak Tuhan yang tidak bisa ditolak. Dia memberikan gambar seorang

Muslim yang rindu adalah seorang greliawan yang menenteng AK-47 dipundaknya yang

sangat terlatih serta siap berperang. Menambahkan bahwa dengan menunggu membangkit

”rasa tanggung jawab dan kewajiban” untuk ”menolak status quo dan mengakhiri sistem-

sistem dan nilai-nilai kekuasaan”.

Pada perkembanganannya yang dihadapkan dengan aktivitas-aktivitas revolusioner

dan munculnya gerakan Marsist. Ali mengatakan dengan tidak mengakikan langsung kepada

Page 23: Ali Syari'ati

gerakan marsxist, dia memuji kelompok bukan Islam yang berjuang karena kepentingan

rakyat dan sebagai lebih cita Tuhan daripada kaum beriman yang menghindarkan diri dari

memperlihatkan tanggung jawab sosoial mereka untuk kepentingan rakyat. Memandang

kaum Marxist sebagai kawan dekat dalam mementang musuh yang sama yang berbagi tujuan

sosio-politik serta ekonomi yang sama namun berbeda persoalan filosofis penting tentang

ketuhanan. Sebagai ideolog dari gerakan revolusioner Islam yang telah dipraktekkan oleh

para mujahidin, pada dasarnya dia sendiripun adalah partisan mereka. Di lain kesempatan dia

melihat “perjuangan terus-menerus terhadap rezim penguasa yang menindas” sebagai poros

utamanya dari strategi partai memiliki dua tingkatan: perang ideologis melawan para penegak

keamanan yanag menjadi baagian rezim dan perang politik melawan espotisme dan

eksploitasi.

Partai Syiah yang juga sedang melakukan penentangan terhadap rezim membuat Ali

terposona operasi greliya yang mereka lakukan, untuk itu dia menjanjikan guna menguraikan

strateginya yang layak, taktik, organisasi stukturalnya dan proses pembuatan keputusan.

Syi’isme, menurut pandangan Ali memunjukkan telah memilih perjungan bersenjata sebagai

strategi utama. Namun, dia mengingatkan masyarakat bahwa para imam Syiah, sebagai kaum

pemimpin perjuangan memiliki strategi perjuangan yang lentur dan non-dogmatis, dapat

disesuaikan dengan waktu, keadaan dan kondisi yang sedang berjalan.

Mengenai masalah kepemimpinan, Ali Syari’ati berpendapat sepanjang ketaatan

terhadap imam, orang Syiah yang sadar adalah bertanggungjawab untuk memilih orang yang

paling adil dan terpelajar guna memimpin mereka dalam perjuangannya. Dari penafsiran

sempit dari kalimatnya tersebut menunjukkan bahwa orang yang berhak memilih adalah

terbatas pada kalangan Syiah.

Ceramah pemberontakan dan subversif mengrnai agama dan politik yang berlangsung

secara terbuka maupun tersembunyi merupakan deklarasi penentangan rezim. Dia

menyerukan penghapusan kapitalisme, imperialisme dan kelembagaan agama dan monarki di

wilayah kekuasaan Syiah pada Kerajaan Yang Mulia Syahasyah Iran. Ali juga berharap

bahwa kekuatan Ilahi yang telah menolongya dalam perang religio-politik hingga titik ini

akan terus mengaburkan dan membutakan dua musuh utamanya, yaitu rezim dan agama

Safawi.

Setelah melakukan caramah-ceramah yang terbukti membuat bukan hanya telinga

para agamawan yang meradang tetapi juga rezim yang berkuasa pun ikutan naik pitam, ini

dibuktikan dangan dijebloskannya Ali oleh SAVAK dengan alasan yang tidak jelas yang

selamanya tidak pernah dihadapkannya Ali Syari’ati ke meja pengadilan, di dalam penjara

Page 24: Ali Syari'ati

Komiteh yang terkenal akan keangkeran para penjaga serta sikaannya terhadap tahanan

politik. Dia menyelesaikan gagasannya yang disajikan dalam dua teks yaitu,“Manusia“ dan

“Kembali“ seta karyanya yang lain, “Kembali Kepada Jati diri Yang Mana?“ dalam usisan ini

Ali mengatakan musuh-musuh luar negeri bukanlah ancaman ekonomi dan politik, malah

yang merupakan sebuah bahaya yang utama adalah “imperialisme kultural“

Sebelas bulan setelah kebebasannya dari penjara Komiteh, 14 Februari 1976. Bagian

pertama dari Manusia, Islam dan doktin-doktrin baratnya. Namun demikian dia edarkan

tulisan tersebut dengan judul “Marxisme melawan Islam“ hal ini dimaksudkan sebagai

pembawa pesan. Ali menyatakan bahwa Marxisme tidak sesuai dengan Islam maupun

nasionalisme Iran, namun dia juga mengaitkan kaum atheis yang sadar secara sosial sebagai

lebih erat dengan semangat agama daripada kaum agama yang berpandangan picik dan jauh

dari persoalan sosial. Dalam artikelnya ini tidak banyak yang berbeda pada apa yang

disajikan dalam Eslamshenasi.

Kurang dari dua bulan setelah publikasinya, sebuah berita klandestin yang disebarkan

oleh sekolah agama Qom, yang memperingatkan atas kejadian yang terjadi merupakan

permainan rezim, yang dituduh menodai tokoh tidak tercela dan lurus dari figur Islam

terkemuka seperti Ali Syari’ati dan membuat skisma dan perpecahan.

Juga mengkaitkan bahaya leberalisme dan modernisme. Ali menaruh perhatian

tentang dampak merugikan Marxisme. Pertama, Marxisme merupakan fisafat yang

mengasingkan identitas keimanan, keislaman dan ketimuran dari rakyat Iran. Kedua,

Marxisme merupakan filsafat yang memusuhi ”kepribadian eksistensialis, diri historis dan

identitas eksistensialis independen” manusia. Ketiga, kaum Marxis Iran terasing dan

menjauhi manusia-manusia yang berfikir, merasa, berbicara, berteori, dan bertindak secara

tidak benar dan serampangan. Ali juga menolak semua corak internasionalisme (Islam,

Kristen, ploretarian atau sosialis) karena kesemuanya itu merupakan sumber imperialisme.

Menekankan untuk kembalike akar jati diri dan kebudayaan nasional, menegaskan juga

bahwa kebangkitan nasional membutuhkan kepercayaan diri dan kesadaran diri.

Pada 16 Mei 1977, Ali Syari’ati meninggalkan Iran karena sudah tidak tahan lagi

dengan keadaan lingkungan dan penjagaan SAVAK atas dirinya karena dianggap sebagai

pelaku revolusioner yang aktif. Dia meninggalkan Iran dengan samaran Mizani karena

namanya sendiri sudah termasuk daftar cekal. Ali terbang menuju London dengan harapan

memulai kehidupan barunya yang terbebas dari tekanan SAVAK. Akan tetapi, pada 21 juni

1977 di pagi hari, dia sudah ditemukan dalam keadaan telungkup di atas lantai. Menurut

catatan medis, ia mengalami gagal jantung karena tekanan pada kehidupannya selama ini

Page 25: Ali Syari'ati

yang menyebabkan meninggal dunia secara mendadak. Ali Syari’ati dimakamkan di dekat

kuburan zainab, saudara Imam Husein.

******

Page 26: Ali Syari'ati

PEMIKIRAN POLITIK ISLAM

RICKY RAMA WARDANA

070610343

PROGRAM STUDI ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA

2007