alfiani journal research
TRANSCRIPT
1
EFFECT OF KAWISTA FRUIT PULP (Limonia acidissima L.) ON REDUCING CIRCULATING
ENDOTHELIAL CELLS (CECs) IN RAT INDUCED BY TYPE 2 DIABETES MELLITUS
Alfiani Rosyida Arisanti 1, Yoyon Arif Martino
2, Erna Sulistyowati
2
1Undergraduate Student of Faculty of Medicine, Islamic University of Malang
2Academic Staff of Faculty of Medicine, Islamic University of Malang
ABSTRACT
Introduction Cardiovascular disease is the most common cause of morbidity and mortality in type 2
diabetes mellitus as a result of vascular endothelial cell dysfunction. Hyperglycemic condition in diabetes
is generating reactive oxygen spescies (ROS) and makes vascular oxidative stress happened. It causes
endothelial cell detached. We identify it as increasing circulating endothelial cells (CECs). Kawista fruit
pulp (Limonia acidissima L.) contains flavonoid, glycosides, saponins, tannins, coumarins, tyramine-
derivates, vitamin C and vitamin A. Its function arepotentially as antioxidant and antidiabetic. The aim of
this study are determining the effectivity of Kawista fruit pulp on lowering CECs on rats induced by type
2 diabetes mellitus.
Method Experimental laboratory post-test only group design. The subject of this study was 30 wistar
strain rats which was divided into 5 groups. Negative control group (K0) were given 2 ml of aquades,
positive control (K1) istype 2 diabetes mellitus group (induced by high-fat diet (HFD) and injection of
streptozotocin (STZ)). Treatment groups (P1, P2, and P3) are induced by type 2 diabetes mellitus and
Kawista fruit pulp (each are 150, 300, 600 mg/kgBW a day). The CECs was analysed by flow cytometry.
The Statistical method used one-way ANOVA test and followed by Tukey's test. Significant at p<0.05.
Result The all treatment groups significantly made less number of CECs (p 0.000). Those all doses of
kawista fruit pulp were letting down the number of CECs. The highest dose (600 mg/kgBW) is the most
potential on reducing number of CECs compared to another doses ( 300 and 150 mg/kgBW a day).
Conclusion Kawista fruit pulp could reduce the number of CECs. It means that its has potential effect on
antioxidant especially on improving endothelial cells function.
Keywords Circulating endothelial cells, Limonia acidissima L., type 2 diabetes mellitus model rats.
E-mail: [email protected].
2
EFEK DAGING BUAH KAWISTA (Limonia acidissima L.) TERHADAP
PENURUNAN JUMLAH CIRCULATING ENDOTHELIAL CELLS (CECs)
PADA TIKUS MODEL DIABETES MELITUS TIPE 2
Alfiani Rosyida Arisanti, *, Yoyon Arif Martino, **, Erna Sulistyowati, **
*Mahasiswa Fakultas Kedokteran, Universitas Islam Malang
**Staf Pengajar Fakultas Kedokteran, Universitas Islam Malang
E-mail: [email protected].
ABSTRAK
Pendahuluan Penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab kematian dan kesakitan paling umum pada
kondisi diabetes khususnya diabetes melitus tipe 2 (DMT-2) sebagai akibat dari disfungsi sel endotel
pembuluh darah. Kondisi hiperglikemi pada diabetes dapat menyebabkan peningkatan produksi senyawa
reactive oxygen spescies (ROS) sehingga terjadi stres oksidatif pada pembuluh darah dan peningkatan
pelepasan sel endotel menjadi circulating endothelial cells (CECs). Buah kawista (Limonia acidissima L.)
mengandung komponen flavonoid, glikosida, saponin, tanin, kumarin, derifat tiramin, serta vitamin C dan
A yang berpotensi sebagai antioksidan dan antidiabetik. Tujuan penelitian ini adalah membuktikan bahwa
pemberian daging buah kawista dapat menurunkan jumlah CECs tikus model DMT-2.
Metode Metode penelitian ini adalah eksperimental control group post test only, menggunakan 30 ekor
tikus wistar yang terbagi dalam 5 kelompok. Kelompok kontrol negatif (K0) yaitu tikus normal yang
diberi aquades 2 ml, kontrol positif (K1) yaitu tikus model DMT-2 (induksi diet tinggi lemak (HFD) dan
injeksi Streptozotocin (STZ)) yang diberi aquades 2 ml, serta kelompok perlakuan (P1, P2, dan P3) yaitu
tikus model DMT-2 yang diberi daging buah kawista dengan dosis berturut-turut 150, 300, 600
mg/kgBB/hari. Pemeriksaan CECs dengan metode flow cytometry. Analisa data menggunakan uji one
way ANOVA dan dilanjutkan uji Tukey 5%. Dikatakan bermakna apabila signifikansi atau p<0,05.
Hasil Seluruh dosis daging buah kawista pada kelompok perlakuan mampu menurunkan jumlah CECs
secara signifikan. Dosis 600 mg/kgBB/hari lebih potensial dalam menurunkan jumlah CECs dibanding
kedua dosis yang lain.
Kesimpulan Pemberian daging buah kawista dapat menurunkan jumlah CECs. Hal ini berarti bahwa
daging buah kawista dapat berfungsi sebagai antioksidan yang memperbaiki fungsi sel endotel.
Kata Kunci Circulating endothelial cells, tikus model diabetes melitus tipe 2, Limonia acidissima L..
PENDAHULUAN
Penderita Diabetes Melitus (DM) di dunia
setiap tahun terus bertambah, demikian pula
jumlah penderita di Indonesia pada tahun 2005
tercatat oleh World Health Organization (WHO)
menduduki peringkat keempat terbanyak di
dunia. World Health Organization memprediksi
kenaikan jumlah pasien DM di Indonesia dari 8,4
juta di tahun 2000 menjadi + 21,3 juta di tahun
2030. 1 Kementerian Kesehatan Indonesia
menyebutkan bahwa jumlah pasien DM rawat
inap dan rawat jalan di rumah sakit menempati
urutan pertama dari seluruh penyakit endokrin. 2
Seluruh kasus DM, + 90% kasus merupakan
DMT-2. 3
Pada kondisi DM, penyebab kematian
dan kesakitan utama adalah penyakit
kardiovaskuler. Tahun 2008, sedikitnya 17,3 juta
jiwa atau 30% kematian di seluruh dunia
disebabkan oleh penyakit kardiovaskuler yang
diawali dengan disfungsi endotel. 1,4
Disfungsi
endotel pada DMT-2 bersifat multifaktorial yang
melibatkan interaksi kompleks berbagai keadaan
seperti hiperglikemia, hiperlipidemia, stress
oksidatif, penuaan dini, hiperinsulinemia serta
perubahan dalam proses koagulasi dan
fibrinolisis. 5,6
Diabetes Melitus Tipe 2 (DM non-insulin
dependent) adalah bentuk umum DM yang
memiliki karakter kombinasi resistensi insulin
perifer dan sekresi insulin yang tidak adekuat
olehsel β pankreas. Resistensi insulin dapat
diinduksi oleh diet tinggi kalori serta dikaitkan
dengan peningkatan kadar asam lemak bebas dan
sitokin proinflamasi di plasma, sehingga
menyebabkan transpor glukosa ke dalam sel otot
menurun serta peningkatan produksi glukosa
hepar dan pemecahan lemak. 7,8
Kondisi DMT-2
dapat berkembang dengan komplikasi penyakit
kardiovaskular akibat disfungsi sel endotel
pembuluh darah yang akan mengganggu fungsi
organ lain. 9 Kondisi hiperglikemi khususnya
pada kondisi DMT-2 dapat menyebabkan
peningkatan produksi senyawa reactive oxygen
spescies (ROS) dari berbagai jaringan akibat
proses autooksidasi glukosa dan glikosilasi
protein. 10
Peningkatan ROS menyebabkan stres
3
oksidatif yang mengakibatkan kerusakan sel
jaringan khususnya sel endotel pembuluh darah
sehingga meningkatkan pelepasan (detachment)
sel endotel dari tunika intima menuju sirkulasi
dan menjadi sel endotel sirkulasi (CECs). 11
Banyak kendala dalam terapi DMT-2 dan
komplikasinya, yaitu harga obat yang mahal,
efektifitas rendah, dan efek samping yang cukup
banyak. Saat ini mulai dicari obat-obatan dengan
pemanfaatan bahan alami tumbuhan. Tanaman
herbal dirasa lebih efektif karena tubuh manusia
relatif lebih mudah menerima obat dari bahan
tumbuhan dibanding obat-obatan kimia. 12
Salah
satu tanaman herbal yang berpotensi sebagai
antioksidan dan antidiabetes adalah kawista
(Limonia acidissima L.). Tanaman famili
Rutaceae ini banyak tersebar di negara tropis dan
subtropis diantaranya India, China, dan
Indonesia. Dagingnya mengandung komponen
fenolik (glikosida fenolik dan fenolik ester). 13
Studi yang dilakukan oleh Ilango (2009),
membuktikan bahwa buah kawista mengandung
komponen flavonoid, glikosida, saponin, tanin,
kumarin, derifat tiramin, serta vitamin C dan
vitamin A yang berpotensi sebagai antioksidan
dan antidiabetik.14
Berlatar belakang studi tersebut, penelitian
ini diharapkan dapat membuktikan bahwa buah
kawista sebagai antidiabetik dan antioksidan
dapat mengurangi kerusakan pembuluh darah
yang ditandai dengan penurunan jumlah CECs
pada kondisi DMT-2.
METODE PENELITIAN
Prosedur Penelitan
Penelitian ini memakai metode eksperimental
laboratorik secara in vivo dan menggunakan
desain penelitian control group post test only.
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium
Kimia Universitas Muhammadiyah Malang pada
bulan Maret - Juni 2013, dengan lama penelitian
selama empat bulan.
Hewan coba penelitian ini adalah tikus wistar
(Rattus novergicus) jantan, usia +2,5 bulan, berat
badan + 150 gram, biakan lokal, dan berjumlah
30 ekor dengan kondisi sehat (ditandai dengan
gerakan aktif, berbulu halus, dan matanya
berwarna merah jernih). Hewan coba diperoleh
dari Laboratorium Kimia Universitas
Muhammadiyah Malang dan telah disertifikasi
dokter hewan dengan nomor 159/LK-B/V/2013.
Tikus diadaptasikan di laboratorium selama 7
hari serta diberi makan dan minum sesuai standar
laboratorium. Setelah masa adaptasi, dilakukan
penimbangan berat badan tikus yang dianggap
sebagai berat badan prakondisi. Penimbangan
berat badan dilakukan setiap minggu selama
penelitian. Setelah adaptasi, hewan coba dipilih
secara acak (random sampling) dan
dikelompokkan menjadi 5 kelompok, dengan
jumlah sampel tiap kelompok sebanyak 6 ekor.
Pada 30 hari pertama, kelompok kontrol negatif
(K0) diberi diet normal dan 30 hari selanjutnya
diberi aquades 2 ml (tikus normal). Pada
kelompok kontrol positif (K1) dan kelompok
perlakuan (P1, P2, dan P3), tikus dibuat menjadi
model DMT-2 dengan cara induksi diet tinggi
lemak (HFD) selama 30 hari pertama dan injeksi
intraperitoneum Streptozotocin (STZ) single dose
sebanyak 50 mg/kgBB pada hari ke-15. Pada 30
hari berikutnya, seluruh tikus diberi diet normal
serta pada kelompok K1 diberi aquades 2 ml
danpada kelompok P1, P2, dan P3 diberikan
daging buah kawista dengan dosis masing-
masing 150, 300, 600 mg/kgBB/hari selama 30
hari secara oral (per sonde lambung). Pada akhir
penelitian, dilakukan pembunuhan hewan coba.
Tikus diambil berdasarkan urutan kelompok
kemudian dibius dengan cara dimasukkan ke
dalam toples yang telah diberi kapas dan eter.
Kemudian tikus dibedah secara vertikal
mengikuti garis tengah (linea mediana) dari
abdomen menuju ke thorak dengan gunting,
sampai seluruh abdomen dan thorak terbuka.
Darah diambil dari aorta atau jantung tikus
dengan spuit, kemudian disimpan dalam tabung
yang berisi EDTA-antikoagulan dan dilakukan
pemeriksaan marker CECs.
Penelitian ini telah memenuhi syarat atau laik
etik dan mendapatkan surat keterangan kelaikan
etik dengan nomor 088/EC/KEPK-S1/02/2013.
Pembuatan Tikus Model DMT-2 Melalui
Induksi HFD dan Injeksi STZ Dosis Rendah
Tikus model DMT-2 adalah tikus dengan
induksi HFD dan injeksi STZ dosis rendah.
Metode ini didasarkan pada penelitian yang telah
dilakukan oleh Reed MJ dkk. pada tahun 2000
dan penelitian oleh Fadlina CS pada tahun 2007.
Pembuatan HFD sebanyak 30 gram/ekor
dengan komposisi BR1= 59,45% (17,84 gram),
tepung terigu= 10% (3 gram), asam kolat=
0.05% (0,015 gram), kolesterol= 0,5% (0,15
gram), lemak sapi= 10% (3 gram), minyak
kelapa= 10% (3 gram), kuning telur= 10% (3
gram), diberikan setiap hari selama 30 hari. 21,22
Injeksi STZ dosis rendah adalah injeksi STZ
single dose,50 mg/kgBB intraperitoneum, pada
hari ke-15. Pembuatan larutan STZ dengan cara
melarutkan STZ ke dalam buffer sitrat pH 4,5
dan di vortex hingga homogen, stok larutan
disimpan pada suhu 4°C. 21
Setelah itu,
dilanjutkan dengan pemberian HFD selama 15
hari berikutnya.
4
Sediaan Daging Buah Kawista Buah kawista (Limonia aciddicima L.)
diperoleh dari UPT. Balai Konservasi Tumbuhan
Kebun Raya Purwodadi - LIPI, Pasuruan, Jawa
Timur dan telah disertifikasi dengan nomor
0563/IPH.3.04/HM/IV/2013.
Buah kawista sebanyak 4 kg disortir terlebih
dahulu. Buah busuk, terlalu matang, atau
ketidaknormalan lain harus dipisahkan untuk
menjaga kandungan buahnya. Tersisa 2 kg buah
yang memenuhi syarat, kemudian buah dicuci
sampai bersih. Setelah itu diambil satu buah
kawista dengan berat ± 0,25kg. Daging buahnya
dipisahkan dari bijinya menggunakan saringan,
kemudian diambil dagingnya dengan sendok
sebanyak 10 gram. Selanjutnya ditimbang
dengan dosis per ekor tikus yaitu 150
mg/kgBB/hari untuk kelompok P1, 300
mg/kgBB/hari untuk kelompok P2, dan 600
mg/kgBB/hari untuk kelompok P3. Setelah itu
ditambahkan 2 ml aquades untuk memudahkan
penyondean dan dicampur menggunakan batang
pengaduk.
Prinsip Pemeriksaan Circulating Endothelial
Cells (CECs)
Pemeriksaan CECs dapat dideteksi dengan
seperangkat alat yaitu CEC Enrichment dan
Enumeration Kit. Merupakan fitur pemeriksaan
dengan prinsip immunomagnetic separation atau
prinsip flow cytometry untuk pengukuran satu per
satu fluoresensi sel dan hamburan cahaya.
Komponen utama dalam pemeriksaan ini adalah
fluidics (sistem transportasi sel), laser, photo
detectors, dan komputer berbasis sistem
manajemen termasuk perangkat lunak (software).
Aplikasi flow cytometry berupa proses
aktivasi imunofluoresensi dimana antibodi
mengenali molekul tertentu pada permukaan sel
endotel. Antibodi berupa artifisial konjugasi
fluorochromes. Ketika sel dianalisis dengan flow
cytometry, sel mengekspresikan marker yang
sesuai dengan antibodi spesifik bermanifestasi
berupa fluoresensi. Sedangkan sel yang tidak
memiliki marker spesifik tidak akan
terfluoresensi. Data yang dihasilkan dalam flow
cytometry ditampilkan menggunakan Akuisisi
Multiparamater dan Software Platform untuk
melihat ekspresi fluoresensi dalam sub populasi
sel dalam sampel (strategi gating). 23
Sebelumnya, terlebih dahulu dihitung jumlah
sel leukosit, persentase dari original fraktion,
isotype control, dan staining sample. Dari ketiga
data tersebut dapat dihitung jumlah CECs
menggunakan rumus hitung. Hasil akhir
didapatkan jumlah CECs/ml darah tikus. 23
Pada
keadaan normal, tingkat ekspresi CECs sangat
rendah, antara 1 sampai 20 sel/ml (sel per mili
liter) atau 1x10-7
sampai 1x10-5
per leukosit.17
Perhitungan jumlah CECs adalah dengan cara
menentukan jumlah sel CD34+
per 5 ml darah
kemudian menentukan jumlah CECs dalam 5 ml
sampel. Penentuan jumlah sel CD34+
per 5 ml
darah dengan rumus: jumlah absolut leukosit
dalam 5 ml sampel × % viablesel CD34+
(frekuensi sel CD34+
sebelum pengayaan di
fraksi original) / 100. Penentuan jumlah CECs
dalam 5 ml sampel dengan cara menentukan
jumlah pewarnaan non-spesifik di wilayah
isotipe kontrol UL4, kemudian hitung jumlah
absolut CECs dalam 5 ml darah dengan rumus:
(% gated sampel CECs [frekuensi sel
CD34+/CD146
+/CD45
- di staining sample] -%
gated sampel kontrol isotipe [frekuensi sel
CD34+/IgG1
+tikus/CD45
- di kontrol isotipe]) ×
jumlah absolut sel CD34+] / 100.
23
Teknik Analisa Data Tahap pertama adalah entry data dan proses
clearing (uji normalitas dan homogenitas).
Apabila data bersifat terdistribusi normal serta
varian bersifat homogeny (nilai p≥0,05) maka
dapat dilanjutkan dengan analisa data metode
statistik parametrik one way ANOVA karena
lebih dari 2 kelompok uji. Hasil dikatakan
bermakna bila p<0,05. Uji lanjut dengan uji
Tukey 5% (uji beda nyata jujur), uji korelasi dan
uji regresi. Analisa data memakai perangkat
software statistik SPSS versi 16.
HASIL PENELITAN
Karakteristik Populasi
Hewan coba penelitian ini adalah tikus wistar
jantan usia + 2,5 bulan dengan berat badan pra
kondisi + 150 gram dan gerakannya aktif. Berat
badan tikus dievaluasi tiap minggu. Data
menunjukkan adanya kenaikan berat badan di
semua kelompok mulai awal hingga akhir
penelitian. Tetapi, pada kelompok kontrol
negatif, kenaikan berat badan tidak sebesar
kelompok kontrol positif dan perlakuan. Pada
minggu terakhir, rerata berat badan di semua
kelompok hampir sama dan berat badan rerata
paling tinggi ada pada kelompok kontrol positif.
Hasil Hitung dan Analisa Jumlah Circulating
Endothelial Cells (CECs)
Hasil uji normalitas (kolmogorov smirnov)
menunjukkan nilai sig. (p)= 0,187 yang berarti
bahwa distribusi data bersifat normal. Pada uji
homogenitas (levene test) menunjukkan nilai sig.
(p)= 0,114 yang berarti bahwa varian data
bersifat homogen. Data terdistribusi normal dan
varian bersifat homogen, sehingga memenuhi
5
syarat untuk dilakukan uji one way ANOVA, uji
Tukey 5%, uji korelasi dan uji regresi.
Efek induksi HFD dan STZ (tikus model
DMT-2) terhadap jumlah CECs dapat diamati
pada Tabel 1 dan Grafik 1. Hasil menunjukkan
bahwa jumlah CECs tikus meningkat pada
kelompok kontrol positif (K1) yaitu tikus model
DMT-2 dibandingkan dengan kontrol negatif
(K0) yang diinduksi diet normal dan aquades.
Data menunjukkan bahwa kelompok K1 mampu
meningkatkan jumlah CECs secara signifikan
dengan nilai 0.000 dibandingkan kelompok K0.
Peran buah kawista terhadap jumlah CECs
tikus model DMT-2, dinilai dengan uji one way
ANOVA dilanjutkan uji Tukey 5% untuk menilai
pengaruh pemberian daging buah kawista dengan
berbagai dosis. Efek pemberian daging buah
kawista terhadap jumlah CECs dapat diamati
pada Tabel 1 dan Grafik 1. Data menunjukkan
bahwa pada kelompok P1, P2, dan P3 mampu
menurunkan jumlah CECs secara signifikan
dengan nilai 0.000 dibanding kelompok kontrol
positif. Jumlah CECs kelompok P1 lebih sedikit
dibanding kelompok K1. Kemudian jumlah
CECs kelompok P2 lebih sedikit dibanding
kelompok P1. Bahkan jumlah CECs kelompok
P3 lebih sedikit dibanding kelompok P2. Tetapi,
jumlah CECs kelompok P3 masih lebih tinggi
dibanding kelompok K0.
Tabel 1: Rerata Jumlah CECs Darah Tikus
Perlakuan
Rerata CECs (sel/ml) ± SD
K0 Diet normal + aquades 2 ml 21.90 ± 2.86
K1 Tikus model DMT-2 + aquades 2 ml 173.02 ± 10.53*
P1 Tikus model DMT-2 + daging buah kawista 150 mg/kgBB/hari
100.00 ± 8.69 **
P2 Tikus model DMT-2 + daging buah kawista 300 mg/kgBB/hari
68.87 ± 8.37 **
P3 Tikus model DMT-2 + daging buah kawista 600 mg/kgBB/hari
44.08 ± 6.25 **
Grafik1: Rerata jumlah CECs darah tikus.
Keterangan:
*=nilai sig.= 0.000 berbeda signifikan dibanding kontrol negatif.
**=nilai sig.= 0.000 berbeda signifikan dibanding kontrol positif.
K0= Kelompok kontrol negatif K1= Kelompok kontrol positif
P1= Kelompok perlakuan 1 P2= Kelompok perlakuan 2
P3= Kelompok perlakuan 3
Uji dilanjutkan dengan uji korelasi untuk
mengetahui efek jika dosis daging buah kawista
dinaikkan dari jumlah dosis dalam penelitian ini.
Uji korelasi antara perlakuan dan jumlah CECs
akhir penelitian menunjukkan bahwa nilai
signifikansi (2-tailed)= 0.000. Hal ini berarti
kenaikan dosis daging buah kawista akan
menurunkan jumlah CECs tikus model DMT-2
secara signifikan. Dengan kata lain, semakin
tinggi dosis daging buah kawista maka jumlah
CECs semakin turun. Hal ini ditunjukkan dengan
nilai pearson correlation (p)=-0,901.
Uji selanjutnya adalah uji regresi yang
menghasilkan sebuah grafik linieritas, yaitu
Grafik 2. Grafik menunjukkan hubungan antara
penurunan jumlah CECs dengan pemberian
daging buah kawista. Hasil menunjukkan nilai
koefisien determinasi (R square= r2) yang
menyatakan besarnya pengaruh perlakuan yang
diamati (pemberian daging buah kawista)
terhadap jumlah CECs, dan prosentase sisanya
(1-R square) ditentukan oleh faktor lain. Nilai
regresi penelitian ini adalah r2= 0.81 yang berarti
81% perlakuan pemberian daging buah kawista
berpengaruh dalam menurunkan jumlah CECs
tikus model DMT-2. Sedangkan 19% keragaman
jumlah CECs tersebut dipengaruhi oleh faktor
lain selain pemberian daging buah kawista.
Grafik2: Grafik linieritas hubungan penurunan
jumlah CECs dengan pemberian buah kawista.
PEMBAHASAN
Karakteristik Populasi
Pada penelitian ini digunakan tikus wistar
karena organ tubuhnya relatif besar sehingga
mudah dikendalikan dan jumlah darah yang
diambil dapat mencapai 5-6 ml/kgBB. 29
Hewan
ini lebih aktif daripada jenis lain, mudah
diperoleh, mempunyai respon cepat, relatif
murah, dan memberikan gambaran ilmiah yang
mungkin terjadi pada manusia (memiliki struktur
DNA yang mirip). 28,30
Dipilih tikus jantan
karena lebih tingginya angka DM pada laki-laki,
tidak ada kemungkinan hamil, dan tidak
dipengaruhi oleh siklus hormonal yang dapat
6
mempengaruhi hasil penelitian (mengontrol
variabel perancu). Dipilih usia 2,5 bulan dengan
pertimbangan sudah mencapai usia dewasa, dan
berat badannya dapat menggambarkan kesehatan
hewan coba sesuai usianya. Tikus diadaptasikan
selama 7 hari untuk menyesuaikan kondisinya
dengan kondisi lingkungan tempat pelaksanaan
penelitian. Kondisi dan variabel lingkungan
dibuat seragam untuk meminimalisasi bias
penelitian sehingga dapat memberikan hasil yang
relatif seragam pada kelompok yang sama.
Pemberian daging buah kawista secara
personde lambung, mempunyai kelebihan dan
kekurangan yang dapat mempengaruhi hasil
penelitian. Kelebihan teknik ini antara lain, dosis
antar tikus yang telah dihitung berdasarkan berat
badan masing-masing dalam satu kelompok
dapat seragam dan masuk secara maksimal, serta
waktu induksi perlakuan seragam. Kekurangan
metode ini adalah meningkatkan resiko stres dan
aspirasi pada proses pemasangan sonde yang
tidak tepat sehingga resiko kematian lebih tinggi.
Sedangkan injeksi STZ intraperitoneum akan
memudahkan senyawa tersebut masuk ke dalam
tubuh tikus dan segera menuju organ target
(pankreas), tetapi hal ini dapat menimbulkan
stres yang dapat mempengaruhi hasil penelitian
khususnya terhadap kadar kimia darah. 31
Pemberian HFD mudah dilakukan dan tidak
berpotensi menimbulkan stres, tetapi rentan
meninggalkan sisa sehingga dosis konsumsi per
tikus akan berbeda. Pada penelitian ini tidak
terdapat sisa HFD pada tikus di setiap perlakuan.
Perbedaan berat badan tikus pada penelitian
inimasih dalam rentang atau range normal,dan
kemungkinan tidak berpengaruh terhadap hasil
penelitian. Berat badan tikus prakondisi adalah
149,5 - 153,2 gram, sehingga range untuk berat
badannya adalah 3,7 gram.
Efek Induksi Model DMT-2 terhadap Jumlah
Circulating Endothelial Cells (CECs)
Kondisi DMT-2 memiliki karakteristik yaitu
kombinasi resistensi insulin perifer dan sekresi
insulin yang tidak adekuat oleh sel β pankreas.
Sebagai contohnya, seseorang dengan kelebihan
berat badan akan mengalami resistensi insulin,
tetapi berkembangnya diabetes hanya terjadi
pada orang yang tidak mengalami peningkatan
sekresi insulin untuk mengkompensasi terjadinya
resistensi insulin. 8
Pada penelitian ini digunakan
metode induksi diet tinggi lemak (HFD) selama
30 hari dan injeksi Streptozotocin (STZ) single
dose 50 mg/kgBB/ekor untuk mengkondisikan
tikus sebagai model DMT-2. 21
Streptozotocin yang diinjeksikan secara
intraperitoneum akan masuk ke sel β pankreas
melalui glucose transporter 2 (GLUT-2). Aksi
ini dapat menghasilkan perubahan DNA sel β
pankreas (akibat alkilasi DNA oleh STZ melalui
gugus nitrosourea). Pada kerusakan DNA sel β
pankreas akan terjadi aktivasi PARP (poly ADP-
ribosylation) yang mengakibatkan pengurangan
nicotinamide adenine dinucleotide (NAD+)
selular, dan lebih lanjut akan terjadi pengurangan
adenosine triphosphate (ATP). 32
Selain itu, aksi
STZ dalam mitokondria dapat menghambat
siklus Krebs, menurunkan konsumsi oksigen,
dan produksi ATP terbatas yang dapat
mengakibatkan pengurangan jumlah nukleotida
sel β pankreas. Disamping itu, aksi STZ yang
menyebabkan penghambatan degradasi ATP,
akan menginduksi terbentuknya radikal bebas
melalui aktivasi xanthin oxidase, membentuk
superoxide radical (O2-) sehingga terjadi
pengeluaran hydrogen peroxide (H2O2) dan
hydroxyl radical (OH-). Seluruh proses tersebut
menyebabkan kerusakan sel β pankreas yang
akan mengganggu penurunan produksi insulin
dan mengurangi efisiensi penggunaan glukosa di
perifer sehingga dapat meningkatkan glukosa
plasma (hiperglikemi). 15
Injeksi STZ dosis
rendah dalam penelitian ini ditargetkan dapat
menyebabkan kerusakan secara relatif pada sel β
pankreas yang menggambarkan salah satu
kondisi DMT-2. 21
Diet tinggi lemak menyebabkan peningkatan
akumulasi lipid di jaringan, seperti otot, lemak
dan hepar. Kondisi ini akan mengganggu sinyal
reseptor insulin dan mengurangi jumlah reseptor
insulin di otot, hepar, dan jaringan adiposa
sehingga menyebabkan resistensi insulin. 15
Kondisi hiperlipidemi juga mengakibatkan
peningkatan kadar asam lemak bebas (free fatty
acid), hiperglikemi (akibat produksi gliserol
berlebih), serta oksidasi lipoprotein (terutama
small dense LDL cholesterol dan VLDL) yang
dapat memperberat stres oksidatif. 24,25
Hiperglikemi dan hiperlipidemi pada kondisi
DMT-2 menyebabkan peningkatan produksi
ROS. 33
Jumlah radikal bebas yang berlebihan
tanpa diimbangi pertahanan antioksidan yang
memadai, akan menghasilkan stres oksidatif
khususnya pada pembuluh darah. 34
Keadaan
stres oksidatif akan menyebabkan kerusakan
permeabilitas membran plasma, menyebabkan
hilangnya hemostasis kalsium (Ca2+
), sehingga
terjadi masuknya Ca2+
ekstraseluler ke dalam
sitosol. Peningkatan Ca2+
intraseluler merusak sel
melalui aktivasi fosfolipase (menyebabkan
penurunan fosfolipid yang akan menstimulus
kerusakan membran), protease (mengkatabolis
struktur membran protein dan sitoskeletal),
endonuklease (menyebabkan kerusakan kromatin
inti sehingga terjadi fragmentasi DNA), dan
ATPase (menurunkan pembentukan ATP)
7
sehingga akan menyebabkan nekrosis sel dan
terjadilah detachment sel endotel (ditandai
dengan peningkatan CECs dalam darah). 16,26
Selain itu, peningkatan radikal O2-
dapat
bergabung dan menghancurkan peroksinitrat
(penghasil NO), sehingga terjadi efek negatif
terhadap struktur dan fungsi pembuluh darah.
Radikal O2-
juga dapat secara langsung
menginaktifkan NO melalui proses reaksi yang
cepat membentuk peroksinitrit, yang merupakan
komponen sangat kuat (lebih stabil dan memiliki
daya hancur lebih kuat dari pada O2-
). Hal ini
menyebabkan gangguan atau penurunan fungsi
sinyal molekul adesi endotel berupa integrin dan
golongan cadherin, seperti vitronektin dan
fibronektin (protein yang merekatkan sel endotel
ke matriks, mempercepat pembentukan protein
cytoskeletal dan memediasi sinyal kelangsungan
hidup sel) sehingga memicu detachment dan
apoptosis sel endotel. 26,27
Pada penelitian ini, menunjukkan bahwa
jumlah CECs kelompok kontrol negatif lebih
rendah dibandingkan kelompok kontrol positif.
Hal tersebut membuktikan bahwa pada kondisi
DMT-2, jumlah CECs dapat meningkat karena
keadaan hiperglikemi dan hiperlipidemi sebagai
penyebab stres oksidatif.
Efek Daging Buah Kawista terhadap Jumlah
CECs pada Tikus Model DMT-2
Berdasar analisa hasil penelitian, hubungan
antara dosis daging buah kawista terhadap
jumlah CECs kelompok perlakuan berbanding
terbalik. Semakin tinggi dosis, maka jumlah
CECs semakin turun. Pada kelompok P1, P2, dan
P3 mampu menurunkan jumlah CECs secara
signifikan 0.000 dibandingkan kelompok kontrol
positif, meskipun tidak dapat mencapai jumlah
CECs pada kelompok kontrol negatif. Dosis 600
mg/kgBB/hari lebih potensial dalam menurunkan
jumlah CECs dibanding dosis 300 dan 150
mg/kgBB/hari (potensial dosis 600> 300> 150
mg/kgBB/hari). Sedangkan hubungan antara
perlakuan dengan marker penelitian dapat dilihat
dari hasil uji regresi. Nilai regresi penelitian ini
r2= 0.81 yang berarti 81% perlakuan pemberian
daging kawista berpengaruh dalam menurunkan
jumlah CECs. Berdasarkan hasil penelitian,
membuktikan bahwa pada kelompok perlakuan
telah sesuai dengan teori yang ada, bahwa daging
buah kawista mengandung senyawa antioksidan
dan antidiabetes yang berpotensi dalam
menurunkan jumlah CECs akibat hiperglikemi,
hiperlipidemi, dan stres oksidatif yang
ditimbulkan pada kondisi DMT-2.
Pada beberapa studi penelitian, buah kawista
memiliki banyak kandungan yang bermanfaat
bagi kesehatan khususnya sebagai antioksidan
dan antidiabetes, diantaranya senyawa fenolik, 13
protein, vitamin A, dan vitamin C. 18
Penelitian
oleh Ilango (2009), 14
membuktikan bahwa
ekstrak buah kawista mengandung flavonoid,
glikosida, saponin, tanin, beberapa kumarin,
serta derifat tiramin yang berfungsi sebagai
antioksidan dan antidiabetik. Sedangkan dalam
penelitian yang dilakukan Dewi (2013),
membuktikan bahwa aktifitas antioksidan terbaik
adalah pada buah kawista yang matang karena
memiliki kandungan flavonoid, saponin, dan
tanin paling banyak. 42
Zat aktif dalam buah
kawista akan memperbaiki kondisi hiperglikemi
dan hiperlipidemi serta menangkal efek radikal
bebas yang ditimbulkan oleh kondisi DMT-2.
Sehingga kerusakan dan detachment sel endotel
pembuluh darah yang merupakan mekanisme
awal kerusakan jaringan lain, dapat ditekan dan
diperbaiki.
Flavonoid, tanin dan tiramin yang berfungsi
sebagai antioksidan dan dapat meningkatkan
sensitifitas sel terhadap insulin. 36
Robinson
(1995) menyatakan bahwa flavonoid mampu
mengikat radikal OH- dan O
2-.
38 Flavonoid juga
sebagai anti-inflamasi melalui mekanisme
penghambatan metabolisme asam arakidonat dan
sekresi enzim lisosom dari sel neutrofil dan sel
endotelial. Mekanisme ini akan memblok jalur
siklo-oksigenase dan lipo-oksigenase sehingga
menurunkan kadar mediator inflamasi. 36
Penelitian oleh Spasov (2008), membuktikan
bahwa saponin berpotensi sebagai agen
antidiabetik melalui mekanisme regenerasi sel β
langerhans, aktivasi enzim untuk metabolisme
glukosa, serta stimulasi pembentukan dan sekresi
insulin. 40
Saponin juga menghambat biosintesis
kolesterol dengan cara menghambat kerja enzim
yang bekerja pada tingkat fosfolilasi, yaitu
hydrixymethyl glutaryl-CoA reductase atau pada
perpanjangan rantai lemak. 37
Kumarin memiliki kemampuan untuk
mengikat ROS (seperti OH-
dan O2-
). 44
Rajesh
(2011) mengemukakan bahwa kumarin berfungsi
sebagai anti-inflamasi melalui penghambatan
lipo-oksigenase dan siklo-oksigenase serta
menghambat peroksidasi lipid. 45
Vitamin C (asam askorbat) berperan sebagai
antioksidan melalui perannya sebagai agen
pereduksi radikal bebas. 39
Selain itu, asam
askorbat sangat penting dalam pembentukan
serat kolagen di berbagai jaringan, khususnya
pembuluh darah, melalui mekanisme aktifasi
enzim prolyl hydoxylas yang bekerja pada proses
hidroksilasi dalam pembentukan hidroksiprolin,
yaitu unsur lengkap kolagen. Sehingga akan
memperkuat adesi sel endotel melalui fungsi
kolagen sebagai matriks ekstraseluler. 15
Penelitian oleh Jialal (1990), membuktikan
8
bahwa asam askorbat juga dapat mencegah
oksidasi LDL. 35
Beta karoten terdiri dari 2 molekul vitamin A
(retinol). Beta karoten dari diet akan diubah
menjadi retinol di mukosa usus halus, dan
kemudian akan bereaksi dengan radikal bebas
(scavenger O2-
, bereaksi langsung dengan
peroksil (ROO-), dan larut lemak).
19
Penelitian oleh Chuang (2007), 41
membuktikan bahwa protein berpotensi dalam
menstimulasi NO (nitric oxide), sehingga mampu
memperbaikifungsi pembuluh darah yang
membawa nutrisi ke tiap jaringan. Selain itu, NO
juga merangsang produksi hormon pertumbuhan
yang berguna untuk menstimulasi pertumbuhan
dan reproduksi sel yang rusak. 43
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Daging buah kawista (Limonia acidissima L.)
mampu menurunkan jumlah CECs pada tikus
model DMT-2.
Saran
1. Perlu dilakukan penelitian uji toksisitas (uji
LD50 dan uji toksisitas kronis) daging buah
kawista (Limonia acidissima L.).
2. Perlu dilakukan penelitian tentang uji
farmakologi zat aktif daging buah kawista
(Limonia acidissima L.).
DAFTAR PUSTAKA
1. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Tahun 2030 prevalensi diabetes melitus di
Indonesia mencapai 21,3 juta. Jakarta; 2012.
2. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Riset kesehatan dasar. Jakarta; 2007.
3. Baynes JW. Role of oxidative stress in
diabetic complications. A new perspective
onan old paradigm. Diabetes; 2003: 48: 1-9.
4. Waller BF. Hurst’s: the Heart 13th
ed. (eds)
dalam Fuster Mc Graw-Hill company; 2010.
5. American Diabetes Association. Standards of
Medical Care in Diabetes 2012. Diabetes
Care, Volume 35, Supplement 1, 2012.
6. Hayat et al. Diabetic cardiomyopathy:
mechanisms, diagnosis and treatment.
Clinical Science; 2004: 107, 539–557.
7. Hansen T et al. At-risk variant in TCF7L2 for
typeII diabetes increases risk of
schizophrenia. Biol Psychiatry 2011; 70: 59.
8. Romesh K. Diabetes and metabolism.
Departemen of Internal Medicine; Estern
Virginia Medical School; 2011.
9. David ES dalam Price SA, Wilson LM.
Patofisiologi konsep klinis proses penyakit:
Pankreas, metabolisme glukosa dan diabetes
melitus. Jilid 2. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC 2006; 1109-1122.
10. Johansen et al. 2005. Dalam Jena NR. DNA
damage by reactive species: mechanism,
mutation and repair. Department of Physics,
Indian Institute of Information Technology,
2012; 37: 503–517.
11. Boos CJ et al. Circulatingendothelial cells in
cardiovascular disease. J. Am. Coll. Cardiol
2006; 48: 1538-1547.
12. Muhlisah. Empon-empon budidaya manfaat.
Yoyakarta: Kanisius; 2003.
13. Ramdas P, Seema MT. Antioxidant activity
and antimutagenic effect of phenolic
compounds in Feronia limonia (l) swingle
fruit. International Journal of Pharmacy and
Pharmaceutical Sciences 2010; ISSN-0975-
1491 Vol2, Issue 4.
14. Ilango K, Chitra V. Hepatoprotective and
antioxidant activities of fruit pulp of Limonia
acidissima Linn. International Journal of
Health Research: 2009; 2(4): 361-367.
15. Guyton AC, Hall JE. Buku ajar fisiologi
kedokteran. Chapter 67-69,71,74,78. Edisi
XI. Jakarta: EGC; 2007.
16. Robbins SL, Kumar V. Buku Ajar Patologi I-
II. Ed. 4. Jakarta: EGC; 2005.
17. Woywodt SJ et al. Circulating endothelial
cells as a marker of endothelial damage
inallogeneic hematopoietic stem cell
transplantation. J. American Society of
Hematology. 2004; 103: 3603-3605.
18. Verheji EWM, Coronel RE. PROSEA sumber
daya hayati Asia Tenggara 2. Jakarta: PT
gramedia pustaka; 1997.
19. Mayes PA. Struktur dan fungsi vitamin larut
lipid. Dalam Murray RK, Granner DK,
Mayes PA, Rodwell VW. Biokimia Harper.
Edisi 24. Jakarta: EGC; 2003: 613-622.
20. Sa’ad M. Catcher activity test A and B
isolates radical faction ethanol leaf extract
IV Dewandaru (Uniflora eugenia L.) methods
DPPH. Thesis. Muhammadiyah Faculty of
Pharmacy, University of Surakarta; 2009.
21. Reed MJ, Meszaros K, Entes LJ, Claypool
MD, Pinkett JG, Gadbois TM et al. A new rat
model of type 2 diabetes; the fat-fed,
streptozotocin-treated rat. Shaman
Pharmaceuticals, 213 East Grand Aye, South
San Francisco. Copyright @ 2000 by W.B.
Saunders Company. Metabolism, Vol 49, No
11, 2000: pp 1390-1394.
22. Fadlina CS. Efek ekstrak bulbus bawang
putih (Allium sativum) dan rimpang kunyit
(Curcuma domestica V.) terhadap profil
lipoprotein dan glukosa model hewan
9
hiperkolesterolemi - diabetes. Fakultas
Farmasi ITB; 2007.
23. Miltenyi Biotec GmbH. Applications for the
enrichment column of the MACSQuant®
Analyzer Enumeration of circulating
endothelial cells. CEC Enrichment and
Enumeration Kit: January 2012; 1-4.
24. Beckman JA, Libby P, Creager MA.Diabetes
mellitus, the metabolic syndrome, and
atherosclerotic vascular disease. In: Libby P,
Bonow RO, Mann DL, Zipes DP (eds).
BRAUNWALD'S Heart Disease A Textbook
of Cardiovascular Medicine, 9th ed; 2012.
25. Makimattila et al. Chronic hyperglycemia
impairs endothelial function and insulin
sensitivity via different mechanismsin insulin-
dependent diabetes mellitus. Circulation
1996; 94: 1276.
26. Woywodt A, Bahlmann FH, de Groot K,
Haller H, Haubitz M. Circulating endothelial
cells: life, death, detachment and repair of
the endothelial cell layer. Division of
Nephrology, Department of Medicine,
Hannover Medical School, Germany oxford
Journals; 2002;17:1728-1730.
27. Erdbruegger U, Haubitz M, Woywodt A.
Review: Circulating endothelial cells: A
novel marker of endothelial damage.
Department of Medicine, Division of
Nephrology, Hannover Medical School,
Germany. Elsevier: U. Erdbruegger et al./
Clinica Chimica Acta 373: 2006; 17–26.
28. Kusumawati D. Bersahabat dengan hewan
coba. Gajahmada University Press.
Yogyakarta; 2004.
29. Hanafiah MJ, Amir A. Etika kedokteran &
hukum kesehatan. EGC. Jakarta; 1999.
30. UdinMF. Pengaruh pemberian vaksin LDL
yang dioksidasi kombinasi dengan adjuvan
TT terhadap imunoglobulin garteri renalis.
Tesis Program Studi Biomedik Imunologi.
Universitas Brawijaya. Malang; 2005.
31. SteynDG. The effects of cativity stresson the
blood chemical values of the Chacma baboon
(Papio Ursinus). South Africa, University of
Pretoria 9: 1975; 111-120.
32. Szkudelski T, Szkudelska K. Streptozotocin
induces lipolysis in rat adipocytes in
vitro.Department of Animal Physiology And
Biochemistry, University Of Agriculture,
Poznan, Poland 2002; 51: 255-259.
33. Kalaivanam KN, Mala D, Sara RM. Lipid
peroxidation in type 2 diabetes mellitus.
Departments of Biochemistry and
Endocrinology; 2010.
34. Kumalaningsih. Antioksidan alami. Trubus
Agrisana. Surabaya; 2006.
35. Jialal I et al. 1990. Dalam Levine M,
Dhariwal KR, Welch RW, Wang Y, Park JB.
Determination of optimal vitamin C
requirments in humans. The American
Journal of Clinical Nutrition. 62 (Suppl);
2013: 1347S-1356S.
36. Herdiyansyah E, Aidah LY, Rahmita R, Aeni
YN. Makalah fisiologi tumbuhan:
Pembentukan senyawa fenolik dan
fitoaleksin. Program Studi Pendidikan
Biologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Muhammadiyah
Sukabumi; 2011.
37. Goe KP. A novel antidiabetic furostanolic
saponin rich (fsr) fraction from fenugreek
seeds. Publication date: Apr 11, 2012; EP
2437763 A1; Data provided by IFI CLAIMS
Patent Services.
38. Robinson T. 1995. Kandungan organik
tumbuhan tinggi. Penerjemah: Padmawinata
K. Bandung: ITB. Terjemahan dari: The
organic constituents of higher plants 6th
edition.
39. Mayes PA. Struktur dan fungsi vitamin larut
air. Dalam Murray RK, Granner DK, Mayes
PA, Rodwell VW. Biokimia Harper. Edisi
24. Jakarta: EGC; 2003: 598-612.
40. Spasov AA, Maxeiner MP, Bulanov AE,
Antidiabetic properties of Gymnema
sylvestre. Pharma. Chem. J, 2008,42(11):
626-629.
41. Chuang MT, Lin YS, Hou WC. Ancordin, the
major rhizome protein of madeira-vine,with
trypsin inhibitory and stimulatory activitiesin
nitric oxide productions. Elsevier. Peptides
28; 2007: 1311 – 1316.
42. Dewi R. Bioaktivitas buah kawista (Limonia
acidissima) bima dan penentuan sidik jarinya
menggunakan kromatografi lapis tipis.
Departemen Kimia Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, IPB: 2013.
43. Rubinek T, Rubinfeld H, Hadani M, Barkai
G, Shimon I. Nitric oxide stimulates growth
hormone secretion from human fetal
pituitaries and cultured pituitary adenomas.
Source Institute of Endocrinology, Chaim
Sheba Medical Center, Israel. Endocrine.
2005 Nov; 28(2): 209-16.
44. Gutteridge JMC. Free radicals in disease
processes: a compilation of cause and
consequence. Free radic. 1995; 19: 141.
45. M Rajesh P, J Natvar P.In vitro antioxidant
activity of coumarin compounds by DPPH,
Super oxideand nitric oxide free radical
scavenging methods. Journal of Advanced
Pharmacy Education & Research;2011:52-68.