alfarabi indon

34
Manusia sempurna adalah mereka yang mengetahui kebajikan secara teoretis dan menjalankannya dalam praktik keseharian. Kajian filsafat telah lekat dalam kehidupan Al-Farabi. Cendekiawan Muslim yang hidup di abad ke-8 ini, pun menjelma menjadi seorang filsuf ternama di masanya. Dan kini, reputasinya tetap tak lekang oleh masa. Al-Farabi pun dikenal sebagai ahli matematika, logika, dan tata bahasa. Di sisi lain, pemikirannya menjangkau pula ranah pendidikan. Ia meletakkan dasar-dasar pemikiran di bidang itu. Dalam pandangan Al-Farabi, pendidikan merupakan media untuk mendapatkan serangkaian nilai, pengetahuan, dan keterampilan praktis bagi individu dalam periode dan budaya tertentu. Tujuan akhirnya, membimbing individu untuk menuju kesempurnaan. Sebab, manusia diciptakan guna mencapai kesempurnaan. Sementara, kesempurnaan tertinggi adalah kebahagiaan. Menurut Al-Farabi, manusia yang sempurna adalah mereka yang telah mengetahui kebajikan secara teoretis dan menjalankannya dalam praktik keseharian. Pendidikan, menurut Al-Farabi, harus menggabungkan antara kemampuan teoretis dari belajar yang diaplikasikan dengan tindakan praktis. Kesempurnaan manusia, kata dia, terletak pada tindakannya yang sesuai dengan teori yang dipahaminya.

Upload: gie-male

Post on 21-Jan-2016

61 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: alfarabi indon

Manusia sempurna adalah mereka yang mengetahui kebajikan secara teoretis dan

menjalankannya dalam praktik keseharian.

Kajian filsafat telah lekat dalam kehidupan Al-Farabi. Cendekiawan Muslim yang hidup di abad

ke-8 ini, pun menjelma menjadi seorang filsuf ternama di masanya. Dan kini, reputasinya tetap

tak lekang oleh masa. Al-Farabi pun dikenal sebagai ahli matematika, logika, dan tata bahasa. Di

sisi lain, pemikirannya menjangkau pula ranah pendidikan.

Ia meletakkan dasar-dasar pemikiran di bidang itu. Dalam pandangan Al-Farabi, pendidikan

merupakan media untuk mendapatkan serangkaian nilai, pengetahuan, dan keterampilan praktis

bagi individu dalam periode dan budaya tertentu. Tujuan akhirnya, membimbing individu untuk

menuju kesempurnaan.

Sebab, manusia diciptakan guna mencapai kesempurnaan. Sementara, kesempurnaan tertinggi

adalah kebahagiaan. Menurut Al-Farabi, manusia yang sempurna adalah mereka yang telah

mengetahui kebajikan secara teoretis dan menjalankannya dalam praktik keseharian.

Pendidikan, menurut Al-Farabi, harus menggabungkan antara kemampuan teoretis dari belajar

yang diaplikasikan dengan tindakan praktis. Kesempurnaan manusia, kata dia, terletak pada

tindakannya yang sesuai dengan teori yang dipahaminya.

Ilmu tidak akan mempunyai arti kecuali jika ilmu itu dapat diterapkan dalam kenyataan dalam

masyarakat. Jika tidak diterapkan maka ilmu itu tak berguna. Singkatnya, kata Al-Farabi,

seseorang menjadi sempurna jika ia mempraktikkan ilmunya dalam tataran praktis.

Lebih lanjut Al-Farabi menyatakan, saat kebajikan teoretis dan moral berpadu dengan

kekuasaan, lahirlah penghargaan masyarakat kepada individu itu. Saat kaum terpelajar

mengambil tanggung jawab kepemimpinan politik, ia yakin mereka bisa menjadi panutan.

Sebab, kaum terpelajar memiliki kebajikan teoretis dan moral praktis. Menurut Al-Farabi,

mereka menyatukan nilai-nilai moral dan estetika dalam menjalankan kepemimpinan politiknya.

Page 2: alfarabi indon

Kondisi dan perilaku seperti itulah yang mestinya dimiliki kaum terpelajar dan intelektual.

Dengan pandangannya yang seperti itu, Al-Farabi menekankan terwujudnya suatu kesempurnaan

dalam ranah pendidikan. Yaitu, meleburnya pengetahuan intelektual dan perilaku yang saleh.

Saat pemimpin politik tak berada di tangan kaum terpelajar, maka akan lahir bahaya besar.

Ini sangat beralasan, kata Al-Farabi, sebab seorang pemimpin tentu harus menjalankan

kepemimpinannya dengan benar. Jadi, pendidikan itu sama seperti tubuh membutuhkan makanan

dan kapal harus memiliki kapten. Menurut Al-Farabi, para pemimpin politik harus memiliki

keterampilan untuk meningkatkan kesejahteraan suatu wilayah yang dipimpinnya. Tapi, kerja

para pemimpin politik mestinya tak terbatas pada organisasi dan manajemen wilayah.

Mereka harus mampu mendorong orang saling membantu dalam kebajikan dan mengatasi

kejahatan. Tak hanya itu, jelas Al-Farabi, mereka juga harus menggunakan keahlian politiknya

untuk melindungi praktik kebajikan. Jadi, wilayah yang dipimpinnya sarat kebajikan.

Al-Farabi mengungkapkan, di antara karakteristik pemimpin politik yang harus ada adalah

mampu dimintai pendapat. Dengan kata lain mereka mempunyai kapasitas intelektual untuk

memberi solusi yang adil dan bijak.

Tingkat keamanan suatu wilayah, menjadi cerminan keseimbangan moral. Ketika perilaku moral

masyarakat menurun, kenyamanan wilayah itu mengalami gangguan. Jadi, jelas Al-Farabi,

terciptanya moral yang baik juga merupakan bagian mendasar dari penyelenggaraan pendidikan.

Al-Farabi menyimpulkan, pendidikan yang berhasil sangat berkorelasi dengan kondisi moral

yang baik. Terkait soal moral ini, ia mendefenisikan moral sebagai keadaan pikiran tempat

manusia melakukan perbuatan yang baik. Juga, memiliki sifat etis atau rasional.

Selain mengaitkan pendidikan dengan kepemimpinan politik dan kondisi moral masyarakat, Al-

Farabi juga menegaskan pembuatan hukum pun memiliki kaitan erat dengan pendidikan. Ia

menilai bahwa pembuat hukum juga bisa dianggap sebagai penguasa.

Page 3: alfarabi indon

Terkait masalah hukum, Al-Farabi mengatakan, hukum harus mempunyai fungsi pendidikan.

Artinya, pembuat hukum harus taat hukum. Dengan demikian, menaati hukum bukan hanya

diwajibkan kepada masyarakat baik awam maupun intelektual.

Di sisi lain, pembuat hukum juga mestinya merupakan figur-figur yang memiliki moral terpuji.

Menurut Al-Farabi, pembuat hukum harus terikat dengan hukum yang dibuatnya, sebelum

mereka mengharapkan orang lain menaati dan menjalankan hukum yang dibuatnya itu.

Masyarakat, jelas Al-Farabi, tak akan mengikuti hukum jika para pembuat hukum sendiri

mengabaikannya. Singkatnya, hukum memiliki fungsi pendidikan karena mengarah pada upaya

penanaman kebajikan di dalam masyarakat.

Untuk tujuan itu, ungkap Al-Farabi, para pembuat hukum harus telah mendapatkan pelatihan

sejak dini dalam urusan negara dan tujuan pembuatan hukum harus sesuai ketentuan Allah SWT.

Menurut dia, para nabi merupakan perintis praktik hukum.

Sedangkan fungsi khalifah, jelas Al-Farabi, adalah memainkan peran pendidik yang sebelumnya

dilakukan oleh para nabi. Dalam pemikirannya tentang pendidikan, ia pun menekankan agar

kaum terpelajar tak hanya berdiam di menara gading.

Mestinya, mereka tak terbuai oleh pemikiran-pemikiran yang tak membumi. Menurut Al-Farabi,

mereka mestinya mampu mengamalkan segala hasil pemikirannya untuk memecahkan masalah

dan mewujudkan kemajuan bagi masyarakatnya, di tempat mereka tinggal dan hidup.

Tak heran jika Al-Farabi menyatakan, kesempurnaan teoretis dan praktik dari pengetahuan yang

dimiliki seseorang hanya bisa diperoleh dalam masyarakat. Sebab, kehidupan di suatu

masyarakatlah yang bisa membuat seseorang mempraktikkan ilmunya.

Bila kaum terpelajar memutus sama sekali kaitan dengan masyarakat dan berada di luar mereka,

ujar Al-Farabi, maka kemungkinan mereka hanya belajar untuk menjadi sosok yang liar tanpa

Page 4: alfarabi indon

kendali. Dalam konteks ini, ia ingin mewujudkan masyarakat ideal melalui pendidikan.

Al-Farabi memasukkan pula seni sebagai salah satu mata pelajaran yang harus diajarkan dalam

proses pendidikan. Ia menilai, kesempurnaan dalam teori dan praktik seni merupakan salah satu

ekspresi kebijaksanaan. Sebab, ungkap Al-Farabi, orang bijak adalah mereka yang sangat mahir

dalam bidang seni dan mencapai kesempurnaan di dalamnya. Ia menambahkan, pendidikan juga

harus mampu menggali bakat alami yang dimiliki seseorang.

Optimalisasi indera juga mendapatkan perhatian Al-Farabi. Bukan tanpa alasan ia mengatakan

hal demikian. Menurut Al-Farabi, indera merupakan perangkat awal menangkap ilmu

pengetahuan. Lalu, pengetahuan itu diubah menjadi konsepsi intelektual melalui imajinasi.

Menurut Al-Farabi, jiwa memahami apa pun yang mengandung unsur imajinasi. Ia menjelaskan,

meski indera berkaitan dengan pengetahuan, namun indera hanya salah satu instrumen untuk

menyerap pengetahuan. Akal manusialah yang memiliki potensi pemahaman. ed: ferry

Metode Pengajaran Al-Farabi

Bagi Al-Farabi, pendidikan merupakan kebutuhan setiap individu. Tanpa pendidikan, seseorang

tak dapat mencapai kesempurnaan dan kebahagiaan hidup. Dengan demikian, pendidikan harus

tersedia bagi semua orang tanpa memandang strata sosial mereka.

Namun, metode pengajaran dalam pendidikan harus disesuaikan menurut kelompok tertentu. Al-

Farabi mengatakan, ada dua metode dasar pendidikan. Pertama adalah metode yang disesuaikan

untuk rakyat biasa dengan langkah persuasif.

Menurut Al-Farabi, metode persuasi merupakan metode membujuk pendengar dengan hal-hal

yang logis dan memuaskan pikirannya tanpa mencapai kepastian. Bujukan akan tercapai ketika

pendengar melakukan hal-hal yang dia yakini adalah benar.

Dalam praktiknya, metode persuasif dapat dilakukan melalui pidato dan kegiatan bersama-sama

Page 5: alfarabi indon

antara guru dan murid. Metode persuasif cocok untuk mengajarkan mata pelajaran seni dan

kerajinan.

Sedangkan, metode kedua adalah demonstratif. Pengajaran dengan metode kedua ini dapat

dilakukan melalui pidato. Dengan metode ini, jelas Al-Farabi, guru berpidato untuk

menerangkan mata pelajaran yang diajarkannya, seperti mengajarkan teori-teori tentang

kebajikan dalam masyarakat.

Selain itu, Al-Farabi juga mengikuti model yang pernah diajarkan oleh filsuf Yunani, Plato. Ia

menggunakan metode dialog atau perdebatan. Ia menekankan pula pentingnya diskusi dan dialog

dalam pengajaran. Dalam konteks ini, ia memperkenalkan dua hal baru, yaitu argumen dan

wacana.

Metode wacana dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan ilmiah tentang suatu

hal. Lalu, orang-orang akan didorong untuk memecahkan masalah ilmiah tersebut. Sedangkan,

metode argumen digunakan untuk memenangkan debat atas lawan bicara.

Bahkan, metode ini juga bertujuan agar lawan bicara memercayai gagasan yang sebelumnya

mereka tolak. Al-Farabi mengungkapkan, metode argumen cocok untuk mengajar orang-orang

yang keras kepala. Untuk mengajar masyarakat umum, sebaiknya gunakan metode yang paling

dipahami. Al-Farabi menuliskan semua metode pengajaran tersebut dalam bukunya yang

berjudul Al-Alfaz. meta, ed:ferry

Page 6: alfarabi indon

Bahagian 2

Pendidikan bagi al-Farabi adalah sesuatu yang pantas diperjuangkan. Ia

menyatakan hal ini dilatarbelakangi oleh situasi dan kondisi tempatnya yang

masih peduli pada hal-hal mitis dan yang selalu menghindari aspek

pengetahuan akal budi. Di sini, budaya Islam juga sangat kental

mempengaruhi. Dalam usaha ingin memperbaiki keadaan negrinya ia

melahirkan suatu ide tentang pendidikan yang didasarkan oleh filsafat Plato

dan Aristoteles. Maka, al-Farabi dengan mengikuti filsafat mereka mencoba

memperkenalkan metode yang menurutnya mampu membawa bangsanya

keluar dari pandangan sempitnya ini dan kemudian bisa menemukan realitas

yang sesungguhnya.

Tujuan dasar pendidikan al-Farabi adalah untuk mencapai kesempurnaan

hidup yang dimaknai dengan kebahagiaan yang akan didapatkannya. Usaha

untuk mencapai tujuan ini adalah dengan keberanian akan keterbukaan.

Dengan keberanian tersebut, manusia dapat bergulat dalam hidup sehingga

itu akan membawanya pada kemampuan untuk melihat realitas yang

sesungguhnya. Hal ini juga akan membawanya pada pencerahan yang bila

dikembangkan mampu mengantarnya kepada kesempurnaan. Al-Farabi

sangat menginginkan bangsanya bisa menemukan realitas yang

sesungguhnya dan karenanya ia membuat suatu konsep pendidikan menurut

paradigma Islam. Konsep ini merupakan suatu kesatuan antara yang teoritis

dan praktis yang mampu menguak kebenaran yang sesungguhnya. Kesatuan

yang teoritis dan yang praktis dalam filsafat al-Farabi adalah kesatuan

antara yang demonstratif dan yang persuasif. Al-Farabi dengan filsafatnya

mencoba menguraikan kedua hal ini dan mengajak kita untuk hidup dengan

kedua posisi ini yang tentunya jika dituang ke dalam tindakan sebaiknya

disesuaikan dengan konteks.

Maka dengan paper ini penulis akan menjabarkan dan menjelaskan filsafat

pendidikan al-Farabi yang sarat akan filsafat Plato dan Aristoteles. Penulis

Page 7: alfarabi indon

akan mencoba menjelaskan ke dua metode al-Farabi, yaitu demonstratif dan

persuasif, dalam bab mengenai metode pembelajaran. Kemudian akan

dilanjutkan pemahaman pendidikan filsafat yang berisi mengenai pentingnya

pendidikan filsafat dan teologi agar anak didik mendalami akal budi,

moralitas, dan iman. Dalam bab selanjutnya mengenai tujuan pendidikan

akan dipaparkan mengenai usaha yang mau diwujudkan oleh al-Farabi.

Kemudian dalam makna pembelajaran, penulis akan memberikan masukan

mengenai makna yang ingin diusahakan, hukuman bagi yang melanggar

kesepakatan, dan sisi rekreatif dari pendidikan al-Farabi. Di akhir penulis

akan memberikan tanggapan kritis atas filsafat pendidikan al-Farabi ini.

SEKILAS TENTANG AL-FARABI

Al-Farabi terlahir dari keluarga bangsawan di provinsi Farab di Turkestan

pada 872 SM tepatnya di Wasij. Ayahnya berasal dari Persia dan ia

merupakan komandan angkatan Darat Turki. Ketika bersekolah, ia pindah ke

Baghdad dan di sana ia belajar grammar, logika, filsafat, musik, matematika,

dan ilmu alam. Ia merupakan murid dari Abu Bishr Matta b. Yunus, seorang

penerjemah dan penafsir filsafat Yunani di Baghdad. Kemudian ia

melanjutkan studinya kepada Yuhanna b. Haylan, seorang Nestorian di

Harran . Dalam masa studinya ini ia bergabung dengan sekolah Alexandria

yang sangat menekankan filsafat Aristoteles.

Pada 943 SM, ia pindah ke Aleppo dan menjadi bagian dari kelompok

literatur. Al-Farabi memiliki keinginan besar untuk memahami jagad raya

serta isinya, termasuk manusianya. Maka untuk mengetahui hal-hal tersebut

ia harus meraih intelektual secara komprhensif mengenai dunia dan

masyarakat. Untuk mewujudkannya ia dengan teliti dan tekun belajar

mengenai filsafat kuno, terutama Plato dan Aristoteles. Dalam

pemahamannya lebih lanjut filsafat yang ia pelajari ia kembangkan dan

kontekstualkan dengan dunia Islam yang menurutnya perlu dikembangkan

menjadi lebih terbuka dan beradab.

Dalam filsafat pendidikannya ia sering dikatakan filsuf tabu karena ia

Page 8: alfarabi indon

memperkenalkan pendidikan yang helenistik dalam dunia islam. Ia

memperkenalkan logika demonstratif yang dengannya dasar sosial dan

pendidikan diilustrasikannya sebagai formasi atas kesadaran politis dan

pikiran. Walaupun begitu, ia tetap bertahan pada pandangannya. Ia merasa

pandangannya dapat mengubah cara pandang orang-orang Arab untuk

dapat menjadi lebih kritis, terbuka, dan bertanggung jawab.

TUJUAN PENDIDIKAN

Tujuan pendidikan dalam filsafat Al Farabi adalah untuk mencapai

kesempurnaan dan kebahagiaan. Untuk itu tugas pendidikan adalah

mempersiapkan manusia sebagai anggota yang siap terjun ke masyarakat .

Persiapan ini dimulai sedari kecil sehingga di masa dewasa ia akan punya

tabiat baik terutama dalam meraih kesempurnaan dan juga tujuan-tujuan

yang dibuatnya. Pendidikan semacam ini, menurut al-Farabi, penting untuk

jiwa manusia. Keseluruhan aktvitas pendidikan, dalam perspektif Al Farabi,

merupakan peraihan nilai-nilai, pengetahuan intelektual dan keterampilan

praktis, yang kemudian harus dikembangkan pada tujuannnya yaitu

membawa manusia kepada kesempurnaan.

Dengan peraihan kesempurnaan, kemanusiaan tidaklah bisa dilupakan.

Salah satu contoh adalah pencapaian kebahagiaan di dunia ini merupakan

pencapaian tujuan di mana kebahagiaaan merupakan kesempurnaan

tertinggi dan didalamnya terdapat proses memandang sesamanya secara

manusiawi. Kesempurnaan manusia, menurutnya, adalah proses akhir dalam

meraih nilai-nilai teoritis atau pengetahuan intelektual dan nilai-nilai praktis

atau tingkah laku bermoral. Dengan usaha pencapaian kedua hal ini, individu

akan bisa masuk ke dalam masyarakat dengan menjadi anggota

masyarakat. Individu yang kental dengan sifat ini akan bisa menjadi teladan

dan kemudian bisa menjadi seorang pemimpin. Pendidikan semacam ini juga

menyangkut moral dan estetika. Hasil yang dicapai adalah satu yaitu

kebahagiaan dan kebaikan. Kesempurnaan teoritis dan praktis di sini diraih

di dalam masyarakat karena pemahaman kebebasan manusia itu ada

Page 9: alfarabi indon

setelah masyarakat. Individu memang tidak pernah berdiri sendiri melainkan

mengandaikan bimbingan orang lain.

Tujuan lain dari filsafat pendidikan al-Farabi adalah pembentukan pemimpin-

pemimpin politik yang handal . Dalam menuju keutuhan masyarakat

memang tidak salah lagi bila dibutuhkan seorang pemimpin semacam itu.

Masyarakat atau kehidupan sosial dalam konteks al-Farabi ada karena terjadi

integrasi antara individu, keluarga, dan kelompok. Pemimpin politik memiliki

fungsi sebagai dokter yang menyembuhkan jiwa sehingga dengan

kepemimpinannya jiwa masyarakat akan selalu sehat. Seorang pemimpin

diusahakan mampu menyemangati masyarakatnya untuk dapat menolong

satu dengan yang lain. Terutama dalam meraih sesuatu yang baik dan

menghindar dari yang jahat. Kemampuan politisnya harus digunakan untuk

menjaga nilai-nilai yang mampu mengembangkan masyarakat.

Kesempurnaan masyarakat al-Farabi dapat terjadi bila ada keseimbangan

moral di antara setiap masyarakat. Ketika tingkah laku moral menurun dan

tidak ada kepercayaan terhadap pemimpin maka masyarakat akan menuju

kepada kehancurannya. Maka, moralitas di sini menjadi dasar objektif dari

pendidikan. Dengan adanya moralitas, negara bisa bertahan dan

mewujudkan dirinya. Keutamaan moral, oleh al-Farabi, didefinisikan sebagai

keadaan dalam pikiran yang dengannya manusia mampu melahirkan

tindakan-tindakan yang sopan dan santun. Dalam filsafat al-Farabi

pendidikan dijadikan proses untuk mengkombinasikan yang teoritis dan

praktis tersebut. Kesempurnaan dari hal-hal tersebut merupakan tujuan

akhir di mana kebahagiaan juga eksis.

Untuk menerapkan filsafatnya dalam kehidupan sehari-hari, al-Farabi

membagi tugas terhadap beberapa figur masyarakat. Misalkan seorang

imam, ia memiliki tanggung jawab besar dalam pendidikan ini. Imam adalah

orang yang dihormati dan diteladani maka dari itu imam memegang peranan

mendidik. Kotbah sang imam harus seputar kesempurnaan moralitas, yaitu

kesatuan teori dan praktek. Juga, pendidikan merupakan tanggung jawab

negara sehingga negara berperanan dalam budget pendidikan. Oleh al-

Page 10: alfarabi indon

Farabi, budget pendidikan dalam negara diambil dari sebagian zakat dan

kharaj (pajak tanah) .

METODE PEMBELAJARAN

Metode pembelajaran al-Farabi tercipta dengan mengacu pada tujuan itu

sendiri, yaitu untuk meraih kesempurnaan dan kebahagiaan. Tujuan ini

dicapai bukan untuk kebutuhan pribadi semata melainkan untuk terciptanya

masyarakat yang islami. Maka, dengan melihat ini al-Farabi percaya bahwa

metode pembelajaran dengan metode instruksi dapat dikatakan sebagai

metode yang baik untuk diterapkan kepada orang-orang. Namun, metode ini

tidak begitu saja bisa diajarkan ke semua orang, melainkan ada levelnya

yaitu level orang-orang biasa dan orang elit. Bagi orang-orang biasa, dasar

metodenya adalah persuasif dan bagi orang elit adalah demonstratif.

Dalam metode demonstratif, anak didik diajak untuk mencapai nilai-nilai

teoritis. Prosesnya dijalankan dengan melakukan “instruksi oral ’ misalnya

dengan kegiatan speech . Al-Farabi juga menekankan pentingnya diskusi dan

dialog dalam metode instruktif. Metode ini digunakan agar anak didik

mampu meraih pemahaman yang sebenarnya. Al-Farabi dengan metode ini

sangat mengikuti Plato di mana ia ingin anak didiknya mendapatkan

penerangan akan realitas yang sebenarnya. Ia tidak ingin setiap manusia,

terutama dalam dunia Islam , tidak mampu melihat realitas an sich. Maka

dengan begitu pemahaman dan pengertian sangat ditekankan dan menjadi

metode yang pasti untuk meraih kesempurnaan dan kebahagiaan. Konsep

yang logis dan universal merupakan tantangan metode ini karena tanpa

kedua karakter tersebut pengetahuan tidak bisa memberikan pencerahan.

Metode ini juga tidak begitu saja bisa diterima melainkan harus ada bukti-

bukti yang mendukung agar pengetahuan yang didapat bisa dipercaya dan

diikuti.

Pencapaian nilai-nilai seni dan moral merupakan ciri dari model persuasif.

Model ini merupakan metode yang mengajak atau mempengaruhi orang

tanpa butuh kepastian pengetahuan atau tanpa diharuskannya ada bukti-

Page 11: alfarabi indon

bukti yang mendukung. Persuasi akan berjalan bila orang yang dipengaruhi

merasa senang dan puas. Intinya jiwa orang tersebut dapat merasakan dan

membayangkan sesuatu yang baik, dimensi afektif sangat ditekankan di sini.

Metode instruksi al-Farabi memiliki dua aspek yaitu model audisi dan model

imitasi . Dalam model audisi, anak didik belajar dengan didasarkan pada

kemampuan berbicaranya yang disertai dengan pemahaman dan

pengertiannya akan realitas sedangkan model imitasi adalah dengan

mengamati gerak-gerik orang lain dahulu dan kemudian menirunya. Konsep

ini memiliki arti hanya untuk meniru hal-hal yang baik dan yang

mengembangkan sikap berbakti.

Untuk meraih kesempurnaan dari metode yang dibuatnya ini, al-Farabi

sangat menekankan kebiasaan. Kebiasaan yang mengakar akan menjadikan

anak didik semakin mengerti akan isi pembelajaran yang diberikan oleh para

instruktor. Nilai-nilai etis juga digapai dengan melakukan kebiasaan dan

repetisi sehingga nilai-nilai ini dapat tertanam dengan kuat di dalam pikiran.

Dengan demikian, anak didik diharapkan dapat bertingkah laku bermoral.

Model pengulangan juga mungkin dalam mengajarkan seni di mana

kebiasaan yang akan dikembangkan adalah kemampuan berbicara yang

persuasif, afektif, dan reflektif. Metode kebiasaan seperti ini baik diterapkan

kepada orang-orang yang kurang taat karena dengan mengajak mereka

membiasakan diri berpikir dan bertingkah laku yang baik akan ada

kemungkinan mereka akan kembali ke jalan yang benar. Al-Farabi

menyatakan bahwa untuk mengubah orang dengan membiasakannya pada

sesuatu yang baik itu mungkin.

PENDIDIKAN FILSAFAT

Dalam sistem pembelajarannya, al-Farabi menekankan pendidikan filsafat

untuk semua orang. Ini dimaksudkan agar pikiran semua orang dapat

terbuka terhadap berbagai fenomena di dunia ini sehingga memampukan

mereka untuk menginterpretasikan fenomena tersebut dengan kritis,

terbuka, dan bertanggung jawab. Al-Farabi menempatkan pendidikan filsafat

sebagai bentuk pembelajaran yang tertinggi karena pendidikan tersebut

Page 12: alfarabi indon

membawa manusia pada bentuk kehidupan yang lebih tertata, entah dalam

tataran tindakan maupun pemikiran. Filsafat juga memampukan manusia

untuk mencari dan menemukan sesuatu yang terbaik bagi dirinya dan bagi

komunitasnya. Hasil yang dicapai jika proses ini tercapai adalah

kebahagiaan. Jika manusia telah mencapai titik ini maka jiwanya telah naik

ke level yang lebih tinggi yaitu level manusia yang rasional. Dalam level ini

dua elemen eksistensi manusia bertemu yaitu elemen biologis dan natural

serta elemen intelektual dan spiritual.

Dalam filsafatnya juga, al-Farabi menyertakan dua metode yang berbeda,

yaitu (a) metode turunan yang diawali dari sebab (the One) dan diakhiri

dengan akibat (the world of senses). Metode ini terdapat dalam buku On the

Views of the People of the Ideal City. Sedangkan yang lainnya adalah (b)

metode naikan yang diawali dengan akibat dan diproses menjadi sebab.

Metode yang kedua ini terdapat dalam bukunya Politics .

Kurikulum dalam pendidikan al-Farabi disusun sedemikian rupa dari yang

ringan hingga yang rumit atau dari yang sekular sampai ke yang religius.

Kurikulum awal pendidikan tersebut adalah bahasa, kemudian dilanjutkan

dengan logika, matematika, ilmu alam, ilmu politik, fiqh, hukum, dan teologi

(kalam) . Dengan urutan kurikulum yang semacam ini, anak didik diharapkan

mampu berkembang dalam akal budi, moralitas, dan iman. Ia akan

menguasai ilmu yang ada di dunia ini namun ia tidak lupa akan pencipta dari

ilmu tersebut.

MAKNA PEMBELAJARAN

Perhatian utama al-Farabi dalam memaknai pembelajaran adalah untuk

pengklasifikasian, pemahaman, dan penyadaran manusia akan arti hidup .

Dia merekomendasikan bahwa manusia dalam pengklasifikasian,

pemahaman, dan penyadaran ini dapat menggunakan observasi visual. Hal

ini dimaksudkan agar manusia dapat mengerti relaitas sesuai dengan

jangkauan inderanya. Dalam menuju abstraksi dari observasi visual, anak

didik terlebih dahulu diajak untuk mendefinisikan sesuatu yang ditangkapnya

dan kemudian anak didik diminta untuk menjelaskan dengan seksama

Page 13: alfarabi indon

sesuatu tersebut dengan menggunakan ilustrasi atau semacamnya. Yang

jelas, anak didik mendapatkan makna dalam pembelajaran yang memang

membutuhkan proses yang rumit dan lama.

Untuk menuju pencapaian makna pembelajaran yang maximal namun tidak

membuat anak didik stress dan putus asa maka al-Farabi memberi perhatian

kepada rekreasi yang mendukung yaitu dengan permainan atau penceritaan

kisah-kisah yang menarik. Tujuan dari rekreasi ini adalah untuk membuat

mereka menerima sisi humor dari kehidupan. Dengan sistem pembelajaran

yang ketat dan berat dan kemudian diimbangi dengan rekreasi yang

mendukung adalah usaha untuk membuat anak didik tidak sampai pada

kelelahan atau kejenuhan yang berlebih. Dalam proses ini makna yang ingin

ditarik adalah bahwa anak-anak didik dalam menanggapi dunia tidak

diharapkan menganalisisnya dengan sesuatu pengetahuan teoritis yang

tinggi melulu atau dengan tingkah laku praktis yang emosional melainkan

mampu bersikap kreatif, yaitu mampu mengkondisikan diri berdasarkan

waktu dan ruang yang ada. Dalam hal ini anak didik diharapkan tahu kapan

ia menganalisis, mempersuasikan, ataupun berada ditengahnya.

Al-Farabi juga berbicara mengenai hukuman dalam filsafat pendidikannya di

mana dengan hukuman anak didik suatu ketika dapat mengerti makna

pembelajaran yang diberikannya. Seorang guru menurutnya tidak boleh

terlalu keras dan juga tidak boleh terlalu lembut. Jika ia terlalu keras maka

anak-anak didiknya akan memusuhinya dan jika ia terlalu lembut maka

anak-anak didiknya akan menjadi pemalas dan mereka tidak akan menaruh

perhatian pada pelajaran sang guru. Maka posisi sang guru harus berada di

tengah atau bersikap moderat. Posisi menjadi guru memang rumit tetapi ini

dibutuhkan agar menghasilkan anak yang beguna untuk masyarakat yang

akan mampu mengendalikan negara yang didiaminya. Oleh karena itu

tindakan seorang guru harus benar-benar diperhitungkan apakah tindakan

yang dibuatnya itu patut diteladani atau tidak. Hukuman yang diberikan

sebaiknya tidak terlalu membahayakan dan mampu mengajak anak didik

untuk berpikir reflektif terhadap kesalahan yang telah ia buat. Hukuman

Page 14: alfarabi indon

sebaiknya tidak mendeskriditkan atau menjatuhkan jiwa anak didik

melainkan mengembangkannya untuk berpikiran kreatif dan maju ke depan

dengan sesuatu yang positif. Kemudian, seorang guru juga perlu tegas. Hal

ini dibutuhkan untuk pendisiplinan anak didik. Dengan ketegasan seorang

anak didik akan mendapatkan kepastian pembelajaran sehingga tidak

membuat mereka berperilaku menyimpang. Guru yang kurang tegas akan

memberi peluang anak didik berbuat yang kurang baik dalam proses belajar

mengajar.

TANGGAPAN KRITIS

Setelah mendalami dan memahami fisafat al-Farabi ternyata ia adalah orang

yang cemerlang. Cemerlang di sini dalam arti ia berani untuk bersikap dan

bertanggung jawab terhadap kondisi zamannya dengan menciptakan suatu

pendidikan yang berguna untuk menciptakan masyarakat yang bermutu.

Filsafat helenis memang pada saat itu merupakan filsafat yang bertentangan

dengan kebudayaan dan tradisi Islam namun al-Farabi berani membawanya

dan kemudian mengintegrasikan filsafat tersebut dalam konteks Islam.

Penekanan pendidikan dalam filsafat al-Farabi adalah akal budi. Di sini akal

budi lebih dikembangkan ketimbang emosional. Pencapaian dengan akal

budi akan membawa pencerahan yang murni dan itu mampu membawa

manusia melihat realitas yang sesungguhnya, tentunya dengan ada cukup

bukti. Namun, indahnya filsafat al-Farabi ini tidak berhenti pada akal budi

saja melainkan dikembangkan bersama dengan moralitas dan iman.

Pengetahuan tidak bisa berdiri begitu saja tanpa ada moralitas dan agama.

Di sinilah kekuatan dan ciri khas dari al-Farabi di mana pengetahuan bukan

sesuatu mutlak yang harus diraih melainkan terintegrasi dalam hasil akhir

yaitu kesempurnaan dan kebahagiaan. Maka dari itu, walaupun filsafat ini

merupakan filsafat zaman antik namun sepertinya filsafat pendidikan seperti

ini masih perlu dikembangkan di zaman sekarang ini. Kesatuan antara yang

teoritis dan praktis memang perlu diwujudnyatakan bersamaan dengan iman

dan pengharapan.

John locke

Page 15: alfarabi indon

Demi mempersiapkan diri sebagai “manusia”, manusia harus melalui proses

pembelajaran. Berbeza dengan haiwan, manusia perlu menjalani proses pembelajaran

untuk mencapai ke arah tersebut. Haiwan adalah sebaliknya, ketika ia dilahirkan ia

sudah dilengkapi dengan kepandaian-kepandaian untuk hidup. Itik sebagai contoh

apabila baru menetas dari telur, setelah beberapa waktu, tanpa perlu belajar lagi, akan

sudah mampu untuk berenang.

Demikian juga pada anak-anak burung, tanpa perlu belajar mereka kemudian akan

mampu untuk terbang. Anak burung ini juga tahu apa yang harus mereka makan dan

apa yang harus mereka tolak jika diberikan makanan yang bukan makanan burung.

Keadaan ini berbeza dan berlainan daripada kehidupan manusia. Manusia lahir

sebelum mampu untuk berbuat banyak perkara. Manusia perlu belajar untuk berjalan,

perlu belajar untuk makan, perlu belajar untuk mengenal perkara baik dan buruk dan

sebagainya. Oleh kerana itulah, manusia boleh dapat dianggap sebagai mahkluk yang

akan sentiasa berkembang oleh kerana perlunya manusia kepada proses pembelajaran

ini.   Haiwan pula akibat daripada kejadiannya yang sudah dipersiapkan oleh alam,

akan jauh ketinggalan di belakang kewujudan manusia.

Oleh yang demikian, kehidupan manusia dapat didefinisikan sebagai satu proses

perubahan yang berterusan. Daripada bayi, ke dewasa dan seterusnya sehingga ke

akhir hayat manusia akan sentiasa berubah hasil daripada pelbagai faktor antaranya

seperti yang dinyatakan di atas iaitu faktor pembelajaran. Dengan pembelajaran,

manusia mampu mendapatkan autonomi terhadap dirinya sekaligus mampu memiliki

autoriti terhadap alam supaya dapat dikawal dibawah pemikirannya.

2.0 Konsep pembelajaran

Pembelajaran dapat didefinisikan sebagai perubahan tingkah laku kesan daripada

pengalaman seseorang manusia. Menurut pendapat John Lockes pula, beliau

menegaskan bahawa minda manusia hanya mampu memiliki ilmu pengetahuan hasil

daripada pancaindera  yang seterusnya akan dicetak didalam minda manusia yang

Page 16: alfarabi indon

sebelum ini umpama sekeping kertas yang tidak mempunyai apa-apa tulisan diatasnya

atau apa yang beliau gelarkan sebagai “tabula rasa”.

Oleh yang demikian dapat dirumuskan bahawa pembelajaran amat berkait rapat

kepada pengalaman dan pancaindera. Keduanya saling berhubung untuk

membolehkan manusia mengalami suatu proses perubahan tingkah laku dan demi

mendapatkan proses perubahan daripada “ke-tidak-sedaran” manusia  menuju kepada

“kesedaran”.  Sebagai contoh, seorang pelajar yang mengikuti sistem berorientasikan

kepada peperiksaan semata-mata mungkin akan menggunakan segenap

pancainderanya untuk mendapatkan keputusan yang cemerlang didalam peperiksaan.

Sekiranya pelajar tersebut rajin dan fokus didalam pembelajarannya, maka pasti ia

berjaya melakukannya.

Di sini ternyata pembelajaran yang dilakukan mampu untuk mendapatkan perubahan

tingkahlaku kepada pelajar tersebut iaitu daripada “tidak-tahu” kepada “tahu”. Namun

akibat kurangnya diberikan pendedahan kepada dunia realiti sebenar (pengalaman), 

mungkin pelajar  tersebut akhirnya setelah mendapatkan ijazahnya akan terus

melanjutkan hidupnya didalam dunia pekerjaan tanpa menghiraukan sifat kemanusiaan

yang ada pada dirinya untuk memikirkan tentang hal kemanusiaan.

Pelajar ini yang kurang diberikan pendedahan yang memberangsangkan tentang hal

kemanusiaan boleh dikatakan sebagai contoh pelajar yang tidak mengalami proses

menuju kepada “kesedaran” yang sepatutnya turut dijadikan sebagai aspek penting

dalam pembelajaran. Di dalam buku Siddharta karya Herman Hesse ada menyebutkan

bahawa Ilmu pengetahuan dapat diajarkan, tetapi kebijaksanaan adalah tidak.

Kebijaksanaan hanya datang daripada pengalaman.

Oleh kerana itu, demi menghuraikan konsep pembelajaran secara mendalam,

kebanyakan ahli psikologi telah membezakan pembelajaran kepada dua kategori yang

luas iaitu pembelajaran kognitif-persepsi dan pembelajaran tingkah laku.

Page 17: alfarabi indon

         Pembelajaran kognitif-persepsi

Didalam pembelajaran kategori ini ia melibatkan proses pembelajaran yang bergantung

kepada operasi mental. Antaranya seperti pembelajaran yang menggunakan

pendekatan berfikir secara mendalam dalam menyelesaikan masalah dan pencarian

pelbagai sumber maklumat untuk memahami serta mendapatkan sesuatu ilmu

pengetahuan.

         Pembelajaran tingkah laku

Ia bermaksud perubahan tingkah laku yang tahan lama disebabkan oleh pengalaman

lampau yang dialami oleh setiap manusia. Akibat daripada pengalaman yang berlaku ke

atas seseorang itu, manusia memperolehi maklumat, celik akal, kemahiran, kebiasaan

dan seumpamanya (perubahan tingkah laku). Setiap pengalaman baru yang dialami,

manusia akan mampu bertindak dalam cara yang berbeza berbanding sebelumnya.

3.0 Teori pembelajaran dalam perlaksanaan pengajaran

Teori diibaratkan sebagai tulang belakang kepada segala usaha pencarian oleh para

pengkaji demi mendapatkan maklumat terhadap sesebuah kajian. Menurut Kamus

Dewan Edisi Ke-4 pula, teori didefinisikan sebagai sebuah pendapat yang masih

bersifat andaian yang dikemukakan untuk menerangkan sesuatu perkara. Oleh yang

demikian, penggunaan teori tidak terhad kepada para pengkaji semata-mata.

Sebaliknya, dalam tidak sedar, setiap manusia telah mengaplikasikan teori dalam

kehidupan seharian bagi berusaha memahami dan menyelami diri dan tingkah laku

orang lain.

Di dalam pembelajaran, guru memainkan peranan penting bagi memudahkan

pembelajaran para pelajar. Untuk memenuhi tugas ini, pengajar atau guru bukan sahaja

harus dapat menyediakan suasana pembelajaran yang menarik dan harmonis, tetapi

mereka juga perlu menciptakan pengajaran yang berkesan. Maka di sini lah perlunya

peranan guru untuk memikirkan sebuah bentuk teori pembelajaran yang sesuai bagi

memudahkan pembelajaran tersebut.

Page 18: alfarabi indon

Teori pembelajaran dapat didefinisikan sebagai penjelasan tentang proses, prinsip dan

hukum pembelajaran yang dihasilkan melalui kajian saintifik. Melalui teori pembelajaran

ini, ia berperanan untuk menjelaskan bagaimana konsep pembelajaran dapat dilakukan

dan juga dapat dijadikan asas pembentukan strategi pengajaran untuk diaplikasikan

oleh para pendidik dan juga guru.

Mengikut sejarah, kajian tentang teori pembelajaran telah dihuraikan secara mendalam

sejak kurun ke-18 lagi. Kajian ini telah diusahakan oleh pelbagai pelopor yang terdiri

daripada pelbagai ahli psikologi dan juga ahli falsafah. Teori pembelajaran tersebut

akhirnya telah dipecahkan kepada pelbagai mazhab atau aliran dan seterusnya

dijadikan sebagai rujukan utama oleh para pendidik dan guru dalam melaksanakan

usaha pengajaran.

Antara persamaan yang dihasilkan oleh ahli psikologi dan juga ahli falsafah terhadap

teori yang dicipta adalah setiap kajian tersebut memiliki penjelasan tentang proses yang

dilakukan, prinsip dan juga hukum pembelajaran dalam usaha merangka teori

pembelajaran. Berikut adalah beberapa mazhab teori pembelajaran yang terkenal dan

sering digunapakai hampir di seluruh dunia.

3.1 Teori Behaviouris

Pendekatan jenis ini juga dikenali sebagai kefahaman terhadap tingkah laku.

Pendekatan ini menekankan kepada tingkah laku yang boleh diperhati dan diukur

terhadap objek kajiannya iaitu manusia. Ini juga bererti bahawa pendekatan jenis ini

menolak kajian terhadap proses mental manusia sebaliknya kajian dilakukan hanya

terbatas kepada pengamatan tingkah laku.

Tegasnya, pendekatan ini menekankan peranan persekitaran sebagai penentu kepada

tingkahlaku manusia. Berbeza dengan aliran lain yang akan dibincangkan dibawah,

behaviourisme menyatakan bahawa proses mental tidak boleh dikaji secara saintifik

Page 19: alfarabi indon

kerana ianya tidak dapat dilihat, diukur dan bersifat relatif. Oleh yang demikian, usaha

untuk mengkaji mental secara objektif adalah mustahil. Oleh kerana itulah, tumpuan

pengajaran harus diberikan sepenuhnya kepada tingkah laku yang dapat diperhatikan.

Disebabkan teori behaviouris telah menyingkirkan aspek proses mental dalam

perlaksanaan teori pembelajarannya, maka ada beberapa pendapat mengatakan

bahawa teori behaviouris adalah “ilmu jiwa tanpa jiwa”. Ini kerana teori ini telah

menyingkirkan sisi psikologi manusia yang kompleks dan sebaliknya hanya

berpandukan kepada tingkah laku manusia yang berbeza-beza mengikut lingkungan

budayanya.

Ini juga dapat dibuktikan apabila kebanyakan pelopor teori ini telah mencipta teori

behaviouris berdasarkan pemerhatian mereka terhadap binatang seperti anjing, tikus,

burung dan kucing. Berdasarkan pemerhatian ini pula, pelopor ini cuba menyerapkan ia

kepada tingkahlaku manusia untuk dijadikan bahan kajian saintifiknya. Ternyata ia

memiliki falasi yang jelas bermula sejak awal lagi. Oleh kerana itulah, kebanyakkan

penganut teori ini kini tidak lagi mengambil pandangan ekstrim behaviourisme yang

menafikan sisi psikologi manusia, sebaliknya mereka juga telah memberi pertimbangan

terhadap proses mental yang menyumbang kepada perubahan tingkah laku.

Antara tokoh yang melibatkan diri dalam kajian terhadap teori behaviourisme adalah

seperti Ivan Pavlov (1849 – 1936), John B. Watson (1878 – 1958), B. F. Skinner (1904

– 1990), dan Edward L. Thorndike ( 1874 – 1949).

3.2 Teori Kognitivis

Bagi bertindakbalas terhadap pendekatan behaviourisme yang terlalu ketat, pendekatan

kognitif telah tumbuh dan berkembang bagi menjadi anti-tesis terhadap pendekatan

seperti itu.  Bagi ahli psikologi kognitif, mereka melihat manusia bukan sebagai

penerima pasif rangsangan daripada persekitaran, sebaliknya manusia adalah aktif

dalam mencari pengalaman, mengubah dan membentuk pengalaman, dan

Page 20: alfarabi indon

menggunakan proses mental untuk mengubah maklumat berdasarkan kepada

perkembangan kognitif.

Dengan demikian, teori pembelajaran kognitif telah menyatakan bahawa setiap

manusia mempunyai kebolehan kognitif yang mampu untuk mengelola, menyimpan dan

mengeluarkan semula segala pengalamannya. Berbeza daripada pendekatan

behaviourisme yang menitikberatkan tingkahlaku dalam kajian mereka terhadap

manusia dalam proses pembelajaran, teori kognitif pula menitikberatkan perubahan

dalaman proses mental yang digunakan oleh individu untuk memaknakan dunianya. Ini

bererti bahawa pembelajaran adalah bermula daripada perubahan struktur mental

seseorang yang membolehkannya untuk menunjukkan perubahan dalam

tingkahlakunya.

Oleh kerana pendekatan kognitif menekankan kepada proses mental dalaman.

Maklumat yang diterima oleh seseorang individu akan diproses terlebih dahulu dengan

melalui proses pemilihan, perbandingan dan penyatuan dengan maklumat lain yang

sedia ada didalam ingatan. Penyatuan maklumat yang baru ini pula akan berlanjutan

sehingga seterusnya sehingga berjaya mengubah tingkahlaku manusia daripada “tidak-

tahu” kepada “tahu”.

Inilah yang dimaksudkan oleh ahli psikologi yang menekankan bahawa manusia

bukanlah penerima rangsangan-rangsangan yang pasif seperti yang ditekankan oleh

penganut teori behaviourisme. Ringkasnya, teori kognitif adalah teori yang

berkonsepkan kepada tindakan proses mental seperti mengingat, membuat keputusan

dan memproses informasi dalam mempengaruhi perkembangan manusia.

Antara tokoh yang terlibat dalam kajian terhadap teori kognitif ini adalah Jean Piaget

(1896 – 1980), Jerome Bruner (1915 - ), dan David Ausubel (1918 – 2008).

4.0 Model teori pembelajaran

Page 21: alfarabi indon

Seperti yang telah dinyatakan bahawa ahli psikologi telah mengkategorikan

pembelajaran kepada 2 kategori iaitu pembelajaran tingkahlaku (behaviourisme) dan

juga pembelajaran kognitif.

Hasil daripada kategori pembelajaran ini pula, ahli psikologi yang terbabit telah

merangka teori pembelajaran bagi menjelaskan kajiannya secara saintifik terhadap

kedua kategori pembelajaran tersebut.

Bagi memperincikan lagi teori pembelajaran tersebut agar mudah diaplikasikan oleh

para pendidik dan guru di seluruh dunia, maka telah diwujudkan beberapa model teori

pembelajaran seperti yang dinyatakan dibawah.

4.1 Model teori behaviourisme

         Kontiguiti

Kontiguiti adalah proses pembelajaran melalui perkaitan mudah iaitu hasil daripada

perpasangan berulang. Teori Kontiguiti menyatakan “Apabila dua peristiwa berlaku

serentak beberapa kali, dua peristiwa ini akan berkait ; dan apabila satu daripada

peristiwa ini berlaku, peristiwa kedua akan diingati.”

Contohnya aktiviti didalam kelas yang memaparkan seorang guru yang menunjukkan

lukisan ayam di papan tanda semasa mengajar. Kemudian guru tersebut meminta

seorang pelajarnya untuk menunjukkan kepada beliau bagaimana anak murid itu

melukis lakaran ayam tersebut. Pelajar tersebut melihat lukisan ayam di papan tanda

dan seterusnya melakarkan lukisan ayam itu di helaian kertasnya.

Kemudian apabila guru tersebut meminta pelajar yang sama untuk melukis lakaran

ayam di pada hari yang lain, maka dengan mudahnya anak murid tersebut melakar

lukisan ayam tersebut tanpa perlu melihat ayam di papan tanda seperti yang

ditunjukkan oleh guru pada hari sebelumnya.

Page 22: alfarabi indon

Oleh kerana model ini berjalan atas perkaitan yang mudah iaitu hasil daripada

perpasangan yang berulang. Maka model kontiguiti ini hanya sesuai untuk

pembelajaran fakta seperti mengingati nama, tahun, sifir dan lain-lain. Bagi kemahiran

yang kompleks seperti pencarian makna dan sebagainya adalah tidak sesuai mengikuti

model ini.

         Pelaziman Klasik

Menurut teori ini, pembelajaran merupakan tindak balas manusia secara psikologi dan

emosi terhadap persekitarannya. Sebagai contoh, seorang pelajar yang diminta untuk

membuat persembahan di dalam kelas, pelajar tersebut telah berasa gugup biarpun

beliau hanya perlu melakukan persembahan kepada kanak-kanak tadika sahaja.

Hal ini berlaku kerana pelajar tersebut telah mengaitkan persembahan yang sedang

beliau lakukan itu dengan pengalaman lampau di mana beliau telah mengalami

peristiwa memalukan apabila telah melakukan kesilapan di hadapan rakan-rakannya

sendiri. Peristiwa ini telah menghantui beliau sehingga menjadi suatu kelaziman untuk

berasa gugup apabila melakukan persembahan di hadapan orang lain.

Oleh kerana pelaziman klasik melibatkan pembelajaran tindak balas manusia secara

psikologi dan emosi terhadap persekitaran, maka teori ini juga turut berfungsi bagi

menjelaskan pembelajaran emosi.

         Pelaziman Operan

Ia juga turut dikenali sebagai pembelajaran cuba dan jaya (trial and error learning).

Menurut pelaziman operan, prinsip asas pembelajaran diwujudkan daripada pengaruh

ganjaran dan denda. Ia juga berdasarkan kepercayaan bahawa setiap manusia akan

membuat sesuatu apabila ia membawa kepada keseronokan / kebahagiaan dan

sebaliknya akan meninggalkan sesuatu perbuatan sekiranya ia membawa kesakitan

atau membahayakan diri.

Page 23: alfarabi indon

Ini bererti ganjaran akan mendorong manusia mengulangi sesuatu gerak balas

manakala denda pula boleh menyekat manusia daripada melakukan sesuatu gerak

balas yang bertentangan. Oleh yang demikian, pelaziman operan adalah sebuah teori

yang menjelaskan bahawa pembelajaran sebagai tingkah laku yang terhasil daripada

kesan tingkah laku iaitu bersumberkan denda dan ganjaran.

Oleh kerana pelaziman operan berkait rapat dengan denda dan ganjaran maka ia amat

bersesuaian dengan mentaliti kaum kapitalis yang bertujuan bagi mengaut keuntungan.

Sebagai contoh ; Anak murid belajar bersungguh-sungguh jika dijanjikan akan diberi

hadiah adalah sama seperti buruh yang akan bekerja bersungguh-sungguh jika

dijanjikan untuk diberikan gaji.

4.2 Model teori kognitif

         Teori Gestalt

Gestalt pada asasnya merujuk kepada satu pola, bentuk atau konfigurasi yang diteliti

serta diamati oleh seseorang secara keseluruhan. Teori ini memberi penekanan kepada

makna individu itu sendiri dan bagaimana individu itu melakukan pengamatan dan

persepsi serta kemahiran dan pengetahuan terhadap pengalaman mereka sendiri.

Menurut Gestalt lagi, seseorang itu mengalami masalah sekiranya masih belum

melengkapkan persepsinya atau gagal mempunyai kesedaran untuk membolehkannya

merasai sesuatu pengalaman. Oleh kerana itulah, teori Gestalt mengatakan

pembelajaran adalah berlaku secara celik akal. Disinilah bermulanya peranan guru bagi

membantu para pelajar untuk memperolehi celik akal tersebut.

Antaranya adalah seperti melatih para pelajar untuk melihat sesuatu permasalahan

secara keseluruhan sebelum memahaminya secara terperinci. Ini kerana didalam teori

Gestalt, pembelajaran akan dilakukan secara bentuk (patterns), dan bukan bahagian-

bahagian. Hal ini dilakukan bagi melatih para pelajar untuk mengalami sendiri

Page 24: alfarabi indon

kefahaman secara individu terhadap objek pemerhatiannya sekaligus meransang

pemikiran pelajar dalam proses pembelajaran.

Tagore

Seterusnya, aliran fahaman yang ketiga untuk Falsafah Pendidikan timur

ialahNasionalisme dan Internasionalisme yang telah diasaskan oleh

RabindranathTagore, seorang ahli falsafah dan penyair dari India. Beliau

mentafsirakanpendidikan sebagai proses yang bertujuan untuk melahirkan manusia

yang berfikiransempurna, berupaya mencapai segala aspek kehidupan, seperti aspek

fizikal,intelek, moral dan kerohanian dengan penuh bermakna. Manakala

matlamatpendidikan beliau adalah untuk menghasilkan individu yang menyeluruh

melaluiinteraksi dan integrasi dalam persekitaran. Kurikulum falsafah

pendidikanRabindranath Tagore pula menekankan komponen ilmu dan aktiviti fizikal.

Antaramata pelajaran yang disyorkan ialah Muzik, Seni, Kesusasteraan, Drama dan

Tarian,Sejarah serta Pendidikan Alam Sekitar. Menurut falsafah pendidikan

RabindranathTagore, guru berperanan sebagai fasilitator serta pemangkin bagi

megerakkanperbincangan murid dan penjana idea yang kreatif dan bernas dalam

kalanganmurid.