albumin vs ffp for dhf

6
1. Mengapa pada pasien dengan DBD tidak diberikan transfusi trombosit tetapi FFP? Pada pasien dengan DBD terjadi gangguan pada fungsi trombosit dan sistem koagulasi dan fibrinolisis. Trombositopenia pada DHF salah satunya terjadi karena meningkatnya destruksi trombosit pada sistem retikuloendotelial, limpa, dan hati. Patofisiologi terjadinya peningkatan destruksi trombosit masih belum diketahui, namun dikaitkan dengan infeksi virus dengue itu sendiri, komponen aktif sistem komplemen, kerusakan sel endotel, dan aktivasi sistem koagulasi dan fibrinolysis secara bersamaan atau terpisah. Selain itu, pada pasien dengan DBD terjadi aktivasi proses pembekuan darah dan fibrinolisis dengan dimulai dari aktivasi Faktor XII. Hal ini kemudian menyebakan terjadinya defisit faktor-faktor koagulasi. Destruksi trombosit dan kurangnya faktor-faktor koagulasi inilah yang menyebabkan terjadinya manifestasi perdarahan pada pasien dengan DBD Oleh karena itu, pada pasien dengan DBD lebih direkomendasikan untuk diberikan transfusi FFP daripada trombosit karena dengan pemberian FFP selain akan meningkatkan jumlah trombosit, juga akan meningkatkan ketersediaan faktor-faktor koagulasi. Sedangkan apabila hanya diberikan trombosit, manifestasi perdarahan belum Nama: Harry Sudarma NIM: 07120080060 Pembimbing: dr. PR

Upload: harry-sudarma-amerson

Post on 11-Aug-2015

72 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

FFP Vs Albumin for transfusion in DHF patient

TRANSCRIPT

Page 1: Albumin Vs FFP for DHF

1. Mengapa pada pasien dengan DBD tidak diberikan transfusi trombosit tetapi FFP?

Pada pasien dengan DBD terjadi gangguan pada fungsi trombosit dan sistem

koagulasi dan fibrinolisis. Trombositopenia pada DHF salah satunya terjadi karena

meningkatnya destruksi trombosit pada sistem retikuloendotelial, limpa, dan hati.

Patofisiologi terjadinya peningkatan destruksi trombosit masih belum diketahui, namun

dikaitkan dengan infeksi virus dengue itu sendiri, komponen aktif sistem komplemen,

kerusakan sel endotel, dan aktivasi sistem koagulasi dan fibrinolysis secara bersamaan

atau terpisah. Selain itu, pada pasien dengan DBD terjadi aktivasi proses pembekuan

darah dan fibrinolisis dengan dimulai dari aktivasi Faktor XII. Hal ini kemudian

menyebakan terjadinya defisit faktor-faktor koagulasi. Destruksi trombosit dan

kurangnya faktor-faktor koagulasi inilah yang menyebabkan terjadinya manifestasi

perdarahan pada pasien dengan DBD

Oleh karena itu, pada pasien dengan DBD lebih direkomendasikan untuk

diberikan transfusi FFP daripada trombosit karena dengan pemberian FFP selain akan

meningkatkan jumlah trombosit, juga akan meningkatkan ketersediaan faktor-faktor

koagulasi. Sedangkan apabila hanya diberikan trombosit, manifestasi perdarahan belum

tentu bisa dikurangi atau dihentikan sehingga tidak menguntungkan untuk pasien, dan

hanya akan meningkatkan kemungkinan pasien untuk mendapatkan penyakit-penyakit

yang menular melalui blood-borne transmission.

2. Tes Widal dan TUBEX

a. Tes Widal

Uji serologi Widal merupakan metode serologik untuk memeriksa antibodi

aglutinasi terhadap antigen somatic (O) dan antigen flagella (H) dari Salmonella typhii.

Uji Widal terdiri dari Uji Widal tube dan slide. Uji Widal memberikan hasil yang

bersifat kualitatif, sehingga untuk mengetahui titer antigen maka serum harus diencerkan

dengan beberapa tingkatan, yaitu:

80 μl yang berkorespondensi dengan 1 dalam 20 titer (1/20)

Nama: Harry Sudarma

NIM: 07120080060

Pembimbing: dr. Ulynar, Sp.A

PR

Page 2: Albumin Vs FFP for DHF

40 μl yang berkorespondensi dengan 1 dalam 40 titer (1/40)

20 μl yang berkorespondensi dengan 1 dalam 80 titer (1/80)

10 μl yang berkorespondensi dengan 1 dalam 160 titer (1/160)

5 μl yang berkorespondensi dengan 1 dalam 320 titer (1/320)

Hasil-hasil tersebut menunjukkan nilai positif yang berarti terjadi proses

aglutinasi. Semakin tinggi titer maka semakin tinggi pula kemungkinan pasien tersebut

menderita demam tifoid.

Di Indonesia, pengambilan angka titer O aglutinin ≥ 1/40 dengan memakai uji

Widal slide menunjukkan nilai ramal positif 96%. Beberapa senter pemeriksaan

berpendapat bahwa apabila titer O aglutinin ≥ 1/200 atau pada pemeriksaan sepasang

terjadi kenaikan titer 4x maka diagnosis dapat ditegakkan.

Banyak peneliti mengemukakan bahwa uji serologic Widal kurang dapat

dipercaya sebab dapat timbul positif palsu pada daerah endemis, dan sebaliknya dapat

timbul negatif palsu pada kasus demam tifoid dengan biakan positif.

b. Tes TUBEX

Metode tes TUBEX adalah dengan mendeteksi serum antibodi immunoglobulin

M (IgM_ terhadap antigen O9 Lipopolysaccharide (LPS) yang sangat spesifik terhadap

bakteri Salmonella typhii.

Prinsip kerja dari tes TUBEX adalah sebagai berikut yaitu ketika partikel

magnetyang diselimuti oleh antigen (s.typhi LPS) dicampurkan dengan blue latex

antibody-coated indicator particle yang diselimuti oleh anti-s typhi LPS (O9) antibody,

maka kedua jenis partikel ini akan berikatan satu dengan yang lain. Ketika pada akhir

eksperimen, maka antigen-coated magnetic particle akan tersedimentasi dibawah tabung.

Begitu juga blue latex  particle yang telah berikatan dengan antigen-coated magnetic

particle. Sehingga terjadi perubahan warna dari birumenjadi merah. Hal ini

menunjukan tidak adanya anti-s typhi O9 antibody pada serum milik  pasien dan hasil reaksi

dikatakan negatif (pasien tidak terindikasi menderita demam tifoid).

Hasil tes TUBEX bernilai positif apabila tidak terjadi perubahan warna (tetap

biru) yang menunjukkan tedapatnya antigen Salmonella typhii O9 LPS yang mampu

menghambat ikatan antara antigen-coated magnetic particle dengan blue latex antibody-

Page 3: Albumin Vs FFP for DHF

coated indicator particle. Cara pembacaan hasil menggunakan skala warna dari 0

(merah) hingga 10 (paling biru) dengan interpretasi:

Nilai < 2 : negatif

Nilai 3 : inkonklusif sehingga memerlukan pemeriksaan ulang

Nilai 4 : positif lemah

Nilai >5: positif (indikasi kuat adanya demam tifoid)

c. Perbandingan tes TUBEX dengan uji Widal

1. Tes TUBEX dapat membedakan Salmonella typhii dari organisme lain maupun

serotipe bakteri salmonella yang lainnya dengan angka ketepatan >99%.

Sedangkan uji Widal menggunakan antigen yang tidak begitu spesifik sehingga

dapat terjadi cross-reaction dengan kuman salmonella lainnya.

2. Tes TUBEX menggunakan kemampuan aktivitas inhibisi dari antibody sedangkan

widal menggunakan reaksi aglutinasi. Metode aktivitas inhibisi lebih

menguntungkan karena lebih mudah dideteksi dengan kadar antibody yang

rendah.

3. Single test pada uji Widal tidak begitu bermakna. Idealnya dilakukan dua kali

yaitu pada fase akut dan 7-10 hari setelahnya. Dikatakan positif apabila terjadi

kenaikan titer sebanyak 4x. Sedangkan tes TUBEX mendeteksi IgM sehingga

berguna pada single test fase akut.

4. Meningkatnya penggunaan vaksin tifoid menyebabkan meningkatnya angka

positif palsu pada uji Widal. Sedangkan pada tes TUBEX tidak terjadi positif

palsu.

5. Tes TUBEX memiliki angka sensitifitas 78%, spesifisitas 94%, positive predictive

value 98%, dan negative predictive value 59% sedangkan uji Widal memiliki

angka sensitifitas 64%, spesifisitas 76%, positive predictive value 88%, dan

negative predictive value 43%

6. Harga tes TUBEX lebih mahal daripada uji Widal (di amerika, tes TUBEX 4

dollar, uji Widal 0,5 dollar)

Page 4: Albumin Vs FFP for DHF

3. Pneumonia viral dan bakterial

Tanda dan Gejala Pneumonia Bakteri

Tipikal

Pneumonia

Bakteri Atipikal

Pneumonia Virus

Onset Akut Gradual Akut

Suhu Tinggi (sering >400C),

mengigil

Kurang tinggi Kurang tinggi

Dahak Purulen Mukoid Mukoid

Gejala lain Jarang Nyeri kepala

myalgia, sakit

tenggorokkan

Nyeri kepala myalgia,

arthralgia, sakit

tenggorokkan, pilek.

Pewarnaan Gram Kokus gram (+) atau (-) Flora normal

atau spesifik

-

Radiologik Konsolidasi lobar Patchy

Laboratorium Leukosit tinggi Leukosit normal

kadang rendah

Leukosit normal

kadang rendah (dengan

limfositosis)