albumin diah ayu
DESCRIPTION
zTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Pemeriksaan biokimia yang sering digunakan adalah teknik pengukuran
kadungan berbagai zat gizi dansubstansi lainnya yang terdapat dalam urin dan
darah. Hasil pengukurannya teresebut telah dibantu standar normal yang telah
ditetapkan. Adanya parasit dapat diketahui dengan pemeriksaan feses, urin, dan
darah karena kurang gizi sering berkaitan dengan pravelensi penyakit karena
parasit. Dalam berbagai hal, pemeriksaan biokimia hanya dapat dilakukan di
rumah sakit (Mohammed, 2012).
Malnutrisi secara luas telah dianggap sebagai masalah kesehatan diantara
orang tua. Serum kadar albumin biasanya digunakan dalam menilai status gizi,
dengan kurang dari 3,5 g/dl konsentrasi serum albumin dianggap sebagai
“hipoalbuminemia”. Kadar serum albumin yang rendah terkait dengan rendahnya
status kesehatan. Penurunan kadar serum albumin dari kisaran normal dikaitkan
dengan penurunan massa otot, dan kekuatan otot, mengakibatkan gangguan
kesehatan. Beberapa studi menyebutkan penurunan kadar albumin dan usia adalah
efek yang berkaitan dengan beberapa penyakit kronis (Mohammed, 2012).
Untuk menilai fungsi ginjal pada pasien hipertensi dengan mengukur
kreatinin serum, serum albumin, dan protein urin menunjukkan bahwa serum
kreatinin dan serum albumin dalam pasien hipertensi menunjukkan peningkatan
yang sifnifikan atas control rata-rata SD (141,3 + 39, 52,4 +18) dan (50,6 + 7,7,
37,0 + 5,7). Protein urea ditemukan pada pasien hipertensi. Individu hipertensi
mungkin beresiko lebih besar terkena penyakit ginjal. Jadi pengurangan darah
dianjurakan (Mohammed, 2012).
Diabetes kini sudah menjadi salah satu masalah penyakit utama di dunia.
Diabetes adalah merupakan penyakit metabolik yang digambarkan melalui
keadaan hiperglisemia kronik dan juga gangguan metabolik lemak, karbohidrat,
protein yang disebabkan masalah rembesan insulin. Penyakit ini menyerang
semua orang, tanpa mengitung umur, ras, pangkat atau keturunan. Menurut
Organisasi Kesehatan Dunia, saat ini terdapat 230 juta penduduk dunia menderita
diabetes dan diperkirakan sekitar 6 juta orang tiap tahunnya baru menderita
penyakit ini, juga para tahun 2025 diperkirakan ada 350 juta orang yang akan
menderita diabetes (Obia, 2012).
Dan penyakit diabetes ini merupakan penyebab utama terjadinya gagal
ginjal tahap akhir di seluruh dunia. Albumnuria adalah pertanda awal untuk
kejadian penyakit ginjal. Juga sebagai indikator resiko tinggi morbiditi dan
mortality akibat masalah kardiovaskular dikalangan penderita diabetes. Penyakit
kardiovaskular adalah penyebab utama kematian di kalangan pesakit nefropati
diabetes. Defenisi abuminuria sendiri adalah sisa albumin dalam urin yaitu 30
mg/hari atau 20µgm/min atau lebih.
Oleh karena itu, praktikum untuk mengukur kadar albumin ini diperlukan
untuk mengetahui kadar albumin dalam darah. Dari hasil ini dapat diketahui
bagaimana kadar albumin yang ada dalam darah, jika terjadi defisiensi maka
dapat ditanggulangi secara dini. Oleh karena itu, pengukuran kadar albumin ini
diperlukan dan dilakukanlah praktikum ini.
1.2 Tujuan
Untuk mengetahui cara menentukan dan mendiaknosis kadar albumin dalam
plasma darah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Albumin merupakan komponen utama dari protein serum total dalam individu
yang sehat. Serum albumin diuji dalam sebagian besar laborat klinik melalui metode
penguat warna (dye-binding method) yang menggunakan bromocesol green. Serum
albumin biru yang menyerap secara maksimal pada 600 nm (Mohammed, 2012).
Pemeriksaan albumin, reagen ini ditujukan untuk menentukan banyaknya jumlah
albumin dalam serum manusia dan plasma pada kedua sistem baik manual dan sistem
otomatis. Pada prinsipnya, pemeriksaan albumin ini mengikat BGS sehingga
menyebabkan perubahan dalam penyerapan spectrum pencelupan. Pencelupan
pembentukan albumin kompleks mempunyai puncak penyerapan pada 625 nm yang
sangat proporsional pada konsentrasi albumin dalam sampel (Mohammed, 2012).
Penentuan glukosa, urea, dan albumin dalam serum darah pasien malaria
menerangkan bahwa dapat diperiksa kadar serum urea dan albumin pada penderita
malaria dan dibandingkan dengan subjek kontrol dengan menggunakan mikrolab 300.
Kadar serum urea pada pasien malaria naik menjadi 13,7 ± 3,15, yang meningkat
dibandingkan dengan subjek kontrol, glukosa, albumin mengalami penurunan
dibandingkan dengan subjek control (Mohammed, 2012).
Penentuan albumin dalam penelitian tersebut menggunakan 1000µL buffer
reagen (R1) diikuti dengan penampak Bromoceresol Green (R2) dalam tabung yang
mengandung 10µL serum darah dicampur dan dibiarkan berdiri selama 5 menit untuk
menyelesaikan reaksi, lalu diukur absorbansi pada panjang gelombang 546,540-600
nm6. Hasil penelitiannya menunjukkan tingkat peningkatan urea dibandingkan
dengan subjek kontrol pasien, sedangkan serum glukosa dan tingkat albuminnya
menurun pada pasien malaria dibandingkan dengan subjek control (Obia, 2012).
Signifikan prognostic tingkat masuknya albumin serum pada pasien cedera
kepala. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan rata-rata serum albumin pada
pasien cedera kepala dan kontrol adalah 3,24 dan 4,15 g/dL masing-masing (P <
0,001). Kenyataan albumin memiliki korelasi positif yang signifikan dengan skor
Glasgow Koma (GCS) (P < 0,001). Hipoalbuminemia (≤ 3,5 g/dL) saat masuk
tercatat 88%, 52%, dan 33% dari pasien yang cedera kepala berat, sedang yang ringan
masing-masing (P < 0,001). Tingkat albumin secara signifikan lebih rendah diamati
pada pasien dengn cedera sistemik, mereka membutuhkan dekompresi bedah dan
pada orang tua. Kematian pada 1 bulan adalah 43% pada pasien dengan masuk
hipoalbuminemia dibandingkan dengan 17% pada mereka dengan tingkat albumin
normal (rasio odds [OR] 3,7, p = 0,003). Hasil yang kurang baik pada 3 bulan
tercatat pada 62% pasien dengan hipoalbuminemia masuk dibandingkan dengan 18%
dari mereka yang memiliki kadar albumin normal (OR 7.3, p <0,001). Dalam analisis
regresi logistik, masuk hipoalbuminemia muncul sebagai prediktor independen untuk
hasil yang tidak menguntungkan, disamping usia dan CGS (Obia, 2012).
Albumin merupakan protein yang paling berlimpah dalam plasma darah hingga
mencapai sekitar 60% dari total plasma protein. Rentang normal untuk albumin
serum adalah 3,6 – 5,5 g/dL. Plasma merupakan 40% dari total albumin tubuh,
sedangkan 60% sisanya hadir dalam ekstra vaskular intertisial kola (waktu paruh
albumin dalam plasma adalah sekitar 18-20). Fungsi utama dari serum albumin
adalah sebagi pemeliharaan tekanan osmotik koloid, transportasi ligan dan konstitusi
asam amino (Mohammed, 2012).
Albumin merupakan salah satu reaktan fase akut negatif, yang jatuh sebagai
komponen dalam respon metabolik terhadap infeksi cedera kepala. Penyebab utama
hipoalbuminemia pada cedera sistemik disebabkan oleh peningkatan vaskular
permeabilitas dan belum tentu akibat malnutrisi. Pada pasien dengan cedera kepala
berat, McClain, et al, melaporkan adanya permebilitas endotel karena sifat endotel
yang disebabkan oleh disfungsi akut pasca cedera (Obia, 2012).
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Hari dan tanggal : Kamis 21 februari 2013
Tempat : Laboratorium Terpadu lantai 3 FKM Unhas
Waktu : 11.00 wita
3.2 Alat dan Bahan
1) Spoit 3 sampai 5 ml
2) Pengikat karet lengan / Torniqued
3) Tabung sentrifius
4) Sentrifus
5) Botol vial
6) Mikropipet 100-1000 µl
7) Rak tabung
8) Blood lancet
9) Lancing device
10) Alkohol 70%
11) Kapas
3.3 Cara kerja
a) Cara pengambilan darah vena
1) Jika darah diambil pada bagian vena fossa cubiti. Pasang Torniqued
(ikatan pembendung) pada lengan bagian atas dan mintalah pada orang
yang diambil darahnya untuk mengepal dan membuka tangannya beberapa
kali agar vena jelas terlihat.
2) Tegakkanlah kulit dibagian tangan dengan jari tangan kiri supaya vena
tidak bergerak pada saat tusukan
3) Bersihkan bagian yang akan diambil darah dengan alkohol 70%
4) Tusuklah bagian vena yang sudah dibersihkan dengan spoit sampai ujung
jarum masuk kedalam lumen vena. Tarik penghisap spoit perlahan sampai
jumlah darah yang dikehendaki didapat.
5) Lepaskan karet bendungan
6) Taruhlah kapas diatas jarum dan cabutlah spoit
7) Bukalah jarum spoit dan alirkan perlahan kedalam tabung sentrifius
secukupnya (± 3ml) untuk dipisahkan serumnya, diamkan 5 sampai 10
menit sebelum disentrifius.
8) Sisanya alirkan kedalam tabung vial yang sudaah berisi EDTA, digoyang
hingga merata ( untuk pemeriksaan hemoglobin).
b) Tusukan kulit/ darah perifer
1) Oleskan alkohol 70% pada ujung jari ( jari manis)
2) Stelah alkohol kering, tusuk segera ujung jari dengan blood lancet yang
sudah terpasang pada auto lancet
3) Darah yang pertama keluar dihapus dengan kapas kering
4) Darah yang keluar selanjutnya digunakan untuk pemeriksaan yang
diinginkan
c) Cara mendapatkan serum
1) Darah yang sudah diendapkan disentrifius dengan kecepatan 1500 sampai
3000 rpm selama 5 sampai 10 menit
2) Pipet bagian yang atas ( serum) dengan hati-hati kedalam tabung reaksi.
Hindari terjadi hemolisis
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Nama Albumin Keterangan
Siti Rohma Hidayati 4,1 g/dl Normal
4.2 Pembahasan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, diperoleh hasil kadar
albumin praktikan adalah 3,7 g/dl. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa
kadar albumin praktikan normal dimana berada pada kisaran 3,3 -4,5 g/dl. Kadar
albumin responden normal disebabkan karena asupanan nutrisi yang mengandung
albumin masih tetap terjaga dan tidak terjadinya kehilangan albumin dalam
jumlah besar dalam pembuangan (ekskresi), sehingga berbagai resiko penyakit
masih rendah (Suprayitno, 2009).
Albumin merupakan protein yang paling berlimpah dalam plasma darah
hingga mencapai sekitar 60% dari total plasma protein. Fungsi utama dari serum
albumin adalah sebagi pemeliharaan tekanan osmotik koloid, transportasi ligan
dan konstitusi asam amino rendah (Suprayitno, 2009).
Serum kadar albumin biasanya digunakan dalam menilai status gizi, dengan
kurang dari 3,5 g/dl konsentrasi serum albumin dianggap sebagai
“hipoalbuminemia”. Kadar serum albumin yang rendah terkait dengan rendahnya
status kesehatan. Penurunan kadar serum albumin dari kisaran normal dikaitkan
dengan penurunan massa otot, dan kekuatan otot, mengakibatkan gangguan
kesehatan rendah (Suprayitno, 2009).
Menurut Iwan S. Handoko (2005) hipoalbuminemia dapat di sebabkan oleh
masukan protein yang rendah, pencernaan atau absorpsi protein yang tak adekuat
dan peningkatan kehilangan protein yang dapat ditemukan pada pasien dengan
kondisi medis kronis dan akut. Pada kondisi tersebut albumin yang berkurang
akan mengganggu metabolisme kalsium dalam tubuh dan akan terjadi
penimbunan cairan dalam jaringan (edema) misalnya terjadi pembengkakan di
kedua kaki, atau bisa terjadi penimbunan cairan dalam rongga tubuh misal di
perut yang di sebut ascites. Selanjutnya, keadaan ini juga akan berhubungan
dengan fungsi mempertahankan sel dalam sirkulasi dan jika kondisinya ekstrim
akan berpengaruh pada fungsi pengantaran zat gizi ke dalam jaringan
(Suprayitno, 2009).
Terapi hipoalbuminemia dapat di lakukan dengan pemberian diet ekstra
putih telur atau ekstrak albumin dari bahan makanan yang mengandung albumun
dalam kadar yang cukup tinggi. Penderita hipoalbuminemia dapat di berikan BSA
(Body Serum Albumer) dan diberikan bahan makanan seperti ikan gabus yang
dimana kandungan protein dalam ikan gabus ternyata paling tinggi, yaitu 25 %
dengan kadar lemak yang sangat rendah (Oktarianti, 2010).
Keadaan albumin yang tidak normal juga jika kadar albumin > 5 g/dl yang
di sebut hiperalbumin. Peningkatan kadar albumin dapat disebabkan karena
dehidrasi, muntah yang parah dan diare berat. Hal ini akan menyebabkan gagal
ginjal bila terjadi selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun karena kehabisan
natrium sehingga tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan. Hal ini dapat di atasi dengan cara:
1. Memberikan diet tinggi kalori dan rendah protein
2. Mengoptimalkan dan mempertahankan keseimbangan cairan dan garam yaitu
dengan cara melakukan pengawasan melalui berat badan, urin dan pencatatan
keseimbangan cairan (masukan melebihi keluaran sekitar 500 ml).
3. Kontrol hipertensi
4. Menghindari masukan kalium yang besar (dibatasi hingga 60 mmol/hari).
(Rusli, 2011)
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Albumin merupakan protein yang paling berlimpah dalam plasma darah
hingga mencapai sekitar 60% dari total plasma protein. Fungsi utama dari
serum albumin adalah sebagi pemeliharaan tekanan osmotik koloid,
transportasi ligan dan konstitusi asam amino.
2. Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, diperoleh hasil kadar albumin
praktikan adalah 4,1 g/dl. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa kadar
albumin praktikan normal dimana berada pada kisaran 3,3 - 4,5 g/dl.
3. Penilaian kadar serum albumin juga dapat digunakan untuk mengukur resiko
terjadinya penyakit gagal ginjal kronik (CKD), dimana anak-anak dengan
penyakit ginjal kronis (CKD) beresiko kekurangan gizi energi protein.
5.2 Saran
Disarankan kepada praktikan agar melakukan percobaan dengan hati-hati
dan lebih memperhatikan prosedur kerja dengan baik untuk mendapatkan hasil
yang lebih maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
Mohamed, Nagah AA and HM Hamad. 2012. Serum Creatinine,Albumin and Urine Protein in Hypertensive Patiens.
Obia, O., ZM Ofuya, C Obiandu, dan J Nnadi. 2012. A Study of Calcium, Albumin, and Alkaline Phosphatase in Select Populations Niger, Delta Region of Nigeria.
Rusli et all, 2011, http://terapi_albumin_type.pdf (diakses pada 25 Februari 2013) Sirajuddin, S., Nurhaedar J., & Rahayu I. (2012). Penuntun Praktikum. Universitas Hasanuddin:
Makassar.
Supariasa, IDN., Bachyar B., & Ibnu F. 2012. Penilaian Status Gizi. EGC: Jakarta10.
Supriasa, I Dewa Nyoman., Bachyar Bakri dan Ibnu Fajar. 2012. Penilaian Status Gizi.
Suprayotno, Eddy, 2011, Potensi Serum Albumin, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.