al- hayah perspektif tafsir...
TRANSCRIPT
Al- HAYAH PERSPEKTIF TAFSIR AL-JAILANI
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Agama (S.ag)
Oleh
BADRIYATUL AZIZAH
Nim: 1111034000021
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018
iii
PEDOMAN TRANSLITERASI
Transliterasi yang dipakai dalam penyusunan skripsi ini berpedoman pada Romanisasi
Standar Bahasa Arab (Romanization of Arabic) yang pertama kali diterbitkan pada tahun 1991 dari
American Library Association (ALA) dan Library Congress (LC).
I. Konsonan Tunggal
Huruf Arab Nama Huruf Latin Keterangan
Alīf .......... Tidak dilambangkan ا
Bā′ B Be ب
Tā′ T Te ت
Tsā′ Ts Te dan Es ث
Jā′ J Je ج
Hā′ Ḥ Ha titik bawah ح
Khā′ Kh Ka dan ha خ
Dal D De د
Dzal Dz De dan jet ذ
Rā′ R Er ر
Zai Z Zet ز
Sīn S Es س
Syīn Sy Es dan ye ش
Ṣād Ṣ Es titik bawah ص
Ḍād Ḍ De titik bawah ض
Ṭā′ Ṭ Te titik bawah ط
Ḍā′ Ẓ Zet titik bawah ظ
iv
ʻAyn ...ʻ... Koma terbalik (di atas) ع
Gayn Gh Ge غ
Fā′ F Ef ف
Qāf Q Qi ق
Kāf K Ka ك
Lām L El ل
Mīm M Em م
Nūn N En ن
Waw W We و
Hā′ H Ha ه
Hamzah ...′... Apostrof ء
Yā′ Y Ye ي
II. Konsonan rangkap karena tasydīd ditulis rangkap
Ditulis mutaʻddidah متعددة
Ditulis ʻiddah عدة
III. Tā′ marbūṭāh di akhir kata
1. Bila dimatikan ditulis h:
ditulis Hibah هبة
ditulis jizyah جزية
(Ketentuan ini tidak diperlukan terhadap kata-kata Arab yang sudah terserap ke dalam
bahasa Indonesia seperti zakat, sholat, dan sebagainya, kecuali dikehendaki lafal aslinya).
v
2. Bila dihidupkan karena berangkaian dengan kata lain ditulis t:
ditulis niʻmatullah نعمة للا
ditulis zakat al-fiṭri زكاة الفطر
IV. Vokal pendek
Fatḥah ditulis a Contoh ضرب Ditulis ḍaraba
Kasrah ditulis i Contoh فهم Ditulis fahima
Ḍammah ditulis u Contoh كتب Ditulis kutiba
V. Vokal panjang
1. Fatḥah + alif ditulis ā (garis di atas)
ditulis Jāhiliyyah جاهلية
2. Fatḥah + alif maqṣurah ditulis ā (garis di atas)
ditulis yasʻā يسعى
3. Kasrah + ya mati ditulis ī (garis di atas)
Ditulis Majīd مجيد
4. Ḍammah + waw mati ditulis ū (garis di atas)
ditulis Farūd فرود
vi
VI. Vokal rangkap
1. Fatḥah + ya mati ditulis ai
Ditulis Bainakum بينكم
2. Fatḥah + waw mati ditulis au
ditulis Qaul قول
VII. Vokal-vokal pendek yang berurutan dalam satu kata dipisah dengan apostrof
Ditulis a′antum أأنتم
Ditulis u′iddah أعدة
Ditulis la′in syakartum لئن شكرتم
VIII. Kata sandang alif dan lam
1. Bila diikuti huruf qamariyyah ditulis al
Ditulis al-Qur′ān القرءان
Ditulis al-Qiyās القياس
2. Bila diikuti huruf syamsiyyah ditulis sama dengan huruf qamariyyah
Ditulis al-Syams الشمس
′Ditulis al-samā السمآء
IX. Huruf besar
vii
Huruf besar dalam tulisan latin digunakan sesuai dengan Ejaan Yang Disempurnakan
(EYD).
X. Penulisan kata-kata dalam rangkaian kalimat dapat ditulis menurut penulisannya
Ditulis dzawī al-furūḍ ذوى الفروض
Ditulis ahl al-sunnah أهل السنة
viii
ABSTRAK
Badriyatul Azizah
Al- Hayah Perspektif Tafsir Al-Jailani
Penelitian dalam skripsi ini dilatar belakangi ketika peneliti melihat betapa manusia
seringkali lalai akan fungsi dan tujuan hidupnya di dunia. Bahkan tidak sedikit yang tidak
mengetahui untuk apa sebenarnya hidup mereka di dunia ini. Manusia banyak yang terperdaya
oleh kehidupan duniawi yang malenakan seakan-akan mereka beranggapan untuk hidup di dunia
ini selamanya sehingga melalaikan kehidupan akhirat, yang merupakan kehidupan yang
sebenarnya dan kekal abadi. Manusia menginginkan kebahagiaan, akan tetapi, pada
kenyataannya, kemewahan di dunia ini dan fasilitas teknologi modern yang bisa dimanfaatkan
dan dimiliki manusia belum tentu memperoleh kebahagiaan yang diinginkannya.
Skripsi ini bertujuan untuk agar manusia itu tahu, apa makna dari kehidupan
sesungguhya, apa manfaat kita hidup di dunia, beserta apa tujuan kita hidup di dunia ini menurut
kitab tafsir al-jailani karya Syaikh Abdul Qodir Jailani. Hal ini menjadi penting, karena jarang
sekali penulis menemukan para peneliti yang mengungkap kitab tafsir ini. Didalam kitab ini
beliau menafsirkan ayat dengan kata perkata, jadi mudah untuk orang membacanya dan juga
menggunakan tasawuf karena beliau memang ulama’ sufi.
Dalam penelitian ini memfokuskan kepada ayat-ayat tentang hayah yang meliputi
kehidupan dunia agar supaya kehidupan akhirat yang lebih baik didalam kitab Tafsir Al-Jailani,
beserta fungsi kehidupan bagi manusia dan tujuan hidup bagi manusia didunia ini adalah mencari
ridho ilahi dan menjadi rahmad bagi seluruh alam, bukan untuk bersenang-bersenang terhadapa
yang kita miliki di dunia ini
Penelitian ini berjenis kualitatif, dengan menggunakan metode Library Research
(kepustakaan). Langkah yang digunakan dalam menganalisa data ialah analisa data kualitatif,
dengan mengumpulkan dan menampilkan data yang dibutuhkan dari berbagai sumber dan
menghasilkan sebuah kesimpulan. Sumber primer yang digunakan dalam penelitian ini ialah
Tafsir Al-Jailani karya Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani Sebagai pendukung dalam penelitian ini
berbagai buku, tafsir serta artikel-artikel dalam jurnal pun disertakan.
Kata Kunci: Hayah, kehidupan dunia, tafsir al-jailani
ix
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kehadirat Allah swt. Dzat yang memberikan nikmat dan karunia yang
taikk terhingga. Salawat serta salam tak lupa penulis curahkan kepada sosok manusia paling
sempurna, Nabi Muhammad saw., Rasul penutup para Nabi, serta doa untuk keluarga,
sahabatnya, dan para pengikutnya.
Melalui upaya dan Usaha yang melelahkan, Alhamdulillāh akhirnya dengan rahmat
dan Syafaatnya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya. Hambatan
yang penulis rasakan dalam penyusunan skripsi ini, Alḥamdulillāh dapat teratasi berkat
tuntunan serta bimbingan-Nya dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis
ingin menyampaikan ungkapan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Dede Rasyada, MA, selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Prof. Dr. Masri Mansoer, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, Dr. Suryadinata, MA dan jajaran Wadek lainnya.
3. Ibu Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA., selaku Ketua Prodi Ilmu al-Qur”an dan Tafsir, Dra.
Banun Binaningrum, M.Pd, kak Hani Hilyati, S.Th.I selaku Staf Jurusan Ilmu al-Quran
dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta..
4. Bapak Dr. H. M. Amin Nurdin, MA selaku dosen pembimbing akademik dan Bapak
Ahmad Rifqi Muhtar, MA. selaku dosen pembimbing skripsi penulis, yang bersedia
meluangkan waktunya untuk memberikan saran dan masukan seputar perkuliahan dan
penelitian yang hendak penulis ambil, Melalui beliau, tumbuh ide-ide baru, pemikiran
baru, sehingga penulis lebih bersemangat dalam menyelesaikan skripsi ini.
x
5. Seluruh dosen Fakultas Ushuluddin yang telah memberikan dedikasinya mendidik
penulis, memberikan ilmu, pengalaman, serta pengarahan kepada penulis selama masa
perkuliahan.
6. Ayahanda H. Moh. Tohiruddin dan Ibunda Sutiyam kedua orang tuaku yang selalu
mendo’akan dengan segala ketulusan hatinya, menasehati, memperhatikan kesehatan
dan selalu mengingatkan penulis pada sholat lima waktu sebagai salah satu ajaran
islam. Terimakasih tak terhingga atas dukungannya baik berupa materil dan
moril.kalian luar biasa. Dan juga untuk semua keluarga besar Bani Mahrudin terimasih
atas dukungannya.
7. Suamiku Fadlul Haq Romadani dan juga anakku tercinta Zahira Askana Salsabila
terimakasih atas segala ketulusannya dan kesabarannya dalam membimbingku dalam
menyelesaikan skripsi ini sampek tidak tidur beberapa hari menemaniku
menyelesaikan skripsi ini. I Love You.
8. Mertuaku tercinta K. H. Muhammad Maskur M.A dan Ny. Faizah terimakasih atas
segala do’anya terutama untuk bapak mertuaku yang selalu membantuku untuk
menyelasaikan skripsi ini. Kebetulan beliau dosen ilmu al-qur’an disalah satu
universitas dimadura.
9. Sahabat-sahabat Ilmu Al-Qur’an dan tafsir seperjuangan yang tidak bisa penulis
sebutkan satu-persatu dan seluruh teman-teman sektor-11 (angkatan 2011)
10. Teman-teman IMABA (ikatan mahasiswa Bata-bata) Jakarta yang telah menemani
selama masa study. Terimaksih nuat kalian semua
xi
11. Adik-adikku tercinta Lia lutfiah hasan, Daniyati Toyyibah, terimakasih banyak atas
kebaikan kalian, yg selalu menyemangatiku dan membantuku dalam keperluan-
keperluanku dalam menyelesaikan skrisi ini
Kepada mereka semua penulis tidak bisa membalas apa-apa kecuali ungkapan
terimakasih yang sedalam dalamnya serta do’a yang tulus kepada Allah swt, agar semua
kebaikannya dibalas engan pahala yang setimpal, serta diberkati kehidupan yang penuh
berkah, baik didunia maupun diakhirat kelak. Semoga apa yang telah penulis lakukan,
berupa penelitian ini bermanfaat bagi diri sendiri serta masyarkat umum Amin
Jakarta, 09 agustus 2018
Badriyatul Azizah
xii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ………………………………..i
LEMBAR PERNYATAAN …………………………………………………..ii
PEDUMAN TRANSLITERAS……………………………………………….iii
ABSTRAK ………… .………………………………………………………...viii
KATA PENGANTAR .……………………………………………………......ix
DATAR ISI…………...………… …………………………………………......xii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah…………………………………………….........1
B. Rumusan dan batasan masalah…………………………………………...5
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan…………………………………………...5
D. Kajian Pustaka……………………………………………………………6
E. Metode Penelitian………………………………………………………...10
F. Sistematika Pembahasan………………………………………………….14
BAB II. GAMBARAN HAYAH DALAM AL-QUR’AN
A. Terma-terma Hayah dalam Alquran ……………………………..........16
a. Hidup adalah ujian ……………………………………………......19
b. Kehidupan dunia hanya sementara………………………………..20
c. Dunia hanya mencintai kemewahan ……………………………...21
B. Tujuan Hayah Bagi manusia ………………………………………….23
1) Mencari ridho ilahi……………………………………………......24
2) Menjadi rahmad bagi seluruh alam……………………………….24
xiii
BAB III. BIOGRAFI SYAIKH ABDUL QADIR AL-JAILANI
A. Biografi Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani…………………………………....27
B. Guru-guru dan Murid-murinya.………………………………………….32
C. Karya-karya Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani……………………………….35
D. Profil kitab Tafsir al-Jailani karya Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani ..............36
E. Metode Penafsiran Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani…………………………...41
BAB IV. PENAFSIRAN AYAT-AYAT HAYAH PERSPEKTIF TAFSIR AL-JAILANI
A. Penafsiran Ayat-Ayat Hayah yang berkaitan dengan Hawa Nafsu……..45
1. Surat Al-Imron ayat 14 ..........................................................................45
2. Surat Al-A’raf ayat 32............................................................................47
3. Surat Ar-Ra’d ayat 26............................................................................50
B. Kehidupan yang berkaitan dengan Ibadah………………………………51
1. Surat Al-Fajr ayat 24…………………………………………….........51
2. Surat An-Nahl ayat 97………………………………………………....53
C. Kehidupan yang berkaitan dengan faktor Duniawi……………………...55
1. Surat Al-Baqarah ayat 96……………………………………………...55
2. Surat Al-Ankabut ayat 64……………………………………………..57
BAB V. PENUTUP
A. Kesimpulan ……………………………………………………………...60
B. Saran …………………………………………………………………….61
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………62
xiv
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang Masalah
Ḥayāh adalah sebagai salah satu hal yang paling urgent, akan tetapi
pada kenyataanya penelitian mengenai Ḥayāh selama ini hanya dilihat dari
sisi scientific. Hidup adalah lawan kata dari mati. Dalam Bahasa arab, hayyi
pun bermakna seekor binatang yang bergerak. Akar kata Bahasa arab yakni
al-hayaat bermakna kebalikan dari mati.
Nilai Ḥayāh bagi manusia adalah suatu nilai yang tidak akan didapat
selama pengukurannya tidak berpedoman pada kitab suci al-qur’an yang
universal. Kita selalu butuh untuk bisa merujuk kepada neraca keadilan Ilahi
yang permanen, hingga disetiap kata bisa meyakinkan diri bahwa hawa
nafsunya tidak memperdayanya dan tidak mengarahkannya kepada
kebatilan dan kehancuran. Sesungguhnya neraca keadilan Allah tidak akan
sampai kepada orang-orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhan.
Dengan demikian salah satu cara selalu dekat dengan Allah, selalu
mendapatkan hidayahnya dan juga cahaya dalam menapak Ḥayāh ini adalah
dengan selalu berpedoman kepada Al-Qur’an1.
Ḥayāh yang menjadi topik utama di dalam al-Qur`an ialah Ḥayāh
yang tampak dan tidak tampak. Ḥayāh yang tampak adalah segala yang ada
di dunia, baik itu bumi maupun alam semesta. Sedangkan Ḥayāh yang tidak
tampak adalah Ḥayāh yang akan menjadi ruang siding menentukan nasib
1 DR. Ahzami samiun Jazuli, Ḥayāh Dalam Pandangan al-Qur`an, (Jakarta: Gema
Insani, 2006), h.1-72
2
akhir. Dalam artian ada dua ragam Ḥayāh penting yang disebut dalam al-
Qur’an yaitu dunia dan akhirat. Dalam dua ragam Ḥayāh itu terdapat
didalamnya keragaman lain mengenai denamika Ḥayāhnya.2
Ada dua peran penting tujuan hidup manusia dalam al-Qur’an untuk
mencapai hakikat kemanusiaanya yaitu: peran eksistensial dan peran
historis. Secara eksistensial manusia adalah pribadi yang mepunyai
kesadaran diri. Kesadaran ini lahir pada pergulatan terus menerus manusia
dengan realitas, baik fisik dan metafisik. Kesadaran manusia akan fisik dan
metafisik ini merupakan kontruksi dari generasi sebelumnya. Kesadaran
manusia hari ini adalah hasil dari bangunn dari kesadaran generasi
sebelumnya, jika ditarik terus kebelakang akan bermuara pada kesadaran
Adam sebagai bapak munisa di bumi ini., tetapi manusia hari ini juga
merespon aktif warisan kesadaran dari generasi sebelumnya. Dengan
demikian, manusia hari ini juga memberikan satu bata merah kesadaran dari
keseluruhan bangunan kesadaran manusia sebagai sumbangsih generasi
yang akan datang inilah peran historis manusia.3
Dengan adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa
ini, masalah hakekat manusia dan kehidupan semakin senter dibahas.
Masalah ini memang cukup penting, karena ia merupakan titik tolak dalam
memberikan pembatasan menyangkut fungsi manusia dalam kehidupan ini.
Dari hasil pembatasan itu, kemudian disusun prinsip-prinsip dasar
2 Khalishatun Naqiyah, Makna Kata Al-Duya’ Serta Relasinya Dalam Al-Qur’an,
(Skripsi: S1, IAIN Surakarta: 2017) 3 Mustholih, Tujuan Hidup Manusia Dalam Al-Qur’an (Skripsi: S1, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2008).
3
menyangkut segala aspek kehidupan manusia: politik, ekonomi, sosial
bahkan etika.4
Urgensi pembahasan ini lebih terasa lagi setelah disadari bahwa ilmu
pengetahuan dan teknologi belum dapat menjamin kebahagiaan manusia
selama nilai-nilainya tidak tunduk dibawah nilai-nilai spiritual.
Sebagaimana diketahui sebelumnya bahwa para mufassir dalam
menafsirkan al-Qur'an dikenal dengan dua cara, yaitu dengan tafsīr bi al-
ma’ṣur dan tafsīr bi al-ra’y. Tafsīr bi al-ma’ṣur adalah tafsir yang
mendasari pembahasan dan sumbernya pada riwayat. Sedangkan tafsīr bi
al-ra’y adalah tafsīr yang mendasari sumbernya pada penalaran dan ijtihad.
Dari dua metode inilah kemudian lahir metode-metode lain yang
menyebabkan metodelogi penafsiran al-Qur'an berkembang. Metode-
metode yang dimaksud adalah metode tahlili, metode muqaran dan metode
maudhu’i.5
Sedangkan dalam tataran praktisnya, para ulama juga berbeda-beda
dalam mendekati Al-Qur'an. Salah satunya adalah mendekatinya dengan
menggunakan ilmu tasawuf yang kemudian dikenal dengan istilah al-Tafsīr
al-Sūfī atau sering ditulis dalam bahasa Indonesia yang baku dengan tafsir
sufi.6
Kata-kata al-Hayah bukan hanya diperuntukkan hewan dan manusia
saja akan tetapi diperuntukkan pula bagi Allah dan Malaikat. Dan didalam
4M. Quraish Shihab. Membumikan al-Qur’an H. 349. 5 M. Alfatih Suryadilaga (dkk.), Metodelogi Ilmu Tafsir (Yogyakarta: Teras, Cet III, 2010),
h 41. 6 Abbas Arfan Baraja. Ayat-Ayat Kauniyah (Skripsi: UIN-Malang Press, 2009), h. 52-53.
4
kalangan para mufassir kata-kata al-hayah itu tidak asing lagi bagi mereka
sehingga mereka tertarik untuk menafsirkan istilah ini.7 Dalam ini penulis
mengambil tema penafsiran hayah dalam Tafsir al-Jailani karya Syaikh
Abdul Qodir al-Jailani dengan mencoba mengumpulkan ayat-ayat tentang
Hayah dalam al-Qur’an.
Syaikh Abdul Qodir al-Jailani mempunyai nama lengkap
Muhammad Muhyiddin Abdul Qodir al-Jailani. Lahir pada tahun (470 H /
1077 M). Dan wafat pada tahun (561 H / 1165 M).8 Syaikh Abdul Qodir al-
Jailani adalah salah satu ulama sufi yang terkenal sebagai seorang ulama
fiqih yang sangat dihormati oleh sunni dan dianggab wali dalam dunia
tarekat dan sufismenya.9
Banyak karya beliau hasilkan. Diantaranya adalah : Tafsir al-
Jailani, al-Fath Ar-Rabani, As-Sholawat Wal Aurod, Ar-Rasael, Yawaqitul
Hikam. Dan ada beberapa kitab lainnya.10 Pada kitab yang pertamalah yang
akan dibahas dalam penelitian ini.
Kitab tafsir al-Jailani ini ditafsirkan dengan cara penuturan dan ungkapan
yang mudah, singkat dan sistematis. Karya ini dapat menjadi rujukan utama
para salik dalam menempuh jalan sufi. Dan karya ini sudah diakui oleh para
ulama serta para syaekh sufi.11
7Al-Raghib Al-Asfahāniy, Mufradāt Alfādz Al-Qur’ān, (T.tp.: Maktabah Fiyād li al-
Tijārah wa al-Tauzī‟, 2002), h. 450. 8 Abdul Qadir al-Jailani tafsir al-Jailani tahqiq Syekh Muhammad Fadhil Al-Hasani. Jilid
1 h.19-20 9 https://id.wikipedia.org/wiki/Abdul_Qadir_al-Jailani 10 MA Cassim Razvi dan Siddiq Osman NM: “Syekh Abdul Qadir al-Jailani Pemimpin
Para Wali” (Yogyakarta: Pustaka Sufi) H.4 11 Syekh Rohimuddin Nawawi Al-Jahari Al-Bantani (penasehat Markas Jailani Asia
tenggara Dan Direktur Dar Al-Hasani, Kelantan Malaysia)
5
Berdasarkan pemaparan dan karena latar belakang diatas itulah,
kajian yang dilakukan dalam penelitian ini menjadi sangat menarik untuk
diteliti lebih jauh dan lebih mendalam lagi.
B. Rumusan dan Batasan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, pokok permasalahan yang
akan penulis bahas dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana penafsiran Syaikh Abdul Qadir al-Jailani tentang hayāh Ad-
Dhunya (kehidupan duni) dalam kitab Tafsīr al-Jailani.
2. Bagaimana corak penafsiran Syaikh Abdul Qadir al-Jailani dalam
menafsirkan ayat-ayat tentang hayāh Ad-Dhunya (kehidupan dunia) dalam
kitab Tafsīr al-Jailani?
Adapun batasan penelitian diatas penulis membatasi penelitian ini hanya
mencari makna Ḥayāh didalam kitab Tafsir al-Jailani.
C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk memahami penafsiran Syaikh Abdul Qadir al-Jailani terhadap
ayat-ayat tentang hayah di dalam kitab Tafsir al-Jailani.
2. Untuk mengetahui corak penafsiran Syaikh Abdul Qadir al-Jailani
dalam menafsirkan ayat-ayat tentang hayah di dalam kitab Tafsir al-
Jailani.
Adapun manfaat penelitian ini adalah:
1. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan baru tentang penafsiran
Syaikh Abdul Qadir al-Jailani dalam menafsirkan tentang hayah.
6
2. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sumber referensi dan acuan bagi
kalangan akademisi di dalam menunjang penelitian selanjutnya yang
mungkin cangkupannya lebih luas dan djadikan bahan perbandingan.
3. Menambah khasanah keilmuan dalam bidang ilmu al-Qur’an,
khusunya dalam masalah hayah di dalam al-Qur’an
D. Kajian Pustaka
Dari penelusuran yang penulis lakukan, terdapat beberapa karya-
karya terdahulu yang membahas tentang Syaikh Qodir al-Jailani dan
literature-literatur tentang Ḥayāh.
Pertama Siti Tasrifah dengan judul skripsi “konsep sholat menurut
syaikh Abdul Qodir al-Jailani” (tela’ah atas kitab tafsir al-Jailani).
Penelitian ini menjelaskan bahwa disaat melaksanakan sholat sangat
ditekankan adanya kehadiran hati, karena hati merupakan sentral pokok
dalam melaksanakan sholat. Didalam skripsi ini, sebagaimana penulis
pahami hanya menguraikan tentang sholat menurut syaikh Abdul Qodir al-
Jailani didalam kitabnya tafsir al-jailani, dan sama sekali tidak
menyinggung tentang makna Ḥayāh.12
Kedua Dr. Ahzami Samiun Jazuli menulis dengan judul “al-Hayāh
fī Qur'an al-Karīm”. Dalam karyanya ini Dr. Ahzami Samiun Jazuli
menjelaskan tentang makna hidup dalam al-Qur'an. Hidup dapat bermakna
penciptaan awal, orang yang beriman dan mendapat petunjuk, memelihara
kelangsungan hidup, Ḥayāh dunia, Ḥayāh akherat yang kekal. Beragam
12 Siti Tasrifah, Konsep Shalat Menurut Syekh Abdul Qodir Al-Jailani Tala’ah Atas Kitab
Tafsir Al-Jailani (Skripsi: S1 UIN, Sunan Kalijaga Yogyakarta: 2015)
7
makna hidup itu, penulis menjelaskannya secara mendalam dan sangat rinci
oleh penulis buku ini. Dalam tulisan ini penulis tidak menemukan uraian
makna Ḥayāh menurut syaikh Abdul Qodir al-Jailani. Maka dari itu penulis
hendak melakukan penelitian tentang penafsiran syaikh Abdul Qodir al-
Jailani terhadap ayat-ayat Ḥayāh.13
Ketiga, Robi Darwis penelitian ini terkait dengan tasawuf yang
dilakukan oleh Syaikh Abdu Qadir al-Jailani yakni dengan menggunakan
metode deskriptif Analisis penelitian ini menyimpulkan bahwa jalan
tasawuf di tempuh dengan cara maqamat. Dalam skripsi, hanya menjelaskan
tentang ketasawufan syaikh Abdul Qodir al-Jailani dan tidak menyinggung
tentang makna Ḥayāh. Maka dari itu penulis hendak melakukan penelitian
tentang makna Ḥayāh dalam analisi tafsir al-Jailani.14
Keempat Sitti trinurmi jurnal ini menjelaskan tentang hakikat dan
tujuan hidup manusia dan hubunganya dengan tujuan pendidikan islam. Dan
dapat disimpulakan bahwa tujuan pendidikan itu untuk mewujudkan
manusia yang lebih baik dan untuk menyempurakan ahlaq agar supaya lebih
baik lagi dan mendidik individu yang soleh dengan memperhatikan
perkembangan rohaniahnya baik dalam keluarga maupun masyarakat
muslim. Dalam penelitian ini hanya menjelaskan hakikat pendidikan dan
tujuan hidup manusia secara umum. Maka dari itu penulis hendak
13 DR. Ahzami samiun Jazuli, Ḥayāh Dalam Pandangan al-Qur`an, (Jakarta: Gema
Insani, 2006) 14 Robi Darwis, Corak Tasawuf Syaik Abdul Qadir al-Jialani. Tela’ah atas Kitab Tafsir
Al-Jailani (Skripsi: S1 UIN, Sunan Kalijaga Yogyakarta: 2016)
8
melakukakan penelitian tentang makna hayah dalam analisis tafsir al-
Jailani.15
Kelima Miftahul Jannah penelitian ini menjelaskan tentang
pendidikan spiritual Syaikh Abdul Qodir Al-Jailani. Dalam konsep
pendidikan di Indonesia dapat ditemukan bahwa konsep tauhid pada zaman
Syaikh sangat ditekankan dalam mewujudkan pembelajaran yang
sempurna. Dalam skripsi ini hanya menjelaskan tentang spriritual dan
ketauhidan Syaikh Abdul Qodir Al-Jailani dan tidak ada yang menyinggug
tentang makna hayah.16
Keenam Sisa Rahayu dengan judul skripsi “Konsep taubat menurut
syaikh Abdul Qodir Al-Jailani dalam tafsir al-Jailani. Penelitian ini
menjelakan bahwa tujian hidup manusia itu untuk mencapai khosnul
hotimah, taubat itu sangatlah penting bagi manusia di muka bumi ini, karena
didalam hidup manusia itu tidak akan luput dari dosa. Sebagaimana yang
penulis pahami hanya menguraikan tentang konsep taubat menurut Syaik
Abdul Qadir Al-Jailani dan sama sekali tidak menyinggung masalah
hayah.17
Ketujuh Irwan Masduqi penelitian ini menjelaskan tentang
“Menyoal Otentititas dan Epistimologi tafsir Al-Jailani” Doktrin-doktrin
Qadiriyah telah diterima secara luas oleh kelompok Muslim tradisional di
15 Siti Trinumi, Hakikan dan tujuan hidup manusia dan hubunganya dengan tujuan
pendidikan islam ( Jurnal: UIN, Alauddin Makasar: 2015) 16 Miftahul Jannah, Konsep Pendidikan Spiritual Syaikh Abdul Qodir Al-Jailani dengan
Konsep Pedidikan Islam Di Indonesia (skripsi: IAIN, Salatiga:2016) 17 Sisah Rahayu, Konsep taubat menurut syaikh Abdul Qodir Al-Jailani dalam tafsir al-
Jailani (Skripsi: UIN, Wali Songo Yogyakarta: 2014)
9
dunia Islam, sehingga kajian Tafsir al-Jilani sangat bermanfaat bagi
pengikut Qadiriyah pada khususnya dan pecinta studi al-Quran pada
umumnya untuk meningkatkan wawasan mereka tentang ajaran-ajaran
‘Abd al-Qadir al-Jilani. Didalam penelitian ini tidak menyinggung makna
hayah akan tetapi hanya menjelaskan qadariah Syaikh Abdul Qadir Al-
Jailani saja.18
Delapan Buku dengan judul Dinamika Kehidupan Religius karya
Muhammad Tholhah Hasan yang terdiri atas empat bagian yaitu tentang
ibadah, hakekat hidup manusia, kerja dan harta kekayaan. Buku ini diawali
dengan pembahasan mengenai cakupan ibadah secara luas, kemudian
membahas tentang kaitan ibadah dengan persoalan-persoalan hidup
manusia. Penjelasan ini lebih ditekankan kepada gambaran tentang
kehidupan secara utuh menurut al-Qur’an.19
Sembilan Buku “Klasifikasi Kandungan al-Qur’an” karya
Chairuddin Hadhiri, merupakan sebuah buku yang mengklasifikasikan isi-
isi al-Qur’an ke dalam beberapa bagian. Konsep hidup muslim termasuk
ke dalam salah satu bagian tersebut. Disajikan dengan sangat ringkas
(mujmal), dengan cukup menuliskan nomor surat, nomor ayat, dan isi pokok
atau kandungan dari ayat tersebut. Tulisan ini memang sangat mendalam
akan tetapi hanya mengambil satu konsep kehidupan manusia didalam al-
18 Irwan Masduqi, Menyoal Otentititas dan Epistimologi tafsir Al-Jailani (Jurnal: Analisa
Volume 19 No 01 Januari-Juni 2012) 19 Muhammad Tholhah Hasan, Dinamika Kehidupan Relgius, (Jakarta: PT. Listafariska
Putra, 2004), hlm. vii
10
qur’an, dan tidak ada yang menyinggung makna hayah menurut tafsir al-
Jailani.20
Sepuluh “Ensiklopedi Tematis al-Qur’an,” karya Ahsin Sakho
Muhammad dkk (ed.). Buku ini merupakan seri penerbitan yang terdiri
dari 6 jilid, yang menguraikan kandungan Al-Qur’an secara tematis.
Dalam ensiklopedi ini tema kehidupan terdapat pada jilid ke 4 (kehidupan
dunia) dan jilid ke 5 (kehidupan akhirat). Pada jilid ke 4, diterangkan
tentang gambaran dunia saat ini dan berbagai penyakit yang ada di
dalamnya seperti cinta dunia, was-was, hawa nafsu, penyimpangan naluri,
dan sebagainya. Pembahasan buku ini masih sangat umum dibandingkan
dengan apa yang penulis teliti yaitu tentang kehidupan yang mecakup dunia
menurut Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani.21
E. Metodologi Penelitian.
Dalam setiap penelitian ilmiah diharuskan untuk menggunakan
metode yang jelas. Hal ini berguna untuk mendapatkan hasil yang maksimal
dari sebuah penelitian. Metode yang dimaksud di sini merupakan cara kerja
untuk memahami objek yang menjadi sasaran penelitian yang
bersangkutan.22 Dengan kata lain, metode ini merupakan cara atau aktivitas
analisis yang dilakukan oleh seorang peneliti dala meneliti objek
penelitiannya untuk mencapai hasil atau kesimpulan tertentu. Terkait
dengan metode, ada beberapa point yang penulis tegaskan:
20 Chairudin Hadhiri, Klasifikasi Kandungan Al-Qur’an, (Jakarta: Gema Insani Press,
2005), hlm. 3 21 Ahsin Sakho Muhammad dkk., Ensiklopedi Tematis Al-Qur’an, (Jakarta: Kharisma
Ilmu, 2005), hlm. 4-5 22 Koentjaningrat, Metode-Metode penelitian Masyarakat, (Jakarta: Gramedia, 1997),
11
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian pustaka (library reseach) yaitu
penelitian yang berbasiskan pada data-data keperpustakaan, baik dari
berupa buku, jurnal, artikel ataupun bacaan lainnya yang terkait dengan
objek penelitian ini. Dalam hal ini, terutama adalah kitab Tafsir al-
Jailani karya Syaikh Abdul Qodir al-Jailani.
2. Metode Pengumpulan Data
Adapun yang dimaksud dengan metode pengumpulan data adalah
metode atau cara yang digunakan untuk mengumpulkan data yang
diperlukan dalam penelitian melalui prosedur yang sistematik dan
standar. Adapun yang dimaksud dengan data dalam penelitian ini adalah
semua bahan keterangan atau informasi mengenai suatu gejala atau
fenomena yang ada kaitannya dengan riset.23 Data yang dikumpulkan
dalam suatu penelitian harus relevan dengan pokok persoalan. Untuk
mendapatkan data yang dimaksud diperlukan suatu metode yang efektif
dan efisien dalam artian metode praktis,dan tepat dengan obyek
penelitian.
Data-data yag dibutuhkan untuk menyelesaikan penelitian ini
diperoleh dengan jalan dokumentatif atas naskah-naskah yang terkait
dengan objek penelitian ini. Ada dua jenis sumber data yang diperlukan
dalam penelitian ini, yaitu pertama adalah sumber data primer dan yang
kedua adalah sumber daya sakunder.
23 Tatang M. Arifin, Menyusun Rencana Penelitian (Jakarta: Rajawali Press, 1995), h. 3.
12
Sumber data primer dalam penelitian ini adalah kitab yang berjudul
Tafsir al-Jailani yaitu sebuah kitab yang dikarang oleh Syaikh Abdul
Qodir al-Jailani.
Sedangkan sumber data sakunder dalam penelitian ini adalah semua
buku, naskah, jurnal, artikel, dan websed yang berhubungan dengan
objek kajian penelitian tersebut.
3. Analisis Data
Untuk mendapatkan data yang cukup dan sesuai dengan masalah
yang dikaji, karena kajian ini bersifat library research, maka di sini
penulis menggunakan metode dokumentasi, yaitu “mencari data mengenai
hal-hal yang sesuai dengan topik bahasan yang berupa catatan, buku,
majalah, jurnal dan sebagainya”.24 Penulis mencari dan mengumpulkan
berbagai informasi yang membahas dan berkaitan dengan topik bahasan
baik dari buku, jurnal maupun yang lain. Penulis juga melakukan
penelusuran internet dalam rangka memperoleh data yang terbaru yang
sesuai dengan permasalahan yang dibahas.
Dalam kajian ini penulis lebih memilih metode mawdu’i. Pemilihan
metode ini berangkat dari satu keyakinan bahwa ayat-ayat al-Qur’an, secara
keseluruhan mempunyai satu kesatuan logis yang saling bertautan dan tak
ada pertentangan di dalamnya. (Q.S. An-Nisa: 8).
Metode mawdu’i/tematik adalah sebuah cara yang dipakai untuk
mencari jawaban tentang sebuah tema dengan jalan menghimpun ayat-
ayat yang berkaitan dengannya, lalu menganalisa lewat ilmu-ilmu bantu
24 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian…, hlm. 231
13
yang relevan untuk kemudian melahirkan konsep yang utuh tentang tema
tersebut.25
Adapun langkah-langkah yang ditempuh adalah:26
1) Menetapkan masalah yang akan dibahas (tema).
2) Menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah tersebut.
3) Menyusun runtutan ayat ssuai dengan masa turunnya disertai
pengetahuan tentang asbab al-nuzul nya.
4) Memahami korelasi ayat-ayat tersebut dalam surat masing-masing.
5) Menyusun pembahasan dalam kerangka yang sempurna.
6) Melengkapi pembahasan dengan hadis yang relevan.
7) Mempelajari ayat-ayat tersebut secara keseluruhan dengan jalan
menghimpun ayat-ayat yang mempunyai pengertian yang sama,
atau mengkompromikan antara yang ‘am (umum) dengan yang
khas (khusus) mutlaq dan muqayyad (terkait), atau yang pada
lahirnya bertentangan, sehingga kesemuanya bertemu dalam satu
muara tanpa perbedaan atau pemaksaan.
Untuk penyebutan asbab al-nuzul, penulis hanya menyandarkan
pada buku--buku atau kitab asbab al-nuzul tanpa mengembalikannya pada
kitab hadits asal. Sedangkan untuk langkah keenam, penulis tidak
menggunakannya secara maksimal karena keterbatasan waktu yang penulis
25 Tim Sembilan, Tafsir Maudlu’i al-Muntaha, (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2004),
hlm.20 26 M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an…, hlm. 114-115
14
miliki. Di sini penulis lebih mengutamakan pada pengumpulan dan analisis
ayat-ayat al-Qur’an yang terkait dengan tema.
F. Sistematika pembahasan
Dalam sistematika pembahasan ini dibahas mengenai apa saja yang
dipaparkan dalam skripsi ini. Hal ini bertujuan untuk mempermudah
pemahaman dan mendapatkan gambaran yang sisitematis terhadap isi
penelitian ini. Adapun sistematikanya adalah sebagai berikut:
Bab pertama diawali dengan pendahuluan yang menjelaskan
mngenai siknifikansi penelitian ini. Bab ini terdiri dari latar belakang yang
membahas mengenai beberapa penting dan menariknya tema yang di angat
untuk dijadikan sebuah penelitian. Selanjutnya ddibahas mngenai rumusan
masalah yang hendak dijawab dalam penelitian ini, kemudian mengenai
tujuan dan kegunaan penelian ini, telaah pustaka yang mencoba
mendeskripsikan secara singkat penelitian-penelitian yang terdahulu yang
terkait dengan tema dan melihat orisinalitas penelitian ini dengan cara
membandingkan dengan peneitian sebelumnya. Dilanjutkan dengan
membahas mengenai metode penelitian yang berisikan tentang jenis dan
sifat penelitia, metode pengumpulan data dan analisis data. Sedangkan yang
terakhir dari bab ini yaitu menjelaskan tentang gambaran umum tentang ini
penelitian ini secara menyeluruh.
Bab kedua akan membahas tentang gambaran umum tentang hayah
menurut ulama tafsir. Didalamnya terdiri dari beberapa subbab: A) Terma-
terma hayah didalam al-qur’an. B) Tujuan tujuan hayah bagi manusia.
15
Bab ketiga akan menyuguhkan hal- hal yang berhubungan dengan
Syaikh Abdul Qodir al-Jailani dan Tafsir Al-Jailani. Didalamnya terdiri dari
dua Syaikh Abdul Qodir al-Jailani. Yaitu, meliputi subbab: A) Gambaran
umum tentang penafsir biografi Syaikh Abdul Qodir al-Jailani, dan karya-
karyanya, yang mencakup riwayat hidup Syaikh Abdul Qodir al-Jailani,
guru-gurunya dan murid-muridnya yang melingkari pertumbuhan
penafsirannya, dan juga kajian terhadap Tafsir al-Jailani karya Syaikh
Abdul Qodir al-Jailani beserta profil kitab tafsir al-jailani.
Bab keempat merupakan inti dari pembahasan ini, membahas
tentang penafsiran Syaikh Abdul Qodir al-Jailani terhadap ayat-ayat Hayah.
Bab ini terdiri dari tiga subbab, yaitu, A) subbab pertama membahas tentang
penafsiran Syaikh Abdul Qodir al-Jailani terhadap ayat-ayat tentang Hayah,
B) menjelakan tentang pendapat para mufassir tentang hayah didalam al-
qur’an
Bab kelima, merupakan kesimpulan dari seluruh uraian yang telah
dikemukakan dan merupakan jawaban atas permasalahan yang diteliti
disertai dengan saran-saran yang dapat disumbangkan sebagai rekomindasi
untuk kajian lebih lanjut dari penelitian ini sekaligus merupakan penutup
rangkaian dari pembahasan skripsi ini.
16
BAB II
GAMBARAN HAYAH DALAM AL-QUR’AN
A. Terma-terma hayah didalam al-qur’an
Hayah اة حي kata ini di dalam al-qur’an disebut 76 kali, tersebar
didalam beberapa surah, antara lain didalam QS. AL-Baqarah [2]: 85, 86,
96, 179, 204, dan 212. Didalam bentuk lain kata itu disebut 114 kali. Secara
etimologis kata hayah merupakan turunan dari kata haya yang pada asalnya
memiliki dua arti . pertama , ‘kehidupan’, sebagai lawan dari kematian,
seperti ungkapan hayatul-insan ( حياة االنسان= kehidupan manusia), dan
hayatun-nabat ( حياة النبات= kehidupan nabati). Kedua ‘rasa malu’ yang di
ungkapkan dengan bentuk haya, sebagai lawan dari tebal muka yang
diungkapan dengan al-wiqahah (الوقحة (. Pengertian ini dapat dijumpai pada
QS. Al-Baqarah [2]: 26. Abu Yazid, seorang ahli Bahasa mengatakan
bahwa setiap sesuatu yang dapat menyebabkan rasa malu bila terlihat,
disebut haya’ (حياء ), misalnya jenis unta disebut dengan haya’un-naqah
27)حياءالناقة(
Dalam al-Qur’an kata kehidupan sering ditunjukkan dengan kata
hayat/hayyun, bentuk mashdar dari madli hayiya-yahya-hayatan.
Mengikuti wazan fa’ila – yaf’alu-fa’lan. Yang bermakna “hidup-
kehidupan”. Selain kata hayat, term kehidupan juga sering ditunjukkan
dengan kata ma’ishah yang bermakna “kehidupan” berasal dari kata ‘aysh
“hidup”.
27 Sahabuddin Ensiklopedia Al-Qur’an ( Jakarta: Lentera Hati, 2007) h. 306
17
Kata al-‘aysh khusus diperuntukkan bagi hewan dan manusia.
Sehingga term “al-’aysh” ini lebih khusus jika dibandingkan dengan term
“al-hayah”. Hal ini disebabkan karena kata hayah tidak hanya
diperuntukkan untuk hewan dan manusia, akan tetapi diperuntukkan pula
bagi Allah dan malaikat. Dan dari kata ‘aysh tersebut, dibentuklah kata
ma’ishah untuk memberi arti apa-apa yang digunakan untuk hidup.28
Berikut ini persebaran ayat-ayat tentang kehidupan dengan
menggunakan term hayah/hayat beserta penjelasannya didalam al-qur’an
Tabel.
PERSEBARAN AYAT-AYAT TENTANG KEHIDUPAN
DENGAN MENGGUNAKAN TERM HAYAH/HAYAT BESERTA
PENJELASANNYA DIDALAM AL-QUR’AN
No Surat Ayat Status
1. Al-baqarah (2) 28, 49, 73, 85, 86, 96, 154, 164, 179, 204, 212,
243, 255, 258, 259, 260 Madaniyah
2. Ali Imron (3) 2, 14, 27, 49, 117, 156, 169, 185 Madaniyah
3. An-Nisa' (4) 74, 94, 109 Madaniyah
4. Al-Maidah (5) 32 Madaniyah
5. Al-An’am (6) 29, 32, 70, 95, 122, 130, 162 Makiyyah
6. Al-A’raf (7) 25, 32, 51, 27, 141, 152, 158 Makiyyah
7. Al-Anfal (8) 24, 42 Madaniyah
8. At-Taubah (9) 38, 55, 116 Madaniyah
9. Yunus (10) 7, 23, 24, 31, 56, 64, 88, 98 Makiyyah
10. Hud (11) 15 Makiyyah
11. Ar-Ra’du (13) 26, 24 Madaniyah
12. Ibrohim (14) 3, 6, 27 Makiyyah
13. Al-Hijr (15) 23 Makiyyah
14. An-Nahl (16) 21, 65, 97, 107 Makiyyah
15. Al-Isro’ (17) 75 Madaniyah
16. Al-Kahfi (18) 28, 45, 46, 104 Madaniyah
17. Maryam (19) 15, 31, 33, 66 Makiyyah
28 Al-Raghib Al-Asfahaniy, Mufradat Alfaz Al-Qur’an, (t.tp.: Maktabah Fiyad Li Al-
Tijarah Wa Al-Tauzi’, 2002), hlm. 450
18
18. Thoha (20) 72, 74, 97, 111, 131 Makiyyah
19. Al-Anbiya’ (21) 30 Makiyyah
20. Al-Hajj (22) 6, 66 Madaniyah
21 Al-Mu’minu(23) 33, 37, 38 Makiyyah
22 An-Nur (24) 33 Madaniyah
23 Al-Furqon (25) 3, 49, 58 Makiyyah
24 Asy-Su’aro (26) 81 Makiyyah
25 Al-Qashash (28) 4, 60, 51, 79 Makiyyah
26 Al-‘Ankabut (29) 25, 63, 64 Makiyyah
27 Ar-Rum (30) 7, 19, 24, 40, 50 Makiyyah
28 Luqman (31) 33 Makiyyah
29 Al-Ahzab (33) 28 Madaniyah
30 Fathir (35) 5, 9, 22 Makiyyah
31 Yasin (36) 12, 33, 70, 78, 79 Makiyyah
32 Az-Zumar (39) 26 Makiyyah
33 Ghafir (40) 11, 25, 39, 51, 65, 68 Makiyyah
34 Fush-Shilat (41) 16, 13, 39 Makiyyah
35 Asy-Syuro (42) 9, 36 Makiyyah
36 Az-Zukhruf (43) 32, 35 Makiyyah
37 Ad-Dukhon (44) 8 Makiyyah
38 Al-Jatsiyah (45) 5, 21, 24, 26, 35 Makiyyah
39 Al-Ahqaf (46) 20, 33 Makiyyah
40 Muhammad (47) 36 Madaniyah
41 Qaf (50) 11, 43 Makiyyah
42 An-Najm (53) 29, 44 Makiyyah
43 Al-Hadid (57) 2, 17, 20 Madaniyah
44 Al-Mulk (67) 2 Makiyyah
45 Al-Qiyamah (75) 40 Makiyyah
46 Al-Mursalat (77) 26 Makiyyah
47 An-Nazi’at (79) 13, 16 Makiyyah
48 Al-A’la (87) 50 Makiyyah
49 Al-Fajr (89) 49 Makiyyah
Sedangkan kehidupan yang menggunakan term ‘aysh-ma’ishah
beserta seluruh derivasinya, dalam al-Qur’an disebutkan sebanyak 8 kali,
dalam 8 surat dan 8 ayat. Yang mana keseluruhan ayat tersebut turun di
Makkah, sehingga masuk ke dalam golongan makiyyah.
19
Berikut ini persebaran ayat-ayat tentang kehidupan, dengan
menggunakan term“’aysh-ma’isyah” beserta seluruh derivasinya yang
terdapat dalam al-Qur’an.
Tabel 2.2
PERSEBARAN AYAT-AYAT TENTANG KEHIDUPAN, DENGAN
MENGGUNAKAN TERM“’AYSH-MA’ISHAH” BESERTA SELURUH
DERIVASINYA YANG TERDAPAT DALAM AL-QUR’AN
No Surat Ayat Status
1. Al-A’raf (7) 10 Makiyyah
2. Al-Hijr (15) 20 Makiyyah
3. Thaha ( 20) 124 Makiyyah
4. Al-Qasas (28) 58 Makiyyah
5. Al-Zukhruf (43) 36 Makiyyah
6. Al-Haqqah (69) 21 Makiyyah
7. Al-Naba’ (78) 11 Makiyyah
8. Al-Qari’ah (69) 21 Makiyyah
Dari tabel diatas, penulis hanya menggunakan kalimat-kalimat
hayah untuk menjelaskan makna-makna kehidupan dunia. Didalam al-
qur’an banyak sekali yang menerangkan makna kehidupan. Berikut ini
beberapa gambaran al-qur’an tentang kehidupan.
a. Hidup adalah ujian
Pada dasarnya hidup didunia ini merupakan suatu ujian dimana
setiap perbuatan, dan perilaku yang dilakukan oleh manusia, tidak akan
lepas dari penilaian-penilaian yang akan menentukan hasil dari perjalanan
masa yang akan datang. Adapun yang menentukan nilai hidup manusia
20
adalah seberapa banyak didalam melakukan amal kebaikan, yang
dilakukan oleh manusia selama hidup didunia ini.29
Ayat al-qur’an yang menjelaskan tentang hidup itu adalah ujian:
Surat Al-Mulk ayat 1-2
ل ت هو ع ك الذي بي ده الملك و يء ق دير}ب ار ي اة لي بلو كم ا يكم 1ي كل ش الح وت و ل ق الم { ا لذي خ
هو الع زيز الغ فور } ل و ن ع م (2-1{ ) ا لملك:2ا حس
Artinya: “Maha pemberi barkah Tuhanmu, segala klekuasaan pada
hakekatnya ada di genggamanNya. Dia Maha Kuasa untuk melakukan apa
saja. Tuhanlah yang menjadikan kematian dan kehidupan (dalam
kerangka) untuk menguji diantara kamu siapa yang paling bagus
amalnya”. (Q.S. Al-Mulk: 1-2).30
Ayat ini menjelaskan bahwa, sebuah ujian yang menyangkut
tentang hidup dan mati, ada beberapa ulama yang mengartikan bahwa
musibah kematian yang menimpa keluarga, atau seorang teman
kemudian juga, anugerah kehidupan dan kelahiran itu merupakan ujian
dari Allah kepada manusia, apakah ia tabah dan sabar, serta bersyukur
berterimakasih. Dan adapula yang mengartikan bahwa, Allah
menciptakan kehidupan dan kematian untuk menguji ummatnya, Agar
beliau tahu siapa yang lebih mempersiapkan diri dalam kematian, dan
siapa yang langsung bergegas didalam memenuhi ketaatan kepada
Allah.31
b. Kehidupan dunia hanya sementara
29 Muhammad Tholhah Hasan, Dinamika Kehidupan Relgius, (Jakarta: PT. Listafariska
Putra, 2004), hlm. 142 30 Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya…, hlm. 562 31 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah,…Vol. IV, hlm, 68-69
21
Kehidupan dunia itu hanya sementara dan juga kehidupan dunia
akan segera lenyap. Kehidupan yang sebenanya itu bukan kehidupan di
dunia, akan tetapi kehidupan yang kekal itu hanya kehidupan disisi Allah
yaitu di akhirat nanti.
Firman Allah SWT yang menjelaskan tentang kehidupan dunia
hanya sementara dalam ayat berikut:
Surat Al-Ankabut ayat 64
انو ي عل ان ل و ك ي و ة ل هي الح إن الدار الخر ل عب و ي اة الدني ا إل ل هو و ده الح ا ه م . و ( 64)العنكبوت:مون
Artinya: “Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan
main-main, Dan sesungguhnya akhirat itulah kehidupan yang
sebenarnya, jika mereka mengetahui”. (Q.S. Al-Ankabut: 64)
Ayat diatas menjelaskan bahwa Allah menegaskan kepada manusia
agar tidak terlena dengan kehidupan dunia, sehingga manusia lupa
terhadap kehidupan akhirat yang menjadi tempat terakhir kehidupan kita
yang kekal. Pada hakikatnya manusia hidup di dunia ini adalah sebuah
tabungan amal untuk dipetik nanti dikehidupan akhirat. Kehidupan dunia
yang bersifat sementara yang akan lenyap, itu semua hanya sebuah
permainan dan ujian bagi manusia. Jadi dari penjelasan diatas dapat
disimpulkan bahwa, manusia yang hidup di dunia ini, diwajibkan untuk
mencari bekal sebanyak-banyaknya sebelum kematian itu menjemput.32
c. Kehidupan dunia hanya mencintai kemewahan
32 Sachiko Murata dan William C. Chittick, Trilogi Islam (Islam, Iman dan Ihsan), (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 1997), hlm. 217
22
Surat hud ayat 15
ا ال يه م ف ه ا و يه م ف ه ل ا م أ ع م ه ي ل إ ف و ا ن ت ه ين ز ا و ي ن د ل ة ا ا ي ح ل ا يد ر ي ان ن ك م
)هود:15( ون س خ ب ي
Artinya: “Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia dan
perhiasannya, pasti kami berikan (balasan) penuh atas pekerjaan mereka
di dunia (dengan sempurna), dan mereka didunia tidak akan dirugikan.
(Q.S. Hud:15)
Menurut suatu pendapat ayat ini ditujukan kepada orang-orang yang
berbuat ria atau pamer (niscaya Kami berikan kepada mereka balasan
pekerjaannya dengan sempurna) pembalasan dari amal baik yang telah
dikerjakannya, seperti sedekah dan bersilaturahmi (di dunia) umpamanya
Kami meluaskan lapangan rezeki mereka (dan mereka di dalamnya) yakni
di dunia (tidak dirugikan) artinya tidak akan dikurangi sedikit pun
balasannya.33
Surat al-a’raf ayat 32
ي ل ه ق ق ز ن الر ات م ب ي لط ا ه و د ا ب ع ل ج ر ي أ خ ت ل ا ة للا ين م ز ر ن ح ل م ق
ات ي ل ال ف ص ك ن ل ذ ك ة ام ي ق ل م ا و ي ة ص ال ا خ ي ن د ل ا اة ي ح ل ي ا وا ف ن ين آم ذ ل ل
ون )األعراف:32( م ل ع م ي و ق ل
Artinya: Katakanlah, “ siapakah yang mengharamkan perhiasan
dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya, dan
(siapa pulakah yang mengharamkan ) rizeki yang baik? “katakanlah,
“semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam
kehiupan dunia, (khusus mereka saja) di hari kiamat.“demikianlah
kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang mengetahui.
(Q.S. Al-A’raf: 32)
33Imam Jalaluddin al-Mahally dan Imam Jamaluddin Asy-Syuyuthi “Tafsir jalalain”
(Tasik Malaya: Pustaka al-Hidayah: 2009) hlm 2/900
23
(Katakanlah,) sebagai rasa ingkar pada mereka (“Siapakah yang
mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkanya untuk
hamba-hambanya) yang terdiridaripakaian (dan yang baik-baik) yakni
kelezatan-kelezatan (dari rizki?” Katakanlah “Semuanya itu disediankan
bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia) yang berhak
memilikinya sekalipun selain mereka turut pula memilikinya (khusus)
khusus untuk mereka saja; dengan dibaca rafa’ sedangkan dibaca nasab
menjadi hal (di hari kiamat.” Demikianlah kamimenjelaskan ayat-ayat itu)
maksudnya kami menerangkan hal itu sedemikian rincinya (bagi orang
yang mengetahui) yaitu merka yang menggunakan fikiranya sebab hanya
merkalah yang dapan memanfaatkanya.34
B. Tujuan hayah bagi manusia
Manusia adalah makhluk yang mampu merencanakan dirinya di
masa mendatang. Bughental menyebutnya makhluk intensional, memiliki
tujuan serta nilai-nilai yang merupakan prinsip serta memiliki makna.
Memiliki kemampuan untuk memilih dan menentukan posisi dirinya saat
ini dan di masa yang akan datang.35 Untuk menjadikan hidup lebih
bermakna, manusia harus mempunyai harapan, atau arah yang akan
ditujunya di masa depan. Tujuan hidup merupakan arah, rujukan, dasar
pijakan dan sekaligus hasil yang ingin diraih. Manusia ditentukan oleh cara
dirinya menetapkan tujuan. Perilakunya ditentukan apa yang
34 Imamuddin Abu al-Fida’ Imail bin Umar bin Katsir “Tafsir ibnukastir” Tahqiq Dr.
Abdullah bin Muhammad bin Abdur Rahman bin Ishaq al-Seikh. (Bogor: Imam as-Syafi’i 2004)
hlm 285 35 Toto Tasmara, Membudayakan Etos Kerja Islami, (Jakarta: Gema Insani, 2002), hlm.
187
24
diinginkannya. Arah tindakannya, sikap dan bentuk keseluruhan dari
manusia itu sangat ditentukan apa yang dijadikannya sebagai tujuannya.
Oleh karenanya, menentukan dan mengerti apa sebenarnya tujuan hidup
di dunia ini menjadi sangat penting.
Berdasarkan kedua fungsi hidup manusia dalam kedudukannya
dengan Tuhan (sebagai Rabbnya) dan dengan alam beserta lingkungannya,
maka bisa ditarik sebuah kesimpulan bahwa tujuan manusia hidup di dunia
ini juga ada dua:
1) Mencari ridho Ilahi
Jika manusia telah mendapat ridha dari Tuhannya, Tuhan yang
Maha Kuasa, Yang Memiliki segala sesuatu, Yang Menggenggam seluruh
kehidupan, maka tidak akan ada kesulitan baginya untuk mendapatkan
yang lainnya. Oleh karena itu, al-Qur’an menyuruh umat manusia agar
meng orientasikan seluruh kegiatan, seluruh gerak dalam hidupnya untuk
mendapatkan ridha Tuhan. Bukan diorientasikan untuk mendapat surga.
2) Menjadi rahmad bagi seluruh alam
Allah menciptakan jin dan manusia tidak lain hanyalah untuk
beribadah kepada-Nya. Ibadah tidaklah berhenti pada hal-hal yang
bersifat simbolik seperti sholat, zakat, puasa dan lain-lain, akan tetapi,
lebih dalam arti yang luas, yakni adanya kesadaran tentang adanya
mekanisme hubungan antara hamba yang menyembah dan Tuhan yang
25
disembah, dan adanya kesadaran bahwa seluruh kegiatan manusia
semua diorientasikan pada Tuhan.36
Orang-orang yang dijadikan Allah sebagai penguasa di bumi
ini ialah orang-orang yang sanggup mengatur dan memimpin
masyarakat, mengolah bumi ini untuk kepentingan umat manusia,
sanggup mempertahankan diri dari serangan luar dan dapat
mengokohkan persatuan rakyat yang ada di negaranya. Pemberian
kekuasaan oleh Allah kepada mereka bukanlah berarti Allah telah
meridhai tindakan mereka, karena kehidupan duniawi lain halnya
dengan kehidupan ukhrawi. Ada orang yang bahagia hidup di akhirat
saja, dan ada pula yang bahagia hidup di dunia saja. Sedangkan yang
dicita-citakan orang muslim adalah bahagia di dinia dan di akhirat.
Apabila orang muslim ingin hidup bahagia di dunia dan di
akhirat, mereka harus mengikuti sunnatullah di atas, yaitu taat beribadah
kepada Allah, sanggup memimpin umat manusia dengan baik, sanggup
mengelola bumi ini untuk kepentigan manusia, menggalang persatuaan
dan kesatuan yang kuat diantara mereka sehingga tidak mudah dipecah
belah oleh musuh. Manurut Tafsir Depag, rahmat Allah bagi seluruh
alam dalam ayat ini meliputi perlindungan, kasih sayang, kedamaian
dan sebagainya yang diberikan Allah kepada seluruh makhlukNya,
36 Depag RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, Jilid VI, (Jakarta: Lentera Abadi, 2010), hlm.334
26
baik yang beriman ataupun tidak beriman, termasuk binatang dan
tumbuh-tumbuhan.
Jadi menjadi jelaslah bahwa tujuan Allah mengutus Nabi
Muhammad yang membawa agama-Nya itu tidak lain adalah untuk
memberi petunjuk dan peringatan agar mereka bahagia di dunia dan di
akhirat. Nabi diutus agar menjadi rahmat bagi seluruh alam, yakni
menyebarkan kasih sayang pada seluruh makhluk, tidak hanya
manusia, tetapi juga untuk jin, hewan dan tumbuh-tumbuhan.
Sebagai umat Muhammad, maka tugas kita saat ini adalah
meneruskan risalah beliau, yakni menjadi rahmat bagi seluruh alam.
Bagaimana sebagai khalifah Allah di bumi, manusia bisa
melaksanakan tugasnya dengan baik, bisa mengayomi dan melindungi
segala apa yang ada di sekitarnya. Bahkan tumbuh-tumbuhan pun tidak
merasa khawatir dirusak jika didekati oleh manusia. Tujuan hidup yang
sebenarnya adalah bagaimana manusia bisa benar-benar menjadi
manusia. Yakni manusia yang bisa menunjukkan eksistensi dirinya
dengan menjadi manusia yang bermanfaat, baik untuk dirinya sendiri,
orang-orang di sekitarnya, dan lingkungan hidup yang melingkupi
dirinya. Bermanfaat baik dengan dirinya, ilmunya, pemikirannya,
hartanya, bahkan walau hanya dengan tenaganya. Dengan begitu,
lingkungan yang ada di sekitarnya merasa aman dan nyaman berada di
dekatnya.
27
BAB III
BIOGRAFI SYAIKH ABDUL QADIR AL-JAILANI
A. Biografi Syaikh Qadir al-Jailani
Syaikh sufi besar ini bernama Abdul Qadir Ibn Abi Shalih
Abdullah37 Ibn Janki Daust Ibn Yahyah Ibn Muhammad Ibn Dawud Ibn
Musa Ibn Abdullah Ibn al- Hasan Ibn al-Hasan Ibn Ali Ibn Abi Thalib.
Dalam Siyar ‘Alam al-Nubala’, al-Dhahabi menambahkan penisbahan
namanya dengan kata al-Jili al- Hambali.38 Dalam A’lam Khairuddin al-
Zarkali mengatakan bahwa Abdul Qadir Ibn Musa Ibn Abdullah Ibn Janki
Dausat al-Hasani Abu Muhammad Muhyiddin al-Jailani atau al-Kailani
atau al-Jaili.39
Al-Jailani lahir pada pertengahan bulan Ramadhan tahun 471 H di
daerah Jilan. Ada pendapat yang mengatakan bahwa al-Jailani lahir pada
tahun 470 H/ 1077 M.40 Pendapat yang lebih lengkap menjelaskan bahwa
tempat kelahiran al-Jailani adalah di Nif atau Naif, termasuk wilaya Jilan,
Kurdistan Selatan, terletak 150 kilometer sebelah timur laut kota Bag}dad
(di selatan Laut Kaspia, Iran) tempat dimana pengaruh madhhab Hanbali
37 Dalam Kitab al-Tabaqat, Ibn Rajab menambahkan lafal Ibn antara Abu Shalih dan
Abdullah, Ibn al-Wardi dalam Tatimmah al-Mukhtasar Fi Akhbar al-Bashar (2/107) berkata
bahwa Abdul Qadir Ibn Abi Salih Musa Janki Dust, sedangkan al-Zarkali dalam al-A’lam (4/74)
berkata bahwa Abdul Qadir Ibn Abdullah. Lihat Abdul Qadir al-Jailani, Sirr al-Asrar wa Muzhir
al-Anwar Fi Ma Yahtaju Ilaihi al-Abrar (Damaskus: Dar Ibn al-Qayyim, Dar al-Sanabil, 1993),
19. 38 al-Dhahabi, Siyar ‘Alam al-Nubala’ (t.t.: Bait al-Afkar al-Daulah, t.th.), 2309. 39 Khairuddin al-Zarkali, al-‘Alam al-Juz’u al-Rabi’ (Beirut: Dar al-‘Ilm Li al-Malayin,
1990), 47. 40 H.A.R. Gibb dan J.H. Kramers, Shorter Encyclopaedia of Islam, vol. I (Leiden: E.J.
Brill, 1953), 5
28
sangat kuat. Al-Jailani lahir tepatnya pada hari Senin, 28 Maret 1077 M atau
1 Ramadhan 470/471 H.41
Nasab Abu Muhammad Muhyiddin Abdul Qadir al-Jailani dari
ayahnya yaitu Ibn Abi Shalih Sayyid musa Janki Dausat Ibn Sayyid
Abdullah al-Jaili Ibn Sayyid Yahya al-Zahid Ibn Sayyid Muhammad Ibn
Sayyid Dawud Ibn Sayyid Musa Ibn Sayyi Abdullah Ibn Sayyid Musa al-
Juwani Ibn Sayyid Abdullah al-Mahid Ibn Sayyid Hasan al-Muthanna Ibn
Sayyid Amir al- Mu’minin Sayyid Shabab Ahl al-Jannah Abi Muhammad
al-Hasan al- Mujtaba Ibn al-Imam al-Hamam Asadullah al-G}alib dan
Imamnya ilmu Amir al-Mukminin ‘Ali Ibn Abi Talib r.a.42
Sedangkan nasab al-Jailani dari ibunya yaitu, ibunya seorang wanita
mulia Ummul Khair Ummatul Jabbar Fatimah bnti al-Sayyid Abdullah al-
Sauma’iy al-Zahid Ibn Sayyid Jamal al-Din Ibn Sayyid Muhammad Ibn
Sayyid Mahmud Ibn Sayyid Abdullah Ibn Sayyid Kamal al-Din ‘Isa Ibn al-
Sayyid Abi ‘Alauddin Muhammad al-Jawad Ibn al-Sayyid Ali al-Ridha Ibn
al-Sayyid al-Imam Musa al-Kazim Ibn al-Sayyid al-Imam Ja’far al-Sadiq
Ibn al-Sayyid al-Imam Muhammad al-Baqir Ibn al-Sayyid al-Imam ‘Ali
Zain al’Abidin Ibn al-Imam Abi Abdillah al-Husain Ibn al-Imam al-Hamam
Asadullah al-Galib Imam al-Ulum Amir al-Mu’minin ‘Ali Ibn Abi Talib r.a.
Al-Jailani merupakan seorang tokoh sufi yang memiliki banyak
gelar, bahkan dapat dikatakan menakjubkan yang diberikan oleh
‘penggemar-penggemar’ al-Jailani. Al-Dhahabi menyebut al-Jailani dengan
41 J. Spencer Trimingham, The Sufi Order in Islam (London: The Clarendon Press
Oxford, 1971), 41. 42 Abdul Qadir al-Jailani, Tafsir al-Jailani Tahqiq Fadil Jailani al-Hasani al-Tailani al-
Jamazraq, al- Juz’u al-Awwal (Kairo: Dar al-Rukni wa al-Maqam, 1430 H/2009 M), 19-20.
29
shaikh al- Islam, orang yang paling alim di antara para wali, penghidup
agama (muhyi al-din).43 Selain itu, para sufi memberinya banyak gelar
seperti al-qutb wa al-gauth, al-baz al-ashyab, dan sebagainya.44 Al-Jailani
terkenal sebagai orang yang zuhud, arif, teladan, pemimpin para wali
“sultan al-auliya’”, imam orang-orang suci, penghidup agama dan sunnah,
serta pembasmi bid’ah. Al- Jailani juga termasuk orang yang terkenal akan
kejujurannya. Berdasarkan catatan sejarah, al-Jailani adalah figur teladan
kejujuran sejak masih kanak-kanak.45 Al-Jailani juga dikenal sebagai orang
yang sangat cerdas, pandai, mampu menyelesaikan setiap permasalahan
dengan baik.
Abdul Qadir berasal dari Jilan sehingga namanya dinisbahkan pada
tempat tersebut (al-Jailani). Jilan adalah nama daerah yang sangat luas,
letaknya di belakang daerah Thabaristan, yang terdiri dari kampung-
kampung yang letaknya berada di padang rumput antara pegunungan dan
laut Thabaristan.46 Al-Jailani bermadzhab Shafi’i setelah kemudian
bermadzhab Hambali dan al-Jailani juga merupakan guru (syaikh) bagi
penduduk Baghdad.
Kehidupan keluarga Al-Jailani tergolong miskin. Masa kecilnya
dijalani dengan bekerja keras di bidang pertanian. Sebidang tanah yang
mereka miliki di Jailan hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-
hari. Sebagian penduduk Jailan memiliki ternak sapid an lainnya, Al Jailani
43 al-Dhahabi, Siyar..., 2310. 44 Said Ibn Musfir al-Qahtani, Buku Putih Syaikh Abdul Qadir al-Jailani, terj. Munirul
Abidin (Jakarta: Pt. Darul Falah, 2015), 15. 45 al-Qahtani, Buku Putih..., 37. 46 Al-Jailani, Sirr al-Asrar..., 19.
30
mengembalakannya dengan membawa ternak tersebut untuk digembala dan
sekaligus digunakan untuk membajak sawah. Mayoritas penduduk Jailani
menganut mazhab hambali. Para penduduk Jailan sangat terkesan dengan
sosok Ahmad ibn Hambal dan para pengikutnya yang teguh
mempertahankan sunah. Madzhab Hambali banyak dianut oleh penduduk
Baghdad yang kala itu merupakan tempat tinggal Ahmad ibn Hambal.
Selain itu, Baghdad juga merupakan pusat keilmuan dan budaya saat dinasti
Abbasiyah berkuasa. Maka dari itulah Al Jailani memiliki keinginan kuat
untuk menimba ilmu ke Baghdad.47
Dalam kajian tasawuf, al-Jailani merupakan tokoh yang tidak asing
lagi, bahkan bisa dikatakan bahwa beliau kiblat para pencinta kajian
tasawuf. Hal ini barangkali disebabkan adanya anggapan bahwa al Jailani
merupakan pendiri tarekat sufi pertama yang kemudian terkenal dengan
tarekat Qadariah.48 Inilah yang membuat penulis tertarik untuk meneliti apa
penyebab manusia tidak pernah puas dan selalu mencari hal yang lebih baik,
terutama menurut tokoh-tokoh sufi. oleh karena itu, penulis mengambil
salah satu tokoh sufi yang selalu dijadikan kiblat bagi para pecinta kajian
tasawuf.
Setelah mengalami pengetahuan agama, ditempat kelahirannya
sendiri (Jaelan), pada tahun 1095 M, beliau terdorong untuk merantau ke
Baghdad, kota yang pada saat itu menjadi pusat peradaban dan pengetahuan
Islam. Di sana beliau bermaksud untuk mencari dan memperoleh ilmu
47 Abdul Razaq Al-Kailani, syekh Abdul Qadir Al Jailani, Guru Para Pencari Tuhan, terj.
Aedi Rakhman Saleh, 94-95. 48 Kamran As‟ad irsyadi, Lautan hikmah kekasih Allah,( Jogjakarta: Diva pres, 2007), 6.
31
sebanyak mungkin. Saat memasuki usia 18 tahun, Al Jailani pun
memantapkan diri berangkat ke Baghdad untuk memperdalam pemahaman
agamanya. Sebuah riwayat menceritakan perjalanan Al-Jailani menuju
Baghdad. Sebelum berangkat,ibunya yang memiliki 80 dinar harta warisan
dari sang ayah hendak memberikannya sebagai bekal menuju Baghdad.
Tapi Al Jailani hanya mengambil setengahnya, sisanya dikembalikan
kepada ibunya. Uang itu kemudian disimpan di saku yang dijahit di bawah
keiak Al Jailani agar tidak terlihat oleh pencuri atau perampok.49
Di Baghdad, Abdul Qadir Jailani muda menjumpai para ulama,
berguru pada mereka dan bersahabat dengan mereka, sehingga ia berhasil
menguasai ilmu lahir dan batin. Yaitu ilmu hakikat yang dipahami oleh
orang-orang sufi. Di kemudian hari beliau merupakan tokoh yang disegani
sebagai ahli fiqih dihormati sebagai seorang ahli sufi. Salah seorang
pembimbingnya dalam tasawuf adalah ad-Dabbas.50
Usai menuntut ilmu dari ulama dan sufi besar, beliau mengembara
mengarungi sahara Irak selama 25 tahun, melewati rumput berduri dan
tanah terjal. Pengembaraannya ini merupakan jawaban atas kegelisahan
melihat keburukan moralitas sebagian umat pada saat itu, sekaligus untuk
mengasah kebathiniahnya. Selama pengembaraan spiritualnya itu, beliau
berusaha menghindari pertemuan dengan manusia lain. Beliau hanya
mengenakan pakaian sederhana berupa jubbah dari bulu domba serta tutup
kepala dari sesobek kain tanpa alas kaki. Selama mengembara beliau hanya
49 Muhammad bin Yahya al-Tadafi, Mahkota Para Aulia, terj. A Kasyful Anwar, (
Jakarta: Pernada, 2005), 17 50 Sayyid Syaikh Abdul Qadir, Tafsir al Jailani, 20
32
memakan buah-buahan segar dari pohon rerumputan muda di sungai dan
sisa sayur yang sudah dibuang. Minum pun hanya secukupnya, sementara
waktu tidurnya begitu singkat, sehingga nyaris selalu terjaga.51
Al-Jailani wafat pada malam sabtu, tanggal 10 Rabiul al-Tsani 561
H bertepatan dengan 13 februari 1166 M pada usia 91 tahun 14. Selama
hidupnya, Al Jailani tidak pernah menderita sakit keras kecuali menjelang
wafatnya. Al-Jailani mewariskan pemikiran-pemikirannya dalam berbagai
kitab. Keturunan dan muridnya kemudian mendirikan suatu tarekat yang
dikenal dengan tareka Qadiriyah. Tarekat yang kini memiliki pengikut dan
pengaruh besar di dunia Islam termasuk Indonesia.52
B. Guru-guru Dan Murid-murinya
Kehidupan semasa belajar Al Jailani tidak diketahui secara
persisnya bagaimana, namun bisa diketahui melalui potong-potongan
riwayat tentangnya. Beliau banyak menghabiskan waktu mengasingkan diri
di gurun atau di tepian sungai, berjalan tanpa alas kaki, tidur di gubuk yang
hampir roboh, sehingga al Jailani mudah digelari al-Majnun (gila).
Sebagian penulis biografi menyatakn krisis moralitas yang terjadi di
Baghdad kala itu telah mengguncang Al Jailani. Inilah yang mendorongnya
menyendiri di pinggiran kota Baghdad di sebuah menara yang dikenal
dengan Burj al-Gharib ( menara orang asing) di daerah al-Mada‟in dan
direruntuhan istana kisra selama beberapa tahun. Setelah kepribadian dan
jiwanya kuat, beliau kembali ke Baghdad untuk mendalami fikih, hadist,
51 Al Barzanji, Al Lujjain Al Dain, terj. Muslih Abdurahman, Al Burhani, jilid II (
Semarang: Toha Putera), 20 52 Abdul Razaq Al-Kailani, syekh Abdul Qadir Al Jailani, Guru Para Pencari Tuhan, terj.
Aedi Rakhman Saleh, …,109.
33
adab, ulumul Qur‟an serta tasawuf. Adapun guru-guru dari syekh Abdul
Qadir Al Jailani diantaranya:
a) Dalam ilmu hadist beliau belajar kepada:
1) Abu Ghalib Muhammad ibn al Hasan al-Baqilani.
2) Abu Bakar Ahmad ibn Muzhaffar.
3) Abu al Qasim Ali ibn Bayan al-Razaq.
4) Abu Muhammad Ja‟far ibn Ahmad al-Siraj.
5) Abu Sa‟d Muhammad ibn al-Khusyaisyi.
6) Abu Thalib ibn Yusuf, Abul Ghanim Muhammad bin Muhammad
bin Alin bin Maimun al-Farisi.
7) Abu Qasim Ali bin Ahmad bin Banan al-Karkhi
8) Abu al-Barakat Hibabatullah Ibnul Mubarak
9) Abdul Izz Muhammad bin Mukhtar,
10) Abu Nashr Muhammad, Abu Ghalib Ahmad, Abu Abdillah Yahya,
11) Abu al Hasan bin al-Mubarakbin Thuyur,
12) Abu Manshur Abdurrahman al-Qanzaz
13) Abu al-Barakat Thalhah al-Aquli, dan lain-lain.53
b) Dalam bidang tasawuf, Al Jailani belajar kepada:
53 Al Jailani, Sayyid Syaikh Abdul Qadir, Tafsir al Jailani, 21.
34
1) Abu Muhammad Ja‟far ibn Ahmad al-Siraj,
2) Syaikh Hammad ibn Muslim al-Dibbas
3) al-Qadi Abu Sa‟d al-Mubaraq ibn Ali al-Muharrami.54
c) Dalam ilmu fiqih beliau pernah berguru kepada:
1) Syaikh Abu al-Wafa Ali bin „Aqil bin Muhammad bin Aqil bin
Abdullah al-Baghdadi al-Zari d
2) Syaikh Abu al- Khatab bin Ahmad bin Hasan bin Hasan al-Iraqi al-
Kalwazani.
d) Dalam ilmu sastra dan bahasa beliau belajar kepada Abu Zakariya
Yahya bin Ali at-Tabrizi.55
Al Jailani dikenal sebagai sosok seorang guru besar yang masyhur.
Beliau mengajar begitu banyak orang-orang pintar maupun awam. Setiap
tahun lulusan dari madrasah dan ribat al Jailani mencapai 3.000 orang murid
dan pengikut. Dan dalam 33 tahun menjadi pengajar beliau telah
menlahirkan ratusan ribu orang murid. Diantara para ulama yang pernah
menjadi muridnya adalah :
1) Abdul Ghani bin Abdul Wahin al-Muqaddasi ( penyusun kitab
Umdatul Ahkam fi kalami Khairil Anam).
2) Al-Qadi Abu Mahasin Umar bin Ali bin Hadar al-Qurasyi, Abu
Muhammad Abdullah bin Ahmad bin Muhammad bin Qadamah al-
Muqaddasi ( penulis al-Mughni).
54 Abdul Razaq Al-Kailani, syekh Abdul Qadir Al Jailani, Guru Para Pencari Tuhan, terj.
Aedi Rakhman Saleh, …,104. 55 Al Jailani, Sayyid Syaikh Abdul Qadir, Tafsir al Jailani, 21
35
3) Imam al-Qudwah al-Syaikh Abud Amru Usman bin Marzuq bin
Hamid bin Salamh al-Quraisyi.
4) Syaikh Abu Fath Nasr al-Muna.
5) Syaikh Abu Muhammad bin Utsman al-Baqqal.
6) Imam Abu Hafash Umar bin Nasr bin Ali al-Gazzal
7) Syaikh Muhammad bin al-Kizan.56
C. Karya-karya Syeikh Abdul Qodir al-Jailani
1) Tafsir al-Jailani
2) Al-Fathu ar-Rabbani wa al-faydh ar-Rahmani Sebuah kitab yang
mencakup wasiat, nasihat-nasihat dan petunjuk-petunjuk di enam
puluh dua majelis yang diasuhnya sejak tanggal 3 syawal 545H/ 5
Februari 1151M sampai tanggal 6 Sya‟ban 546 H / 30 November
1151 M yang membahas ihwal permasalahan keimanan, keikhlasan
dan sebagainya.57
3) As-Sholawat wa al-Aurad
4) Ar-Rasail
5) Yawaqid al-Hikam
6) Al-Ghunyah li thalabi Thariqil Haq
7) Futuh al-Qhaib
56 Abdul Razaq Al-Kailani, syekh Abdul Qadir Al Jailani, Guru Para Pencari Tuhan, terj.
Aedi Rakhman Saleh,…, 275-278. 57 Al-kisah no.07/4-17 april 2011, hal. 35
36
8) Ad-Diwan
9) Sirrul Asrar
10) Asrorul Asrar
11) Jalaul Khathir
12) Al-Amru al-Muhkam
13) Ushulu Saba’
14) Mukhtasar ihya Ulumuddin
15) Ushuluddin.58
D. Profil kitab Tafsir AL-jailani karya Syaikh Abdul Qadir al-Jailani.
Penemuan karya Syekh Abdul Qadir Al Jailani oleh cucu ke-25-nya
sendiri ini Syekh Dr. Muhammad Fadhil, membuat dunia akademik dan
pengamal tarekat terkagum-kagum. Naskah ini selama 800 tahun
menghilang dan baru ditemukan secara utuh di Vatikan. Manuskrip yang
berisi 30 juz penuh ini tersimpan secara baik di perpustakaan.59
Tidak ada yang menyangka sebelumnya bahwa Syekh Abdul Qadir
Al-Jailani menulis kitab tafsir al-Qur‟an 30 juz yang mengulas ayat-ayat al-
Qur‟an. Seolah-olah mempelajari samudra tasawuf dari ayat ke ayat. Dan
Alhamdulillah, Tafsir Al Jailani yang dalam bahasa arab telah diterbitkan
58 Tafsir al-jailani. op. cit. juz I hal. 21-22 59 Al Jailani, Sayyid Syaikh Abdul Qadir, Tafsir al Jailani,…, 28.
37
oleh markaz Al Jailanii Turki. Tafsir Al Jailani, karena penyusunnya sangat
menggemari tasawuf sehingga tafsir yang disuguhkannya pun kental dengan
nuansa sufistik. Untuk lebih dalam memahami tafsir Al Jailani maka akan
dibahas secara singkat ciri khas Tafsir Al Jailani.
Tafsir ini memiliki judul “Tafsir Al Jailani” jika dilihat dari sampul
depan cetakan tafsir ini. Hal tersebut menegaskan bahwa tafsir ini
dinisbatkan kepada Syekh Abdul Qadir Al Jailani. Meski demikian dalam
pengantar cetakan tafsir ini, editor menyebutkan bahwa sebenarnya nama
dari kitab tersebut adalah “al-Fawatih al-Illahiyyah wa al-Mafatih al-
Ghaibiyyah al-Muwaddihah lil al-Kalim al-Qur‟aniyyah wa al-Hikam al-
Furqaniyyah”. Kitab ini pertama kali diterbitkan pada tahun 1998 oleh
markaz al-Jilani li al-Buhuts al-Ilmiyyah wa Tab‟a wa al-Nasyr Istambul
Turki. Sebelum diterbitkan, naskah dari tafsir Al jailani telah mengalami
proses pencarian yang melelahkan dan koreksi yang melelahkan.
Muhammad Fadhil Al-Jailani selaku editor telah berkeliling ke
berbagai perpustakaan terkenal di dunia untuk melacak keberadaan
manuskrip tafsir tersebut. Sebagaimana yang disebutkan dalam
muqaddimah bahwa Fadhil Al Jailani telah melakukan ekspedisi pencarian
di 50 perpustakaan resmi dan perpustakaan pribadi di 20 Negara.60 Tak
ketinggalan perpustakaan megah Vatikan di Italia pun telah dikunjungi. Saat
kunjungannya ke Vatikan, petugas perpustakaan bertanya kepada Fadhil
perihal keperluannya. Muhammad Fadhil menjawab bahwa beliau hendak
60 Al Jailani, Sayyid Syaikh Abdul Qadir, Tafsir al Jailani,…,28
38
mencari naskah-naskah Al-Jailani. Pustakawan tersebut menjawab “ya, Al
Jailani, Filosof Islam”.
Dalam katalog perpustakaan Fadhil mencari dokumen yang
berkaitan dengan Al Jailani. Hal yang mengembirakan, disebutkan di
dalamnya gelar “Sang Filosof Islam” dan “Syekh al-Islam wa al-Muslimin”.
Kedua gelar inilah yang tidak ditemukan Fadhil di tiga benua, kecuali hanya
di Vatikan. Keterangan di perpustakaan Vatikan menyebutkan pula bahwa
Al Jailani menguasai 13 cabang ilmu. Termasuk di sana pula Fadhil
menemukan naskah Al Jailani.61
Penerbit membagi kitab ini menjadi 6 jilid yang cukup tebal,
masing-masing jilidnya terdiri dari:
a. Jilid pertama dimulai dari al-Fatihah hingga al-Maidah
b. jilid kedua berawal dari surat al-An‟am sampai akhir surat
Ibrahim
c. Jilid ketiga memuat surat al-Hijr hingga an-Nur
d. Jilid keempat memuat dari surat al-Furqan sampai Yasin
e. Jilid kelima dimulai dari surat ash-Shaffat sampai al-
Waqi‟ah
f. Jilid keenam dimulai dari surat al-Hadid sampai an-Nas
Pembaca akan selalu menemukan ciri khas dari kata pengantar di
setiap surat dengan kalimat awal “ la yakhfa” (bukan rahasia lagi / sangat
jelas). Dua kata ini akan digabungkan dengan nasihat yang hadir terkait isi
surat secara umum, tentunya dengan nuansa sufistik. Bila kata “la yakhfa”
61 Abdurahman Azuhdi, telaah otentitas tafsir sufistik Abdul Qadir Al Jailani, skripsi
jurusan Tafsir Hadist UIN Sunan kalijaga tahun2013, 95.
39
menjadi trend pada permulaan surat, maka secara konsisten Al Jailani juga
memberi khas tersendiri untuk Khatimah penafsirannya. Pembaca akan
selalu menemukan nasihat sufistik di akhir surat dengan diawali kata “
alaika”.62
Dalam pengantar penerjemah dan penerbit kitab Tafsir Al Jailani,
direktur Markaz Al Jailani Asia Tenggara yakni Syekh Rohimuddin
Nawawi Al-Jahary Al-Bantani memberikan ulasan tentang keistimewaan
yang terdapat dalam kitab tafsir tersebut. Beliau memaparkan bahwa:
1) Pada kitab ini, ayat demi ayat ditafsirkan dengan cara
penuturan dan ungkapan yang mudah, singkat dan
sistematis. Jika terdapat ayat yang dapat ditafsirkan dengan
ayat lain maka dijelaskan sambil dibandingkan antara dua
ayat tersebut, sehingga makna dan tujuannya semakin jelas.
Dapat dikatakan bahwa tafsir ini sangat memperhatikan cara
penafsiran al-Qur‟an dengan al-Qur‟an. Lalu setelah selesai,
beliau mulai menuturkan beberapa hadist marfu‟ yang
berkenaan dengan ayat tersebut, sambil menjelaskan
argumentasi dengan mengiringi perkataan para sahabat,
tabi‟in dan ulama salaf.
2) Dalam ayat-ayat yang terkait dengan hukum fikih, tafsir ini
tampak mentarjih sebagian pendapat ulama dan
mendhaifkan serta mensahihkan sebagian riwayat secara
tersirat, singkat dan dengan redaksi yang hemat, tidak seperti
62 Abdurahman Azuhdi, telaah otentitas tafsir sufistik Abdul Qadir Al Jailani, skripsi
jurusan Tafsir Hadist UIN Sunan kalijaga tahun2013, 96.
40
yang banyak dilakukan mufasir lain. Hal ini menunjukan
bahwa pengarangnya adalah seorang yang memiliki
pengetahuan ilmu hadist yang sangat mapan.
3) Tafsir ini tergolong tafsir isyari. Meskipun tidak semua ayat
dalam surah al-Qur;an ditafsirkan dengan Isyari, akan tetapi
struktur dalam bangunan pandangan sufi terhadap tauhid
melalui penafsiran beliau kepada seluruh ayat-ayat al-
Qur‟an, sangat sistematis, runtut dan sempurna. Sehingga ini
memperkuat tafsir Al Jailani sebagai sebuah referensi utama,
serta standar maklumat bagi umat islam, khususnya para
penempuh jalan menuju Allah SWT
4) Sebagai sebuah kitab dan rujukan tasawuf tingkat tinggi
(first class), kitab ini juga menyebutkan sanad dan kualitas
hadist, mentarjih sesuatu yang dipandang benar tanpa fanatik
atau taklid tanpa dalil. Tafsir ini benar-benar bersih dari
isra‟iliyat yang tidak terdapat dalam al-Qur‟an dan hadist.
5) Terbukti tafsir Al Jailani telah diterima dan tersebar di
seluruh dunia Islam serta diakui oleh para ulama, seperti
Syek Ali Jum‟ah ( mufti mesir), mufti Syiria, mufti Libanon,
serta Syekh sufi seperti murabbi besar Syekh Youssef Riq
al-Bakhour dan lain-lain.63
Kecenderungan metode penafsiran Tafsir Al Jailani adalah tafsir
dirayah atau tafsir yang berbasis pada penalaran akal mufassir dengan
63 Al Jailani, Sayyid Syaikh Abdul Qadir, Tafsir al Jailani 24
41
bercorak tasawuf (sufistik). Meski terdapat beberapa penafsiran yang
menampilkan asbab al-nuzul. Namun sangat jelas terlihat hal tersebut tidak
bisa menampilkan bahwa tafsir ini mengungkapkan metode tafsir riwayat.
Hal tersebut berdasar pada cara menafsirkannya yang langsung mengarah
pada nalar sufistik penafsir. Riwayat yang ada hanya sebagai penegas bahwa
penafsiran ini muncul sebagaimana riwayat yang ada. Riwayat yang
dimunculkan pun tidak seperti yang terdapat dala tafsir bi al-riwayah yang
sering menampilkan berbagai riwayat dengan perbandingan pendapat
perawi. Sehingga Tafsir Al Jailani bisa dikatakan sebagai tafsir dirayah
bercorak sufistik.64
Dalam pendahuluan kitab ini, editor menyebutkan bahwa Al Jailani
tidak sekedar menafsirkan al Qur‟an dengan pola penafsiran yang semata-
mata mengandalkan ilmu dan pemahaman seperti yang lazim terdapat dalam
kitab tafsir lain, tetapi tafsir ini lebih banyak bertumpu pada pemaparan
berbagai sugesti serta disandarkan pada inspirasi-inspirasi yang dapat
menghidupkan ruh dan mengokohkan ketaqwaan.65
E. Metode Penafsiran Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani
Sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya bahwa Tafsir al-Jailani
merupakan karya al-Jailani yang ditahqiq oleh dua orang yaitu Fadhil
Jailani al-Hasani dan oleh Farid al-Mazidi. Kitab yang ditahqiq oleh Fadhil
Jailani terdiri dari 6 jilid sedangkan yang ditahqiq oleh Farid al-Mazidi
terdiri dari 5 juz. Kitab Tafsir al-Jailani adalah tafsir yang ditulis lengkap
30 juz dalam 6 jilid, dengan rincian jilid 1 terdiri dari muqaddimah, tafsir
64 Al Jailani, Sayyid Syaikh Abdul Qadir, Tafsir al Jailani 313 65 Al Jailani, Sayyid Syaikh Abdul Qadir, Tafsir al Jailani 26
42
surah al-Fatihah sampai surah al-Maidah, jilid 2 terdiri dari tafsir surah al-
An’am sampai surah Ibrahim. Jilid 3 berisi tafsir surah al-Hijr sampai surah
al-Nur, jilid 4 berisis penafsiran dari surah al-Furqan sampai surah Yasin,
jilid 5 berisi penafsiran atas surah al-Saffat sampai surah al-Waqiah, dan
jilid 6 berisi penafsiran surah al-Hadid sampai surah al-Nas selain itu juga
terdapat fihris hadith Nabi yang terdapat dalam jilid 5 dan jilid 6 serta
lampiran berisi qasidah dengan munajat asmaul husna dan qasidah al-
Khomriyyah (syair sufi).66 Selain itu, di tiap awal surah di setiap jilid,
terdapat keterangan pembuka surah dan penutup surah di akhir penafsiran
(akhir ayat dari bagian surah).
Berbicara tentang metode Tafsir al-Jailani, maka dapat dijelaskan
dalam beberapa segi, antara lain:
1) Dari sumber penafsiran
Dilihat dari segi sumber penafsirannya, Tafsir al-Jailani termasuk
dalam ketegori tafsir bi al-iqtirani. Hal ini karena dalam
menafsirkan ayat al- Qur’an al-Jailani memadukan antara riwayat
yang kuat dan sahih} dan hasil ra’y yang sehat,67 riwayat yang
disebutkan al-Jailani dalam tafsirnya kebanyakan terkait dengan
asbab al-nuzul, meskipun demikian, dalam menyebutkan riwayat,
al-Jailani tidak menyertakan sanad yang lengkap.
2) Dari segi penjelasannya
66 Abdul Qadir al-Jailani, Tafsir al-Jailani, v. 1-6 (Kairo: Dar al-Rukni wa al-Maqam,
1430 H/ 2009 M), t.th. 67 M. Ridlwan Nasir, Perspektif Baru Metode Tafsir Muqarin Dalam Memahami al-
Qur’an (Surabaya: Imtiyaz, 2010), 14.
43
Dilihat dari segi cara al-Jailani dalam menjelaskan ayat al-Qur’an,
Tafsir al-Jailani termasuk dalam kategori tafsir yang menggunakan
metode bayani, yaitu penafsiran dengan cara menafsirkan ayat-ayat
al-Qur’an hanya dengan memberikan keterangan secara deskriptif
dan membandingkan riwayat dan memberikan pentarjihan antar
sumber.68
3) Segi keluasan penjelasan tafsiranya
Dilihat dari segi keluasan penjelasan tafsir, Tafsir al-Jailani
termasuk dalam tafsir yang menggunakan metode ijmaly yaitu
menafsirkan ayat al- Qur’an secara global, tidak mendalam dan
panjang lebar.
4) Dari segi ketertiban ayat
Dari segi ketertiban tertib ayat yang ditafsirkan, Tafsir al-Jailani
tergolong tafsir yang menggunakan metode tahlili. Metode tahlili
sangat terlihat jelas pada Tafsir al-Jailani, yang mana al-Jailani
menafsirkan al-Qur’an lengkap tafsir ini terdiri lengkap 30 juz sesuai
dengan urutan mushaf Usmani.
Selain metode, hal yang tidak dapat dipisahan dari sebuah tafsir
adalah corak atau natijah dari sebuah tafsir. Corak tafsir merupakan aspek
yang sangat bergantung pada kecenderungan atau bidang keilmuan yang
dikuasai oleh mufassir. Tafsir al-Jailani adalah tafsir yang dikarang oleh
seorang sufi mashur, yakni Abdul Qadir al-Jailani. Mendengar nama
pengarangnya saja, khalayak sudah dapat menerka bahwa laun yang
68 Nasir, Perspektif.., 16.
44
mendominasi tafsir ini adalah sufi (isyari). Dalam muqaddimah Tafsir al-
Jailani, Fadhil Jailani menyebutkan bahwa Tafsir al-Jailani
merepresentasikan tasawuf yang hakiki, murni, bersih, mengikuti al-Qur’an
dan al-sunnah, dan dari sini dimungkinkan bahwa dalam menulis tafsirnya,
al-Jailani menggunakan manhaj tasawufnya dan jumhur ulama memberi
kesaksian bahwa manhaj al-Jailani ini adalah manhaj yang luhur.69
Penafsiran sufi isyari yang digunakan oleh al-Jailani dalam
menafsirkan ayat al-Qr’an sangat terlihat jelas. Hampir semua ayat yang al-
Jailani tafsirkan selalu dihubungkan dengan ketauhidan yang mana
ketauhidan adalah pokok ajaran tasawuf.
69 Abdul Qadir al-Jailani, Tafsir al-Jailani, v. 1 (Kairo: Dar al-Rukni wa al-Maqam, 1430
H/ 2009 M), 27.s
45
BAB IV
PENAFSIRAN AYAT-AYAT HAYAH PERSPEKTIF TAFSIR AL-
JAILANI
A. Penafsiran Ayat-ayat Hayah yang berkaitan dengan hawa nafsu
1. Dalam Al-Qur’an, tepatnya pada surat Al-Imron ayat 14 Allah SWT
berfirman
ير اط ن ق ل ا ين و ن ب ل ا اء و س ن ل ن ا ات م و ه ب الش اس ح لن ل ن ي ة ز ر ط ن ق م ل ا
ت اع ك م ل ذ ث ر ح ل ا ام و ع األ ن ة و م و س م ل ل ا ي خ ل ا ة و ض ف ل ا ب و ه ن الذ م
آب م ل ن ا س ح ه د ن ع للا و ا ي ن د ل ا اة ي ح ل {14}ال عمرا: ا
Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan
kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak anak,
harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-
binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di
dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga). (Q.S
Ali imron: 14)
Dijadikan indah pada pandanngan manusia kecintaan kepada
syahwat, yakni perhiasan dunia akan terlihat bagus, bagi semua
orang yang suka tertipu oleh kemewahan dunia, hal-hal yang
menggiurkan tersebut pokok-pokoknya terhimpun dalam hal-hal
berikut (yaitu petama wanita-wanita) Bagi orang yang
menginginkannya, sebab mereka tujuannya untuk digauli, dan
termasuk sesuatu kelezatan yang paling menggoda bagi nafsu birahi.
(kedua anak laki-laki) untuk penampilan mereka berbangga-bangga
untuk kemenangan dalam permusuhan. (ketiga, harta yang banyak
menggiurkan terus diperbanyak dan dikembangkan, lalu
dikumpulan (emas dan perak), karena harta itu, yang menjadi
46
perantara hawa nafsu selalu cenderung pada harta yang alami, lalu
terdidik dan dinisbatkan pada mereka untuk mengendarainya, dan
menyombongkan diri (dengan hewan peliharannya) dan unta, sapi,
kambing untuk dijadikan muatan dan makanan, alat pertanian, lalu
dijadikan makanan pokok, untuk dijadikan bekal hidup. (jadi semua
itu), pokok-pokok tersebut (perhiasan hidup) yang akan binasa yang
menjadi penghalang untuk merujuk kesyurga untuk tempat tinggal,
yang merupakan tempat tinggal tetap, kekal dan tempat untuk
bertemu sang pencipta yang maha kasih, Allah yang selalu
menunjukkan jalan yang benar. (kepada semua yang diatas), bagi
orang yang menuju pada Allah, dan menjemput uluran tangan Allah,
(tempat kembali yang baik).70
Ayat diatas dapat disimpulkan bahwa manusia hidup didunia
ini selalu tertipu oleh keindahan dunia, seperti contoh wanita, anak
dan harta yang bayak, Sehingga mereka itu lebih mengedepankan
hawa nafsu demi kepuasan dirinya, lalu sangat mencintai harta yang
berlimpah, mereka mengumpulkan harta seperti halnya emas perak,
kuda-kuda yang bagus atau binatang-binatang ternak, untuk
dijadikan bekal kehidupan mereka kedepannya. Ketika manusia
mempunyai semua itu mereka berlomba-lomba untuk
menyombongkan diri, karena sudah mempunyai kekayaan yang
berlimpah, padahal semua itu hanya tipuan dan kesenangan didunia
70 Tafsir Al-jailani. Tahqiq Fadil Al-jailani Al-Tailani Al-Jamazraq, al-Juz’u al-Awwal
(Kairo: Dar al-Rukni wal al-Maqam, 1430 H/2009 M) h. 254-255
47
saja. Didunia manusia bersenang-senang dengan hartanyaakan
tetapi semua itu akan lenyap. Semua yang menyangkut dengan dunia
itu hanya bersifat sementara, hidup yang kekal itu hanya kehidupan
akhirat, dan disisi Allah lah tempat kembali yang baik, itulah yang
seharusnya menjadi sebuah idaman dan tujuan kita bukan yang lain.
2. Surat Al-A’raf ayat 32
ي ل ه ق ق ز ن الر ات م ب ي لط ا ه و د ا ب ع ل ج ر ي أ خ ت ل ا ة للا ين م ز ر ن ح ل م ق
ات ي ل ال ف ص ك ن ل ذ ك ة ام ي ق ل م ا و ي ة ص ال ا خ ي ن د ل ا اة ي ح ل ي ا وا ف ن ين آم ذ ل ل
ون )األعراف:32( م ل ع م ي و ق ل
Katakanlah: “Siapakah yeng meharamkan perhiasan dari
Allah yang telah dikeluarkanya untuk hamba-hambanya dan
(siapa pula yang menghamkan) rezeki yang baik?” Katakanlah
semua itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam
kehidupan dunia, khusu (untuk mereka saja) di ahari kiamat”.
Demikianlah kamimenjeaskan ayat-ayat itu bagiorang yang
mengetahui.
Katakanlah wahai utusan paling sempurna kepada ahli
thahir yang masih terhalang yang belum mendapati pengertian
pencerahan hidayah secara batin. Yang belum bisa mengarah pada
sisi ketauhidan seperti contoh ketauhidan yang ada dalam ayat ini:
(siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah
dikeluarkan) dan telah di bagikan (kepada hamba-hambanya)
murni dari campur tangan semesta dengan terang benderanganya
agama Allah dan sifat-sifatnya (dan yang baik-baik) yang bersifat
batin dan kelezatan-kelezatan yang beersifat ruhaniah (dari rezeki)
sampaikanlah wahai utusan tuhan yang paling sempurna bahwa
kenikmatan yang bersifat rahmani tersebut bisa diraih oleh orang-
orang mukmin dengan selalu meng-esakan Allah (selama hidup di
48
dunia). Di ayat yang pertama adalah suatu keberadaan mereka
tercampur kengan kekuatan yang manusiawi dan kotoran-kotoran
yang bersifat hewani (sampai hari kiamat), pokok pemhaman ayat
ini adalah akan diraih oleh mereka pada hari kiamat tampa campur
baur kekotoran ketika meraka bisa mencabut diri atau menahan diri
dari keinginan-keinginan yang batil dan keberadaan ketentuan
yang hampa demikianlah kami jelaskan ayat-ayat yang
menunjukan ketauhudan atau kesaan tuhan bagi orang-orang yang
mengerti, meraka tunduk dengan keimanan maka merak menuju
satujengakal leabih dekat dengan tuhan atau bisa dikatakan wali71
Ayat diatas menunjukan bahwa Allah berfirman untuk
menyanggah pendapat orang-orang yang mengharamkan dari
makanan atau minuman atau pakaian menurut kehendak hatinya
sendiri tampa ada dasar syariat dari Allah SWT. Dan ayat di atas
juga menunjukan bahwa semua yang Allah ciptakan di dunia ini
hanyalah untuk orang-orang yang beriman kepada-nya dan rosul-
nya dalam kehidupan di dunia ini, bahkan sekalipun orang-orang
kafir ikut memanfaatkanya secara lahiriah di dunia ini, akan tetapi
semuanya itu khusus bagi orang-ornag yang beriman kelak di hari
kiamat. Tiada seorangpun darikalangan orang-ornag kafir bersama
71 Tafsir al-jailani. Tahqiq Fadil Al-jailani Al-Tailani Al-Jamazraq, Juz 2 (Kairo: Dar al-
Rukni wal al-Maqam, 1430 H/2009 M) hlm 100
49
mereka dalam memanfaatkanya, karena surga diharamkan bagi
orang-orang kafir.72
Maksudnya: perhiasan-perhiasan dari Allah dan makanan
yang baik itu dapat dinikmati didunia ini leh orang yang beriman
dan orang-orang yang tidak beriman, sedangkan diakhirat nanti
adalah semata-mata untuk orang-orang yang beriman saja.
Orang-orang pada masa jahiliah telah mengharamkan
sebagian makanan ketika mengerjakan haji seperti makanan
daging, makanan yang berlemak dan lain-lain. Orang-orang
nasrani dan ahli kitab sebagian mereka juga mengharamkan
memakan yang baik-baik seperti halnya perbuatan orang pada
masa jahiliah itu. Maka ayat ini dengan tegas memerintahkan
kepada nabi Muhammad SAW untuk menanyakan kepada mereka,
siapa yang mengharamkan semua itu? Jelaslah bahwa orang yang
mengharamkan itu mereka sendiri dan setan bukan merupakan
wahyu Allah yang disampaikanya kepada rosul Allah.
Pakaian dan perhiasan yang memang sudah disediakan
Allah untuk mereka dan Allah tidak mengharamkan makanan yang
baik-baik, yang lezat-lezat seperti rezekiyang halal dari allah.
Memakai pakaian yang indah, berdadan dan berhias, serta
memakan makanan yang lezat-lezat yang dihalalkan Allah adalah
72 Imamuddin Abu al-Fida’ Imail bin Umar bin Katsir “Tafsir ibnukastir” Tahqiq Dr.
Abdullah bin Muhammad bin Abdur Rahman bin Ishaq al-Seikh. (Bogor: Imam as-Syafi’i 2004)
hlm 286
50
merupakan kesenangan dan kegemaran manusia. Agama islam
membolehkanya selama tidak bertentangan dengan hukum Allah,
seperti berlebih-lebihan dan lain-lain.
Abul Qasim Imam Thabrani mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Abu Husain Muhammad Ibnu Husain
A-Qadhi,telah menceritakan kepada kami Yahya Al-Hammani,
telah menceritakan kepada kami Ya’qub Al-Qummi, dari jakfar
Ibnu Mughirah, dari Said Ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas mengatakan
bahwa dahulu orang-orang Quraisy melakukan tawafnya di
Baitullah dalamkedaan telanjang seraya bersiuldan bertepuk
tangan. Tetapi setalah masa islam, Allah menu runkan firma-nya:
Katakanlah, “siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah
yang telah dibaginya kepada hamba-hambanya? (Al-a’raf: 32);
Maka mereka diperintahkanya untuk memakai pakaian mereka.73
3. Surat Ar-Ra’d ayat 26
زق ي بسط للا ن الر ي قدر ي ش اء لم ف رحوا و ي اة و ا الدني ا بالح م ي اة و ة في الدني ا الح إال الخر
ت اع {26:الرعد}م
Allah meluaskan rezeki dan menyempitkannya bagi siapa yang
Dia kehendaki. Mereka bergembira dengan kehidupan di dunia,
padahal kehidupan dunia itu (dibanding dengan) kehidupan akhirat,
hanyalah kesenangan (yang sedikit). (Q.S Ar-Ra’d: 26)
(Allah meluaskan rezekin) melebarkan (bagi siapa yang di
kehendaki-Nya dan menyempitkannya). Artinya Allah pun
menyempitkan rezekinya bagi siapa yang dikehendakinya. (mereka
73 Imamuddin Abu al-Fida’ Imail bin Umar bin Katsir “Tafsir ibnukastir” Tahqiq Dr.
Abdullah bin Muhammad bin Abdur Rahman bin Ishaq al-Seikh. (Bogor: Imam as-Syafi’i 2004)
hlm 286
51
bergembira)yang dimaksud adalah penduduk mekah, yaitu dengan
kegembiraan yang sombong (dengan kehidupan di dunia) dengan
apa yang telah mereka peroleh dari perkara duniawi (padahal
kehidupan dunia itu, dibanding dengan (kehidupan di akhirat ,
hanyalah kesenagan yang sedikit). Kesenangan yang bersifat
sementara lalu lenyap.74
Ayat diatas menjelaskan bahwa manusa itu tidak boleh
sombong atas apa yang telah dicapai dan yang sudah dimiliki, karena
semua yang kita punya itu hanyalah semata-mata milik Allah. Apa
yang manusia peroleh dari Allah itu hanya sementara, tidak ada
yang bisa kita sombongkan dihadapan Allah, dan Allah maha
meluaskan rizki manusia dan juga bisa menyempitkan rizki apabila
dikehendak-Nya. Kehidupan dunia itu kesengannya sedikit
dibandingkan kesenangan di akhirat nanti, karena kesenangan yang
bersifat sementara itu akan lenyap seketika. Jadi bersyukurlah atas
nikmat Allah yang telah diberikan kepada kita.
B. Kehidupan yang berkaitan dengan ibadah
1. Surat Al-Fajr ayat 24
قول ي اتي ل ق دمت ل يت ني ي ا { 24}الفجر: ح
Dia mengatakan: "Alangkah baiknya kiranya aku dahulu
mengerjakan (amal saleh) untuk hidupku ini". (Q.S Al-Fajr: 24)
74 Tafsir Al-jailani. Tahqiq Fadil Al-jailani Al-Tailani Al-Jamazraq, Juz 2 (Kairo: Dar al-
Rukni wal al-Maqam, 1430 H/2009 M) h.504
52
Orang kafir itu akan mengatakan dengan mengharapkan
sesuatu yang tidak mungkin, dengan penuh peyesalan yang
mendalam. (seandainya saya dulu melakukan amal kebaikan, dan
beriman dalam semua coba’an dan ujian dalam kehidupan saya).
Dan keselaman saya pada hari ini secara keseluruhan. (pada hari
ini seseorang tidak akan disiksa, kecuali dengan diksaannya
sendiri). Maksudnya siksaa sesorang itu, tidak akan diberikan
kepada orang lain, malaikat penyiksa seperti siksaan orang lain,
dalam penyesalannya, dan dalam segala bentuk kesengsaraan dan
kegalauan ang mendalam dan kehinaan. (dan tidak diikat) dan
tidak diperkuat ikatannya, kecuali dengan ikatannya sendiri.
Seperti ikatan dan siksaan orang lain dalam segala macam
bentuk penghinaa, dan penyesalan dalam ketersendatannya, dan
kesengsaraa dalam penyiksaan. Sebab yang disebabkan karena
penyesalan dan penghinaan, tidak bisa diukur dengan siksaan
badan. Penyesalan orang kafir menjadi penyesalan yang tidak
berguna, karena tidak ada kehidupan lagi, dan tidak mungkin
dikembalikan kedunia lagi. Penyesalan itu sangat pedih bahkan
tidak bisa diukur dengan apapun yang ada di dunia ini.75
Ayat diatas menjelaskan tentang penyesalan manusia
sewaktu hidup di dunia, atas apa yang mereka lakukan selama hidup.
Manusia terlena dengan keindahan dunia sehingga lupa akan adanya
75 Tafsir Al-jailani. Tahqiq Fadil Al-jailani Al-Tailani Al-Jamazraq, Juz 6 (Kairo: Dar al-
Rukni wal al-Maqam, 1430 H/2009 M) h.271
53
akhirat. Apa yang mereka lakukan hanya kesenangan, dan perbuatan
keburukan yang melanggar aturan Allah, Sehingga mereka tidak
mempunya bekal untuk di akhirat, penyesalan ini sudah tidak ada
gunanya lagi. Maka diri itu dunia hanya ujian dari Allah untuk
manusia
2. Surat an-nahl ayat 97:
ة ب ي ط ة ا ي ح ه ن ي ي ح ن ل ن ف م ؤ و م ه ث ى و ن أ ر أ و ك ذ ن ا م ح ل ا ل ص م م ن ع
ون ل م ع وا ي ن ا ا ك ن م س أ ح م ب ه ر م أ ج ه ن ي ز ج ن ل و
Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki
maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka
sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang
baik dan sesungguhnya akan kami beri balasan kepada mereka
dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka
kerjakan.
(Barang siapa yang mengerjakan amal saleh baik laki-laki
maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya
akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik) menurut suatu
pendapat dikatakan bahwa yang dimaksud adalah kehidupan di
surga. Menurut pendapat yang lain dikatakan adalah kehidupan
dunia, yaitu dengan mendapatkan rasa qana`ah atau menerima apa
adanya atau ia mendapatkan rezeki yang halal (dan sesungguhnya
akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih
baik dari apa yang telah mereka kerjakan).76
76 Imam Jalaluddin al-Mahally dan Imam Jamaluddin Asy-Syuyuthi “Tafsir jalalain”
(Tasik Malaya: Pustaka al-Hidayah: 2009) hlm 3/1450
54
Ini merupakan janji dari Allah Ta’ala bagi orang yang
mengerjakan amal shalih, yaitu amal yang mengikuti Kitab Allah
Ta’ala (al-Qur’an) dan Sunnah Nabi-Nya, Muhammad, baik laki-
laki maupun perempuan yang hatinya beriman kepada Allah dan
Rasul-Nya. Amal yang diperintahkan itu telah disyari’atkan dari sisi
Allah, yaitu Dia akan memberinya kehidupan yang baik di dunia dan
akan memberikan balasan di akhirat kelak dengan balasan yang
lebih baik daripada amalnya. Kehidupan yang baik itu mencakup
seluruh bentuk ketenangan, bagaimanapun wujudnya.
Sebagaimana yang disebutkan dalam hadits yang
diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari `Abdullah bin `Umar, bahwa
Rasulullah saw bersabda: “Sungguh beruntung orang yang berserah
diri, yang diberi rizki dengan rasa cukup, dan diberikan perasaan
cukup oleh Allah atas apa yang telah Dia berikan kepadanya.” (HR.
Muslim)
Imam Ahmad juga meriwayatkan, dari `Anas bin Malik, dia
bercerita, Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak
mendhalimi suatu kebaikan seorang mukmin yang Dia berikan di
dunia dan diberikan balasan atasnya di akhirat kelak. Sedangkan
orang kafir, maka dia akan diberi makan di dunia karena berbagai
kebaikannya di dunia sehingga apabila datang di alam akhirat, maka
tiada satu pun kebaikan yang mendatangkan kebaikan baginya.”
(HR. Muslim)
55
Akan kami balas mereka dan akan kami berikan pahala
mereka dengan balasan yang lebih baik dari nilai amal mereka
karena mereka selalu menepati janji dengan allah dan ketentuan-
ketentuan allah, dan mereka selalu berjalan pada garis tuntunan
perintah dan larangan Allah. (Barang siapa yang mengerjakan) amal
soleh diantarakalian (amalan yang baik) untuk diterima yang
dikerjakan (oleh laki-laki) diantara kalian (atau dariperempuan)
padasaat (dia) beramal dalam kedaan (beriman) dan meng esakan
Allah, dan meyakini para utusan dan kitab-kitab yang diturunkan
kepada mereka,77
Pengertian kehidupan yang baik ialah kehidupan yang
mengandung semua segi kebahagiaan dari berbagai aspeknya. Telah
diriwayatkan dari Ibnu Abbas dan sejumlah ulama, bahwa mereka
menafsirkannya dengan pengertian rezeki yang halal lagi baik.
C. Kehidupan yang berkaitan dengan faktor manusiawi (sifat alami manusia)
1. Surat Al-Baqarah ayat 96
ل ص ت جد نهم و ل ى الناس أ حر ي اة ع من ح كوا الذين و د أ شر دهم ي و ر ل و أ ح ا س ن ة أ لف يع م م هو و
حزحه ر أ ن الع ذ اب من بمز يع م للا ا ب صير و لون}البقرة: بم { 96ي عم
Dan sungguh kamu akan mendapati mereka, manusia yang
paling loba kepada kehidupan (di dunia), bahkan (lebih loba lagi)
dari orang-orang musyrik. Masing-masing mereka ingin agar diberi
umur seribu tahun, padahal umur panjang itu sekali-kali tidak akan
menjauhkannya daripada siksa. Allah Maha Mengetahui apa yang
mereka kerjakan. (Q.S Al-Baqarah:96)
77 tafsir al-jailani Tahqiq Fadil Al-jailani Al-Tailani Al-Jamazraq, Juz 3 (Kairo: Dar al-
Rukni wal al-Maqam, 1430 H/2009 M)hlm 87
56
(Dan sesungguhnya, akan kamu jumpai mereka itu) “lam”
menunjukkan sumpah (setamak-tamak manusia atas kehidupan
dunia dan) lebih tamak lagi (dari orang-orang musyrik) yakni yang
mengingkari hari-hari kebangkitan. Merka tahu bahwa tempat
kediaman mereka itu neraka, berbeda halnya dengan orang-orang
musyrik yang mengingkari adanya hari akhirat itu. (masing-masing
dari mereka menginginkan) atau mengharapkan (agar diberi umur
seribu tahun) “ lau’ masdariyah sama arti dengan ‘an’ atau agar
“kata benda “ menjadi “mif ul bih” atau ‘objek penderita’ dari
‘yawaddu’. (Dan tidaklah dia) maksunya masing-masing dari
mereka (akan menjauhkannya) menyelamatkan dirinya (dari siksa)
makudnya neraka. (kaena mereka diberi umur panjang itu). ‘An
bersama ‘shilahnya ini menjadi ‘fa’il atau ‘pelaku’ dari
‘muzahzihihi, (dan Allah maha melihat akan apa yang mereka
lakukan) karena itu Allah akan membalasnya.78
Ada yang membaca dengan ‘ya’ dan adapula dengan ‘ta.
Ibnu Shuriya bertanya kepada Nabi SAW atau Umar, “ siapakah
diantara malaikan yang menyampaikan wahyu? Jawabnya, Jibril.
Kata Ibnu Suriyah, “Dia musuh kami yang selalu mendatangkan
siksa atau kesengsaraan. Kalau saja Mikail, tentu kami akan
beriman , karena Dia membawa kemakmuran dan kedaimain. Lalu
turunlah ayat ini.
78 Tafsir Al-jailani. Tahqiq Fadil Al-jailani Al-Tailani Al-Jamazraq, Juz 1 (Kairo: Dar al-
Rukni wal al-Maqam, 1430 H/2009 M) h.104
57
Ayat diatas menjelaskan tentang orang-orang yang terlalu
mencintai dunia, sehingga mereka mempunya sifat tamak terhadap
kehidupan dunia. Dan ada pula yang lebih tamak lagi yaitu orang-
orang yang mempunya sifat-sifat syirik, manusia yang seperti
itu,tidak mempercayai hari akhir. Mereka itu menginginkan umur
yang sangat panjang untuk lebih lama hidup di dunia ini, mereka
beranggapan apabilah mereka mepunyai umur yang panjang mereka
akan dijahui dari siksa neraka. padahal meskipun mereka lama hidup
diduni, Allah akan mengetahui apa yang dilakukan oleh mereka.
Mereka itu sangat mencintai kehidupan dunia, mereka lupa akan
akhirat yang menjadi kehidupan manusia yang kekal.
2. Surat Al-Ankabut ayat 64
او ذه م ي اة ه ل عب ل هو إال الدني ا الح إن و ة الدار و ان ل هي الخر ي و ك انوا ل و الح
{64ز}النكبوت:ي عل مون
Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau
dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya
kehidupan, kalau mereka mengetahui. (Q.S Al-Ankabut:64).
( Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau
dan main-main) sedangkan, amal-amal takarrub termasuk perkara
akhirat, karena buahnya akan dipetik diakhirat nanti. (dan
sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan). Lafal al-
hayawan artinya kehidupan (kalau mereka mengetahui) hal tersebut,
58
niscaya mereka tidak akan memilih parkara duniawi dan
meninggalkan parkara akhirat.79
Jadi, kehidupan dunia itu hanya sebagai tempat senda gurau
dan sebuah permainan. Maka dari itu dunia ini bukan sesuatu yang
harus kita perjuangkan, karena dunia ini hanya tempat kita untuk
menanam modal kahidupan abadi kelak di syurga, dengan cara
memperbanyak ibadah, takarrub kepada Allah. Berlomba-lombalah
untuk menanam bekal menuju akhirat nanti.
Dari ayat-ayat diatas dapat disimpulkan bahwa makna hayah
atau kehidupan menurut Syaikh Abdul Qodir Al-Jailani didalam
kitab Tafsir Al-Jailani adalah bahwa kehidupan didunia ini hanya
sebuah permainan saja dan sandiwara belaka, dan juga hidup di
dunia itu hanya ujian dari Allah agar bisa tau seberapa cintanya
makhluk-Nya terhadap-Nya. Hidup didunia ini tidak laian hanyalah
sebuah , permainan anak kecil, permainan anak remaja, dan sebuah
perhiasan (permainan orang dewasa). Seharusnya kita hidup di dunia
ini harus memperbanyak bekal contohnya, bertaqarrunb ke pada
Allah, melakukan apa yang diperintahkan, melakukan amal baik dan
sholeh. Barang siapa yang beriman kepada-Nya dan Rasul-Nya serta
mengerjakan amal sholeh, maka dia akan mendapatkan balasan
kelak di akhirat nanti. Karena Allah menciptakan dunia ini untuk
orang-orang yang beriman, sedangkan Allah menciptakan syurga
79 Tafsir Al-jailani. Tahqiq Fadil Al-jailani Al-Tailani Al-Jamazraq, Juz 4 (Kairo: Dar al-
Rukni wal al-Maqam, 1430 H/2009 M) h.504
59
hanya dikhusukan untuk orang-orang yang beriman saja dan
mengharamkan bagi orang-orang yang tidak beriman kepada-Nya
dan Rasul-Nya.
Alasan kenapa penulis mengambil ayat-ayat diatas karena
penulis sering kali melihat orang-orang yang lebih mementingkan
duniawi dari pada kehidupan akhirat, dan ayat-ayat diatas telah
menjelaskan secara rinci dan jelas tentang kehidupan dunia manusia
yang lebih mencintai dunia dan melupakan dunia akhirat.
Maka dari itu dunia ini bukanlah sesuatu yang harus kita
perjuangkan, karena dunia ini adalah tempat kita menanam modal
untuk kehidupan abadi kelak disyurga. Tidak ada yang bisa kita
sombongkan karna apa yang kita miliki didunia ini hanya milik
Allah semata.
60
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah penulis lakukan terhadap Al-Hayah
Perspektif Tafsir Al-Jailani sebagaimana yang telah dijelaskan pada bab-
bab sebelumnya, maka pada bagian ini penulis akan mengambil kesimpulan
dari penelitian bab sebelumnya.
Menurut Syaikh Abdul Qodir Al-Jailani Al-Hayah atau kehidupan
di dunia beliau menjelaskan bahwa kehidupan dunia itu hanya bersifat
sementara dan dapat di bagi menjadi beberapa bagian yaitu pertama hidup
adalah ujian artinya kita hidup didunia fana ini diberikan ujian sama Allah
seberapa mampu kita didalam melaksanakan perintah-Nya dan menjahui
hal-hal yang dilarang-Nya, dan Allah akan melihat apa saja yang kita
lakukan selama hidup didunia. Kedua kehidupan dunia hanya bersifat
sementara, jadi apa yang kita peroleh di dunia seperti halnya harta, tahta,
wanita, itu hanya bersifat sementara, semua itu tidak bisa kita pertahankan
itu semua akan musnah. Kehidupan yang sebenarnya itu hanya kehidupan
akhirat nanti. Berlomba-lombalah untuk melakukan amal kebaikan. Ketiga
kehidupan di dunia itu hanya mencintai kemewahan yaitu manusia hidup
hanya melakukan hal-hal yang tidak berguna, berlomba-lomba dengan
kesombongannya, berfoya-foya.
Jadi dapat disimpulkan makna hayah menurut baliau adalah
kehidupan di dunia ini hanya sebagai suatu permainan saja dan sandiwara
61
belaka, apabila seseorang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya serta
melakukan amal sholeh, maka Allah akan membalas kelak diakhirat nanti.
Allah menciptakan dunia itu, agar manusia berlomba-lomba untuk
melakukan apa yang diperintahnya, bukan malah sebaliknya. Maka dari itu
kita harus menanam modal untuk kehidupan kita kelak diakhirat nanti.
B. Saran
Setelah meneliti dan mengkaji penelitian ini,penulis menyadari
bahwa masih banyak celah dalam penelitian ini, sehingga membutuhkan
kajian lanjut tentang pemikiran mereka. Dengan adanya skripsi ini.
Hendaknya para pembaca bisa lebih meningkatkan kualitas hidupnya
dengan menanamkan dalam hati, arti hidup yang dijalani.
Al-Hayah perspektif tafsir Al-Jailani Yang penulis teliti saat ini,
masih dalam sudut pandang yang luas. Diharapkan para peneliti mendatang
bisa lebih memperdalamkajian ini.
62
DAFTAR PUSTAKA
al-Asfahāniy, al-Raghib. Mufradāt Alfādz Al-Qur’ān. T.tp.: Maktabah Fiyād li al-
Tijārah wa al-Tauzī‟, 2002.
Azuhdi, Abdurahman. “Telaah otentitas tafsir sufistik Abdul Qadir Al Jailani”.
Skripsi jurusan Tafsir Hadist UIN Sunan kalijaga tahun2013.
Al-Barzanji. al-Lujjain Al Dain. Penerjemah Muslih Abdurahman, Al Burhani. Jilid
II. Semarang: Toha Putera.
Baraja, Abbas Arfan. Ayat-Ayat Kauniyah. Malang: UIN-Malang Press, 2009.
Depag RI. Al-Qur’an dan Tafsirnya. Jilid VI. Jakarta: Lentera Abadi, 2010.
al-Dhahabi. t.t.: Bait al-Afkar al-Daulah, t.th.
al-Ghazali, Abu Hamid. Ihya Ulum ad-Din. Beirut: Dar al-Fikr, 1995.
Halim, Muhammad Abdul. Memahami Al-Qur’an Pendekatan Gaya dan Tema.
Bandung: Penerbit Marja’, 2002.
H.A.R. Gibb dan J.H. Kramers Shorter. Encyclopaedia of Islam. Vol. I. Leiden: E.J.
Brill, 1953.
Irsyadi, Kamran As’ad. Lautan hikmah kekasih Allah. Jogjakarta: Diva pres, 2007.
Izzan, Ahmad. Metodelogi Ilmu Tafsīr. Bandung: Tafakkur, 2011.
al-Jailani, Abdul Qadir. Sirr al-Asrar wa Muzhir al-Anwar Fi Ma Yahtaju Ilaihi al-
Abrar. Damaskus: Dar Ibn al-Qayyim, Dar al-Sanabil, 1993.
63
.Tafsir al-Jailani. Tahqiq Fadil Jailani al-Hasani al-Tailani al-Jamazraq, al- Juz’u al-
Awwal (Kairo: Dar al-Rukni wa al-Maqam, 1430 H/2009 M
Jazuli, Ahzami samiun. Ḥayāh Dalam Pandangan al-Qur`an. Jakarta: Gema Insani, 2006.
Koentjaningrat. Metode-Metode penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia, 1997.
M. Arifin, Tatang. Menyusun Rencana Penelitian. Jakarta: Rajawali Press, 1995
MA Cassim Razvi dan Siddiq Osman NM. Syekh Abdul Qadir al-Jailani Pemimpin Para
Wali. Yogyakarta: Pustaka Sufi.
Moeloeng, Lexy J.. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosdakarya, 1991
Mustholih, “Tujuan Hidup Manusia Dalam Al-Qur’an”. Skripsi: UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2008.
Muhadjir, Noeng. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Cet VIII. Yogyakarta: Reka Sarasin,
1998.
Mustaqim, Abdul. Dinamika Sejarah Tafsīr al-Al-Qur’an. Yogyakarta: Pondok Pesantren
LSQ & Adab Press, 2012.
Nasir, M. Ridlwan. Perspektif Baru Metode Tafsir Muqarin Dalam Memahami al-Qur’an.
Surabaya: Imtiyaz, 2010.
Naqiyah, Khalishatun. “Makna Kata Al-Duya’ Serta Relasinya Dalam Al-Qur’an”.
Skripsi:IAIN Surakarta: 2017.
al-Qahtani, Said Ibn Musfir. Buku Putih Syaikh Abdul Qadir al-Jailani. Penerjemah Munirul
Abidin. Jakarta: Pt. Darul Falah, 2015.
Sahabuddin. Ensiklopedia Al-Qur’an. Jakarta: Lentera Hati, 2007.
64
Shihab, M. Quraish. Tafsir al-Mishbah. Vol. XIV. Jakarta: Lentera Hati. 2003.
Surahmad, Winarno. Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar Metode Tehnik. Bandung: Tarsito,
1994.
Suryadilaga, M. Alfatih dkk., Metodelogi Ilmu Tafsir. Yogyakarta: Teras, Cet III, 2010.
al-Syirbashi, Ahmad. Sejarah Tafsir Al-Qur’an, Penerjemah Tim Pustaka Firdaus Cet. III,
Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994.
al-Tadafi, Muhammad bin Yahya. Mahkota Para Aulia. Penerjemah A Kasyful Anwar.
Jakarta: Pernada, 2005.
Tasrifah, Siti. “Konsep Shalat Menurut Syekh Abdul Qodir Al-Jailani Tala’ah Atas Kitab
Tafsir Al-Jailani”. Skripsi:UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta: 2015
Tasmara, Toto. Membudayakan Etos Kerja Islami. Jakarta: Gema Insani, 2002.
Trimingham, J. Spencer. The Sufi Order in Islam. London: The Clarendon Press Oxford,
1971.
wikipedia.Abdul_Qadir_al-Jailani
al-Żahabī, M. Husain. al-Tafsīr wa al-Mufassirūn, Juz II. Qairo: Maktabah Wahbah, 2000.
al-Zarkali, Khairuddin. al-‘Alam al-Juz’u al-Rabi’. Beirut: Dar al-‘Ilm Li al-Malayin, 1990.