aktivitas antifungi bakteri kitinolitik terhadap … · 2019. 9. 7. · sehat dan aman bagi...
TRANSCRIPT
i
AKTIVITAS ANTIFUNGI BAKTERI KITINOLITIK TERHADAP
CENDAWAN PATOGEN
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana Sains Jurusan Biologi pada Fakultas Sains dan Teknologi
UIN Alauddin Makassar
Oleh:
AS AWALIAH AMIR 60300113016
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UIN ALAUDDIN MAKASSAR
2018
ii
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Mahasiswa yang bertandatangandibawahini:
Nama : As Awaliah Amir
NIM : 60300113016
Tempat/Tgl. Lahir : Enrekang, 07 November 1994
Jur/Prodi : Biologi/S1
Fakultas : Sains dan Tekhnologi
Alamat : Jl. Mustafa Dg Bunga
Judul : Aktivitas antifungi bakteri kitinolitik terhadap cendawan
patogen
Menyatakan dengan sesungguhnya dan penuh kesadaran bahwa skripsi ini
benar adalah hasil karya sendiri. Jika di kemudian hari terbukti bahwa ia merupakan
duplikat, tiruan, plagiat, atau dibuat oleh orang lain, sebagian dan seluruhnya, maka
skripsi dan gelar yang diperoleh karenanya batal demi hukum.
Makassar, Maret 2018
Penyusun,
As Awaliah Amir NIM: 60300113016
iii
iv
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillaahi Rabbil’aalamin segala puji dan syukur bagi Allah swt. Yang
telah memberikan limpahan rahmat dan karunia-Nya, shalawat serta salam kepada
Nabi Muhammad saw, beserta keluarga dan sahabat-sahabatnya sehingga penulis
dapat melakukan penelitian ini dengan judul “Aktivitas antifungi bakteri kitinolitik
terhadap cendawan patogen” serta dapat menyelesaikan skripsi.
Skripsi ini disusun berdasarkan apa yang telah kami lakukan pada saat
penelitian yang bertempat di Laboratorium Mikrobiologi, Fakultas Sains dan
Teknologi Universitas Islam negeri Alauddin Makassar. Skripsi ini disusun sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains (S,Si) pada Jurusan Biologi
Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar.
Penyusunan skripsi tidak terlepas dari hambatan dan tantangan, namun berkat kerja
keras, bimbingan dan motivasi dari berbagai pihak-pihak langsung maupun tidak
langsung yang memperlancar jalannya penyusunan skripsi ini sehingga dapat
terselesaikan dengan baik. Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang
tua tercinta Ayahanda Amir (Bahar) dan Ibunda Suryani, saudara-saudara tercinta
(Asrini, Aldawiah, Annisa, Aisyah, Rahmadana, dan Rahmadian) beserta keluarga
besar yang tiada henti-hentinya memberikan doa, semangat, nasehat-nasehat dengan
vi
penuh keikhlasan, kesabaran serta kasih sayang yang tiada tara. Kalian merupakan
pahlawan yang sangat berjasa, semoga jasa-jasamu dapat terbalaskan, aamiin..
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terimakasih secara
mendalam kepada semua yang membantu dalam penyelesaian skripsi ini diantaranya:
1. Prof. Dr. H. Musafir Pababbari, M.Ag. selaku Rektor Universitas Islam Negeri
(UIN) Alauddin Makassar sertas ejajarannya.
2. Prof. Dr. H. Arifuddin Ahmad, M.Ag., selaku Dekan Fakultas Sains dan
Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar dan sejajarannya.
3. Dr. Mashuri Masri, S.Si., M.Kes., selaku Ketua Jurusan Biologi Jurusan Biologi
Fakultas Sains dan Teknologi UIN Alauddin Makassar.
4. Hasyimuddin, S.Si., M.Si., selaku Sekretaris Jurusan Biologi Fakultas Sains dan
Teknologi UIN Alauddin Makassar.
5. Dr. Mashuri Masri, S.Si., sebagai Dosen Pembimbing I dan Eka Sukmawaty,
S.Si.,M.Si sebagai Dosen Pembimbing II yang sabar memberikan bimbingan,
arahan, masukan, dan telah meluangkan waktu membimbing penulis sehingga
skirpsi ini dapat terselesaikan.
6. Dr Hafsan S.Si., M.Pd, Dr Hamzah Hasan M.Th.I selaku Dosen Penguji yang
telah banyak memberikan masukan yang sangat bermanfaat bagi penelitian dan
penulisan skripsi penulis.
7. Seluruh Bapak/Ibu Dosen Pengajar yang selama ini telah mengajarkan banyak
hal serta pengetahuan yang berlimpah selama kuliah di kampus ini serta seluruh
Staf Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi UIN Alauddin Makassar.
8. Kepala Laboratorium dan seluruh Laboran Laboratorium Jurusan Biologi FST
UIN Alauddin Makassar yang memberikan ilmu, arahan, dan membantu selama
penelitian ini.
9. Kepala Laboratorium Balit Sereal kab. Maros Ibu Asiah yang telah memberikan
cendawan Rhizoctonia solani dan Fusarium oxyforum.
vii
10. Kepala perpustakaan beserta jajarannya, terima kasih atas bantuannya selama ini.
11. Spesial Keluarga dan Saudara-saudariku terima kasih memberikan semangat, doa
dan dukungannya.
12. Sahabat-sahabat dan Teman-teman yang suka dan duka hidup sebagai mahasiswa
kita rasakan bersama dan selalu setia menemaniku terima kasih atas doa dan
dukungannya.
13. Sahabat dan Teman–teman “BRACHIALIS 2013” yang selalu member
dukungan dan semangat, terkhusus Muhammad Maslan yang membantu saat
penelitian di dalam laboratorium, dan teman-teman sperjuangan dalam penelitian
terkhusus Haslita, Firdawati, Hasnawati, Musfirah dan Ismawati Sukses untuk
kita semua.
14. Adik-adik angkatan 2014, 2015, dan 2016 terima kasih atas dukungan dan
doanya selama ini.
15. Serta seluruh pihak terkait yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas
doa, semangat, dukungan, saran dan pemikiran yang diberikan kepada penulis.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwa sebagai
manusia tidak luput dari kesalahan dan dosa, untuk itu dalam menyelesaikan skripsi
ini masih merasa banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat
diharapkan yang bersifat membangun dari semua pihak. Akhirnya hanya kepada
Allah swt jualah saya menyerahkan segalanya. Semoga kita semua mendapat surahan
Ridho sari-Nya, Aamiin..
Makassar, Maret 2018 Penulis
A s A w a l i a h A m i r NIM: 60300113016
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ...................................................................................... i PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ........................................................... ii PENGESAHAN SKRIPSI ................................................................................ iii PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................................................... iv KATA PENGANTAR ...................................................................................... v-vii DAFTAR ISI ..................................................................................................... viii-ix DAFTAR TABEL ............................................................................................. x DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xi DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xii ABSTRAK ........................................................................................................ xii ABSTRACT ...................................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1-9
A. Latar Belakang ......................................................................... 1-5 B. Rumusan Masalah .................................................................... 5 C. Ruang Lingkup Penelitian ........................................................ 5 D. Kajian Pustaka .......................................................................... 6-9 E. Tujuan Penelitian ..................................................................... 9 F. Kegunaan Penelitian................................................................. 9
BAB II TINJAUAN TEORITIS .................................................................. 9-34
A. Ayat dan Hadis yang Relevan .................................................. 9-12 B. Tinjauan Umum Bakteri Kitinolitik ......................................... 13-16 C. Tinjauan Umum Senyawa Kitin dan Kitinase ........................ 16-23 D. Cendawan Patogen .................................................................. 24-25 E. Penyakit pada tanaman yang disebebkan Cendawan ............... 25-33 F. Kerangka Fikir ......................................................................... 34
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...................................................... 35-38
A. Jenis dan Lokasi Penelitian ...................................................... 35 B. Pendekatan Penelitian .............................................................. 35 C. Variabel Penelitian ................................................................... 35 D. Definisi Operasional Variabel .................................................. 35 E. Alat dan Bahan ......................................................................... 36 F. ProsedurKerja ........................................................................... 36-37
ix
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................... 38-46
A. Hasil Penelitian ....................................................................... 38-40 B. Pembahasan ............................................................................. 41-46
BAB V PENUTUP ....................................................................................... 47-48
A. Kesimpulan ............................................................................. 47 B. Saran ........................................................................................ 48
KEPUSTAKAAN .............................................................................................. 49-58 LAMPIRAN-LAMPIRAN ................................................................................ 59-61 DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................................
x
ABSTRAK
Nama : As Awaliah Amir
NIM : 60300113016
Judul Skripsi : Aktivitas Antifungi Bakteri Kitinolitik terhadap Cendawan Patogen
Bakteri kitinolitik memiliki kemampuan menghasilkan enzim kitinase dan banyak
dilaporkan sebagai agens biokontrol terhadap tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk
melihahat aktifitas kitinolitik dalam menghambat pertumbuhan penyakit Rhizoctonia
solani dan Fusarium oxyforum. Pengujian antifungi menggunakan teknik kultur
ganda dengan menumbuhkan masing-masing bakteri kitinolitik dengan cendawan
patogen cawan petri berisi media Nutrien Agar secara berhadapan dengan jarak 3
cm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa isolat bakteri kitinolitik mampu
menghambat cendawan dengan memiliki aktivitas masing-masing indeks
penghambatan isolat bakteri Lysinibacillus fusiformis (30%), Brevibacillu reuszeri
(77%) terhadap isolat cendawan Fusarium oxyforum dan Rhizoctonia solani (100%)
unruk masing-masing isolat bakteri kitinolitik yang digunakan.
Kata Kunci : Antifungi, Bakteri kitinolitik, Cendawan patogen.
xi
ABSTRAK
Nama : As Awaliah Amir
NIM : 60300113016
Thesis Title : Antifungal Activity of Chitinolytic Bacteria on Pathogen Fungi
Chitinolytic bacteria have the ability to produce chitinase enzymes and many are
reported as biocontrol agents for plants. This study aims to protect chitinolytic
activity in inhibiting the growth of Rhizoctonia solani and Fusarium oxyforum.
Antifungal testing uses a double culture technique by growing each chitinolytic
bacteria with petri dish fungus containing Nutrient media in order to deal with a
distance of 3 cm. The results showed that chitinolytic bacteria isolates were able to
inhibit fungi by having the activity of each inhibitory index of isolates of
Lysinibacillus fusiformis (30%), Brevibacillu reuszeri (77%) isolates from Fusarium
oxyforum and Rhizoctonia solani (100%) fungi isolates for each isolate chitinolytic
bacteria used.
Keywords: Antifungi, chitinolytic bacteria, pathogenic fungi.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ilmu pengetahuan biologi berhubungan dengan fenomena yang terdapat pada
makhluk hidup. Status makhluk hidup mulai dari bentuk kehidupan yang paling
rendah berupa tumbuhan sampai dengan kehidupan yang paling tinggi yaitu manusia
di atas bumi. Dalam ilmu pengetahuan Islam, sejarah kejadian alam telah dipelajari
dan dipandang sebagai satu kesatuan dalam pengertian saling berhubungan antara
satu benda dengan yang lainnya. Al-Qur’an merupakan ilmu pengetahuan yang
diberikan Allah swt kepada Nabi Muhammad saw. Kitab suci Al-Qur’an satu-satunya
teks bahasa Arab yang tinggi nilai sastranya, baik secara tekstual maupun
kontekstual. Al-Qur’an memiliki sastra unggul dalam metode deskripsi yang detail,
yaitu dalam hal diksi dan pemilihan kata mulai dari isi kandungan yang lengkap
mencakup semua aspek kehidupan dunia dan akhirat, sehingga ilmuan menjadikan
Al-Qur’an sebagai sumber inspirasi kita untuk meneliti. Salah satu surah yang
mengajak kita untuk meneliti yaitu QS Al-A’raaf/7:58 memuat informasi yang
berbunyi:
1
2
Terjemahnya:
Dan tanah yang baik, tanaman-tanamannya tumbuh subur dengan izin Allah, dan tanah yang tidak subur, tanaman-tanamanya tumbuh merana. Demikian kami mengulang-ulang tanda kebesaran (Kami) bagi orang-orang yang bersyukur (Kementrian Agama RI, 2012) Menurut Tafsir Jalalayn maksud ayat diatas yaitu (dan tanah yang baik)
maksudnya tanah yang subur, (tanaman-tanamannya tumbuh subur dengan izin
Allah) maksudnya tanaman dapat tumbuh dengan baik dengan perintah Allah (dan
tanah yang tidak subur) maksudnya tanah yang tidak baik, (tanaman-tanamanya
tumbuh merana) maksudnya tanaman tidak tapat tumbuh dengan baik, (demikian
kami mengulang-ulang tanda kebesaran) maksudnya meyakinkan tentang Kekuasaan
Allah (bagi orang-orang yang bersyukur) maksudnya bagi orang-orang yang berfikir.
Menurut Tafsir Baladun Thayyib, pada ayat ini, dengan menyebutkan
tumbuhnya buah-buahan berkat curahan hujan sejatinya ingin menyampaikan bahwa
tanah-tanah terdiri dari dua jenis tanah, yaitu tanah yang suci (baik lagi subur) dan
siap menumbuhkan tumbuh-tumbuhan dengan turunnya hujan sesuai dengan perintah
Allah swt dan tanah yang kotor (tidak baik dan kering) yang bahkan dengan turunnya
hujan tidak akan menumbuhkan sesuatu kecuali ilalang. Hujan rahmat ilahi turun
tercurah di seluruh tempat, namun tanah-tanah yang subur yang siap mengeksplorasi
curahan hujan tersebut dan bunga-bunga, tumbuh-tumbuhan dan pepohonan tumbuh
di atasnya. Adapun tanah-tanah yang tidak siap dan tidak mendapatkan manfaat dari
curahan hujan tidak mengalami pertumbuhan dan perkembangan di atasnya. Karena
3
itu, dapat dikatakan bahwa ayat ini merupakan sebuah perumpamaan bagi orang-
orang beriman dan orang-orang kafir.
Tanaman Hortikultura memiliki potensi penting dalam pemenuhan gizi,
peningkatan kesejahteraan masyarakat, dan perbaikan pendapatan petani. Akan tetapi
dalam usaha budidaya tanaman ditemui kendala berupa penyakit tanaman yang
disebabkan oleh mikro patogen tular tanah yang dapat menimbulkan resiko kerusakan
tanaman dan kehilangan hasil produksi yang cukup tinggi, sehingga menyebabkan
kerugian ekonomi di bidang pertanian dan industri hortikultura (Wei et al, 1990).
Pengendalian dengan cara kimiawi dapat berdampak negatif terhadap
lingkungan dan bahkan terhadap resistensi patogen. Adanya kekhawatiran dengan
penggunaan mikrobisida kimiawi, dan adanya permintaan produk pertanian yang
sehat dan aman bagi konsumen, pengendalian hayati menjadi salah satu pilihan cara
mengendalikan mikro patogen penyebab penyakit tanaman yang perlu untuk
dipertimbangkan. Penyakit tanaman dapat disebabkan oleh hama, virus, maupun
kapang. Serangan kapang banyak yang menimbulkan kerugian pada hasil tanam
(Papuangan, 2009).
Dengan perkembangan teknologi ditemukan penyakit pada tanaman. Di
Indonesia, secara intensif dikenal pada tahun 1980-an , yang kemudian aplikasinya
mulai berjalan pada tahun 1990-an. Perkembangan diharapkan mampu memecahkan
masalah-masalah dalam penyakit tanaman terutama penyakit benih maupun dalam
deteksi cendawan penyebab penyakit pada tanaman. Fusarium oxyforum merupakan
patogen asal tanah yang penting secara ekonomi, karena dapat menyebabkan busuk
4
layu Fusarium pada akar, batang dan kecambah pada lebih dari 100 jenis tanaman
(Yurnaliza, 2008). Rhizoctonia zolani merupakan salah satu penyakit cendawan tular
yang menimbulkan kerugian pada tanaman (Khaeruni, 2012).
Beberapa dari bakteri kitinolitik seperti Streptomyces, Bacillus, Enterobacter
Aeromonas, Serratia, dan Vibrio diketahui berpotensi menghasilkan senyawa
antimikroba yang mampu menghambat dan mengendalikan beberapa jenis mikroba
patogen penyebab penyakit tanaman yang perlu untuk dipertimbangkan (Ferniah et
al., 2003).
Bakteri kitinolitik menghasilkan enzim kitinase untuk asimilasi kitin sebagai
sumber karbon dan nitrogen. Bakteri kitinolitik dapat memecah dan mendegradasi
kitin penyusun dinding sel fungi sehingga bakteri ini sangat potensial untuk
menghambat pertumbuhan fungi patogen pada tanaman (Wu et al., 2001). Bakteri
kitinolitik mempunyai aktivitas antigonisme yang kuat terhadap cendawan patogen
dengan mekanisme hiperparasitisme dan antibiotiknya. Bebrapa enzim kitinolitiknya
toksik pada cendawan penyebab penyakit tanaman budidaya, tetapi tidak pada
mikroorganisme lain dalam tanah dan tumbuhan inang (Kloepper, 1989).
Bakteri yang menghasilkan enzim kitinase adalah kandidat agen biokontrol
karena mampu mengkolonisasi lingkungan sekitarnya dengan cepat. Dengan sifat ini,
bakteri penghasil kitinase berpotensi sebagai agen pengendali hayati hama dan
penyakit akibat jamur patogen (Herdyastuti et al., 2009) .
Degradasi enzim kitinase menghasilkan produk yang ramah lingkungan
dibandingkan penggunaan zat kimia. Dalam dua dekade terakhir banyak dikaji peran
5
enzim kitinase sebagai antifungi. Sebagai contoh Trichoderma banyak digunakan
sebagai antifungi yang efektif terhadap serangan Rhizoctonia solani pada tanaman
kapas atau Fusarium pada tanaman strawberi, dan tidak toksik terhadap tanaman pada
konsentrasi tinggi (Raharjo, 2001).
Pada penelitian sebelumnya telah ditemukan bakteri kitinolitik dari limbah
udang yaitu Lysinibacillus fusiformis dan Brevibacillus reuszeri dapat dijadikan
alternatif dalam menanggulangi serangan cendawan patogen. Bakteri kitinolitik
diketahui mampu menghambat dan mengendalikan beberapa jenis mikroba patogen
tular tanah dan penyakit yang ditimbulkan. Penelitian ini diharapkan bakteri
kitinolitik mampu menghambat pertumbuhan serangan cendawan patogen.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari penelitian ini adalah bagaimana aktivitas
antifungi bakteri kitinolitik dalam menghambat pertumbuhan cendawan patogen?
C. Ruang Lingkup Penelitian
Adapun ruang lingkup dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bakteri kitinolitik pada penelitian ini berasal dari koleksi isolat Laboratorium
Mikrobiologi, Fakultas Sain dan Teknologi Islam Universitas Negeri Alauddin
Makassar.
2. Bakteri kitinolitik yang digunakan adalah Lysinibacillus fusiformis dan
Brevibacillus reuszeri
6
3. Cendawan patogen yang digunakan adalah Rhizoctonia solani dan Fusarium
oxyforum berasal dari laboratorium Balit Sereal Kab. Maros.
4. Pelaksanaan ini dilaksanakan pada bulan oktober 2017 dilakukan di laboratorium
mikrobiologi, Fakultas Sain dan Teknologi Islam Universitas Negeri Alauddin
Makassar.
D. Kajian Pustaka
Dalam kajian pustaka dibahas beberapa temuan hasil penelitian sebelumnya
untuk melihat kejelasan arah, originalitas, kemanfaatan, dan posisi dari penelitian ini,
dibandingkan dengan beberpa temuan penelitian yang dilakukan sebelumnya yaitu
sebagai berikut:
1. Khaeruni (2012), Peggunaan Bakteri Kitinolitik sebagai Agens Biokontrol,
Penyakit Busuk Batang yang disebabkan oleh Rhizoctonia solani pada Tanaman
Kedelai merupakan salah satu alternatif metode pengendalian patogen yang ramah
lingkungan. Hasil pengujian in planta menunjukkan isolat ST27d dan ST17c yang
diinokulasikan pada tanaman kedelai secara nyata mampu menghambat
perkembangan penyakit busuk batang dan meningkatkan pertambahan tinggi
tanaman dan jumlah daun kedelai. Kedua isolat bakteri kitinolitik tersebut dapat
dikembangkan sebagai agens biokontrol penyakit busuk batang yang disebabkan
oleh R. solani pada kedelai.
2. Yunaliza (2011), Kemampuan Bakteri Kitinolitik sebagai Antijamur terhadap
Patogen Fusarium oxyforum. Uji antagonis dilakukan untuk melihat kemampuan
7
bakteri Streptomyces RKt5 menghambat pertumbuhan jamur F.oxysporum pada
kondisi terinduksi kitin. Pada bagian tengah cawan petri yang berisi media kitin
agar, ditumbuhkan jamur F.oxysporum. Pada kedua sisi koloni jamur dengan jarak
yang sama, diinokulasi biakan Streptomyces RKt5. Interaksi yang terjadi antara
bakteri Streptomyces RKt5 dan jamur F.oxysporum, diamati secara visual, dan
dideskripsikan secara kualitatif. Penelitian ini menunjukkan bahwa kitinase murni
yang diujikan mampu menghambat pertumbuhan miselium jamur uji.
3. Widya (2014), Potensi Cendawan pada Pisang sebagai Agen Hayati terhadap
Cendawan Fusarium oxyforum f.sp cubense Penyebab Penyakit Layu pada Pisang.
Hasil penelitian disimpulkan bahwa cendawan antagonis isolat AK2 memiliki
kemampuan berkompetisi dengan patogen Foc dan juga bersifat parasitisme,
kemudian cendawan antagonis isolat BR1 memiliki kemampuan berkompetisi
dengan cendawan Foc juga memiliki antibiosis dan bersifat parasitisme, kemudian
cendawan antagonis isolat BD1 memiliki kemampuan kompetisi dan antibiosis.
4. Hanif (2015), Pemanfaatan Bakteri Kitinolitik dalam Menghambat pertumbuhan
Curvularia sp. Penyebab Penyakit Bercak Daun pada Tanaman Mentimun. Dari
hasil penelitian yang dilakukan diperoleh kesimpulan isolat bakteri kitinolitik yang
memiliki efektivitas tertinggi dalam menghambat pertumbuhan Curvularia sp.
Secara in vitro ialah isolat Bacillus sp. BK13 dan Enterobacter sp. BK15,
sementara isolat dengan efektifitas penghambatan terendah adalah isolat
Enterobacter sp. PB17. Isolat bakteri kitinolitik Bacillus sp. BK13 dan
Enterobacter sp. BK15 mampu menghambat sarangan Curvularia sp. Penyebab
8
bercak daun secara in vitro dengan penurunan serangan bercak daun mencapai
50% untuk Enterobacter sp. BK15, sedangkan untuk isolat Bacillus sp. BK13
turun hingga 43,75%.
5. Haryanto (2013), bakteri kitinolitik dari tanah perakaran kelapa sawit mampu
menghambat pertumbuhan cendawan patogen penyebab hawar kelapa sawit baik
menggunakan sel, enzim kasar dan kitinase hasil pengendapan.
6. Sutanto (2004) telah melakukan penelitian tentang bakteri kitinolitik isolat
Bacillus cepacia, Enterobacter sp, dan Pseudomonas aeruginosa mampu menekan
pertumbuhan G boninense dan cendawan patogen lainnya dengan cara menguji
bakteri kitinolitik terhadap cendawan patogen tanam dalm metode in vitro.
7. Sigh (1999), melakukan penelitian tentang bakteri kitinolotik yang mampu
mengendalikan cendawan patogen seperti Paenibacillus sp galur 300 dan
Streptomyces sp galur 358 yang mampu mengendalikan penyakit layu Fusarium
pada tanaman katimun.
8. Novitasari (2013), telah mengisolasi dan mengidentifikasi bakteri kitinolitk,
penghambat pertumbuhan cendawan patogen asal kokon Cricula trifenestrata
dengan mengukur kadar protein kitinase ekstrak kasarnya dari penghambtan
pertumbuhan cendawan. Terdapat 17 isolat bakteri kitinolitik berhasil diisolasi
dari sampel kokon Cricula trifenestrata. Ada empat isolat yang memiliki indeks
kitinolitik tertinggi, yaitu: CH2, CH10, CS1, dan CS4. Isolat CH10 dan CS4
menunjukkan aktivitas kitinase paling tinggi dan diidentifikasi sebagai Shewanella
9
putrefaciens. Dari hasil penelitian ini isolat bakteri CH10 yang berhasil
menghambat pertumbuhan Fusarium oxyforum.
E. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas antifungi
bakteri kitinolitik dalam menghambat pertumbuhan cendawan patogen.
F. Kegunaan Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi tentang aktivitas bakteri
kitinolitik dalam menghambat pertumbuhan cendawan patogen penyebab penyakit
tanaman.
2. Sebagai penelitian untuk mengkeksplorasi potensi bakteri kitinolitik koleksi
laboratorium mikrobiologi
3. Sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya.
10
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Ayat yang Relevan
Allah swt menurunkan Al-Qur’an sebagai pedoman untuk manusia dalam
melakukan perbuatan di dunia, temasuk datangnya penyakit dan cara pencegahannya
pada tanaman-tanaman seperti pada firman Allah dalam QS Al- A’raf/7:133 yang
berbunyi :
Terjemahnya :
Maka Kami kirimkan kepada mereka taufan, belalang, kutu, katak dan darah sebagai bukti yang jelas, tetapi mereka tetap menyombongkan diri dan mereka adalah kaum yang berdosa. (Kementrian, 2012) Firman Allah Ta’ala “Maka Kami kirimkan kepada mereka taufan, belalang,
kutu, katak dan darah” mengungkapkan tentang berbagai musibah yang diturunkan
oleh Allah kepada manusia. Seperti angin topan yang dapat merobohkan rumah,
belalang yang dapat merusak tanaman dan pohon-pohon, hama “kutu” yang dapat
menyebabkan kematian pada tanaman dan ternak, dan ”katak “ yang dapat
mengganggu kehidupan manusia serta malapetaka darah yang menyebabkan
kematian pada manusia (Ibnu Ksatsir, 2004)
10
11
Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa salah satu bencana yang dapat menimpa
tumbuhan adalah adanya hama dan kuman. Kuman dalam konteks ini dapat diartikan
suatu mikroorgnisme, dapat berupa jamur atau bakteri (Quraish Shihab, 2002). Jamur
tersebut dapat dikendalikan dengan adanya enzim kitinase dari bakteri, karena
komponen utama dinding sel jamur adalah kitin. Sehingga deangan pemberian enzim
kitinase pada tanaman, diharapkan pertumbuhan jamur dapat terhambat dan dapat
mengurangi tingkat penyakit pada tanaman hortikultura.
Bakteri merupakan mikroorganisme yang sangat kecil. Bentuk dari bakteri
hanya dapat dilihat menggunakan mikroskop. Ukuran yang sangat mikroskopis ini
dijelaskan oleh Allah swt dalam firman QS Al-Baqarah/2:26 yang berbunyi:
Terjemahnya:
Sesungguhnya Allah tiada segan membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih rendah dari itu. Adapun orang-orang yang beriman, Maka mereka yakin bahwa perumpamaan itu benar dari Tuhan mereka, tetapi mereka yang kafir mengatakan: "Apakah maksud Allah menjadikan Ini untuk perumpamaan?." dengan perumpamaan itu banyak orang yang disesatkan Allah, dan dengan perumpamaan itu (pula) banyak orang yang diberi-Nya petunjuk. dan tidak ada yang disesatkan Allah kecuali orang-orang yang fasik (Kementrian Agama, 2012)
12
Menurut Tafsir Quraish Shihab (2012) “Sesungguhnya Allah tidak segan
membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih rendah dari itu” maksunya
Allah menjelaskan bahwa Dia tidak merasa enggan seperti yang dirasakan manusia,
maka Dia pun tidak segan-segan untuk menggambarkan bagi hamba-hamba-Nya
meskipun dengan hal-hal yang sangat kecil.
Dalam Tafsir ilmi (Lajnah, Kemenag, 2012) telah menjelaskan tentang
perumpamaan yang dibuat oleh Allah. Perumpamaan tersebut berupa nyamuk atau
yang lebih rendah dari pada nyamuk. Sesungguhnya orang yang beriman akan
percaya tentang kebenaran perumpamaan tesebut. Orang-orang yang beriman akan
mengimani perumpamaan itu, baik yang kecil maupun yang besar. Mereka
mengetahui bahwa apapun yang diciptakan Allah adalah benar dan memiliki manfaat.
Sebaliknya orang-orang kafir tidak percaya dan menganggap rendah bahwa nyamuk
itu dianggap sebagai pengganggu saja. Oleh karena itu bagi orang yang beriman dan
berilmu akan beranggapan bahwa nyamuk adalah mikroorganisme, tidak selalu
merupakan patogen bagi kehidupan. Dalam hal ini mikroorganisme yang disbutkan
berupa bakteri kitinolitik yang dapat dimanfaatkan bagi kehidupan .
B. Tinjaun Umum Bakteri Kitinolitik
Bakteri kitinolitik adalah mikroorganisme yang dapat mendegradasi kitin
dengan menggunakan enzim kitinase. Mikroorganisme ini dapat diperoleh dari
berbagai sumber seperti Rhizosphere, Phyllosphere tanah atau dari lingkungan air
seperti laut, danau, kolam atau limbah udang dan sebagainya. Selain lingkungan
mesofil, mikroorganisme kitinolitik juga telah berhasil diisolasi dari lingkungan
13
termifilik seperti sumber air panas, daerah geothermal dan lain-lain. Mikroorganisme
penghasil kitinase masih belum banyak diketahui baik tentang jumlah, diversitas
maupun fungsi kitinase yang dihasilkan, meskipun kitin merupakan salah satu
polimer yang melimpah di alam (Khaeruni, 2012).
Beberapa mikroorganisme kitinolitik dari berbagai sumber telah berhasil
diisolasi dan dikarakterisasi. Selain perairan, tanah adalah sumber nutrient dan
mineral bagi mikroorganisme, dimana terdapat hubungan dan interaksi antara
mikroorganisme yang sangat kompleks. Diperkirakan 1 gram tanah mengandung 109
bakteri dengan kemungkinan 4000 - 7000 spesies yang berbeda. Tanah benar-benar
sebagai sumber mikroba dan gen untuk mendegradasi atau mentransformasi
bermacam-macam senyawa organik dengan menggunakan enzim yang spesifik untuk
melakukan biotransformasi tersebut. Sebagian besar mikroorganisme tanah dan air
adalah pendegradasi kitin yang baik dan beberapa mikroorganisme dapat
memanfaatkan kitin sebagai sumber karbon dan nitrogen (Dewi, 2014).
Kitin, biopolimer L-1, 4-linked dari N-acetylglucosamine (GlcNAc), adalah
komponen utama exoskeletons serangga, cangkang krustasea, dan dinding sel jamur.
Bakteri menghasilkan kitinase untuk menurunkan chitin sebagai sumber energi (Wu
et al., 2004). Genus bakteri yang sudah banyak dilaporkan menghasilkan kitinase
antar lain Aeromonas, Alteromonas, Chromobacterium, Enterobacter, Ewingella,
Pseudoalteromonas, Pseudomonas, Serratia, Vibrio (Chernin et al., 1998).
Bakteri yang potensial mempunyai aktivitas kitinolitik yang ditumbuhkan
dalam kultur yang mengandung 0,2% koloidal kitin dari kepiting sebagai sumber
14
karbon yaitu Aeromonas sp dan Aeromonas schubertii. Aeromonas adalah bakteri
kitinolitik baru dari kolam udang yang berpotensi endokitinase. Suspensi koloidal
kitin digunakan dalam media agar nutrien untuk isolasi bakteri. Koloidal kitin adalah
kitin yang dilarutkan dalam asam klorida pekat seperti telah dipelajari oleh Hsu dan
Lockwood (1975). Sebagai media selektif untuk mendapatkan Actinomycetes dari air
dan tanah. Mikroorganisme kitinolitik dapat diseleksi keberadaannya dengan
mendegradasi media agar kitin yang dapat dideteksi dengan adanya zona bening
disekitar koloni bakteri (Herdiastuti et al, 2009).
Eksplorasi habitat dilakukan untuk mencari biodiversitas bakteri kitinolitik
dengan tujuan mendapatkan keragaman bakteri yang mampu menghasilkan aktivitas
kitinase terbaik. Salah satu tempat yang berpotensi menghasilkan bakteri kitinolitik
yaitu tambak udang. Keberadaan kitin dalam tambak udang dapat dengan cepat
terdegradasi karena adanya bakteri yang mempunyai enzim kitinase yang mampu
mendegradasi kitin (Yurnaliza, 2005). Kitinase yang disekresikan oleh kepiting,
udang atau bekicot membantu dalam pelunakan cangkang pada proses pemanjangan
atau pelebaran cangkang.
Bakteri kitinolitik sangat menarik diisolasi karena kemampuannya dalam
mendegradasi kitin menjadi derivat kitin. Derivat ini banyak dimanfaatkan dalam
berbagai bidang. Kitin atau derivatnya digunakan sebagai flokulan dalam pengolahan
limbah, agensia antifungi atau arthropoda hama serta dalam bidang biomedis yaitu
sebagai antitumor, obat luka dan membran dialisis darah (Wijaya, 2002) Strategi
seleksi bakteri kitinolitik untuk pengendali hayati didasarkan pada kemampuan
15
kolonisasi, kompetisi, dan kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan
(McQuilken et al. 1998).
1. Lysinibacillus fusiformis
Lysinibacillus fusiformis merupakan bakteri gram positif. Dalam kondisi
ekstrim dapat menghasilkan endospora yang tahan terhadap suhu tinggi, zat kimia
dan sinar ultraviolet. Lysinibacillus fusiformis bersifat aerob obligat, yang berarti
bakteri ini dapat memanfaatkan oksigen untuk metabolisme berbagai selulosa dan
karbohidrat, namun untuk metobolisme polisarida seperti pati.
Klasifikasi dari bakteri Lysinibacillus fusiformis sebagai berikut :
Kingdom : Bacteria
Phylum : Firmicutes
Class : Bacilli
Order : Bacillales
Family : Bacillaceae
Genus : Lysinibacillus
Spesies : Lysinibacillus fusiformis (Shida, 1996)
2. Brevibacillus reuszeri
Brevibacillus reuszeri merupakan bakteri gram positif, motil dengan flagella
dan spora berbentuk ellipsoidal. Bakteri ini bersifat aerob obligat, yang berarti dapat
memanfaatkan oksigen untuk metabolisme berbagai selulosa dan karbohidrat lainnya
(Shida, 1996).
Karakteristik dari bakteri Brevibacillus reuszeri sebagai berikut :
16
Kingdom : Bacteria
Phylum : Firmicutes
Class : Bacilli
Order : Bacillales
Famyli : Peanibacillaceae
Genus : Brevibacillus
Spesies : Brevibacillus reuszeri (Shida et al., 1996)
C. Tinjauan Umum Senyawa kitin dan Kitinase
1. Senyawa Kitin
Kitin adalah suatu polisakarida polimer linier yang tersusun oleh nomernya β-
1,4-N-asetilglukosamin. Kelimpahan kitin di alam menempati urutan terbesar kedua
setelah selulosa dan terdistribusi luas di lingkungan bosfer seperti pada kulit
Crustaceae (kepiting, udang, dan lobster), ubur-ubur, komponen struktural
eksoskeleton insekta, dinding sel fungi (22-40%), alga juga dalam nematoda,
binatang ataupun tumbuhan. Pada binatang, kitin merupakan struktur yang rigid pada
eksoskeleton. Hal ini dikarenakan pada rantai polimer N-asetil-glukosamin terdapat
ikatan hydrogen antar molekul membentuk mikrofibril menghasilkan struktur yang
stabil dan rigid, tidak larut dalam air sehingga dapat mengkristal. Ukuran molekul
kitin relatif besar dan kelarutan kitin rendah serta sulit diserap tubuh manusia,
sehingga aplikasi kitin terbatas dan menyebabkan kitin menjadi sumber utama
pencemaran senyawa organik (Haliza, 2012)
17
Senyawa kitin yang merupakan homopolimer ikatan β-1,4 dari N-
asetilglukosamin adalah komponen terbesar dari struktural dinding sel fungi patogen.
Enzim kitinase yang dihasilkan dari bakteri kitinolitik dapat mengkatalisis hidrolisis
ikatan β-1,4 homopolimer N-asetilglukosamin menjadi monomer N-asetilglukosamin,
yang menyebabkan lisisnya dinding sel fungi patogen (Widya, 2014)
Keberadaan kitin di alam yang sangat melimpah ini dengan cepat terdegradasi,
karena adanya beberpa bakteri dan fungi yang mempunyai enzim kitinase yang
mampu mendegradasi kitin. Kitin dapat didegradasi oleh mekanisme kitinolitik yang
menghidrolisis ikatan β-1,4- glikosida, atau polimer mengalami deasetil pertama yang
selanjutnya dihidrolisis oleh kitosanase (Gooday, 1990).
Mikroorganisme penghasil kitinase dapat diperoleh dari sumbernya dengan cara
menumbuhkan dalam media yang mengandung kitin. Kitin banyak digunakan sebagai
substrat pada media fermentasi untuk uji enzim endo tipe-kitinase. Aktivitas
kitinolitik diinduksi dalam media pertumbuhan strain dengan adanya kitin sebagai
sumber karbon. Gohel pada tahun 2006 melakukan variasi 19 komponen medium
screening yang mengandung kitin dengan menggunakan isolat Pantoea dispersa
yang diperoleh dari laut Bhavnagar, India untuk memproduksi kitinase secara
optimal. Metode konvensional yang menggunakan koloidal kitin sebagai substrat
ditemukan sangat efektif untuk menentukan aktivitas kitinase. Enterobacter sp NRG4
menunjukkan aktivitas tinggi terhadap kitin swollen, kitin koloidal, kitin yang
diregenerasi dan glikol kitin dibandingkan dengan serbuk kitin. Enterobakter sp G-1
juga dilaporkan menskresi endokitinase yang ditunjukkan dengan aktivitas tinggi
18
terhadap kitin koloidal dan etilen glikol kitin daripada serbuk kitin atau yang
dilarutkan dalam carboximetil cellulose (CMC).
2. Enzim Kitinase
Enzim kitinase banyak dimanfaatkan sebagai agen biokontrol terutama bagi
tanaman yang terserang infeksi jamur. Hal ini dikarenakan kitin merupakan
komponen utama dinding sel fungi yang dapat didegradasi oleh enzim kitinase
(Herdyastuti et al., 2009). Beberapa penelitian tentang pengendalian hayati jamur
patogen tanaman dengan menggunakan mikroorganisme kitinolitik telah banyak
dilakukan, diantaranya melihat kemampuan dalam menghambat pertumbuhan jamur
Fusarium semitectum pada cabai dan Ganoderma pada kelapa sawit (Sutanto, 2004).
Mikroorganisme penghasil kitinase masih belum banyak diketahui baik tentang
jumlah, diversitas maupun fungsi kitinase yang dihasilkan, meskipun kitin merupakan
salah satu polimer yang melimpah di alam. Beberapa mikroorganisme kitinolitik dari
berbagai sumber telah berhasil diisolasi dan dikarakterisasi enzim kitinase adalah
enzim yang mampu menghidrolisis kitin menjadi monomernya Nasetil-glukosamin.
Kitinase dapat dihasilkan oleh beberapa mikroorganisme dan mempunyai peran
penting pada fisiologi dan ekologi. Semua enzim yang dapat mendegradasi kitin
disebut sebagai kitinase total atau kitinase non spesifik. Aktivitas kitinase merupakan
ukuran jumlah produk yang dihasilkan dari suatu pemecahan substrat kitin. Satu unit
aktivitas kitinase didefinisikan sebagai pelepasan 1 µmol gula reduksi (N asetil-
glukosmin) permenit (Khaeruni, 2012).
19
Secara umum enzim kitinase sering digunakan dalam proses produksi. Enzim
yang digunakan pada umumnya berasal diisolasi dan bakteri. Penggunaan enzim
dalam proses produksi dapat meningkatkan efisien yang kemudian meningkatkan
jumlah produksi. Enzim kitinase memiliki potensi besar untuk diaplikasikan dalam
bidang bioteknologi, diantaranya sebagai agen biokontrol terhadap fungsi patogen
tanaman secara mikroparasitisme, berfungsi sebagai biopeptisida, untuk
memproduksi materi aktif kitooligosakarida, serta untuk memproduksi protein sel
tunggal, dan protoplas kapang (Chasanah et al., 2007).
Kitinase juga dikelompokkan berdasarkan urutan asam aminonya dan dibagi
menjadi tiga famili yaitu famili 18, 19 dan 20. Family 18 meliputi kitinase dari
bakteri, jamur, virus dan beberapa kitinase dari tanaman hewan. Family 19 meliputi
keseluruh kitinase tanaman. Family 20 meliputi β-N-acetylhexosaminidases dari
bakteri Gram positif Streptomyces (Yurnalisa, 2008).
Enzim kitinase mampu menghidrolisis senyawa polimer kitin menjadi
oligosakarida atau monomer N-asetil glukosamindengan menghidrolisis kitin secara
acak pada ikatan glikosidik. Enzim kitinase yang dibedakan berdasarkan cara
kerjanya dalam mendegradasi kitin, yaitu eksokitinase, endokitinase, dan N-asetil-
glukosamidase. Eksokitinase memotong polimer kitin hanya dari ujung non reduksi.
Endokitinase memotong polimer kitin secara acak dan menghasilkan dimer, trimer,
tetramer, dan oligomer gula. N-asetilglukosamidase yang akan memutuskan
diasetilkitobiosa dan menghasilkan N-asetilglukosamin (Rachmawati, 2015).
20
Aktivitas enzim kitinase dipengaruhi oleh substrat, pH dan suhu. Setiap enzim
memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam mendegradasi substrat dan spesifik
terhadap substrat yang berbeda-beda. pH mempengaruhi sifat ionik gugus karboksil
dan gugus amino yang menyebabkan perubahan daerah katalitik dan konformasi
enzim. Kenaikan suhu akan meningkatkan energi kinetik sehingga tumbukan antar
molekul akan semakin cepat. Semakin sering tumbukan terjadi, maka akan semakin
mudah pembentukan kompleks enzim-substrat. Lingkungan suhu mikroba
berpengaruh terhadap stabilitas enzim yang dihasilkan (Nasran, 2003).
Dalam dua dekade terakhir banyak dikaji peran enzim kitinase sebagai
antifungi. Sebagai contoh Tricoderma banyak digunakan sebagai antifungi yang
efektif terhadap serangan Rhizoctonia solani pada tanaman kapas atau Fusarium pada
tanaman strawberi, dan tidak toksik terhadap tanaman pada konsentrasi tinggi (Wang,
2003). Selain sebagai agenbiokontrol, senyawa turunan kitin terbentuk sebagai hasil
degradasi kitinase juga banyak dimanfaatkan pada bidang kesehatan, industri, pangan
dan lain-lain. Peran kitinase dalam morfogenensis jamur dan parasitisme telah banyak
dilakukan dalam aplikasi pengendalian hayati (Sahai, 1993).
3. Struktur Enzim Kitinase
Struktur kitinase mempunyai lebih dari satu domain sehingga strukturnya
dikenal sebagai multi-domain, yaitu domain katalitik, domain pengikatan kitin dan
domain fibronektin III. Seperti S.marcescens adalah mikroba kitinase yang telah
banyak dipelajari baik struktur maupun fungsinya. S.marcescens dapat menghasilkan
3 gen yang mengkode kitinase disebut sebagai gen ChiA (kitinase A), ChiB (kitinase
21
B) dan ChiC (kitinase C) dan baru-baru ini telah ditentukan struktur tiga dimensi dari
ketiga gen tersebut. Gen ChiA, ChiB dan ChiC yang masing-masing mengkode 563,
479 dan 325 residu asam amino. Gen ChiA Aeromonas caviae sepanjang 4,5 kb yang
diklon pada starin XLI-Blue menghasilkan complete sequence dengan open reading
frame (ORF) sepanjang 2595 nukleotida yang mengkode 865 asam amino
mempunyai kesamaan urutan dengan S.marcescens. A.caviae yang diisolasi dari
tanah di pulau Bangka juga telah berhasil dikloning dan sequence nukleotida
menunjukkan bahwa 2748 bp tersebut tidak mempunyai promotor, mempunyai
urutan yang sama dengan gen ChiA. A.caviae (Amarilla, 2003)
Selain Serratia, bakteri genus Bacillus juga banyak dipelajari sebagai penghasil
kitinase. Analisis struktur tiga dimensi domain katalik ChiA B.circulan WL-12 yang
mempunyai sedikitnya 6 jenis kitinase. Kitinase A pada bakteri ini mempunyai
kemampuan yang kuat dalam mendegradasi kitin dibandingkan kitinase yang lainnya.
Berdasarkan homologi urutan asam amino pada domain katalik ChiA adalah
kelompok famili 18glikosil hidrolase (Watanabe, 1992). Gen yang mengkode
kitinase pada Bacillus sp DAU101 telah diklon pada E.coli dengan menggunakan
plasmid pUC18 dan pGEX-GP-1 sebagai vector. Diperolah urutan nukleotida yang
mengandung 1781 bp yang mengkode 597 asam amino. Kitinase tersebut
mengandung 3 domain yaitu domain katalik, domain kitin-binding, domain
fibronektin (Yong, 2007).
Aphamocladium album dapat memproduksi 9 jenis kitinase saat ditumbuhkan
dalam kitin koloida, tetapi dalam serbuk kitin hanya menghasilkan 3 jenis kitinase.
22
Diduga karena konformasi kitin serta cross-linking pada polisakarida berbeda dengan
kitin koloidal dalam medium pertumbuhannya. Beberapa peneliti melaporkan bahwa
sebagian mikroba dapat menghasilkan beberapa tipe kitinase (multiple chitinase)
untuk menghidrolisis satu jenis substrat. Aeromonas sp diketahui menghasilkan
multiple chitinase yaitu Chi I-Chi VIII pada media pertumbuhan yang mendukung
koloidal kitin (Ueda, 1995). Bacillus circulans WL 12 menghasilkan Chi A1, Chi A2,
Chi B1, Chi B2, Chi C, dan Chi D pada media pertumbuhan koloidal kitin
(Watanabe, 1992). Alteromonas sp strain 0-7 yang merupakan bakteri laut, gram
positif, berbentuk batang, aerobik, berflagela dan menghasilkan empat kitinase
berbeda yaitu Chi A, Chi B, Chi C, dan Chi D pada media pertumbuhan koloidal kitin
(Tsujibo, 1998)
4. Pemanfaatan Kitinase
Secara umum enzim kitinase dimanfaatkan sebagai agen biokontrol tanaman
dan untuk pengolahan limbah industri yang mengandung kitin. Seperti industri
pembekuan udang, kerang dan kepiting. Pabrik pembekuan udang menghasilkan
limbah cangkang yang jika tidak didegradasi dapat menyebabkan pencemaran
lingkungan. Senyawa-senyawa hasil degradasi pada kitin membentuk senyawa
turunan kitin seperti karboksimetil kitin, hidroksietil kitin, dan etil kitin yang dapat
dimanfaatkan dalam bahan dasar pembuatan benang operasi yang mempunyai
keunggulan dapat diserap dalam jaringan tubuh, tidak toksik dan dapat disimpan
dalam waktu yang lama (Harman, 1993)
23
Dalam bidang kedokteran senyawa-senyawa tersebut dapat digunakan sebagai
bahan dasar pembuatan benang operasi yang mempunyai keunggulan dapat diserap
dalam jaringan tubuh, tidak toksik dan dapat disimpan dalam waktu yang lama.
Monomer dari kitin yaitu N-Asetil-Dglukosamin dapat dimanfaatkan dalam bidang
farmasi, diantaranya dapat digunakan sebagai obat untuk mengontrol kadar gula
dalam darah, sebagai suplemen, anti inflamantory dan sebagainya. Dalam dunia
kosmetik senyawa gula ini dapat membantu mengurangi hilangnya hiperpigmentasi
karena N-asetil-D-glukosamin dapat membantu mengurangi aktivitas enzim tirosinase
yang berperan dalam produksi melanin (Mubarik, 2010)
Dalam bidang pertanian, kitinase berfungsi sebagai agen biokontrol terhadap
hama serangga dan fungi patogen yang memiliki komponen kitin pada dinding sel.
Sebagai agen biokontrol, enzim kitinase dan protease berperan dalam proses
pembunuhan larva Haemoncus contorcus dengan cara mendegradasi dan melisiskan
dinding kulit larva cacing. Mikroba kitinolitik akan berkembangbiak dan mengambil
nutrisinya (Ahmad, 2007)
D. Cendawan patogen
Cendawan merupakan bagian dari jamur yang dihasilkan dari sporanya,
biasanya terbentuk di atas tanah atau pada sumber makanannya. Cendawan secara
umum juga termasuk jamur, fungi atau cendawan terdiri dari kapang dan khamir.
Fungi adalah heterotrof yang mendapatkan nutriennya melalui penyerapan (absorpsi).
Fungi menempati lingkungan yang sangat beragam yang berasosiasi secara simbiotik
24
dengan banyak organisme baik di darat maupun di air. Sebagian besar fungi adalah
organisme multiseluler dengan hifa yang dibagi menjadi sel-sel oleh dinding yang
bersilangan atau septa. Dinding sel pada fungi dilindungi oleh Selulosa dan Kitin
(polisakarida yang mengandung unsur N). Fungi dapat berkembang biak dengan dua
cara yaitu cara seksual dan aseksual (Yurnaliza, 2011).
Cendawan tidak mempunyai perakaran maupun khlorofil, sehingga tidak
mampu membuat makanannya sendiri. Untuk memenuhi kebutuhan akan nutrisinya
maka jamur membutuhkan organisme lain. Kebanyakan jamur bersifat saprofit,
parasit obligat, parasit fakultatif. Kebanyakan jamur parasit hanya dapat hidup pada
tanaman dari genus, spesies atau kultivar tertentu saja, sehingga masing-masing
jamur parasit biasanya hanya menyerang tanaman tertentu saja. Fungi atau cendawan
terdiri dari kapan dan khamir. Kapang bersifat filamentus, sedangkan khamir
biasanya bersifat uniseluler. Fungi atau cendawan adalah organisme heterotrofik.
Mereka memerlukan senyawa organik untuk nutrisinya. Fungi memiliki berbagai
macam penampilan tergantung pada spesiesnya (Pelczar, 1986).
Cendawan bukanlah tumbuhan atau hewan. Cendawan tidak memiliki klorofil
seperti tumbuhan sehingga tidak dapat melakukan fotosintesis dan menyimpan
karbohidrat dalam bentuk glikogen berupa pati seperti pada tumbuhan. Cendawan
tidak menelan atau mengunyah makanan seperti pada hewan, melainkan merombak
makanannya di luar secara enzimatik dan di serap melalui hifa (Asril, 2011)
Fungi dapat lebih bertahan dalam keadaan alam sekitar yang tidak
menguntungkan. Sebagai contoh, khamir dan kapang dapat tumbuh dalam suatu
25
substrat atau medium berisikan konsentrasi gula yang dapat menghambat
pertumbuhan kebanyakan bakteri. Khamir merupakan mikroorganisme fakultatif,
artinya mereka dapat hidup dalam keadaan aerobik maupun anaerobik (Pelczar,
1986). Fungi dapat tumbuh dalam kisaran suhu yang luas, dengan suhu optimum bagi
kebanyakan spesies saprofitik dari 22 sampai 300C, spesies patogenik mempunyai
suhu optimum lebih tinggi, biasanya 30 sampai 37 0 C. Pada cendawan akan tumbuh
pada atau mendekati 0° C (Pelczar, 1986). Klasifikasi Fungi berdasakan pada ciri-ciri
spora seksual dan tubuh buah yang ada selama tahap-tahap seksual dalam daur
hidupnya. Cendawan yang diketahui tingkat seksualnya disebut cendawan
perfek/sempurna. Cendawan yang belum diketahui tingkat seksualnya dinamakan
cendawan imperfek. (Pelczar, 1986).
E. Penyakit pada Tanaman yang disebabkan oleh Cendawan
Tanaman yang terserang penyakit patogen akan menunjukkan gejala layu yang
diawali dengan menguningnya daun tanaman. Gejala pada batang ditandai timbulnya
bercak-bercak coklat, ysng cepat melebar sehingga batang tanaman menjadi busuk
mengering dan berwarna coklat pada tanaman kedelai disebabkan oleh adanya
serangan R. solani pada jaringan pembulu tanaman. Keberadaan patogen ini
menyebabkan tanaman tidak mendapat suplai air, mineral, dan unsur hara dari dalam
tanah (Khaeruni, 2012).
Penyakit tanaman dapat disebabkan oleh hama, virus, maupun kapang.
Serangan kapang banyak menimbulkan kerugian pada hasil tanam. Jamur merupakan
26
patogen asal tanah yang penting secara ekonomi, karena dapat menyebabkan busuk
dan layu pada lebih dari 100 jenis tanaman. Pengendalian penyakit ini sulit dilakukan
karena jamur dapat bertahan lama di tanah sebagai saprofit (Susi, 2002).
Akar tanaman dapat terinfeksi langsung melalui jaringan akar, atau melalui akar
lateral dan melalui luka-luka, yang kemudian menetap dan berkembang diberkas
pembuluh. Setelah memasuki akar tanaman, miselium akan berkembang hingga
mencapai jaringan korteks akar. Pada saat miselium cendawan mencapai xylem,
maka miselium ini akan berkembang hingga menginfeksi pembuluh xylem. Setelah
jaringan pembuluh mati dan keadaan udara lembab, cendawan membentuk spora
yang berwarna putih keunguan pada akar yang terinfeksi. Penyebaran dapat terjadi
melalui angin, air pengairan dan alat pertanian. Layu total pada tanaman dapat terjadi
2-3 minggu setelah terinfeksi. Jika tanaman sakit dipotong dekat pangkal batang akan
terlihat gejala cincin coklat dari berkas pembuluh. Warna jaringan akar dan batang
menjadi coklat. Tempat luka infeksi tertutup hifa yang berwarna putih seperti kapas
(Desnurvia, 1990)
Penyakit tanaman adalah sesuatu yang bersifat menganggu tanaman sehingga
menurunkan kualitasnya, yang berakibat terus menerus dan gejala yang ditimbulkan
berdeda-beda. Ada dua macam gejala tanaman yang sakit yaitu gejala luar (External
symptoms), seperti benjolan, layu, lendir busuk basah, busuk keras, bercak daun,
kurap, luka, perubahan warna atau bentuk daun, menguning, daun atau batang kerdil.
Gejala dalam (Internal symptoms) seperti, generasi jaringan pembusukan jaringan,
kerusakan jaringan, jaringan dan selnya mati (Elfina, 2004)
27
1. Rhizoctonia solani
Rhizoctonia solani merupakan salah satu penyakit cendawan yang banyak
menimbulkan kerugian pada tanaman di seluruh dunia. Rhizoctonia solani diketahui
menyebabkan berbagai penyakit tanaman seperti busuk akar dan menyerang batang.
Rhizoctonia solani menyerang inangnya ketika mereka berada di tahap remaja
pertumbuhan mereka seperti benih dan bibit, yang biasanya ditemukan di dalam
tanah. Patogen diketahui menyebabkan kerugian tanaman yang lebih rendah
(Khaeruni, 2012). Rhizoctonia solani menyerang bibit tanaman di bawah permukaan
tanah, tetapi juga dapat menginfeksi polong, akar, daun dan batang. Rhizoctonia
solani dapat menyerang benih sebelum berkecambah atau dapat membunuh bibit
yang sangat muda segera setelah muncul dari tanah. Rhizoctonia solani sering
menyerang daun-daun di dekat tanah, menyebabkan hawar daun atau bercak daun
yang lebar. Di daerah beriklim sedang diketahui bahwa jamur membentuk
basidiospora dan determinasi sebagai Corticium vagum kemudian sebagai
Thanatephorus cucumeris (Semangun, 1996).
Secara umum, pertumbuhan Rhizoctonia solani berlangsung sangat cepat. Satu
isolat dapat tumbuh menutupi cawan petri dalam tiga hari. Cendawan ini dapat hidup
selama beberapa tahun dengan memproduksi sklerotia di tanah dan jaringan
tanaman. Patogen ini cocok dengan keadaan struktur tanah yang kurang baik dan
kelembapan tanah yang tinggi menggambarkan bagaimana Rhizoctonia solani
menyerang tanaman (Ceresini, 1999).
Klasifikasi dari cendawan Rhizoctonia solani sebagai berikut:
28
Kingdom : Fungi
Phylum : Basidiomycota
Class : Agaricomycetes
Order : Cantharellales
Family : Ceratobasidiacea
Genus : Rhizoctonia
Species : Rhizoctonia solani (Sumartini, 2011)
Selain Rhizoctonia solani terdapat jamur dengan 100 jenis yang dapat
menyebabkan kerusakan secara luas dalam waktu singkat dengan intensitas serangan
mencapai 35%. Fusarium oxyforum adalah salah satu genus cendawan berfilamen
yang banyak ditemukan pada tanaman dan tanah. Jamur Fusarium oxyforum adalah
salah satu jenis patogen tular tanah yang mematikan, karena patogen ini mempunyai
strain yang dapat dorman selama 30 tahun sebelum melanjutkan virulensi dan
menginfeksi tanaman (Sudantha, 2010). Jamur ini merupakan parasit lemah artinya
hanya dapat menyerang tanaman yang sedang berada pada kondisi lemah (peka)
karena kekeringan, kekurangan unsur hara, terlalu banyak sinar matahari dan tanaman
terlalu banyak buah (Sulistyani,2011).
Penyakit jenis ini menyebabkan penyakit hawar pelepah daun dengan miselium
cendawan mempunyai 6-10µm dan mempunyai percabangan yang membentuk sudut
runcing. Hifanya bersel pendek, mempunyai percabangan. Cendawan Rhizoctonia
solani berkembang baik pada kelembaban optimum 96% dan suhu optimum 30-
3200C. Cendawan ini dapat membentuk Sklerotium yang berbentuk tidak teratur,
29
sedangkan badan intinya berwarna coklat atau coklat kehitaman. Gejala penyakit ini
berupa timbulnya bercak berbentuk lonjong dengan bagian tepi yang tidak teratur dan
terdapat pada upih daun dan juga seludang daun. Bercak tersebut berwarna coklat
kemerahan seperti jerami. Pada keadaan yang lembab bercak dapat muncul benang-
benang miselia cendawan yang tebal dan pendek berwarna putih atau coklat muda
(Semangun, 1996).
2. Fusarium oxyforum
Fusarium oxyforum adalah cendawan tanah yang dapat bertahan lama dalam
tanah sebagai klamidospora yang terdapat banyak dalam akar-akar yang sakit.
Cendawan juga dapat bertahan pada akar rumput. Fusarium oxyforum menyerang
melalui akar, terutama akar yang luka. Baik luka mekanis maupun luka yang
disebabkan nematoda Radophulus similis. Tetapi tidak masuk melalui batang atau
akar rimpang, meskipun bagian ini dilukai (Semangun, 2004).
Jamur ini merupakan patogen asal tanah yang penting secara ekonomi, karena
dapat menyebabkan busuk dan layu Fusarium pada akar, batang, dan kecambah pada
lebih dari 100 janis tanaman. Fusarium oxyforum merupakan patogen penghuni tanah
yang mempunyai kemampuan hidup sebagai saprofit, dapat mendegradasi lignin dan
kompleks karbohidrat, juga dapat beras osiasi dengan bahan organik tanah, memiliki
ras fisiologi yang berbeda dan dapat menimbulkan penyakit yang bersifat monosiklik,
patogen ini dapat bertahan dalam berbagai jenis tanah sampai puluhan tahun
walaupun tanpa inang (Kistler, 1997)
Klasifikasi dari cendawan Fusarium oxyforum sebagai berikut:
30
Kingdom : Fungi
Phylum : Eumycota
Class : Hypomycetes
Order : Moniliales
Family : tuberculariaceae
Genus : Rhizoctonia
Species : Rhizoctonia solani (Sumartini, 2011)
Jamur-jamur antagonis tanah isolat lokal seperti Tricoderma sp pengendalian
hayati lodoh 15 dilaporkan mempunyai aktivitas antagonisme yang kuat terhadap
jamur patogen dengan mekanisme hiperparasitisme dan antibiosisnya sehingga efektif
menghambat pertumbuhan kapang patogen tanaman dengan mendegradasi dinding
selnya. Dinding sel kapang patogen menjadi rusak kemudian mati melalui aktivitas
enzim kitinasenya. Beberapa enzim kitinolitik hanya toksik pada kapang patogen
penyebab penyakit tanaman budidaya namun tidak pada mikroorganisme lain dalam
tanah dan tumbuhan inang (Thakuria, 2004).
Serangan jamur ini mengakibatkan penurunan produksi komoditas pertanian
dan mengakibatkan kerugian bagi petani. Pengendalian yang biasa dilakukan oleh
petani untuk mengendalikan layu fusarium yaitu membongkar dan membakar
tanaman yang sakit dan penggunaan pestisida sintesis (fungisida) (Nugraheni, 2010).
Pengendalian patogen di dalam tanah secara kimia terbukti tidak efektif. Penggunaan
fungisida yang berlebihan dapat menyebabkan efek samping, terutama pada
gangguan kesehatan manusia, pencemaran lingkungan, dan berkembangnya jamur
31
patogen yang resisten terhadap fungisida. Selain itu bahan kimia sintetik akan
membunuh organisme bukan sasaran yang berguna Pengendalian dengan agen hayati
dapat menghindari efek samping yang tidak diinginkan dari penggunaan fungisida
sintetik (Sari, 2012).
Pengendalian hayati menggunakan berbagai mikroorganisme seperti bakteri
kitinolitik sudah banyak digunakan (Duffy 1995). Bakteri kitinolitik mampu
menghasilkan enzim kitinase dan banyak dilaporkan sebagai agens biokontrol.
Kitinase merupakan enzim ekstraseluler yang berperan penting dalam menghidrolisis
kitin. Kitinase diproduksi secara alami pada berbagai organisme seperti bakteri,
artopoda, vertebrata, dan tanaman. Fungsi fisiologis dari kitinase bergantung pada
sumbernya. Pada tanaman, umumnya kitinase diinduksi oleh adanya faktor cekaman
seperti infeksi patogen yang mengandung kitin. Pada organisme yang mengandung
kitin pada dinding selnya atau struktur yang lainnya seperti fungi, kitinase diketahui
berperan dalam germinasi spora, pertumbuhan hifa dan percabangannya serta
perkembangan miselium (Lopes et al. 2008). Substrat utama dari kitinase ialah kitin
yang merupakan senyawa biopolimer berantai panjang dan tidak bercabang (Sanjaya
dan Yuanita 2007). Tiap rantai polimer umumnya terdiri atas 2000– 5000 unit
monomer N-asetil-D-glukosamin yang terpaut melalui ikatan β (1-4) glukosa, yang
merupakan polimer kedua melimpah di alam setelah selulosa (Patil et al. 2000).
Penggunaan bakteri antagonis merupakan salah satu komponen pengendalian
yang memiliki beberapa keuntungan antara lain tidak mengandung bahan beracun
yang bisa menimbulkan residu pada rantai makanan dan pencemaran lingkungan,
32
tidak memerlukan aplikasi berulang karena bakteri dapat memperbanyak diri selama
lingkungan mendukung perkembangannya, tidak menimbulkan efek samping
terhadap organisme yang bermanfaat pada tanaman dan dapat meningkatkan
ketahanan terhadap serangan patogen (Wei et al, 1991).
Dinding sel cendawan tersusun atas kompleks kitin (polimer dari N-
asetilglukosamin) dan variasi mannoprotein bersama dengan ikatan α- dan β-1,3-D-
glukan. Dinding sel ini merupakan target penting untuk agen anti cendawan (Hanson
2008). Pengendalian penyakit yang diakibatkan cendawan dapat dilakukan
menggunakan fungisida tetapi pemberian yang berlebihan dalam jangka waktu yang
panjang dapat memberikan dampak negatif. Penggunaan fungisida dapat
menimbulkan masalah lingkungan karena residunya tidak dapat terdegradasi oleh
organisme kecuali mikroorganisme tertentu. Residu tersebut terakumulasi dalam sel
atau jaringan organisme sehingga dapat meracuni organisme yang bersangkutan.
Pengendali hayati dapat digunakan karena lebih aman dari pada penggunaan bahan
kimia, di antaranya dengan memanfaatkan bakteri penghasil enzim pendegradasi kitin
yang menghambat pertumbuhan cendawan (Neuhaus 1999).
33
F. Kerangka Pikir
INPUT
Bakteri kitinolitik mampu megendalikan penyakit
pada tanaman khususnya cendawan patogen yang
memiliki kitin pada dinding sel nya
Bakteri kinolitik dapat menghasilkan enzim yang
banyak dimanfaatkan sebagai agen biokontrol
terutama bagi tanaman yang terserang infeksi jamur
PROSES
OUTPUT
Inokulasi dan peremajaan biakan dalam media
padat
Uji antifungi secara invitro
Bakteri kitinolitik mampu menghambat
pertumbuhan penyakit pada tanaman
cendawan patogen
34
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan eksploratif.
Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2017 - Januari 2018 di Laboratorium
Mikrobiologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin
Makassar.
B. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan eksploratif yaitu untuk mengetahui
bakteri kitinolitik dapat mencegah timbulnya penyakit pada tanaman hortikultura.
C. Variabel Penelitian
Variabel penelitian ini disebut variabel deskriptif. Adapun variabel yang
diamati yaitu bakteri kitinolitik sebagai agen biokontrol cendawan patogen.
D. Defenisi Operasional Variabel
Adapun defenisi operasional variabel pada penelitian ini yaitu sebagai berikut:
1. Bakteri kitinolitik merupakan mikroorganisme yang dapat menghasilkan senyawa
kitin dari struktur dinding sel fungi patogen. Enzim kitinase yang dihasilkan dari
34
35
lisis dinding sel fungi patogen mampu menghambat pertumbuhan mikroba
patogen.
2. Cendawan patogen adalah mikroorganisme yang dapat menyerang atau
menghentikan proses tumbuh tanaman. Gejala yang dapat ditimbulkan seperti akar
dan batang tanaman membusuk, daun – daun menguning dan rontok.
E. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Autoklaf, laminar air flow
(LAF), hot plate and stirrer, incubator, neraca analitik, oven, ose, tabung reaksi,
cawan petri, labu erlenmeyer, jangka sorong, lemari es.
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah bakteri kitinolitik
Lysinibacillus fusiformis dan Brevibacillus reuszeri cendawan Rhizoctonia solani
dan Fusarium oxyforum, media Natrium agar (NA), Potato dextrose agar (PDA),
alkohol 70%, aquades steril, aluminium foil, plastic silk, tissue, label, spidol, masker
dan sarung tangan
F. Prosedur kerja
Adapun prosedur kerja pada penelitian ini yaitu sebagai berikut:
1. Sterilisasi Alat
Semua alat-alat gelas yang akan digunakan dalam penelitian ini, terlebih
dahulu disterilkan dalam oven dengan suhu 180o selama 2 jam.
36
2. Pembuatan Media
a. Media PDA
Menyiapkan bahan dalam pembuatan media PDA 100 mL, kemudian dituang
kedalam labu Erlenmeyar dan dipanaskan dengan menggunakan alat hot plate selama
30 menit untuk melarutkan dekstosa agar, kemudian media ditutup rapat dan
disterilkan menggunakan autoklaf suhu 1210C. Erlenmeyer yang berisi media PDA
dikeluarkan dari autoklaf setelah itu menuang PDA kedalam cawan petri, dikerjakan
secara aseptik didalam Laminar Air Flow (LAF) yang akan digunakan sebagai media
peremajaan.
b. Media NA
Menyiapkan bahan dalam pembuatan media NA 150 mL, kemudian dituang
kedalam labu Erlenmeyar dan dipanaskan dengan menggunakan alat hot plate selama
30 menit untuk melarutkan dekstosa agar, kemudian media ditutup rapat dan
disterilkan menggunakan autoklaf suhu 1210C. Erlenmeyer yang berisi media PDA
dikeluarkan dari autoklaf setelah itu menuang PDA kedalam cawan petri, dikerjakan
secara aseptik didalam Laminar Air Flow (LAF) yang akan diguakan sebagai media
peremajaan.
3. Peremajaan isolat
a. Isolat Cendawan Patogen
Isolat yang digunakan pada penelitian ini yaitu Rhizoctonia solani dan
Fusarium oxyforum. Isolat cendawan diremajakan dengan cara menginokulasi pada
media PDA. Diinkubasi selama 7 hari dengan suhu kamar.
37
b. Isolat Bakteri Kitinolitik
Isolat yang diguanakan yaitu Lysinibacillus fusiformi dan Brevibacillus reuszeri
Isolate cendawan diremajakan dengan cara menginokulasi pada media NA agar
miring. Diinkubasi selama 1x24 jam dengan suhu 370C.
4. Uji antifungi
Uji antifungi isolat bakteri kitinolitik dilakukan dengan teknik kultur ganda
terhadap cendawan patogen. Isolat Rhizoctonia solani dan Fusarium oxyforum
diletakkan pada pusat medium, selanjutnya bakteri kitinolitik digoreskan dengan
jarak 2 cm dari tepi medium.
5. Indeks penghambatan
Indeks penghambatan yang digunakan pada penelitian ini dilakukan dengan
pengamatan zona hambat yang dihasilkan pada hari ke-7 dihitung menggunakan
Rumus:
Indekx penghambatan : x 100 %
R1 : Jari-jari pertumbuhan ke arah tepi petri
R2:. Jari-jari pertumbuhan ke arah bakteri antagonis
R1 –R2
R1
38
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Panelitian
Berdasarkan hasil uji aktivitas antibakteri dari dua isolat bakteri kitinolitik
yang digunakan yaitu Lysinibacillus fusiformis dan Brevibacullus reuszeri terhadap
cendawan patogen Rhisoctonia solani dan Fusarium oxyforum pada medium Natrium
Agar (NA) dengan cara teknik kultur ganda memiliki zona hambat yang berbeda.
Data dari hasil uji aktivitas antifungi dengan masa inkubasi selama 7 hari dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.1. Data aktivitas bakteri kitinolitik terhadap cendawan patogen
Kode isolat Isolat cendawan
patogen
Jari-Jari
penghambatan Indeks
penghamabatan R1 R2
L. fusiformis R. solani 0 0 100%
L. fusiformis F. oxyforum 3,6 2,2 30%
B. reuszeri R. solani 0 0 100%
B. reuszeri F. oxyforum 3,6 0,8 77%
Selain dalam bentuk tabel, aktivitas antibakteri terhadap cendawan patogen
yang diperoleh dari hasil penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.1. dan gambar 4.2.
38
39
Gambar 4.1 Hasil uji antibiosis secara in vitro bakteri Lysinibaacillus fusiformis
dan cendawan patogen
Rhizoctonia solani Fusarium oxyforum
Gambar 4.2 Hasil uji antibiosis secara in vitro bakteri Brevibacullus reuszeri
dan cendawan patogen
Rhizoctonia solani Fusarium oxyforum
40
B. Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian ini, cendawan patogen Rhizoctonia solani dan
Fusarium oxyforum diremajakan pada madia potato Dextrosa Agar (PDA) dengan
masa inkubasi 7 hari pada suhu ruang. Secara terpisah isolat bakteri kitinolitik
Lysinibacillus fusiformis dan Brevibacillus reuszeri diremajakan pada media Nutrien
Agar (NA) miring. Setelah bakteri berumur 24 jam kemudian dilakukan pengujian
teknik kultur ganda terhadap cendawan dengan menggunakan media kitin agar.
Media kitin agar digunakan untuk merombak senyawa kitin pada bakteri. Miselium
cendawan patogen dengan diamteter 0,5 cm diletakkan pada cawan petri dengan jarak
2 cm dari tepi medium dengan menggunakan jarum ose. Kemudian bakteri kitinolitik
digoreskan memanjang dengan jarak 3 cm dari potongan miselium cendawan
patogen, biakan diinkubasi pada suhu ruang selama 7 hari.
Hasil yang diperoleh, sebagaimana yang ditunjukkan pada Tabel 4.1. ,Gambar
4.1. dan Gambar 4.2., menunjukkan bahwa isolat bakteri yang digunakan memiliki
daya hambat terhadap pertumbuhan cendawan patogen. Indeks penghambatan
menujukkan bakteri kitinolitik yang menghasilkan enzim kitinase mampu
menghambat pertumbuhan cendawan patogen karena kemampuannya sebagai agen
biokontrol patogen tanaman, khususnya cendawan patogen yang memiliki kitin pada
dinding selnya seperti Rhizoctonia solani dan Fusarium oxyforum. Isolat bekteri
kitinolitik yang memperlihatkan efektivitas paling tinggi dalam menghambat
pertumbuhan cendawan adalah Lysinibacillus fusiformis dengan indeks
41
penghambatan 100 % dan 30%. Isolat bakteri yang memiliki efektivitas paling rendah
adalah Brevibacillus reuszeri dengan indeks penghambatan 100% dan 77% terhadap
isolat cendawan patogen. Menurut suryanto et al (2010), perbedaan efektivitas
penghambatan pertumbuhan jamur disebabkan oleh adanya perbedaan komposisi
dinding sel jamur, keberadaan kitin pada miselium jamur, perbedaan laju
pertumbuhan bakteri. Zona hambat pertumbuhan jamur patogen dengan kitinase
adalah bukti cara pendegradasian dinding sel jamur oleh β-1,4-N-asetilglukosamin
(Herrera et al, 1999).
Pengujian dilakukan pada waktu yang sama tetapi terdapat perbedaan
kitinolitik dari setiap isolat bekteri. Perbedaan indeks kitinolitik dipengaruhi oleh
perbedaan aktivitas dan produksi enzim kitinase dari masing-masing isolat. Semakin
besar zona bening yang dihasilkan dari aktivitas enzim maka semakin banyak enzim
yang dihasilkan pada proses hidrolisis kitin. Perbedaan indeks juga disebabkan oleh
perbedaan spesies mikroorganisme, yaitu perbedaan gen yang mengkode setiap isolat.
(Tronsmo, 1993)
Besarnya zona bening yang dihasilkan tergantung pada monomer N-
asetilglukosamin yang dihasilkan dari proses hidrolisis kitin dengan memutuskan
ikatan β-1,4 homopolimer N-asetilglukosamin. Semakin besar jumlah monomer yang
dihasilkan N-asetilglukosamin yang dihasilkan maka akan semakin besar zona bening
yang terbentuk disekitar koloni (Nurmawati, 2007).
Pada penelitian sebelumnya Isolat bakteri Lysinibacillus reuzseri memiliki
indeks kitinolitik 4,5 dari perbandingan nilai antara diameter zona bening dan
42
diameter koloni (Aditia, 2016). Dengan indeks kitinolitik ini mengindikasikan bahwa
bakteri Lysinibacillus reuzseri berpotensi untuk dijadikan biokontrol cendawan
patogen. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa Lysinibacillus
reuzseri menghambat pertumbuhan Rhizoctonia solani dengan indeks penghambatan
100%. Rhizoctonia solani memiliki struktur dinding sel yang mengandung kitin
(Khaeruni et al, 2010). Pada pengamatan secara in vitro terlihat bahwa bakteri
kitinolitik memiliki kualitas degradasi kitin yang kuat terhadap perkembangan
Rhizoctonia solani. Hal ini diduga karena populasi yang tinggi mendorong terjadinya
kompetisi dan memungkinkan bakteri melepas senyawa metabolit sekunder sebagai
bentuk pertahanan bakteri (Novitasari, 2013).
Sedangkan hasil pengamatan pada cendawan Fusarium oxyforum memiliki
indeks penghambatan 30%. Hal ini berbeda dengan Rhizoctonia solani karena
Fusarium oxyforum lebih tahan terhadap kitinase karena komposisi dinding sel
Fusarium oxyforum berbeda dengan Rhizoctonia solani (Yurnaliza, 2011). Isolat
bakteri Lysinibacillus reuzseri memiliki diameter penghambatan 3,6 cm (Tabel. 1)
pada pertumbuhan ke arah tepi petri dan diameter penghambatan 2,2 cm (Tabel. 1)
pada pertumbuhan ke arah bakteri antagonis. Diameter koloni bakteri sudah jauh
lebih besar dari diameter koloni cendawan patogen.
Brevibacillus reuszeri memiliki indeks kitinolitik 15, lebih besar dari bakteri
Lysinibacillus fusiformis. Perbedaan indeks kitinolitik, bakteri ini dengan bakteri
yang dipakai sebelumnya, disebabkan zona bening yang dihasilkan tergantung pada
jumlah monomer N-asetilglukosamin dari proses hidrolisis kitin dengan ikatan β-1,4-
43
N-setilglukosamin. Semkin besar jumlah monomer N-asetilglukosamin yang
dihasilkan maka akan semakin besar zona bening yang terbentuk di sekitar koloni
(Aditia, 2016).
Hasil pada penelitian ini menunjukkan indeks penghambatan 100% pada
cendawan Rhizoctonia .solani. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 4.2., yang
membuktikan besarnya penghambtan bakteri kitinolitik terhadap cendawan patogen
Rhizoctonia solani. Isolat cendawan Rhizoctonia solani memiliki struktur dinding sel
yang mengandung kitin, namun lemah terhadap enzim kitinase. Besarnya zona
hambat yang dihasilkan oleh bakteri yang menghasilkan metabolit seperti enzim
pendegradasi dinding sel atau senyawa anti jamur (Govindappa, 2011). Isolat
cendawan Fusarium oxyforum memiliki indeks penghambatan 77% dan memiliki
diameter penghambatan ke arah tepi petri 3,6 cm (Tabel. 1), jari-jari penghambatan
ke arah bakteri antagonis 0,8 cm (Tabel. 1). Menurut Wang et al (2003), polimer kitin
yang merupakan salah satu komponen dinding sel hifa fungi dihidrolisis oleh enzim
kitinase, sehingga dapat menghambat pertumbuhan hifa fungi patogen.
Pengujian kemampuan antijfungi enzim kitinase pada jenis cendawan yang
berbeda memberikan hasil yang berbeda pula pada hasil yang didapatkan. Cendawan
Fusarium oxyforum memang lebih tahan terhadap kitinase karena komposisi dinding
selnya berbeda dengan jamur Rhizoctonia solani. Komposisi dinding sel jamur dari
Fusarium oxyforum pada lapisan luar terdapat senyawa glikoprotein yang melindungi
permukaan miselium (Schoffelmeer, 1999). Kandungan glikoprotein pada dinding sel
sebanyak 50-60% dari total massa dinding sel, dimana dari hasil analisis gula yang
44
terdapat pada dinding sel menunjukkan bahwa jamur ini tidak hanya mengandung
glukosa (N-asetil) glukosamin tetapi juga galaktosa, mannosa, dan asam uronik yang
diduga berasal dari glikoprotein dinding sel. Jamur Rhizoctonia solani mampu
menghasilkan enzim kitinase dan b-1,3 glukanase, protein dan lipid yang melapisi
dinding sel menghalangi aktivitas enzim kitinase (Kamel et al, 1993) namun
miselium Fusarium oxyforum menunjukkan bahwa jamur ini lebih tahan terhadap
pengaruh enzim tersebut dibandingkan dengan jamur Rhizoctonia solani.
Cendawan Fusarium oxyforum adalah jamur yang lebih tahan terhadap lisis.
Protein dan lipid yang melapisi dinding selnya dapat menghalangi perkembangan
aktivitas enzim kitinase. Fusarium oxyforum dikenal sebagi penghuni tanah yang
mempunyai kemampuan hidup sebagai saprofit, dapat mendegradasi lignin dan
kompleks karbohidrat, juga dapat berasosiasi dengan bahan organik tanah, memiliki
ras fisiologi yang berbeda dan dapat menimbulkan penyakit yang bersifat monosiklik,
patogen ini dapat bertahan dalam berbagai jenis tanah sampai puluhan tahun
walaupun tanpa inang (Widya, 2014).
Kemampuan bakteri kitinolitik untuk menghasilkan enzim kitinase pada
media yang mengandung kitin, adanya zona bening disekitar koloni menunjukkan
adanya aktivitas kitinase dari bakteri tesebut. Masing- masing bakteri mempunyai
kemampuan berbeda-beda dalam menghasilkan kitinase (Muharni, 2007). Dimana
Brevibacillus reuszeri mempunyai kemampuan yang lebih tinggi dibanding
Lysinibacillus fusiformis. Hal ini dapat dilihat dari luasnya zona bening yang
45
dihasilkan oleh masing-masing bakteri. Terjadinya perbedaan ini disebabkan jumlah
monomer N-asetilglukosamin yang dihasilkan dari bakteri berbeda-beda (Susi, 2002).
Kemampuan antifungi enzim kitinase ditentukan berdasarkan adanya
penghambatan-pemanjangan miselium jamur Fusarium oxyforum saat terjadi kontak
dengan enzim kitinase (Margino, 2011). Kemampuan enzim kitinase dalam
melisiskan dinding sel jamur ditentukan dengan melihat perubahan yang terjadi pada
miselium jamur dengan enzim kitinase. Miselium jamur yang utuh sulit untuk
ditembus oleh kitinase murni, dan aktivitas enzim ini akan efektif jika miselium
jamur yang diujikan telah berada dalam bentuk potongan-potongan. Enzim kitinase
mampu melisiskan potongan dinding sel jamur (Yurnaliza, 2008).
Kitinase banyak dimanfaatkan sebagai agen biokontrol terutama bagi tanaman
yang sering terinfeksi jamur. Hal ini dikarenakan kitin yang merupakan kompenen
utama dinding sel jamur dapat didegradasi enzim kitinase menghasilkan produk yang
ramah lingkungan dibandingkan penggunaan zat kimia. Peran enzim kitinase banyak
digunakan sebagai antifungi yang efektif terhadap sarangan Rhizoctonia solani pada
tanaman kapas atau Fusarium oxyforum pada tanaman strawberi, dan tidak toksik
terhadap tanaman pada konsentrasi tinggi (Wang et al, 2003). Bacillus subtilis dalam
mendegradasi kitin dapat menghambat pertumbuhan beberapa jamur patogen
degradasi dinding sel jamur (Herdyastuti et al. 2009).
Beberapa penelitian sebelumnya telah membuktikan bahwa bakteri kitinase
efektif digunakan sebagai pengendali cendawan patogen. Bapat and Shah, (2000),
Zhao et al, (2012) melaporkan bahwa spesies dari Brevibacillus, seperti Brevibacillus
46
brevis dan Brevibacillus laterosporus efektif sebagai antagonis untuk cendawan
patogen seperti Phytoptora capsici and Fusarium oxysporum. Selain itu,
Brevibacillus reuszeri. B. licheniformis mampu menghambat pertumbuhan cendawan
patogen B. cinerea and Phytophthora capsici pada berbagai tanaman inang dengan
memproduksi senyawa antifungi yang beragam termasuk glukanase, kitinase, peptida
dan lipoppetida (Cui et al, 2012. Essghaieret et al, 2009. Wang et al., 2014).
Beberapa faktor pertumbuhan tersebut adalah konsentrasi zat antimikroba,
jumlah mikroorganisme, adanya bahan organik, suhu, derajat keasaman (pH) dan
spesies mikroorganisme (Pelczar, 2009). Selain itu menurut Hermawati (2014),
menyatakan bahwa pertumbuhan fungi dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan
antara lain suhu, waktu kontak, sifat-sifat kimia dan fisik media pertumbuhan seperti
pH, kadar air, nutrisi, serta jumlah komponen didalamnya.
47
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan pada penelitian yaitu uji antifungi dari bakteri
kitininolitik Lysinibacillus fusiformis dan Brevibacillus reuszer memiliki
kemampuan menghambat cendawan patogen Rhizoctonia solani dan Fusarium
oxyforum. Isolat bakteri kitinolitik Lysinibacillus fusiformis dan Brevibacillus
reuszeri memiliki indeks penghambatan 100% sehingga mamapu menghambat
pertumbuhan cendawan Rhizoctonia solani. Isolat bakteri kitinolitk Lysinibacillus
fusiformis mampu menghambat Fusarium oxyforum dengan konsentrasi 30% dan
isolat bakteri Brevibacillus reuszer mampu menghambat Fusarium oxyforum dengan
konsentrasi 77%
B. Saran
Adapun saran yang dapat saya sampaikan adalah sebagai berikut:
1. Perlu dilakukan penelitian untuk melihat peran bakteri dalam menghambat infeksi
jamur patogen, mengeksplorasi kemampuan isolat dalam menghasilkan enzim
kitinase yang bisa dimanfaatkan dalm berbagai bidang.
2. Perlu dilakukan penelitian di lapangan untuk mengetahui kemampuan bakteri
kitinolitik dalam meningkatkan ketahanan tanaman terhadap serangan patogen
serta melihat persentase penghambatan yang isolat bakteri
48
KEPUSTAKAAN
Alfiah, R. R., Khotimah, S. dan Turnip, M. 2015. Efektivitas Ekstrak Metanol Daun
Sembung Rambat (Mikania micrantha Kunth) Terhadap Pertumbuhan Jamur Candida albicans. Jurnal Protobiont. Vol. 4. No. 1. Hal 53.
Ahmad R.Z. Aktivitas Enzim kitinase dan protease pada cendawan nemtofagus.
Duddigtonia Flagrans dan Saccharomyces cereviseae. Seminar nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. 2007.
Amarilla, M. Cloning Molecular Biotecnology 23 (1); 1-10. 2003 Andreas, G. Potensi Bacillus subtilis dalam Mendegradasi Kitin pada Jamur Patogen
& Deteksi Gen Kitinase (Chi) Dengan Marka Molekuler Polymerase Chain Reaction (PCR). Makassar. Unhas. 2016
Ari. S. Wahyudi. Potential Isolate from soybean Rhizophere as biocontrol against
Soliborne Phytopathologenic Fungi. Journal Of Biocience 18(2); 51-52. 2011 Asril, M. Kemampuan Bakteri Tanah Dalam Menghambat Pertumbuhan ganoderma
boninense dan Fusarium oxyforum secara In vitro dan Uji penghambatan penyakitr Layu Fusarium pada Benih Cabai merah. Skripsi Medan. 2011
Bapat, S., Shah, A.K., Biological control of fusarial wilt of pigeon pea by Bacillus
brevis. Can. J. Microbiol. 46, 125–132. 2000 Campbell NA, JB Reece, dan LG Mitchell. Biologi, Jilid 1, Edisi Kelima. Jakarta:
Erlangga. 2002. Ceresini, P. Rhizoctonia solani, Phatogenprofile as one of the requirements of the
course. Soilborne Plant Pathogens. NC. State University. 1999 Chernin, L., Ismailov, Z., Haran, S. & Chet, I. Chitinolytic enterobacter agglomerans
antagonistic to Fungal Plant Pathogens. Appl. Environ. Microbiol 61(5): 1720–
1726. 1995 ----------, ismailov, Hanan S, Chet I. Chitinolytic Enterobacter agglomerans
antagonistic to Fungal Plant Patogens. Appl Environ Microbial 61: 1720-1726 1998.
48
49
Chasanah E, Fawzya YN, Pratis A, dan Nurhayati T. “Penapisan bakteri penghasilan
enzim kitinase yang berasosiasi dengan spons laut”. Jurnal Pascapanen dan Bioteknolpgi Kelautan dan Perikanan 2 (2007);161-169
Cui, T.-B., Chai, H.-Y., Jiang, L.-X., Isolation and partial characterization of an
antifungal protein produced by Bacillus licheniformis BS-3. Molecules 17, 7336–7347. 2012.
Choiruddin, M. R. 2010. Virulensi dan Keanekaragaman Genetika Fusarium
oxysporum F. Sp. Cepae Penyebab Busuk Pangkal pada Bawang Putih. Surakarta: Universitas Sebelas Maret. Skripsi.
Duffy BK, Andrew S, DM Weller. Combination of Trichoderma koningii with
fluorescent Pseudomonads for control of take-all on wheat. Phytopathology. 86(2):160–168. 1995
Dewi. R, Uji Antagonis Cendawan Agens Hayati terhadap Cendawan Cercospora
musae Penyebab Penyakit Sigatoka secara In Vitro. ISSN: 2252-3979. 3 (2). 129-135. 2014.
Deznurvia R, Identifikasi dan uji patogenesitas bakteri penyebab penyakit layu asal
pisang pada buah Ambon. Tesis. IPB. Bogor. 1990 Essghaier, B., Fardeau, M.L., Cayol, J.L., Hajlaoui, M.R., Boudabous, A., Jijakli, H.,
Sadfi-Zouaoui, N. Biological control of grey mould in strawberry fruits by halophilic bacteria. J. Appl. Microbiol. 106, 833–846. 2009
Elfina, P. Buku Ajar Pengendalian Hama terpadu. Faperika Press Universitas Riau.
2004 Fadhilah, S., Wiyono, S., dan Surahman M. Pengembangan Teknik Deteksi Fusarium
Patogen pada Umbi Benih Bawang Merah (Allium ascalonicum) di Laboratorium. J. Hort. Vol. 24. No. 2. Hal. 171. 2014
Ferniah RS, S Pujiyanto, S Purwantisari, Supriyadi, Interaksi kapang patogen
Fusarium oxysporum dengan bakteri kitinolitik rizosfer tanaman jahe dan pisang. Jurnal Natur Indonesia 14(1) 56-60. 2011
----------, Purwantisari S, Pujianto S. Uji Potensi Bakteri Kitinolitik Sebagai
Pengendali Hayati Patogen Kapang Penyebab Penyakit Tanaman Kentang
50
(Solanum tuberosum). Laporan Penelitian Dosen Muda Semarang Universitas Diponegoro. 2003
Fravel LJ, Wanten P, Blok W. Biological soil disinfestation: a safe and effective
approach for controlling soilborne pests and diseases. Agroindustria. 3(3):289-291, 2004.
Gerhardson, B. Biological substitutes for pesticides. Trends Biotechno. 20: 338-343.
2002 Chapptepar, C., African Journal Of Biotecnology. 4 (1). 87-90.2004 Gohel, V., Singh, A., Vimal, M., Ashwini, P. & Chhatpar, H.S. Review.
Bioprospecting and antifungal potential Chitinolytic microorganisms. African J. of Biotechnology 5(2): 54-72. 2006
Govindappa M, Ravishankar RV, Lokesh S. Screening of Pseudomonas fluorences
isolates for biological control of Macrophominaphaseolina root-rot of safflower. Afri. J. Agric. Res 6(6): 6256-6266. 2011
Gooday GW. Physiology of microbial degradation of chitin and chitosan. In
Physiology of Biodegradative migroognism. Radledge C (ed). KA Publishier. Netherland. 1990.
Haliza. W. Suhartono, M.T. Karekteristiki kitinase dan mikroba. Buletin Teknologi
Pascapanen Pertanian 8:1. 2012 Harman, G.E dan Tronsmo, A. Detection and Quentification of N-Acetyl- Beta-D-
glukosamidase, Chitobiosidase and Endochitinase In Solution and on Gels. Analitical.Biochemistry. 208: 53-57. 1993.
Hanif,A. Suryanto,D. Nurwahyuni, I. Pemanfaatan bakteri kitinolitik dalam
menghambat pertumbuhan Curvularia sp penyebab penyakit bercak daun pada tanaman mentimun. J.Biotecnology. University Sumatera Utara, Padang. 2015
Hanson JR. The Chemistry of Fungi. Cambridge: RSC Publishing. 2008
51
Hanafiah, K. A. Rancangan Percobaan Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Pesada. 2012
Haryanto, A. Isolation of chitinolyotic bacteria used as biological control of suspected
pathogenic fungi on oil palm seedlings. Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Bogor, 2013
Hartono, Muthiadin, C. dan Bakri, Z. Daya Hambat Simbiotik Ekstrak Inulin Bawang
Merah (Allium cepa L.) dengan Bakteri Lactobacillus acidophilus terhadap Pertumbuhan bakteri Escherichia coli. Jurnal Bionature. Jilid. 3. No. 1. Hal. 34.2012
Hermawati, I. R., Sudarno, dan Handijatno, D. Uji Potensi Antifungi Perasan Daun
Seledri (Apium graveolens L.) terhadap Aspergillus terreus Secara In Vitro. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Vol. 6. No. 1. Hal. 40. 2014
Herrera A. Chet I. Chitinase in Biological Control. Chitin and Chitinase 171-181.
1999 Herdiyastuti N, Raharjo TJ, Mudasir, and Matsjeh S. “Chitinase and Chitinolitik
Microorganism: Isolation Characterization And Potential” Indonesian Journal
of Chemistry 9: 37-34. 2009 Hernandez, A., I. Fernandez, P. Ana, J. Miranda, F.C. Sandra, N.H. Ana, and J.L.
Santander. 1999. Production, purification and diagnosis of siderophores from Pseudomonas fluorescens strain J-1443. Tropical Crops. 20 (1): 21-25.
Hsu SC and Lockwood J. Powdered Chitin Agar AS a Selective Medium for
Enumeration of Actinomycetes in water and Soil” Journal of Applied
Microbiology 29 no 3: 244-426. 1975. Kamel, Z, M. Rizki M. Saleh, Mustofa. Isolation and Identification of Rhizosphere
Soil Chitinolytic Bacteria and their Potential in Antifungal Biocontrol, Global Journal of Molecular Sciences 2(2): 56-57. 1993
52
Khaeruni A, Sutariati GAK, Wahyuni S. Karakterisasi dan uji aktivitas bakteri Rizosfer lahan ultisol sebagai pemacu pertumbuhan dan agensia hayati cendawan patogen tular tanah secara In Vitro. J Hama Penyakit Tumbuhan Tropika. 10(2):123-130. 2010
Khaeruni A, Rahman A. Penggunaan Bakteri Kitinolitik sebagai Agens Biokontrol
Penyakit Busuk Batang oleh Rhizoctonia solani pada Tanaman Kedelai. Jurnal Lentera BIO. 8 (2). 2012
Kumalasari, E. dan Sulistyani, N.Aktivitas Antifungi Ekstrak Etanol Batang
Binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steen.) terhadap Candida albicans serta Skrining Fitokimia. Jurnal Ilmiah Kefarmasian. Vol. 1. No. 2. Hal. 59-60. 2011
Kloepper JW, Lifshitz R, Zablotowicz RM. Free-living bacterial inocula for
enchancing crop productivity. Trends Biotechnol. 7;39-43. 1989 Klister, H.C. Genetic diversity in the Plant-pathogenik fungus Fusarium oxyforum.
Phytopatology 87: 474-479. 1997 Krisyanella, Dachriyanus, dan Marlina. Karakterisasi Simplisia dan Ekstrak serta Isolasi
Senyawa Aktif Antibakteri dari Daun Karamunting (Rhodomyrtus tomentosa (W.Ait) Hassk). Padang: Universitas Andalas. Artikel.2012
Lasinrang A. Isolasi dan Identifikasi Molekuler Bakteri penghasil Enzim Kitinase
dari Limbah Pegolahan Udang. Skripsi. Univ Islam Negeri Makassar. 2016 Lestari. W, Aini. F, Berlian.Z., Aktivitas Antifungi Ekstrak Daun Kemangi Ocium
americanum L. terhadap Fungi Fusarium oxyforum Schlcht. Jurnal Biota. 2 (1), 2016.
Lopes MA, Gomes DS, Koblitz MGB, Pirovani CP, Cascardo JCDM, Es-Net AG,
Michelia F. Use of response surface methodology to examine chitinase regulation in the Basidiomycetes Moniliophthora Perniciosa. J Mycol Res. 112(4): 399–406. 2008.
Margino. Antifungal Activity of Serratia marcescens to Alternaria porri Causing
Purple Bloch Disease in in Vitro Treatment. Jurnal Lentera Bio. 4 (1);13-16. 2011
53
Mamonto, S. I., Runtuwene, M. R. J. dan Wehantouw, F. 2014. Aktivitas Antioksidan Ekstrak Kulit Biji Buah Pinang Yaki (Areca Vestiaria Giseke) yang di Ekstraksi secara Soklet. Jurnal Ilmiah Farmasi Pharmacon. Vol. 3. No. 3. Hal. 265. ISSN. 2302-2493.
McQuilken MP, Halmer P, Rhodes DJ. Application of microorganisms to seeds. In
Formulation of microbial biopesticides: Beneficial microorganisms, nematodes and seed treatments. Dordrecht: Kluwer Academic Press.1998.
Ming. C.C., Pe L., Mei. L. Biochemical characterization and site-directed multional
analysis of the double chitin-binding domain from chitinase 92 of Aeromonas hydrophila JP101. J.Elsevier 61-66. 2004
Muharni. Pengujian aktivitas kitinase dari Bacillus Circulans untuk dikembangkan
sebagai agen biokontrol pada penyakit tanaman. Jurnal penelitian Sains; 10 (1) 147-148. 2007
Mubarik NR. Prawasti T. Chitinolitic Bacteria Isolated From Chili Rhizosphere,
Characterization and Application as Biocontrol for Aphis gossyipii. Ind .J. Microbiol 4 (3): 103-107. 2010.
Nasran,S., Farida A., Ninoek. Produksi Kitinase dan Deasetilase dari Vibrio harveyi.
Jurnal penelitian perikanan Indonesia. 5(9): 878-887. 2003. Nabrdalik, M., Grata, K., & Latala, A. Proteolytic activity of Bacillus cereus strains.
Proceedings of ECOpole 4(2), 273-277. 2010 Neuhaus JM. Plant chitinase (PR-3, PR-4, PR-8, PR-11). Di dalam: Datta SK,
Muthukrishnan S, editor. Pathogenesis-Related Proteins in Plant. London: CRC Pr. hlm 77-105. 1999
Nugraheni, E. S. Karakterisasi Biologi Isolat-Isolat Fusarium sp. pada Cabai Merah
Capsicum annuum L.) Asal Boyolali. Universitas Sebelas Maret. Skripsi. 2010 Nurnawati, E. pengujian aktivitas kitinase sebagai agen biokontrol pada Fusarium sp
dan Rhizoctonua solani. Jurnal Sains. 10(1); 144-145. 2007
Novitasari P, Isolasi dan Identifikasi Bakteri Kitinolitik Penghambat Pertumbuhan Cendawan Patogen Asal Kokon Cricula trifenestrata. University Ilmu Pertanian Bogor. 2013.
54
Novina D, Suryanto, Elimasni, Uji Potensi Bakteri Kitinolitik dalam menghambat pertumbuhan Rhizoctonia solani penyebab rebah Kecambah Pada kentang Varietas Granola. Universitas Sumatera Utara, Medan. 2015.
Omidpanah, S., Sadeghi, H., Sarcheshmeh, M. M., dan Manayi, A. Evaluation of
Antifungal Activity of Aqueous Extract of Some Medicinal Plants Againts Aspergillus flavus, Pistachio Aflatoxin Producing Fungus in Vitro. Iran: Islamic Azad University. Original Article. 2015
Papuangan, N. Aktivitas penghambatan Senyawa Antimikroba Streprtomyces sp.
Terhadap Mikroba Patogen Tular Tanah Secara In Vitro dan In Planta. Tesis. IPB. Bogor. 2009
Patil, R.S., Ghormade, V. & Despande, M.V. Chitinolytic enzymes: an exploration.
Enzyme and Microbial Technology 26: 473-483. 2000 Pelczar dan Chan, Dasar-Dasar Mikrobiologi Jilid I, diterjemahkan oleh Ratna Siri
Hadioetomo, Teja Imas, S. Sutami, Sri Lestari, Universitas Indonesia, Jakarta, Hal : 116-117. 1986
Pelczar, M. J. dan Chan, E. C. S. Dasar-Dasar Mikrobiologi 2. Jakarta: UI Press. 2009. Perucci S, Zini S, Donadio E, Mancianti F, Fichi G. 2008. isolation of Scopulariopsis
spp. fungi from Psoroptes cuniculi body surface and evaluation of their entomopathogenic role. J Parasitol Res 102: 957-962.
Purwantisari S, Pujiyanto S, Ferniah RS,. Uji Efektifitas Bakteri Kitinolitik Sebagai
Pengendali Pertumbuhan Kapang Patogen Penyebab Penyakit Utama Tanaman Sayuran dan Potensinya sebagai Bahan Biofungisida Ramah Lingkungan. Laporan Penelitian Dosen Muda. Semarang: Universitas Diponegoro. 2005
Rachmawaty S.P, Tius E.S, Yaninda K.W, Enzim kirinase dan aplikasi di bidang
industry “Chitinase and the application” 3(3): 878-887. 2015 Raharjo I,B. Djatnika I. pengendalian hayati bercak daun Xhantomonas sp pada
tanaman sedapmalam dengan Pseudomonas fluorences, Tricoderma sp. J,Sains. Univ Semarang. 301-310. 2001
Sahai AS, Fujii T, Yoneyama T. “High-multiplicity og citinase genes in Streptomyces
coelicolor A3(2)”. Biosience, bioteknology, and Biochemistry 63 no 4 (1993): 710-718.
55
Sanjaya I, Yuanita L. Adsorpsi Pb (II) oleh kitosan hasil isolasi kitin cangkang kepiting bakau (Scylla sp). J Ilmu Dasar. 8(1):30–36. 2007
Saguez, J. Vincen, C. Giordanengo,p. Chitinase inhibitors and chitinMimetic for Crop
Protection. Pest technology 2(2): 81-86. 2008 Sari, N. M., Kawuri, R., dan Khalimi, K. Streptomyces sp. Sebagai Biofungisida Patogen
Fusarium oxysporum (Schlecht.) f. sp. licopersici (Sacc.) et Hans. Penyebab Penyakit Layu pada Tanaman Tomat (Solanum lycopersicum L.). Agrotrop. Vol. 2. No. 2. Hal. 162. ISSN 2088-155X. 2012.
Saylendra, A., Pengendalian Penyakit Layu pada Pisang (Fusarium oxysporum f. sp.
cubense) denga Solarisasi Tanah dan Bakteri Antagonis, Tesis, Program Studi Entomologi/Fitopatologi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. 2007
Semangun, H Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan Tanaman Hartikultura pada
Inangnya . Gadjah Mada. University. Press. Yogyakarta. 2004 --------------, H. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta. 109-160. 1996. Schoffelmeer, E.A.M., Klis, F.M., Sietsma, J.H. & Cornelissen, B.J.C. 1999. The cell
wall of fusarium oxysporum. Fungal Genet Biol 27: 275–282. Shida O, Takagi H, Kodawi K and Komangata K. “Proposal for two new genera
Brevibacillus gen nov and Aneurinibacillus gen nov” Internatonal Journal of Systematic Bacteriology 46 (4): 939-949. 1996
Shihab MQ. Tafsir Al Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Quran/ MQuraish
Shihab . Jakarta Lenterahati, 2012. Shingh PP. Shind CS. Park CS. Chung YR. Biological control of Fusarium wilf of
cucumber by chitinolitic bacteria. Phytophatology. 89(1): 92-99. 1999 Sumartini. Penyakit Tular tanah (Sclerotium Rolfiss dan Rhizoctonia solani) pada
Tanaman Kacang-Kacangan dan Umbi-umbian Serta cara Pengendaliannya. Balai Penelitian Tanaman Kacang-Kacangan dan Umbi-umbian, Jalan raya Kendal Payak, Malang 6 (5): 101. 2011
Susi, Isolasi kitinase dari Scleroderma columnase dan Tricoderma harzianum. Jurnal
ilmu dasar. Vol 3 (1); 30-35. 2002
56
Sudantha, I M. Karakteristik dan Virulensi Jamur Fusarium oxyforum. Fusarium. Sp. Penyebab Penyakit Layu Tanaman Pisang & Pengendaliannya Secara Hayati Menggunakan Jamur Safrofit Tricoderma sp. University. Mataram. 2009.
Sulistyani. Antifungal Activity Of Ethanol Extract Of Binahong Stem (Anredera
cordifolia (Tenore) Steen. Against Candida albicas And the Phytochemical Screening. 1.(2), 51-62. 2011
Sutanto E, Yenny Y, Asmono D. Hiperparasitisme beberapa agens biokontrol
terhadap Ganoderma boinense penyebab penyakit busuk pangkal batang kelapa sawit. J Penel Kelapa Sawit. 102(2-3):63-68. 2004
Soesanto L,. Pengantar Pengendalian Hayati Penyakit Tanaman. Jakarta: Rajawali
Pers. 2008. Suryanto D, Patonah S, Munir E. Control of fusarium wilt of chili with chitinolytic
bacteria. Hayati J Biosci. 17(1):5-8,. 2010. Tsujibo H, Okazaki H, Shiotani K, Hayashi M, Umeda J, Miyamata K, Imada C,
Okami Y, Inomori Y. “Characterization of chitinase C from a Marine
Bacterium, Alteromonas sp Strain 0-7 and its Corresponding gene and domain Structure. Appl. Environ. Microbiolo 472-478. 1998.
Thakuria, D. N. C, Talukdar, C. Goswami, S. Characterization and Screening of
Bacteria From Rhizosphere of Rice Grown in Acidic Soils of Assam. Hazarika, and R.C. Boro. 2004
Tronsmo A, Harman G.E, Anal,Biochem, 208:74-75.1993 Udea M. Fujiwara A, Kawaguchi T, Arai M, “Purification and some properties of six
Chitinase from Aeromonas sp, Bioschi. Biotech. Biochem. 59 (11): 2162-2164. 1995
Wahyuni, S., Mukarlina, dan Yanti, A. H. 2014. Aktivitas Antifungi Ekstrak Metanol
Daun Buas-Buas (Premna serratifolia) terhadap Jamur Diplodia sp. pada Jeruk Siam (Citrus nobilis var. microcarpa). Jurnal Protobiont. Vol. 3. No. 2. Hal. 274-279.
57
Wang Z, Wang Y, Zheng L., Yang X, Liu H., Guo, J. Isolation and characterization of an antifungal protein from Bacillus licheniformis HS10. Biochem. Biophys. Res. Commun. 454, 48–52. 2014.
Wang Y, Kausch AP, Chandlee JM, Luo H, and Ruemmele BA. “ Co-transfer and
expression of chitinase, glucanase, and bar genes in creeping bentgrass for conferring fungal disease resistance”. Journal Plant Science 165 (2003): 496-507.
Watanabe T, Yamada T, Oyanagi W, Suzuki K, Tanaka H. “Purification and some
circulans WL-12 . Bioschi. Biotech. Biochem. 56 (4): 682-683. 1992 Wartono,P. Krik,W. Berry., Snapp. Rhizoctonia stem cancer and black shurf of
potato. Michigan State University. Extension Bulletin1-5. 2007. Wei G. Klopper JW, Tuzun S. Induction of systematic resistence of cucumber to
Colletotrichum orbiculare by selected strain of plant growth promoting Rhizo-bacteria. Phytopathology. 81 (12): 1508-1512. 1990
Wibowo, A Fensionita, YF Ahadiati, dan R Bustam, 2008. Patogen serangga dan
agens antagonis pada tanaman padi: Eksplorasi, identifikasi dan perbaikan missal. Jakarta: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan.
Widya S, Eko S. Potensi Cendawan Rhizosfer pisang sebagai agen hayati terhadap
cendawan Fusarium oxyforum f.sp cubense penyebab penyakit layu pada pisang. Jurnal Agroscience 5(2). 2014
Wijaya, S. isolasi Kitinase dari Scleroderma columnare Thicoderma harzianum,
Jurnal Ilmu Dasar. 2002 Wu ML, Chuang YC, Chen JP, Chen CS, Chang MC. “Identification &
characterization of the Three Chitin-Binding Domains within the Multidomain Chitinase Chi92 from Aeromonas hydrophila Jp 101”. Appl Environmen Microbiol 67:5100-5106. 2001
Yurnalisa. Kemampuan Kitinase Streptomyces RKt5 sebagai Antijamur terhadap
Patogen Fusarium oxysporum. Jurnal Natur Indonesia. 14 (1) : 42-46 2011 Yurnalisa, Kondisi optimum untuk produksi kitinase dan Streptomyces RKt5 dan
karakterisasi pH dan suhu enzim, Biota, 13 (3): 169-174. 2008
58
-----------, Margino, S. & Sembiring, L. Isolasi aktinomisetes kitinolitik dari rhizosfer
dan kompos. Komunikasi Penelitian 15(2): 27-35. 2003. Yong S, L. Park P. Yoo Y. Lee, C. Cho S. Ahn, C. Kim M. Choi L. Biosource
Technology, 98. 2734-2741. 2007
59
LAMPIRAN A. Persen Hambatan Antifungi (%)
1. Brevibacillus reuzseri pada Fusarium oxyforum =
x 100%
=
x 100%
= 30%
2. Brevibacillus reuzseri pada Rhizoctonia solani =
x 100%
=
x 100%
= 0
3. Lysinibacillus fusiformis pada Fusarium oxyforum =
x 100%
=
x 100%
= 77%
4. Lysinibacillus fusiformis pada Rhizoctonia solani =
x 100%
=
x 100%
= 0
60
B. Tabel Zona Hambat
Keterangan: R1 : Jari – jari pertumbuhan ke arah tepi petri R2 : Jari – jari pertumbuhan ke arah bakteri antifungi
No
Kode isolat
Diameter Penghambatan
R. solani R. solani F. oxyforum F. oxyforum
R1 R2 R1 R2
1. Brevibacillus reuzseri 0 0 3,6 2,2
2. Lysinibacillus fusiformis
0 0 3,6 0,8
61
C. Skema penelitian
Pembuatan medium
PDA (Potato Dextrosa Agar) NA (Nutrient Agar)
Cendawan Patogen Bakteri Kitinolitik
Uji Aktivitas bakteri
dan cendawan
Inkubasi pada suhu
kamar selama 14 hari