agama hindu adalah agama yang mempunyai usia terpanjang merupakan agama yang pertama dikenal oleh...
TRANSCRIPT
Agama Hindu adalah agama yang mempunyai usia terpanjang merupakan agama yang pertama dikenal oleh
manusia. Dalam uraian ini akan dijelaskan kapan dan dimana agama itu diwahyukan dan uraian singkat tentang
proses perkembangannya. Agama Hindu adalah agama yang telah melahirkan kebudayaan yang sangat
kompleks dibidang astronomi, ilmu pertanian, filsafat dan ilmu-ilmu lainnya. Karena luas dan terlalu mendetailnya
jangkauan pemaparan dari agama Hindu, kadang-kadang terasa sulit untuk dipahami.
Banyak para ahli dibidang agama dan ilmu lainnya yang telah mendalami tentang agama Hindu sehingga muncul
bermacam- macam penafsiran dan analisa terhadap agama Hindu. Sampai sekarang belum ada kesepakatan
diantara para ahli untuk menetapkan kapan agama Hindu itu diwahyukan, demikian juga mengenai metode dan
misi penyebarannya belum banyak dimengerti.
Penampilan agama Hindu yang memberikan kebebasan cukup tinggi dalam melaksanakan upacaranya
mengakibatkan banyak para ahli yang menuliskan tentang agama ini tidak sesuai dengan apa yang sebenarnya
ada dalam agama Hindu.
Sebagai Contoh: “Masih banyak para ahli menuliskan Agama Hindu adalah agama yang polytheistis dan segala
macam lagi penilaian yang sangat tidak mengenakkan, serta merugikan agama Hindu”.
Disamping itu di kalangan umat Hindu sendiripun masih banyak pemahaman-pemahaman yang kurang tepat
atas ajaran agama yang dipahami dan diamalkan. Demikianlah tujuan penulisan ini adalah untuk membantu
meluruskan pendapat-pendapat yang menyimpang serta pengertian yang belum jelas dari hal yang sebenarnya
terhadap agama Hindu.
AGAMA HINDU DI INDIA
Perkembangan agama Hindu di India, pada hakekatnya dapat dibagi menjadi 4 fase, yakni Jaman Weda, Jaman
Brahmana, Jaman Upanisad dan Jaman Budha. Dari peninggalan benda-benda purbakala di Mohenjodaro dan
Harappa, menunjukkan bahwa orang-orang yang tinggal di India pada jamam dahulu telah mempunyai
peradaban yang tinggi. Salah satu peninggalan yang menarik, ialah sebuah patung yang menunjukkan
perwujudan Siwa. Peninggalan tersebut erat hubungannya dengan ajaran Weda, karena pada jaman ini telah
dikenal adanya penyembahan terhadap Dewa-dewa.
Jaman Weda dimulai pada waktu bangsa Arya berada di Punjab di Lembah Sungai Sindhu, sekitar 2500 s.d
1500 tahun sebelum Masehi, setelah mendesak bangsa Dravida kesebelah Selatan sampai ke dataran tinggi
Dekkan. bangsa Arya telah memiliki peradaban tinggi, mereka menyembah Dewa-dewa seperti Agni, Varuna,
Vayu, Indra, Siwa dan sebagainya. Walaupun Dewa-dewa itu banyak, namun semuanya adalah manifestasi dan
perwujudan Tuhan Yang Maha Tunggal. Tuhan yang Tunggal dan Maha Kuasa dipandang sebagai pengatur
tertib alam semesta, yang disebut “Rta”. Pada jaman ini, masyarakat dibagi atas kaum Brahmana, Ksatriya,
Vaisya dan Sudra.
Pada Jaman Brahmana, kekuasaan kaum Brahmana amat besar pada kehidupan keagamaan, kaum
brahmanalah yang mengantarkan persembahan orang kepada para Dewa pada waktu itu. Jaman Brahmana ini
ditandai pula mulai tersusunnya “Tata Cara Upacara” beragama yang teratur. Kitab Brahmana, adalah kitab yang
menguraikan tentang saji dan upacaranya. Penyusunan tentang Tata Cara Upacara agama berdasarkan wahyu-
wahyu Tuhan yang termuat di dalam ayat-ayat Kitab Suci Weda.
Sedangkan pada Jaman Upanisad, yang dipentingkan tidak hanya terbatas pada Upacara dan Saji saja, akan
tetapi lebih meningkat pada pengetahuan bathin yang lebih tinggi, yang dapat membuka tabir rahasia alam gaib.
Jaman Upanisad ini adalah jaman pengembangan dan penyusunan falsafah agama, yaitu jaman orang
berfilsafat atas dasar Weda. Pada jaman ini muncullah ajaran filsafat yang tinggi-tinggi, yang kemudian
dikembangkan pula pada ajaran Darsana, Itihasa dan Purana. Sejak jaman Purana, pemujaan Tuhan sebagai Tri
Murti menjadi umum.
Selanjutnya, pada Jaman Budha ini, dimulai ketika putra Raja Sudhodana yang bernama “Sidharta”, menafsirkan
Weda dari sudut logika dan mengembangkan sistem yoga dan semadhi, sebagai jalan untuk menghubungkan
diri dengan Tuhan.
Agama Hindu, dari India Selatan menyebar sampai keluar India melalui beberapa cara. Dari sekian arah
penyebaran ajaran agama Hindu sampai juga di Nusantara.
MASUKNYA AGAMA HINDU DI INDONESIA
Berdasarkan beberapa pendapat, diperkirakan bahwa Agama Hindu pertamakalinya berkembang di Lembah
Sungai Shindu di India. Dilembah sungai inilah para Rsi menerima wahyu dari Hyang Widhi dan diabadikan
dalam bentuk Kitab Suci Weda. Dari lembah sungai sindhu, ajaran Agama Hindu menyebar ke seluruh pelosok
dunia, yaitu ke India Belakang, Asia Tengah, Tiongkok, Jepang dan akhirnya sampai ke Indonesia. Ada
beberapa teori dan pendapat tentang masuknya Agama Hindu ke Indonesia.
Krom (ahli – Belanda), dengan teori Waisya.
Dalam bukunya yang berjudul “Hindu Javanesche Geschiedenis”, menyebutkan bahwa masuknya pengaruh
Hindu ke Indonesia adalah melalui penyusupan dengan jalan damai yang dilakukan oleh golongan pedagang
(Waisya) India.
Mookerjee (ahli – India tahun 1912).
Menyatakan bahwa masuknya pengaruh Hindu dari India ke Indonesia dibawa oleh para pedagang India dengan
armada yang besar. Setelah sampai di Pulau Jawa (Indonesia) mereka mendirikan koloni dan membangun kota-
kota sebagai tempat untuk memajukan usahanya. Dari tempat inilah mereka sering mengadakan hubungan
dengan India. Kontak yang berlangsung sangat lama ini, maka terjadi penyebaran agama Hindu di Indonesia.
Moens dan Bosch (ahli – Belanda)
Menyatakan bahwa peranan kaum Ksatrya sangat besar pengaruhnya terhadap penyebaran agama Hindu dari
India ke Indonesia. Demikian pula pengaruh kebudayaan Hindu yang dibawa oleh para para rohaniwan Hindu
India ke Indonesia.
Data Peninggalan Sejarah di Indonesia.
Data peninggalan sejarah disebutkan Rsi Agastya menyebarkan agama Hindu dari India ke Indonesia. Data ini
ditemukan pada beberapa prasasti di Jawa dan lontar-lontar di Bali, yang menyatakan bahwa Sri Agastya
menyebarkan agama Hindu dari India ke Indonesia, melalui sungai Gangga, Yamuna, India Selatan dan India
Belakang. Oleh karena begitu besar jasa Rsi Agastya dalam penyebaran agama Hindu, maka namanya
disucikan dalam prasasti-prasasti seperti:
Prasasti Dinoyo (Jawa Timur):
Prasasti ini bertahun Caka 628, dimana seorang raja yang bernama Gajahmada membuat pura suci untuk Rsi
Agastya, dengan maksud memohon kekuatan suci dari Beliau.
Prasasti Porong (Jawa Tengah)
Prasasti yang bertahun Caka 785, juga menyebutkan keagungan dan kemuliaan Rsi Agastya. Mengingat
kemuliaan Rsi Agastya, maka banyak istilah yang diberikan kepada beliau, diantaranya adalah: Agastya Yatra,
artinya perjalanan suci Rsi Agastya yang tidak mengenal kembali dalam pengabdiannya untuk Dharma. Pita
Segara, artinya bapak dari lautan, karena mengarungi lautan-lautan luas demi untuk Dharma.
AGAMA HINDU DI INDONESIA
Masuknya agama Hindu ke Indonesia terjadi pada awal tahun Masehi, ini dapat diketahui dengan adanya bukti
tertulis atau benda-benda purbakala pada abad ke 4 Masehi denngan diketemukannya tujuh buah Yupa
peningalan kerajaan Kutai di Kalimantan Timur. Dari tujuh buah Yupa itu didapatkan keterangan mengenai
kehidupan keagamaan pada waktu itu yang menyatakan bahwa: “Yupa itu didirikan untuk memperingati dan
melaksanakan yadnya oleh Mulawarman”. Keterangan yang lain menyebutkan bahwa raja Mulawarman
melakukan yadnya pada suatu tempat suci untuk memuja dewa Siwa. Tempat itu disebut dengan
“Vaprakeswara”.
Masuknya agama Hindu ke Indonesia, menimbulkan pembaharuan yang besar, misalnya berakhirnya jaman
prasejarah Indonesia, perubahan dari religi kuno ke dalam kehidupan beragama yang memuja Tuhan Yang
Maha Esa dengan kitab Suci Veda dan juga munculnya kerajaan yang mengatur kehidupan suatu wilayah.
Disamping di Kutai (Kalimantan Timur), agama Hindu juga berkembang di Jawa Barat mulai abad ke-5 dengan
diketemukannya tujuh buah prasasti, yakni prasasti Ciaruteun, Kebonkopi, Jambu, Pasir Awi, Muara Cianten,
Tugu dan Lebak. Semua prasasti tersebut berbahasa Sansekerta dan memakai huruf Pallawa.
Dari prassti-prassti itu didapatkan keterangan yang menyebutkan bahwa “Raja Purnawarman adalah Raja
Tarumanegara beragama Hindu, Beliau adalah raja yang gagah berani dan lukisan tapak kakinya disamakan
dengan tapak kaki Dewa Wisnu”
Bukti lain yang ditemukan di Jawa Barat adalah adanya perunggu di Cebuya yang menggunakan atribut Dewa
Siwa dan diperkirakan dibuat pada masa Raja Tarumanegara. Berdasarkan data tersebut, maka jelas bahwa
Raja Purnawarman adalah penganut agama Hindu dengan memuja Tri Murti sebagai manifestasi dari Tuhan
Yang Maha Esa. Selanjutnya, agama Hindu berkembang pula di Jawa Tengah, yang dibuktikan adanya prasasti
Tukmas di lereng gunung Merbabu. Prasasti ini berbahasa sansekerta memakai huruf Pallawa dan bertipe lebih
muda dari prasasti Purnawarman. Prasasti ini yang menggunakan atribut Dewa Tri Murti, yaitu Trisula, Kendi,
Cakra, Kapak dan Bunga Teratai Mekar, diperkirakan berasal dari tahun 650 Masehi.
Pernyataan lain juga disebutkan dalam prasasti Canggal, yang berbahasa sansekerta dan memakai huduf
Pallawa. Prasasti Canggal dikeluarkan oleh Raja Sanjaya pada tahun 654 Caka (576 Masehi), dengan Candra
Sengkala berbunyi: “Sruti indriya rasa”, Isinya memuat tentang pemujaan terhadap Dewa Siwa, Dewa Wisnu dan
Dewa Brahma sebagai Tri Murti.
Adanya kelompok Candi Arjuna dan Candi Srikandi di dataran tinggi Dieng dekat Wonosobo dari abad ke-8
Masehi dan Candi Prambanan yang dihiasi dengan Arca Tri Murti yang didirikan pada tahun 856 Masehi,
merupakan bukti pula adanya perkembangan Agama Hindu di Jawa Tengah. Disamping itu, agama Hindu
berkembang juga di Jawa Timur, yang dibuktikan dengan ditemukannya prasasti Dinaya (Dinoyo) dekat Kota
Malang berbahasa sansekerta dan memakai huruf Jawa Kuno. Isinya memuat tentang pelaksanaan upacara
besar yang diadakan oleh Raja Dea Simha pada tahun 760 Masehi dan dilaksanakan oleh para ahli Veda, para
Brahmana besar, para pendeta dan penduduk negeri. Dea Simha adalah salah satu raja dari kerajaan
Kanjuruan. Candi Budut adalah bangunan suci yang terdapat di daerah Malang sebagai peninggalan tertua
kerajaan Hindu di Jawa Timur.
Kemudian pada tahun 929-947 munculah Mpu Sendok dari dinasti Isana Wamsa dan bergelar Sri
Isanottunggadewa, yang artinya raja yang sangat dimuliakan dan sebagai pemuja Dewa Siwa. Kemudian
sebagai pengganti Mpu Sindok adalah Dharma Wangsa. Selanjutnya munculah Airlangga (yang memerintah
kerajaan Sumedang tahun 1019-1042) yang juga adalah penganut Hindu yang setia.
Setelah dinasti Isana Wamsa, di Jawa Timur munculah kerajaan Kediri (tahun 1042-1222), sebagai pengemban
agama Hindu. Pada masa kerajaan ini banyak muncul karya sastra Hindu, misalnya Kitab Smaradahana, Kitab
Bharatayudha, Kitab Lubdhaka, Wrtasancaya dan kitab Kresnayana. Kemudian muncul kerajaan Singosari
(tahun 1222-1292). Pada jaman kerajaan Singosari ini didirikanlah Candi Kidal, candi Jago dan candi Singosari
sebagai sebagai peninggalan kehinduan pada jaman kerajaan Singosari.
Pada akhir abad ke-13 berakhirlah masa Singosari dan muncul kerajaan Majapahit, sebagai kerajaan besar
meliputi seluruh Nusantara. Keemasan masa Majapahit merupakan masa gemilang kehidupan dan
perkembangan Agama Hindu. Hal ini dapat dibuktikan dengan berdirinya candi Penataran, yaitu bangunan Suci
Hindu terbesar di Jawa Timur disamping juga munculnya buku Negarakertagama.
Selanjutnya agama Hindu berkembang pula di Bali. Kedatangan agama Hindu di Bali diperkirakan pada abad ke-
8. Hal ini disamping dapat dibuktikan dengan adanya prasasti-prasasti, juga adanya Arca Siwa dan Pura Putra
Bhatara Desa Bedahulu, Gianyar. Arca ini bertipe sama dengan Arca Siwa di Dieng Jawa Timur, yang berasal
dari abad ke-8.
Menurut uraian lontar-lontar di Bali, bahwa Mpu Kuturan sebagai pembaharu agama Hindu di Bali. Mpu Kuturan
datang ke Bali pada abad ke-2, yakni pada masa pemerintahan Udayana. Pengaruh Mpu Kuturan di Bali cukup
besar. Adanya sekte-sekte yang hidup pada jaman sebelumnya dapat disatukan dengan pemujaan melalui
Khayangan Tiga. Khayangan Jagad, sad Khayangan dan Sanggah Kemulan sebagaimana termuat dalam
Usama Dewa. Mulai abad inilah dimasyarakatkan adanya pemujaan Tri Murti di Pura Khayangan Tiga. Dan
sebagai penghormatan atas jasa beliau dibuatlah pelinggih Menjangan Salwang. Beliau Moksa di Pura Silayukti.
Perkembangan agama Hindu selanjutnya, sejak ekspedisi Gajahmada ke Bali (tahun 1343) sampai akhir abad
ke-19 masih terjadi pembaharuan dalam teknis pengamalan ajaran agama. Dan pada masa Dalem
Waturenggong, kehidupan agama Hindu mencapai jaman keemasan dengan datangnya Danghyang Nirartha
(Dwijendra) ke Bali pada abad ke-16. Jasa beliau sangat besar dibidang sastra, agama, arsitektur. Demikian pula
dibidang bangunan tempat suci, seperti Pura Rambut Siwi, Peti Tenget dan Dalem Gandamayu (Klungkung).
Perkembangan selanjutnya, setelah runtuhnya kerajaan-kerajaan di Bali pembinaan kehidupan keagamaan
sempat mengalami kemunduran. Namun mulai tahun 1921 usaha pembinaan muncul dengan adanya Suita
Gama Tirtha di Singaraja. Sara Poestaka tahun 1923 di Ubud Gianyar, Surya kanta tahun1925 di SIngaraja,
Perhimpunan Tjatur Wangsa Durga Gama Hindu Bali tahun 1926 di Klungkung, Paruman Para Penandita tahun
1949 di Singaraja, Majelis Hinduisme tahun 1950 di Klungkung, Wiwadha Sastra Sabha tahun 1950 di Denpasar
dan pada tanggal 23 Pebruari 1959 terbentuklah Majelis Agama Hindu. Kemudian pada tanggal 17-23 Nopember
tahun 1961 umat Hindu berhasil menyelenggarakan Dharma Asrama para Sulinggih di Campuan Ubud yang
menghasilkan piagam Campuan yang merupakan titik awal dan landasan pembinaan umat Hindu. Dan pada
tahun 1964 (7 s.d 10 Oktober 1964), diadakan Mahasabha Hindu Bali dengan menetapkan Majelis keagamaan
bernama Parisada Hindu Bali dengan menetapkan Majelis keagamaan bernama Parisada Hindu Bali, yang
selanjutnya menjadi Parisada Hindu Dharma Indonesia.
A. SEJARAH LAHIRNYA AGAMA BUDDHA
Agama Buddha lahir dan berkembang pada abad ke-6 BC. Agama itu diperoleh namanya dari
panggilan yang diberikan kepada pembangunnya yang mula-mula Siddharta Gautama (563-483
BC),yang dipanggilkan dengan : Buddha
Panggilan itu berasal dari akar kata Bodhi (hikmat),yang didalam deklensi (tashrif) selanjutnya
menjadi buddhi (nurani),dan selanjutnya menjadi Buddha.Sebab itulah sebutan Buddha pada masa
selanjutnya memperoleh berbagai pengertian sebagai berikut: Yang sadar, Yang Cemerlang, Dan
yang beroleh terang.
Panggilan itu diperoleh Siddharta Gautama sesudah menjalani sikap hidup penuh
kesucian,bertapa,berkalwat mengembara untuk menemukan kebenaran, dekat tujuh tahun
lamanya,dan di bawah sebuah pohon, iapun beroleh hikmat dan terang hingga pohon itu sampai
saat ini dipanggilkan pohon Hikmat (Tree of Bodhi)
Kitab Suci agama Buddha adalah Tri Pitaka. Tri itu bermakna tiga, dan pitaka itu bermakna bakul,
tapi dimaksudkan adalah bakul hikmat.hingga Tripitaka itu bermakna Tiga Himpunan Hikmat,
yaitu;
1. Sutta Pitaka, berisikan himpunan ajaran dan kotbah Buddha Gautama.Bagian terbesar berisi
percakapan antara Buddha dengan muridnya.Didalamnya juga termasuk kitab-kitab tenyang
pertekunan (meditasi),dan peribadatan,himpunan kata-kata hikmat,himpunan sajak-sajak
agamawi,kisah berbagai orang suci. Keseluruhan himpunan ini ditunjukkan bagi kalangan awam
dalam agama Buddha.
2. Vinaya Pitaka, berisikan Pattimokkha,yakni peraturan tata hidup setiap anggota biara-biara
(sangha). Didalam himpunan itu termasuk Maha Vagga, berisikan sejarah pembangunan
kebiaraan (ordo) dalam agama Buddha beserta hal-hal yang berkaitan dengan biara. Himpunan
Vinaya-pitaka itu ditunjukkan bagi masyarakat Rahib yang dipanggilkan dengan Bikkhu dan
Bikkhuni.
3. Abidharma-pitaka, yang ditunjukkan bagi lapisan terpelajar dalam agama Buddha, bermakna :
dhamma lanjutan atau dhamma khusus. Berisikan berbagai himpunan yang mempunyai nilai-nilai
tinggi bagi latihan ingatan,berisikan pembahasan mendalam tentang proses pemikiran dan
proses kesadaran. Paling terkenal dalam himpunan itu ialah milinda-panha (dialog dengan raja
Milinda) dan pula Visuddhi maga (jalan menuju kesucian)
B. LATAR BELAKANG LAHIRNYA AGAMA BUDDHA
1. Kondisi sosial,politik dan sosial India
Agama Buddha lahir akibat kondisi sosial dan politik India yang pada saat itu sangat
memperihatinkan,dimana di India pada saat itu banyak rakyat yang menderita sedangkan
kehidupan raja di Istana sangat mewah.
2. Ketidak puasan terhadap doktrin brahmana
Ketika agama hindu berkembang dengan pesat, ketamakan kaum brahmana makin menjadi.
Karena hanya mereka yang mampu membaca serta menyelenggarakan berbagai upacara
keagamaan mereka mulai mulai mengkomersilkan profesinya secara berlebihan. Upah yang
diminta tidak sesuai dengan pekerjaan yang dilakukan sehingga masyarakat mulai jenuh dengan
tingkah laku mereka. Jalan upacara korban pun sangat rumit, sehingga reformasi sebagai satu-
satunya jalan menuju sorga. Sebagai reaksi langsung bermunculan berbagai aliran yang
menentang agama Hindu di masyarakat.
Ada tiga aliran yang paling menonjol pada saat itu. Pertama aliran yang dianjurkan oleh jabali
berpendapat bahwa tidak ada surga,tidak ada kehidupan akhir,tidak ada agama dan penyiksaan
diri.Karena itu bersenang-senanglah di dalam hidup. Hidup Cuma sekali, tidak ada samsara, tidak
mengenal dosa, aliran ini mengejek upacara keagamaan yang dianggap membodohkan
masyarakat dan merupakan sumber kebodohan kaum brahmana. Aliran ini terutama diikuti oleh
orang yang digolongkan dalam golongan paria dalam agama Hindu.
Kedua,aliran yang dipinpin oleh mahavira dan akhirnya disebut jaina. Yang ini lain lagi sangat
bertolak belakang dengan yang pertama. Aliran jaina mencari kebahagiaan abadi dengan berbagai
peraturan hidup yang keras. tidak boleh membunuh binatang terkecilpun mereka hindari.ngan
berbagai tarikat untuk mencapai keselamatan hidup yang akan datang adalah perbuatan terpuji.
Apalagi sampai membinasakan diri. Membunuh diri sendiri merupakan jaminan untuk hidup
bahagia di alam baka.
Aliran ketiga muncul sebagi aliran yang merupakan jembatan emas dalam masyarakat. Dinamakan
demikian karena aliran ini dibawa oleh seseorang Gautama yang mendapat ilham untuk
menyebarkan agama bersama budha yang menjebatani kedua aliran terdahulu. Agama Budha
mengambil jalan tengah dalam menempuh hidup ini. Tidak hanya dengan bersenang-senang saja
atau dengan mematuhi peraturan yang terlalu keras menyiksa diri.
Sidartha Gautama adalah putra dari raja Suddhodhana dari kerajaan Kavilawastu, Ibunya Dewi
Maya dari kota dewadata kota kecil di Kavilawastu yang wilayahnya meliputi wilayah Nepal, Bhutan
dan Shikkim sekarang. Ia merupakan lapisan ksatria .
C. SOLUSI AGAMA BUDDHA DALAM MENCAPAI KEBAHAGIAAN
Budha Gautama menerima dan melanjutkan ajaran agama Brahma/Hindu tentang karma. Yakni
hukum sebab akibat dari tindak laku di dalam kehidupan, dan ajaran tentang samsara, yakni lahir
berulang kali ke dunia sebagai lanjutan karma dan ajaran tentang moksa yakni pemurnian hidup
itu guna terbebas dari Karma dan Samsara.
Sekalipun Budha Gautama menerima ajaran tentang karma dan samsara itu akan tetapi aia
menyelidiki dan meneliti pangkal sebab dari keseluruhannya itu, dan merumuskan di dalam Empat
Kebenaran Utama.
Sekalipun Budha Gautama menerima ajaran tentang Moksa itu, akan tetapi ia tidak dapat
menerima dan membenarkan upacara-upacara kebaktian penuh korban mencapai moksa itu, dan
lalu menunjukkan jalan yang hakiki bagi mencapai Moksha yang dirumuskan dengan Delapan Jalan
Kebaktian.
Kotbah Pertama Budha Gautama di Isipathana, dalam Taman Menjangan, dekat Benares, berisikan
uraian panjang lebar mengenai “Empat Kebenaran Utama” yang pada dasarnya merupakan
pendekatan Budha dalam memecahkan masalah kehidupan ini dan Delapan Jalan Kebaktian itu.
Ajaran-AjaranAgamaBudha
Ada beberapa ajaran pada agama budha, yakni :
1. Empat kebenaran utama (khutbah pertama sang budha )
• “Dukha” Lahirnya manusia, menjadi tua dan meninggal dunia.
• “Samudaya” Penderitaan itu di sebabkan oleh hati yang tidak ikhlas dan hawa nafsu.
• “Nirodha” Penderitaan dapat di hilangkan, dengan hati ikhlas dan hawa nafsu ditahan
• “Magga” (jalan), Budha mengemukakan empat tingkatan jalan yang harus dilalui yaitu :
1. Sila ( kebajikan)
2. Samadhi (perenungan)
3. Panna (pengetahuan atau hikmat)
4. Wimukti (kelepasan)
Kemudian keempat tingkatan ini diselaraskan dengan delapan jalan tengah atau jalan kebenaran
(Astavida) atau Arya Attangika Mangga
a. Berpandangan yang benar
b. berniat yang benar
c. Berbicara yang benar
d. Berbuat yang benar
e. Berpenghidupan yang benar
f. Berusaha yang benar
g. Berperhatian yang benar
h. Memusatkan pemikiran yang benar
2. Ada tiga pengakuan dalam agama budha yaitu ;
• Buddhan saranan gacchami (saya berlindung didalam budha)
• Dhamman saranam gacchami (saya berlindung didalam dhamman)
• Sangham saranam gacchami (saya berlindung didalam sangha ).
3. Dassasila (sepuluh peraturan ) bagi penganut agama budha.
Setiap penganut agama budha dari golongan bikshu, maupun pengikut biasa. Jika mereka
perempuan harus berusaha mencapai keselamatan dan melepaskan diri dari lingkungan hawa
nafsu, dan memiliki akhlak serta sifat-sifat keutamaan dengan menjalankan ketentuan-ketentuan
yang telah ditetapkan sang budha, dassasila (sepuluh peraturan), yaitu;
• jangan mengganggu dan menyakiti makhluk
• jangan menggambil apa yang tidak di berikan
• jangan berzina
• jangan berkata bohong
• janagn meminum barang yang bias memabukkan.
Dan untuk golongan biksu ditambah lima lagi
• jangan makan bukan pada waktunya
• jangan menonton dan menghadiri pertunjukan
• jangan memakai perhiasan emas dan wangi-wangian.
• Jangan tidur di tempat yang enak
• Jangan mau menerima hadiah uang.
1. Rukun syarat beragama budha
Adapun rukun beragama budha dan ketentuan-ketentuan dalam beragama budha adalah sebagai
berikut :
• tiap-tiap orang hendaklah berusaha mengetahui budha itu sedalam dalam nya.
• Manusia harus mempunyai sukma yang halus
• Manusia jangan sampai melakukan perbuatan yang menyakiti orang lain
• Manusia harus mencari penghidupan yang tidak mendatangkan kebinasaan bagi orang lain.
• Tiap tiap orang harus mempunyai niat yang suci dan bersih
• Tiap tiap orang hendaknya memikirkan semua mahkluk
• Manusaia hendaklah mempunyai roh yang kuat untuk menciptakan kebaikan dan
menghilangkan kejahatan.
D. KRITIK AGAMA BUDHA TERHADAP VEDA MAUPUN BRAHMANA
Ini berawal dari situasi India menjelang lahirnya Budhisme dalam keadaan kacau, hal ini
disebabkan karena serangan bangsa-bangsa dari luar India secara bertubi-tubi. Keadaan ini
menimbulkan beban psikhologis bagi masyarakat India berupa timbulnya kebingungan,
kekecewaan, dan keraguan terhadap apa yang selama ini dijadikan pedoman hidup beragama dan
bernegara. Dari sinilah timbul krisis kepercayaan. Ini terbukti bahwa bangsa Arya yang selama ini
merasa paling unggul dan jauh lebih maju dari penduduk asli India ternyata mengalami kekalahan
ketika melawan bangsa luar. Dan saat itulah pedoman hidup yang selama ini mereka pakai yang
bersumber dari veda maupun brahmana mulai dipertanyakan sebagai sumber kepercayaan
maupun sebagai pedoman hidup yang mendatangkan kebahagiaan atau kesejahteraan hidup di
dunia.
Dengan demikian orang mulai mempertanyakan kebenaran ajaran Brahmana yang sangat
menekankan upacara persajian yang rumit, jelimet, dan formalitas sebagai satu-satunya jalan
untuk memperoleh kesejahteraan atau kebebasan tersebut.
Dalam situasi yang demikian inilah agama Budha menyampaikan kritikan-kritikan yang tajam.
Beberapa penyimpangan yang dikritik oleh Budha adalah antara lain:
1. Otoritas kaum Brahmana dan ketergantungan seseorang kepadanya
2. Upacara persajian yang rumit , jelimet, formalitas, dan kuno
3. Doa yang membuat para dewa tidak berdaya dihadapan pendeta (Imam)
4. Budha mengkritik ajaran Brahmana bahwa proses pembebasan itu sangat panjang yaitu harus
melewati jenjang Brahmana. Alasannya yaitu menurut Budha, bagaimana mungkin perbuatan
yang sama baiknya, namun karena berbeda stastusnya, bisa mendatangkan pahala yang
berbeda.
5. Budha sangat menentang dominasi Brahmana serta mengkritik doktrin Brahmana atau
menentang legitimasi Weda. Doktrin Brahmana yaitu, pertama, menyatakan Weda sebagai satu-
satunya sumber kebajikan, kebenaran spiritual dan ritual. Kedua, menyatakan Brahmana sebagai
warga yang paling terhormat dalam rangkaian konsepsi Wanasrama yang dianut oleh ajaran
Bramanisme.
Selain menolak jalan upacara mencapai moksa atau nirwana, jalan penyiksaan diri yang keras
sebagaimana yang diajarkan oleh Yoga juga ditolak.
A.Pengaruh kebudayaan agama hindu dan budha
Masuknya suatu kebudayaan asing ke dalam lingkup suatu masyarakat
dapat menimbulkantiga kemungkinan: kedua kebudayaan itu akan
berakulturasi, berjauhan, atau salah satu hancur. Akulturasi kebudayaan
adalah pencampuran dua kebudayaan atau lebih yang melakukan
kebudayaan baru. Dalam perkembangan kehidupan masyarakat Nusantara
ketika terjalin hubungan dagang antara India, Cina, dan Indonesia,
terjadilah akulturasi budaya.
Akulturasi budaya Hindu-Buddha India dengan budaya asli Nusantara
secara damai melahirkan budaya baru yang disebut budaya Hindu-Buddha
Nusantara. Menghadapi proses akulturasi tersebut, menurut para ahli,
bangsa Indonesia bersikap pasif maupun aktif. Pada awalnya bersikap pasif
menerima ajaran-ajaran baru, di kemudian hari aktif mencari ilmu hingga
mengirim pelajarnya ke luar negeri dan mengundang brahmana dari luar
negeri untuk memberi pelajaran.
Proses akulturasi selama berabad-abad menimbulkan sinkretisme antara
kedua agama tersebut dan unsur budaya asli hingga lahirlah agama baru
yang dikenal sebagai Syiwa Buddha. Sinkretisme adalah paham atau aliran
baru yang merupakan perpaduan dari beberapa paham untuk mencari
keserasian dan keseimbangan. Aliran ini berkembang pesat pada abad ke-13
M. Penganutnya, antara lain, Raja Kertanegara dan Adityawarman.
Akulturasi budaya paling mudah kita lihat dalam bentuk kesenian, seperti
seni rupa, seni sastra, dan seni bangunan yang merupakan unsur
kebudayaan material. Akulturasi budaya ini juga dapat kita saksikan dalam
upacara-upacara ritual. Pelaksanaan proses akulturasi tersebut dilakukan
oleh para cendekiawan,agamawan, arsitek, sastrawan istana maupun rakyat,
dan para seniman.
1. Pengaruh kebudayaan Hindu-Buddha terhadap seni bangunan
Pengaruh kebudayaan Hindu-Buddha dalam bidang arsitektur atau seni
bangunan dapat kita lihat dengan jelas pada candi-candi.
Ada perbedaan fungsi antara candi dalam agama Hindu dan candi dalam
agama Buddha. Dalam agama Hindu, candi difungsikan sebagai makam
Adapun dalam agama Buddha, candi berfungsi sebagai tempat pemujaan
atau peribadatan. Meski difungsikan sebagai makam, namun tidak berarti
bahwa mayat atau abu jenazah dikuburkan dalam candi. Benda yang
dikuburkan atau dicandikan adalah macam-macam benda yang disebut
pripih. Pripih ini dianggap sebagai lambang zat jasmaniah yang rohnya
sudah bersatu dengan dewa penitisnya.
Pripih ini diletakkan dalam peti batu di dasar bangunan, kemudian di
atasnya dibuatkan patung dewa sebagai perwujudan sang raja. Arca
perwujudan raja itu umumnya adalah Syiwa atau lambang Syiwa, yaitu
lingga. Pada candi Buddha, tidak terdapat pripih dan arca perwujudan raja.
Abu jenazah raja ditanam di sekitar candi dalam bangunan stupa. Bangunan
candi terdiri atas tiga bagian, yaitu kaki, tubuh, dan atap.
a. Kaki candi berbentuk persegi (bujur sangkar). Di tengah-tengah kaki
candi inilah ditanam pripih.
b. Tubuh candi terdiri atas sebuah bilik yang berisi arca perwujudan.
Dinding luar sisi bilik diberi relung (ceruk) yang berisi arca. Dinding relung
sisi selatan berisi arca Guru, relung utara berisi arca Durga, dan relung
belakang berisi arca Ganesha. Relung-relung untuk candi yang besar
biasanya diubah.
c. Atap candi terdiri atas tiga tingkat. Bagian atasnya lebih kecil dan pada
puncaknya terdapat lingga atau stupa. Bagian dalam atap (puncak bilik) ada
sebuah rongga kecil yang dasarnya berupa batu segi empat dengan gambar
teratai merah, melambangkan takhta dewa. Pada upacara pemujaan, jasad
dari pripih dinaikkan rohnya dari rongga atau diturunkan ke dalam arca
perwujudan. Hiduplah arca itu menjadi perwujudan almarhum sebagai
dewa.
Bangunan candi di Indonesia yang bercorak Hindu, antara lain, candi
Prambanan, candi Sambisari, candi Ratu Boko, candi Gedongsongo, candi
Sukuh, candi Dieng, candi Jago, candi Singasari, candi Kidal, candi
Panataran, candi Surawana, dan gapura Bajang Ratu. Bangunan candi yang
bercorak Buddha, antara lain, candi Borobudur, candi Mendut, candi Pawon,
candi Kalasan, candi Sewu, candi Sari, dan candi Muara Takus.
Beberapa peninggalan bangunan lain yang menyerupai candi sebagai
berikut.
a. Patirtan atau pemandian, misalnya, patirtan di Jalatunda dan Belahan
(lereng Gunung Penanggungan), di candi Tikus (Trowulan), dan di Gona
Gajah (Gianyar, Bali).
b. Candi Padas di Gunung Kawi, Tampaksiring. Di tempat ini terdapat
sepuluh candi yang dipahatkan seperti relief pada tebing-tebing di
Pakerisan.
c. Gapura yang berbentuk candi dan memiliki pintu keluar masuk.
Contoh candi semacam ini adalah candi Plumbangan, candi Bajang Ratu,
dan candi Jedong.
d. Jenis gapura lainnya yang berbentuk seperti candi yang dibelah dua untuk
jalan keluar masuk.
Contoh candi semacam ini adalah candi Bentar dan candi Wringin Lawang.
2. Pengaruh kebudayaan Hindu-Buddha terhadap seni rupa
Seni rupa Nusantara yang banyak dipengaruhi oleh kebudayaan Hindu-
Buddha dari India adalah seni pahat atau ukir dan seni patung. Seni pahat
atau ukir umumnya berupa hiasan-hiasan dinding candi dengan tema
suasana Gunung Mahameru, tempat kediaman para dewa. Hiasan yang
terdapat pada ambang pintu atau relung adalah kepala kala yang disebut
Banaspati (raja hutan). Kala yang terdapat pada candi di Jawa Tengah selalu
dirangkai dengan makara, yaitu sejenis buaya yang menghiasi bagian bawah
kanan kiri pintu atau relung.
Pola hiasan lainnya berupa daun-daunan yang dirangkai dengan sulur-sulur
melingkar menjadi sulur gelung. Pola ini menghiasi bidang naik horizontal
maupun vertikal. Ada juga bentuk-bentuk hiasan berupa bunga teratai biru
(utpala), merah (padam), dan putih (kumala). Pola-pola teratai ini tidak
dibedakan berdasarkan warna, melainkan detail bentuknya yang berbeda-
beda. Khususnya pada dinding candi di Jawa Tengah, terdapat hiasan pohon
kalpataru (semacam beringin) yang diapit oleh dua ekor hewan atau
sepasang kenari.
Beberapa candi memiliki relief yang melukiskan suatu cerita. Cerita
tersebut diambil dari kitab kesusastraan ataupun keagamaan. Gaya relief
tiap-tiap daerah memiliki keunikan. Relief di Jawa Timur bergaya mayang
dengan objek-objeknya berbentuk gepeng (dua dimensi). Adapun relief di
Jawa Tengah bergaya naturalis dengan lekukan-lekukan yang dalam
sehingga memberi kesan tiga dimensi. Pada masa Kerajaan Majapahit, relief
di Jawa Timur meniru gaya Jawa Tengah dengan memberikan latar belakang
pemandangan sehingga tercipta kesan tiga dimensi.
Relief-relief yang penting sebagai berikut.
a. Relief candi Borobudur menceritakan Kormanibhangga, menggambarkan
perbuatan manusia serta hukum-hukumnya sesuai dengan Gandawyuha
(Sudhana mencari ilmu).
b. Relief candi Roro Jonggrang menceritakan kisah Ramayana dan
Kresnayana. Seni patung yang berkembang umumnya berupa patung atau
arca raja pada sebuah candi. Raja yang sudah meninggal dimuliakan dalam
wujud arca dewa.
Contoh seni patung hasil kebudayaan Hindu-Buddha kini dapat kita saksikan
di candi Prambanan (patung Roro Jonggrang) dan di Museum Mojokerto
(Jawa Timur). Salah satu koleksi museum tersebut yang terindah adalah
patung Airlangga (perwujudan Wisnu) dan patung Ken Dedes.
3. Pengaruh kebudayaan Hindu-Buddha terhadap seni sastra
Wiracarita atau kisah kepahlawanan India yang memasyarakat di Indonesia
dan memengaruhi kehidupan serta perkembangan sosial budaya adalah
cerita Mahabharata dan Ramayana. Kitab Mahabharata terdiri atas delapan
belas jilid (parwa). Setiap jilid terbagi lagi menjadi beberapa bagian (juga
disebut parwa) yang digubah dalam bentuk syair. Cerita pokoknya meliputi
24.000 seloka. Sebagian besar isi kitab ini menceritakan peperangan sengit
selama delapan hari antara Pandawa dan Kurawa. Kata Mahabharatayudha
sendiri berarti peperangan besar antarkeluarga Bharata. Menurut cerita,
kitab ini dihimpun oleh Wiyasa Dwipayana. Akan tetapi, para ahli sejarah
beranggapan bahwa lebih masuk akal jika kitab itu merupakan kumpulan
berbagai cerita brahmana antara tahun 400 SM sampai 400 M.
Kitab Ramayana dikarang oleh Walmiki. Kitab ini terdiri atas tujuh jilid
(kanda) dan digubah dalam bentuk syair sebanyak 24.000 seloka. Kitab ini
berisi perjuangan Rama dalam merebut kembali istrinya, Dewi Sinta (Sita),
yang diculik oleh Rahwana. Dalam perjuangannya, Rama yang selalu
ditemani Laksmana (adiknya) itu mendapat bantuan dari pasukan kera yang
dipimpin oleh Sugriwa. Selain itu, Rama juga dibantu oleh Gunawan
Wibhisana, adik Rahwana yang diusir oleh kakaknya karena bermaksud
membela kebenaran (Rama). Perjuangan tersebut menimbulkan peperangan
besar dan banyak korban berjatuhan. Di akhir cerita, Rahwana beserta anak
buahnya gugur dan Dewi Sinta kembali kepada Rama.
Akulturasi di bidang sastra dapat dilihat pada adanya modifikasi cerita-
cerita asli India dengan unsur tokoh-tokoh Indonesia serta peristiwa-
peristiwa yang seolah-olah terjadi di Indonesia. Contohnya adalah
penambahan tokoh punakawan (Semar, Bagong, Gareng, Petruk) dalam
kisah Mahabharata. Bahkan, dalam literatur-literatur keagamaan Hindu-
Buddha di Indonesia sulit kita temukan cerita asli seperti yang ada di negeri
asalnya. Pengaruh kebudayaan India yang dipertahankan dalam
kesusastraan adalah gagasan, konsep, dan pandangan-pandangannya.
4. Pengaruh kebudayaan Hindu-Buddha terhadap sistem
pemerintahan
Salah satu contoh nyata pengaruh kebudayaan Hindu-Buddha di Indonesia
adalah perubahan sistem pemerintahan. Sebelum pengaruh Hindu-Buddha
masuk ke Indonesia, struktur sosial asli masyarakat Indonesia berbentuk
suku-suku dengan pimpinannya ditunjuk atas prinsip primus inter pares.
Setelah pengaruh Hindu-Buddha masuk, sistem pemerintahan ini berubah
menjadi kerajaan. Kepemimpinan lalu diturunkan kepada keturunan raja.
Raja dan keluarganya kemudian membentuk kalangan yang disebut
bangsawan.
Dalam perkembangannya, ada dua corak kerajaan berdasarkan budaya
Hindu-Buddha. Kerajaan-kerajaan bercorak Hindu, antara lain, Kerajaan
Kutai, Tarumanegara, Mataram Hindu (Mataram Kuno), Kahuripan
(Airlangga), dan Majapahit. Kerajaan Majapahit dikenal sebagai kerajaan
Hindu terbesar. Adapun kerajaan-kerajaan bercorak Buddha, antara lain,
Kerajaan Holing (Kalingga), Melayu, Sriwijaya, dan Mataram Buddha.
Kerajaan Sriwijaya adalah kerajaan Buddha terbesar di Indonesia.
5. Pengaruh kebudayaan Hindu-Buddha terhadap sistem
kepercayaan
Pada saat budaya Hindu-Buddha masuk ke Indonesia, masyarakat masih
menganut kepercayaan asli, yaitu animisme dan dinamisme. Akibat adanya
proses akulturasi, agama Hindu dan Buddha lalu diterima penduduk asli.
Dibandingkan agama Hindu, agama Buddha lebih mudah diterima oleh
masyarakat kebanyakan sehingga dapat berkembang pesat dan menyebar
ke berbagai wilayah. Sebabnya adalah agama Buddha tidak mengenal kasta,
tidak membeda-bedakan manusia, dan menganggap semua manusia itu
sama derajatnya di hadapan Tuhan (tidak diskriminatif). Menurut agama
Buddha, setiap manusia dapat mencapai nirwana asalkan baik budi
pekertinya dan berjasa terhadap masyarakat.
6. Sistem perdagangan dan transportasi
Kekayaan bumi Nusantara telah dikenal luas sejak dahulu. Kemenyan, kayu
cendana, dan kapur barus dari Indonesia telah dikenal di Cina menyaingi
bahan wangi-wangian lainnya dari Asia Barat. Begitu pula berbagai jenis
rempah-rempah, seperti lada dan cengkeh, serta hasil-hasil kerajinan dan
berbagai jenis binatang khas yang unik. Awalnya, pedagang-pedagang dari
India yang singgah di Indonesia membawa barang-barang tersebut ke Cina.
Seiring dengan perkembangan perdagangan internasional, hubungan
dagang antara Indonesia –India – Cina pun berkembang . Wolters
berpendapat bahwa perkembangan ini akibat dari sikap terbuka dan
bersahabat dengan orang asing serta penghargaan terhadap barang
dagangan yang dibawa orang asing. Sikap ini pula yang memungkinkan
agama Hindu-Buddha dapat berkembang di Indonesia.
Dalam berbagai prasasti yang ditemukan, disebutkan bahwa pada abad ke-5
Masehi, bangsa Indonesia telah mampu turut serta dalam perdagangan
maritim internasional Asia. Perkembangan ini dipicu pula oleh
perkembangan teknologi transportasi pelayaran. I-Tsing, musafir dan
pendeta Buddha dari Cina yang mampir ke Indonesia pada abad ke-7 dalam
perjalanannya ke India dengan menumpang kapal milik Sriwijaya,
mengatakan bahwa pada awalnya bangsa Indonesia memang telah akrab
dengan dunia pelayaran, meski baru terbatas pada pulau-pulau yang
berdekatan.
Alat transportasi yang digunakan adalah kapal cadik berukuran kecil.
Bersamaan dengan munculnya kerajaan-kerajaan besar, seperti Sriwijaya,
Singasari, dan Majapahit, mulailah dikenal teknologi pembuatan kapal-kapal
yang lebih besar dan pelayaran yang dilakukan dapat menjangkau jarak
yang lebih jauh. Bangsa Indonesia jadi dapat berperan lebih aktif dalam
perdagangan internasional dengan berlayar sendiri ke negara-negara yang
biasanya berdagang dengan Indonesia. Hal ini tergambar dalam relief candi
Borobudur. Tiga jenis kapal yang digambarkan dalam relief tersebut adalah
perahu lesung, kapal besar tidak bercadik, dan kapal bercadik.
7. Sistem penguasaan tanah
Tanah dalam lingkungan sebuah kerajaan secara umum menjadi milik
kerajaan. Namun, pengolahan atau pemanfaatan diserahkan kepada rakyat
yang hidup dalam lingkup kerajaan tersebut. Hak pemanfaatan lahan ini
disebut hak anggaduh, artinya rakyat hanya dipinjami tanah oleh raja.
Tanah garapan itu dapat dipindahtangankan kepada rakyat lainnya dalam
lingkup kerajaan yang sama dan hak anggaduh tersebut dapat digunakan
secara turun temurun. Akan tetapi, jika sewaktu-waktu raja memintanya
kembali, misalnya, untuk keperluan pendirian candi atau bangunan milik
kerajaan atau suatu kepentingan umum lainnya, rakyat tidak dapat menolak.
8. Sistem pajak
Pengembangan dan jaminan kelangsungan suatu kerajaan tentu
memerlukan biaya. Biaya ini diambil dari hasil perdagangan, pertanian, dan
pungutan pajak kepada rakyat. Pajak dipungut oleh pejabat di tingkat
daerah dari desa-desa yang ada di wilayahnya. Setiap habis panen, pajak
tersebut wajib diserahkan pada kerajaan. Di tingkat pusat, ada petugas
khusus yang bertugas mencatat luas tanah di wilayah kerajaan untuk
dijadikan dasar perhitungan penetapan pajak yang wajib dipungut. Rakyat
diwajibkan untuk membayar pajak tepat waktu.
9. Tenaga kerja
Tenaga kerja berasal dari rakyat. Dalam hal ini, rakyat merupakan abdinya
yang harus menaati semua perintahnya. Hal ini dikarenakan pada masa itu,
kekuasaan raja merupakan kekuasaan tertinggi dan mutlak sebab raja
dianggap sebagai penjelmaan dewa di bumi dan memerintah atas nama
dewa. Oleh karena itu, rakyat dituntut untuk bersikap setia kepada raja.
10. Perkembangan tradisi Hindu-Buddha
Pada masa berkembangnya agama Hindu-Buddha di Nusantara, tradisi
Hindu-Buddha mengalami perkembangan yang cukup pesat di wilayah
Nusantara dalam berbagai sektor sebagai berikut.
a. Sistem struktur sosial masyarakat
Masuk dan berkembangnya agama Hindu di Indonesia memengaruhi sektor
kehidupan masyarakat Indonesia, termasuk sistem dan struktur sosial
masyarakatnya. Pengaruhnya dapat dilihat melalui diterapkannya sistem
pembagian kasta pada masyarakat Indonesia. Sistem pembagian kasta di
Indonesia tidak seperti yang ada di India, akan tetapi merupakan sistem
pengelompokan masyarakat melalui tingkatan tingkatan kehidupan
masyarakat dan berlaku turun temurun. Hal ini untuk menunjukkan status
sosial dalam masyarakat Indonesia. Sementara itu, di India perbedaan
sistem kasta sangat mendasar sebab untuk membedakan status sosial antara
golongan Arya dan Dravida.
Pada masyarakat Indonesia yang mendapat pengaruh Buddha muncul
pembagian kelompok masyarakat bhiksu dan bhiksuni, yaitu kelompok
masyarakat yang tinggal di wihara-wihara dan hidup mementingkan rohani
saja, tata kehidupan duniawi mulai ditinggalkan. Kelompok masyarakat yang
lain adalah kelompok masyarakat umum, yakni kelompok masyarakat yang
masih mementingkan hidup duniawi. Sistem dan struktur masyarakat
Indonesia yang mendapat pengaruh Hindu-Buddha berkembang pada masa
Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Mataram. Kerajaan Sriwijaya merupakan
kerajaan maritim di mana kehidupan rakyatnya banyak bergantung pada
kelautan. Sriwijaya banyak menguasai jalur-jalur dan pusat perdagangan
maka Sriwijaya menjadi kerajaan yang besar dan penting, karenanya
menjadi kerajaan nasional yang pertama di Nusantara.
Kerajaan Mataram Hindu terdiri atas daerah pusat yang dikenal dengan ibu
kota kerajaan (tempat tinggal raja, putra raja, kerabat dekat raja, serta
pejabat tinggi kerajaan) dan daerah watak, yaitu daerah yang dikuasai para
rakai atau pamgat yang berkedudukan sebagai pegawai tinggi kerajaan
yang berkedudukan turun-temurun.
b. Pemerintahan
Sebelum pengaruh Hindu ke Nusantara, bangsa Indonesia sudah mengenal
sistem pemerintahan, yakni dari seorang kepala suku dikenal bentuk
kesukuan, seorang kepala suku menduduki jabatannya berdasarkan
kemampuan yang dimiliki, maka ia pemimpin yang dipilih oleh kelompok
sukunya secara demokratis. Mereka memiliki kelebihan dalam anggota
kelompoknya.
Masuk dan berkembangnya agama Hindu dan Buddha di Indonesia
membawa pengaruh yakni mulai lahirnya kerajaan. Kerajaan Hindu pertama
di Indonesia adalah Kerajaan Kutai dengan rajanya Mulawarman. Raja
berkuasa secara turun temurun sehingga keluarga raja memiliki kehormatan
di tengah-tengah masyarakat negara. Raja memiliki kekuasaan tunggal,
tidak ada lembaga yang mampu menandingi kekuasaan raja.
c. Kesenian
Perkembangan bidang kesenian tampak sekali dalam seni bangunan, seni
rupa, dan seni sastra.
1) Seni bangunan yakni adanya bangunan candi Hindu dan candi Buddha
yang banyak ditemukan di Nusantara. Dasar pembangunan candi berasal
dari zaman megalitikum sehingga candi-candi yang ada di Nusantara
memiliki bentuk bangunan yang megah serta punden berundak seperti yang
tampak pada candi Borobudur.
2) Seni rupa, seni lukis yang masuk ke Nusantara berkembang, ditandai
dengan ditemukannya patung Buddha berlanggam Gandara di Kota Bangun
Kutai, dan patung Buddha berlanggam Amarawati yang ditemukan di
Sulawesi, adanya hiasan perahu yang menunjukkan majunya seni di
Nusantara saat itu serta pada dinding candi Prambanan kita jumpai relief
Ramayana.
3) Dalam bidang sastra, seni sastra Hindu banyak kita jumpai pada prasasti-
prasasti serta kitab-kitab sastra. Banyak prasasti di Nusantara
menggunakan bahasa Sanskerta bahkan kitab-kitab sastra zaman Hindu
dominan menggunakan bahasa tersebut dan tulisan Palawa.
d. Perkembangan teknologi
Kemajuan teknologi sangat besar pengaruhnya terhadap kehidupan sosial
dan budaya masyarakat. Sebelum pengaruh Hindu masuk ke Nusantara
bangsa Indonesia sudah memiliki teknologi yang tinggi khususnya dalam
pembuatan alat kehidupan baik yang terbuat dari batu atau logam.
Setelah adanya pengaruh Hindu, teknologi semakin maju, misalnya
pembuatan candi. Jika dibandingkan dengan candi-candi di India maka candi
di Indonesia jauh lebih megah dan kokoh seperti candi Borobudur, candi
Prambanan. Dengan demikian, bangsa Indonesia memiliki pengetahuan
teknologi yang sudah tinggi.
e. Perkembangan pendidikan
Pendidikan berkembang pesat setelah adanya pengaruh Hindu, yakni
masyarakat mendapat pendidikan yang dilakukan para pendeta Hindu dan
Buddha. Mereka ada yang berguru kepada pendeta dengan pergi ke rumah-
rumah pendeta atau berada di tempat khusus seperti wihara-wihara. Kaum
Brahmana yang memberikan pendidikan serta mengajarkan agama Hindu
kepada masyarakat di daerah-daerah membuka tempat-tempat pendidikan
yang dikenal Pasraman. Di Pasraman inilah, masyarakat Indonesia
mendapatkan berbagai pengetahuan yang diajarkan para Brahmana.
Kerajaan Hindu/BuddhaKerajaan KutaiKerajaan KalinggaKerajaan KediriKerajaan Singhasari
Kerajaan MajapahitKerajaan PajajaranKerajaan Mataram (Hindu)Kerajaan Melayu Tua - JambiKerajaan SundaKerajaan SriwijayaKerajaan Tarumanagara
Kerajaan Kutai MartadipuraKutai Martadipura adalah kerajaan tertua bercorak Hindu di Nusantara dan seluruh Asia Tenggara. Kerajaan ini terletak di Muara Kaman, Kalimantan Timur, tepatnya di hulu sungai Mahakam. Nama Kutai diambil dari nama tempat ditemukannya prasasti yang menggambarkan kerajaan tersebut. Nama Kutai diberikan oleh para ahli karena tidak ada prasasti yang secara jelas menyebutkan nama kerajaan ini. Karena memang sangat sedikit informasi yang dapat diperoleh akibat kurangnya sumber sejarah.
YupaInformasi yang ada diperoleh dari Yupa / Tugu dalam upacara pengorbanan yang berasal dari abad ke-4. Ada tujuh buah yupa yang menjadi sumber utama bagi para ahli dalam menginterpretasikan sejarah Kerajaan Kutai. Dari salah satu yupa tersebut diketahui bahwa raja yang memerintah kerajaan Kutai saat itu adalah Mulawarman. Namanya dicatat dalam yupa karena kedermawanannya menyedekahkan 20.000 ekor lembu kepada brahmana.
MulawarmanMulawarman adalah anak Aswawarman dan cucu Kudungga. Nama Mulawarman dan Aswawarman sangat kental dengan pengaruh bahasa Jerman bila dilihat dari cara penulisannya. Kudungga adalah pembesar dari Kerajaan Campa (Kamboja) yang datang ke Indonesia. Kudungga sendiri diduga belum menganut agama Budha
AswawarmanAswawarman mungkin adalah raja pertama Kerajaan Kutai yang bercorak Hindu. Ia juga diketahui sebagai pendiri dinasti Kerajaan Kutai sehingga diberi gelar Wangsakerta, yang artinya pembentuk keluarga. Aswawarman memiliki 3 orang putera, dan salah satunya adalah Mulawarman.Putra Aswawarman adalah Mulawarman. Dari yupa diketahui bahwa pada masa pemerintahan Mulawarman, Kerajaan Kutai mengalami masa keemasan. Wilayah kekuasaannya meliputi hampir seluruh wilayah Kalimantan Timur. Rakyat Kutai hidup sejahtera dan makmur.
Kerajaan Hindu/Buddha di Kalimantan
Kerajaan Kutai
Kerajaan Sribangun (Buddha)
Kerajaan Wijayapura
Kerajaan Bakulapura
Kerajaan Brunei Buddha
Kerajaan Kuripan
Kerajaan Negara Dipa
Kerajaan Negara Daha
Kerajaan Hindu/Buddha di Jawa
Kerajaan Salakanagara (150-362)
Kerajaan Tarumanegara (358-669)
Kerajaan Sunda Galuh (669-1482)
Kerajaan Kalingga
Kerajaan Kanjuruhan
Kerajaan Mataram Hindu
Kerajaan Kahuripan
Kerajaan Janggala
Kerajaan Kadiri (1042 - 1222)
Kerajaan Singasari (1222-1292)
Kerajaan Majapahit (1292-1527)
Kerajaan Hindu/Buddha di Sumatra
Kerajaan Malayu Dharmasraya 1183–1347
Kerajaan Sriwijaya 600–1300
1. Kerajaan KutaiKutai merupakan kerajaan tertua yang pernah tercatat dalam sejarah
Indonesia.Berdasarkan sumber-sumber sejarah yang ditemukan, Kerajaan Kutai berkembang di tepi Sungai Mahakam, Kalimantan Timur. Kerajaan Kutai berdiri sekitar abad 4 M. Sumber sejarah Kutai adalah prasasti yang berbentuk Yupa atau tugu batu bertulis dengan huruf Pallawa dan berbahasa Sansekerta. Prasasti tersebut menjelaskan: Silsilah Raja Mulawarman; Kemuliaan Raja Mulawarman; dan hadiah Mulawaman pada para Brahmana. Raja pertama kerajaan Kutai adalah Kudungga, yang memiliki putra yang bernama Asmawarman. Dan Asmawarman memiliki putra yang bernama Mulawarman. Keluarga Kudungga pernah melakukan upacara Vratyastoma, yaitu upacara Hindu untuk penyucian diri sebagai syarat masuk pada kasta ksatria.
Raja yang termasyhur adalah Raja Mulawarman. Ia adalah penganut agama Hindu Syiwa. Tempat sucinya dinamakan Waprakeswara. Mulawarman pernah mengadakan kurban emas dan 20.000 ekor lembu untuk Brahmana.
2. Kerajaan TarumanegaraKerajaan Tarumanegara berkembang di tepi Sungai Citarum, sekitar kota Bogor,
Jawa Barat sekitar abad 5 M. Kerajaan Tarumanegara mengalami kejayaan pada masa Raja Purnawarman. Adapun sumber sejarah Tarumanegara diperoleh dari prasasti dan berita Cina, yaitu sebagai berikut:
- Prasasti Tugu, ditemukan di Desa Tugu, Cilincing, Jakarta Utara. Menjelaskan perintah penggalian Sungai Gomati sepanjang 6122 tumbak atau ± 12 km.
- Prasasti Lebak, ditemukan di daerah Lebak, Banten Selatan. Isinya tentang tanda keperwiraan, keagungan, dan keberanian yang sesungguh-sungguhnya dari raja dunia, yang mulia Purnawarman yang menjadi panji sekalian raja.
- Prasasti Kebon Kopi, ditemukan di Bogor, bergambar dua tapak kaki gajah dan tulisan yang berbunyi “Inilah dua telapak kaki gajah yang seperti Airawata gajah penguasa Negeri Taruma yang gagah perkasa”.
- Prasasti Ciaruteun, ditemukan di Bogor, bergambar dua telapak kaki manusia dan tulisan yang berbunyi “Inilah dua bekas telapak kaki, yang seperti kaki Dewa Wisnu ialah kaki yang mulia penguasa Negeri Taruma”.
- Prasasti Jambu dan Prasasti Pasir Awi, ditemukan di Bogor.Dari berita Cina yang ditulis oleh Fa-Hien seorang pendeta Budha dari Cina. Pada
tahun 414 M terdapat kerajan yang bernama Tolomo. Dalam perjalanan menuju India, ia singgah di Yepoti (Jawa). Di Tolomo, raja memiliki kekuasaan yang besar dan dianggap sebagai keturunan dewa. Yang dimaksud Tolomo adalah Kerajaan Tarumanegara.
3. Kerajaan Mataram KunoKerajaan Mataram Kuno terletak di Jawa Tengah tepatnya di daerah Kedu sampai
sekitar Prambanan. Kerajaan ini dipimpin oleh beberapa dinasti, yaitu:a. Dinasti Sanjaya
Kerajaan Mataram Dinasti Sanjaya terletak di Jawa Tengah yang berkuasa pada tahun 732 M. Dinasti Sanjaya beragama Hindu dan berkuasa di Jawa Tengah bagian utara. Kejayaan Dinasti Sanjaya pada masa pemerintahan Raja Balitung yang menguasai Jawa Tengah dan Jawa Timur. Sumber sejarahnya antara lain:
a. Prasasti Canggal (732M); Isinya menerangkan bahwa Raja Sanjaya mendirikan sebuah Lingga di Bukit Kunjarakunja.
b. Prasasti Balitung (907 M); Isinya memuat silsilah Dinasti Sanjaya.Nama raja-raja yang pernah memerintah diantaranya: Sanjaya; Panangkaran;
Panunggalan; Warak; Garung; Pikatan; Kayuwangi; Watuhumalang; Balitung; Daksa; Tulodhong; dan Wawa. Peninggalan Dinasti Sanjaya meliputi; Candi Prambanan; Candi Gedong Songo; Kompleks Candi Dieng; Candi Pringapus; dan Candi Selogiri.
b. Dinasti SyailendraKerajaan Mataran Dinasti Syailendra letaknya di Jawa Tengah bagian selatan mulai
berkuasa pada tahun 778 M. Sumber sejarah:a. Prasasti Kalasan (778 M); Isinya menerangkan bahwa Raja Panangkaran telah
membangun sebuah bangunan suci untuk Dewi Tara.b. Prasasti Kelurak (782 M); Isinya tentang pembuatan arca Manjusri yang terletak di
sebelah utara Prambanan.c. Prasasti Karangtengah (824 M). Memuat tulisan yang menerangkan bahwa Raja
Samaratungga mendirikan bangunan suci di Wenuwana. Para ahli menyebutkan sebagai Candi Ngawen.
Pada akhir abad ke-8, Dinasti Syailendra mulai terdesak oleh Dinasti Sanjaya di wilayah Jawa Tengah bagian Selatan. Raja-raja dari Dinasti Syailendra adalah sebagai berikut: Raja Banu; Raja Wisnu; Raja Indra; Raja Samaratungga; Raja Pramodhawardani.
Puncak kejayaan Dinasti Syailendra dicapai pada masa pemerintahan Raja Indra. Sedangkan kemunduran Dinasti Syailendra mulai terjadi pada masa pemerintahan Samaratungga.
Adapun peninggalan Dinasti Syailendra, antara lain Candi Borobudur, Candi Kalasan dan Candi Pawon, Candi Sari, Candi Sewu, Candi Ngawen.
c. Dinasti Isyana
Dinasti Isyana berkuasa pada tahun 918 M, dinasti ini didirikan oleh Mpu Sendok dan menjadi raja Medang yang pertama (Prasasti Anjuk Ladang tahun 937 M). Dinasti ini merupakan keturunan Mpu Sendok sampai Airlangga (Prasasti Calcuta). Kerajaan ini berdiri di Jawa Timur dan sering disebut Kerajan Medang. Pada akhir pemerintahannya, Raja Airlangga membagi kerajaannya menjadi Jenggala (Singasari) dan Panjalu (Kediri). Namun, kerajaan yang bertahan adalah kerajaan Kediri. Raja Airlangga wafat pada tahun 1049. Sumber Sejarah diantaranya: Prasasti Limus; Prasasti Pucangan; Prasasti Gandha Kuti.