afnea
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A .Latar Belakang
Apnea berasal dari bahasa Yunani a-(tidak ada) dan -pnea (pernapasan atau
udara), yang berarti tidak adanya pernapasan. Apnea adalah penghentian sementara
bernapas selama tidur, seringkali mengakibatkan kantuk di siang hari.
Bentuk yang paling umum apnea adalah apnea tidur obstruktif. Dalam apnea tidur
obstruktif, otot-otot langit-langit lunak di sekitar pangkal lidah dan uvula menjadi rileks
sehingga menghalangi jalan napas. Obstruksi jalan napas menyebabkan tingkat oksigen
dalam darah menurun (hipoksia), meningkatkan stres pada jantung, menaikkan tekanan
darah, dan mencegah pasien memasuki tidur nyenyak yang tenang dan memulihkan
energi.
Gejala-gejala apnea tidur obstruktif termasuk dengkuran keras dan / atau pola
abnormal dari mendengkur dengan jeda dan terengah-engah. Gejala lain mencakup
kantuk di siang hari yang berlebihan, perubahan memori, disrepsi, dan lekas marah. Pada
beberapa pasien, apnea tidur dapat berkontribusi terhadap tekanan darah tinggi, gagal
jantung, stroke, danserangan jantung..
Tonsil atau amandel merupakan massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan
ditunjang oleh jaringan ikat dengan kriptus didalamnya yang terletak pada kerongkongan
dimana fungsinya untuk mencegah infeksi agar tidak menyebar ke seluruh tubuh.
Tonsilitis atau radang amandel adalah radang pada tonsil ( amandel) yang terjadi karena
1
infeksi dari virus atau bakteri. Tonsilitis dapat menyebabkan amandel menjadi bengkak,
panas, gatal, sakit pada otot dan sendi, nyeri pada seluruh badan, kedinginan, sakit
kepala, dan sakit pada telinga.
Pembesaran tonsil pada anak dapat menyebabkan sumbatan jalan nafas atas,
mulai dari mengorok pada waktu tidur sampai terjadisleep apnea. Apnea adalah
terhentinya aliran udara melelui hidung atau mulut selama minimal 10 detik dan sindrom
apnea terjadi minimal 30 kali selama 7 jam tidur. Disamping ukuran tonsil, luas orofaring
terutama jarak antara kedua dinding lateral faring cukup berperan dalam menimbulkan
sumbatan jalan nafas atas, sehingga sleep apnea dapat juga terjadi pada pembesaran tonsil
sedang. Pada tonsilitis kronis dapat mengakibatkan kekambuhan sakit tenggorokan dan
keluar nanah pada lekukan tonsil. Serangan terjadi secara berulang-ulang, tonsil kelihatan
membesar, merah, dan terjadi abses (berbintik-bintik). Jika ada abses peritonsilar, maka
harus dilakukan 3 langkah seperti insisi atau drainase, biasanya dilakukan tindakan
pengangkatan tonsil yang dalam dunia kesehatan disebut tonsilektomi. Tonsilektomi
merupakan prosedur invasif yang praktis dan aman, namun hal ini bukan berarti
tonsilektomi merupakan operasi minor karena tetap memerlukan keterampilan dan
ketelitian yang tinggi dari operator dalam pelaksanaanya. Di Amerika, tonsilektomi
digolongkan operasi mayor karena kekhawatiran komplikasi, sedangkan di Indonesia
tonsilektomi digolongkan sedang karena durasi operasi pendek dan tidak sulit.Selama
bertahun-tahun, operasi klinik pengangkatan amandel telah banyak mengalami
perubahan. Hal tersebut tidak dianggap lagi sebagai suatu keharusan. Kriteria untuk bisa
dilaksanakannya tonsilektomi sekarang ini adalah bila terjadi 3 hingga 4 episode
tonsillitis atau pharingitis selama satu atau dua tahun ( Reeves, Roux, Lockhart, 2001 ).
2
Tonsilitis bila tidak mendapatkan penanganan yang tepat dan dibiarkan kambuh terus
menerus maka lama kelamaan akan menimbulkan masalah kesehatan bagi penderitanya.
Masalah kesehatan yang muncul diantaranya adalah gangguan menelan, nafsu makan
turun sehingga dapat mengganggu tumbuh kembang anak, dan dapat menyebabkan
sumbatan jalan nafas bagian atas.Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis ingin
mengetahui lebih banyak bagaimana asuhan keperawatan yang diberikam pada anak
dengan tonsilit.
B. Tujuan
Adapun tujuan dari pembahasan makalah ini adalah untuk menambah
pengetahuan mahasiswa tentang penyakit sistem respirasi terkhusus pada apnea.
C. Rumusan Masalah
1. Distres pernapasan
2. Keperawatan ICU
3. Asuransi
4. peran perawat
D.Metode
Adapun metode yang digunakan dalam penyusunan makalah ini adalah metode
pangkajian pustaka.
E. Skenario APNEA PBL 2
Anda masih ingat kasus pasien pada PBL 1? Setelah tindakan keperawatan di UGD
pasien masuk ICU ,setelah dirawat 8 jam di ICU kedaan pasien semakin kritis,perawat
mengkaji satu rasi oksigen 75 dan pernapasan 8 x/menit.dokter menganjurkan
3
mengunakan ventilator,tetapi klwrga pasien kebingungan dengan keadaan ini ,tidak ada
biaya dan kondisi pasien tampak kritis .Anda sebagai perawat apa yg harus kita bantu.
4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Distres pernapasan
Apnea adalah bentuk umum yang di kenal secara umum dan berhubungan dengan
berbagai masalah medis serta mempunyai dampak pada angka kesehatan dan kematian
sehingga menjadi beban dalam pelayanan kesehatan masyarakat.
Keadaan apnea (penghatian aliran udara selama 10 detik sehingga menyebabkan
2-4 % penurnan saturasi oksigen) dan hipopnia (penurunan aliran udara paling sedikit 30-
50% sehingga menyebabkan penurunan saturasi oksigen).
Apnea disebabkan karena ada sumbatan total atau sebagian jalan napas atas yang
terjadi secara berulang pada saat tidur selama non-REM/REM sehingga menyebabkan
aliran udara ke paru menjadi terhambat.
ETIOLOGI adalah keadaan kompleks yang saling mempengaruhi berupa
neural,hormonal, muskular dan struktur anatomi. Ex: Kegemukan terutama pada tubuh
bagian atas dipertimbangkan sebgai risiko utama untuk terjadinya APNEA.
Fktor risiko terjadinya APNEA:
A. Terdapat 3 faktor risiko untuk APNEA yang diketahui:
1. Umur: prevalens dan derajat apnea meningkat sesuai dengan
bertumbuhnya umur.
2. Jenis kelamin: risiko laki-laki untuk memderita apnea adalah 2x lebih
tinggi dibandingkan perempuan sampai menopause.
3. Ukuran dan bentuk jalan nafas:
5
a. Struktur kraniofasial (platum yang bercelah, retroposisi
mandibular)
b. Micrognathia (rahang yang kecil)
c. Maeroglosis (lidah yang besar), pembesaran adenotonsillar.
d. Trakea yang kecil (jalan nafas yang sempit).
B. Faktor risiko penyakit: kegagalan kontrol pernafasan yang dihubungkan dengan:
1. Emfisema dan asma.
2. Penyakit neuromuscular/polio, myasthenia gravis.
3. Obstruksi nasal.
4. Hypothyroid, akromegali, amyloidosis, paralisis pita suara, sindroma post-
polio, kelaian neuromuskular, marfan’s syndrome dan down syndrome.
C. Risiko gaya hidup:
1. Merokok.
2. Obesiti: 30-60% pasie APNEA adalah orang yang bebadan gemuk.
3. Penurunan berat badan akan menurunkan gejala-gajala APNEA.
4. Penurunan berat badan akan mempermudah pasien diobati dengan
menggunakan nasal CPAP.
Faktor – faktor lain juga mempengaruhi pada derajat APNEA adalah desaturasi oksigen,
kualitas hidup dan tingkat mengantuk di siang hari.
Patofisiologi
Obstruktif sleep apnea terjadi karena adanya penyempitan jalan nafas atau penyumbatan
jalan nafas.Penyempitan ini dapat dikatakan seperti otot-otot langit lunak disekitar
pangkal lidah uvula menjadi rileks sehinga menghalangi jalan napas. Obstruksi jalan
6
napas menyebabkan tingkat oksign dalam darah menurun(hipoksia).Selain itu penyebab
apnea adalah komplikasi penyakit pasien dan adanya sumbatan di jalan
pernapasan ,sumbatan ini sejenis sekret yang menempel atau melekat pada saluran
pernapasan ,sumbatan ini terjadi karena adanya inflamasi dari kandungan kandungan
rokok sehinga menyebabkan keadaan pasien semakin kritis akibat komplikasi komplikasi
yang terjadi pada sistem pernapasanya.
2.2 Keperawatan ICU
Konsep dasar ICU
a.Definisi
ICU adalah ruang rawat di Rumah Sakit yang dilengkapi dengan staf dan peralatan
khusus untuk merawat dan mengobati pasien yang terancam jiwa oleh kegagalan /
disfungsi satu organ atau ganda akibat penyakit, bencana atau komplikasi yang masih ada
harapan hidupnya (reversible).Dalam mengelola pasien ICU,diperlukan dokter ICU yang
memahami teknologi kedokteran, fisiologi,farmakologi dan kedokteran konvensional
dengan kolaborasi erat bersama perawat terdidik dan terlatih untuk critical care.Pasien
yang semula dirawat karena masalah bedah/trauma dapat berubah menjadi problem
medik dan sebaliknya.
b.Level ICU
1.Level I (di Rumah Sakit Daerah dengan tipe C dan D)
Pada Rumah Sakit di daerah yang kecil,ICU lebih tepat disebut sebagai unit
ketergantungan tinggi (High Dependency).Di ICU level I ini dilakukan observasi
perawatan ketat dengan monitor EKG.Resusitasisegera dapat dikerjakan,tetapi ventilator
hanya diberikan kurang dari 24 jam.
7
2.Level II
ICU level II mampu melakukan ventilasi jangka lama,punya dokter residen yang
selalu siap di tempat dan mempunyai hubungan dengan fasilitas fisioterapi,patologi dan
radiologi.Bentuk fasilitas lengkap untuk menunjang kehidupan (misalnya
dialisis),monitor invasif (monitor tekanan intrakranial) dan pemeriksaan canggih (CT
Scan) tidak perlu harus selalu ada.
3. Level III
ICU Level III biasanya pada Ruamh Sakit tipe A yang memiliki semua aspek
yang dibutuhkan ICU agar dapat memenuhi peran sebagai Rumah Sakit rujukan.Personil
di ICU level III meliputi intensivist dengan trainee, perawat spesialis, profesional
kesehatan lain, staf ilmiah dan sekretariat yang baik. Pemeriksaan canggih tersedia
dengan dukungan spesialis dari semua disiplin ilmu.
c.Fungsi ICU
Dari segi fungsinya, ICU dapat dibagi menjadi :
1.ICU Medik
2.ICU trauma/bedah
3.ICU umum
4.ICU pediatric
5.ICU neonates
6.ICU respiratorik
Semua jenis ICU tersebut mempunyai tujuan yang sama, yaitu mengelola pasien yang
sakit kritis sampai yang terancam jiwanya.ICU di Indonesia umumnya berbentuk ICU
umum, dengan pemisahan untuk CCU (Jantung), Unit dialisis dan neonatal ICU. Alasan
8
utama untuk hal ini adalah segi ekonomis dan operasional dengan menghindari duplikasi
peralatan dan pelayanan dibandingkan pemisahan antara ICU Medik dan Bedah.
d.Tipe,Ukuran,dan lokasi ICU
Jumlah Bed ICU di Rumah Sakit idealnya adalah 1-4 % dari kapasitas bed Rumah
Sakit. Jumlah ini tergantung pada peran dan tipe ICU.Lokasi ICU sebaiknya di wilayah
penanggulangan gawat darurat (Critical Care Area), jadi ICU harus berdekatan dengan
Unit Gawat Darurat, kamar bedah, dan akses ke laboratorium dan radiologi. Transportasi
dari semua aspek tersebut harus lancar, baik untuk alat maupun untuk tempat tidur.
1. Ruang Pasien Setiap pasien membutuhkan wilayah tempat tidur seluas 18,5 m2.
untuk kamar isolasi perlu ruangan yang lebih luas. Perbandingan ruang terbuka
dengan kamar isolasi tergantung pada jenis rumah sakit.
2. Fasilitas Bed
Untuk ICU level III, setiap bed dilengkapi dengan 3 colokan oksigen, 2 udara
tekan, 4 penghisap dan 16 sumber listrik dengan lampu penerangan.Peralatan
tersebut dapat menempel di dinding ataumenggantung di plafon.
3. Monitor dan Emergency Troli
Monitor dan emergency troli harus mendapat tempat yang cukup. Di pusat siaga,
sebaiknya ditempatkan sentral monitor, obat-obatan yang diperlukan, catatan
medik, telepon dan komputer.
4. Tempat Cuci Tangan
Tempat cuci tangan harus cukup memudahkan dokter dan perawat untuk
mencapainya setiap sebelum dan sesudah bersentuhan dengan pasien (bla
memungkinkan 1 tempat tidur mempunyai 1 wastafel)
9
5. Gudang dan Tempat Penunjang
Gudang meliputi 25 – 30 % dari luas ruangan pasien dan pusat siaga petugas. Barang
bersih dan kotor harus terpisah.
e.Peralatan ICU
Jumlah dan tingkat peralatan tergantung pada peran da tipe ICU. ICU level I dan
II peralatannya akan lebih sederhana dibandingkan dengan ICU level III.Misalnya
Monitor samping bed di ICU pada level I dan II cukup 2 saluran, sedangkan di ICU level
III minimal 4 saluran.
f.Personil
Tenaga dokter, perawat, paramedik lain dan tenaga non medik tergantung pada
level ICU dan kebutuhan masing-masing ICU.Perawan perawat di ICU dapat diperluas
daam menangani pasien-pasien ICU, antara lain :
1. Dalam proses sapih ventilator dapat menyesuaikan frekuensi nafas atau tekanan,
dengan mengacu pada data laboratorium atau monitor bed side
2. Dalam pengobatan sedatif, analgesik, insulin dan obat lain dapat dilakukan
berdasarkan data klinis dan laboratorium.
3. Menghadapi kasus hipotensi dapat melakukan Challenge test
4. Aspek lain pada fungsi perawat di ICU adalah perawat dapat bertindak dalam segi
administrasi, fisioterapis dan pengawas ruangan
g. Prosedur masuk ICU
Pasien yang masuk ICU dikirim oleh dokter disiplin lain di luar Icu setelah
berkomsultasi dengan doketr ICU. Konsultasi sifatnya tertulis, tetapi dapat juga didahului
secara lisan (misalnya lewat telepon), terutama dalam keadaan mendesak, tetapi harus
10
segera diikuti dengan konsultasi tertulis. Keadaan yang mengancam jiwa akan menjadi
tanggungjawab dokter pengirim.Transportasi ke ICU masih menjadi tanggungjawab
dokter pengirim, kecuali transportasi pasien masih perlu bantuan khusus dapat dibantu
oleh pihak ICU.Selama pengobatan di ICU, maka dimungkinkan untuk konsultasi dengan
berbagai spesialis di luar dokter pengirim atau dokter ICU bertindak sebagai
koordinatornya.Terhadap pasien atau keluarga pasien wajib diberikan penjelasan tentang
perlunya masuk ICU dengan segala konsekuensinya dengan menandatangani informed
concern
h.Indikasi masuk ICU
Pasien yang masuk ICU adalah pasien yang dalam keadaan terancam jiwanya
sewaktu-waktu karena kegagalan atau disfungsi satu atau multple organ atau sistem dan
masih ada kemungkinan dapat disembuhkan kembali melalui perawatan, pemantauan dan
pengobatan intensif.Selain adanya indikasi medik tersebut, masih ada indikasi sosial yang
memungkinkan seorang pasien dengan kekritisan dapat dirawat di ICU.
i.Kontraindikasi masuk ICU
Yang mutlak tidak boleh masuk ICU adalah pasien dengan penyakit yang sangat
menular, misalnya gas gangren. Pada prinsipnya pasien yang masuk ICU tidak boleh ada
yang mempunyai riwayat penyakit menular.
j.Kriteria Pasien masuk dan keluar ICU
Pasien Prioritas 1 (Satu)
Kelompok ini merupakan pasien sakit kritis, tidak stabil yang memerlukan terapi
intensif seperti dukungan/bantuan ventilasi, infus obat-obat vasoaktif kontinu, dan lain-
lainnya.Contoh pasien kelompok ini antara lain pascabedah kardiotoraksik, atau pasien
11
shock septic. Mungkin ada baiknya beberapa institusi membuat kriteria spesifik untuk
masuk ICU, seperti derajat hipoksemia, hipotensi di bawah tekanan darah tertentu. Pasien
prioritas 1 (satu) umumnya tidak mempunyai batas ditinjau dari macam terapi yang
diterimanya.
Pasien Prioritas 2 (Dua)
Pasien ini memerlukan pelayanan pemantauan canggih dari ICU.Jenis pasien ini berisiko
sehingga memerlukan terapi intensif segera, karenanya pemantaun intensif menggunakan
metode seperti pulmonary arterial catheter sangat menolong. Contoh jenis pasien ini
antara lain mereka yang menderita penyakit dasar jantung, paru, atau ginjal akut dan
berat atau yang telah
mengalami pembedahan major. Pasien prioritas 2 umumnya tidak terbatas macam terapi
yang diterimanya mengingat kondisi mediknya senantiasa berubah.
tamponade,
Pasien Prioritas 3 (Tiga)
Pasien jenis ini sakit kritis, dan tidak stabil di mana status kesehatan sebelumnya,
penyakit yang mendasarinya, atau penyakit akutnya, baik masing-masing atau
kombinasinya, sangat mengurangi kemungkinan kesembuhan dan atau mendapat manfaat
dari terapi di ICU. Contoh pasien ini antara lain pasien dengan keganasan metastase
disertai penyulit infeksi, pericardial atau sumbatan jalan napas, atau pasien menderita
penyakit jantung atau paru terminal disertai komplikasi penyakit akut berat. Pasien-
pasien prioritas 3 (tiga) mungkin mendapat terapi intensif untuk mengatasi penyakit akut,
tetapi usaha terapi mungkin tidak
sampai melakukan intubasi atau resusitasi kardiopulmoner.
12
Pasien tidak perlu lagi berada di ICU apabila :
1. Meninggal dunia
2. Tidak ada kegawatan yang menganca jiwa sehingga dirawat di ruang biasa atau dapat
pulang
3. Atas permintaan keluarga atau pasien. Untuk kasus seperti ini keluarga atau pasien
harus menandatangani surat keluar ICU atas permintaan sendiri.
k.Perlakuan terhadap pasien ICU
Pasien di ruang ICU berbeda dengan pasien di ruang rawat inap biasa, karena
pasien ICU mempunyai ketergantungan yang sangat tinggi terhadap perawat dan dokter.
Di ICU, pasien kritis atau kehilangan kesadaran atau mengalami kelumpuhan sehingga
segala sesuatu yang terjadi dalam diri pasien hanya dapat diketahui melalui monitoring
yang baik dan teratur.Perubahan yang terjadi harus dianalisa secara cermat untuk
mendapat tindakan yang cepat dan tepat.
l.Tujuan akhir pengobatan ICU
Hasil yang paling baik dari pengobatan di ICU adalah keberhasilan dalam
mengembalikan pasien pada aktifitas kehidupan sehari-hari seperti keadaan sebelum
pasien sakit, tanpa defek atau cacat.
m. Reaksi pasien dan keluarga pasien
Reaksi pasien di ICU antara lain kecemasan, ketidakberdayaan, disorientasi dan
kesulitan komunikasi. Untuk meminimalkan reaksi negatif dari pasien ICU dapat
dilakukan beberapa hal, antara lain :
1. Memberikan penjelasan setiap akan melakukan tindakan
2. Memberikan sedasi atau analgesi bila perlu
13
3. Keluarga dapat diijinkan bertemu pasien untuk memberikan dukungan moral
4. Diberikan alat bantu semaksimal mungkin.
Keluarga pasien juga dapat mengalami hal serupa dengan pasien, antara lain cemas
sampai dengan insomnia. Untuk meminimalkan reaksi negatif keluarga pasien dapat
dilakukan beberapa hal, antara lain
1. Dapat dibuatkan selebaran / pamflet tentang ICU
2. Penjelasan tentang kondisi terkini pasien
3. Keluarga pasien dapat diikutkan pada konferensi klinik bersama semua staf dan
perawat
2.3 ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian Data Dasar
a. Aktivitas/ Istirahat
Gejala:Kekurangan energi/kelelahan, insomnia
b. Sirkulasi
Tanda: Tekanan darah dapat normal atau meningkat pada awal (berlanjut menjadi
hipoksia) ;hipotensi terjadi pada tahap lanjut (syok) atau terdapat faktor pencetus seperti
pada eklampsi. Frekuensi jantung: takikardi biasanya ada. Bunyi jantung : normal pada
tahap dini ; S3 mungkin terjadi. Distritmia dapat terjadi , tetapi EKG sering normal. Kulit
dan membran mukosa :Pucat, dingin. Sianosis biasanya trjasi (tahap lanjut).
c. Integritas Ego
Gejala:Ketakutan, ancaman perasaan takut
Tanda: Gelisah, agitasi, gemetar, mudah terangsang, perubahan mental.
14
d. Makanan /Cairan
Gejala: Kehilangan selera makan, mual .
Tanda: Edema/ perubahan berat badan.Hilang / berkurangnya bunyi usus.
e. Neurosensori
Gejala/Tanda:Adanya trauma kepala, mental lamban,disfungsi motorik
f. Pernapasan
Gejala:Adanya aspirasi/tenggelam, inhalasi asap/gas,infeksi difus paru, timbulnya tiba-
tiba atau bertahap, kesulitan napas, lapar udara
Tanda:Pernafasan : Cepat, mendengkur, dangkal
Peningkatan kerja napas :Penggunaan otot aksesori pernafasan, contoh retraksi interkostal
atau substernal, pelebaran nasal, memerlukan oksigen konsentrasi tinggi.
Bunyi napas : Pada awal normal, krekels, ronkhi, dan dapat terjadi bunyi napas bronkial.
Perkusi dada : Bunyi pekak di atas area konsolidasi
Ekspansi dada menurun atau tidak sama, peningkatan fremitus (getar vibrasi pada
dinding dada dengan palpitasi), sputum sedikit, berbusa, pucat atau sianosis, penurunan
mental , bingung
g. Keamanan
Gejala: Riwayat trauma ortopedik/fraktur,sepsis,tranfusi darah,episode anafilaktik
h.Seksualitas
Gejala/Tanda: Kehamilan dengan adanya komplikasi eklampsia
i. Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala: Makan/kelebihan dosis obat
2.PENATALAKSANAAN MEDIS
15
Terapi oksigen
Ventilator mekanik dengan memberikan tekanan positif kontinu
Inhalasi nebulizer
Fisioterapi dada
Pemantauan hemodinamik
Pengobatan bronkodilator
Dukungan nutrisi sesuai kebutuhan
INTERVENSI MEDIS
Kaji status pernafasan
Kaji penyebab adanya penurunan pao2 atau yang menimbulkan ketidaknyamanan
dalam pernafasan
Catat adanya sianosis
Observasi kecendrungan hipoksia dan hiperkapnia
Beriakan oksigen sesuai kebutuhan
Berikan bantuan nafas dengan ventilator mekanik
Kaji seri foto dada
Awasi BGA / saturasi oksigen
Kaji status gizi pasien
INTERVENSI PERAWAT
Mengobservasi keadaan pasien,peralatan dan reaksi pasien terhadap tindakan
yang diberikan
Perawatan kulit dan kebersihan umum
16
Pemberian nutrisi
Monitoring
MANAJEMEN MEDIS YANG DIBERIKAN BERUPA:
1.BRONCHODILATOR
Mempengaruhi kontraksi otot polos.Bronchodilator merupakan terapi utama
untuk penyakit terapi obstruksi,tetapi peningkatan resistensi jalan nafas yang
banyak ditemukan pada penyakit paru obstruksi
2.AGONIS BETA-ADRENESIK
Obat ini diberikan lebih efektif dalam bentuk inhalasi dibandingkan secara
perarental oral
3;ANTIKOLINERGIK
Respon bronchodilator terhadap antikolinergik tergantung pada derajat tonus
parasimpatis intrinsik
4.KORTIKOSTEROID
Menurunkan inhalasi jalan nafas tidak diketahui secara pasti tetapi perubahan
pada sifat dan jalan sel inflamasi
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa:Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai
oksigen
Pasien outcome Intervensi Rasionale Implementasi
17
Setelah diberikan
perawatan 2x24 jam
pasien dapat
memperlihatkan
kemampuan pertukaran
gas kembali normal
dengan kriteria hasil:
Pasien mengatakan
Pernafasan kembali
normal
Respirasi 18-22
-Kaji frekuensi kedalaman
pernafasan
- kaji secara rutin kulit dan
warna membran mukosa
-Tinggikan kepala tempat
tidur ,bantu pasien untuk
memilih posisi yang mudah
untuk bernafas
-Dorong mengeluarkan
sputum
-awasi tingkat kesadaran
atau status mental
-Berguna dalam evaluasi
derajat distresi pernafasan
-sianosis mungkin perifer
dan sentral
mengindikasikan beratnya
hipoksemia
-pengiriman oksigen dapat
diperbaiki dengan posisi
duduk tinggi dan latihan
nafas untuk menurunkan
kolaps jalan nafas
-Kental ,tebal,dan
banyaknya sekresi adalah
sumber utama gangguan
pertukaran gas pada jalan
nafas kecil
-Gelisah dan ansietas
adalah manifestasi umum
pada hipoksia GDA
memburuk disertai
bingung atau somnolen
menunjukan disfungsi
-mengkaji frekuensi
kedalaman pernafasan
selama 10 menit
-mengkaji secara rutin
kulit membran dan
warna mukosa
-meninggikan kepala
tempat tidur dengan
memberikan rasa
nyaman dengan semi
fowler (45 derajat)
-mendorong
mengeluarkan sputum
dengan melakukan
suction
-mengawasi tingkat
kesadaran dengan
mengobservasi keadaan
dalam 3 kali dalam 7
jam
18
serebral yang
berhubungan dengan
hipoksemia
V
ENTILATOR
Ventilator adalah suatu alat yang digunakan untuk membantu sebagian atau seluruh
proses ventilasi untuk mempertahankan oksigenasi.
1. Ventilator Tekanan Negatif
Ventilator tekanan negatif mengeluarkan tekanan negatif pada dada eksternal. Dengan
mengurangi tekanan intratoraks selama inspirasi memungkinkan udara mengalir ke dalam
paru-paru sehingga memenuhi volumenya. Ventilator jenis ini digunakan terutama pada
gagal nafas kronik yang berhubungn dengan kondisi neurovaskular seperti poliomyelitis,
19
distrofi muscular, sklerosisi lateral amiotrifik dan miastenia gravis. Penggunaan tidak
sesuai untuk pasien yang tidak stabil atau pasien yang kondisinya membutuhkan
perubahan ventilasi sering.
2. Ventilator Tekanan Positif
Ventilator tekanan positif menggembungkan paru-paru dengan mengeluarkan tekanan
positif pada jalan nafas dengan demikian mendorong alveoli untuk mengembang selama
inspirasi. Pada ventilator jenis ini diperlukan intubasi endotrakeal atau trakeostomi.
Ventilator ini secara luas digunakan pada klien dengan penyakit paru primer.
Terdapat tiga jenis ventilator tekanan positif yaitu tekanan bersiklus (Pressure Cycled
Ventilator), waktu bersiklus (Time Cycled Ventilator), dan volume bersiklus (Volume
Cycled Ventilator).
a. Volume Cycled Ventilator.
Perinsip dasar ventilator ini adalah cyclusnya berdasarkan volume. Mesin berhenti
bekerja dan terjadi ekspirasi bila telah mencapai volume yang ditentukan. Keuntungan
volume cycled ventilator adalah perubahan pada komplain paru pasien tetap memberikan
volume tidal yang konsisten.
b. Pressure Cycled Ventilator
Perinsip dasar ventilator type ini adalah cyclusnya menggunakan tekanan. Mesin
berhenti bekerja dan terjadi ekspirasi bila telah mencapai tekanan yang telah ditentukan.
Pada titik tekanan ini, katup inspirasi tertutup dan ekspirasi terjadi dengan pasif.
Kerugian pada type ini bila ada perubahan komplain paru, maka volume udara yang
diberikan juga berubah. Sehingga pada pasien yang setatus parunya tidak stabil,
penggunaan ventilator tipe ini tidak dianjurkan.
20
c. Time Cycled Ventilator
Prinsip kerja dari ventilator type ini adalah cyclusnya berdasarkan waktu ekspirasi
atau waktu inspirasi yang telah ditentukan. Waktu inspirasi ditentukan oleh waktu dan
kecepatan inspirasi (jumlah napas permenit)
Normal ratio => I (Inspirasi) : E (Ekspirasi ) = 1 : 2
KRITERIA PEMASANGAN VENTILATOR
Frekuensi napas lebih dari 35 kali per menit.
Hasil analisa gas darah dengan O2 masker PaO2 kurang dari 70 mmHg.
PaCO2 lebih dari 60 mmHg
AaDO2 dengan O2 100 % hasilnya lebih dari 350 mmHg.
Vital capasity kurang dari 15 ml / kg BB.
PROSEDUR PEMBERIAN VENTILATOR
Tujuan Pemasangan Ventilator
1) Memberikan kekuatan mekanis pada sistem paru untuk mempertahankan ventilasi
yang fisiologis.
2) Memanipulasi “air way pressure” dan corak ventilasi untuk memperbaiki efisiensi
ventilasi dan oksigenasi.
3) Mengurangi kerja miokard dengan jalan mengurangi kerja nafas.
4) Mengembalikan keadaan kelelahan otot nafas
5) Stabilisasi tulang dada
21
Indikasi Pemasangan Ventilator
- “Respiratory Rate” lebih dari 35 x/menit.
- “Tidal Volume” kurang dari 5 cc/kg BB.
- PaO2 kurang dari 60, dengan FiO2 “room air”
- PaCO2 lebih dari 60 mmHg
2.3 ASURANSI KESEHATAN
Definisi
Asuransi kesehatan adalah suatu mekanisme pengalihan resiko dalam (sakit) dari
resiko perorangan menjadi resiko kelompok.
Dengan cara mengalihkan resiko kelompok, beban ekonomi yang harus dipikul oleh
masing-masing peserta asuransi akan lebih ringan tetapi mengandung kepastian karena
memperoleh jaminan.
Secara universal beberapa jenis asuransi kesehatan berkembang di Indonesia :
A. Asuransi Kesehatan Sosial (social health insurance)
Asuransi kesehatan social memengang teguh prinsip nya bahwa kesehatan adalah
sebuah pelayanan social , pelayanan kesehatan tidak boleh semata-mata di berikan
berdasarkan status social masyarakat sehingga semua lapisan berhak untuk memperoleh
jaminan pelayanan kesehatan .
Di Indonesia, asuransi kesehatan bagi pengawai negeri sipil dan penerima pensiun
di kelola oleh PT. Askes. Asuransi kesehatan bagi tenaga kerja dikelola oleh PT.
Jamsostek.
B. Asuransi kesehatan komersial perorangan (private voluntary health insurance)
Model asuransi ini juga berkembang di Indonesia dapat di beli premi nya baik
oleh individu maupun segmen masyarakat kelas menengah keatas. Di indonesia, produk
22
asuransi produk asuransi kesehtan komersial dikelola oleh Lifo Life, BNI life, tugu
mandiri dsb.
C. Asuransi kesehatan komersial kelompok (regulated private health insurance)
Jenis asuransi ini merupakan alternative lain system asuransi kesehatan komersial
dengan prinsip-prinsip dasar dsb :
1. Keikut sertaannya bersifat sukarela tetapi berkelompok.
2. Iuran atau preminya dibayar berdasarkan atas angka absolute.
3. Perhitungan premi bersifat community ratingyang berlaku untuk kelompok
masyarakat.
4. Santunan ( jaminan pemeliharaan kesehatan) diberikan sesuai dengan kontrak
5. Tidak diperlukan pemeriksaan awal
6. Peranan pemerintahan cukup besar dengan membuat peraturan perundang
undangan.
Di Indonesia , produk “Asuransi Kesehatan Sukarela” juga dikelola oleh
PT.Askes.
ASURANSI SOSIAL
Asuransi sosial, atau secara umum disebut SJSN (sistem jaminan sosial nasional)
adalah program asuransi yang diselenggarakan secara wajib berdasarkan suatu undang-
undang, dengan tujuan untuk memberikan perlindungan dasar bagi kesejahteraan
masyarakat. Asuransi sosial adalah program asuransi yang diselenggarakan secara wajib
berdasarkan suatu undang-undang, dengan tujuan untuk memberikan perlindungan dasar
bagi kesejahteraan masyarakat
Asuransi sosial secara umum :
Asuransi sosial ditawarkan melalui beberapa bentuk oleh pemerintah dan bersifat
wajib (compulsory basis).
Asuransi sosial didesain untuk memberikan manfaat kepada seseorang yang
pendapatannya terputus karena kondisi sosial dan ekonomi atau karena
ketidakmampuan mengendalikan solusi secara individu.
Lingkup asuransi social
23
Jaminan pertanggungan kecelakaan
Jaminan pertanggungan hari tua & pension
Jaminan pelayanan kesehatan
Jaminan pertanggungan kematian
Jaminan pertanggungan pengangguran
Jenis asuransi sosial di indonesia :
Asuransi Sosial Tenaga Kerja
Untuk Pegawai Negeri
Dikelola oleh PT tabungan dan asuransi pegawai negeri
Untuk pegawai perusahaan swasta
Dikelola oleh PT jaminan asuransi sosial tenaga kerja
Untuk anggota ABRI / TNI
Dikelola oleh Perum asuransi sosial ABRI
Asuransi kesehatan
Dikelola oleh PT asuransi kesehatan (dulu PHB)
Asuransi kecelakaan
Dikelola oleh PT asuransi Jasa Raharja
Di Indonesia sendiri, titik awal asuransi sosial kesehatan sudah dilaksanakan
melalui Jaminan Sosial Tenaga Kerja Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992, dan
Program Asuransi Kesehatan (Askes) berdasarkan PP No. 69 Tahun 1991 yang bersifat
wajib bagi PNS/Pensiunan/Perintis Kemerdekaan/Veteran dan anggota keluarganya.
Untuk mereka yang tidak punya penghasilan, satu upaya telah dirintis dengan
diselenggarakan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Miskin (Askeskin) sejak
tahun 2007 melalui Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 417/Menkes/Sk/IV/2007
tanggal 10 April 2007,”
JAMSOSTEK
Dalam Jamsostek, terdapat beberapa program, dimana risiko-risiko yang ada,
ditangani masing- masing program, program tersebut diantaranya :
24
1) Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (Program JPK)
Program JPK memberikan perlindungan bagi tenaga kerja terhadap risiko mengidap
gangguan kesehatan atau penyakit yang berakibat terganggunya kemampuan
produktifitas kerja. Manfaat JPK berupa pelayanan kesehatan untuk tindak
pengobatan yang bersifat promotif serta kuratif. Tindak pengobatan yang dijamin
mencakup rawat jalan, rawat inap, persalinan serta imunisasi/vaksinasi. Bentuk
program JPK dilaksanakan dalam 3 model, yaitu program Jamsostek yang
diselenggarakan oleh PT. Jamsostek, program asuransi kesehatan yang
diselenggarakan oleh lembaga asuransi yang ditunjuk oleh pemberi kerja, serta
program JPK mandiri yang diselenggarakan langsung oleh pemberi kerja secara
swakelola.
2) Jaminan Kecelakaan Kerja (Program JKK)
Program JKK memberikan perlindungan bagi tenaga kerja terhadap risiko mengalami
kecelakaan kerja serta mengidap berbagai penyakit yang timbul akibat hubungan
kerja. Manfaat JKK berupa pelayanan kesehatan menyeluruh serta rehabilitasi medis
sehubungan kecelakaan yang di derita tenaga kerja. Disamping pelayanan jasa medik,
tenaga kerja mendapatkan santunan tidak mampu bekerja selama menjalani masa
perawatan dan pemulihan. Pembiayaan program JKK melalui pembayaran iuran
kepada pihak penyelenggara yang ditanggung oleh pemberi kerja.
3) Jaminan Kematian (Program JK)
Program JK memberikan perlindungan bagi tenaga kerja terhadap risiko meninggal
dunia akibat sakit atau kecelakaan kerja. Manfaat JK berupa pemberian satunan
sekaligus kepada keluarga atau ahli waris pada saat tenaga kerja meninggal dunia.
Pemberian santunan kematian bertujuan membantu meringankan beban finansial
pihak keluarga atau ahli waris yang ditinggalkan. Pembiayaan program JK melalui
pembayaran iuran kepada pihak penyelenggara yang ditanggung oleh pemberi kerja
4) Jaminan Hari Tua (Program JHT)
Program JHT memberikan perlindungan bagi tenaga kerja pada saat memasuki masa
purna bhakti. Manfaat jht berupa pemberian bekal dana tunai dalam bentuk
pembayaran sekaligus kepada tenaga kerja atau keluarga dan ahli waris. Pembiayaan
25
program JHT melalui pembayaran iuran kepada pihak penyelenggara yang
ditanggung bersama oleh tenaga kerja dan pemberi kerja.
5) Jaminan Pensiun (Program Pensiun)
Program Pensiun memberikan jaminan kesinambungan pembayaran penghasilan bagi
tenaga kerja pada saat memasuki usia pensiun. Manfaat program pensiun berupa
pembayaran uang pensiun berkala kepada tenaga kerja atau keluarga dan ahli waris
pada saat tenaga kerja memasuki masa usia pensiun. Pembiayaan program pensiun
melalui pembayaran iuran kepada pihak penyelenggara yang ditanggung.
Bersama oleh tenaga kerja dan pemberi kerja. Penyelenggara program pensiun dapat
dilakukan melalui 2 instansi, yaitu Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) yang
terdaftar di Departemen Keuangan dan Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) yang
merupakan lembaga pengelola dana pensiun yang didirikan oleh pemberi kerja. Jenis
program pensiun terdiri dari Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP) dan Program
Pensiun Manfaat Pasti (PPMP).
6) Asuransi Kecelakaan Diluar Hubungan Kerja (Asuransi AKDHK)
Asuransi AKDHK adalah jaminan yang memberi perlindung bagi tenaga kerja yang
mengalami kecelakaan kerja pada waktu diluar hubungan kerja. Program ini sebagai
pelengkap dari Program JKK yang diselenggarakan PT.Jamsostek yang menjamin
tenaga kerja yang mengalami kecelakaan pada waktu hubungan kerja. Asuransi
AKDHK ditetapkan berdasarkan perda no.7 tahun 1989 serta SK gubernur dki no.2
tahun 1990 dan sebagai penyelenggara ditunjuk PT. Asuransi Bumi Putera Muda
(BUMIDA). Guna memenuhi ketentuan normatif dibidang ketenagakerjaan, maka
pemberi kerja wajib menyertakan tenaga kerja dalam Asuransi AKDHK.
2.4 Peran perawat
Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap
seseorang sesuai kedudukannya dalam, suatu sistem. Peran dipengaruhi oleh keadaan
sosial baik dari dalam maupun dari luar dan bersifat stabil. Peran adalah bentuk dari
perilaku yang diharapkan dari seesorang pada situasi sosial tertentu. (Kozier Barbara,
1995:21).
26
Perawat adalah mereka yang memilki kemampuan dan kewenangan melakukan tindakan
keperawatan berdasarkan ilmu yang diperoleh melalui pendidikan keperawatan (Undang-
undang Kesehatan No.23, 1992).Seorang perawat dikatakan profesional jika memiliki
ilmu pengetahuan, keterampilan keperawatan profesional serta memiliki sikap
profesional sesuai kode etik profesi.Peran perawat adalah cara untuk menyatakan aktifitas
perawat dalam praktik, dimana telah menyelesaikan pendidikan formalnya yang diakui
dan diberi kewenangan oleh pemerintah untuk menjalankan tugas dan tanggung
keperawatan secara professional sesuai dengan kode etik professional. Dimana setiap
peran yang dinyatakan sebagai ciri terpisah demi untuk kejelasan.
Macam-macam Peran Perawat
1.Peran Perawat ( CHS, Konsorsium ilmu kesehatan 1989 )
Peran adalah tingkah laku yang diharapkan oleh seseorang terhadap orang lain
(dalam hal ini adalah perawat) untuk berproses dalam sistem sebagai berikut :
a. Pemberi asuhan keperawatan
b. Advokator
c. Edukator
d. Koordinator
e. Kolaborator
f. Konsultan
g.Pembaharu
a. Peran perawat sebagai pemberi asuhan Keperawatan
27
Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan ini dapat dilakukan perawat dengan
memperhatikan keadaan kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan melalui pemberian
pelayanan keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan sehingga dapat
ditentukan diagnosis keperawatan agar bisa direncakan dan dilaksanakan tindakan yang
tepat sesuai dengan tingkat kebutuhan dasar manusia, kemudian dapat dievaluasi tingkat
perkembangannya.Pemberian asuhan keperawatan ini dilakukan dari yang sederhana
sampai dengan kompleks.
b.Peran perawat sebagai Advocator (pembela klien)
Peran ini dilakukan perawat dalam membantu klien dan keluarga dalam
menginterpretasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan atau informasi lain
khususnya dalam pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan yang diberikan
kepada pasien, juga dapat berperan mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien.
Hak-Hak Klien antara lain :
1.Hak atas pelayanan yang sebaik-baiknya
2.Hak atas informasi tentang penyakitnya
3.Hak atas privacy
4.Hak untuk menentukan nasibnya sendiri
5.Hak untuk menerima ganti rugi akibat kelalaian tindakan.
Hak-Hak Tenaga Kesehatan antara lain :
28
1.Hak atas informasi yang benar
2.Hak untuk bekerja sesuai standar.
3.Hak untuk mengakhiri hubungan dengan klien
4.Hak untuk menolak tindakan yang kurang cocok
5.Hak atas rahasia pribadi
6. Hak atas balas jasa
c. Peran perawat sebagai Edukator
Peran ini dilakukan dengan mambantu klien dalam meningkatkan tingkat
pengetahuan kesehatan, gajala penyakit bahkan tindakan yang diberikan. Sehingga terjadi
perubahan perilaku dari klien setelah dilakukan pendidikan kesehatan.
d. Peran perawat sebagai Koordinator
Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan serta mengorganisasi
pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemberian pelayanan kesehatan dapat
terarah dapat sesuai dengan kebutuhan klien.
e.Peran perawat sebagai Kolaborator
Peran perawat disini dilakukan karena perawat bekerja melalui tim kesehatan
yang terdiri dari dokter, fisioterapis, ahli gizi dan lain-lain dengan berupaya
29
mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan termasuk diskusi atau tukar
pendapat dalam penentuan bentuk pelayanan selanjutnya.
f. Peran perawat sebagai Konsultan
Peran disini adalah sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau tindakan
keperawatan yang tepat untuk diberikan. Peran ini dilakukan atas permintaan klien
terhadap informasi tentang tujuan pelayanan keperawatan yang diberikan.
g. Peran perawat sebagai Pembaharu (menciptakan perubahan)
Peran sebagai pembaharu dapat dilakukan dengan mengadakan perencanaan,
kerja sama, perubahan yang sistematis dan terarah sesuai dengan metode pemberian
pelayanan keperawatan.Peran perawat sebagai pembaharu dipengaruhi oleh beberapa
factor diantaranya, sebagai berikut:
- Kemajuan teknologi
- Perubahan Lisensi-regulasi
- Meningkatnya peluang pendidikan lanjutan
- Meningkatnya berbagai tipe petugas asuhan kesehatan.
2.Peran Perawat ( Lokakarya Nasional 1983 )
30
a. Pendidikan dalam keperawatan.
Bertanggung jawab dalam pendidikan dan pengajaran ilmu keperawatan kepada
klien,tenaga keperawatan, maupun kesehatan lainnya
b.Pelaksana pelayanan keperawatan.
Bertanggung jawab dalam memberi pelayanan keperawatan dari yang bersifat
sederhana sampai dengan kompleks. Merupakan peran utama dari perawat untuk
memberi askep yang professional
c.Pengelola pelayanan keperawatan dan institusi pendidikan.
Bertanggung jawab dalam administrasi keperawatan baik di masyarakat maupun
di institusi dalam mengelola pelayanan keperawatan untuk individu, keluarga, kelompok
dan masyarakat.
d.Peneliti dan pengembang keperawatan.
Diharapkan sebagai pembaharu dalam institusi keperawatan, kegiatan dilakukan
melalui riset dan penilitian.
3. Peran Perawat menurut Para Sosiolog.
a. Therapeutik role : kegiatan yang ditujukan langsung kepada pencegahan dan
pengobatan penyakit.
31
b. Expressive/mother substitue role : kegiatan langsung menciptakan lingkungan
dimana pasien merasa aman, diterima, dilindungi, dirawat dan didukung oleh
perawat. Menurut Johnson dan Martin, peran ini bertujuan untuk menghilangkan
ketegangan dalam kelompok pelayanan (dokter, perawat, pasien dan lain-lain).
5. Pera Perawat menurut Schulman :
Schulman berpendapat hubungan perawat dengan pasien sama dengan ibu dan
anak, antara lain :
a. Hubungan interpersonal disertai dengan kelembutan hati dan rasa kasih sayang.
b.Melindungi dari ancaman bahaya.
BAB III
PENUTUP
3.1. Simpulan
Jadi yang dapat kami simpulkan dari paper diatas adalah Gagal nafas akut adalah
ketidakmampuan system pernafasan untuk mempertahankan suatu keadaan pertukaran
udara antara atmosfer dengan sel-sel tubuh yang sesuai dengan kebutuhan tubuh normal
Gagal nafas adalah suatu kondisi dimana system respirasi gagal untuk melakukan
fungsi pertukaran gas, pemasukan oksigen dan pengeluaran karbondioksida. Keadekuatan
itu dapat dilihat dari kemampuan jaringan untuk memasukkan oksigen dan mengeluarkan
karbondioksida.
3.2. Saran
Dalam keterbatasan pengetahuan yang kami miliki, tentu dalam penulisan paper
ini masih banyak kekurangan dan kejanggalan dalam penulisan paper ini, maka untuk itu
kami sangat mengharapkan motivasi dan bimbingan dari Bapak/Ibu Dosen pengajar serta
32