acute management of shoulder dislocations

23
BAGIAN ILMU BEDAH JOURNAL READING FAKULTAS KEDOKTERAN Februari 2015 UNIVERSITAS HASANUDDIN ACUTE MANAGEMENT OF SHOULDER DISLOCATIONS Thomas Youm, MD, Richelle Takemoto, MD, Brian Kyu-Hong Park, MD Journal of the American Academy of Orthopaedic Surgeons December 2014 DISUSUN OLEH Muna Munirah Zamry C11110842 PEMBIMBING dr. Andi Mappaodang SUPERVISOR dr. Arman Bausat, SpB., Sp.OT DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU BEDAH SUBDIVISI BEDAH ORTOPEDI

Upload: wandry-tonapa

Post on 26-Sep-2015

237 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

taken from journal

TRANSCRIPT

BAGIAN ILMU BEDAHJOURNAL READING

FAKULTAS KEDOKTERANFebruari 2015

UNIVERSITAS HASANUDDIN

ACUTE MANAGEMENT

OF SHOULDER DISLOCATIONS

Thomas Youm, MD, Richelle Takemoto, MD, Brian Kyu-Hong Park, MD

Journal of the American Academy of Orthopaedic SurgeonsDecember 2014

DISUSUN OLEH

Muna Munirah Zamry

C11110842

PEMBIMBING

dr. Andi Mappaodang

SUPERVISOR

dr. Arman Bausat, SpB., Sp.OT

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN ILMU BEDAH SUBDIVISI BEDAH ORTOPEDI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2015

LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa :

Nama: Muna Munirah binti Zamry

NIM: C11110842

Judul Journal: Acute Management of Shoulder Dislocations

Universitas: Universitas Hasanuddin

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, 23 Februari 2015

Mengetahui,

Pembimbing Residen Supervisor

dr. Andi Mappaodang dr. Arman Bausat, SpB., Sp.OT

MANAJEMEN AKUT DISLOKASI BAHU

Thomas Youm, MD, Richelle Takemoto, MD, Brian Kyu-Hong Park, MD

Abstrak

Sendi bahu mempunyai range of motion terbesar berbanding sendi tubuh lainnya. Namun stabilitasnya tergantung pada retriksi jaringan lunak termasuk kapsula, ligamen, dan otot-otot. Oleh karena itu, sendi ini memiliki resiko dislokasi paling tinggi. Pengetahuan menyeluruh tentang anatomi bahu, klasifikasi dislokasi, tehnik anestesi, dan manuver reduksi sangat penting pada manajemen dini dislokasi bahu akut. Mengingat kurangnya studi banding pada berbagai tehnik reduksi, pemilihan tehnik adalah berdasarkan preferensi dokter. Ahli bedah ortopedik harus berketrampilan dalam beberapa metode reduksi dan memastikan tehnik terbaik untuk setiap pasien.

Beberapa tehnik reduksi dislokasi bahu telah dijelaskan dalam literatur modern tapi hanya sebahagian yang mempersatukan manajemen dini dislokasi bahu akut. Bahu merupakan sendi besar yang paling sering terjadinya dislokasi. Dengan meningkatnya aktivitas berhubungan masyarakat modern, kejadian dislokasi bahu bertambah menjadi 24 dari 100000 orang setahun. Presentase tertinggi dislokasi primer terjadi pada laki-laki berusia 10-20 tahun diikuti kelompok usia 50-60 tahun. Pengetahuan menyeluruh tentang anatomi bahu, klasifikasi dislokasi, tehnik anestesi, dan variasi manuver reduksi penting dalam penatalaksanaan cedera ini.

Patoanatomi

Sendi bahu berkembang sebagai artikulasi aposisi dan mempunyai range of motion (ROM) terbesar dibanding sendi tubuh lainnya disebabkan oleh kurangnya retriksi tulang dan kontak artikular yang minimal. Sehingga bahu lebih bergantung pada retriksi jaringan lunak kapsula, ligamen, dan otot-otot, menjadikan sendi ini beresiko tinggi terjadinya dislokasi. Tahanan bahu berkurang oleh stabilizer statik dan dinamis (Tabel 1). Stabilizer statik mengekalkan keselarasan sendi bahu dengan memperkuat sokongan dan memberikan stabilitas pada hujung range of motion. Stabilizer dinamis berfungsi melalui sistem neuromaskuler, menstabilkan pergerakan sendi secara aktif pada pertengahan range of motion.

Retriksi statik pada bahu antaranya termasuk lengkungan korakoakromial, fossa glenoid, labrum, kapsula, dan ligamen glenohumeral (GHLs). Lengkungan korakoakromial dibentuk oleh korakoid, ligamen korakoakromial, sendi akromioklavikular, dan klavikula. Struktur ini secara kolektif memberikan stabilitas pada anterosuperior. Tambahan pula, permukaan artikular glenoid bersudut pada anterior dan superior, memberikan stabilitas posterior dan anterior. Berbeda dengan asetabulum pada sendi panggul, glenoid mempunyai permukaan artikular yang lebih kecil sehingga membuat bahu kurang stabil. Permukaan artikular pada kaput humerus 3x lebih besar dibanding pada glenoid, dan hanya 25-30% kaput humerus bersambung dengan glenoid pada satu waktu. Oleh sebab ini, gaya adesi-kohesi yang dimediasi oleh cairan sinovial berperan dalam memusatkan kaput humerus pada glenoid.

Tabel 1

Struktur Stabilisasi Statik dan Dinamik pada Sendi Glenohumeral

Struktur

Fungsi

Stabilizer statik

Lengkung korakoakromial

Fossa glenoid

Labrum

Kapsula/ GHLs

GHL superior

GHL media

GHL inferior

Stabilizer dinamik

Deltoid

Rotator cuff

Tendon biseps kepala panjang

Otot-otot periskapula

Stabilitas anterosuperior

Stabilitas posteroinferior

luas permukaan artikular, vakum segel

Stabilitas multiarah

Stabilitas anterior dan ER pada abduksi 45

Stabilitas AP dan ER/IR dalam abduksi 90

Stabilitas inferior

Kompresi kaput humerus terhadap glenoid

Depresi kaput humerus pada abduksi

Stabilisasi skapula, ritma skapulohumeral

ER = external rotation, GHL = glenohumeral ligament, IR = internal rotation

Oleh karena kurangnya retriksi tulang pada fossa glenoid yang relatif datar dan kecil, stabilitas paling utama adalah dari struktur jaringan lunak. Labrum meningkatkan stabilitas bahu dengan memberikan 50% kedalaman ruang glenoid dan meningkatkan total luas permukaan. Bersama rotator cuff, labrum utuh terhadap concavity compression dan memperkuat sendi. Gangguan apapun pada labrum boleh mengganggu vakum intraartikular dan mengubah mekanik pada sendi. Setelah segel tekanan negatif hilang, kaput humerus biasanya akan berpindah ke inferior.

Lesi kapsula membolehkan meningkatnya pemindahan dari kaput humerus dan ketidakstabilan pada arah yang berlawanan. GHL superior menahan pemindahan humerus inferior dan merupakan retriksi primer pada adduksi bahu. Morfologi dan ukuran GHL tengah adalah bervariasi, kurang diketahui, dan tidak ada pada 30% bahu. Apabila ada, ligamen ini menahan pemindahan ke anterior dan membatasi rotasi eksternal pada abduksi 45. GHL inferior mempunyai tiga band dan merupakan bagian GHL yang paling kuat. Ia memberikan stabilitas terbesar dengan menahan pemindahan anteroinferior. Anterior band dari GHL inferior mencegah dislokasi anterior dengan membatasi rotasi eksternal pada abduksi 45-90.

Stabilizer dinamik antaranya termasuklah otot deltoid, biseps, rotator cuff, dan skapula. Tendon otot biseps kepala panjang diduga menekan kaput humerus sewaktu abduksi, menjadikan bahu lebih stabil. Namun, fungsi biomekanikal tendon biseps dikacaukan oleh studi-studi elektromiografi, beberapa studi menunjukkan aktivitas tendon biseps sewaktu abduksi aktif, dan yang lainnya tidak.

Rotator cuff memberikan kompresi dinamik pada kaput humerus terhadap glenoid melalui satu fenomena yang dikenal sebagai concavity compression. Perlekatan langsung pada kapsula membolehkan otot rotator cuff berkontribusi pada stabilitas dengan meningkatkan tegangan artikular. Pada pergerakan bahu, kompresi aktif humerus terhadap artikular cekung glenolabral memberikan sokongan tambahan. Selain itu, refleks muskular proprioseptif melawan regangan kapsula dan gerakan bahu dideteksi oleh reseptor rasa, selanjutnya meningkatkan stabilitas.

Otot-otot trapezius, rhomboideus, latisimus dorsi, serratus anterior, dan levator skapula menstabilisasi skapula dan meningkatkan stabilitas dinamik. Dengan abduksi glenohumeral aktif, skapula berotasi sekitar dada. Pergerakan sinkronis ini menunjukkan ritma skapulohumeral. Pasien dengan instabilitas bahu ditemukan melakukan pergerakan yang berlebihan sampai protraksi atau keterlambatan retraksi dengan elevasi bahu dan spinal tilt yang meningkat, sehingga mengubah ritma skapulohumeral yang normal. Perubahan ritma skapulohumeral ditemukan menyebabkan penurunan aktivitas pada otot bagian bawah trapezius dan otot serratus anterior.

Klasifikasi

Dislokasi bahu diklasifikasi sebagai non traumatik dan traumatik. Dislokasi glenohumeral non traumatik menunjukkan instabilitas multiarah. Berhubungan kelemahan ligamen umum, instabilitas multiarah selalu bilateral dan berespon baik pada manajemen non pembedahan. Penyakit jaringan ikat yang mendasari seperti sindrom Ehlers-Danlos atau abnormalitas tulang seperti hipoplasia glenoid atau retroversi glenoid berlebihan harus dipikirkan apabila terjadi dislokasi bahu non traumatik.

Sehingga 96% dislokasi bahu disebabkan oleh trauma. Dislokasi traumatik disebabkan oleh gaya putaran arah posterior pada abduksi dan rotasi eksternal lengan dan selalunya berhubungan dengan kontak olahraga atau jatuh dengan lengan terulur. Instabilitas searah selanjutnya mungkin terjadi selepas kapsula dan ligamen rusak pada dislokasi traumatik berulang.

Dislokasi glenohumeral selanjutnya diklasifikasi berdasarkan arah dislokasi kaput humerus: anterior, posterior, inferior.

Cedera tambahan

Dalam studi pada 3633 pasien dengan dislokasi bahu traumatik, Robinson et al melaporkan 40% pasien mempunyai cedera struktural tambahan pada sendi glenohumeral. 33% pasien mengalami robekan rotator cuff atau fraktur tuberositas mayor. Insiden robekan rotator cuff pada pasien berusia lebih 40 tahun adalah tinggi (20-54%) merupakan sekunder dari degenerasi tendon yang sudah ada. Robinson et al juga melaporkan bahwa 13% pasien mengalami cedera neuromuskular berhubungan dengan dislokasi bahu. Nervus axillaris merupakan nervus yang paling sering cedera dan rentan pada cedera traksi karena melintasi axilla berdekatan dengan kapsula inferior. Cedera nervus ini bermanifestasi sebagai kelemahan deltoid atau mati rasa pada anterolateral bahu. Namun, sensasi yang normal tidak menyangkal cedera nervus axillaris.

Lesi Bankartt, terlepasnya labrum anterior dari rim glenoid, berhubungan dengan 85% dislokasi traumatik anterior. Pasien dengan dislokasi bahu berulang mempunyai insiden lesi Bankartt lebih tinggi. Dislokasi posterior menyebabkan lesi reverse-Bankartt labrum posteroinferior. Lesi Hill-Sachs, fraktur impaksi posterolateral kaput humerus pada rim glenoid, dianggarkan 40-90% pada dislokasi bahu anterior dan 100% pada dislokasi berulang. Lesi reverse Hill-Sachs menjejaskan kaput humerus dan terjadi pada 86% dislokasi bahu posterior.

Penilaian radiografik

Radiografi penting untuk mendiagnosis dislokasi bahu. Radiografi harus diambil sebelum dan selepas dilakukan reduksi untuk merancang manuver reduksi, memastikan konsentris reduksi, dan mengevaluasi fraktur concomitant. Posisi AP, lateral, dan axillaris didapatkan untuk menentukan arah dislokasi dan fraktur yang berhubungan.

Posisi axillaris adalah kritikal untuk mengakses hubungan antara kaput humerus dan glenoid. Untuk mendapatkan posisi ini, lengan pasien diabduksi, kaset filem diletakkan superior dari bahu dan sinar diarahkan superior terhadap axilla. Secara ideal, lengan diabduksi 90, namun, jika pasien mempunyai kesukaran untuk berada pada posisi tersebut, abduksi dikurangi sampai semampunya. Jika tidak mampu, boleh dilakukan posisi Velpeau. Lengan diadduksi dan rotasi internal pada dada. Pasien berdiri atau duduk di pinggir meja roentgenografik dan bersandar ke belakang 30-45. Sinar diarahkan ke bawah melalui sendi bahu. Posisi standar axillaris lebih disarankan berbanding posisi Velpeau karena posisi Velpeau menghasilkan distorsi, yaitu projeksi diperbesar. Namun, kedua-dua posisi diterima.

Posisi West Point and Stryker notch secara umumnya digunakan untuk mengakses lesi tulang Bankartt dan Hill-Sachs. Teknologi CT dan MRI menggantikan posisi spesial ini. CT boleh mendeteksi fraktur halus yang tidak terbaca pada radiografi, seperti lesi Hill-Sachs dan fraktur rim glenoid. MRI digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan struktural jaringan lunak, lesi Bankartt, perlepasan ligamen/kapsula, dan robekan rotator cuff.

Manajemen akut

Terdapat sangat banyak manuver reduksi. Bagaimanapun dari manuver yang digunakan, beberapa prinsip umum dilaksanakan. Dislokasi akut harus diperbaiki pada waktu yang tepat untuk mencegah spasm otot dan bahaya neurovaskular sambil memastikan reduksi dilakukan dengan lembut dan bertehnik. Reduksi lebih mudah dilakukan tergantung jangka waktu sejak dislokasi terjadi dan pola sabuk otot bahu. Jika cedera cenderung cepat, reduksi tanpa obat nyeri lokal dapat dilakukan. Namun, jika pasien tidak tenang atau otot-otot spasm, reduksi mungkin lebih sulit dan anestesi diperlukan.

Di unit gawat darurat, terdapat dua pilihan anestesi: blok intraartikular atau prosedur sedasi. Blok intraartikular dengan lidokain memberikan tingkat analgesia dan tingkat keberhasilan yang sama dibandingkan sedasi pada reduksi. Sedasi berhubungan dengan lebih banyak komplikasi, lebih lama di unit gawat darurat, dan lebih tinggi biaya. Oleh karena itu, blok intraartikular perlu digunakan pertama, dengan sedasi sebagai cadangan pada reduksi yang sulit.

Dislokasi bahu anterior dan manuver reduksi

Kebanyakan dislokasi bahu (97%) adalah dislokasi anterior. Mekanisme cedera khususnya adalah dengan gaya abduksi dan rotasi eksternal lengan. Sebagai kemungkinan lain, gaya posterior ke anterior pada proksimal humerus menyebabkan dislokasi anterior. Dislokasi anterior bahu kemudiannya dibagi lagi kepada subkorakoid dan subglenoid, dimana dislokasi subkorakoid lebih sering terjadi.

Pasien dengan dislokasi bahu anterior lebih sering datang dengan lengan terfiksasi, sedikit rotasi internal dan abduksi. Bayangan hitam bahu mendatar muncul apabila kaput humerus terletak anterior, inferior, dan medial dari posisi anatominya. Pergerakan pasif dan aktif juga terbatas, disini kami membuat 11 tehnik reduksi untuk penatalaksanaan dislokasi bahu anterior (Tabel 2).

Hippocratic

Hippocrates memperkenalkan tehnik reduksi yang paling awal. Dokter meletakkan kaki pada axilla pasien sambil melakukan traksi pada lengan yang sakit secara berselang-seli rotasi internal dan eksternal untuk melepaskan kaput humerus. Metode ini telah menjadi sejarah dan tidak lagi digunakan karena tingkat cedera traksi yang tinggi pada plexus brakhialis.

Traction-countertraction

Tehnik traction-countertraction menggunakan traksi longitudinal untuk melepaskan kaput humerus. Pasien dalam posisi supine. Sehelai kain membaluti dada pasien dan di antara axilla, lalu ditarik menjauh dari sisi sakit oleh penolong sambil tangan yang sakit ditarik ke inferior dan lateral pada sudut 45 (Figure 1). Kain boleh diikat pada pagar usungan jika tidak ada penolong. Sedikit rotasi eksternal pada humerus membantu kaput humerus membuka ke anterior dari rim glenoid. Setelah humerus dilepaskan, sedikit traksi ke lateral pada proksimal humerus.

Chair

Dalam manuver traksi yang lain, pasien duduk menyamping pada kursi dengan lengan yang sakit tergantung pada penyandar kursi. Dokter memegang lengan bawah dalam posisi supine supaya tidak bergerak dan pasien berdiri perlahan-lahan (Figure 2). Tingkat keberhasilan 73% telah dilaporkan pada deskripsi original tehnik ini. Westin et al memodifikasi tehnik ini dengan mengikat simpul stockinette pada lengan bawah, fleksi siku 90, dan jadikan simpulan itu sebagai pedal. Penulis melaporkan tingkat keberhasilan sebanyak 97%, dan anestesi tidak diperlukan pada 110 daripada 118 reduksi (93%).

Kocher

Tehnik Kocher awalnya diperkenalkan pada tahun 1870. Pasien posisi supine atau duduk, operator menggenggam lengan bawah pasien pada lengan yang sakit dan fleksi siku 90. Pasien melakukan adduksi lengan yang sakit dan rotasi eksternal 70-80 secara aktif sehingga merasa ada tahanan. Dokter melakukan fleksi ke depan lengan dan kaput humerus akan tereduksi. Tingkat keberhasilan tehnik ini dilaporkan 81-100%.

Tabel 2

Tehnik Reduksi Dislokasi Anterior

Metode

Tipe

Posisi pasien

Keterangan

Tingkat keberhasilan (%)

Hippocratic

Traction-

countertraction

Chair

Kocher

Stimson

Milch

Rotasi eksternal

Spaso

Eskimo

Manipulasi

skapula

FARES

Traksi

Traksi

Traksi

Tuas

Traksi

Kombinasi

Tuas

Traksi

Traksi

Kombinasi

Traksi +

Osilasi

Supine

Supine

Duduk sampai berdiri

Supine atau duduk

Prone

Supine atau duduk

Supine atau duduk

Supine

Lateral decubitus

Prone

Supine

Traksi longitudinal pada lengan dan kaki di axilla.

Traksi longitudinal pada lengan dan contertraction dilakukan menggunakan kain membaluti dinding dada.

Tangan diposisikan, traksi dilakukan dengan cara pasien bangun dari tempat duduk.

Siku difleksi 90, adduksi, rotasi eksternal, dan fleksi bahu ke depan.

Tangan digantung pada pinggir usungan dan traksi ke bawah dilakukan menggunakan pemberat.

Kaput humerus distabilisasi, lengan diabduksi penuh, lakukan traksi kemudian kaput humerus didorong ke rim glenoid.

Lengan diadduksi kemudian rotasi eksternal secara pasif.

Skapula distabilisasi ke arah usungan dan lakukan traksi ke atas serta rotasi eksternal.

Traksi ke atas untuk mengabduksi lengan dan torso dengan mengangkat dari lantai.

Tehnik Stimson + rotasi internal secara manual dan mengenengahkan skapula.

Adduksi lengan, pergerakan osilasi vertikal, abduksi bertahap dengan traksi.

NR

NR

73-97

81-100

NR

70-100

78-90

68-88

NR

79-96

88-95

FARES = fast, reliable, and safe, NR = not reported

Stimson

Awalnya diperkenalkan pada tahun 1900, tehnik Stimson dilakukan dengan pasien posisi prone di atas usungan, dan lengan yang sakit tergantung di pinggir. Traksi ke bawah dengan pemberat, bermula dengan 5 lbs (2,27 kg: Figure 3). Jika tidak, siku difleksi 90 untuk merelaksasi tendon biseps, dan dokter melakukan traksi manual dengan gerakan goyang yang lembut. Reduksi dilakukan selama 15 sampai 20 menit. Kelebihan metode ini adalah merupakan reduksi yang mudah dilakukan dan mengelak gaya yang besar. Kekurangan metode ini adalah sulit memberikan sedasi pada pasien dengan posisi prone.

Milch

Tehnik Milch pertama kali diperkenalkan pada tahun 1938 dan berdasarkan prinsip menciptakan cedera. Pasien boleh dalam posisi supine atau duduk, dokter berada di sisi sakit pasien. Dokter meletakkan tangan pada aspek bahu yang cedera dan menggunakan jempol untuk menstabilkan kaput humerus pada posisi terfiksasi sementara lengan pasien diabduksi. Apabila lengan telah abduksi penuh, secara lembut lakukan traksi longitudinal, dan kaput humerus dimanipulasi oleh jempol pada rim glenoid. Tehnik ini boleh dimodifikasi dengan rotasi eksternal lengan untuk membolehkan tuberositas mayor mengayun ke posterior dan profil tertipis melepasi rim glenoid. Tingkat keberhasilan berkisar 70-100% telah dilaporkan. Dalam studi 76 dislokasi bahu anterior akut membaik dengan tehnik Milch, kesemuanya membaik pada percobaan pertama tanpa anestesi dan komplikasi.

External rotasi

Pada tahun 1957, tehnik self-reduksi dibuat dimana pasien duduk di atas kursi yang boleh berputar dan menggenggam obyek yang tidak bergerak seperti kaki meja. Pasien memutar badannya, secara pasif rotasi eksternal bahu sampai terjadi reduksi. Metode ini telah dimodifikasi, pasien posisi supine atau duduk dengan lengan adduksi penuh dan ekternal rotasi dilakukan oleh dokter (Figure 4). Reduksi harus eksternal rotasi 70-110. Metode ini mudah dilakukan dan digunakan untuk kasus non traumatik, dengan tingkat keberhasilan yg telah dilaporkan berkisar 78-90% dan >80% pasien memerlukan anestesi.

Spaso

Tehnik Spaso awalnya diperkenalkan pada tahun 1998, pasien dalam posisi supine. Dokter berdiri disamping lengan yang sakit, memegang lengan dengan fleksi ke depan 90. Dengan lembut lakukan traksi vertikal pada lengan, diikuti sedikit eksternal rotasi (Figure 5). Batas medial skapula harus kontak pada kasur untuk menstabilkan glenoid. Reduksi harus secara spontan selepas beberapa menit dari traksi atau kaput humerus secara manual didorong ke arah fossa glenoid. Tingkat keberhasilan berkisar 68-88% telah dilaporkan.

Eskimo

Tehnik ini asalnya dikembangkan di Greenland dan pertama kali diperkenalkan pada tahun 1988. Pasien berbaring di lantai dalam posisi lateral decubitus. Dokter memegang lengan yang dislokasi dan memberikan gaya vertikal, mengangkat bahu secara kontralateral beberapa sentimeter dari lantai. Pasien pertahankan posisi ini untuk beberapa menit sampai terjadi reduksi. Walaupun tehnik ini mudah dilakukan, ia boleh menyebabkan peregangan pada plexus brakhialis. Tidak ada data keselamatan yang dilaporkan pada tehnik Eskimo.

Manipulasi skapula

Manipulasi skapula dilakukan dengan rotasi internal dan mengenengahkan skapula. Pasien posisi prone, lengan tergantung pada pinggir usungan, sama pada tehnik Stimson. Lakukan traksi, kemudian dokter menstabilkan aspek superior dari skapula dengan menggunakan jempol dan berikan gaya medial pada sudut inferior dari skapula dengan jempol lainnya (Figure 6). Reduksi selalu hampir tidak kentara dan tidak ditemukan. Tingkat keberhasilan yang dilaporkan berkisar 79-96%, dan kelemahan utama tehnik ini adalah adanya kurva yang tajam.

Fast, Reliable, and Stable

Seyegh dkk memperkenalkan metode Fast, Reliable, and Safe (FARES) untuk reduksi dislokasi bahu anterior. Pada metode ini pasien berbaring supine dan dokter berdiri di sisi sakit pasien (Figure 7). Pasien mempertahankan lengan dalam posisi adduksi, dengan siku diekstensi dan lengan bawah dalam posisi rotasi neutral. Traksi axial dilakukan tanpa countertraction. Sebuah osilasi jarak pendek, gerakan vertikal dilakukan dengan cepat pada manuver reduksi. Lengan perlahan-lahan diabduksi. Pada abduksi 90, lakukan rotasi eksternal secara bertahap pada lengan sementara melanjutkan abduksi dan osilasi vertikal. Reduksi biasanya akan terjadi pada 120. Penulis menyatakan tehnik ini merupakan tehnik yang paling mudah dilakukan dan merupakan metode yang menjadi kebiasaan.

Dislokasi bahu posterior dan manuver reduksi

Dislokasi posterior meliputi