acara iii pembuatan larutan standar.docx
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Judul Percobaan
Pembuatan Larutan Standard
B. Tujuan Percobaan
1. Membuat larutan standard dari zat yang berbentuk cair dan padat/kristal.
2. Mengetahui metode dalam pembuatan larutan standard.
BAB II
METODE
A. Alat dan Bahan
Alat :
1. Erlenmeyer
2. Pipet ukur
3. Pro pipet
4. Buret
5. Statif
6. Gelas beker
7. Labu Takar
8. Corong
Bahan :
1. NaCl 0,1 N
2. K2Cr2O7 0,003 M
3. AgNO3 0,1 N
4. CuSO4 0,001 N
5. Iod 0,1 N
6. Amilum 1%
7. Asam asetat glasial 98 %
8. Aquades
B. Cara Kerja
1. Standardisasi larutan AgNO3 dengan NaCl
Larutan NaCl 0,1 N sebanyak 25 ml dimasukkan ke erlenmeyer 250 ml.
Indikator K2Cr2O4 0,003 M sebanyak 1 ml ditambahkan ke erlenmeyer.
2. Standardisasi Larutan Na2S2O3 dan K2Cr2O7
Larutan NaCL dan K2Cr2O4 dititrasi dengan AgNO3 menggunakan buret
Titrasi dihentikan ketika larutan berubah warna menjadi orange.
Volume AgNO3 dicatat dan normalitasnya dihitung, percobaan diulangi 2 kali.
Larutan K2Cr2O7 0,1 N sebanyak 10 ml dimasukkan ke erlenmeyer 250 ml.
Larutan Asam asetat glacial 5 ml, CuSO4 0,001 N 5 ml, Iod 0,1 N 2 ml,
Amilum 1%ditambahkan ke dalam erlenmeyer.
Larutan dititrasi dengan Na2S2O3 menggunakan buret, titrasi
dihentikan ketika larutan berubah warna menjadi oranye jernih.
Volume Na2S2O3 dicatat dan normalitasnya dihitung, percobaan diulangi 2
kali.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Percobaan
Tabel I : Hasil Standardisasi larutan AgNO3 dengan NaCl
Ulangan V. NaCl V.AgNO3
Warna
Endapan
Normalitas
AgNO3sebelum sesuda
h
25 ml 27,8 mlKuning
beningoranye
Ada
(putih)0,09 N
25 ml 27,5 mlKuning
beningoranye
Ada
(putih)0,09 N
v = 27,7
ml
Tabel II : Hasil Standardisasi larutan Na2S2O3 dengan K2Cr207
Ulang
an
V
K2Cr207
V
Na2S2O3
Warna
Endapan
Norma
litas
Na2S2O3
sebelum sesudah
110 ml 7,5 Biru
kehitaman
Oranye
jernih
Tidak
ada
0,16 N
210 ml 5,3 Biru
kehitaman
Oranye
jernih
Tidak
ada
0,16 N
v = 6,4
ml
B. Pembahasan
Larutan standar (standar solution) adalah penambahan secara bertahap
ke larutan lain yang konsentrasinya tidak diketahui,sampai reaksi kimia antara
kedua larutan tersebut berlangsung sempurna (Chang, 2005). Terdapat dua
jenis larutan baku,yaitu larutan baku primer dan larutan baku sekunder,larutan
baku primer adalah suatu larutan yang sudah diketahui secara tepat
konsentrasinya melalui metode gravimetri. Nilai konsentrasi dihitung melalui
perumusan sederhana,setelah dilakukan penimbangan teliti zat pereaksi
tersebut dan dilarutkan dalam volume tertentu. Contoh :K2Cr2O7,NaCl,asam
oksalat. Syarat-syarat larutan baku primer :
1. Mudah diperoleh, dimurnikan, dikeringkan dan disimpan dalam keadaan
murni.
2. Tidak bersifat higroskopis (kemampuan zat menyerap molekul air) dari
lingkungan dan tidak berubah berat dalam penimbangan di udara.
3. Zat tersebut dapat diuji kadar pengotornya dengan uji kualitatif dan
kepekaan tertentu.
4. Sedapat mungkin mempunyai massa relatif dan massa ekivalen yang besar,
sehingga kesalahan karena penimbangan dapat diabaikan.
5. Zat tersebut harus mudah larut dalam pelarut yang dipilih.
(Mulyono, 2006).
Metode gravimetri adalah metode analisis kuntitatif unsur atau senyawa
berdasarkan bobotnya yang diawali dengan pengendapan dan diikuti dengan
pemisahan dan pemanasan endapan dan diakhiri dengan penimbangan. Selain
syarat-syarat di atas, kesalahan-kesalahan selama proses pembuatan seperti
pengeringan,pengukuran,penimbangan,dan pemindahan alat juga harus
dihindarkan. Dengan demikian, larutan yang diperoleh akan terukur secara
teliti dan tepat. Larutan harus disimpan dan dikemas dengan baik agar dapat
bertahan lama. Jika larutan sudah diketahui normalitasnya, digunakan rumus
V1NI = V2N2 pada percobaan ini rumus yang digunkan adalah V1NI = V2N2 ,
jika diketahui data kadar (%) dan massa jenisnya (ρ) digunakan rumus :
Vx= N ×V × Mr10× n×%× ρ
(Mulyono, 2006).
Larutan baku sekunder adalah suatu larutan dimana konsentrasinya
ditentukan dengan jalan pembakuan menggunakan larutan baku primer,
biasanya melalui metode titrimetri. Contoh : Na2S2O3 ,AgNO3, dan KMnO4.
Syarat-syarat larutan baku sekunder :
1. Derajat kemurnian lebih rendah daripada larutan baku primer.
2. Mempunyai BE yang tinggi untuk memperkecil kesalahan penimbangan.
3. Larutannya relatif stabil dalam penyimpanan.
(Mulyono,2006).
Larutan baku sekunder menggunakan metode titrimetri, metode titrimetri
adalah suatu analisis dimana zat yang akan dianalisis dibiarkan bereaksi
dengan zat lain yang konsentrasinya diketahui dan dialirkan dari buret dalam
bentuk larutan. Konsentrasi larutan yang tidak diketahui (analit) kemudian
dihitung. Syaratnya adalah reaksi berlangsung cepat, kuantitatif dan tidak ada
reaksi samping. Selain itu,jika reagen penitrasi yang diberikan berlebih, maka
harus dapat diketahui dengan suatu indikator (Khopkar, 2003).
Menurut Rohman dan Gandjar (2007), volumetri dapat digolongkan
sebagai berikut :
1. Titrasi asam-basa (Netralisasi)
Penetapan kadar ini berdasarkan pada perpindahan proton dari zat yang
bersifat asam/basa, baik dalam lingkungan air ataupun bebas air.
2. Titrasi reduksi-oksidasi (Redoks)
Dasar yang digunakan adalah perpindahan elektron. Penetapan kadar
senyawa berdasarkan reaksi ini digunakan secara luas misalnya
permangonometri, serimetri, iodometri, iodimetri, dan bromatometri.
3. Titrasi pengendapan (Presipitasi)
Penetapan kadar berdasarkan terjadinya endapan yang sukar larut misalnya
argentometri.
4. Titrasi kompleksometri
Dasar yang digunakan adalah terjadinya reaksi antara zat-zat pengompleks
organik dengan ion logam menghasilkan senyawa kompleks yang mantap.
Larutan standard dibuat dengan metode titrasi. Maka dari hasil titrasi
akan didapatkan titik ekuivalen dan titik akhir. Titik ekuivalen adalah adalah
titik dimana titrasi mencapai setara secara stoikiometri dengan analit
sedangkan titik akhir adalah suatu proses dimana titrasi diakhiri, ditandai
dengan indikator sehingga mudah dilihat secara manual. Titik akhir titrasi
tercapai jika telah melewati titik ekuivalen, biasanya terjadi setelah terdapat
sedikit titran yang tidak lagi bereaksi. Jarak antara titik ekuivalen dan titik
akhir titrasi tidak boleh terlalu jauh sehingga akan mempengaruhi hasil akhir
titrasi (Rosenberg, 1989).
Dalam pembuatan larutan standar AgNO3 dengan NaCl menggunakan
titrasi pengendapan karena disertai dengan terbentuknya endapan, endapan
adalah padatan tak larut yang terpisah dari larutan. Pada percobaan ini NaCl
termasuk larutan standard sekunder, karena masih memerlukan standardisasi
dari larutan AgNO3 dan NaCl sudah diketahui normalitasnya, normalitas
adalah satuan untuk mengukur konsentrasi larutan ekuivalen zat terlarut tiap 1
liter larutan (Rosenberg, 1989).
Mula-mula larutan NaCl berwarna bening, setelah ditambah indikator
K2Cr2O4 larutan jadi berwarna kuning bening, guna indikator adalah untuk
menunjukkan warna yang sangat berbeda. Hal ini bertujuan untuk
menunjukkan titik akhir titrasi, ketika percobaan standardisasi AgNO3 dengan
NaCl menggunakan K2Cr2O4 karena kita melakukan titrasi pengendapan yang
artinya sudah dalam keadaan netral, maka digunakan K2Cr2O4 kalau misalnya
kita menggunakan pereaksi pembatas berarti harus dalam keadaan basa. Saat
masih berbentuk NaCl dan sudah ditambah indikator K2Cr2O4 masih belum ada
endapan. Hal ini terjadi karena tidak ada reaksi yang terjadi antara NaCl dan
K2Cr2O4. Reaksi baru terjadi setelah NaCl dititrasi dengan AgNO3, pada saat
proses titrasi terbentuk endapan putih. Reaksi yang terjadi :
AgNO3 + NaCl AgCl + NaNO3
(Keenan dan Wood, 1989).
NaCl bereaksi dengan AgNO3 membentuk ion Na+ dan
Cl-.Sedangkan AgNO3 membentuk ion Ag+ dan NO3-. Di situ terjadi reaksi
pengendapan antara ion Klorida (Cl-) dan ion perak ion (Ag+). Ketika ion
klorida telah habis diendapkan oleh ion perak,maka ion kromat (Cr2O42-) akan
bereaksi dengan ion perak membentuk endapan perak klorida (AgCl) dan
karena mengarbsorbsi kromat akhirnya membentuk endapan perak kromat
(Ag2Cr2O4).Reaksi akhir yang terjadi :
K2Cr04 + 2 AgNO3 Ag2Cr2O4 (endapan) + 2 KNO3
(Keenan dan Wood, 1989).
Titrasi dilanjutkan hingga mencapai titik akhir titrasi yang ditandai
dengan perubahan warna larutan AgCl dari kuning bening menjadi oranye.
Didapatkan hasil volume rata-rata AgNO3 adalah 37,7 ml dan normalitas
AgNO3 hasil standardisasi adalah 0,09 N. Normalitas ini tidak mendekati
normalitas sebenarnya yaitu 0,1 N karena pada saat titrasi terjadi kesalahan
pengamatan titik akhir titrasi. Perubahan warna endapan tidak terlihat jelas
sehingga titrasi tetap saja dilakukan hingga jauh melewati titik ekivalen yang
sebenarnya. Larutan AgNO3 digunakan sebagai titrasi dan juga sebagai
pereaksi pembatas (Keenan dan Wood, 1989).
K2Cr207 0,1 N berwarna jingga.Setelah ditambah 5 ml asam asetat glasial, 5
ml CuSO4,2 ml iodin dan 1 ml amilum warna K2Cr207 menjadi biru kehitaman.
Reaksi sebelum titrasi adalah :
Cr2O72- + 14H+ + 6I- 3I2 + 2Cr 3+ +7H20
Saat titrasi,reaksi yang terjadi adalah :
Na2S2O3 + K2Cr207 2 K2Cr207 2- + 2 Na + + S2O3
2-
(Chang, 2005).
Reaksi ini terjadi saat warna erlenmeyer berwarna oranye jernih.
Dan setelah titrasi iodin akan bereaksi dengan Na2S2O3. Sehingga setelah
reaksi di dapat persamaan :
I2+2 Na2S2O3 2Nal + Na2S5O6
(Chang, 2005).
Larutan Na2S2O3 adalah salah satu larutan standard sekunder dimana
larutan ini harus dibakukan terlebih dahulu dengan larutan standar primer
K2Cr207 . Pada percobaan ini warna awal larutan adalah biru kehitaman, tetapi
setelah dititrasi berubah warna menjadi oranye jernih dan tidak ada terbentuk
endapan. Percobaan ini menggunakan larutan CuSO4, iod, amilum, dan asam
asetat glasial. Larutan CuSO4 dan iod digunakan untuk mempercepat reaksi
dalam titrasi/sebagai katalisator. K2Cr207 untuk membakukan larutan, amilum
berfungsi untuk membebaskan ion-ion serta penentu titik ekuivalen dari proses
titrasi, dan asam asetat glasial untuk memberikan suasana asam (Keenan dan
Wood, 1989).
Dari hasil percobaan didapat volume rata-rata Na2S2O3 adalah 6,4 ml dan
normalitasnya 0,16,normalitas ini tidak mendekati normalitas sebenarnya yaitu
0,1 N karena pada saat titrasi terjadi kesalahan pengamatan titik akhir titrasi.
Pada percobaan ini terjadi proses netralisasi, karena tidak mengakibatkan
perubahan valensi maupun terbentuknya endapan dan tidak terjadi suatu
senyawa kompleks dari zat-zat yang saling bereaksi. Sama halnya dengan
larutan AgNO3 bahwa larutan Na2S2O3 juga digunakan sebagai alat untuk
melakukan titrasi dan juga sebagai pereaksi pembatas suatu larutan (Khopkar,
2003).
BAB IV
KESIMPULAN
1. Pembuatan larutan standard dengan menggunakan metode titrasi.
2. Volume rata-rata AgNO3 adalah 27,7 ml.
3. Volume rata-rata Na2S2O3 adalah 6,5 ml.
4. Normalitas Na2S2O3 dalam larutan 0,16 N dan normalitas AgNO3 0,09 N.
5. Pada standardisasi AgNO3 dan NaCl tidak terjadi proses netralisasi sedangkan
pada standardisasi Na2S2O3 dan K2Cr207 terjadi proses titrasi netralisasi.
6. Larutan standard ada 2 yaitu larutan standard primer dan larutan standard
sekunder. Dalam standardisasi larutan AgNO3 dengan NaCl, NaCl adalah
larutan standard sekunder sedangkan AgNO3 adalah larutan standard
primer.Percobaan selanjutnya adalah larutan Na2S2O3 dengan K2Cr207 yang
termasuk larutan standar primer adalah K2Cr207 sedangkan Na2S2O3 termasuk
larutan standard sekunder.
LAMPIRAN
1. Normalitas rata-rata AgNO3
V1NI = V2N2
27,7 x NI = 25 x 0,1
N1 = 25 x 0,1
27,7
= 0,09 N
V1 = Volume rata-rata AgNO3
NI = Normalitas rata-rata AgNO3
V2 = Volume NaCl
N2 = Normalitas NaCl
2. Normalitas rata-rata Na2S2O3
V1NI = V2N2
6,4 x NI = 10 x 0,1
N1 = 1
6,4
= 0,16 N
V1 = Volume rata-rata Na2S2O3
NI = Normalitas rata-rata Na2S2O3
V2 = Volume K2Cr207
N2 = Normalitas K2Cr207
DAFTAR PUSTAKA
Chang , R. 2005. Kimia Dasar Edisi Ketiga Jilid 1. Erlangga. Jakarta.
Keenan, C.W dan Wood, S.H. 1989. Ilmu Kimia untuk Universitas Edisi Keenam
Jilid 1. Erlangga. Jakarta.
Khopkar, S.M. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia Press.
Jakarta.
Mulyono . 2006. Membuat Reagen Kimia. Bumi Aksara. Jakarta.
Rohman, A. dan I.G. Gandjar. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar.
Yogyakarta.